BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antar Budaya 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Antar Budaya
2.1.1 Definisi Komunikasi Antar Budaya
Ada dua konsep utama yang mewarnai komunikasi antarbudaya
(intercultural communication), yaitu konsep kebudayaan dan konsep komunikasi.
Hubungan antara keduanya sangat kompleks. Budaya mempengaruhi komunikasi
dan pada gilirannya komunikasi turut menentukan, menciptakan dan memelihara
realitas budaya dari sebuah komunitas/kelompok budaya1. Dengan kata lain,
komunikasi dan budaya ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dan
saling mempengaruhi satu sama lain. Budaya tidak hanya menentukan siapa
bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi
budaya juga turut menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia
miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan
menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku manusia sangat
bergantung pada budaya tempat manusia tersebut dibesarkan. Konsekuensinya,
budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka
beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi2. Dengan memahami kedua
konsep utama itu, maka studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai
1
Martin, Judith dan Thomas K. Nakayama. Intercultural Communication in Contexts. New
York:Mc Graw Hill International.2007., 92.
2
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Praktis dengan
Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005., 20.
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
studi yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap komunikasi. Adapun
beberapa definisi komunikasi antarbudaya, sebagai berikut:
1. Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa dalam buku Larry A. Samovar dan
Richard E. Porter Intercultural Communication, A Reader – komunikasi
antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan,
misalnya antarsuku bangsa, antaretnik dan ras, antarkelas sosial.
2. Samovar dan Porter juga mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi
di antara produser pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya
berbeda.
3. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi
komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi,
antarpribadi dan kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar belakang
kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta.
4. Guo-Ming Chen dan William J. Starosta mengatakan bahwa komunikasi
antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang
membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan
fungsinya sebagai kelompok3.
Young Yun Kim mengatakan, tidak seperti studi-studi komunikasi lain,
hal yang terpenting dari komunikasi antarbudaya yang membedakannya dari
kajian keilmuan lainnya adalah tingkat perbedaan yang relatif tinggi pada latar
belakang pengalaman pihak-pihak yang berkomunikasi (the communications)
karena
3
adanya
perbedaan-perbedaan
kultural.
Dalam
perkembangannya,
Liliweri, Alo. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2003., 10-11.
2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
komunikasi antarbudaya dipahami sebagai proses transaksional, proses simbolik
yang melibatkan atribusi makna antara individu-individu dari budaya yang
berbeda. Sedangkan Tim-Toomey menjelaskan komunikasi antarbudaya sebagai
proses pertukaran simbolik dimana individu-individu dari dua (atau lebih)
komunitas kultural yang berbeda menegosiasikan makna yang dipertukarkan
dalam sebuah interaksi yang interaktif. Menurut Kim, asumsi yang mendasari
batasan tentang komunikasi antarbudaya adalah bahwa individu-individu yang
memiliki budaya yang sama pada umumnya berbagi kesamaan-kesamaan atau
homogenitas dalam keseluruhan latar belakang pengalaman mereka daripada
orang yang berasal dari budaya yang berbeda4.
Dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya, maka ada
beberapa asumsi, yaitu:
1. Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada
perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.
2. Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi
3. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi
4. Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian
5. Komunikasi berpusat pada kebudayaan
6. Efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya 5
2.1.2 Proses Komunikasi Antarbudaya
a) Hakikat Proses Komunikasi Antarbudaya
4
5
Rahardjo, Turnomo. Menghargai Perbedaan Kultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2005
Liliweri, Alo. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2003
3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Kita sebut komunikasi sebagai proses (itulah salah satu karakteristik
komunikasi) karena komunikasi itu dinamik, selalu berlangsung dan sering
berubah-ubah. Sebuah proses terdiri dari beberapa sekuen yang dapat dibedakan
namun tidak dapat dipisahkan. Semua sekuen berkaitan satu sama lain meskipun
dia selalu berubah-ubah. Jadi pada hakikatnya proses komunikasi antar budaya
sama dengan proses komunikasi lain, yakni suatu proses yang interaktifdan
transaksional serta dinamis.
Komunikasi antar budaya yang interaktif adalah komunikasi yang dilakukan
oleh komunikator dan komunikan dalam dua arah/timbal balik (two way
communication) namun masih berada pada tahap rendah. Apabila ada proses
pertukaran pesan itu memasuki tahap tinggi, misalnya saling mengerti, memahami
perasaan dan tindakan bersama maka komunikasi tersebut telah memasuki tahap
transaksional.
Komunikasi transaksional meliputi tiga unsur penting yakni;
1. Keterlibatan emosional yang tinggi, yang berlangsung terus menerus dan
berkesinambungan atas pertukaran pesan;
2. Peristiwa komunikasi meliputi seri waktu, artinya berkaitan dengan masa
lalu, kini dan yang akan datang; dan
3. Partisipan dalam komunikasi antarbudaya menjalankan peran tertentu.
Baik komunikasi interaktif maupun transaksional mengalami proses yang
bersifat dinamis, karena proses tersebut berlangsung dalam konteks social yang
hidup, berkembang dan bahkan berubah-ubah berdasarkan waktu,situasi dan
kondisi tertentu. Karena proses komunikasi yang dilakukan merupakan
4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
komunikasi antarbudaya maka kebudayaan merupakan dinamisator atau
“penghidup” bagi proses komunikasi tersebut. Kita meninjau serba ringkas
tentang unsur-unsur komunikasi antarbudaya itu.
b) Unsur-unsur Proses Komunikasi Antarbudaya
Komunikator
Komunikator dalam komunikasi antar budaya adalah pihak yang
memprakarsai komunikasi, artinya dia mengawali pengiriman pesan tertentu
kepada pihak lain yang disebut komunikan. Dalam komunikasi antarbudaya
seorang komunikator berasal dari latar belakang kebudayaan tertentu, misalnya
kebudayaan A yang berbeda dengan komunikan yang berkebudayaan B.
Komunikan
Komunikan dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang menerima
pesan tertentu, dia menjadi tujuan/sasaran komunikasi dari pihak lain
(komunikator). Dalam komunikasi antarbudaya, seorang komunikan berasal dari
latar belakang sebuah kebudayaan tertentu, misalnya kebudayaan B.
Pesan / Simbol
Dalam proses komunikasi, pesan berisi pikiran, idea tau gagasan, perasaan
yang dikirim komunikator kepada komunikan dalam bentuk symbol. Simbol
adalah sesuatu yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu, misalnya dalam
kata-kata verbal yang diucapkan atau ditulis, atau symbol non verbal yang
diperagakan melalui gerak-gerik tubuh/anggota tubuh, warna, artifak, gambar,
pakaian dan lain-lain yang semuanya harus dipahami secara konotatif.
5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Media
Dalam proses komunikasi antarbudaya, media merupakan tempat, saluran
yang dilalui oleh pesan atau symbol yang dikirim melalui media tertulis misalnya
surat, telegram, faksimili. Juga media massa (cetak) seperti majalah, surat kabar
dan buku, media massa elektronik (radio, televisi, video, film, dan lain-lain).
Akan tetapi kadang-kadang pesan-pesan itu dikirim tidak melalui media, terutama
dalam komunikasi antarbudaya tatap muka.
Efek atau Umpan Balik
Manusia mengkomunikasikan pesan karena dia mengharapkan agar tujuan
dan fungsi komunikasi iitu tercapai. Tujuan dan fungsi komunikasi, termasuk
komunikasi
antarbudaya,
antara
lain
memberikan
informasi,
menjelaskan/menguraikan tentang sesuatu, memberikan hiburan, memaksakan
pendapat atau mengubah sikap komunikan.
Suasana (Setting dan Context)
Satu faktor penting dalam komunikasi antarbudaya adalah suasana yang
kadang-kadang disebut setting of communication, yakni tempat (ruang, space) dan
waktu (time) serta suasana (sosial, psikologis) ketika komunikasi antarbudaya
berlangsung. Suasana itu berkaitan dengan waktu (jangka pendek/panjang,
jam/hari/minggu/bulan/tahun) yang tepat untuk bertemu / berkomunikasi,
sedangkan tempat (rumah, kantor, rumah ibadah) untuk berkomunikasi, kualitas
relasi
(formalitas,
informalitas)
yang berpengaruh
terhadap
komunikasi
antarbudaya.
