7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Ilmu pengetahuan alam berasal dari bahasa Inggris natural science, artinya ilmu pengetahuan alam. Ilmu yang mempelajari tentang hubungan alam atau bersangkut paut dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Menurut Trianto (2010:136) Ilmu pengetahuan Alam (IPA) adalah suatu kumpulan yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntun sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya. Hal ini berarti bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempelajari peristiwa dan gejala-gejala yang tampak di alam yang berupa kumpulan gejalagejala yang ada di alam. IPA mengembangkan gejala-gejala alam dengan menggunakan metode-metode ilmiah yang berupa fakta yang benar-benar ada di alam. Dalam perkembangannya IPA mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam beserta isinya serta menuntut sikap-sikap ilmiah seperti berpikir kritis, memiliki rasa tanggung jawab, kerjasama yang baik dan sebagainya. Penemuan dalam IPA diperoleh dengan cara observasi, eksperimen/penelitian pada hasil pengamatan manusia untuk menemukan pengetahuan tentang alam. Hal ini sejalan dengan pendapat Salirawati (2008:25) bahwa IPA dipandang sebagai cara berpikir untuk memahami alam, melakukan penelitian dan sebagai kumpulan pengetahuan. Gejala-gejala alam yang akan dipahami berupa hal-hal yang benarbenar ada di alam. Gejala-gejala alam dipelajari dengan cara melakukan penyelidikan dan penelitian yang berhubungan dengan alam semesta. Gejalagejala alam yang ada dipahami untuk mengembangkan cara berpikir yang kreatif, berkembang dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Selain itu, memahami dan mempelajari gejala-gejala alam ini berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam semesta beserta isinya. Sedangkan, menurut Wisudawati dan Sulistyowati (2013:22) IPA merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa kenyataan (reality) atau kejadian (event) dan hubungan sebab akibat. Dalam penerapannya, Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang pasti untuk dipelajari karena berhubungan dengan gejala-gejala alam yang berobjek pada benda-benda yang ada di alam. Hasil penemuan dari IPA berupa fakta yang nyata yang benar-benar ada. Penelitian IPA menggunakan metode ilmiah berupa eksperimen dan observasi serta menuntut untuk berpikir kritis dan inovatif serta memiliki rasa pengetahuan yang besar. Fakta, konsep, prinsip yang ditemukan dalam penelitian sudah teruji kebenaranya melalui metode ilmiah. Hasil penelitian IPA sudah teruji kebenaranya karena diteliti dengan metode ilmiah yang menerapkan sikap ilmiah seperti berpikir kritis, memiliki pengetahuan yang luas, jujur dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan pendapat Salirawati (2008:25) yang berpendapat IPA sebagai kumpulan informasi ilmiah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) juga menggunakan disiplin ilmu untuk melaksanakan penelitian agar hasilhasil penelitian yang diperoleh dapat teruji kebenaranya. IPA mempelajari gejalagejala yang ada di alam semesta dengan menggunakan metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen. Dalam penelitianya IPA menuntut sikap untuk berpikir kritis, berrtanggung jawab dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Dengan mempelajari IPA akan memperoleh kumpulan informasi ilmiah dan pengetahuan tentang gejala-gejala yang ada di alam semesta. Dari pengertian di atas Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari tentang peristiwa dan gejala-gejala yang berada di alam. IPA dipelajari melalui metode ilmiah seperti observasi, eksperimen/penelitian. Hasil penemuan atau penelitian dalam IPA berupa hal-hal yang benar-benar ada dan sudah teruji kebenarannya. Selain itu, penelitian IPA akan memberikan pengetahuan dan informasi tentang gejala-gejala alam yang ada di alam semesta. Penelitian dalam IPA menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu yang besar, berfikir kritis serta memiliki sikap yang jujur dan bertanggungjawab. 8 2.2 Pembelajaran IPA SD Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan peserta didik yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Komalasari, 2010:3). Pembelajaran IPA adalah interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi yang telah ditetapkan (Wisudawati dan Sulistyowati 2014:26). Pembelajaran IPA di SD juga harus mampu mendorong siswa untuk dapat memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat Trianto (2013:143) yang menyatakan salah satu tujuan pembelajaran IPA dapat memberikan keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran IPA dibutuhkan strategi/metode pembelajaran yang mampu mengarahkan siswa untuk memiliki ketrampilan dalam memecahkan masalah dan dapat berpikir secara kritis. Sesuai dengan pendapat Trianto (2013:143) yang menyatakan bahwa suatu metode pembelajaran IPA perlu dikembangkan untuk melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan ide-idenya sendiri. Metode pembelajaran yang dapat meningkatkan siswa untuk berpikir kritis dan memberikan pengalaman langsung merupakan metode pembelajaran yang disampaikan dengan cara menghubungkan pelajaran dengan kehidupan nyata. Hal ini sejalan dengan pendapat Samatowa (2011:5) yang menyatakan bahwa pendekatan belajar mengajar yang paling cocok dan paling efektif adalah pendekatan yang mencakup kesesuaian antara situasi nyata dan belajar anak dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat. Aspek pokok dalam pembelajaran IPA adalah anak dapat menyadari keterbatasan pengetahuan mereka, memiliki rasa ingin tahu untuk menggali berbagai pengetahuan baru dan akhirnya dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka (Samatowa, 2011:10). 9 Menurut Samatowa (2011:4) ada empat alasan yang menyebabkan IPA dimasukkan ke dalam kurikulum satuan sekolah: 1. Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar. 2. Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis. 3. Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hapalan belaka. 4. Mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yang mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Dari pendapat di atas terdapat beberapa alasan yang menyebabkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di masukkan ke dalam kurikulum satuan sekolah yang pertama, IPA memberikan manfaat kepada bangsa karena IPA mengutamakan kepada kemajuan teknologi. Teknologi merupakan tiang untuk pembangunan suatu negara yang dipelajari dengan mengkaji gejala alam yang ada. Seseorang akan sukses apabila memiliki pengetahuan tentang teknologi yang bagus. Misalnya, seorang dokter tidak akan memiliki kemampuan yang baik tanpa memiliki pengetahuan yang luas mengenai teknologi dan berbagai gejala alam. Kedua, apabila diajarkan dengan cara yang tepat IPA akan melatih siswa untuk berfikir kritis. Dalam pembelajarannya guru dituntut untuk mampu menerapkan pembelajaran IPA dengan metode pembelajaran yang tepat. Misalnya dengan menggunakan metode pembelajaran penemuan. Dengan metode pembelajaran penemuan siswa diminta untuk menemukan solusi dari masalah yang dihadapi sehingga siswa akan dilatih untuk berfikir kritis dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Ketiga, apabila IPA di ajarkan melalui percobaan maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hapalan belaka. Melalui percobaan, pembelajaran akan lebih bermakna karena siswa tidak hanya mendengarkan dan menghafal materi saja melainkan mereka dituntut untuk melakukan aktivitas. Selain itu, siswa juga tidak bosan dalam mengikuti pembelajaran karena mereka tidak hanya duduk mendengarkan dan mencatat materi melainkan mereka juga melakukan percobaan yang dilakukan secara langsung. Keempat, mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yang 10 dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Dengan mempelajari IPA siswa akan dilatih untuk memiliki kepribadian yang baik seperti dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Selain bersosialisasi dengan temannya, siswa juga bersosialisasi dengan alam sekitar. Mata Pelajaran IPA di SD menurut KTSP Standar Isi 2006 bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Dari pendapat di atas mata pelajaran IPA di SD memiliki tujuan seperti yakin terhadap kebesaran Tuhan YME karena setelah mempelajari gejala-gejala alam siswa dapat melihat keunikan dan keindahan yang ada alam. Dapat mengembangkan pengetahuannya tentang alam sekitar yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari sehingga secara otomatis akan melatih siswa untuk berfikir kritis dan bersikap positif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Selain itu, juga memiliki kesadaran untuk menjaga dan menghargai alam sekitar sehingga akan memperoleh bekal pengetahuan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 2.3 Pembelajaran IPA dengan Metode Jigsaw 2.3.1 Model Pembelajaran Menurut Komalasari (2010:57) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang 11 disajikan secara khas oleh guru. Dalam pembelajarannya model pembelajaran berisi pembelajaran dari awal sampai akhir pembelajaran sesuai dengan karakteristik guru dalam mengajar. Model pembelajaran disesuaikan dengan materi yang akan dipelajari. Model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan kondisi kelas diharapkan dapat memberikan pembelajaran yang bermakna dan siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Apabila model pembelajaran tidak disesuaikan dengan kondisi kelas, maka pembelajaran yang berlangsung di kelas akan mengalami kendala seperti siswa akan lebih pasif dalam mengikuti pembelajaran bahkan materi yang disampaikan guru tidak akan terserap secara maksimal oleh siswa. Sedangkan, menurut Kurniasih dan Sani (2015:18) model pembelajaran merupakan sebuah prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dalam mengembangkan pembelajaran, maka guru harus pandai dalam menentukan model pembelajaran yang disesuai dengan kondisi yang ada di dalam kelas. Pemilihan model pembelajaran tidak hanya memperhatikan kondisi kelas tetapi juga berdasarkan penyesuaian pada bahan pelajaran yang akan dipelajari agar pembelajaran dapat berjalan secara efektif. Kurniasih dan Sani (2015:20) juga menyatakan bahwa guru harus memperhatikan kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan metode pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa. Dalam penerapan model pembelajaran di kelas guru harus memperhatikan karakteristik siswa dikelas serta materi yang akan disampaikan model pembelajaran bertujuan untuk mencapai tujuan belajar siswa. Apabila model pembelajaran tidak disesuaikan dengan kondisi siswa dan materi pelajaran maka pembelajaran di kelas akan cenderung pasif dan tidak kondusif. Pencapaian tujuan pembelajaran tidak akan terlaksana dan bahkan siswa tidak akan mampu memahami materi yang dijelaskan oleh guru. Berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa model pembelajaran adalah bingkai pembelajaran dari awal sampai akhir dengan menggunakan prosedur yang sistematis yang disesuaikan dengan kondisi siswa di kelas, bahan pelajaran dan sumber-sumber belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penyajian model 12 pembelajaran disajikan sesuai dengan karakteristik guru yang mengajar di kelas. Pemilihan model pembelajaran disesuaikan dengan kondisi siswa dan kondisi kelas. Model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan kondisi kelas akan memberikan pengaruh yang besar dalam pembelajaran seperti pencapaian tujuan belajar. Model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan kondisi kelas selain dapat mencapai tujuan belajar juga dapat memberikan suasana kelas yang kondusif serta siswa di dalam kelas akan cenderung aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, siswa juga tidak akan merasa bosan dalam pembelajaran. Apabila pemilihan model pembelajaran tidak disesuaikan dengan kondisi siswa dikelas akan berdampak pada kekurang aktifan dan kebosanan siswa dalam mengikuti pelajaran sehingga, materi pelajaran tidak dapat diserap secara maksimal. 2.3.2 Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menekankan siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen (Komalasari, 2013:62). Pembelajaran kooperatif menekankan siswa untuk belajar aktif dan memiliki sikap tanggung jawab karena siswa akan bekerjasama dalam kelompok. Pembagian kelompok dalam pembelajaran kooperatif yaitu dengan pembagian kelompok secara heterogen. Sedangkan, menurut Bern dan Erickson (dalam Komalasari 2013:62) pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil secara heterogen. Keberhasilan dalam pembelajaran kooperatif tergantung dari kerjasama yang dilakukan peserta didik. Pembelajaran kooperatif diharapkan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan motivasi siswa dalam belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Huda (2013:111) yang berpendapat bahwa salah satu asumsi yang mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif adalah bahwa sinergi yang muncul melalui kerja sama akan meningkatkan motivasi yang jauh 13 lebih besar daripada melalui lingkungan kompetitif individu. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa karena siswa akan belajar dan bekerjasama dengan kelompok serta tidak hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja tetapi juga melakukan aktifitas. Pembelajaran kooperatif akan memberikan pengaruh yang besar dalam pembelajaran salah satu contohnya siswa akan antusias dan senang dalam mengikuti pembelajaran karena siswa dituntut untuk mampu bekerjasama sama dan bertanggungjawab dalam kelompok sehingga siswa akan lebih mudah menyerap materi yang disampaikan guru dan tidak bosan yang mengikuti pelajaran di kelas. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana siswa di bagi dalam kelompok antara 2 sampai 5 orang untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembagian siswa dalam kelompok dibagi secara heterogen. Pembelajaran kooperatif siswa ditekankan untuk belajar dalam kelompok secara kolaboratif. Pembelajaran kooperatif diharapkan dapat mencapai tujuan belajar karena siswa akan antusias dan senang dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, pembelajaran kooperatif juga dapat menambah motivasi siswa dalam belajar sehingga diharapkan prestasi belajar dapat tercapai secara maksimal. Pembelajaran kooperatif siswa juga dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa karena siswa tidak belajar secara individu melainkan akan bekerja sama dengan teman kelompoknya. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif (Riyanto 2012:266): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kelompok dibentuk dengan siswa kemampuan tinggi, sedang, rendah. Siswa dalam kelompok sehidup semati. Siswa melihat semua anggota mempunyai tujuan yang sama. Membagi tugas dan tanggung jawab sama. Akan dievaluasi untuk semua. Berbagi kepemimpinan dan keterampilan untuk bekerja bersama. Diminta mempertanggungjawabkan individual materi yang ditangani. Berdasarkan pendapat di atas ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah siswa akan dibagi dalam kelompok-kelompok kecil secara heterogen, siswa dalam setiap kelompok akan bekerjasama dan memiliki rasa sehidup semati dan tujuan yang sama karena apabila siswa tidak memiliki rasa sehidup semati dan tujuan yang sama maka, kerjasama di dalam kelompok tidak akan dapat berjalan secara 14 maksimal karena siswa hanya mementingkan dirinya sendiri. Kemudian, siswa juga di tuntut untuk memiliki rasa tanggung jawab terhadap materi yang di dapat untuk di ajarkan kepada teman yang lain. Selain itu, juga berbagi sikap kepemimpinan dan bekerjasama dalam kelompok. Dalam pembagian tugas dan materi, setiap siswa di bagi secara adil tanpa ada yang mendapat tugas lebih banyak atau lebih sedikit sehingga tidak ada siswa yang merasa diuntungkan atau dirugikan. 2.3.3 Metode pembelajaran Jigsaw Metode Jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson (1975). Metode Jigsaw dapat diterapkan untuk materi-materi yang berhubungan dengan keterampilan membaca, menulis, mendengarkan ataupun berbicara (Huda 2013:204). Penerapan metode Jigsaw diharapkan dapat meningkatkan daya pikir siswa dalam memecahkan masalah, memiliki sikap tanggung jawab dan bekerjasama. Metode Jigsaw merupakan suatu metode pembelajaran dengan cara guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap subtopik yang ditugaskan guru (Komalasari, 2013:65). Pembelajaran metode Jigsaw yaitu dengan cara membagi siswa dalam kelompokkelompok kecil secara heterogen. Siswa dari masing-masing kelompok akan bertanggungjawab terhadap tugas yang didapatkan. Karena apabila siswa tidak memiliki rasa tanggung jawab maka, kerjasama dalam kelompok tidak akan dapat berjalan secara baik dan materi tidak dapat dikupas dengan maksimal. Dalam pembelajaran Jigsaw, guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas agar pengalaman belajar siswa menjadi bermakna. Selain itu, siswa juga akan dilatih untuk berpikir kritis dalam mengahadapi masalah dan dituntut untuk memiliki sikap bekerjasama dalam kelompok. Karena tanpa adanya kerjasama yang baik akan menimbulkan kekacauan dalam kelompok. Hal ini sejalan dengan pendapat Huda (2013:204) yang menyatakan bahwa guru harus memberikan banyak kesempatan pada siswa untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. 