BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antar Budaya 2.1.1 Definisi Komunikasi Antar Budaya Ada dua konsep utama yang mewarnai komunikasi antarbudaya (intercultural communication), yaitu konsep kebudayaan dan konsep komunikasi. Hubungan antara keduanya sangat kompleks. Budaya mempengaruhi komunikasi dan pada gilirannya komunikasi turut menentukan, menciptakan dan memelihara realitas budaya dari sebuah komunitas/kelompok budaya1. Dengan kata lain, komunikasi dan budaya ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku manusia sangat bergantung pada budaya tempat manusia tersebut dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi2. Dengan memahami kedua konsep utama itu, maka studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai 1 Martin, Judith dan Thomas K. Nakayama. Intercultural Communication in Contexts. New York:Mc Graw Hill International.2007., 92. 2 Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Praktis dengan Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005., 20. 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ studi yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap komunikasi. Adapun beberapa definisi komunikasi antarbudaya, sebagai berikut: 1. Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa dalam buku Larry A. Samovar dan Richard E. Porter Intercultural Communication, A Reader – komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antarsuku bangsa, antaretnik dan ras, antarkelas sosial. 2. Samovar dan Porter juga mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi di antara produser pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda. 3. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi dan kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta. 4. Guo-Ming Chen dan William J. Starosta mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok3. Young Yun Kim mengatakan, tidak seperti studi-studi komunikasi lain, hal yang terpenting dari komunikasi antarbudaya yang membedakannya dari kajian keilmuan lainnya adalah tingkat perbedaan yang relatif tinggi pada latar belakang pengalaman pihak-pihak yang berkomunikasi (the communications) karena 3 adanya perbedaan-perbedaan kultural. Dalam perkembangannya, Liliweri, Alo. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2003., 10-11. 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/ komunikasi antarbudaya dipahami sebagai proses transaksional, proses simbolik yang melibatkan atribusi makna antara individu-individu dari budaya yang berbeda. Sedangkan Tim-Toomey menjelaskan komunikasi antarbudaya sebagai proses pertukaran simbolik dimana individu-individu dari dua (atau lebih) komunitas kultural yang berbeda menegosiasikan makna yang dipertukarkan dalam sebuah interaksi yang interaktif. Menurut Kim, asumsi yang mendasari batasan tentang komunikasi antarbudaya adalah bahwa individu-individu yang memiliki budaya yang sama pada umumnya berbagi kesamaan-kesamaan atau homogenitas dalam keseluruhan latar belakang pengalaman mereka daripada orang yang berasal dari budaya yang berbeda4. Dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya, maka ada beberapa asumsi, yaitu: 1. Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan. 2. Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi 3. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi 4. Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian 5. Komunikasi berpusat pada kebudayaan 6. Efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya 5 2.1.2 Proses Komunikasi Antarbudaya a) Hakikat Proses Komunikasi Antarbudaya 4 5 Rahardjo, Turnomo. Menghargai Perbedaan Kultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2005 Liliweri, Alo. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2003 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Kita sebut komunikasi sebagai proses (itulah salah satu karakteristik komunikasi) karena komunikasi itu dinamik, selalu berlangsung dan sering berubah-ubah. Sebuah proses terdiri dari beberapa sekuen yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan. Semua sekuen berkaitan satu sama lain meskipun dia selalu berubah-ubah. Jadi pada hakikatnya proses komunikasi antar budaya sama dengan proses komunikasi lain, yakni suatu proses yang interaktifdan transaksional serta dinamis. Komunikasi antar budaya yang interaktif adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator dan komunikan dalam dua arah/timbal balik (two way communication) namun masih berada pada tahap rendah. Apabila ada proses pertukaran pesan itu memasuki tahap tinggi, misalnya saling mengerti, memahami perasaan dan tindakan bersama maka komunikasi tersebut telah memasuki tahap transaksional. Komunikasi transaksional meliputi tiga unsur penting yakni; 1. Keterlibatan emosional yang tinggi, yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan atas pertukaran pesan; 2. Peristiwa komunikasi meliputi seri waktu, artinya berkaitan dengan masa lalu, kini dan yang akan datang; dan 3. Partisipan dalam komunikasi antarbudaya menjalankan peran tertentu. Baik komunikasi interaktif maupun transaksional mengalami proses yang bersifat dinamis, karena proses tersebut berlangsung dalam konteks social yang hidup, berkembang dan bahkan berubah-ubah berdasarkan waktu,situasi dan kondisi tertentu. Karena proses komunikasi yang dilakukan merupakan 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/ komunikasi antarbudaya maka kebudayaan merupakan dinamisator atau “penghidup” bagi proses komunikasi tersebut. Kita meninjau serba ringkas tentang unsur-unsur komunikasi antarbudaya itu. b) Unsur-unsur Proses Komunikasi Antarbudaya Komunikator Komunikator dalam komunikasi antar budaya adalah pihak yang memprakarsai komunikasi, artinya dia mengawali pengiriman pesan tertentu kepada pihak lain yang disebut komunikan. Dalam komunikasi antarbudaya seorang komunikator berasal dari latar belakang kebudayaan tertentu, misalnya kebudayaan A yang berbeda dengan komunikan yang berkebudayaan B. Komunikan Komunikan dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang menerima pesan tertentu, dia menjadi tujuan/sasaran komunikasi dari pihak lain (komunikator). Dalam komunikasi antarbudaya, seorang komunikan berasal dari latar belakang sebuah kebudayaan tertentu, misalnya kebudayaan B. Pesan / Simbol Dalam proses komunikasi, pesan berisi pikiran, idea tau gagasan, perasaan yang dikirim komunikator kepada komunikan dalam bentuk symbol. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu, misalnya dalam kata-kata verbal yang diucapkan atau ditulis, atau symbol non verbal yang diperagakan melalui gerak-gerik tubuh/anggota tubuh, warna, artifak, gambar, pakaian dan lain-lain yang semuanya harus dipahami secara konotatif. 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Media Dalam proses komunikasi antarbudaya, media merupakan tempat, saluran yang dilalui oleh pesan atau symbol yang dikirim melalui media tertulis misalnya surat, telegram, faksimili. Juga media massa (cetak) seperti majalah, surat kabar dan buku, media massa elektronik (radio, televisi, video, film, dan lain-lain). Akan tetapi kadang-kadang pesan-pesan itu dikirim tidak melalui media, terutama dalam komunikasi antarbudaya tatap muka. Efek atau Umpan Balik Manusia mengkomunikasikan pesan karena dia mengharapkan agar tujuan dan fungsi komunikasi iitu tercapai. Tujuan dan fungsi komunikasi, termasuk komunikasi antarbudaya, antara lain memberikan informasi, menjelaskan/menguraikan tentang sesuatu, memberikan hiburan, memaksakan pendapat atau mengubah sikap komunikan. Suasana (Setting dan Context) Satu faktor penting dalam komunikasi antarbudaya adalah suasana yang kadang-kadang disebut setting of communication, yakni tempat (ruang, space) dan waktu (time) serta suasana (sosial, psikologis) ketika komunikasi antarbudaya berlangsung. Suasana itu berkaitan dengan waktu (jangka pendek/panjang, jam/hari/minggu/bulan/tahun) yang tepat untuk bertemu / berkomunikasi, sedangkan tempat (rumah, kantor, rumah ibadah) untuk berkomunikasi, kualitas relasi (formalitas, informalitas) yang berpengaruh terhadap komunikasi antarbudaya. 