6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gangguan (Noise atau Interference)
Gangguan dalam komunikasi antarbudaya adalah segala sesuatu yang
menjadi penghambat laju pesan yang ditukar antara komunikator dengan
komunikan, atau paling fatal adalah mengurangi makna pesan antarbudaya.
Gangguan menghambat komunikan menerima pesan dan sumber pesan.
Gangguan (noise) dikatakan ada dalam satu system komunikasi bila dalam
membuat pesan yang disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima.
Gangguan itu dapat bersumber dari uunsur-unsur komunikasi, misalnya
komunikator, komunikan, pesan, media / saluran yang mengurangi usaha bersama
untuk memberikan makna yang sama atas pesan.
Gangguan komunikasi yang bersumber dari komunikator dan komunikan
misalnya karena perbedaan status social dan budaya (stratifikasi social, jenis
pekerjaan, faktor usia), latar belakang pendidikan (tinggi pendidikan) dan
pengetahuan (akumulasi pengetahuan terhadap tema
yang dibicarakan),
ketrampilan (kemampuan untuk memanipulasi pesan) berkomunikasi. Sementara
itu gangguan yang berasal dari pesan misalnya perbedaan pemberian makna atas
pesan yang disampaikan secara verbal, (sinonim, homonym, denotative, dan
konotatif), perbedaan tafsir atas pesan non verbal (bahasa isyarat tubuh).
Gangguan dari media / saluran karena orang salah memilih media yang tidak
sesuai dengan konteks komunikasi, gangguan situasi –kondisi-suasana yang
kurang mendukung terlaksananya komunikasi antarbudaya.
De Vito menggolongkan tiga macam gangguan:
7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(1) Fisik - berupa intervensi dengan transmisi fisik isyarat atau pesan lain,
misalnya: desingan mobil yang lewat, dengungan computer, kacamata;
(2) Psikologis – intevensi kognitif atau mental, misalnya: prasangka dan bias pada
sumber-penerima-pikiran yang sempit; dan
(3) Semantik – berupa pembicara dan pendengar member arti yang berlainan,
misalnya berbicara dengan bahasa yang berbeda, menggunakan jargon atau istilah
yang terlalu rumit yang tidak dipahami pendengar.
2.2 Komunikasi Internasional
2.2.1 Pengertian Komunikasi Internasional Menurut Para Ahli:
1.
Onong Uchjana Effendy
Komunikasi
Internasional
adalah
komunikasi
yang
dilakuka
n
komunikator yang mewakili suatu negara untuk menyampaikan pesan-pesan yang
bekaitan dengan berbagai kepentingan negaranya kepada komunikan yang
mewakili negara lain dengan tujuan untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan
kerja sama, melalui berbagai media komunikasi atau media massa internasional.
2.
Sastroputro
Komunikasi
internasional
mempelajari
pernyataan
antarnegara,
antarpemerintah, atau antarbangsa yang bersifat umum melalui lambang-lambang
yang berarti
3.
Gerhard Maletzke
Komunikasi Internasional adalah proses komunikasi antara berbagai
negara atau bangsa yang melintasi batas-batas negara.
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4.
K.S. Sitaram
Komunikasi Internasional adalah komunikasi antara struktur-struktur
politik
alih-alih
antara
budaya-budaya
individual,
artinya
komunikasi
internasional sering dilakukan lewat para pemimpin negara atau wakil-wakil
negara (menteri luar negeri, duta besar, konsul jenderal
2.2.2 Pengertian Komunikasi Internasional Secara Umum
Komunikasi
Internasional
(International
Communication)
adalah
komunikasi yang dilakukan oleh komunikator yang mewakili suatu negara untuk
menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan kepentingan negaranya—
kepada komunikan yang mewakili negara lain.
Sebagai sebuah bidang kajian, Komunikasi Internasional memfokuskan
perhatian pada keseluruhan proses melalui mana data dan informasi mengalir
melalui batas-batas negara. Subjek yang ditelaah bukanlah sekedar arus itu
sendiri, melainkan juga struktur arus yang terbentuk, aktor-aktor yang terlibat di
dalamnya, sarana yang digunakan, efek yang ditimbulkan, serta motivasi yang
mendasarinya.
Dilihat dari pelakunya, komunikasi internasional dapat dipandang sebagai
terbagi antara:
1. Official Transaction, yakni kegiatan komunikasi yang dijalankan
pemerintah.
2. Unofficial Transaction atau disebut juga interaksi transnasional, yakni
kegiatan komunikasi yang melibatkan pihak non-pemerintah.
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pemerintah, sebagai salah satu pelaku utama komunikasi internasional,
menjalankan sejumlah langkah yang berpengaruh terhadap posisi negara yang
diwakilinya dalam percaturan politik internasional. Pemerintah dapat menjalankan
langkah-langkah yang berefek politik langsung, seperti: diplomasi dan
propaganda; ataupun langkah yang berdampak tidak langsung, seperti:
mempromosikan pendidikan internasional.
Kegiatan komunikasi internasional bisa berlangsung antara people to people
ataupun goverment to government. Markham (1970) menyatakan, unit primer
yang diamati dalam komunikasi internasional adalah interaksi antara dua negara
atau lebih yang sifatnya Mass Mediated Communication.
Tegasnya, komunikasi internasional juga adalah studi tentang berbagai macam
Mass Mediated Communication antara dua negara atau lebih yang berbeda latar
belakang budaya. Perbedaan latar belakang tersebut dapat berupa perbedaan
ideologi, budaya, perkembangan ekonomi, dan perbedaan bahasa. (ASM. Romli).
Menurut
Liliweri
Studi
komunikasi
internasional
disandarkan
atas
pendekatan-pendekatan maupun metodologi sbb:
1. Pendekatan peta bumi (geographical approach)
2. Pendekatan media (media approach)
3. Pendekatan peristiwa (event approach)
4. Pendekatan ideologis (ideologi approach)
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.2.3 Ruang Lingkup Komunikasi Internasional
Komunikasi internasional dapat dipelajari dari tiga perspektif: diplomatik,
jurnalistik, dan propagandistik.
1. Perspektif Diplomatik.
Lazim dilakukan secara interpersonal atau kelompok kecil (small group) lewat
jalur diplomatik; komunikasi langsung antara pejabat tinggi negara untuk
bekerjasama atau menyelesaikan konflik, memelihara hubungan bilateral atau
multilateral, memperkuat posisi ataupun meningkatkan reputasi negara di tengah
pergaulan internasional. Dilakukan pada konferensi pers, pertemuan politik,
forum internasional di tingkat PBB atau forum regional, atau bahkan pada
pertemuan diplomatik seperti jamuan makan malam (kenegaraan).
2. Perspektif Jurnalistik.
Dilakukan melalui saluran media massa. Karena arus informasi didominasi
negara maju, ada penilaian komunikasi internasional dalam perspektif ini
didominasi negara maju, juga dijadikan negara maju sebagai alat kontrol terhadap
kekuatan sosial yang dikendalikan kekuatan politik dalam percaturan politik
internasional. Penguasa arus informasi menjadi gatekeeper yang mengontrol arus
komunikasi. Jalur jurnalistik ini juga sering digunakan untuk tujuan propaganda
dengan tujuan mengubah kebijakan dan kepentingan suatu negara atau
memperlemah posisi negara lawan.
3. Perspektif Propagandistik.
Umumnya dilakukan melalui media massa, ditujukan untuk menanamkan
gagasan ke dalam benak masyarakat negara lain dan dipacu sedemikian kuat agar
11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mempengaruhi pemikiran, perasaan, serta tindakan; perolehan atau perluasan
dukungan, penajaman atau pengubahan sikap dan cara pandang terhadap suatu
gagasan atau peristiwa atau kebijakan luar negeri negara tertentu. Propaganda
merupakan instrumen sangat ampuh untuk memberikan pengaruh.
