hubungan faktor individu dan karakteristik sanitasi

advertisement
HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR
DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10 – 59 BULAN
DI KELURAHAN SUMURBATU KECAMATAN BANTARGEBANG
KOTA BEKASI TAHUN 2013
Skripsi
Oleh:
FAUZIAH
109101000014
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434 H/ 2013 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2013
Fauziah
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Oktober 2013
Fauziah, NIM: 109101000014
HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR
DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI
KELURAHAN SUMURBATU KECAMATAN BANTARGEBANG KOTA
BEKASI TAHUN 2013
(xviii+ 111 halaman, 19 tabel, 1 gambar, 2 bagan, 6 lampiran)
ABSTRAK
Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menjadi
penyebab utama kesakitan dan kematian. Dari angka mordibitas dan mortalitas diare di
Indonesia, balita merupakan yang terbanyak. Kelurahan Sumur Batu berada di sekitar
TPA sampah yang dapat menimbulkan pencemaran air. Sebagian besar masyarakat juga
berada pada sosial ekonomi menengah ke bawah yang memiliki risiko pencemaran pada
sarana sanitasi airnya. Dari hal ini, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan faktor
individu dan karakteristik sanitasi air terhadap kejadian diare pada Balita umur 10-59
bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013.
Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain studi cross sectional, dengan
sampel balita berumur 10-59 bulan yang berjumlah 52 responden. Data yang digunakan
dari data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui
wawancara, observasi dan pemeriksaan mikrobiologi air minum.
Dari hasil penelitian diperoleh sebesar 44,2% mengalami diare dan 55,8% tidak
mengalami diare. Kemudian dari hasil analisis bivariat dengan α 5% diperoleh dua
variabel yang berhubungan dengan kejadian diare yaitu kondisi sarana air bersih dengan
pvalue 0,023 dan E. Coli dalam air minum dengan pvalue 0,021. Sedangkan variabel
umur (pv 0,392), ASI eksklusif (pv 0,089), imunisasi campak (pv 0,263) dan pengolahan
air minum (pvalue 0,264) tidak berhubungan bermakna dengan diare.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit diare, mensosialisasikan
prinsip tatalaksana diare yaitu LINTAS DIARE, meningkatkan penyuluhan tentang
pencegahan diare, meningkatkan pengawasan terhadap kualitas air dan meningkatkan
sosialisasi mengenai cara pengelolaan air minum yang baik bagi masyarakat.
Kata Kunci
: Sanitasi Air, Diare, Balita, Cross Sectional
Daftar Bacaan : 71 (1984-2013)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Paper, October 2013
Fauziah, NIM : 109101000014
THE RELATIONSHIP
BETWEEN CHARACTERISTICS OF WATER
SANITATION WITH DIARRHEA IN CHILDREN UNDER FIVE YEARS IN
SUMURBATU VILLAGE BANTARGEBANG SUBDISTRICT BEKASI CITY
ABSTRACT
Diarrhea is one of the environment based diseases which is a major cause of
mordibity and mortaliy. Based on diarrhoe mordibity and mortality rate in Indonesia,
diarrhea has happended mostly in child under fiver years. Sumurbatu village located
around the landfill waste, it can make water pollution. Beside that, mostly people are
also in the middle to lower socio-economic at risk pollution of water sanitation tools.
Therefore rese determine the relationship between the sanitation water characteristic
with the incidence diarrhoe on child under fiver years at Sumurbatu village.
This research is quantitative cross sectional study design, the samples were
children aged 10 until 59 months amounted to 52 respondents. The data used in this
study is secondary data from relevant institutions and primary data obtained through
interviews, observation and microbiological testing of drinking water.
The results showed that 44,2 % of children with diarrhea and 55,8% didn’t have
diarrhea. The bivariate result analysis of the significance level of 5% found two
variables related with incidence of diarrhea. The variables are clean water sanitation and
E.Coli in drinking water. Whereas, variables of the age, exclusive breastfeeding, measles
and drinking water treatment were not significantly relate with diarrhea incidence.
It’s reccomended that people need to increase public knowledge about diarrhea
diseases , promote the principles of management of diarrhea LINTAS DIARE , increase
education about prevention of diarrhea , increased monitoring of water quality and
increase socialization of how good management of drinking water for the community.
Keyword : water sanitation,diarrhea, child under five years, cross sectional.
References : 71 (1984-2013)
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR DENGAN
KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI KELURAHAN
SUMURBATU KECAMATAN BANTARGEBANG KOTA BEKASI TAHUN 2013
Telah disetujui, diperiksa untuk di pertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, September 2013
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Arif Sumantri SKM, M.Kes
Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn. Kes
PANIITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM SUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, November 2013
Penguji I,
Narila Mutia Nasir, Ph.D
Penguji II
Nurul Wandasari, M.Epid
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Fauziah
Tempat, Tanggal lahir
: Tangerang, 26 November 1991
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Golongan Darah
:A
Alamat
: Jl. Pondok Aren 2 Rt. 007 Rw. 003 No. 24 Pondok
Betung – Pondok Aren – Tangerang Selatan 15221
Hp
: 085691688797
Email
: [email protected]
Pendidikan
1997 – 2003
MI Nurul Huda, Tangerang
2003 – 2006
MTs N 13, Jakarta
2006 – 2009
SMA N 87, Jakarta
IPA
2009 – 2013
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
S1, Kesehatan
Masyarakat
Organisasi
2011 – 2013
Anggota Environmental Health
UIN Jakarta
Student Association (ENVIHSA)
2009 – 2011
Anggota Saman Dance
FKIK UIN Jakarta
2006 – 2009
Anggota ROHIS
SMA N 87 Jakarta
2004 - 2005
Anggota klub kaligrafi
MTs N 13 Jakarta
Pengalaman

Kerja praktek di OE/HES PT. Chevron Pacific Indonesia – Riau

Kerja praktek di PT. Proton Gumilang Pest Management – Jakarta
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
ُ ‫سالَ ُُم َعلَ ْي ُك ُْم َو َر ْح َم ُة ُ للاهُ َوبَ َر َكاتُ ُه‬
َّ ‫ال‬
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW
semoga kelak kita mendapat syafa’at nya.
Skripsi dengan judul “Hubungan Karakteristik Sanitasi Air Dengan Kejadian
Diare Pada Balita Di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi
Tahun 2013” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak
kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1.
Allah SWT, atas berkah, rahmat serta nikmat-Nya sehingga penulis diberikan
kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
2.
Untuk kedua orang tua, baba dan mama yaitu Murdih dan Sunah, untuk kakak-ku
Iman, Tinah, Tatang, Ismail, dan Kholida serta keponakan-keponakanku (Zidan,
Kholil dan Najwa) tersayang yang selalu mendoakan, memberi dukungan moril dan
materil serta memberikan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3.
Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And.; selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
4.
Ibu Ir. Febrianti, Msi; selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK
UIN dan sekaligus sebagai dosen penasehat akademik, terima kasih ibu atas
bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama
penyusunan skripsi.
5.
Bapak Dr. Arif Sumantri S.KM., M.Kes. selaku dosen pembimbing pertama
sekaligus penanggung jawab peminatan kesehatan lingkungan, terima kasih atas
bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat berarti
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, terimaksih atas ilmu,
kesempatan, dan pengalaman yang penulis dapatkan bersama teman-teman di luar
kompetensi akademik melalui kegiatan yang bapak berikan.
6.
Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn. Kes; selaku dosen pembimbing kedua, terima
kasih ibu atas bimbingan, saran-saran, arahan, motivasi, dan doa yang selalu ada
selama penyusunan skripsi
7.
Kepala Puskesmas Bantargebang beserta jajaran; dr. Ikman, drg, Rina dan Bu Susi
atas perizinan untuk melakukan penelitian serta dukungannya dengan memberikan
data yang penulis butuhkan.
8.
Ibu Hj. Sumiati selaku kepala kelurahan Sumurbatu beserta staf seperti bapak Tri;
atas perizinan, arahan, dan dukungannya
9.
Ibu Masriah selaku kader posyandu yang selalu menemani dan membantu penulis
selama pelaksanaan turun lapangan
10. Untuk teman-teman seperjuangan di Kelurahan Sumurbatu ini yaitu Yeni dan Reni,
walaupun turun lapangannya ngga bareng, namun kerjasama berkesan sekali saat
vii
minta data, studi pendahuluan serta mengurus perizinan di kesbangpolinmas dan
kelurahan. InsyaAllah kita akan dapet hasil yang manis dari buah kesabaran saat itu.
11. Untuk Keslingers 2009 (Mentary, Yeni, Cita, Imah, Dila, Imah, Nita, Risma, Ratna,
Nisa, Ami, Maya, Aan, Agung, Ersa, Moris, Yudi, Udin dan Rudi) yang sama-sama
berjuang menyelesaikan skripsi terima kasih atas semangat yang diberikan,
kebersamaan, canda tawa saat di dalam maupun di luar kelas.
12. Untuk Diana dan Alfiyah, terimakasih atas dorongan, semangat dan doa dalam
menyelesaikan skripsi ini dan selama kuliah.
13. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2009 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik !!!
14. Dan seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian dan dalam
menyelesaikan skripsi ini yang tidak penulis sebutkan secara keseluruhan. Hormat
penulis kepada semuanya.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari
Allah SWT. Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa skripsi ini masih cacat
dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terima Kasih.