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Gangguan (Noise atau Interference) Gangguan dalam komunikasi antarbudaya adalah segala sesuatu yang menjadi penghambat laju pesan yang ditukar antara komunikator dengan komunikan, atau paling fatal adalah mengurangi makna pesan antarbudaya. Gangguan menghambat komunikan menerima pesan dan sumber pesan. Gangguan (noise) dikatakan ada dalam satu system komunikasi bila dalam membuat pesan yang disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima. Gangguan itu dapat bersumber dari uunsur-unsur komunikasi, misalnya komunikator, komunikan, pesan, media / saluran yang mengurangi usaha bersama untuk memberikan makna yang sama atas pesan. Gangguan komunikasi yang bersumber dari komunikator dan komunikan misalnya karena perbedaan status social dan budaya (stratifikasi social, jenis pekerjaan, faktor usia), latar belakang pendidikan (tinggi pendidikan) dan pengetahuan (akumulasi pengetahuan terhadap tema yang dibicarakan), ketrampilan (kemampuan untuk memanipulasi pesan) berkomunikasi. Sementara itu gangguan yang berasal dari pesan misalnya perbedaan pemberian makna atas pesan yang disampaikan secara verbal, (sinonim, homonym, denotative, dan konotatif), perbedaan tafsir atas pesan non verbal (bahasa isyarat tubuh). Gangguan dari media / saluran karena orang salah memilih media yang tidak sesuai dengan konteks komunikasi, gangguan situasi –kondisi-suasana yang kurang mendukung terlaksananya komunikasi antarbudaya. De Vito menggolongkan tiga macam gangguan: 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/ (1) Fisik - berupa intervensi dengan transmisi fisik isyarat atau pesan lain, misalnya: desingan mobil yang lewat, dengungan computer, kacamata; (2) Psikologis – intevensi kognitif atau mental, misalnya: prasangka dan bias pada sumber-penerima-pikiran yang sempit; dan (3) Semantik – berupa pembicara dan pendengar member arti yang berlainan, misalnya berbicara dengan bahasa yang berbeda, menggunakan jargon atau istilah yang terlalu rumit yang tidak dipahami pendengar. 2.2 Komunikasi Internasional 2.2.1 Pengertian Komunikasi Internasional Menurut Para Ahli: 1. Onong Uchjana Effendy Komunikasi Internasional adalah komunikasi yang dilakuka n komunikator yang mewakili suatu negara untuk menyampaikan pesan-pesan yang bekaitan dengan berbagai kepentingan negaranya kepada komunikan yang mewakili negara lain dengan tujuan untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan kerja sama, melalui berbagai media komunikasi atau media massa internasional. 2. Sastroputro Komunikasi internasional mempelajari pernyataan antarnegara, antarpemerintah, atau antarbangsa yang bersifat umum melalui lambang-lambang yang berarti 3. Gerhard Maletzke Komunikasi Internasional adalah proses komunikasi antara berbagai negara atau bangsa yang melintasi batas-batas negara. 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4. K.S. Sitaram Komunikasi Internasional adalah komunikasi antara struktur-struktur politik alih-alih antara budaya-budaya individual, artinya komunikasi internasional sering dilakukan lewat para pemimpin negara atau wakil-wakil negara (menteri luar negeri, duta besar, konsul jenderal 2.2.2 Pengertian Komunikasi Internasional Secara Umum Komunikasi Internasional (International Communication) adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator yang mewakili suatu negara untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan kepentingan negaranya— kepada komunikan yang mewakili negara lain. Sebagai sebuah bidang kajian, Komunikasi Internasional memfokuskan perhatian pada keseluruhan proses melalui mana data dan informasi mengalir melalui batas-batas negara. Subjek yang ditelaah bukanlah sekedar arus itu sendiri, melainkan juga struktur arus yang terbentuk, aktor-aktor yang terlibat di dalamnya, sarana yang digunakan, efek yang ditimbulkan, serta motivasi yang mendasarinya. Dilihat dari pelakunya, komunikasi internasional dapat dipandang sebagai terbagi antara: 1. Official Transaction, yakni kegiatan komunikasi yang dijalankan pemerintah. 2. Unofficial Transaction atau disebut juga interaksi transnasional, yakni kegiatan komunikasi yang melibatkan pihak non-pemerintah. 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Pemerintah, sebagai salah satu pelaku utama komunikasi internasional, menjalankan sejumlah langkah yang berpengaruh terhadap posisi negara yang diwakilinya dalam percaturan politik internasional. Pemerintah dapat menjalankan langkah-langkah yang berefek politik langsung, seperti: diplomasi dan propaganda; ataupun langkah yang berdampak tidak langsung, seperti: mempromosikan pendidikan internasional. Kegiatan komunikasi internasional bisa berlangsung antara people to people ataupun goverment to government. Markham (1970) menyatakan, unit primer yang diamati dalam komunikasi internasional adalah interaksi antara dua negara atau lebih yang sifatnya Mass Mediated Communication. Tegasnya, komunikasi internasional juga adalah studi tentang berbagai macam Mass Mediated Communication antara dua negara atau lebih yang berbeda latar belakang budaya. Perbedaan latar belakang tersebut dapat berupa perbedaan ideologi, budaya, perkembangan ekonomi, dan perbedaan bahasa. (ASM. Romli). Menurut Liliweri Studi komunikasi internasional disandarkan atas pendekatan-pendekatan maupun metodologi sbb: 1. Pendekatan peta bumi (geographical approach) 2. Pendekatan media (media approach) 3. Pendekatan peristiwa (event approach) 4. Pendekatan ideologis (ideologi approach) 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.2.3 Ruang Lingkup Komunikasi Internasional Komunikasi internasional dapat dipelajari dari tiga perspektif: diplomatik, jurnalistik, dan propagandistik. 1. Perspektif Diplomatik. Lazim dilakukan secara interpersonal atau kelompok kecil (small group) lewat jalur diplomatik; komunikasi langsung antara pejabat tinggi negara untuk bekerjasama atau menyelesaikan konflik, memelihara hubungan bilateral atau multilateral, memperkuat posisi ataupun meningkatkan reputasi negara di tengah pergaulan internasional. Dilakukan pada konferensi pers, pertemuan politik, forum internasional di tingkat PBB atau forum regional, atau bahkan pada pertemuan diplomatik seperti jamuan makan malam (kenegaraan). 2. Perspektif Jurnalistik. Dilakukan melalui saluran media massa. Karena arus informasi didominasi negara maju, ada penilaian komunikasi internasional dalam perspektif ini didominasi negara maju, juga dijadikan negara maju sebagai alat kontrol terhadap kekuatan sosial yang dikendalikan kekuatan politik dalam percaturan politik internasional. Penguasa arus informasi menjadi gatekeeper yang mengontrol arus komunikasi. Jalur jurnalistik ini juga sering digunakan untuk tujuan propaganda dengan tujuan mengubah kebijakan dan kepentingan suatu negara atau memperlemah posisi negara lawan. 3. Perspektif Propagandistik. Umumnya dilakukan melalui media massa, ditujukan untuk menanamkan gagasan ke dalam benak masyarakat negara lain dan dipacu sedemikian kuat agar 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/ mempengaruhi pemikiran, perasaan, serta tindakan; perolehan atau perluasan dukungan, penajaman atau pengubahan sikap dan cara pandang terhadap suatu gagasan atau peristiwa atau kebijakan luar negeri negara tertentu. Propaganda merupakan instrumen sangat ampuh untuk memberikan pengaruh. 