Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Metode Jigsaw

advertisement
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Ilmu pengetahuan alam berasal dari bahasa Inggris natural science, artinya
ilmu pengetahuan alam. Ilmu yang mempelajari tentang hubungan alam atau
bersangkut paut dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi
ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science dapat disebut sebagai ilmu tentang
alam. Menurut Trianto (2010:136) Ilmu pengetahuan Alam (IPA) adalah suatu
kumpulan yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala
alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan
eksperimen serta menuntun sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan
sebagainya. Hal ini berarti bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempelajari
peristiwa dan gejala-gejala yang tampak di alam yang berupa kumpulan gejalagejala yang ada di alam. IPA mengembangkan gejala-gejala alam dengan
menggunakan metode-metode ilmiah yang berupa fakta yang benar-benar ada di
alam. Dalam perkembangannya IPA mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi
di alam beserta isinya serta menuntut sikap-sikap ilmiah seperti berpikir kritis,
memiliki rasa tanggung jawab, kerjasama yang baik dan sebagainya.
Penemuan dalam IPA diperoleh dengan cara observasi, eksperimen/penelitian
pada hasil pengamatan manusia untuk menemukan pengetahuan tentang alam. Hal
ini sejalan dengan pendapat Salirawati (2008:25) bahwa IPA dipandang sebagai
cara berpikir untuk memahami alam, melakukan penelitian dan sebagai kumpulan
pengetahuan. Gejala-gejala alam yang akan dipahami berupa hal-hal yang benarbenar ada di alam. Gejala-gejala alam dipelajari dengan cara melakukan
penyelidikan dan penelitian yang berhubungan dengan alam semesta. Gejalagejala alam yang ada dipahami untuk mengembangkan cara berpikir yang kreatif,
berkembang dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Selain itu, memahami dan
mempelajari gejala-gejala alam ini berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan
tentang alam semesta beserta isinya. Sedangkan, menurut Wisudawati dan
Sulistyowati (2013:22) IPA merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik
khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa
kenyataan (reality) atau kejadian (event) dan hubungan sebab akibat. Dalam
penerapannya, Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang pasti untuk
dipelajari karena berhubungan dengan gejala-gejala alam yang berobjek pada
benda-benda yang ada di alam. Hasil penemuan dari IPA berupa fakta yang nyata
yang benar-benar ada. Penelitian IPA menggunakan metode ilmiah berupa
eksperimen dan observasi serta menuntut untuk berpikir kritis dan inovatif serta
memiliki rasa pengetahuan yang besar. Fakta, konsep, prinsip yang ditemukan
dalam penelitian sudah teruji kebenaranya melalui metode ilmiah. Hasil penelitian
IPA sudah teruji kebenaranya karena diteliti dengan metode ilmiah yang
menerapkan sikap ilmiah seperti berpikir kritis, memiliki pengetahuan yang luas,
jujur dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan pendapat Salirawati (2008:25) yang
berpendapat IPA sebagai kumpulan informasi ilmiah. Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) juga menggunakan disiplin ilmu untuk melaksanakan penelitian agar hasilhasil penelitian yang diperoleh dapat teruji kebenaranya. IPA mempelajari gejalagejala yang ada di alam semesta dengan menggunakan metode ilmiah seperti
observasi dan eksperimen. Dalam penelitianya IPA menuntut sikap untuk berpikir
kritis, berrtanggung jawab dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Dengan
mempelajari IPA akan memperoleh kumpulan informasi ilmiah dan pengetahuan
tentang gejala-gejala yang ada di alam semesta.
Dari pengertian di atas Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang
mempelajari tentang peristiwa dan gejala-gejala yang berada di alam. IPA
dipelajari melalui metode ilmiah seperti observasi, eksperimen/penelitian. Hasil
penemuan atau penelitian dalam IPA berupa hal-hal yang benar-benar ada dan
sudah teruji kebenarannya. Selain itu, penelitian IPA akan memberikan
pengetahuan dan informasi tentang gejala-gejala alam yang ada di alam semesta.
Penelitian dalam IPA menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu yang besar,
berfikir kritis serta memiliki sikap yang jujur dan bertanggungjawab.
8
2.2 Pembelajaran IPA SD
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses
membelajarkan peserta didik yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi
secara sistematis agar peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran
secara efektif dan efisien (Komalasari, 2010:3). Pembelajaran IPA adalah
interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi yang telah
ditetapkan (Wisudawati dan Sulistyowati 2014:26). Pembelajaran IPA di SD juga
harus mampu mendorong siswa untuk dapat memiliki ketrampilan untuk
memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat Trianto (2013:143) yang
menyatakan salah satu tujuan pembelajaran IPA dapat memberikan keterampilan
dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan
melakukan observasi. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran IPA
dibutuhkan strategi/metode pembelajaran yang mampu mengarahkan siswa untuk
memiliki ketrampilan dalam memecahkan masalah dan dapat berpikir secara
kritis. Sesuai dengan pendapat Trianto (2013:143) yang menyatakan bahwa suatu
metode pembelajaran IPA perlu dikembangkan untuk melibatkan siswa secara
aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan ide-idenya
sendiri. Metode pembelajaran yang dapat meningkatkan siswa untuk berpikir
kritis dan memberikan pengalaman langsung merupakan metode pembelajaran
yang disampaikan dengan cara menghubungkan pelajaran dengan kehidupan
nyata. Hal ini sejalan dengan pendapat Samatowa (2011:5) yang menyatakan
bahwa pendekatan belajar mengajar yang paling cocok dan paling efektif adalah
pendekatan yang mencakup kesesuaian antara situasi nyata dan belajar anak
dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat. Aspek pokok dalam pembelajaran
IPA adalah anak dapat menyadari keterbatasan pengetahuan mereka, memiliki
rasa ingin tahu untuk menggali berbagai pengetahuan baru dan akhirnya dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka (Samatowa, 2011:10).
9
Menurut Samatowa (2011:4) ada empat alasan yang menyebabkan IPA
dimasukkan ke dalam kurikulum satuan sekolah:
1. Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu
dipersoalkan panjang lebar.
2. Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan
suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis.
3. Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan
sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang
bersifat hapalan belaka.
4. Mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yang mempunyai
potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.
Dari pendapat di atas terdapat beberapa alasan yang menyebabkan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) di masukkan ke dalam kurikulum satuan sekolah yang
pertama, IPA memberikan manfaat kepada bangsa karena IPA mengutamakan
kepada kemajuan teknologi. Teknologi merupakan tiang untuk pembangunan
suatu negara yang dipelajari dengan mengkaji gejala alam yang ada. Seseorang
akan sukses apabila memiliki pengetahuan tentang teknologi yang bagus.
Misalnya, seorang dokter tidak akan memiliki kemampuan yang baik tanpa
memiliki pengetahuan yang luas mengenai teknologi dan berbagai gejala alam.
Kedua, apabila diajarkan dengan cara yang tepat IPA akan melatih siswa untuk
berfikir kritis. Dalam pembelajarannya guru dituntut untuk mampu menerapkan
pembelajaran IPA dengan metode pembelajaran yang tepat. Misalnya dengan
menggunakan metode pembelajaran penemuan. Dengan metode pembelajaran
penemuan siswa diminta untuk menemukan solusi dari masalah yang dihadapi
sehingga siswa akan dilatih untuk berfikir kritis dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapinya. Ketiga, apabila IPA di ajarkan melalui percobaan maka IPA
tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hapalan belaka. Melalui
percobaan, pembelajaran akan lebih bermakna karena siswa tidak hanya
mendengarkan dan menghafal materi saja melainkan mereka dituntut untuk
melakukan aktivitas. Selain itu, siswa juga tidak bosan dalam mengikuti
pembelajaran karena mereka tidak hanya duduk mendengarkan dan mencatat
materi melainkan mereka juga melakukan percobaan yang dilakukan secara
langsung. Keempat, mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yang
10
dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Dengan mempelajari IPA
siswa akan dilatih untuk memiliki kepribadian yang baik seperti dapat
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Selain bersosialisasi dengan temannya,
siswa juga bersosialisasi dengan alam sekitar.
