1 analisis stabilitas dan pengendalian optimal pada terapi obat

advertisement
ANALISIS STABILITAS DAN PENGENDALIAN OPTIMAL
PADA TERAPI OBAT DALAM PENGOBATAN HIV
Oleh:
Pitut Fariana
1204 100 040
Pembimbing:
Dr. Erna Apriliani, M.Si
Abstrak
Highly Active Antiretroviral Theraphy (HAART) adalah metode pengobatan yang dilakukan pada
penderita HIV yang bertujuan untuk memperlambat perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS. Terapi ini
dilakukan dengan cara menggabungkan 2 atau 3 obat antiretroviral. Pada model dinamik HIV ini dilakukan
pengendalian optimal dengan meminimumkan fungsi tujuan untuk meningkatkan konsentrasi sel CD4+T dan
mengurangi pengaruh efek samping obat yang diberikan terhadap tubuh. Pada Tugas Akhir ini dibahas
pengendalian optimal dari gabungan terapi menggunakan metode Pontryagin Minimum Principle untuk
mendapatkan penyelesaian yang optimal. Hasil analisa menunjukkan bahwa kontrol obat yang diberikan dapat
meningkatkan konsentrasi sel CD4+T.
Kata kunci : HIV/AIDS, Optimal Control, Prinsip Minimum Pontryagin.
persamaan differensial yang menggambarkan
interaksi antara partikel HIV dan sel-sel kekebalan
tubuh yang menjadi target dengan adanya suatu
kontrol (pemberian obat). Beberapa penelitian tentang
metode pengendalian optimal pada model dinamik
HIV telah dilakukan sebelumnya oleh (Fariyanto,
2008) dan (Maghfiroh, 2009) yang masing-masing
melakukan analisis mengenai eksistensi dan
ketunggalan kontrol optimalnya.
Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas masalah
pengendalian optimal dalam pemberian dosis obat
dengan meminimumkan fungsi obyektif yang
bertujuan untuk meningkatkan populasi sel kekebalan
tubuh dan mengurangi reproduksi virus. Selain itu
juga akan dianalisis kestabilan lokal sistem untuk
mengetahui perilaku dinamiknya. Dari penelitian ini
akan didapatkan informasi mengenai kontrol yang
tepat untuk penanganan penderita HIV.
1. Pendahuluan
HIV (Human Immunodefficiency Virus)
adalah virus penyebab AIDS, sedangkan AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah
sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh
manusia yang disebabkan oleh HIV. Orang yang
mengidap AIDS sangat mudah tertular oleh berbagai
macam penyakit karena sistem kekebalan tubuhnya
telah menurun.
Sampai saat ini belum ditemukan cara yang
benar-benar efektif bisa menyembuhkan AIDS.
Metode perawatan yang biasa dilakukan selama ini
hanya bertujuan untuk memperlambat kondisi
penderita yang telah terinfeksi HIV berkembang
menjadi AIDS dan meningkatkan daya tahan tubuh
yang diharapkan bisa memberikan harapan baru bagi
penderita yaitu bisa mempertahankan hidupnya lebih
lama lagi.
HIV merupakan golongan retrovirus sehingga
metode perawatan yang selama ini dilakukan adalah
melalui terapi antiretroviral yaitu HAART (Highly
Active
Antiretroviral
Theraphy)
yang
mengkombinasikan paling sedikit dua atau tiga jenis
obat antiretroviral. Kombinasi yang sering digunakan
terdiri dari Reverse Transcriptase Inhibibitor (RTI)
dan Protease Inhibitor (PI). Akan tetapi terapi ini
memiliki kelemahan diantaranya muncul efek
samping yang berlebihan dalam penggunaan obatobatan dan juga harga obat yang relatif mahal (Card
JJ, dkk, 2007). Oleh karena itu perlu adanya kontrol
atau pengendalian agar terapi pada penderita bisa
optimal.
Metode pengendalian ini dideskripsikan dalam
bentuk model matematika yang berupa sistem
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk
memecahkan permasalahan ini adalah sebagai
berikut:
1. Menentukan Titik Kesetimbangan
2. Menganalisa Kestabilan Lokal Titik Setimbang
3. Penyelesaian Optimal Control
a. Membentuk persamaan Hamiltonian
b. Menentukan persamaan state dan co-state
dengan menggunakan kondisi perlu dari
Pontryagin Minimum Principle
c. Menentukan bentuk optimal control u*
berdasarkan kondisi stasioner (prinsip
optimal)
4. Simulasi Numerik
1
5. Interpretasi Hasil Simulasi
Kesimpulan
dan Penarikan
̇ =Λ −
̇ =Λ −
̇ ′ = (1 −
̇ ′ = (1 −
̇ = (1 −
3.2
HIV dan AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus)
merupakan salah satu jenis virus yang hanya
menginfeksi manusia dan menyebabkan menurunnya
sistem kekebalan tubuh penderita HIV. HIV juga
disebut sebagai lentivirus. Lenti berarti lambat
sehingga lentivirus adalah virus yang memiliki
jangka waktu yang lama antara waktu pertama kali
menginfeksi manusia dengan waktu dimana
