hubungan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di

advertisement
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN FREKUENSI
KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN
PISANGAN BULAN AGUSTUS 2010
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Hilyah Mursilah
NIM: 107103000451
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/ 2010 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 7 Oktober 2010
Hilyah Mursilah
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN FREKUENSI KEJADIAN DIARE
PADA BALITA DI KELURAHAN PISANGAN BULAN AGUSTUS 2010
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (SKed)
Oleh :
Hilyah Mursilah
NIM: 107103000451
Pembimbing
Dr. Riva Auda, SpA, MKes
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/ 2010 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN
FREKUENSI KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN
PISANGAN BULAN AGUSTUS 2010 yang diajukan oleh Hilyah Mursilah
(NIM: 107103000451), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan pada 7 Oktober 2010. Laporan penelitian ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (SKed) pada
Program Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, 7 Oktober 2010
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang dan Pembimbing
Penguji
Dr. Riva Auda, SpA, MKes
Dr. Yanti Susianti, SpA
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN
Kaprodi PSPD FKIK UIN
Prof. DR. (hc). Dr. MK. Tadjudin, SpAnd
DR. Dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM
iv
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh…
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini
tepat pada waktunya. Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena
itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1) Bapak Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah.
2) Bapak Drs. H. Achmad Ghalib, MA selaku Pudek bidang administrasi umum
FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
3) Ibu Dra. Farida Hamid, MPd sebagai Pudek bidang kemahasiswaan FKIK
UIN Syarif Hidayatullah.
4) Bapak DR. Dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM sebagai Kaprodi Program Studi
Pendidikan Dokter (PSPD).
5) Ibu Dr. Riva Auda, SpA, MKes selaku dosen pembimbing yang telah banyak
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan
saya dalam menyelesaikan riset ini.
6) Ibu drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku penanggung jawab riset PSPD
2007.
7) Bapak dan ibu dosen beserta seluruh staff akademik, yang telah begitu banyak
membantu, membimbing dan memberikan kesempatan untuk menimba ilmu
selama saya menjalani masa pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif
Hidayatullah.
8) Puskesmas Ciputat Timur beserta staff dan kader-kader Posyandu yang telah
membantu kami dalam pengambilan sampel penelitian.
9) Ayahanda H. Ghozali, Lc. dan dan Ibunda Hj. Rohayati, SPd yang telah
mencurahkan segala kasih sayang, pengorbanan, do’a serta harapannya yang
begitu besar untuk saya.
v
10) Adik-adik tersayang Fadli dan Silfia yang selalu memberikan kebahagiaan
dalam canda dan tawa saat bersama, serta dukungannya begitu besar kepada
saya dalam menyelesaikan penelitian ini.
11) Nur Ardiansyah yang telah memberikan segala dukungan dan do’anya serta
menyediakan waktunya untuk membantu saya dalam menyelesaikan penelitian
ini.
12) Teman-teman kelompok riset: Karina, Lydia, Emilia, Yurilla dan Nurhidayati
yang telah berjuang bersama dalam suka dan duka dalam menyelesaikan riset
ini.
13) Seluruh teman sejawat PSPD 2007 dan semua teman-teman yang telah
membantu.
Semoga amal baik dari semua pihak, mendapatkan imbalan yang berlipat
ganda dari Allah SWT. Akhirnya disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna, diharapkan adanya penelitian yang sejenis untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik dan semoga hasil penelitian ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Jakarta, 7 Oktober 2010
Penulis
vi
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
:
:
:
Hilyah Mursilah
Pendidikan Dokter
Hubungan Status Gizi Dengan Frekuensi Kejadian
Diare Pada Balita Di Kelurahan Pisangan Tahun
2010
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan
frekuensi kejadian diare pada balita di kelurahan Pisangan tahun 2010. Penelitian
ini dilakukan terhadap 96 balita dengan responden ibu-ibu yang memiliki balita
dengan menggunakan desain deskriptif potong lintang, kemudian dilakukan
analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa balita yang
bergizi buruk yang sering mengalami diare dalam 1 tahun terakhir sebanyak 2 dari
4 balita dan balita yang bergizi baik yang sering menderita diare 8 dari 79 balita
(10,1%). Penelitian ini menggunakan uji chi square. Tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada
balita dengan p-value 0,191 (p> 0,05).
Kata kunci:
Diare, balita, status gizi
ABSTRACT
Name
Study Program
Title
:
:
:
Hilyah Mursilah
Medical Education
Nutritional Status Relationship With Frequency of
Occurrence Diarrhea In Toddlers At Kelurahan
Pisangan Year 2010
This research aims to find the relationship between nutritional status with the
occurrence of diarrhea in children under five years old at kelurahan Pisangan in
August 2010. This research was conducted on 96 toddlers with mothers as
respondents who have children under 5 years old and using cross-sectional
descriptive design. And then performed univariate and bivariate analysis.
Research results showed that bad-nourishe toddler who often had diarrhea within
1 year is 2 of 4 toddlers. While a well-nourished toddler who often suffer from
diarrhea is 8 of 79 toddlers (10.1%). There was no significant correlation
between the nutritional status and occurrence of diarrhea in infant with p value is
0.191 (p>0.05).
Key words:
Diarrhea, toddler, nutritional status
vii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
ABSTRAK/ABSTRACT ................................................................................ vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB 1 : PENDAHULUAN ............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ................................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ...........................................................................
3
1.3. Hipotesis …………………………………………………………..
3
1.4. Tujuan Penelitian .............................................................................
3
1.4.1. Tujuan Umum………………………………………………... 3
1.4.2. Tujuan Khusus……………………………………………......
3
1.5. Manfaat Penelitian ...........................................................................
3
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5
2.1. Landasan Teori ………………….................................................... 5
2.1.1. Diare …………………………………………………………..
5
2.1.1.1. Definisi Diare……………………………………………...
5
2.1.1.2. Klasifikasi Diare ………………………………………….. 6
2.1.1.3. Etiologi dan Patogenesis ………………………………….
6
2.1.1.4. Komplikasi Akibat Diare …………………………………
8
2.1.1.5. Penatalaksanaan Diare …………………………………… 11
2.1.1.6. Faktor Resiko terjadinya Diare …………………………... 15
2.1.2. Status Gizi ……………………………………………………. 16
2.1.2.1. Pengertian Status Gizi ……………………………………. 16
2.1.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi .................. 17
2.1.2.3. Penilaian Status Gizi ……………………………………... 23
2.1.2.4. Indikator Status Gizi ……………………………………… 25
2.1.2.5. Indeks Antropometri ……………………………………... 27
2.1.2.6. Klasifikasi Status Gizi ……………………………………. 28
2.1.3. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare ……………….. 30
2.2. Kerangka Konsep ………………………………………………. 31
2.3. Definisi Operasional ……………………………………………. 31
BAB 3 : METODE PENELITIAN ................................................................ 32
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ...................................................... 32
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 32
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................... 32
3.4. Kriteria Penelitian ........................................................................... 34
3.4.1. Kriteria Inklusi ……………………………………………….. 34
3.4.2. Kriteria Eksklusi ……………………………………………… 34
viii
3.5. Variabel Penelitian ..........................................................................
3.6. Metode Pengumpulan Data .............................................................
3.7. Instrumen Penelitian ........................................................................
3.8. Prosedur Penelitian ………………………………………………..
3.9. Pengolahan Data dan Analisis Data ………………………………
BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ………………………………………
4.1.1. Keadaan Geografi ......................................................................
4.1.2. Data Demografi ……………………………………………….
4.2. Deskripsi Sampel Penelitian ………………………………………
4.3. Deskripsi Variabel Penelitian …………………………………......
4.3.1. Deskripsi Status Gizi Balita ………………………………......
4.3.2. Deskripsi Kejadian Diare pada Balita ………………………...
4.3.3. Hubungan Status Gizi dengan Frekuensi Kejadian Diare …….
4.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penelitian …………………...
BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................
5.1. Kesimpulan .....................................................................................
5.2. Saran ...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN ....................................................................................................
ix
34
35
35
36
36
38
38
38
38
38
40
40
41
41
43
44
44
45
46
50
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Tabel 2.3.
Tabel 2.4.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.4.
Tabel 4.5.
Halaman
Klasifikasi Keparahan Dehidrasi pada Anak-Anak
9
Jumlah Oralit untuk Terapi pada Anak
13
Klasifikasi Status Gizi Menurut WHO-NCHS
29
Definisi Operasional
31
Deskripsi Umur Sampel Penelitian
39
Deskripsi Jenis Kelamin Sampel Penelitian
39
Deskripsi Status Gizi Balita
40
Deskripsi Kejadian Diare pada Balita
41
Tabulasi Silang Status Gizi dengan Frekuensi Kejadian Diare
42
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Kerangka konsep .......................................................................... 31
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 informed consent
Lampiran 2 kuesioner
Lampiran 3 output SPSS
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di
Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang
tertinggi di antara negara-negara di Asia Tenggara. Diare juga masih merupakan
masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya
telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi. Angka kejadian
diare Indonesia menurut survei morbiditas yang dilakukan Departemen Kesehatan
tahun 2003 berkisar antara 200-374 per 1000 penduduk. Setiap balita rata-rata
menderita diare satu sampai dua kali dalam satu tahun. Menurut hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka kematian akibat diare 23 per
100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. (Widaya IW, 2007)
Diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih
dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja
(menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Dan biasanya merupakan sebuah gejala
dari infeksi saluran pencernaan yang dapat disebabkan oleh berbagai bakteri,
virus, maupun parasit. (WHO, 2009)
Kejadian diare sangat erat hubungannya dengan status gizi seseorang.
Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk
mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk
maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti kemampuan tubuh
mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Oleh karena itu,
setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi yang ringan
merupakan pertanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit
infeksi. (Supariasa IDN dkk, 2002)
Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi antibodi serta
terjadinya atrofi pada dinding usus yang menyebabkan berkurangnya sekresi
berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh
terutama penyakit diare. (Sjahmiem M, 2003)
xiii
1
2
Penelitian yang dilakukan di berbagai negara menunjukkan bahwa
kematian bayi akan menjadi lebih tinggi jika jumlah anak penderita gizi buruk
meningkat. Demikian juga halnya dengan infeksi protozoa, pada anak-anak yang
tingkat gizinya buruk akan jauh lebih parah dibandingkan dengan anak yang
