Informasi : BADAN GEOLOGI Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122 Telp. (022) 7272606, Fax. (022) 7202761 Website : www.vsi.esdm.go.id KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BADAN GEOLOGI PUSAT VULKANOLOGI DAN MITIGASI BENCANA GEOLOGI PENDAHULUAN Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelah Selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu maka terbentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunungapi, dan sebaran sumber gempabumi. Gunungapi yang ada di Indonesia berjumlah 129. Angka itu merupakan 13% dari jumlah gunungapi aktif dunia. Dengan demikian Indonesia rawan terhadap bencana letusan gunungapi dan gempabumi. Di beberapa pantai, dengan bentuk pantai sedang hingga curam, jika terjadi gempabumi dengan sumber berada di dasar laut atau samudera dapat menimbulkan gelombang Tsunami. Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunungapi. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas batuan k e d a p a i r p a d a perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor. PENGERTIAN TANAH LONGSOR Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan Longsoran Rotasi Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. Pergerakan Blok JENIS TANAH LONGSOR Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu. Runtuhan Batu Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah. Rayapan Tanah Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah. Aliran Bahan Rombakan Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak. GEJALA UMUM TANAH LONGSOR q Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing. q Biasanya terjadi setelah hujan. q Munculnya mata air baru secara tiba-tiba. q Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan. PENYEBAB TERJADINYA TANAH LONGSOR Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah- batuan. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TANAH LONGSOR 1. Hujan Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah. 2. Lereng Terjal 5. Jenis tata lahan Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar. Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran 3. Tanah yang kurang padat dan tebal Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas. 6. Getaran Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak. 4. Batuan yang kurang kuat Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal. 7. Susut muka air danau atau bendungan Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan. 8. Adanya beban tambahan Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah. 9. Pengikisan/erosi Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal. Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri: hAdanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda. hUmumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur. hDaerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai. h Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah. hDijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama. hDijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil. 12. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung) 10. Adanya material timbunan pada tebing Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah. Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri: q Bidang perlapisan batuan q Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar q Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat. q Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air). q Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat. Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor. DAFTAR KEJADIAN GERAKAN TANAH DI INDONESIA TAHUN 2010 13. Penggundulan hutan Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang. 14. Daerah pembuangan sampah Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal. Keterangan: MD : Meninggal Dunia RH : Rumah Hancur BLH : Bangunan Lain Hancur LL : Luka-luka RT : Rumah Terancam SIP : Saluran Irigasi Putus RR : Rumah rusak BLR : Bangunan Lain Rusak Jln LPR : Lahan Pertanian Rusak : Jalan rusak 15. Pemotongan Lereng Pemotongan lereng untuk berbagai kepentingan atau penambangan/penggalian yang terlalu tegak dan tidak Tampak bahwa kejadian bencana dan jumlah korban bencana tanah longsor di Propinsi Jawa Barat lebih besar dibandingkan dengan propinsi lainnya. Hal demikian disebabkan oleh faktor geologi, morfologi, curah hujan, dan jumlah penduduk serta kegiatannya. Hindari bahaya TANAH LONGSOR Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat permukiman Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui retakan Jangan menebang pohon di lereng Hindari bahaya TANAH LONGSOR Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit Jangan melakukan penggalian dibawah lereng terjal Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal Pembangunan rumah yang salah di lereng Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan longsor Jangan membangun rumah di bawah lereng TAHAPAN MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR A. Kagitan pra bencana Kegiatan pra bencana dilakukan dalam situasi sebelum terjadi bencana dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Hal ini dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerenanan pihak yang terancam bencana. Kegiaan tersebut antara lain : 3. Peringatan