seseorang menunjukkan gejala-gejala infeksi yang
serius. HIV menghancurkan sistem kekebalan tubuh
manusia dengan cara merusak sel yang dibutuhkan
oleh sel T Cytotoxic untuk menjadi aktif.
Infeksi HIV pada akhirnya menyebabkan
penderita mengalami AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome) yaitu suatu kondisi dimana
penderita HIV mengalami penurunan tingkat
kekebalan tubuh. Tanpa adanya sel kekebalan yang
cukup, tubuh tidak mampu mempertahankan diri dari
berbagai macam infeksi yang ada di lingkungan
sekitarnya. Berbagai macam infeksi yang dialami
oleh penderita HIV karena melemahnya sistem
kekebalan tubuh disebut sebagai infeksi oportunistik.
Tahap infeksi virus HIV yang lebih lanjut
(AIDS) diindikasikan oleh dua hal. Pertama dideteksi
dari jumlah sel T CD4+ yang kurang dari 200 /
dan dilihat dari munculnya infeksi oportunistik.
̇
+
′
′)
+
)
(
−
′
(
′
+
+
′
′)
+
)
−
′
)
+
′
−[
+ ′) −
( ′ + ′)
( ′+ ′+ )
(
=
′
′
+ (1 −
(2)
+ (1 −
)
)
]
′
−
(
(
′
′
+
+
′
′)
+
)
−
Tindakan pengendalian ini bertujuan untuk
meningkatkan konsentrasi sel-sel target dan
mengurangi pengaruh efek samping obat yang
diberikan terhadap tubuh. Untuk itu, dipresentasikan
dalam bentuk pemodelan fungsi tujuan sebagai
berikut:
(
)=
,
[
( )+
( )+
( )−
( )]
dengan :
′
′
Λ
μ
k
m
ρ
Λ
μ
k
m
ρ
Λ
b
d
μ
u
u
Q
′
(1)
+
+
− (1 − )
− (1 −
)
)
− ′−
)
− ′−
̇ =Λ +
3.3 Model Dinamik HIV
Model dinamik HIV pada penelitian Tugas
Akhir ini diberikan dalam bentuk sistem persamaan
differensial biasa sebagai berikut (Banks, 2008) :
′
′
(
Pada model diatas diberikan suatu tindakan
yang diharapkan dapat memperlambat laju
perkembangan dari HIV menjadi keadaan yang lebih
parah lagi yaitu AIDS berupa perawatan dengan
pemberian obat secara kemoterapi yang secara
matematis dinyatakan dalam fungsi kontrol yang
melambangkan persentase dosis obat yang memiliki
tujuan untuk menekan jumlah populasi virus dan
merangsang pertumbuhan populasi sel T Cytotoxic.
Setelah diberikan kontrol, virus yang ada dalam tubuh
penderita terbagi menjadi dua populasi yaitu virus
yang infektif dan virus non-infektif.
Selanjutnya model diatas menjadi :
3. Tinjauan Pustaka
3.1 Sistem Kekebalan Tubuh
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah
sistem perlindungan tubuh dari pengaruh luar (bakteri
maupun virus) yang dilakukan oleh sel dan organ
khusus pada suatu organisme khususnya makrofag
dan sel T CD4+. Makrofag merupakan sel yang
menelan dan mencerna patogen. Selain itu makrofag
juga menstimulasi sel kekebalan tubuh lain seperti sel
T CD4+ untuk memberikan reaksi pada patogen. Sel
T CD4+ tidak langsung menyerbu patogen akan tetapi
membantu aktivasi sel T Cytotoxic. Sel T Cytotoxic
berperan sebagai penghancur sel-sel yang telah
terinfeksi virus ataupun tumor. (Card,JJ, 2007)
̇ =Λ −
−
̇ =Λ −
−
̇′ =
− ′−
̇′ =
− ′−
̇ =
( ′ + ′) − [ +
̇ =−
′
(
̇ =Λ +
R
]
2
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Populasi sel T CD4+ yang sehat
Populasi makrofag yang sehat
Populasi sel T CD4+ yang telah terinfeksi virus
Populasi makrofag yang telah terinfeksi virus
Populasi virus yang infektif
Populasi virus non-infektif
Populasi sel imun (sel T Cytotoxic)
Laju kelahiran sel T CD4+ yang sehat
Laju kematian sel T CD4+ yang sehat
Tingkat infeksi sel T CD4+ yang sehat
Tingkat pemusnahan sel T CD4+ infektif oleh sel imun
Rata-rata jumlah virus yang menginfeksi sel T CD4+
Laju kelahiran makrofag yang sehat
Laju kematian makrofag yang sehat
Tingkat infeksi makrofag yang sehat
Tingkat pemusnahan makrofag infektif oleh sel imun
Rata-rata jumlah virus yang menginfeksi makrofag
Laju kematian sel yang telah terinfeksi
Jumlah virus yang diproduksi oleh sel infektif
Laju kematian alami virus
Laju kelahiran alami sel imun
Laju kelahiran minimum sel imun
Konstanta saturasi untuk kelahiran sel imun
Laju kematian minimum sel imun
Konstanta saturasi untuk kematian sel imun
Laju kematian alami sel imun
Kontrol yang berupa presentase dosis RTI
Kontrol yang berupa presentase dosis PI
Matriks pembobot konstan untuk virus
Matriks pembobot konstan untuk kontrol pertama
Matriks pembobot konstan untuk kontrol kedua
Matriks pembobot konstan untuk sel imun
(3)
3.4
Titik Setimbang dan Kestabilannya
Suatu sistem persamaan differensial
berbentuk :
= ( ,
,
′
,
′
, ,
, )
= ( ,
,
′
,
′
, ,
, )
= ℎ( ,
,
′
,
′
, ,
, )
,
,
, )
,
, )
Tabel 2.1 Tabel Routh – Hurwitz



