BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Media sosial

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media sosial atau lebih popular disingkat dengan sosmed (social media) kini
telah menjadi cerminan kehidupan kaum urban. Seperti suatu hal yang harus dimiliki
oleh tiap orang terutama anak muda. Media sosial memiliki banyak sekali keunggulan
dan manfaatnya, terutama yang berbasis jejaring sosial seperti Facebook, Twitter,
Linkedln, Instagram, Path, dan sejenisnya mereka dapat menyambungkan teman atau
kerabat yang terpisah jarak dan waktu menjadi dekat kembali.
Andreas Kaplan dan Michael Haenlein (2010) mendefinisikan media sosial
sebagai “sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar
ideologi dan teknologi Web 2.0 , dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran
user-generated content”. Teknologi web 2.0 merupakan jaringan internet yang
memungkinkan penggunanya terlibat di dalam jaringan tersebut. Sehingga terjadi
interaksi sosial di dalamnya karena melibatkan dua orang atau lebih yang terhubung
dalam satu jaringan. Media sosial memiliki beragam bentuk diantaranya seperti
jejaring sosial, webblog, blog sosial, wiki, forum internet, microblogging, foto atau
gambar, video, peringkat dan bookmark sosial.
Media sosial merupakan salah satu bentuk dari media baru sebagai wujud
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat. Media baru
sendiri memiliki pengertian yaitu teknologi berbasis komputer yang tidak hanya
berfungsi untuk memberikan informasi tetapi juga berfungsi untuk saling tukar
1
informasi, seperti komputer, internet, terminal video tex, kabel digital dan sebagainya
(West, Richard and Turner, Lyna. 2008: 41). Di dalam media sosial terjadi pertemuan
oleh banyak orang sebagai pengguna media tersebut namun bukan dalam wujud nyata
secara fisik tetapi dalam bentuk pertukaran informasi sehingga meskipun para
pengguna tidak dapat bertemu secara langsung, dapat dikatakan media sosial
merupakan bentuk dari interaksi sosial antar penggunanya.
Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah pengguna media sosial
terbanyak di dunia. Dalam penggunaan situs jejaring sosial populer seperti Facebook
dan Twitter saja Indonesia menempati peringkat 4 dan 5 terbanyak di dunia. Bahkan
untuk situs jejaring sosial Path Indonesia menempati peringkat pertama. Berdasarkan
data dari lembaga survey Nielsen pada tahun 2014 indonesia diperkirakan memiliki
jumlah pengguna internet mencapai 71 juta users dari jumlah itu, 41 juta diantaranya
mengakses lewat smartphone serta 70 juta diantaranya mengakses sosial media
seperti Facebook, Twitter, Path, Instagram, Linkedln, Google +, untuk menyebut
beberapa yang sangat popular (sosmedtoday,2015). Banyaknya jumlah pengguna
media sosial tersebut menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar yang menggiurkan
terutama bagi industri multinasional. Lewat media sosial perusahaan besar mampu
memasarkan produknya dengan mudah dan sangat cepat. Selain itu biayanya juga
relatif tidak semahal seperti media-media konvensional seperti televisi, radio, media
cetak dan sebagainya.
Mudahnya melakukan pemasaran di media sosial tidak hanya dimanfaatkan
oleh perusahan-perusahaan saja, namun juga dimanfaatkan oleh pengguna media
2
sosial itu sendiri. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memberikan
kemudahan untuk berpromosi atau berjual beli lebih luas dari oleh dan untuk siapa
saja. Dengan adanya media sosial baik penjual maupun pembeli semakin dimudahkan
dan dimanjakan untuk menjual dan mendapatkan barang yang mereka inginkan.
Mudahnya membeli barang di media sosial internet bahkan membuat seseorang malas
untuk sekedar ke pasar, toko atau mall untuk membeli barang yang mereka inginkan.
Maka sudah tidak mengherankan lagi jika ada seorang ibu rumah tangga ataupun
anak muda yang bisa memiliki penghasilan 10 juta atau lebih dalam sebulan hanya
melalui berjualan di media sosial internet.
Berjualan atau promosi di media sosial internet juga dimanfaatkan oleh
wirausaha muda di Yogyakarta. Yogyakarta merupakan kota yang memiliki banyak
identitas, dari kota pariwisata, kota budaya dan kesenian, hingga kota pelajar.
Banyaknya identitas yang melekat pada kota ini menjadikan kota ini cukup padat oleh
pendatang baik untuk berwisata, belajar ataupun bekerja. Padatnya penduduk dan
antusiasme yang besar terhadap hal baru menjadikan lahan bisnis di kota ini tumbuh
subur. Berbagai jenis usaha berdiri di sini baik yang berskala besar, menengah dan
masih kecil-kecilan. Mulai dari kuliner, fashion, computer & gadget, advertising,
entertainment dan sebagainya. Dari sekian banyak usaha yang menjamur di kota ini
banyak diantaranya yang pelakunya masih berusia muda. Pemuda sangat peka
terhadap perkembangan jaman, wirausaha muda dinilai lebih unggul dalam melihat
perkembangan pasar modern yang rata-rata memiliki target kaum muda seperti
dirinya.
3
Suatu usaha membutuhkan promosi produk untuk meningkatkan dan
mengembangkan usaha mereka. Promosi dalam ilmu ekonomi merupakan bagian dari
pemasaran, yakni komunikasi dalam pemasaran, sedangkan pemasaran merupakan
salah satu tindakan ekonomi yang wajib dilakukan oleh para produsen atau
distributor. Pemasaran merupakan salah satu aspek penting dalam kegiatan ekonomi.
Menurut Kotler (2006);
“ Marketing is an organizational function and set of process for creating,
communicating and delivering value to customers and for managing customer
relationships in ways that benefit the organization and its stake holders “
(Kotler & Keller, 2006).
