BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aceh yang memiliki banyak pengalaman sejarah telah menjadi perhatian pihak luar baik nasional maupun internasional. Fase demi fase konflik kekerasan menjadi sejarah yang tidak pernah surut di Aceh. Sejak zaman pra-kolonial yaitu abad ke-17 sampai terjadinya sebuah fenomena dimana masyarakat Aceh mengalami ketidak adilan politik, ekonomi serta penerapan DOM tahun 19891998 yang banyak menimbulkan korban sipil. Pada era orde baru, nyaris persoalan Aceh tidak pernah tersentuh oleh upaya penyelesaian konflik secara damai kecuali melalui pendekatan militer yang banyak memakan korban jiwa. Maka setelah masa orde baru berakhir, barulah pemerintah Indonesia berusaha menyelesaikan permasalahan ini dengan mulai dibuka dan melibatkan pihak ketiga yaitu melalui kesepakatan penghentian permusuhan (Cesseation of Hostilities Agreement ) atau CoHA1 Pada 9 Desember 2002 lalu di Jenewa swiss, serta dibentuk Komisi keamanan bersama (Joint Security Committee) atau JSC yang terdiri atas unsur TNI/POLRI. GAM dengan Hendry Dunant Centre (HDC) sebagai fasilitator yang salah satu alternatif penyelesaiannya adalah pemberian otonomi khusus dalam kerangka NKRI. Namun dalam penyelesaian konflik didalamnya hanya menimbulkan krisis sosial, budaya, dan politik yang serius bagi masyarakat Aceh serta berakhir dengan kegagalan. 1 Persetujuan RI-GAM di Tokyo Gagal Capai Kesepakatan: Operasi Pemulihan Keamanan di Mulai, Kompas, 19 Mei 2003 Universitas Sumatera Utara Pada akhir tahun 2004 tepatnya Tanggal 26 Desember Aceh dilanda musibah dalam skala besar yaitu bencana Tsunami yang menimpa bagian pesisir Aceh, termasuk ibu kota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang 802 persen infrastruktur hancur, akibat bencana ini. Penderitaan rakyat Aceh lengkap sudah dan perdamaian menjadi harapan besar bagi masyarakat Aceh. Bersamaan dengan keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Non Goverment Organization (NGO) baik lokal maupun asing dalam penyaluran bantuan pasca bencana baik proses rehabilitasi, serta rekonstruksi dalam berbagai kegiatan sosial lainnya, kata sepakat yang tertuang dalam Nota Kesepahaman ( Memorandum Of Understanding atau MoU ) antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, Pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia pun pada akhirnya disepakati. MoU ini memiliki beberapa butir kesepakatan yaitu diantaranya pasca MoU segera mungkin direalisasikan penyelenggaraan pemerintahan Aceh dengan menyusun Undang-Undang pemerintahan Aceh (UU PA), para pihak sangat yakin bahwa hanya dengan penyelesaian damai atas konflik tersebut yang akan memungkinkan pembangunan kembali Aceh Pasca tsunami dan dapat mencapai kemajuan dan keberhasilan. Bersamaan dengan hal tersebut ratusan3 NGO asing maupun lokal masuk dan tumbuh di Aceh bak jamur di musim hujan sebagai pendonor dalam membangun Aceh kembali, dengan kondisi tersebut menarik simpati dan empati masyarakat luar Aceh dan internasional untuk membantu meringankan beban masyarakat Aceh yang menjadi korban tsunami. Pada dasarnya kedatangan masyarakat diluar Aceh adalah untuk membantu korban tsunami dalam mengatasi berbagai penderitaan 2 3 www.modus.or.id tulisan Al-Mubarak.2006 http://www.acehinstitute.org. 2006 Universitas Sumatera Utara ssyang didera korban. Bantuan kemanusiaaan yang didatangkan dan diprioritaskan untuk mereka yang kehilangan tempat tinggal dan lahan usaha. Keberadaan berbagai NGO sebagai lembaga pendonor dalam menyalurkan bantuan diketahui bahwa tidak hanya memberikan bantuan dibidang sosial, tetapi lebih terfokus dalam bidang pembangunan infrastruktur, penguatan pemerintah dan penguatan masyarakat sipil ( civil society). Sepanjang penguatan lembagalembaga masyarakat tersebut diarahkan untuk membangun iklim demokrasi yang lebih sehat dan dinamis di Aceh, hal itu bahkan menjadi suatu hal yang positif. Untuk menjadi suatu sistem yang benar-benar menjamin terbentuknya wilayah yang