2.2.4 Fungsi komunikasi internasional Fungsi Komunikasi Internasional dapat dipaparkan sebagai berikut: 1) Mendinamisasikan hubungan internasioanl yang terjalin antara dua negara atau lebih serta hubungan di berbagai bidang antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda negara/kebangsaan. 2) Membantu/menunjang internasioanl dengan upaya-upaya pencapaian meningkatkan kerjasama tujuan hubungan internasional serta menghindari terjadinya konflik atau kesalahpahaman baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antar penduduk. 3) Merupakan teknik untuk mendukung pelaksanaan politik luar negeri bagi masing-masing negara untuk memperjuangkan pencapaian kepentingan di negara lain. 2.2.5 Tujuan komunikasi internasional Tujuan komunikasi internasional dalam perspektif diplomatik adalah sebagai berikut: 1. Menghindari konflik antarnegara 2. Mengembangkan kerjasama (bilateral/multilateral) 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3. Memperkuat posisi tawar-menawar (bargaining position) 4. Meningkatkan citra dan reputasi suatu negara 5. Memelihara perdamaian dunia 6. Mengembangkan pembangungan internasional. 2.3 Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi adalah komunikasi antarmanusia yang terjadi dalam konteks organisasi dimana terjadi jaringan-jaringan pesan satu sama lain yang saling bergantung satu sama lain6. Redding dan Sharon dikutip Syaiful Rohim, mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Katz dan kahn mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi, dan pemindahan arti dalam suatu organisasi. Zelko dan dance mendefinisikan komunikasi organisasi dengan suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal7. Komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan yang saling tergantung satu sama lin untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah. Defnisi ini 6 Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi Masyarakat. Kencana Prenada Media Group, Jakarta. 2006 7 Rohim, Syaiful. Teori Komunikasi Perspektif, Ragam & Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta. 2009 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ mengandung tujuh konsep kunci yaitu proses, pesan, jaringan, saling tergantung, hubungan, lingkungan, dan ketidakpastian. Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientas kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisaasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual8. 2.2.1 Arus Komunikasi Dalam Organisasi Ada tiga bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal mengiktui komunikasi seperti yang digambarkan dalam struktur organisasi9 yaitu: 1. Komunikasi dari atas ke bawah (downward communication) Himstreet and Baty menyatakan bahwa: “Komunikasi dari atas ke bawah adalah komunikasi dari atasan untuk bawahan dari bos kepada karyawan, dan dari pembuat kebijakan untuk operasi pribadi, suatu studi telah mengidentifikasi atau membedakan menjadi lima unsur dalam komunikasi lingkungan bawah”. 1. Instruksi kerja. Pengajaran karyawan baru bagaimana cara untuk mengerjakan tugas tertentu. 8 Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi, PT.Grasindo, Jakarta. 2005 Pace, R Wayne dan Don F. Faules. Komunikasi Organisasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005 9 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2. Rasional. Pembenaran bagi organisasi ke dalam organisasi total. 3. Informasi. Orientasi kepada perusahaan- aturan praktik, prosedur, dan sejarah 4. Umpan balik performa kinerja pekerjaan. Evaluasi atasan atau penilaian kinerja karyawan 5. Ideologi. Upaya untuk menyampaikan kepada karyawan ditingkat antusiasme kesetiaan, atau dukungan bagi organisasi. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi dalam downward communication, komunikasi berlangsung dari tingkatan yang lebih tinggi yaitu manajemen puncak pada tingkatan yang lebih rendah atau dari pembuat kebijaksanaan sampai pada akhirnya pada karyawan sebagai tingkat operasional. Dengan demikian downward communication adalah komunikasi yang dilakukan dari atasan kepada bawahan dalam arti komunikasi kebawah mengalir dari tingkatan manajemen yang lebih tinggi kepada manajemen menengah terus kepada manajemen yang paling bawah dan akhirnya sampai pada karyawan operasional. Komunikasi dari tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah dari suatu organisasi, mencakup pedoman perusahaan, publikasi ke dalam, memo, papan buletin dan rak informasi. Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada yang berotoritas lebih rendah. Informasi yang dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan menurut Katz & Kahn dikutip Deddy Mulyana, antara lain: 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 1. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan 2. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan 3. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi 4. Informasi mengenai kinerja pegawai 5. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas Informasi yang disampaikan dari seorang atasan kepada bawahan tidaklah begitu saja disampaikan, utamanya harus melewati pemilihan metode dan media informasi. Ada 6 (enam) kriteria yang sering digunakan untuk memilih metode penyampaian informasi kepada para pegawai, antara lain: 1. Ketersediaan 2. Biaya 3. Pengaruh 4. Relevansi 5. Respons 6. Keahlian Selain daripada itu komunikasi dari atas kebawah dapat digambarkan hal-hal yang meliputi: 1. Pemberian penghargaan 2. Memberikan teguran dalam pelaksanaan tugas bagi karyawan yang kurang taat pada perintah 3. Memberikan arahan dan bimbingan pada karyawan Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ perilaku, baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media; proses penyampaian bentuk interaksi gagasan kepada orang lain dan proses penciptaan arti terhadap gagasan atau ide yang disampaikan, baik sengaja maupun tidak disengaja. Merujuk kepada komunikasi dari pegawai atasan kepada pegawai atau orang bawahan. Katz dan Kahn mengenal pasti lima jenis komunikasi mengarah ke bawah: 1. Arahan tugas-bagaimana melakukan tugas-tugas tertentu. Misalnya, "Sebelum anda masuk ke ruang operasi, dimohon untuk cuci tangan dan pakai pakaian khusus untuk pembedahan." 2. Pesan tentang bagaimana sesuatu tugas itu mempunyai kaitan dengan tugas yang lain. Contohnya, "Elektrod untuk ECG perlu dipasang dengan benar untuk mendapatkan bacaan yang tepat." 3. Prosedur, sebagai contoh, "Setelah menjalani internship selama setahun, anda layak untuk mendapat title ‘doktor’." 4. Merespon message tentang sejauh mana kebaikan atau keburukan seseorang itu melaksanakan tugasnya. 5. Penerapan pesan untuk memotivasi pekerja dengan menarik perhatian mereka terhadap misi organisasi. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah: a) Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction) b) Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale) 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/ c) Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices) d) Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik. e) Penilaian pimpinan terhadap hasil pekerjaan serta Penerapan kebijakan Ada 4 metode dalam penyampaian informasi kepada para pegawai: 1. Metode tulisan 2. Metode lisan 3. Metode tulisan diikuti lisan 4. Metode lisan diikuti tulisan 2. Komunikasi dari bawah ke atas (upward communication) Himstreet and baty menyatakan bahwa “komunikasi dari bawah ke atas adalah umpan balik untuk komunikasi bawah ke atas. Ketika manajemen meminta informasi dari tingkat organisasi yang lebih rendah. Informasi yang dihasilkan menjadi umpan balik kepada permintaan itu.Karyawan, pekerjaan mereka dan metode yang mereka lakukan serta persepsi mereka tentang organisasi mereka”. Dari pernyataan yang dimaksud dapat digambarkan bahwa aliran komunikasi dari bawah ke atas adalah merupakan kebalikan dari komunikasi dari atas ke bawah yaitu komunikasi yang diawali dari wewenang yang lebih rendah pada wewenang yang lebih tinggi. Dengan demikian ketika pimpinan perusahaan meminta informasi dari bawahan atau pada saat pimpinan mendapatkan feedback dari bawahan yang berkaitan dengan segala hal yang berhubungan dengan organisasi. 