ُ ‫سالَ ُُم َعلَ ْي ُك ُْم َو َر ْح َم ُة ُ للاهُ َوبَ َر َكاتُ ُه‬
َّ ‫َُو ال‬
Jakarta, Oktober 2013
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN
i
ABSTRAK
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
iv
KATA PENGANTAR
v
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR BAGAN
xvi
DAFTAR SINGKATAN
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
6
C. Pertanyaan Penelitian
6
D. Tujuan Penelitian
8
1. Tujuan Umum
8
2. Tujuan Khusus
8
E. Manfaat Penelitian
10
1. Bagi Peneliti
10
2. Bagi Instansi Terkait
10
3. Bagi Peneliti Lain
10
F. Ruang Lingkup
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Diare
12
B. Klasifikasi Diare
13
C. Etiologi Diare
14
ix
D. Gejala Diare
16
E. Cara Penularan Diare
17
F. Epidemiologi Diare
20
G. Patofisiologi Diare
20
H. Pencegahan Diare
25
I. Penatalaksanaan Pendertia Diare
26
J. Faktor-faktor yang berhubungan Dengan Diare Pada Balita
29
1. Faktor Individu Balita
29
a. Umur Balita
29
b. Status Gizi
31
c. Pemberian ASI Eksklusif
31
d. Immuno defisiensi
33
e. Imunisasi Campak
33
2. Faktor Karakteristik Sanitasi Air
34
a. Kondisi Sarana Air Bersih
35
b. Pengolahan Air minum
41
c. Eschericia Coli (E. Coli) dalam Air Minum
43
K. Kerangka Teori
47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
48
B. Definisi Operasional
50
C. Hipotesis Penelitian
53
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
54
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
54
C. Populasi Dan Sampel Penelitian
56
1. Populasi
56
2. Sampel
57
x
3. Teknik sampling
58
D. Metode Pengumpulan Data
59
1. Data Primer
59
2. Data Sekunder
59
E. Instrumen Penelitian
60
F. Validitas dan Reliabilitas Intrumen
63
G. Pengolahan Data
64
1. Mengkode Data
65
2. Menyunting Data
65
3. Memasukkan Data
65
4. Membersihkan Data
65
H. Analisis Data
66
1. Analisis Univariat
66
2. Analisis Bivariat
66
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
68
1. Gambaran Karakteristik Responden
68
a) Gambaran Umur Reponden
68
b) Gambaran Pendidikan Responden
69
c) Gambaran Pekerjaan Responden
70
2. Gambaran Kejadian Diare Pada Balita
71
3. Gambaran Faktor Individu Balita
71
a) Umur Balita
72
b) Pemberian ASI Eksklusif
72
c) Imunisasi Campak
73
4. Distribusi Karakteristik Sarana Sanitasi Air
73
a) Kondisi Sarana Air Bersih
73
b) Pengolahan Air Minum
75
c) E.Coli dalam air Minum
77
xi
B. Analisis Bivariat
79
1. Hubungan antara Faktor Individu Balita dengan Kejadian Diare pada
Balita
79
a) Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare pada Balita
79
b) Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada
Balita
81
c) Hubungan Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare pada Balita 82
2. Hubungan antara Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare pada
Balita
83
a) Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare pada
Balita
83
b) Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada
Balita
84
c) Hubungan E.Coli dalam air Minum dengan Kejadian Diare pada
Balita
85
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
87
B. Kejadian Diare
88
C. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita
90
1. Hubungan antara Faktor Individu Balita dengan Kejadian Diare pada
Balita
90
a) Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare pada Balita
90
b) Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada
Balita
93
c) Hubungan Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare pada Balita 95
2. Hubungan antara Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare pada
Balita
98
a) Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare pada
Balita
98
xii
b) Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada
Balita
101
c) Hubungan E.Coli dalam air Minum dengan Kejadian Diare pada
Balita
104
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
109
B. Saran
110
1. Bagi masyarakat
110
2. Bagi intansi terkait
111
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
111
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Definisi Operasional
50
Tabel 4.1
Distribusi Tingkat Pendidikan Penduduk di Kelurahan
58
Sumurbatu Tahun 2013
Tabel 4.2
Distribusi Jenis Mata Pencaharian di Kelurahan Sumurbatu
56
Tahun 2013
Tabel 4.3
Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda
58
Dua Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kelurahan
68
Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun
2013
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan
69
Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun
2013
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di
69
Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi
Tahun 2013
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan
70
Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun
2013
Tabel 5.5
Distribusi Karakteristik Individu umur balita, pemberian ASI
71
eksklusif, dan imunisasi campak di Kelurahan Sumurbatu
Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013
Tabel 5.6
Distribusi balita menurut Sarana Air Bersih yang digunakan di
73
Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi
Tahun 2013
Tabel 5.7
Distribusi Balita Menurut Kondisi Sarana Air Bersih di
Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi
Tahun 2013
xiv
74
Tabel 5.8
Distribusi Balita Menurut Sumber Air Minum di Kelurahan
74
Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun
2013
Tabel 5.9
Distribusi Sumber Air Minum Sumur dan Isi Ulang
75
Berdasarkan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumur
Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013
Tabel 5.10
Distribusi Balita Menurut Pengolahan Air Minum di
76
Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi
Tahun 2013
Tabel 5.11
Distribusi Balita menurut E.Coli dalam air minum di
77
Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi
Tahun 2013
Tabel 5.12
Distribusi E. Coli Berdasarkan Sumber Air Minum dari
77
Sumur dan Air Isi Ulang di Kelurahan Sumur Batu
Kecamatan Bantargebang Tahun 2013
Tabel 5.13
Distribusi Balita menurut Hubungan Umur dengan Kejadian
78
Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota
Bekasi Tahun 2013
Tabel 5.14
Distribusi Balita menurut Hubungan Pemberian ASI Eksklusif
79
dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan
Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013
Tabel 5.15
Distribusi Balita menurut Hubungan Imunisasi Campak
80
dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan
Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013
Tabel 5.16
Distribusi Balita menurut Hubungan Kondisi Sarana Air
81
Bersih dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu
Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013
Tabel 5.16
Distribusi Balita menurut Hubungan Pengolahan Air Minum
dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan
xv
82
Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013
Tabel 5.17
Distribusi Balita menurut Hubungan E.Coli dalam air Minum
dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan
Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013
xvi
83
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Jalur Pemindahan Kuman Penyakit Dari Tinja Ke Penjamu
Lain
xvii
18
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1
Kerangka Teori
44
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
49
xviii
DAFTAR SINGKATAN
ASI
: Air Susu Ibu
Depkes RI
: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
SAB
: Sarana Air Bersih
TPA
: Tempat Pembuangan Akhir
WHO
: World Health Organization
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 2
: Kuesioner Penelitian
Lampiran 3
: Lembar Observasi
Lampiran 4
: Hasil Pemeriksaan E.Coli dalam Air Minum
Lampiran 5
: Output Analisis Data
Lampiran 6
: Foto
xx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi masalah kesehatan di
negara berkembang. Penyakit berbasis lingkungan dapat terjadi karena adanya
hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan
yang memiliki potensi penyakit (Achmadi, 2008).
Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menjadi
penyebab utama kesakitan dan kematian. Berdasarkan data World Health
Organization (WHO), diare menempati urutan kelima dalam 10 penyakit
penyebab kematian di dunia (WHO, 2011).
Di Indonesia, penyebaran kasus diare ada di setiap provinsi dan
menyebabkan tingginya mortalitas dan mordibitas. Presentase kematian akibat
penyakit diare berdasarkan pola penyebab kematian semua umur sebesar 3,5 %,
sedangkan presentase kematian akibat diare diantara penyakit menular lainnya
adalah 13% berada pada urutan ke-empat (Kemenkes RI, 2007).
Menurut data Subdit diare Depkes RI, hasil survei menunjukkan dari
tahun 2000 sampai 2010 tren penyakit diare menunjukkan kecenderungan
insiden naik. Pada tahun 2000 angka kejadian diare 301/1000 penduduk, tahun
1
2
2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000
penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk (Kemenkes RI, 2011).
Selain itu, penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak
diatasi lebih lanjut diare akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan
kematian. Data terakhir dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa diare
menjadi pembunuh nomor satu penyebab kematian berdasarkan umur pada anak
balita atau kelompok umur 1-4 tahun (Kemenkes RI, 2011).
Di sisi lain, wilayah Jawa Barat menunjukkan daerah yang memiliki
penyebaran diare yang tinggi terlihat dari data Riskesdas tahun 2007 dengan
prevalensi penyakit diare di provinsi ini sebesar 10,2 % (Kemenkes, 2011). Pada
tahun 2010 jumlah kasus diare pada anak menunjukkan 269.483 penderita.
Jumlah kasus diare pada anak setiap tahunnya rata-rata di atas 40%, hal ini
menunjukkan bahwa kasus diare pada anak masih tetap tinggi dibandingkan
golongan umur lainnya di Propinsi Jawa Barat. Salah satu kota yang memiliki
insiden diare yang besar terjadi di kota Bekasi sebesar 1.965,42 per 1000
penduduk (Kemenkes RI, 2010).
Berdasarkan data di Puskesmas Bantargebang I Kota Bekasi dari tahun
2006 sampai 2008 dalam sepuluh besar penyakit diare selalu berada di nomor
empat. Dari pelaporan itu, kasus diare dari tahun ke tahun juga terus meningkat
(Puskesmas Bantar Gebang I tahun 2008, dalam Wijayanti, 2009). Dalam data
terbaru sepuluh penyakit terbesar tahun 2012 penyakit diare masih dalam posisi
ke-empat dengan jumlah penderita 2.689 orang. Selain itu, diantara empat
kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Bantargebang I,
3
kelurahan Sumur batu memiliki jumlah penderita diare terbanyak yaitu 120 orang
(Puskesmas Bantargebang I, 2012).
Menurut Depkes RI (2003), diare adalah penyakit yang ditandai dengan
perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari biasanya (lazimnya 3
kali atau lebih dalam sehari) (Sardjana, 2007). Penyakit diare merupakan
penyakit kompleks karena berbagai faktor ikut berperan aktif. Beberapa faktor
yang dapat meningkatkan insiden penyakit diare pada balita, diantaranya adalah
faktor individu pada balita yang terdiri dari umur balita, pemberian ASI eksklusif
serta imunisasi campak dan faktor sanitasi air yang terdiri dari antara lain kondisi
SAB, pengolahan air minum, dan keberadaan bakteri Eschericia Coli dalam air
minum.
Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan umur balita
dengan kejadian diare (Sinthamurniwaty, 2005), pemberian ASI eksklusif
berhubungan dengan kejadian diare (Simatupang, 2003), hubungan riwayat
imunisasi campak dengan kejadian diare (Cahyono, 2003). Di samping itu,
penelitian lain juga menyebutkan bahwa ada hubungan kondisi SAB dengan
kejadian diare (Suhardiman, 2007), pengolahan air minum berhubungan dengan
kejadian diare (Rosa, 2011), dan hubungan E.Coli dalam air minum kejadian
diare (Suhardiman, 2007).
Daerah
kelurahan
Sumurbatu
termasuk
dalam
kawasan
tempat
penanganan akhir sampah yang dikirim dari Bekasi dan Jakarta. TPA ini sangat
dekat dengan pemukiman warga dan pemukiman pemulung yang berada si
4
sekitarnya. Menurut Ruspianto (2012), zona 5 TPA Sumurbatu berjarak sekitar 5
meter dari pemukiman warga.
Dampak dari sampah jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
berbagai masalah kesehatan dan gangguan lain seperti perkembangbiakan tikus,
lalat dan nyamuk. Seperti kita ketahui hewan-hewan tersebut merupakan vektor
yang dapat menularkan penyakit (Sukana, 1993). Masalah lainnya adalah sampah
yang sering mencemari air baku yang dipakai untuk sumber air minum secara
langsung pada pembuangan sampah atau secara tidak langsung melalui leachate
(Sharma 1987 dalam Johar, 2004)
Di daerah Sumurbatu ini memiliki kondisi sarana sanitasi air, terutama
akses terhadap pelayanan air bersih dan air minum masih tergolong rendah.
Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti, beberapa pemukiman warga dan
pemukiman pemulung yang berada di sekitar TPA memiliki sarana sanitasi
lingkungan yang tidak memenuhi syarat. diantaranya adalah, 9 dari 10 responden
yang diwawancara memiliki sumber air bersih dengan jarak kurang dari 10 m
dari sumber pencemaran (tangki septik). Hal ini menunjukkan risiko pencemaran
sarana air bersih karena jarak yang disarankan adalah ≥ 10 m.
Sebagian besar masyarakat dan pemulung juga berada pada sosial
ekonomi menengah ke bawah yang memiliki risiko pencemaran pada sarana
sanitasi airnya. Hal tersebut terlihat dari data Puskesmas Bantargebang I
menunjukkan hasil inspeksi sanitasi sarana air bersih (SAB) masih banyak SAB
masyarakat yang memiliki tingkat resiko pencemaran rendah. Hal ini
menunjukkan kondisi sarana air masih tergolong rendah.