2.2.4 Fungsi komunikasi internasional
Fungsi Komunikasi Internasional dapat dipaparkan sebagai berikut:
1) Mendinamisasikan hubungan internasioanl yang terjalin antara dua negara
atau lebih serta hubungan di berbagai bidang antara kelompok-kelompok
masyarakat yang berbeda negara/kebangsaan.
2) Membantu/menunjang
internasioanl
dengan
upaya-upaya
pencapaian
meningkatkan
kerjasama
tujuan
hubungan
internasional
serta
menghindari terjadinya konflik atau kesalahpahaman baik antara
pemerintah dengan pemerintah maupun antar penduduk.
3) Merupakan teknik untuk mendukung pelaksanaan politik luar negeri bagi
masing-masing negara untuk memperjuangkan pencapaian kepentingan di
negara lain.
2.2.5 Tujuan komunikasi internasional
Tujuan komunikasi internasional dalam perspektif diplomatik adalah sebagai
berikut:
1. Menghindari konflik antarnegara
2. Mengembangkan kerjasama (bilateral/multilateral)
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3. Memperkuat posisi tawar-menawar (bargaining position)
4. Meningkatkan citra dan reputasi suatu negara
5. Memelihara perdamaian dunia
6. Mengembangkan pembangungan internasional.
2.3 Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi adalah komunikasi antarmanusia yang terjadi
dalam konteks organisasi dimana terjadi jaringan-jaringan pesan satu sama lain
yang saling bergantung satu sama lain6.
Redding dan Sharon dikutip Syaiful Rohim, mengatakan bahwa
komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam
organisasi yang kompleks. Katz dan kahn mengatakan bahwa komunikasi
organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi, dan pemindahan arti
dalam suatu organisasi. Zelko dan dance mendefinisikan komunikasi organisasi
dengan suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal
dan komunikasi eksternal7.
Komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar
pesan dalam satu jaringan yang saling tergantung satu sama lin untuk mengatasi
lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah. Defnisi ini
6
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi
Masyarakat. Kencana Prenada Media Group, Jakarta. 2006
7
Rohim, Syaiful. Teori Komunikasi Perspektif, Ragam & Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta. 2009
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mengandung tujuh konsep kunci yaitu proses, pesan, jaringan, saling tergantung,
hubungan, lingkungan, dan ketidakpastian.
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan
organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi.
Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri
dan sifatnya berorientas kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam
organisaasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam
organisasi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara
sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara
individual8.
2.2.1
Arus Komunikasi Dalam Organisasi
Ada tiga bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal
mengiktui komunikasi seperti yang digambarkan dalam struktur organisasi9 yaitu:
1. Komunikasi dari atas ke bawah (downward communication)
Himstreet and Baty menyatakan bahwa: “Komunikasi dari atas ke bawah
adalah komunikasi dari atasan untuk bawahan dari bos kepada karyawan, dan dari
pembuat kebijakan untuk operasi pribadi, suatu studi telah mengidentifikasi atau
membedakan menjadi lima unsur dalam komunikasi lingkungan bawah”.
1. Instruksi kerja. Pengajaran karyawan baru bagaimana cara untuk
mengerjakan tugas tertentu.
8
Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi, PT.Grasindo, Jakarta. 2005
Pace, R Wayne dan Don F. Faules. Komunikasi Organisasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2005
9
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2. Rasional. Pembenaran bagi organisasi ke dalam organisasi total.
3. Informasi. Orientasi kepada perusahaan- aturan praktik, prosedur, dan
sejarah
4. Umpan balik performa kinerja pekerjaan. Evaluasi atasan atau penilaian
kinerja karyawan
5. Ideologi. Upaya untuk menyampaikan kepada karyawan ditingkat
antusiasme kesetiaan, atau dukungan bagi organisasi.
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi
dalam downward communication, komunikasi berlangsung dari tingkatan yang
lebih tinggi yaitu manajemen puncak pada tingkatan yang lebih rendah atau dari
pembuat kebijaksanaan sampai pada akhirnya pada karyawan sebagai tingkat
operasional.
Dengan demikian downward communication adalah komunikasi yang
dilakukan dari atasan kepada bawahan dalam arti komunikasi kebawah mengalir
dari tingkatan manajemen yang lebih tinggi kepada manajemen menengah terus
kepada manajemen yang paling bawah dan akhirnya sampai pada karyawan
operasional.
Komunikasi dari tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah
dari suatu organisasi, mencakup pedoman perusahaan, publikasi ke dalam, memo,
papan buletin dan rak informasi. Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi
berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada yang
berotoritas lebih rendah. Informasi yang dikomunikasikan dari atasan kepada
bawahan menurut Katz & Kahn dikutip Deddy Mulyana, antara lain:
15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan
2. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan
3. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi
4. Informasi mengenai kinerja pegawai
5. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas
Informasi yang disampaikan dari seorang atasan kepada bawahan tidaklah
begitu saja disampaikan, utamanya harus melewati pemilihan metode dan media
informasi. Ada 6 (enam) kriteria yang sering digunakan untuk memilih metode
penyampaian informasi kepada para pegawai, antara lain:
1. Ketersediaan
2. Biaya
3. Pengaruh
4. Relevansi
5. Respons
6. Keahlian
Selain daripada itu komunikasi dari atas kebawah dapat digambarkan hal-hal
yang meliputi:
1. Pemberian penghargaan
2. Memberikan teguran dalam pelaksanaan tugas bagi karyawan yang kurang
taat pada perintah
3. Memberikan arahan dan bimbingan pada karyawan
Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada
orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau
16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
perilaku, baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media; proses
penyampaian bentuk interaksi gagasan kepada orang lain dan proses penciptaan
arti terhadap gagasan atau ide yang disampaikan, baik sengaja maupun tidak
disengaja. Merujuk kepada komunikasi dari pegawai atasan kepada pegawai atau
orang bawahan. Katz dan Kahn mengenal pasti lima jenis komunikasi mengarah
ke bawah:
1. Arahan tugas-bagaimana melakukan tugas-tugas tertentu. Misalnya,
"Sebelum anda masuk ke ruang operasi, dimohon untuk cuci tangan dan
pakai pakaian khusus untuk pembedahan."
2. Pesan tentang bagaimana sesuatu tugas itu mempunyai kaitan dengan
tugas yang lain. Contohnya, "Elektrod untuk ECG perlu dipasang dengan
benar untuk mendapatkan bacaan yang tepat."
3. Prosedur, sebagai contoh, "Setelah menjalani internship selama setahun,
anda layak untuk mendapat title ‘doktor’."
4. Merespon message tentang sejauh mana kebaikan atau keburukan
seseorang itu melaksanakan tugasnya.
5. Penerapan pesan untuk memotivasi pekerja dengan menarik perhatian
mereka terhadap misi organisasi.
Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a) Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b) Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk
dilaksanakan (job retionnale)
17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
c) Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku
(procedures and practices)
d) Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
e) Penilaian pimpinan terhadap hasil pekerjaan serta Penerapan kebijakan
Ada 4 metode dalam penyampaian informasi kepada para pegawai:
1. Metode tulisan
2. Metode lisan
3. Metode tulisan diikuti lisan
4. Metode lisan diikuti tulisan
2. Komunikasi dari bawah ke atas (upward communication)
Himstreet and baty menyatakan bahwa “komunikasi dari bawah ke atas
adalah umpan balik untuk komunikasi bawah ke atas. Ketika manajemen meminta
informasi dari tingkat organisasi yang lebih rendah. Informasi yang dihasilkan
menjadi umpan balik kepada permintaan itu.Karyawan, pekerjaan mereka dan
metode yang mereka lakukan serta persepsi mereka tentang organisasi mereka”.
Dari pernyataan yang dimaksud dapat digambarkan bahwa aliran
komunikasi dari bawah ke atas adalah merupakan kebalikan dari komunikasi dari
atas ke bawah yaitu komunikasi yang diawali dari wewenang yang lebih rendah
pada wewenang yang lebih tinggi. Dengan demikian ketika pimpinan perusahaan
meminta informasi dari bawahan atau pada saat pimpinan mendapatkan feedback
dari bawahan yang berkaitan dengan segala hal yang berhubungan dengan
organisasi.