gizinya baik. (Sjahmiem M, 2003)
Gizi buruk mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap produksi sistem
imun di dalam tubuh. Penurunan produksi sistem imun tertentu akan
mengakibatkan mudahnya bibit penyakit masuk ke dalam dinding usus. Dinding
usus dapat mengalami gangguan produksi berbagai enzim untuk pencernaan
makanan sehingga makanan tidak dapat tercerna dengan baik dan ini berarti
penyerapan zat gizi akan mengalami gangguan. (Sjahmiem M, 2003)
Antara keadaan gizi buruk dan penyakit diare terdapat hubungan yang
sangat erat, sungguh sulit untuk mengatakan apakah terjadi gizi buruk akibat
adanya diare ataukah kejadian diare adalah disebabkan keadaan gizi buruk. Diare
merupakan suatu gejala penyakit yang dapat terjadi karena berbagai sebab, seperti
salah makan, makanan yang basi atau busuk seperti sering terjadi pada pemberian
susu botol yang telah basi, disamping akibat infeksi. Memburuknya tingkat gizi
pada penderita diare seperti telah diuraikan pada bagian yang lain, selain
disebabkan hilangnya cairan tubuh, juga karena menurunnya nafsu makan, serta
kebiasaan menghentikan pemberian makanan selama diare. Mengingat tingginya
angka kematian dan kesakitan diare yang disebabkan oleh keadaan gizi buruk,
maka penanganan penderita harus dilakukan dengan cermat. Di samping
pengembalian cairan yang hilang, pemberian makanan pun harus seksama
sehingga memungkinkan tercapainya kembali berat badan anak. (Sjahmiem M,
2003)
Begitu luasnya masalah diare di lapisan masyarakat terutama yang pada
balita. Dan
berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang hubungan status gizi dengan frekuensi kejadian
diare pada balita di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan
Ciputat Timur.
xiv
3
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan antara status gizi dengan frekuensi kejadian
diare pada balita di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan
Ciputat Timur?
1.3. Hipotesis
Perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara
status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di wilayah kerja posyandu
kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui adanya hubungan antara status gizi dengan frekuensi
kejadian diare pada balita di wilayah kerja posyandu kelurahan Pisangan
kecamatan Ciputat Timur.
1.4.2. Tujuan Khusus
 Mendeskripsikan keadaan status gizi balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja
posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur.
 Mendeskripsikan kejadian diare pada balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja
posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur.
 Menguji hubungan keadaan status gizi lebih, baik, kurang dan buruk terhadap
kejadian diare pada balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja posyandu
kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur.
1.5. Manfaat Penelitian
 Hasil penelitian ini menyediakan informasi bagi masyarakat tentang
penyakit diare yang terjadi pada balita.
xv
4
 Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya ibu
yang memiliki balita untuk dijadikan sebagai informasi terhadap dampak
yang diakibatkan karena masalah gizi pada anak balita.
 Sebagai sumber pengetahuan bagi tenaga medis untuk meningkatkan
penanganan pada penyakit diare.
 Hasil penelitian ini merupakan sumber data dasar bagi penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan penyakit diare pada balita.
xvi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Diare
2.1.1.1. Definisi Diare
Diare oleh sebagian orang atau masyarakat disebut muntaber (muntahberak). Diare adalah buang air besar yang lebih sering dari biasanya (3 kali atau
lebih dalam sehari) dan berbentuk encer, bahkan dapat berupa seperti air saja.
(Depkes RI, 2000)
Diare didefinisikan sebagai peningkatan jumlah feses yang dikeluarkan
dalam sehari, yang disertai dengan peningkatan jumlah kandungan air dalam
feses. (Behrman RE dkk, 2003)
Diare adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak yang
sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi 3 kali atau lebih per hari, disertai
perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah. (Markum, 2002)
Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan
bentuk dan konsistensi tinja yang cair dan frekuensi buang air besar lebih dari
biasanya (3 kali dalam sehari), namun tak selamanya mencret dikatakan diare.
Misalnya pada bayi yang berusia kurang dari sebulan, yang bisa buang air hingga
lima kali sehari dan fesesnya lunak. (Habsyah S, 2004)
Lebih dari 90% diare disebabkan oleh infeksi yang sering disertai gejala
muntah, demam dan nyeri perut. Dan 10% disebabkan oleh pengaruh obat-obatan,
toksin yang tertelan, alergi, iskemia dan beberapa keadaan lain. (Nasronudin,
2007)
Di negara yang sedang berkembang penyebab kematian awal banyak
diakibatkan oleh penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi tersebut adalah
diare. Penyebab diare umumnya sangat kompleks, berbeda dari satu daerah
dengan daerah lainnya. Penyebab utamanya sering terjadi secara bersamaan dan
saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan adanya
kenyataan ini, ditambah dengan praktek pemberian makanan bayi yang keliru,
xvii
5
6
maka data angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh diare dapat
dijadikan petunjuk secara tidak langsung mengenai keadaan malnutrisi di satu
daerah. (Supariasa IDN dkk, 2002)
2.1.1.2. Klasifikasi Diare
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut, diare
kronik dan diare persisten. Diare Akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu,
berlangsung kurang dari 14 hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang
dapat atau tanpa disertai lendir dan darah. Diare kronik adalah diare hilang-timbul,
atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif
terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik
lebih dari 30 hari. Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari,
merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
(Asnil P dkk, 2003)
2.1.1.3. Etiologi dan Patogenensis
Diare akut disebabkan oleh banyak faktor antara lain infeksi, makanan,
efek obat, imunodefisiensi dan keadaan-keadaan tertentu. (Mansyur A dkk,
2000; Asnil P dkk, 2003)
a. Infeksi
Infeksi terdiri dari infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral
yaitu infeksi saluran pencernaan dan infeksi parenteral yaitu infeksi di
bagian
tubuh
lain
di
luar
alat
pencernaan
(Ngastiya,
2005).
Mikroorganisme yang menjadi penyebabnya antara lain Aeromonas,
Compylobacter, Clostridium difficile, Escherichia coli, Enterotoxigenic,
Enteropathogenic,
Shigella,
Salmonella,
Enteroinvasive. (Pickering LK dkk, 2004)
xviii
Vibrio
cholera,
dan
7
b. Makanan
Diare dapat disebabkan oleh intoksikasi makanan, makanan pedas,
makanan yang mengandung bakteri atau toksin. Alergi terhadap makanan
tertentu seperti susu sapi, terjadi malabsorbsi karbohidrat, disakarida,
lemak, protein, vitamin dan mineral. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk,
2003)
c. Imunodefisiensi
Defisiensi imun terutama sIgA (Secretory Immunoglobulin A) pada
mukosa usus dapat mengakibatkan berlipat gandanya bakteri, flora usus
dan jamur, terutama Candida. Defisiensi imun ini juga dapat terjadi pada
anak dengan status gizi yang buruk. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk,
2003)
d. Terapi obat
Obat-obat yang dapat menyebabkan diare diantaranya antibiotik
dan antasid. Antasid mengandung magnesium hidroksida yang dapat
menyebabkan beban osmotik intraluminal yang berlebihan sehingga dapat
menyebabkan diare. (Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk, 2003)
e. Keadaan tertentu
Keadaan lain yang menyebabkan seseorang diare seperti gangguan
psikis (ketakutan, gugup) dan gangguan saraf.
Gangguan ini dapat
menyebabkan gangguan motilitas usus yang bisa menyebabkan diare.
(Mansyur A dkk, 2000; Asnil P dkk, 2003)
xix
8
Adapun mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare (Ngastia, 2005). Diare osmotik dapat disebabkan oleh 3 hal, yaitu
malabsorpsi makanan, kekurangan kalori protein (KKP) dan bayi berat badan
lahir rendah. (Asnil P dkk, 2003)
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan
selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. (Ngastia,
2005)
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul
diare. (Ngastia, 2005)
2.1.1.4. Komplikasi Akibat Diare
Diare akan menyebabkan terjadinya :
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Kehilangan cairan akibat diare dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat
bersifat ringan, sedang, atau berat (Suharyono, 2008). Dehidrasi terjadi karena
kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan air, yang merupakan
xx
9
penyebab utama kematian pada diare. Berikut adalah klasifikasi keparahan
dehidrasi pada anak-anak :
Tabel 2.1. Klasifikasi keparahan dehidrasi pada anak-anak
Klasifikasi
Dehidrasi berat
Dehidrasi
ringan/sedang
Tanpa dehidrasi
Tanda atau gejala
Tata laksana
Terdapat dua atau lebih dari  Jika tidak ada klasifikasi berat
tanda-tanda berikut:
lainnya: beri cairan untuk dehidrasi
berat (rencana terapi C)
 Jika
anak juga
mempunyai
 Letargis atau tidak sadar
klasifikasi berat lainnya :
 Mata cekung
- Rujuk segera dan selama dalam
 Tidak bisa minum atau
perjalanan ibu diminta terus
malas minum
memberi larutan oralit sedikit
 Cubitan
kulit
perut
demi sedikit.
kembalinya
sangat
- Anjurkan ibu agar tetap memberi
lambat
ASI.
 Jika ada kolera di daerah tersebut,
beri obat antibiotik untuk kolera.
Terdapat dua atau lebih dari  Beri cairan dan makanan sesuai
tanda-tanda berikut :
rencana terapi B
 Jika anak juga mempunyai
klasifikasi berat lainnya :
 Gelisah, rewel, atau
- Rujuk segera ke rumah sakit dan
mudah marah
selama dalam perjalanan ibu
 Mata cekung
diminta terus memberi larutan
 Haus, minum dengan
oralit sedikit demi sedikit.
lahap
Anjurkan ibu agar tetap memberi
 Cubitan
kulit
perut
ASI.
kembalinya lambat
 Nasihati ibu kapan harus kembali
segera.
 Kunjungan ulang setelah 5 hari bila
tidak ada perbaikan.
Tidak cukup tanda-tanda
 Beri cairan dan makanan sesuai
rencana terapi A.
 Nasihati ibu tentang kapan harus
kembali segera.
 Kunjungan ulang setelah 5 hari bila
tidak ada perbaikan.
Sumber: WHO, 2005 ; Depkes, 2006
xxi
10
2. Gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik)
 Asidosis metabolik, ini terjadi karena:
a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja
b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna
sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.
c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.
d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oligouri atau anuri).
e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan
intraseluler. (Asnil P dkk, 2003; Ngastia, 2005)
 Pernafasan Kussmaul
Pernafasan Kussmaul ini merupakan homeostasis respiratorik,
adalah usaha dari tubuh untuk mempertahankan pH darah. (Asnil P dkk,
2003)
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare.
Pada anak-anak dengan gizi cukup atau baik, hipoglikemia ini jarang terjadi
(Asnil dkk, 2003). Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang
sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah
berat
badan
(Suharyono,
2002).
Hal
ini
terjadi
karena
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati terganggu dan adanya gangguan
absorpsi glukosa. (Asnil P dkk, 2003)
Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun
sampai 40 mg% dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala-gejala hipoglikemia
tersebut dapat berupa: lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat,
pucat, syok, kejang sampai koma. (Asnil P dkk, 2003)
xxii
11
4. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat
terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini
disebabkan karena:
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan atau
muntahnya bertambah hebat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan
susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi
dengan baik karena adanya hiperplastik. (Asnil P dkk, 2003)
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolemik. Akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia. Asidosis akan bertambah berat dan
bila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal. (Asnil P dkk, 2003)
2.1.1.5. Penatalaksanaan Diare
Penatalaksanaan diare menurut WHO (2005) dan Depkes (2006) adalah
sebagai berikut
1.
Upaya rehidrasi berdasarkan derajat dehidrasi