yang
⋮
⋮
⋮
⋮

dengan:
′
−
=
,
−
=
,
−
=
,
′
,
′
,
′
= ( ,
= ( ,
= ( ,
= ( ,
,
′
,
′
′
,
′
,
,
,
,
′
′
, ,
,
′
,
′
,
, )=
= ℎ(
= (
= (
= (
= (
,
( , ,
, , ′,
, , ′,
, , ′,
, , ′,
, , ′,
′
, ′,
, ,
′
, ,
′
, ,
′
, ,
′
, ,
′
,
,
,
,
,
,
,
,
′
,
′
, ,
,
, )
)
)
)
)
)=0
Kestabilan suatu titik setimbang ,
, dapat
diperiksa dari akar-akar karakteristik (nilai eigen ).
( − )
Dengan menyelesaikan persamaan
dengan A adalah matriks dari sistem persamaan (4)
akan menghasilkan polinomial yang memiliki bentuk
umum sebagai berikut :
+
+
+
+
+
+
,
−
=
Dengan menggunakan akar karakteristik (nilai
eigen ), sistem dikatakan stabil atau mempunyai
bagian real negatif jika dan hanya jika elemen-elemen
pada kolom pertama ( , , , … ) memiliki tanda
yang sama.
Untuk sistem tak linear harus dilinearkan
terlebih dahulu sehingga didapatkan bentuk sistem
linear. Tinjau kembali persamaan (4) dimana f, g, h, i,
j, k dan l adalah persamaaan nonlinear dan
, , ′, ′, ,
,
adalah titik setimbang dari
persamaan (4). Selanjutnya akan dicari pendekatan
linear disekitar
dengan
, , ′, ′, ,
,
melakukan ekspansi menurut deret Taylor disekitar
, , ′, ′, ,
,
titik
didapatkan:
, )
=
−
=
, )
, ,
mempunyai titik setimbang
jika memenuhi:
( ,
(4)
⎡
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎣
+ℎ =0
Sifat
stabilitas
titik
setimbang
′
′
, , , , ,
,
berdasarkan tanda pada
bagian real dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Stabil
, , ′, ′, ,
,
dikatakan
Titik setimbang
stabil jika dan hanya jika akar karakteristiknya
mempunyai bagian real tak positif.
2. Stabil Asimtotis
, , ′, ′, ,
,
Titik setimbang
dikatakan
stabil asimtotis jika dan hanya jika akar
karakteristiknya mempunyai bagian real negatif.
3. Tidak Stabil
, , ′, ′, ,
,
Titik setimbang
dikatakan
tidak stabil jika dan hanya jika akar
karakteristiknya real dan positif atau mempunyai
paling sedikit satu akar karakteristik dengan bagian
real positif.
Kriteria kestabilan Routh-Hurwitz adalah suatu
metode untuk menunjukkan kestabilan sistem dengan
memperhatikan koefisien dari persamaan karakteristik
tanpa menghitung akar-akar karakteristik secara
langsung.
Jika diketahui suatu persamaan karakteristik dengan
orde ke-n sebagai berikut :
( ) =  + 
+ 
+⋯+
=0
maka susun koefisien persamaan karakteristik tersebut
menjadi :
⎡
⎤ ⎢
⎥ ⎢
⎥ ⎢
⎥ ⎢
ℎ
⎥ ⎢
⎥ ⎢
⎥ ⎢
⎥=⎢
⎥ ⎢
⎥ ⎢
⎥ ⎢
⎥ ⎢
⎥ ⎢
⎥ ⎢
⎦ ⎢
⎣
ℎ
ℎ
ℎ
ℎ
ℎ
⎤
⎥
⎥
⎥
ℎ⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎦
, ,
,
⎤
⎥
⎥
⎥
ℎ⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎦
, ,
,
⎡
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎣
, ,
⎤
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎦
,
Dalam hal ini matriks :
⎡
⎢
⎢
⎢
⎢ ℎ
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎢
⎣
ℎ
ℎ
ℎ
ℎ
ℎ
, ,
,
disebut matriks Jacobian di sekitar titik setimbang
( , , , , ,
, ).
3.5 Teori Pengendalian Optimal
Dalam
teori
pengendalian,
persoalan
pengendalian optimal adalah untuk mendapatkan
kendali pada sistem dinamik yang sesuai dengan
3
populasi virus yang infektif V I  , virus non-infektif
target atau variabel keadaan dan pada waktu yang
sama dapat dilakukan optimasi maksimum/minimum
pada fungsi tujuan.
VNI , populasi sel T Cytotoxic E  . Diasumsikan :
Populasi Sel T CD4+ Sehat T 1 
Pertumbuhan sel T CD4+ dipengaruhi oleh laju
kelahiran alami  1  dan kematian alami  1  .
Populasi sel yang sehat akan berkurang ketika ada sel
yang telah terinfeksi oleh virus infektif dengan
tingkat infeksi sebesar k1. Sedangkan proses infeksi
dinyatakan oleh k1T1V I . Dengan demikian persamaan
untuk populasi sel T CD4+ sehat adalah :
dT 1
  1   1T1  k 1V I T1
dt
b. Populasi Sel Makrofag Sehat T 2 
Populasi sel makrofag sehat dipengaruhi oleh
adanya laju kelahiran alami  2  dan kematian
alami  2  . Populasi sel ini akan berkurang jika ada
sel yang telah terinfeksi oleh virus dengan tingkat
infeksi sebesar k 2 . Tingkat infeksi pada masingmasing sel sehat berbeda tergantung pada tingkat
aktivasi sel-sel tersebut. Proses infeksi pada makrofag
dinyatakan oleh k 2 T 2 V I . Persamaan untuk populasi
sel makrofag yang sehat adalah :
dT 2
  2   2 T 2  k 2V I T 2
dt
c. Populasi Sel T CD4+ yang Terinfeksi T 1 
Munculnya populasi sel T CD4+ yang telah
terinfeksi disebabkan oleh adanya interaksi antara sel
yang sehat dengan virus yang mampu menginfeksi
dengan proses infeksi sebesar k1T1V I . Populasi
berkurang dengan adanya kematian alami sel sebesar
 . Sel yang telah terinfeksi akan meninggalkan
kompartemen menjadi virus baru sebanyak N T  .
Selain itu populasi ini akan berkurang dengan adanya
pemusnahan sel-sel yang telah terinfeksi oleh sel-sel
imun yaitu sel T Cytotoxic  E  dengan laju
pemusnahan sebesar m1 E . Sehingga persamaan untuk
populasi ini adalah :
a.
3.6
Prinsip Minimum Pontryagin
Prinsip Minimum Pontryagin merupakan suatu
kondisi sehingga dapat diperoleh penyelesaian
optimal kontrol yang sesuai dengan tujuan
(meminimumkan performance index). Berikut ini
akan dibahas contoh kasus yang menjadi ide dasar
untuk membantu mendapatkan penyelesaian optimal
kontrol pada suatu model. Diberikan permasalahan
dengan suatu kontrol yang terbatas sebagai berikut:
( , , )
(5)
dengan kendala :
̇= ( , , )
( )=
≤ ≤
(6)
(7)
Bentuk persamaan Hamiltonian :
= ( , , )+
( , , )
dengan persamaan keadaan (State dan Co-State)
̇=