5
Oleh karena itu, penanggulangan dan pencegahan diare sangat diperlukan
dengan melakukan pemutusan rantai penularan penyakit diare. Berdasarkan hal
tersebut peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hubungan faktor individu
dan karakteristik sanitasi air terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59
bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013.
6
B. Rumusan Masalah
Dilihat dari angka mordibitas dan mortalitas diare di Indonesia, kelompok
umur balita merupakan yang terbanyak diantara kelompok umur lainnya. Data
dari puskesmas Bantargebang pada tahun 2012 menunjukkan diare masih
menjadi masalah kesehatan dilihat dari jumlah kasusnya yang cukup tinggi yaitu
2.689 dan menempati urutan empat dari sepuluh penyakit terbesar setelah
penyakit ISPA, penyakit gigi, dispepsia. Selain itu, angka kejadian diare tertinggi
di antara kelurahan lainnya di puskesmas Bantargebang pada tahun 2012adalah
di kelurahan Sumur Batu sebesar 120 orang.
Kelurahan Sumur Batu merupakan wilayah yang termasuk dalam TPA
Sumurbatu dan berjarak sekitar 5 meter dari pemukiman warga. Keberadaan
sampah di sekitar pemukiman warga ini dapat menimbulkan pencemaran air
pada masyarakat sekitarnya. Sebagian besar masyarakat juga berada pada sosial
ekonomi menengah ke bawah yang memiliki risiko pencemaran pada sarana
sanitasi airnya.
7
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di
Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013
2. Bagaimana gambaran faktor individu balita umur 10-59 bulan (umur balita,
pemberian ASI Eksklusif dan imunisasi campak) di Kelurahan Sumur Batu
Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013
3. Bagaimana gambaran karakteristik sanitasi air (kondisi sarana air bersih,
pengolahan air minum dan E. Coli dalam air minum) di Kelurahan Sumur
Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013
4. Apakah ada hubungan antara variabel umur balita dengan kejadian diare pada
balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang
Tahun 2013
5. Apakah ada hubungan antara variabel pemberian ASI Eksklusif dengan
kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu
Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013
6. Apakah ada hubungan antara variabel imunisasi campak dengan kejadian
diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan
Bantar Gebang Tahun 2013
7. Apakah ada hubungan antara variabel kondisi sarana air bersih dengan
kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu
Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013
8
8. Apakah ada hubungan antara variabel pengolahan air minum dengan kejadian
diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan
Bantar Gebang Tahun 2013
9. Apakah ada hubungan antara variabel E. Coli dalam air minum dengan
kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu
Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara faktor individu dan karakteristik sanitasi
air terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan
Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan
di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013
b. Diketahuinya gambaran faktor individu balita umur 10-59 bulan
(umur balita, pemberian ASI eksklusif dan imunisasi campak) di
Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013
c. Diketahuinya gambaran karakteristik sanitasi air (kondisi sarana air
bersih, pengolahan air minum dan E. Coli dalam air minum) di
Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013
9
d. Diketahuinya hubungan antara variabel umur balita dengan kejadian
diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu
Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013
e. Diketahuinya hubungan antara variabel pemberian ASI Eksklusif
dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan
Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013
f. Diketahuinya hubungan antara variabel imunisasi campak dengan
kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu
Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013
g. Diketahuinya hubungan antara kondisi sarana air bersih dengan
kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu
Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013
h. Diketahuinya hubungan antara variabel pengolahan air minum dengan
kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur
Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013
i.
Diketahuinya hubungan E. Coli dalam air minum dengan kejadian
diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu
Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013
10
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Dapat mengaplikasikan secara nyata teori yang menitikberatkan pada
hubungan interaksi antara manusia dan komponen lingkungan yang
mengandung agen penyakit, khususnya tentang hubungan umur balita,
pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak, kondisi sarana air bersih,
pengolahan air minum dan E.Coli dalam air minum dengan kejadian diare
pada baita
2. Bagi instansi terkait
Memberikan informasi tentang hubungan karakteristik balita dan
sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada balita agar dapat menjadi
bahan masukan dalam perencanaan dan penyusunan program lintas sektoral
dalam dalam pemberantasan dan pencegahan penyakit diare pada balita di
kelurahan Sumur Batu.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat menyadari bahwa penyakit diare dapat
dipengaruhi dari faktor karakteristik balita dan sanitasi lingkungan di
sekitarnya. Dengan begitu masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan.
4. Bagi Peneliti Lain
Menjadi sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan
meneliti pada bidang kajian sejenis sehingga hasilnya nanti diharapkan dapat
memperbaharui dan menyempurnakan penelitian ini.
11
F. Ruang Lingkup
Penelitian
ini
dilakukan oleh Mahasiswa
peminatan
Kesehatan
Lingkungan, Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
melihat hubungan faktor individu dan karakterisik sanitasi air dengan kejadian
diare pada balita umur 10-59 bulan di kelurahan Sumur Batu kecamatan
Bantargebang kota Bekasi tahun 2013. Waktu penelitian dilakukan pada JuliAgustus 2013 dengan populasi penelitian adalah balita yang berumur 10-59
bulan bertempat tinggal di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang
Kota Bekasi tahun 2013.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan data penyakit diare dari puskesmas
bantargebang diketahui pada tahun 2012 terdapat 120 orang yang tercacat
mengalami kejadian diare di kelurahan Sumur batu. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional.
Pengukuran
dalam penelitian ini menggunakan observasi dan wawancara kepada responden
menggunakan kuesioner serta pemeriksaan mikrobiologi air minum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Diare
Sesuai dengan definisi Hippocrates, diare adalah buang air besar dengan
frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek
atau cair (Nelson dkk, 1969 dalam Suharyono, 2008)
Menurut Depkes RI (2003), diare adalah penyakit yang ditandai dengan
perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari biasanya (lazimnya 3
kali atau lebih dalam sehari) (Sardjana, 2007).
Definisi diare lainnya menurut Smeltzer (2002) dalam Sardjana (2007),
diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari
3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gr per hari) dan
konsistensi (feses cair).
WHO pada 1984, mendefinisikan diare sebagai berak cair tiga kali atau
lebih dalam sehari semalam (Widoyono, 2008). Secara spesifik WHO
menyebutkan diare dengan feses yang berwarna hijau, bercampur lendir dan atau
darah (Sardjana, 2007).
Dari beberapa definisi diare, dapat disebutkan bahwa diare adalah
penyakit yang ditandai dengan buang air besar yang sering melebihi keadaan
12
13
biasanya dengan konsistensi tinja yang melembek sampai cair dengan atau tanpa
darah atau lendir dalam tinja (Sardjana, 2007).
B. Klasifikasi Diare
Menurut Depkes RI (2000) dalam Wulandari (2009), berdasarkan
jenisnya diare dibagi empat yaitu :
1. Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
(umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan
dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2.
Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat
disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan
kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa.
3. Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara
terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan
gangguan metabolisme.
4.
Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin
juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau
penyakit lainnya.
14
C. Etiologi Diare
Kondisi diare dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi, penyakit
dari makanan atau kelebihan vitamin C dan biasanya disertai sakit perut, dan
muntah. Ada beberapa kondisi lain yang melibatkan tetapi tidak semua gejala
diare. Definisi resmi medis dari diare adalah defekasi yang melebihi 200 gram
per hari (Sardjana, 2007).
Hal ini terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi diserap oleh kolon.
Sebagai bagian dari proses digesti, atau karena masukan cairan, makanan
tercampur dengan sejumlah besar air. Oleh karena itu, makanan yang dicerna
terdiri dari cairan sebelum mencapai kolon. Kolon menyerap air, meninggalkan
material lain sebagai kotoran yang setengah padat. Bila kolon rusak atau inflame,
penyerapan yang tidak terjadi dan hasilnya adalah kotoran yang berair (Sardjana,
2007)
Menurut Widoyono (2008), penyebab diare dapat dikelompokan menjadi:
1. Virus
: Rotavirus
2. Bakteri
: Escherichia coli, Shigella sp dan Vibrio cholerae.
3. Parasit
: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan Cryptosporidium.
4. Makanan (makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak,
sayuran mentah dan kurang matang).
5.
Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein.
6. Alergi
: makanan, susu sapi.
7. Imunodefisiensi
15
Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga
seringkali akibat dari racun bakteri. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan
makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari
infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun
untuk individu yang sakit atau kurang gizi, dapat menyebabkan dehidrasi yang
parah (Sardjana, 2007).
Diare juga dapat merupakan gejala dari penyakit yang lebih serius, seperti
disentri, kolera atau botulisme dan dapat juga merupakan tanda dari sindrom
kronis seperi penyakit Crohn. Diare juga dapat disebabkan oleh konsumsi
alkohol yang berlebihan, terutama dalam seseorang yang tidak cukup makan
(Sardjana, 2007).
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan
besar, yaitu infeksi, malaborsi, alergi, keracunan, imunisasi defisiensi dan sebabsebab lain. Namun yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah
diare yang disebabkan oleh infeksi dan keracunan (Sardjana, 2007).
16
D. Gejala diare
Beberapa gejala dan tanda diare antara lain (Widoyono, 2008):
1. Gejala umum
a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroentritis akut
c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis
bahkan gelisah
2. Gejala spesifik
a. Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan
berbau amis
b. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah
Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan (Widoyono, 2008):
1. Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi
ringan, sedang atau berat
2. Gangguan sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat.
Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat
mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh kurangnya volume darah
(hipovolemia).
17
3. Gangguan asam-basa (asidosis), hal ini terjadi akibat kehilangan cairan
elektrolit
(bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh
bernapas lebih cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri
4. Hipoglekemia (kadar gula darah rendah), sering terjadi pada anak yang
sebelumnya mengalami malnutrisi. Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma.
Penyebab yang pasti belum diketahu, kemungkinan karena cairan
ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler
sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma
5. Gangguan gizi, karena asupan makanan yang kurang dan output uang
berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan
serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (mal nutrisi).
E. Cara penularan Diare
Penyebaran kuman menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fekaloral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau
kontak langsung dengan tinja penderita. Jalur masuknya virus, bakteri atau
kuman penyebab diare ke tubuh manusia dapat mudah dihafal dengan istilah 4F
yang pertama kali dikemukakan Wagner & Lanoix (1985). 4F adalah singkatan
dari fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (tangan). Menurut wagner
& Lanoix, tahapannya dimulai dari cemaran yang berasal dari kotoran manusia
(feces) yang mencemari 4F, lalu cemaran itu berpindah ke makanan yang
kemudian disantap manusia (Sardjana, 2007).
18
Gambar 2.1
Jalur pemindahan kuman penyakit dari tinja ke penjamu yang baru
( Wagner & Lanoix, 1958 dalam Depkes, 2000)
Di dalam gambar diatas, menjelaskan proses pemindahan kuman penyakit
termasuk diare dari tinja sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melaui
berbagai media perantara, antara lain sebagai berikut (Depkes, 2000 dalam
Marlini, 2004):
1. Tinja atau kotoran manusia mengandung agent penyakit sebagai
sumber penularan bila pembuangannya tidak aman maka dapat
mencemari tangan, air, tanah atau dapat menempel pada lalat dan
serangga lainnya yang menghinggapinya
2. Air yang tercemar tinja dapat mencemari makanan yang selanjutnya
makanan tersebut dimakan oleh manusia atau air yang tercemar
diminum oleh manusia
3. Tinja dapat mencemari tangan atau jari-jari manusia selanjutnya dapat
mencemari makanan pada waktu memasak atau menyiapkan makanan,
19
demikian juga tangan yang telah tercemar dapat langsung kontak
dengan mulut.