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3. Komunikasi horizontal (Horizontal Communication) Himstreet dan Baty menyatakan bahwa: "Komunikasi Horizontal atau lateral sering digunakan untuk menggambarkan pertukaran antara unit organisasi pada tingkat hirarki yang sama" Komunikasi horisontal dapat terjadi antara dua pihak yang berada pada level yang sama, biasanya komunikasi yang dilakukan dalam bentuk koordinasi seperti level kepala seksi, antara karyawan, antara manajer departemen. Komunikasi horisontal adalah komunikasi yang terjadi antara bagian-bagian yang memiliki posisi sejajar dalam suatu organisasi. Tujuan komunikasi horisontal antara lain untuk melakukan persuasi, mempengaruhi, memberikan informasi kepada bagian / departemen yang mempunyai kedudukan sama dalam organisasi. 2.4 Public Relations Pengertian Hubungan Masyarakat atau Public Relations menurut J.C. Seidel, sebagaimana dikutip dan diterjemahkan Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto yaitu “Proses yang kontinyu dari usaha-usaha manajemen untuk memperoleh goodwill (kemauan baik) dan pengertian dari pelanggan, pegawai, dan publik yang lebih luas. Kedalam mengadakan analisis dan perbaikan diri sendiri, sedangkan keluar memberikan pernyataan-pernyataan.” Pernyataan di atas dapat penulis pahami bahwa Public Relations merupakan suatu proses atau kegiatan komunikasi yang secara terus menerus dari 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/ usaha manajemen suatu perusahaan yang bertujuan untuk memperoleh goodwill dan pengertian dari publik, baik publik internal maupun publik eksternal. PR menurut Scott M. Cutlip, Allen H. Center dan Glen M. Broom adalah “fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dan publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut”. Dapat dipahami jika PR memegang peranan penting dalam menjaga dan menjalankan alur komunikasi yang ada dalam perusahaan atau organisasi, sehingga sikap saling pengertian diantara organisasi maupun khalayak dapat tercipta. Beberapa ciri PR, yaitu melakukan komunikasi dua arah, menyebarkan informasi, menggiatkan persuasi, dan pengkajian pendapat umum; mempunyai tujuan perusahaan atau organisasi; sasarannya ditujukan kepada publik internal maupun publik eksternal; serta terbinanya hubungan yang harmonis dengan publik-publik tersebut melalui program-program yang dijalankan oleh PR. Dari definisi-definisi tersebut, kita dapat menerima gambaran mengenai fungsi PR Pada kenyataannya, fungsi PR di setiap tempat tidaklah sama sehingga melahirkan berbagai definisi lain. Salah satu definisi PR yang mencakup fungsinya secara garis besar. Menurut Scott M.Cutlip dan Allen H.Center PR merupakan fungsi manajemen yang menilai sikap publik, mengidentifikasikan kebijaksanaan dan tata cara seseorang atau organisasi demi kepentingan publik, serta merencanakan dan melakukan suatu program kegiatan untuk meraih pengertian, pemahaman dan dukungan dari publiknya. 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/ PR menurut Frank Jefkins adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu keluar maupun kedalam, yakni antara organisasi dengan publiknya dalam rangka mencapai tujuan yang spesifik atas dasar saling pengertian. Sementara, Rex F.Harlow memaparkan definisi PR adalah suatu fungsi manajemen khas yang mendukung pembinaan dan pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dan publiknya mengenai komunikasi, pengertian, penerimaan, dan kerjasama, melibatkan manajemen dalam permasalahan atau persoalan; membantu manajemen untuk memahami dan tanggap terhadap opini publik; menetapkan dan menekankan tanggung jawab manajemen untuk melayani kepentingan publik; mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif, bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam membantu mengantisipasi kecenderungan, dan menggunakan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama.” Dari berbagai pendapat mengenai definisi PR di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa pengertian PR adalah usaha yang dilakukan secara terus menerus sebagai salah satu fungsi manajemen melalui kegiatan komunikasi dua arah atau timbal balik yang diperlukan dalam menangani atau mengatasi masalah yang muncul pada organisasi; melaksanakan persuasi; serta menciptakan hubungan yang baik dengan publik internal maupun eksternal. 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.4.1 Fungsi Public Relations Fungsi PR memiliki karakteristik yang berbeda dalam setiap organisasi yang menaunginya, perbedaan ini merupakan hasil dari tujuan yang berbeda pada tiap organisasinya. Pada hakikatnya PR memiliki fungsi mendasar. Di dalam konsepnya, fungsi PR ketika menjalankan tugas dan operasionalnya, baik itu sebagai komunikator dan mediator, juga organisator. Frank Jefkins mengemukakan fungsi PR sebagai berikut: 1. Menunjang kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan organisasi. 2. Menciptakan komunikasi dua arah secara timbal balik dengan menyebarkan informasi dari perusahaan kepada publik dan menyalurkan opini publik pada perusahaan. 3. Melayani publik dan memberikan nasihat kepada pimpinan organisasi untuk kepentingan umum. 4. Membina hubungan secara harmonis antara organisasi dengan publik, baik internal maupun eksternal10 Sementara itu, Cutlip & Center juga merumuskan fungsi PR, sebagai berikut: 1. Menjunjung aktifitas utama manajemen dalam mencapai tujuan. 2. Membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publiknya sebagai khalayak sasaran. 3. Mengidentifikasi yang menyangkut opini, persepsi dan tanggapan masyarakat terhadap organisasi yang diwakilinya atau sebaliknya. 10 Jefkins, Daniel Yadin. Public Relations. Jakarta: Erlangga. 2004 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4. Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbangan saran kepada pimpinan manajemen demi untuk tujuan dan manfaat bersama. 5. Menciptakan komunikasi dua arah yang timbal balik, dan mengatur arus informasi, publikasi serta pesan dari organisasi ke publiknya atau terjadi sebaliknya demi tercapainya citra positif bagi kedua belah pihak11. 2.4.2 Tujuan Public Relations Tujuan PR adalah mempengaruhi perilaku orang secara individu ataupun kelompok saat saling berhubungan, melalui dialog atau komunikasi dengan semua golongan, serta persepsi, sikap dan opininya terhadap suatu kesuksesan atau citra perusahaan. Menurut Rosady Ruslan, tujuan PR adalah sebagai berikut: 1. Menumbuh kembangkan citra perusahaan yang positif untuk publik eksternal atau masyarakat dan konsumen. 2. Mendorong tercapainya saling pengertian antara publik sasaran dengan perusahaan. 3. Mengembangkan sinergi fungsi pemasaran dengan PR. 4. Efektif dalam membangun pengenalan merk dan pengetahuan merk. 5. Mendukung bauran pemasaran12 PR merupakan fungsi manajemen dan dalam struktur organisasi PR merupakan salah satu bagian atau divisi dari organisasi, karena itu tujuan PR 11 Scoot M, Cutlip, Allen H. Center, Gleen M. Broom. Effective Public Relations, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2006. Edisi ke-9 12 Ruslan, Rosady. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2003 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/ sebagai bagian struktural organisasi tentu saja tidak bisa lepas dari tujuan organisasinya sendiri. Setiap kegiatan PR di dalam perusahaan, pasti memiliki tujuan tertentu untuk memajukan perusahaan. Berdasarkan definisi PR yang dipaparkan oleh Cutlip, secara garis besar PR memiliki tujuan untuk membangun hubungan baik antara pihak perusahaan dengan publik sehingga menghasilkan hubungan yang saling menguntungkan, tujuan ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni: 1. Memperoleh profit bagi perusahaan. 2. Memperoleh benefit dari organisasi atau publik. PR pada hakikatnya adalah aktivitas, maka sebenarnya tujuan PR dapat dianalogikan dengan tujuan komunikasi, yaitu adanya penguatan dan perubahan kognisi, afeksi dan perilaku komunikannya. Oleh karena itu tujuan PR adalah terbentuknya kognisi, afeksi, dan perilaku positif publik terhadap organisasi. Meskipun PR pada dasarnya bekerja pada organisasi yang dinaunginya, namun PR juga hendaknya dipandang sebagai tujuan yang netral antara tujuan organisasi dengan tujuan publik sehingga tercipta simbiosis mutualistik. Berdasarkan hal ini, maka tujuan PR dapat dirumuskan dalam tiga tujuan yaitu sebagai berikut: 1) Terpelihara dan Terbentuknya Saling Pengertian (Aspek Kognisi) Saling pengertian dimulai dari saling mengetahui atau mengenal. Tujuan PR pada akhirnya adalah membuat publik dan organisasi saling mengenal. Baik mengenal kebutuhan, kepentingan, harapan, maupun budaya masing-masing. Dengan demikian aktivitas PR haruslah menunjukkan adanya usaha komunikasi 24 http://digilib.mercubuana.ac.id/ untuk mencapai saling kenal dan mengerti tersebut. Sifat komunikasinya cenderung informatif saja. PR mempertemukan dua kepentingan untuk saling mengerti. 2) Menjaga dan Membentuk Saling Percaya (Aspek Afeksi) Tujuan ini lebih mengarah kepada tujuan emosi, yakni pada sikap (afeksi) saling percaya (mutual confidence), dan untuk mencapai tujuan ini maka harus menerapkan prinsip-prinsip komunikasi persuasif. Sikap saling percaya keberadaannya masih bersifat tersembunyi, yakni ada pada keyakinan seseorang (publik) akan kebaikan orang lain (organisasi) dan juga pada keyakinan organisasi akan kebaikan publiknya. PR mempersuasi publik untuk percaya kepada organisasi, sebaiknya juga organisasi untuk percaya kepada publiknya. 3) Memelihara dan Menciptakan Kerjasama (Aspek Psikomotoris) Tujuan berikutnya adalah dengan komunikasi diharapkan akan terbentuknya bantuan dan kerjasama nyata. Artinya, bantuan dan kerjasama ini sudah dalam bentuk perilaku atau termanifestasikan dalam bentuk tindakan tertentu. Berdasarkan pada tiga tujuan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa setelah pengetahuan atau pikiran dibuka, emosi atau kepercayaan disentuh maka selanjutnya perilaku positif dapat diraih. Pada akhirnya, semua itu kembali pada tujuan yang lebih besar, yaitu kepada terbentuknya citra yang positif terhadap organisasi dimana PR tersebut berada. 25 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.5 Akulturasi Budaya 2.5.1 Pengertian Akulturasi Istilah akulturasi atau acculturation atau culture contact, adalah konsep mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri13. Di dalam ilmu sosial dipahami bahwa akulturasi merupakan proses pertemuan unsur-unsur kebudayaan yang berbeda yang diikuti dengan percampuran unsur-unsur tersebut namun perbedaan di antara unsur-unsur asing dengan yang asli masih tampak. Komunikasi dan Akulturasi Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang kita pelajari pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Dari semua aspek belajar manusia, komunikasi merupakan aspek yang terpenting dan paling mendasar. Kita belajar banyak hal lewat respon-respon komunikasi terhadap rangsangan dari lingkungan. Kita harus menyandi dan menyandi balik pesan-pesan sehingga pesan-pesan tersebut akan dikenali, diterima dan direspons oleh individu-individu yang berinteraksi dengan kita. Kegiatan-kegiatan komunikasi berfungsi sebagai alat untuk menafsirkan lingkungan fisik dan sosial kita14Budaya sebagai paduan pola-pola yang merefleksikan respon-respon komunikatif terhadap rangsangan dari lingkungan. Pola-pola budaya ini pada gilirannya merefleksikan elemen13 Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1990 Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Praktis dengan Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005, 137 14 26 http://digilib.mercubuana.ac.id/ elemen yang sama dalam perilaku komunikasi individual yang lahir dan diasuh dalam budaya itu. Budaya sebagai seperangkat aturan yang terorganisasi mengenai cara-cara dimana individu-individu dalam masyarakat harus berkomunikasi satu sama lain dan cara bagaimana mereka berpikir tentang diri mereka dan lingkungan mereka. Proses individu-individu memperoleh aturanaturan budaya komunikasi dimulai pada masa awal kehidupan manusia tersebut. Melalui proses sosialisasi dan pendidikan, pola-pola budaya ditanamkan ke dalam sistem saraf dan menjadi bagian kepribadian dan perilaku individu. Proses belajar yang terinternalisasikan ini memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan anggota-anggota budaya lainnya yang juga memiliki pola-pola komunikasi serupa. Proses memperoleh pola-pola demikian oleh individu-individu itu disebut enkulturasi15. Lalu apa yang akan terjadi bila seseorang yang lahir dan terenkulturasi dalam suatu budaya tertentu memasuki suatu budaya lain? Banyaknya tata cara komunikasi yang telah diperoleh individu sejak masa kanak-kanak mungkin tidak berfungsi lagi dalam lingkungan barunya. Transaksitransaksi dalam kehidupan sehari-hari saja membutuhkan kemampuan berkomunikasi yang menggunakan lambang-lambang dan aturan-aturan yang ada dalam sistem komunikasi masyarakat pribumi yang menjadi lingkungan barunya. Tidaklah mudah memahami perilaku-perilaku kehidupan yang sering tidak diharapkan dan tidak diketahui. Sebagai seorang anggota baru dalam budaya pribumi, imigran harus menghadapi banyak aspek kehidupan yang asing. Asumsiasumsi budaya yang tersembunyi dan respon-respon yang telah terkondisikan 15 Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Praktis dengan Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005, 138 27 http://digilib.mercubuana.ac.id/ menyebabkan banyak kesulitan kognitif, afektif dan perilaku dalam penyesuaian diri dengan budaya baru. Schultz mengatakan bahwa bagi orang asing, pola budaya kelompok yang dimasukinya bukanlah merupakan tempat berteduh tetapi merupakan suatu arena petualangan, bukan merupakan hal yang lazim tetapi suatu topik penyelidikan yang meragukan, bukan suatu alat untuk lepas dari situasisituasi problematik tetapi merupakan suatu situasi problematik tersendiri yang sulit dikuasai. Meskipun demikian, hubungan antara budaya dan individu, seperti yang terlihat dalam proses enkulturasi, mampu membangkitkan kemampuan manusia yang besar untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan. Secara bertahap imigran belajar menciptakan situasi-situasi dan relasi-relasi yang tepat dalam masyarakat pribumi. Proses komunikasi mendasari proses akulturasi seorang imigran. Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat pribumi yang signifikan. Sebagaimana orang-orang pribumi memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi seorang imigran pun memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi. Seorang imigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain dan itu dilakukan lewat komunikasi. Proses selama akulturasi sering mengecewakan dan menyakitkan. Dalam banyak kasus, bahasa asli imigran sangat berbeda dengan bahasa asli masyarakat pribumi. Masalah-masalah komunikasi lainnya meliputi masalah komunikasi nonverbal, seperti perbedaanperbedaan dalam penggunaan dan pengaturan ruang, jarak antarpribadi, ekspresi wajah, gerak mata, gerakan tubuh lainnya dan persepsi tentang penting tidaknya 28 http://digilib.mercubuana.ac.id/ perilaku nonverbal. Oleh karena itu, proses akulturasi adalah suatu proses yang interaktif dan berkesinambungan yang berkembang dalam dan melalui komunikasi seorang imigran dengan lingkungan sosio-budaya yang baru16. Variabel-Variabel Komunikasi dalam Akulturasi Salah satu kerangka konseptual yang paling komprehensif dan bermanfaat dalam menganalisis akulturasi seorang imigran dari perspektif komunikasi terdapat pada perspektif sistem yang dielaborasi oleh Ruben . Dalam perspektif sistem, unsur dasar suatu sistem komunikasi manusia teramati ketika seseorang secara aktif sedang berkomunikasi, berusaha untuk dan mengharapkan berkomunikasi dengan lingkungan. Sebagai suatu sistem komunikasi terbuka, seseorang berinteraksi dengan lingkungan melalui dua proses yang saling berhubungan, yakni komunikasi persona dan komunikasi sosial. Pertama, komunikasi persona atau intrapersona mengacu kepada prosesproses mental yang dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan dengan lingkungan sosio-budayanya, mengembangkan cara-cara melihat, mendengar, memahami dan merespons lingkungan. Salah satu variabel komunikasi persona terpenting dalam akulturasi adalah kompleksitas struktur kognitif imigran dalam mempersepsi lingkungan pribumi. Faktor yang erat berhubungan dengan kompleksitas kognitif adalah pengetahuan imigran tentang pola-pola dan sistem-sistem komunikasi pribumi. Bukti empiris yang memadai menunjang fungsi penting pengetahuan tersebut, terutama pengetahuan tentang bahasa dalam memudahkan aspek-aspek akulturasi lainnya. Suatu variable 16 Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Praktis dengan Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005 137-140 29 http://digilib.mercubuana.ac.id/ persona lainnya dalam akulturasi adalah citra diri (self image) imigran yang berhubungan dengan citra-citra imigran tentang lingkungannya. Selain itu, motivasi akulturasi seorang imigran juga dapat memudahkan proses akulturasi. Motivasi akulturasi mengacu kepada kemauan imigran untuk belajar tentang, berpartisipasi dalam dan diarahkan menuju sistem sosio-budaya pribumi. Kedua, komunikasi sosial. Komunikasi sosial ditandai ketika individu-individu mengatur perasaan, pikiran dan perilaku antara yang satu dengan yang lainnya. Komunikasi sosial dilakukan melalui komunikasi antarpersona. Komunikasi antarpersona seorang imigran dapat diamati melalui derajat partisipasinya dalam hubunganhubungan antarpersona dengan anggota masyarakat pribumi. Ketiga, lingkungan komunikasi. Komunikasi persona dan komunikasi sosial seorang imigran dan fungsi komunikasi tersebut tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa dihubungkan dengan lingkungan komunikasi masyarakat pribumi. Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada komunikasi dan akulturasi imigran adalah adanya komunitas etniknya di daerah setempat. Derajat pengaruh komunitas etnik atas perilaku imigran sangat bergantung pada derajat kelengkapan kelembagaan komunitas tersebut dan kekuatannya untuk memelihara budayanya yang khas bagi anggota-anggotanya. Lembaga-lembaga etnik yang ada dapat mengatasi tekanantekanan situasi antarbudaya dan memudahkan akulturasi17. 17 Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Praktis dengan Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005 30 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.5.2 Pengertian Asimilasi Istilah asimilasi berasal dari kata Latin, assimilare yang berarti “menjadi sama”18. Kata tersebut dalam bahasa Inggris adalah assimilation (sedangkan dalam bahasa Indonesia menjadi asimilasi). Dalam bahasa Indonesia, sinonim kata asimilasi adalah pembauran. Asimilasi merupakan proses sosial yang terjadi pada tingkat lanjut19. Proses tersebut ditandai dengan adanya upaya-upaya untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara perorangan atau kelompok-kelompok manusia. Bila individu-individu melakukan asimilasi dalam suatu kelompok, berarti budaya individu-individu kelompok itu melebur. Biasanya dalam proses peleburan ini terjadi pertukaran unsur-unsur budaya. Pertukaran tersebut dapat terjadi bila suatu kelompok tertentu menyerap kebudayaan kelompok lainnya. Ketika istilah asimilasi dan akulturasi digunakan untuk menjelaskan suatu proses sosial yang ada di masyarakat, sering mengalami tumpang tindih. Bahkan terkadang kedua terma ini digunakan untuk mengartikan tentang sesuatu yang sama. Umumnya definisi asimilasi dan akulturasi yang digunakan pada beberapa buku teks buku di Indonesia mengacu pada apa yang dikemukakan Koentjaraningrat 20. Asimilasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi 18 Hendropuspito, D. Sosiologi Semantik. Yogyakarta: Kanisius. 1989. Paul B. Horton Chester L. Hunt. Sosiologi. Oleh (by) Aminuddin Ram . Jakarta: Erlangga. 1990 20 Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1990 19 31 http://digilib.mercubuana.ac.id/ usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Dalam pengertian yang berbeda, khususnya berkaitan dengan interaksi antar kebudayaan, asimilasi diartikan sebagai proses sosial yang timbul bila ada: (1) kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya, (2) individu-individu sebagai anggota kelompok itu saling bergaul secara langsung dan intensif dalam waktu yang relatif lama, (3) kebudayaan-kebudayaan dari kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri. Biasanya golongan-golongan yang dimaksud dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini, golongan minoritas merubah sifat khas dari unsur kebudayaannya dan menyesuaikannya dengan kebudayaan golongan mayoritas sedemikian rupa sehingga lambat laun kahilangan kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan identitas etnik dan kecenderungan asimilasi dapat terjadi jika ada interaksi antarkelompok yang berbeda, dan jika ada kesadaran masing-masing kelompok. Milton M. Gordon mengemukakan suatu model asimilasi yang terjadi dalam proses yang multi-tingkatan (multi-stages of assimilation). Model asimilasi ini memiliki tujuh tingkatan21: 21 Milton M. Gordon. Assimilation in American Life: The Role of Race, Religion, and National Origins. New York: Free Press. 1968 32 http://digilib.mercubuana.ac.id/ a) Asimilasi budaya atau perilaku (cultural or behavioral assimilation); berhubungan dengan perubahan pola kebudayaan guna menyesuaikan diri dengan kelompok mayoritas b) Asimilasi struktural (structural assimilation); berkaitan dengan masuknya kelompok minoritas secara besar-besaran ke dalam klik, perkumpulan, dan pranata pada tingkat kelompok primer dari golongan mayoritas c) Asimilasi perkawinan (marital assimilation); berkaitan dengan perkawinan antar-golongan secara besar-basaran d) Asimilasi identifikasi (identificational assimilation); berkaitan dengan kemajuan rasa kebangsaan secara eksklusif berdasarkan kelompok mayoritas e) Asimilasi penerimaan sikap (attitude receptional assimilation); menyangkut tidak adanya prasangka (prejudice) dari kelompok mayoritas f) Asimilasi penerimaan perilaku (behavior receptional assimilation); ditandai dengan tidak adanya diskriminasi dari kelompok mayoritas g) Asimilasi kewarganegaraan (civic assimilation), berkaitan dengan tidak adanya perbenturan atau konflik nilai dan kekuasaan dengan kelompok mayoritas Teori asimilasi cultural Gordon, yang dalam banyak hal sering disebut akulturasi (acculturation), juga diperdebatkan. Akulturasi merupakan sub-proses dari asimilasi dan mengindikasikan adanya pergantian ciri-ciri budaya masyarakat minoritas dengan ciri-ciri budaya masyarakat asli. Namun, akulturasi juga menunjukkan bahwa anggota-anggota kelompok minoritas boleh jadi tetap 33 http://digilib.mercubuana.ac.id/ memiliki sebagian ciri asli mereka, serta membuang ciri-ciri lainnya. Kemudian mereka juga mungkin menerima sebagian ciri budaya mayoritas dan menolak ciriciri lainnya. 