̇ = −
( ) = dan 
=0
Persamaan Lagrangian yang terbentuk dari (5) dan
(6) adalah
= ( , , )+
( , , )+
( − )+
( − )
dengan
≥ 0,
≥0
( − )=0
( − )=0
supaya optimal maka harus memenuhi persamaan
1. Kondisi Stationer
=
( , , ) +
( , , )−
+
=0
(8)
2. Persamaan Keadaan
̇=

̇ = −
= 0.
dan 
dengan ( ) =
Dari persamaan (8) dapat diperoleh bentuk optimal
control ( ∗ ).

dT1


 k1VI T1  T1  m1 ET1
dt
4. Analisis Dan Pembahasans
4.1 Deskripsi Model dan Asumsi
Pada bagian ini akan dibahas dinamika
penyebaran virus HIV pada tubuh manusia yang
terdiri dari populasi sel target yang sehat yaitu sel T
CD4+ T 1  sel makrofag T 2  , populasi sel T CD4+
terinfeksi T 1 , sel makrofag terinfeksi  T 2   ,
 
Populasi Sel Makrofag yang Terinfeksi  T 2  
 
Selain sel T CD4+, virus juga menginfeksi sel
makrofag dengan tingkat infeksi k 2T2VI . Makrofag
yang telah terinfeksi dan berhasil menjadi virus baru
sejumlah N T  , meninggalkan kompartemen dan
bergabung dengan populasi virus. Berkurangnya
populasi pada sel makrofag yang telah terinfeksi juga
disebabkan oleh adanya pemusnahan sel terinfeksi
d.
4
oleh sel T dengan laju sebesar m 2 E dengan asumsi
nilai m 1  m 2 yang menyatakan tingkat pemusnahan
masing-masing sel terinfeksi oleh sel imun. Proses
pertumbuhan pada populasi ini dinyatakan oleh
persamaan:
obatan jenis RTI ( u1) dan PI ( u 2 ) yang bertujuan
untuk mengurangi populasi virus HIV dan
merangsang sel T Cytotoxic yang berperan dalam
sistem kekebalan tubuh.
h. Populasi Virus Non- Infektif / Virus Mandul
VNI 

dT2


 k 2VI T2  T2  m2 ET2
dt
Adanya kontrol menyebabkan munculnya
populasi baru dalam kompartemen yaitu populasi
virus non-infektif (virus mandul) akan tetapi ketika
tidak diberikan kontrol populasi virus ini tidak ada.
Persamaan untuk populasi virus mandul dinyatakan
dalam persamaan :
Populasi Virus yang Infektif V I 
Laju rekruitment virus baru dipengaruhi oleh
adanya populasi sel-sel yang telah terinfeksi sebesar


N T   T1  T2  dan rata-rata jumlah virus yang


menginfeksi tiap sel target yang sehat adalah  .
Populasi virus juga dipengaruhi oleh adanya virus
yang mati sebelum menginfeksi sel-sel target dengan
laju kematian alami sebesar  . Sejumlah virus
sebesar  1 k1T1 dan  2 k 2 T 2 akan meninggalkan
kompartemen untuk menginfeksi sel target baru.
Dengan demikian perubahan populasi pada virus
digambarkan sebagai:


VI  N T   T1  T2     1k1T1   2 k 2T2 V I


f. Populasi Sel T E 
Perubahan populasi pada sel T Cytotoxic juga
dipengaruhi oleh adanya laju kelahiran (  E ) dan
kemusnahan alami (  E ). Sel T Cytotoxic memiliki
reseptor pada membrannya yang berfungsi untuk
mengikat antigen (sel-sel yang infektif). Reseptor sel
merupakan untaian asam amino yang berperan
sebagai enzim. Enzim akan mengikat sel-sel yang
telah terinfeksi yang merupakan substrat. Adanya
proses pengikatan substrat oleh enzim akan
menstimulasi proliferasi sel-sel imun tambahan

sebesar bE Ti E dengan Ti   T1  T2 dan Kb adalah
e.
VNI  VNI
4.2 Daerah Penyelesaian Model
Daerah penyelesaian model dinamik HIV pada
persamaan (1) adalah :
Ω= ( ,
,
,
, ,
, ) ∈ℜ |0<
Λ
Λ
+
Λ
,0 <
≤
Λ
,0
Λ
≤
≤
,0 ≤
Λ
Λ
+
Λ
≤
,0 ≤
Λ
+
Λ
( )≤
,
≤
≤
≤
(0), 0 < ( )
1+Λ
4.3 Titik Setimbang Model
Persamaan (1) memiliki dua macam
kesetimbangan yaitu :
i. Titik Setimbang Bebas Penyakit
titik
 
 
 
Eˆ 0  T1,T2 ,T1 ,T2 ,VI ,VNI , E    1 , 2 ,0,0,0,0, E 

  1 2
E 

Ti  K b
ii. Titik Setimbang Endemik
konstanta saturasi untuk kelahiran sel T Cytotoxic
yang baru. Namun adanya proses pengikatan substrat
oleh enzim juga dapat melemahkan sel T Cytotoxic
sehingga tidak mampu memusnahkan sel-sel yang
telah terinfeksi. Tingkat kerusakan sel dinyatakan
 


NTT1 T2 




ˆE  1 , 2 , k1VIT1 , k2VIT2 ,
,0, E
1
1 k1VI  2 k2VI   m1E  m2E 1k1T1 2k2T2




dETi
E dengan Kd adalah konstanta
dengan

Ti  Kd
E


dengan :
saturasi untuk kerusakan sel T Cytotoxic. Dinamika
sel T Cytotoxic dapat dinyatakan sebagai :
E

 T   T  
 T   T   

1
2
1
2


 
 bE 
 E  d E









 T1  T2   K d
 T1  T2   K b 






4.4 Kestabilan Lokal Titik Setimbang
Setelah didapatkan titik setimbang bebas
 
 
T T
T T
dE
E bE 1 2 EdE 1 2 EEE
 
 
dt
T1 T2 Kb
T1 T2 Kd
 
 
penyakit Ê0 dan endemik Ê1 selanjutnya akan
dianalisis kestabilan lokal dari masing – masing titik
setimbang. Karena pada persamaan model (1) terlihat
bahwa persamaan tersebut adalah non linear, maka
g. Pengendalian populasi virus dilakukan dengan
pemberian kontrol yang berupa kombinasi obat-
5
untuk dapat menentukan kestabilan titik setimbang
berdasarkan nilai eigen , persamaan (1) harus
dilinearkan terlebih dahulu sehingga didapatkan
matrik Jacobian sebagai berikut :
   1  k1V I