dini dan penyebaran informasi Peringatan dini adalah serangkaian pemberian peringatan sesegara mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya becana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Metodologi peringatan dini yang dilakukan Badan Geologi antara lain : Ÿ Membuat peta tumpang susun antara peta curah hujan dan zona kerentanan 1. Pemetaan a. Pemetaan zona kerentanan gerakan tanah Pemetaan Kerentanan Gerakan Tanah menyajikan secara visual tingkat kerentanan/kerawanan terhadap potensi bahaya gerakan tanah, kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan sekitarnya, seperti manusia, pemukiman, serana prasarana, harta benda. Pemetaan Kerentanan Gerakan Tanah merupakan data dasar dalam melakukan antisipasi bencana dan sebagai pertimbangan dalam penyusunan analisis risko bencana gerakan tanah. gerakan tanah (Peta Prakiraan Wilayah Potensi Terjadi Gerakan Tanah) yang disebarluaskan setiap bulan kepada Pemerintah Daerah. Ÿ Penyebarluasan informasi daerah rawan gerakan tanah. Ÿ Penyebaran leaflet dan poster tentang tata cara mitigasi dan penanggulangan bencana gerakan tanah. Ÿ Tanda-tanda peringatan dini sebagai upaya peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap ancaman bahaya gerakan tanah dibuat pemerintah daerah. b. Pemetaan zona risiko bencana gerakantanah Pemetaan Risiko Gerakan Tanah dilakukan untuk mengetahui tingkat risiko suatu objek bencana di dalam zona kerentanan tanah. Peta ini digunakan sebagai acuan dalam pengaturan tata ruang wilayah yang berbasis risiko bencana dan dapat direvisi sesuai dengan potensi dan perkembangan daerah tersebut. 4. Penyelidikan gerakan tanah Penyelidikan gerakan tanah bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai potensi bencana gerakan tanah, faktor pengontrol dan pemicu gerakan tanah, sebaran zona kerentanan gerakan tanah dan rekomendasi teknis langkahlangkah penanggulangannya. 2. Pemantauan Pemantauan gerakan tanah dilakukan melalui pemantauan gerakan tanah yang berkesinambungan maupun temporer, untuk mengetahui tingkat perkembangan gerakan tanah, laju pergerakan, faktor penyebab bencana dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh gerakan tanah serta antisipasi kemungkinan bencana gerakan tanah serupa yang mungkin terjadi di waktu yang akan datang. Pemantauan gerakan tanah dilakukan pada pemukiman padat dan dareah vital dan strategis. 5. Penguatan ketahanan masyarakat Peningkatan dan penyebarluasan informasi kebencanaan untuk membentuk masyarakat siaga bencana. Kegiatan peningkatan kapasitas untuk penguatan ketahanan masyarakat meliputi : a. Pemanfaatan sumberdaya masyarakat Meningkatkan, kemampuan dan budaya masyarakat untuk membentuk masyarakat siaga bencana dengan melakukan pelatihan untuk pelaksana penanggulangan bencana dan masyarakat. b. Penyebaran informasi kebencanaan Penyebarluasan informasi kebencanaan bertujuan untuk meningkatakan kewaspandaan masyarakat yang tinggal di zona rentan bencana menengah dan tinggi. c. Sosialisasi dan penyuluhan Sosialisasi dan penyeluluhan adalah penyampaian informasi tentang gerakan tanah, penyelidikan, pengetahuan, pemeriksaan, pemantauan dan pemetaan gerakan tanah oleh lembaga yang berwenang kepada pelaksana penanggulangan bencana masyarakat. d. Pendidikan dan pelatihan kebencanaan Pendidikan dan pelatihan kebencanaan dilaksanakan terutama terhadap masyarakat yang tinggal di zona kerentanan gerakan tanah tinggi. Pendidikan dan pelatihan ini mencakup manajemen kedaruratan, membangun koordinasi, komunikasi dan kerjasama, pemahaman daerah rawan bencana dan prosedur tetap evakuasi. e. Rencana kontijensi Penyiapan dan penyusunan rencana kontijensi dilakukan pada daerah yang berpotensi terkena bencana gerakan tanah. Tujuannya apabila terjadi bencana Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama dengan masyarakat mampu menyiapkan diri dan mengoperasikan dokumen kontijensi menjadi rencana operasional pada saat tanggap darurat. 6. Mitigasi gerakan tanah struktural Mitigasi gerakan tanah secara struktural dan rekayasa untuk mengurangi atau menghindari kemungkinan dampak bahaya antara lain memindahkan permukiman dari daerah rentan gerakan tanah dan atau melakukan rekayasa teknologi. Mitigasi struktural untuk mengurangi dampak bahaya merupakan wewenang pemerintah daerah atau instansi terkait. B. Kegiatan Saat Bencana Tanggap Darurat Bencana dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana dilakukan. Hal ini untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman mupun kerentanan pihak yang terancam bencana yang dilakukan oleh Tim Tanggap Darurat. Kegiatan ini untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi evaluasi potensi terjadi gerakan tanah susulan, dampak dan sebaran gerakan tanah, rekomendasi teknis langkah-langkah penanggulangan serta pemulihan prasarana dan sarana. Tim tersebut berkoordinasi dengan pemerintah daerah/BPBD, dan melakukan sosialisasi bersama pemerintah daerah/BPBD kepada masyarakat untuk antipasi potensi terjadi bencana gerakan tanah susulan. C. Pasca Bencana Gerakan Tanah Kegiatan pasca bencana dilakukan setelah terjadi bencana gerakan tanah untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan. Kegiatan pasca bencana tanah meliputi penentuan daerah relokasi yang aman terhadap bencana, perbaikan/rehabilitasi lingkungan daerah bencana, perbaikan atau pembangunan kembali prasarana dan sarana umum. Kegiatan pasca bencana gerakan tanah bertujuan untuk mengurangi dampak bahaya yang merupakan wewenang pemerintah daerah atau instansi terkait. Kegiatan Pasca Bencana PVMBG berkoordinasi dengan instansi lainnya/Pemerintah Daerah/ BPBD dalam penentuan/pelaksanaan rekonstruksi dan rehabilitasi. Saran kegiatan rekonstruksi antara lain : TAHAPAN MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR a. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana. b. perbaikan drainase lereng/tanah. c. pengurangan susut lereng sebelum pembangunan sarana prasarana. d. penghijauan kembali lereng. e. pembuatan penahan lereng/Retaining Wall untuk menstabilkan lokasi hunian. Rekapitulasi Kejadian dan Korban Gerakan Tanah di Indonesia 2005 - 2010 Keterangan : MD : meninggal dunia LL : luka-luka RR : rumah rusak RH : rumah hancur Jln LPR RT : jalan rusak : lahan pertanian rusak : rumah terancam SELAMA DAN SESUDAH TERJADI BENCANA 1. Tanggap Daerurat Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan penrtolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain : - Kondisi medan - Kondisi bencana - Peralatan - Informasi bencana 2. Rehabilitasi Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan. 3. Rekonstruksi Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan , longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%. Ada beberapa tindakan perlidungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat hunian, antara lai : - Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap) - Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pembangunan) - Vegetasi kembali lereng-lereng - Beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi hunian. FOTO-FOTO KEJADIAN TANAH LONGSOR DI INDONESIA Longsor batu di kawasan penambangan batu Desa Setianegara, Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Sebuah rumah di Kecamatan Kadungora, Garut, porak-poranda akibat tanah longsor yang melanda wilayah di Jawa Barat. Masyarakat melihat bis yang terperosok keluar dari jalan raya akibat terjangan longsoran tanah di Cilacap, Jawa Tengah. Tim evakuasi bencana longsor TPAS Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat sedang bekerja mengangkat tumpukan sampah. PETA ZONA KERENTANAN TANAH LONGSOR INDONESIA Longsor yang terjadi di Semarang tahun 2002, menimbun 9 rumah yang berada di bawahnya. Longsor yang terjadi di Padang tahun 2005 mengakibatkan sejumlah ruas jalan terputus. GEJALA UMUM GERAKAN TANAH MEKANISME PERUSAKAN a. Muncul retakan yang memanjang atau melengkung pada permukaan tanah atau pada konstruksi bangunan Gerakan tanah dapat merusak jalan, pipa atau kabel yang tertanam baik akibat gerakan di bawahnya atau karena penimbunan material hasil longsoran. b. Terjadi penggelembungan pada lereng atau tembok penahan c. Secara tiba-tiba pintu atau jendela rumah sulit dibuka menandakan adanya perubahan permukaan pada bangunan yang terdorong oleh masa tanah yang mulai bergerak Gerakan tanah yang berjalan lambat menyebabkan penggelembungan (tilting) dan bangunan tidak dapat digunakan lagi. Rekahan pada tanah menyebabkan fondasi bangunan terpisah dan menghancurkan utilitas lainnya di dalam tanah. Runtuhan lereng yang terjadi secara tiba-tiba dapat menyeret pemukiman turun jauh di bawah lereng. d. Tiba-tiba muncul rembesan air atau mataair pada lereng bukit KAJIAN BAHAYA e. Apabila sebelumnya sudah ada rembesan air atau mataair di lereng, air tersebut berubah menjadi keruh bercampur lumpur f. Pohon-pohon atau tiang pancang (listrik atau lainnya) miring searah dengan kemiringan lereng * Identifikasi morfologi dan endapan longsor masa lalu dengan metoda geologi teknik untuk memperhitungkan kemungkinan kejadian longsoran susulan. g. Terdengar suara gemuruh atau ledakan dari atas suatu bukit * Indentifikasi faktor pengontrol yang dominan mengganggu kestabilan lereng serta kemungkinan faktor pemicu lainnya misalnya gempabumi. h. Terjadi runtuhan atau aliran butir tanah/kerikil secara mendadak dari atas bukit * Indentifikasi pemanfaatan lahan yang berupa daerah tanah urugan, timbunan sampah atau lainnya. * Antisipasi bahaya longsor susulan pada endapan longsoran yang belum lama terjadi. GEJALA TERJADINYA TANAH LONGSOR Beberapa metoda yang dapat diterapkan dalam penanganan gerakan tanah antara lain: !Pengendalian air permukaan, pengendalian air rembesan, penanaman pohon, penambatan longsoran tanah (misalnya : tembok panahan, bronjong) dan penambatan longsor batuan. !Meningkatakan kewaspadaan bila hujan turun terus-menerus. !Untuk jangka panjang perlu dilakukan pendataan secara komprehensif, guna merelokasi sebagian warga di kampung-kampung yang termasuk daerah kerentanan gerakan tanah tinggi ke tempat relokasi baru yang aman terhadap ancaman gerakan tanah. Lahan diperuntukkan relokasi harus dirancang dengan memperlihatkan faktor-faktor seperti : terasering, sistem drainase yang baik dan penanaman pohon pengikat yang memedai. Batu yang berjatuhan akibat longsor yang terjadi di kawasan wisata air panas Pacet. Tumpukan kayu yang terbawa arus longsor dan banjir di Bahorok Sumatera utara yang memakan korban sekitar 200 orang. Longsor di G. Bawakaraeng, Sulawesi Selatan Maret 2004