HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10 – 59 BULAN DI KELURAHAN SUMURBATU KECAMATAN BANTARGEBANG KOTA BEKASI TAHUN 2013 Skripsi Oleh: FAUZIAH 109101000014 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/ 2013 M LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, September 2013 Fauziah i FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Oktober 2013 Fauziah, NIM: 109101000014 HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI KELURAHAN SUMURBATU KECAMATAN BANTARGEBANG KOTA BEKASI TAHUN 2013 (xviii+ 111 halaman, 19 tabel, 1 gambar, 2 bagan, 6 lampiran) ABSTRAK Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian. Dari angka mordibitas dan mortalitas diare di Indonesia, balita merupakan yang terbanyak. Kelurahan Sumur Batu berada di sekitar TPA sampah yang dapat menimbulkan pencemaran air. Sebagian besar masyarakat juga berada pada sosial ekonomi menengah ke bawah yang memiliki risiko pencemaran pada sarana sanitasi airnya. Dari hal ini, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan faktor individu dan karakteristik sanitasi air terhadap kejadian diare pada Balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013. Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain studi cross sectional, dengan sampel balita berumur 10-59 bulan yang berjumlah 52 responden. Data yang digunakan dari data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan mikrobiologi air minum. Dari hasil penelitian diperoleh sebesar 44,2% mengalami diare dan 55,8% tidak mengalami diare. Kemudian dari hasil analisis bivariat dengan α 5% diperoleh dua variabel yang berhubungan dengan kejadian diare yaitu kondisi sarana air bersih dengan pvalue 0,023 dan E. Coli dalam air minum dengan pvalue 0,021. Sedangkan variabel umur (pv 0,392), ASI eksklusif (pv 0,089), imunisasi campak (pv 0,263) dan pengolahan air minum (pvalue 0,264) tidak berhubungan bermakna dengan diare. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit diare, mensosialisasikan prinsip tatalaksana diare yaitu LINTAS DIARE, meningkatkan penyuluhan tentang pencegahan diare, meningkatkan pengawasan terhadap kualitas air dan meningkatkan sosialisasi mengenai cara pengelolaan air minum yang baik bagi masyarakat. Kata Kunci : Sanitasi Air, Diare, Balita, Cross Sectional Daftar Bacaan : 71 (1984-2013) ii FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH Paper, October 2013 Fauziah, NIM : 109101000014 THE RELATIONSHIP BETWEEN CHARACTERISTICS OF WATER SANITATION WITH DIARRHEA IN CHILDREN UNDER FIVE YEARS IN SUMURBATU VILLAGE BANTARGEBANG SUBDISTRICT BEKASI CITY ABSTRACT Diarrhea is one of the environment based diseases which is a major cause of mordibity and mortaliy. Based on diarrhoe mordibity and mortality rate in Indonesia, diarrhea has happended mostly in child under fiver years. Sumurbatu village located around the landfill waste, it can make water pollution. Beside that, mostly people are also in the middle to lower socio-economic at risk pollution of water sanitation tools. Therefore rese determine the relationship between the sanitation water characteristic with the incidence diarrhoe on child under fiver years at Sumurbatu village. This research is quantitative cross sectional study design, the samples were children aged 10 until 59 months amounted to 52 respondents. The data used in this study is secondary data from relevant institutions and primary data obtained through interviews, observation and microbiological testing of drinking water. The results showed that 44,2 % of children with diarrhea and 55,8% didn’t have diarrhea. The bivariate result analysis of the significance level of 5% found two variables related with incidence of diarrhea. The variables are clean water sanitation and E.Coli in drinking water. Whereas, variables of the age, exclusive breastfeeding, measles and drinking water treatment were not significantly relate with diarrhea incidence. It’s reccomended that people need to increase public knowledge about diarrhea diseases , promote the principles of management of diarrhea LINTAS DIARE , increase education about prevention of diarrhea , increased monitoring of water quality and increase socialization of how good management of drinking water for the community. Keyword : water sanitation,diarrhea, child under five years, cross sectional. References : 71 (1984-2013) iii PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi dengan Judul HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI KELURAHAN SUMURBATU KECAMATAN BANTARGEBANG KOTA BEKASI TAHUN 2013 Telah disetujui, diperiksa untuk di pertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jakarta, September 2013 Pembimbing I Pembimbing II Dr. Arif Sumantri SKM, M.Kes Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn. Kes PANIITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM SUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jakarta, November 2013 Penguji I, Narila Mutia Nasir, Ph.D Penguji II Nurul Wandasari, M.Epid DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Fauziah Tempat, Tanggal lahir : Tangerang, 26 November 1991 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Golongan Darah :A Alamat : Jl. Pondok Aren 2 Rt. 007 Rw. 003 No. 24 Pondok Betung – Pondok Aren – Tangerang Selatan 15221 Hp : 085691688797 Email : [email protected] Pendidikan 1997 – 2003 MI Nurul Huda, Tangerang 2003 – 2006 MTs N 13, Jakarta 2006 – 2009 SMA N 87, Jakarta IPA 2009 – 2013 UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta S1, Kesehatan Masyarakat Organisasi 2011 – 2013 Anggota Environmental Health UIN Jakarta Student Association (ENVIHSA) 2009 – 2011 Anggota Saman Dance FKIK UIN Jakarta 2006 – 2009 Anggota ROHIS SMA N 87 Jakarta 2004 - 2005 Anggota klub kaligrafi MTs N 13 Jakarta Pengalaman Kerja praktek di OE/HES PT. Chevron Pacific Indonesia – Riau Kerja praktek di PT. Proton Gumilang Pest Management – Jakarta v KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim ُ سالَ ُُم َعلَ ْي ُك ُْم َو َر ْح َم ُة ُ للاهُ َوبَ َر َكاتُ ُه َّ ال Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat syafa’at nya. Skripsi dengan judul “Hubungan Karakteristik Sanitasi Air Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Allah SWT, atas berkah, rahmat serta nikmat-Nya sehingga penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Untuk kedua orang tua, baba dan mama yaitu Murdih dan Sunah, untuk kakak-ku Iman, Tinah, Tatang, Ismail, dan Kholida serta keponakan-keponakanku (Zidan, Kholil dan Najwa) tersayang yang selalu mendoakan, memberi dukungan moril dan materil serta memberikan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And.; selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. vi 4. Ibu Ir. Febrianti, Msi; selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN dan sekaligus sebagai dosen penasehat akademik, terima kasih ibu atas bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama penyusunan skripsi. 5. Bapak Dr. Arif Sumantri S.KM., M.Kes. selaku dosen pembimbing pertama sekaligus penanggung jawab peminatan kesehatan lingkungan, terima kasih atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, terimaksih atas ilmu, kesempatan, dan pengalaman yang penulis dapatkan bersama teman-teman di luar kompetensi akademik melalui kegiatan yang bapak berikan. 6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn. Kes; selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih ibu atas bimbingan, saran-saran, arahan, motivasi, dan doa yang selalu ada selama penyusunan skripsi 7. Kepala Puskesmas Bantargebang beserta jajaran; dr. Ikman, drg, Rina dan Bu Susi atas perizinan untuk melakukan penelitian serta dukungannya dengan memberikan data yang penulis butuhkan. 8. Ibu Hj. Sumiati selaku kepala kelurahan Sumurbatu beserta staf seperti bapak Tri; atas perizinan, arahan, dan dukungannya 9. Ibu Masriah selaku kader posyandu yang selalu menemani dan membantu penulis selama pelaksanaan turun lapangan 10. Untuk teman-teman seperjuangan di Kelurahan Sumurbatu ini yaitu Yeni dan Reni, walaupun turun lapangannya ngga bareng, namun kerjasama berkesan sekali saat vii minta data, studi pendahuluan serta mengurus perizinan di kesbangpolinmas dan kelurahan. InsyaAllah kita akan dapet hasil yang manis dari buah kesabaran saat itu. 11. Untuk Keslingers 2009 (Mentary, Yeni, Cita, Imah, Dila, Imah, Nita, Risma, Ratna, Nisa, Ami, Maya, Aan, Agung, Ersa, Moris, Yudi, Udin dan Rudi) yang sama-sama berjuang menyelesaikan skripsi terima kasih atas semangat yang diberikan, kebersamaan, canda tawa saat di dalam maupun di luar kelas. 12. Untuk Diana dan Alfiyah, terimakasih atas dorongan, semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini dan selama kuliah. 13. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2009 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik !!! 14. Dan seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian dan dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak penulis sebutkan secara keseluruhan. Hormat penulis kepada semuanya. Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa skripsi ini masih cacat dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terima Kasih. ُ سالَ ُُم َعلَ ْي ُك ُْم َو َر ْح َم ُة ُ للاهُ َوبَ َر َكاتُ ُه َّ َُو ال Jakarta, Oktober 2013 Penulis viii DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN i ABSTRAK ii LEMBAR PERSETUJUAN iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR BAGAN xvi DAFTAR SINGKATAN xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 6 C. Pertanyaan Penelitian 6 D. Tujuan Penelitian 8 1. Tujuan Umum 8 2. Tujuan Khusus 8 E. Manfaat Penelitian 10 1. Bagi Peneliti 10 2. Bagi Instansi Terkait 10 3. Bagi Peneliti Lain 10 F. Ruang Lingkup 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Diare 12 B. Klasifikasi Diare 13 C. Etiologi Diare 14 ix D. Gejala Diare 16 E. Cara Penularan Diare 17 F. Epidemiologi Diare 20 G. Patofisiologi Diare 20 H. Pencegahan Diare 25 I. Penatalaksanaan Pendertia Diare 26 J. Faktor-faktor yang berhubungan Dengan Diare Pada Balita 29 1. Faktor Individu Balita 29 a. Umur Balita 29 b. Status Gizi 31 c. Pemberian ASI Eksklusif 31 d. Immuno defisiensi 33 e. Imunisasi Campak 33 2. Faktor Karakteristik Sanitasi Air 34 a. Kondisi Sarana Air Bersih 35 b. Pengolahan Air minum 41 c. Eschericia Coli (E. Coli) dalam Air Minum 43 K. Kerangka Teori 47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Konsep 48 B. Definisi Operasional 50 C. Hipotesis Penelitian 53 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 54 B. Tempat Dan Waktu Penelitian 54 C. Populasi Dan Sampel Penelitian 56 1. Populasi 56 2. Sampel 57 x 3. Teknik sampling 58 D. Metode Pengumpulan Data 59 1. Data Primer 59 2. Data Sekunder 59 E. Instrumen Penelitian 60 F. Validitas dan Reliabilitas Intrumen 63 G. Pengolahan Data 64 1. Mengkode Data 65 2. Menyunting Data 65 3. Memasukkan Data 65 4. Membersihkan Data 65 H. Analisis Data 66 1. Analisis Univariat 66 2. Analisis Bivariat 66 BAB V HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat 68 1. Gambaran Karakteristik Responden 68 a) Gambaran Umur Reponden 68 b) Gambaran Pendidikan Responden 69 c) Gambaran Pekerjaan Responden 70 2. Gambaran Kejadian Diare Pada Balita 71 3. Gambaran Faktor Individu Balita 71 a) Umur Balita 72 b) Pemberian ASI Eksklusif 72 c) Imunisasi Campak 73 4. Distribusi Karakteristik Sarana Sanitasi Air 73 a) Kondisi Sarana Air Bersih 73 b) Pengolahan Air Minum 75 c) E.Coli dalam air Minum 77 xi B. Analisis Bivariat 79 1. Hubungan antara Faktor Individu Balita dengan Kejadian Diare pada Balita 79 a) Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare pada Balita 79 b) Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada Balita 81 c) Hubungan Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare pada Balita 82 2. Hubungan antara Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare pada Balita 83 a) Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita 83 b) Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita 84 c) Hubungan E.Coli dalam air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita 85 BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian 87 B. Kejadian Diare 88 C. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita 90 1. Hubungan antara Faktor Individu Balita dengan Kejadian Diare pada Balita 90 a) Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare pada Balita 90 b) Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada Balita 93 c) Hubungan Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare pada Balita 95 2. Hubungan antara Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare pada Balita 98 a) Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita 98 xii b) Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita 101 c) Hubungan E.Coli dalam air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita 104 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 109 B. Saran 110 1. Bagi masyarakat 110 2. Bagi intansi terkait 111 3. Bagi Peneliti Selanjutnya 111 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Definisi Operasional 50 Tabel 4.1 Distribusi Tingkat Pendidikan Penduduk di Kelurahan 58 Sumurbatu Tahun 2013 Tabel 4.2 Distribusi Jenis Mata Pencaharian di Kelurahan Sumurbatu 56 Tahun 2013 Tabel 4.3 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda 58 Dua Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kelurahan 68 Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan 69 Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di 69 Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan 70 Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Individu umur balita, pemberian ASI 71 eksklusif, dan imunisasi campak di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Tabel 5.6 Distribusi balita menurut Sarana Air Bersih yang digunakan di 73 Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Tabel 5.7 Distribusi Balita Menurut Kondisi Sarana Air Bersih di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 xiv 74 Tabel 5.8 Distribusi Balita Menurut Sumber Air Minum di Kelurahan 74 Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Tabel 5.9 Distribusi Sumber Air Minum Sumur dan Isi Ulang 75 Berdasarkan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013 Tabel 5.10 Distribusi Balita Menurut Pengolahan Air Minum di 76 Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Tabel 5.11 Distribusi Balita menurut E.Coli dalam air minum di 77 Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Tabel 5.12 Distribusi E. Coli Berdasarkan Sumber Air Minum dari 77 Sumur dan Air Isi Ulang di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013 Tabel 5.13 Distribusi Balita menurut Hubungan Umur dengan Kejadian 78 Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Tabel 5.14 Distribusi Balita menurut Hubungan Pemberian ASI Eksklusif 79 dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Tabel 5.15 Distribusi Balita menurut Hubungan Imunisasi Campak 80 dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Tabel 5.16 Distribusi Balita menurut Hubungan Kondisi Sarana Air 81 Bersih dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Tabel 5.16 Distribusi Balita menurut Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan xv 82 Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Tabel 5.17 Distribusi Balita menurut Hubungan E.Coli dalam air Minum dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 xvi 83 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Jalur Pemindahan Kuman Penyakit Dari Tinja Ke Penjamu Lain xvii 18 DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Kerangka Teori 44 Bagan 3.1 Kerangka Konsep 49 xviii DAFTAR SINGKATAN ASI : Air Susu Ibu Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia SAB : Sarana Air Bersih TPA : Tempat Pembuangan Akhir WHO : World Health Organization xix DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian Lampiran 3 : Lembar Observasi Lampiran 4 : Hasil Pemeriksaan E.Coli dalam Air Minum Lampiran 5 : Output Analisis Data Lampiran 6 : Foto xx BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi masalah kesehatan di negara berkembang. Penyakit berbasis lingkungan dapat terjadi karena adanya hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit (Achmadi, 2008). Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), diare menempati urutan kelima dalam 10 penyakit penyebab kematian di dunia (WHO, 2011). Di Indonesia, penyebaran kasus diare ada di setiap provinsi dan menyebabkan tingginya mortalitas dan mordibitas. Presentase kematian akibat penyakit diare berdasarkan pola penyebab kematian semua umur sebesar 3,5 %, sedangkan presentase kematian akibat diare diantara penyakit menular lainnya adalah 13% berada pada urutan ke-empat (Kemenkes RI, 2007). Menurut data Subdit diare Depkes RI, hasil survei menunjukkan dari tahun 2000 sampai 2010 tren penyakit diare menunjukkan kecenderungan insiden naik. Pada tahun 2000 angka kejadian diare 301/1000 penduduk, tahun 1 2 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk (Kemenkes RI, 2011). Selain itu, penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih lanjut diare akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Data terakhir dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa diare menjadi pembunuh nomor satu penyebab kematian berdasarkan umur pada anak balita atau kelompok umur 1-4 tahun (Kemenkes RI, 2011). Di sisi lain, wilayah Jawa Barat menunjukkan daerah yang memiliki penyebaran diare yang tinggi terlihat dari data Riskesdas tahun 2007 dengan prevalensi penyakit diare di provinsi ini sebesar 10,2 % (Kemenkes, 2011). Pada tahun 2010 jumlah kasus diare pada anak menunjukkan 269.483 penderita. Jumlah kasus diare pada anak setiap tahunnya rata-rata di atas 40%, hal ini menunjukkan bahwa kasus diare pada anak masih tetap tinggi dibandingkan golongan umur lainnya di Propinsi Jawa Barat. Salah satu kota yang memiliki insiden diare yang besar terjadi di kota Bekasi sebesar 1.965,42 per 1000 penduduk (Kemenkes RI, 2010). Berdasarkan data di Puskesmas Bantargebang I Kota Bekasi dari tahun 2006 sampai 2008 dalam sepuluh besar penyakit diare selalu berada di nomor empat. Dari pelaporan itu, kasus diare dari tahun ke tahun juga terus meningkat (Puskesmas Bantar Gebang I tahun 2008, dalam Wijayanti, 2009). Dalam data terbaru sepuluh penyakit terbesar tahun 2012 penyakit diare masih dalam posisi ke-empat dengan jumlah penderita 2.689 orang. Selain itu, diantara empat kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Bantargebang I, 3 kelurahan Sumur batu memiliki jumlah penderita diare terbanyak yaitu 120 orang (Puskesmas Bantargebang I, 2012). Menurut Depkes RI (2003), diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari) (Sardjana, 2007). Penyakit diare merupakan penyakit kompleks karena berbagai faktor ikut berperan aktif. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan insiden penyakit diare pada balita, diantaranya adalah faktor individu pada balita yang terdiri dari umur balita, pemberian ASI eksklusif serta imunisasi campak dan faktor sanitasi air yang terdiri dari antara lain kondisi SAB, pengolahan air minum, dan keberadaan bakteri Eschericia Coli dalam air minum. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan umur balita dengan kejadian diare (Sinthamurniwaty, 2005), pemberian ASI eksklusif berhubungan dengan kejadian diare (Simatupang, 2003), hubungan riwayat imunisasi campak dengan kejadian diare (Cahyono, 2003). Di samping itu, penelitian lain juga menyebutkan bahwa ada hubungan kondisi SAB dengan kejadian diare (Suhardiman, 2007), pengolahan air minum berhubungan dengan kejadian diare (Rosa, 2011), dan hubungan E.Coli dalam air minum kejadian diare (Suhardiman, 2007). Daerah kelurahan Sumurbatu termasuk dalam kawasan tempat penanganan akhir sampah yang dikirim dari Bekasi dan Jakarta. TPA ini sangat dekat dengan pemukiman warga dan pemukiman pemulung yang berada si 4 sekitarnya. Menurut Ruspianto (2012), zona 5 TPA Sumurbatu berjarak sekitar 5 meter dari pemukiman warga. Dampak dari sampah jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan gangguan lain seperti perkembangbiakan tikus, lalat dan nyamuk. Seperti kita ketahui hewan-hewan tersebut merupakan vektor yang dapat menularkan penyakit (Sukana, 1993). Masalah lainnya adalah sampah yang sering mencemari air baku yang dipakai untuk sumber air minum secara langsung pada pembuangan sampah atau secara tidak langsung melalui leachate (Sharma 1987 dalam Johar, 2004) Di daerah Sumurbatu ini memiliki kondisi sarana sanitasi air, terutama akses terhadap pelayanan air bersih dan air minum masih tergolong rendah. Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti, beberapa pemukiman warga dan pemukiman pemulung yang berada di sekitar TPA memiliki sarana sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat. diantaranya adalah, 9 dari 10 responden yang diwawancara memiliki sumber air bersih dengan jarak kurang dari 10 m dari sumber pencemaran (tangki septik). Hal ini menunjukkan risiko pencemaran sarana air bersih karena jarak yang disarankan adalah ≥ 10 m. Sebagian besar masyarakat dan pemulung juga berada pada sosial ekonomi menengah ke bawah yang memiliki risiko pencemaran pada sarana sanitasi airnya. Hal tersebut terlihat dari data Puskesmas Bantargebang I menunjukkan hasil inspeksi sanitasi sarana air bersih (SAB) masih banyak SAB masyarakat yang memiliki tingkat resiko pencemaran rendah. Hal ini menunjukkan kondisi sarana air masih tergolong rendah. 5 Oleh karena itu, penanggulangan dan pencegahan diare sangat diperlukan dengan melakukan pemutusan rantai penularan penyakit diare. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hubungan faktor individu dan karakteristik sanitasi air terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013. 6 B. Rumusan Masalah Dilihat dari angka mordibitas dan mortalitas diare di Indonesia, kelompok umur balita merupakan yang terbanyak diantara kelompok umur lainnya. Data dari puskesmas Bantargebang pada tahun 2012 menunjukkan diare masih menjadi masalah kesehatan dilihat dari jumlah kasusnya yang cukup tinggi yaitu 2.689 dan menempati urutan empat dari sepuluh penyakit terbesar setelah penyakit ISPA, penyakit gigi, dispepsia. Selain itu, angka kejadian diare tertinggi di antara kelurahan lainnya di puskesmas Bantargebang pada tahun 2012adalah di kelurahan Sumur Batu sebesar 120 orang. Kelurahan Sumur Batu merupakan wilayah yang termasuk dalam TPA Sumurbatu dan berjarak sekitar 5 meter dari pemukiman warga. Keberadaan sampah di sekitar pemukiman warga ini dapat menimbulkan pencemaran air pada masyarakat sekitarnya. Sebagian besar masyarakat juga berada pada sosial ekonomi menengah ke bawah yang memiliki risiko pencemaran pada sarana sanitasi airnya. 7 C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 2. Bagaimana gambaran faktor individu balita umur 10-59 bulan (umur balita, pemberian ASI Eksklusif dan imunisasi campak) di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 3. Bagaimana gambaran karakteristik sanitasi air (kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E. Coli dalam air minum) di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 4. Apakah ada hubungan antara variabel umur balita dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013 5. Apakah ada hubungan antara variabel pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013 6. Apakah ada hubungan antara variabel imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013 7. Apakah ada hubungan antara variabel kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013 8 8. Apakah ada hubungan antara variabel pengolahan air minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013 9. Apakah ada hubungan antara variabel E. Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013 D. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara faktor individu dan karakteristik sanitasi air terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013 b. Diketahuinya gambaran faktor individu balita umur 10-59 bulan (umur balita, pemberian ASI eksklusif dan imunisasi campak) di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 c. Diketahuinya gambaran karakteristik sanitasi air (kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E. Coli dalam air minum) di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 9 d. Diketahuinya hubungan antara variabel umur balita dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013 e. Diketahuinya hubungan antara variabel pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013 f. Diketahuinya hubungan antara variabel imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 g. Diketahuinya hubungan antara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 h. Diketahuinya hubungan antara variabel pengolahan air minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 i. Diketahuinya hubungan E. Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013 10 E. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Dapat mengaplikasikan secara nyata teori yang menitikberatkan pada hubungan interaksi antara manusia dan komponen lingkungan yang mengandung agen penyakit, khususnya tentang hubungan umur balita, pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak, kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada baita 2. Bagi instansi terkait Memberikan informasi tentang hubungan karakteristik balita dan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada balita agar dapat menjadi bahan masukan dalam perencanaan dan penyusunan program lintas sektoral dalam dalam pemberantasan dan pencegahan penyakit diare pada balita di kelurahan Sumur Batu. 3. Bagi Masyarakat Diharapkan masyarakat dapat menyadari bahwa penyakit diare dapat dipengaruhi dari faktor karakteristik balita dan sanitasi lingkungan di sekitarnya. Dengan begitu masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan. 4. Bagi Peneliti Lain Menjadi sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti pada bidang kajian sejenis sehingga hasilnya nanti diharapkan dapat memperbaharui dan menyempurnakan penelitian ini. 11 F. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa peminatan Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk melihat hubungan faktor individu dan karakterisik sanitasi air dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di kelurahan Sumur Batu kecamatan Bantargebang kota Bekasi tahun 2013. Waktu penelitian dilakukan pada JuliAgustus 2013 dengan populasi penelitian adalah balita yang berumur 10-59 bulan bertempat tinggal di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi tahun 2013. Penelitian ini dilakukan berdasarkan data penyakit diare dari puskesmas bantargebang diketahui pada tahun 2012 terdapat 120 orang yang tercacat mengalami kejadian diare di kelurahan Sumur batu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan observasi dan wawancara kepada responden menggunakan kuesioner serta pemeriksaan mikrobiologi air minum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Diare Sesuai dengan definisi Hippocrates, diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Nelson dkk, 1969 dalam Suharyono, 2008) Menurut Depkes RI (2003), diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari) (Sardjana, 2007). Definisi diare lainnya menurut Smeltzer (2002) dalam Sardjana (2007), diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gr per hari) dan konsistensi (feses cair). WHO pada 1984, mendefinisikan diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (Widoyono, 2008). Secara spesifik WHO menyebutkan diare dengan feses yang berwarna hijau, bercampur lendir dan atau darah (Sardjana, 2007). Dari beberapa definisi diare, dapat disebutkan bahwa diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar yang sering melebihi keadaan 12 13 biasanya dengan konsistensi tinja yang melembek sampai cair dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja (Sardjana, 2007). B. Klasifikasi Diare Menurut Depkes RI (2000) dalam Wulandari (2009), berdasarkan jenisnya diare dibagi empat yaitu : 1. Diare Akut Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare. 2. Disentri Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa. 3. Diare persisten Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme. 4. Diare dengan masalah lain Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya. 14 C. Etiologi Diare Kondisi diare dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi, penyakit dari makanan atau kelebihan vitamin C dan biasanya disertai sakit perut, dan muntah. Ada beberapa kondisi lain yang melibatkan tetapi tidak semua gejala diare. Definisi resmi medis dari diare adalah defekasi yang melebihi 200 gram per hari (Sardjana, 2007). Hal ini terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi diserap oleh kolon. Sebagai bagian dari proses digesti, atau karena masukan cairan, makanan tercampur dengan sejumlah besar air. Oleh karena itu, makanan yang dicerna terdiri dari cairan sebelum mencapai kolon. Kolon menyerap air, meninggalkan material lain sebagai kotoran yang setengah padat. Bila kolon rusak atau inflame, penyerapan yang tidak terjadi dan hasilnya adalah kotoran yang berair (Sardjana, 2007) Menurut Widoyono (2008), penyebab diare dapat dikelompokan menjadi: 1. Virus : Rotavirus 2. Bakteri : Escherichia coli, Shigella sp dan Vibrio cholerae. 3. Parasit : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan Cryptosporidium. 4. Makanan (makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran mentah dan kurang matang). 5. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein. 6. Alergi : makanan, susu sapi. 7. Imunodefisiensi 15 Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteri. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit atau kurang gizi, dapat menyebabkan dehidrasi yang parah (Sardjana, 2007). Diare juga dapat merupakan gejala dari penyakit yang lebih serius, seperti disentri, kolera atau botulisme dan dapat juga merupakan tanda dari sindrom kronis seperi penyakit Crohn. Diare juga dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, terutama dalam seseorang yang tidak cukup makan (Sardjana, 2007). Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar, yaitu infeksi, malaborsi, alergi, keracunan, imunisasi defisiensi dan sebabsebab lain. Namun yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan oleh infeksi dan keracunan (Sardjana, 2007). 16 D. Gejala diare Beberapa gejala dan tanda diare antara lain (Widoyono, 2008): 1. Gejala umum a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroentritis akut c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis bahkan gelisah 2. Gejala spesifik a. Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis b. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan (Widoyono, 2008): 1. Dehidrasi (kekurangan cairan) Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan, sedang atau berat 2. Gangguan sirkulasi Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh kurangnya volume darah (hipovolemia). 17 3. Gangguan asam-basa (asidosis), hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh bernapas lebih cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri 4. Hipoglekemia (kadar gula darah rendah), sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi. Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belum diketahu, kemungkinan karena cairan ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma 5. Gangguan gizi, karena asupan makanan yang kurang dan output uang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (mal nutrisi). E. Cara penularan Diare Penyebaran kuman menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fekaloral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Jalur masuknya virus, bakteri atau kuman penyebab diare ke tubuh manusia dapat mudah dihafal dengan istilah 4F yang pertama kali dikemukakan Wagner & Lanoix (1985). 4F adalah singkatan dari fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (tangan). Menurut wagner & Lanoix, tahapannya dimulai dari cemaran yang berasal dari kotoran manusia (feces) yang mencemari 4F, lalu cemaran itu berpindah ke makanan yang kemudian disantap manusia (Sardjana, 2007). 18 Gambar 2.1 Jalur pemindahan kuman penyakit dari tinja ke penjamu yang baru ( Wagner & Lanoix, 1958 dalam Depkes, 2000) Di dalam gambar diatas, menjelaskan proses pemindahan kuman penyakit termasuk diare dari tinja sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melaui berbagai media perantara, antara lain sebagai berikut (Depkes, 2000 dalam Marlini, 2004): 1. Tinja atau kotoran manusia mengandung agent penyakit sebagai sumber penularan bila pembuangannya tidak aman maka dapat mencemari tangan, air, tanah atau dapat menempel pada lalat dan serangga lainnya yang menghinggapinya 2. Air yang tercemar tinja dapat mencemari makanan yang selanjutnya makanan tersebut dimakan oleh manusia atau air yang tercemar diminum oleh manusia 3. Tinja dapat mencemari tangan atau jari-jari manusia selanjutnya dapat mencemari makanan pada waktu memasak atau menyiapkan makanan, 19 demikian juga tangan yang telah tercemar dapat langsung kontak dengan mulut. 4. Tinja secara langsung dapat mencemari makanan yang kemudian makanan tersebut dimakan oleh manusia, melalui lalat/serangga, kuman penyakit dapat mencemari makanan sewaktu hinggap di makanan yang kemudian dimakan oleh manusia. 5. Melalui lalat atau serangga lainnya, kuman penyakit dapat mencemari makanan sewaktu hinggap di makanan yang kemudian dimakan oleh manusia. 6. Tinja juga dapat mencemari tanah sebagai akibat tidak baiknya sarana pembuangan tinja atau membuang tinja di sembarang tempat, dimana tanah tersebut selanjutnya dapat mencemari makanan atau kontak langsung dengan mulut manusia. Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah (Widoyono, 2008). 20 F. Epidemiologi Diare Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada anak, terutama anak usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun dan sebagian besar terjadi di negara berkembang (Kemenkes RI, 2011). Angka kematian bayi dan balita karena diare berdasarkan hasil survei antara lain: 1. Berdasarkan SKRT 2001, angka kematian bayi sebesar 9 %, angka kematian balita sebesar 13% 2. Studi mortalitas tahun 2005 menunjukkan angka kematian bayi sebesar 9,1%, angka kematian balita sebesar 15,3% 3. Dari riskesdas 2007, angka kematian bayi sebesar 42%, angka kematian balita sebesar 25,5% G. Patofisiologi Diare Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa (Sinthamurniwaty, 2007): 21 1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus. 2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut 3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster 4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim 5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe. 6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal. 7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja. Menurut Sunoto dalam Sinthamurniwaty (2007), dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat-zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik (Sinthamurniwaty, 2007). Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja (Sinthamurniwaty, 2007). 22 Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk: 1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum 2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu 3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak. Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan (Sinthamurniwaty, 2007). Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa (Sinthamurniwaty, 2007): 1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin) Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada permukaan mukosa usus. 23 Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-hormon saluran cerna yang diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis. 2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea) Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan berada dalam keadaan yang cukup tercerna. Waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan lokal mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikroorganisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh 24 enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif o1eh Shigella atau Salmonella. Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus, gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks. 3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus). Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air. Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi: 1. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam basa 2. Kekurangan gizi 3. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahanan isi usus 25 H. Pencegahan Diare Menurut Adrianto (2003) dalam Bintoro (2009), diare umumnya ditularkan melalui empat F, yaitu food, feces, fly dan finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah menyiapkan makanan dengan bersih, menyediakan air minum yang bersih, menjaga kebersihan individu, mencuci tangan sebelum makan, pemberian ASI eksklusif, buang air besar pada tempatnya, membuang sampah pada tempatnya, mencegah lalat agar tidak menghinggapi makanan, membuat lingkungan hidup yang sehat. Diare pada anak dapat menyebabkan kematian dan gizi kurang. Kematian dapat dicegah dengan mencegah dan mengatasi dehidrasi dengan pemberian oralit. Gizi yang kurang dapat dicegah dengan pemberian makanan yang cukup selama berlangsungnya diare. Pencegahan dan pengobatan diare pada anak harus dimulai dari rumah dan obat-obatan dapat diberikan bila diare tetap berlangsung. Anak harus segera dibawa ke rumah sakit bila dijumpai tanda-tanda dehidrasi pada anak (Bintoro, 2009). Menurut Kemenkes RI (2011), kegitan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah: a. Pemberian ASI b. Makanan Pendamping ASI c. Menggunakan air bersih yang cukup d. Mencuci tangan 26 e. Penggunaan jamban f. Membuang tinja bayi yang benar g. Pemberian imunisasi campak I. Penatalaksanaan Penderita Diare Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana penderita diare adalah LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang terdiri atas: 1. Pemberian Oralit Osmolaritas Rendah Pencegahan terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan oralit. Bila oralit tidak tersedia, penderita dapat diberikan lebih banyak cairan yang mempunyai osmolaritas rendah yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur dan air matang. Namun, bila terjadi dehidrasi, penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan untuk mendapatan pengobatan yang cepat dan tepat dengan oralit. Oralit yang digunakan saat ini adalah oralit kemasan 200cc dengan komposisi Natrium klorida 0,52 gram, Kalium klorida 0,3 gram, Trisodium sitrat dihidrat 0,58 gram dan Glukosa anhidrat 2,7 gram. 2. Pemberian Zinc Di negara berkembang, umumnya anak sudah mengalami defisiensi Zinc. Bila anak mengalami diare, kehilangan Zinc bersama tinja, menyebabkan defisiensi menjadi lebih berat. Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih dari 300 macam enzim dalam tubuh memerlukan 27 Zinc sebagai kofaktornya. Pemberian Zinc selama diare terbuki mampu mengurangi lamanya diare, mengurangi tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Zinc diberikan pada setiap diare dengan dosis; untuk anak berumur kurang dari 6 bulan diberikan 10 mg (½ tablet) Zinc per hari, sedangkan untuk anak berumur lebih dari 6 bulan diberikan tablet Zinc 20 mg. Pemberian Zinc diteruskan sampai 10 hari, walaupun diare sudah membaik untuk mencegah kejadian diare selanjutnya selama 3 bulan ke depan. 