18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3. Komunikasi horizontal (Horizontal Communication)
Himstreet dan Baty menyatakan bahwa: "Komunikasi Horizontal atau
lateral sering digunakan untuk menggambarkan pertukaran antara unit organisasi
pada tingkat hirarki yang sama" Komunikasi horisontal dapat terjadi antara dua
pihak yang berada pada level yang sama, biasanya komunikasi yang dilakukan
dalam bentuk koordinasi seperti level kepala seksi, antara karyawan, antara
manajer departemen. Komunikasi horisontal adalah komunikasi yang terjadi
antara bagian-bagian yang memiliki posisi sejajar dalam suatu organisasi.
Tujuan komunikasi horisontal antara lain untuk melakukan persuasi,
mempengaruhi, memberikan informasi kepada bagian / departemen yang
mempunyai kedudukan sama dalam organisasi.
2.4 Public Relations
Pengertian Hubungan Masyarakat atau Public Relations menurut J.C.
Seidel, sebagaimana dikutip
dan diterjemahkan Soleh Soemirat dan Elvinaro
Ardianto yaitu “Proses yang kontinyu dari usaha-usaha manajemen untuk
memperoleh goodwill (kemauan baik) dan pengertian dari pelanggan, pegawai,
dan publik yang lebih luas. Kedalam mengadakan analisis dan perbaikan diri
sendiri, sedangkan keluar memberikan pernyataan-pernyataan.”
Pernyataan di atas dapat penulis pahami bahwa Public Relations
merupakan suatu proses atau kegiatan komunikasi yang secara terus menerus dari
19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
usaha manajemen suatu perusahaan yang bertujuan untuk memperoleh goodwill
dan pengertian dari publik, baik publik internal maupun publik eksternal.
PR menurut Scott M. Cutlip, Allen H. Center dan Glen M. Broom adalah
“fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik
dan bermanfaat antara organisasi dan publik yang mempengaruhi kesuksesan atau
kegagalan organisasi tersebut”.
Dapat dipahami jika PR memegang peranan penting dalam menjaga dan
menjalankan alur komunikasi yang ada dalam perusahaan atau organisasi,
sehingga sikap saling pengertian diantara organisasi maupun khalayak dapat
tercipta. Beberapa ciri PR, yaitu melakukan komunikasi dua arah, menyebarkan
informasi, menggiatkan persuasi, dan pengkajian pendapat umum; mempunyai
tujuan perusahaan atau organisasi; sasarannya ditujukan kepada publik internal
maupun publik eksternal; serta terbinanya hubungan yang harmonis dengan
publik-publik tersebut melalui program-program yang dijalankan oleh PR.
Dari definisi-definisi tersebut, kita dapat menerima gambaran mengenai
fungsi PR Pada kenyataannya, fungsi PR di setiap tempat tidaklah sama sehingga
melahirkan berbagai definisi lain. Salah satu definisi PR yang mencakup
fungsinya secara garis besar. Menurut Scott M.Cutlip dan Allen H.Center PR
merupakan fungsi manajemen yang menilai sikap publik, mengidentifikasikan
kebijaksanaan dan tata cara seseorang atau organisasi demi kepentingan publik,
serta merencanakan dan melakukan suatu program kegiatan untuk meraih
pengertian, pemahaman dan dukungan dari publiknya.
20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
PR menurut Frank Jefkins adalah semua bentuk komunikasi yang
terencana, baik itu keluar maupun kedalam, yakni antara organisasi dengan
publiknya dalam rangka mencapai tujuan yang spesifik atas dasar saling
pengertian.
Sementara, Rex F.Harlow memaparkan definisi PR adalah suatu fungsi
manajemen khas yang mendukung pembinaan dan pemeliharaan jalur bersama
antara organisasi dan publiknya mengenai komunikasi, pengertian, penerimaan,
dan kerjasama, melibatkan manajemen dalam permasalahan atau persoalan;
membantu manajemen untuk memahami dan tanggap terhadap opini publik;
menetapkan dan menekankan tanggung jawab manajemen untuk melayani
kepentingan publik; mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan
perubahan secara efektif, bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam
membantu mengantisipasi kecenderungan, dan menggunakan penelitian serta
teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama.”
Dari berbagai pendapat mengenai definisi PR di atas, penulis mengambil
kesimpulan bahwa pengertian PR adalah usaha yang dilakukan secara terus
menerus sebagai salah satu fungsi manajemen melalui kegiatan komunikasi dua
arah atau timbal balik yang diperlukan dalam menangani atau mengatasi masalah
yang muncul pada organisasi; melaksanakan persuasi; serta menciptakan
hubungan yang baik dengan publik internal maupun eksternal.
21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.4.1 Fungsi Public Relations
Fungsi PR memiliki karakteristik yang berbeda dalam setiap organisasi
yang menaunginya, perbedaan ini merupakan hasil dari tujuan yang berbeda pada
tiap organisasinya. Pada hakikatnya PR memiliki fungsi mendasar. Di dalam
konsepnya, fungsi PR ketika menjalankan tugas dan operasionalnya, baik itu
sebagai komunikator dan mediator, juga organisator.
Frank Jefkins mengemukakan fungsi PR sebagai berikut:
1. Menunjang kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Menciptakan
komunikasi
dua
arah
secara
timbal
balik
dengan
menyebarkan informasi dari perusahaan kepada publik dan menyalurkan
opini publik pada perusahaan.
3. Melayani publik dan memberikan nasihat kepada pimpinan organisasi
untuk kepentingan umum.
4. Membina hubungan secara harmonis antara organisasi dengan publik, baik
internal maupun eksternal10
Sementara itu, Cutlip & Center juga merumuskan fungsi PR, sebagai berikut:
1. Menjunjung aktifitas utama manajemen dalam mencapai tujuan.
2. Membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publiknya
sebagai khalayak sasaran.
3. Mengidentifikasi yang menyangkut opini, persepsi dan tanggapan
masyarakat terhadap organisasi yang diwakilinya atau sebaliknya.
10
Jefkins, Daniel Yadin. Public Relations. Jakarta: Erlangga. 2004
22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4. Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbangan saran kepada
pimpinan manajemen demi untuk tujuan dan manfaat bersama.
5. Menciptakan komunikasi dua arah yang timbal balik, dan mengatur arus
informasi, publikasi serta pesan dari organisasi ke publiknya atau terjadi
sebaliknya demi tercapainya citra positif bagi kedua belah pihak11.
2.4.2 Tujuan Public Relations
Tujuan PR adalah mempengaruhi perilaku orang secara individu ataupun
kelompok saat saling berhubungan, melalui dialog atau komunikasi dengan semua
golongan, serta persepsi, sikap dan opininya terhadap suatu kesuksesan atau citra
perusahaan.
Menurut Rosady Ruslan, tujuan PR adalah sebagai berikut:
1. Menumbuh kembangkan citra perusahaan yang positif untuk publik
eksternal atau masyarakat dan konsumen.
2. Mendorong tercapainya saling pengertian antara publik sasaran dengan
perusahaan.
3. Mengembangkan sinergi fungsi pemasaran dengan PR.
4. Efektif dalam membangun pengenalan merk dan pengetahuan merk.
5. Mendukung bauran pemasaran12
PR merupakan fungsi manajemen dan dalam struktur organisasi PR
merupakan salah satu bagian atau divisi dari organisasi, karena itu tujuan PR
11
Scoot M, Cutlip, Allen H. Center, Gleen M. Broom. Effective Public Relations, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group. 2006. Edisi ke-9
12
Ruslan, Rosady. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. Jakarta: RajaGrafindo
Persada. 2003
23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sebagai bagian struktural organisasi tentu saja tidak bisa lepas dari tujuan
organisasinya sendiri. Setiap kegiatan PR di dalam perusahaan, pasti memiliki
tujuan tertentu untuk memajukan perusahaan. Berdasarkan definisi PR yang
dipaparkan oleh Cutlip, secara garis besar PR memiliki tujuan untuk membangun
hubungan baik antara pihak perusahaan dengan publik sehingga menghasilkan
hubungan yang saling menguntungkan, tujuan ini dapat dibagi menjadi dua
bagian, yakni:
1. Memperoleh profit bagi perusahaan.
2. Memperoleh benefit dari organisasi atau publik.
PR pada hakikatnya adalah aktivitas, maka sebenarnya tujuan PR dapat
dianalogikan dengan tujuan komunikasi, yaitu adanya penguatan dan perubahan
kognisi, afeksi dan perilaku komunikannya. Oleh karena itu tujuan PR adalah
terbentuknya kognisi, afeksi, dan perilaku positif publik terhadap organisasi.