Rencana terapi A
1. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)

Jelaskan kepada ibu :
- Pada bayi muda pemberian ASI merupakan cara pemberian cairan
tambahan yang utama.
- Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.
- Jika anak memperoleh ASI eksklusif, berikan oralit atau air matang
sebagai tambahan.
xxiii
12
- Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, berikan 1 atau lebih
cairan berikut ini : oralit, larutan gula garam, cairan makanan (kuah
sayur, air tajin) atau air matang.
Anak harus diberi larutan oralit di rumah jika :
- Anak telah diobati dengan rencana terapi B atau C dalam
kunjungan ini.
- Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah.

Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus
oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.

Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang
harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya seharihari:
- Sampai umur 2 tahun; 50 sampai 100 ml setiap kali buang air besar
- 2 tahun atau lebih; 100 sampai 200 ml setiap kali buang air besar
Katakan kepada ibu :
-
Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir atau
gelas.
-
Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi
dengan lebih lambat.
-
Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare.
2. Berikan suplemen zink

Jelaskan kepada ibu berapa banyak zink yang diberikan
- Sampai usia 6 bulan ½ tablet (10 mg) per hari untuk 10-14 hari.
- ≥ 6 bulan 1 tablet (20 mg) per hari untuk 10-14 hari.

Tunjukkan kepada ibu bagaimana memberikan suplemen zink
- Untuk bayi, tablet dapat dilrutkan dengan sedikit air matang, ASI,
atau oralit.
- Untuk anak,
tablet dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air
matang atau oralit.
3. Lanjutkan pemberian makan atau ASI.
4. Kapan harus kembali.
xxiv
13

Rencana terapi B
Berikan oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.
1. Tentukan jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama.
Tabel 2.2. Jumlah Oralit untuk terapi pada anak
Umur *
Berat badan
Dalam ml
< 4 bulan
< 6 kg
200 – 400
4 -12 bulan
6 - < 10 kg
400 – 700
12-24 bulan
10 - <12 kg
700 – 900
2-5 tahun
12 – 19 kg
900 – 1400
*Digunakan umur hanya bila berat badan anak tidak diketahui. Jumlah oralit yang
diperlukan (dalam ml) dapat dihitung dengan cara berat badan (dalam kg) dikalikan
75.
-
jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas
berikan.
- untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menetek, berikan
juga 100-200 ml air matang sampai periode ini.
2. Tunjukkan kepada ibu cara memberikan larutan oralit:
 Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir atau gelas.
 Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan
lebih lambat.
 Lanjutkan ASI selama anak mau.
3. Setelah 3 jam :
 Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.
 Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
 Mulailah memberi makan jika anak berumur 6 bulan atau lebih, ketika
masih di klinik atau puskesmas.
 Jika bayi berumur kurang dari 6 bulan, lanjutkan pemberian ASI
selama bayi mau.
4. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai :
 Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah.
 Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan di rumah untuk
menyelesaikan 3 jam pengobatan.
 Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi. Juga beri 6 bungkus
sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A.
xxv
14
 Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah :

-
Berikan cairan tambahan
-
Berikan suplemen zink
-
Lanjutkan pemberian makan
-
Kapan harus kembali
Rencana terapi C
Ikuti tanda panah. Jika jawaban “Ya”, lanjutkan kekanan. Jika “tidak”,
lanjutkan kebawah.
Mulai di sini
Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui
mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan ringer laktat (jika
tidak tersedia, gunakan NaCl) yang dibagi sebagai berikut:
Umur
Dapatkah saudara
segera
memberikan cairan
intravena
Ya
Apakah saudara telah
dilatih menggunakan
pipa nasogastrik untuk
rehidrasi
Pemberian berikut
70 ml/kg selama :
5 jam
Bayi
(< 12 bulan)
Anak
30 menit*
2 ½ jam
(12 bulan – 5 tahun)
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba
 Periksa kembali anak setiap 1-2 jam. Jika status hidrasi belum membaik,
beri tetesan intravena lebih cepat.
 Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum :
biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
 Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan
dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, C ) untuk
melanjutkan pengobatan.
Tidak
Apakah ada fasilitas
pemberian cairan intravena
yang terdekat (dalam 30
menit)
Pemberian pertama
30 ml/kg selama:
1 jam*
Ya
Ya
Tidak
Apakah anak masih bisa
minum
Tidak
Rujuk segera untuk
pengobatan IV/NGT
Sumber: WHO, 2005; Depkes RI, 2006
 Rujuk segera untuk pengobatan intravena.
 Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara
meminumkan pada anaknya sedikitt demi sedikit selama dalam perjalanan.
 Mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau
mulut : beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg)
 Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:
Jika anak muntah terus menerus atau perut makin kembung, beri cairan
lebih lambat. Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk
anak untuk pengobatan intravena.
 Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi. Kemudian
tentukan rencana terapi yang se untuk melanjutkan suai (A,B,atau C)
untuk melanjutkan pengobatan.
Catatan:
Jika mungkin,
amati anak sekurang-kurangnya 6 jam setelah rehidrasi untuk
xxvi
meyakinkan bahwa ibu dapat mempertahankan hidrasi dengan pemberian
larutan oralit peroral
15
2.
Dukungan nutrisi
3.
Suplementasi zink
Pemberian tablet zink harus diberikan selama 10-14 hari berturut-turut
meskipun anak sudah sembuh.
4.
Antibiotik selektif
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut kecuali dengan indikasi
yaitu pada diare berdarah dan kolera.
5.
Edukasi orang tua
Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja
berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare
maki sering atau belum membaik dalam 3 hari. (WHO, 2005; Depkes RI,
2006)
2.1.1.6. Faktor Resiko Terjadinya Diare
Kejadian diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu gizi, sosial
ekonomi, dan kesehatan lingkungan. (Asnil P dkk, 2003)
a. Faktor gizi
Interaksi diare dan gizi merupakan lingkaran setan, karena diare
menyebabkan gizi kurang dan gizi kurang dapat memperberat diare.
Pengobatan dengan makanan yang tepat dan cukup terhadap penderita
diare merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga
pengelolaan di rumah. Defisiensi zat makanan dan cairan pada penderita
diare harus segera diatasi. Terdapat banyak bukti nyata bahwa pemberian
makanan yang tepat dan cukup dapat mempercepat proses penyembuhan
selama dan sesudah menderita diare. (Asnil P dkk, 2003)
b. Faktor sosial ekonomi
Sosial ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi tingkat
partisipasi aktif dalam melaksanakan upaya pelayanan masyarakat,
misalnya meningkatkan fasilitas kesehatan lingkungan, meningkatkan
status gizi masyarakat yang merupakan faktor yang berhubungan dengan
kejadian diare di masyarakat. Selain itu, berpenghasilan rendah pada
xxvii
16
umumnya mempunyai keadaan sanitasi yang buruk dan higienitas
perorangannya juga buruk. (Arifin Z, 2001)
c. Faktor kesehatan lingkungan
Melalui faktor lingkungan, seseorang yang keadaan fisik atau daya
tahannya terhadap penyakit kurang, akan mudah terserang penyakit.
Penyakit-penyakit tersebut seperti diare, kolera, campak, demam berdarah
dengue, difteri, pertusis, malaria, influenza, hepatitis, tifus dan lain-lain
yang dapat ditelusuri determinan-determinan lingkungannya. (Asnil P dkk,
2003)
2.1.2. Status Gizi
2.1.2.1. Pengertian Status Gizi
Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang
masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output)
akan zat gizi tersebut (Supariasa IDN dkk, 2002). Status gizi berarti keadaan
kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah
satu atau dua kombinasi dari ukuran–ukuran gizi tertentu. (Soekirman, 2000)
Istilah-istilah yang berhubungan dengan status gizi yaitu :
1) Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme
dan
pengetahuan
zat-zat
yang
tidak
digunakan
untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ
serta menghasilkan energi. (Supariasa IDN dkk, 2002)
2) Keadaan gizi
Keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi
dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari
tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. (Supariasa IDN dkk, 2002)
xxviii
17
3) Status gizi
Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau
perwujudan dan nutriture dalam bentuk variabel tertentu. (Supariasa IDN dkk,
2002)
4) Malnutrisi
Keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun
absolut satu atau lebih zat gizi. Ada empat bentuk malnutrisi :
a. Undernutrition : kekurangan konsumsi pangan secara relatif maupun
absolut untuk periode tertentu.
b. Specific Defisiency : kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan
vitamin A, yodium, Fe, dan lain-lain.
c. Overnutrition : kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu.
d.
Imbalance : karena disproporsi zat gizi, misalnya kolesterol terjadi karena
tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density
Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein). (Supariasa IDN
dkk, 2002)
Dikatakan status gizi baik atau status gizi optimal terjadi apabila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan bekerja dan
kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi
apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi essensial. Status
gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan,
sehingga menimbulkan efek toksik atau membahayakan. Baik pada status gizi
kurang maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi. Untuk mengetahui
seseorang mengalami gangguan gizi dibutuhkan pengetahuan gizi yang baik.
(Supariasa IDN dkk, 2002)
2.1.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
1. Pengetahuan Gizi
Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi
didasarkan pada tiga kenyataan yaitu :
1) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
xxix
18
2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya
mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh
yang optimal, pemeliharaan dan energi.
3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat
belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.
Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan
dan nilai pangan merupakan masalah yang sudah umum. Salah satu sebab
masalah kurang gizi yaitu kurangnya pengetahuan tentang gizi atau
kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan seharihari. (Suhardjo, 2003)
Tingkat pengetahuan gizi ibu sebagai pengelola rumah tangga akan
berpengaruh pada macam bahan makanan yang dikonsumsi dalam keluarga.
Dengan pengetahuan gizi diharapkan terjadi perubahan perilaku ke arah
perbaikan konsumsi pangan dan status gizi. Perilaku konsumsi pangan adalah
cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih dan menggunakan
pangan. Perilaku konsumsi pangan berasal dari proses sosialisasi dalam sistem
keluarga melalui proses pendidikan maupun sebagai dampak penyebaran
informasi. (Yayuk FB dkk, 2005)
Pengetahuan gizi ini sangat diperlukan untuk ibu terutama ibu yang
mempunyai anak balita atau untuk pengasuh anak balita. Karena kebutuhan
dan kecukupan gizi anak balita tergantung dari konsumsi makanan yang
diberikan oleh ibu atau pengasuh anak. Seorang ibu akan berusaha untuk
memenuhi kebutuhan gizi setiap anggota keluarga. (Sjahmien M, 2002)
Tingkat pengetahuan gizi ibu sebagai pengelola rumah tangga akan
berpengaruh pada macam bahan makanan yang dikonsumsinya. Adapun
tingakat pengetahuan ibu dalam pemberian makanan adalah sebagai berikut :
1) Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan.
Dalam kehidupan sehari-hari sering terlihat keluarga yang
berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya
saja. Dengan demikian, kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan
pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga
yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan bahwa
xxx
19
ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh merupakan
penyebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan
balita. (Sjahmiem M, 2002)
2) Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu.
Banyak makanan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi
tidak digunakan atau hanya digunakan secara terbatas akibat adanya
prasangka yang tidak baik terhadap bahan makanan itu. Penggunaan bahan
makanan itu dianggap dapat menurunkan harkat keluarga. Jenis sayuran
genjer, daun turi, bahkan daun ubi kayu yang kaya akan zat besi, vitamin
A dan protein, di beberapa daerah masih dianggap sebagai makanan yang
menurunkan harkat keluarga. (Sjahmiem M, 2002)
3) Kebiasaan atau pantangan makanan yang merugikan
Kebudayaan akan mempengaruhi orang dalam memilih makanan
dan kebudayan pada suatu daerah akan menimbulkan adanya kebiasaan
dalam memilih makanan. Sehubungan dengan pangan yang biasanya
dipandang pantas untuk dimakan, dijumpai banyak pola pantangan,
takhayul dan larangan pada beragam kebudayaan dan daerah yang
berlainan. Bila pola pantangan berlaku bagi seluruh penduduk sepanjang
hidupnya, kekurangan zat gizi cenderung tidak akan berkembang seperti
jika pantangan itu hanya berlaku bagi sekelompok masyarakat tertentu
selama satu tahap dalam siklus hidupnya. Bila seluruh masyarakat terlibat,
kemungkinan besar sudah ditemukan sumber pangan yang lain untuk
memenuhi kebutuhan gizi menggantikan pangan yang tidak dapat
diterima. Kalau pantangan itu hanya dilakukan oleh sebagian penduduk
tertentu, kemungkinan lebih besar kekurangan gizi akan timbul. (Suhardjo,
2003)
4) Kesukaan terhadap jenis pangan tertentu.
Mengembangkan kebiasaan pangan, mempelajari cara yang
berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak
bentuk atau jenis pangan tertentu, dimulai dari permulaan hidupnya dan
menjadi bagian dari perilaku yang berakar diantara kelompok penduduk.
Dimulai sejak dilahirkan sampai beberapa tahun makanan anak-anak
xxxi
20
tergantung pada orang lain. Anak balita akan menyukai makanan dari
makanan yang dikonsumsi orang tuanya karena pada umumnya makanan
yang disukai oleh orang tuanya akan diberikan kepada anak balitanya. Dari
kebiasaan makan inilah akan menyebabkan kesukaan terhadap makanan.
Tetapi kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu
atau disebut sebagai faddisme makanan akan mengakibatkan kurang
bervariasinya makanan dan akan mengakibatkan tubuh tidak memperoleh
semua zat gizi yang diperlukan. (Sjahmiem M, 2002)
2. Konsumsi ASI
ASI adalah makanan terbaik untuk bayi, karena merupakan makanan
alamiah yang sempurna. ASI merupakan makanan yang aman dan terjamin
kebersihannya karena langsung diberikan kepada bayi dalam keadaan segar.
ASI diketahui mengandung zat gizi yang paling sesuai kualitas dan
kuantitasnya untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Jumlah dan
komposisi ASI berbeda-beda dari hari ke hari yang sangat sesuai dengan
kebutuhan, artinya zat gizi yang masuk ke dalam tubuh akan sesuai dengan
laju pertumbuhannya. Keunggulan ASI sudah tidak perlu diragukan lagi. ASI
mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi, mengandung zat kekebalan
terhadap penyakit dan tidak perlu dibeli, sekaligus merupakan ungkapan rasa
kasih sayang ibu kepada anak. (Irianto A, 2003)
3. Pendapatan Keluarga
Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling
rentan terhadap kurang gizi di antara seluruh anggota keluarga dan anak paling
kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga
juga mempengaruhi keadaan gizi. Jadi pendapatan keluarga harus dapat
memenuhi pangan bagi semua anak-anaknya. Sumber pangan keluarga,
terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih memenuhi kebutuhan
makanannya jika harus diberi makanan dalam jumlah yang kecil. Pangan yang
tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang
besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah
gangguan gizi pada keluarga besar tersebut. (Sjahmiem M, 2002)
xxxii
21
4. Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran akan mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga.
Dengan adanya jarak kelahiran yang dekat maka kebutuhan makanan yang
seharusnya hanya diberikan pada satu anak akan terbagi dengan anak yang
lain yang sama-sama memerlukan gizi yang optimal. Anak yang berusia di
bawah lima tahun masih sangat memerlukan perawatan ibunya, baik
perawatan makanan maupun perawatan kasih sayang. Jika dalam masa dua
tahun itu ibu sudah sudah hamil lagi, maka bukan saja perhatian ibu terhadap
anak menjadi berkurang, akan tetapi ASI yang masih sangat dibutuhkan anak
akan berhenti keluar. Anak yang belum dipersiapkan secara baik untuk
menerima makanan pengganti ASI dan kadang-kadang mutu gizi makanan
pengganti ASI tersebut juga rendah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya gizi
buruk. (Sjahmiem M, 2002)
5. Praktik Pemberian Makanan
Untuk memenuhi kebutuhannya tidak cukup dengan susu saja, Saat
berusia 1-2 tahun perlu diperkenalkan pola makanan dewasa secara bertahap.
Disamping itu anak pada usia 1-2 tahun sudah menjadi masa penyapihan.
Anak disebut konsumen pasif karena sangat tergantung pada pengaturan
ibunya. Pengaturan makanan anak usia dibawah lima tahun mencakup aspek
pokok yaitu :
-
Pemanfaatan ASI secara tepat dan benar
-
Pemberian makanan pendamping ASI dan makanan sapihan serta
makanan setelah usia setahun (Sjahmiem M, 2003)
Pemberian makanan harus disesuaikan dengan usia anak balita.
Makanan harus mengandung energi dan semua zat gizi yang dibutuhkan
pada tingkat umurnya.
6. Penyakit Infeksi.
Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap berbagai penyakit.
Jaringan tubuh pada bayi dan balita belum sempurna dalam upaya membentuk
pertahanan tubuh seperti halnya orang dewasa. Umumnya, penyakit yang
menyerang anak bersifat akut. Artinya, penyakit menyerang secara mendadak,
gejala timbul dengan cepat, bahkan dapat membahayakan. Infeksi bisa
xxxiii
22
berhubungan
dengan
gangguan
gizi
melalui
beberapa
cara,
yaitu
mempengaruhi nafsu makan, dapat juga menyebabkan kehilangan bahan
makanan, sehingga kebutuhan zat gizinya tidak terpenuhi. Secara umum
defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan defisiensi sistem
kekebalan. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan
hubungan timbal balik dan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk
keadaan gizi, dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah seseorang
terkena penyakit infeksi. (Supariasa IDN dkk, 2002)
Penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak antara lain :
a. Diare
Bayi dan balita dinyatakan menderita diare, apabila buang air besar
tidak normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi buang air besar
lebih dari 3 kali. Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi kronik.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung secara mendadak, tanpa gejala
gizi kurang dan demam serta berlangsung beberapa hari. Sedangkan yang
dimaksud diare kronik yaitu diare yang berlanjut sampai lebih dari 2
minggu, biasanya disertai dehidrasi (penderita banyak kehilangan dan
elektrolit tubuh). (Dina A dan Maria P, 2003)
Gizi kurang dan diare sering dihubungkan satu sama lain,
walaupun diakui bahwa sulit menentukan kelainan yang mana yang terjadi
lebih dulu, gizi kurang, diare atau sebaliknya. Akibat diare yaitu tubuh
banyak mengeluarkan cairan (dehidrasi) dan mineral, terjadi gangguan gizi