0


k 1V I

J  
0
  kV
1 1 I

0


0

0
  2  k 2V I
0
0
0
0
 k1T1
 k 2 T2
0
0
0
   m1E
0
k 1T1
0
k 2V I
  2 k 2V I
0
0
0
NT 
0
J 7 ,3
   m2 E
N T
0
J 7 ,4
k 2 T2
    1 k1T1   2 k 2T2 
0
0
0
0

0

m 
e     1 E 
E 


m2  E 

f    
 E 

g  NT
0 
0 
 m 1T1 

 m 2T 2 
0 

0 

J 7, 7  ˆ


 
h      1k1 1   2 k 2 2 
1
2 

1
i  k1
1
j  k 2
E
dengan :
J 7 , 3  J 7, 4 
bE Kb E
dE Kd E

2
2
T   T   K   T   T   K 
1
1
2
b
d
2

 

 e
    1    2    E     0
 
J Eˆ 0
Untuk
0
 k1
0
0
 k2
E
   m1
0
E
0
k1
k2
0
0
   m2 E
0
NT
NT
0
0
 bE d E   E



 Kb Kd  E
0
 bE d E   E



 Kb K d   E
0
persamaan
0
2
1
0
1
2
0
2


 
    1 k 1 1   2 k 2 2 
1
2 

0

0
0
0
0
0
0
k1
0
  2
0
0
0
0
0
0
0
 NT
 NT
0
0
0
b
d
  E  E
K
 b Kd
0
b
d
  E  E
K
 b Kd
0
0
0
    m1
E
E
0
k2
 k1
E
2
1
1
2
 k2
E

    1k1

 E

 E
0
1
2
0
    m2
 E

 E
1
2
1
  2 k2
2 

2 
0
0
0
0
0
0
0
0
 
0
0
0
  E
1
    m1
   1    2    E    
0
 NT
E
 k1
0
    m2
 NT
E
 k2
E
j
g
 h
0
Selanjutnya
untuk
mendapatkan
akar
karakteristik (nilai eigen ) dari polinomial derajat
tiga dapat digunakan kriteria kestabilan RouthHurwitz untuk menentukan jenis kestabilannya.
Dengan menggunakan aturan Routh-Hurwitz maka
dapat dibuat tabel sebagai berikut :
0
3
1
A2
0
2
A1
A3
0
0
0
0
0
1
A1 A2  A
A1
1
1
2
1

1
 2 k2
0
0
2

    1 k1
 f
 3  A1  2  A 2   A3  0
dengan menggunakan ekspansi kofaktor didapatkan :
E
0
g
A3  e  fh  gj   fgi 
Sehingga polinomial derajat tiga tersebut dapat ditulis
dalam bentuk :
0
0
i
A2  e ( f  h )   fh  gj   gi 
didapatkan :
  1
0
Misalkan :
A1   e  f  h 
I  J  0 ,
karakteristik
 e
3  e  f  h2  e( f  h)   fh  gj  gi  e fh  gj  fgi  0

0 

0 


0 


0 


0 

0 

 E 
 Eˆ
0
1
2
0
Didapatkan:
didapatkan matriks jacobian sebagai berikut :
0
 h
Sedangkan tiga nilai eigen yang lain didapatkan
dengan menyelesaikan determinan matriks 3x3
tersebut sebagai berikut :
 
 
 
Eˆ 0   T1 , T 2 , T1 , T 2 , V I , V NI , E    1 , 2 ,0, 0,0, 0, E 
  1  2

E 
0
j
g
1  1, 2  2 , 3  E , 4  
i. Kestabilan Lokal Titik Setimbang Bebas Penyakit
Pada titik setimbang bebas penyakit :
2
i
Didapatkan empat nilai eigen dari persamaan
karakteristik di atas yaitu :
Selanjutnya nilai eigen didapatkan dengan
menyelesaikan det  I  J   0 dengan I adalah
matriks identitas.
1
0
 f
g
 

bE
dE
T  T    


 T   T   K T   T   K  1 2  E
b
b
1
2
 1 2

  1

 0


 0


 0


 0

 0

 0

2
Sehingga matriks tersebut dapat ditulis menjadi :
dan :
J 7 ,7
2
2 

2 
A3
Empat nilai eigen yang didapat sebelumnya yaitu
:
Misalkan :
6
semuanya
bertanda negatif. Agar sistem stabil maka syarat yang
harus dipenuhi adalah nilai A1 A2  A3 .
ii. Kestabilan Lokal Titik Setimbang Endemik
Titik setimbang endemik yang didapat adalah :
= −