Meskipun PR pada dasarnya bekerja pada organisasi yang dinaunginya, namun
PR juga hendaknya dipandang sebagai tujuan yang netral antara tujuan organisasi
dengan tujuan publik sehingga tercipta simbiosis mutualistik.
Berdasarkan hal ini, maka tujuan PR dapat dirumuskan dalam tiga tujuan yaitu
sebagai berikut:
1) Terpelihara dan Terbentuknya Saling Pengertian (Aspek Kognisi)
Saling pengertian dimulai dari saling mengetahui atau mengenal. Tujuan PR
pada akhirnya adalah membuat publik dan organisasi saling mengenal. Baik
mengenal kebutuhan, kepentingan, harapan, maupun budaya masing-masing.
Dengan demikian aktivitas PR haruslah menunjukkan adanya usaha komunikasi
24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
untuk mencapai saling kenal dan mengerti tersebut. Sifat komunikasinya
cenderung informatif saja. PR mempertemukan dua kepentingan untuk saling
mengerti.
2) Menjaga dan Membentuk Saling Percaya (Aspek Afeksi)
Tujuan ini lebih mengarah kepada tujuan emosi, yakni pada sikap (afeksi)
saling percaya (mutual confidence), dan untuk mencapai tujuan ini maka harus
menerapkan prinsip-prinsip
komunikasi
persuasif. Sikap saling percaya
keberadaannya masih bersifat tersembunyi, yakni ada pada keyakinan seseorang
(publik) akan kebaikan orang lain (organisasi) dan juga pada keyakinan organisasi
akan kebaikan publiknya. PR mempersuasi publik untuk percaya kepada
organisasi, sebaiknya juga organisasi untuk percaya kepada publiknya.
3) Memelihara dan Menciptakan Kerjasama (Aspek Psikomotoris)
Tujuan berikutnya adalah dengan komunikasi diharapkan akan terbentuknya
bantuan dan kerjasama nyata. Artinya, bantuan dan kerjasama ini sudah dalam
bentuk perilaku atau termanifestasikan dalam bentuk tindakan tertentu.
Berdasarkan pada tiga tujuan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
setelah pengetahuan atau pikiran dibuka, emosi atau kepercayaan disentuh maka
selanjutnya perilaku positif dapat diraih. Pada akhirnya, semua itu kembali pada
tujuan yang lebih besar, yaitu kepada terbentuknya citra yang positif terhadap
organisasi dimana PR tersebut berada.
25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.5 Akulturasi Budaya
2.5.1 Pengertian Akulturasi
Istilah akulturasi atau acculturation atau culture contact, adalah konsep
mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing
dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan itu sendiri13. Di dalam ilmu sosial dipahami bahwa
akulturasi merupakan proses pertemuan unsur-unsur kebudayaan yang berbeda
yang diikuti dengan percampuran unsur-unsur tersebut namun perbedaan di antara
unsur-unsur asing dengan yang asli masih tampak.
Komunikasi dan Akulturasi Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang
memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang kita pelajari pada umumnya
dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Dari semua aspek belajar
manusia, komunikasi merupakan aspek yang terpenting dan paling mendasar. Kita
belajar banyak hal lewat respon-respon komunikasi terhadap rangsangan dari
lingkungan. Kita harus menyandi dan menyandi balik pesan-pesan sehingga
pesan-pesan tersebut akan dikenali, diterima dan direspons oleh individu-individu
yang berinteraksi dengan kita. Kegiatan-kegiatan komunikasi berfungsi sebagai
alat untuk menafsirkan lingkungan fisik dan sosial kita14Budaya sebagai paduan
pola-pola yang merefleksikan respon-respon komunikatif terhadap rangsangan
dari lingkungan. Pola-pola budaya ini pada gilirannya merefleksikan elemen13
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1990
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Praktis dengan
Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005, 137
14
26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
elemen yang sama dalam perilaku komunikasi individual yang lahir dan diasuh
dalam budaya itu. Budaya sebagai seperangkat aturan yang terorganisasi
mengenai
cara-cara
dimana
individu-individu
dalam
masyarakat
harus
berkomunikasi satu sama lain dan cara bagaimana mereka berpikir tentang diri
mereka dan lingkungan mereka. Proses individu-individu memperoleh aturanaturan budaya komunikasi dimulai pada masa awal kehidupan manusia tersebut.
Melalui proses sosialisasi dan pendidikan, pola-pola budaya ditanamkan ke dalam
sistem saraf dan menjadi bagian kepribadian dan perilaku individu. Proses belajar
yang terinternalisasikan ini memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan
anggota-anggota budaya lainnya yang juga memiliki pola-pola komunikasi
serupa. Proses memperoleh pola-pola demikian oleh individu-individu itu disebut
enkulturasi15. Lalu apa yang akan terjadi bila seseorang yang lahir dan
terenkulturasi dalam suatu budaya tertentu memasuki suatu budaya lain?
Banyaknya tata cara komunikasi yang telah diperoleh individu sejak masa
kanak-kanak mungkin tidak berfungsi lagi dalam lingkungan barunya. Transaksitransaksi
dalam
kehidupan
sehari-hari
saja
membutuhkan
kemampuan
berkomunikasi yang menggunakan lambang-lambang dan aturan-aturan yang ada
dalam sistem komunikasi masyarakat pribumi yang menjadi lingkungan barunya.
Tidaklah mudah memahami perilaku-perilaku kehidupan yang sering tidak
diharapkan dan tidak diketahui. Sebagai seorang anggota baru dalam budaya
pribumi, imigran harus menghadapi banyak aspek kehidupan yang asing. Asumsiasumsi budaya yang tersembunyi dan respon-respon yang telah terkondisikan
15
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Praktis dengan
Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005, 138
27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
menyebabkan banyak kesulitan kognitif, afektif dan perilaku dalam penyesuaian
diri dengan budaya baru. Schultz mengatakan bahwa bagi orang asing, pola
budaya kelompok yang dimasukinya bukanlah merupakan tempat berteduh tetapi
merupakan suatu arena petualangan, bukan merupakan hal yang lazim tetapi suatu
topik penyelidikan yang meragukan, bukan suatu alat untuk lepas dari situasisituasi problematik tetapi merupakan suatu situasi problematik tersendiri yang
sulit dikuasai. Meskipun demikian, hubungan antara budaya dan individu, seperti
yang terlihat dalam proses enkulturasi, mampu membangkitkan kemampuan
manusia yang besar untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan. Secara bertahap
imigran belajar menciptakan situasi-situasi dan relasi-relasi yang tepat dalam
masyarakat pribumi.
Proses komunikasi mendasari proses akulturasi seorang imigran.
Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang
masyarakat pribumi yang signifikan. Sebagaimana orang-orang pribumi
memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi seorang imigran pun
memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi. Seorang imigran akan
mengatur dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan
orang lain dan itu dilakukan lewat komunikasi. Proses selama akulturasi sering
mengecewakan dan menyakitkan. Dalam banyak kasus, bahasa asli imigran
sangat berbeda dengan bahasa asli masyarakat pribumi. Masalah-masalah
komunikasi lainnya meliputi masalah komunikasi nonverbal, seperti perbedaanperbedaan dalam penggunaan dan pengaturan ruang, jarak antarpribadi, ekspresi
wajah, gerak mata, gerakan tubuh lainnya dan persepsi tentang penting tidaknya
28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
perilaku nonverbal. Oleh karena itu, proses akulturasi adalah suatu proses yang
interaktif dan berkesinambungan yang berkembang dalam dan melalui
komunikasi seorang imigran dengan lingkungan sosio-budaya yang baru16.