Mata Pelajaran IPA di SD menurut KTSP Standar Isi 2006 bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Dari pendapat di atas mata pelajaran IPA di SD memiliki tujuan seperti yakin
terhadap kebesaran Tuhan YME karena setelah mempelajari gejala-gejala alam
siswa dapat melihat keunikan dan keindahan yang ada alam. Dapat
mengembangkan pengetahuannya tentang alam sekitar yang bermanfaat bagi
kehidupan sehari-hari sehingga secara otomatis akan melatih siswa untuk berfikir
kritis dan bersikap positif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Selain
itu, juga memiliki kesadaran untuk menjaga dan menghargai alam sekitar
sehingga akan memperoleh bekal pengetahuan untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
2.3 Pembelajaran IPA dengan Metode Jigsaw
2.3.1 Model Pembelajaran
Menurut Komalasari (2010:57)
model
pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
11
disajikan secara khas oleh guru. Dalam pembelajarannya model pembelajaran
berisi pembelajaran dari awal sampai akhir pembelajaran sesuai dengan
karakteristik guru dalam mengajar. Model pembelajaran disesuaikan dengan
materi yang akan dipelajari. Model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi
siswa dan kondisi kelas diharapkan dapat memberikan pembelajaran yang
bermakna dan siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Apabila
model pembelajaran tidak disesuaikan dengan kondisi kelas, maka pembelajaran
yang berlangsung di kelas akan mengalami kendala seperti siswa akan lebih pasif
dalam mengikuti pembelajaran bahkan materi yang disampaikan guru tidak akan
terserap secara maksimal oleh siswa. Sedangkan, menurut Kurniasih dan Sani
(2015:18) model pembelajaran merupakan sebuah prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dalam
mengembangkan pembelajaran, maka guru harus pandai dalam menentukan
model pembelajaran yang disesuai dengan kondisi yang ada di dalam kelas.
Pemilihan model pembelajaran tidak hanya memperhatikan kondisi kelas tetapi
juga berdasarkan penyesuaian pada bahan pelajaran yang akan dipelajari agar
pembelajaran dapat berjalan secara efektif. Kurniasih dan Sani (2015:20) juga
menyatakan bahwa guru harus memperhatikan kondisi siswa, bahan pelajaran
serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan metode pembelajaran
dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa. Dalam
penerapan model pembelajaran di kelas guru harus memperhatikan karakteristik
siswa dikelas serta materi yang akan disampaikan model pembelajaran bertujuan
untuk mencapai tujuan belajar siswa. Apabila model pembelajaran tidak
disesuaikan dengan kondisi siswa dan materi pelajaran maka pembelajaran di
kelas akan cenderung pasif dan tidak kondusif. Pencapaian tujuan pembelajaran
tidak akan terlaksana dan bahkan siswa tidak akan mampu memahami materi
yang dijelaskan oleh guru.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa model pembelajaran adalah
bingkai pembelajaran dari awal sampai akhir dengan menggunakan prosedur yang
sistematis yang disesuaikan dengan kondisi siswa di kelas, bahan pelajaran dan
sumber-sumber belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penyajian model
12
pembelajaran disajikan sesuai dengan karakteristik guru yang mengajar di kelas.
Pemilihan model pembelajaran disesuaikan dengan kondisi siswa dan kondisi
kelas. Model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan kondisi
kelas akan memberikan pengaruh yang besar dalam pembelajaran seperti
pencapaian tujuan belajar. Model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
siswa dan kondisi kelas selain dapat mencapai tujuan belajar juga dapat
memberikan suasana kelas yang kondusif serta siswa di dalam kelas akan
cenderung aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, siswa juga
tidak akan merasa bosan dalam pembelajaran. Apabila pemilihan model
pembelajaran tidak disesuaikan dengan kondisi siswa dikelas akan berdampak
pada kekurang aktifan dan kebosanan siswa dalam mengikuti pelajaran sehingga,
materi pelajaran tidak dapat diserap secara maksimal.
2.3.2 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menekankan siswa belajar
dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya
terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat
heterogen (Komalasari, 2013:62). Pembelajaran kooperatif menekankan siswa
untuk belajar aktif dan memiliki sikap tanggung jawab karena siswa akan
bekerjasama dalam kelompok.
Pembagian kelompok dalam pembelajaran
kooperatif yaitu dengan pembagian kelompok secara heterogen. Sedangkan,
menurut Bern dan Erickson (dalam Komalasari 2013:62) pembelajaran kooperatif
merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan
menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerjasama untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil secara
heterogen. Keberhasilan dalam pembelajaran kooperatif tergantung dari kerjasama
yang dilakukan peserta didik. Pembelajaran kooperatif diharapkan dapat
meningkatkan rasa tanggung jawab dan motivasi siswa dalam belajar. Hal ini
sejalan dengan pendapat Huda (2013:111) yang berpendapat bahwa salah satu
asumsi yang mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif adalah bahwa
sinergi yang muncul melalui kerja sama akan meningkatkan motivasi yang jauh
13
lebih besar daripada melalui lingkungan kompetitif individu. Pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa karena siswa akan belajar
dan bekerjasama dengan kelompok serta tidak hanya mendengarkan penjelasan
dari guru saja tetapi juga melakukan aktifitas. Pembelajaran kooperatif akan
memberikan pengaruh yang besar dalam pembelajaran salah satu contohnya siswa
akan antusias dan senang dalam mengikuti pembelajaran karena siswa dituntut
untuk mampu bekerjasama sama dan bertanggungjawab dalam kelompok
sehingga siswa akan lebih mudah menyerap materi yang disampaikan guru dan
tidak bosan yang mengikuti pelajaran di kelas.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pembelajaran kooperatif adalah suatu
model pembelajaran di mana siswa di bagi dalam kelompok antara 2 sampai 5
orang untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembagian siswa dalam kelompok
dibagi secara heterogen. Pembelajaran kooperatif siswa ditekankan untuk belajar
dalam kelompok secara kolaboratif. Pembelajaran kooperatif diharapkan dapat
mencapai tujuan belajar karena siswa akan antusias dan senang dalam mengikuti
pembelajaran. Selain itu, pembelajaran kooperatif juga dapat menambah motivasi
siswa dalam belajar sehingga diharapkan prestasi belajar dapat tercapai secara
maksimal. Pembelajaran kooperatif siswa juga dapat menumbuhkan rasa
tanggung jawab siswa karena siswa tidak belajar secara individu melainkan akan
bekerja sama dengan teman kelompoknya.
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif (Riyanto 2012:266):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kelompok dibentuk dengan siswa kemampuan tinggi, sedang, rendah.
Siswa dalam kelompok sehidup semati.
Siswa melihat semua anggota mempunyai tujuan yang sama.
Membagi tugas dan tanggung jawab sama.
Akan dievaluasi untuk semua.
Berbagi kepemimpinan dan keterampilan untuk bekerja bersama.
Diminta mempertanggungjawabkan individual materi yang ditangani.
Berdasarkan pendapat di atas ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah siswa
akan dibagi dalam kelompok-kelompok kecil secara heterogen, siswa dalam setiap
kelompok akan bekerjasama dan memiliki rasa sehidup semati dan tujuan yang
sama karena apabila siswa tidak memiliki rasa sehidup semati dan tujuan yang
sama maka, kerjasama di dalam kelompok tidak akan dapat berjalan secara
14
maksimal karena siswa hanya mementingkan dirinya sendiri. Kemudian, siswa
juga di tuntut untuk memiliki rasa tanggung jawab terhadap materi yang di dapat
untuk di ajarkan kepada teman yang lain. Selain itu, juga berbagi sikap
kepemimpinan dan bekerjasama dalam kelompok. Dalam pembagian tugas dan
materi, setiap siswa di bagi secara adil tanpa ada yang mendapat tugas lebih
banyak atau lebih sedikit sehingga tidak ada siswa yang merasa diuntungkan atau
dirugikan.
2.3.3 Metode pembelajaran Jigsaw
Metode Jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson (1975). Metode
Jigsaw dapat diterapkan untuk materi-materi yang berhubungan dengan
keterampilan membaca, menulis, mendengarkan ataupun berbicara (Huda
2013:204). Penerapan metode Jigsaw diharapkan dapat meningkatkan daya pikir
siswa dalam memecahkan masalah, memiliki sikap tanggung jawab dan
bekerjasama. Metode Jigsaw merupakan suatu metode pembelajaran dengan cara
guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari
empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap
penguasaan setiap subtopik yang ditugaskan guru (Komalasari, 2013:65).
Pembelajaran metode Jigsaw yaitu dengan cara membagi siswa dalam kelompokkelompok kecil secara heterogen. Siswa dari masing-masing kelompok akan
bertanggungjawab terhadap tugas yang didapatkan. Karena apabila siswa tidak
memiliki rasa tanggung jawab maka, kerjasama dalam kelompok tidak akan dapat
berjalan secara baik dan materi tidak dapat dikupas dengan maksimal. Dalam
pembelajaran Jigsaw, guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk
aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas agar pengalaman belajar siswa
menjadi bermakna. Selain itu, siswa juga akan dilatih untuk berpikir kritis dalam
mengahadapi masalah dan dituntut untuk memiliki sikap bekerjasama dalam
kelompok. Karena tanpa adanya kerjasama yang baik akan menimbulkan
kekacauan dalam kelompok. Hal ini sejalan dengan pendapat Huda (2013:204)
yang menyatakan bahwa guru harus memberikan banyak kesempatan pada siswa
untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
15
Metode Jigsaw dapat memberikan keterampilan siswa dalam berkomunikasi,
mengolah informasi dan berpikir kritis karena penerapan metode Jigsaw diberikan
dalam bentuk kelompok untuk menyelesaikan tugas yang dihadapi. Siswa dalam
kelompok akan mendapatkan tugas yang berbeda-beda dari guru sehingga, mereka
juga akan memiliki rasa tanggung jawab untuk mengolah informasi yang didapat
agar bisa ditularkan kepada teman yang lain. Siswa diberikan kesempatan untuk
saling bertukar pikiran dan mengemukakan pendapatnya guna menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. Selain itu, siswa juga dilatih untuk berpikir kritis
dalam menyelesaikan masalah dan tugas yang didapat.