3. Pemberian ASI/Makanan Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak usia 6 bulan atau lebih yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak. 4. Pemberian antibiotik Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare yang memerlukannya. Antibiotik hanya bermanfaat pada anak dengan diare berdarah. 28 5. Pemberian nasihat Ibu atau keluarga harus diberi nasihat tentang: a) Cara memberikan cairan dan obat di rumah b) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan, yaitu jika diare lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan atau minum sedikit, timbul demam, tinja berdarah dan tidak membaik dalam 3 hari. 29 J. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Diare Pada Balita Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita, antara lain: 1. Faktor Individu Balita Beberapa faktor pada balita (penjamu) yang dapat meningkatkan insiden penyakit dan lamanya diare (Sardjana, 2007). Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Umur Balita Sardjana (2007) mengungkapkan diare lebih banyak terjadi pada golongan balita (55%). Umur dinyatakan berhubungan dengan kejadian diare pada penelitian Sinthamurniwaty (2005) yang menunjukkan adanya hubungan signifikan umur balita terhadap kejadian diare (p=0,006). Hal ini disebabkan karena semakin muda umur balita semakin besar kemungkinan terkena diare, karena semakin muda umur balita keadaan integritas mukosa usus masih belum baik, sehingga daya tahan tubuh masih belum sempurna (Muthmainah, 2011). Kejadian diare terbanyak menyerang anak usia 7 – 24 bulan, hal ini terjadi karena : 1) Bayi usia 7 bulan ini mendapat makanan tambahan diluar ASI dimana risiko ikut sertanya kuman pada makanan tambahan adalah tinggi (terutama jika sterilisasinya kurang). 30 2) Produksi ASI mulai berkurang, yang berarti juga antibodi yang masuk bersama ASI berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai membentuk sendiri antibodi dalam jumlah cukup (untuk defence mekanisme), sehingga serangan virus berkurang. Ditinjau dari tahap tumbuh kembang anak, balita dengan rentang 6-12 bulan adalah masa pengenalan terhadap lingkungan sekitarnya. Perilaku yang sering dilakukan yakni berusaha memegang benda apa saja yang ada di sekelilingnya dan memasukkan ke dalam mulut. Ketika kondisi tangan dari balita maupun benda yang dipegang tidak steril memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri E.Coli (Puspitasari, 2012) Di samping itu, pada kelompok umur 7 sampai dengan 24 bulan, biasanya ada beberapa balita yang menyusui sudah mulai disapih oleh ibunya, sehingga tidak lagi mendapat ASI, dengan demikian tingkat imunitas balita itu sendiri menjadi rendah. Keadaan tersebut jika disekitarnya ada kuman infeksi yang dapat menimbulkan diare, balita tersebut memiliki risiko tinggi untuk terkena diare (Sinthamurniwaty, 2004). Muhadi (2010) dalam penelitiannya mengatakan pada usia di atas 12 bulan, balita mulai bermain di luar rumah dan mulai mengkonsumsi hampir semua jenis makanan jajanan yang tidak terjamin kebersihannya. 31 b. Status gizi Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada penderita gizi buruk (Sardjana, 2007) Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering terjadi. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare yang diderita. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang (kalista, 2002) Hasil penelitian Sinthamurniwaty (2005) menunjukkan status gizi balita yang kurang secara statistik signifikan merupakan faktor risiko terjadinya diare pada balita dengan nilai p = 0,00. Risiko menderita diare pada balita yang mempunyai status gizi kurang adalah 2,54 kali lebih besar dibanding yang memiliki status gizi cukup. c. Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 33 taun 2012 ASI (Air Susu Ibu) eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Salah satu resiko terjadinya diare pada balita adalah tidak diberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan bayi. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita 32 diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar (Sardjana, 2007). ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol (Kemenkes, 2011). Hal ini karena ASI terutama kolostrum sangat kaya akan secrete imunoglobulin A (SigA). ASI mengandung laktooksidase dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial terhadap E.Coli dan Staphylococcus (Depkes RI, 2005 dalam Purnamasari, 2011) Menurut Kemenkes RI (2010), ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja (ASI eksklusif) tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Simatupang (2003) menyebutkan bahwa proporsi kejadian diare pada anak balita lebih besar terjadi pada anak balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Penelitian tersebut menunjukkan terdapat hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian diare. Pemberian ASI eksklusif akan meningkatkan daya tahan tubuh balita sehingga kemungkinan balita tidak mudah terkena diare. 33 d. Immuno defisiensi / Imunosupresi Imunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan, dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya. Jika suatu infeksi terjadi secara berulang dan berat (pada bayi baru lahir, anak-anak maupun dewasa), serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik, maka kemungkinan masalahnya terletak pada sistem kekebalan (Wikipedia, 2013). Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS (Autoimmune Deficiency Syndrome). Pada anak immunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama (Depkes, 2006 dalam Sardjana, 2007) e. Imunisasi Campak Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu balita diusahakan untuk mendapat imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan. Diare sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak, hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita (Kalista, 2012). 34 Penelitian yang dilakukan Cahyono (2003) menunjukkan bahwa imunisasi campak berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare. Balita yang tidak diimunisasi campak mempunyai risiko terkena diare sebesar 2,09 kali dibandingkan dengan balita yang diimunisasi campak. Menurut Rini (2001), pencegahan penyakit infeksi salah satunya dengan pengendalian dan pemusnahan sumber infeksi melalui imunisasi. Penyakit campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi campak. Pada anak balita usia 1-4 tahun imunisasi campak dapat menurukan angka kematian diare sebesar 6-20%. 2. Faktor Karakteristik Sanitasi Air Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah atau tidak membuang sembarangan (Depkes RI, 2004). Kebutuhan manusia akan air bersih sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Notoatmodjo, 2007). Di samping kebutuhan air yang sangat penting digunakan bagi masyarakat, Achmadi (2008) menyatakan bahwa air dikenal merupakan 35 media transmisi yang sangat baik bagi mikroorganisme. Air sebagai komponen lingkungan dikatakan memiliki potensi dan menjadi media transmisi kalau di dalamnya terdapat agen penyakit. Terutama dalam penularan penyakit diare, air sangat berperan penting. Menurut Depkes (2000), air dapat masuk melalui mekanisme Water borne disease yaitu penyakit yang ditularkan langsung melalui air yang mengandung kuman patogen. Karakteristik sanitasi air dimaksudkan pada berbagai upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan air sebagai upaya pencegahan penyakit diare pada balita. Dengan demikian, beberapa variabel karakteristik sanitasi air yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita sebagai berikut. a. Kondisi Sarana Air Bersih (SAB) Menurut Permenkes No. 416 tahun 1990, Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Penyediaan air bersih merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan masyarakat sebagaimana yang dijelaskan dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan lingkungan yang sehat, yaitu keadaan yang bebas dari risiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia. Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan 36 air, yakni pengamanan dan penetapan kualias air untuk berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia. Dengan demikian air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari selain memenuhi atau mencukupi dalam kuantitas juga harus memenuhi kualitas yang telah ditetapkan. Pentingnya air berkualitas baik perlu disediakan untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam mencegah penyebaran penyakit menular melalui air (Ginanjar, 2008) Sarana penyediaan air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang menyediakan dan mendistribusikan air tersebut kepada masyarakat. Ada berbagai jenis sarana penyediaan air bersih yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bagi kebutuhan sehari-hari, yaitu: Sarana air bersih yang sering digunakan untuk keperluan menurut (Depkes RI, 1997 dalam Marjuki, 2008), sebagai berikut: 1) Sumur Gali Sumur gali adalah sarana air bersih yang mengambil/ memanfaatkan air tanah dengan cara menggali lubang di tanah dengan cara menggali lubang di tanah sampai mendapatkan air. Lubang kemudian diberi dinding, bibir, tutup dan lantai serta sarana pengolahan air limbah (SPAL) (Depkes, 2008). Dari segi kesehatan, sumur gali ini memang kurang baik jika cara pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan karena selain 37 sangat dipengaruhi oleh musim juga sangat besar kemungkinannya untuk mendapatkan pencemaran apabila cara peletakkannya salah. Mengingat bahwa sumur ini sangat banyak dipunyai oleh masyarakat maka beberapa usaha penyempurnaan (Depkes, 1984). 2) Sumur Pompa Tangan Selain sumur gali, maka untuk mendapatkan air tanah dapat juga dilakukan denga cara pengeboran yang selanjutnya dipasang sebuah pompa tangan. Sesuai dengan kedalaman air tanah maka sumur pompa dibagi dalam 2 bagian, yaitu: a) Sumur Pompa Tangan Dangkal /SPT (Shallow Well Pump) Pompa tangan dangkal prinsip kerjanya adalah menghisap air di dalam tanah. Kekuatan / daya hisap pompa ini sesuai dengan tekanan udara normal yang ada, maka secara teoritis apabila kondisi silinder yang ada betul-betul kondisi vaccum adalah sebesar 10,33 m. Dalam hal SPT dangkal maka silinder berada di atas permukaan tanah sehingga naiknya air adalah akibat hisapan yang dilakukan oleh klep di dalam silinder ini. Agar kondisi pompa dapat bertahan cukup lama maka kedalaman air ± 7 meter merupakan kedalaman yang optimal untuk SPT dangkal (Depkes, 1984). 38 b) Sumur Pompa Tangan Dalam Prinsip kerja Sumur Pompa Tangan (SPT) dalam ini adalah mengangkat air yang ada di dalam silinder. Oleh karena itu, silinder SPT dalam berada di dalam / terendam di air yang akan diangkat. Dengan demikian maka silinder SPT dalam tertanam di dalam tanah. Untuk mempermudahkan perbaikan, maka dalam pembuatan lubang pengeboran sangar diperlukan casing untuk penahan tanah (Depkes, 1984). 3) Sumur Pompa Listrik / Sumur Bor Pada prinsipnya cara pembuatan dan cara kerja SPL sama dengan SPT, Hanya bedanya kalau SPL menggunakan tenaga listrik. Jenis-jenis SPL seperti Jet Pump untuk kedalaman sampai 30 meter, dan pompa selam (submersible pump) untuk kedalaman lebih dari 30 meter. 4) Perlindungan Mata Air (PMA) Mata air adalah sumber air bersih yang berasal dari air tanah dalam, sehingga biasanya bebas dari cemaran mikroorganisme. Oleh karena itu, bila dimanfaatkan, maka yang utama adalah perlindungan mata air tersebut (bronkaptering). Selanjutnya yang penting diperhatikan adalah perpipaan yang membawa air ke konsumen atau jaringan distribusinya dan terminal akhir dari jaringan distribusinya. 39 5) Perpipaan / PDAM Ledeng atau perpipaan adalah air yang diproduksi melalui proses penjernihan dan penyehatan sebelum dialirkan kepada konsumen melalui suatu instalasi berupa saluran air. Air ledeng/PDAM merupakan air yang berasal dari perusahaan air minum yang dialirkan langsung ke rumah dengan beberapa titik kran, biasanya menggunakan meteran (Kemenkes RI, 2010). Kondisi sarana air bersih merupakan kondisi fisik sarana air bersih yang meliputi kualitas fisik air yang digunakan, persyaratan konstruksi dan jarak minimal dengan sumber pencemar yang diwakili oleh beberapa item isian pada lembar observasi. Item pada lembar observasi ini diadopsi dari formulir inspeksi sanitasi sebagai kegiatan pengawasan kualitas air yang dilakukan Departemen Kesehatan (Suhardiman, 2007). Inpeksi sanitasi menghasilkan tingkat risiko pencemaran dari sarana air bersih berdasarkan skoring yang ada pada lembar observasi (Depkes, 1994). Tingkat risiko pencemaran sumber air merupakan kualifikasi penilaian terhadap keadaan sarana air bersih yang digunakan penduduk terhadap kemungkinan kontaminasi kotoran atau pencemaran air. Pencemaran air dapat berasal dari kondisi sekitar sumber air bersih seperti kontaminasi tinja, sampah, air limbah maupun kotoran hewan (Setyorogo, 1990). 40 Kondisi sarana air bersih erat kaitannya dengan pencemaran yang dapat terjadi pada air bersih. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya pencemaran air bersih ini sarana air bersih yang digunakan harus memenuhi persyaratan (Sukarni, 1994). Rahadi (2005) menyebutkan bahwa air mempunyai peran besar dalam penyebaran beberapa penyakit menular. Besarnya peranan air dalam penularan penyakit disebabkan keadaan air itu sendiri sangat membantu dan sangat baik untuk kehidupan mikroorganisme. Hal ini dikarenakan sumur penduduk tidak diplester dan tercemar oleh tinja. Air dapat berperan sebagai transmisi penularan suatu penyakit melalui kuman-kuman yang ditularkan lewat jalur air (water borne disease) atau jalur peralatan yang dicuci dengan air (water washed disease) (Chandra, 2007). Sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi bakteri yang ditularkan melalui cara oro-fecal. Diare dapat ditularkan melalui cairan atau bahan yang tercemar dengan tinja seperti air minum, tangan atau jari-jari, makanan yang disiapkan dalam panci yang telah dicuci dengan air tercemar (Subagyo, 2008). Keluarga yang mempunyai tempat tinggal berdekatan dengan sumber air bersih mempunyai kejadian diare yang lebih sedikit daripada keluarga yang jauh. Selain itu, dari berbagai studi dampak proyek perbaikan penyediaan air bersih dan sanitasi ternyata dapat menurunkan diare sebesar 22-27 % dan menurunkan mortalitas diare sebesar 21-30% (Sutoto, 1990 dalam Suhardiman, 2007). 41 Hasil penelitian Anwar dan Musadad (2009) Balita yang di rumahnya menggunakan sarana air bersihnya tidak terlindung mempunyai risiko menderita diare 1,2 kali lebih besar dibandingkan balita yang menggunakan sarana air bersih terlindung (p<0,05). Di samping itu, Suhardiman (2007) dalam penelitiannya menghasilkan hubungan kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita. Hasil uji statistik menunjukkan kejadian diare berisiko 1,8 kali terjadi pada balita yang tinggal di rumah dengan kondisi sarana air bersih buruk dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah dengan kondisi sarana air bersihnya baik. Hasil penelitian lain yang dilakukan Nurholis (2006) di Garut juga menunjukkan bahwa kondisi sarana sanitasi air bersih yang kurang baik dapat menyebabkan diare pada balita sebesar 2,1 kali. b. Pengolahan Air Minum Di dalam Permenkes Nomor 492/Menkes/PER/IV/2010 dijelaskan bahwa air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Pengelolaan air minum rumah tangga dapat memperbaiki kualitas secara mikrobiologis air minum di rumah tangga dengan metode sederhana dan terjangkau serta mengurangi angka kejadian dan kematian 42 yang disebabkan oleh penyakit yang dibawa oleh air seperti diare (Depkes RI, 2008 dalam Rosa 2011). Memasak air merupakan cara paling baik untuk proses purifikasi air di rumah. Agar proses purifikasi menjadi lebih efektif, maka air dibiarkan mendidih antara 5-10 menit. Hal tersebut bertujuan agar semua kuman, spora, kista, dan telur telah mati sehingga air bersifat steril. Selain itu proses pendidihan juga dapat mengurangi kesadahan karena dalam proses pendidihan terjadi peguapan CO2 dan pengendapan CaCO3 (Chandra, 2007). Hasil penelitian Rosa (2011) menunjukkan bahwa dari 48 ibu yang memiliki balita yang mengalami diare 33,3% tidak mengolah air minum secara PAMRT (secara industri). Selain itu, Suprapti (2003) hasil penelitiannya berkesimpulan bahwa ada hubungan antara pemasakan air minum dengan kejadian diare pada balita. Puspitasari (2012) dalam penelitiannya menghasilkan kesimpulan kejadian diare pada kelompok balita yang ibuya memiliki perilaku memasak air minum yang buruk mempunyai risiko 2,68 kali dibandingkan dengan kelompok balita yang ibunya memiliki perilaku memasak air minum yang baik. 43 c. Eschericia Coli (E. Coli) dalam Air Minum Kebutuhan air untuk minum (termasuk untuk masak) harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Notoatmodjo, 2007). Pemerintah telah mengatur tentang persyaratan kualitas air minum dalam peraturan menteri kesehatan nomor 492/menkes/PER/IV/2010. Di dalam peraturan ini, terdapat parameter wajib yang berhubungan langsung dengan kesehatan yaitu parameter mikrobiologi dan parameter kimia an-organik. Sedangkan untuk parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan adalah parameter fisik dan kimiawi. Dari ke-empat parameter tersebut, parameter mikrobiologi yang yang paling berkaitan dengan penyakit diare. Dalam persyaratan mikrobiologis, air tidak boleh mengandung E.Coli maupun total bakteri Coliform dalam satuan jumlah per 100 ml sampel. Menurut Fauzi (2005), kualitas mikrobiologi air merupakan kriteria standar yang digunakan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit pada masyarakat yang ditularkan melalui air seperti diare. Eschericia Coli (E.coli) adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich ini hidup pada tinja, dan dapat menyebabkan masalah kesehatan pada manusia, seperti diare, pencemaran lainnya (Wikipedia, 2007) muntaber dan masalah 44 Fardiaz (1992) mengungkapkan, E.Coli merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup secara normal di dalam kororan manusia maupun hewan, oleh karena itu disebut juga koliform fekal. Menurut Khairunnisa (2012), bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform merupakan bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi bakteri coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. E. Coli adalah grup koliform yang mempunyai sifat dapat menfermentasi laktose dan memproduksi asam dan gas pada suhu 37° C maupun suhu 44,5+0,5°C dalam waktu 48 jam. E.Coli adalah bakteri yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, bersifat gram negatif, berbentuk batang dan tidak membentuk spora. Menurut Sintamurniwaty (2005), sekitar 25% diare pada anak disebabkan oleh toksin yang dikeluarkan oleh bakteri, pada umumnya dihasilkan oleh bakteri E coli dan V. chholera. E.coli pada berbagai strain dapat mempunyai 2 sifat, yaitu sebagai enterotoksin maupan sifat invasif. Setelah melalui tantangan karena 45 ketahanan tubuh penderita, maka bakteri sampai di lumen usus kecil memperbanyak diri dan menghasilkan enterotoksin yang kemudian dapat mempengaruhi fungsi dari epitel mukosa usus (Sintamurniwaty, 2005). Pengujian uji kualitatif coliform secara lengkap terdiri dari 3 tahap, yaitu uji penduga (presumptive test), uji penguat (confirmed test) dan uji pelengkap (completed test) (Widiyanti, 2004). Uji penduga merupakan uji kuantitatif koliform menggunakan metode MPN. Uji penduga (presumptive test) tes pendahuluan tentang ada tidaknya kehadiran bakteri koliform berdasarkan terbentuknya asam dan gas disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan koli (Widiyanti, 2004). Berikutnya adalah uji penguat (confirmed test). Hasil uji dugaan dilanjutkan dengan uji ketetapan. Dari tabung yang positif terbentuk asam dan gas terutama pada masa inkubasi 1 x 24 jam, suspensi ditanamkan pada media Eosin Methylen Biru Agar (EMBA) atau endo agar secara aseptik. Koloni bakteri Escherichia coli tumbuh berwarna merah kehijauan dengan kilat metalik atau koloni berwarna merah muda dengan lendir untuk kelompok koliform lainnya (Widiyanti, 2004). Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji kelengkapan untuk menentukan bakteri jenis Escherichia coli. Dari koloni yang berwarna pada uji ketetapan diinokulasikan ke dalam medium kaldu laktosa dan medium agar miring Nutrient Agar ( NA ), dengan jarum inokulasi secara aseptik (Widiyanti, 2004). 46 Menurut Rahayu (2006) dalam Suhardiman (2007), bakeri E.Coli yang berasal dari tinja, sudah bisa dipastikan sangat merugikan terutama sebagai penyebab penyakit diare. Di Jepang, E.Coli yang berasal dari resapan tinja telah menyebabkan banyak penderita diare bahkan hingga menimbulkan kematian. Hasil penelitian Suhardiman (2007) menunjukkan hasil uji statistik ada hubungan antara keberadaan bakteri E. Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada balita. Kejadian diare beresiko 2,9 kali terjadi pada balita yang air minumnya positif E. Coli dibandingkan dengan balita yang air minumnya negatif E. Coli. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fardani (2013) juga menunjukkan hubungan E. Coli dalam air minum dengan diare pada balita. 47 K. Kerangka Teori Berdasarkan teori dan penelitian di atas, maka diperoleh kerangka teori sebagai berikut: FAKTOR INDIVIDU BALITA a. Umur balita b. Status gizi c. Pemberian ASI Eksklusif d. Imunodefisiensi e. Imunisasi Campak Kejadian diare KARAKTERISTIK SANITASI AIR a. Kondisi Sarana Air Bersih (SAB) b. Pengolahan Air minum c. E.Coli Dalam Air Minum Bagan 2.1. Kerangka Teori Modifikasi teori dan penelitian dari Sinthamurniwaty (2005), Cahyono (2003), Simatupang (2003), Suhardiman (2007), dan Rosa (2011) BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS A. Kerangka Konsep Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada beberapa teori dari penelitian dari Sinthamurniwaty (2005), Cahyono (2003), Simatupang (2003), Suhardiman (2007), dan Rosa (2011). Berdasarkan teori dan penelitian yang ada, faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare pada balita yaitu faktor individu yaitu umur balita, status gizi, pemberian ASI eksklusif, dan imunodefisiensi serta karakteristik sanitasi air yang terdiri dari kondisi sarana air bersih (SAB), dan pengolahan air minum. Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, yaitu status gizi karena untuk balita dengan status gizi buruk biasanya langsung ditangani dalam pusat pemulihan gizi / Therapeutic Feeding Centre (TFC) dan berdasarkan laporan tahunan kelurahan menunjukkan tidak ada balita dengan status gizi kurang sedangkan gizi buruk hanya satu orang. Hal ini menunjukkan untuk variabel status gizi data dapat homogen. Selanjutnya, variabel immunodefisiensi tidak diteliti karena sulitnya untuk menilai balita yang mengalami immunodefisiensi. Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen 48 49 adalah faktor individu yaitu umur balita, status gizi, pemberian ASI eksklusif, dan imunodefisiensi dan karakteristik sanitasi air yang terdiri dari kondisi sarana air bersih (SAB), pengolahan air minum, sedangkan variabel dependen yaitu kejadian diare pada balita. Hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tersebut dapat dilihat pada bagan 3.1 sebagai berikut: Variabel Independen Variabel Dependen Umur balita Pemberian ASI Eksklusif Imunisasi campak Kejadian diare Kondisi Sarana Air Bersih (SAB) Pengolahan Air Minum E.Coli dalam Air Minum Bagan 3.1 Kerangka Konsep 50 B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Definisi Cara ukur Variabel Dependen Diare Penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk Wawancara dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari). (Depkes, 2003) Balita yang diare pada periode 2 minggu yang lalu sampai pada saat diwawancara Alat ukur Kuesioner Hasil ukur skala 0. Diare, jika: Ordinal Balita mengalami berak-berak, > 3 kali sehari dan bentuk kotoran campur air atau air saja. 1. Tidak diare, jika: Balita tidak mengalami berakbera atau balita mengalami berakberak, ≤ 3 kali dan bentuk seperti biasa 51 Variabel Independen Variabel Definisi Cara ukur Umur balita Lama hidup yang dialami oleh balita yang diukur Wawancara, dengan menggunakan tanggal, bulan kelahiran pada observasi saat dilaksanakan penelitian (10 – 59 bulan) (Sinthamurniwaty, 2005) Pemberian ASI eksklusif Imunisasi campak ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. (PP No. 33 tahun 2012) Riwayat imunisasi yang diperoleh balita, yang dilihat pada kartu Menuju Sehat (KMS) atau catatan kartu kunjungan ke puskesmas/ sarana kesehatan lainnya. Bagi yang tidak mempunyai dianggap belum pernah imunisasi campak dalam Cahyono, 2003 Wawancara Wawancara, observasi Alat ukur Kuesioner Kuesioner KMS atau kartu kunjungan ke puskesmas/ sarana kesehatan lainnya Hasil ukur 0. 10-24 bulan 1. 25-59 bulan (Sinthamurniwaty, 2005) 0. Tidak, jika ASI non eksklusif 1. Ya, jika ASI eksklusif (Simatupang, 2003) 0. Belum 1. Sudah skala Ordinal Ordinal Ordinal 52 Variabel Kondisi Sarana Air Bersih (SAB) Definisi Cara ukur Kondisi fisik sarana air bersih di Wawancara dan rumah tempat tinggal balita yang di observasi survei meliputi kualitas fisik air yang digunakan, persyaratan kontruksi dan jarak minimal dengan sumber pencemar yang diwakili oleh beberapa isian pada lembar observasi (Suhardiman, 2007) Pengolahan air Cara pengolahan air untuk minum minum yang dikonsumsi balita dari berbagai sumber air minum. (Rosa, 2011) E. Coli dalam Keberadaam bakteri E. Coli dalam air minum air minum, dengan kadar maksimum yang diperbolehkan 0 per 100 ml sampel (Permenkes no. 492/menkes/PER/IV/2010 dalam Suhardiman, 2007) Wawancara Pengukuran Alat ukur Hasil ukur Wawancara dan 0. Buruk, jika skor yang lembar observasi didapatkan dari hasil observasi pada masingmasing SAB adalah: PDAM: < 3 SPL: < 7 SPT: < 6 SG: < 8 1. Baik, jika skor skor yang didapatkan dari hasil observasi pada masing-masing SAB adalah: PDAM: 3 SPL: 7 SPT : 6 SG: ≥ 8 (Suhardiman, 2007) Kuesioner 0. Tidak mengolah 1. Merebus Uji laboratorium Skala Ordinal Ordinal 0. Ada (positif E.Coli Ordinal dalam 100 ml air minum) 1. Tidak ada (negatif E.Coli dalam 100 ml air minum) 53 C. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara umur balita dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang tahun 2013 2. Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang tahun 2013 3. Ada hubungan antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang tahun 2013 4. Ada hubungan antara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang tahun 2013 5. Ada hubungan antara pengolahan air minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang tahun 2013 6. Ada hubungan antara E. Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang tahun 2013 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional, karena pada penelitian ini variabel independen dan dependen akan diamati pada waktu (periode) bersamaan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik sanitasi air yang terdiri dari faktor individu yaitu umur balita, status gizi, pemberian ASI eksklusif dan kondisi sarana air bersih (SAB), pengolahan air minum, sedangkan variabel dependen yaitu kejadian diare pada balita. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sumurbatu pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013. Kelurahan Sumurbatu merupakan salah satu dari delapan kelurahan yang ada di Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat. Kelurahan ini terdiri dari 7 Rukun Warga dan 41 Rukun Tetangga dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kelurahan Padurenan Kecamatan Mustikajaya Sebelah Timur : Desa Burangkeng Kabupaten Bekasi Sebelah Selatan : Desa Taman Rahayu Kabupaten Bekasi Sebelah Barat : Kelurahan Cikiwul Kecamatan Bantargebang Letak kota pemerintahan Kelurahan Sumurbatu berada di sebelah tenggara dari kota pemerintahan Kecamatan Bantargebang, dengan luas ± 54 55 568,995 ha. Dari luas ± 56.955 ha areal yang ada, sekitar 318 ha dipergunakan untuk pemukiman penduduk dan pertanian, sedangkan sisanya dipergunakan untuk sarana gedung perkantoran dan prasarana pendidikan serta tempat penampungan akhir (TPA) pemerintah DKI Jakarta ± 20 ha dan pemerintah kota Bekasi ± 22,5 ha. Data mengenai penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis mata pencaharian dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.1 Distribusi Tingkat Pendidikan Penduduk di Kelurahan Sumurbatu Tahun 2013 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD Sedang sekolah di SD Tamat SD/sederajat Tamat SLTP/sederajat Tamat SMA/sederajat Akademi D1-D2 Universitas Jumlah Jumlah (orang) 686 1.023 987 726 598 45 47 4112 Persentase (%) 16,7 24,9 24 17,6 14,5 1,1 1,1 100 Sumber: Data Demografi Kelurahan Sumurbatu Tabel 5.2 Distribusi Jenis Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Sumurbatu Tahun 2013 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Jenis Mata Pencaharian Pegawai Negeri Sipil Pegawai swasta / karyawan Petani Pertukangan Pemulung Buruh tidak tetap TNI / POLR Pensiunan ABRI / Sipil Pedagang Jasa angkutan Jumlah Jumlah (Orang) 387 674 Presentase (%) 1.156 218 419 597 29 71 418 287 4256 27,1 5,1 9,8 14 0,68 1,67 9,8 6,7 100 Sumber: Data Demografi Kelurahan Sumurbatu 9,1 15,8 56 Kelurahan Sumurbatu terdiri dari 3.966 kepala keluarga dengan jumlah penduduk sebanyak 13.721 jiwa. Jumlah penduduk dengan kelamin jenis laki-laki sebanyak 6.993 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 6.728 jiwa. Kelurahan Sumurbatu termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Bantargebang I yang terletak di jalan Naronggong Raya Km 10 No. 75 Kelurahan Bantargebang. Luas wilayah kerja Puskesmas Bantargebang I adalah 18,54 km2. Puskesmas Bantargebang I mempunyai wilayah kerja 4 kelurahan, yaitu Kelurahan Bantargebang, Kelurahan Cikiwul, Kelurahan Ciketing Udik dan Kelurahan Sumurbatu C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita usia 10-59 bulan yang berada di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi Tahun 2013. Umur balita yang menjadi populasi hanya 10-59 bulan karena dalam penelitian ini terdapat variabel ASI Eksklusif dan imunisasi campak. Balita dapat disebut ASI eksklusif bila melewatinya dalam 6 bulan. Selain itu, imunisasi campak pada balita baru dilakukan pada bulan ke-sembilan. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengaruh dari dua variabel tersebut, populasi balita yang termasuk dalam penelitian ini hanya 10-59 bulan. 57 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah balita, sedangkan responden adalah orang tua dari anak. Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus uji beda dua proporsi dengan arah uji statistik dua arah (two tail) karena untuk mengetahui suatu hubungan. Besar sampel menggunakan rumus uji di bawah ini (Ariawan, 1998): Keterangan: n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan Z1-α/2 : derajat kemaknaan 95% CI dengan α sebesar 5% = 1.96 Z1-β : Kekuatan uji 1-β, yaitu sebesar 80% = 0,84 P : Rata-rata proporsi ((P1+P2)/2) = 0,5 P1 : Proporsi balita yang mengalami kejadian diare dengan kualitas mikrobiologis air minum yang memenuhi syarat = 0,308 (Fardani, 2013) P2 : Proporsi balita yang tidak mengalami kejadian diare dengan kualitas mikrobiologis air minum yang memenuhi syarat = 0,692 (Fardani, 2013) Perhitungan sampel dilakukan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diperoleh hasil, sebagai berikut: 58 Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu Variabel Umur (Anwar, 2009) ASI eksklusif (Cahyomo, 2003) Imunisasi campak (Cahyono, 2003) Kondisi Sarana Air Bersih (Suhardiman, 2007) Pengolahan air minum (Rosa, 2011) Escheria coli (Fardhani, 2013) Diketahui P1 = 0,182 P2 = 0,771 P1= 0,594 P2= 0,406 P1= 0,609 P2= 0,391 P1 = 0,416 P2 = 0,288 p 0,470 11x 2 = 22 0,001 110x2 = 220 0,036 82x2 = 164 0,047 282x2 = 964 P1= 0,333 P2= 0,417 P1=0,692 P2= 0,308 0,358 0,038 Sampel total 696x2 = 1392 26x2= 52 Berdasarkan hasil perhitungan besar sampel dari beberapa penelitian, jumlah sampel yang diambil adalah 52 responden. Penentuan besar sampel yang berjumlah 52 responden didasarkan pada penyesuaian terhadap waktu, tenaga dan biaya, mengingat dalam penelitian ini terdapat variabel yang harus diukur dalam uji laboratorium. 3. Teknik sampling Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yakni pengambilan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui. Kriteria responden sebagai berikut: 59 a. Kriteria inklusi 1) Ibu yang memiliki balita umur 10-59 bulan 2) Ibu yang bersedia sarana air bersihnya diobservasi 3) Ibu yang bersedia diambil air minumnya untuk dilakukan uji laboratorium b. Kriteria eksklusi 1) Ibu yang tidak memiliki balita umur 10-59 bulan 2) Ibu yang tidak bersedia sarana air bersihnya diobservasi 3) Ibu yang tidak bersedia diambil air minumnya untuk dilakukan uji laboratorium D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan melalui data primer dan data sekunder yang diuraikan sebagai berikut: 1. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden dengan menggunakan alat ukur kuesioner melalui wawancara dengan ibu dari balita, observasi, pengujian laboratorium. Variabel yang dapat diketahui dari kuesioner yaitu pengolahan air minum, umur balita, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak. Untuk variabel yang dilakukan dengan observasi adalah kondisi sumber air bersih. Sedangkan variabel yang diketahui dengan pengujian laboratorium adalah E. Coli dalam air minum. Pengujian laboratorium 60 dilakukan dengan pemeriksaan kandungan Eschericia coli yang termasuk dalam bakteri gram negatif dalam media endo agar. 2. Data Sekunder Data sekunder didapatkan dari Puskesmas Bantar Gebang berupa profil puskesmas dan data kejadian diare di Kelurahan Sumurbatu. Sedangkan data demografi di dapatkan dari Kelurahan Sumurbatu. E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dengan mewawancarai ibu-ibu yang balitanya menjadi sampel. Kuesioner terdiri dari beberapa item pertanyaan. Kuesioner dalam penelitian ini mencakup pertanyaan mengenai umur balita, pemberian ASI, imunisasi campak dan pengolahan air iinum serta lembar observasi yang berisi mengenai variabel kondisi sarana air bersih. Untuk variabel E.Coli air minum digunakan pemeriksaan bakteriologis E.Coli pada air minum. Pemeriksaan ini menggunakan uji kualitatif coliform dengan alat, bahan dan prosedur kerja sebagai berikut (Jalaludin, 2012): 1. Alat-alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah: tabel sampel, cawan petri, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, mikropipet, lampu spirtus, rak tabung reaksi, inkubator, timbangan, kapas, korek api, autoklaf, sendok/ tangkai pengaduk, plastik pembungkus dan label. 61 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air minum, media endo agar, alkohol 90%, kapas dan kertas pembungkus. 3. Prosedur kerja a) Pengambilan Sampel Sampel diambil dari air minum warga di Kelurahan Sumurbatu. Sampel air minum yang diambil bersumber dari wadah atau tempat air minum antara lain berupa dispenser, teko, botol atau tempat lainnya yang biasa digunakan oleh responden. Pengambilan sampel dilakukan secara aseptis. Mulut botol disterilisasi dahulu dengan api spirtus, setelah air cukup untuk pemeriksaan kemudian disterilisasi kembali dengan api spirtus dan botol ditutup kembali. Setelah itu, botol sampel diberi label sesuai kode sampel yang tertulis pada kuesioner. b) Pembuatan Media dan Sterilisasi Pembuatan media dilakukan dengan tahapan menimbang bubuk media dan mencampurnya dengan aquades dalam gelas beaker hingga kemudian dipanaskan di atas hotplate dengan stirer sampai homogen dan mendidih. Setelah itu media dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ke dalam labu Erlenmeyer, lalu menyumbat mulut tabung dan labu Erlenmeyer dengan kapas. Kemudian dilakukan sterilisasi medium menggunakan autoklaf ± 2 jam. Alat-alat yang sudah dicuci bersih, setelah kering 62 alat-alat tersebut dibungkus dengan kertas juga disterilisasi dengan oven selama 1 jam (180° C). c) Penanganan sampel Penanganan sampel dilakukan dengan pengujian air minum di laboratorium mikrobiologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengujian air minum diawali dengan menyiapkan media dan alat yang sudah steril. Setelah itu, dari botol sampel yang masing-masing berisi 100 ml sampel, selanjutkan dipipet 1 ml dari masing-masing suspensi dimasukkan ke dalam media steril sesuai dengan kode yang sama dengan botol sampel. Kemudian masing-masing media yang telah ditanami digoyang perlahan-lahan hingga tercampur merata. Semua media diinkubasi pada suhu 37° C selama 24 jam di dalam inkubator. Setelah 24 jam, media yang sudah ditanam kemudian dikeluarkan dan diamati adanya pertumbuhan koloni pada seluruh permukaan media. Bila koloni berwarna merah metalik dan berbentuk koloninya bulat cembung serta dikeliligi oleh warna kemerahan berarti positif mengandung E.Coli. Jika terlihat terang dan tidak berwarna serta di sekitar koloni berwarna merah muda pada media berarti negatif mengandung E.Coli. 63 F. Validitas dan Realibilitas Instrumen Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini termasuk data primer yang salah satunya diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner. Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang berasal dari penelitian terdahulu dan beberapa telah dilakukan uji validitas dan realibilitas. Uji kuesioner dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan realibilitas dari instrumen penelitian. Menurut Azwar (2003), kuesioner dikatakan valid bila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan instrumen dapat dikatakanreliable jika instrumen menghasilkan ukuran yang konsisten walaupun instrumen tersebut digunakan untuk mengukur berulangulang kali. 1. Validitas Instrumen Adapun pertanyaan yang telah diuji validitas adalah pertanyaan tentang kejadian diare. Untuk pertanyaan pemberian ASI eksklusif berdasarkan penelitian Siregar (2011) kuesioner telah diuji pada 20 orang sampel dan diperoleh bahwa seluruh item dinyatakan sudah valid dan nilai r hitung berada diatas nilai r tabel yaitu 0,2461. Pada pertanyaan mengenai kejadian diare berasal dari penelitian Pusitasari (2012), pertanyaan tentang imunisasi campak dari penelitian Cahyono (2003), dan pertanyaan pengolahan air minum dari penelitian Rosa (2012) belum dilakukan uji validitas dalam penelitiannya. 64 2. Reliabilitas Instrumen Pertanyaan mengenai pemberian ASI eksklusif telah diuji reliabilitasnya pada penelitian siregar (2011)dan diperoleh nilai r sebesar 0,881. Nilai ini lebih besar dari nilai r tabel yaitu 0,2461. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen ini telah reliable untuk digunakan dalam penelitian. Adapun pada pertanyaan mengenai kejadian diare berasal dari penelitian Pusitasari (2012), pertanyaan tentang imunisasi campak dari penelitian Cahyono (2003), dan pertanyaan pengolahan air minum dari penelitian Rosa (2012) belum dilakukan uji reliabilitas dalam penelitiannya. G. Pengolahan Data 1. Mengkode Data (Data Coding) Kegiatan pemberian kode pada setiap variabel yang dikumpulkan untuk mempermudah proses pemasukan dan pengolahan data selanjutnya. Mengkode jawaban adalah merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka. Pada proses coding ini, variabel independen dan dependen akan diberi kode untuk memudahkan dalam menganalisa yaitu : a. Variabel diare b. Umur balita Diare [0] Tidak diare [1] 10-24 bulan [0] 25-59 bulan [1] 65 c. Pemberian ASI eksklusif d. Imunisasi campak e. Kondisi Sarana Air Tidak [0] Ya [1] Belum [0] Sudah [1] Buruk [0] Baik [1] Tidak mengolah [0] Merebus [1] Ada [0] Tidak ada [1] Bersih f. Pengolahan Air Minum g. E. Coli dalam air minum 2. Menyunting Data (Data Editing) Menyunting data dilakukan untuk memeriksa kebenaran dan kelengkapan data, seperti konsistensi pengisian setiap jawaban kuisioner, kelengkapan pengisian dan kesalahan pengisian. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian. 3. Memasukkan Data (Data Entry) Data yang sudah diberi kode kemudian di input ke dalam komputer dengan menggunakan software statistik. 4. Membersihkan Data (Data Cleaning) Pengecekkan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga data tersebut telah siap diolah dan dianalisis. 66 H. Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti, yaitu mendiskripsikan variabel dependen (kejadian diare) dan variabel independen (faktor individu balita, faktor sanitasi air). Fungsi analisis univariat sebenarnya adalah menyederhanakan atau meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. Peringkasan tersebut berupa ukuran-ukuran statistik, tabel dan juga grafik (Hastono, 2007). 2. Analisis Bivariat Setelah diketahui karakteristik dari masing-masing variabel dapat diteruskan analisis lebih lanjut. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor individu balita yang terdiri dari umur, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak serta faktor sanitasi air yang terdiri dari kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli dalam minum. Untuk mencari hubungan antara variabel faktor individu balita (umur, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak) dan faktor sanitasi air (kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli dalam minum) sedangkan variabel dependennya adalah kejadian diare diuji dengan menggunakan uji chi-square. 67 Penelitian ini menggunakan uji kemaknaan 5%. Jika P value ≤ 0,05 maka ada hubungan yang bermakna antara faktor individu balita (umur, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak) dan faktor sanitasi air (kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli dalam minum) dengan kejadian diare dan jika p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor individu balita (umur, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak) dan faktor sanitasi air (kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli dalam minum) dengan kejadian diare. Persamaan Chi Square: X2 = Σ {(O-E)2/E} BAB V HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat Analisis univariat mendekripsikan karakteristik responden, kejadian diare pada balita, umur balita, pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak, kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum, dan E. Coli dalam air minum 1. Gambaran Karakteristik Responden Deskripsi karakteristik responden mencakup umur, pendidikan dan pekerjaan ibu yang dijelaskan sebagai berikut. a. Distribusi Umur Responden Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Variabel Mean SD Min-Max Umur 29,83 6,97 19-45 Berdasarkan tabel 5.1, diperoleh hasil analisis bahwa dari 52 responden rata-rata umur responden adalah 30 tahun dengan standar deviasi 6,97. Umur responden termuda adalah 19 tahun sedangkan umur ibu tertua adalah 45 tahun. 68 69 b. Gambaran Pendidikan Responden Tabel 5.2 Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Kategori Frekuensi Presentase (%) Tidak Sekolah 4 7.7 SD 28 53.8 SMP 10 19.2 SMA 8 15.4 Perguruan Tinggi 2 3.8 Jumlah 52 100 Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh distribusi tingkat pendidikan responden, paling banyak responden memiliki pendidikan SD yaitu 28 responden (53.8%) sedangkan untuk responden yang memiliki latar belakang pendidikan tidak sekolah, SMP, SMA, dan perguruan tinggi masing-masing adalah 4 responden (7,7%), 10 responden (19,2%), 8 responden (19,2%) dan 2 responden (3,8%). 70 c. Gambaran Pekerjaan Responden Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Kategori Frekuensi Presentase (%) PNS 1 1,9 Buruh 1 1,9 Ibu Rumah Tangga 36 69,2 Karyawan 3 5,8 Pemulung 10 19,2 Lainnya 1 1,9 Jumlah 52 100 Berdasarkan tabel 5.3, diperoleh distribusi jenis pekerjaan ibu, paling banyak ibu memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 36 orang (69,2%) sedangkan ibu yang bekerja sebagai PNS, buruh, karyawan, pemulung dan lainnya masing-masing sebanyak 1 orang (1,9%), 1 orang (1,9%), 3 orang (5,8%), 9 orang (19,2%), dan lainnya 1 orang (1,9%). 71 2. Gambaran Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan Hasil penelitian mengenai kejadian diare pada balita diperoleh dari wawancara kepada responden. Variabel kejadian diare pada balita dikategorikan menjadi dua yaitu diare dan tidak diare. Adapun hasil yang diperoleh mengenai kejadian diare pada balita dapat dilihat dari tabel 5.8 berikut. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 bulan Di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Kejadian Diare Frekuensi Persentase (%) Diare 23 44,2 Tidak diare 29 55,8 Jumlah 52 100 Berdasarkan tabel 5.4 dari hasil analisis gambaran kejadian diare pada balita, diperoleh bahwa dari 52 balita, 23 balita (44,2%) mengalami diare dan 29 balita (55,8%) tidak mengalami diare. Dari tabel tersebut terlihat bahwa lebih banyak responden yang balitanya tidak mengalami diare. 3. Distribusi Faktor Individu Balita Umur 10-59 Bulan Faktor individu balita dalam penelitian ini meliputi umur, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak. Hasil penelitian umur balita, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner kepada responden. Distribusi faktor individu balita dapat terlihat pada tabel 5.7 beikut ini. 72 Tabel 5.5 Distribusi Faktor Individu Balita (Umur Balita, Pemberian ASI Eksklusif, Dan Imunisasi Campak) di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013 No. Variabel Kategorik Frekuensi Persentase (%) 1. Umur 10-24 bulan 20 38,5 25-59 bulan 32 61,5 Tidak 31 59,6 Ya 21 40,4 Belum 24 46,2 Sudah 28 53,8 52 100 2. 3. Pemberian ASI Eksklusif Imunisasi Campak Jumlah a. Umur Balita Variabel umur dalam penelitian ini adalah lama hidup yang dialami oleh balita di Kelurahan Sumurbatu. Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 52 balita, terdapat 20 balita berumur 10-24 bulan (38,5%) dan 40 balita berumur 25 – 59 bulan (61,5%) b. Pemberian ASI Eksklusif Pemberian ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada bayi selama enam bulan, tanpa menambahkan dengan makanan atau minuman lain. Dari tabel 5.5 diketahui bahwa dari 52 balita, terdapat 31 balita (59,6%) yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, sedangkan 21 balita lainnya (40,4%) mendapatkan ASI eksklusif. 73 c. Imunisasi Campak Imunisasi campak dalam penelitian ini merupakan riwayat imunisasi campak yang diperoleh balita. Berdasarkan tabel 5.5, diketahui bahwa dari 52 balita, 24 (46,2%) balita yang berumur ≥ 10 bulan belum mendapatkan imunisasi campak dan 28 (53,8%) balita yang berumur ≥ 10 bulan lainnya sudah mendapatkan imunisasi campak. 4. Distribusi Karakteristik Sanitasi Air Diantara faktor yang berhubungan dengan kejadian diare, salah satunya adalah faktor sanitasi air. Di bawah ini akan dijelaskan gambaran distribusi faktor karakteristik sanitasi air yang berhubungan dengan terjadinya diare pada balita di Kelurahan Sumur Batu. a. Distribusi Kondisi Sarana Air Bersih Kondisi sarana air bersih dalam penelitian ini merupakan kondisi fisik sarana air bersih di rumah tempat tinggal balita. Di bawah ini adalah gambaran sumber air bersih yang digunakan responden untuk keperluan masak, mencuci, dan lain-lain. 74 Tabel 5.6 Distribusi Balita Menurut Sarana Air Bersih Yang Digunakan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013 Sarana Air Bersih Frekuensi Presentase (%) PDAM 9 17,3 Sumur gali 0 0 Sumur pompa listrik 43 82,7 Sumur pompa tangan 0 0 Sungai 0 0 Jumlah 52 100 Dari tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menggunakan sarana PDAM dan sumur pompa listrik. Berdasarkan tabel di atas dari 52 responden, 9 responden menggunakan sarana air bersih PDAM (17,3%) dan 43 responden menggunakan sumur pompa listrik (82,7) sebagai sarana air bersih. Tabel 5.7 Distribusi Balita menurut Kondisi Sarana Air Bersih di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013 Kondisi Sarana Air Bersih Frekuensi Persentase (%) Buruk 39 75 Baik 13 25 Jumlah 52 100 75 Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7, diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki kondisi sarana sanitasi yang buruk yaitu sebanyak 39 (75%) responden. Sedangkan responden yang memiliki kondisi sarana air bersih yang baik sebanyak 13 (25%) responden. b. Distribusi Pengolahan Air Minum Adapun sumber air minum yang dikonsumsi balita di Kelurahan Sumur Batu sebagai berikut. Tabel 5.8 Distribusi Balita menurut Sumber Air Minum di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013 Sumber Air Minum Frekuensi Presentase (%) PDAM 3 5.8 Sumur gali 0 0 Sumur pompa listrik 21 40.4 Sumur pompa tangan 0 0 Air isi ulang 24 46.2 Air kemasan 4 7.7 Jumlah 52 100 Berdasarkan tabel 5.8 sumber air minum yang paling banyak digunakan responden adalah air isi ulang sebanyak 24 (46,2%). Selain itu, dapat diketahui bahwa dari 52 responden terdapat 3 responden yang menggunakan air minum yang bersumber dari PDAM (5,8%), 21 responden 76 yang menggunakan air minum yang bersumber dari sumur pompa listrik (40,4%), dan 4 responden yang menggunakan air minum yang bersumber dari air kemasan (7,7%). Tabel 5.9 Distribusi Sumber Air Minum Sumur dan Isi Ulang Berdasarkan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013 Kejadian Diare Sumber Air Minum Diare Tidak diare n % n % Sumur 6 28,6 15 71,4 Isi Ulang 12 50 12 50 Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang balitanya mengalami diare adalah yang menggunakan sumber air isi ulang. Dari 18 responden, 12 responden (50%) yang menggunakan sumber air isi ulang sumur mengalami kejadian diare pada balitanya sedangkan 6 responden (28,6%) lainnya yang menggunakan air sumur mengalami kejadian diare pada balitanya masing-masing 12 responden (50%) yang menggunakan sumber air isi ulang mengalami kejadian diare. Sedangkan 12 responden lainnya (46,5%) yang menggunakan sumber air isi tidak mengalami kejadian diare. 77 Tabel 5.10 Distribusi Balita Menurut Pengolahan Air Minum di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013 Pengolahan air minum Frekuensi Persentase (%) Tidak mengolah 26 50 Merebus 26 50 Jumlah 52 100 Dari tabel 5.10 dapat diketahui bahwa dari 52 responden terdapat 26 responden (50%) yang tidak melakukan pengolahan air minum, sedangkan 26 responden (50%) lainnya melakukan pengolahan air minum dengan cara merebusnya. 3. Distribusi E. Coli dalam Air Minum Variabel E.Coli dalam air minum pada penelitian ini diukur dengan pemeriksaan mikrobiologis. Distribusi balita menurut E.Coli dalam air minum di Kelurahn Sumurbatu dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5.11 Distribusi E.Coli dalam Air Minum Yang Dikonsumsi oleh Balita di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013 E.Coli dalam Air Minum Frekuensi Persentase (%) Ada 12 23.1 Tidak ada 40 76.9 Jumlah 52 100 78 Pada tabel 5.11 dapat diketahui distribusi balita menurut kandungan bakteri Escherisia Coli dalam air minum. Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa dari 52 responden, 12 responden (23.1%) terdapat E. Coli dalam air minumnya. Sedangkan 40 responden (76.9%) tidak terdapat E. Coli di dalam air minumnya. Tabel 5.12 Distribusi E. Coli Berdasarkan Sumber Air Minum dari Sumur dan Air Isi Ulang di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013 E. Coli dalam Air Minum Sumber Air Minum Ada Tidak n % n % Sumur 3 14,3 18 85,7 Air Isi Ulang 5 20,8 19 79,2 Dari tabel 5.12 menunjukkan E. Coli lebih banyak ada pada sumber air isi ulang dibandingkan dengan air sumur. Dari 8 responden yang terdapat 5 (20,8%) responden yang memiliki sumber air minum dari sumur terdapat E.Coli dalam air minumnya, sedangkan 3 (14,3%) responden lainnya yang menggunakan sumber air isi ulang terdapat E.Coli dalam air minumnya. 79 B. Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univarit yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan faktor sanitasi air dengan kejadian diare pada balita menggunakan uji Chai Square yang hasilnya akan dijelaskan dibawah ini. 1. Hubungan antara Faktor Individu dengan Kejadian Diare Pada Balita Uji chi square digunakan untuk variabel umur balita, pemberian ASI eksklusif dan imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian mengenai hubungan antara faktor individu (umur balita, pemberian ASI eksklusif dan imunisasi campak) dengan kejadian diare pada balita sebagai berikut. a. Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare Hasil penelitian megenai hubungan antara umur balita dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi tahun 2013 sebagai berikut. 80 Tabel 5.13 Distribusi Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Kejadian diare Diare Umur balita Total Tidak diare Pvalue N % N % n % 10-24 bulan 7 35 13 65 20 100 25 – 59 bulan 16 50 16 50 32 100 Total 23 44.2 29 55.8 52 100 0,392 Berdasarkan tabel 5.13 balita yang memiliki umur 10-24 bulan dan mengalami kejadian diare sebesar 35 % (7 dari 52 balita) sedangkan balita yang memiliki umur 25-59 bulan dan mengalami kejadian diare sebesar 50 % (16 dari 52 balita). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,392, yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara umur balita dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumrbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013. 81 b. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare Hasil penelitian mengenai hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada balita sebagai berikut. Tabel 5.14 Distribusi Balita menurut Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Pemberian ASI Eksklusif Kejadian diare Total Diare Tidak diare Pvalue N % n % n % Tidak 17 54,8 14 45,2 31 100 Ya 6 28,6 15 71,4 21 100 Total 23 44,2 29 55,8 52 100 0,089 Berdasarkan tabel 5.14 balita yang tidak diberikan ASI eksklusif dan menderita diare sebesar 54,8% (17 dari 52 balita) sedangkan balita yang diberikan ASI eksklusif dan mengalami diare sebesar 28,6% (6 dari 52 balita). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,089 yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumrbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013. 82 c. Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare Hasil penelitian megenai hubungan antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita sebagai berikut. Tabel 5.15 Distribusi balita menurut Hubungan Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Kejadian diare Total Imunisasi Diare Tidak diare Pvalue Campak n % n % n % Belum 13 54,2 11 45,8 24 100 Sudah 10 35,7 18 64,3 28 100 Total 23 44,2 29 55,8 52 100 0,263 Berdasarkan tabel 5.15 balita yang belum diimunisasi campak dan menderita diare sebesar 54,2% (13 dari 52 balita) sedangkan balita yang sudah diimunisasi campak dan mengalami diare sebesar 35,7% (10 dari 52 balita). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,263, yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumrbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013. 83 2. Hubungan antara Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare Pada Balita a. Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita Hasil pengujian statistik antara variabel kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi tahun 2013 sebagai berikut. Tabel 5.16 Distribusi Balita menurut Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Kejadian diare Kondisi Sarana Air Bersih Diare Tidak diare Total Pvalue N % N % N % Buruk 21 53,8 18 46,2 39 100 Baik 2 15,4 11 84,6 13 100 23 44,2 29 55,8 52 100 0,023 Dari tabel 5.16 diketahui responden dengan kondisi sarana air bersih yang buruk dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 21 (53,8%), sedangkan responden dengan kondisi sarana air bersih baik dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 2 responden (15,4%). Hasil uji chai square menunjukkan bawa ada hubungan antara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di 84 Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi tahun 2013, karena nilai Pvalue sebesar 0,023 pada α 5%. b. Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita Hasil uji statistik antara variabel pengolahan air minum dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi tahun 2013 sebagai berikut. Tabel 5.16 Distribusi Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Kejadian diare Pengolahan Air minum Diare Total Tidak diare Pvalue n % n % n % Tidak mengolah 14 53,8 12 46,2 26 100 merebus 9 34,5 17 65,4 26 100 Total 23 44,2 29 55,8 52 100 0,264 Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa responden dengan tidak mengolah air minumnya di rumah dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 14 responden (53,8%) sedangkan responden dengan melakukan pengolahan airminum dengan merebusnya dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 14 responden (53.8%). 85 Hasil uji statistik menunjukkan nilai Pvalue sebesar 0,264, yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara pengolahan air minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi tahun 2013. c. Hubungan E. Coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita Pengujian hubungan antara E.Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi tahun 2013. Hasil selengkapnya terdapat pada tabel berikut. Tabel 5.17 Distribusi Hubungan E. Coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 Kejadian diare Total E.Coli dalam Air Diare Tidak diare Pvalue Minum n % N % n % Ada 9 75 3 25 12 100 Tidak ada 14 35 26 65 40 100 Total 23 44,2 29 55,8 52 100 0,021 Pada tabel 5.17 dapat dilihat bahwa responden dengan adanya E.Coli dalam air minum dan mengalami kejadian diare pada balita sebesar 9 (75%), responden dengan adanya E.Coli dalam air minum dan tidak mengalami kejadian diare pada balita sebesar 14 (35%). Selain itu, pada tabel silang hasil uji statistik 86 didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,021, yang artinya ada hubungan yang signifikan antara adanya E.Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013. BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian diantaranya yaitu: 1. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan disain studi cross sectional. Dalam desain ini hanya menjelaskan hubungan keterkaitan, tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat. Meskipun demikian, desain ini dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian dan efektif dari segi waktu. 2. Kerangka konsep yang digunakan pada penelitian ini hanya menghubungkan variabel-variabel yang diperkirakan memiliki hubungan dengan variabel dependen sehingga masih terdapat kemungkinan variabel-variabel lain yang belum masuk dalam kerangka konsep seperti variabel status gizi (Sinthamurniwaty, 2005) 3. Variabel dependen yaitu kejadian diare hanya diukur melalui wawancara menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan sesuai definisi diare. Menurut Widoyono (2008), terdapat beberapa gejala dan tanda untuk menentukan penyakit diare, sehingga memerlukan diagnosa dari dokter. Namun dikarenakan keterbatasan biaya dan waktu penelitian pada penelitian ini hanya menggunakan wawancara dengan kuesioner yang berisi pertanyaan dari definisi penyakit diare menurut Kemenkes. 