Dari definisi tersebut marketing atau pemasaran merupakan penyampaian
nilai (produk atau perusahaan) yang diberikan kepada konsumen dan pengelolaan
hubungan konsumen yang baik. Perusahaan yang dapat mengelola konsumennya
dengan baik tentu akan mendapat timbal balik berupa benefits bagi perusahaan.
Perusahaan masa kini semakin menyadari kian pentingnya pendekatan terhadap
konsumen terlebih dengan kemajuan teknologi yang semakin memudahkan
menjangkau
konsumen.
Perusahaan
yang
baik
tentunya
perusahaan
yang
mendengarkan kebutuhan dan keinginan konsumen dengan begitu perusahaan akan
dapat memenuhinya.
Pengusaha sebagai aktor ekonomi memiliki pilihan rasional dalam
menentukan strategi pemasaran produknya. Pemasaran dapat dilakukan dengan
berbagai cara, mulai dari mulut ke mulut, advertising melalui media konvensional,
mengikuti event dan pameran, dan cara terbaru adalah internet marketing sebagai
4
media baru yang memiliki jangkauan tak terbatas. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya Indonesia merupakan salah satu pengguna internet terbanyak di dunia.
Pasar dari pengguna internet inilah yang menjadi target pelaku usaha untuk mencari
pelanggan baru. Media sosial sebagai bentuk interaksi sosial di dalam internet
merupakan pasar potensial bagi pelaku pasar untuk mendapatkan konsumen. Pelaku
pasar menjadi terhubung langsung dengan pasar mereka. Melalui media sosial penjual
dan pembeli dapat berinteraksi langsung yang kemudian dapat terjadi transaksi jual
beli antar mereka.
Penjual di media sosial biasanya memiliki lapak atau toko online (online
shop) dengan menggunakan akun media sosial miliknya atau membuat akun khusus
untuk mempromosikan produk-produk miliknya. Di dalam “tokonya” ia memajang
berbagai foto produk-produk miliknya disertai keterangan produk tersebut sehingga
pengunjung dapat mengetahui informasi produk yang ditawarkan. Toko yang
memiliki konten bagus dan menjanjikan akan menarik banyak pengunjung yang
kemudian membeli produk yang ditawarkan. Setelah memiliki tempat berjualan,
penjual dituntut aktif mencari pelanggan, tidak jarang pelaku pasar mengamati
aktivitas calon pelanggan di media sosial untuk kemudian menjadikannya target pasar
mereka. Strategi yang dilakukan oleh para pelaku pasar di media sosial untuk
mendapatkan pelanggan bermacam-macam salah satunya menyediakan promo-promo
yang menarik bagi pelanggan seperti diskon potongan harga ataupun kuis-kuis
berhadiahkan produk mereka.
5
Dunia wirausaha dituntut aktif mengikuti perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi yang begitu pesat. Teknologi menjadikan segala hal tampak mudah
dan terjangkau. Namun di sisi lain perkembangan teknologi juga diikuti perubahanperubahan di segala aspek dalam masyarakat. Dalam ekonomi, perkembangan
teknologi mempengaruhi pola produksi, distribusi dan konsumsi pada masyarakat.
Hal tersebut mempengaruhi strategi survive pelaku usaha dalam ketatnya persaingan
pasar modern dan derasnya arus globalisasi. Dalam media sosial, wirausaha muda
sebagai salah satu pengguna media sosial melihat peluang pasar yang besar di media
baru ini. Besarnya jumlah pengguna serta interaksi sosial di dalamnya, memberikan
celah untuk para pelaku usaha memanfaatkannya.
Wirausaha muda di Yogyakarta dalam hal ini memiliki respon atau tindakan
yang berbeda-beda terhadap pemilihan pemasaran di media sosial sebagai salah satu
strategi survive di era pasar modern. Lewat penelitian ini peneliti ingin mengetahui
proses terbentuknya pemasaran di media sosial yang dilakukan oleh wirausaha muda
yang merupakan salah satu pengguna media sosial tersebut serta proses pemilihan
media sosial yang mereka lalui hingga menetapkannya sebagai sarana pemasaran
usahanya.
B. Rumusan Masalah
Pertanyaan Umum :
•
Bagaimana terjadinya pemasaran di media sosial yang melibatkan wirausaha
muda di dalamnya?
6
Pertanyaan Khusus :
1. Aspek-aspek apa saja yang mempengaruhi anak muda dan wirausaha muda
dalam menggunakan media sosial?
2. Bagaimana wirausaha muda memilih media sosial sebagai sarana pemasaran?
3. Bagaimana wirausaha muda memanfaatkan jaringan media sosial sebagai
jaringan pemasaran?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui proses terbentuknya pemasaran di media sosial yang melibatkan
wirausaha muda
2. Mengetahui proses pemilihan media sosial sebagai sarana pemasaran yang
dilakukan oleh wirausaha muda sebagai anak muda dan pengguna media
sosial itu sendiri.
D. Manfaat Penelitian
1. Pemasaran dalam media baru menjadi fokus penelitian ini dengan subjek
wirausaha muda. Melalui penelitian ini diharapkan sedikit banyak
memberikan kontribusi bagi perkembangan dunia wirausaha kepemudaan di
tanah air.
2. Media baru merupakan bentuk dari perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang pesat. Media tersebut sarat akan globalisasi yang berarti
pengguna media baru dapat menerima segala informasi yang sangat luas baik
positif maupun negatif dari segala penjuru. Penelitian ini diharapkan dapat
7
mendorong pengguna media baru yakni media sosial untuk tujuan yang positif
dan menghasilkan.
E. Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian di bawah ini memiliki tema dan masalah penelitian yang
serupa, yakni anak muda, media baru dan masyarakat jaringan informasi sehingga
menjadi salah satu acuan bagi peneliti dalam melakukan penelitian, adalah sebagai
berikut;
a. Penelitian skripsi tahun 2013 oleh Khalida Noor dari Jurusan Sosiologi UGM,
dengan judul “Anak Muda dan Belanja Online (Studi tentang Perilaku
Collective Group Buying di Mbakdiskon.com pada kalangan anak muda
Yogyakarta)”. Collective group buying adalah cara pembelian suatu barang
atau jasa secara online yang melibatkan partisipasi kolektif seseorang dalam
mempengaruhi tindakan orang lain melalui media baru untuk mencapai
kesepakatan membeli secara berkelompok. Konsep ini diterapkan oleh
mbakdiskon.com yang dikelola oleh sekelompok anak muda mampu
menembus batas-batas digital dalam mengasosiasikan perubahan. Namun
disisi lain mendorong anak muda masuk ke dalam dimensi konsumsi dan
berdampak pada ekses negatif arus globalisasi, seperti konsumerisme dan
hedonisme.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Pertama, faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku belanja online secara collective group
buying pada kalangan anak muda Yogyakarta adalah kemampuan finansial,
8
selera, eksistensi diri, kelompok teman sebaya dan iklan. Kedua, collective
group buying sebagai bentuk perilaku konformis anak muda dalam
mengkonsumsi voucher diskon shopping online melalui metode word of
mouth baik secara langsung maupun jejaring sosial, yang akan menimbulkan
budaya latah pada kalangan anak muda Yogyakarta. Ketiga, Pola relasi anak
muda yang terjalin di dunia nyata (offline) dan maya (online) sebagai
pendukung terwujudnya collective group buying.
b. Penelitian skripsi tahun 2013 oleh Dwitiya Drajati Kusumawijareni dari
jurusan Sosiologi UGM, dengan judul “Jejaring Informasi Garage Sale di
Kalangan Kaum Muda Yogyakarta”. Garage Sale merupakan salah satu
bisnis fashion yang sedang tren di kalangan anak muda Yogyakarta saat ini.
Garage Sale telah menjadi alternatif dan kegemaran berbelanja dari kalangan
anak muda Yogyakarta. Informasi tentang event dan produk garage sale
dilakukan secara optimal melalui berbagai media, sehingga informasi tentang
garage sale dapat dengan mudah dan cepat didapatkan publik. Garage sale
yang awalnya hanya di garasi rumah dapat diatur dan dapat berkembang
menjadi bisnis garage sale yang diadakan di kafe dan gedung-gedung besar di
Yogyakarta. Garage sale telah terorganisasi dengan baik, sehingga setiap
acara garage sale, baik yang ada di kafe, garasi di rumah atau di gedung besar
selalu ramai pengunjung dan produknya juga laris terjual. Garage sale
berkembang di kalangan anak muda Yogyakarta yang tidak lepas dari jaringan
informasi yang di dalamnya dapat menginformasikan dan menarik minat anak
9
muda di setiap event Garage Sale. Pelaku usaha Garage Sale sebagai subjek
dalam penelitian ini berhasil membangun jaringan informasi untuk
mengembangkan bisnisnya.
Dalam mengembangkan bisnisnya, pengusaha membangun jaringan
informasi yang terdiri dari teman-teman yang hanya diberikan informasi
tentang Garage sale (jaringan konsumen) dan teman-teman yang adalah mitra
bisnis, seperti komunitas, pemasok barang, perusahaan dan Event Organizer
(jaringan konsumen). Mereka adalah orang-orang yang menggunakan media
sebagai saran penjualan. Informasi garage sale dapat diterima dan mudah
diakses karena budaya khas anak muda, seperti nongkrong, belanja dan
penggunaan teknologi berbasis internet yang digunakan oleh perusahaan dan
jaringan mereka. Media online dan offline adalah media yang paling sering
digunakan oleh bisnis dan jaringan mereka sebagai sarana atau alat dalam
menyebarluaskan informasi garage sale.
Membeli barang-barang bekas yang awalnya dianggap tabu, kini menjadi
ruang publik yang merupakan kegiatan populer, terutama bagi anak muda.
Adanya jaringan yang ada antara satu sama lain membuat orang mudah untuk
mendapatkan informasi yang diinginkan, sehingga informasi tentang event
dan produk garage sale dapat diperoleh dan diakses dengan mudah. Penelitian
ini mengungkapkan fakta bahwa informasi jaringan sangat mempengaruhi
bisnis
garage
sale
dan
pengembangan
jaringan
informasi
mampu
menggerakkan minat anak muda untuk mengkonsumsi produk garage sale.
10
c. Penelitian skripsi tahun 2015 oleh Dewi Intan Kurniasiwi dari jurusan
Sosiologi UGM, dengan judul “Perempuan dan Perilaku Konsumtif (Studi
Media Baru Mengenai Perilaku Konsumtif Kaum Muda Perempuan
Pengguna Smartphone dalam Pembelian Kosmetik Secara Online)”.
Perkembangan
internet
sangat
berpengaruh
terhadap
perkembangan
telekomunikasi dunia didukung oleh munculnya smartphone yang semakin
memudahkan usernya dalam penggunaan internet. Media baru dalam hal ini
smartphone sangat erat hubungannya dengan kaum muda. Terjadi adanya
perubahan gaya hidup pada kalangan kaum muda. Kaum muda yang selalu
mengikuti trend menjadikan mereka salah satu target pasar yang dominan
dalam penjualan produk kosmetik secara online di Indonesia.