15 Metode Jigsaw dapat memberikan keterampilan siswa dalam berkomunikasi, mengolah informasi dan berpikir kritis karena penerapan metode Jigsaw diberikan dalam bentuk kelompok untuk menyelesaikan tugas yang dihadapi. Siswa dalam kelompok akan mendapatkan tugas yang berbeda-beda dari guru sehingga, mereka juga akan memiliki rasa tanggung jawab untuk mengolah informasi yang didapat agar bisa ditularkan kepada teman yang lain. Siswa diberikan kesempatan untuk saling bertukar pikiran dan mengemukakan pendapatnya guna menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Selain itu, siswa juga dilatih untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah dan tugas yang didapat. Jigsaw adalah metode pembelajaran untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran orang lain dan pembelajarannya sendiri (Kurniasih dan Sani, 2015:24). Dalam pembelajaran Jigsaw, siswa memiliki tangggung jawab dan kerjasama yang baik karena antara siswa yang satu dengan siswa yang lain memiliki ketergantungan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Siswa di dalam kelompok harus saling mendukung satu sama lain karena sangat berpengaruh terhadap hasil pembelajaran yang didiskusikan. Selain kerjasama yang baik, keaktifan siswa dalam kelompok juga sangat dibutuhkan karena berguna untuk menyelesaikan masalah secara mendalam. Apabila siswa dalam kelompok tidak aktif maka akan tertinggal dengan teman-temanya dan tidak dapat menjelaskan pengetahuannya kepada teman yang lain. Jigsaw dapat meningkatkan “positive interdependence” dan saling pengertian diantara peserta didik (Aronson, Blaney, Stephen, Sikes and Snapp dalam Tampubolon, 2014:95). Hal ini disebabkan oleh pembentukan kelompok siswa, dimana masing-masing siswa memiliki tugas dan tanggung jawab yang setara. Tidak ada siswa yang mendapatkan tugas dan tanggung jawab lebih banyak atau lebih sedikit. Jadi, dalam pembelajaran metode Jigsaw, siswa tidak akan merasa dirugikan atau diuntungkan karena telah mendapatkan tugas dan tanggung jawab yang setara sehingga siswa di dalam kelompok akan merasa saling pengertian dan saling membantu. Dengan demikian, kerjasama dalam kelompok akan terjalin secara baik sehingga di harapkan siswa akan lebih termotivasi mengikuti pembelajaran dan secara otomatis hasil belajar siswa akan meningkat. 16 Dalam pembelajaran Jigsaw, siswa dibagi dalam beberapa kelompok belajar yang heterogen yang beranggotakan 3-5 orang dengan menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli (Kurniasih dan Sani 2015:24). Kelompok asal merupakan kelompok awal yang dibentuk dari beberapa kelompok ahli. Kelompok asal ini dibentuk secara heterogen oleh guru. Setiap siswa dalam kelompok asal akan mendapat tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Sedangkan, kelompok ahli merupakan kelompok yang dibentuk dari berbagai kelompok asal untuk mendalami dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Kelompok ahli bertugas untuk mengerjakan dan mengupas tuntas materi yang diberikan oleh guru kemudian dijelaskan kepada kelompok asal. Penjelasan dari kelompok ahli kepada kelompok asal dilakukan secara tutor sebaya sehingga diharapkan siswa akan lebih mampu memahami materi secara maksimal karena siswa dari kelompok ahli menjelaskan kepada kelompok asal dengan gaya bahasa yang setara dan siswa dari kelompok asal tidak akan sungkan menanyakan hal-hal yang dianggapnya belum jelas. Siswa akan merasa tidak sungkan untuk bertanya dengan temannya dari pada bertanya dengan guru. Hal ini diharapkan siswa akan lebih paham dan mudah dalam menerima pelajaran sehingga hasil belajar siswa akan lebih meningkat dan bermakna. Dari beberapa pendapat di atas, metode Jigsaw adalah metode pembelajaran yang menekankan pada anggota kelompok untuk bertanggungjawab atas tugas masing-masing anggota untuk membelajarkan materi pelajaran kepada anggota lain dalam kelompoknya. Pembelajaran dalam metode Jigsaw, siswa akan dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3-5 orang secara heterogen dengan pola kelompok asal dan kelompok ahli. Setiap siswa dalam kelompok akan mendapatkan tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Dalam metode Jigsaw siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan membelajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya. Dengan demikian, siswa akan lebih memahami materi pelajaran karena siswa dijelaskan dengan temannya sendiri sehingga mereka tidak akan merasa sungkan untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya. Selain itu, siswa juga akan dilatih untuk berpikir kritis dalam 17 menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Apabila siswa lebih memahami materi pelajaran secara otomatis hasil belajar siswa dapat meningkat. Menurut Fathurrohman dan Sutikno (2007:8) agar pelaksanaan metode Jigsaw bisa berjalan efektif, ada tiga tips yang harus ditempuh yaitu langkah pertama, sebelum Jigsaw dilakukan maka terlebih dahulu peserta didik diberi penjelasan secukupnya tentang topik yang akan didiskusikan. Langkah kedua, amati keseluruhan kelompok (dengan berjalan berkeliling secara periodik). Langkah ketiga, beri umpan balik baik terkait materi maupun proses diskusi. Lakukan kuis atau evaluasi singkat tentang materi yang telah didiskusikan selama proses pelaksanaan Jigsaw. Dari uraian diatas agar pelaksanaan metode Jigsaw dapat berjalan efektif maka langkah yang dilakukan yaitu yang pertama, siswa diberikan penjelasan sebelum melaksanakan diskusi. Hal ini dilakukan agar siswa tidak kebingungan dalam bekerja dengan kelompok belajarnya dan lebih memahami apa yang akan dilakukan. Apabila siswa langsung paham akan pekerjaan yang dilakukan dalam kelompok maka, siswa tidak akan membuang-buang waktu dalam memahami pekerjaannya. Langkah kedua, guru berkeliling sambil memberikan bantuan atau penjelasan untuk kelompok yang kurang jelas. Hal ini dilakukan agar siswa tidak merasa sungkan untuk bertanya dengan hal-hal yang belum dipahami karena siswa sudah diberikan fasilitas oleh guru. Sehingga, siswa akan bekerjasama dalam kelompok secara maksimal tanpa ada kebingungan. Langkah ketiga, memberikan umpan balik terkait proses diskusi. Umpan balik ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kepahaman siswa tentang materi pelajaran. Umpan balik dilakukan dengan cara pemberian soal evaluasi secara singkat kepada masingmasing siswa seputar materi pelajaran yang didiskusikan oleh siswa. Menurut Riyanto (2010:271) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Tipe Jigsaw adalah: 1. Menggunakan strategi tutor sebaya 2. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok ASAL (home) dan kelompok AHLI. 3. Dalam kelompok ahli peserta didik belajar secara kooperatif menuntaskan topik yang sama sampai mereka menjadi AHLI 4. Dalam kelompok asal setiap siswa saling “mengajarkan” keahlian masing-masing. 18 Dari uraian di atas hal-hal yang diperlukan dalam pembelajaran metode Jigsaw adalah yang pertama penggunaan strategi tutor sebaya. Dengan menggunaan strategi tutor sebaya diharapkan pembelajaran dapat berjalan lebih efektif karena siswa akan bertugas untuk mengajari secara langsung kepada temanya sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk bermain sendiri ataupun merasa bosan. Selain itu, materi pelajaran akan mudah diterima oleh siswa karena mereka bertugas membelajarkan dan belajar secara langsung dengan temannya. Kedua, siswa akan dibagi ke dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Pembagian siswa ke dalam kelompok asal bertujuan untuk membagi materi kepada setiap siswa dengan topik bahasan yang berbeda. Sedangkan, pembagian siswa ke dalam kelompok ahli bertujuan untuk mengelompokkan siswa dengan topik materi yang sama yang kemudian akan dipecahkan secara bersama-sama. Ketiga, dalam kelompok ahli siswa akan bekerjasama dengan teman satu kelompok untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi secara tuntas. Dengan ini siswa akan dilatih untuk berpikir secara kritis dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Selain itu, juga menekankan siswa untuk saling bekerjasama antar anggota kelompok dalam mendiskusikan materi yang akan dipecahkan. Keempat, dalam kelompok asal siswa akan saling mengajarkan kemampuan-kemampuan yang di dapat dari diskusi kelompok ahli sehingga akan melatih siswa untuk bertanggungjawab dan berkomunikasi tentang ide yang mereka dapat. Dengan ini, diharapkan mereka akan lebih memahami materi yang di pelajari. Kelebihan pembelajaran Jigsaw Menurut Shoimin (2014:93) kelebihan Jigsaw antara lain: Kemungkinan murid dapat mengembangkan kreativitas, kemampuan dan daya pemecahan masalah menurut kehendaknya sendiri. Hubungan antar guru dan murid berjalan secara seimbang dan memungkinkan suasana belajar menjadi sangat akrab sehingga memungkinkan harmonis. Memotivasi guru untuk bekerja lebih aktif dan kreatif. Mampu memadukan berbagai pendekatan belajar, yaitu pendekatan kelas, kelompok dan individual. 