ekhokardiografi penyakit katup mitral endokardiosis

advertisement
EKHOKARDIOGRAFI PENYAKIT KATUP MITRAL
ENDOKARDIOSIS PADA ANJING
RETNO WULANDARI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRACT
RETNO WULANDARI. Echocardiography of Endocardiosis Mitral Valve
Disease in Dog.
Under direction of DENI NOVIANA and RETNO
WULANSARI.
Endocardiosis is a disease in dogs characterized by progressive
myxomatous degeneration of the atrio-ventricular valves, especially in the mitral
valve. The alteration that occurred in the mitral valve and expanded within
endocardium, myocardium thickness and internal chamber dimensions of the heart
were described in detail by using echocardiography technique in this study. Eight
small-breed dogs-Pomeranian were used in this study. Brightness mode (B-mode)
echocardiography techniques was used to see the echotexture condition of
endocardium, mitral valve, and abnormalities of the valve movement. The results
showed endocardium thickening, along with chronic fibrosis and nodular
thickening of the free edges of the anterior and posterior mitral valve leaflet.
Significant changes that occur are dependent on the degree of severity in each
dog. Three of seven cases showed prolapsed of the mitral valve. Motion mode
(M-mode) echocardiography was used in order to measure the left ventricle
internal chamber dimension, myocardium thickness, the fractional shortening, and
the left atrial and aortic dimension. The results showed myocardium thickening,
along with left atrial chamber enlargement. Myocardium thickness and chambers
dimension increases are dependent on the degree of severity in each dog observed.
Color flow Doppler echocardiography was used to confirm mitral valve
regurgitation. Three of seven cases showed the presence of regurgitation signed
by turbulence color of the mitral valve prolapsed. Based on the degree of the
severity, scoring system used in this study, endocardiosis can be divided into three
types that are mild, moderate and severe.
Keywords: Pomeranian, mitral valve, endocardiosis, echocardiography.
RINGKASAN
RETNO WULANDARI. Ekhokardiografi Penyakit Katup Mitral Endokardiosis
pada Anjing. Dibimbing oleh DENI NOVIANA dan RETNO WULANSARI.
Endokardiosis adalah penyakit pada anjing yang ditandai dengan adanya
degenerasi myxomatous progresif pada katup atrio-ventrikular, terutama di katup
mitral. Perubahan yang terjadi pada katup mitral dan semakin diperluas dengan
adanya perubahan pada endokardium, penebalan pada miokardium dan perubahan
ukuran dimensi internal ruang jantung sebelah kiri, digambarkan secara rinci
dengan menggunakan teknik pencitraan ekhokardiografi dalam penelitian ini.
Delapan anjing ras kecil-Pomeranian digunakan dalam penelitian ini. Teknik
ekhokardiografi B-mode digunakan untuk melihat kondisi ekhotekstur
endokardium, katup mitral, dan kelainan pergerakan katup. Hasil penelitian
menunjukkan adanya penebalan endokardium, bersamaan dengan fibrosis kronis
dan penebalan nodular dari tepi daun katup mitral anterior dan posterior.
Perubahan signifikan yang terjadi tergantung pada tingkat keparahan masingmasing anjing. Tiga dari tujuh kasus menunjukkan katup mitral mengalami
prolaps. Teknik ekhokardiografi M-mode digunakan untuk mengukur dimensi
internal ruang ventrikel kiri, ketebalan miokardium, nilai dari fraksi pemendekan,
serta ukuran dari dimensi ruang atrium kiri dan aorta. Hasil penelitian
menunjukkan penebalan miokardium bersamaan dengan pembesaran ruang atrium
sebelah kiri. Penebalan miokardium dan peningkatan dimensi ruang tergantung
pada tingkat keparahan pada setiap anjing yang diamati. Ekhokardiografi color
flow Doppler digunakan untuk menegaskan adanya regurgitasi katup mitral. Tiga
dari tujuh kasus menunjukkan adanya kehadiran regurgitasi yang ditandai oleh
warna turbulensi dari katup mitral yang prolaps. Berdasarkan tingkat keparahan
penyakit, sistem pembobotan nilai digunakan dalam penelitian ini yang dapat
membagi endokardiosis menjadi tiga tipe, yaitu ringan, sedang, dan parah.
Kata Kunci: Pomeranian, katup mitral, endokardiosis, ekhokardiografi.
EKHOKARDIOGRAFI PENYAKIT KATUP MITRAL
ENDOKARDIOSIS PADA ANJING
RETNO WULANDARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Ekhokardiografi
Penyakit Katup Mitral Endokardiosis pada Anjing adalah karya saya dengan
arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011
Retno Wulandari
NIM B04051443
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
Judul Skripsi : Ekhokardiografi Penyakit Katup Mitral Endokardiosis pada
Anjing
Nama
: Retno Wulandari
NIM
: B04051443
Disetujui
Drh. Deni Noviana Ph.D
Pembimbing I
Drh. Retno Wulansari, M.Si, Ph.D
Pembimbing II
Diketahui
Dr. Dra. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat,
rahmat, dan hidayah-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini
diajukan sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada :
1. Drh. Deni Noviana, Ph.D sebagai pembimbing I dan Drh. Retno
Wulansari, M.Si, Ph.D sebagai pembimbing II, yang telah meluangkan
waktu dan memberikan bimbingan serta ilmu bagi penulis.
2. Drh. Siti Zaenab sebagai pemilik dari klinik Animal Clinic My Vets
Kemang Jakarta Selatan, yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan
penelitian di klinik tersebut.
3. Dr. Dra. Nastiti Kusumorini sebagai pembimbing akademik.
4. Keluarga tercinta, khususnya kepada kedua orang tua yang telah
memberikan perhatian, motivasi, dan pengorbanan serta doa yang selalu
dipanjatkan.
5. Siska, Endah, Sarah, Beta, Asih, Dora, Dimas Tri, dan seluruh temanteman dan orang-orang tersayang atas segala dukungan, bantuan dan
semangatnya.
Akhir kata semoga segala usaha yang telah dicurahkan dalam karya ilmiah
ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Bogor, Oktober 2011
Retno Wulandari
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Retno Wulandari, dilahirkan di Jakarta pada
tanggal 23 Oktober 1987. Penulis merupakan anak pertama dari ketiga bersaudara
dari Ayah yang bernama Sugiyono dan Ibu yang bernama Sri Sullyantiny.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Angkasa 8
Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur pada tahun 1991-1993.
Penulis
menempuh pendidikan sekolah dasar pada tahun 1993-1999 di SD Angkasa IV
Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Penulis menyelesaikan pendidikan
tingkat pertama di SMPN 128 Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur pada tahun
1999-2002. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat atas di SMAN 67 Halim
Perdana Kusuma, Jakarta Timur pada tahun 2002-2005. Penulis diterima pada
tahun 2005 di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program pendidikan Strata I di
Fakultas Kedokteran Hewan.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii
PENDAHULUAN ..............................................................................................
Latar Belakang .............................................................................................
Tujuan Penelitian .........................................................................................
Manfaat Penelitian .......................................................................................
1
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
Anjing ..........................................................................................................
Anjing Pomeranian ......................................................................................
Sistem Kardiovaskular Anjing .....................................................................
Penyakit Jantung pada Anjing Peliharaan ....................................................
Endokardiosis ...............................................................................................
Ekhokardiografi ...........................................................................................
Ekhokardiografi B-mode .......................................................................
Ekhokardiografi M-mode ......................................................................
Ekhokardiografi color flow Doppler .....................................................
4
4
5
7
11
14
16
20
20
21
BAHAN DAN METODE ...................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................
Alat Penelitian ..............................................................................................
Bahan Penelitian ..........................................................................................
Metode Penelitian ........................................................................................
Pemeriksaan Fisik .................................................................................
Pemeriksaan Ultrasonografi ..................................................................
Interpretasi Sonogram ...........................................................................
Analisis Data ................................................................................................
23
23
23
23
24
24
25
25
29
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 30
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 45
Simpulan ...................................................................................................... 45
Saran ............................................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 46
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Hasil pemeriksaan keadaan umum pada anjing ras Pomeranian ................. 30
2
Hasil pemeriksaan klinis pada anjing ras Pomeranian ................................ 32
3
Hasil ekhokardiografi B-mode pada anjing ras Pomeranian ....................... 34
4
Hasil ekhokardiografi M-mode ketebalan otot dan dimensi ruang
jantung pada anjing ras Pomeranian .......................................................... 38
5
Hasil ekhokardiografi M-mode diameter aorta dan dimensi ruang
atrium kiri pada anjing ras Pomeranian ....................................................... 41
6
Hasil ekhokardiografi color flow Doppler pada anjing ras
Pomeranian .................................................................................................. 42
7
Hasil nilai total pada anjing ras Pomeranian ............................................... 44
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Anjing Pomeranian ......................................................................................
5
2 Katup dan ruang jantung pada anjing ..........................................................
7
3 Salah satu pencitraan ekhokardiografi B-mode ........................................... 20
4 Salah satu pencitraan ekhokardiografi M-mode .......................................... 21
5 Salah satu pencitraan ekhokardiografi color flow Doppler ........................ 22
6 Alat USG (Sonoscape SSI-1000) ................................................................. 23
7 Scanner transduser tipe phased array dengan small footprint..................... 23
8 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan endokardium tipis .................. 35
9 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan endokardium
tebal derajat ringan ....................................................................................... 35
10 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan endokardium
tebal derajat cukup berat .............................................................................. 35
11 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan endokardium
tebal derajat berat ......................................................................................... 35
12 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan katup mitral tipis .................... 36
13 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan katup mitral tebal ................... 36
14 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan katup mitral prolaps ringan .... 37
15 Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan katup mitral prolaps berat ...... 37
16 Pencitraan ekhokardiografi color flow Doppler tanpa regurgitasi
katup mitral ................................................................................................. 42
17 Pencitraan ekhokardiografi color flow Doppler dengan
regurgitasi katup mitral ringan ..................................................................... 42
18 Pencitraan ekhokardiografi color flow Doppler dengan
regurgitasi katup mitral berat ....................................................................... 42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring berjalannya laju globalisasi, minat masyarakat Indonesia terhadap
hewan peliharaan semakin meningkat. Hewan peliharaan yang mendominasi saat
ini adalah anjing dan kucing. Anjing memiliki posisi unik dalam hubungan antar
spesies.
Anjing merupakan hewan sosial, yang sama seperti manusia yaitu
sebagai makhluk sosial.
Kedekatan pola perilaku anjing dengan manusia
menjadikan anjing bisa dilatih, diajak bermain, tinggal bersama manusia, serta
diajak bersosialisasi dengan manusia dan anjing yang lain. Sudah menjadi naluri
alami anjing sebagai hewan kelompok.
Pemilik anjing sangat menghargai
kesetiaan dan pengabdian anjing hingga menganggapnya sebagai anggota
keluarga sendiri. Anjing kesayangan bahkan sering diberi nama keluarga yang
sama seperti nama pemilik (Fogle 2006). Hal inilah yang menyebabkan manusia
pada masa kini semakin peduli terhadap kesehatan anjing peliharaannya. Sejalan
dengan hal ini peran dokter hewan sangat penting dalam menjaga kesehatan
hewan.
Penyakit hewan yang bervariasi menyebabkan sulitnya penegakkan
diagnosis, karena selain banyaknya penyakit dengan gejala klinis yang sama,
dibutuhkan juga cara mendiagnosis yang tepat dan cepat. Kemajuan teknologi
kini telah berkembang pesat dan menghadirkan alat-alat yang dapat membantu
dalam mempermudah diagnosis suatu penyakit dibidang kedokteran khususnya
pada hewan, antara lain roentgenography, computed tomography (CAT scan),
magnetic resonance imaging (MRI), fluoroscopy, biopsi, dan ultrasonography
(USG) (Burk & Feeney 2003).
Ultrasonografi (USG) sebagai suatu sarana diagnosis untuk pengambilan
gambar jaringan lunak pada bagian tubuh seperti rongga thorak termasuk jantung
dan rongga abdominal, visualisasi kebuntingan, perkembangan fetus, kelainan
pada ovarium dan uterus dengan bantuan pantulan suara.
Melalui alat ini,
gelombang frekuensi sangat tinggi dikirim ke dalam tubuh untuk kemudian
pantulannya diterima kembali dan diubah menjadi gambar grafik di dalam
2
monitor.
Kemajuan teknologi membuat kumpulan grafik tadi keluar sebagai
gambar dua dimensi (2D/B-mode) (Goddard 1995).
Ekhokardiografi adalah teknik pencitraan USG pada organ jantung. Pada
tipe ekhokardiografi B-mode, gelombang suara yang digunakan adalah gelombang
suara jamak. Echo yang direfleksikan akan memberikan gambaran berupa titik
atau dot pada layar monitor. Posisi dari yang terlihat pada layar merupakan posisi
dari refleksi struktur organ (Mannion 2006). Pencitraan ekhokardiografi M-mode,
dapat menampilkan gambaran echo yang bergerak dari organ jantung.
Penambahan M-mode memungkinkan untuk mendapatkan ukuran yang akurat dari
kontraktilitas, ukuran ruang sistolik dan diastolik, dan ketebalan dinding jantung,
serta pengukuran pada penyimpangan valvular.
Pada tipe pencitraan
ekhokardiografi B-mode dan M-mode, kelainan-kelainan pada jantung yang bisa
dilihat adalah kelainan pada dimensi intrakardiak, ketebalan dinding, serta
dimensi lumen (Penninck & d’Anjou 2008).
Ekhokardiografi Doppler dalam menginterpretasikan suatu aliran darah
pada jaringan tubuh menggunakan prinsip Doppler.
Teknik ini memberikan
informasi pada bentuk, ukuran, dan gerak dari suatu struktur jantung, perbedaan
tekanan dalam ruang, dan aliran darah melalui jantung dan mendeteksi penyakit
jantung dan vaskular. Ekhokardiografi color flow Doppler (CFD) adalah suatu
teknik untuk memvisualisasikan secara langsung kecepatan aliran darah dalam
jantung dan pembuluh darah besar, serta menggambarkan pola aliran turbulen
darah, sehingga dapat mendeteksi adanya kebocoran katup jantung.
Teknik
pencitraan Doppler ini memberikan informasi untuk mendiagnosis penyakit
pericardial effusion (PE), endokarditis, hipertrofi jantung, penyakit kongenital,
dan endokardiosis atau penyakit pada katup, seperti pada katup mitral, trikuspid,
semilunar, insufisiensi aorta, stenosis aorta, stenosis subaorta, serta ischemic
disease (Penninck & d’Anjou 2008).
Penyakit jantung sering hadir dengan gejala klinis yang bervariasi mulai
dari yang tak terlihat sampai yang sangat mencolok, seperti penyakit
endokardiosis.
Endokardiosis yaitu penyakit degeneratif katup mitral kronis
sebagai akibat dari degenerasi myxomatous. Endokardiosis umumnya menyerang
pada anjing. Pada penyakit ini terjadi degenerasi katup mitral jantung, salah satu
3
dari empat set katup dalam jantung anjing.