Jigsaw adalah metode pembelajaran untuk meningkatkan rasa tanggung
jawab siswa terhadap pembelajaran orang lain dan pembelajarannya sendiri
(Kurniasih dan Sani, 2015:24). Dalam pembelajaran Jigsaw, siswa memiliki
tangggung jawab dan kerjasama yang baik karena antara siswa yang satu dengan
siswa yang lain memiliki ketergantungan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Siswa di dalam kelompok harus saling mendukung satu sama lain
karena sangat berpengaruh terhadap hasil pembelajaran yang didiskusikan. Selain
kerjasama yang baik, keaktifan siswa dalam kelompok juga sangat dibutuhkan
karena berguna untuk menyelesaikan masalah secara mendalam. Apabila siswa
dalam kelompok tidak aktif maka akan tertinggal dengan teman-temanya dan
tidak dapat menjelaskan pengetahuannya kepada teman yang lain.
Jigsaw dapat meningkatkan “positive interdependence” dan saling pengertian
diantara peserta didik (Aronson, Blaney, Stephen, Sikes and Snapp dalam
Tampubolon, 2014:95). Hal ini disebabkan oleh pembentukan kelompok siswa,
dimana masing-masing siswa memiliki tugas dan tanggung jawab yang setara.
Tidak ada siswa yang mendapatkan tugas dan tanggung jawab lebih banyak atau
lebih sedikit. Jadi, dalam pembelajaran metode Jigsaw, siswa tidak akan merasa
dirugikan atau diuntungkan karena telah mendapatkan tugas dan tanggung jawab
yang setara sehingga siswa di dalam kelompok akan merasa saling pengertian dan
saling membantu. Dengan demikian, kerjasama dalam kelompok akan terjalin
secara baik sehingga di harapkan siswa akan lebih termotivasi mengikuti
pembelajaran dan secara otomatis hasil belajar siswa akan meningkat.
16
Dalam pembelajaran Jigsaw, siswa dibagi dalam beberapa kelompok belajar
yang heterogen yang beranggotakan 3-5 orang dengan menggunakan pola
kelompok asal dan kelompok ahli (Kurniasih dan Sani 2015:24). Kelompok asal
merupakan kelompok awal yang dibentuk dari beberapa kelompok ahli.
Kelompok asal ini dibentuk secara heterogen oleh guru. Setiap siswa dalam
kelompok asal akan mendapat tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda.
Sedangkan, kelompok ahli merupakan kelompok yang dibentuk dari berbagai
kelompok asal untuk mendalami dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
Kelompok ahli bertugas untuk mengerjakan dan mengupas tuntas materi yang
diberikan oleh guru kemudian dijelaskan kepada kelompok asal. Penjelasan dari
kelompok ahli kepada kelompok asal dilakukan secara tutor sebaya sehingga
diharapkan siswa akan lebih mampu memahami materi secara maksimal karena
siswa dari kelompok ahli menjelaskan kepada kelompok asal dengan gaya bahasa
yang setara dan siswa dari kelompok asal tidak akan sungkan menanyakan hal-hal
yang dianggapnya belum jelas. Siswa akan merasa tidak sungkan untuk bertanya
dengan temannya dari pada bertanya dengan guru. Hal ini diharapkan siswa akan
lebih paham dan mudah dalam menerima pelajaran sehingga hasil belajar siswa
akan lebih meningkat dan bermakna.
Dari beberapa pendapat di atas, metode Jigsaw adalah metode pembelajaran
yang menekankan pada anggota kelompok untuk bertanggungjawab atas tugas
masing-masing anggota untuk membelajarkan materi pelajaran kepada anggota
lain dalam kelompoknya. Pembelajaran dalam metode Jigsaw, siswa akan dibagi
menjadi kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3-5 orang secara
heterogen dengan pola kelompok asal dan kelompok ahli. Setiap siswa dalam
kelompok akan mendapatkan tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda.
Dalam metode Jigsaw siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan,
tetapi mereka juga harus siap memberikan dan membelajarkan materi tersebut
pada anggota kelompoknya. Dengan demikian, siswa akan lebih memahami
materi pelajaran karena siswa dijelaskan dengan temannya sendiri sehingga
mereka tidak akan merasa sungkan untuk bertanya tentang hal-hal yang belum
dipahaminya. Selain itu, siswa juga akan dilatih untuk berpikir kritis dalam
17
menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Apabila siswa lebih memahami materi
pelajaran secara otomatis hasil belajar siswa dapat meningkat.
Menurut Fathurrohman dan Sutikno (2007:8) agar pelaksanaan metode
Jigsaw bisa berjalan efektif, ada tiga tips yang harus ditempuh yaitu
langkah pertama, sebelum Jigsaw dilakukan maka terlebih dahulu peserta
didik diberi penjelasan secukupnya tentang topik yang akan didiskusikan.
Langkah kedua, amati keseluruhan kelompok (dengan berjalan
berkeliling secara periodik). Langkah ketiga, beri umpan balik baik
terkait materi maupun proses diskusi. Lakukan kuis atau evaluasi singkat
tentang materi yang telah didiskusikan selama proses pelaksanaan
Jigsaw.
Dari uraian diatas agar pelaksanaan metode Jigsaw dapat berjalan efektif
maka langkah yang dilakukan yaitu yang pertama, siswa diberikan penjelasan
sebelum melaksanakan diskusi. Hal ini dilakukan agar siswa tidak kebingungan
dalam bekerja dengan kelompok belajarnya dan lebih memahami apa yang akan
dilakukan. Apabila siswa langsung paham akan pekerjaan yang dilakukan dalam
kelompok maka, siswa tidak akan membuang-buang waktu dalam memahami
pekerjaannya. Langkah kedua, guru berkeliling sambil memberikan bantuan atau
penjelasan untuk kelompok yang kurang jelas. Hal ini dilakukan agar siswa tidak
merasa sungkan untuk bertanya dengan hal-hal yang belum dipahami karena
siswa sudah diberikan fasilitas oleh guru. Sehingga, siswa akan bekerjasama
dalam kelompok secara maksimal tanpa ada kebingungan. Langkah ketiga,
memberikan umpan balik terkait proses diskusi. Umpan balik ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat kepahaman siswa tentang materi pelajaran. Umpan balik
dilakukan dengan cara pemberian soal evaluasi secara singkat kepada masingmasing siswa seputar materi pelajaran yang didiskusikan oleh siswa.
Menurut Riyanto (2010:271) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Tipe
Jigsaw adalah:
1. Menggunakan strategi tutor sebaya
2. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok ASAL (home) dan
kelompok AHLI.
3. Dalam kelompok ahli peserta didik belajar secara kooperatif
menuntaskan topik yang sama sampai mereka menjadi AHLI
4. Dalam kelompok asal setiap siswa saling “mengajarkan” keahlian
masing-masing.
18
Dari uraian di atas hal-hal yang diperlukan dalam pembelajaran metode
Jigsaw adalah yang pertama penggunaan strategi tutor sebaya. Dengan
menggunaan strategi tutor sebaya diharapkan pembelajaran dapat berjalan lebih
efektif karena siswa akan bertugas untuk mengajari secara langsung kepada
temanya sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk bermain sendiri ataupun
merasa bosan. Selain itu, materi pelajaran akan mudah diterima oleh siswa karena
mereka bertugas membelajarkan dan belajar secara langsung dengan temannya.