memberi keadilan, kesejahteraan dan tercapainya konsolidasi demokrasi tidak terlepas dari kontribusi peran masyarakat sipil dan berbagai NGO yang berada di Aceh. Berkaitan dengan hal itu Larry Diamond4 mencirikan pencapaian program penguatan Civil society kedalam 5 tujuan yaitu : pertama, masyarakat sipil lebih memusatkan perhatiannya pada tujuan-tujuan publik, dan bukannya tujuan kelompok atau golongan. Kedua, masyarakat sipil dalam beberapa hal berhubungan dengan Negara, tetapi diarahkan untuk tidak berusaha merebut kekuasaan atas Negara atau mendapat posisi dalam Negara, posisinya tidak untuk usaha mengendalikan politik secara menyeluruh. Ketiga, masyarakat sipil mencakup pluralisme dan keberagaman artinya tidak sektarian atau memonopoli ruang fungsional. Keempat, masyarakat sipil tidak berusaha menampilkan seluruh kepentingan-kepentingan pribadi atau komunitas. Namun kelompok-kelompok yang berbeda akan menampilkan atau mencakup kepentingan berbeda pula. 4 Indra J piliang dalam seminar Masa Depan Aceh pasca MoU Helsinki dalam kerangka keutuhan NKRI. Di Universitas Indonesia, kamis 29 November 2007. Universitas Sumatera Utara Kelima, masyarakat sipil haruslah dibedakan dari fenomena civic community yang lebih jelas meningkatkan demokrasi.5 Aceh yang semenjak pasca reformasi hingga sekarang telah mendapatkan payung hukum, mulai dari UU No. 44 tahun 1999 tentang keistemewaan Aceh, UU No. 18 tahun 2001 tentang otonomi daerah (Pelaksanaan syariat islam ), UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, dan yang terakhir UU No.11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Pada rentang waktu tersebut politik dan kondisi sosial di Aceh mengalami perubahan yang sangat cepat. Namun tsunami bukanlah momentum yang lahir dari proses sosial, namun dampak bencana tsunami mampu merubah sistem dan formasi sosial masyarakat dan pemerintahan. Tsunami turut mendesain terwujudnya perjanjian politik Kesepahaman Perdamaian yang membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat Aceh. Secara keseluruhan dari segi sosial, politik, ekonomi dan budaya, kedua momentum tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat Aceh, yaitu makin terbukanya ruang-ruang publik dalam berbagai hal. Selain itu, tsunami juga telah meninggalkan imbas dalam bentuk hancurnya infrastruktur dan sufrastruktur masyarakat Aceh. Paska tsunami, berbagai negara dan organisasi-organisasi luar negeri masuk ke Aceh untuk membantu masyarakat Aceh yang dilanda bencana. Dua momentum tersebut jelas memberi ruang-ruang publik yang sangat besar bagi proses perdamaian dan demokratisasi serta dinamika sosial di Aceh. Proses dinamika sosial tersebut terus berjalan seiring perubahan bagi masyarakat itu sendiri. Ruang demokrasi yang selama ini ditunggu-tunggu oleh masyarakat yang sebelumnya terbungkam secara signifikan mulai muncul ditandai dengan 5 http://www.Acehrecovery forum.org Universitas Sumatera Utara tumbuhnya berbagai organisasi-organisasi sipil yang menuntut perubahanperubahan sosial, ekonomi, dan politik dari dalam komunitas masyarakat aceh yang disebut dengan LSM/NGO lokal beberapa diantaranya yaitu Aceh Institute, Aceh People Forum, Yayasan Bungoeng Jeumpa, Badan Reintegrasi Aceh, dan Forum LSM Aceh. Salah satu diantara NGO lokal yang terbentuk dari formasi sosial masyarakat aceh yang menjadi pusat penelitian ini adalah Aceh People Forum atau yang biasa disebut dengan APF, APF ini merupakan NGO lokal yang bergerak dalam mendampingi masyarakat Aceh. Perubahan signifikan yang terjadi di Aceh tentunya tidak terlepas dari peran masyarakat sipil dan organisasiorganisasi yang tumbuh dalam masyarakat Aceh sendiri. Meskipun sebenarnya tidak ada pengalaman dinegeri ini membangun demokrasi pasca konflik dan tsunami, namun ini merupakan tantangan yang begitu berat, karena sumber daya manusia dan infrastruktur di beberapa daerah diwilayah Aceh hancur. Maka dalam penelitian ini peneliti mencoba mengangkat bagaimana peranan NGO Lokal yaitu