Katup mitral yang mengalami
degenerasi myxomatous yang mengacu pada melemahnya patologis jaringan ikat,
menyebabkan katup tidak lagi sepenuhnya menutup sempurna pada setiap aksi
pemompaan, istilah ini sering digunakan dalam konteks katup mitral yang prolaps,
sehingga menyebabkan darah mengalir balik, dari ventrikel kiri kembali ke atrium
kiri (Pedersen 2000). Penyakit katup mitral endokardiosis merupakan penyebab
umum dari congestive heart failure (CHF) pada bagian kiri jantung anjing,
sehingga penyakit jantung ini penting untuk diketahui karakteristiknya (Borgarelli
& Haggstrom 2010).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari diagnosis dan menentukan
derajat keparahan penyakit endokardiosis pada anjing dengan teknik pencitraan
ekhokardiografi yang meliputi B-mode, M-mode, dan CFD.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan di
Indonesia mengenai diagnosis penyakit jantung dapatan, khususnya penyakit
endokardiosis pada anjing.
TINJAUAN PUSTAKA
Anjing
Anjing adalah mammalia karnivora yang telah mengalami domestikasi
dari serigala sejak 15 000 tahun yang lalu atau mungkin lebih, berdasarkan bukti
genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA. Istilah anjing mengacu pada anjing
hasil domestikasi Canis lupus familiaris. Pada tahun 1993, Lembaga Smithsonian
dan Asosiasi Ahli Mammalia Amerika menetapkan anjing sebagai subspesies
serigala abu-abu Canis lupus. Taksonomi anjing menurut Linnaeus (1778) dalam
Anonim (2009) :
dunia
: Animalia
filum
: Chordata
subfilum
: Vertebrata
kelas
: Mammalia
ordo
: Canidae
genus
: Canis
spesies
: Canis lupus
subspesies
: Canis lupus familiaris
Anjing adalah hewan pemburu yang hidup dalam suatu lingkungan,
dimana mereka harus bisa mengenali dan membedakan antara mana yang teman
dan musuh. Sistem indera pada anjing berkembang sangat baik. Anjing memiliki
indera penciuman yang sangat tajam, yang lebih baik dari manusia. Mereka hidup
pada dunia yang berorientasi pada indera penciuman, sehingga mampu
membedakan setiap bau yang khas dari setiap benda.
Mereka memperoleh
informasi dari mengendus udara atau sebuah objek, seperti bau suatu wilayah.
Bahkan anjing dapat mengetahui kondisi emosional pada hewan lain dan
mendeteksi perubahan kimiawi tubuh seseorang. Sistem pendengarannya yang
sangat baik membuat anjing dapat mendengar suara jarak jauh. Anjing sudah
lama terkenal akan kesetiaannya. Anjing memiliki kemampuan untuk merespon
sesuatu dengan cepat dan teliti pada situasi gawat darurat. Bahkan anjing sering
kali memperingatkan pemiliknya akan datangnya bahaya atau kecelakaan fisik,
5
sehingga anjing menjadi hewan pendamping yang baik bagi manusia (Fogle
2006).
Anjing yang diberi kesempatan untuk hidup liar dalam kelompok, maka
seperindukan anak anjing akan mengembangkan struktur sosial. Hubungan erat
antara dua individu akan tumbuh, dan seluruh anggota kelompok akan bersikap
loyal dan tunduk kepada hewan yang dominan. Anak anjing seperindukan apabila
dipisahkan cukup dini, kemudian anak-anak anjing tersebut diperkenalkan kepada
manusia, maka kesetiaan ini akan beralih kepada manusia (Beer & Morris 2004).
Anjing Pomeranian
Anjing Pomeranian merupakan anjing dari keturunan spitz (Rees 1993),
yang paling terkecil dari lima ukuran ras German Spitz. Anjing Pomeranian
(Gambar 1) memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil, yaitu dengan panjang 22-28
cm dan beratnya hanya sampai 2 kg, dengan betina yang sedikit lebih berat
(Larkin & Stockman 2001).
Gambar 1 Anjing Pomeranian (Cunliffe 2003).
Kepalanya bulat, tengkorak pendek, dengan dilapisi rambut-rambut
pendek yang halus di kepala dan wajahnya (Miller 1964). Anjing ini mempunyai
ekspresi wajah yang terlihat cerdas dan sangat percaya diri (Larkin & Stockman
2001). Matanya berukuran sedang atau medium, yang bentuknya sedikit oval,
dengan warna mata yang gelap (Miller 1964), yang memiliki ciri khas “mata
singa”, sehingga membuat Pomeranian terlihat sangat berani (Larkin & Stockman
2001).
6
Daun telinganya kecil dan tegak sempurna seperti rubah.
Leher
Pomeranian agak pendek. Anjing ini memiliki dua lapis rambut, yaitu rambut
bagian dalam yang lebih lembut, halus, dan pendek serta rambut bagian luar yang
panjang dan lurus dengan tekstur yang kasar dan menutupi seluruh tubuh,
terutama yang paling lebat pada bagian bahu dan dada serta di sepanjang leher.
Pomeranian memiliki fitur ekor yang khas, yaitu ekor ditutupi dengan rambut
yang panjang yang sangat lebat, makin menyebar hingga ke ujung, dari ujung
ekornya ada rambut yang lebat juga (Miller 1964).
Secara keseluruhan rambut anjing Pomeranian tebal, dengan warna antara
lain coklat, hitam, atau krem hingga putih ataupun campuran beberapa warna.
Perawatan rutin diperlukan untuk membuat tampilan keseluruhan dari anjing ini
terlihat cantik, khususnya perawatan pada rambut. Pomeranian memiliki karakter
hanya mau kawin dengan satu pasangan saja, sehingga sulit mencari pasangan
yang sesuai agar dapat menghasilkan keturunan yang baik. Pomeranian sangat
aktif, periang dan bersifat lincah, berani memimpin, protektif, dan loyal kepada
pemiliknya. Anjing ini sering menggonggong dengan sangat keras dan berisik
sehingga dapat mencegah pencuri datang tetapi efek buruknya, terdengar sangat
mengganggu lingkungan tempat tinggal pemiliknya.
Anjing ini memang
merupakan salah satu jenis yang hiperaktif, berisik, bahkan terlebih bila
mencurigai sesuatu. Salah satu kelebihan dari anjing ini adalah kemampuannya
menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik secara mental maupun fisik (Larkin &
Stockman 2001).
Jenis anjing ini sangat disukai karena bentuknya yang lucu, kecil, bulat
dengan rambut lebat. Oleh karena itu, pada abad pertengahan, Ratu Victoria
mendorong pembiakan selektif, yang telah menghasilkan anjing-anjing yang
sangat kecil ini. Salah satu kelemahan perkawinan sedarah telah menjadi faktor
penyebab berbagai penyakit turun-temurun. Pomeranian cepat untuk mempelajari
sesuatu hal dan dia sangat lincah sehingga anjing jenis ini disukai untuk dijadikan
hewan sirkus, dimana mata yang tajam dan ukuran tubuh yang kecil menambah
daya tariknya sebagai seorang penampil di arena sirkus (Rees 1993).
7
Sistem Kardiovaskular Anjing
Sistem
kardiovaskular
merupakan
suatu
sistem
transport
yang
menghantarkan oksigen (O2) dan berbagai zat yang diabsorpsi dari traktus
gastrointestinal menuju ke jaringan, dan mengembalikan karbondioksida (CO2) ke
paru-paru serta hasil metabolisme lainnya ke ginjal. Sistem kardiovaskular terdiri
dari jantung dan pembuluh darah yang mempunyai fungsi memompa dan
membawa darah ke seluruh tubuh (Guyton dan Hall 2008).
Gambar 2 Katup dan ruang jantung pada anjing (Eldredge et al. 2007).
Berdasarkan struktur anatomi, jantung anjing terbagi menjadi 4 ruang
yaitu 2 atrium kiri dan kanan, dan 2 ventrikel kiri dan kanan. Jantung terbagi
menjadi bagian kanan dan kiri oleh pemisah yang dikenal sebagai septum
interatrial yang memisahkan atrium kanan dan kiri dan septum interventrikularis
yang memisahkan ventrikel kanan dan kiri. Jantung anjing memiliki 4 katup yaitu
2 katup atrioventrikular (AV) dan 2 katup semilunar. Katup mitral adalah katup
flap-ganda pada jantung yang terletak di antara atrium kiri (LA) dan ventrikel kiri
(LV).
Katup mitral dan katup trikuspid dikenal secara kolektif sebagai
atrioventrikular katup karena mereka terletak antara atrium dan ventrikel jantung
dan mengontrol aliran darah (Gambar 2).
Katup mitral terbuka saat diastol,
sehingga darah mengalir ke ventrikel kiri, dan katup menutup pada akhir kontraksi
atrium untuk mencegah darah mengalir kembali. Katup mitral biasanya berukuran
4-6 cm dan memiliki dua daun katup, (daun katup anteromedial dan daun katup
posterolateral). Lokasi pembukaan katup mitral dikelilingi oleh cincin fibrosa
8
yang dikenal sebagai anulus katup mitral. Jantung juga memiliki sistem sirkulasi
sistemik yaitu berupa arteri dan arteriol, sedangkan sistem sirkulasi pulmonik
terdiri dari vena dan venula (Cunningham 2002).
Jantung berada dalam rongga thorak pada bagian mediastinum.
Mediastinum adalah ruang tengah yang memisahkan rongga pleural kanan dan
kiri. Mediastinum terbagi menjadi bagian kranial, medial dan kaudal. Trakea,
cabang utama bronkus, esofagus, limfonodus, dan struktur pembuluh darah berada
pada mediastinum medial di atas jantung, dan sternum berada di bawah jantung.
Jantung karnivora berbentuk ovoid, dan pada anjing memanjang kira-kira dari
interkostal ketiga sampai keenam.
Sumbu memanjang jantung biasanya
membentuk sudut 45° dengan sternum. Basis jantung mengarah ke kraniodorsal,
dan bagian apex berada pada garis tengah pertemuan diafragma dan sternum.
Sudut yang terbentuk dapat bervariasi sesuai konformasi thorak. Anjing dengan
dada dalam memiliki sudut yang lebih besar, sedangkan yang berdada silinder
memiliki sudut yang lebih kecil (Colville & Bassert 2002).
Jantung terdiri atas tipe otot jantung yang utama yakni otot atrium, otot
ventrikel, dan serabut otot eksitatorik serta konduksi khusus. Tipe otot atrium,
dan otot ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka, hanya
saja durasi kontraksi tersebut lebih lama. Sebaliknya, serabut-serabut khusus
eksitatorik dan konduksi berkontraksi dengan lemah sekali sebab serabut-serabut
ini hanya mengandung sedikit serabut kontraktil (Guyton & Hall 2008).
Jantung
perikardium.
dikelilingi
oleh
pembungkus
fibroserous
yang
disebut
Perikardium tipis dan terbagi menjadi perikardium fibrous dan
serous. Perikardium fibrous adalah pembungkus bagian luar, dan perikardium
serous membungkus jantung dan membentuk epikardium. Miokardium adalah
lapisan otot di antara epikardium dan endokardium, yang merupakan membran
tipis yang menutupi seluruh permukaan bagian dalam jantung (Colville & Bassert
2002).
Jantung memompakan darah dalam dua sirkuit, yaitu sirkulasi sistemik
dan sirkulasi pulmonar dalam setiap denyut. Darah yang berasal dari seluruh
tubuh akan melewati dua vena besar yang disebut vena cava yang masuk ke
atrium kanan. Saat ventrikel kanan berelaksasi, darah yang berada di atrium
9
kanan mengalir menuju ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. Saat ventrikel
hampir dipenuhi oleh darah, maka atrium kanan akan berkontraksi mendorong
darah masuk ke dalam ventrikel kanan.
Kemudian ventrikel kanan akan
berkontraksi mendorong darah masuk ke arteri pulmonum menuju paru-paru
melalui katup pulmonar. Darah akan menyerap oksigen dan menukarnya dengan
karbondioksida di dalam paru-paru, kemudian darah mengalir melalui vena
pulmonar menuju atrium kiri. Saat ventrikel kiri berelaksasi, darah dari atrium
kiri mengalir melalui katup mitral menuju ventrikel kiri.
Saat ventrikel kiri
hampir dipenuhi oleh darah, atrium kiri akan berkontraksi mendorong darah
masuk ke ventrikel kiri. Ventrikel kiri kemudian akan berkontraksi mendorong
darah melalui katup aortikus ke dalam aorta menuju ke seluruh tubuh. Darah
yang didistribusikan mengandung oksigen dan akan disuplai ke seluruh tubuh
kecuali paru-paru. Siklus jantung adalah peristiwa yang berawal dari permulaan
sebuah debar jantung hingga berakhirnya debar jantung berikutnya.
Siklus
jantung terdiri dari dua bagian yaitu sistol dan diastol. Sistol adalah periode
dimana jantung berkontraksi dan meningkatkan tekanan dalam jantung sehingga
darah dapat dikeluarkan menuju sirkulasi sistemik dan pulmonar. Periode dimana
jantung berelaksasi dan terisi darah disebut diastol. Debar jantung yang pertama
(sistol) merupakan suara menutupnya katup mitral dan trikuspidalis.
Debar
jantung yang kedua (diastol) merupakan suara menutupnya katup semilunar aorta
dan pulmonar (Colville & Bassert 2002).
Satu periode diastol, yaitu periode pengisian darah diikuti dengan periode
sistol yaitu periode pengeluaran darah. Suara debar jantung yang pertama (S1)
dan yang kedua (S2) adalah suara "normal", yang bertanggung jawab untuk suara
khas lub-dup, dan suara tambahan yang mengindikasikan suara ikutan atau
murmur jantung, dan suara ekstra. Suara ini untuk mendeteksi gangguan jantung
seperti suara klik pada murmur sistolik. Suara klik tersebut mengindikasikan
adanya katup mitral yang prolaps, yang diperoleh pada pemeriksaan auskultasi
jantung. Suara ketiga dan keempat lebih rendah frekuensi suaranya dibandingkan
S1 dan S2, yang terkait dengan getaran yang menunjukkan adanya penghentian
pengisian ventrikel dengan cepat dan adanya kontraksi atrium.
Suara ini
mengindikasikan disfungsi diastolik ventrikel. Suara ketiga (S3) adalah suara
10
khas yang terdengar dari ventrikel dengan tekanan darah yang tinggi seperti
indikasi adanya dilatasi ventrikel sebagai deteksi penyakit dilatasi kardiomiopati,
regurgitasi katup mitral atau trikuspid, dan juga bersamaan dengan hadirnya gagal
jantung kongestif bagian kiri jantung.
Suara keempat (S4), disebabkan oleh
kontraksi atrium yang berlebihan, memiliki suara khas karena adanya gangguan
relaksasi ventrikel seperti hipertrofik kardiomiopati atau myocardium ischemic.