Kedua, siswa akan dibagi ke dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Pembagian
siswa ke dalam kelompok asal bertujuan untuk membagi materi kepada setiap
siswa dengan topik bahasan yang berbeda. Sedangkan, pembagian siswa ke dalam
kelompok ahli bertujuan untuk mengelompokkan siswa dengan topik materi yang
sama yang kemudian akan dipecahkan secara bersama-sama. Ketiga, dalam
kelompok ahli siswa akan bekerjasama dengan teman satu kelompok untuk
memecahkan masalah yang sedang dihadapi secara tuntas. Dengan ini siswa akan
dilatih untuk berpikir secara kritis dalam memecahkan masalah yang sedang
dihadapinya. Selain itu, juga menekankan siswa untuk saling bekerjasama antar
anggota kelompok dalam mendiskusikan materi yang akan dipecahkan. Keempat,
dalam kelompok asal siswa akan saling mengajarkan kemampuan-kemampuan
yang di dapat dari diskusi kelompok ahli sehingga akan melatih siswa untuk
bertanggungjawab dan berkomunikasi tentang ide yang mereka dapat. Dengan ini,
diharapkan mereka akan lebih memahami materi yang di pelajari.
Kelebihan pembelajaran Jigsaw
Menurut Shoimin (2014:93) kelebihan Jigsaw antara lain:
 Kemungkinan murid dapat mengembangkan kreativitas, kemampuan
dan daya pemecahan masalah menurut kehendaknya sendiri.
 Hubungan antar guru dan murid berjalan secara seimbang dan
memungkinkan suasana belajar menjadi sangat akrab sehingga
memungkinkan harmonis.
 Memotivasi guru untuk bekerja lebih aktif dan kreatif.
 Mampu memadukan berbagai pendekatan belajar, yaitu pendekatan
kelas, kelompok dan individual.
19
Menurut Kurnaniasih dan Sani (2015:25) Jigsaw memiliki beberapa
kelebihan, yaitu:



Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada
kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekanrekannya.
Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih
singkat.
Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam
berbicara dan berpendapat.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas kelebihan dari metode pembelajaran
Jigsaw adalah dapat mengembangkan kreativitas, kemampuan dan daya pikir
siswa karena siswa dituntut untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara
tuntas. Setelah terpecahnya masalah yang dihadapi siswa akan bertugas untuk
membelajarkan pengetahuannya kepada teman yang lain sehingga mereka akan
lebih pandai dalam berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain tentang ideide yang mereka punya. Selain pandai berbicara dan berkomunikasi, siswa juga
pandai dalam bekerjasama dan bertanggungjawab atas tugas yang mereka
dapatkan. Siswa yang diajari dengan temannya akan cenderung lebih mudah
memahami materi pelajaran karena dijelaskan dengan gaya bahasa yang setara
dan tidak sungkan untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami. Selain
itu, hubungan antara guru dan murid berjalan akrab sehingga menimbulkan
suasana belajar yang harmonis. Guru akan lebih senang dan bekerja lebih giat lagi
untuk mengajar dan memfasilitasi siswa di kelas karena siswa sudah aktif dalam
pembelajaran dan memiliki motivasi dalam belajar.
Kelemahan pembelajaran Jigsaw
Menurut Shoimin (2014:93) kelemahan metode Jigsaw antara lain:
 Jika guru tidak mengingatkan agar siswa selalu menggunakan
keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok masingmasing, dikhawatirkan kelompok akan macet dalam pelaksanaan
diskusi.
 Jika anggota kelompoknya kurang akan menimbulkan masalah.
 Membutuhkan waktu yang lebih lama, apalagi bila penataan ruang
belum terkondisikan dengan baik sehingga perlu waktu untuk
mengubah posisi yang dapat menimbulkan kegaduhan.
20
Menurut Kurnaniasih dan Sani (2015:25) Jigsaw memiliki beberapa
kelemahan, yaitu:
 Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi dan cenderung
mengontrol jalannya diskusi
 Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfikir rendah akan
mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk
sebagai tenaga ahli.
 Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.
 Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk
mengikuti proses pembelajaran.
Dari pernyataan beberapa ahli di atas kelemahan dari metode Jigsaw yaitu
dalam pembelajaran guru harus selalu mengkondisikan siswa untuk bekerjasama
dalam kelompok karena apabila siswa tidak bekerjasama dengan baik
dikhawatirkan kelompok tidak dapat berjalan dengan maksimal. Siswa yang
pandai akan lebih mendominasi dan aktif dalam kelompok sehingga siswa yang
kurang aktif akan merasa ditiadakan. Selain itu, siswa yang kesulitan dalam
berkompetisi akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran sehingga
mereka akan sulit memecahkan masalah yang dihadapi dan sulit menerima materi
pelajaran. Kemudian, jika anggota dalam kelompok tidak sesuai dengan jumlah
masalah yang akan dibahas maka pembelajaran tidak bisa berjalan secara
maksimal karena pembagian materi pelajaran memerlukan jumlah siswa setiap
kelompok berjumlah sama. Penerapan metode pembelajaran Jigsaw juga
membutuhkan waktu yang lama karena siswa bekerjasama dalam kelompok
sehingga apabila ada siswa yang kurang dalam menerima pelajaran maka siswa
yang lain harus menunggu. Setiap kelompok memiliki kecepatan bekerjasama
yang berbeda-beda sehingga kelompok yang lebih cepat selesai harus menunggu
kelompok lain yang belum selesai.
Langkah-langkah dalam pembelajaran Jigsaw
Menurut Aronson, Blaney, Stephen, Sikes and Snapp (dalam Riyanto,
2010:271) langkah-langkah pembelajaran tipe Jigsaw:
1. Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim.
2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda.
3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
21
4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/subbab
yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk
mendiskusikan sub bab mereka.
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kelompok
kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim
mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
7. Guru memberi evaluasi.
8. Penutup.
Menurut Huda (2013:204) langkah-langkah metode Jigsaw dapat dilihat
sebagai berikut:
1. Guru membagi topik pelajaran menjadi empat bagian/subtopik
2. Sebelum subtopik-subtopik itu diberikan, guru memberikan
pengenalan mengenai topik yang akan dibahas pada pertemuan hari
itu.
3. Siswa dibagi dalam kelompok berempat.
4. Bagian/subtopik pertama diberikan pada siswa 1, sedangkan siswa 2
menerima bagian/subtopik yang kedua.
5. Siswa diminta membaca/mengerjakan bagian/subtopik mereka
masing-masing.
6. Setelah selesai, siswa saling berdiskusi mengenai bagian/subtopik
yang dikerjakan masing-masing bersama rekan-rekan 1 anggota.
7. Khusus untuk kegiatan membaca, guru dapat membagi bagian-bagian
sebuah cerita yang belum utuh kepada masing-masing siswa.
8. Kegiatan bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik tersebut.
Berdasarkan pendapat ahli diatas, maka untuk menerapkan pembelajaran
Jigsaw dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Guru melakukan apersepsi.
2. Guru menjelaskan materi pelajaran.
3. Guru menjelaskan metode pembelajaran Jigsaw.
4. Siswa dibagi ke dalam anggota kelompok yang terdiri dari 3-5 peserta didik
dengan kemampuan yang heterogen.
5. Pembagian materi atau soal pada setiap anggota kelompok dengan bagian
materi yang berbeda.
6. Peserta didik dengan materi atau soal yang sama bergabung dalam kelompok
ahli dan berusaha menguasai materi sesuai dengan soal yang diterima.
22
7. Setelah selesai diskusi sebagai kelompok ahli tiap anggota kembali ke
kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu kelompok mereka tentang
materi atau soal yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan
dengan sungguh-sungguh.
8. Terjadi proses diskusi antar peserta didik dalam kelompok asal.
9. Tiap kelompok ahli mempresentasikan hasil diskusi.
10. Guru bersama siswa membahas hasil diskusi.
11. Guru memberikan evaluasi kepada setiap kelompok.
2.3.4 Penerapan Metode Pembelajaran Jigsaw Berbantuan Media Komik
pada Kelas 5 SD Mata Pelajaran IPA
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dikemas berdasarkan
prosedur yang sesuai. Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan langkah awal
yang dilakukan yaitu dengan membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran).
Setiap guru dalam satuan pendidikan wajib membuat RPP secara lengkap dan
sistematis. Agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, menyenangkan, dan
memotivasi peserta didik untuk berperan aktif. RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran) disusun untuk setiap KD yang dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan
yang disesuaikan dengan jadwal yang tersedia (Permendiknas No. 41 Tahun
2007).
Sesuai dengan peraturan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 bahwa
pelaksanaan pembelajaran meliputi 3 tahapan yaitu pendahuluan, inti dan
penutup.
1. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran.
2. Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD.
Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
23
3. Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri
aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman
atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak
lanjut.
Dari pendapat di atas ada tiga tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran di
kelas yang pertama yaitu kegiatan pendahuluan yang berisi motivasi untuk
memfokuskan perhatian siswa. Sehingga, siswa akan lebih siap dan aktif dalam
mengikuti pembelajaran di kelas. Kedua yaitu kegiatan inti yang dilakukan secara
sistematis melalui proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Kegiatan inti
dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan dan menantang. Ketiga,
kegiatan penutup berisi kesimpulan atau rangkuman pembelajaran dan mengakhiri
aktivitas pembelajaran. Apabila pelaksanaan pembelajaran disesuaikan dengan
standar proses tersebut maka diharapkan pembelajaran di dalam kelas akan lebih
bermakna sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan ketentuan Permendiknas No.41
Tahun 2007.