Kaum muda perempuan yang menggunakan smartphone sangat mudah
sekali untuk terhubung dengan teman-temannya di berbagai media sosial yang
mereka miliki. Media-media sosial yang digunakan oleh kaum muda tersebut
sangat berpotensi dibanjiri oleh iklan dan promosi dari toko online salah
satunya iklan produk kosmetik yang dijual online. Lantas bagaimana
penggunaan smartphone dalam penjualan kosmetik online terhadap perilaku
konsumtif yang dilakukan oleh kaum muda.
Hasil dari penelitian ini mampu menggambarkan bagaimana
penggunaan smartphone dalam penjualan kosmetik secara online dapat
meningkatkan konsumsi kaum muda dalam berbelanja. Peningkatan ini
berdasarkan intensitas belanja, jumlah barang serta variasi produk yang dibeli.
11
Simbol dan citra cantik mampu dimanipulasi oleh masyarakat konsumsi
bahwa wanita cantik adalah wanita yang berkulit putih, wajah bersih dan
langsing. Masyarakat konsumsi lebih banyak mengajak wanita agar
membiasakan diri menyenangkan diri sendiri dan untuk kepuasan diri serta
perhatian pada dirinya sediri.
Dampak penggunaan smartphone dalam penjualan kosmetik online
menjadikan kaum muda semakin konsumtif dalam pembelian kosmetik secara
online. Pada saat ini tidak dibutuhkan tatap muka antara penjual dan pembeli
saat melakukan transaksi jual beli. Meski demikian, jual beli online masih
memiliki banyak kekurangan. Rentan pada penipuan dan kelemahan lain
seperti kondisi barang yang tidak dapat dilihat langsung oleh pembeli
menjadikan pembeli terkadang kecewa terhadap barang yang mereka pesan.
F. Kerangka teori
1. Teori Media Baru
Media merupakan alat perantara untuk menyalurkan informasi dari sumber ke
penerimanya. Dalam perkembangannya media dibagi menjadi dua macam yaitu
media lama dan media baru. Pada mulanya media lama yang sering disebut media
massa seperti radio, televisi dan surat kabar sebagai media yang muncul lebih dulu
berfungsi untuk memberikan atau menyebarkan informasi dari sumber (institusi) ke
publik atau khalayak luas. Perkembangan teknologi digital telah memungkinkan
media menjalin pertukaran informasi. Publik atau pengguna tidak hanya menerima
informasi tapi juga dapat memberi, membalas dan menyebarkan informasi, inilah
12
yang disebut media baru. Media baru merupakan teknologi berbasis komputer yang
tidak hanya berfungsi untuk memberikan informasi tetapi juga berfungsi untuk saling
tukar informasi, seperti komputer, internet, terminal video tex, kabel digital dan
sebagainya (West, Richard and Turner, Lyna. 2008: 41).
Global village adalah konsep mengenai perkembangan teknologi komunikasi
di mana dunia dianalogikan menjadi sebuah desa yang sangat besar. Marshall
McLuhan memperkenalkan konsep ini pada awal tahun 60-an dalam bukunya yang
berjudul Understanding Media: Extension of A Man. Konsep ini berangkat dari
pemikiran McLuhan bahwa suatu saat nanti informasi akan sangat terbuka dan dapat
diakses oleh semua orang. Pada masa ini, mungkin pemikiran ini tidak terlalu aneh
atau luar biasa, tapi pada tahun 60-an ketika saluran TV masih terbatas jangkauannya,
internet belum ada, dan radio masih terbatas antar daerah, pemikiran McLuhan
dianggap aneh dan radikal.
Desa Global menjelaskan bahwa tidak ada lagi batas waktu dan tempat yang
jelas. Informasi dapat berpindah dari satu tempat ke belahan dunia lain dalam waktu
yang sangat singkat, menggunakan teknologi internet. McLuhan meramalkan pada
saatnya nanti, manusia akan sangat tergantung pada teknologi, terutama teknologi
komunikasi dan informasi. McLuhan memperkirakan apa yang kemudian terjadi pada
masa sekarang, di abada ke-20 seperti saat ini.
McLuhan memperkirakan pada masa digital dan serba komputer tersebut,
persepsi masyarakat akan mengarah kepada perubahan cara serta pola komunikasi.
Bagaimana pada saat itu, masyarakat tidak akan menyadari bahwa mereka sedang
13
mengalami sebuah revolusi komunikasi, yang berefek pada komunikasi antarpribadi.
Di atas level komunikasi interpersonal yakni komunikasi antara dua-tiga orang, pada
masa desa global benar-benar terjadi trend komunikasi akan ke arah komunikasi
massa, yakni bersifat massal dan luas. Di mana pembicaraan akan suatu topik dapat
menjadi konsumsi dan masukan bagi masyarakat luas, kecuali, tentu saja, hal-hal
yang bersifat amat rahasia seperti rahasia perusahaan, rahasia negara, keamananketahanan. Semua orang berhak untuk ikut dalam pembicaraan umum, dan juga
berjak untuk mengkonsumsinya, tanpa terkecuali. (McLuhan, Marshall. 1968)
Teknologi telah melahirkan apa yang disebut dengan media baru, yang
merujuk pada sebuah perubahan dalam proses produksi, distribusi dan penggunaan
media. Marshall Mc Luhan (1990:7) memberikan penjelasan media baru dalam kata
kunci sebagai berikut. Pertama, Digitallity, seluruh proses produksi media diubah
dalam bentuk digital. Kedua, Interactivity, teknologi mampu memberi respon
terhadap penggunanya (interaktivitas manusia dengan mesin) dan interaktivitas antar
penggunanya. Ketiga, Highly Individuated, adanya desentralisasi proses produksi dan
distribusi pesan yang menumbuhkan keaktifan individu, contohnya pengguna
mengklik atau log in pada situs tertentu ketika ingin mengakses suatu informasi.