E

 T   T  
 T   T   


1
2
1
2


 
 bE 
 E  d E
 T   T    K
 T   T    K 

d
2
b
1
2


 1



−
0
0
− −
0
0
−
0
0
0
0
− −
−
+
−[ +
0
0
0
0
,
,
),
= (− −
,
=
=−
,
,
=− −
,
=
,
=−
,
=− −
ℎ=
,
= , ,
,
=− −
= , ,
,
=−
=−
,
= −[ +
+
=−
,
=−
,
= ,
J 7 ,7
−
−
0
0
0
0
0
0
] 0
−
0
0
0
−
−
0
0
,
4.5 Penyelesaian Optimal Control
Untuk menyelesaikan model dinamika virus
HIV dengan menggunakan pengendalian optimal, hal
pertama yang harus dilakukan adalah membentuk
fungsi Hamiltonian.
⎤
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎦
= ( , , )+
( , , )
+
+
−
− (1 − )
=
+ [Λ −
)
]
+ [Λ −
− (1 −
]
+ [(1 − )
−
−
)
]
+ [(1 −
−
−
( + )
+ {(1 − )
)
+ (1 −
− [ + (1 − )
+
+
−
=
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
+
ℎ
(
(
(
)−
+
)
+
+
Λ
(
−
)
+
]+
(
] }
)
+
+
)
+
Untuk kontrol yang dibatasi pada
≤
≤
dan
dapat dibentuk persamaan Lagrangian
≤
≤
sebagai berikut :
],
+
−
0
− −
0
−
0
0
0
−
0
+
+
+
+
+
+
−[
+
+
0
0
⎤
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
ℎ
ℎ
−
− ⎥
⎥
0
⎥
⎦
,
+ [Λ −
−
− (1 −
[Λ −
)
− (1 −
[(1 − )
−
−
[(1 −
)
−
−
{(1 − )
( + )
+ (1 −
+ (1 − )
[
(
(
(
−
(
)
+
−
)−
)
]
]
]
]
)
] }
]+
Λ
(
−
)
+
(
−
)−
+
+
−
−
(
) −
(
(
)
−
)
+
+
−
+
)
)
(9)
dengan :
,
(
(
(
(
dengan :
= −
[
]
−
Dengan menggunakan operasi baris elementer,
didapatkan matriks sebagai berikut :
0
ℎ
+
, <0
Dapat disimpulkan bahwa titik setimbang
stabil jika syarat dipenuhi.
 

bE
dE
T  T    


 T   T   K T   T   K  1 2  E
b
b
1
2
 1 2
⎡0
⎢
⎢0
⎢
( ) = ⎢0
⎢
⎢0
⎢
⎢0
⎣0
ℎ
2.
Matriks Jacobian untuk titik setimbang endemik
adalah :
− −
⎡
0
⎢
⎢
=⎢
0
⎢
⎢ −
0
⎢
0
⎣
+
Agar sistem stabil, maka nilai real dari harus
negatif. Dari
, , , ,
yang didapatkan
sebelumnya
maka
dipastikan
bahwa
, , , , < 0. Selanjutnya akan diberikan
syarat agar dan bernilai negatif, yaitu :
− +
+
<0
1.
−
dengan :
E
−
=−
= ,




N T   T1  T2 


1
2
kVT
k VT


Eˆ 1  
,
, 1 I 1 , 2 I 2 ,
,0, E 
 1  k1V I   2  k 2V I    m1 E    m 2 E    1 k1T1   2 k 2T2




)
= (− −
=− −
=− −
=− −
1  1, 2  2 , 3  E , 4  
ℎ
,
−
−
−
−
,
≥0
)=0
)=0
)=0
)=0
optimal
diperoleh
dengan
Pengendalian
meminimumkan persamaan keadaan terhadap semua
pengendali dalam daerah pengendali, sedangkan
Nilai eigen diperoleh dari
− ( ) = 0.
Karena ( ) merupakan matriks segitiga atas maka
nilai eigen ada pada diagonal utamanya yaitu :
7
variabel yang lain dianggap sebagai konstanta.
Dengan kata lain dicari titik stasionernya. Jadi
kondisi perlu yang dibentuk oleh Prinsip Minimum
Pontryagin adalah kondisi stasioner dari persamaan
Lagrangian, persamaan state, dan persamaan co-state.
⟺
=Λ −
− (1 −
̇ =
=Λ −
− (1 −
̇′
=
= (1 −
)
= (1 −
̇ =
= (1 −
)
′
−
(
)
′
= −{ [−
̇ =−
= −{ [−
′
−
̇ =−
′
= −{
̇ =−
′
+
]+
′
(1 −
(1 −
]+
)
(
−
+
̇ =−
∗
]
)
=
+
)
(1 −
(1 −
′
+
)
(1 −
′
+
−
(
)
+
′
+
)
pi t f   0 untuk
−
)
−
(1 −
(
′
+
′
+
)
)
+
(1
)
]}
)
− (1 −
)
+
*
{ ,
=
( ,
)}
(13)
1
[(
2
−
)
+
+(
−
+
)
]
=
{
,
( ,
−
)
)}
(14)
1
[(
2
(
+
)]
i  1, 2 ,3 , 4 , 5 , 6 , 7 .
+(
−
+
)
Parameter
Λ
μ
Nilai
10
0.01
k
8.10-4
m
ρ
Λ
μ
k
0.01
1
31.98.10 -3
0.01
m
ρ
0.01
1
0.1
Satuan
Sel.mm-3.hari-1
Hari-1
Mm3virion-1hari-
Parameter
Nilai
0.7
100
13
Satuan
Hari-1
Virions.sel-1
Hari-1
10-3
0.3
0.1
0.25
0.5
Sel.mm-3 .hari-1
Hari-1
Sel.mm-3
Hari-1
Sel.mm-3
0.1
0.34
Hari-1
*
1
Mm3 .sel-1 .hari-1
Virions.sel-1
Sel.mm-3.hari-1
Hari-1
Mm3virion-1hari-
Λ
b
d
1
Mm3 .sel-1 .hari-1
Virions.sel-1
μ
f
Proses simulasi dibagi menjadi beberapa
kondisi, sebagai berikut:
a. Kondisi Normal (Susceptible)
Simulasi pertama dengan kondisi awal :
= 1000,
= 3.198, =
= =
=
0 dan = 0.01 mengindikasikan bahwa belum
adanya virus HIV dalam tubuh manusia, sehingga
semua sel T CD4+ dan makrofag berada dalam
keadaan sehat atau tidak ada sel tubuh yang terinfeksi
oleh virus HIV.
sehingga didapatkan :
+
*
u1 dan u 2 yaitu:
jenis kedua ( u2 ) berkisar antara 0  u 2  0.3 .
Simulasi dilakukan untuk proses pengobatan selama
400 hari (  13 bulan) dengan menggunakan nilai
parameter pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Parameter dan Nilainya
+
+
+ (1 −
)
[− − (1 − )
′
′
′
−
+
− −̇
′
′
′
( + )
( + ′)
−
−
( ′+ ′+ )
( ′+ ′+ )
−
(12)
antara 0  u1  0.7 dan untuk variabel kontrol obat
=0
+(
)
variabel kontrol obat jenis pertama ( u1 ) berkisar
)
2. Kondisi Stationer
2
+
t0  0 dan waktu akhir tetap t f  400 . Nilai
)
}
dengan kondisi batas sebagai berikut :