karena makanan yang diserap kurang, sedangkan pengeluaran energi
bertambah, kadar gula darah dalam tubuh menurun (dibawah normal) atau
hipoglikemia dan sirkulasi darah terganggu. (Dina A dan Maria P, 2003)
b. ISPA
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut,
istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory
Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran
pernafasan dan akut. Salah satu penyebab kematian bayi dan anak balita
disebabkan oleh ISPA yang diakibatkan oleh penyakit pneumonia (infeksi
paru yang berat). Pneumonia adalah penyakit karena infeksi pada bagian
xxxiv
23
saluran pernafasan (paru-paru), yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Tanda-tandanya, batuk, pilek, nafas cepat dan kesulitan bernafas. (Dina A
dan Maria P, 2003)
Pemeliharaan gizi anak harus diperhatikan sebagai upaya
pencegahan terhadap penyakit infeksi. Pemberian imunisasi terhadap
beberapa penyakit seperti penyakit tuberkulosa, campak, polio dan
sebagainya harus dilakukan sesuai waktu. Disamping itu pemeliharaan
higienis dan sanitasi lingkungan sangat penting sebagai upaya pencegahan
infeksi. (Sjahmiem M, 2003)
7. Pelayanan Kesehatan
Penyebab kurang gizi yang merupakan faktor penyebab tidak langsung
yang lain adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air
bersih dan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ini meliputi imunisasi,
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, dan
sarana lain seperti keberadaan posyandu dan puskesmas, praktek bidan,
dokter, dan rumah sakit. (Soekirman, 2000)
2.1.2.3. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penilaian secara
langsung dan tidak langsung. (Supariasa IDN dkk, 2002)
 Penilaian satus gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian
yaitu: antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Secara umum antropometri
artinya ukuran tubuh. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum
digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. (Supariasa IDN dkk, 2002)
xxxv
24
Pemeriksaan klinis merupakan metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral atau pada organ-organ
yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Metode ini umumnya
untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang
untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah
satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status
gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala
(symptom) atau riwayat penyakit. (Supariasa IDN dkk, 2002)
Pemeriksaan secara biokimia merupakan pemeriksaan specimen yang diuji
secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain: darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan
tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. (Supariasa
IDN dkk, 2002)
Penilaian secara biofisik merupakan metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan). Umumnya dapat digunakan
dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan
adalah tes adaptasi gelap. (Supariasa IDN dkk, 2002)
 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu: survei
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Survey konsumsi makanan
merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat
jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan
dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi dalam
masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan
kelebihan atau kekurangan zat gizi. (Supariasa IDN dkk, 2002)
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis
data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya dengan gizi.
xxxvi
25
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung
pengukuran status gizi masyarakat. (Supariasa IDN dkk, 2002)
Faktor
ekologi
digunakan
untuk
mengungkap
bahwa
malnutrisi
merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis
dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari
keadaan ekologis seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor
ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu
masyarakat sebagai dasar melakukan program intervensi gizi. (Supariasa IDN
dkk, 2002)
2.1.2.4. Indikator Status Gizi
Penilaian status gizi dengan cara antropometri banyak digunakan dalam
berbagai penelitian atau survei, baik survei secara luas dalam skala nasional
maupun survei untuk wilayah terbatas. Parameter yang digunakan pada penilaian
status gizi dengan menggunakan antropometri adalah umur, berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan lingkar dada. (Supariasa IDN dkk,
2002)
1. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
dalam penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi
salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi
tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. (Supariasa
IDN dkk, 2002)
2. Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan
paling sering digunakan pada bayi baru lahir. Berat badan digunakan untuk
mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Pada masa bayi-balita, berat badan
dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi.
Kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya
tumor. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan
mineral pada tulang. (Supariasa IDN dkk, 2002)
xxxvii
26
3. Tinggi badan
Tinggi badan merupakan parameter yang paling penting bagi keadaan
yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat.
Tinggi badan juga merupakan ukuran kedua yang penting dalam menentukan
status gizi. Menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan dapat pula
menentukan status gizi. (Supariasa IDN dkk, 2002)
4. Lingkar lengan atas
Lingkar lengan atas (LLA) ini memang merupakan salah satu pilihan
untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan
alat yang sulit diperoleh. Akan tetapi ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu; (1) Baku lingkar lengan atas yang sekarang digunakan
belum mendapat pengujian yan memadai untuk digunakan di Indonesia, (2)
kesalahan pengukuran pada LLA relatif lebih besar dibandingkan dengan
tinggi badan, (3) LLA sensitif untuk suatu golongan tertentu (terutama
prasekolah). (Supariasa IDN dkk, 2002)
5. Lingkar kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak
secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya
kepala atau peningkatan ukuran kepala. Lingkar kepala terutama dihubungkan
dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara
cepat selama tahun pertama, akan tetapi besar lingkar kepala tidak
menggambarkan kesehatan dan gizi. Dalam antropometri gizi, rasio lingkar
kepala dan lingkar dada cukup berarti dan menentukan kekurangan energi
protein (KEP) pada anak. Lingkar kepala dapat juga digunakan sebagai
informasi tambahan dalam pengukuran umur. (Supariasa IDN dkk, 2002)
6. Lingkar dada
Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2 sampai 3 tahun, karena
rasio kepala dan rasio lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini,
tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat.
Umur antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan dada adalah kurang
dari satu. Hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan
pertumbuhan atau kelemahan otot dan lemak pada dinding dada. Ini dapat
xxxviii
27
digunakan sebagai indikator dalam menentukan KEP pada anak balita.
(Supariasa IDN dkk, 2002)
7. Jaringan Lunak
Organ-organ dalam seperti otak, hati, jantung dan organ dalam lainnya
merupakan bagian yang cukup besar dari berat badan, tetapi pada anak
malnutrisi relatif tidak berubah beratnya. Otot dan lemak merupakan jaringan
lunak yang sangat bervariasi pada penderita KEP. Antropometri jaringan dapat
dilakukan pada kedua jaringan tersebut dalam pengukuran status gizi di
masyarakat. (Supariasa IDN dkk, 2002)
2.1.2.5. Indeks Antropometri
Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U),
dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Adapun lingkar lengan atas
(LLA) cukup dinilai tunggal saja antara anak berumur 1 tahun sampai 5 tahun
perbedaannya relatif kecil. (Supariasa IDN dkk, 2002)
Indeks antropometri berat badan menurut umur (BB/U). Berat badan
adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Mengingat
karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan
status gizi seseorang saat ini (current nutritional status). (Supariasa IDN dkk,
2002)
Indeks antropometri tinggi badan menurut umur (TB/U). Tinggi badan
merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal.
Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan bahwa indeks TB/U di samping
memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan
status sosial ekonomi. (Supariasa IDN dkk, 2002)
Indeks antropometri berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Berat
badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan
dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang paling baik
untuk menilai status gizi saat ini (sekarang). (Supariasa IDN dkk, 2002)
xxxix
28
Indeks antropometri lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U). Lingkar
lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan
lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas sebagaimana dengan berat badan
merupakan parameter yang labil, dapat berubah-ubah dengan cepat. Oleh karena
itu, lingkar lengan atas merupakan indeks status gizi saat ini. (Supariasa IDN dkk,
2002)
2.1.2.6. Klasifikasi Status Gizi
Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku. Ukuran baku yang
sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-NCHS. Direktorat Bina Gizi
Masyarakat, Depkes dalam pemantauan status gizi (PSG) anak balita tahun 1999
menggunakan baku rujukan WHO-NCHS. Pada Loka Karya Antropometri 1975
telah diperkenalkan baku Harvard. Berdasarkan pada baku Harvard status gizi
dapat dibagi menjadi empat yaitu:
a) Gizi lebih untuk overweight, termasuk obesitas.
b) Gizi baik untuk well nourished.
c) Gizi kurang untuk underweight.
d) Gizi buruk untuk malnutrisi energi protein berat. (Supariasa IDN dkk,
2002)
Dari
berbagai
indikator
penentuan
status
gizi,
dalam
menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas. Ambang batas dapat disajikan
kedalam 3 cara yaitu persen terhadap median, presentil dan standar deviasi unit
1. Persen terhadap median
Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi
median sama dengan presentil 50. Nilai median ini dinyatakan sama
dengan 100% (untuk standar). Setelah itu dihitung presentase terhadap
median untuk mendapatkan ambang batas. (Supariasa IDN dkk, 2002)
2. Presentil
Cara lain menentukan ambang batas selain persen terhadap median adalah
presentil. Presentil 50 sama dengan median atau nilai tengah dari jumlah
populasi berada diatasnya dan setengahnya berada dibawahnya. National
Center for Health Statistics (NCHS) merekomendasikan presentil ke 5
xl
29
sebagai status gizi baik dan kurang, serta presentil 95 sebagai batas gizi
lebih dan gizi baik. (Supariasa IDN dkk, 2002)
3. Standar Deviasi Unit
Ambang batas yang digunakan untuk menilai status gizi anak balita yaitu
juga dapat menggunakan standar deviasi unit disebut juga Z-skor. Standar
deviasi
unit
(Z-skor)
digunakan untuk
meneliti
dan memantau
pertumbuhan. Standar deviasi unit ini digunakan untuk mengetahui
klasifikasi status gizi. WHO memberikan gambaran perhitungan standar
deviasi unit terhadap NCHS. Pertumbuhan nasional untuk suatu populasi
dinyatakan dalam positif dan negatif 2 standar deviasi unit dari median.
Rumus perhitungan Z-skor adalah sebagai berikut (Irianto A, 2003) :
Z – skor = Nilai individu subyek – Nilai median baku rujukan
Nilai simpangan baku rujukan
Tabel 2.3. Klasifikasi status Gizi menurut WHO-NCHS
Indeks
Status Gizi
Berat Badan menurut Umur Gizi Lebih
(BB/U)
Gizi Baik
Tinggi Badan
Umur (TB/U)
Keterangan
> 2 SD
-2 sampai +2 SD
Gizi Kurang
< -2 sampai -3 SD
Gizi Buruk
< -3 SD
menurut Normal
Pendek
Berat
Badan
menurut Gizi Lebih
Tinggi Badan (BB/TB)
Gizi Baik
-2 Sampai +2 SD
< -2 SD
> 2 SD
-2 sampai +2 SD
Gizi Kurang
< -2 sampai -3 SD
Gizi Buruk
< -3 SD
Sumber : Surat Edaran Depkes RI, 2000
xli
30
2.1.3. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare
Kaitan penyakit infeksi (contohnya diare) dengan keadaan gizi kurang
merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi
dapat memperburuk keadaan gizi, dan keadaan gizi yang jelek dapat
mempermudah terkena infeksi. Penyakit yang umumnya terkait masalah gizi
antara lain diare, tuberkulosis, campak, dan batuk rejan. (Supariasa IDN dkk,
2002)
Apabila anak mederita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi
akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang
kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit dan pertumbuhan akan
terganggu. (Supariasa IDN dkk, 2002)
Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi antibodi serta
terjadinya atrofi pada dinding usus yang menyebabkan berkurangnya sekresi
berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh
terutama penyakit diare. (Sjahmiem M, 2003)
Pada anak dengan malnutrisi serangan diare terjadi lebih sering dan lebih
lama. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan semakin berat diare
yang dideritanya. Diduga bahwa mukosa usus anak kurang gizi terutama sangat
peka terhadap infeksi. (Suharyono, 2008)
Pada anak dengan nutrisi baik, dalam keadaan normal terdapat suatu
mikroflora yang relatif jarang karena efek pembersihan oleh banyak factor yang
saling berhubungan, termasuk motilitas gastrointestinal, sekresi asam lambung,
dan sekresi immunoglobulin mukosa. Pada keadaan anak malnutrisi keadaan
sangat berbeda karena terdapatnya kontaminasi bakteri pada usus halus bagian
atas. Keadaan in dapat mengakibatkan diare dan kehilangan cairan yang
karakteristik untuk malnutrisi pada anak dan menyebabkan gangguan absorpsi
bahan makanan, cairan dan elektrolit. (Suharyono, 2008)
xlii
31
2.2. Kerangka Konsep
Status Gizi
Gizi Lebih
Gizi Buruk
Gizi Baik
Gizi Kurang
Kekebalan tubuh menurun
Penyakit infeksi
Diare
Gambar 2.1.
Kerangka konsep
2.3. Definisi Operasional
Tabel 2.4. definisi operasional
Variabel
Dependen
Frekuensi
kejadian Diare
Alat
Definisi
Cara Ukur
Skala
Ukur
Angket
Ordinal
Ukur
Buang air besar tiga kali atau
lebih dalam sehari dengan
atau tanpa disertai darah
dalam 1 tahun terakhir
Kusioner
Hasil Ukur
0. Tidak pernah
1. 1-2 kali
(Jarang)
2. > 2 kali
(Sering)
Status gizi
merupakan hasil akhir dari
keseimbangan antara
makanan yang masuk ke
dalam tubuh (nutrient input)
dengan kebutuhan tubuh
(nutrient output) akan zat
gizi tersebut
Pita meteran
dan
timbangan
berat badan
Diukur
berdasarkan
BB/TB
WHO-NCHS
Ordinal
0. Buruk
1. Kurang
2. Baik
3. Lebih
xliii
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan
pendekatan cross-sectional, yang merupakan dinamika korelasi antara faktorfaktor resiko dengan efek melalui pendekatan, observasi, atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo S, 2005). Dalam penelitian ini yaitu
menganalisis faktor resiko yang berupa status gizi dihubungkan dengan faktor
efek yaitu kejadian diare pada balita.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat
Timur pada bulan Agustus 2010. Posyandu yang dijadikan tempat penelitian
adalah sebagai berikut:
1.
Posyandu Mawar
2.
Posyandu Kenanga
3.
Posyandu Wijaya Kusuma
4.
Posyandu Peruri
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah semua balita yang ada di kelurahan Pisangan
kecamatan Ciputat Timur. Sampel penelitian adalah balita yang sedang
berkunjung di posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur. Adapun
responden penelitian ini adalah ibu dari balita tersebut.
xliv
32
33
Dalam teknik pengambilan sampel, peneliti memilih pengambilan sampel
secara non random sampling dengan teknik kuota (quota sampling). Teknik ini
merupakan pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara menetapkan
sejumlah anggota sampel secara kuotum atau jatah. (Notoatmodjo S, 2005)
Untuk menentukan besarnya jumlah sampel minimal dalam penelitian ini
digunakan rumus sebagai berikut:
n =
(zα)2 P.Q
d2
Keterangan:
n : jumlah sampel
P : keadaan yang akan dicari = 0.5
d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0.1
α : tingkat kemaknaan = 1.96
Q: 1 – P = 1 – 0.5 = 0.5
2
n = (1.96) . 0,5 . 0,5
(0,1)2
n = 96
Maka, diperoleh jumlah sampel yang diperlukan adalah 96 subjek.
xlv
34
3.4. Kriteria Penelitian
3.4.1. Kriteria inklusi