2.6 Culture shock Orang yang melintasi batas budaya yang disebut sebagai pendatang. Istilah ini mencakup imigran, pengungsi, eksekutif bisnis, pelajar, atau turis. Orangorang memasuki wilayah budaya dengan beragam pengalaman, latar belakang, pengetahuan dan tujuan, tetapi setiap orang asing harus menyesuaikan perilaku komunikasinya dengan pengaturan budaya baru yang individu tersebut datangi. Individu yang memasuki suatu dunia baru yang berbeda dengan lingkungan asalnya, tidak jarang akan menimbulkan kecemasan dan ketegangan. Hal inilah yang menjadi dampak dari proses akulturasi yaitu keadaan gegar budaya (culture shock). Pengalaman-pengalaman komunikasi dengan kontak antarpersona secara langsung seringkali menimbulkan frustasi. Istilah culture shock pertama kali diperkenalkan oleh Antropologis bernama Oberg. Menurutnya, culture shock didefinisikan sebagai kegelisahan yang mengendap yang muncul dari kehilangan semua lambang dan simbol yang familiar dalam hubungan sosial, termasuk di dalamnya seribu satu cara yang mengarahkan kita dalam situasi keseharian, misalnya bagaimana untuk memberi perintah, bagaimana membeli sesuatu, kapan dan di mana kita tidak perlu merespon. Mulyana mengemukakan tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk tersebut juga termasuk kapan berjabatan tangan dan apa yang harus kita katakan ketika bertemu dengan orang-orang, kapan menerima dan 34 http://digilib.mercubuana.ac.id/ kapan menolak undangan, kapan membuat pertanyaan dengan sungguh-sungguh dan kapan sebaliknya. Petunjuk-petunjuk ini dapat berupa kata-kata, isyaratisyarat, ekspresi wajah, kebiasaan-kebiasaan atau norma-norma, kita peroleh sepanjang perjalanan hidup seseorang sejak kecil22. Bila seseorang memasuki suatu budaya asing, semua atau hampir semua petunjuk itu lenyap. Meskipun seseorang tersebut berpikiran luas dan beritikad baik, ia akan kehilangan pegangan, lalu akan mengalami frustasi dan kecemasan. Deddy Mulyana lebih mendasarkan gegar budaya (culture shock) sebagai benturan persepsi yang diakibatkan penggunaan persepsi berdasarkan faktorfaktor internal (nilai-nilai budaya) yang telah dipelajari orang yang bersangkutan dalam lingkungan baru yang nilai-nilai budayanya berbeda dan belum ia pahami. Dalam membahas tentang masalah culture shock, sebelumnya perlu memahami tentang perbedaan antara pengunjung sementara (sojourners) dan seseorang yang memutuskan untuk tinggal secara permanen (settlers). Ada perbedaan antara pengunjung sementara (sojourners) dengan orang yang mengambil tempat tinggal tetap, misalnya di suatu Negara (settler). Seperti yang dikatakan oleh Bochner, perhatian mereka terhadap pengalaman kontak dengan budaya lain berbeda, maka reaksi mereka pun berbeda. Settlers berada dalam proses membuat komitmen tetap pada masyarakat barunya, sedangkan sojourners berada dalam landasan sementara, meskipun kesementaraannya bervariasi, seperti turis dalam sehari atau pelajar asing dalam beberapa tahun23 22 Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antarbudaya. Panduan Praktis dengan Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005 23 Samovar, Richard E. Porter dan Edwin McDaniel. Communication between Cultures. Belmont: Thomson Learning. 2007 35 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Deddy Mulyana24 mengatakan bahwa bagi orang asing, pola budaya kelompok yang dimasuki bukanlah merupakan tempat berteduh, melainkan merupakan suatu arena petualangan, bukan merupakan materi kuliah tapi suatu topik penyelidikan yang meragukan, bukan suatu alat untuk lepas dari situasisituasi problematik, melainkan suatu situasi problematik tersendiri yang sulit dikuasai. Pengalaman-pengalaman komunikasi dengan kontak interpersonal secara langsung dengan orang-orang yang berbeda latar belakang budaya, seringkali menimbulkan frustasi. Individu bisa jadi merasa kikuk dan terasa asing dalam berhubungan dengan orang-orang dari lingkungan budaya baru yang ia masuki25. Reaksi yang dihasilkan oleh culture shock juga bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya dan dapat muncul pada waktu yang berbeda pula. Reasireaksi yang mungkin terjadi, antara lain: 1. Antagonis/ memusuhi terhadap lingkungan baru. 2. Rasa kehilangan arah 3. Rasa penolakan 4. Gangguan lambung dan sakit kepala 5. Homesick/ rindu pada rumah/ lingkungan lama 6. Rindu pada teman dan keluarga 7. Merasa kehilangan status dan pengaruh 8. Menarik diri 24 Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat.Komunikasi Antarbudaya. Panduan Praktis dengan Orang-orang yang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005 25 Ibid 36 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9. Menganggap orang-orang dalam budaya tuan rumah tidak peka26 Meskipun ada berbagai variasi reaksi terhadap culture shock dan perbedaan jangka waktu penyesuaian diri, Samovar menyatakan bahwa biasanya individu akan melewati 4 (empat) tingkatan culture shock. Keempat tingkatan ini dapat digambarkan dalam bentuk kurva U, sehingga disebut U-curve. 1. Fase optimistik (Optimistic Phase), fase pertama yang digambarkan berada pada bagian kiri atas dari kurva U. fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan dan euforia sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru 2. Fase Masalah Kultural (Cultural Problems), fase kedua dimana masalah dengan lingkungan baru mulai berkembang, misalnya karena kesulitan bahasa, sistem lalu lintas baru, sekolah baru dan lain-lain. Fase ini biasanya ditandai dengan rasa kecewa dan ketidakpuasan. Ini adalah periode krisis dalam culture shock. Orang menjadi bingung dan tercengang dengan sekitarnya dan dapat menjadi frustasi dan mudah tersinggung, bersikap bermusuhan, mudah marah, tidak sabar dan bahkan menjadi tidak kompeten. 3. Fase Kesembuhan (Recovery Phase), fase ketiga dimana orang mulai mengerti mengenai budaya barunya. Pada tahap ini, individu secara bertahap membuat penyesuaian dan perubahan untuk menanggulangi budaya baru. Orang-orang dan peristiwa dalam lingkungan baru mulai dapat terprediksi dan tidak terlalu menekan. 26 Samovar, Richard E. Porter dan Edwin McDaniel. Communication between Cultures. Belmont: Thomson Learning. 