Media baru telah membawa manusia pada realitas virtual, yakni cara manusia
memvisualisasikan, memanipulasi dan berinteraksi dengan komputer dan data yang
sangat kompleks (Piliang, Yasraf Amir. 2009:158). Dalam realitas virtual ini seakanakan apa yang kita lihat dan rasakan adalah nyata serta kita dapat melakukan berbagai
aktivitas interaktif sehari-hari melalui media baru seperti berbisnis, rapat, berdiskusi,
14
hiburan, belanja, kuliah dan sebagainya. Cara virtual ini telah menawarkan tingkat
pengalaman, persepsi, perasaan dan emosi yang berbeda dengan dunia nyata dan pada
tingkat tertentu ia menghasilkan pengertian dan perasaan yang mendekati apa yang
diperoleh di dunia nyata akan tetapi pada tingkat yang lebih tinggi merupakan
pembesaran efek perasaan tersebut (Piliang, Yasraf Amir: 160). Contohnya
melakukan video call jarak jauh melalui media skype seakan apa yang kita rasakan
nyata. Namun senyatanya kita berada pada ruang dan waktu yang berbeda dengan
berhadapan didepan layar komputer. Pandangan yang dilihat dalam layar komputer
adalah pandangan yang dimediasi oleh teknologi yang dapat menghadirkan yang jauh
berada tepat dihadapan kita (Piliang, Yasraf Amir. 2008: 280).
Berdasarkan pemaparan di atas dapat menjelaskan bahwa teori media baru
merupakan sudut pandang dalam memahami proses interaktif antara manusia dengan
teknologi dan manusia dengan manusia. Media baru adalah teknologi yang berbasis
komputer (contohnya internet) yang membawa manusia pada era digitalisasi yang
serba instan, otomatis, praktis dan bersifat real time. Media baru juga telah membawa
manusia masuk ke dalam realitas virtual, yakni suatu keadaan yang diyakini bahwa
apa yang dilihat dan dirasakan nampak nyata. Sehingga secara harfiah mendorong
manusia melakukan aktivitas kesehariannya melalui media baru. Media baru telah
mempengaruhi kehidupan manusia masa kini. Semua orang dapat terhubung melalui
alat perantara yang disebut media baru, seperti smartphone dan komputer yang
terkoneksi jaringan internet. Media baru dapat dikatakan sebagai media konvergen,
15
karena sifatnya yang dinamis dan kontinyu dalam pendistribusian informasi
contohnya jejaring sosial seperti blog, facebook, twiiter dan lain sebagainya.
2. Masyarakat Jejaring
Peradaban manusia terus berkembang seiring perkembangan zaman dan
perkembangan Media, serta teknologi. Terkadang seperti radikal karena lompatan
teknologi yang demikian pesat. Ada empat tahapan dalam peradaban manusia;
1) Masyarakat Pre-Agraris: Masyarakat yang hidup dalam sebuah kelompok
kecil yang mata pencahariannya dengan berburu binatang dan Bercocok
tanam. Budaya mereka tergantung pada kata-kata untuk mengirimkan ide-ide
di
antara
mereka
sendiri
dan
antar
generasi.
Tokoh-tokoh
masyarakat, Dukun dan pendongeng menjadi penyebar informasi, bahkan
karya-karya mereka masih dikenal hingga saat ini dalam cerita rakyat, seperti
Odyssy, Homer Illiad, dan sebagainya.
2) Masyarakat Agraris: masyarakat yang mengandalkan sumber alam untuk
kehidupan.
Umumnya
mereka
dalam
bekerja
tidak
membutuhkan
keterampilan (skill). Secara teknologi, peralatan yang dipakai untuk berkerja
umumnya masih manual. Sektor produksi dalam masyarakat agraris seperti
bidang pertanian, pertambangan, perikanan, dan peternakan
3) Masyarakat Industri: Masyarakat industri dimulai di Inggris pada abad ke-18
yang ditandai oleh perubahan sangat cepat dalam teknologi dan pembuatan
barang-barang setelah diketemukan Mesin uap yang dampaknya telah
mengubah proses dan cara kerja manusia. Dalam masyarakat industri, modal
16
menjadi
kekuatan
utama.
Untuk
menunjang
pekerjaan,
dibutuhkan skill khusus, seperti ahli mesin dan lain-lain. Model produksi di
bidang ekonomi seperti Produksi, distribusi barang, konstruksi berat, dan
sebagainya.
4) Masyarakat Informasi: Dalam masyarakat informasi, sumber daya yang diolah
adalah Informasi, yakni berupa transmisi data dan komputer. Sumber daya
yang dibutuhkan dalam era ini adalah pengetahuan sehingga membutuhkan
sumber daya manusia yang berketerampilan tinggi, yakni kaum Profesional.
Masyarakat
informasi
membutuhkan
teknologi
menerapkan Ilmu pengetahuan dan Teknologi.
ekonomi
pada
era
ini
cerdas
dengan
Model produksi di bidang
seperti, Transportasi, Perdagangan,
Asuransi,
Realestate, Kesehatan, Pendidikan, Riset, Pemerintahan, dan lain sebagainya
(Straubhaar, J., LaRose, R. & Davenport R., 2011)
Masyarakat informasi juga sering diaggap sebagai penerus masyarakat
industri
atau
disebut
masyarakat
pascaindustri,
masyarakat
pengetahuan,
masyarakat Telematika, masyarakat jaringan. Penanda dari era ini adalah adanya
perubahan yang sangat cepat baik di bidang teknologi, informasi, ekonomi, budaya,
dan sebagainya.