1. Kegiatan Pendahuluan
a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran
b. menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
2. Kegiatan Inti
a. Eksplorasi
1. melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam
tentang topik/tema materi yang akan dipelajari.
b. Elaborasi
1. memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi,
dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan
maupun tertulis
2. memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan
kolaboratif
3. memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang
dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun
kelompok
4. memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja
individual maupun kelompok
24
c. Konfirmasi
1. memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk
lisan,tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan
peserta didik,
2. memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk
memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
3. Kegiatan Penutup
a. bersama-sama dengan peserta didik membuat rangkuman/simpulan
pelajaran
b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram
Dari pendapat di atas ada tiga tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran di
kelas yang pertama yaitu kegiatan pendahuluan yang berisi motivasi untuk
memfokuskan perhatian siswa. Sehingga, siswa akan lebih siap dan aktif dalam
mengikuti
pembelajaran
di
kelas.
Selain
memberikan
motivasi
juga
menyampaikan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran. Kedua yaitu
kegiatan inti yang dilakukan secara sistematis melalui proses eksplorasi yang
berisi tentang penggalian pengetahuan siswa terhadap materi yang akan dipelajari,
elaborasi berisi tentang pemberian tugas yang diberikan guru untuk dilesaikan dan
kemudian dipresentasikan serta konfirmasi berisi umpan balik positif dan refleksi.
Kegiatan inti dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan dan
menantang. Ketiga, kegiatan penutup berisi kesimpulan atau rangkuman
pembelajaran dan mengakhiri aktivitas pembelajaran. Apabila pelaksanaan
pembelajaran disesuaikan dengan standar proses tersebut maka diharapkan
pembelajaran di dalam kelas akan lebih bermakna yang nantinya dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Pemilihan metode pembelajaran juga
menentukan keberhasilan dalam pembelajaran. Metode pembelajaran dalam kelas
harus disesuaikan kondisi dan materi yang akan dipelajari. Apabila dalam
pemilihan metode pembelajaran tepat maka siswa dalam mengikuti pembelajaran
akan lebih aktif dan termotivasi. Salah satu metode pembelajaran yang dapat
membangkitkan motivasi siswa yaitu metode pembelajaran Jigsaw dengan
berbantuan media komik karena pembelajaran Jigsaw menekankan siswa untuk
bekerjasama dalam kelompok dan melatih siswa untuk berfikir secara kritis. Siswa
tidak akan merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran karena mereka tidak
25
hanya duduk mendengarkan saja tetapi juga melakukan aktivitas dalam
pembelajaran. Apalagi dalam pembelajarannya metode Jigsaw yang dibantu
dengan media komik juga akan semakin menambah motivasi siswa karena dalam
pembelajarannya media pembelajaran komik berisi tentang gambar-gambar dan
tulisan yang sesuai dengan materi pelajaran sehingga siswa akan lebih tertarik dan
antusias dalam pembelajaran. Apabila siswa lebih tertarik dan termotivasi dalam
belajar maka dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam kelas.
Sintak metode pembelajaran Jigsaw berbantuan media komik pada mata
pelajaran IPA yang disesuaikan dengan standar proses.
1. Kegiatan Pendahuluan
a. Guru memberikan salam dan mengkondisikan siswa di dalam proses
pembelajaran.
b. Melakukan apersepsi dengan cara mengajukan pertanyaan.
c. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa setelah
melakukan pembelajaran.
2. Kegiatan Inti
a. Eksplorasi
 Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan bertanya jawab.
 Guru menyampaikan materi pelajaran dengan bantuan media komik.
 Guru menjelaskan aturan tentang metode pembelajaran Jigsaw.
 Siswa dibagi ke dalam anggota kelompok yang terdiri dari 3-5 peserta
didik dengan kemampuan yang heterogen.
 Pembagian materi atau soal pada setiap anggota kelompok dengan bagian
materi yang berbeda (kelompok asal).
 Peserta didik dengan materi atau soal yang sama bergabung dalam
kelompok ahli dan berusaha menguasai materi sesuai dengan soal yang
diterima.
26
 Di dalam kelompok ahli siswa diminta untuk berdiskusi tentang materi
atau soal yang diberikan.
 Setelah selesai diskusi sebagai kelompok ahli tiap anggota kembali ke
kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu kelompok mereka
tentang materi atau soal yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
b. Elaborasi
 Perwakilan tiap kelompok ahli mempresentasikan hasil diskusi.
 Guru bersama siswa membahas hasil diskusi.
c. Konfirmasi
 Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya tentang hal-hal yang belum
dipahami.
 Guru memberikan penguatan kepada siswa atas materi yang mereka
kerjakan.
3. Kegiatan Penutup
a. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.
b. Guru bersama siswa melakukan refleksi.
c. Guru melakukan evaluasi tentang pembelajaran.
d. Guru menutup pelajaran dengan salam.
27
2.4 Media Komik
Kata media berasal dari bahasa Latin merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Medoe adalah
perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Menurut Gagne
(dalam Bachtiar 2014:6) media pembelajaran adalah berbagai jenis komponen
dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Media
pembelajaran dirancang oleh guru disesuaikan dengan materi dan kondisi siswa di
kelas. Media pembelajaran digunakan untuk mempermudah penyampaian materi
pelajaran. Selain itu juga digunakan untuk menarik perhatian siswa di kelas
sehingga, dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalam belajar.
Penggunaan media pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan hasil belajar
siswa karena siswa merasa lebih paham dan tertarik dalam mengikuti
pembelajaran. Sedangkan, menurut Briggs (dalam Bachtiar 2014:6) media
pembelajaran adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta
merangsang siswa untuk belajar. Buku, film kaset, film bingkai adalah contohcontohnya. Media pembelajaran sangat diperlukan untuk membantu dalam proses
pembelajaran. Materi pembelajaran yang sulit dijelaskan dengan penjelasan guru
bisa dibantu dengan penggunaan media pembelajaran. Selain itu, siswa tidak
hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja tetapi akan lebih banyak
melakukan kegiatan dalam belajar seperti mengamati, melakukan dan lain-lain.
Menurut Sudjana dan Rivai (2010:3) bahwa penggunaan media pengajaran
dalam proses pengajaran sangat dianjurkan untuk mempertinggi kualitas
pengajaran. Dengan penggunaan media pembelajaran yang sesuai dengan materi
ajar diharapkan dapat mencapai hasil belajar yang tinggi. Pemilihan media
pembelajaran disesuaikan dengan kondisi kelas agar dapat memaksimalkan
kegiatan belajar di dalam kelas. Pengguaan media pembelajaran juga bertujuan
untuk mempermudah siswa dalam menerima pelajaran dan tidak merasa bosan
karena siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar.
Media pembelajaran diharapkan dapat mencapai hasil belajar yang tinggi.
Penggunaan media pembelajaran akan lebih berarti jika sesuai dengan kondisi
siswa di kelas dan materi pelajaran. Dengan penggunaan media pembelajaran
28
akan lebih menarik perhatian siswa sehingga menumbuhkan minat dan motivasi
siswa. Pemilihan media pembelajaran harus disesuaikan dengan materi pelajaran
dan kondisi siswa di kelas. Materi pelajaran kadang memperlukan bantuan media
pembelajaran untuk penyampaiannya agar mudah diterima oleh siswa.
Menurut Sudjana dan Rivai (2010:3) ada beberapa jenis media pengajaran
yang biasa digunakan dalam proses pengajaran.
1. Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster,
kartun, komik dan lain-lain.
2. Media tiga dimensi yaitu dalam bentuk metode seperti metode padat
(solid metode), metode penampang, metode susun, metode kerja, mock
up, diorama dan lain-lain.
3. Media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP dan
lain-lain.
4. Penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.
Komik merupakan salah satu media grafis yang digunakan dalam
pembelajaran. Komik juga digunakan untuk membantu siswa dalam memahami
materi pelajaran dan minat baca siswa. Komik berisi tulisan dan gambar-gambar
yang membentuk cerita yang runtut. Menurut Sudjana dan Rivai (2010:64) komik
di definisikan sebagai suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan
memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan
dirancang untuk memberikan hiburan kepada para pembaca. Media pembelajaran
komik digunakan untuk membantu siswa dalam menumbuhkan minat belajar
sehingga siswa tidak akan merasa terpaksa dalam mengikuti pembelajaran di
kelas. Selain itu, media pembelajaran komik juga akan membantu siswa untuk
memahami materi pelajaran dan minat baca siswa terhadap materi pelajaran.