2007: 335 37 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4. Fase penyesuaian (Adjustment Phase), fase terakhir, pada puncak kanan U, individu telah mengerti elemen kunci dari budaya barunya (nilai-nilai, pola komunikasi, keyakinan dan lain-lain). Kemampuan untuk hidup dalam dua budaya yang berbeda, biasanya juga disertai dengan rasa puas dan menikmati. Namun beberapa ahli menyatakan bahwa untuk dapat hidup dalam dua budaya berbeda, seseorang akan perlu beradaptasi kembali dengan budayanya terdahulu. Gambar 1. U-Curve 38 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Efektivitas Komunikasi Antarbudaya Efektivitas Komunikasi Antarbudaya Komunikasi antarbudaya merujuk pada fenomena komunikasi dimana para partisipan yang berbeda dalam latar belakang kultural menjalin kontak satu sama lain secara langsung maupun tidak langsung. Ketika komunikasi antarbudaya mempersyaratkan dan berkaitan dengan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan kultural antara pihak-pihak yang terlibat, maka karakteristik-karakteristik kultural dari para partisipan bukan merupakan fokus studi dari komunikasi antarbudaya, melainkan proses komunikasi antara individu dengan individu dan kelompok dengan kelompok27 . Sebagaimana sebuah aktivitas komunikasi yang efektif apabila terdapat persamaan makna pesan antara komunikator dan komunikan, demikian halnya dengan komunikasi antarbudaya. Tetapi hal ini menjadi lebih sulit mengingat adanya unsur perbedaan kebudayaan antara pelaku-pelaku komunikasinya. Itulah sebabnya, usaha untuk menjalin komunikasi antarbudaya dalam praktiknya bukanlah merupakan suatu persoalan yang sederhana. Terdapat banyak masalahmasalah potensial yang sering terjadi di dalamnya, seperti pencarian kesamaan, penarikan diri, kecemasan, pengurangan ketidakpastian, stereotip, prasangka, rasisme, kekuasaan, etnosentrisme dan culture shock28. Sedangkan Lewis dan Slade menguraikan tiga kawasan yang paling problematik dalam lingkup pertukaran antarbudaya, yaitu kendala bahasa, perbedaan nilai dan perbedaan pola perilaku kultural. Kendala bahasa merupakan sesuatu yang tampak, namun hambatan tersebut lebih mudah untuk ditanggulangi, karena bahasa dapat 27 Rahardjo, Turnomo. Menghargai Perbedaan Kultural. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.2005 Samovar, Richard E. Porter dan Edwin McDaniel. Communication between Cultures. Belmont: Thomson Learning. 2007: 316 28 39 http://digilib.mercubuana.ac.id/ dipelajari, sedangkan dua hambatan lainnya, yaitu perbedaan nilai dan perbedaan pola-pola perilaku kultural terasa lebih sulit untuk ditanggulangi. Menurut Lewis dan Slade, perbedaan nilai merupakan hambatan yang serius terhadap munculnya kesalahpahaman budaya, sebab ketika dua orang yang berasal dari kultur yang berbeda melakukan interaksi, maka perbedaan-perbedaan tersebut akan menghalangi pencapaian kesepakatan yang rasional tentang isu-isu penting. Mengenai kesalahpahaman antarkultural dikarenakan perbedaan pola-pola perilaku kultural lebih diakibatkan oleh ketidakmampuan masing-masing kelompok budaya untuk memberi apresiasi terhadap kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh setiap kelompok budaya tersebut. Usaha untuk mencapai komunikasi antarbudaya yang efektif, di samping dihadapkan pada ketiga hal tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor penghambat, yaitu etnosentrisme, stereotip dan prasangka. Etnosentrisme merupakan tingkatan dimana individu-individu menilai budaya orang lain sebagai inferior terhadap budaya mereka. Prasangka merupakan sikap yang kaku terhadap suatu kelompok yang didasarkan pada keyakinan atau pra konsepsi yang keliru, juga dapat dipahami sebagai penilaian yang tidak didasari oleh pengetahuan dan pengujian terhadap informasi yang tersedia. Sedangkan stereotip merupakan generalisasi tentang beberapa kelompok orang yang sangat menyederhanakan realitas29 . Sarbaugh mengemukakan tiga prinsip penting dalam komunikasi antarbudaya. Pertama, suatu sistem sandi bersama yang tentu saja terdiri dari dua 29 Rahardjo, Turnomo. Menghargai Perbedaan Kultural. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. 2005, 54-56 40 http://digilib.mercubuana.ac.id/ aspek (verbal dan non verbal). Tanpa suatu sistem bersama, komunikasi akan menjadi tidak mungkin. Terdapat berbagai tingkat perbedaan, namun semakin sedikit persamaan sandi itu, semakin sedikit komunikasi yang mungkin terjadi. Kedua, kepercayaan dan perilaku yang berlainan di antara pihak-pihak yang berkomunikasi merupakan landasan bagi asumsi-asumsi berbeda untuk memberikan respons. Sebenarnya kepercayaan-kepercayaan dan perilaku-perilaku kita mempengaruhi persepsi kita tentang apa yang dilakukan orang lain. Maka dua orang yang berbeda budaya dapat dengan mudah memberi makna yang berbeda kepada perilaku yang sama. Bila ini terjadi, kedua orang itu berperilaku secara berbeda tanpa dapat meramalkan respon pihak lainnya, padahal kemampuan meramalkan ini merupakan bagian integral dari kemampuan berkomunikasi secara efektif. Ketiga, tingkat mengetahui dan menerima kepercayaan dan perilaku orang lain. Cara kita menilai budaya lain dengan nilai-nilai budaya kita sendiri dan menolak mempertimbangkan norma-norma budaya lain akan menentukan keefektifan komunikasi yang akan terjadi. Komunikasi antarbudaya yang benar-benar efektif menurut Schramm harus memperhatikan empat syarat, yaitu: 1) Menghormati anggota budaya lain sebagai manusia 2) Menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan bukan sebagaimana yang kita kehendaki 3) Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara kita bertindak 41 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4) Komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup bersama orang dari budaya yang lain Sedangkan De Vito mengemukakan konsepnya tentang efektivitas komunikasi sangat ditentukan oleh sejauhmana seseorang mempunyai sikap: 1. Keterbukaan; 2. Empati; 3. Merasa positif; 4. Memberi dukungan; dan 5. Merasa seimbang; terhadap makna pesan yang sama dalam komunikasi antarbudaya. Sikap keterbukaan yang dimaksud De Vito, meliputi: 1) Sikap seseorang komunikator yang membuka semua informasi tentang pribadinya kepada komunikan, sebaliknya menerima semua informasi yang relevan tentang dan dari komunikan dalam rangka interaksi antarpribadi; 2) Kemauan seseorang sebagai komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap pesan yang datang dari komunikan; dan 3) Memikirkan dan merasakan bahwa apa yang dinyatakan seorang komunikator merupakan tanggung jawabnya terhadap komunikan dalam suasana situasi tertentu. Selanjutnya, perasaan empati ialah kemampuan seorang komunikator untuk menerima dan memahami orang lain seperti ia menerima dirinya sendiri; jadi ia berpikir, merasa, berbuat terhadap orang lain sebagaimana ia berpikir, merasa dan berbuat terhadap dirinya sendiri. 42 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Perasaan positif ialah perasaan seorang komunikator bahwa pribadinya, komunikannya, serta situasi yang melibatkan keduanya sangat mendukung. Memberi dukungan ialah suatu situasi kondisi yang dialami komunikator dan komunikan terbebas atmosfir ancaman, tidak dikritik dan ditantang. Memelihara keseimbangan ialah suatu suasana yang adil antara komunikator dan komunikan dalam hal kesempatan yang sama untuk berpikir, merasa dan bertindak. Pihak-pihak yang melakukan komunikasi antarbudaya harus mempunyai keinginan yang jujur dan tulus untuk berkomunikasi dan mengharapkan pengertian timbal balik. Asumsi ini memerlukan sikap-sikap yang positif dari para pelaku komunikasi antarbudaya dan penghilangan hubungan-hubungan superiorinferior yang berdasarkan keanggotaan dalam budaya-budaya, ras-ras atau kelompok-kelompok etnik tertentu. Komunikasi antarbudaya yang intensif dapat mengubah persepsi dan sikap orang lain bahkan dapat meningkatkan kreativitas manusia. Berbagai pengalaman atas kekeliruan dalam komunikasi antarbudaya sering membuat manusia makin berusaha mengubah kebiasaan berkomunikasi, paling tidak melalui pemahaman terhadap latar belakang budaya orang lain. Banyak masalah komunikasi antarbudaya seringkali timbul hanya karena orang kurang menyadari dan tidak mampu mengusahakan cara efektif dalam berkomunikasi antarbudaya30. Selain itu, seperti yang telah disebutkan Sarbaugh, bahwa dengan penggunaan sistem sandi yang sama, pengakuan atas perbedaan dalam kepercayaan dan perilaku, dan pemupukan sikap toleran terhadap 30 Liliweri, Alo. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. 2003, 254 43 http://digilib.mercubuana.ac.id/ kepercayaan dan perilaku orang lain, semuanya itu membantu terciptanya komunikasi yang efektif. 44 http://digilib.mercubuana.ac.id/