4. Tinja secara langsung dapat mencemari makanan yang kemudian
makanan tersebut dimakan oleh manusia, melalui lalat/serangga,
kuman penyakit dapat mencemari makanan sewaktu hinggap di
makanan yang kemudian dimakan oleh manusia.
5. Melalui lalat atau serangga lainnya, kuman penyakit dapat mencemari
makanan sewaktu hinggap di makanan yang kemudian dimakan oleh
manusia.
6. Tinja juga dapat mencemari tanah sebagai akibat tidak baiknya sarana
pembuangan tinja atau membuang tinja di sembarang tempat, dimana
tanah tersebut selanjutnya dapat mencemari makanan atau kontak
langsung dengan mulut manusia.
Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman
seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal
terjadi dengan mekanisme melalui air yang merupakan media penularan
utama. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air yang sudah
tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan
sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah
(Widoyono, 2008).
20
F. Epidemiologi Diare
Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang termasuk di indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian
dan kesakitan pada anak, terutama anak usia di bawah 5 tahun. Di dunia,
sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun dan sebagian besar terjadi di negara
berkembang (Kemenkes RI, 2011). Angka kematian bayi dan balita karena diare
berdasarkan hasil survei antara lain:
1. Berdasarkan SKRT 2001, angka kematian bayi sebesar 9 %, angka
kematian balita sebesar 13%
2. Studi mortalitas tahun 2005 menunjukkan angka kematian bayi
sebesar 9,1%, angka kematian balita sebesar 15,3%
3. Dari riskesdas 2007, angka kematian bayi sebesar 42%, angka
kematian balita sebesar 25,5%
G. Patofisiologi Diare
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk
keperluan hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran
sisa-sisa makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses
fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa
(Sinthamurniwaty, 2007):
21
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara
mengunyah dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut
ke gaster
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik,
percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan
melalui selaput lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang
kontraksi sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Menurut Sunoto dalam Sinthamurniwaty (2007), dalam keadaan normal
dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan menghasilkan ampas tinja
sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-80%. Dalam saluran
gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional transmukosal
atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat-zat padat lainnya yang
memiliki sifat aktif osmotik (Sinthamurniwaty, 2007).
Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang
masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta
sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar
menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr
sebagai tinja (Sinthamurniwaty, 2007).
22
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:
1.
Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya
satu dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan
menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan
gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus.
Keadaan ini akan memperpendek waktu sentuhan khim dengan selaput lendir
usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan
(Sinthamurniwaty, 2007).
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam
penyebab dari diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam
kelainan pokok yang berupa (Sinthamurniwaty, 2007):
1.
Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat
menyebabkan diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga
cukup penting dalam diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu
yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar dari kandung empedu.
Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di
jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon.
Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada
permukaan mukosa usus.
23
Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang peranan dalam
pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-hormon saluran cerna
yang diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa usus
manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen.
Suatu perubahan PH cairan usus juga dapat menyebabkan terjadinya diare,
seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila
bolus makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan berada
dalam keadaan yang cukup tercerna. Waktu sentuhan yang adekuat antara
khim dan permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang
normal.
Permukaan mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat
kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah
reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus
merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan lokal mukosa
usus. Hipomotilitas dan stasis dapat
menyebabkan mikroorganisme
berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang
kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan digesti dan
absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare.
Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin,
gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung
sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh
24
enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang
invasif o1eh Shigella atau Salmonella. Selain uraian di atas haruslah diingat
bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus, gerakan isi lumen usus dan
absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.
3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang
melebihi kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare.
Adanya malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan
menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan
dapat menimbulkan gangguan absorpsi air.
Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi:
1. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan
keseimbangan asam basa
2. Kekurangan gizi
3. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahanan isi
usus
25
H. Pencegahan Diare
Menurut Adrianto (2003) dalam Bintoro (2009), diare umumnya
ditularkan melalui empat F, yaitu food, feces, fly dan finger. Oleh karena itu
upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan
tersebut. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah menyiapkan makanan
dengan bersih, menyediakan air minum yang bersih, menjaga kebersihan
individu, mencuci tangan sebelum makan, pemberian ASI eksklusif, buang air
besar pada tempatnya, membuang sampah pada tempatnya, mencegah lalat agar
tidak menghinggapi makanan, membuat lingkungan hidup yang sehat.
Diare pada anak dapat menyebabkan kematian dan gizi kurang. Kematian
dapat dicegah dengan mencegah dan mengatasi dehidrasi dengan pemberian
oralit. Gizi yang kurang dapat dicegah dengan pemberian makanan yang cukup
selama berlangsungnya diare. Pencegahan dan pengobatan diare pada anak harus
dimulai dari rumah dan obat-obatan dapat diberikan bila diare tetap berlangsung.
Anak harus segera dibawa ke rumah sakit bila dijumpai tanda-tanda dehidrasi
pada anak (Bintoro, 2009).
Menurut Kemenkes RI (2011), kegitan pencegahan penyakit diare yang
benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:
a. Pemberian ASI
b. Makanan Pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Mencuci tangan
26
e. Penggunaan jamban
f. Membuang tinja bayi yang benar
g. Pemberian imunisasi campak
I. Penatalaksanaan Penderita Diare
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana penderita diare adalah
LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang terdiri atas:
1. Pemberian Oralit Osmolaritas Rendah
Pencegahan terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
dengan memberikan oralit. Bila oralit tidak tersedia, penderita dapat
diberikan lebih banyak cairan yang mempunyai osmolaritas rendah yang
dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur dan air matang. Namun, bila terjadi
dehidrasi, penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan untuk
mendapatan pengobatan yang cepat dan tepat dengan oralit. Oralit yang
digunakan saat ini adalah oralit kemasan 200cc dengan komposisi Natrium
klorida 0,52 gram, Kalium klorida 0,3 gram, Trisodium sitrat dihidrat 0,58
gram dan Glukosa anhidrat 2,7 gram.
2. Pemberian Zinc
Di negara berkembang, umumnya anak sudah mengalami defisiensi Zinc.
Bila anak mengalami diare, kehilangan Zinc bersama tinja, menyebabkan
defisiensi menjadi lebih berat. Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang
penting dalam tubuh. Lebih dari 300 macam enzim dalam tubuh memerlukan
27
Zinc sebagai kofaktornya. Pemberian Zinc selama diare terbuki mampu
mengurangi lamanya diare, mengurangi tingkat keparahan diare, mengurangi
frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Zinc diberikan pada setiap diare dengan dosis; untuk anak berumur
kurang dari 6 bulan diberikan 10 mg (½ tablet) Zinc per hari, sedangkan
untuk anak berumur lebih dari 6 bulan diberikan tablet Zinc 20 mg.
Pemberian Zinc diteruskan sampai 10 hari, walaupun diare sudah membaik
untuk mencegah kejadian diare selanjutnya selama 3 bulan ke depan.
3. Pemberian ASI/Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering
diberi ASI. Anak usia 6 bulan atau lebih yang telah mendapat makanan padat
harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi
sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2
minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.
4. Pemberian antibiotik
Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian
diare yang memerlukannya. Antibiotik hanya bermanfaat pada anak dengan
diare berdarah.
28
5. Pemberian nasihat
Ibu atau keluarga harus diberi nasihat tentang:
a) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan, yaitu jika diare
lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan atau minum sedikit,
timbul demam, tinja berdarah dan tidak membaik dalam 3 hari.
29
J. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Diare Pada Balita
Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita, antara
lain:
1. Faktor Individu Balita
Beberapa faktor pada balita (penjamu) yang dapat meningkatkan
insiden penyakit dan lamanya diare (Sardjana, 2007). Faktor-faktor tersebut
antara lain:
a. Umur Balita
Sardjana (2007) mengungkapkan diare lebih banyak terjadi pada
golongan balita (55%). Umur dinyatakan berhubungan dengan kejadian
diare pada penelitian Sinthamurniwaty (2005) yang menunjukkan adanya
hubungan signifikan umur balita terhadap kejadian diare (p=0,006).
Hal ini disebabkan karena semakin muda umur balita semakin
besar kemungkinan terkena diare, karena semakin muda umur balita
keadaan integritas mukosa usus masih belum baik, sehingga daya tahan
tubuh masih belum sempurna (Muthmainah, 2011). Kejadian diare
terbanyak menyerang anak usia 7 – 24 bulan, hal ini terjadi karena :
1) Bayi usia 7 bulan ini mendapat makanan tambahan diluar ASI
dimana risiko ikut sertanya kuman pada makanan tambahan adalah
tinggi (terutama jika sterilisasinya kurang).
30
2) Produksi ASI mulai berkurang, yang berarti juga antibodi yang
masuk bersama ASI berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak
mulai membentuk sendiri antibodi dalam jumlah cukup (untuk
defence mekanisme), sehingga serangan virus berkurang.
Ditinjau dari tahap tumbuh kembang anak, balita dengan rentang
6-12 bulan adalah masa pengenalan terhadap lingkungan sekitarnya.
Perilaku yang sering dilakukan yakni berusaha memegang benda apa saja
yang ada di sekelilingnya dan memasukkan ke dalam mulut. Ketika
kondisi tangan dari balita maupun benda yang dipegang tidak steril
memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri E.Coli (Puspitasari, 2012)
Di samping itu, pada kelompok umur 7 sampai dengan 24 bulan,
biasanya ada beberapa balita yang menyusui sudah mulai disapih oleh
ibunya, sehingga tidak lagi mendapat ASI, dengan demikian tingkat
imunitas balita itu sendiri menjadi rendah. Keadaan tersebut jika
disekitarnya ada kuman infeksi yang dapat menimbulkan diare, balita
tersebut memiliki risiko tinggi untuk terkena diare (Sinthamurniwaty,
2004). Muhadi (2010) dalam penelitiannya mengatakan pada usia di atas
12 bulan, balita mulai bermain di luar rumah dan mulai mengkonsumsi
hampir semua jenis makanan jajanan yang tidak terjamin kebersihannya.
31
b. Status gizi
Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare
meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada
penderita gizi buruk (Sardjana, 2007)
Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering
terjadi. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare
yang diderita. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka
terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang (kalista, 2002)
Hasil penelitian Sinthamurniwaty (2005) menunjukkan status gizi
balita yang kurang secara statistik signifikan merupakan faktor risiko
terjadinya diare pada balita dengan nilai p = 0,00. Risiko menderita diare
pada balita yang mempunyai status gizi kurang adalah 2,54 kali lebih
besar dibanding yang memiliki status gizi cukup.
c. Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 33 taun 2012 ASI (Air
Susu Ibu) eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak
dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau
mengganti dengan makanan atau minuman lain.
