HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN FREKUENSI KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN PISANGAN BULAN AGUSTUS 2010 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Hilyah Mursilah NIM: 107103000451 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/ 2010 M LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 7 Oktober 2010 Hilyah Mursilah ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN FREKUENSI KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN PISANGAN BULAN AGUSTUS 2010 Laporan Penelitian Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (SKed) Oleh : Hilyah Mursilah NIM: 107103000451 Pembimbing Dr. Riva Auda, SpA, MKes PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/ 2010 M iii PENGESAHAN PANITIA UJIAN Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN FREKUENSI KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN PISANGAN BULAN AGUSTUS 2010 yang diajukan oleh Hilyah Mursilah (NIM: 107103000451), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 7 Oktober 2010. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (SKed) pada Program Studi Pendidikan Dokter. Jakarta, 7 Oktober 2010 DEWAN PENGUJI Ketua Sidang dan Pembimbing Penguji Dr. Riva Auda, SpA, MKes Dr. Yanti Susianti, SpA PIMPINAN FAKULTAS Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN Prof. DR. (hc). Dr. MK. Tadjudin, SpAnd DR. Dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM iv KATA PENGANTAR Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh… Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya. Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1) Bapak Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah. 2) Bapak Drs. H. Achmad Ghalib, MA selaku Pudek bidang administrasi umum FKIK UIN Syarif Hidayatullah. 3) Ibu Dra. Farida Hamid, MPd sebagai Pudek bidang kemahasiswaan FKIK UIN Syarif Hidayatullah. 4) Bapak DR. Dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM sebagai Kaprodi Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD). 5) Ibu Dr. Riva Auda, SpA, MKes selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan riset ini. 6) Ibu drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku penanggung jawab riset PSPD 2007. 7) Bapak dan ibu dosen beserta seluruh staff akademik, yang telah begitu banyak membantu, membimbing dan memberikan kesempatan untuk menimba ilmu selama saya menjalani masa pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah. 8) Puskesmas Ciputat Timur beserta staff dan kader-kader Posyandu yang telah membantu kami dalam pengambilan sampel penelitian. 9) Ayahanda H. Ghozali, Lc. dan dan Ibunda Hj. Rohayati, SPd yang telah mencurahkan segala kasih sayang, pengorbanan, do’a serta harapannya yang begitu besar untuk saya. v 10) Adik-adik tersayang Fadli dan Silfia yang selalu memberikan kebahagiaan dalam canda dan tawa saat bersama, serta dukungannya begitu besar kepada saya dalam menyelesaikan penelitian ini. 11) Nur Ardiansyah yang telah memberikan segala dukungan dan do’anya serta menyediakan waktunya untuk membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini. 12) Teman-teman kelompok riset: Karina, Lydia, Emilia, Yurilla dan Nurhidayati yang telah berjuang bersama dalam suka dan duka dalam menyelesaikan riset ini. 13) Seluruh teman sejawat PSPD 2007 dan semua teman-teman yang telah membantu. Semoga amal baik dari semua pihak, mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhirnya disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, diharapkan adanya penelitian yang sejenis untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh. Jakarta, 7 Oktober 2010 Penulis vi ABSTRAK Nama Program Studi Judul : : : Hilyah Mursilah Pendidikan Dokter Hubungan Status Gizi Dengan Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Pisangan Tahun 2010 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di kelurahan Pisangan tahun 2010. Penelitian ini dilakukan terhadap 96 balita dengan responden ibu-ibu yang memiliki balita dengan menggunakan desain deskriptif potong lintang, kemudian dilakukan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa balita yang bergizi buruk yang sering mengalami diare dalam 1 tahun terakhir sebanyak 2 dari 4 balita dan balita yang bergizi baik yang sering menderita diare 8 dari 79 balita (10,1%). Penelitian ini menggunakan uji chi square. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita dengan p-value 0,191 (p> 0,05). Kata kunci: Diare, balita, status gizi ABSTRACT Name Study Program Title : : : Hilyah Mursilah Medical Education Nutritional Status Relationship With Frequency of Occurrence Diarrhea In Toddlers At Kelurahan Pisangan Year 2010 This research aims to find the relationship between nutritional status with the occurrence of diarrhea in children under five years old at kelurahan Pisangan in August 2010. This research was conducted on 96 toddlers with mothers as respondents who have children under 5 years old and using cross-sectional descriptive design. And then performed univariate and bivariate analysis. Research results showed that bad-nourishe toddler who often had diarrhea within 1 year is 2 of 4 toddlers. While a well-nourished toddler who often suffer from diarrhea is 8 of 79 toddlers (10.1%). There was no significant correlation between the nutritional status and occurrence of diarrhea in infant with p value is 0.191 (p>0.05). Key words: Diarrhea, toddler, nutritional status vii DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv KATA PENGANTAR .................................................................................... v ABSTRAK/ABSTRACT ................................................................................ vii DAFTAR ISI ................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ........................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii BAB 1 : PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 3 1.3. Hipotesis ………………………………………………………….. 3 1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3 1.4.1. Tujuan Umum………………………………………………... 3 1.4.2. Tujuan Khusus……………………………………………...... 3 1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3 BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5 2.1. Landasan Teori ………………….................................................... 5 2.1.1. Diare ………………………………………………………….. 5 2.1.1.1. Definisi Diare……………………………………………... 5 2.1.1.2. Klasifikasi Diare ………………………………………….. 6 2.1.1.3. Etiologi dan Patogenesis …………………………………. 6 2.1.1.4. Komplikasi Akibat Diare ………………………………… 8 2.1.1.5. Penatalaksanaan Diare …………………………………… 11 2.1.1.6. Faktor Resiko terjadinya Diare …………………………... 15 2.1.2. Status Gizi ……………………………………………………. 16 2.1.2.1. Pengertian Status Gizi ……………………………………. 16 2.1.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi .................. 17 2.1.2.3. Penilaian Status Gizi ……………………………………... 23 2.1.2.4. Indikator Status Gizi ……………………………………… 25 2.1.2.5. Indeks Antropometri ……………………………………... 27 2.1.2.6. Klasifikasi Status Gizi ……………………………………. 28 2.1.3. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare ……………….. 30 2.2. Kerangka Konsep ………………………………………………. 31 2.3. Definisi Operasional ……………………………………………. 31 BAB 3 : METODE PENELITIAN ................................................................ 32 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ...................................................... 32 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 32 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................... 32 3.4. Kriteria Penelitian ........................................................................... 34 3.4.1. Kriteria Inklusi ……………………………………………….. 34 3.4.2. Kriteria Eksklusi ……………………………………………… 34 viii 3.5. Variabel Penelitian .......................................................................... 3.6. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 3.7. Instrumen Penelitian ........................................................................ 3.8. Prosedur Penelitian ……………………………………………….. 3.9. Pengolahan Data dan Analisis Data ……………………………… BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……………………………………… 4.1.1. Keadaan Geografi ...................................................................... 4.1.2. Data Demografi ………………………………………………. 4.2. Deskripsi Sampel Penelitian ……………………………………… 4.3. Deskripsi Variabel Penelitian …………………………………...... 4.3.1. Deskripsi Status Gizi Balita ………………………………...... 4.3.2. Deskripsi Kejadian Diare pada Balita ………………………... 4.3.3. Hubungan Status Gizi dengan Frekuensi Kejadian Diare ……. 4.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penelitian …………………... BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 5.2. Saran ............................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN .................................................................................................... ix 34 35 35 36 36 38 38 38 38 38 40 40 41 41 43 44 44 45 46 50 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 2.4. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Halaman Klasifikasi Keparahan Dehidrasi pada Anak-Anak 9 Jumlah Oralit untuk Terapi pada Anak 13 Klasifikasi Status Gizi Menurut WHO-NCHS 29 Definisi Operasional 31 Deskripsi Umur Sampel Penelitian 39 Deskripsi Jenis Kelamin Sampel Penelitian 39 Deskripsi Status Gizi Balita 40 Deskripsi Kejadian Diare pada Balita 41 Tabulasi Silang Status Gizi dengan Frekuensi Kejadian Diare 42 x DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Kerangka konsep .......................................................................... 