Karena pada hakikatnya siswa akan lebih cenderung menyukai buku yang berisi
gambar beserta tulisan dari pada hanya buku yang berisi tulisan saja.
Pembelajaran media komik berupa gambar yang berisi serangkaian cerita yang
saling berhubungan. Sedangkan, menurut Gumelar (2011:7) komik adalah urutanurutan gambar yang ditata sesuai tujuan dan filosofi pembuatannya hingga pesan
cerita tersampaikan, komik cenderung diberi lattering yang diperlukan sesuai
dengan kebutuhan. Media komik akan membantu siswa untuk menciptakan minat
belajar dan keterampilan membaca karena siswa akan lebih suka membaca tulisan
29
yang disertai gambar-gambar. Dengan menggunakan media komik pembelajaran
siswa akan cenderung lebih paham dan mengerti. Apabila siswa lebih memahami
materi pelajaran diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat. Hal ini sejalan
dengan pendapat Sudjana dan Rivai (2010:68) yang menyatakan bahwa peranan
pokok dari buku komik dalam pengajaran adalah kemampuannya dalam
menciptakan minat para siswa. Selain menciptakan minat siswa dalam belajar,
komik juga berfungsi untuk menumbuhkan ketertarikan siswa dalam mengikuti
pembelajaran di kelas. Secara otomatis siswa akan lebih suka membaca komik
yang berisi materi pelajaran beserta gambar-gambar dibandingkan dengan buku
pelajaran yang penuh dengan tulisan. Dengan adanya media pembelajaran komik
diharapkan siswa tidak akan merasa terpaksa dalam membaca buku sehingga
pengetahuan siswa menjadi berkembang.
Dari beberapa pendapat di atas komik adalah sebuah gambar kartun yang
membentuk cerita dalam urutan gambar-gambar yang berhubungan erat. Media
komik berfungsi untuk menumbuhkan minat membaca siswa karena tidak hanya
berisi tulisan saja melainkan tulisan beserta gambar-gambar. Selain itu, siswa
tidak akan merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Media
pembelajaran komik juga berguna untuk membantu siswa dalam memahami
materi pelajaran dengan mudah karena mereka tidak merasa terpaksa dalam
membaca dan mempelajarinya. Apabila siswa lebih mudah memahami materi
pelajaran diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat.
2.5 Hasil Belajar
Menurut Fathurrohman dan Sutikno (2007:180) hasil belajar adalah
kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah mengalami aktivitas belajar.
Kemampuan yang dimiliki antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya
berbeda-beda karena pengalaman belajar yang dialami antara peserta didik yang
satu dengan yang lain berbeda-beda. Di sekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari
penguasaan peserta didik terhadap mata pelajaran yang ditempuhnya. Selain
penguasaan materi juga dapat dilihat dari perubahan tingkah laku siswa.
Perubahan tingkah laku yang dialami siswa setelah mengalami aktivitas belajar
30
akan lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan, menurut Suprijono (2012:7) hasil
belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu
aspek potensi kemanusaiaan saja. Perubahan perilaku siswa dapat berupa
perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan. Perubahan pengetahuan siswa
biasanya akan menjadi lebih baik dari pengetahuan yang dimiliki sebelumnya
misalnya siswa dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti
menjadi mengerti dan lain sebagainya. Perubahan pengetahuan siswa biasanya
dilihat dari nilai siswa setelah mengerjakan soal evaluasi. Perubahan sikap siswa
dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya misalnya dari yang tidak sopan menjadi
sopan. Perubahan keterampilan juga dapat lebih baik dari sebelumnya misalnya
dari yang tidak bisa melakukan sesuatu menjadi bisa melakukan sesuatu.
Menurut Bloom (dalam Suprijono, 2012:6) hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.
Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan),
comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh),
aplication (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan
hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk
bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah
receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing
(nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi).
Psikomotor juga mencakup kererampilan produktif, teknik, fisik, sosial,
manajerial dan intelektual.
Menurut Gagne (dalam Dahar, 2011:118) ada lima macam hasil belajar, tiga
di antaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu lagi bersifat
psikomotorik. Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil
belajar disebut kemampuan. Hasil belajar dihasilkan dari aktivitas siswa setelah
melakukan aktivitas belajar yang berupa perubahan dalam hal kognitif yang
berhubungan dengan pengetahuan, afektif yang berhubungan dengan sikap dan
psikomotorik yang berhubungan dengan keterampilan. Masing-masing dari jenis
hasil belajar dapat diterapkan dengan bahan pembelajaran yang sesuai.
Sedangkan, menurut Lindgren (dalam Suprijono, 2012:6) hasil pembelajaran
meliputi kecakapan, informasi, pengertian dan sikap. Hasil belajar dapat diukur
setelah siswa mengalami proses belajar. Hasil belajar siswa dapat berupa
31
perubahan perilaku yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan perilaku siswa
dapat berupa kecakapan dalam menyelesaikan sesuatu, tambahan informasi, dan
sikap yang lebih baik misalnya dari yang tidak sopan menjadi sopan dan
sebagainya.
Menurut Dimyati dan Mudjiyono (2009:3) hasil belajar merupakan hasil dari
suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar siswa di dapat
dari siswa setelah mengalami proses pembelajaran. Hasil belajar siswa dapat
berupa perubahan perilaku yang dimiliki seseorang baik berupa pengetahuan,
sikap dan keterampilan. Perubahan perilaku yang dimiliki siswa akan lebih baik
dari sebelumnya misalnya perubahan dalam hal pengetahuan yaitu dari yang tidak
tahu menjadi menjadi tahu dan sebagainya, perubahan dalam hal sikap yaitu yang
yang tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya serta perubahan dalam hal
keterampilan yaitu dari yang tidak bisa melakukan sesuatu menjadi bisa
melakukan sesuatu dan sebagainya.
Merujuk pada pemikiran Gagne (Suprijono, 2012:5), hasil belajar berupa:
1. Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep
dan lambang.
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri.
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme
gerak jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadapat objek tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas hasil belajar merupakan kemampuan
yang dimiliki peserta didik setelah mengalami aktivitas belajar berupa perubahan
perilaku siswa yang mencakup kemampuan kognitif, psikomotor dan afektif.
Perubahan kemampuan kognitif berhubungan dengan pengetahuan, peribahan
psikomotor
berhubungan
dengan
keterampilan
dan
perubahan
afektif
berhubungan dengan sikap. Perubahan perilaku siswa setelah mengalami proses
pembelajaran akan lebih baik dari sebelumnya misalnya perubahan dalam hal
pengetahuan misalnya dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti
32
menjadi mengerti dan sebagainya, perubahan dalam hal keterampilam misalnya
dari yang tidak bisa melakukan sesuatu menjadi bisa melakukan sesuatu dan
sebagainya serta perubahan dalam hal sikap dari yang tidak patuh menjadi patuh
dan sebagainya.
2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap proses dan hasil belajar
adalah kondisi internal dan eksternal peserta didik. Kondisi internal mencakup
kondisi fisik, kondisi psikis dan kondisi sosial. Sedangkan, faktor eksternal
mencakup materi belajar, suasana belajar, tempat belajar dan sebagainya (Rifa’i
dan Anni, 2009:97). Kondisi internal dan kondisi eksternal sangat berpengaruh
terhadap hasil belajar. Hasil belajar digunakan untuk tolok ukur keberhasilan
siswa dalam belajar. Misalnya kondisi internal yang mempengaruhi keberhasilan
belajar yaitu apabila dalam pembelajaran siswa tidak dalam kondisi kesehatan
yang baik maka akan mempengaruhi hasil belajar siswa sehingga pemerolehan
hasil belajar tidak maksimal. Selain itu, apabila ada siswa yang mengalami
kendala mata minus juga akan mempengaruhi hasil belajar siswa karena siswa
tidak jelas dalam melihat tulisan yang jauh. Kondisi eksternal juga berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa misalnya materi pelajaran yang sulit apabila tidak
diimbangi dengan penggunaan metode pembelajaran siswa akan kesulitan dalam
menerima pelajaran sehingga hasil belajarnya tidak dapat dicapai secara
maksimal.
Menurut Zulfa (2010:68) faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
belajar mengajar secara garis besar hanya ada dua, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
1. Faktor Intern.
Faktor internal ini meliputi:
a. Faktor Jasmaniah: kesehatan, kelebihan dan kekurangan tubuh.
b. Faktor psikologis: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, kelelahan.
c. Faktor kelelahan: kelelahan jasmani/rohani.