Variabel-Variabel Komunikasi dalam Akulturasi Salah satu kerangka
konseptual yang paling komprehensif dan bermanfaat dalam menganalisis
akulturasi seorang imigran dari perspektif komunikasi terdapat pada perspektif
sistem yang dielaborasi oleh Ruben . Dalam perspektif sistem, unsur dasar suatu
sistem komunikasi manusia teramati ketika seseorang secara aktif sedang
berkomunikasi, berusaha untuk dan mengharapkan berkomunikasi dengan
lingkungan. Sebagai suatu sistem komunikasi terbuka, seseorang berinteraksi
dengan lingkungan melalui dua proses yang saling berhubungan, yakni
komunikasi persona dan komunikasi sosial.
Pertama, komunikasi persona atau intrapersona mengacu kepada prosesproses mental yang dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan
dengan lingkungan sosio-budayanya, mengembangkan cara-cara melihat,
mendengar, memahami dan merespons lingkungan. Salah satu variabel
komunikasi persona terpenting dalam akulturasi adalah kompleksitas struktur
kognitif imigran dalam mempersepsi lingkungan pribumi. Faktor yang erat
berhubungan dengan kompleksitas kognitif adalah pengetahuan imigran tentang
pola-pola dan sistem-sistem komunikasi pribumi. Bukti empiris yang memadai
menunjang fungsi penting pengetahuan tersebut, terutama pengetahuan tentang
bahasa dalam memudahkan aspek-aspek akulturasi lainnya. Suatu variable
16
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Praktis dengan
Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005 137-140
29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
persona lainnya dalam akulturasi adalah citra diri (self image) imigran yang
berhubungan dengan citra-citra imigran tentang lingkungannya. Selain itu,
motivasi akulturasi seorang imigran juga dapat memudahkan proses akulturasi.
Motivasi akulturasi mengacu kepada kemauan imigran untuk belajar tentang,
berpartisipasi dalam dan diarahkan menuju sistem sosio-budaya pribumi. Kedua,
komunikasi sosial. Komunikasi sosial ditandai ketika individu-individu mengatur
perasaan, pikiran dan perilaku antara yang satu dengan yang lainnya. Komunikasi
sosial dilakukan melalui komunikasi antarpersona. Komunikasi antarpersona
seorang imigran dapat diamati melalui derajat partisipasinya dalam hubunganhubungan antarpersona dengan anggota masyarakat pribumi. Ketiga, lingkungan
komunikasi. Komunikasi persona dan komunikasi sosial seorang imigran dan
fungsi komunikasi tersebut tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa dihubungkan
dengan lingkungan komunikasi masyarakat pribumi. Suatu kondisi lingkungan
yang sangat berpengaruh pada komunikasi dan akulturasi imigran adalah adanya
komunitas etniknya di daerah setempat. Derajat pengaruh komunitas etnik atas
perilaku imigran sangat bergantung pada derajat kelengkapan kelembagaan
komunitas tersebut dan kekuatannya untuk memelihara budayanya yang khas bagi
anggota-anggotanya. Lembaga-lembaga etnik yang ada dapat mengatasi tekanantekanan situasi antarbudaya dan memudahkan akulturasi17.
17
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Praktis dengan
Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005
30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.5.2 Pengertian Asimilasi
Istilah asimilasi berasal dari kata Latin, assimilare yang berarti “menjadi
sama”18. Kata tersebut dalam bahasa Inggris adalah assimilation (sedangkan
dalam bahasa Indonesia menjadi asimilasi). Dalam bahasa Indonesia, sinonim
kata asimilasi adalah pembauran. Asimilasi merupakan proses sosial yang terjadi
pada tingkat lanjut19. Proses tersebut ditandai dengan adanya upaya-upaya untuk
mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara perorangan atau
kelompok-kelompok manusia. Bila individu-individu melakukan asimilasi dalam
suatu kelompok, berarti budaya individu-individu kelompok itu melebur.
Biasanya dalam proses peleburan ini terjadi pertukaran unsur-unsur budaya.
Pertukaran tersebut dapat terjadi bila suatu kelompok tertentu menyerap
kebudayaan kelompok lainnya.
Ketika istilah asimilasi dan akulturasi digunakan untuk menjelaskan suatu
proses sosial yang ada di masyarakat, sering mengalami tumpang tindih. Bahkan
terkadang kedua terma ini digunakan untuk mengartikan tentang sesuatu yang
sama. Umumnya definisi asimilasi dan akulturasi yang digunakan pada beberapa
buku teks buku di Indonesia mengacu pada apa yang dikemukakan
Koentjaraningrat 20.
Asimilasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang ditandai
dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat
antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi
18
Hendropuspito, D. Sosiologi Semantik. Yogyakarta: Kanisius. 1989.
Paul B. Horton Chester L. Hunt. Sosiologi. Oleh (by) Aminuddin Ram . Jakarta: Erlangga. 1990
20
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1990
19
31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental
dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Dalam pengertian yang berbeda, khususnya berkaitan dengan interaksi
antar kebudayaan, asimilasi diartikan sebagai proses sosial yang timbul bila ada:
(1) kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya,
(2) individu-individu sebagai anggota kelompok itu saling bergaul secara
langsung dan intensif dalam waktu yang relatif lama,
(3) kebudayaan-kebudayaan dari kelompok manusia tersebut masing-masing
berubah dan saling menyesuaikan diri. Biasanya golongan-golongan yang
dimaksud dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan
beberapa golongan minoritas.
Dalam hal ini, golongan minoritas merubah sifat khas dari unsur
kebudayaannya dan menyesuaikannya dengan kebudayaan golongan mayoritas
sedemikian rupa sehingga lambat laun kahilangan kepribadian kebudayaannya,
dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa perubahan identitas etnik dan kecenderungan asimilasi dapat terjadi jika
ada interaksi antarkelompok yang berbeda, dan jika ada kesadaran masing-masing
kelompok.
Milton M. Gordon mengemukakan suatu model asimilasi yang terjadi
dalam proses yang multi-tingkatan (multi-stages of assimilation). Model asimilasi
ini memiliki tujuh tingkatan21:
21
Milton M. Gordon. Assimilation in American Life: The Role of Race, Religion, and National
Origins. New York: Free Press. 1968
32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
a) Asimilasi budaya atau perilaku (cultural or behavioral assimilation);
berhubungan dengan perubahan pola kebudayaan guna menyesuaikan diri
dengan kelompok mayoritas
b) Asimilasi struktural (structural assimilation); berkaitan dengan masuknya
kelompok minoritas secara besar-besaran ke dalam klik, perkumpulan, dan
pranata pada tingkat kelompok primer dari golongan mayoritas
c) Asimilasi perkawinan (marital assimilation); berkaitan dengan perkawinan
antar-golongan secara besar-basaran
d) Asimilasi identifikasi (identificational assimilation); berkaitan dengan
kemajuan rasa kebangsaan secara eksklusif berdasarkan kelompok
mayoritas
e) Asimilasi
penerimaan
sikap
(attitude
receptional
assimilation);
menyangkut tidak adanya prasangka (prejudice) dari kelompok mayoritas
f) Asimilasi penerimaan perilaku (behavior receptional assimilation);
ditandai dengan tidak adanya diskriminasi dari kelompok mayoritas
g) Asimilasi kewarganegaraan (civic assimilation), berkaitan dengan tidak
adanya perbenturan atau konflik nilai dan kekuasaan dengan kelompok
mayoritas
Teori asimilasi cultural Gordon, yang dalam banyak hal sering disebut
akulturasi (acculturation), juga diperdebatkan. Akulturasi merupakan sub-proses
dari asimilasi dan mengindikasikan adanya pergantian ciri-ciri budaya masyarakat
minoritas dengan ciri-ciri budaya masyarakat asli. Namun, akulturasi juga
menunjukkan bahwa anggota-anggota kelompok minoritas boleh jadi tetap
33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
memiliki sebagian ciri asli mereka, serta membuang ciri-ciri lainnya. Kemudian
mereka juga mungkin menerima sebagian ciri budaya mayoritas dan menolak ciriciri lainnya.