19 Menurut Kurnaniasih dan Sani (2015:25) Jigsaw memiliki beberapa kelebihan, yaitu: Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekanrekannya. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat. Berdasarkan beberapa pendapat di atas kelebihan dari metode pembelajaran Jigsaw adalah dapat mengembangkan kreativitas, kemampuan dan daya pikir siswa karena siswa dituntut untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara tuntas. Setelah terpecahnya masalah yang dihadapi siswa akan bertugas untuk membelajarkan pengetahuannya kepada teman yang lain sehingga mereka akan lebih pandai dalam berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain tentang ideide yang mereka punya. Selain pandai berbicara dan berkomunikasi, siswa juga pandai dalam bekerjasama dan bertanggungjawab atas tugas yang mereka dapatkan. Siswa yang diajari dengan temannya akan cenderung lebih mudah memahami materi pelajaran karena dijelaskan dengan gaya bahasa yang setara dan tidak sungkan untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami. Selain itu, hubungan antara guru dan murid berjalan akrab sehingga menimbulkan suasana belajar yang harmonis. Guru akan lebih senang dan bekerja lebih giat lagi untuk mengajar dan memfasilitasi siswa di kelas karena siswa sudah aktif dalam pembelajaran dan memiliki motivasi dalam belajar. Kelemahan pembelajaran Jigsaw Menurut Shoimin (2014:93) kelemahan metode Jigsaw antara lain: Jika guru tidak mengingatkan agar siswa selalu menggunakan keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok masingmasing, dikhawatirkan kelompok akan macet dalam pelaksanaan diskusi. Jika anggota kelompoknya kurang akan menimbulkan masalah. Membutuhkan waktu yang lebih lama, apalagi bila penataan ruang belum terkondisikan dengan baik sehingga perlu waktu untuk mengubah posisi yang dapat menimbulkan kegaduhan. 20 Menurut Kurnaniasih dan Sani (2015:25) Jigsaw memiliki beberapa kelemahan, yaitu: Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi dan cenderung mengontrol jalannya diskusi Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli. Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan. Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran. Dari pernyataan beberapa ahli di atas kelemahan dari metode Jigsaw yaitu dalam pembelajaran guru harus selalu mengkondisikan siswa untuk bekerjasama dalam kelompok karena apabila siswa tidak bekerjasama dengan baik dikhawatirkan kelompok tidak dapat berjalan dengan maksimal. Siswa yang pandai akan lebih mendominasi dan aktif dalam kelompok sehingga siswa yang kurang aktif akan merasa ditiadakan. Selain itu, siswa yang kesulitan dalam berkompetisi akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran sehingga mereka akan sulit memecahkan masalah yang dihadapi dan sulit menerima materi pelajaran. Kemudian, jika anggota dalam kelompok tidak sesuai dengan jumlah masalah yang akan dibahas maka pembelajaran tidak bisa berjalan secara maksimal karena pembagian materi pelajaran memerlukan jumlah siswa setiap kelompok berjumlah sama. Penerapan metode pembelajaran Jigsaw juga membutuhkan waktu yang lama karena siswa bekerjasama dalam kelompok sehingga apabila ada siswa yang kurang dalam menerima pelajaran maka siswa yang lain harus menunggu. Setiap kelompok memiliki kecepatan bekerjasama yang berbeda-beda sehingga kelompok yang lebih cepat selesai harus menunggu kelompok lain yang belum selesai. Langkah-langkah dalam pembelajaran Jigsaw Menurut Aronson, Blaney, Stephen, Sikes and Snapp (dalam Riyanto, 2010:271) langkah-langkah pembelajaran tipe Jigsaw: 1. Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim. 2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda. 3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan. 21 4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/subbab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. 5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kelompok kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh. 6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi. 7. Guru memberi evaluasi. 8. Penutup. Menurut Huda (2013:204) langkah-langkah metode Jigsaw dapat dilihat sebagai berikut: 1. Guru membagi topik pelajaran menjadi empat bagian/subtopik 2. Sebelum subtopik-subtopik itu diberikan, guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas pada pertemuan hari itu. 3. Siswa dibagi dalam kelompok berempat. 4. Bagian/subtopik pertama diberikan pada siswa 1, sedangkan siswa 2 menerima bagian/subtopik yang kedua. 5. Siswa diminta membaca/mengerjakan bagian/subtopik mereka masing-masing. 6. Setelah selesai, siswa saling berdiskusi mengenai bagian/subtopik yang dikerjakan masing-masing bersama rekan-rekan 1 anggota. 7. Khusus untuk kegiatan membaca, guru dapat membagi bagian-bagian sebuah cerita yang belum utuh kepada masing-masing siswa. 8. Kegiatan bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik tersebut. Berdasarkan pendapat ahli diatas, maka untuk menerapkan pembelajaran Jigsaw dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Guru melakukan apersepsi. 2. Guru menjelaskan materi pelajaran. 3. Guru menjelaskan metode pembelajaran Jigsaw. 4. Siswa dibagi ke dalam anggota kelompok yang terdiri dari 3-5 peserta didik dengan kemampuan yang heterogen. 5. Pembagian materi atau soal pada setiap anggota kelompok dengan bagian materi yang berbeda. 6. Peserta didik dengan materi atau soal yang sama bergabung dalam kelompok ahli dan berusaha menguasai materi sesuai dengan soal yang diterima. 22 7. Setelah selesai diskusi sebagai kelompok ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu kelompok mereka tentang materi atau soal yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh. 8. Terjadi proses diskusi antar peserta didik dalam kelompok asal. 9. Tiap kelompok ahli mempresentasikan hasil diskusi. 10. Guru bersama siswa membahas hasil diskusi. 11. Guru memberikan evaluasi kepada setiap kelompok. 2.3.4 Penerapan Metode Pembelajaran Jigsaw Berbantuan Media Komik pada Kelas 5 SD Mata Pelajaran IPA Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dikemas berdasarkan prosedur yang sesuai. Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan langkah awal yang dilakukan yaitu dengan membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Setiap guru dalam satuan pendidikan wajib membuat RPP secara lengkap dan sistematis. Agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, menyenangkan, dan memotivasi peserta didik untuk berperan aktif. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) disusun untuk setiap KD yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan jadwal yang tersedia (Permendiknas No. 41 Tahun 2007). Sesuai dengan peraturan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 bahwa pelaksanaan pembelajaran meliputi 3 tahapan yaitu pendahuluan, inti dan penutup. 1. Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. 2. Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. 23 3. Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut. Dari pendapat di atas ada tiga tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas yang pertama yaitu kegiatan pendahuluan yang berisi motivasi untuk memfokuskan perhatian siswa. Sehingga, siswa akan lebih siap dan aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Kedua yaitu kegiatan inti yang dilakukan secara sistematis melalui proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Kegiatan inti dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan dan menantang. Ketiga, kegiatan penutup berisi kesimpulan atau rangkuman pembelajaran dan mengakhiri aktivitas pembelajaran. Apabila pelaksanaan pembelajaran disesuaikan dengan standar proses tersebut maka diharapkan pembelajaran di dalam kelas akan lebih bermakna sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan ketentuan Permendiknas No.41 Tahun 2007. 