31 xi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 informed consent Lampiran 2 kuesioner Lampiran 3 output SPSS xii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di Asia Tenggara. Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi. Angka kejadian diare Indonesia menurut survei morbiditas yang dilakukan Departemen Kesehatan tahun 2003 berkisar antara 200-374 per 1000 penduduk. Setiap balita rata-rata menderita diare satu sampai dua kali dalam satu tahun. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. (Widaya IW, 2007) Diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Dan biasanya merupakan sebuah gejala dari infeksi saluran pencernaan yang dapat disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, maupun parasit. (WHO, 2009) Kejadian diare sangat erat hubungannya dengan status gizi seseorang. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Oleh karena itu, setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi yang ringan merupakan pertanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi. (Supariasa IDN dkk, 2002) Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi antibodi serta terjadinya atrofi pada dinding usus yang menyebabkan berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh terutama penyakit diare. (Sjahmiem M, 2003) xiii 1 2 Penelitian yang dilakukan di berbagai negara menunjukkan bahwa kematian bayi akan menjadi lebih tinggi jika jumlah anak penderita gizi buruk meningkat. Demikian juga halnya dengan infeksi protozoa, pada anak-anak yang tingkat gizinya buruk akan jauh lebih parah dibandingkan dengan anak yang gizinya baik. (Sjahmiem M, 2003) Gizi buruk mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap produksi sistem imun di dalam tubuh. Penurunan produksi sistem imun tertentu akan mengakibatkan mudahnya bibit penyakit masuk ke dalam dinding usus. Dinding usus dapat mengalami gangguan produksi berbagai enzim untuk pencernaan makanan sehingga makanan tidak dapat tercerna dengan baik dan ini berarti penyerapan zat gizi akan mengalami gangguan. (Sjahmiem M, 2003) Antara keadaan gizi buruk dan penyakit diare terdapat hubungan yang sangat erat, sungguh sulit untuk mengatakan apakah terjadi gizi buruk akibat adanya diare ataukah kejadian diare adalah disebabkan keadaan gizi buruk. Diare merupakan suatu gejala penyakit yang dapat terjadi karena berbagai sebab, seperti salah makan, makanan yang basi atau busuk seperti sering terjadi pada pemberian susu botol yang telah basi, disamping akibat infeksi. Memburuknya tingkat gizi pada penderita diare seperti telah diuraikan pada bagian yang lain, selain disebabkan hilangnya cairan tubuh, juga karena menurunnya nafsu makan, serta kebiasaan menghentikan pemberian makanan selama diare. Mengingat tingginya angka kematian dan kesakitan diare yang disebabkan oleh keadaan gizi buruk, maka penanganan penderita harus dilakukan dengan cermat. Di samping pengembalian cairan yang hilang, pemberian makanan pun harus seksama sehingga memungkinkan tercapainya kembali berat badan anak. (Sjahmiem M, 2003) Begitu luasnya masalah diare di lapisan masyarakat terutama yang pada balita. Dan berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur. xiv 3 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan antara status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur? 1.3. Hipotesis Perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Mengetahui adanya hubungan antara status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur. 1.4.2. Tujuan Khusus Mendeskripsikan keadaan status gizi balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur. Mendeskripsikan kejadian diare pada balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur. Menguji hubungan keadaan status gizi lebih, baik, kurang dan buruk terhadap kejadian diare pada balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini menyediakan informasi bagi masyarakat tentang penyakit diare yang terjadi pada balita. xv 4 Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya ibu yang memiliki balita untuk dijadikan sebagai informasi terhadap dampak yang diakibatkan karena masalah gizi pada anak balita. Sebagai sumber pengetahuan bagi tenaga medis untuk meningkatkan penanganan pada penyakit diare. Hasil penelitian ini merupakan sumber data dasar bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penyakit diare pada balita. xvi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Diare 2.1.1.1. Definisi Diare Diare oleh sebagian orang atau masyarakat disebut muntaber (muntahberak). Diare adalah buang air besar yang lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) dan berbentuk encer, bahkan dapat berupa seperti air saja. (Depkes RI, 2000) Diare didefinisikan sebagai peningkatan jumlah feses yang dikeluarkan dalam sehari, yang disertai dengan peningkatan jumlah kandungan air dalam feses. (Behrman RE dkk, 2003) Diare adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak yang sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi 3 kali atau lebih per hari, disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah. (Markum, 2002) Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang cair dan frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (3 kali dalam sehari), namun tak selamanya mencret dikatakan diare. Misalnya pada bayi yang berusia kurang dari sebulan, yang bisa buang air hingga lima kali sehari dan fesesnya lunak. (Habsyah S, 2004) Lebih dari 90% diare disebabkan oleh infeksi yang sering disertai gejala muntah, demam dan nyeri perut. Dan 10% disebabkan oleh pengaruh obat-obatan, toksin yang tertelan, alergi, iskemia dan beberapa keadaan lain. (Nasronudin, 2007) Di negara yang sedang berkembang penyebab kematian awal banyak diakibatkan oleh penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi tersebut adalah diare. Penyebab diare umumnya sangat kompleks, berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Penyebab utamanya sering terjadi secara bersamaan dan saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan adanya kenyataan ini, ditambah dengan praktek pemberian makanan bayi yang keliru, xvii 5 6 maka data angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh diare dapat dijadikan petunjuk secara tidak langsung mengenai keadaan malnutrisi di satu daerah. (Supariasa IDN dkk, 2002) 2.1.1.2. Klasifikasi Diare Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut, diare kronik dan diare persisten. Diare Akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14 hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan darah. Diare kronik adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari. Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik. (Asnil P dkk, 2003) 2.1.1.3. Etiologi dan Patogenensis Diare akut disebabkan oleh banyak faktor antara lain infeksi, makanan, efek obat, imunodefisiensi dan keadaan-keadaan tertentu. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk, 2003) a. Infeksi Infeksi terdiri dari infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan dan infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan (Ngastiya, 2005). Mikroorganisme yang menjadi penyebabnya antara lain Aeromonas, Compylobacter, Clostridium difficile, Escherichia coli, Enterotoxigenic, Enteropathogenic, Shigella, Salmonella, Enteroinvasive. (Pickering LK dkk, 2004) xviii Vibrio cholera, dan 7 b. Makanan Diare dapat disebabkan oleh intoksikasi makanan, makanan pedas, makanan yang mengandung bakteri atau toksin. Alergi terhadap makanan tertentu seperti susu sapi, terjadi malabsorbsi karbohidrat, disakarida, lemak, protein, vitamin dan mineral. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk, 2003) c. Imunodefisiensi Defisiensi imun terutama sIgA (Secretory Immunoglobulin A) pada mukosa usus dapat mengakibatkan berlipat gandanya bakteri, flora usus dan jamur, terutama Candida. Defisiensi imun ini juga dapat terjadi pada anak dengan status gizi yang buruk. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk, 2003) d. Terapi obat Obat-obat yang dapat menyebabkan diare diantaranya antibiotik dan antasid. Antasid mengandung magnesium hidroksida yang dapat menyebabkan beban osmotik intraluminal yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan diare. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk, 2003) e. Keadaan tertentu Keadaan lain yang menyebabkan seseorang diare seperti gangguan psikis (ketakutan, gugup) dan gangguan saraf. Gangguan ini dapat menyebabkan gangguan motilitas usus yang bisa menyebabkan diare. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk, 2003) xix 8 Adapun mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah : 1. Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare (Ngastia, 2005). Diare osmotik dapat disebabkan oleh 3 hal, yaitu malabsorpsi makanan, kekurangan kalori protein (KKP) dan bayi berat badan lahir rendah. (Asnil P dkk, 2003) 2. Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. (Ngastia, 2005) 3. Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare. (Ngastia, 2005) 2.1.1.4. Komplikasi Akibat Diare Diare akan menyebabkan terjadinya : 1. Kehilangan air (dehidrasi) Kehilangan cairan akibat diare dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang, atau berat (Suharyono, 2008). Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan air, yang merupakan xx 9 penyebab utama kematian pada diare. Berikut adalah klasifikasi keparahan dehidrasi pada anak-anak : Tabel 2.1. Klasifikasi keparahan dehidrasi pada anak-anak Klasifikasi Dehidrasi berat Dehidrasi ringan/sedang Tanpa dehidrasi Tanda atau gejala Tata laksana Terdapat dua atau lebih dari Jika tidak ada klasifikasi berat tanda-tanda berikut: lainnya: beri cairan untuk dehidrasi berat (rencana terapi C) Jika anak juga mempunyai Letargis atau tidak sadar klasifikasi berat lainnya : Mata cekung - Rujuk segera dan selama dalam Tidak bisa minum atau perjalanan ibu diminta terus malas minum memberi larutan oralit sedikit Cubitan kulit perut demi sedikit. kembalinya sangat - Anjurkan ibu agar tetap memberi lambat ASI. Jika ada kolera di daerah tersebut, beri obat antibiotik untuk kolera. Terdapat dua atau lebih dari Beri cairan dan makanan sesuai tanda-tanda berikut : rencana terapi B Jika anak juga mempunyai klasifikasi berat lainnya : Gelisah, rewel, atau - Rujuk segera ke rumah sakit dan mudah marah selama dalam perjalanan ibu Mata cekung diminta terus memberi larutan Haus, minum dengan oralit sedikit demi sedikit. lahap Anjurkan ibu agar tetap memberi Cubitan kulit perut ASI. kembalinya lambat Nasihati ibu kapan harus kembali segera. Kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan. Tidak cukup tanda-tanda Beri cairan dan makanan sesuai rencana terapi A. Nasihati ibu tentang kapan harus kembali segera. Kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan. Sumber: WHO, 2005 ; Depkes, 2006 xxi 10 2. Gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik) Asidosis metabolik, ini terjadi karena: a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh. c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan. d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oligouri atau anuri). e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler. (Asnil P dkk, 2003; Ngastia, 2005) Pernafasan Kussmaul Pernafasan Kussmaul ini merupakan homeostasis respiratorik, adalah usaha dari tubuh untuk mempertahankan pH darah. (Asnil P dkk, 2003) 3. Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare. Pada anak-anak dengan gizi cukup atau baik, hipoglikemia ini jarang terjadi (Asnil dkk, 2003). Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat badan (Suharyono, 2002). Hal ini terjadi karena penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati terganggu dan adanya gangguan absorpsi glukosa. (Asnil P dkk, 2003) Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg% dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala-gejala hipoglikemia tersebut dapat berupa: lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma. (Asnil P dkk, 2003) xxii 11 4. Gangguan gizi Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena: a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan atau muntahnya bertambah hebat. b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama. c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena adanya hiperplastik. (Asnil P dkk, 2003) 5. Gangguan sirkulasi Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia. Asidosis akan bertambah berat dan bila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal. (Asnil P dkk, 2003) 2.1.1.5. Penatalaksanaan Diare Penatalaksanaan diare menurut WHO (2005) dan Depkes (2006) adalah sebagai berikut 1. Upaya rehidrasi berdasarkan derajat dehidrasi Rencana terapi A 1. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau) Jelaskan kepada ibu : - Pada bayi muda pemberian ASI merupakan cara pemberian cairan tambahan yang utama. - Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian. - Jika anak memperoleh ASI eksklusif, berikan oralit atau air matang sebagai tambahan. xxiii 12 - Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan berikut ini : oralit, larutan gula garam, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang. Anak harus diberi larutan oralit di rumah jika : - Anak telah diobati dengan rencana terapi B atau C dalam kunjungan ini. - Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah. Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah. Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya seharihari: - Sampai umur 2 tahun; 50 sampai 100 ml setiap kali buang air besar - 2 tahun atau lebih; 100 sampai 200 ml setiap kali buang air besar Katakan kepada ibu : - Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir atau gelas. - Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat. - Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare. 2. Berikan suplemen zink Jelaskan kepada ibu berapa banyak zink yang diberikan - Sampai usia 6 bulan ½ tablet (10 mg) per hari untuk 10-14 hari. - ≥ 6 bulan 1 tablet (20 mg) per hari untuk 10-14 hari. Tunjukkan kepada ibu bagaimana memberikan suplemen zink - Untuk bayi, tablet dapat dilrutkan dengan sedikit air matang, ASI, atau oralit. - Untuk anak, tablet dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit. 3. Lanjutkan pemberian makan atau ASI. 4. Kapan harus kembali. xxiv 13 Rencana terapi B Berikan oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam. 1. Tentukan jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama. Tabel 2.2. Jumlah Oralit untuk terapi pada anak Umur * Berat badan Dalam ml < 4 bulan < 6 kg 200 – 400 4 -12 bulan 6 - < 10 kg 400 – 700 12-24 bulan 10 - <12 kg 700 – 900 2-5 tahun 12 – 19 kg 900 – 1400 *Digunakan umur hanya bila berat badan anak tidak diketahui. Jumlah oralit yang diperlukan (dalam ml) dapat dihitung dengan cara berat badan (dalam kg) dikalikan 75. - jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas berikan. - untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menetek, berikan juga 100-200 ml air matang sampai periode ini. 2. Tunjukkan kepada ibu cara memberikan larutan oralit: Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir atau gelas. Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat. Lanjutkan ASI selama anak mau. 3. Setelah 3 jam : Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya. Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan. Mulailah memberi makan jika anak berumur 6 bulan atau lebih, ketika masih di klinik atau puskesmas. Jika bayi berumur kurang dari 6 bulan, lanjutkan pemberian ASI selama bayi mau. 4. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai : Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah. Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan di rumah untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan. Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi. Juga beri 6 bungkus sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A. xxv 14 Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah : - Berikan cairan tambahan - Berikan suplemen zink - Lanjutkan pemberian makan - Kapan harus kembali Rencana terapi C Ikuti tanda panah. Jika jawaban “Ya”, lanjutkan kekanan. Jika “tidak”, lanjutkan kebawah. Mulai di sini Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan ringer laktat (jika tidak tersedia, gunakan NaCl) yang dibagi sebagai berikut: Umur Dapatkah saudara segera memberikan cairan intravena Ya Apakah saudara telah dilatih menggunakan pipa nasogastrik untuk rehidrasi Pemberian berikut 70 ml/kg selama : 5 jam Bayi (< 12 bulan) Anak 30 menit* 2 ½ jam (12 bulan – 5 tahun) *ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba Periksa kembali anak setiap 1-2 jam. Jika status hidrasi belum membaik, beri tetesan intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum : biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, C ) untuk melanjutkan pengobatan. Tidak Apakah ada fasilitas pemberian cairan intravena yang terdekat (dalam 30 menit) Pemberian pertama 30 ml/kg selama: 1 jam* Ya Ya Tidak Apakah anak masih bisa minum Tidak Rujuk segera untuk pengobatan IV/NGT Sumber: WHO, 2005; Depkes RI, 2006 Rujuk segera untuk pengobatan intravena. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara meminumkan pada anaknya sedikitt demi sedikit selama dalam perjalanan. Mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut : beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg) Periksa kembali anak setiap 1-2 jam: Jika anak muntah terus menerus atau perut makin kembung, beri cairan lebih lambat. Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk pengobatan intravena. Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi. Kemudian tentukan rencana terapi yang se untuk melanjutkan suai (A,B,atau C) untuk melanjutkan pengobatan. Catatan: Jika mungkin, amati anak sekurang-kurangnya 6 jam setelah rehidrasi untuk xxvi meyakinkan bahwa ibu dapat mempertahankan hidrasi dengan pemberian larutan oralit peroral 15 2. Dukungan nutrisi 3. Suplementasi zink Pemberian tablet zink harus diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak sudah sembuh. 