87 88 Walaupun begitu, kuesioner ini telah digunakan pada penelitian sebelumnya yang telah diuji secara statistik. 4. Variabel karakteristik sanitasi air pada penelitian ini hanya berfokus pada air minum yang dikonsumsi pada balita, padahal ada sumber air lain yang dapat dikonsumsi oleh balita seperti dari jajanannya dan air yang digunakan untuk mengolah makanan balita. 5. Pada variabel pengolahan air minum, setelah diketahui hasil penelitian peneliti menemukan bahwa sebaiknya dipilih kriteria salah satu sumber air minum untuk menentukan hubungan dengan kejadian diare. Hal ini disebabkan setiap sumber air minum memiliki proses pengolahan air berbeda. B. Kejadian Diare Diare didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan bertambahnya buang air besar lebih dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari) (Sardjana, 2007). Menurut Hippocrates dalam Suharyono (2008), diare adalah buang air besar dengan frekuensi yag tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair. Kejadian diare dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan definisi penyakit diare. Oleh karena itu, bias informasi mungkin terjadi pada saat dilakukan wawancara. Bias pada saat menjawab pertanyaan dari pewawancara karena 89 responden pada penelitian ini sulit mengingat dengan pasti kapan terjadi diare. Selain itu, kejadian diare hanya diukur menggunakan instrumen dari kuesioner berdasarkan pengertian diare. Padahal terdapat gejala-gejala klinis untuk penentuan penyakit diare yang didiagnosa oleh dokter. Dari hasil penelitian yang terdapat pada tabel 5.4 diketahui bahwa sebagian besar balita di kelurahan Sumurbatu tidak mengalami diare yaitu sebesar 55,8% dari 52 responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Muhadi (2008) yang mendapatkan hasil penelitian bahwa balita yang tidak mengalami kejadian diare lebih banyak dibandingkan dengan balita yang mengalami kejadian diare sebesar 82,70%. Selain itu, hasil penelitian Wulandari (2009) sebesar 54,3% responden yang diteliti mengalami kejadian diare. Meskipun sebagian besar balita responden di kelurahan Sumurbatu tidak mengalami kejadian diare, apabila tidak ditangani secara serius oleh petugas kesehatan maka dapat menimbulkan keparahan bagi penderitanya dan penularan penyakati diare ke daerah lain. Untuk itu petugas kesehatan setempat dalam menanggulangi kejadian diare dapat dengan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai tatalaksana diare pada anak yang direkomendasikan oleh Kemernterian Kesehatan. Prinsip tatalaksana diare adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan diare) yang ditujukan bagi penderita diare yang bertujuan utuk mencegah dan mengobati dehidrasi, mencegah gangguan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan sesudah diare serta memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat. Selain itu, harus dilakukan pula tindakan pencegahan untuk memutus rantai penularan melalui penyuluhan pemberian ASI makanan pendamping asi, 90 menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan, penggunaan jamban , membuang tinja bayi yang benar dan pemberian imunisasi campak. C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita 1. Hubungan Faktor Individu Balita dengan Kejadian Diare a) Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare Umur balita merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kejadian diare. Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa sebagian besar balita yang diteliti memiliki umur > 24 bulan. Berdasarkan hasil bivariat menunjukkan bahwa distribusi balita yang banyak mengalami kejadian diare sebagian besar berumur 25-59 bulan yaitu sebanyak 16 balita. sedangkan balita yang berumur 10-24 bulan dan mengalami diare sebanyak 7 balita. Hasil uji chai square, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur balita 10-59 bulan dengan kejadian diare, dengan Pvalue sebesar 0,392. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Johar (2004) di TPA Bantargebang yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kejadian diare dengan umur balita. Hasil penelitian lain yang sejalan adalah penelitian Muhadi (2008), yang memperoleh informasi bahwa balita kelompok umur bayi yang terkena diare ada 12 (21,8%) dari 55 balita dan balita kelompok umur balita yang menderita diare ada 14 (14,7%) dari 95 balita. Berbeda halnya dengan penelitian Sinthamurniwaty (2005) di Kabupaten Semarang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang 91 signifikan antara umur balita dengan kejadian diare dengan Pvalue 0,006. Hasil penelitian ini menunjukkan balita umur <24 bulan mempunyai risiko 3,18 kali terkena diare dibandingkan dengan balita berumur ≥ 24 bulan. Menurut Muthmainah (2011), bayi usia di bawah 10 bulan mendapat makanan tambahan diluar ASI dimana risiko ikut sertanya kuman pada makanan tambahan adalah tinggi (terutama jika sterilisasinya kurang). Selanjutnya, anak yang berusia di bawah 24 bulan produksi ASI mulai berkurang, yang berarti juga antibodi yang masuk bersama ASI berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai membentuk sendiri antibodi dalam jumlah cukup (untuk defence mekanisme), sehingga serangan virus berkurang. Ditinjau dari tahap tumbuh kembang anak, balita dengan rentang 6-12 bulan adalah masa pengenalan terhadap lingkungan sekitarnya. Perilaku yang sering dilakukan yakni berusaha memegang benda apa saja yang ada di sekelilingnya dan memasukkan ke dalam mulut. Ketika kondisi tangan dari balita maupun benda yang dipegang tidak steril memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri E.Coli (Puspitasari, 2012). Akan tetapi pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara umur balita dengan kejadian diare, dimungkinkan karena ibu balita selalu melakukan perhatian khusus terhadap balita mengingat sebagian besar pekerjaan ibu balita adalah ibu rumah tangga sehingga memiliki waktu lebih banyak untuk mengurus dan menjaga kebersihan balitanya sendiri. Selain itu, sebagian responden menganggap bahwa diare yang terjadi 92 pada umur dibawah 25 bulan adalah kejadian wajar dan merupakan tanda fase perubahan anak menjadi besar dan pandai sehingga tidak adanya upaya pencegahan. Walaupun demikian terdapat 35% balita yang berumur 10-24 bulan menderita kejadian diare, yang artinya tidak semua balita yang berumur 10-24 bulan pada penelitian ini tidak mengalami diare. Hal tersebut dapat terjadi karena pada kelompok umur 6-12 bulan biasanya balita sudah mendapat makanan tambahan dan menurut perkembangannya mulai dapat merangkak sehingga kontak langsung bisa terjadi, kontaminasi dari peralatan makan dan atau intololeransi makanan itu yang dapat menyebabkan tingginya risiko terkena diare (Sinthamurniwaty, 2004). Di samping itu, pada kelompok umur 7 sampai dengan 24 bulan, biasanya ada beberapa balita yang menyusui sudah mulai disapih oleh ibunya, sehingga tidak lagi mendapat ASI, dengan demikian tingkat imunitas balita itu sendiri menjadi rendah. Keadaan tersebut jika disekitarnya ada kuman infeksi yang dapat menimbulkan diare, balita tersebut memiliki risiko tinggi untuk terkena diare (Sinthamurniwaty, 2004). Muhadi (2010) dalam penelitiannya mengatakan pada usia di atas 12 bulan, balita mulai bermain di luar rumah dan mulai mengkonsumsi hampir semua jenis makanan jajanan yang tidak terjamin kebersihannya. 93 b) Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu yang diduga mempengaruhi kejadian diare pada balita. berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5, diketahui bahwa sebagian besar responden tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya yaitu sebanyak 31 responden (59,6%). Berdasarkan hasil uji bivariat, dapat diketahui bahwa responden yang memberikan ASI eksklusif sebagian kecil mengalami kejadian diare yaitu sebanyak 6 responden (28,6%) sedangkan responden yang memberikan ASI eksklusif sebagian besar mengalami kejadian diare pada balitanya yaitu sebanyak 15 responden (71,4%). Berdasarkan hasil uji statisik chai square diketahui pemberian ASI eksklusif tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Johar (2004) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara kejadian diare dengan pemberian ASI. Dari penelitian ini didapatkan sebanyak 10 balita (11,6%) mendapatkan ASI dan mengalami kejadian diare. Sedangkan balita yang tidak mendapatkan ASI terkena diare sebanyak 6 balita (60%). Namun berbeda dengan hasil penelitian Cahyono di Pondok Gede (2003), yang menunjukkan bahwa ASI eksklusif berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada balita. dalam penelitian ini balita 94 yang tidak diberi ASI eksklusif mempunyai risiko terkena diare sebesar 3,19 kali dibandingkan dengan balita tang diberi ASI eksklusif. Hasil penelitian lain yang dihasilkan oleh Simatupang (2003) di kota Sibolga yang menyatakan terdapat hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian diare. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Kemenkes, 2011) Kecilnya presentase pemberian ASI eksklusif pada penelitian ini diduga menyebabkan tidak ditemukannya hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare. Selain itu, faktor lain adalah imunitas balita yang cukup baik dari sebagian responden yang terutama ibu rumah tangga mengasuh balitanya sendiri yang memungkinkan ibu untuk memberikan makanan yang bergizi cukup. Walaupun begitu, dalam penelitian ini secara presentase balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dan mengalami kejadian diare lebih banyak dibandingkan dengan balita yang mendapatkan ASI eksklusif. Hal ini dapat disebabkan oleh kebiasaan ibu yang memberikan pisang, bubur dan makanan lain pada bayi yang baru lahir. Beberapa responden menyatakan saat melahirkan tidak memberi ASI karena pada 95 saat itu ASI tidak keluar. Di samping itu, beberapa responden lainnya juga mengatakan bahwa bayi tidak mau diberi ASI sehingga oleh responden diberi makanan lain seperti bubur biskuit kepada bayinya. Menurut Kemenkes RI (2010), ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja (ASI eksklusif) tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. c) Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare Imunisasi campak merupakan riwayat imunisasi campak yang diperoleh balita. Dalam penelitian ini, sebagian balita belum mendapatkan imunisasi campak yaitu sebanyak 46,2% sedangkan balita yang sudah diimunisasi campak sebanyak 53,8%. Hasil analisis hubungan imunisasi campak dengan kejadian diare menunjukkan bahwa kejadian diare lebih banyak terjadi pada balita yang belum diimunisasi campak yaitu sebanyak 54,2 % (13 balita). Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan karena nilai Pvalue sebesar 0,263 lebih besar dari α 5%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Johar (2004) yang mendapatkan bahwa imunisasi campak tidak berhubungan dengan kejadian diare pada balita dan sifat hubungan hanya risiko secara 96 kebetulan. Penelitian yang dilakukan Rini (2001) juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita. Hal ini berbeda dengan penelitian penelitian Cahyono di Pondok Gede (2003) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang berhubungan adalah imunisasi campak. Balita yang tidak diimunisasi campak mempunyai risiko terkena diare sebesar 2,09 kali dibandingkan dengan balita diimunasasi campak. Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare (Kalista, 2012). Imunisasi (termasuk imunisasi campak) merupakan upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pada balita, termasuk diare yang biasanya merupakan komplikasi dari penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi campak pada balia sangat bermanfaat. Menurut Akhmadi (2009) dalam Umarotuzuhro (2011), pemberian imunisasi campak berkorelasi terhadap kejadian diare. Hal ini dilakukan pada balita yang sedang menderita campak dan selama dua atau tiga bulan setelah penyakit campak menunjukkan kasus diare dengan angka lebih tinggi dan lebih parah daripada balita yang sama tanpa campak. Oleh karena itu balita diusahakan untuk mendapatkan imunisasi campak segera setelah berumur sembilan bulan. Tidak terdapatnya hubungan yang bermakna antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita pada penelitian ini dapat terjadi karena imunitas balita yang cukup baik yang didapatkan dari makanan 97 dan minuman yang didapatkan balita. Menurut Johar (2004) dalam penelitiannya, balita yang mengalami kejadian diare walaupun telah diimunisasi campak dapat terjadi karena adanya variabel lain yaitu asupan gizi yang berpengaruh pada imunitas tubuh balita. Selain itu, dilihat dari presentase balita yang tidak mendapatkan imunisasi campak setelah berumur 10 bulan dan mengalami diare lebih besar 54,2%. Hal ini disebabkan dari masih banyaknya balita yang belum diimunisasi. Berdasarkan pernyataan dari ibu balita yang belum memberikan imunisasi kepada balitanya diketahui bahwa ibu balita malas untuk membawa balitanya ke posyandu atau pelayanan kesehatan lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena pengetahuan dan kesadaran yang masih rendah dari ibu tentang pemahaman imunisasi campak. Selain itu, balita yang belum mendapatkan imunisasi campak juga dapat disebabkan karena pada saat ada jadwal imunisasi campak balita tersebu dalam kondisi tidak sehat sehingga tidak memungkinkan anak diimunisasi. Menurut Rini (2001), pencegahan penyakit infeksi salah satunya dengan pengendalian dan pemusnahan sumber infeksi melalui imunisasi. Penyakit campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi campak. Pada anak balita usia 1-4 tahun imunisasi campak dapat menurukan angka kematian diare sebesar 6-20%. 98 2. Hubungan Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare a) Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare Kondisi sarana air bersih merupakan kondisi fisik sarana air bersih di tempat tinggal balita meliputi pemeriksaan kualitas fisik air yang digunakan, persyaratan kontruksi dan jarak minimal dengan sumber pencemar. Hasil penelitian pada tabel 5.7 menunjukkan sebagian besar responden memiliki kondisi sarana air bersih yang buruk yaitu sebanyak 39 responden (78,8%) dan responden dengan kondisi sarana air bersih yang baik sebanyak 13 responden (25%). Berdasarkan hasil analisis hubungan diketahui responden yang lebih banyak mengalami kejadian diare pada balitanya adalah balita dengan presentase kondisi sarana air bersih yang buruk, yaitu sebanyak 21 responden (53,8%). Sedangkan balita dengan presentase kondisi sarana air bersih yang baik dan menderita diare hanya sebanyak 2 responden (15,4%). Hasil analisis bivariat menunjukkan Pvalue sebesar 0,023 artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Suhardiman (2007) di Kota Tangerang yang mendapatkan adanya hubungan yang signifikan anatara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita dengan Pvalue sebesar 0,047. Pada penelitian ini, balita yang tinggal di rumah dengan kondisi sarana air bersih yang buruk berisiko 1,8 kali 99 dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah dengan kondisi sarana air bersih yang baik. Hasil penelitian lain yang dilakukan Nurholis (2006) di Garut juga menunjukkan bahwa kondisi sarana sanitasi air bersih yang kurang baik dapat menyebabkan diare pada balita sebesar 2,1 kali. Kondisi sarana air bersih erat kaitannya dengan pencemaran yang dapat terjadi pada air bersih. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya pencemaran air bersih ini sarana air bersih yang digunakan harus memenuhi persyaratan (Sukarni, 1994). Air dapat berperan sebagai transmisi penularan suatu penyakit melalui mikroorganisme yang ditularkan lewat jalur air (water borne disease) atau jalur peralatan yang dicuci dengan air (water washed disease). Sebagian besar besar diare disebabkan oleh infeksi bakteri yang ditularkan melalui cara oro-fecal. Diare dapat ditularkan melalui cairan atau bahan yang tercemar dengan tinja seperti air minum, tangan atau jarijari, makanan yang disiapkan dalam panci yang telah telah dicuci dengan air tercemar (Suhardiman, 2007). Menurut Simatupang (2004), memperbaiki sumber air (kualitas dan kuantitas) dan keberhasilan perorangan akan mengurangi kemungkinan tertular dengan bakteri patogen tersebut. masyarakat yag terjangkau oleh penyediaan air yang bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. 100 Dari hasil wawancara peneliti, responden sebagian besar menggunakan sumur pompa listrik dan PDAM. Menurut Puspitasari (2012), jenis sarana air bersih sangat berpengaruh terhadap kebersihan peralatan makan dan minum yang digunakan. Sarana air bersih yang kurang saniter maka kualitas air bersihnya menjadi tidak terjamin bebas bakteriologis. Air bersih tersebut digunakan keluarga untuk aktivitas sehari-hari seperti mencuci peralatan makan dan minum. Jika sumber air bersih yang digunakan terkontaminasi bakteri patogen seperti E.Coli maka peralatan makan dan minum berisiko untuk terkontaminasi, terlebih jika perilaku mencucinya kurang baik. Akibatnya terjadi rantai penularan penyakit diare. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare dengan menggunakan air yang bersih dan air yang terlindungi dari kontaminasi mulai dari sumber sampai penyimpanan. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengingkatan pengawasan petugas kesehatan untuk melakukan inspeksi sanitasi sarana air bersih dan penyuluhan kepada masyarakat untuk memperhatikan sarana air bersih yang digunakan. Air bersih yang digunakan agar terlindungi dari kontaminasi yakni menjaga kebersihan sumur dengan memperbaiki kontruksi dan menjaga kebersihan bangunan sumur, pipa penyaluran dan tempat penyimpanan air bersih. 101 b) Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare Pengolahan air minum dalam penelitian ini merupakan cara pengolahan air minum yang dikonsumsi balita. berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa responden yang tidak melakukan pengolahan air minum dan responden yang melakukan pengolahan air minum dengan cara merebus masing-masing sebanyak 26 reponden (50%). Dari hasil analisis chai square menunjukkan bahwa 53,8% ibu yang tidak melakukan pengolahan air minum memiliki balita yang mengalami kejadian diare, sedangkan 34,5% ibu melakukan pengolahan air minum dengan merebusnya. Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengolahan air minum dengan kejadian diare pada balita dengan Pvalue sebesar 0,264. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosa (2011) pada balita di Puskesmas Cipayung Kota Depok yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pengolahan air minum rumah tangga dengan kejadian diare pada balita. Namun penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Suprapti (2003) yang mendapatkan bahwa ada hubungan antara pemasakan air minum dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa responden yang melakukan pengolahan air minum rumah tangga salah satunya merebus telah efisien dalam mematikan mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan penyakit diare. 