Anak usia 1- 5 tahun.

Balita sedang berkunjung ke posyandu di kelurahan Pisangan.

Balita tersebut diantar oleh ibunya yang bersedia menjadi
responden.
3.4.2. Kriteria eksklusi

Balita dibawah usia 1 tahun.

Anak diatas 5 tahun.

Balita yang menolak untuk diperiksa.
3.5. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian
tertentu. Variabel dibagi menjadi dua, yaitu variabel terikat (dependen) dan
variabel bebas (independen). (Notoatmodjo S, 2005)
1. Variabel bebas (independen)
Variabel bebas yaitu variabel yang akan diteliti pengaruhnya
terhadap variabel terikat (Notoatmodjo S, 2005). Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah status gizi balita.
2. Variabel terikat (dependen)
Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas (Notoatmodjo S, 2005). Variabel terikat pada penelitian ini
adalah frekuensi kejadian diare pada balita.
xlvi
35
3.6. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu usaha untuk memperoleh
data dengan metode yang ditentukan oleh peneliti. Metode pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah:
1. Pengukuran langsung
Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data berat badan yang
diukur dengan timbangan dacin berukuran minimum 20 kg dan maksimum
25 kg dengan ketelitian 0,1 kg. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan
menggunakan pita meteran.
2. Metode angket
Metode angket atau kuesioner adalah metode pengumpulan data
atau suatu penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya banyak
menyangkut
kepentingan
umum.
Angket
ini
dilakukan
dengan
mengedarkan daftar pertanyaan yang diisi oleh responden dan ditentukan
skor nilainya dari tiap-tiap pertanyaan yang berupa formulir-formulir.
Angket ini diajukan secara tertulis kepada sejumlah subjek untuk
medapatkan tanggapan, informasi, jawaban dan sebagainya. (Notoatmodjo
S, 2005)
Metode ini digunakan untuk mengungkap kejadian diare anak
balita 1 tahun terakhir. Adapun responden dalam penelitian ini yaitu ibu
yang mempunyai anak balita.
3.7. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
 Antropometri indeks BB/TB
Alat yang dianjurkan untuk menimbang berat badan balita yaitu
timbangan dacin dengan ukuran maksimum 25 Kg dengan
ketelitian alat 0,1 Kg. Sedangkan untuk tinggi badan dilakukan
pengukuran dengan menggunakan pita meteran.
xlvii
36
 Angket/Kuesioner
Kuesioner ini berupa pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh data atau informasi tentang keadaan status gizi anak
balita dan kejadian diare 1 tahun terakhir terhadap balita tersebut.
3.8. Prosedur penelitian
Penelitian ini dilakukan di posyandu kelurahan Pisangan kecamatan
Ciputat Timur. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu balita yang
diantar oleh ibu ke posyandu dan ibu tersebut sebagai responden dari penelitian
ini.
Penelitian ini digunakan untuk mengetahui keadaan status gizi balita yang
diklasifikasikan menjadi 4 yaitu gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk
dihubungkan dengan frekuensi kejadian diare pada balita tersebut dalam 1 tahun
terakhir. Proses dalam penelitian ini yaitu status gizi balita diukur dengan
penimbangan berat badan yang kemudian dikaitkan dengan tinggi badan balita,
data ini dibandingkan dengan standar acuan BB/TB dengan memakai ambang
batas standar deviasi z-score yang kemudian dikategorikan. Penimbangan berat
badan ini dilakukan dengan alat penimbangan dacin yang telah disediakan di
posyandu tersebut dan pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan
pita meteran.
Setelah data terkumpul kemudian data dianalisis dengan menggunakan
metode statistik sehingga dibuktikan bahwa hipotesis tersebut dapat terbukti atau
tidak terbukti.
3.9. Pengolahan Data dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Semua data dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan dan kemudian
diolah dengan menggunakan program SPSS for windows. Pengolahan data
menggunakan :
a.
Editing
Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit. Hal ini dilakukan untuk
memperbaiki kualitas data serta menghilangkan keragu-raguan data.
xlviii
37
b. Mengkode data
Mengkode data dengan memberikan kode pada masing-masing jawaban
untuk mempermudah pengolahan data.
c.
Tabulasi
Membuat tabulasi termasuk dalam kerja memproses data. Membuat
tabulasi tidak lain dari memasukkan data ke dalam tabel. Tabel yang
digunakan yaitu tabel distribusi frekuensi.
2. Analisis Data
a. Analisa Univariat
Analisa ini diperlukan untuk mendeskripsikan keadaan status gizi
balita yang diklasifikasikan menjadi 4 yaitu gizi lebih, gizi normal, gizi
kurang dan gizi buruk dan frekuensi kejadian diare pada balita di kelurahan
Pisangan kecamatan Ciputat Timur.
b. Analisa Bivariat
Analisa ini diperlukan untuk menguji hubungan antara masing-masing
variabel bebas yaitu keadaan status gizi dan variabel terikat yaitu kejadian
diare. Dalam analisa ini uji statistik yang digunakan adalah chi square.
Untuk dasar pengambilan keputusan dapat dilihat pada bagian output
(keluaran). Dalam penelitian ini menggunakan derajat kepercayaan 0,05.
xlix
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1. Keadaan Geografi
Kelurahan Pisangan merupakan satu dari 4 kelurahan yang ada di
Kecamatan Ciputat Timur. Kelurahan Pisangan memiliki luas wilayah 405
Ha/Km2 dengan penggunaan lahan untuk perkebunan yaitu 0,5 Ha, lahan
darat/kering 80 Ha, pemukiman 299,5 Ha dan lahan industri sebesar 25 Ha.
Adapun batas wilayah administrasi Kelurahan Pisangan adalah sebagai
berikut :
a. Sebelah utara : Kelurahan Cirendeu dan Karang Tengah – Jakarta
Selatan.
b. Sebelah timur : Pd. Cabe Udik dan Cinere Sawangan Depok.
c. Sebelah barat : Kelurahan Cipayung dan Cempaka Putih.
d. Sebelah selatan : Kelurahan Cipayung dan Pd. Cabe Udik.
4.1.2. Keadaan Demografi
Kelurahan Pisangan terdiri dari 9.733 kepala keluarga (KK) dengan
jumlah penduduk sebanyak 34.195 jiwa, dengan perincian jumlah penduduk lakilaki sebanyak 17.660 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 17.135
jiwa.
4.2. Deskripsi Sampel Penelitian
 Umur
Deskripsi usia balita yang dijadikan sampel di wilayah kerja
posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan
Agustus tahun 2010 berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil
seperti disajikan dalam tabel berikut ini :
l
38
39
Tabel 4.1. Deskripsi umur sampel penelitian
Usia (bulan)
12-24
25-36
37-48
49-60
Total
Jumlah
46
23
10
17
96
Persentase
47,9
24,0
10,4
17,7
100
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa balita yang dijadikan sampel
pada penelitian ini paling banyak berusia 12-24 bulan sebanyak 46 balita
(47,9%) dan yang paling sedikit adalah pada usia 37-48 bulan sebanyak 10
balita (10,4%).
 Jenis kelamin
Deskripsi jenis kelamin balita yang dijadikan sampel di wilayah
kerja posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan
Agustus tahun 2010 berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil
seperti disajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 4.2. Deskripsi jenis kelamin sampel penelitian
Jenis kelamin
Jumlah
Persentase
Perempuan
52
54,2
Laki-laki
44
45,8
Total
96
100
Dari tabel di atas, didapatkan bahwa balita yang dijadikan sampel
pada penelitian ini paling banyak perempuan sebanyak 52 balita (54,2%).
li
40
4.3. Deskripsi Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti adalah keadaan status gizi balita sebagai variabel bebas
dan frekuensi kejadian diare sebagai variabel terikat. status gizi balita diukur
melalui metode antropometri dengan penimbangan berat badan dan pengukuran
tinggi badan yang distandarkan dengan tabel BB/TB. Dan frekuensi kejadian
diare didapat melalui metode angket.
4.3.1. Deskripsi Status Gizi Balita
Deskripsi status gizi pada balita usia 12-60 bulan di wilayah kerja
posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus
tahun 2010 berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil seperti
disajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 4.3. Deskripsi status gizi balita
Interval status gizi
(BB/TB) WHONCHS
kriteria
< -3 SD
Gizi buruk
4
4,2
< -2 sampai –3 SD
Gizi kurang
5
5,2
-2 sampai +2 SD
Gizi baik
79
82,3
> 2 SD
Gizi lebih
8
8,3
96
100
Jumlah
Jumlah
Persentase
Dari tabel diatas, bahwa status gizi balita terdiri dari status gizi buruk yaitu
sebanyak 4 balita (4,2 %), status gizi kurang sebanyak 5 balita (5,2 %), status
gizi baik sebanyak 79 balita (82,3%) dan status gizi lebih sebanyak 8 balita
(8,3 %). Jadi status gizi balita paling banyak terdapat pada status gizi baik
sebanyak 79 balita (82,3%). Didapatkan dari hasil penelitian Himawan
(2006) di kelurahan Sekaran kecamatan Gunungpati Semarang, bahwa dari
90 balita berstatus gizi buruk sebanyak 3 balita (3,3 %), status gizi kurang
sebanyak 14 balita (15,6 %), dan status gizi baik sebanyak 73 balita (81,1%).
lii
41
4.3.2. Deskripsi Kejadian Diare pada Balita
Deskripsi kejadian diare pada balita usia 12-60 bulan di wilayah kerja
posyandu kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus tahun
2010 berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil seperti disajikan
dalam tabel berikut ini :
Tabel 4.4. Deskripsi kejadian diare pada balita
Frekuensi diare
Kriteria
Jumlah
Persentase
41
42,7
1-2 kali/tahun
Tidak
pernah
Jarang
42
43,8
> 2 kali/tahun
Sering
13
13,5
96
100
0
Jumlah
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa frekuensi diare dalam 1 tahun terakhir
yang tidak pernah sebanyak 41 balita (42,7%), jarang sebanyak 42 balita (43,8%)
dan sering sebanyak 13 balita (13,5). Tidak ada penelitian lain yang menggunakan
deskripsi kejadian diare pada balita.
4.3.3. Hubungan Keadaan Status Gizi Dengan frekuensi Kejadian Diare
Dalam mencari hubungan keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian
diare pada balita menggunakan Uji bivariat yang dalam penelitian ini
menggunakan rumus chi square guna mengetahui ada tidaknya hubungan antara
keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare pada balita di kelurahan
Pisangan kecamatan Ciputat Timur pada bulan Agustus tahun 2010.
liii
42
Berikut adalah tabel hasil tabulasi silang:
Tabel 4.5. Tabulasi silang keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare
Frekuensi Kejadian Diare
Status gizi
Gizi Buruk
Gizi Kurang
Gizi baik
Gizi lebih