Salah satu resiko terjadinya diare pada balita adalah tidak
diberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan bayi. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita
32
diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan
menderita dehidrasi berat juga lebih besar (Sardjana, 2007).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut
memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir,
pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol
(Kemenkes, 2011). Hal ini karena ASI terutama kolostrum sangat kaya
akan secrete imunoglobulin A (SigA). ASI mengandung laktooksidase
dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial terhadap E.Coli
dan Staphylococcus (Depkes RI, 2005 dalam Purnamasari, 2011)
Menurut Kemenkes RI (2010), ASI bersifat steril, berbeda dengan
sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan
dengan air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi dalam botol yang
kotor. Pemberian ASI saja (ASI eksklusif) tanpa cairan atau makanan lain
dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri
dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
Simatupang (2003) menyebutkan bahwa proporsi kejadian diare
pada anak balita lebih besar terjadi pada anak balita yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif. Penelitian tersebut menunjukkan terdapat
hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian diare. Pemberian ASI
eksklusif akan meningkatkan daya tahan tubuh balita sehingga
kemungkinan balita tidak mudah terkena diare.
33
d. Immuno defisiensi / Imunosupresi
Imunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan,
dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi
lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan
berlangsung lebih lama dari biasanya. Jika suatu infeksi terjadi secara
berulang dan berat (pada bayi baru lahir, anak-anak maupun dewasa),
serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik, maka kemungkinan
masalahnya terletak pada sistem kekebalan (Wikipedia, 2013).
Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya
sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang berlangsung
lama seperti pada penderita AIDS (Autoimmune Deficiency Syndrome).
Pada anak immunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang
tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama (Depkes, 2006 dalam
Sardjana, 2007)
e. Imunisasi Campak
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu balita
diusahakan untuk mendapat imunisasi campak segera setelah berumur 9
bulan. Diare sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak, hal ini sebagai akibat dari penurunan
kekebalan tubuh penderita (Kalista, 2012).
34
Penelitian yang dilakukan Cahyono (2003) menunjukkan bahwa
imunisasi campak berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare.
Balita yang tidak diimunisasi campak mempunyai risiko terkena diare
sebesar 2,09 kali dibandingkan dengan balita yang diimunisasi campak.
Menurut Rini (2001), pencegahan penyakit infeksi salah satunya
dengan pengendalian dan pemusnahan sumber infeksi melalui imunisasi.
Penyakit campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat
dicegah melalui pemberian imunisasi campak. Pada anak balita usia 1-4
tahun imunisasi campak dapat menurukan angka kematian diare sebesar
6-20%.
2. Faktor Karakteristik Sanitasi Air
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya menyediakan air
bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah atau
tidak membuang sembarangan (Depkes RI, 2004).
Kebutuhan manusia akan air bersih sangat kompleks antara lain untuk
minum, masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO
di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari.
Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang
memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Notoatmodjo, 2007).
Di samping kebutuhan air yang sangat penting digunakan bagi
masyarakat, Achmadi (2008) menyatakan bahwa air dikenal merupakan
35
media transmisi yang sangat baik bagi mikroorganisme. Air sebagai
komponen lingkungan dikatakan memiliki potensi dan menjadi media
transmisi kalau di dalamnya terdapat agen penyakit. Terutama dalam
penularan penyakit diare, air sangat berperan penting. Menurut Depkes
(2000), air dapat masuk melalui mekanisme Water borne disease yaitu
penyakit yang ditularkan langsung melalui air yang mengandung kuman
patogen.
Karakteristik sanitasi air dimaksudkan pada berbagai upaya kesehatan
dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan air sebagai upaya
pencegahan penyakit diare pada balita. Dengan demikian, beberapa variabel
karakteristik sanitasi air yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita
sebagai berikut.
a. Kondisi Sarana Air Bersih (SAB)
Menurut Permenkes No. 416 tahun 1990, Air bersih adalah air
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum
setelah dimasak terlebih dahulu.
Penyediaan air bersih merupakan salah satu upaya untuk
memperbaiki derajat kesehatan masyarakat sebagaimana yang dijelaskan
dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Kesehatan lingkungan
diselenggarakan untuk mewujudkan lingkungan yang sehat, yaitu
keadaan yang bebas dari risiko yang membahayakan kesehatan dan
keselamatan hidup manusia. Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan
36
air, yakni pengamanan dan penetapan kualias air untuk berbagai
kebutuhan dan kehidupan manusia. Dengan demikian air yang
dipergunakan untuk keperluan sehari-hari selain memenuhi atau
mencukupi dalam kuantitas juga harus memenuhi kualitas yang telah
ditetapkan. Pentingnya air berkualitas baik perlu disediakan untuk
memenuhi kebutuhan dasar dalam mencegah penyebaran penyakit
menular melalui air (Ginanjar, 2008)
Sarana penyediaan air bersih adalah bangunan beserta peralatan
dan perlengkapannya yang menyediakan dan mendistribusikan air
tersebut kepada masyarakat. Ada berbagai jenis sarana penyediaan air
bersih yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bagi
kebutuhan sehari-hari, yaitu:
Sarana air bersih yang sering digunakan untuk keperluan menurut
(Depkes RI, 1997 dalam Marjuki, 2008), sebagai berikut:
1) Sumur Gali
Sumur gali adalah sarana air bersih yang mengambil/
memanfaatkan air tanah dengan cara menggali lubang di tanah
dengan cara menggali lubang di tanah sampai mendapatkan air.
Lubang kemudian diberi dinding, bibir, tutup dan lantai serta sarana
pengolahan air limbah (SPAL) (Depkes, 2008).
Dari segi kesehatan, sumur gali ini memang kurang baik jika
cara pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan karena selain
37
sangat dipengaruhi oleh musim juga sangat besar kemungkinannya
untuk mendapatkan pencemaran apabila cara peletakkannya salah.
Mengingat bahwa sumur ini sangat banyak dipunyai oleh masyarakat
maka beberapa usaha penyempurnaan (Depkes, 1984).
2) Sumur Pompa Tangan
Selain sumur gali, maka untuk mendapatkan air tanah dapat
juga dilakukan denga cara pengeboran yang selanjutnya dipasang
sebuah pompa tangan.
Sesuai dengan kedalaman air tanah maka sumur pompa dibagi
dalam 2 bagian, yaitu:
a) Sumur Pompa Tangan Dangkal /SPT (Shallow Well Pump)
Pompa
tangan
dangkal
prinsip
kerjanya
adalah
menghisap air di dalam tanah. Kekuatan / daya hisap pompa ini
sesuai dengan tekanan udara normal yang ada, maka secara
teoritis apabila kondisi silinder yang ada betul-betul kondisi
vaccum adalah sebesar 10,33 m. Dalam hal SPT dangkal maka
silinder berada di atas permukaan tanah sehingga naiknya air
adalah akibat hisapan yang dilakukan oleh klep di dalam silinder
ini. Agar kondisi pompa dapat bertahan cukup lama maka
kedalaman air ± 7 meter merupakan kedalaman yang optimal
untuk SPT dangkal (Depkes, 1984).
38
b) Sumur Pompa Tangan Dalam
Prinsip kerja Sumur Pompa Tangan (SPT) dalam ini
adalah mengangkat air yang ada di dalam silinder. Oleh karena
itu, silinder SPT dalam berada di dalam / terendam di air yang
akan diangkat. Dengan demikian maka silinder SPT dalam
tertanam di dalam tanah. Untuk mempermudahkan perbaikan,
maka dalam pembuatan lubang pengeboran sangar diperlukan
casing untuk penahan tanah (Depkes, 1984).
3) Sumur Pompa Listrik / Sumur Bor
Pada prinsipnya cara pembuatan dan cara kerja SPL sama
dengan SPT, Hanya bedanya kalau SPL menggunakan tenaga listrik.
Jenis-jenis SPL seperti Jet Pump untuk kedalaman sampai 30 meter,
dan pompa selam (submersible pump) untuk kedalaman lebih dari 30
meter.
4) Perlindungan Mata Air (PMA)
Mata air adalah sumber air bersih yang berasal dari air tanah
dalam, sehingga biasanya bebas dari cemaran mikroorganisme. Oleh
karena itu, bila dimanfaatkan, maka yang utama adalah perlindungan
mata
air
tersebut
(bronkaptering).
Selanjutnya
yang
penting
diperhatikan adalah perpipaan yang membawa air ke konsumen atau
jaringan distribusinya dan terminal akhir dari jaringan distribusinya.
39
5) Perpipaan / PDAM
Ledeng atau perpipaan adalah air yang diproduksi melalui
proses penjernihan dan penyehatan sebelum dialirkan kepada
konsumen melalui suatu
instalasi berupa saluran air.
Air
ledeng/PDAM merupakan air yang berasal dari perusahaan air minum
yang dialirkan langsung ke rumah dengan beberapa titik kran, biasanya
menggunakan meteran (Kemenkes RI, 2010).
Kondisi sarana air bersih merupakan kondisi fisik sarana air
bersih yang meliputi kualitas fisik air yang digunakan, persyaratan
konstruksi dan jarak minimal dengan sumber pencemar yang diwakili
oleh beberapa item isian pada lembar observasi. Item pada lembar
observasi ini diadopsi dari formulir inspeksi sanitasi sebagai kegiatan
pengawasan kualitas air yang dilakukan Departemen Kesehatan
(Suhardiman, 2007).
Inpeksi sanitasi menghasilkan tingkat risiko pencemaran dari
sarana air bersih berdasarkan skoring yang ada pada lembar observasi
(Depkes, 1994). Tingkat risiko pencemaran sumber air merupakan
kualifikasi penilaian terhadap keadaan sarana air bersih yang digunakan
penduduk terhadap kemungkinan kontaminasi kotoran atau pencemaran
air. Pencemaran air dapat berasal dari kondisi sekitar sumber air bersih
seperti kontaminasi tinja, sampah, air limbah maupun kotoran hewan
(Setyorogo, 1990).
40
Kondisi sarana air bersih erat kaitannya dengan pencemaran yang
dapat terjadi pada air bersih. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
pencemaran air bersih ini sarana air bersih yang digunakan harus
memenuhi persyaratan (Sukarni, 1994).
Rahadi (2005) menyebutkan bahwa air mempunyai peran besar
dalam penyebaran beberapa penyakit menular. Besarnya peranan air
dalam penularan penyakit disebabkan keadaan air itu sendiri sangat
membantu dan sangat baik untuk kehidupan mikroorganisme. Hal ini
dikarenakan sumur penduduk tidak diplester dan tercemar oleh tinja.
Air dapat berperan sebagai transmisi penularan suatu penyakit
melalui kuman-kuman yang ditularkan lewat jalur air (water borne
disease) atau jalur peralatan yang dicuci dengan air (water washed
disease) (Chandra, 2007). Sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi
bakteri yang ditularkan melalui cara oro-fecal. Diare dapat ditularkan
melalui cairan atau bahan yang tercemar dengan tinja seperti air minum,
tangan atau jari-jari, makanan yang disiapkan dalam panci yang telah
dicuci dengan air tercemar (Subagyo, 2008).