Suara klik yang bernada tinggi, merupakan suara sementara sistolik. Mid-klik
sistolik terjadi pada anjing dengan penyakit katup mitral atau trikuspid dan
merupakan indikasi katup yang prolaps akibat chordae tendineae yang abnormal
sehingga katup tidak menutup sempurna atau biasa disebut penyakit endokardiosis
(Kudriavtsev et al. 2007).
Ritme jantung harus kuat, stabil, dan teratur. Apabila terdengar sangat
cepat dapat menunjukkan hewan dalam kondisi cemas, demam, anemia, atau
hewan kehilangan banyak darah, dehidrasi, syok, terkena infeksi, kondisi
lingkungan yang panas, hewan terkena stroke, atau terkena penyakit jantung dan
bisa juga penyakit paru-paru. Sebuah ritme jantung yang terdengar lambat dapat
mengindikasikan bahwa hewan terkena penyakit jantung, atau terjadi tekanan
pada otak, atau kondisi patologis pada jantung seperti kelainan sistem sirkulasi
yang menyebabkan kolaps. Ritme jantung yang tidak menentu dan tidak teratur
menunjukkan aritmia jantung. Penurunan tekanan darah yang sangat mendadak
sebagai awal dimulainya kondisi aritmia.
Murmur jantung yang umum
disebabkan oleh turbulensi dalam aliran darah melalui jantung. Murmur yang
terdengar keras disebabkan oleh penyakit jantung atau cacat anatomi dalam
jantung (Eldredge et al. 2007).
Penyebab paling umum dari murmur adalah
terjadi perubahan bentuk ruang jantung atau katup jantung dan terjadi perubahan
viskositas atau kecepatan dari aliran darah melalui jantung (Wotton 1998).
Tidak semua murmur secara klinis signifikan, pada murmur fisiologis
dapat didengar jelas akibat kecepatan darah mengalir dengan normal tanpa terjadi
perubahan morfologi
jantung.
Misalnya, dalam kasus anemia
hipoproteinaemia, hipertiroidisme dan kondisi stres.
berat,
Murmur sistolik adalah
murmur jantung yang terdengar selama sistol, biasanya akibat dari regurgitasi
katup mitral atau katup trikuspid atau murmur yang biasanya berhubungan dengan
11
obstruksi aorta atau pulmonal. Murmur diastolik adalah murmur jantung yang
terdengar selama diastol, biasanya karena regurgitasi katup semilunar atau aliran
darah melalui katup atrioventrikular mengalami perubahan, seperti stenosis
ataupun obstruksi. Hal ini biasanya terkait dengan insufisiensi aorta, sehingga
terjadi regurgitasi aorta atau pulmonal. Murmur diastolik memiliki suara gemuruh
yang khas. Intensitas murmur dapat dinilai dari kelas 1 sampai 6, yaitu sebagai
berikut, kelas 1 = suara sangat lembut hanya dapat terdengar, setelah diperhatikan
beberapa menit, hanya dalam ruangan yang tenang dapat terdengar intens, kelas 2
= suara lembut, tetapi dapat terdengar langsung dengan stetoskop, kelas 3 = suara
murmur terdengar cukup keras dengan intensitas sedang, kelas 4 = suara murmur
keras terdengar dengan stetoskop namun getaran belum bisa dirasakan dengan
palpasi thoraks, intensitas sedang, kelas 5 = murmur keras disertai dengan getaran
prekordial teraba pada saat palpasi thoraks, kelas 6 = murmur sangat keras dengan
getaran prekordial yang terasa, dapat terdeteksi tanpa stetoskop (Tilley et al.
2008).
Penyakit Jantung pada Anjing Peliharaan
Penyakit jantung ada beberapa jenis, yang terdiri dari penyakit jantung
kongenital, penyakit jantung dapatan, pulmonary hypertension, cor pulmonale,
heartworm disease (dirofilariasis), pericardial disease, cardiac neoplasia, dan
miscellaneous acquired disease.
Penyakit jantung kongenital terdiri dari 1)
penyakit pada katup (valvular disease), seperti aortic stenosis, pulmonic stenosis,
tricuspid dysplasia, dan mitral dysplasia; 2) patent ductus arteriosus; 3)
abnormalities of cardiac septation, seperti atrial septal defect, ventricular septal
defect; 4) miscellaneous and complex congenital disease.
Penyakit jantung
dapatan (acquired heart disease), seperti 1) acquired valvular heart disease (pada
katup jantung) yaitu endokardiosis dan infeksi endokarditis; 2) myocardial disease
(pada
otot
miokardial)
yaitu
dilated
cardiomyopathy,
hypertrophic
cardiomyopathy, dan restrictive cardiomyopathy (Penninck & d’Anjou 2008).
Penyakit jantung kongenital yang menyerang katup adalah 1) stenosis
aorta, adalah penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi pada katup atau
bagian subvalvular atau supravalvular dari ventrikel kiri. Karakteristik yang khas
12
dari penyakit ini adalah penyempitan atau pelebaran saluran ventrikel kiri, dilatasi
aorta setelah stenosis dan penebalan daun katup aorta dan katup mitral anterior; 2)
stenosis paru-paru merupakan penyakit cacat jantung bawaan pada anjing yang
umum terjadi, tetapi jarang pada kucing.
Fitur ekhokardiografinya terlihat
pembesaran atrium kanan, pelebaran batang paru-paru dan hipertrofi konsentris
dari ventrikel kanan dengan penebalan septum dan dinding ventrikel kanan; 3)
displasia dari katup trikuspid, dapat mengakibatkan berbagai kelainan struktural.
Kondisi ini ditularkan secara genetik pada anjing jenis Labrador Retriever.
Temuan ekhokardiografik pada penyakit ini menyebabkan regurgitasi katup
trikuspid dan volume overload pada ventrikel kanan serta dilatasi ventrikel kanan;
4) katup mitral displasia adalah penyakit dimana terjadi kelainan struktural dan
fungsional daerah sekitar katup, antara lain chordae tendineae yang memanjang
atau menebal, dan strukturnya berubah abnormal.
Pada penyakit ini terjadi
stenosis mitral atau obstruksi aorta dan keadaan semakin parah bila pada katup
terjadi ruptur daun katup mitral anterior (Penninck & d’Anjou 2008).
Patent ductus arteriosus merupakan penyakit jantung kongenital yang
mana pada aorta dan batang paru-paru dapat membesar bersamaan akibat dari
aliran darah yang terus-menerus meningkat. Kondisi dari penyakit ini yaitu dapat
terjadi pelebaran ventrikel kiri dan atrium kiri, hipertrofi ventrikel kiri dan stroke
volume meningkat tajam atau overload. Abnormalities of cardiac septation adalah
kegagalan pembentukan septa jantung pada saat masa embriogenesis yang mana
terjadi kerusakan pada septa atrium dan septa ventrikel, atau kombinasi dari
keduanya. Kerusakan septa atrium menyebabkan volume overload dan dilatasi
pada ventrikel kanan. Kerusakan septa ventrikel meningkatkan stroke volume
pada ventrikel kiri. Miscellaneous and complex congenital disease ialah penyakit
cacat bawaan akibat kerusakan jantung parah yang mempengaruhi pembuluh
darah dan ruang jantung, biasanya terjadi penyakit arteri koroner, infark
miokardial dan aritmia secara bersamaan sehingga menjadi penyakit bawaan yang
kompleks (Penninck & d’Anjou 2008).
Salah satu penyakit jantung dapatan adalah valvular heart disease
merupakan penyakit jantung dapatan dengan kelainan pada katup, proses yang
mempengaruhi satu atau lebih katup dari jantung. Ada empat katup utama jantung
13
yang mungkin akan terpengaruh oleh penyakit katup jantung, termasuk trikuspid
dan katup aorta di sisi kanan jantung, serta mitral dan katup aorta di sisi kiri
jantung. Penyakit katup jantung dapatan, antara lain 1) endokardiosis yang mana
terjadi degenerasi katup mitral.
Anjing dengan endokardiosis parah dan
regurgitasi katup mitral dengan derajat yang berat ditandai dengan pembesaran
atrium kiri dan ventrikel kiri, yang mana berada pada resiko tanda-tanda gagal
jantung kongestif; 2) infeksi endokarditis merupakan penyakit jantung akibat
adanya peradangan dari lapisan bagian dalam jantung, yaitu pada endokardium.
Struktur umum yang paling terlibat adalah katup jantung (Morgan 2008).
Penyakit jantung dapatan yang menyerang miokardial ada beberapa jenis.
Jenis yang pertama terjadi peningkatan ukuran ruang jantung yang mana lumen
jantung melebar atau meluas, tetapi otot-otot yang membentuk dinding jantung
menjadi menipis yang disebut dilated cardiomyopathy. Dilated cardiomyopathy
(DCM) ditandai dengan kontraktilitas miokardium yang lemah, dengan atau tanpa
aritmia. Anjing yang mengidap penyakit dilated cardiomyopathy pada jantungnya
dapat berkembang menjadi congestive heart failure (CHF) atau gagal jantung
kongestif. Hal ini umum untuk anjing yang terkena gagal jantung untuk jantung
yang berdilatasi lumennya, sehingga membesar dan tidak lagi mampu memompa
darah yang cukup ke seluruh tubuh (Tilley et al. 2008).
Jenis yang kedua dari penyakit kardiomiopati adalah hypertrophic
cardiomyopathy yang mana terjadi penebalan dinding kamar jantung dan lumen
jantung yang menyempit atau mengecil menyebabkan penurunan efisiensi
pemompaan
(Mannion
2006).
Hypertrophic
cardiomyopathy
(HCM)
didefinisikan sebagai kelainan miokardium primer, yang merupakan penyebab
dari gagal jantung kongestif namun jarang terjadi pada anjing (Tilley et al. 2008).
Anjing yang usianya telah menua umum terjadi kerusakan pada katup yang
mengontrol aliran darah dalam jantung (Mannion 2006). Dinding jantung menjadi
lebih tebal dari biasanya dan kaku, secara signifikan terlihat kurang sesuai dan
membuat ukuran ruang jantung berkurang. Kondisi jantung seperti ini, bersama
dengan efek yang terjadi pada jantung, bertanggung jawab atas penurunan
pemasukan darah ke dalam ruang jantung selama fase diastolik dan untuk
penurunan output darah dari ruang jantung selama fase sistolik. Gejala yang
14
mungkin sama dapat terlihat pada anjing dengan dilated cardiomyopathy atau
congestive heart failure. Hal ini terlihat dengan ukuran jantung yang membesar,
lesu, batuk, sesak nafas, pingsan, intoleransi terhadap aktivitas, kehilangan nafsu
makan dan penurunan berat badan.
Arrhythmogenic right ventricular
cardiomyopathy (ARVC) adalah penyakit yang muncul akibat gangguan listrik
jantung yang mana otot jantung digantikan oleh jaringan parut fibrosa. Ventrikel
kanan yang paling sering terkena dampak pada umumnya (Tilley et al. 2008).
Restrictive cardiomyopathy (RCM) merupakan kardiomiopati dengan dinding
ventrikelnya kaku, tetapi mungkin tidak menebal dan mengalami kelainan dalam
pengisian darah pada ruang jantung (Penninck & d’Anjou 2008).
Gagal jantung kongestif (congestive heart failure atau CHF) adalah suatu
kondisi yang parah dari jantung. Jantung mengalami gangguan secara struktural
atau fungsional, sehingga merusak kemampuan jantung untuk mengisi atau
memompa darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan jantung berhenti
bekerja atau mengalami kematian (Tilley et al. 2008). Cor pulmonale, merupakan
penyakit jantung yang mengalami kegagalan fungsional dari sisi kanan jantung
(Penninck & d’Anjou 2008).
Hypertensive heart disease (penyakit jantung hipertensi) adalah penyakit
jantung disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Kondisi yang dapat disebabkan
oleh penyakit jantung hipertensi meliputi : left ventricular hypertrophy, coronary
heart disease (penyakit jantung koroner), congestive heart failure, hypertensive
cardiomyopathy dan cardiac arrhythmias (Penninck & d’Anjou 2008).
Endokardiosis
Endokardiosis yang juga dikenal sebagai penyakit katup mitral kronis
merupakan penyakit yang umum pada anjing, yang mana mempengaruhi keadaan
katup mitral. Pada penyakit ini terjadi degenerasi katup mitral jantung, katup
mitral adalah salah satu dari empat set katup dalam jantung anjing. Katup mitral
yang mengalami degenerasi myxomatous yang mengacu pada melemahnya
patologis jaringan ikat menyebabkan katup tidak lagi sepenuhnya menutup
sempurna pada setiap aksi pemompaan, istilah ini sering digunakan dalam konteks
katup mitral yang prolaps, sehingga menyebabkan darah mengalir balik, dari
15
ventrikel kiri kembali ke atrium kiri. Ketika kondisi semakin memburuk, lebih
banyak darah yang terpompa menyebabkan tekanan yang sangat kuat berasal dari
aliran balik melalui katup.
Pada tahap akhir, katup menjadi prolaps, dan
menyebabkan katup ruptur sepenuhnya.
Konsekuensi akhir dari penyakit ini
adalah gagal jantung kongestif. Prevalensi dan keparahan penyakit meningkat
dengan berjalannya usia. Pada pasca mortem, lebih dari separuh populasi anjing
usia tua sudah terdistorsi katup mitral. Sebagai konsekuensi dari degenerasi katup
secara progresif, katup menjadi semakin tidak mampu bekerja dengan baik dan
dalam beberapa kasus, tingkat regurgitasi mitral menjadi begitu parah sehingga
anjing mengalami gagal jantung kongestif. Studi terbaru menunjukkan bahwa
penyakit ini dapat didiagnosis menggunakan ekhokardiografi pada tahap awal,
misalnya dengan mengukur tingkat katup mitral yang prolaps, yaitu derajat
abnormalitas dari daun katup untuk terjadinya penonjolan keluar terhadap atrium
kiri pada saat sistol.
Dengan menggunakan auskultasi jantung saja untuk
pemeriksaan pada tahap awal penyakit katup mitral, dimana tidak adanya
regurgitasi katup mitral, dapat menjadi cara yang sulit untuk mendiagnosisnya
(Pedersen 2000).
Ada beberapa temuan khas terlihat yaitu penebalan daun katup mitral pada
tahap akhir, dilatasi ventrikel kiri, anulus mitral dan atrium kiri, dalam banyak
kasus jet lession, ruptur chordae tendineae dan fibrosis sekunder pada daun katup
juga ditemukan. Lesi serupa, meskipun biasanya kecil, sering juga ditemukan
pada katup trikuspid. Secara histologi, penyakit ini ditandai oleh pengendapan
glukosaminoglikan di spongiosa dan lapisan fibrosa pada daun katup dan terjadi
fragmentasi secara bersamaan dan adanya gangguan pada kumpulan jaringan
kolagen dalam fibrosa. Penyakit endokardiosis ini jauh lebih sering terlihat parah
di beberapa bagian katup mitral daripada di bagian katup lainnya. Katup biasanya
tidak dapat bekerja dengan baik karena daun katup yang menyusut dan tidak dapat
menutup sempurna, tetapi terkadang juga karena daun katup mengalami
penebalan, sehingga tidak dapat menutup dengan sempurna akibat adanya
penumpukan pada ujung katup lainnya. Ketika melakukan pemeriksaan lebih
lanjut, kita harus coba bayangkan bagaimana katup pada saat sistol mengerahkan
tekanan tinggi agar darah dapat mengalir dengan baik.