Manuel Castells (1996,1997,1998)
dengan judul The Information Age:
Economy, Society, and Culture menyebut revolusi teknologi informasi memunculkan
masyarakat, kultur dan ekonomi baru, yang dimulai di Amerika pada 1970-an.
Revolusi ini mengakibatkan restrukturisasi fundamental terhadap sistem kapitalis dan
17
memunculkan apa yang disebut oleh Castells “kapitalisme informasional” yang juga
diikuti munculnya “masyarakat informasional”. Keduanya didasarkan pada
“informasionalisme”, dimana sumber utama produktivitas adalah kapasitas kualitatif
untuk mengoptimalkan kombinasi dan penggunaan faktor-faktor produksi berbasis
pengetahuan dan informasi.
Castells memberikan analisa apa yang dinamakan paradigma teknologi
informasi dengan lima karakteristik dasar. Pertama, teknologi bereaksi atas informasi.
Kedua, teknologi baru ini mempunyai efek pervasif, karena informasi adalah bagian
dari aktivitas manusia. Ketiga, semua sistem yang menggunakan teknologi informasi
didefinisikan oleh “logika jaringan” sehingga bisa mempengaruhi berbagai proses dan
organisasi. Keempat, teknologi informasi bersifat fleksibel sehingga mampu
beradaptasi dan berubah secara konstan. Kelima, teknologi spesifik yang
diasosiasikan
dengan
informasi
berpadu
dengan
sistem
yang
terintegrasi
(Castells,2010:70).
Dalam ekonomi baru, daya saing sebuah perusahaan bergantung pada
pengetahuan teknologi, akses informasi dan jaringan (Castells, 2005:50). Ekonomi
baru meliputi perubahan dunia kerja seiring perkembangan teknologi. Wirausaha
muda dalam hal ini dituntut memiliki manajemen pengetahuan teknologi informasi
dan jaringan yang baik agar mampu bersaing di dunia bisnis yang semakin ketat.
Media sosial merupakan salah satu alternatif bagi wirausaha muda agar mampu
bersaing dengan perusahaan lain bahkan perusahaan besar, karena media sosial
mampu memberikan pertukaran informasi antara penjual dan pembeli secara
18
langsung tanpa perantara pihak lain, dimana fungsi tersebut tidak dapat dilalui dengan
media lama atau tradisional. Aktivitas pemasaran seperti menawarkan dan
memperkenalkan produk, mencari pelanggan hingga pembayaran dapat dilakukan
melalui media sosial.
Manuel Castells (1976) menjelaskan masyarakat jejaring adalah sebuah
struktur sosial di masyarakat yang terbentuk oleh jaringan informasi berbasis
mikroelektronik dan teknologi komunikasi. Melalui struktur tersebut selanjutnya
Castells memahami pengaturan organisasi manusia dalam hubungannya dengan
pengamalan produksi, konsumsi dan kekuasaan diekspresikan dalam komunikasi
yang disandi melalui kebudayaan (Castells,1996:352). Bangkitnya masyarakat
jejaring, tidak bisa dimengerti tanpa adanya pengembangan dari teknologi informasi
baru dan usaha masyarakat, usaha masyarakat menggunakan teknologi untuk
membentuk jejaring yang kuat. Adanya teknologi yang semakin canggih dapat
membantu masyarakat untuk bertukar informasi dan membentuk kerjasama.
Dalam The Rise of Network Society, Castell menyebutkan bahwa media
beroperasi selain menyebar informasi juga menjadi salah satu media untuk dijadikan
bisnis oleh perusahaan-perusahaan tertentu untuk memasarkan produk mereka
melalui media. Castell mengakui bahwa informasi memainkan sebuah peran penting
dalam pengorganisasian aktivitas ekonomi masyarakat. Penerapan pengetahuan dan
informasi menghasilkan inovasi teknik yang kumulatif yang memberikan pengaruh
signifikan pada organisai sosial (Castells,1996:16-17).
19
Meskipun teknologi memiliki sejarah yang panjang, baru pada akhir abad ke
dua puluh mereka mengumpul dalam ledakan teknologi informasi yang transformatif.
Kemajuan dalam mikroprosesing dan pembuatan jaringan komputer, bersama dengan
perkembangan sistem telekomunikasi digital yang membangun sebuah rangkaian
rumit teknologi yang saling memperkuat dengan sebuah potensi bagi penerapan di
sistem kontrol industri dan bisnis (Castell,1996:351). Castells berpendapat bahwa
penerapan dari teknologi informasi ini membawa pada peningkatan produktivitas dan
efisiensi dan telah menghasilkan perubahan organisasional yang dramatis yang
memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk beroperasi pada skala besar. Jejaring
sosial yang terbentuk dalam media sosial memudahkan seseorang untuk melakukan
interaksi dengan siapapun, kapanpun dan dimanapun sehingga memiliki imbas pada
hampir seluruh aspek kehidupan manusia termasuk dalam sektor ekonomi. Pelaku
usaha dapat memanfaatkan jejaring sosial dalam media sosial untuk keperluan
bisnisnya. Sementara konsumen mendapat kemudahan dalam aktivitas berbelanja atas
fasilitas-fasilitas yang ditawarkan.
Teknologi informasi dan dinamika dalam masyarakat menciptakan sebuah
Masyarakat jejaring, masyarakat yang seluruh aspek kehidupannya melibatkan
teknologi informasi. Dalam hal ini media sosial telah menjalar dalam kehidupan
masyarakat sehingga sebagian besar aktivitas sosialnya tak dapat lepas dari media
sosial. Mereka dapat menghabiskan sekian waktunya untuk berbagi cerita, foto,
gambar, aktivitas sehari-hari, berita dan informasi-informasi lainnya kepada teman
atau kerabatnya melalui media sosial. Besarnya aktivitas dan intensitas masyarakat
20
jejaring dalam media sosial merupakan peluang bagi pelaku usaha untuk masuk ke
dalam “kehidupan sosial” mereka dan menawarkan produk atau usaha miliknya.