102 Menurut Depkes RI (2008), air yang tidak dikelola dengan standar pengelolaan air minum rumah tangga dapat menimbulkan penyakit. Pengelolaan air minum rumah tangga dapat memperbaiki kualitas mikrobiologis air minum di rumah tangga dengan metode sederhana dan terjangkau serta, mengurangi angka kejadian dan kematian yang disebabkan oleh penyakit yang dibawa oleh air seperti diare (Depkes RI, 2009 dalam Rosa, 2011). Memasak air merupakan cara paling baik untuk proses purifikasi air di rumah. Agar proses purifikasi menjadi lebih efektif, maka air dibiarkan mendidih antara 5-10 menit. Hal tersebut bertujuan agar semua kuman, spora, kista, dan telur telah mati sehingga air bersifat steril. Selain itu proses pendidihan juga dapat mengurangi kesadahan karena dalam proses pendidihan terjadi peguapan CO2 dan pengendapan CaCO3 (Chandra, 2007) Tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengolahan air minum dengan kejadian diare dapat disebabkan karena sebagian besar responden yang tidak mengolah air minumnya adalah responden yang mengonsumsi jenis air minum isi ulang dan air kemasan. Walaupun masyarakat yang menggunakan air isi ulang tidak merebus air minum terlebih dahulu, pada depot air minum isi ulang telah dilakukan proses pengolahan air minum mengggunakan sinar ultraviolet dan filtrasi (Sandra, 2007) Proses pengolahan air baku menjadi air minum isi ulang pada prinsipnya adalah filtrasi (penyaringan) dan desinfeksi. Proses filtrasi 103 dimaksudkan selain untuk memisahkan kontaminan tersuspensi juga memisahkan campuran yang berbentuk koloid termasuk mikroorganisme dari dalam air, sedangkan disenfeksi dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme yang tidak tersaring oleh proses sebelumnya (Indirawati, 2009). Sehingga bakteri patogen yang ada pada air minum telah mati sebelum dikonsumsi. Walaupun demikian, pada tabel silang 5.11 mengenai persentase kejadian diare pada responden yang menggunakan sumber air dari sumur dan air isi ulang diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden yang menggunakan air isi ulang mengalami kejadian diare pada balitanya. Terdapat 12 responden (50%) yang menggunakan air minum isi ulang dan balitanya mengalami kejadian diare meskipun air isi ulang sebelum dikonsumsi masyarakat telah melewati berbagai proses di depot AMIU (Air Minum Isi Ulang), masyarakat juga perlu melakukan pencegahan dengan memasak air terlebih dahulu. Seperti menurut Titik Wahyudjati, mengkonsumsi air minum isi ulang yang berumur lebih dari 2 jam harus dimasak terlebih dahulu, hal tersebut merupakan salah satu upaya kewaspadaan terhadap penyakit yang kemungkinan timbul akibat air yang tidak sehat (Sandra, 2007 dalam Suyudhi, 2013). Selain itu, penyimpanan air isi ulang juga dapat berpengaruh pada keberadaan E.Coli dalam air isi ulang tersebut. Dalam penelitian Ekawati (2005) menunjukkan bahwa ada perbedaan jumlah E.Coli pada air minum isi ulang dengan lama penyimpanan. Air minum isi ulang biasanya tidak habis dalam sekali pakai melainkan dalam beberapa hari. Menurut 104 Hidayati (2010), semakin lama penyimpanan memungkinkan adanya pertumbuhan mikroorganisme yang akan berkembang menjadi bakteri patogen dan menyebabkan kadar zat organik meningkat. Umumnya masyarakat menggunakan dispenser dalam penyajian air isi ulang. Rahayu (2008) mengungkapkan penggunaan dispenser memang membuat penyajian air minum menjadi praktis sesuai dengan kebutuhan penyajian tetapi kebersihan dispenser umumnya kurang diperhatikan oleh konsumen. Penggunaan dispenser berulang-ulang tanpa pembersihan bagian dalam dispenser memungkinkan tumbuhnya mikroba. Resiko pencemaran mikroba ini dapat terjadi baik pada keran bersuhu normal, dingin ataupun panas karena mikroba dapat tumbuh pada suhu dingin / psikrofilik, normal / mesofilik ataupun panas / termofilik. Penelitian Rahayu (2008) membuktikan ada kemungkinan pencemaran air galon di dalam dispenser, hal ini berdasarkan pada hasil pemeriksaan awal terdapat 6 sampel yang tidak mengadung bakteri, tetapi setelah penyimpanan didapatkan sejumlah bakteri. c) E. Coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare E.Coli dalam air minum merupakan salah satu variabel yang diduga berhubungan dengan kejadian diare pada balita. Berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi dan uji statistik pada tabel 5.11 didapatkan bahwa 23,1% responden yang memiliki balita yang diteliti terdapat E.Coli dalam air minumnya. 105 Berdasarkan hasil analisis bivariat, dapat diketahui bahwa 75% responden yang terdeteksi ada E.Coli dalam air minumnya mengalami kejadian diare. Sementara 35% responden yang terdeteksi tidak ada E.Coli dalam air minumnya tidak mengalami kejadian diare pada balitanya. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui E.Coli dalam air minum memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diare terlihat dari Pvalue sebesar 0,021. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Suhardiman (2007) di kota Tangerang terhadap 250 responden yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara E.Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada balita. Kejadian diare berisiko 2,9 kali terjadi pada balita yang air minumnya positif E.Coli dibandingkan dengan balita yang air minumnya negatif E.Coli. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fardani (2013) di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas yang mendapatkan hasil bahwa kandungan E.Coli dalam air minum berhubungan sigifikan dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 18 balita yang positif mengandung E.Coli dalam air minumnya mengalami kejadian diare sedangkan 8 balita sisanya tidak mengalami kejadian diare. Dalam peraturan menteri kesehatan nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum mensyaratkan E.Coli harus nol dalam 100 ml sampel air. Menurut Khairunnisa (2012), E.Coli yang merupakan bakteri coliform fecal adalah 106 bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Adanya E.Coli dalam air minum dapat menjadi penyebab terjadinya diare karena setelah air minum tersebut dikonsumsi oleh manusia, E.Coli bersama-sama air minum masuk ke dalam saluran pencernaan manusia. Di dalam saluran pencernaan, terutama di usus, E.Coli akan menghasilkan enterotoksin. Enterotoksin ini akan menginfeksi usus halus atau usus besar dan mengakibatkan terjadinya diare, baik disertai dehidrasi, maupun tidak (Zein, 2004). E. Coli merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup secara normal di dalam kororan manusia maupun hewan, oleh karena itu disebut juga koliform fekal (Fardiaz, 1992). Menurut Wagner & Lanoix (1985) jalur masuknya bakteri ini ke dalam tubuh manusia dapat melalui 4F dari fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (tangan). Dalam hal ini, E.Coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui air. Tinja atau kotoran manusia mengandung agent penyakit (E.Coli) sebagai sumber penularan bila pembuangannya tidak aman maka dapat mencemari air bersih yang digunakan sebagai air minum. Adanya tempat pembuangan sampah juga dapat meningkatkan kejadian diare pada balita di daerah terssebut. Grent (1970) dalam Johar (2004) meyatakan bahwa kontaminasi mikroba yang diakibatkan oleh adanya timbunan sampah dapat terjadi hingga jarak beberapa ratus meter, bahkan lebih jauh lagi jika tanah yang dilalui mengandung rongga. 107 Selain itu, adanya E.Coli dalam air minum dapat terjadi pada pengelolaan air minum yang berupa cara pengolahan dan penyimpanan air yang tidak sesuai dilakukan oleh masyarakat. Oleh karena itu, untuk mengurangi risiko kejadian diare pada balita dapat dilakukan dengan melakukan pengelolaan air minum secara benar. Untuk mengurangi kontaminasi E.Coli pada air minum, cara yang paling mudah adalah dengan cara memasak air yang digunakan untuk minum dan dibiarkan mendidih antara 5-10 menit sebelum diberikan kepada balita. tujuannya adalah agar semua kuman, spora, kista dan telur telah mati termauk E.Coli. sehingga air bersifat steril (Chandra, 2005). Menurut Rahayu (2006), Sifat E.coli adalah tidak tahan pada pemanasan dan akan mati pada suhu 100oc, sehingga salah satu cara paling mudah menghilangkan E.coli dalam air minum adalah dengan memasak air hingga mendidih. Walaupun begitu, pada tabel 5.14 menunjukkan E. Coli lebih banyak ada pada sumber air isi ulang dibandingkan dengan air sumur. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan pengelolaan air minum rumah tangga yang baik dan benar. Oleh karena itu, berbagai upaya pencegahan dan tindak lanjut yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kontaminasi E.Coli dalam air minum dan mengurangi angka kesakitan diare adalah dengan memberikan sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat tertutama bagi mereka yang menggunakan sumber air minum berasal dari sumur dan air minum isi ulang. 108 Menurut Depkes (2008) pengelolaan air minum yang benar antara lain; air untuk minum harus diolah terlebih dahulu dan wadah air harus bersih dan tertutup, jangan mengambil air dengan diciduk, sebaiknya simpan air minum di wadah yang berleher sempit atau memiliki kran. Selain itu, cara penanganan air yang telah dimasak, misalnya dengan tidak melakukan perebusan air minum dengan sistem tambah. Sistem tambah artinya ketika air minum yang telah dimasak lagi secara bersamaan. Kemudian juga dengan melakukan kerja sama lintas sektor misalnya antara Dinas Kesehatan, Puskesmas, atau pelayanan kesehatan lainnya, laboratorium, dan masyarakat agar air minum yang dikonsumsi bebas kontaminasi E.Coli sehingga dapat memenuhi syarat sesuai peraturan menteri kesehatan nomor 492/MENKES/PER/IV/2010. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada balita di Kelurahan Sumurbatu, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Gambaran balita umur 10-59 bulan yang mengalami kejadian diare sebesar 44,2% dan balita yang tidak mengalami diare sebesar 55,8%. 2. Gambaran faktor individu balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu antara lain, 61,5% balita berumur 25-59 bulan, 40,4% balita mendapatkan ASI eksklusif dan 53,8% balita mendapatkan imunisasi campak. 3. Gambaran karakteristik sanitasi air di Kelurahan Sumurbatu antara lain, 25% kondisi sarana air bersih baik, 50% menggunakan pengolahan air minum dengan merebus, dan 76,9% tidak ada E.Coli dalam air minumnya. 4. Tidak ada hubungan antara variabel umur balita dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 dengan pvalue 0,392 5. Tidak ada hubungan antara variabel pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 dengan pvalue 0,089 6. Tidak ada hubungan antara variabel imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 dengan pvalue 0,263 109 110 7. Ada hubungan antara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 dengan pvalue 0,023 8. Tidak ada hubungan antara variabel pengolahan air minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 dengan pvalue 0,264 9. Tidak ada hubungan E. Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada Balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 dengan pvalue 0,021 B. Saran 1. Bagi Masyarakat a. Meningkatkan upaya pencegahan diare yang efektif kepada balita terutama melalui menjaga kebersihan air yang dikonsumsi dan digunakan sehari-hari serta serta melakukan penatalaksanaan pada balita yang mengalami diare yang dianjurkan Kemenkes RI yaitu LINTAS DIARE . b. Melakukan perlindungan dan perawatan terhadap sarana air bersih sehingga dapat meminimanisasi risiko sarana air bersih terkontaminasi pencemaran c. Melakukan pengolahan air minum dengan benar, yaitu air dimasak sampai mendidih 100°C dan dibiarkan dalam keadaan mendidih selama 12 menit. 111 2. Bagi Instansi Terkait (Puskesmas Bantargebang I) a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit diare dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat b. Meningkatkan sosialisasi prinsip tatalaksana diare pada anak yang direkomendasikan oleh Kemernterian Kesehatan yaitu LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan diare) c. Meningkatkan upaya pencegahan diare dengan penyuluhan kepada masyarakat terutama ibu balita mengenai pentingnya pemberian ASI makanan pendamping asi, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan, penggunaan jamban , membuang tinja bayi yang benar dan pemberian imunisasi campak d. Meningkatkan pengawasan terhadap kualitas air dengan inspeksi sanitasi dan penyuluhan kepada masyarakat yakni menjaga kebersihan sumur dengan memperbaiki kontruksi dan menjaga kebersihan bangunan sumur, pipa penyaluran dan tempat penyimpanan air bersih e. Meningkatkan sosialisasi mengenai cara pengelolaan air minum yang baik bagi masyarakat 3. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat meneliti kualitas mikrobiologi tidak hanya pada air minum, tetapi juga pada air bersih b. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lain, seperti jajanan dan makanan yang dikonsumsi oleh balita DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Umar Fachmi. 2008. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Rajawali Press: Jakarta Anwar, Athena dan Musadad, Anwar. 2009. Pengaruh Akses Penyediaan Air Bersih Terhadap Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal Ekologi Kesehatan Vo. 8 No.2 Apriadji.WH, 1992. Memproses Sampah. Jakarta: Penebar Swadaya Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel Penelitian Kesehatan. Depok: Jurusan Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Azhar. 2010. Kuliah 1 Statistik Dasar. www.uta.edu diakses pada 20 November 2013 Azwar. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, PT. Mutiara Sumber Widya: Jakarta Bardosono, saptawati. 2011. Cara Melaporkan Hasil Analisis Statistik diakses dari Staff.ui.ac.id pada tanggal 18 November 2013 Bintoro, Bakhti R T. 2009. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar. Skripsi UMS BPS. 2010. Indikator 40: Proporsi penduduk atau rumah tangga dengan akses terhadap sumber air minum yang terlindungi diakses dari http://mdgsdev.bps.go.id pada tanggal 11 Mei 2013 Bumolo, Septian. 2012. Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih Dan Jenis Jamban Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo Tahun 2012. Jurnal, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo Cahyono, Imron. 2003. Hubungan Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Gede Kota Bekasi Tahun 2003. Tesis. Universitas Indonesia Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Departemen kesehatan RI. 1984. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih. Depkes RI. Jakarta. _______________________.1992. Pedoman teknis perbaikan kualitas air bagi petugas pembinaan kesehatan lingkungan. Dirjen PPM & PLP Depkes RI. Jakarta. ______________________.1994. Penyehatan Air Dalam Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih : Buku Pedoman bagi Para Pengelola Program. Dirjen PPM & PLP Depkes RI. Jakarta. Departemen kesehatan RI, 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta : Depkes RI ______________________.2008. Buku Saku Monitoring Dan Evaluasi PAMRT (Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga). Dirjen PPM & PLP Depkes RI: Jakarta. ______________________. 2010. Data base Kesehatan Per Kabupaten diakses dari http://www.bankdata.depkes.go.id/ pada tanggal 9 Januari 2013 ______________________. 2010. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. Dirjen PPM & PLP Depkes RI. Jakarta. Dewanti, Ratih. 2005. Bakteri Indikator Sanitasi dan Keamanan Air Minum diakses dari http://web.ipb.ac.id/ pada tanggal 28 Juni 2013 Dinas Kesehatan Kota Banjar. Betulkah jarak sumur dengan septic tank 10 meter? Diakses dari http://www.banjar-jabar.go.id/ pada tanggal 26 Mei 2013 Fardani, Sekar Astrika. 2013. Hubungan Eschericia Coli dalam air minum dan Kondisi Sarana Sanitasi Dasar dengan Diare Akut pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas, Depok. Skripsi: Universitas Indonesia Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius: Bogor Fauzi, Yusran. Analisis Sarana Dasar Kesehatan Lingkungan yang berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 4 No. 2 Field book. Sanitation Ladder (Tangga Sanitasi) diakses dari www.pamsimas.org pada tanggal 29 Mei 2013 Ginanjar, Reza. 2008. Hubungan Jenis Sumber Air Bersih dan Kondisi Fisik Air Bersih dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Sukmajaya Tahun 2008. Skripsi: Universitas Indonesia Haryanto, Budi. 2011. Waduh Air Minum Kawasan Jabodetabek Berstatus Tercemar diakses dari www.mediaindonesia.com pada tanggal 09 Juni 2013 Hastono, Susanto. 2006. Statistik Kesehatan. Rajawali Press: Jakarta Hidayati, M Ana dan Yusrin. 2010. Pengaruh Lama Waktu Simpan Pada Suhu Ruang (27-29°C) Terhadap Kadar Zat Organik Pada Air Minum Isi Ulang diakses dari http:// jurnal.unimus.ac.id pada tanggal 27 November 2013 Jalaludin. 2012. Analisa Bakteri Escherichia coli Di Kolam Renang Waterboom Ulee Lheue Kota Banda Aceh. Karya Tulis Ilmiah: Akademi Analis Kesehatan Banda Aceh Kalista, Endri. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 6 – 12 Bulan di Puskesmas Kedungmundu Semarang. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Semarang Kementerian Kesehatan RI. Riskesdas 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Jakarta ______________________. 2010. Riskesdas 2010: Pedoman Pengisian Kuesioner. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Jakarta ______________________. 2010. Riskesdas 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Jakarta ______________________. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. ______________________. 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada Balita Untuk Petugas Kesehatan. Dirjen P2 & PL Kemenkes RI. Jakarta ______________________. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Bulletin Diare Jendela Data dan Informasi Kesehatan. ______________________. 2012. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Jakarta ______________________. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Kandun, Nyoman. 2012. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Infomedika: Jakarta Khairunnisa, Cut. 2012. Pengaruh Jarak Dan Konstruksi Sumur Serta Tindakan Pengguna Air Terhadap Jumlah Coliform Air Sumur Gali Penduduk Di Sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara Tahun 201. Tesis Universitas Sumatera Utara Kusnadi. Buku Common Tect Mikrobiologi diakses dari http://file.upi.edu pada tanggal 29 Mei 2013 Johar. 2004. Hubungan Jenis Sarana Sumber Air Penduduk Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Sekitar TPA Sampah Kec. Bantar Gebang Kota Bekasi. Skripsi Universitas Indonesia Majid, Nurholis. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada Balita di wilayah kerja puskesmas Cisurupan Kabupaten Garut tahun 2006. Skripsi: Universitas Indonesia Marjuki, Adikuri Dini. 2008. Hubungan Kualitas Sumber Air Bersih (Inspeksi Sanitasi) Serta Faktor Risiko Lain Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Puskesmas Plumbon Kabupaten Cirebon Tahun 2008. Skripsi Universitas Indonesia. Marlini, Yusti. 2004. Hubungan Sanitasi Dasar Dan Praktek Hygienis Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 1 ~ 4 Tahun Di Lingkungan Sri Ratu Safiatuddin Kelurahan Peuniti Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh Provinsin Naggroe Aceh Darussalam Tahun 200. Skripsi Universitas Sumatera Utara Muhadi. 2008. Hubungan Kandungan E.Coli pada Air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita di Kecamatan Koja Kota Administrasi Jakarta Utara Tahun 2008. Skripsi: Universitas Indonesia Mulia, Ricki M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilm: Yogyakarta Muthmainnah, Tazkiyyatul. 2011. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Status Imunisasi Campak Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang. Skripsi Universitas Muhamadiyah Semarang Notoatmodjo, Soekidjo, 1996. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta: Jakarta Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan masyarakat: Ilmu dan Seni. Rineka Cipta: Jakarta Olyfta, Asny. 2010. Analisis kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Tanjung sari kecamatan Medan Selayang tahun 2010. Skripsi: Universitas Sumatera Utara Puspitasari, Dini Tri. 2011. Hubungan Frekuensi Konsumsi Jajanan dan Kebiasaan Cuci Tangan Dengan Diare Pada Anak Usia Sekolah (6-12) Tahun di SDN Mulyasejati 1 Karawang 2011 Purwaningsih, Retno. 