T1(0)  T1,T2 (0)  T20 ,T1 (0)  T10 ,T2 (0)  T20 ,VI (0) VI0 , E(0)  E0
dan untuk
(
]
4.6 Simulasi dan Hasil Analisa
Proses simulasi dilakukan dengan waktu awal
)
=
=−
)+
+
−
dengan:
}
)
(
−
]+
]+
+
̇ =−
+ (1 −
)
(1 −
[− −
=−
(
+
Dengan mensubstitusikan persamaan (13) dan
(14) ke dalam persamaan (10) maka didapatkan
sistem yang optimal.
)
(1 −
+
)
−
)−
+
dan
)
− (1 −
[− −
=−
1
[(
2
(
′)
+
− (1 −
−
̇ =−
=
′
(10)
−
(11)
dengan :
′
−
(
̇ =−
−
Dari persamaan (11) dan (12) dapat diperoleh bentuk
′)
+
)
+
+ )+
=0
(
+
′
+ ′)
( ′+ ′+ )
( ′ + ′)
−
′
( + ′+ )
=Λ +
−
′
(
=
̇
̇ =
⟺
∗
− [ + (1 −
=
−
=−
̇′ =
̇
2
optimal control,
−
−
]
sehingga didapatkan :
)
−
)
+
=0
)
′
−
+(
+
1. Persamaan State dan Co-State
Dari persamaan Lagrangian yang terbentuk dapat
diperoleh persamaan state dan co-state sebagai
berikut :
̇ =
1
[(
2
=−
−
=0
8
Gambar 4.1a – 4.1c terlihat bahwa pertumbuhan
sel adalah konstan yang berarti bahwa tidak ada
gangguan dalam proses reproduksi sel dalam tubuh.
Gambar 4.2a Populasi Sel T CD4 Tanpa Treatment
Gambar 4.1a Populasi Sel T CD4 Sebelum
Adanya Virus
Gambar 4.2b Populasi Makrofag Tanpa
Treatment
Dari gambar 4.2a dan 4.2b terlihat bahwa
sebelum adanya pengobatan, infeksi virus dengan
nilai awal 10-3 duplikat/sel mengakibatkan populasi
sel T CD4+ yang sehat T1  dan sel makrofag sehat
Gambar 4.1b Populasi Makrofag Sebelum
Adanya Virus
T2 
mengalami penurunan hingga masing-masing
berjumlah 164 sel/mL dan 0,005 sel/mL dimana
jumlah awal sel T CD4+ adalah 1000 sel/mL dan
makrofag sebanyak 3,198 sel/mL.
Gambar 4.1c Populasi Sel T Cytotoxic Sebelum
Adanya Virus
b. Kondisi Telah Terinfeksi (Infected)
Simulasi kedua dilakukan pada saat virus
mulai menginfeksi tubuh penderita HIV, dengan
kondisi awal yaitu :
= 10 ,
= 3.198,
=
10 , = 10 , = 10 ,
= 10
dan
= 10 .
1. Tanpa Treatment
Pada saat telah terjadi infeksi virus namun
belum/tidak diberikan treatment maka kondisi
masing-masing sel normal adalah sebagai berikut :
Gambar 4.2c Populasi Sel T CD4 Terinfeksi
Tanpa Treatment
Gambar 4.2d Populasi Makrofag Terinfeksi
Tanpa Treatment
9
Pada gambar (4.2c) dan gambar (4.2d) terlihat
populasi sel-sel yang telah terinfeksi meningkat pada
tahap infeksi awal dan semakin menurun namun tidak
pernah habis dikarenakan belum ada pengobatan
sehingga populasi sel yang terinfeksi akan terus ada.
Gambar 4.2g Populasi Sel T Cytotoxic Tanpa
Treatment
Munculnya virus HIV pada tubuh manusia
menyebabkan populasi Sel T Cytotoxic meningkat
karena perkembangbiakan sel ini dipengaruhi oleh
munculnya zat-zat asing dalam hal ini adalah virus.
Jumlah Sel T Cytotoxic mencapai nilai maksimum di
sekitar hari ke 30 sebanyak 0.0235 sel/mL yaitu pada
saat virus mulai berkembangbiak.
Gambar 4.2e Populasi Virus Infektif Tanpa
Treatment
Gambar 4.2e menunjukkan pada hari ke 20
sampai dengan hari ke 40 populasi virus berkurang
dan
konsentasi
sel-sel
target
mengalami
pertumbuhan. Hal ini disebabkan ketika pertama kali
virus menginfeksi tubuh, Sel T Cytotoxic masih dapat
melakukan perlawanan terhadap virus. Virus
seringkali tidak dapat terdeteksi oleh Sel T Cytotoxic
ataupun sel-sel kekebalan tubuh lainnya sehingga
dapat dengan mudah melakukan replikasi diri dengan
cepat.
2. Dengan Treatment
Simulasi
kedua
dilakukan
dengan
mensimulasikan kondisi dengan adanya kontrol
selama 400 hari. Didapatkan hasil sebagai berikut:
Gambar 4.3a Populasi Sel T CD4+ Dengan
Treatment
Gambar 4.3f Populasi Virus Mandul Tanpa
Treatment
Gambar 4.2f menunjukkan populasi virus
mandul (virus yang tidak bisa menginfeksi) sebelum
diberikan obat-obatan menunjukkan jumlah sel yang
konvergen ke 0 berarti bahwa hingga akhir simulasi
populasi virus ini terus berkurang pada saat diberikan
Gambar 4.3b Populasi Sel Makrofag Dengan
Treatment
Dari gambar 4.4a dan gambar 4.3b terlihat
bahwa populasi sel-sel yang sehat yakni sel T CD4+
dan makrofag mengalami penurunan drastis pada
awal-awal terjadinya infeksi. Hal ini disebabkan
munculnya populasi virus yang menyebabkan
terinfeksinya sel-sel target yang sehat.
nilai awal VNI   10 sel/mL. Tidak adanya
pengobatan menunjukkan bahwa seluruh virus yang
ada dalam tubuh penderita memiliki kemampuan
untuk menginfeksi sel target yang sehat.
5
10
Di sekitar hari ke-50, ke-100, ke-150 dan ke250 dan 400, populasi virus dan sel-sel target yang
terinfeksi mengalami penurunan sedangkan sel-sel
target yang sehat bertambah karena adanya jumlah
kontrol yang meningkat. Sedangkan untuk hari-hari
dimana kontrol yang diberikan mendekati 0, populasi
virus dan sel-sel yang telah terinfeksi mengalami
kenaikan.
Gambar 4.3c Populasi Sel T CD4+ (Inf) Dengan
Treatment
Gambar 4.3g Populasi Sel T Cytotoxic Dengan
Treatment
Sel T Cytotoxic menjadi aktif pada saat virus
mulai menginfeksi sel target. Pertumbuhan sel di
akhir simulasi sebanding dengan populasi virus dan
sel-sel terinfeksi yang mengalami penurunan.
Pada akhir simulasi jumlah sel T CD4+ sebanyak
663 sel/mL, makrofag sebanyak 0.3 sel/mL, sel T
CD4+ terinfeksi sejumlah 0.25 sel/mL, makrofag
terinfeksi sejumlah 0.038 sel/mL, virus infektif
sebanyak 1.12 duplikat/sel, virus mndul sebanyak 0.4
duplikat/sel sdangkan sel T Cytotoxic berjumlah 6,4
sel/mL.
Gambar 4.3d Populasi Sel Makrofag (Infected)
Dengan Treatment
Gambar 4.3c dan 4.3d menunjukkan adanya
penurunan jumlah populasi pada saat diberikan
kontrol yang berupa obat-obatan. Akan tetapi pada
hari-hari dimana tidak ada kontrol, populasi sel-sel
yang terinfeksi akan menjadi bertambah.
Gambar 4.3e Populasi Virus (Infected) Dengan
Treatment
Gambar 4.3h Kondisi Kontrol
Gambar 4.3h menunjukkan bahwa pada saat
tidak diberikan kontrol/obat pada penderita maka
jumlah sel yang terinfeksi dan jumlah virus
meningkat. Penderita HIV selalu mengkonsumsi
obat-obatan sepanjang masa hidupnya untuk
meningkatkan jumlah sel-sel imun terutama jumlah
sel T CD4+ .
Gambar 4.3f Populasi Virus Mandul (Inf) Dengan
Treatment
11
6. DAFTAR PUSTAKA
Banks, HT. (2008). HIV Model Analysis Under
Optimal Control Based Treatment Strategies.
North Caroline: North Caroline State
University.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Dari analisis yang dilakukan pada model
dinamik HIV, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pada analisis stabilitas dapat diketahui bahwa
Kestabilan lokal titik setimbang bebas penyakit :
Card, J.J. (2007), The Complete HIV/AIDS
Teaching Kit. New York: Springer Publishing
Company.
 