Keadaan katup yang
16
berubah, menyebabkan aliran darah ventrikel kiri menjadi mengalir balik ke
atrium kiri dan bercampur darahnya sehingga menimbulkan regurgitasi katup.
Hal ini cukup membuktikan bahwa bukan hanya karena penebalan otot ventrikel
yang menjadi faktor mendasar, tetapi kondisi katup harus diperhitungkan juga
menjadi penyebab insufisiensi paling tinggi (Pedersen 2000).
Karakteristik penyakit ini adalah dengan periode pre-klinis yang panjang
dan banyak anjing yang mati untuk alasan lain, bukan akibat lanjut dari penyakit
katup ini dan bahkan penyakit tidak berkembang menjadi CHF. Anjing yang
terkena endokardiosis, lalu bertambah parah menjadi CHF, waktu kelangsungan
hidupnya dapat dihubungkan dengan beberapa faktor termasuk kepatuhan dari
pemilik hewan dalam memberikan perawatan yang memadai, pengobatan, adanya
komplikasi kardiovaskular seperti hipertensi paru-paru atau pecahnya chordae
tendineae, dan adanya penyakit bersamaan lainnya yang memperparah kondisi
anjing tersebut (Borgarelli & Haggstrom 2010).
Ekhokardiografi
Ekhokardiografi atau ultrasonografi jantung adalah teknik untuk
menghasilkan citra jantung melalui gelombang ultrasound yang dipantulkan
(echo). Prinsip dari ekhokardiografi adalah gelombang suara berfrekuensi sangat
tinggi dihasilkan dari kristal piezo-electric yang terdapat dalam transduser.
Perubahan bentuk akibat gaya mekanis pada kristal, akan menimbulkan tegangan
listrik. Listrik yang dihasilkan oleh generator diubah menjadi energi akustik, yang
dipancarkan dengan arah tertentu pada bagian tubuh.
Sebagian pulse akan
dipantulkan, diserap dan sebagian lagi akan diteruskan menembus jaringan yang
akan menimbulkan bermacam-macam echo sesuai dengan jaringan yang
dilaluinya (hiperekhoik, hipoekhoik, dan anekhoik). Pencitraan hiperekhoik akan
dihasilkan ketika gelombang suara mengenai tulang, udara, dan jaringan ikat.
Hipoekhoik akan dihasilkan ketika gelombang suara mengenai jaringan lunak.
Serta pencitraan anekhoik akan dihasilkan ketika gelombang suara mengenai
cairan dan darah. Pantulan echo yang berasal dari jaringan-jaringan tersebut akan
membentur transduser, dan kemudian diubah menjadi pulse listrik lalu diperkuat
dan selanjutnya diperlihatkan dalam bentuk cahaya pada layar oscilloscope. Bila
17
transduser digerakkan, seolah-olah kita melakukan irisan-irisan pada bagian
jaringan tubuh yang diinginkan, dan gambaran irisan-irisan tersebut akan dapat
dilihat pada layar monitor (Mannion 2006).
Metode ekhokardiografi berbeda dengan teknik abdominal dimana
penempatan transduser hanya pada window yang terbatas di antara tulang rusuk
dan paru-paru yang terisi udara.
dengan footprint yang kecil.
Keterbatasan ini membutuhkan transduser
Pemeriksaan ekhokardiografi menampilkan
gambaran terbaik dengan transduser sector atau curvelinear. Ekhokardiografi
juga membutuhkan resolusi temporal yang tinggi, yang didapatkan dengan
menurunkan kedalaman dan meminimalkan sudut sektor (sector width).
Frekuensi transduser yang disarankan yaitu 8-12 MHz untuk kucing dan anjing
dengan ukuran kecil, 3-8 MHz untuk anjing dengan bobot berkisar 5-40 kg, dan 24 MHz untuk anjing besar (>40 kg). Axis sentral ventrikel kiri (left ventricular
atau LV) dapat dibayangkan sebagai garis imajiner yang memanjang antara apex
dan basis jantung pada bagian tengah lumen ventrikel kiri.
Saat transduser
diorientasikan pada scan plane atau sejajar garis axis ini, didapatkan gambaran
long-axis. Jika scan plane tegak lurus garis axis, didapatkan gambaran short-axis
(Penninck & d’Anjou 2008).
Impedansi yang tidak sepadan dan atenuasi ultrasound oleh rusuk dan
paru-paru berisi udara, menyebabkan ekhokardiografi trans-thoraks terbatas untuk
akses window yang relatif kecil. Hal ini mengelilingi jantung pada bagian ventral
thoraks kanan dan kiri, dengan kata lain di samping sternum (parasternal). Akses
tambahan dapat diperoleh dengan posisi subkostal (subxiphoid), pengambilan
gambaran jantung melalui hati dan caudal mediastinum, sudut pandang terbatas
melalui arkus aorta bisa diperoleh melalui lekukan thoraks (posisi transduser
suprasternal).
Pemeriksaan ekhokardiografi dapat dikelompokkan menurut
penempatan transduser dan sudut pandangnya, yaitu right parasternal view (RPS),
left apical view (LAp), left parasternal view (LPS), serta subcostal dan
suprasternal view (Penninck & d’Anjou 2008).
Terdapat standar dalam pencitraan ekhokardiografi, walaupun mungkin
saja diperoleh jumlah yang tak terhingga dari potongan-potongan citra jantung
18
(Goddard
1995).
Standar
ini
ditetapkan
oleh
American
Society
of
Echocardiography pada tahun 2004 (Penninck & d’Anjou 2008).
1. Right parasternal view (RPS)
Biasanya terdapat dua atau lebih ruang antar rusuk yang memungkinkan
pencitraan RPS, termasuk bagian kranial yang berhubungan dengan ruang
interkostal keempat dan bagian yang lebih kaudal pada interkostal kelima.
Pencitraan yang cocok dengan perhitungan LV, transduser diposisikan pada ruang
interkostal sehingga berkas pusat dari transduser tegak lurus pada LV long-axis di
ujung daun katup bikuspidalis.
Pencitraan short-axis didapatkan dengan
memutarkan transduser sehingga potongan melintang LV sedekat mungkin
dengan potongan sirkuler (Penninck & d’Anjou 2008).
Sudut pandang ini adalah posisi dimana bisa didapatkan pencitraan Mmode untuk pengukuran left ventricular internal dimension at end-diastole
(LVIDd) yaitu dimensi internal ruang ventrikel kiri saat akhir diastol, left
ventricular internal dimension at end-systole (LVIDs) yaitu dimensi internal
ruang ventrikel kiri saat akhir sistol, left ventricular posterior wall thickness at
end-diastole (LVWd) yaitu ketebalan dinding ventrikel kiri bagian posterior saat
akhir diastol, left ventricular posterior wall thickness at end-systole (LVWs) yaitu
ketebalan dinding ventrikel kiri bagian posterior saat akhir sistol, interventricular
septal thickness at end-diastole (IVSd) yaitu ketebalan dinding septa
interventrikular saat akhir diastol, interventricular septal thickness at end- systole
(IVSs) yaitu ketebalan dinding septa interventrikular saat akhir sistol, mitral valve
e-point to ventricular septal separation (EPSS) yaitu jarak pembukaan leaflet
anterior katup aortik dengan septa interventrikular, aortic root dimension at enddiastole (AOD) yaitu dimensi pangkal aorta saat akhir diastol dan left atrial
dimension during ventricular systole (LAD) yaitu dimensi atrium kiri selama fase
sistol ventrikular. Pengukuran LVID, LVW dan IVS dilakukan untuk mengetahui
fungsi miokardial, kemudian didapatkan nilai fractional shortening (FS) dari
perhitungan rumus : FS = (LVIDd – LVIDs)/LVIDd. Nilai ini digunakan untuk
mengetahui daya kerja ventrikel. Diameter aorta (AOD) dan atrium kiri (LAD)
dihitung untuk melihat daya kerja masing-masing, serta dapat dihitung rasio
19
LAD/AOD untuk mengetahui adanya dilatasi pada atrium kiri (Penninck &
d’Anjou 2008).
2. Left apical view (LAp)
Pencitraan left apical position (LAp) terbaik didapatkan dengan posisi
pasien berbaring ke kiri, dengan transduser diposisikan pada bagian kiri ventral
thoraks dari arah bawah. Hasil pencitraan apical yang sebenarnya didapat saat
transduser diposisikan pada lokasi yang kaudal dan sangat ventral, mendekati
posisi subkostal.
Transduser diarahkan ke kranial sehingga pusat berkas
ultrasound mengarah ke basis jantung sepanjang bagian tengah axis LV.
Angulasi transduser ke kranial dari posisi LAp akan menampilkan empat ruang
jantung dan membawa aorta masuk ke dalam scan plane sehingga memungkinkan
visualisasi katup aortik. Scan plane ini memberikan citra apical five-chamber dan
cocok untuk perhitungan kecepatan aliran darah aorta. Dari sudut apical fourchamber, transduser diputar 90o searah jarum jam menghasilkan apical twochamber termasuk atrium dan ventrikel kiri (Penninck & d’Anjou 2008).
3. Left parasternal view (LPS)
Sudut pandang left parasternal view pada jantung, didapatkan dengan
pasien berada dalam posisi berbaring ke kiri. Transduser diposisikan ke arah
kranial jantung, pada ruang interkostal keempat sampai kelima, dan kira-kira pada
pertemuan costochondral dengan arah dorsoventral. Ketika scan plane paralel
dengan aorta ascendens, pemutaran transduser akan memberikan potongan
longitudinal dari struktur tersebut. Bagian dari ventrikel dan atrium kiri, katup
bikuspidalis, dan right ventricular (RV) outflow tract dapat terlihat pada posisi
ini. Sudut ini terutama sekali berguna untuk evaluasi tumor basis jantung dan RV
outflow tract (Penninck & d’Anjou 2008).
4. Suprasternal dan subcostal view
Sudut pandang suprasternal memerlukan posisi transduser pada lekukan
thoraks dengan scan plane yang berorientasi sejajar dengan sumbu sagital pasien.
Sudut pandang ini sangat baik untuk pencitraan arkus aortikus dan berguna untuk
perhitungan insufisiensi aorta.
Sudut pandang subkostal didapatkan dengan
pasien pada posisi right lateral recumbency, dengan menempatkan transduser
20
pada processus xiphoideus dan menekannya ke abdomen sekaligus mengarahkan
transduser hampir secara langsung ke kranial (Penninck & d’Anjou 2008).
Ekhokardiografi B-mode
Ekhokardiografi B-mode (brightness mode) (Gambar 3) merupakan teknik
pencitraan yang mana pada tipe B-mode ini gelombang suara yang digunakan
adalah gelombang suara jamak.
Echo yang direfleksikan akan memberikan
gambaran berupa titik atau dot pada layar monitor. Posisi dari yang terlihat pada
layar merupakan posisi dari refleksi struktur organ.
Kekuatan dari echo
ditunjukkan oleh keterangan berupa titik pada layar sehingga gambaran dua
dimensi menunjukkan potongan organ yang ditampilkan pada layar. Saat ini
untuk gambaran B-mode, hanya echo yang kuat yang dapat ditampilkan. Hal ini
berarti tepi dari struktur dari organ yang diperiksa dapat dilihat tetapi hanya
seperti gambaran yang tidak begitu jelas (Mannion 2006).
AML
LV
LA
KMR
PML
Gambar 3 Salah satu pencitraan ekhokardiografi B-mode.
Keterangan : katup mitral terlihat ruptur (KMR), ventrikel kiri
(LV), atrium kiri (LA), daun katup mitral anterior (AML), daun
katup mitral posterior (PML). skala garis putih = 1 cm.
Ekhokardiografi M-mode
Ekhokardiografi M-mode (motion mode) (Gambar 4) merupakan USG
pertama yang dapat menampilkan gambaran echo yang bergerak dari organ
jantung. Dengan demikian gerakan dari fungsi miokardium dan katup jantung
dapat terlihat.
Teknik M-mode dapat langsung memberikan pencitraan tanpa
harus melalui gambaran 2 dimensi (2D) (Stoylen 2006). Gelombang suara yang
digunakan pada tipe ini adalah gelombang suara tunggal yang akan direfleksikan
sebagai echo berupa titik atau dot yang memanjang pada garis vertikal. Posisi
21
dari titik yang memanjang pada garis menunjukkan kedalaman struktur organ
yang direfleksikan. Keterangan dari titik tersebut menunjukkan kekuatan echo.
Garis tersebut terus berjalan horizontal pada layar.
Gambar yang dihasilkan
mewakili pergerakan dari struktur yang diamati sepanjang garis (Barr 1990).
B-mode
M-mode
LVID
LVW
Gambar 4 Salah satu pencitraan ekhokardiografi M-mode.
Keterangan : posisi right parasternal scanning short-axis view.
otot ventrikel kiri (LVW), lumen ventrikel kiri (LVID).
skala garis putih = 1 cm.
Pencitraan melalui M-mode berasal dari echo yang bergerak berupa
gelombang tunggal. Pada saat kursor tepat mengenai jantung dan fungsi dari Mmode diaktifkan maka akan terlihat gelombang yang berkelanjutan, untuk
mengetahui besarnya detak jantung yang teramati, oleh karena itu penghitungan
dilakukan pada satu gelombang (Penninck & d’Anjou 2008).
Ekhokardiografi color flow Doppler
Ekhokardiografi Doppler (Gambar 5) merupakan teknik pencitraan
berdasarkan deteksi perubahan frekuensi suara antara pancaran sinar ultrasound
dan echo yang dipantulkan dari sel darah merah yang bergerak untuk
menggambarkan aliran darah.
Gambaran yang optimal dari perhitungan
kecepatan aliran darah maksimal terjadi jika sinar ultrasound sejajar dengan aliran
darah. Posisi ini berlawanan dengan ekhokardiografi M-mode dan 2D, dimana
orientasi sinar ultrasound tegak lurus terhadap struktur yang menghasilkan
gambar (Nelson & Couto 2008).
Pencitraan dari color flow Doppler (CFD)
menyediakan cara baru untuk pencitraan aliran darah, sehingga dapat mengukur
22
perubahan dengan detail dan akurat dalam sistem sirkulasi. Teknik USG Doppler
membutuhkan pemahaman dari tiga komponen utama yaitu kemampuan dan
keterbatasan USG Doppler, parameter yang berbeda yang berkontribusi ke
tampilan aliran, serta aliran darah dalam arteri dan vena (Nicolaides et al. 2002).