Aceh People Forum dalam membangun demokrasi di Aceh pasca penandatanganan perjanjian damai MoU Helsinki pada tahun 2006-2007. Aceh People Forum ini adalah sebuah organisasi non pemerintahan yang terbentuk ketika konflik terjadi di Aceh yaitu sekitar tahun 1999, namun ketika itu APF ini masih berupa sebuah forum perkumpulan masyarakat yang terdiri dari beberapa orang saja dalam mendampingi masyarakatnya sampai kemudian pada Agustus 2005 pasca tsunami APF disahkan menjadi sebuah lembaga swadaya masyarakat Aceh dan menjadi payung organisasi untuk NGO lokal lain seperti mitranya yang menjadi partner kerja dalam menjalankan programnya yang berada Universitas Sumatera Utara di daerah-daerah di Nanggroe Aceh Darussalam untuk mendampingi masyarakat Aceh yang korban konflik dan bencana tsunami, serta menumbuhkan rasa kesadaran dalam masyarakat Aceh untuk membangun demokratisasi di Aceh pasca konflik. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti membuat rumusan permasalahan dalam hal ini adalah “Bagaimana Peranan Aceh People Forum sebagai NGO Lokal Dalam Membangun Demokrasi di Aceh?” 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini peneliti membatasi permasalahan guna menghindari ruang lingkup permasalahan yang terlalu luas. Selain itu agar dapat menghasilkan uraian yang sistematis. Maka ruang lingkup penelitian ini adalah : 1) NGO Lokal yaitu Aceh People Forum yang berperan dalam membangun demokrasi di Aceh. 2) Penelitian ini juga menitik beratkan pada pengamatan terhadap masyarakat di NAD pasca konflik dan tsunami antara tahun 2006-2007. 1.4 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui bagaimana kemajuan pertumbuhan demokrasi dalam masyarakat Aceh pasca MoU. 2) Untuk mengetahui Bagaimana peran NGO Lokal Aceh People Forum dalam membangun demokrasi pasca MoU di NAD. Universitas Sumatera Utara 3) Bagi peneliti, untuk mengembangkan kemampuan berfikir peneliti melalui karya ilmiah dan sebagai sarana mengasah kemampuan peneliti untuk menggunakan teori-teori yang didapatkan selama masa perkuliahan. 4) Secara teoritis memberikan pemahaman tentang demokrasi Indonesia khususnya di Aceh. 5) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan positif terhadap NGO Lokal yang memiliki peranan penting sebagai kekuatan politik di Indonesia khususnya di Aceh. 6) Diharapkan dapat menjadi tambahan referensi dan mampu memberikan informasi tentang studi demokrasi, khususnya bagi mahasiswa yang tertarik dalam hal itu bagi Fisip USU. 1.5 Kerangka Teori Bagian ini merupakan unsur yang penting didalam penelitian, karena pada bagian ini penelitian mencoba menjelaskan fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan teori-teori yang relevan dengan penelitiannya. Teori menurut Masri Singarimbun dan Sopian Effendi dalam bukunya metode penelitian survei mengatakan, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan merumuskan hubungan antar konsep.6 Oleh karenanya, dalam kerangka teori ini penulis akan menyampaikan teori-teori yang menjadi landasan berfikir dalam menggambarkan masalah penelitian yang menjadi objek di dalam penelitian ini. 6 Masri Singarimbun dan Sopian effendi, Metode Penelitian Survei (Jakarta : LP3ES, 1989) hal : 37 Universitas Sumatera Utara 1.5.1 Teori Peranan Peranan merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan oleh seseorang, pengharapan semacam itu merupakan suatu norma yang dapat mengakibatkan terjadinya suatu peranan. Pada tingkat organisasi berlaku bahwa semakin kita dapat memahami tepatnya keselarasan atau integrasi antara tujuan dan misi organisasi.7 Sementara menurut Soekanto peranan adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku, dimana peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyelesuaian diri dan sebagai suatu proses.8 Adapun peranan seseorang seperti yang dikatakan oleh Levinson meliputi 3 hal yaitu :9 1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan disini diartikan sebagai rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. 