2.6 Culture shock
Orang yang melintasi batas budaya yang disebut sebagai pendatang. Istilah
ini mencakup imigran, pengungsi, eksekutif bisnis, pelajar, atau turis. Orangorang memasuki wilayah budaya dengan beragam pengalaman, latar belakang,
pengetahuan dan tujuan, tetapi setiap orang asing harus menyesuaikan perilaku
komunikasinya dengan pengaturan budaya baru yang individu tersebut datangi.
Individu yang memasuki suatu dunia baru yang berbeda dengan lingkungan
asalnya, tidak jarang akan menimbulkan kecemasan dan ketegangan. Hal inilah
yang menjadi dampak dari proses akulturasi yaitu keadaan gegar budaya (culture
shock). Pengalaman-pengalaman komunikasi dengan kontak antarpersona secara
langsung seringkali menimbulkan frustasi. Istilah culture shock pertama kali
diperkenalkan oleh Antropologis bernama Oberg. Menurutnya, culture shock
didefinisikan sebagai kegelisahan yang mengendap yang muncul dari kehilangan
semua lambang dan simbol yang familiar dalam hubungan sosial, termasuk di
dalamnya seribu satu cara yang mengarahkan kita dalam situasi keseharian,
misalnya bagaimana untuk memberi perintah, bagaimana membeli sesuatu, kapan
dan di mana kita tidak perlu merespon. Mulyana mengemukakan tanda-tanda atau
petunjuk-petunjuk tersebut juga termasuk kapan berjabatan tangan dan apa yang
harus kita katakan ketika bertemu dengan orang-orang, kapan menerima dan
34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kapan menolak undangan, kapan membuat pertanyaan dengan sungguh-sungguh
dan kapan sebaliknya. Petunjuk-petunjuk ini dapat berupa kata-kata, isyaratisyarat, ekspresi wajah, kebiasaan-kebiasaan atau norma-norma, kita peroleh
sepanjang perjalanan hidup seseorang sejak kecil22. Bila seseorang memasuki
suatu budaya asing, semua atau hampir semua petunjuk itu lenyap. Meskipun
seseorang tersebut berpikiran luas dan beritikad baik, ia akan kehilangan
pegangan, lalu akan mengalami frustasi dan kecemasan.
Deddy Mulyana lebih mendasarkan gegar budaya (culture shock) sebagai
benturan persepsi yang diakibatkan penggunaan persepsi berdasarkan faktorfaktor internal (nilai-nilai budaya) yang telah dipelajari orang yang bersangkutan
dalam lingkungan baru yang nilai-nilai budayanya berbeda dan belum ia pahami.
Dalam membahas tentang masalah culture shock, sebelumnya perlu memahami
tentang perbedaan antara pengunjung sementara (sojourners) dan seseorang yang
memutuskan untuk tinggal secara permanen (settlers). Ada perbedaan antara
pengunjung sementara (sojourners) dengan orang yang mengambil tempat tinggal
tetap, misalnya di suatu Negara (settler). Seperti yang dikatakan oleh Bochner,
perhatian mereka terhadap pengalaman kontak dengan budaya lain berbeda, maka
reaksi mereka pun berbeda. Settlers berada dalam proses membuat komitmen
tetap pada masyarakat barunya, sedangkan sojourners berada dalam landasan
sementara, meskipun kesementaraannya bervariasi, seperti turis dalam sehari atau
pelajar asing dalam beberapa tahun23
22
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antarbudaya. Panduan Praktis dengan
Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005
23
Samovar, Richard E. Porter dan Edwin McDaniel. Communication between Cultures. Belmont:
Thomson Learning. 2007
35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Deddy Mulyana24 mengatakan bahwa bagi orang asing, pola budaya
kelompok yang dimasuki bukanlah merupakan tempat berteduh, melainkan
merupakan suatu arena petualangan, bukan merupakan materi kuliah tapi suatu
topik penyelidikan yang meragukan, bukan suatu alat untuk lepas dari situasisituasi problematik, melainkan suatu situasi problematik tersendiri yang sulit
dikuasai.
Pengalaman-pengalaman komunikasi dengan kontak interpersonal secara
langsung dengan orang-orang yang berbeda latar belakang budaya, seringkali
menimbulkan frustasi. Individu bisa jadi merasa kikuk dan terasa asing dalam
berhubungan dengan orang-orang dari lingkungan budaya baru yang ia masuki25.
Reaksi yang dihasilkan oleh culture shock juga bervariasi antara satu individu
dengan individu lainnya dan dapat muncul pada waktu yang berbeda pula. Reasireaksi yang mungkin terjadi, antara lain:
1. Antagonis/ memusuhi terhadap lingkungan baru.
2. Rasa kehilangan arah
3. Rasa penolakan
4. Gangguan lambung dan sakit kepala
5. Homesick/ rindu pada rumah/ lingkungan lama
6. Rindu pada teman dan keluarga
7. Merasa kehilangan status dan pengaruh
8. Menarik diri
24
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat.Komunikasi Antarbudaya. Panduan Praktis dengan
Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005
25
Ibid
36
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9. Menganggap orang-orang dalam budaya tuan rumah tidak peka26
Meskipun ada berbagai variasi reaksi terhadap culture shock dan
perbedaan jangka waktu penyesuaian diri, Samovar menyatakan bahwa biasanya
individu akan melewati 4 (empat) tingkatan culture shock. Keempat tingkatan ini
dapat digambarkan dalam bentuk kurva U, sehingga disebut U-curve.
1. Fase optimistik (Optimistic Phase), fase pertama yang digambarkan
berada pada bagian kiri atas dari kurva U. fase ini berisi kegembiraan, rasa
penuh harapan dan euforia sebagai antisipasi individu sebelum memasuki
budaya baru
2. Fase Masalah Kultural (Cultural Problems), fase kedua dimana masalah
dengan lingkungan baru mulai berkembang, misalnya karena kesulitan
bahasa, sistem lalu lintas baru, sekolah baru dan lain-lain. Fase ini
biasanya ditandai dengan rasa kecewa dan ketidakpuasan. Ini adalah
periode krisis dalam culture shock. Orang menjadi bingung dan tercengang
dengan sekitarnya dan dapat menjadi frustasi dan mudah tersinggung,
bersikap bermusuhan, mudah marah, tidak sabar dan bahkan menjadi tidak
kompeten.
3. Fase Kesembuhan (Recovery Phase), fase ketiga dimana orang mulai
mengerti mengenai budaya barunya. Pada tahap ini, individu secara
bertahap membuat penyesuaian dan perubahan untuk menanggulangi
budaya baru. Orang-orang dan peristiwa dalam lingkungan baru mulai
dapat terprediksi dan tidak terlalu menekan.
26
Samovar, Richard E. Porter dan Edwin McDaniel. Communication between Cultures. Belmont:
Thomson Learning. 2007: 335
37
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4. Fase penyesuaian (Adjustment Phase), fase terakhir, pada puncak kanan U,
individu telah mengerti elemen kunci dari budaya barunya (nilai-nilai, pola
komunikasi, keyakinan dan lain-lain). Kemampuan untuk hidup dalam dua
budaya yang berbeda, biasanya juga disertai dengan rasa puas dan
menikmati. Namun beberapa ahli menyatakan bahwa untuk dapat hidup
dalam dua budaya berbeda, seseorang akan perlu beradaptasi kembali
dengan budayanya terdahulu.
Gambar 1. U-Curve
38
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Efektivitas Komunikasi Antarbudaya
Efektivitas Komunikasi Antarbudaya Komunikasi antarbudaya merujuk
pada fenomena komunikasi dimana para partisipan yang berbeda dalam latar
belakang kultural menjalin kontak satu sama lain secara langsung maupun tidak
langsung. Ketika komunikasi antarbudaya mempersyaratkan dan berkaitan dengan
kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan kultural antara pihak-pihak yang
terlibat, maka karakteristik-karakteristik kultural dari para partisipan bukan
merupakan fokus studi dari komunikasi antarbudaya, melainkan proses
komunikasi antara individu dengan individu dan kelompok dengan kelompok27 .