Teknik pencitraan CFD menggunakan gelombang arus berdenyut, dimana
karakteristik kecepatan aliran darah yang dikodekan dengan tampilan warna,
melalui pemetaan yang dipilih kemudian diubah ke dalam gambar dua dimensi
real time. Teknik ini memudahkan untuk memvisualisasikan langsung sumber
kecepatan aliran dalam jantung serta termasuk pembuluh darah, yang mana CFD
hanya sensitif pada diferensiasi antara laminar dan pola aliran turbulen darah
(Penninck & d’Anjou 2008).
Ekhokardiografi CFD dengan aliran dikodekan dalam warna untuk
menunjukkan arah, yaitu warna merah berarti aliran mendekati transduser, dan
warna biru untuk aliran yang menjauhi transduser.
Warna pada Doppler
tergantung pada sudut pancaran sinar ultrasound atau keadaan alirannya.
Transduser yang baik memiliki pola pancaran sinar USG yang dapat
menghasilkan gambar berwarna dengan aliran yang kompleks, tergantung pada
orientasi dari arteri dan vena.
Color flow Doppler digunakan untuk
menggambarkan pola aliran turbulen darah sehingga kebocoran katup dapat
diketahui dengan mendeteksi adanya regurgitasi katup serta kelainan aliran darah
pada sistem sirkulasi. Teknik ini memudahkan untuk mendiagnosis beberapa
penyakit (Nicolaides et al. 2002).
LV
Ao
LA
Gambar 5 Salah satu pencitraan ekhokardiografi color flow Doppler.
Keterangan : regurgitasi katup mitral tidak ada, ventrikel kiri (LV),
atrium kiri (LA), aorta (Ao), darah mendekati transduser (warna merah),
darah menjauhi transduser (warna biru).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di klinik Animal Clinic My Vets Kemang Jakarta
Selatan. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni
2011.
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan antara lain alat USG (Sonoscape SSI 1000)
(Gambar 6) dengan fungsi B-mode, M-mode dan CFD, scanner transduser tipe
phased array dengan small footprint dengan frekuensi 3,5-7 MHz (Gambar 7),
stetoskop, tissue, alat cukur, tempat berbaring hewan khusus, dan three lead
electrode elektrokardiografi (EKG) yang disambungkan pada mesin USG.
Gambar 6 Alat USG (Sonoscape SSI-1000).
Gambar 7 Scanner transduser tipe phased array dengan small footprint.
Bahan Penelitian
Hewan penelitian yang digunakan adalah 8 (nomor 1-8) ekor anjing pasien
klinik My Vets, ras Pomeranian dengan umur diatas 2 tahun, terdiri dari 6 ekor
jantan dan 2 ekor betina, 7 ekor yang diduga menderita kelainan jantung. Gel
24
USG yang digunakan sebagai media dalam menghantarkan gelombang ultrasound
terbuat dari bahan polimer, humectants, air, parfum, dan pengawet yang tidak
memberikan efek negatif pada hewan coba (Paramitha 2009).
Metode Penelitian
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada 8 ekor anjing.
Fokus pemeriksaan
auskultasi jantung dilakukan untuk mengetahui ritme jantung dan mendengar ada
atau tidaknya suara ikutan murmur. Teknik pemeriksaan auskultasi dilakukan dari
sisi kiri hewan dengan handling dan restrain hewan yang baik.
Stetoskop
diletakkan pada daerah thoraks sebelah kiri tempat jantung berada. Auskultasi
harus dilakukan pada empat area prekordial, yaitu wilayah katup aorta, wilayah
katup pulmonal, wilayah katup trikuspid, dan wilayah katup mitral. Wilayah
katup aorta, diperiksa pada posisi kiri anjing, pada ruang interkostal keempat di
perbatasan costochondral junction.
Wilayah katup pulmonal, diperiksa pada
posisi kiri anjing, antara ruang interkostal kedua dan keempat di perbatasan
sternum kiri. Wilayah katup trikuspid, diperiksa pada posisi kanan anjing, antara
ketiga sampai kelima ruang interkostal dekat dengan costochondral junction.
Wilayah katup mitral, diperiksa pada posisi kiri anjing, dekat apeks jantung, pada
ruang interkostal kelima di costochondral junction (Tilley et al. 2008). Frekuensi
debar jantung serta ritme jantung harus diketahui juga, sehingga dapat ditemukan
suara-suara abnormal jantung, seperti aritmia dan suara ikutan murmur yang khas
terdengar.
Sistem scoring atau pembobotan nilai digunakan pada penelitian ini untuk
memberikan nilai dengan skala tertentu pada tiap-tiap hasil pengamatan. Hasil
data pada pemeriksaan keadaan umum diberikan nilai hanya pada data suara
ikutan (murmur), dengan skala 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Nilai 0 diberikan untuk
jantung yang tidak ada suara murmur, nilai 1 sampai 6, diberikan untuk jantung
yang ada suara murmur sistoliknya. Penentuan nilai 1 sampai 6 disesuaikan
dengan kelas murmur sistolik, yang terdiri dari 6 kelas, dimana makin tinggi
25
nilainya, semakin tinggi juga derajat keparahan dari suara murmur sistolik. Pada
pemeriksaan fisik, diberikan nilai untuk semua data gejala klinis, yaitu dimana
nilai 0 diberikan untuk anjing yang tidak memiliki gejala klinis batuk, sering
pingsan, dan kehilangan nafsu makan. Nilai 1 diberikan untuk anjing yang gejala
klinisnya ada, yaitu nilai 1 untuk anjing dengan batuk, nilai 1 untuk anjing yang
sering pingsan, dan nilai 1 untuk anjing yang kehilangan nafsu makan.
Pemeriksaan Ultrasonografi
Daerah orientasi pemeriksaan ditentukan terlebih dahulu sebelum
dilakukan pemeriksaan dengan USG dan dilakukan pencukuran rambut agar
didapatkan sonogram yang lebih baik.
Pemeriksaan hewan dilakukan tanpa
diberikan sedatikum dan anaesthetikum.
Hewan dibaringkan pada meja
pemeriksaan yang dirancang khusus untuk memudahkan peletakkan transduser.
Pengambilan gambar untuk ekhokardiografi B-mode, M-mode dan CFD dilakukan
dengan posisi hewan right lateral recumbency untuk pemeriksaan right
parasternal long-axis dan right parasternal short-axis view dengan probe yang
telah diberikan gel ultrasound (Penninck & d’Anjou 2008). Posisi dan sudut yang
dibentuk oleh transduser dipertahankan kurang dari 60o dari permukaan tubuh
terhadap jantung (Mannion 2006).
Interpretasi Sonogram
Pada ekhokardiografi, sebagian pulse dipantulkan, diserap dan sebagian
lagi akan diteruskan menembus jaringan yang akan menimbulkan bermacammacam echo sesuai dengan jaringan yang dilaluinya (hiperekhoik, hipoekhoik,
dan anekhoik). Pencitraan hiperekhoik akan dihasilkan ketika gelombang suara
mengenai tulang, udara, dan jaringan ikat, seperti pada endokardium dan katup
mitral yang tersusun atas jaringan ikat.
Warna yang dihasilkan adalah putih
karena echo yang dihasilkan tinggi atau bright.
Pencitraan hipoekhoik akan
dihasilkan ketika gelombang suara mengenai jaringan lunak, seperti mengenai
miokardium dan otot papillari. Warna yang dihasilkan adalah abu-abu karena
echo yang dihasilkan rendah.
Warna hipoekhoik dapat juga dijadikan acuan
dalam mengetahui adanya tumor pada jantung dan adanya cacing pada ruang
26
jantung.
Pada pencitraan anekhoik akan dihasilkan ketika gelombang suara
mengenai cairan dan darah, seperti aliran darah pada ruang jantung dan pembuluh
darah.
Warna yang dihasilkan adalah hitam, karena tidak ada echo yang
dihasilkan.
Teknik pencitraan ekhokardiografi B-mode digunakan untuk mendeteksi
adanya efusi pleura, mendeteksi adanya perubahan pada otot jantung, seperti
adanya penebalan dinding dan perubahan ruang jantung, serta perubahan pada
katup jantung.
Teknik pencitraan ekhokardiografi M-mode digunakan untuk
mendapatkan nilai dari ketebalan dinding dan dimensi jantung diamati langsung
berdasarkan pengukuran melalui ekhokardiografi M-mode.
Parameter left
ventricular internal dimension (LVID) dan left ventricular posterior wall
thickness (LVW) diukur pada saat end-diastole (d) dan saat end-systole (s).
Parameter LVIDd diukur saat akhir diastol yang bertepatan dengan dimensi
internal di left ventricle (LV) yang terbesar pada ruangan LV, segera setelah onset
dari kompleks QRS pada tampilan layar EKG. Parameter LVIDs diukur pada saat
akhir sistol bertepatan dengan dimensi internal LV yang terkecil dan dekat dengan
akhir dari gelombang T dari tampilan layar EKG. Parameter LVWd dan LVWs
diukur pada lokasi yang sama dengan pengukuran LVIDd dan LVIDs, hanya saja
dihitung pada dinding ventrikel kiri yang terletak di bagian bawah dari ruang LV.
Nilai fraction shortening (FS), dihitung secara otomatis oleh alat USG. Nilai FS
berguna untuk penentuan jenis kardiomiopati, yaitu dilated cardiomyopathy atau
hypertrophic cardiomyopathy. Pengukuran aortic root dimension at end-diastole
(AOD) didapat pada saat akhir diastol, bertepatan dengan jarak maksimal AOD
dari tranduser, dan pengukuran left atrial dimension during ventricular systole
(LAD) didapat pada saat dimensi maksimumnya terjadi, bertepatan dengan akhir
sistol (Paramitha 2009). Diameter aorta (AOD) dan atrium kiri (LAD) dihitung
untuk melihat nilai rasio LAD:AOD, sehingga dapat diketahui adanya dilatasi
pada atrium kiri. Nilai LAD:AOD yang normal seharusnya 1:1 tetapi apabila ada
dilatasi atrium kiri nilai LAD:AOD >1 (Penninck & d’Anjou 2008). Pencitraan
ekhokardiografi CFD adalah suatu teknik untuk melihat apakah ada regurgitasi
katup mitral, yang ditandai dengan ditemukannya warna turbulensi (Mannion
2006).
27
Sistem scoring digunakan juga untuk pemberian nilai pada hasil data
untuk ekhotekstur endokardium, katup mitral dan kelainan pergerakan katup
mitral. Cara ini mempermudah untuk menunjukkan adanya kelainan pada daerah
endokardium dan katup mitral, dengan menggunakan skala 0, 1, 2, dan 3. Nilai 0
diberikan untuk hasil ekhogenitas endokardium dan katup mitral yang
hiperekhoik, karena pencitraan echo pada endokardium dan katup mitral
normalnya adalah hiperekhoik. Pada derajat ketebalan dari endokardium dan
katup mitral, masing-masing disesuaikan dengan semakin parahnya ketebalan.
Nilai 0 diberikan pada endokardium dan katup mitral yang tipis karena tidak ada
perubahan, sedangkan nilai 1 untuk ketebalan (+). Nilai 2 untuk ketebalan (++),
nilai 3 untuk ketebalan (+++), dan nilai 4 untuk ketebalan (++++). Pergerakan
katup mitral yang tidak ada kelainan atau membuka dan menutup sempurna
diberikan nilai 0, untuk katup yang memendek diberi nilai 1.
Katup yang
membuka dan menutup kurang sempurna diberi nilai 2 dan untuk katup yang
prolaps diberikan nilai 3 karena keadaan katup yang prolaps berarti katup sudah
dalam tahap yang cukup parah mengalami perubahan, sehingga menyebabkan
fungsi dari pemompaan darah tidak lagi berjalan sempurna.
Pemberian nilai untuk ketebalan otot ventrikel kiri, didasarkan pada hasil
dari nilai LVW saat sistol dan diastol, dengan skala 0, 1, 2, dan 3. Nilai LVW
saat sistol apabila didalam kisaran normal (6-10 mm) diberi nilai 0, sedangkan
yang lebih dari kisaran normal, dapat dikatakan otot sudah menebal saat sistol,
sehingga diberi nilai 1 untuk nilai LVWs (10-12 mm). Nilai 2 untuk nilai LVWs
(12-14 mm), dan nilai 3 untuk nilai LVWs lebih dari 14 mm. Pada nilai LVW
saat diastol yang berada dalam kisaran normal (4-6 mm) diberi nilai 0, sedangkan
yang lebih dari kisaran normal, dapat dikatakan otot sudah menebal saat diastol,
sehingga diberi nilai 1 untuk nilai LVWd (6-8 mm). Nilai 2 untuk nilai LVWd (810 mm), dan nilai 3 untuk nilai LVWd lebih dari 10 mm.
Pemberian nilai untuk dimensi ruang ventrikel kiri, didasarkan pada hasil
dari nilai LVID saat sistol dan diastol, dengan skala 0, 1, 2, dan 3 dimana apabila
nilai LVID saat sistol didalam kisaran normal (8-16 mm) diberi nilai 0. Nilai
LVIDs yang lebih dari kisaran normal, dapat dikatakan dimensi ruang sudah
membesar saat sistol, sehingga diberi nilai 1 untuk nilai LVIDs (16-18 mm), nilai
28
2 untuk nilai LVIDs (19-20 mm), dan nilai 3 untuk nilai LVIDs lebih dari 20 mm.
Pada nilai LVID saat diastol yang berada dalam kisaran normal (16-28 mm) diberi
nilai 0, sedangkan yang lebih dari kisaran normal, dapat dikatakan dimensi ruang
sudah membesar saat diastol, sehingga diberi nilai 1 untuk nilai LVIDd (28-30
mm), nilai 2 untuk nilai LVIDd (30-32 mm), dan nilai 3 untuk nilai LVIDd lebih
dari 32 mm. Pada hasil dari FS dapat diketahui, hasil yang berada pada kisaran
normal (25-45)% diberi nilai 0, sedangkan yang lebih dari kisaran normal, dapat
dikatakan keadaan kelainan jantung, yaitu kardiomiopati hipertropik, dimana otot
menebal tetapi lumen jantung mengecil. Nilai 1 diberikan dengan FS (45-55)%,
nilai 2 dengan FS (55-65)%, dan nilai 3 untuk FS lebih dari 65%. Sistem scoring
diberikan sesuai dengan semakin parahnya derajat kardiomiopati hipertropik.