2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting sebagai struktur social masyarakat. 7 Thoha, Miftah, Kepemimpinan dan Manajemen Sutau Pendekatan Perilaku, Bandung, Sinar Harapan, 1990. Hal : 80 8 Soejono, Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, UII Press, 1990. Hal : 268 9 Op.Cit Hal : 204 Universitas Sumatera Utara Konsep peranan selalu terkait dengan manusia, dimana pelaku-pelaku peranan social itu adalah manusia. Setiap individu atau manusia di dalam ruang social mempunyai beberapa status atau peran misalnya sebagai ketua organisasi, sekretaris dan sebagainya. Tiap individu tersebut berperan sesuai dengan status yang dimilikinya., dalam situasi tertentu status dengan peranan mempunyai hubungan yang sangat erat sekali yaitu dimana status tidak akan ada tanpa adanya peranan dan begitu juga peranan tidak akan ada tanpa adanya status. Dengan demikian status dan peranan tidak dapat dipisahkan. Konsep peranan tidak bisa dilepaskan dari konsep status. Peranan adalah pola perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status.10 1.5.2. Peranan Non Government Organitation (NGO) NGO adalah organisasi yang paling mampu menjembatani berbagai kesulitan yang dihadapi aktor-aktor lain dalam penyelesaian berbagai persoalan. Maka dalam hal ini NGO/LSM memainkan berbagai macam peranan dalam proses pembangunan sebuah negara, Noeleen Heyzer mengidentifikasikan tiga jenis peranan yang dapat dimainkan oleh berbagai NGO yaitu :11 1. Mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat “grassroots” yang sangat esensial dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. 10 Ibid. Affan, Gafar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005 dalam Noeleen Heyzer, James V. Rayker and Antonio, Government NGO Relation in Asia (kuala Lumpur, APDC), 1995 hal : 8 11 Universitas Sumatera Utara 2. Meningkatkan pengaruh politik secara meluas, melalui jaringan kerja sama, baik dalam suatu negara ataupun dengan lembaga-lembaga international lainnya. 3. Ikut mengambil bagian dalam menentukan arah dan agenda pembangunan. Dari hal diatas kita dapat mengetahui target yang ingin dicapai LSM atau NGO yaitu target tersebut dapat kita lihat dari peranan yang dilakukan oleh NGO yang digolongkan kedalam dua kelompok besar yaitu : partama, peranan dalam bidang non politik yaitu memberdayakan masyarakat dalam bidang sosial ekonomi. dan kedua, peranannya yang dalam bidang politik yaitu sebagai wahana menjembatani warga masyarakat dengan negara atau pemerintah. Selain itu, NGO juga memiliki peranan signifikan dalam bidang pendidikan dan advokasi, dan tidak diragukan lagi mempengaruhi respon internasional terhadap konflik internal yang disebabkan oleh fleksibilitas dan bentuk organisasi yang tidak begitu ketat.12 Organisasi non-pemerintahan ( Non Goverment Organitation / NGO ) lahir untuk membantu rakyat miskin yang tak tersentuh “tangan” pembangunan dan dirugikan oleh kebijakan pemerintah atas pembangunan.13 Ryker juga mengkategorikan NGO kedalam empat kelompok besar yaitu :14 12 Thomas G. Weiss. “Nongovernmental Organizations and Internal Conflict”, dalam Michael E. Brown (ed.). The International Dimensions of Internal Conflict, Cambridge: MIT Press, 1996, hlm.444 13 ibid 14 Ibid hal : 203-205 Universitas Sumatera Utara 1. Government organized NGOs or GONGOs, yaitu NGO yang muncul karena mendapat dukungan dari pemerintah, baik berupa dana ataupun fasilitas. Biasanya NGO seperti ini berperan mensukseskan programprogram pemerintah. di Indonesia, NGO seperti ini disebut sebagai NGO flat merah. 2. Donor organized NGOs or DONGOs, yaitu NGO yang dibentuk oleh kalangan lembaga-lembaga donor baik yang bersifat multilateral maupun unilateral. NGO seperti ini biasanya dibentuk untuk mewujudkan program lembaga donor tersebut. 