Keluarga yang mempunyai tempat tinggal berdekatan dengan
sumber air bersih mempunyai kejadian diare yang lebih sedikit daripada
keluarga yang jauh. Selain itu, dari berbagai studi dampak proyek
perbaikan penyediaan air bersih dan sanitasi ternyata dapat menurunkan
diare sebesar 22-27 % dan menurunkan mortalitas diare sebesar 21-30%
(Sutoto, 1990 dalam Suhardiman, 2007).
41
Hasil penelitian Anwar dan Musadad (2009) Balita yang di
rumahnya
menggunakan
sarana
air
bersihnya
tidak
terlindung
mempunyai risiko menderita diare 1,2 kali lebih besar dibandingkan
balita yang menggunakan sarana air bersih terlindung (p<0,05).
Di samping itu, Suhardiman (2007) dalam penelitiannya
menghasilkan hubungan kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare
pada balita. Hasil uji statistik menunjukkan kejadian diare berisiko 1,8
kali terjadi pada balita yang tinggal di rumah dengan kondisi sarana air
bersih buruk dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah dengan
kondisi sarana air bersihnya baik.
Hasil penelitian lain yang dilakukan Nurholis (2006) di Garut juga
menunjukkan bahwa kondisi sarana sanitasi air bersih yang kurang baik
dapat menyebabkan diare pada balita sebesar 2,1 kali.
b. Pengolahan Air Minum
Di dalam Permenkes Nomor 492/Menkes/PER/IV/2010 dijelaskan
bahwa air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.
Pengelolaan air minum rumah tangga dapat memperbaiki kualitas
secara mikrobiologis air minum di rumah tangga dengan metode
sederhana dan terjangkau serta mengurangi angka kejadian dan kematian
42
yang disebabkan oleh penyakit yang dibawa oleh air seperti diare
(Depkes RI, 2008 dalam Rosa 2011).
Memasak air merupakan cara paling baik untuk proses purifikasi
air di rumah. Agar proses purifikasi menjadi lebih efektif, maka air
dibiarkan mendidih antara 5-10 menit. Hal tersebut bertujuan agar semua
kuman, spora, kista, dan telur telah mati sehingga air bersifat steril. Selain
itu proses pendidihan juga dapat mengurangi kesadahan karena dalam
proses pendidihan terjadi peguapan CO2 dan pengendapan CaCO3
(Chandra, 2007).
Hasil penelitian Rosa (2011) menunjukkan bahwa dari 48 ibu
yang memiliki balita yang mengalami diare 33,3% tidak mengolah air
minum secara PAMRT (secara industri). Selain itu, Suprapti (2003) hasil
penelitiannya berkesimpulan bahwa ada hubungan antara pemasakan air
minum dengan kejadian diare pada balita.
Puspitasari (2012) dalam penelitiannya menghasilkan kesimpulan
kejadian diare pada kelompok balita yang ibuya memiliki perilaku
memasak air minum yang buruk mempunyai risiko 2,68 kali
dibandingkan dengan kelompok balita yang ibunya memiliki perilaku
memasak air minum yang baik.
43
c. Eschericia Coli (E. Coli) dalam Air Minum
Kebutuhan air untuk minum (termasuk untuk masak) harus
mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan
penyakit bagi manusia (Notoatmodjo, 2007).
Pemerintah telah mengatur tentang persyaratan kualitas air minum
dalam peraturan menteri kesehatan nomor 492/menkes/PER/IV/2010. Di
dalam peraturan ini, terdapat parameter wajib yang berhubungan
langsung dengan kesehatan yaitu parameter mikrobiologi dan parameter
kimia an-organik. Sedangkan untuk parameter yang tidak langsung
berhubungan dengan kesehatan adalah parameter fisik dan kimiawi.
Dari ke-empat parameter tersebut, parameter mikrobiologi yang
yang paling berkaitan dengan penyakit diare. Dalam persyaratan
mikrobiologis, air tidak boleh mengandung E.Coli maupun total bakteri
Coliform dalam satuan jumlah per 100 ml sampel. Menurut Fauzi (2005),
kualitas mikrobiologi air merupakan kriteria standar yang digunakan
untuk mencegah terjadinya penularan penyakit pada masyarakat yang
ditularkan melalui air seperti diare.
Eschericia Coli (E.coli) adalah salah satu jenis spesies utama
bakteri gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh
Theodor Escherich ini hidup pada tinja, dan dapat menyebabkan masalah
kesehatan pada manusia, seperti diare,
pencemaran lainnya (Wikipedia, 2007)
muntaber dan masalah
44
Fardiaz (1992) mengungkapkan, E.Coli merupakan salah satu
bakteri yang tergolong koliform dan hidup secara normal di dalam
kororan manusia maupun hewan, oleh karena itu disebut juga koliform
fekal.
Menurut Khairunnisa (2012), bakteri coliform adalah golongan
bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri
coliform merupakan bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain.
Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya
pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator
pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif
dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi bakteri
coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi
bakteri patogenik lain.
E. Coli adalah grup koliform yang mempunyai sifat dapat
menfermentasi laktose dan memproduksi asam dan gas pada suhu 37° C
maupun suhu 44,5+0,5°C dalam waktu 48 jam. E.Coli adalah bakteri
yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, bersifat gram negatif,
berbentuk batang dan tidak membentuk spora.
Menurut Sintamurniwaty (2005), sekitar 25% diare pada anak
disebabkan oleh toksin yang dikeluarkan oleh bakteri, pada umumnya
dihasilkan oleh bakteri E coli dan V. chholera.
E.coli pada berbagai strain dapat mempunyai 2 sifat, yaitu sebagai
enterotoksin maupan sifat invasif. Setelah melalui tantangan karena
45
ketahanan tubuh penderita, maka bakteri sampai di lumen usus kecil
memperbanyak diri dan menghasilkan enterotoksin yang kemudian dapat
mempengaruhi fungsi dari epitel mukosa usus (Sintamurniwaty, 2005).
Pengujian uji kualitatif coliform secara lengkap terdiri dari 3
tahap, yaitu uji penduga (presumptive test), uji penguat (confirmed
test) dan uji pelengkap (completed test) (Widiyanti, 2004).
Uji penduga merupakan uji kuantitatif koliform menggunakan
metode MPN. Uji penduga (presumptive test) tes pendahuluan tentang
ada tidaknya kehadiran bakteri koliform berdasarkan terbentuknya asam
dan gas disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan koli
(Widiyanti, 2004).
Berikutnya adalah uji penguat (confirmed test). Hasil uji dugaan
dilanjutkan dengan uji ketetapan. Dari tabung yang positif terbentuk asam
dan gas terutama pada masa inkubasi 1 x 24 jam, suspensi ditanamkan
pada media Eosin Methylen Biru Agar (EMBA) atau endo agar secara
aseptik. Koloni bakteri Escherichia coli tumbuh berwarna merah
kehijauan dengan kilat metalik atau koloni berwarna merah muda dengan
lendir untuk kelompok koliform lainnya (Widiyanti, 2004).
Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji kelengkapan untuk
menentukan bakteri jenis Escherichia coli. Dari koloni yang berwarna
pada uji ketetapan diinokulasikan ke dalam medium kaldu laktosa dan
medium agar miring Nutrient Agar ( NA ), dengan jarum inokulasi secara
aseptik (Widiyanti, 2004).
46
Menurut Rahayu (2006) dalam Suhardiman (2007), bakeri E.Coli
yang berasal dari tinja, sudah bisa dipastikan sangat merugikan terutama
sebagai penyebab penyakit diare. Di Jepang, E.Coli yang berasal dari
resapan tinja telah menyebabkan banyak penderita diare bahkan hingga
menimbulkan kematian.
Hasil penelitian Suhardiman (2007) menunjukkan hasil uji
statistik ada hubungan antara keberadaan bakteri E. Coli dalam air minum
dengan kejadian diare pada balita. Kejadian diare beresiko 2,9 kali terjadi
pada balita yang air minumnya positif E. Coli dibandingkan dengan balita
yang air minumnya negatif E. Coli. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Fardani (2013) juga menunjukkan hubungan E. Coli dalam air minum
dengan diare pada balita.
47
K. Kerangka Teori
Berdasarkan teori dan penelitian di atas, maka diperoleh kerangka teori
sebagai berikut:
FAKTOR INDIVIDU
BALITA
a. Umur balita
b. Status gizi
c. Pemberian ASI
Eksklusif
d. Imunodefisiensi
e. Imunisasi Campak
Kejadian diare
KARAKTERISTIK
SANITASI AIR
a. Kondisi Sarana Air
Bersih (SAB)
b. Pengolahan Air minum
c. E.Coli Dalam Air
Minum
Bagan 2.1.
Kerangka Teori
Modifikasi teori dan penelitian dari Sinthamurniwaty (2005), Cahyono (2003),
Simatupang (2003), Suhardiman (2007), dan Rosa (2011)
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada beberapa teori
dari penelitian dari Sinthamurniwaty (2005), Cahyono (2003), Simatupang
(2003), Suhardiman (2007), dan Rosa (2011). Berdasarkan teori dan
penelitian yang ada, faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare pada
balita yaitu faktor individu yaitu umur balita, status gizi, pemberian ASI
eksklusif, dan imunodefisiensi serta karakteristik sanitasi air yang terdiri dari
kondisi sarana air bersih (SAB), dan pengolahan air minum.
Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, yaitu
status gizi karena untuk balita dengan status gizi buruk biasanya langsung
ditangani dalam pusat pemulihan gizi / Therapeutic Feeding Centre (TFC)
dan berdasarkan laporan tahunan kelurahan menunjukkan tidak ada balita
dengan status gizi kurang sedangkan gizi buruk hanya satu orang. Hal ini
menunjukkan untuk variabel status gizi data dapat homogen. Selanjutnya,
variabel immunodefisiensi tidak diteliti karena sulitnya untuk menilai balita
yang mengalami immunodefisiensi.
Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel
bebas (independen). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen
48
49
adalah faktor individu yaitu umur balita, status gizi, pemberian ASI eksklusif,
dan imunodefisiensi dan karakteristik sanitasi air yang terdiri dari kondisi
sarana air bersih (SAB), pengolahan air minum, sedangkan variabel
dependen yaitu kejadian diare pada balita.
Hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tersebut
dapat dilihat pada bagan 3.1 sebagai berikut:
Variabel Independen
Variabel Dependen
Umur balita
Pemberian ASI
Eksklusif
Imunisasi campak
Kejadian diare
Kondisi Sarana Air
Bersih (SAB)
Pengolahan Air Minum
E.Coli dalam Air
Minum
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
50
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel
Definisi
Cara ukur
Variabel Dependen
Diare
Penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk Wawancara
dan konsistensi feses melembek sampai mencair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar
(BAB) lebih dari biasanya (lazimnya 3 kali atau
lebih dalam sehari). (Depkes, 2003)
Balita yang diare pada periode 2 minggu yang lalu
sampai pada saat diwawancara
Alat ukur
Kuesioner
Hasil ukur
skala
0. Diare, jika:
Ordinal
Balita mengalami
berak-berak, > 3
kali sehari dan
bentuk
kotoran
campur air atau
air saja.