2. Faktor Ekstern.
Faktor ekstern ini berupa:
33
a. HomeSchooling: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi orang tua,
pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan.
b. Schooling: kurikulum, metode, relasi guru-siswa, relasi siswasiswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar
pelajaran, keadaan gedung, gaya belajar, tugas rumah.
c. Community: kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman
bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
Faktor internal dan faktor eksternal merupakan faktor yang sangat penting
dalam mempengaruhi hasil belajar karena saling berhubungan satu sama lain.
Hasil belajar siswa digunakan untuk tolok ukur keberhasilan siswa dalam belajar.
Apabila dalam pembelajaran antara faktor internal dan eksternal dapat berjalan
dengan baik dan seimbang dipastikan hasil belajar siswa akan tercapai secara
maksimal. Sedangkan, apabila faktor internal dan eksternal tidak berjalan dengan
baik dapat dipastikan hasil belajar siswa akan terganggu misalnya pengaruh dari
faktor internal siswa yang sedang sakit akan mengalami kendala dalam mengikuti
pembelajaran karena fungsi tubuhnya tidak dapat berkerja secara optimal. Selain
itu, siswa yang sedang tidak memiliki minat dan motivasi belajar akan mengalami
kendala dalam mengikuti pembelajaran sehingga hasil belajarnya tidak dapat
dicapai secara maksimal. Untuk itu guru harus menggunakan metode
pembelajaran yang dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalam
mengikuti pembelajaran. Contoh pengaruh faktor eksternal untuk pencapaian hasil
belajar dari sekolah salah satunya apabila relasi antara guru dengan siswa tidak
berjalan dengan baik maka hasil belajar tidak akan dapat dicapai secara optimal.
Untuk itu guru harus mampu menjalin hubungan yang baik dengan siswa. Contoh
lain yaitu metode mengajar guru di kelas juga berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Apabila di kelas guru menggunakan metode mengajar yang tidak
disesuaikan dengan kondisi siswa di kelas maka, minat dan motivasi siswa dalam
mengikuti pembelajaran di kelas akan berkurang. Oleh karena itu, guru harus
pandai memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa di kelas
dan materi pelajaran yang akan diajarkan. Selain itu, kegiatan siswa dalam
masyarakat juga berpengaruh terhadap hasil belajar. Apabila siswa dilingkungan
masyarakat bergaul dengan orang-orang yang sudah tidak bersekolah dan
34
memiliki sifat yang malas untuk belajar secara otomatis akan menular kepada
siswa yang selalu bermain bersama. Untuk itu orang tua harus pandai-pandai
menjaga dan mengatur waktu anaknya untuk bermain.
Berdasarkan pendapat di atas hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktorfaktor yang mendasar. Faktor internal dan eksternal sangat mempengaruhi hasil
belajar siswa di sekolah. faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam
diri individu seperti minat, kesehatan, motivasi dan bakat siswa. Sedangkan,
faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar siswa seperti faktor
keluarga di rumah, faktor guru dalam mengajar di kelas dan faktor masyarakat.
Faktor internal dan faktor eksternal merupakan faktor yang sangat berpengaruh
untuk pencapaian hasil belajar untuk itu faktor internal dan eksternal harus
berjalan secara seimbang dan baik.
2.5.2 Pengukuran Hasil Belajar
Menurut Majid (2014:27) penilaian dan pengukuran hasil belajar dilakukan
dengan menggunakan tes hasil belajar, terutama hasil belajar kognitif berkenaan
dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan
pengajaran. Ukuran hasil belajar siswa dapat diperoleh dari aktivitas belajar.
Pengukuran hasil belajar digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
mengikuti pembelajaran. Hasil belajar yang diperoleh siswa setelah mengikuti
pembelajaran harus mencapai hasil belajar yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Hasil belajar siswa digunakan guru untuk mengukur kemampuan siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran dan mengukur pencapaian tujuan pendidik.
Pengukuran dalam hasil belajar harus mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik. Instrumen yang sering digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa yaitu dengan teknik tes dan non-tes. Teknik tes yaitu meliputi
tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan. Sedangkan, non tes yaitu meliputi
portofolio, jurnal, angket, wawancara dan observasi.
Pada penelitian kali ini, peneliti mengukur hasil belajar pada siswa kelas 5
SD Negeri Rowosari kecamatan Tuntang kabupaten Semarang semester II tahun
2015/2016 dengan menggunakan teknik tes dan non tes. Hasil belajar dalam
35
penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes,
pengamatan/observasi, dan tugas kelompok.
2.6 Hubungan Antara Metode Pembelajaran Jigsaw dan Hasil Belajar Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA)
Metode Jigsaw adalah metode pembelajaran yang menekankan pada anggota
kelompok untuk bertanggungjawab atas tugas masing-masing anggota untuk
membelajarkan materi pelajaran kepada anggota lain dalam kelompoknya.
Pembelajaran dalam metode Jigsaw, siswa akan dibagi menjadi kelompokkelompok kecil yang beranggotakan 3-5 orang secara heterogen dengan pola
kelompok asal dan kelompok ahli. Setiap
siswa dalam kelompok akan
mendapatkan tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Dalam metode
Jigsaw siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga
harus siap memberikan dan membelajarkan materi tersebut pada anggota
kelompok lain. Dengan demikian, siswa akan lebih memahami materi pelajaran
karena siswa dijelaskan dengan temannya sendiri sehingga mereka tidak akan
merasa sungkan untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya. Selain
itu, siswa juga akan dilatih untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapinya. Metode Jigsaw juga melatih siswa untuk tanggung jawab dan
dapat bekerjasama dalam kelompok dengan baik. Dengan kerjasama dalam
kelompok siswa akan memperoleh informasi tentang materi yang dibahas
sehingga guru tidak hanya sebagai satu-satunya sumber belajar melainkan beralih
sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
Dalam penelitian ini peneliti tidak hanya menggunakan metode pembelajaran
Jigsaw saja melainkan dengan bantuan media pembelajaran komik. Media komik
merupakan salah satu media grafis untuk membantu siswa dalam memahami
materi pelajaran dan minat baca siswa. Media komik berfungsi untuk
menumbuhkan minat membaca siswa karena tidak hanya berisi tulisan saja
melainkan tulisan beserta gambar-gambar kartun. Selain itu, siswa tidak akan
merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Media pembelajaran komik
juga berguna untuk membantu siswa dalam memahami materi pelajaran dengan
36
mudah
karena
mereka
tidak
merasa
terpaksa
dalam
membaca
dan
mempelajarinya. Apabila siswa lebih mudah memahami materi pelajaran maka
hasil belajar siswa akan meningkat.
Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran dengan materi yang banyak
karena mata pelajaran IPA mempelajari tentang gejala-gejala alam beserta isinya.
Mata pelajaran IPA juga mengajarkan alam yang berhubungan dengan kehidupan
nyata. Dalam pembelajarannya mata pelajaran IPA tidak hanya menuntut siswa
untuk menghafal materi saja tetapi juga harus mempunyai pemahaman yang
mendalam tentang materi yang akan dipelajari. Selain itu, dalam pembelajarannya
siswa tidak hanya duduk dan mendengarkan penjelasan guru saja melainkan harus
melakukan aktivitas dalam belajar untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
secara kritis dan bertanggungjawab.
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa secara optimal, salah satu caranya
yaitu dengan menciptakan kondisi kelas yang menyenangkan saat kegiatan belajar
mengajar dalam kelas berlangsung. Untuk itu diperlukan metode pembelajaran
yang efektif yang sesuai dengan kondisi kelas. Pemilihan metode pembelajaran
harus disesuaikan dengan kondisi siswa di kelas dan materi pelajaran yang akan
diajarkan. Apabila dalam pemilihan metode pembelajaran tidak tepat maka siswa
di dalam kelas akan cenderung pasif dan bosan sehingga hasil belajar siswa tidak
akan dapat dicapai secara maksimal. Salah satu metode pembelajaran yang dapat
menumbuhkan keaktifan dan motivasi siswa dalam belajar adalah metode Jigsaw.
Metode pembelajaran Jigsaw menekankan siswa untuk berfikir secara kritis dan
bertanggungjawab.
Karena
dalam
pembelajarannya
siswa
tidak
hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan
dan membelajarkan materi tersebut pada teman yang lain. Untuk pembelajaran di
kelas akan lebih aktif dan menyenangkan karena siswa tidak hanya duduk
mendengarkan penjelasan guru melainkan juga melakukan aktivitas dalam
pembelajaran. Dengan hal tersebut diharapkan metode pembelajaran Jigsaw
dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
37
2.7 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
Penelitian yang dilakukan oleh Slamet Suharti tahun 2013 dengan hasil
penelitian yang diperoleh adalah terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar. Hal
ini tampak adanya peningkatan hasil belajar IPA dengan ditunjukkan banyaknya
siswa yang tuntas belajar secara klasikal, pada siklus I diperoleh presentase
78,94% dan pada siklus II menjadi 89,47% dengan nilai rata-rata siklus I
diperoleh 76,52 dan pada siklus II menjadi 81,94. Hal ini berarti bahwa metode
pembelajaran Jigsaw dapat terbukti meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 pada
mata pelajaran IPA.