Pemberian nilai untuk ukuran diameter aorta, didasarkan pada hasil dari
nilai AOD, dengan skala 0, 1, 2, dan 3 dimana apabila nilai AOD didalam kisaran
normal (8-13 mm) diberi nilai 0, sedangkan yang lebih dari kisaran normal, dapat
dikatakan lumen aorta sudah berdilatasi, sehingga diberi nilai 1 untuk nilai AOD
(13-15 mm), nilai 2 untuk nilai AOD (15-17 mm), dan nilai 3 untuk nilai AOD
lebih dari 17 mm. Hasil dari ukuran diameter ruang atrium kiri diberikan juga
sistem scoring yang mana pemberian nilai untuk ukuran diameter ruang atrium
kiri, didasarkan pada hasil dari nilai LAD, dengan skala 0, 1, 2, dan 3 dimana
apabila nilai LAD didalam kisaran normal (8-18 mm) diberi nilai 0, sedangkan
yang lebih dari kisaran normal, dapat dikatakan ruang atrium kiri sudah
berdilatasi, sehingga diberi nilai 1 untuk nilai LAD (18-20 mm), nilai 2 untuk
nilai LAD (20-22 mm), dan nilai 3 untuk nilai LAD lebih dari 22 mm. Pemberian
nilai untuk perbandingan LAD:AOD digunakan untuk menunjukkan derajat
keparahan dari keadaan atrium kiri yang membesar (left atrial enlargement),
dengan skala 0, 1, 2, dan 3 dimana apabila nilai perbandingan LAD:AOD didalam
kisaran normal yaitu 1:1, maka diberi nilai 0, sedangkan yang lebih dari kisaran
normal, dapat dikatakan telah terjadi dilatasi atrium kiri, sehingga diberi nilai 1
untuk nilai perbandingan LAD:AOD = 1:1 sampai 1:1.5. Nilai 2 untuk nilai
perbandingan LAD:AOD = 1:1.5 sampai 1:2, dan nilai 3 untuk nilai perbandingan
LAD:AOD = 1:2 sampai 1:2.5.
29
Hasil dari regurgitasi katup mitral diberikan nilai yang tinggi, dengan kata
lain skalanya bukan 0, 1, 2, dan 3, melainkan dengan skala 0, 2, 4, dan 6, hal ini
dikarenakan keparahan katup mitral sudah berada dalam derajat yang tinggi
dengan adanya bukti yang terlihat bahwa aliran balik sudah terjadi pada area
katup mitral. Katup yang tidak ada regurgitasinya diberi nilai 0, sedangkan nilai 2
untuk katup dengan regurgitasi derajat ringan (+). Nilai 4 untuk katup dengan
regurgitasi derajat sedang (++), dan nilai 6 untuk katup dengan regurgitasi derajat
berat (+++).
Derajat keparahan penyakit endokardiosis dapat diketahui dari
penjumlahan semua nilai pada tiap-tiap data penelitian yang didapatkan pada
penelitian ini. Jumlah total nilai keseluruhan dari 1 sampai 15 diberikan untuk
tipe endokardiosis derajat ringan.
Nilai 15 sampai 30 diberikan untuk tipe
endokardiosis derajat sedang, dan nilai 30 sampai 45 diberikan untuk tipe
endokardiosis derajat parah.
Analisis Data
Analisa data yang digunakan adalah analisa secara deskriptif.
30
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pemeriksaan keadaan umum dan klinis yang telah dilakukan,
diperoleh hasil dari setiap anjing yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Hasil
pemeriksaan keadaan umum tersebut menunjukkan bahwa nilai debar jantung
yang diperoleh masih dalam kisaran normal pada semua anjing.
Tabel 1 Hasil pemeriksaan keadaan umum pada anjing ras Pomeranian
Anjing
nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Jenis
kelamin
Umur
(tahun)
♂
2
♂
2.5
♂
13
♂
13
♀
13
♂
13
♀
14
♂
11
Nilai referensi
Debar
jantung
(bpm)
110
85
98
110
120
90
100
80
70-145*
Ritme
jantung
Suara ikutan
(murmur)/Nilai
Total
nilai
Teratur
Teratur
Teratur
Teratur
Teratur
Teratur
Teratur
Teratur
Teratur**
Tidak ada/0
Tidak ada/0
Tidak ada/0
Tidak ada/0
Tidak ada/0
Sistolik kelas 3/3
Sistolik kelas 4/4
Sistolik kelas 5/5
Tidak ada**
0
0
0
0
0
3
4
5
* Sumber : Penninck & d’Anjou (2008)
** Sumber : Tilley et al. (2008)
Keterangan : nilai 0 = tidak ada suara murmur
nilai 1 = murmur sistolik kelas 1
nilai 2 = murmur sistolik kelas 2
nilai 3 = murmur sistolik kelas 3
nilai 4 = murmur sistolik kelas 4
nilai 5 = murmur sistolik kelas 5
nilai 6 = murmur sistolik kelas 6
Debar jantung adalah ukuran kecepatan denyut jantung yang dinyatakan
dalam jumlah denyut per menit yang dibutuhkan untuk satu siklus jantung selama
60 detik. Siklus jantung adalah peristiwa yang terjadi pada permulaan sebuah
denyut jantung sampai berakhirnya denyut jantung berikutnya (Cunningham
2002).
Pemeriksaan auskultasi jantung dilakukan untuk mengetahui ritme
jantung, yang pada hasil pemeriksaan semua anjing terdengar teratur. Walaupun
demikian, pemeriksaan jantung dengan auskultasi menjadi kurang sensitif untuk
mendeteksi ritme jantung yang tidak teratur untuk kasus penyakit jantung dapatan
(Haggstrom et al. 1995).
Pada saat mendeteksi suara ikutan murmur, pada anjing 1 sampai 5 tidak
ditemukan adanya kelainan suara jantung yang didengarkan dengan menggunakan
31
stetoskop. Pada anjing 6 sampai 8, ditemukan adanya suara ikutan murmur.
Suara murmur sistolik kelas 3 ditemukan pada anjing 6, yang mana terdengar
murmur yang cukup keras selama sistol. Suara murmur ini disebabkan oleh aliran
turbulen darah yang bergerak mundur melewati daun katup yang rusak dari
ventrikel kiri kembali ke atrium kiri. Keadaan katup yang menebal biasanya pada
salah satu bagian daun katupnya, bisa pada daun katup anterior atau posterior,
menyebabkan katup prolaps sehingga suara murmur sistolik kelas 3 dapat
terdengar (Pedersen 2000). Suara ikutan ini tidak bisa dideteksi dengan palpasi
thoraks tanpa stetoskop. Murmur sistolik kelas 4 terdeteksi pada anjing 7, dengan
suara murmur yang cukup keras dan getaran bisa dirasakan dengan palpasi thoraks
tanpa stetoskop, memiliki intensitas suara sedang, dikarenakan katup yang prolaps
akibat perubahan ketebalan katup pada kedua daun katup mitral anterior dan
posterior yang mengalami penebalan dengan derajat cukup berat (Pedersen 2000).
Pada anjing 8, terdengar murmur sistolik kelas 5, yang mana suara terdengar
sangat keras, dan ada getaran prekordial. Hal ini dikarenakan daun katup mitral
anterior dan posterior sudah mengalami penebalan dengan derajat berat, sehingga
katup menjadi melipat, dan posisinya mengarah ke atrium kiri. Perubahan katup
ini menyebabkan regurgitasi katup mitral akibat katup yang sudah mengalami
prolaps yang berat, sehingga dapat terdengar suara murmur sistolik yang sangat
keras (Pedersen 2000).
Intensitas murmur berkorelasi baik dengan tingkat
regurgitasi katup mitral, karena suara murmur menunjukkan tingkat keparahan
dari kebocoran katup (Tilley et al. 2008).
Murmur jantung adalah getaran berkepanjangan yang terdengar. Murmur
sering menunjukkan penyakit jantung, dikaitkan dengan aliran darah kecepatan
tinggi atau dengan getaran cairan yang bercampur.
Turbulensi cenderung
berkembang ketika kecepatan aliran atau viskositas darah menurun. Turbulensi
terjadi ketika darah dari pembuluh darah mengalir masuk ke ruang jantung, atau
pada saat darah dari ventrikel kiri mengalir balik ke atrium kiri (Tilley et al.
2008).
Penyebab umum dari murmur jantung meliputi: 1) stimulasi simpatis
seperti olahraga, demam, atau hipertiroidisme.
Stimulasi simpatis dapat
meningkatkan kecepatan dari ejeksi ke dalam pembuluh darah besar dan juga
32
dapat menyebabkan pembuluh darah yang berasal dari ventrikel mengalami
obstruksi; 2) anemia, yang menurunkan kekentalan darah; 3) darah mengalir ke
pembuluh darah yang mengalami perubahan diameter menjadi lebar lumennya; 4)
peningkatan volume aliran di katup jantung yang normal; dan 5) jalur aliran darah
yang abnormal dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Diagnosis adanya
kemungkinan regurgitasi dengan auskultasi jantung tergantung pada pengalaman
dokter hewan, status peredaran darah dan teknik handling pada saat pemeriksaan
(Haggstrom et al. 1995).
Suara ikutan murmur sulit terdeteksi pada pemeriksaan anjing hanya
menggunakan auskultasi saja dengan tingkat regurgitasi katup ringan. Teknik
pemeriksaan lebih lanjut menggunakan ekhokardiografi color flow Doppler perlu
dilakukan untuk mendiagnosis penyakit pada katup mitral, sehingga derajat
regurgitasi katup mitral dapat terdeteksi lebih akurat (Pedersen 2000).
Tabel 2 Hasil pemeriksaan klinis pada anjing ras Pomeranian
Anjing
nomor
Batuk/Nilai
Gejala klinis
Sering
pingsan/Nilai
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nilai referensi
x/0
x/0
x/0
√/1
x/0
√/1
√/1
√/1
x*
x/0
x/0
x/0
x/0
x/0
√/1
√/1
√/1
x*
Kehilangan
nafsu
makan/Nilai
x/0
x/0
√/1
√/1
√/1
√/1
√/1
√/1
x**
Total
nilai
0
0
1
2
1
3
3
3
* Sumber : Tilley et al. (2008)
** Sumber : Borgarelli & Haggstrom (2010)
Keterangan : batuk kering, nilai 0 = tidak ada (x)
nilai 1 = ada (√)
sering pingsan, nilai 0 = tidak ada (x)
nilai 1 = ada (√)
kehilangan nafsu makan, nilai 0 = tidak ada (x)
nilai 1 = ada (√)
Anjing dengan murmur sistolik kelas 3 sampai 6 dapat terlihat implikasi
klinisnya seperti menampilkan anjing dengan laju pernafasan meningkat dan
sering sesak nafas, sehingga berkembang menjadi batuk kering. Batuk adalah
gejala klinis umum dari penyakit jantung. Batuk pada anjing dengan penyakit
33
endokardiosis berkaitan dengan kompresi batang utama bronkus sebelah kiri
akibat dari pembesaran atrium kiri.
Ukuran atrium kiri yang membesar
menyebabkan adanya peningkatan tekanan pada batang utama bronkus kiri
sehingga dapat menstimulasi adanya batuk kering (Borgarelli & Haggstrom
2010). Ketika melakukan kegiatan berlebihan, anjing sering pingsan, yang mana
terjadi sekunder akibat aritmia jantung sementara (Tilley et al. 2008). Gejala lain
adalah kelemahan episodik bagian belakang, gusi kebiruan atau sianosis, kulit
pucat, perut buncit serta ataksia, yang disebut presyncope. Ketika gejala ini
terjadi dalam kombinasi dengan hilangnya kesadaran, penglihatan anjing menjadi
samar dikarenakan penurunan secara tiba-tiba aliran darah ke otak (Eldredge et al.
2007). Anjing menjadi kehilangan nafsu makan, sehingga penurunan berat badan
atau cachexia, dan hilangnya massa otot sering terjadi.
Pada tahap akhir,
endokardiosis derajat berat menyebabkan CHF (Borgarelli & Haggstrom 2010).
Hasil pemeriksaan berdasarkan ekhokardiografi B-mode setiap anjing
dapat dilihat pada Tabel 3.
Adapun pada anjing 1 merupakan anjing ras
Pomeranian yang secara klinis sehat dan tidak terdeteksi mengalami kelainan
pada endokardium. Pencitraan ekhokardiografi B-mode dengan posisi short axis
view dapat dilihat pada Gambar 8.
Pada anjing 1 didiagnosis tidak terkena
penyakit jantung. Pada anjing 2 sampai 8, ekhogenitas dari endokardium lebih
tebal dibandingkan yang normal, namun echo yang dihasilkan masih berwarna
putih atau hiperekhoik, hanya saja terlihat lebih kontras. Hal ini dikarenakan echo
yang dihasilkan tinggi atau bright untuk ekhokardiogram endokardium, yang
mana normalnya endokardium tersusun dari jaringan ikat (Mannion 2006).
Pada ekhokardiografi, derajat echo yang tinggi dari endokardium
disebabkan oleh jaringan ikat yang bersifat highly reflective interface, yang mana
hasil ekhogenitasnya menjadi hiperekhoik yang sangat kontras terlihat garis putih
yang tebal (Mannion 2006). Semakin tebal endokardium karena pengendapan
glukosaminoglikan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat yang berlebihan,
yang memisahkan spongiosa bundel kolagen dalam fibrosa atau terjadi proses
fragmentasi pada jaringan ikat endokardium (Pedersen 2000).
Ketebalan endokardium terlihat bervariasi ada yang cukup tebal dan
sampai sangat tebal.
Pada anjing 2, endokardiumnya mengalami penebalan
34
dengan derajat ringan seperti pada Gambar 9.
Pada anjing 3 sampai 5,
endokardiumnya mengalami penebalan dengan derajat sedang, sedangkan pada
anjing 6 dan 7, endokardiumnya mengalami penebalan dengan derajat cukup berat
seperti pada Gambar 10. Pada anjing 8, endokardiumnya mengalami penebalan
dengan derajat berat seperti ditunjukkan pada Gambar 11.
Tabel 3 Hasil ekhokardiografi B-mode pada anjing ras Pomeranian
Anjing
nomor
Ekhotekstur endokardium
Ekhogenitas/
Ketebalan/
Nilai
Nilai
Ekhotekstur katup mitral
Ekhogenitas/
Ketebalan/
Nilai
Nilai
1.
2.
3.
Hiperekhoik/0
Hiperekhoik/0
Hiperekhoik/0
Tipis/0
Tebal (+)/1
Tebal (++)/2
Hiperekhoik/0
Hiperekhoik/0
Hiperekhoik/0
4.
5.
Hiperekhoik/0
Hiperekhoik/0
Tebal (++)/2
Tebal (++)/2
Hiperekhoik/0
Hiperekhoik/0
6.
Hiperekhoik/0
Hiperekhoik/0
7.
Hiperekhoik/0
8.
Hiperekhoik/0
Tebal
(+++)/3
Tebal
(+++)/3
Tebal
(++++)/4
Tipis*
Hiperekhoik/0
Hiperekhoik/0
Tipis/0
Tebal (+)/1
Tebal
(++)/2
Tebal (+)/1
Tebal
(++)/2
Tebal
(++)/2
Tebal
(+++)/3
Tebal
(++++)/4
Tipis*
Pergerakan
katup
mitral
TAK/0
TAK/0
TAK/0
Total
nilai
TAK/0
TAK/0
3
4
Prolaps/
3
Prolaps/
3
Prolaps/
3
TAK*
8
0
2
4
9
11
Nilai
Hiperekhoik*
Hiperekhoik*
referensi
* Sumber : Pedersen (2000) & Mannion (2006)
Keterangan : tipis
: ketebalan derajat normal
tebal (+)
: penebalan derajat ringan
tebal (++)
: penebalan derajat sedang
tebal (+++)
: penebalan derajat cukup berat
tebal (++++)
: penebalan derajat berat
tidak ada kelainan (TAK) : katup membuka dan menutup sempurna
Keterangan : ekhogenitas,
Ketebalan,
pergerakan katup mitral,
nilai 0
nilai 0
nilai 1
nilai 2
nilai 3
nilai 4
nilai 0
nilai 3
= hiperekhoik
= tipis
= tebal (+)
= tebal (++)
= tebal (+++)
= tebal (++++)
= tidak ada kelainan (TAK)
= katup prolaps
Hasil interpretasi ekhokardiografi B-mode dengan posisi long-axis view,
ekhogenitas katup mitral anjing 1 adalah hiperekhoik dengan ketebalan katup
yang tipis, seperti dapat dilihat pada Gambar 12. Anjing 2 sampai 8, terlihat
hiperekhoik dikarenakan echo yang dihasilkan tinggi atau bright untuk
35
ekhokardiogram katup mitral, yang mana normalnya katup tersusun dari jaringan
ikat sama seperti endokardium (Mannion 2006).