 
 
Eˆ 0   T1 , T2 , T1 , T2 , V I , V NI , E    1 , 2 ,0,0,0,0, E 

  1  2
 E  dan
titik setimbang endemik :
Fariyanto, A. (2008), Analisis Eksistensi dan
Ketunggalan Optimal Control Pada Model
Immunology HIV. Tugas Akhir S1 Jurusan
Matematika ITS Surabaya.




NT  T1  T2 
 

2
kVT
kVT


1
Eˆ1  
,
, 1 I 1 , 2 I 2 ,
,0, E 
 1  k1VI  2  k2VI    m1E    m2 E    1k1T1  2 k2T2 




E
E

T   T  
T   T   

1
2
1
2


 
 bE 
 E  dE
T   T    K
T   T    K 

2
d
2
b
 1

 1



Finizio, N. dan Ladas, G. 1988. Ordinary
Differential
Equations
with
Modern
Applications.
California:
Wadsworth
Publishing Company.
bersifat stabil jika syarat terpenuhi
Hirmajer, T., Canto, E.B., dan Banga, J.R., (2009),
DOTcvpSB: a Matlab Toolbox for Dynamic
Optimization in Systems Biology, User’s
Guide Technical Report, Instituto De
Investigaciones Marinas [IIM-CSIC], Spanyol.
2. Pada model pengendalian virus HIV pada tubuh
manusia diselesaikan dengan menerapkan Prinsip
Minimum Pontryagin dan dapat diketahui bahwa
nilai kontrol yang optimal didapat.
∗
( )=
−
,
+(
∗
( )=
∗(
)
−
−
)
+
)
+
1
[(
2
,
+
dengan
∗( )
1
[(
2
−
)
Maghfiroh, F. (2009), Pengendalian Optimal Dari
Gabungan Terapi Pada HIV-1 Satu Strain.
Tugas Akhir S1 Jurusan Matematika ITS
Surabaya.
],
(
)],
Naidu, D. S. 2002. Optimal Control Systems. USA:
CRC Presses LLC.
: Presentase dosis RTI
Pontryagin, L.S. et al. The Mathematical Theory of
Optimal Processes, vol. 4. Interscience, 1962.
: Presentase dosis PI
Subchan, S. dan Zbikowski, R. 2009.
Computational Optimal Control : Tools and
Practice. UK : John Wiey & Sons
Ltd.Publishing.
3. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kontrol dosis
obat yang diberikan dapat meningkatkan
konsentrasi sel CD4+T dan mengurangi efek
samping dari obat yang diberikan serta dapat
menurunkan beban viral yang harus ditanggung
oleh pasien HIV.
5. 2 Saran
Adapun saran dari Tugas Akhir ini adalah
perlu adanya analisis terkait dengan mutasi virus
yang sangat tinggi sehingga menyebabkan virus
menjadi kebal terhadap obat – obatan yang
berkembang saat ini. Oleh karena itu, model
matematika pada virus HIV bisa dikembangkan
dengan memperhatikan kehadiran virus mutan yang
resisten terhadap obat.
12
Download