Penelitian yang dilakukan Dalimin tahun 2012 dengan hasil penelitian yang
diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar dapat dilihat pada skor rata-rata
yakni pada kondisi pra siklus sebesar 62,5, siklus I naik menjadi 65,5 dan pada
siklus II naik lagi menjadi 73. Jadi terbukti bahwa penggunaan metode
pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 6 pada mata
pelajaran IPA.
Penelitian yang dilakukan Pratiningsih tahun 2013 dengan hasil penelitian
yang diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar. Hasil penelitian yang
diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar siswa dilihat pada ketuntasan
belajar yaitu 32% pada prasiklus, naik pada siklus I menjadi 58% serta 87% pada
siklus II, dan skor rata-rata yakni pada kondisi pra siklus sebesar 51,40, siklus I
naik menjadi 62,42 dan pada siklus II naik lagi menjadi 75,65. Hal ini berarti
bahwa metode pembelajaran Jigsaw dapat terbukti meningkatkan hasil belajar
siswa kelas 4 pada mata pelajaran IPA.
Penelitian yang dilakukan Dwi Priyo tahun 2011 dengan hasil penelitian yang
diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar terlihat dari nilai rata-rata siswa
sebelum dilakukan tindakan sebesar 64 naik menjadi 82,5 sehingga terjadi
peningkatan sebesar 18,5%. Dan ketuntasan belajar siswa yang pada kondisi
awalnya hanya 36% menjadi 86% pada silkus II. Hal bahwa metode pembelajaran
Jigsaw dapat terbukti meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 pada mata
pelajaran IPA.
38
Penelitian yang dilakukan Suyikno tahun 2013 dengan hasil penelitian yang
diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar dilihat pada silkus I presentase
ketuntasan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA sebesar 71% atau 15 siswa
dan pada siklus II sebesar 86% atau 18 siswa. Hal ini terbukti bahwa metode
pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 pada mata
pelajaran IPA.
Dari beberapa penelitian di atas terdapat beberapa perbedaan dan persamaan
yang dilakukan antara penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan penelitian
kali ini adalah bahwa penelitian sebelumnya hanya menggunakan metode
pembelajaran Jigsaw saja untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA sedangkan, penelitian kali ini peneliti menambahkan media
pembelajaran berupa media komik. Penggunaan bantuan media pembelajaran
komik disesuaikan dengan materi pelajaran yang diajarkan. Dengan perbantuan
media pembelajaran komik diharapkan siswa akan lebih tertarik dan termotivasi
dalam mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini peneliti
menggunakan metode Jigsaw berbantuan komik untuk meningkatkan hasil belajar
pada mata pelajaran IPA agar lebih maksimal. Untuk memperjelas perbedaan dan
persamaan antara yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian kali ini
dapat dilihat dalam tabel 2.1
Tabel 2.1
Perbedaan dan Persamaan Penelitian
Variabel Penelitian
No.
Nama
Peneliti
Kelas
Metode
Pembelajaran
Jigsaw
1.
Slamet
Suharti
Media
komik
Hasil
Hasil
Belajar
Ada
IPA
4
√
-
√
√
2.
Dalimin
6
√
-
√
√
3.
Pratiningsih
4
√
-
√
√
4.
Dwi Priyo
4
√
-
√
√
39
Tidak
5.
Suyikno
4
√
-
√
6.
Peneliti
5
√
√
√
√
Berdasarkan tabel di atas terdapat perbedaan dan persamaan antara penelitian
sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Persamaan antara
penelitian sebelumnya dengan penelitian kali ini adalah penggunakan metode
pembelajaran Jigsaw dan hasil belajar pada mata pelajaran IPA. Penelitian yang
dilakukan oleh Slamet Suharti (2013) telah berhasil meningkatkan hasil belajar
pada mata pelajaran IPA kelas 4 dengan menggunakan metode pembelajaran
Jigsaw. Penelitian yang dilakukan Dalimin (2012) juga berhasil meningkatkan
hasil belajar IPA pada mata pelajaran IPA kelas 6 dengan menggunakan metode
pembelajaran Jigsaw. Penelitian yang dilakukan oleh Pratiningsih (2013) untuk
meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA kelas 4 dengan menggunakan
metode pembelajaran Jigsaw juga berhasil meningkatkan hasil belajar IPA kelas
4. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Dwi Priyo (2011) dan Suyikno
(2013) juga terbukti berhasil meningkatkan hasil belajar IPA pada kelas 4 dengan
menggunakan metode pembelajaran Jigsaw. Sedangkan, perbedaan yang
dilakukan oleh penelitian yang dilakukan Slamet Suharti (2013), Dalimin (2012),
Pratingsih (2013), Dwi Priyo (2011) dan Suyikno (2013) dengan penelitian kali
ini
adalah penelitian
sebelumnya
hanya
menggunakan langkah-langkah
pembelajaran metode Jigsaw saja tanpa menambah standar proses dalam
penerapannya. Pada penelitian kali ini, peneliti juga menambah media
pembelajaran komik dan memodifikasi langkah-langkah metode Jigsaw dengan
menggabungkan antara langkah-langkah pembelajaran metode Jigsaw menurut
Aronson dkk dan Miftahul Huda dengan standar proses. Langkah-langkah
pembelajaran Jigsaw yang dimodifikasi dengan standar proses terdiri dari
kegiatan awal, kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi) dan kegiatan
penutup.
40
2.8 Kerangka Pikir
Berdasarkan kajian teori yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan
metode pembelajaran Jigsaw berbantuan media komik pada mata pelajaran IPA
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan pemikiran jika menggunakan
metode pembelajaran Jigsaw berbantuan komik diharapkan siswa akan mampu
meningkatkan hasil belajar yang semula rendah akan menjadi tinggi. Kemudian,
siswa juga sadar akan pentingnya tujuan pembelajaran yang akan dicapai, bukan
hanya sadar namun juga harus termotivasi dalam mengikuti pembelajaran di
kelas.
Selanjutnya melalui metode Jigsaw berbantuan media komik ini peserta didik
diharapkan dapat berfikir secara kritis dan bekerjasama dalam kelompok karena
diberikan tanggung jawab mengenai materi yang menjadi tugasnya. Dalam
pembelajaran Jigsaw siswa terlibat aktif dalam memecahkan masalah dan mencari
informasi melalui kegiatan diskusi. Kegiatan ini sangat cocok dengan karakteristik
pembelajaran IPA yang menekankan siswa untuk memperoleh pengalaman
langsung. Selain itu, hal yang paling mendasari dalam metode pembelajaran
Jigsaw yaitu dengan menggunakan strategi tutor sebaya, diharapkan siswa akan
lebih memahami materi pelajaran karena siswa di ajar dengan temannya sendiri
menggunakan gaya bahasa yang setara dan tidak merasa sungkan dalam bertanya
tentang hal-hal yang belum dipahami. Dengan bantuan media komik, siswa juga
diharapkan akan lebih senang dan tertarik dalam mengikuti pembelajaran
khusunya pada mata pelajaran IPA. Pembelajaran metode Jigsaw berbantuan
media komik juga dapat mengaktifkan siswa sehingga akan melatih siswa untuk
berfikir kritis dan mempunyai keinginan untuk membatu temannya sehingga akan
tercipta suasana yang aktif, menyenangkan, inovatif dan kondusif yang
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar. Dalam penyampaian materi
pelajaran, metode pembelajaran Jigsaw yang dipadukan dengan media komik
diharapkan siswa akan lebih tertarik mengikuti pembelajaran IPA dengan baik.
Dengan ini penggunaan metode pembelajaran Jigsaw berbantuan media komik
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA.
41
2.9 Hipotesis Tindakan
1. Dengan menggunakan metode pembelajaran Jigsaw berbantuan media komik
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Rowosari kecamatan
Tuntang kabupaten Semarang semester II tahun pelajaran 2015/2016 dalam
pelajaran IPA.
2. Dapat menjelaskan alasan/rasional penerapan metode pembelajaran Jigsaw
berbantuan media komik dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas 5 SD
Negeri Rowosari kecamatan Tuntang kabupaten Semarang semester II tahun
pelajaran 2015/2016.
3. Dapat mendeskripsikan penerapan metode pembelajaran Jigsaw berbantuan
media komik dengan sintak yang terbukti dapat meningkatkan hasil belajar IPA
pada siswa kelas 5 SD Negeri Rowosari kecamatan Tuntang kabupaten
Semarang semester II tahun pelajaran 2015/2016.
42
Download