1. Kegiatan Pendahuluan a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran b. menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai 2. Kegiatan Inti a. Eksplorasi 1. melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari. b. Elaborasi 1. memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis 2. memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif 3. memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok 4. memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok 24 c. Konfirmasi 1. memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik, 2. memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan, 3. Kegiatan Penutup a. bersama-sama dengan peserta didik membuat rangkuman/simpulan pelajaran b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram Dari pendapat di atas ada tiga tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas yang pertama yaitu kegiatan pendahuluan yang berisi motivasi untuk memfokuskan perhatian siswa. Sehingga, siswa akan lebih siap dan aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Selain memberikan motivasi juga menyampaikan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran. Kedua yaitu kegiatan inti yang dilakukan secara sistematis melalui proses eksplorasi yang berisi tentang penggalian pengetahuan siswa terhadap materi yang akan dipelajari, elaborasi berisi tentang pemberian tugas yang diberikan guru untuk dilesaikan dan kemudian dipresentasikan serta konfirmasi berisi umpan balik positif dan refleksi. Kegiatan inti dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan dan menantang. Ketiga, kegiatan penutup berisi kesimpulan atau rangkuman pembelajaran dan mengakhiri aktivitas pembelajaran. Apabila pelaksanaan pembelajaran disesuaikan dengan standar proses tersebut maka diharapkan pembelajaran di dalam kelas akan lebih bermakna yang nantinya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pemilihan metode pembelajaran juga menentukan keberhasilan dalam pembelajaran. Metode pembelajaran dalam kelas harus disesuaikan kondisi dan materi yang akan dipelajari. Apabila dalam pemilihan metode pembelajaran tepat maka siswa dalam mengikuti pembelajaran akan lebih aktif dan termotivasi. Salah satu metode pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi siswa yaitu metode pembelajaran Jigsaw dengan berbantuan media komik karena pembelajaran Jigsaw menekankan siswa untuk bekerjasama dalam kelompok dan melatih siswa untuk berfikir secara kritis. Siswa tidak akan merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran karena mereka tidak 25 hanya duduk mendengarkan saja tetapi juga melakukan aktivitas dalam pembelajaran. Apalagi dalam pembelajarannya metode Jigsaw yang dibantu dengan media komik juga akan semakin menambah motivasi siswa karena dalam pembelajarannya media pembelajaran komik berisi tentang gambar-gambar dan tulisan yang sesuai dengan materi pelajaran sehingga siswa akan lebih tertarik dan antusias dalam pembelajaran. Apabila siswa lebih tertarik dan termotivasi dalam belajar maka dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam kelas. Sintak metode pembelajaran Jigsaw berbantuan media komik pada mata pelajaran IPA yang disesuaikan dengan standar proses. 1. Kegiatan Pendahuluan a. Guru memberikan salam dan mengkondisikan siswa di dalam proses pembelajaran. b. Melakukan apersepsi dengan cara mengajukan pertanyaan. c. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa setelah melakukan pembelajaran. 2. Kegiatan Inti a. Eksplorasi Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan bertanya jawab. Guru menyampaikan materi pelajaran dengan bantuan media komik. Guru menjelaskan aturan tentang metode pembelajaran Jigsaw. Siswa dibagi ke dalam anggota kelompok yang terdiri dari 3-5 peserta didik dengan kemampuan yang heterogen. Pembagian materi atau soal pada setiap anggota kelompok dengan bagian materi yang berbeda (kelompok asal). Peserta didik dengan materi atau soal yang sama bergabung dalam kelompok ahli dan berusaha menguasai materi sesuai dengan soal yang diterima. 26 Di dalam kelompok ahli siswa diminta untuk berdiskusi tentang materi atau soal yang diberikan. Setelah selesai diskusi sebagai kelompok ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu kelompok mereka tentang materi atau soal yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh. b. Elaborasi Perwakilan tiap kelompok ahli mempresentasikan hasil diskusi. Guru bersama siswa membahas hasil diskusi. c. Konfirmasi Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami. Guru memberikan penguatan kepada siswa atas materi yang mereka kerjakan. 3. Kegiatan Penutup a. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran. b. Guru bersama siswa melakukan refleksi. c. Guru melakukan evaluasi tentang pembelajaran. d. Guru menutup pelajaran dengan salam. 27 2.4 Media Komik Kata media berasal dari bahasa Latin merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Medoe adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Menurut Gagne (dalam Bachtiar 2014:6) media pembelajaran adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Media pembelajaran dirancang oleh guru disesuaikan dengan materi dan kondisi siswa di kelas. Media pembelajaran digunakan untuk mempermudah penyampaian materi pelajaran. Selain itu juga digunakan untuk menarik perhatian siswa di kelas sehingga, dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalam belajar. Penggunaan media pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena siswa merasa lebih paham dan tertarik dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan, menurut Briggs (dalam Bachtiar 2014:6) media pembelajaran adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Buku, film kaset, film bingkai adalah contohcontohnya. Media pembelajaran sangat diperlukan untuk membantu dalam proses pembelajaran. Materi pembelajaran yang sulit dijelaskan dengan penjelasan guru bisa dibantu dengan penggunaan media pembelajaran. Selain itu, siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja tetapi akan lebih banyak melakukan kegiatan dalam belajar seperti mengamati, melakukan dan lain-lain. Menurut Sudjana dan Rivai (2010:3) bahwa penggunaan media pengajaran dalam proses pengajaran sangat dianjurkan untuk mempertinggi kualitas pengajaran. Dengan penggunaan media pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar diharapkan dapat mencapai hasil belajar yang tinggi. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan kondisi kelas agar dapat memaksimalkan kegiatan belajar di dalam kelas. Pengguaan media pembelajaran juga bertujuan untuk mempermudah siswa dalam menerima pelajaran dan tidak merasa bosan karena siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar. Media pembelajaran diharapkan dapat mencapai hasil belajar yang tinggi. Penggunaan media pembelajaran akan lebih berarti jika sesuai dengan kondisi siswa di kelas dan materi pelajaran. Dengan penggunaan media pembelajaran 28 akan lebih menarik perhatian siswa sehingga menumbuhkan minat dan motivasi siswa. Pemilihan media pembelajaran harus disesuaikan dengan materi pelajaran dan kondisi siswa di kelas. Materi pelajaran kadang memperlukan bantuan media pembelajaran untuk penyampaiannya agar mudah diterima oleh siswa. Menurut Sudjana dan Rivai (2010:3) ada beberapa jenis media pengajaran yang biasa digunakan dalam proses pengajaran. 1. Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik dan lain-lain. 2. Media tiga dimensi yaitu dalam bentuk metode seperti metode padat (solid metode), metode penampang, metode susun, metode kerja, mock up, diorama dan lain-lain. 3. Media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP dan lain-lain. 4. Penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran. Komik merupakan salah satu media grafis yang digunakan dalam pembelajaran. Komik juga digunakan untuk membantu siswa dalam memahami materi pelajaran dan minat baca siswa. Komik berisi tulisan dan gambar-gambar yang membentuk cerita yang runtut. Menurut Sudjana dan Rivai (2010:64) komik di definisikan sebagai suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada para pembaca. Media pembelajaran komik digunakan untuk membantu siswa dalam menumbuhkan minat belajar sehingga siswa tidak akan merasa terpaksa dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Selain itu, media pembelajaran komik juga akan membantu siswa untuk memahami materi pelajaran dan minat baca siswa terhadap materi pelajaran. Karena pada hakikatnya siswa akan lebih cenderung menyukai buku yang berisi gambar beserta tulisan dari pada hanya buku yang berisi tulisan saja. Pembelajaran media komik berupa gambar yang berisi serangkaian cerita yang saling berhubungan. Sedangkan, menurut Gumelar (2011:7) komik adalah urutanurutan gambar yang ditata sesuai tujuan dan filosofi pembuatannya hingga pesan cerita tersampaikan, komik cenderung diberi lattering yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan. Media komik akan membantu siswa untuk menciptakan minat belajar dan keterampilan membaca karena siswa akan lebih suka membaca tulisan 29 yang disertai gambar-gambar. Dengan menggunakan media komik pembelajaran siswa akan cenderung lebih paham dan mengerti. Apabila siswa lebih memahami materi pelajaran diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudjana dan Rivai (2010:68) yang menyatakan bahwa peranan pokok dari buku komik dalam pengajaran adalah kemampuannya dalam menciptakan minat para siswa. Selain menciptakan minat siswa dalam belajar, komik juga berfungsi untuk menumbuhkan ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Secara otomatis siswa akan lebih suka membaca komik yang berisi materi pelajaran beserta gambar-gambar dibandingkan dengan buku pelajaran yang penuh dengan tulisan. Dengan adanya media pembelajaran komik diharapkan siswa tidak akan merasa terpaksa dalam membaca buku sehingga pengetahuan siswa menjadi berkembang. Dari beberapa pendapat di atas komik adalah sebuah gambar kartun yang membentuk cerita dalam urutan gambar-gambar yang berhubungan erat. Media komik berfungsi untuk menumbuhkan minat membaca siswa karena tidak hanya berisi tulisan saja melainkan tulisan beserta gambar-gambar. Selain itu, siswa tidak akan merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Media pembelajaran komik juga berguna untuk membantu siswa dalam memahami materi pelajaran dengan mudah karena mereka tidak merasa terpaksa dalam membaca dan mempelajarinya. Apabila siswa lebih mudah memahami materi pelajaran diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat. 2.5 Hasil Belajar Menurut Fathurrohman dan Sutikno (2007:180) hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah mengalami aktivitas belajar. Kemampuan yang dimiliki antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda karena pengalaman belajar yang dialami antara peserta didik yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Di sekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan peserta didik terhadap mata pelajaran yang ditempuhnya. Selain penguasaan materi juga dapat dilihat dari perubahan tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku yang dialami siswa setelah mengalami aktivitas belajar 30 akan lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan, menurut Suprijono (2012:7) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusaiaan saja. Perubahan perilaku siswa dapat berupa perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan. Perubahan pengetahuan siswa biasanya akan menjadi lebih baik dari pengetahuan yang dimiliki sebelumnya misalnya siswa dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti dan lain sebagainya. Perubahan pengetahuan siswa biasanya dilihat dari nilai siswa setelah mengerjakan soal evaluasi. Perubahan sikap siswa dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya misalnya dari yang tidak sopan menjadi sopan. Perubahan keterampilan juga dapat lebih baik dari sebelumnya misalnya dari yang tidak bisa melakukan sesuatu menjadi bisa melakukan sesuatu. Menurut Bloom (dalam Suprijono, 2012:6) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), aplication (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Psikomotor juga mencakup kererampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual. Menurut Gagne (dalam Dahar, 2011:118) ada lima macam hasil belajar, tiga di antaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu lagi bersifat psikomotorik. Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan. Hasil belajar dihasilkan dari aktivitas siswa setelah melakukan aktivitas belajar yang berupa perubahan dalam hal kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan, afektif yang berhubungan dengan sikap dan psikomotorik yang berhubungan dengan keterampilan. Masing-masing dari jenis hasil belajar dapat diterapkan dengan bahan pembelajaran yang sesuai. Sedangkan, menurut Lindgren (dalam Suprijono, 2012:6) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian dan sikap. Hasil belajar dapat diukur setelah siswa mengalami proses belajar. Hasil belajar siswa dapat berupa 31 perubahan perilaku yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan perilaku siswa dapat berupa kecakapan dalam menyelesaikan sesuatu, tambahan informasi, dan sikap yang lebih baik misalnya dari yang tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya. Menurut Dimyati dan Mudjiyono (2009:3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar siswa di dapat dari siswa setelah mengalami proses pembelajaran. Hasil belajar siswa dapat berupa perubahan perilaku yang dimiliki seseorang baik berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan perilaku yang dimiliki siswa akan lebih baik dari sebelumnya misalnya perubahan dalam hal pengetahuan yaitu dari yang tidak tahu menjadi menjadi tahu dan sebagainya, perubahan dalam hal sikap yaitu yang yang tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya serta perubahan dalam hal keterampilan yaitu dari yang tidak bisa melakukan sesuatu menjadi bisa melakukan sesuatu dan sebagainya. Merujuk pada pemikiran Gagne (Suprijono, 2012:5), hasil belajar berupa: 1. Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. 2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. 3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. 4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadapat objek tersebut. Berdasarkan beberapa pendapat di atas hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah mengalami aktivitas belajar berupa perubahan perilaku siswa yang mencakup kemampuan kognitif, psikomotor dan afektif. Perubahan kemampuan kognitif berhubungan dengan pengetahuan, peribahan psikomotor berhubungan dengan keterampilan dan perubahan afektif berhubungan dengan sikap. Perubahan perilaku siswa setelah mengalami proses pembelajaran akan lebih baik dari sebelumnya misalnya perubahan dalam hal pengetahuan misalnya dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti 32 menjadi mengerti dan sebagainya, perubahan dalam hal keterampilam misalnya dari yang tidak bisa melakukan sesuatu menjadi bisa melakukan sesuatu dan sebagainya serta perubahan dalam hal sikap dari yang tidak patuh menjadi patuh dan sebagainya. 2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi internal dan eksternal peserta didik. Kondisi internal mencakup kondisi fisik, kondisi psikis dan kondisi sosial. Sedangkan, faktor eksternal mencakup materi belajar, suasana belajar, tempat belajar dan sebagainya (Rifa’i dan Anni, 2009:97). Kondisi internal dan kondisi eksternal sangat berpengaruh terhadap hasil belajar. Hasil belajar digunakan untuk tolok ukur keberhasilan siswa dalam belajar. Misalnya kondisi internal yang mempengaruhi keberhasilan belajar yaitu apabila dalam pembelajaran siswa tidak dalam kondisi kesehatan yang baik maka akan mempengaruhi hasil belajar siswa sehingga pemerolehan hasil belajar tidak maksimal. Selain itu, apabila ada siswa yang mengalami kendala mata minus juga akan mempengaruhi hasil belajar siswa karena siswa tidak jelas dalam melihat tulisan yang jauh. Kondisi eksternal juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa misalnya materi pelajaran yang sulit apabila tidak diimbangi dengan penggunaan metode pembelajaran siswa akan kesulitan dalam menerima pelajaran sehingga hasil belajarnya tidak dapat dicapai secara maksimal. Menurut Zulfa (2010:68) faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar secara garis besar hanya ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 1. Faktor Intern. Faktor internal ini meliputi: a. Faktor Jasmaniah: kesehatan, kelebihan dan kekurangan tubuh. b. Faktor psikologis: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kelelahan. c. Faktor kelelahan: kelelahan jasmani/rohani. 