2013. Hubungan antara Penyediaan Air Minum Dengan Higiene Sanitasi Dengan Kejadian Diare Di Daerah Pasca Bencana. Unnes Journal of Public Health 3 Rahadi E B. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Diare di Desa Peganjaran Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Tahun 2005. (KTI) UMS. Rahayu, Asih. 2008. Deteksi Adanya Bakteri Pada Air Minum Dalam Kemasan Galon. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Renggani, Reny Farlia. 2002. Hubungan Sarana Sanitasi Dasar Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Pemukiman Tidak Terencana Kebon Singkong Kelurahan Klender Jakarta Timur Tahun 2002.Skripsi: Universitas Indonesia Rini, Lestiyo. 2001. Hubungan Status Imunisasi Campak Dengan Kejadian Penyakit Diare (Campak, Ispa Dan Diare) Dan Status Gizi Anak Usia 1-4 Tahun Di Desa Karang Duren Kecamatan Tenggaran Kabupaten Semarang. Skripsi: Universitas Diponegoro Rohmat, Dede. Materi Pengkayaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bagi Dunia Pendidikan Se-Jawa Barat. Diakses dari http://file.upi.edu pada tanggal 10 Mei 2013 Rosa, Syaefty Dewi. Hubungan Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga dan Perilaku Sehat Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Cipayung Kota Depok Tahun 2011. Skripsi: Universitas Indonesia Ruspianto, Atjep. 2012. Mulai Digarap, Proyek Zona 5 Makan Waktu 3 Bulan diakses pada tanggal 20 November 2013 dari http://www.radar-bekasi.com Sandra, Christyana. 2007. Hubungan Pengetahuan Dan Kebiasaan Konsumen Air Minum Sisi Ulang Dengan Penykit Diare. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol 3, No.2 Sardjana & Nisa, Hairun. 2007. Epidemiologi Penyakit menular. UIN Jakarta Press: Jakarta Sastroasmoro, Sudigdo dan Sofyan Ismael. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Bina Rupa Aksara. Jakarta. Setyorogo, Sudijono. 1990. Peranan Air Bersih dan Sanitasi dalam Pemberantasan Penyakit Menular. Santasi Vol. II No. 2, YLKI: Jakarta Simatupang, M. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Tesis Universitas Sumatra Utara. Sinthamurniwaty. 2005. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Balita (Studi Kasus Di Kabupaten Semarang). Tesis Universitas Diponegoro Subagyo, Bambang dan Budi S N. 2010 Diare Akut. Dalam Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbi IDAL Suhardiman. 2007. Hubungan Eschericia Coli (E.Coli) dalam Air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita di Kota Tangerang tahun 2007. Tesis: Universitas Indonesia Suharyono. 2008. Diare Akut: Klinik dan Laboratorik. Rineka Cipta: Jakarta Sukana, Bambang. 1993. Penelitian Sarana Penyediaan Air Minum Dalam Hubungannya Dengan Penyakit Diare Para Pemulung Di Pemukiman Sekitae LPA Budhi Dharma Kelurahan Semper Jakarta Utara. Sukarni, Mariati. 1994. Kesehatan Lingkungan dan Keluarga. Kanisius: Yogyakarta Suprapti. 2003. Hubungan Kualitas Sumber Air Minum Dan Pengelolaannya Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Kuripan Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak 2003. Skripsi: Universitas Indonesia Suriawijaya, U. 199. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Air Buangan Secara Biologi. Penerbit Alumni: Bandung Umiati, Badar Kirwono, Dwi Astuti. Jurnal Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dengan Diare Pada Balita Umarotuzuhro. 2011. Studi Diskriptif Upaya Keluarga Dalam Pencegahan Terjadinya Penyakit Diare Pada Balita Di Desa Brambang Rw 01 Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Semarang WHO. The top 10 causes of death diakses dari http://www.who.int pada tanggal 8 Januari 2013 Widiyanti, Ni Luh. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform pada Depo Air Minum Isi Ulang di Kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3. No 1 Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Erlangga: Jakarta Wijayanti, Putri Dianing. 2009. Hubungan Kepadatan Lalat dengan Kejadian Diare pada Balita yang bermukim Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang Wikipedia. 2007. Escherichia coli diakses dari http://id.wikipedia.org pada tanggal 28 Mei 2013 Wikipedia. 2013. Imunodefesiensi diakses dari http://id.wikipedia.org pada tanggal 28 Mei 2013 Wulandari, Anjar Purwidiana. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dan Faktor Sosiodemografi Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kbupaten Sragen Tahun 2009. Skripsi Universitas Surakarta Zein, Umar. 2004. Diare Akut Infeksius pada Dewasa. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Zubir, Juffrie M, Wibowo T. 2006. Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare Akut pada Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Vol 19. No 3. Juli 2006. ISSN 1411-6197 : 319-332. LAMPIRAN 2 LEMBAR KUESIONER HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN SUMUR BATU KECAMATAN BANTAR GEBANG KOTA BEKASI TAHUN 2013 Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Dengan hormat, saya Fauziah mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan bermaksud mengadakan penelitian mengenai Hubungan Faktor Individu dan Karakteristik Sanitasi Air Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan kuesioner dengan beberapa item pertanyaan, saya mohon kesediaan saudara untuk menjawab pertanyaan yang ada dengan lengkap dan jelas. Jawaban saudara akan dirahasiakan. Peneliti sangat menghargai hak-hak responden dengan cara menjamin kerahasiaan identitas dan informasi yang diberikan. Atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Jakarta, Juli 2013 Peneliti, Fauziah Kode Responden A. Karakteristik Responden ISI JAWABAN DENGAN LENGKAP! No. 1. 2. 3. 4. Pertanyaan Nama ibu RT - RW – No. rumah Umur Pendidikan 5. Pekerjaan Jawaban 0. 1. 2. 3. 4. 5. 0. 1. 2. 3. 4. 5. Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Perguruan Tinggi PNS Buruh Ibu rumah tangga Karyawan Pemulung Lainnnya............. Kode A1 A2 A3 A4 A5 B. Kejadian Diare ISI JAWABAN DENGAN LENGKAP! No. Pertanyaan 6. Apakah anak balita ibu sedang mengalami / dua minggu Jawaban 0. Ya 1. tidak Kode B1 terakhir ini mengalami berakberak? Jika tidak, lanjut ke no. 9 7. Bila ya, berapa kali dalam sehari? 8. Bagaimana bentuk kotoran anak ibu? 0. Lebih dari 3 kali 1. 3 kali 2. Kurang dari 3 kali B2 0. Air saja 1. Campur air 2. Seperti biasa B3 C. Faktor Individu Balita ISI JAWABAN DENGAN LENGKAP! No. Pertanyaan Jawaban Kode Identitas balita 7 8 10 11 12 13 14 15 Nama Balita Jenis Kelamin 0. Laki-laki 1. Perempuan Umur balita 0. 10-24 bulan 1. 25-59 bulan Pemberian ASI Eksklusif Setelah melahirkan, apakah ibu 0. Tidak langsung memberikan ASI 1. Ya kepada balita? Berapa usia balita, saat 0. Kurang dari 6 pertama kali ibu memberikan bulan makanan tambahan selain ASI? 1. ≥ 6 bulan Apa makanan tambahan yang 0. Tidak menjawab ibu berikan kepada balita? 1. Pisang 2. Biskuit 3. Susu formula 4. Bubur 5. ........(selain di atas) Imunisasi Campak Apakah ada KMS (Kartu 0. Tidak ada Menuju Sehat)? 1. Ada Apakah anak ibu sudah 0. Belum diimunisasi campak? 1. Sudah C1 C2 C3 D1 D2 D3 E1 E2 D. Karakteristik Sanitasi Air ISI JAWABAN DENGAN LENGKAP! No. 16 Pertanyaan Darimana keluarga ini memperoleh air bersih untuk mencuci, mandi dan masak? (pilih satu sumber air bersih utama) Jawaban Sarana air bersih 0. PDAM 1. Sumur gali 2. Sumur pompa listrik 3. pompa tangan 4. Sungai 5. Lain-lain, sebutkan........... Kode F1 17. 18. 19. 20. Kondisi sarana air bersih PDAM: 0. Skor < 3 1. Skor = 3 (diisi setelah observasi) Sumur Pompa Listrik 0. Skor < 7 1. Skor = 7 Sumur Pompa Tangan 0. Skor < 6 1. Skor =6 Sumur Gali 0. Skor < 8 1. Skor ≥ 8 Pengolahan air minum Darimana sumber air 0. PDAM yang digunakan untuk 1. Sumur gali air minum? 2. Sumur pompa listrik 3. Sumur pompa tangan 4. Air isi ulang 5. Air kemasan Bagaimana cara ibu 0. Tidak mengolah mengolah air untuk 1. Merebus diminum? E. Coli dalam air minum Bagaimana kandungan 0. Ada, jika positif kuman Eschericia Coli Eschericia Coli berdasarkan hasil 1. Tidak Ada, jika negatif pemeriksaan kuman Eschericia Coli laboratorium (diisi setelah hasil laboratorium keluar) F. Pengambilan Sampel Air Minum 1. Ambil sampel air minum sesuai prosedur secara bakteriologis 2. Beri label dan isi dengan kode sampel sama dengan kode responden: F2 G1 G2 G3 LAMPIRAN 3 LEMBAR OBSERVASI beri tanda cheklist (√) pada kolom sesuai hasil pengamatan dan isi dengan lengkap, bila perlu pewawancara dapat bertanya kepada responden A. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH PDAM No. Item Syarat Bobot 1. Kualitas fisik air Jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa Tidak ada kebocoran pipa Bersih dan terawat 1 2. Pipa distribusi 3. Kran air Jumlah Hasil pengamatan Ya Tidak skor 1 1 B. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH SUMUR POMPA LISTRIK No. Item Syarat Bobot 1. Kualitas fisik air 1 2. Lubang sumur Jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa Tertutup dan terlindung dari pencemaran Tidak ada kebocoran pipa Bersih dan terawat ≥ 10 m 3. 4. 5. Pipa distribusi Kran air Jarak sumur dengan sumber pencemar (septic tank) Jumlah 2 1 1 2 Hasil Pengamatan Ya Tidak Skor C. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH SUMUR POMPA TANGAN No. Item Syarat Bobot 1. Kualitas fisik air 1 2. Dudukan pompa tangan Lantai sumur Ukuran lantai sumur Jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa Ada dan kedap air Ada Radius 1 meter dari susukan pompa Kedap air dan tidak retak Ada dan kondisi baik 1 1 ≥ 10 m 2 3. 4. 5. Kondisi lantai sumur Saluran pembuangan air kotor 6. Jarak sumur dengan sumber pencemar (septic tank) Jumlah Hasil Pengamatan Ya Tidak Skor 1 2 1 D. OBERVASI SARANA AIR BERSIH SUMUR GALI No. Parameter Syarat Bobot 1. Kualitas fisik air 1 2. 3. Baik (kedapp air) 1 5. Cincin / bibir sumur Tinggi cincin / bibir sumur Kondisi cincin / bibir sumur Bagian dalam sumur Jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa Ada 1 meter dari lantai 6. 7. Lantai sumur Ukuran lantai sumur 4. 8. 9. Kondisi lantai sumur Saluran pembuangan air kotor 10. Jarak sumur dengan sumber pencemar (septic tank) Jumlah Diplester 3 m dari atas permukaan tanah Ada Radius 1 meter dari susukan pompa Kedap air dan tidak retak Ada dan kondisi baik ≥ 10 m 1 1 1 1 2 1 2 Hasil Pengamatan Ya Tidak Skor LAMPIRAN 5 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN LABORATORIUM MIKROBIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM BAKTERI E.COLI DI DALAM SAMPEL AIR MINUM Pemilik: Fauziah Jenis sampel: air minum Jeis pemeriksaan: kualitatif Jumlah sampel: 52 Legalisasi: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/ MENKES/ PER/IV/ 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum Sampel A01 A02 A03 A04 A05 A06 A07 A08 A09 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 A19 A20 A21 A22 A23 A24 A25 A26 Deteksi E.Coli Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Sampel B01 B02 B03 B04 B05 B06 B07 B08 B09 B10 B11 B12 B13 B14 B15 B16 B17 B18 B19 B20 B21 B22 B23 B24 B25 B26 Deteksi E. Coli Negatif Positif Positif Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Positif Positif Positif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Positif HASIL ANALISI SPSS UNIVARIAT 1. Umur Ibu Statistics Umur Ibu N Valid 52 Missing 0 Mean 29.8269 Std. Error of Mean .96614 Median 28.5000 Std. Deviation 6.96693 Minimum 19.00 Maximum 45.00 2. Pendidikan Ibu Pendidikan Ibu Frequency Valid Tidak sekolah Percent Valid Percent Cumulative Percent 4 7.7 7.7 7.7 SD 28 53.8 53.8 61.5 SMP 10 19.2 19.2 80.8 SMA 8 15.4 15.4 96.2 Perguruan Tinggi 2 3.8 3.8 100.0 52 100.0 100.0 Total 3. Pekerjaan Ibu Pekerjaan Ibu Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent PNS 1 1.9 1.9 1.9 Buruh 1 1.9 1.9 3.8 36 69.2 69.2 73.1 Karyawan 3 5.8 5.8 78.8 Pemulung 10 19.2 19.2 98.1 1 1.9 1.9 100.0 52 100.0 100.0 Ibu rumah tangga Lainnya Total 4. Kejadian Diare Pada Balita Diare Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent Diare 23 44.2 44.2 44.2 Tidak diare 29 55.8 55.8 100.0 Total 52 100.0 100.0 5. Umur Balita Umur balita Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent 10-24 20 38.5 38.5 38.5 25-59 32 61.5 61.5 100.0 Total 52 100.0 100.0 6. Pemberian ASI Eksklusif ASI Eksklusif Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 31 59.6 59.6 59.6 Ya 21 40.4 40.4 100.0 Total 52 100.0 100.0 7. Imunisasi Campak Imunisasi Campak Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent Belum 24 46.2 46.2 46.2 Sudah 28 53.8 53.8 100.0 Total 52 100.0 100.0 8. Kondisi Sarana Air Bersih a. Sumber Air Bersih Sumber Air Bersih Frequency Valid PDAM Percent Valid Percent Cumulative Percent 9 17.3 17.3 17.3 sumur pompa listrik 43 82.7 82.7 100.0 Total 52 100.0 100.0 b. Kondisi Sarana Air Bersih Kondisi SAB Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent Buruk 39 75.0 75.0 75.0 Baik 13 25.0 25.0 100.0 Total 52 100.0 100.0 9. Pengolahan Air Minum a. Sumber Air Minum Sumber Air Minum Frequency Valid PDAM Percent Valid Percent Cumulative Percent 3 5.8 5.8 5.8 sumur pompa listrik 21 40.4 40.4 46.2 air isi ulang 24 46.2 46.2 92.3 air kemasan 4 7.7 7.7 100.0 52 100.0 100.0 Total b. Pengolahan Air Minum Pengolahan air minum Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent tidak mengolah 26 50.0 50.0 50.0 merebus 26 50.0 50.0 100.0 Total 52 100.0 100.0 SAM = 2 (FILTER) * Diare Crosstabulation Diare Diare SAM = 2 (FILTER) Selected Count % within SAM = 2 (FILTER) Total Total 6 15 21 28.6% 71.4% 100.0% 6 15 21 28.6% 71.4% 100.0% Count % within SAM = 2 (FILTER) Tidak diare SAM = 4 (FILTER) * Diare Crosstabulation Diare Diare SAM = 4 (FILTER) Selected Count % within SAM = 4 (FILTER) Total Count % within SAM = 4 (FILTER) Tidak diare Total 12 12 24 50.0% 50.0% 100.0% 12 12 24 50.0% 50.0% 100.0% 10. E. Coli dalam air minum E. Coli dalam air minum Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent ada E.Coli 12 23.1 23.1 23.1 tidak ada E.Coli 40 76.9 76.9 100.0 Total 52 100.0 100.0 SAM = 2 (FILTER) * Ecoli Crosstabulation Ecoli Ada SAM = 2 (FILTER) Selected Count % within SAM = 2 (FILTER) Total Count % within SAM = 2 (FILTER) Tidak ada Total 3 18 21 14.3% 85.7% 100.0% 3 18 21 14.3% 85.7% 100.0% OUTPUT SPSS BIVARIAT 1. Umur Balita * Kejadian Diare Umur balita * Diare Crosstabulation Diare Diare Umur balita 10-24 Count % within Umur balita 25-59 Count % within Umur balita Total Count % within Umur balita Tidak diare Total 7 13 20 35.0% 65.0% 100.0% 16 16 32 50.0% 50.0% 100.0% 23 29 52 44.2% 55.8% 100.0% Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction df a 1 .289 .597 1 .440 1.134 1 .287 1.123 b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Fisher's Exact Test .392 Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 1.101 b 1 .294 52 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,85. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for Umur balita (10-24 / .538 .170 1.702 .700 .351 1.396 1.300 .810 2.086 25-59) For cohort Diare = Diare For cohort Diare = Tidak diare N of Valid Cases 52 Exact Sig. (1-sided) .220 2. Pemberian Asi Eksklusif * Kejadian Diare ASI Eksklusif * Diare Crosstabulation Diare Diare ASI Eksklusif Tidak Count % within ASI Eksklusif Ya 14 31 54.8% 45.2% 100.0% 6 15 21 28.6% 71.4% 100.0% 23 29 52 44.2% 55.8% 100.0% Count % within ASI Eksklusif Total 17 Count % within ASI Eksklusif Total Tidak diare Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction df a 1 .061 2.518 1 .113 3.582 1 .058 3.502 b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2-sided) Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases b .089 3.434 1 .064 52 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,29. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for ASI Eksklusif (Tidak / 3.036 .931 9.897 1.919 .909 4.055 .632 .394 1.015 Ya) For cohort Diare = Diare For cohort Diare = Tidak diare N of Valid Cases Exact Sig. (2-sided) 52 Exact Sig. (1-sided) .055 3. Imunisasi Campak * Kejadian Diare Imunisasi Campak * Diare Crosstabulation Diare Diare Imunisasi Campak Belum Count % within Imunisasi Campak Sudah Total 11 24 54.2% 45.8% 100.0% 10 18 28 35.7% 64.3% 100.0% 23 29 52 44.2% 55.8% 100.0% Count % within Imunisasi Campak Total 13 Count % within Imunisasi Campak Tidak diare Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction df a 1 .182 1.114 1 .291 1.791 1 .181 1.784 b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Fisher's Exact Test .263 Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 1.750 b 1 .186 52 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,62. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for Imunisasi Campak 2.127 .698 6.485 1.517 .817 2.815 .713 .426 1.193 (Belum / Sudah) For cohort Diare = Diare For cohort Diare = Tidak diare N of Valid Cases 52 Exact Sig. (1-sided) .146 4. Kondisi Sarana Air Bersih * Kejadian Diare Kondisi SAB * Diare Crosstabulation Diare Diare Kondisi SAB Buruk Count % within Kondisi SAB Baik Count % within Kondisi SAB Total 21 18 39 53.8% 46.2% 100.0% 2 11 13 15.4% 84.6% 100.0% 23 29 52 44.2% 55.8% 100.0% Count % within Kondisi SAB Total Tidak diare Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction df a 1 .016 4.392 1 .036 6.397 1 .011 5.847 b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Fisher's Exact Test .023 Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 5.735 b 1 .017 52 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,75. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for Kondisi SAB (Buruk / 6.417 1.254 32.844 3.500 .947 12.940 .545 .362 .822 Baik) For cohort Diare = Diare For cohort Diare = Tidak diare N of Valid Cases 52 Exact Sig. (1-sided) .016 5. Pengolahan Air Minum * Kejadian Diare Pengolahan air minum * Diare Crosstabulation Diare Diare Pengolahan air minum tidak mengolah Count % within Pengolahan air minum merebus Count % within Pengolahan air minum Total Count % within Pengolahan air minum Tidak diare Total 14 12 26 53.8% 46.2% 100.0% 9 17 26 34.6% 65.4% 100.0% 23 29 52 44.2% 55.8% 100.0% Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction df a 1 .163 1.247 1 .264 1.962 1 .161 1.949 b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Fisher's Exact Test .264 Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 1.912 b 1 .167 52 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,50. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for Pengolahan air 2.204 .721 6.733 1.556 .823 2.941 .706 .428 1.164 minum (tidak mengolah / merebus) For cohort Diare = Diare For cohort Diare = Tidak diare N of Valid Cases 52 Exact Sig. (1-sided) .132 6. E. Coli Dalam Air Minum * Kejadian Diare E. Coli dalam air minum * Diare Crosstabulation Diare Diare E. Coli dalam air minum ada E.Coli Tidak Diare Count % within E. Coli dalam air minum tidak ada E.Coli Count % within E. Coli dalam air minum Total Count % within E. Coli dalam air minum Total 9 3 12 75.0% 25.0% 100.0% 14 26 40 35.0% 65.0% 100.0% 23 29 52 44.2% 55.8% 100.0% Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction df a 1 .014 4.476 1 .034 6.102 1 .014 5.987 b Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Fisher's Exact Test .021 Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 5.872 b 1 .015 52 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,31. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for E. Coli dalam air 5.571 1.295 23.973 2.143 1.256 3.655 .385 .141 1.052 minum (ada E.Coli / tidak ada E.Coli) For cohort Diare = Diare For cohort Diare = Tidak diare N of Valid Cases 52 Exact Sig. (1-sided) .017 LAMPIRAN 6 DOKUMENTASI PENELITIAN Foto 1. Tempat Penelitian Foto 2. Wawancara dengan Responden Foto 3. Sarana air bersih yang digunakan warga Foto 4. Sarana Air minum Foto 5. Pemeriksaan E.Coli Foto 6. Kondisi Balita