Total
Tidak
pernah
1
1
35
4
41
Total
%
Jarang
%
Sering
%
Jumlah
%
20
44,3
50
42,7
1
2
36
3
42
40
45,6
37,5
43,8
2
2
8
1
13
40
10,1
12,5
13,5
4*
5
79
8
96
100
100
100
100
* Jumlah yang kurang dari 5 tidak dilakukan perhitungan persentase
Berdasarkan tabel hasil tabulasi silang antara status gizi dengan frekuensi
kejadian diare pada balita diatas menunjukkan bahwa balita yang bergizi buruk
yang sering mengalami diare dalam 1 tahun terakhir sebanyak 2 dari 4 balita dan
balita yang bergizi baik yang sering menderita diare hanya 8 dari 79 balita
(10,1%). Hal tersebut menunjukkan bahwa balita yang berstatus gizi buruk
presentasi kejadian diare paling besar dan pada balita yang berstatus gizi baik
presentasi kejadian diare paling kecil.
Secara statistik tidak terdapat hubungan antara keadaan status gizi dengan
frekuensi kejadian diare pada balita tersebut yang telah dibuktikan dari hasil uji
chi square. Berdasarkan hasil perhitungan harga p-value yang diperoleh yaitu
0,191 (p > 0,05). Dengan demikian dapat diputuskan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian
diare pada balita. Hal ini diduga karena kurangnya jumlah sampel penelitian dan
dari hasil deskripsi status gizi balita ternyata yang berstatus gizi baik sejumlah 79
dari 96 balita. Sehingga kurang dapat menilai hubungan frekuensi kejadian diare
dengan keadaan status gizi lebih, kurang atau buruk karena sampel yang terlalu
sedikit. Hal ini sejalan dengan penelitian Heni (2008), memang tidak ada
hubungan yang bermakna antara keadaan status gizi balita dengan kejadian diare.
Dan begitu pula hasil penelitian Amri (2009) yang menyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan antara kejadian diare dengan keadaan status gizi balita.
Meskipun berdasarkan teori kejadian diare sangat erat hubungannya dengan
status gizi seseorang. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup
liv
43
kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan
gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti
kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun.
Oleh karena itu, setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi
yang ringan merupakan pertanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh
terhadap penyakit infeksi. (Supariasa IDN dkk, 2002)
Pada anak dengan malnutrisi serangan diare terjadi lebih sering dan lebih
lama. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan semakin berat diare
yang dideritanya. Diduga bahwa mukosa usus yang kurang gizi terutama sangat
peka terhadap infeksi. Dan dalam penelitian ini memang didapatkan balita yang
berstatus gizi buruk presentasinya paling besar yang sering menderita diare dan
menunjukkan bahwa balita yang berstatus gizi buruk paling rentan terjadinya
diare. (Suharyono, 2008)
4.4. Faktor Yang Mempengaruhi Penelitian
Dalam penelitian ini hal-hal yang mempengaruhi penelitian yaitu alat
instrumen yang digunakan dalam penelitian. Instrumen ini yaitu alat penimbangan
dacin, pita meteran dan angket atau kuesioner. Timbangan dacin sebelumnya
harus ditera terlebih dahulu dan untuk pengukuran tinggi badan seharusnya
dengan menggunakan meteran kayu agar mendapatkan hasil pengukuran yang
lebih akurat. Sedangkan isi kuesioner dapat dimengerti dan diterima dengan mudah
oleh responden. Faktor yang lain yang mempengaruhi yaitu kejujuran dan tingkat
objektifan ibu sebagai responden. Selain itu, besarnya sampel juga sangat
mempengaruhi hasil penelitian ini.
lv
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Balita yang dijadikan sampel pada penelitian ini paling banyak berusia
12-24 bulan sebanyak 46 balita (47,9%) dan yang paling sedikit adalah
pada usia 37-48 bulan sebanyak 10 balita (10,4%).
2. Balita yang dijadikan sampel paling banyak perempuan sebanyak 52
balita (54,2%), sedangkan laki-laki 44 balita (45,8%).
3. Status gizi balita terdiri dari status gizi buruk yaitu sebanyak 4 balita
(4,2 %), status gizi kurang sebanyak 5 balita (5,2 %), status gizi baik
sebanyak 79 balita (82,3%) dan status gizi lebih sebanyak 8 balita (8,3
%). Status gizi balita paling banyak terdapat pada status gizi baik
sebanyak 79 balita (82,3%).
4. Frekuensi diare dalam 1 tahun terakhir yang tidak pernah sebanyak 41
balita (42,7%), jarang sebanyak 42 balita (43,8%) dan sering sebanyak
13 balita (13,5%).
5. Berdasarkan tabel hasil tabulasi silang antara status gizi dengan
frekuensi kejadian diare pada balita di atas menunjukkan bahwa balita
yang bergizi buruk yang sering mengalami diare dalam 1 tahun
terakhir sebanyak 2 dari 4 balita dan balita yang bergizi baik yang
sering menderita diare hanya 8 dari 79 balita (10,1%).
6. Tidak terdapat hubungan antara keadaan status gizi dengan frekuensi
kejadian diare pada balita di kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat
Timur dengan p-value 0,191 (p > 0,05).
lvi
44
6
45
5.2 Saran
 Bagi instansi terkait
Hendaknya
pendidikan
kesehatan
melakukan
penyuluhan
kepada
masyarakat agar mengenali penyakit diare dan bahayanya. Dan melakukan
pemantauan status gizi (PSG) pada balita agar mengurangi jumlah balita
yang berstatus gizi kurang dan buruk.
 Bagi masyarakat
Diharapkan lebih meningkatkan pemantauan terhadap status gizi anak
karena anak yang memiliki status gizi kurang atau buruk cenderung mudah
terkena penyakit infeksi khususnya diare.
 Bagi peneliti lain
Pada penelitian selanjutnya, diharapkan peneliti dapat menambah jumlah
sampel agar mendapatkan hasil yang lebih baik.
lvii
46
DAFTAR PUSTAKA
Amri M. Hubungan Antara Kejadian Diare dengan Status Gizi Anak
Balita Di Kelurahan Bekonang Kecamatan Mojolaban Kabupaten
Sukoharjo. Tugas Akhir Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2009
Arifin Z. Hubungan Faktor Lingkungan, Umur, dan Pelayanan Kesehatan
dengan Insiden Diare di Kabupaten Majalengka Tahun 1999-2000. Skripsi
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.
2001
Asnil P, dkk. Gastroenteritis Akut dalam; Suharyono, Boediarso Aswita,
Halimun (editors). Gastroenterologi Anak Praktis. Balai Penerbit FKUI
:Jakarta. 2003
Behrman RE, dkk. Nelson Textbook of Pedriatics 17th Edition. Saunder:
Philadelphia. 2003
Depkes RI. Buku Pedoman Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit
Diare. Ditjen PPM & PLP: Jakarta. 2000
Depkes RI. Petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi (PSG) Anak Balita.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat : Jakarta. 2003
Depkes RI. Tatalaksana Penderita Diare. 2006.
Dina A dan Maria P. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Puspa Swara:
Jakarta. 2003
lviii
47
Fatmasari H. Hubungan Beberapa Faktor Resiko dengan Kejadian Diare
pada Anak Balita di Puskesmas Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes.
Tugas Akhir Thesis. Universitas Muhammadiyah Semarang. 2008
Habsyah S. Diare Penyebab Kematian 4 Juta Balita Per Tahun. 2004
http://www.waspada.co.id/serba-serbi/kesehatan/artikel.,php?artikelid=
61175-35k
Himawan AW. Hubungan Antara Karakteristik Ibu dengan Status Gizi
Balita di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Semarang. Skripsi
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.
2006
Irianto A. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Kanisius: Yogyakarta. 2003
Widaya IW. Diare. 2007
Kurniawan A. Belajar Mudah SPSS. Mediakom: Yogyakarta. 2009
Madanijah S. Pendidikan Gizi dalam Pengadaan Pangan dan Gizi. Penebar
Swadaya: Jakarta. 2004
Mansyur A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media Aresculapius:
Jakarta. 2000
Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Balai Penerbit
FKUI: Jakarta. 2002
Meadow R dan Newell S. Lecture Notes Pediatrika. Edisi 7. Erlangga:
Jakarta. 2005
lix
48
Nasronudin. Diare dan Perut kembung dalam : Nasronudin, Hadi,
Vitamata, Bramantono, E.A.T., Suharto, soewandojo, E., Eds. Penyakit
Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang. Airlangga University
Press: Surabaya. 2007
Ngastia. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. EGC: Jakarta. 2005
Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.
2005
Pickering LK, dkk. Infections of the Gastrointestinal Tract, 2nd ed. New
York: Raven Press. 2004
Sjahmiem M. Ilmu Gizi 1 Pengetahuan dasar Ilmu Gizi. Papas Sinar
Sinanti: Jakarta. 2002
Sjahmiem M. Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk. Papas Sinar
Sinanti: Jakarta. 2003
Soekirman. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Departemen Pendidikan Nasional:
Jakarta. 2000
Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta. 1998
Suhardjo. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara: Jakarta. 2003
Suharyono. Diare Akut; Klinik dan Laboratorik. Cetakan 2. Rineka Cipta:
Jakarta. 2008
Supariasa IDN, dkk. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC:
Jakarta. 2002
lx
49
WHO. Integrated Management of Childhood Illness - IMCI Handbook.
2005
WHO. Diarrhoea. 2009
Yayuk FB, dkk. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya: Jakarta.
2005
lxi
50
Lampiran 1
Informed concent
FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Program Studi Pendidikan Dokter
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
SURAT PERSETUJUAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : …………………………
Umur : ………………………… tahun
Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari
penelitian tersebut di bawah ini yang berjudul :
Hubungan Status Gizi Dengan Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Di
Kelurahan Pisangan Bulan Agustus 2010
dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas dengan catatan
bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan
persetujuan ini serta berhak untuk mengundurkan diri.
Jakarta, ___ Agustus 2010
Mengetahui
Yang menyetujui
Penanggung jawab penelitian
(
Peserta
)
(
lxii
)
51
Lampiran 2
Kuesioner penelitian
PETUNJUK PENGISIAN ANGKET :
1. Isilah identitas Ibu dan anak balita ibu.
2. Bacalah masing-masing pertanyaan dengan teliti
3. Saya mohon pertanyaan diisi dengan benar
Nama Responden : ………………………………
Tanggal Wawancara : ……………………………
Alamat Responden :……………………………...
Identitas Anak Balita
1. Nama Anak Balita : ……………………………
2. Tgl lahir : ……………….
3. Umur : …………. Bulan
4. Jenis Kelamin : a. Laki-laki
b. Perempuan
5. Berat Badan : ……….. Kg
6. Tinggi Badan :…………. cm