2. Faktor Ekstern. Faktor ekstern ini berupa: 33 a. HomeSchooling: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi orang tua, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan. b. Schooling: kurikulum, metode, relasi guru-siswa, relasi siswasiswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, gaya belajar, tugas rumah. c. Community: kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. Faktor internal dan faktor eksternal merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi hasil belajar karena saling berhubungan satu sama lain. Hasil belajar siswa digunakan untuk tolok ukur keberhasilan siswa dalam belajar. Apabila dalam pembelajaran antara faktor internal dan eksternal dapat berjalan dengan baik dan seimbang dipastikan hasil belajar siswa akan tercapai secara maksimal. Sedangkan, apabila faktor internal dan eksternal tidak berjalan dengan baik dapat dipastikan hasil belajar siswa akan terganggu misalnya pengaruh dari faktor internal siswa yang sedang sakit akan mengalami kendala dalam mengikuti pembelajaran karena fungsi tubuhnya tidak dapat berkerja secara optimal. Selain itu, siswa yang sedang tidak memiliki minat dan motivasi belajar akan mengalami kendala dalam mengikuti pembelajaran sehingga hasil belajarnya tidak dapat dicapai secara maksimal. Untuk itu guru harus menggunakan metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Contoh pengaruh faktor eksternal untuk pencapaian hasil belajar dari sekolah salah satunya apabila relasi antara guru dengan siswa tidak berjalan dengan baik maka hasil belajar tidak akan dapat dicapai secara optimal. Untuk itu guru harus mampu menjalin hubungan yang baik dengan siswa. Contoh lain yaitu metode mengajar guru di kelas juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Apabila di kelas guru menggunakan metode mengajar yang tidak disesuaikan dengan kondisi siswa di kelas maka, minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas akan berkurang. Oleh karena itu, guru harus pandai memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa di kelas dan materi pelajaran yang akan diajarkan. Selain itu, kegiatan siswa dalam masyarakat juga berpengaruh terhadap hasil belajar. Apabila siswa dilingkungan masyarakat bergaul dengan orang-orang yang sudah tidak bersekolah dan 34 memiliki sifat yang malas untuk belajar secara otomatis akan menular kepada siswa yang selalu bermain bersama. Untuk itu orang tua harus pandai-pandai menjaga dan mengatur waktu anaknya untuk bermain. Berdasarkan pendapat di atas hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktorfaktor yang mendasar. Faktor internal dan eksternal sangat mempengaruhi hasil belajar siswa di sekolah. faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu seperti minat, kesehatan, motivasi dan bakat siswa. Sedangkan, faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar siswa seperti faktor keluarga di rumah, faktor guru dalam mengajar di kelas dan faktor masyarakat. Faktor internal dan faktor eksternal merupakan faktor yang sangat berpengaruh untuk pencapaian hasil belajar untuk itu faktor internal dan eksternal harus berjalan secara seimbang dan baik. 2.5.2 Pengukuran Hasil Belajar Menurut Majid (2014:27) penilaian dan pengukuran hasil belajar dilakukan dengan menggunakan tes hasil belajar, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Ukuran hasil belajar siswa dapat diperoleh dari aktivitas belajar. Pengukuran hasil belajar digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hasil belajar yang diperoleh siswa setelah mengikuti pembelajaran harus mencapai hasil belajar yang lebih tinggi dari sebelumnya. Hasil belajar siswa digunakan guru untuk mengukur kemampuan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dan mengukur pencapaian tujuan pendidik. Pengukuran dalam hasil belajar harus mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa yaitu dengan teknik tes dan non-tes. Teknik tes yaitu meliputi tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan. Sedangkan, non tes yaitu meliputi portofolio, jurnal, angket, wawancara dan observasi. Pada penelitian kali ini, peneliti mengukur hasil belajar pada siswa kelas 5 SD Negeri Rowosari kecamatan Tuntang kabupaten Semarang semester II tahun 2015/2016 dengan menggunakan teknik tes dan non tes. Hasil belajar dalam 35 penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes, pengamatan/observasi, dan tugas kelompok. 2.6 Hubungan Antara Metode Pembelajaran Jigsaw dan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Metode Jigsaw adalah metode pembelajaran yang menekankan pada anggota kelompok untuk bertanggungjawab atas tugas masing-masing anggota untuk membelajarkan materi pelajaran kepada anggota lain dalam kelompoknya. Pembelajaran dalam metode Jigsaw, siswa akan dibagi menjadi kelompokkelompok kecil yang beranggotakan 3-5 orang secara heterogen dengan pola kelompok asal dan kelompok ahli. Setiap siswa dalam kelompok akan mendapatkan tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Dalam metode Jigsaw siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan membelajarkan materi tersebut pada anggota kelompok lain. Dengan demikian, siswa akan lebih memahami materi pelajaran karena siswa dijelaskan dengan temannya sendiri sehingga mereka tidak akan merasa sungkan untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya. Selain itu, siswa juga akan dilatih untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Metode Jigsaw juga melatih siswa untuk tanggung jawab dan dapat bekerjasama dalam kelompok dengan baik. Dengan kerjasama dalam kelompok siswa akan memperoleh informasi tentang materi yang dibahas sehingga guru tidak hanya sebagai satu-satunya sumber belajar melainkan beralih sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini peneliti tidak hanya menggunakan metode pembelajaran Jigsaw saja melainkan dengan bantuan media pembelajaran komik. Media komik merupakan salah satu media grafis untuk membantu siswa dalam memahami materi pelajaran dan minat baca siswa. Media komik berfungsi untuk menumbuhkan minat membaca siswa karena tidak hanya berisi tulisan saja melainkan tulisan beserta gambar-gambar kartun. Selain itu, siswa tidak akan merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Media pembelajaran komik juga berguna untuk membantu siswa dalam memahami materi pelajaran dengan 36 mudah karena mereka tidak merasa terpaksa dalam membaca dan mempelajarinya. Apabila siswa lebih mudah memahami materi pelajaran maka hasil belajar siswa akan meningkat. Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran dengan materi yang banyak karena mata pelajaran IPA mempelajari tentang gejala-gejala alam beserta isinya. Mata pelajaran IPA juga mengajarkan alam yang berhubungan dengan kehidupan nyata. Dalam pembelajarannya mata pelajaran IPA tidak hanya menuntut siswa untuk menghafal materi saja tetapi juga harus mempunyai pemahaman yang mendalam tentang materi yang akan dipelajari. Selain itu, dalam pembelajarannya siswa tidak hanya duduk dan mendengarkan penjelasan guru saja melainkan harus melakukan aktivitas dalam belajar untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi secara kritis dan bertanggungjawab. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa secara optimal, salah satu caranya yaitu dengan menciptakan kondisi kelas yang menyenangkan saat kegiatan belajar mengajar dalam kelas berlangsung. Untuk itu diperlukan metode pembelajaran yang efektif yang sesuai dengan kondisi kelas. Pemilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi siswa di kelas dan materi pelajaran yang akan diajarkan. Apabila dalam pemilihan metode pembelajaran tidak tepat maka siswa di dalam kelas akan cenderung pasif dan bosan sehingga hasil belajar siswa tidak akan dapat dicapai secara maksimal. Salah satu metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan keaktifan dan motivasi siswa dalam belajar adalah metode Jigsaw. Metode pembelajaran Jigsaw menekankan siswa untuk berfikir secara kritis dan bertanggungjawab. Karena dalam pembelajarannya siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan membelajarkan materi tersebut pada teman yang lain. Untuk pembelajaran di kelas akan lebih aktif dan menyenangkan karena siswa tidak hanya duduk mendengarkan penjelasan guru melainkan juga melakukan aktivitas dalam pembelajaran. Dengan hal tersebut diharapkan metode pembelajaran Jigsaw dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 37 2.7 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah: Penelitian yang dilakukan oleh Slamet Suharti tahun 2013 dengan hasil penelitian yang diperoleh adalah terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar. Hal ini tampak adanya peningkatan hasil belajar IPA dengan ditunjukkan banyaknya siswa yang tuntas belajar secara klasikal, pada siklus I diperoleh presentase 78,94% dan pada siklus II menjadi 89,47% dengan nilai rata-rata siklus I diperoleh 76,52 dan pada siklus II menjadi 81,94. Hal ini berarti bahwa metode pembelajaran Jigsaw dapat terbukti meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 pada mata pelajaran IPA. Penelitian yang dilakukan Dalimin tahun 2012 dengan hasil penelitian yang diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar dapat dilihat pada skor rata-rata yakni pada kondisi pra siklus sebesar 62,5, siklus I naik menjadi 65,5 dan pada siklus II naik lagi menjadi 73. Jadi terbukti bahwa penggunaan metode pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 6 pada mata pelajaran IPA. Penelitian yang dilakukan Pratiningsih tahun 2013 dengan hasil penelitian yang diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar siswa dilihat pada ketuntasan belajar yaitu 32% pada prasiklus, naik pada siklus I menjadi 58% serta 87% pada siklus II, dan skor rata-rata yakni pada kondisi pra siklus sebesar 51,40, siklus I naik menjadi 62,42 dan pada siklus II naik lagi menjadi 75,65. Hal ini berarti bahwa metode pembelajaran Jigsaw dapat terbukti meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 pada mata pelajaran IPA. Penelitian yang dilakukan Dwi Priyo tahun 2011 dengan hasil penelitian yang diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar terlihat dari nilai rata-rata siswa sebelum dilakukan tindakan sebesar 64 naik menjadi 82,5 sehingga terjadi peningkatan sebesar 18,5%. Dan ketuntasan belajar siswa yang pada kondisi awalnya hanya 36% menjadi 86% pada silkus II. Hal bahwa metode pembelajaran Jigsaw dapat terbukti meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 pada mata pelajaran IPA. 38 Penelitian yang dilakukan Suyikno tahun 2013 dengan hasil penelitian yang diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar dilihat pada silkus I presentase ketuntasan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA sebesar 71% atau 15 siswa dan pada siklus II sebesar 86% atau 18 siswa. Hal ini terbukti bahwa metode pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 pada mata pelajaran IPA. Dari beberapa penelitian di atas terdapat beberapa perbedaan dan persamaan yang dilakukan antara penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan penelitian kali ini adalah bahwa penelitian sebelumnya hanya menggunakan metode pembelajaran Jigsaw saja untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA sedangkan, penelitian kali ini peneliti menambahkan media pembelajaran berupa media komik. Penggunaan bantuan media pembelajaran komik disesuaikan dengan materi pelajaran yang diajarkan. Dengan perbantuan media pembelajaran komik diharapkan siswa akan lebih tertarik dan termotivasi dalam mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini peneliti menggunakan metode Jigsaw berbantuan komik untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA agar lebih maksimal. Untuk memperjelas perbedaan dan persamaan antara yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian kali ini dapat dilihat dalam tabel 2.1 Tabel 2.1 Perbedaan dan Persamaan Penelitian Variabel Penelitian No. Nama Peneliti Kelas Metode Pembelajaran Jigsaw 1. Slamet Suharti Media komik Hasil Hasil Belajar Ada IPA 4 √ - √ √ 2. Dalimin 6 √ - √ √ 3. Pratiningsih 4 √ - √ √ 4. Dwi Priyo 4 √ - √ √ 39 Tidak 5. Suyikno 4 √ - √ 6. Peneliti 5 √ √ √ √ Berdasarkan tabel di atas terdapat perbedaan dan persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian kali ini adalah penggunakan metode pembelajaran Jigsaw dan hasil belajar pada mata pelajaran IPA. Penelitian yang dilakukan oleh Slamet Suharti (2013) telah berhasil meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA kelas 4 dengan menggunakan metode pembelajaran Jigsaw. Penelitian yang dilakukan Dalimin (2012) juga berhasil meningkatkan hasil belajar IPA pada mata pelajaran IPA kelas 6 dengan menggunakan metode pembelajaran Jigsaw. Penelitian yang dilakukan oleh Pratiningsih (2013) untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA kelas 4 dengan menggunakan metode pembelajaran Jigsaw juga berhasil meningkatkan hasil belajar IPA kelas 4. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Dwi Priyo (2011) dan Suyikno (2013) juga terbukti berhasil meningkatkan hasil belajar IPA pada kelas 4 dengan menggunakan metode pembelajaran Jigsaw. Sedangkan, perbedaan yang dilakukan oleh penelitian yang dilakukan Slamet Suharti (2013), Dalimin (2012), Pratingsih (2013), Dwi Priyo (2011) dan Suyikno (2013) dengan penelitian kali ini adalah penelitian sebelumnya hanya menggunakan langkah-langkah pembelajaran metode Jigsaw saja tanpa menambah standar proses dalam penerapannya. Pada penelitian kali ini, peneliti juga menambah media pembelajaran komik dan memodifikasi langkah-langkah metode Jigsaw dengan menggabungkan antara langkah-langkah pembelajaran metode Jigsaw menurut Aronson dkk dan Miftahul Huda dengan standar proses. Langkah-langkah pembelajaran Jigsaw yang dimodifikasi dengan standar proses terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi) dan kegiatan penutup. 40 2.8 Kerangka Pikir Berdasarkan kajian teori yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran Jigsaw berbantuan media komik pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan pemikiran jika menggunakan metode pembelajaran Jigsaw berbantuan komik diharapkan siswa akan mampu meningkatkan hasil belajar yang semula rendah akan menjadi tinggi. Kemudian, siswa juga sadar akan pentingnya tujuan pembelajaran yang akan dicapai, bukan hanya sadar namun juga harus termotivasi dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Selanjutnya melalui metode Jigsaw berbantuan media komik ini peserta didik diharapkan dapat berfikir secara kritis dan bekerjasama dalam kelompok karena diberikan tanggung jawab mengenai materi yang menjadi tugasnya. Dalam pembelajaran Jigsaw siswa terlibat aktif dalam memecahkan masalah dan mencari informasi melalui kegiatan diskusi. Kegiatan ini sangat cocok dengan karakteristik pembelajaran IPA yang menekankan siswa untuk memperoleh pengalaman langsung. Selain itu, hal yang paling mendasari dalam metode pembelajaran Jigsaw yaitu dengan menggunakan strategi tutor sebaya, diharapkan siswa akan lebih memahami materi pelajaran karena siswa di ajar dengan temannya sendiri menggunakan gaya bahasa yang setara dan tidak merasa sungkan dalam bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami. Dengan bantuan media komik, siswa juga diharapkan akan lebih senang dan tertarik dalam mengikuti pembelajaran khusunya pada mata pelajaran IPA. Pembelajaran metode Jigsaw berbantuan media komik juga dapat mengaktifkan siswa sehingga akan melatih siswa untuk berfikir kritis dan mempunyai keinginan untuk membatu temannya sehingga akan tercipta suasana yang aktif, menyenangkan, inovatif dan kondusif yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar. Dalam penyampaian materi pelajaran, metode pembelajaran Jigsaw yang dipadukan dengan media komik diharapkan siswa akan lebih tertarik mengikuti pembelajaran IPA dengan baik. Dengan ini penggunaan metode pembelajaran Jigsaw berbantuan media komik diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA. 41 2.9 Hipotesis Tindakan 1. Dengan menggunakan metode pembelajaran Jigsaw berbantuan media komik dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Rowosari kecamatan Tuntang kabupaten Semarang semester II tahun pelajaran 2015/2016 dalam pelajaran IPA. 2. Dapat menjelaskan alasan/rasional penerapan metode pembelajaran Jigsaw berbantuan media komik dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas 5 SD Negeri Rowosari kecamatan Tuntang kabupaten Semarang semester II tahun pelajaran 2015/2016. 3. Dapat mendeskripsikan penerapan metode pembelajaran Jigsaw berbantuan media komik dengan sintak yang terbukti dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri Rowosari kecamatan Tuntang kabupaten Semarang semester II tahun pelajaran 2015/2016. 42