1. Tidak diare, jika:
Balita
tidak
mengalami berakbera atau balita
mengalami berakberak, ≤ 3 kali
dan
bentuk
seperti biasa
51
Variabel Independen
Variabel
Definisi
Cara ukur
Umur balita
Lama hidup yang dialami oleh balita yang diukur
Wawancara,
dengan menggunakan tanggal, bulan kelahiran pada observasi
saat dilaksanakan penelitian (10 – 59 bulan)
(Sinthamurniwaty, 2005)
Pemberian
ASI eksklusif
Imunisasi
campak
ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan
selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan
dan/atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain.
(PP No. 33 tahun 2012)
Riwayat imunisasi yang diperoleh balita, yang
dilihat pada kartu Menuju Sehat (KMS) atau
catatan kartu kunjungan ke puskesmas/ sarana
kesehatan lainnya. Bagi yang tidak mempunyai
dianggap belum pernah imunisasi campak
dalam Cahyono, 2003
Wawancara
Wawancara,
observasi
Alat ukur
Kuesioner
Kuesioner
KMS atau
kartu
kunjungan ke
puskesmas/
sarana
kesehatan
lainnya
Hasil ukur
0. 10-24 bulan
1. 25-59 bulan
(Sinthamurniwaty,
2005)
0. Tidak, jika ASI
non eksklusif
1. Ya, jika ASI
eksklusif
(Simatupang, 2003)
0. Belum
1. Sudah
skala
Ordinal
Ordinal
Ordinal
52
Variabel
Kondisi Sarana
Air
Bersih
(SAB)
Definisi
Cara ukur
Kondisi fisik sarana air bersih di
Wawancara dan
rumah tempat tinggal balita yang di
observasi
survei meliputi kualitas fisik air
yang digunakan, persyaratan
kontruksi dan jarak minimal dengan
sumber pencemar yang diwakili
oleh beberapa isian pada lembar
observasi
(Suhardiman, 2007)
Pengolahan air Cara pengolahan air untuk minum
minum
yang dikonsumsi balita dari
berbagai sumber air minum.
(Rosa, 2011)
E. Coli dalam
Keberadaam bakteri E. Coli dalam
air minum
air minum, dengan kadar
maksimum yang diperbolehkan 0
per 100 ml sampel
(Permenkes no.
492/menkes/PER/IV/2010 dalam
Suhardiman, 2007)
Wawancara
Pengukuran
Alat ukur
Hasil ukur
Wawancara dan
0. Buruk, jika skor yang
lembar observasi
didapatkan dari hasil
observasi pada masingmasing SAB adalah:
PDAM: < 3
SPL: < 7
SPT: < 6
SG: < 8
1. Baik, jika skor skor
yang didapatkan dari
hasil observasi pada
masing-masing SAB
adalah:
PDAM: 3
SPL: 7
SPT : 6
SG: ≥ 8
(Suhardiman, 2007)
Kuesioner
0. Tidak mengolah
1. Merebus
Uji laboratorium
Skala
Ordinal
Ordinal
0. Ada (positif E.Coli
Ordinal
dalam 100 ml air
minum)
1. Tidak ada (negatif
E.Coli dalam 100 ml air
minum)
53
C. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara umur balita dengan kejadian diare pada balita
umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang
tahun 2013
2. Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare
pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan
Bantargebang tahun 2013
3. Ada hubungan antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada
balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan
Bantargebang tahun 2013
4. Ada hubungan antara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare
pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan
Bantargebang tahun 2013
5. Ada hubungan antara pengolahan air minum dengan kejadian diare
pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan
Bantargebang tahun 2013
6. Ada hubungan antara E. Coli dalam air minum dengan kejadian diare
pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan
Bantargebang tahun 2013
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi
cross sectional, karena pada penelitian ini variabel independen dan dependen
akan diamati pada waktu (periode) bersamaan. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah karakteristik sanitasi air yang terdiri dari faktor individu
yaitu umur balita, status gizi, pemberian ASI eksklusif dan kondisi sarana air
bersih (SAB), pengolahan air minum, sedangkan variabel dependen yaitu
kejadian diare pada balita.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sumurbatu pada bulan Juni
sampai dengan Agustus 2013. Kelurahan Sumurbatu merupakan salah satu
dari delapan kelurahan yang ada di Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi
Provinsi Jawa Barat. Kelurahan ini terdiri dari 7 Rukun Warga dan 41 Rukun
Tetangga dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara
: Kelurahan Padurenan Kecamatan Mustikajaya

Sebelah Timur
: Desa Burangkeng Kabupaten Bekasi

Sebelah Selatan
: Desa Taman Rahayu Kabupaten Bekasi

Sebelah Barat
: Kelurahan Cikiwul Kecamatan Bantargebang
Letak kota pemerintahan Kelurahan Sumurbatu berada di sebelah
tenggara dari kota pemerintahan Kecamatan Bantargebang, dengan luas ±
54
55
568,995 ha. Dari luas ± 56.955 ha areal yang ada, sekitar 318 ha
dipergunakan untuk pemukiman penduduk dan pertanian, sedangkan sisanya
dipergunakan untuk sarana gedung perkantoran dan prasarana pendidikan
serta tempat penampungan akhir (TPA) pemerintah DKI Jakarta ± 20 ha dan
pemerintah kota Bekasi ± 22,5 ha. Data mengenai penduduk berdasarkan
tingkat pendidikan dan jenis mata pencaharian dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.1
Distribusi Tingkat Pendidikan Penduduk
di Kelurahan Sumurbatu Tahun 2013
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tingkat Pendidikan
Tidak tamat SD
Sedang sekolah di SD
Tamat SD/sederajat
Tamat SLTP/sederajat
Tamat SMA/sederajat
Akademi D1-D2
Universitas
Jumlah
Jumlah (orang)
686
1.023
987
726
598
45
47
4112
Persentase (%)
16,7
24,9
24
17,6
14,5
1,1
1,1
100
Sumber: Data Demografi Kelurahan Sumurbatu
Tabel 5.2
Distribusi Jenis Mata Pencaharian Penduduk di
Kelurahan Sumurbatu Tahun 2013
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Jenis Mata
Pencaharian
Pegawai Negeri Sipil
Pegawai swasta /
karyawan
Petani
Pertukangan
Pemulung
Buruh tidak tetap
TNI / POLR
Pensiunan ABRI / Sipil
Pedagang
Jasa angkutan
Jumlah
Jumlah
(Orang)
387
674
Presentase
(%)
1.156
218
419
597
29
71
418
287
4256
27,1
5,1
9,8
14
0,68
1,67
9,8
6,7
100
Sumber: Data Demografi Kelurahan Sumurbatu
9,1
15,8
56
Kelurahan Sumurbatu terdiri dari 3.966 kepala keluarga dengan
jumlah penduduk sebanyak 13.721 jiwa. Jumlah penduduk dengan kelamin
jenis laki-laki sebanyak 6.993 jiwa dan jumlah penduduk perempuan
sebanyak 6.728 jiwa. Kelurahan Sumurbatu termasuk dalam wilayah kerja
Puskesmas Bantargebang I yang terletak di jalan Naronggong Raya Km 10
No.
75
Kelurahan
Bantargebang.
Luas
wilayah
kerja
Puskesmas
Bantargebang I adalah 18,54 km2. Puskesmas Bantargebang I mempunyai
wilayah kerja 4 kelurahan, yaitu Kelurahan Bantargebang, Kelurahan Cikiwul,
Kelurahan Ciketing Udik dan Kelurahan Sumurbatu
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita usia 10-59 bulan
yang berada di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota
Bekasi Tahun 2013. Umur balita yang menjadi populasi hanya 10-59
bulan karena dalam penelitian ini terdapat variabel ASI Eksklusif dan
imunisasi campak. Balita dapat disebut ASI eksklusif bila melewatinya
dalam 6 bulan. Selain itu, imunisasi campak pada balita baru dilakukan
pada bulan ke-sembilan. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengaruh dari
dua variabel tersebut, populasi balita yang termasuk dalam penelitian ini
hanya 10-59 bulan.
57
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah balita, sedangkan responden
adalah orang tua dari anak. Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus
uji beda dua proporsi dengan arah uji statistik dua arah (two tail) karena
untuk mengetahui suatu hubungan. Besar sampel menggunakan rumus uji
di bawah ini (Ariawan, 1998):
Keterangan:
n
: Jumlah sampel minimal yang diperlukan
Z1-α/2
: derajat kemaknaan 95% CI dengan α sebesar 5% = 1.96
Z1-β
: Kekuatan uji 1-β, yaitu sebesar 80% = 0,84
P
: Rata-rata proporsi ((P1+P2)/2) = 0,5
P1
: Proporsi balita yang mengalami kejadian diare dengan
kualitas mikrobiologis air minum yang memenuhi syarat = 0,308
(Fardani, 2013)
P2
: Proporsi balita yang tidak mengalami kejadian diare dengan
kualitas mikrobiologis air minum yang memenuhi syarat = 0,692
(Fardani, 2013)
Perhitungan sampel dilakukan berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya diperoleh hasil, sebagai berikut:
58
Tabel 4.1
Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis
Beda Dua Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu
Variabel
Umur
(Anwar, 2009)
ASI eksklusif
(Cahyomo, 2003)
Imunisasi campak
(Cahyono, 2003)
Kondisi Sarana Air
Bersih
(Suhardiman, 2007)
Pengolahan air minum
(Rosa, 2011)
Escheria coli
(Fardhani, 2013)
Diketahui
P1 = 0,182
P2 = 0,771
P1= 0,594
P2= 0,406
P1= 0,609
P2= 0,391
P1 = 0,416
P2 = 0,288
p
0,470
11x 2 = 22
0,001
110x2 = 220
0,036
82x2 = 164
0,047
282x2 = 964
P1= 0,333
P2= 0,417
P1=0,692
P2= 0,308
0,358
0,038
Sampel total
696x2 = 1392
26x2= 52
Berdasarkan hasil perhitungan besar sampel dari beberapa
penelitian, jumlah sampel yang diambil adalah 52 responden. Penentuan
besar sampel yang berjumlah 52 responden didasarkan pada penyesuaian
terhadap waktu, tenaga dan biaya, mengingat dalam penelitian ini terdapat
variabel yang harus diukur dalam uji laboratorium.
3. Teknik sampling
Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
purposive sampling yakni pengambilan sampel didasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri
atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui. Kriteria responden sebagai
berikut:
59
a. Kriteria inklusi
1) Ibu yang memiliki balita umur 10-59 bulan
2) Ibu yang bersedia sarana air bersihnya diobservasi
3) Ibu yang bersedia diambil air minumnya untuk dilakukan uji
laboratorium
b. Kriteria eksklusi
1) Ibu yang tidak memiliki balita umur 10-59 bulan
2) Ibu yang tidak bersedia sarana air bersihnya diobservasi
3) Ibu yang tidak bersedia diambil air minumnya untuk dilakukan uji
laboratorium
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan melalui data primer dan
data sekunder yang diuraikan sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
responden dengan menggunakan alat ukur kuesioner melalui wawancara
dengan ibu dari balita, observasi, pengujian laboratorium.