3. Pemuda sebagai Agensi Youth Culture
Pemuda bila digolongkan secara batas umur memiliki kategorisasi
yang
berbeda-beda di setiiap institusi. Menurut WHO yang digolongkan pemuda adalah
yang berumur antara 15 sampai dengan 24 tahun. Namun pendapat lain
menggolongkan 15 – 29 tahun (Eropa), dan 15 – 30 tahun (Asia). Sedangkan yang
diacu dalam penelitian ini adalah berdasar Undang-undang UU nomor 40 tahun 2009
adalah mereka yang berusia 16 sampai 30 tahun. Pemuda sebagai generasi penerus
merupakan tulang punggung bangsa, mereka mengemban tugas dan tanggung jawab
dari generasi sebelumnya. Dalam pertumbuhannya pemuda bergantung dengan
lingkungan sosialnya. Terdapat 4 unsur lingkungan yang memiliki fungsi sebagai
agen-agen sosialisasi dalam kehidupan anak muda, yaitu keluarga, sekolah, teman,
media massa (Mudjijono, 2003:25).
Budaya anak muda (youth culture) adalah budaya yang dinikmati untuk
bersenang-senang diantara teman sebaya, dengan menekankan pada penampilan dan
gaya, di kalangan remaja atau kaum muda perkotaan (Nur, Izumi Diana. 2003:10-11).
Menurut Dick Hebdige (1997)
budaya tersebut timbul lantaran perlawanan dari
norma budaya yang sudah ada di masyarakat (counter culture). Kebudayaan remaja
atau kaum muda adalah sebuah produk zaman yang akan selalu ada dalam setiap
periode waktu. Keberadaanya selalu ditandai oleh semangat perlawanan dan gejolak
kawula muda dalam menunjukan eksistensi mereka. Budaya anak muda erat
21
kaitannya dengan trend. Trend menurut New Oxford English Dictionary (2001),
adalah suatu arah yang umum dimana sesuatu berkembang atau berubah. Trend di
populerkan atau diperkenalkan oleh trendsetter, yaitu orang- orang yang tampil di
publik.
Media sosial sebagai bentuk perkembangan tekonologi informasi komunikasi
merupakan wadah bagi anak muda untuk melampiaskan ekspresi serta eksistensi
mereka. Beragam informasi hilir mudik dalam media baru ini, informasi yang sesuai
dengan kebutuhan hidup anak muda seperti pakaian, musik, bahasa pergaulan, dan
segala hal yang menyenangkan anak muda. Perangkat untuk mengakses media sosial
tersebut yakni computer, latop dan terutama smartphone juga tidak lepas menjadi
gaya hidup bagi anak muda yang melek teknologi dan dinamis. Kini mengakses
internet mejadi lebih mudah dengan semakin murahnya biaya internet yang
disediakan operator provider dan banyaknya layanan wi-fi di tempat-tempat umum
dan kafe-kafe.
Media massa merupakan salah satu agen sosial dalam diri pemuda sehingga
dapat menentukan karakternya kelak. Prensky (2001) memunculkan istilah digital
native, menurutnya digital native (pribumi digital) adalah orang yang lahir ke dunia
yang sudah sarat dengan tekonologi digital, sehingga sangat fasih menggunakan
teknologi tesebut. John Palfrey (2008) secara khusus mengkategorikan digital native
ialah mereka yang terlahir setelah tahun 1980 dimana teknologi digital jaringan
datang, mereka memiliki akses teknologi digital jaringan dan memiliki keterampilan
dan pengetahuan komputer yang baik. Para pribumi digital berbagi budaya global
22
bersama dan tidak terikat oleh umur tetapi dengan atribut dan pengalaman tertentu
yang terkait dengan bagaimana mereka berinteraksi dengan teknologi informasi,
informasi itu sendiri, satu sama lain, dengan orang lain dan institusi-institusi.
Palfrey (2008) berpendapat “para pribumi digital akan menggerakkan pasar
dan mengubah industri, pendidikan dan politik dunia. Perubahan yang mereka bawa
saat memasuki dunia kerja dapat berpengaruh sangat positif pada dunia kita hidup.
Pada umumnya revolusi digital telah membuat dunia ini ke tempat yang lebih baik.
Tetapi dengan syarat kita (generasi sebelumnya) menuntun mereka dengan benar”.
Permasalahannya adalah bagaimana kita mengatur mereka (pribumi digital)
menggunakannya : bagaimana mereka membentuk identitas mereka, melindungi
privasi mereka, dan menjaga diri tetap aman; bagaimana mereka membuat,
memahami dan membentuk informasi yang mendasari pengambilan keputusan yang
dihasilkan; dan bagaimana mereka belajar, berinovasi dan mengambil tanggung
jawab sebagai warga negara. Dalam hal ini, kita memiliki tugas untuk membatasi
kreativitas, ekspresi diri dan inovasi mereka dalam ruang publik dan pribadi, di satu
sisi kita merangkul hal-hal ini dan meminimalkan bahaya yang datang bersama era
baru (Palfrey, John, 2008:7).
Ekonomi baru yang muncul dalam masyarakat informasi menuntut pelaku
usaha untuk selalu mengetahui dan menguasai teknologi informasi agar tidak
tertinggal dengan pelaku usaha lain. Wirausaha muda sebagai salah satu anggota dari
kebudayaan anak muda dan merupakan digital native yang mengalami secara
langsung perkembangan teknologi informasi komunikasi mampu melihat media
23
sosial sebagai suatu peluang untuk mengembangkan dan memperluas usaha mereka.