4. Antibiotik selektif Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut kecuali dengan indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera. 5. Edukasi orang tua Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare maki sering atau belum membaik dalam 3 hari. (WHO, 2005; Depkes RI, 2006) 2.1.1.6. Faktor Resiko Terjadinya Diare Kejadian diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu gizi, sosial ekonomi, dan kesehatan lingkungan. (Asnil P dkk, 2003) a. Faktor gizi Interaksi diare dan gizi merupakan lingkaran setan, karena diare menyebabkan gizi kurang dan gizi kurang dapat memperberat diare. Pengobatan dengan makanan yang tepat dan cukup terhadap penderita diare merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah. Defisiensi zat makanan dan cairan pada penderita diare harus segera diatasi. Terdapat banyak bukti nyata bahwa pemberian makanan yang tepat dan cukup dapat mempercepat proses penyembuhan selama dan sesudah menderita diare. (Asnil P dkk, 2003) b. Faktor sosial ekonomi Sosial ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi tingkat partisipasi aktif dalam melaksanakan upaya pelayanan masyarakat, misalnya meningkatkan fasilitas kesehatan lingkungan, meningkatkan status gizi masyarakat yang merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di masyarakat. Selain itu, berpenghasilan rendah pada xxvii 16 umumnya mempunyai keadaan sanitasi yang buruk dan higienitas perorangannya juga buruk. (Arifin Z, 2001) c. Faktor kesehatan lingkungan Melalui faktor lingkungan, seseorang yang keadaan fisik atau daya tahannya terhadap penyakit kurang, akan mudah terserang penyakit. Penyakit-penyakit tersebut seperti diare, kolera, campak, demam berdarah dengue, difteri, pertusis, malaria, influenza, hepatitis, tifus dan lain-lain yang dapat ditelusuri determinan-determinan lingkungannya. (Asnil P dkk, 2003) 2.1.2. Status Gizi 2.1.2.1. Pengertian Status Gizi Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut (Supariasa IDN dkk, 2002). Status gizi berarti keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau dua kombinasi dari ukuran–ukuran gizi tertentu. (Soekirman, 2000) Istilah-istilah yang berhubungan dengan status gizi yaitu : 1) Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengetahuan zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. (Supariasa IDN dkk, 2002) 2) Keadaan gizi Keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. (Supariasa IDN dkk, 2002) xxviii 17 3) Status gizi Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dan nutriture dalam bentuk variabel tertentu. (Supariasa IDN dkk, 2002) 4) Malnutrisi Keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi. Ada empat bentuk malnutrisi : a. Undernutrition : kekurangan konsumsi pangan secara relatif maupun absolut untuk periode tertentu. b. Specific Defisiency : kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan vitamin A, yodium, Fe, dan lain-lain. c. Overnutrition : kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu. d. Imbalance : karena disproporsi zat gizi, misalnya kolesterol terjadi karena tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein). (Supariasa IDN dkk, 2002) Dikatakan status gizi baik atau status gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan bekerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi essensial. Status gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik atau membahayakan. Baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi. Untuk mengetahui seseorang mengalami gangguan gizi dibutuhkan pengetahuan gizi yang baik. (Supariasa IDN dkk, 2002) 2.1.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi 1. Pengetahuan Gizi Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan yaitu : 1) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. xxix 18 2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi. 3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi. Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan merupakan masalah yang sudah umum. Salah satu sebab masalah kurang gizi yaitu kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan seharihari. (Suhardjo, 2003) Tingkat pengetahuan gizi ibu sebagai pengelola rumah tangga akan berpengaruh pada macam bahan makanan yang dikonsumsi dalam keluarga. Dengan pengetahuan gizi diharapkan terjadi perubahan perilaku ke arah perbaikan konsumsi pangan dan status gizi. Perilaku konsumsi pangan adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih dan menggunakan pangan. Perilaku konsumsi pangan berasal dari proses sosialisasi dalam sistem keluarga melalui proses pendidikan maupun sebagai dampak penyebaran informasi. (Yayuk FB dkk, 2005) Pengetahuan gizi ini sangat diperlukan untuk ibu terutama ibu yang mempunyai anak balita atau untuk pengasuh anak balita. Karena kebutuhan dan kecukupan gizi anak balita tergantung dari konsumsi makanan yang diberikan oleh ibu atau pengasuh anak. Seorang ibu akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap anggota keluarga. (Sjahmien M, 2002) Tingkat pengetahuan gizi ibu sebagai pengelola rumah tangga akan berpengaruh pada macam bahan makanan yang dikonsumsinya. Adapun tingakat pengetahuan ibu dalam pemberian makanan adalah sebagai berikut : 1) Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan. Dalam kehidupan sehari-hari sering terlihat keluarga yang berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja. Dengan demikian, kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan bahwa xxx 19 ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh merupakan penyebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan balita. (Sjahmiem M, 2002) 2) Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu. Banyak makanan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi tidak digunakan atau hanya digunakan secara terbatas akibat adanya prasangka yang tidak baik terhadap bahan makanan itu. Penggunaan bahan makanan itu dianggap dapat menurunkan harkat keluarga. Jenis sayuran genjer, daun turi, bahkan daun ubi kayu yang kaya akan zat besi, vitamin A dan protein, di beberapa daerah masih dianggap sebagai makanan yang menurunkan harkat keluarga. (Sjahmiem M, 2002) 3) Kebiasaan atau pantangan makanan yang merugikan Kebudayaan akan mempengaruhi orang dalam memilih makanan dan kebudayan pada suatu daerah akan menimbulkan adanya kebiasaan dalam memilih makanan. Sehubungan dengan pangan yang biasanya dipandang pantas untuk dimakan, dijumpai banyak pola pantangan, takhayul dan larangan pada beragam kebudayaan dan daerah yang berlainan. Bila pola pantangan berlaku bagi seluruh penduduk sepanjang hidupnya, kekurangan zat gizi cenderung tidak akan berkembang seperti jika pantangan itu hanya berlaku bagi sekelompok masyarakat tertentu selama satu tahap dalam siklus hidupnya. Bila seluruh masyarakat terlibat, kemungkinan besar sudah ditemukan sumber pangan yang lain untuk memenuhi kebutuhan gizi menggantikan pangan yang tidak dapat diterima. Kalau pantangan itu hanya dilakukan oleh sebagian penduduk tertentu, kemungkinan lebih besar kekurangan gizi akan timbul. (Suhardjo, 2003) 4) Kesukaan terhadap jenis pangan tertentu. Mengembangkan kebiasaan pangan, mempelajari cara yang berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu, dimulai dari permulaan hidupnya dan menjadi bagian dari perilaku yang berakar diantara kelompok penduduk. Dimulai sejak dilahirkan sampai beberapa tahun makanan anak-anak xxxi 20 tergantung pada orang lain. Anak balita akan menyukai makanan dari makanan yang dikonsumsi orang tuanya karena pada umumnya makanan yang disukai oleh orang tuanya akan diberikan kepada anak balitanya. Dari kebiasaan makan inilah akan menyebabkan kesukaan terhadap makanan. Tetapi kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau disebut sebagai faddisme makanan akan mengakibatkan kurang bervariasinya makanan dan akan mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang diperlukan. (Sjahmiem M, 2002) 2. Konsumsi ASI ASI adalah makanan terbaik untuk bayi, karena merupakan makanan alamiah yang sempurna. ASI merupakan makanan yang aman dan terjamin kebersihannya karena langsung diberikan kepada bayi dalam keadaan segar. ASI diketahui mengandung zat gizi yang paling sesuai kualitas dan kuantitasnya untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Jumlah dan komposisi ASI berbeda-beda dari hari ke hari yang sangat sesuai dengan kebutuhan, artinya zat gizi yang masuk ke dalam tubuh akan sesuai dengan laju pertumbuhannya. Keunggulan ASI sudah tidak perlu diragukan lagi. ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi, mengandung zat kekebalan terhadap penyakit dan tidak perlu dibeli, sekaligus merupakan ungkapan rasa kasih sayang ibu kepada anak. (Irianto A, 2003) 3. Pendapatan Keluarga Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rentan terhadap kurang gizi di antara seluruh anggota keluarga dan anak paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga juga mempengaruhi keadaan gizi. Jadi pendapatan keluarga harus dapat memenuhi pangan bagi semua anak-anaknya. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih memenuhi kebutuhan makanannya jika harus diberi makanan dalam jumlah yang kecil. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga besar tersebut. (Sjahmiem M, 2002) xxxii 21 4. Jarak Kelahiran Jarak kelahiran akan mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga. Dengan adanya jarak kelahiran yang dekat maka kebutuhan makanan yang seharusnya hanya diberikan pada satu anak akan terbagi dengan anak yang lain yang sama-sama memerlukan gizi yang optimal. Anak yang berusia di bawah lima tahun masih sangat memerlukan perawatan ibunya, baik perawatan makanan maupun perawatan kasih sayang. Jika dalam masa dua tahun itu ibu sudah sudah hamil lagi, maka bukan saja perhatian ibu terhadap anak menjadi berkurang, akan tetapi ASI yang masih sangat dibutuhkan anak akan berhenti keluar. Anak yang belum dipersiapkan secara baik untuk menerima makanan pengganti ASI dan kadang-kadang mutu gizi makanan pengganti ASI tersebut juga rendah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya gizi buruk. (Sjahmiem M, 2002) 5. Praktik Pemberian Makanan Untuk memenuhi kebutuhannya tidak cukup dengan susu saja, Saat berusia 1-2 tahun perlu diperkenalkan pola makanan dewasa secara bertahap. Disamping itu anak pada usia 1-2 tahun sudah menjadi masa penyapihan. Anak disebut konsumen pasif karena sangat tergantung pada pengaturan ibunya. Pengaturan makanan anak usia dibawah lima tahun mencakup aspek pokok yaitu : - Pemanfaatan ASI secara tepat dan benar - Pemberian makanan pendamping ASI dan makanan sapihan serta makanan setelah usia setahun (Sjahmiem M, 2003) Pemberian makanan harus disesuaikan dengan usia anak balita. Makanan harus mengandung energi dan semua zat gizi yang dibutuhkan pada tingkat umurnya. 6. Penyakit Infeksi. Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap berbagai penyakit. Jaringan tubuh pada bayi dan balita belum sempurna dalam upaya membentuk pertahanan tubuh seperti halnya orang dewasa. Umumnya, penyakit yang menyerang anak bersifat akut. Artinya, penyakit menyerang secara mendadak, gejala timbul dengan cepat, bahkan dapat membahayakan. Infeksi bisa xxxiii 22 berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara, yaitu mempengaruhi nafsu makan, dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makanan, sehingga kebutuhan zat gizinya tidak terpenuhi. Secara umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan defisiensi sistem kekebalan. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik dan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi, dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah seseorang terkena penyakit infeksi. (Supariasa IDN dkk, 2002) Penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak antara lain : a. Diare Bayi dan balita dinyatakan menderita diare, apabila buang air besar tidak normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali. Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi kronik. Diare akut yaitu diare yang berlangsung secara mendadak, tanpa gejala gizi kurang dan demam serta berlangsung beberapa hari. Sedangkan yang dimaksud diare kronik yaitu diare yang berlanjut sampai lebih dari 2 minggu, biasanya disertai dehidrasi (penderita banyak kehilangan dan elektrolit tubuh). (Dina A dan Maria P, 2003) Gizi kurang dan diare sering dihubungkan satu sama lain, walaupun diakui bahwa sulit menentukan kelainan yang mana yang terjadi lebih dulu, gizi kurang, diare atau sebaliknya. Akibat diare yaitu tubuh banyak mengeluarkan cairan (dehidrasi) dan mineral, terjadi gangguan gizi karena makanan yang diserap kurang, sedangkan pengeluaran energi bertambah, kadar gula darah dalam tubuh menurun (dibawah normal) atau hipoglikemia dan sirkulasi darah terganggu. (Dina A dan Maria P, 2003) b. ISPA ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut. Salah satu penyebab kematian bayi dan anak balita disebabkan oleh ISPA yang diakibatkan oleh penyakit pneumonia (infeksi paru yang berat). Pneumonia adalah penyakit karena infeksi pada bagian xxxiv 23 saluran pernafasan (paru-paru), yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Tanda-tandanya, batuk, pilek, nafas cepat dan kesulitan bernafas. (Dina A dan Maria P, 2003) Pemeliharaan gizi anak harus diperhatikan sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi. Pemberian imunisasi terhadap beberapa penyakit seperti penyakit tuberkulosa, campak, polio dan sebagainya harus dilakukan sesuai waktu. Disamping itu pemeliharaan higienis dan sanitasi lingkungan sangat penting sebagai upaya pencegahan infeksi. (Sjahmiem M, 2003) 7. Pelayanan Kesehatan Penyebab kurang gizi yang merupakan faktor penyebab tidak langsung yang lain adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ini meliputi imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, dan sarana lain seperti keberadaan posyandu dan puskesmas, praktek bidan, dokter, dan rumah sakit. (Soekirman, 2000) 2.1.2.3. Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penilaian secara langsung dan tidak langsung. (Supariasa IDN dkk, 2002) Penilaian satus gizi secara langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. (Supariasa IDN dkk, 2002) xxxv 24 Pemeriksaan klinis merupakan metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit. (Supariasa IDN dkk, 2002) Pemeriksaan secara biokimia merupakan pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. (Supariasa IDN dkk, 2002) Penilaian secara biofisik merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan). Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap. (Supariasa IDN dkk, 2002) Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Survey konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi dalam masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan atau kekurangan zat gizi. (Supariasa IDN dkk, 2002) Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya dengan gizi. xxxvi 25 Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. (Supariasa IDN dkk, 2002) Faktor ekologi digunakan untuk mengungkap bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologis seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar melakukan program intervensi gizi. (Supariasa IDN dkk, 2002) 2.1.2.4. Indikator Status Gizi Penilaian status gizi dengan cara antropometri banyak digunakan dalam berbagai penelitian atau survei, baik survei secara luas dalam skala nasional maupun survei untuk wilayah terbatas. Parameter yang digunakan pada penilaian status gizi dengan menggunakan antropometri adalah umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan lingkar dada. (Supariasa IDN dkk, 2002) 1. Umur Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan dalam penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. (Supariasa IDN dkk, 2002) 2. Berat badan Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir. Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi. Kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. (Supariasa IDN dkk, 2002) xxxvii 26 3. Tinggi badan Tinggi badan merupakan parameter yang paling penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Tinggi badan juga merupakan ukuran kedua yang penting dalam menentukan status gizi. Menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan dapat pula menentukan status gizi. (Supariasa IDN dkk, 2002) 4. Lingkar lengan atas Lingkar lengan atas (LLA) ini memang merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat yang sulit diperoleh. Akan tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu; (1) Baku lingkar lengan atas yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian yan memadai untuk digunakan di Indonesia, (2) kesalahan pengukuran pada LLA relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, (3) LLA sensitif untuk suatu golongan tertentu (terutama prasekolah). (Supariasa IDN dkk, 2002) 5. Lingkar kepala Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala. Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama, akan tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan kesehatan dan gizi. Dalam antropometri gizi, rasio lingkar kepala dan lingkar dada cukup berarti dan menentukan kekurangan energi protein (KEP) pada anak. Lingkar kepala dapat juga digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengukuran umur. (Supariasa IDN dkk, 2002) 6. Lingkar dada Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2 sampai 3 tahun, karena rasio kepala dan rasio lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini, tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat. Umur antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan dada adalah kurang dari satu. Hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan pertumbuhan atau kelemahan otot dan lemak pada dinding dada. Ini dapat xxxviii 27 digunakan sebagai indikator dalam menentukan KEP pada anak balita. (Supariasa IDN dkk, 2002) 7. Jaringan Lunak Organ-organ dalam seperti otak, hati, jantung dan organ dalam lainnya merupakan bagian yang cukup besar dari berat badan, tetapi pada anak malnutrisi relatif tidak berubah beratnya. Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang sangat bervariasi pada penderita KEP. Antropometri jaringan dapat dilakukan pada kedua jaringan tersebut dalam pengukuran status gizi di masyarakat. (Supariasa IDN dkk, 2002) 2.1.2.5. Indeks Antropometri Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Adapun lingkar lengan atas (LLA) cukup dinilai tunggal saja antara anak berumur 1 tahun sampai 5 tahun perbedaannya relatif kecil. (Supariasa IDN dkk, 2002) Indeks antropometri berat badan menurut umur (BB/U). Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status). (Supariasa IDN dkk, 2002) Indeks antropometri tinggi badan menurut umur (TB/U). Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan bahwa indeks TB/U di samping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi. (Supariasa IDN dkk, 2002) Indeks antropometri berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang paling baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang). (Supariasa IDN dkk, 2002) xxxix 28 Indeks antropometri lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U). Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas sebagaimana dengan berat badan merupakan parameter yang labil, dapat berubah-ubah dengan cepat. Oleh karena itu, lingkar lengan atas merupakan indeks status gizi saat ini. (Supariasa IDN dkk, 2002) 2.1.2.6. Klasifikasi Status Gizi Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku. Ukuran baku yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-NCHS. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam pemantauan status gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku rujukan WHO-NCHS. Pada Loka Karya Antropometri 1975 telah diperkenalkan baku Harvard. Berdasarkan pada baku Harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu: a) Gizi lebih untuk overweight, termasuk obesitas. b) Gizi baik untuk well nourished. c) Gizi kurang untuk underweight. d) Gizi buruk untuk malnutrisi energi protein berat. (Supariasa IDN dkk, 2002) Dari berbagai indikator penentuan status gizi, dalam menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu persen terhadap median, presentil dan standar deviasi unit 1. Persen terhadap median Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi median sama dengan presentil 50. Nilai median ini dinyatakan sama dengan 100% (untuk standar). Setelah itu dihitung presentase terhadap median untuk mendapatkan ambang batas. (Supariasa IDN dkk, 2002) 2. Presentil Cara lain menentukan ambang batas selain persen terhadap median adalah presentil. Presentil 50 sama dengan median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada diatasnya dan setengahnya berada dibawahnya. National Center for Health Statistics (NCHS) merekomendasikan presentil ke 5 xl 29 sebagai status gizi baik dan kurang, serta presentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik. (Supariasa IDN dkk, 2002) 3. Standar Deviasi Unit Ambang batas yang digunakan untuk menilai status gizi anak balita yaitu juga dapat menggunakan standar deviasi unit disebut juga Z-skor. Standar deviasi unit (Z-skor) digunakan untuk meneliti dan memantau pertumbuhan. Standar deviasi unit ini digunakan untuk mengetahui klasifikasi status gizi. WHO memberikan gambaran perhitungan standar deviasi unit terhadap NCHS. Pertumbuhan nasional untuk suatu populasi dinyatakan dalam positif dan negatif 2 standar deviasi unit dari median. Rumus perhitungan Z-skor adalah sebagai berikut (Irianto A, 2003) : Z – skor = Nilai individu subyek – Nilai median baku rujukan Nilai simpangan baku rujukan Tabel 2.3. Klasifikasi status Gizi menurut WHO-NCHS Indeks Status Gizi Berat Badan menurut Umur Gizi Lebih (BB/U) Gizi Baik Tinggi Badan Umur (TB/U) Keterangan > 2 SD -2 sampai +2 SD Gizi Kurang < -2 sampai -3 SD Gizi Buruk < -3 SD menurut Normal Pendek Berat Badan menurut Gizi Lebih Tinggi Badan (BB/TB) Gizi Baik -2 Sampai +2 SD < -2 SD > 2 SD -2 sampai +2 SD Gizi Kurang < -2 sampai -3 SD Gizi Buruk < -3 SD Sumber : Surat Edaran Depkes RI, 2000 xli 30 2.1.3. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare Kaitan penyakit infeksi (contohnya diare) dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi, dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah terkena infeksi. Penyakit yang umumnya terkait masalah gizi antara lain diare, tuberkulosis, campak, dan batuk rejan. (Supariasa IDN dkk, 2002) Apabila anak mederita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit dan pertumbuhan akan terganggu. (Supariasa IDN dkk, 2002) Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi antibodi serta terjadinya atrofi pada dinding usus yang menyebabkan berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh terutama penyakit diare. (Sjahmiem M, 2003) Pada anak dengan malnutrisi serangan diare terjadi lebih sering dan lebih lama. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan semakin berat diare yang dideritanya. Diduga bahwa mukosa usus anak kurang gizi terutama sangat peka terhadap infeksi. (Suharyono, 2008) Pada anak dengan nutrisi baik, dalam keadaan normal terdapat suatu mikroflora yang relatif jarang karena efek pembersihan oleh banyak factor yang saling berhubungan, termasuk motilitas gastrointestinal, sekresi asam lambung, dan sekresi immunoglobulin mukosa. Pada keadaan anak malnutrisi keadaan sangat berbeda karena terdapatnya kontaminasi bakteri pada usus halus bagian atas. Keadaan in dapat mengakibatkan diare dan kehilangan cairan yang karakteristik untuk malnutrisi pada anak dan menyebabkan gangguan absorpsi bahan makanan, cairan dan elektrolit. (Suharyono, 2008) xlii 31 2.2. Kerangka Konsep Status Gizi Gizi Lebih Gizi Buruk Gizi Baik Gizi Kurang Kekebalan tubuh menurun Penyakit infeksi Diare Gambar 2.1. Kerangka konsep 2.3. Definisi Operasional Tabel 2.4. definisi operasional Variabel Dependen Frekuensi kejadian Diare Alat Definisi Cara Ukur Skala Ukur Angket Ordinal Ukur Buang air besar tiga kali atau lebih dalam sehari dengan atau tanpa disertai darah dalam 1 tahun terakhir Kusioner Hasil Ukur 0. Tidak pernah 1. 1-2 kali (Jarang) 2. > 2 kali (Sering) Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut Pita meteran dan timbangan berat badan Diukur berdasarkan BB/TB WHO-NCHS Ordinal 0. Buruk 1. Kurang 2. Baik 3. Lebih xliii BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan pendekatan cross-sectional, yang merupakan dinamika korelasi antara faktorfaktor resiko dengan efek melalui pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo S, 2005). Dalam penelitian ini yaitu menganalisis faktor resiko yang berupa status gizi dihubungkan dengan faktor efek yaitu kejadian diare pada balita. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus 2010. Posyandu yang dijadikan tempat penelitian adalah sebagai berikut: 1. Posyandu Mawar 2. Posyandu Kenanga 3. Posyandu Wijaya Kusuma 4. Posyandu Peruri 3.3 Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah semua balita yang ada di kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur. Sampel penelitian adalah balita yang sedang berkunjung di posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur. Adapun responden penelitian ini adalah ibu dari balita tersebut. xliv 32 33 Dalam teknik pengambilan sampel, peneliti memilih pengambilan sampel secara non random sampling dengan teknik kuota (quota sampling). Teknik ini merupakan pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara menetapkan sejumlah anggota sampel secara kuotum atau jatah. (Notoatmodjo S, 2005) Untuk menentukan besarnya jumlah sampel minimal dalam penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut: n = (zα)2 P.Q d2 Keterangan: n : jumlah sampel P : keadaan yang akan dicari = 0.5 d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0.1 α : tingkat kemaknaan = 1.96 Q: 1 – P = 1 – 0.5 = 0.5 2 n = (1.96) . 0,5 . 0,5 (0,1)2 n = 96 Maka, diperoleh jumlah sampel yang diperlukan adalah 96 subjek. xlv 34 3.4. Kriteria Penelitian 3.4.1. Kriteria inklusi Anak usia 1- 5 tahun. Balita sedang berkunjung ke posyandu di kelurahan Pisangan. Balita tersebut diantar oleh ibunya yang bersedia menjadi responden. 3.4.2. Kriteria eksklusi Balita dibawah usia 1 tahun. Anak diatas 5 tahun. Balita yang menolak untuk diperiksa. 3.5. Variabel Penelitian Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu. Variabel dibagi menjadi dua, yaitu variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen). (Notoatmodjo S, 2005) 1. Variabel bebas (independen) Variabel bebas yaitu variabel yang akan diteliti pengaruhnya terhadap variabel terikat (Notoatmodjo S, 2005). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah status gizi balita. 2. Variabel terikat (dependen) Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Notoatmodjo S, 2005). Variabel terikat pada penelitian ini adalah frekuensi kejadian diare pada balita. xlvi 35 3.6. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah suatu usaha untuk memperoleh data dengan metode yang ditentukan oleh peneliti. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 1. Pengukuran langsung Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data berat badan yang diukur dengan timbangan dacin berukuran minimum 20 kg dan maksimum 25 kg dengan ketelitian 0,1 kg. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan pita meteran. 2. Metode angket Metode angket atau kuesioner adalah metode pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum. Angket ini dilakukan dengan mengedarkan daftar pertanyaan yang diisi oleh responden dan ditentukan skor nilainya dari tiap-tiap pertanyaan yang berupa formulir-formulir. Angket ini diajukan secara tertulis kepada sejumlah subjek untuk medapatkan tanggapan, informasi, jawaban dan sebagainya. (Notoatmodjo S, 2005) Metode ini digunakan untuk mengungkap kejadian diare anak balita 1 tahun terakhir. Adapun responden dalam penelitian ini yaitu ibu yang mempunyai anak balita. 3.7. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Antropometri indeks BB/TB Alat yang dianjurkan untuk menimbang berat badan balita yaitu timbangan dacin dengan ukuran maksimum 25 Kg dengan ketelitian alat 0,1 Kg. Sedangkan untuk tinggi badan dilakukan pengukuran dengan menggunakan pita meteran. xlvii 36 Angket/Kuesioner Kuesioner ini berupa pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi tentang keadaan status gizi anak balita dan kejadian diare 1 tahun terakhir terhadap balita tersebut. 3.8. Prosedur penelitian Penelitian ini dilakukan di posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu balita yang diantar oleh ibu ke posyandu dan ibu tersebut sebagai responden dari penelitian ini. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui keadaan status gizi balita yang diklasifikasikan menjadi 4 yaitu gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk dihubungkan dengan frekuensi kejadian diare pada balita tersebut dalam 1 tahun terakhir. Proses dalam penelitian ini yaitu status gizi balita diukur dengan penimbangan berat badan yang kemudian dikaitkan dengan tinggi badan balita, data ini dibandingkan dengan standar acuan BB/TB dengan memakai ambang batas standar deviasi z-score yang kemudian dikategorikan. Penimbangan berat badan ini dilakukan dengan alat penimbangan dacin yang telah disediakan di posyandu tersebut dan pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan pita meteran. Setelah data terkumpul kemudian data dianalisis dengan menggunakan metode statistik sehingga dibuktikan bahwa hipotesis tersebut dapat terbukti atau tidak terbukti. 3.9. Pengolahan Data dan Analisis Data 1. Pengolahan Data Semua data dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan dan kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS for windows. Pengolahan data menggunakan : a. Editing Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas data serta menghilangkan keragu-raguan data. xlviii 37 b. Mengkode data Mengkode data dengan memberikan kode pada masing-masing jawaban untuk mempermudah pengolahan data. c. Tabulasi Membuat tabulasi termasuk dalam kerja memproses data. Membuat tabulasi tidak lain dari memasukkan data ke dalam tabel. Tabel yang digunakan yaitu tabel distribusi frekuensi. 2. Analisis Data a. Analisa Univariat Analisa ini diperlukan untuk mendeskripsikan keadaan status gizi balita yang diklasifikasikan menjadi 4 yaitu gizi lebih, gizi normal, gizi kurang dan gizi buruk dan frekuensi kejadian diare pada balita di kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur. b. Analisa Bivariat Analisa ini diperlukan untuk menguji hubungan antara masing-masing variabel bebas yaitu keadaan status gizi dan variabel terikat yaitu kejadian diare. Dalam analisa ini uji statistik yang digunakan adalah chi square. Untuk dasar pengambilan keputusan dapat dilihat pada bagian output (keluaran). Dalam penelitian ini menggunakan derajat kepercayaan 0,05. xlix BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Keadaan Geografi Kelurahan Pisangan merupakan satu dari 4 kelurahan yang ada di Kecamatan Ciputat Timur. Kelurahan Pisangan memiliki luas wilayah 405 Ha/Km2 dengan penggunaan lahan untuk perkebunan yaitu 0,5 Ha, lahan darat/kering 80 Ha, pemukiman 299,5 Ha dan lahan industri sebesar 25 Ha. Adapun batas wilayah administrasi Kelurahan Pisangan adalah sebagai berikut : a. Sebelah utara : Kelurahan Cirendeu dan Karang Tengah – Jakarta Selatan. b. Sebelah timur : Pd. Cabe Udik dan Cinere Sawangan Depok. c. Sebelah barat : Kelurahan Cipayung dan Cempaka Putih. d. Sebelah selatan : Kelurahan Cipayung dan Pd. Cabe Udik. 4.1.2. Keadaan Demografi Kelurahan Pisangan terdiri dari 9.733 kepala keluarga (KK) dengan jumlah penduduk sebanyak 34.195 jiwa, dengan perincian jumlah penduduk lakilaki sebanyak 17.660 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 17.135 jiwa. 4.2. Deskripsi Sampel Penelitian Umur Deskripsi usia balita yang dijadikan sampel di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus tahun 2010 berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil seperti disajikan dalam tabel berikut ini : l 38 39 Tabel 4.1. Deskripsi umur sampel penelitian Usia (bulan) 12-24 25-36 37-48 49-60 Total Jumlah 46 23 10 17 96 Persentase 47,9 24,0 10,4 17,7 100 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa balita yang dijadikan sampel pada penelitian ini paling banyak berusia 12-24 bulan sebanyak 46 balita (47,9%) dan yang paling sedikit adalah pada usia 37-48 bulan sebanyak 10 balita (10,4%). Jenis kelamin Deskripsi jenis kelamin balita yang dijadikan sampel di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus tahun 2010 berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil seperti disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 4.2. Deskripsi jenis kelamin sampel penelitian Jenis kelamin Jumlah Persentase Perempuan 52 54,2 Laki-laki 44 45,8 Total 96 100 Dari tabel di atas, didapatkan bahwa balita yang dijadikan sampel pada penelitian ini paling banyak perempuan sebanyak 52 balita (54,2%). li 40 4.3. Deskripsi Variabel Penelitian Variabel yang diteliti adalah keadaan status gizi balita sebagai variabel bebas dan frekuensi kejadian diare sebagai variabel terikat. status gizi balita diukur melalui metode antropometri dengan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan yang distandarkan dengan tabel BB/TB. Dan frekuensi kejadian diare didapat melalui metode angket. 4.3.1. Deskripsi Status Gizi Balita Deskripsi status gizi pada balita usia 12-60 bulan di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus tahun 2010 berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil seperti disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 4.3. Deskripsi status gizi balita Interval status gizi (BB/TB) WHONCHS kriteria < -3 SD Gizi buruk 4 4,2 < -2 sampai –3 SD Gizi kurang 5 5,2 -2 sampai +2 SD Gizi baik 79 82,3 > 2 SD Gizi lebih 8 8,3 96 100 Jumlah Jumlah Persentase Dari tabel diatas, bahwa status gizi balita terdiri dari status gizi buruk yaitu sebanyak 4 balita (4,2 %), status gizi kurang sebanyak 5 balita (5,2 %), status gizi baik sebanyak 79 balita (82,3%) dan status gizi lebih sebanyak 8 balita (8,3 %). Jadi status gizi balita paling banyak terdapat pada status gizi baik sebanyak 79 balita (82,3%). Didapatkan dari hasil penelitian Himawan (2006) di kelurahan Sekaran kecamatan Gunungpati Semarang, bahwa dari 90 balita berstatus gizi buruk sebanyak 3 balita (3,3 %), status gizi kurang sebanyak 14 balita (15,6 %), dan status gizi baik sebanyak 73 balita (81,1%). lii 41 4.3.2. Deskripsi Kejadian Diare pada Balita Deskripsi kejadian diare pada balita usia 12-60 bulan di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus tahun 2010 berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil seperti disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 4.4. Deskripsi kejadian diare pada balita Frekuensi diare Kriteria Jumlah Persentase 41 42,7 1-2 kali/tahun Tidak pernah Jarang 42 43,8 > 2 kali/tahun Sering 13 13,5 96 100 0 Jumlah Dari tabel diatas menunjukkan bahwa frekuensi diare dalam 1 tahun terakhir yang tidak pernah sebanyak 41 balita (42,7%), jarang sebanyak 42 balita (43,8%) dan sering sebanyak 13 balita (13,5). Tidak ada penelitian lain yang menggunakan deskripsi kejadian diare pada balita. 4.3.3. Hubungan Keadaan Status Gizi Dengan frekuensi Kejadian Diare Dalam mencari hubungan keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita menggunakan Uji bivariat yang dalam penelitian ini menggunakan rumus chi square guna mengetahui ada tidaknya hubungan antara keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus tahun 2010. liii 42 Berikut adalah tabel hasil tabulasi silang: Tabel 4.5. Tabulasi silang keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare Frekuensi Kejadian Diare Status gizi Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi baik Gizi lebih Total Tidak pernah 1 1 35 4 41 Total % Jarang % Sering % Jumlah % 20 44,3 50 42,7 1 2 36 3 42 40 45,6 37,5 43,8 2 2 8 1 13 40 10,1 12,5 13,5 4* 5 79 8 96 100 100 100 100 * Jumlah yang kurang dari 5 tidak dilakukan perhitungan persentase Berdasarkan tabel hasil tabulasi silang antara status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita diatas menunjukkan bahwa balita yang bergizi buruk yang sering mengalami diare dalam 1 tahun terakhir sebanyak 2 dari 4 balita dan balita yang bergizi baik yang sering menderita diare hanya 8 dari 79 balita (10,1%). Hal tersebut menunjukkan bahwa balita yang berstatus gizi buruk presentasi kejadian diare paling besar dan pada balita yang berstatus gizi baik presentasi kejadian diare paling kecil. Secara statistik tidak terdapat hubungan antara keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita tersebut yang telah dibuktikan dari hasil uji chi square. Berdasarkan hasil perhitungan harga p-value yang diperoleh yaitu 0,191 (p > 0,05). Dengan demikian dapat diputuskan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita. Hal ini diduga karena kurangnya jumlah sampel penelitian dan dari hasil deskripsi status gizi balita ternyata yang berstatus gizi baik sejumlah 79 dari 96 balita. Sehingga kurang dapat menilai hubungan frekuensi kejadian diare dengan keadaan status gizi lebih, kurang atau buruk karena sampel yang terlalu sedikit. Hal ini sejalan dengan penelitian Heni (2008), memang tidak ada hubungan yang bermakna antara keadaan status gizi balita dengan kejadian diare. Dan begitu pula hasil penelitian Amri (2009) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara kejadian diare dengan keadaan status gizi balita. Meskipun berdasarkan teori kejadian diare sangat erat hubungannya dengan status gizi seseorang. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup liv 43 kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Oleh karena itu, setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi yang ringan merupakan pertanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi. (Supariasa IDN dkk, 2002) Pada anak dengan malnutrisi serangan diare terjadi lebih sering dan lebih lama. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan semakin berat diare yang dideritanya. Diduga bahwa mukosa usus yang kurang gizi terutama sangat peka terhadap infeksi. Dan dalam penelitian ini memang didapatkan balita yang berstatus gizi buruk presentasinya paling besar yang sering menderita diare dan menunjukkan bahwa balita yang berstatus gizi buruk paling rentan terjadinya diare. (Suharyono, 2008) 4.4. Faktor Yang Mempengaruhi Penelitian Dalam penelitian ini hal-hal yang mempengaruhi penelitian yaitu alat instrumen yang digunakan dalam penelitian. Instrumen ini yaitu alat penimbangan dacin, pita meteran dan angket atau kuesioner. Timbangan dacin sebelumnya harus ditera terlebih dahulu dan untuk pengukuran tinggi badan seharusnya dengan menggunakan meteran kayu agar mendapatkan hasil pengukuran yang lebih akurat. Sedangkan isi kuesioner dapat dimengerti dan diterima dengan mudah oleh responden. Faktor yang lain yang mempengaruhi yaitu kejujuran dan tingkat objektifan ibu sebagai responden. Selain itu, besarnya sampel juga sangat mempengaruhi hasil penelitian ini. lv BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 1. Balita yang dijadikan sampel pada penelitian ini paling banyak berusia 12-24 bulan sebanyak 46 balita (47,9%) dan yang paling sedikit adalah pada usia 37-48 bulan sebanyak 10 balita (10,4%). 2. Balita yang dijadikan sampel paling banyak perempuan sebanyak 52 balita (54,2%), sedangkan laki-laki 44 balita (45,8%). 3. Status gizi balita terdiri dari status gizi buruk yaitu sebanyak 4 balita (4,2 %), status gizi kurang sebanyak 5 balita (5,2 %), status gizi baik sebanyak 79 balita (82,3%) dan status gizi lebih sebanyak 8 balita (8,3 %). Status gizi balita paling banyak terdapat pada status gizi baik sebanyak 79 balita (82,3%). 4. Frekuensi diare dalam 1 tahun terakhir yang tidak pernah sebanyak 41 balita (42,7%), jarang sebanyak 42 balita (43,8%) dan sering sebanyak 13 balita (13,5%). 5. Berdasarkan tabel hasil tabulasi silang antara status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di atas menunjukkan bahwa balita yang bergizi buruk yang sering mengalami diare dalam 1 tahun terakhir sebanyak 2 dari 4 balita dan balita yang bergizi baik yang sering menderita diare hanya 8 dari 79 balita (10,1%). 6. Tidak terdapat hubungan antara keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur dengan p-value 0,191 (p > 0,05). lvi 44 6 45 5.2 Saran Bagi instansi terkait Hendaknya pendidikan kesehatan melakukan penyuluhan kepada masyarakat agar mengenali penyakit diare dan bahayanya. Dan melakukan pemantauan status gizi (PSG) pada balita agar mengurangi jumlah balita yang berstatus gizi kurang dan buruk. Bagi masyarakat Diharapkan lebih meningkatkan pemantauan terhadap status gizi anak karena anak yang memiliki status gizi kurang atau buruk cenderung mudah terkena penyakit infeksi khususnya diare. Bagi peneliti lain Pada penelitian selanjutnya, diharapkan peneliti dapat menambah jumlah sampel agar mendapatkan hasil yang lebih baik. lvii 46 DAFTAR PUSTAKA Amri M. Hubungan Antara Kejadian Diare dengan Status Gizi Anak Balita Di Kelurahan Bekonang Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Tugas Akhir Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2009 Arifin Z. Hubungan Faktor Lingkungan, Umur, dan Pelayanan Kesehatan dengan Insiden Diare di Kabupaten Majalengka Tahun 1999-2000. Skripsi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok. 2001 Asnil P, dkk. Gastroenteritis Akut dalam; Suharyono, Boediarso Aswita, Halimun (editors). Gastroenterologi Anak Praktis. Balai Penerbit FKUI :Jakarta. 2003 Behrman RE, dkk. Nelson Textbook of Pedriatics 17th Edition. Saunder: Philadelphia. 2003 Depkes RI. Buku Pedoman Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Diare. Ditjen PPM & PLP: Jakarta. 2000 Depkes RI. Petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi (PSG) Anak Balita. Direktorat Bina Gizi Masyarakat : Jakarta. 2003 Depkes RI. Tatalaksana Penderita Diare. 2006. Dina A dan Maria P. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Puspa Swara: Jakarta. 2003 lviii 47 Fatmasari H. Hubungan Beberapa Faktor Resiko dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Puskesmas Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes. Tugas Akhir Thesis. Universitas Muhammadiyah Semarang. 2008 Habsyah S. Diare Penyebab Kematian 4 Juta Balita Per Tahun. 2004 http://www.waspada.co.id/serba-serbi/kesehatan/artikel.,php?artikelid= 61175-35k Himawan AW. Hubungan Antara Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Semarang. Skripsi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang. 2006 Irianto A. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Kanisius: Yogyakarta. 2003 Widaya IW. Diare. 2007 Kurniawan A. Belajar Mudah SPSS. Mediakom: Yogyakarta. 2009 Madanijah S. Pendidikan Gizi dalam Pengadaan Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya: Jakarta. 2004 Mansyur A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media Aresculapius: Jakarta. 2000 Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Balai Penerbit FKUI: Jakarta. 2002 Meadow R dan Newell S. Lecture Notes Pediatrika. Edisi 7. Erlangga: Jakarta. 2005 lix 48 Nasronudin. Diare dan Perut kembung dalam : Nasronudin, Hadi, Vitamata, Bramantono, E.A.T., Suharto, soewandojo, E., Eds. Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang. Airlangga University Press: Surabaya. 2007 Ngastia. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. EGC: Jakarta. 2005 Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta. 2005 Pickering LK, dkk. Infections of the Gastrointestinal Tract, 2nd ed. New York: Raven Press. 2004 Sjahmiem M. Ilmu Gizi 1 Pengetahuan dasar Ilmu Gizi. Papas Sinar Sinanti: Jakarta. 2002 Sjahmiem M. Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk. Papas Sinar Sinanti: Jakarta. 2003 Soekirman. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta. 2000 Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. 1998 Suhardjo. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara: Jakarta. 2003 Suharyono. Diare Akut; Klinik dan Laboratorik. Cetakan 2. Rineka Cipta: Jakarta. 2008 Supariasa IDN, dkk. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC: Jakarta. 2002 lx 49 WHO. Integrated Management of Childhood Illness - IMCI Handbook. 2005 WHO. Diarrhoea. 2009 Yayuk FB, dkk. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya: Jakarta. 2005 lxi 50 Lampiran 1 Informed concent FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT) Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta SURAT PERSETUJUAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : ………………………… Umur : ………………………… tahun Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari penelitian tersebut di bawah ini yang berjudul : Hubungan Status Gizi Dengan Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Pisangan Bulan Agustus 2010 dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas dengan catatan bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini serta berhak untuk mengundurkan diri. Jakarta, ___ Agustus 2010 Mengetahui Yang menyetujui Penanggung jawab penelitian ( Peserta ) ( lxii ) 51 Lampiran 2 Kuesioner penelitian PETUNJUK PENGISIAN ANGKET : 1. Isilah identitas Ibu dan anak balita ibu. 2. Bacalah masing-masing pertanyaan dengan teliti 3. Saya mohon pertanyaan diisi dengan benar Nama Responden : ……………………………… Tanggal Wawancara : …………………………… Alamat Responden :……………………………... Identitas Anak Balita 1. Nama Anak Balita : …………………………… 2. Tgl lahir : ………………. 3. Umur : …………. Bulan 4. Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan 5. Berat Badan : ……….. Kg 6. Tinggi Badan :…………. cm Berapa sering anak balita ibu menderita diare dalam 1 tahun terakhir? a. Tidak pernah b. 1-2 kali c. > 2 kali lxiii 52 Lampiran 3 Output SPSS Deskripsi usia sampel penelitian usia (bulan) Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent 12-24 46 47.9 47.9 47.9 25-36 23 24.0 24.0 71.9 37-48 10 10.4 10.4 82.3 49-60 17 17.7 17.7 100.0 Total 96 100.0 100.0 Deskripsi jenis kelamin sampel penelitian jenis kelamin Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent perempuan 52 54.2 54.2 54.2 laki-laki 44 45.8 45.8 100.0 Total 96 100.0 100.0 Deskripsi status gizi balita BBTB Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent gizi buruk 4 4.2 4.2 4.2 gizi kurang 5 5.2 5.2 9.4 gizi baik 79 82.3 82.3 91.7 gizi lebih 8 8.3 8.3 100.0 96 100.0 100.0 Total lxiv 53 Lanjutan Deskripsi kejadian diare balita Frekdiare Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent tidak pernah 41 42.7 42.7 42.7 Jarang 42 43.8 43.8 86.5 Sering 13 13.5 13.5 100.0 Total 96 100.0 100.0 Tabulasi silang keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare Case Processing Summary Cases Valid N BBTB * frekdiare Missing Percent 96 N 100.0% Total Percent 0 N .0% Percent 96 100.0% BBTB * frekdiare Crosstabulation frekdiare tidak pernah BBTB gizi buruk Count % within BBTB gizi kurang Count % within BBTB gizi baik Count % within BBTB gizi lebih Count % within BBTB Total Count % within BBTB lxv jarang sering Total 1 1 2 4 25.0% 25.0% 50.0% 100.0% 1 2 2 5 20.0% 40.0% 40.0% 100.0% 35 36 8 79 44.3% 45.6% 10.1% 100.0% 4 3 1 8 50.0% 37.5% 12.5% 100.0% 41 42 13 96 42.7% 43.8% 13.5% 100.0% 54 Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value df sided) a 6 .191 Likelihood Ratio 6.519 6 .368 Linear-by-Linear Association 4.012 1 .045 Pearson Chi-Square 8.711 N of Valid Cases 96 a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .54. lxvi