3. Autonomous or independent NGOs yaitu NGO yang dibentuk, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. NGO seperti ini sifatnya independent secara financial dan memiliki kepedulian yang sangat luas tentang berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari. 4. Foreign NGOs, NGO seperti ini muncul sebagai perwakilan dari NGO yang ada diluar negeri. Kehadirannya, tentu saja harus setahu atau mendapat izin dari negara tempat NGO tersebut beroperasi. Dengan berbagai macam bentuk peranan tersebutlah sehingga membuat NGO memiliki fleksibiltas dalam melakukan pendekatan dengan setiap pihak yang tidak mampu ditembus oleh lembaga resmi negara. Fleksibilitas ini pada akhirnya mampu menyelesaikan berbagai hal yang tidak mungkin dilakukan oleh institusi pemerintahan yaitu; keintiman dengan masyarakat, para pemimpin, kultur, nilai dan sensitivitas. 1.6 Definisi Konsep Universitas Sumatera Utara Menurut pandangan dari James Petras NGO adalah sebuah kumpulan intelektual kelas menengah yang mengangkat isu-isu kelas bawah untuk diperjuangkan, khususnya permasalahan membuat diskriminasi hak-hak bagi masyarakat di suatu negara.15 Secara Umum NGO didefinisikan sebagai lembaga private, voluntary, non-prifit; dimana anggota-anggotanya mengkombinasikan kemampuan, cara dan energi mereka dalam mencapai tujuan dan idealita.16NGO adalah organisasi yang paling mampu menjembatani berbagai kesulitan yang dihadapi aktor-aktor lain dalam penyelesaian konflik. Ketiadaan kedaulatan yang dimiliki organisasi non-pemerintah menjadi senjata kuat baginya untuk memasuki wilayah-wilayah terlarang tanpa kekhawatiran penolakan pengakuan resmi. 1.7 Metodologi Penelitian Dalam melakukan sesuatu penelitian di bidang ilmu-ilmu sosial dan politik ketepatan metodologi sangat mutlak diperlukan. Metodologi merupakan pengetahuan tentang cara mengkonstruksi bentuk dan instrumen penelitian. Konstruksi teknik dan instrumen yang baik dan benar akan mampu untuk menghimpun data yang ada secara obyektif. Lengkap dan dapat dianalisis guna memecahkan suatu masalah. Menurut Antonius Birowo, metodologi mengkaji tentang proses penelitian yaitu bagaimana peneliti berusaha menjelaskan apa yang diyakini dapat di ketahui.17 1.7.1 Metode Penelitian Berdasarkan uraian-uraian diatas maka, untuk penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Deskripsi (deskription) adalah 15 http://www.acehkita.co.id,searh 23 Desember 2007 Farouk Mawlawi, “New Conflicts, New Challenges: The Evolving Role for Non-Governmental Actors”, Journal of International Affairs, Vol.46, No.2, (Winter 1993), hlm.392 17 Antonius Birowo, Metode Penelitian komunikasi, (Yokyakarta : Gitanyali, 2004) hal : 71-72 16 Universitas Sumatera Utara pernyataan mengenai bagian-bagian atau hubungan-hubungan dari sesuatu hal, yang bisa dirumuskan melalui, identifikasi, dan spesifikasi.18 Penelitian deskriptif memiliki dua tujuan yakni : 1) untuk mengetahui perkembangan sarana fisik tertentu atau frekuensi terjadinya sesuatu aspek fenomena sosial tertentu. Hasilnya kemudian dicantumkan kedalam tabel-tabel frekuensi. 2) untuk menggambarkan secara terperinci fenomena sosial tertentu, umpamanya interaksi sosial, sistem kekerabatan. Penelitian ini tidak untuk menguji hipotesa melainkan hanya mendeskripsikan secara sistematik faktual dan akurat. Adapun ciri-ciri pokok penelitian yang menggunakan metode deskriptif adalah sebagai berikut ; 1. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan, atau masalah-masalah yang bersifat faktual. 2. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya, diiringi dengan interpretasi nasional yang memadai. Selanjutnya Mohammad Nasir mengatakan dalam studi ini analisanya dikerjakan berdasarkan ”ekspost fakto” artinya data dikumpulkan setelah semua kejadian berlangsung19 1.7.2 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah NGO Lokal Yaitu Aceh People Forum yang berada di Nanggroe Aceh Darussalam khususnya kota Banda Aceh. 1.7.3 Jenis Penelitian Dengan menggunakan metode deskriptif maka jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini sebagai konsekuensi dari pengguna metode 18 Ronald H.Chilcote, Teori Perbandingan Politik “Penelusuran Paradigma”, (Jakarta, PT.Grafindo, 2003) hal : 21 19 Moh.Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983), hal : 105. Universitas Sumatera Utara deskriptif. “ Metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.20 Penelitian kualitatif ini, dimulai dengan mengumpulkan informasi untuk dirumuskan menjadi sutau generalisasi yang dapat diterima akal. Masalah yang akan diungkapkan dapat disiapkan sebelum mengumpulkan data atau informasi, akan tetapi mungkin saja berkembang selam kegiatan penelitian berlangsung. 1.7.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam sebuah penelitian terdapat beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data antara lain wawancara (interview), observasi (observation), dan dokumentasi (documentary). Pada penelitian ini penulis menggunakan metode dokumentasi dan wawancara. Metode dokumentasi adalah mengumpulkan berbagai bahan, data, literature dan tulisan tersebar lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumenter yaitu pengamatan terhadap gejala-gejala obyek yang diteliti dengan meneliti dokumen-dokumen yang tersedia. Sedangkan wawancara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data dengan cara berkomunikasi melalui kontak/hubungan pribadi antara pewawancara (interviewer) dan yang diwawancara ( interviewe). Wawancara adalah bentuk menanyakan dengan karakteristik menggunakan pernyataaan verbal untuk menghindari bias dan distorsi serta dihubungkan pada pertanyaan peneliti yang spesifik serta tujuan yang spesifik pula. Pada penelitian ini digunakan wawancara yang tidak terstruktur. Informasi dan penjelasan 20 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), hal : 3 Universitas Sumatera Utara mengenai Peranan Aceh People Forum dalam Membangun demokrasi di Aceh akan diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak-pihak yang terkait. misalnya : Ketua organisasi, Sekretaris, dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan penelitian ini. 1.7.5 Teknik Analisa Data Analisa data adalah menyusun data agar dapat ditafsirkan. Teknik analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini mengacu pada langkah-langkah yang ditempuh dalam suatu penelitian kualitatif. Langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut : 1. Pengumpulan data 2. Penelitian atau analisis data 3. Penyimpulan data. Mengacu pada langkah-langkah tersebut maka langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data dari berbagai sumber. Data yang telah dikumpulkan kemudian disususn terlebih dahulu sebelum diolah. Ini bertujuan untuk memeperoleh data yang komprehensif sesuai dengan tujuan penelitian. Langkah selanjutnya melakukan penilaian terhadap keabsahan data tersebut. Untuk mengatakan keabsahan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu sebagai berikut : 1. Derajat kepercayaan (credibility) 2. Keteralihan (transibility) 3. Kebergantungan (dependability) 4. Kepastian (confirmability) Universitas Sumatera Utara Selain melaksanakan penilaian maka langkah terakhir adalah membuat suatu kesimpulan terhadap data yang telah dianalisis. Perlu diperhatikan apabila kegiatan analisisnya menggunakan analisis kuantitatif seorang peneliti dituntut : 1. Kecermatan 2. Ketelitian 3. Keuletan 4. Selektif. Dalam penelitian data satu hal yang perlu mendapatkan pertimbangan adalah memeperhatikan secara sungguh-sungguh jumlah maupun banyaknya data yang terkumpul, juga dalam pelaksanaan pengolahannya tidak dapat diabaikan akurasinya. Universitas Sumatera Utara 1.7.6 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, Ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan metode penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan gambaran umum dari NGO Lokal yaitu Aceh People Forum. BAB III PENYAJIAN DAN ANALISA DATA Bab ini berisikan penyajian dan analisis data yang diperoleh dari penelitian. BAB IV PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran yang diperoleh dari hasil penelitian. Universitas Sumatera Utara