Jaringan sosial yang begitu besar di dalamnya berikut fitur-fitur atau fasilitas yang
ada di dalamnya memudahkan pelaku usaha untuk mengenalkan usaha yang mereka
miliki kepada publik di media sosial.
G. Alur Konseptual
Gambar 1: alur konseptual penelitian
Sumber: analisis data primer
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Sebuah metode yang
disampaikan dalam bentuk
narasi deskriptif untuk mennggambarkan dan
menjelaskan secara detail fenomena atau kasus yang akan diteliti. Menurut Taylor
dan Bogdan (1984:5), penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan
24
data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat
diamati dari orang-orang yang diteliti. Metode ini umumnya digunakan untuk
meneliti permasalahan sosial yang tidak dapat dijelaskan secara makro.
Penelitian
deskriptif digunakan
berdasarkan
tujuan
penelitian
yakni
mengetahui terbentuknya pemasaran di media sosial yang dilakukan oleh wirausaha
muda. Metode ini akan mendeskripsikan bagaimana wirausaha muda sebagai bagian
dari anak muda membentuk atau terlibat dalam pasar media sosial.
2. Lokasi Penelitian
Cakupan lokasi penelitian berada dalam lingkup kota Yogyakarta dan
sekitarnya, sebagai kota yang memiliki pertumbuhan bisnis yang pesat. Pertumbuhan
bisnis tersebut diikuti pula oleh pertambahan jumlah wirausaha di kota ini termasuk
para wirausaha muda.
3. Subjek Penelitian
Informan penelitian dalam penelitian ini adalah pengusaha berusia muda,
berdomisili di Yogyakarta dan memanfaatkan media sosial sebagai salah satu sarana
pemasarannya. Pemilihan informan berdasarkan purposive sampling dengan teknik
snowball (bola salju), peneliti meminta orang terdekat yang berstatus wirausaha muda
dan meminta saran kenalan-kenalannya yang juga berstatus wirausaha muda untuk
dijadikan informan penelitan ini. Dengan kriterianya sebagai berikut;
1. Memiliki usaha sendiri atau berkelompok. Merupakan pemilik usaha atau
memiliki kepemilikan atas perusahaan
25
2. Berusia antara 16 sampai 30 tahun sesuai dengan UU nomor 40 tahun
2009 tentang kepemudaan
3. Menggunakan media sosial sebagai salah satu sarana pemasarannya.
Media sosial yang dikriteriakan oleh peneliti adalah facebook, twitter dan
atau instagram sebagai media sosial yang terpopuler saat ini di Indonesia.
Sementara jika menggunakan dan aktif di media sosial lainnya termasuk
instant messanger yang dapat dikategorikan sebagai media baru dapat
dijadikan sebagai data penunjang.
Jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang wirausaha dengan
berbagai varian usaha. Jumlah tersebut dinilai peneliti telah cukup untuk
mendapatkan tujuan penelitian yakni, mengetahui proses terjadinya pemasaran di
media sosial yang dilakukan oleh wirausaha muda. Penelitian kualitatif menekankan
penelitian dengan pendekatan intensif, oleh karena itu jumlah 7 orang informan
tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan peneliti di lapangan untuk melakukan
pendekatan intensif namun juga efektif.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi dalam penelitian ini dengan mengamati aktivitas informan terpilih
baik aktivitas di kehidupan nyata maupun aktivitas di media online namun hanya
sebatas izin dari informan karena penelitian bersifat terbuka dan informan
mengetahui bahwa ia sebagai subjek penelitian.
26
b. Wawancara
Wawancara mendalam untuk memperoleh data yang lebih intensif dan
relevan. Wawancara dilakukan kepada informan yang telah terpilih melalui purposive
sampling teknik snowball dengan mendalam atau indepth interview dan terbuka. Data
yang diperoleh berupa kutipan langsung dari informan tentang pendapat, pengalaman,
perasaan dan pengetahuannya.
c. Dokumentasi
Dokumentasi juga digunakan peneliti untuk data tambahan dan pembuktian
dari aktivitas yang dilakukan subjek penelitian. Fitur capture atau screenshoot dari
handphone atau perangkat computer untuk mengambil gambar layar dari media sosial
serta kamera untuk memotret tempat usaha dan beberapa perisitwa yang relevan
menjadi alat untuk dokumentasi penelitian.
5. Analisis data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis data
deskriptif. Teknik analisis data ini menjelaska dan mendeskripsikan data-data dari
hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Penyajian data deskriptif digunakan
untuk menjelaskan respon, proses dan strategi wirausaha muda terhadap pemasaran di
media sosial yang kemudian dapat memberi gambaran bagaimana pemasaran di
media sosial oleh wirausaha muda tersebut terjadi.
Cresswell (1998) mengatakan bahwa dalam analisis data yang dikumpulkan
dari hasil wawancara harus direduksi (diseleksi, dirangkum, dan dipilih), kemudian
diinterpretasikan (ditafsirkan) dan hasil analisis laporan dibuat kedalam bentuk narasi
27
yang menjelaskan makna dari data. Tiga tahap yang dilakukan dalam proses analisis
data yaitu:
1) Reduksi Data
Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara yang diseleksi, dirangkum, dan
dipilih sesuai fokus penting dalam tujuan penelitian.
2) Penyajian Data
Data yang dikumpulkan kemudian ditampilkan dalam teks naratif , tabel, dan
lainnya sehingga mudah dipahami dan menunjukan validitas data.
3) Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan setelah data dikroscek dan diverifikasi ulang
untuk memerkuat validitas data yang kemudian dirangkum sebagai hasil
penelitian yang telah menjawab rumusan permasalahan.
28
Download