IVS
LV
PM
PM
LVW
Gambar 8 Pencitraan ekhokardiografi B-mode
dengan endokardium tipis.
Keterangan: posisi short-axis view. skala garis
putih = 1 cm.
Gambar 9 Pencitraan ekhokardiografi B-mode
dengan endokardium tebal derajat
ringan.
Keterangan: posisi short-axis view. skala garis
putih = 1 cm.
IVS
PM
LVID
PM
PM
PM
LVW
Gambar 10 Pencitraan ekhokardiografi Bmode dengan endokardium
tebal derajat cukup berat.
Keterangan: posisi short-axis view. skala garis
putih = 1 cm.
Keterangan :
IVS
LVW
LVID
LV
PM
Gambar 11 Pencitraan ekhokardiografi B-mode
dengan endokardium tebal derajat
berat.
Keterangan: posisi short-axis view. skala garis
putih = 1 cm.
= septa interventrikular
= dinding ventrikel kiri
= dimensi ruang ventrikel kiri
= ventrikel kiri
= otot papillari
Pada katup mitral anjing 2, terlihat katup mulai mengalami penebalan
dengan derajat ringan.
Pada anjing 3 sampai 8 terlihat katup mengalami
penebalan dengan derajat yang berbeda-beda. Penebalan katup dapat dilihat pada
36
Gambar 13. Katup mitral yang mengalami penebalan, mempengaruhi efektifitas
dari kerja katup tersebut. Semakin katup menebal, semakin sulit katup bekerja
dengan efisien untuk dapat membuka dan menutup sempurna, yang dapat
ditemukan pada kasus penyakit katup mitral endokardiosis (Pedersen 2000).
AML
LVID
AML
LA
LVID
PML
LA
PML
Gambar 12 Pencitraan ekhokardiografi B-mode
dengan katup mitral tipis.
Keterangan: katup dalam keadaan menutup
sempurna. posisi long-axis view.
skala garis putih = 1 cm.
Keterangan:
LVID
LA
AML
PML
Gambar 13 Pencitraan ekhokardiografi Bmode dengan katup mitral tebal.
Keterangan: katup yang menebal dalam
keadaan posisi menutup. posisi
long-axis view. skala garis
putih = 1 cm.
= dimensi ruang ventrikel kiri
= atrium kiri
= daun katup mitral anterior
= daun katup mitral posterior
Parameter lain yang diamati dari katup mitral, adalah pergerakan
katupnya.
Pada anjing 2 sampai 5, tidak terlihat adanya kelainan dalam
pergerakan katup untuk membuka atau menutup sempurna, meskipun pada anjing
2 sampai 5, katup mitralnya telah mengalami penebalan. Anjing 6 sampai 8,
ditemukan adanya kelainan, dimana katup mengalami prolaps. Pada anjing 6 dan
7, mengalami prolaps ringan seperti pada Gambar 14. Anjing 8 terlihat katup
mitralnya prolaps dengan derajat yang lebih berat, dimana terjadi juga penebalan
katup dengan derajat berat sehingga mengganggu kerja katup, dapat dilihat pada
Gambar 15.
37
AML
PML
Gambar 14 Pencitraan ekhokardiografi B-mode
dengan katup mitral prolaps ringan.
Keterangan: keadaan katup sedang menutup
kurang sempurna (terlihat celah
kecil). posisi long-axis view. skala
garis putih = 1 cm.
Keterangan:
LVID
LA
AML
PML
Gambar 15 Pencitraan ekhokardiografi Bmode dengan katup mitral prolaps
berat.
Keterangan: keadaan katup sedang menutup
tidak sempurna (terlihat ada celah
yang besar). posisi long-axis view.
skala garis putih = 1 cm.
= dimensi ruang ventrikel kiri
= atrium kiri
= daun katup mitral anterior
= daun katup mitral posterior
Penebalan katup akibat pengendapan glukosaminoglikan di spongiosa dan
lapisan fibrosa pada daun katup dan katup mitral yang berdegenerasi. Proses
tersebut menjadi bertambah parah dengan pembentukkan jaringan ikat yang
berlebih yang mengendap dan memisahkan spongiosa bundel kolagen dalam
fibrosa.
Pada katup terjadi proses fragmentasi, membuat katup kehilangan
fleksibilitas, terjadi penebalan dan pemendekan daun katup. kemudian serat pada
chordae
tendineae
menjadi
kaku,
sehingga
chordae
tendineae
harus
memperpanjang bagiannya agar dapat bekerja efisien. Daun katup mitral menjadi
mengalir mundur dari ventrikel kiri kembali ke atrium kiri.
Ketika kondisi
semakin memburuk, menyebabkan daun katup melipat, membalikkan fungsi
normalnya, menjadi kelainan fungsi, yaitu memindahkan darah ke atrium kiri.
Lebih banyak darah yang dipompa maka darah yang berasal dari arus balik pun
lebih banyak melewati katup, menyebabkan ventrikel kiri mengalami penebalan
pada ototnya dan ruang ventrikel pun membesar untuk menyesuaikan keadaan.
Ekhogenitas dan ketebalan dari daun katup jelas tergantung pada ukuran hasil
yang didapat dan berguna untuk membandingkan daun katup mitral dengan
struktur lain pada kedalaman yang sama seperti daun katup aorta atau dinding
aorta posterior (Pedersen 2000). Posisi left apical 4-chamber view merupakan
posisi yang paling baik untuk mendiagnosis anjing dengan endokardiosis, karena
38
dapat menunjukkan daun katup mitral yang menebal dan tidak teratur (Borgarelli
& Haggstrom 2010). Hasil pemeriksaan berdasarkan ekhokardiografi M-mode
setiap anjing dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil ekhokardiografi M-mode ketebalan otot dan dimensi ruang jantung
pada anjing ras Pomeranian
Anjing
nomor
Ketebalan otot ventrikel kiri
(mm)
Sistol/Nilai Diastol/Nilai
9.20/0
8.34/2
8.71/0
6.12/1
11.78/1
7.97/1
9.24/0
5.65/0
8.46/0
5.64/0
10.35/1
8.00/2
9.18/0
7.29/1
12.9/2
7.9/1
6-10*
4-6*
Dimensi ruang ventrikel kiri
(mm)
Sistol/Nilai
Diastol/Nilai
11.34/0
15.83/0
13.65/0
20.23/0
13.17/0
22.53/0
14.37/0
25.15/0
7.37/0
16.70/0
8.23/0
17.41/0
16.47/1
26.82/0
8.34/0
30.16/2
8-16*
16-28*
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nilai
referensi
*Sumber : Penninck & d’Anjou (2008)
Keterangan : ketebalan otot ventrikel kiri saat sistol,
ketebalan otot ventrikel kiri saat diastol,
dimensi ruang ventrikel kiri saat sistol,
dimensi ruang ventrikel kiri saat diastol,
fraksi pemendekan (%),
nilai 0
nilai 1
nilai 2
nilai 3
nilai 0
nilai 1
nilai 2
nilai 3
nilai 0
nilai 1
nilai 2
nilai 3
nilai 0
nilai 1
nilai 2
nilai 3
nilai 0
nilai 1
nilai 2
nilai 3
Fraksi
pemendekan
(%)/Nilai
28/0
33/0
42/0
43/0
56/2
53/1
39/0
72/3
25-45*
Total
nilai
2
1
2
0
2
4
2
8
= 6-10 mm
= 10-12 mm
= 12-14 mm
= lebih dari 14 mm
= 4-6 mm
= 6-8 mm
= 8-10 mm
= lebih dari 10 mm
= 8-16 mm
= 16-18 mm
= 18-20 mm
= lebih dari 20 mm
= 16-28 mm
= 28-30 mm
= 30-32 mm
= lebih dari 32 mm
= 25-45
= 45-55
= 55-65
= lebih dari 65
Pencitraan M-mode untuk pengukuran ketebalan otot ventrikel kiri dengan
nilai left ventricular posterior wall thickness (LVW) saat sistol dan diastol, untuk
pengukuran dimensi ruang ventrikel kiri dengan nilai left ventricular internal
dimension (LVID) saat sistol dan diastole, kemudian nilai fractional shortening
(FS) digunakan untuk mengetahui daya kerja ventrikel.
Menurut Schille &
Skrodzki (1999), fraksi pemendekan digunakan sebagai acuan apa hewan terkena
dilated cardiomyopathy atau hypertrophic cardiomyopathy.
Diameter aorta
39
(AOD) dan atrium kiri (LAD) dihitung untuk melihat nilai rasio LAD:AOD,
sehingga dapat diketahui adanya dilatasi pada atrium kiri. Nilai LAD:AOD yang
normal seharusnya 1:1 tetapi apabila ada dilatasi atrium kiri nilai LAD:AOD >1
(Penninck & d’Anjou 2008).
Anjing 1 merupakan anjing yang sehat dan dijadikan parameter hewan
sehat untuk dibandingkan dengan anjing ras Pomeranian yang sakit terkena
endokardiosis. Pada anjing 2, yaitu anjing pom jantan dengan umur 2.5 tahun,
terkena endokardiosis ringan, terlihat penebalan dinding otot ventrikel dari
parameter LVW, tapi tidak terlalu tebal, dengan nilai fraksi pemendekan sebesar
33%. Pada anjing 3, yaitu anjing pom jantan dengan usia 13 tahun, terkena
endokardiosis ringan yang mana hanya terjadi penebalan otot ventrikel kiri,
meskipun derajat ketebalan dinding cukup parah, yaitu sebesar 11.78 mm pada
saat sistol dan 7.97 pada saat diastol. Anjing ini memiliki nilai fraksi pemendekan
sebesar 42%.
Demikian sama halnya pada anjing 4, yaitu anjing pom jantan dengan usia
13 tahun, yang juga terkena endokardiosis ringan. Penebalan otot ventrikel kiri
jelas terlihat. Nilai dari fraksi pemendekan sebesar 43%. Pada anjing 5, yaitu
anjing pom betina dengan usia 13 tahun, mengalami endokardiosis dengan derajat
ringan hampir menuju derajat sedang, dikarenakan nilai fraksi pemendekan yang
lebih dari kisaran normal yaitu sebesar 56%, dapat didiagnosis hewan terkena
hypertrophic cardiomyopathy disease yang cukup parah, didukung juga oleh
penebalan otot ventrikel kiri. Pada anjing 6, yaitu anjing pom jantan umur 13
tahun, yang terkena endokardiosis derajat sedang, dikarenakan adanya ketebalan
otot ventrikel kiri yang signifikan dari nilai LVW yaitu sebesar 10.35 mm pada
saat sistol dan 8.00 mm pada saat diastol, serta nilai fraksi pemendekan sebesar
53%, berada diatas nilai normal, sehingga hewan didiagnosis terkena hypertrophic
cardiomyopathy disease yang cukup parah juga. Anjing 7 yaitu anjing pom betina
dengan usia 14 tahun, yang mana usianya sudah tua, dari hasil ekhokardiografi Mmode dapat diketahui terjadi penebalan otot ventrikel kiri saat sistol dan diastol
yang signifikan dan peningkatan dimensi ruang ventrikel kiri pada saat sistol
dengan nilai LVW 16.47 mm.
40
Pada anjing 8, yaitu anjing pom jantan usia 11 tahun, terkena
endokardiosis dengan derajat parah. Peningkatan dimensi ruang ventrikel kiri
yang tinggi dengan nilai sebesar 30.16 mm pada saat diastol, serta adanya
penebalan otot ventikel kiri yang parah terlihat dari nilai LVW saat sistol maupun
diastol. Nilai fraksi pemendekan yang sangat luar biasa tinggi sebesar 72%,
didiagnosis anjing terkena hypertrophic cardiomyopathy disease sangat parah.
Jika kondisi ini terus berlanjut, chordae tendineae akan putus dan katup mitralnya
akan ruptur, otot semakin menebal parah sehingga sulit jantung memompa dengan
normal disertai lumen yang mengecil, serta tekanan tinggi dari arus bolak-balik
yang bergolak menyebabkan darah ventrikel kiri dan atrium kiri bercampur,
menambah parah derajat endokardiosisnya. Pada penelitian ini, anjing 8 telah
meninggal akibat CHF, lanjutan dari tahap parah penyakit endokardiosis.
Penebalan LVW dianggap sebagai bentuk dari sebuah adaptasi dari sel-sel
miokard untuk mengurangi stres yang terkait dengan pelebaran dinding kamar.
Dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri, serta penebalan septa interventrikular,
sehingga terjadi peningkatan massa pada ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan
sistolik ventrikel kiri juga mempengaruhi keadaan massa pada ventrikel kiri,
keadaan septa interventrikular juga kondisi dilatasi ventrikel kiri (Constable et al.
1994).
Pemeriksaan menggunakan ekhokardiografi M-mode, untuk memperoleh
nilai rasio LAD:AOD dari setiap anjing yang dapat dilihat pada Tabel 5. Pada
anjing 3 dan 5, nilai rasio LAD:AOD adalah 1:1 mengindikasikan bahwa tidak
ada pembesaran atrium kiri, sedangkan pada anjing 2,4,6,7, dan 8, terdiagnosis
adanya pembesaran atrium kiri karena nilai rasio LAD:AOD >1. Dilatasi atrium
kiri dengan derajat ringan, ditunjukkan dengan nilai rasio LAD:AOD >1.5,
sedangkan untuk derajat sedang mendekati parah ditunjukkan dengan nilai rasio
LAD:AOD >2 (Morgan 2008). Nilai dari diameter atrium kiri pada anjing 4, 7,
dan 8 sudah mendekati nilai batas atas normal dari ukuran dimensi atrium kiri.
Anjing 8, mengalami pembesaran atrium kiri yang parah dengan derajat berat,
yang ditunjukkan dengan nilai rasio LAO:AOD >2 yaitu 1:2.25.