Sebagaimana sebuah aktivitas komunikasi yang efektif apabila terdapat
persamaan makna pesan antara komunikator dan komunikan, demikian halnya
dengan komunikasi antarbudaya. Tetapi hal ini menjadi lebih sulit mengingat
adanya unsur perbedaan kebudayaan antara pelaku-pelaku komunikasinya. Itulah
sebabnya, usaha untuk menjalin komunikasi antarbudaya dalam praktiknya
bukanlah merupakan suatu persoalan yang sederhana. Terdapat banyak masalahmasalah potensial yang sering terjadi di dalamnya, seperti pencarian kesamaan,
penarikan diri, kecemasan, pengurangan ketidakpastian, stereotip, prasangka,
rasisme, kekuasaan, etnosentrisme dan culture shock28. Sedangkan Lewis dan
Slade menguraikan tiga kawasan yang paling problematik dalam lingkup
pertukaran antarbudaya, yaitu kendala bahasa, perbedaan nilai dan perbedaan pola
perilaku kultural. Kendala bahasa merupakan sesuatu yang tampak, namun
hambatan tersebut lebih mudah untuk ditanggulangi, karena bahasa dapat
27
Rahardjo, Turnomo. Menghargai Perbedaan Kultural. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.2005
Samovar, Richard E. Porter dan Edwin McDaniel. Communication between Cultures. Belmont:
Thomson Learning. 2007: 316
28
39
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dipelajari, sedangkan dua hambatan lainnya, yaitu perbedaan nilai dan perbedaan
pola-pola perilaku kultural terasa lebih sulit untuk ditanggulangi. Menurut Lewis
dan Slade, perbedaan nilai merupakan hambatan yang serius terhadap munculnya
kesalahpahaman budaya, sebab ketika dua orang yang berasal dari kultur yang
berbeda
melakukan
interaksi,
maka
perbedaan-perbedaan
tersebut
akan
menghalangi pencapaian kesepakatan yang rasional tentang isu-isu penting.
Mengenai kesalahpahaman antarkultural dikarenakan perbedaan pola-pola
perilaku kultural lebih diakibatkan oleh ketidakmampuan masing-masing
kelompok budaya untuk memberi apresiasi terhadap kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan oleh setiap kelompok budaya tersebut.
Usaha untuk mencapai komunikasi antarbudaya yang efektif, di samping
dihadapkan pada ketiga hal tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
penghambat, yaitu etnosentrisme, stereotip dan prasangka. Etnosentrisme
merupakan tingkatan dimana individu-individu menilai budaya orang lain sebagai
inferior terhadap budaya mereka. Prasangka merupakan sikap yang kaku terhadap
suatu kelompok yang didasarkan pada keyakinan atau pra konsepsi yang keliru,
juga dapat dipahami sebagai penilaian yang tidak didasari oleh pengetahuan dan
pengujian terhadap informasi yang tersedia. Sedangkan stereotip merupakan
generalisasi tentang beberapa kelompok orang yang sangat menyederhanakan
realitas29 .
Sarbaugh mengemukakan tiga prinsip penting dalam komunikasi
antarbudaya. Pertama, suatu sistem sandi bersama yang tentu saja terdiri dari dua
29
Rahardjo, Turnomo. Menghargai Perbedaan Kultural. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. 2005, 54-56
40
http://digilib.mercubuana.ac.id/
aspek (verbal dan non verbal). Tanpa suatu sistem bersama, komunikasi akan
menjadi tidak mungkin. Terdapat berbagai tingkat perbedaan, namun semakin
sedikit persamaan sandi itu, semakin sedikit komunikasi yang mungkin terjadi.
Kedua, kepercayaan dan perilaku yang berlainan di antara pihak-pihak yang
berkomunikasi
merupakan
landasan
bagi
asumsi-asumsi
berbeda
untuk
memberikan respons. Sebenarnya kepercayaan-kepercayaan dan perilaku-perilaku
kita mempengaruhi persepsi kita tentang apa yang dilakukan orang lain. Maka dua
orang yang berbeda budaya dapat dengan mudah memberi makna yang berbeda
kepada perilaku yang sama. Bila ini terjadi, kedua orang itu berperilaku secara
berbeda tanpa dapat meramalkan respon pihak lainnya, padahal kemampuan
meramalkan ini merupakan bagian integral dari kemampuan berkomunikasi secara
efektif. Ketiga, tingkat mengetahui dan menerima kepercayaan dan perilaku orang
lain. Cara kita menilai budaya lain dengan nilai-nilai budaya kita sendiri dan
menolak mempertimbangkan norma-norma budaya lain akan menentukan
keefektifan komunikasi yang akan terjadi.
Komunikasi antarbudaya yang benar-benar efektif menurut Schramm
harus memperhatikan empat syarat, yaitu:
1) Menghormati anggota budaya lain sebagai manusia
2) Menghormati
budaya
lain
sebagaimana apa adanya dan bukan
sebagaimana yang kita kehendaki
3) Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari
cara kita bertindak
41
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4) Komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi
hidup bersama orang dari budaya yang lain
Sedangkan De Vito mengemukakan konsepnya tentang efektivitas komunikasi
sangat ditentukan oleh sejauhmana seseorang mempunyai sikap:
1. Keterbukaan;
2. Empati;
3. Merasa positif;
4. Memberi dukungan; dan
5. Merasa seimbang; terhadap makna pesan yang sama dalam komunikasi
antarbudaya.
Sikap keterbukaan yang dimaksud De Vito, meliputi:
1) Sikap seseorang komunikator yang membuka semua informasi tentang
pribadinya kepada komunikan, sebaliknya menerima semua informasi
yang relevan tentang dan dari komunikan dalam rangka interaksi
antarpribadi;
2) Kemauan seseorang sebagai komunikator untuk bereaksi secara jujur
terhadap pesan yang datang dari komunikan; dan
3) Memikirkan dan merasakan bahwa apa yang dinyatakan seorang
komunikator merupakan tanggung jawabnya terhadap komunikan dalam
suasana situasi tertentu. Selanjutnya, perasaan empati ialah kemampuan
seorang komunikator untuk menerima dan memahami orang lain seperti ia
menerima dirinya sendiri; jadi ia berpikir, merasa, berbuat terhadap orang
lain sebagaimana ia berpikir, merasa dan berbuat terhadap dirinya sendiri.
42
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Perasaan positif ialah perasaan seorang komunikator bahwa pribadinya,
komunikannya,
serta
situasi
yang
melibatkan
keduanya
sangat
mendukung. Memberi dukungan ialah suatu situasi kondisi yang dialami
komunikator dan komunikan terbebas atmosfir ancaman, tidak dikritik dan
ditantang. Memelihara keseimbangan ialah suatu suasana yang adil antara
komunikator dan komunikan dalam hal kesempatan yang sama untuk
berpikir, merasa dan bertindak.
Pihak-pihak yang melakukan komunikasi antarbudaya harus mempunyai
keinginan yang jujur dan tulus untuk berkomunikasi dan mengharapkan
pengertian timbal balik. Asumsi ini memerlukan sikap-sikap yang positif dari para
pelaku komunikasi antarbudaya dan penghilangan hubungan-hubungan superiorinferior yang berdasarkan keanggotaan dalam budaya-budaya, ras-ras atau
kelompok-kelompok etnik tertentu. Komunikasi antarbudaya yang intensif dapat
mengubah persepsi dan sikap orang lain bahkan dapat meningkatkan kreativitas
manusia. Berbagai pengalaman atas kekeliruan dalam komunikasi antarbudaya
sering membuat manusia makin berusaha mengubah kebiasaan berkomunikasi,
paling tidak melalui pemahaman terhadap latar belakang budaya orang lain.
Banyak masalah komunikasi antarbudaya seringkali timbul hanya karena orang
kurang menyadari dan tidak mampu mengusahakan cara efektif dalam
berkomunikasi antarbudaya30. Selain itu, seperti yang telah disebutkan Sarbaugh,
bahwa dengan penggunaan sistem sandi yang sama, pengakuan atas perbedaan
dalam kepercayaan dan perilaku, dan pemupukan sikap toleran terhadap
30
Liliweri, Alo. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. 2003, 254
43
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kepercayaan dan perilaku orang lain, semuanya itu membantu terciptanya
komunikasi yang efektif.
44
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download