Berapa sering anak balita ibu menderita diare dalam 1 tahun terakhir?
a. Tidak pernah
b. 1-2 kali
c. > 2 kali
lxiii
52
Lampiran 3
Output SPSS
Deskripsi usia sampel penelitian
usia (bulan)
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
12-24
46
47.9
47.9
47.9
25-36
23
24.0
24.0
71.9
37-48
10
10.4
10.4
82.3
49-60
17
17.7
17.7
100.0
Total
96
100.0
100.0
Deskripsi jenis kelamin sampel penelitian
jenis kelamin
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
perempuan
52
54.2
54.2
54.2
laki-laki
44
45.8
45.8
100.0
Total
96
100.0
100.0
Deskripsi status gizi balita
BBTB
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
gizi buruk
4
4.2
4.2
4.2
gizi kurang
5
5.2
5.2
9.4
gizi baik
79
82.3
82.3
91.7
gizi lebih
8
8.3
8.3
100.0
96
100.0
100.0
Total
lxiv
53
Lanjutan
Deskripsi kejadian diare balita
Frekdiare
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak pernah
41
42.7
42.7
42.7
Jarang
42
43.8
43.8
86.5
Sering
13
13.5
13.5
100.0
Total
96
100.0
100.0
Tabulasi silang keadaan status gizi dengan frekuensi kejadian diare
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
BBTB * frekdiare
Missing
Percent
96
N
100.0%
Total
Percent
0
N
.0%
Percent
96
100.0%
BBTB * frekdiare Crosstabulation
frekdiare
tidak pernah
BBTB
gizi buruk
Count
% within BBTB
gizi kurang
Count
% within BBTB
gizi baik
Count
% within BBTB
gizi lebih
Count
% within BBTB
Total
Count
% within BBTB
lxv
jarang
sering
Total
1
1
2
4
25.0%
25.0%
50.0%
100.0%
1
2
2
5
20.0%
40.0%
40.0%
100.0%
35
36
8
79
44.3%
45.6%
10.1%
100.0%
4
3
1
8
50.0%
37.5%
12.5%
100.0%
41
42
13
96
42.7%
43.8%
13.5%
100.0%
54
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
6
.191
Likelihood Ratio
6.519
6
.368
Linear-by-Linear Association
4.012
1
.045
Pearson Chi-Square
8.711
N of Valid Cases
96
a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .54.
lxvi
Download