41
Tabel 5 Hasil ekhokardiografi M-mode diameter aorta dan dimensi ruang atrium
kiri pada anjing ras Pomeranian
Anjing
Nomor
Diameter aorta
(AOD) dalam
mm/Nilai
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nilai referensi
10.05/0
8.2/0
12.82/0
9.75/0
11/0
7.7/1
9.67/0
8/0
8-13*
*Sumber : Penninck & d’Anjou (2008)
Keterangan :
AOD, nilai 0
nilai 1
nilai 2
nilai 3
LAD, nilai 0
nilai 1
nilai 2
nilai 3
LAD:AOD, nilai 0
nilai 1
nilai 2
nilai 3
Dimensi ruang
atrium kiri
(LAD) dalam
mm/Nilai
10.69/0
13/0
12.13/0
17.9/0
11/0
14/0
19.89/1
18/1
8-18*
Perbandingan
LAD:AOD/Nilai
Total
nilai
1:1/0
1:1.5/2
1:1/0
1:1.84/2
1:1/0
1:1.82/2
1:2/3
1:2.25/3
1:1*
0
2
0
2
0
2
4
4
= 8-13 mm
= 13-15 mm
= 15-17 mm
= lebih dari 17 mm
= 8-18 mm
= 18-20 mm
= 20-22 mm
= lebih dari 22 mm
= 1:1
= 1:1 sampai 1:1.5
= 1:1.5 sampai 1:2
= 1:2 sampai 1:2.5
Kebocoran darah melalui katup mitral yang rusak dari bagian belakang
ventrikel kiri ke atrium kiri jantung. Secara fisiologis atrium pun akhirnya secara
bertahap mulai membengkak dan membesar, yang disebut remodelling miokard.
Remodelling miokard pada atrium kiri berfungsi untuk mengakomodasi kelebihan
darah, karena ada penurunan kemampuan ventrikel kiri untuk menyediakan darah
yang cukup untuk memenuhi tuntutan seluruh tubuh. Jantung kemudian harus
memompa lebih keras dan lebih cepat, untuk memenuhi permintaan tersebut.
Daun katup mitral anterior ataupun posterior terlihat berpindah ke arah atrium
kiri. Ada suatu kondisi prolaps dari bagian tengah daun katup mitral dengan
penampilan katup seperti parasut.
Diantara variabel-variabel tersebut,
pembesaran atrium kiri tampaknya merupakan indikator independen yang paling
dapat diandalkan.
Anjing tanpa pembesaran atrium kiri memiliki waktu
kelangsungan hidup secara signifikan lebih lama (Borgarelli & Haggstrom 2010).
Pada tahap akhir, chordae tendineae kadang-kadang putus, dan jika dibiarkan
42
keadaan seperti ini menyebabkan katup mitral ruptur sepenuhnya (Pedersen
2000).
Pada pemeriksaan menggunakan ekhokardiografi CFD, yang dapat dilihat
pada Tabel 6, menunjukkan bahwa pada anjing 2 sampai 5 tidak terdeteksi adanya
regurgitasi katup mitral, yang dapat dilihat pada Gambar 16. Pada anjing 6 dan 7,
terdeteksi adanya regurgitasi katup mitral dengan derajat ringan seperti pada
Gambar 17.
Tabel 6 Hasil ekhokardiografi color flow Doppler pada anjing ras Pomeranian
Anjing nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Keadaan normal
Regurgitasi katup mitral/Nilai
tidak ada/0
tidak ada/0
tidak ada/0
tidak ada/0
tidak ada/0
ada (+)/2
ada (+)/2
ada (++)/6
tidak ada*
Total nilai
0
0
0
0
0
2
2
6
*Sumber : Pedersen (2000)
Keterangan: (+)
= derajat ringan
(++) = derajat sedang
(+++) = derajat berat
Keterangan: regurgitasi katup mitral, nilai 0
nilai 2
nilai 4
nilai 6
= tidak ada regurgitasi katup
= ada regurgitasi ringan (+)
= ada regurgitasi sedang (++)
= ada regurgitasi berat (+++)
LVID
LVID
LVID
Ao
LA
LA
LA
Gambar 16 Pencitraan
ekhokardiografi
color flow
Doppler tanpa
regurgitasi katup
mitral.
Keterangan: posisi short-axis
view.
Gambar 17 Pencitraan
ekhokardiografi
color flow
Doppler dengan
regurgitasi katup
mitral ringan.
Keterangan: posisi long-axis
view.
Keterangan : ruang ventrikel kiri (LVID), atrium kiri (LA), aorta (Ao)
Gambar 18 Pencitraan
ekhokardiografi
color flow
Doppler dengan
regurgitasi katup
mitral berat.
Keterangan: posisi short-axis
view.
43
Ukuran jet size <30% pada atrium kiri, mengindikasikan regurgitasi katup
mitral dengan derajat ringan, sedangkan untuk ukuran jet size >50% pada atrium
kiri, mengindikasikan regurgitasi katup mitral derajat sedang (Morgan 2008),
yang mana kasus ini tidak ditemukan pada penelitian ini. Anjing 8 seperti pada
Gambar 18, terlihat pada daerah atrium kiri regurgitasi katup mitralnya sangat
parah dengan ukuran jet size yang besar diatas 5-6 m/sec, mengindikasikan
adanya peningkatan tekanan pada daerah atrium kiri (Morgan 2008). Pada anjing
dengan penyakit katup mitral atau endokardiosis, indikasi derajat regurgitasi katup
mitral dapat diketahui pada diameter akhir diastolik ventrikel kiri dan ukuran
atrium kiri.
Penilaian langsung dari derajat regurgitasi katup mitral dapat
dilakukan dengan ekhokardiografi yang memungkinkan warna pemetaan aliran
harus dilakukan dengan CFD, agar lebih akurat. Hal ini juga memungkinkan
untuk mengevaluasi anjing dengan derajat regurgitasi katup mitral ringan ataupun
yang sedang, yang seringkali tidak terlihat pembesaran jantung.
Metode CFD banyak digunakan untuk membuat penilaian derajat
regurgitasi katup mitral yang berguna untuk mengukur ukuran jet regurgitasi.
Posisi pemeriksaan ekhokardiografi untuk hasil CFD harus dilakukan dengan
posisi anjing left apical four-chamber view agar mendapatkan nilai derajat
regurgitasi katup mitral yang tepat. Regurgitasi katup mitral disebabkan oleh
aliran turbulen darah, dengan tekanan yang sangat tinggi melalui daun katup yang
rusak. Warna turbulensi terbentuk karena ada arus mundur atau arus balik yang
tidak sewajarnya, dimana terlihat warna merah dan biru yang bercampur,
mengindikasikan adanya kebocoran katup (Penninck & d’Anjou 2008).
Dari hasil ekhokardiografi yang diperoleh, diketahui bahwa endokardiosis
dapat ditemukan dalam beberapa tipe, yang dapat dilihat pembagiannya pada
Tabel 7, yaitu endokardiosis derajat ringan, derajat sedang, dan derajat berat.
Pada endokardiosis derajat ringan, terlihat hanya adanya penebalan otot ventrikel
dan katup mitral, pembesaran atrium kiri atau terjadi hipertrofi jantung sebelah
kiri yang ringan.
Pada daerah sekitar otot papillari dan chordae tendineae
mengalami penebalan, serta pada katup mitral anterior maupun posterior juga
menebal. Murmur jantung tidak terdeteksi pada saat auskultasi jantung.
44
Tabel 7 Hasil nilai total pada anjing ras Pomeranian
Anjing
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tabel
1
0
0
0
0
0
3
4
5
Keterangan :
Tabel
2
0
0
1
2
1
3
3
3
Tabel
3
0
2
4
3
4
8
9
11
Total
nilai
Tabel
4
2
1
2
0
2
4
2
8
Nilai total
Derajat
keseluruhan endokardiosis
Tabel
5
0
2
0
2
0
2
4
4
Tabel
6
0
0
0
0
0
2
2
6
2
5
7
7
7
22
24
37
Ringan
Ringan
Ringan
Ringan
Ringan
Sedang
Sedang
Parah
derajat endokardiosis → ringan = nilai 1–15
→ sedang = nilai 15–30
→ parah = nilai 30–45
Tipe endokardiosis derajat sedang terlihat penebalan otot ventrikel,
pembesaran atrium kiri dan katup mitral yang menebal secara signifikan. Katup
mitralnya terlihat prolaps, sehingga regurgitasi katup mitral dapat terdeteksi. Hal
ini diketahui juga pada saat auskultasi jantung dengan temuan murmur jantung,
yaitu murmur sistolik kelas 3 dan 4. Pada endokardiosis derajat parah, katup
mitralnya mengalami prolaps yang berat. Kondisi otot papillari yang menebal,
menyebabkan chordae tendineae memanjang untuk menyesuaikan keadaan pada
saat menarik katup mitral. Otot ventrikel semakin menebal dan darah dipompa
sangat cepat, sehingga jika keadaan ini terus berlangsung, chordae tendineae
dapat menjadi putus. Pada tahap ini, dimana otot sudah menebal sangat parah.
Lumen mengecil sehingga jantung memompa penuh darah dengan sangat cepat.
Keadaan katup yang putus dan darah mengalir balik dari ventrikel kiri ke atrium,
membuat keadaan jantung semakin bertambah parah. Regurgitasi katup mitral
terlihat dengan derajat berat, bersamaan dengan hadirnya murmur sistolik kelas 5.
Hal inilah yang dapat menjadi faktor predisposisi penyakit CHF pada anjing
(Haggstrom et al. 2009).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pengamatan ekhokardiografi yang terjadi pada endokardium,
katup mitral, miokardium, dimensi ruang ventrikel dan atrium kiri, aorta serta
regurgitasi katup mitral, maka endokardiosis dapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu
endokardiosis ringan, endokardiosis sedang, dan endokardiosis parah. Kelainan
yang terjadi pada endokardium dan katup mitral, dapat mengawali perubahan atau
kelainan-kelainan yang terjadi pada bagian lain sehingga memperparah derajat
endokardiosis.
Saran
Teknik ekhokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat bantu untuk
mendiagnosis penyakit endokardiosis lebih awal, sehingga dapat dilakukan terapi
pengobatan sedini mungkin. Hasil akurat yang diperoleh memudahkan dokter
hewan mengetahui penyakit tanpa harus dilakukan pemeriksaan lainnya.
46
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Anjing. [terhubung berkala]. http//:www.anjingkita.com. html [09
April 2011].
Barr F. 1990. Diagnostic Ultrasound in The Dog and Cat. Oxford: Blackwell
Scientific Publications. Pp. 1-20.
Beer AJ & Morris P. 2004. Encyclopedia of Mammals. Singapore: Grange Books.
Pp. 305-306.
Borgarelli M & Haggstrom J. 2010. Canine Degenerative Myxomatous Mitral
Valve Disease: Natural History, Clinical Presentation and Therapy. Vet
Clin Small Anim. 40: 651-663.
Burk RL & Feeney DA. 2003. Small Animal Radiology and Ultrasonography A
Diagnostic Atlas and Text. Third edition. USA: Elsevier Science. Pp. 1.
Colville T & Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary
Technicians. USA: MOSBY. Pp. 164-193.
Constable PD, Hinchcliff KW, Olson J, Hamlin RL. 1994. Athletic Heart
Syndrome In Dogs Competing In Along Distance Sled Race. J Appl
Physiol. 76: 433-438.
Cunliffe J. 2003. Pomeranian, A Comprehensive Guide To Owning and Caring
For Your Dog. England: Kennel Club Books. Pp. Cover.
Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. USA: Saunders. Pp.
166-172, 180-182.
Eldredge DM, Carlson LD, Carlson DG, Giffin JM. 2007. Dog Owner’s “Home
Veterinary Handbook”. Fourth edition. New Jersey: Wiley
Publishing,Inc. Pp. 328-336.
Fogle B. 2006. Complete Dog Care Manual. England: Dorling Kindersley
Limited. Pp. 6-9, 12-25, 122-123.
Goddard PJ. 1995. Veterinary Ultrasonography. England: CAB International. Pp.
1-20, 131-164.
Guyton AC & Hall JE. 2008. Textbook of Medical Fisiology. 11th Ed. Missisipi:
EGC Medical Publisher. Pp. 107-163.
Haggstrom J, Hoglund K, Borgarelli M. 2009. An Update On Treatment and
Prognostic Indicators in Canine Myxomatous Mitral Valve Disease. J
Small Anim Pract. 50 (Suppl 1): 25-33.
Haggstrom J, Kvart C, Hansson K. 1995. Heart sounds and murmurs: changes
related to severity of chronic valvular disease in the Cavalier King
Charles spaniel. J Vet Intern Med. 9(2):75-85.
Kudriavtsev V, Polyshchuk V, Roy DL. 2007. Heart Energy Signature
Spectrogram For Cardiovascular Diagnosis. Biomed Eng Online. 6:16.
47
Larkin P & Stockman M. 2001. The Ultimate Encyclopedia of Dogs, Dog Breeds
& Dog Care. London: Anness Publishing Limited. Pp. 249.
Mannion P. 2006. Diagnostic Ultrasound in Small Animal Practice. United
Kingdom: Blackwell Publishing. Pp. 1-19, 188-215.
Miller H. 1964. The Complete Book of Dog and Puppy Care. London: Bantam
Books, Inc. Pp. 271-272.
Morgan RV. 2008. Handbook Of Animal Practice. Ed ke-5. USA: Saunders
Elsevier Inc. Pp. 57-58, 94-98.
Nelson RW & Couto CG. 1998. Small Animal Internal Medicine. 2nd ed. USA:
Mosby Inc. Pp. 34-42.
Nicolaides K, Rizzo G, Hecker K, Ximenes R. 2002. Doppler Ultrasound.
[terhubung berkala]. http://www.centrus.com.br/DiplomaFMF/Series
FMF/doppler/capitulos-html/chapter_03.htm#. html [10 April 2011].
Paramitha D. 2009. Nilai Referensi Motion mode Echocardiography pada Anjing
Kampung Normal (Canis lupus familiaris) [skripsi]. Bogor: Fakultas
kedokteran Hewan-IPB. Pp. 12-15.
Pedersen HD. 2000. Diagnosing Canine Myxomatous Mitral Valve Disease.
Waltham Focus. 10: 3-9.
Penninck D & d’Anjou MA. 2008. Atlas of Small Animal Ultrasonography. Ed
ke-1. Iowa: Blackwell Publishing. Pp. 151-314, 406.
Rees Y. 1993. The Complete Book of Dogs. England: Coombe Books, Inc. Pp.
106.
Schille S & Skrodzki M. 1999. M-mode Echocardiographic Reference Value in
Cats in The First Three Months of Life. Veterinary Radiology and
Ultrasound. 40: 491-500.
Stoylen A. 2006. Basic Ultrasound for Clinicians. [terhubung berkala].
http://folk.ntnu.no. html [12 Jun 2009].
Tilley LP, Smith FWK, Oyama MA, Sleeper MM. 2008. Manual Of Canine And
Feline Cardiology. Fourth Edition. Canada: Saunders Elsevier Inc. Pp.
1-23, 78-98, 139-149, 288-314.
Wotton PR. 1998. Cardiac Murmur And Abnormal Sounds. In: BSAVA Manual
Of Small Animal Cardiorespiratory Medicine And Surgery. Pp.143150.
Download