Variabel yang dapat diketahui dari kuesioner yaitu pengolahan air
minum, umur balita, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak.
Untuk variabel yang dilakukan dengan observasi adalah kondisi sumber
air bersih. Sedangkan variabel yang diketahui dengan pengujian
laboratorium adalah E. Coli dalam air minum. Pengujian laboratorium
60
dilakukan dengan pemeriksaan kandungan Eschericia coli yang termasuk
dalam bakteri gram negatif dalam media endo agar.
2. Data Sekunder
Data sekunder didapatkan dari Puskesmas Bantar Gebang berupa
profil puskesmas dan data kejadian diare di Kelurahan Sumurbatu.
Sedangkan data demografi di dapatkan dari Kelurahan Sumurbatu.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dengan
mewawancarai ibu-ibu yang balitanya menjadi sampel. Kuesioner terdiri dari
beberapa item pertanyaan. Kuesioner dalam penelitian ini mencakup pertanyaan
mengenai umur balita, pemberian ASI, imunisasi campak dan pengolahan air
iinum serta lembar observasi yang berisi mengenai variabel kondisi sarana air
bersih.
Untuk
variabel
E.Coli
air
minum
digunakan
pemeriksaan
bakteriologis E.Coli pada air minum. Pemeriksaan ini menggunakan uji
kualitatif coliform dengan alat, bahan dan prosedur kerja sebagai berikut
(Jalaludin, 2012):
1. Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah: tabel sampel,
cawan petri, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, mikropipet, lampu
spirtus, rak tabung reaksi, inkubator, timbangan, kapas, korek api,
autoklaf, sendok/ tangkai pengaduk, plastik pembungkus dan label.
61
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel
air minum, media endo agar, alkohol 90%, kapas dan kertas pembungkus.
3. Prosedur kerja
a) Pengambilan Sampel
Sampel diambil dari air minum warga di Kelurahan
Sumurbatu. Sampel air minum yang diambil bersumber dari wadah
atau tempat air minum antara lain berupa dispenser, teko, botol atau
tempat lainnya yang biasa digunakan oleh responden. Pengambilan
sampel dilakukan secara aseptis. Mulut botol disterilisasi dahulu
dengan api spirtus, setelah air cukup untuk pemeriksaan kemudian
disterilisasi kembali dengan api spirtus dan botol ditutup kembali.
Setelah itu, botol sampel diberi label sesuai kode sampel yang tertulis
pada kuesioner.
b) Pembuatan Media dan Sterilisasi
Pembuatan media dilakukan dengan tahapan menimbang
bubuk media dan mencampurnya dengan aquades dalam gelas beaker
hingga kemudian dipanaskan di atas hotplate dengan stirer sampai
homogen dan mendidih. Setelah itu media dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan ke dalam labu Erlenmeyer, lalu menyumbat mulut
tabung dan labu Erlenmeyer dengan kapas.
Kemudian
dilakukan
sterilisasi
medium
menggunakan
autoklaf ± 2 jam. Alat-alat yang sudah dicuci bersih, setelah kering
62
alat-alat tersebut dibungkus dengan kertas juga disterilisasi dengan
oven selama 1 jam (180° C).
c) Penanganan sampel
Penanganan sampel dilakukan dengan pengujian air minum di
laboratorium mikrobiologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pengujian air minum diawali dengan menyiapkan media dan alat yang
sudah steril. Setelah itu, dari botol sampel yang masing-masing berisi
100 ml sampel, selanjutkan dipipet 1 ml dari masing-masing suspensi
dimasukkan ke dalam media steril sesuai dengan kode yang sama
dengan botol sampel. Kemudian masing-masing media yang telah
ditanami digoyang perlahan-lahan hingga tercampur merata. Semua
media diinkubasi pada suhu 37° C selama 24 jam di dalam inkubator.
Setelah 24 jam, media yang sudah ditanam kemudian
dikeluarkan dan diamati adanya pertumbuhan koloni pada seluruh
permukaan media. Bila koloni berwarna merah metalik dan berbentuk
koloninya bulat cembung serta dikeliligi oleh warna kemerahan
berarti positif mengandung E.Coli. Jika terlihat terang dan tidak
berwarna serta di sekitar koloni berwarna merah muda pada media
berarti negatif mengandung E.Coli.
63
F. Validitas dan Realibilitas Instrumen
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini termasuk data primer
yang salah satunya diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner.
Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang berasal dari penelitian
terdahulu dan beberapa telah dilakukan uji validitas dan realibilitas. Uji
kuesioner dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan realibilitas dari
instrumen penelitian. Menurut Azwar (2003), kuesioner dikatakan valid bila
instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan
instrumen dapat dikatakanreliable jika instrumen menghasilkan ukuran yang
konsisten walaupun instrumen tersebut digunakan untuk mengukur berulangulang kali.
1. Validitas Instrumen
Adapun pertanyaan yang telah diuji validitas adalah pertanyaan
tentang kejadian diare. Untuk pertanyaan pemberian ASI eksklusif
berdasarkan penelitian Siregar (2011) kuesioner telah diuji pada 20 orang
sampel dan diperoleh bahwa seluruh item dinyatakan sudah valid dan
nilai r hitung berada diatas nilai r tabel yaitu 0,2461.
Pada pertanyaan mengenai kejadian diare berasal dari penelitian
Pusitasari (2012), pertanyaan tentang imunisasi campak dari penelitian
Cahyono (2003), dan pertanyaan pengolahan air minum dari penelitian
Rosa (2012) belum dilakukan uji validitas dalam penelitiannya.
64
2. Reliabilitas Instrumen
Pertanyaan mengenai pemberian ASI eksklusif telah diuji
reliabilitasnya pada penelitian siregar (2011)dan diperoleh nilai r sebesar
0,881. Nilai ini lebih besar dari nilai r tabel yaitu 0,2461. Hal ini
menunjukkan bahwa instrumen ini telah reliable untuk digunakan dalam
penelitian.
Adapun pada pertanyaan mengenai kejadian diare berasal dari
penelitian Pusitasari (2012), pertanyaan tentang imunisasi campak dari
penelitian Cahyono (2003), dan pertanyaan pengolahan air minum dari
penelitian Rosa (2012)
belum dilakukan uji reliabilitas dalam
penelitiannya.
G. Pengolahan Data
1. Mengkode Data (Data Coding)
Kegiatan pemberian kode pada setiap variabel yang dikumpulkan
untuk mempermudah proses pemasukan dan pengolahan data selanjutnya.
Mengkode jawaban adalah merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka. Pada proses coding ini, variabel independen dan
dependen akan diberi kode untuk memudahkan dalam menganalisa yaitu :
a. Variabel diare
b. Umur balita
Diare
[0]
Tidak diare
[1]
10-24 bulan
[0]
25-59 bulan
[1]
65
c. Pemberian ASI eksklusif
d. Imunisasi campak
e. Kondisi Sarana Air
Tidak
[0]
Ya
[1]
Belum
[0]
Sudah
[1]
Buruk
[0]
Baik
[1]
Tidak mengolah
[0]
Merebus
[1]
Ada
[0]
Tidak ada
[1]
Bersih
f. Pengolahan Air Minum
g. E. Coli dalam air minum
2. Menyunting Data (Data Editing)
Menyunting data dilakukan untuk memeriksa kebenaran dan
kelengkapan data, seperti konsistensi pengisian setiap jawaban kuisioner,
kelengkapan pengisian dan kesalahan pengisian. Data ini merupakan data
input utama untuk penelitian.
3. Memasukkan Data (Data Entry)
Data yang sudah diberi kode kemudian di input ke dalam
komputer dengan menggunakan software statistik.
4. Membersihkan Data (Data Cleaning)
Pengecekkan kembali data yang telah dimasukkan untuk
memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga data tersebut
telah siap diolah dan dianalisis.
66
H. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis
univariat
dilakukan untuk
mengetahui
gambaran
distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti, yaitu mendiskripsikan
variabel dependen (kejadian diare) dan variabel independen (faktor
individu balita, faktor sanitasi air).
Fungsi analisis univariat sebenarnya adalah menyederhanakan
atau meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa
sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang
berguna. Peringkasan tersebut berupa ukuran-ukuran statistik, tabel dan
juga grafik (Hastono, 2007).
2. Analisis Bivariat
Setelah diketahui karakteristik dari masing-masing variabel dapat
diteruskan analisis lebih lanjut. Analisis bivariat dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor
individu balita yang terdiri dari umur, pemberian ASI eksklusif, dan
imunisasi campak serta faktor sanitasi air yang terdiri dari kondisi sarana
air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli dalam minum.
Untuk mencari hubungan antara variabel faktor individu balita
(umur, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak) dan faktor
sanitasi air (kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli
dalam minum) sedangkan variabel dependennya adalah kejadian diare
diuji dengan menggunakan uji chi-square.
67
Penelitian ini menggunakan uji kemaknaan 5%. Jika P value ≤
0,05 maka ada hubungan yang bermakna antara faktor individu balita
(umur, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak) dan faktor
sanitasi air (kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli
dalam minum) dengan kejadian diare dan jika p value > 0,05 berarti tidak
ada hubungan yang bermakna antara faktor individu balita (umur,
pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak) dan faktor sanitasi air
(kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli dalam
minum) dengan kejadian diare.
Persamaan Chi Square: X2 = Σ {(O-E)2/E}
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
Analisis univariat mendekripsikan karakteristik responden, kejadian diare
pada balita, umur balita, pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak, kondisi sarana
air bersih, pengolahan air minum, dan E. Coli dalam air minum
1. Gambaran Karakteristik Responden
Deskripsi karakteristik responden mencakup umur, pendidikan dan
pekerjaan ibu yang dijelaskan sebagai berikut.
a. Distribusi Umur Responden
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur Di Kelurahan Sumurbatu
Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013
Variabel
Mean
SD
Min-Max
Umur
29,83
6,97
19-45
Berdasarkan tabel 5.1, diperoleh hasil analisis bahwa dari 52
responden rata-rata umur responden adalah 30 tahun dengan standar deviasi
6,97. Umur responden termuda adalah 19 tahun sedangkan umur ibu tertua
adalah 45 tahun.
68
69
b. Gambaran Pendidikan Responden
Tabel 5.2
Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Sumurbatu
Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013
Kategori
Frekuensi
Presentase (%)
Tidak Sekolah
4
7.7
SD
28
53.8
SMP
10
19.2
SMA
8
15.4
Perguruan Tinggi
2
3.8
Jumlah
52
100
Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh distribusi tingkat pendidikan responden,
paling banyak responden memiliki pendidikan SD yaitu 28 responden (53.8%)
sedangkan untuk responden yang memiliki latar belakang pendidikan tidak
sekolah, SMP, SMA, dan perguruan tinggi masing-masing adalah 4 responden
(7,7%), 10 responden (19,2%), 8 responden (19,2%) dan 2 responden (3,8%).
70
c. Gambaran Pekerjaan Responden
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di Kelurahan
Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013
Kategori
Frekuensi
Presentase (%)
PNS
1
1,9
Buruh
1
1,9
Ibu Rumah Tangga
36
69,2
Karyawan
3
5,8
Pemulung
10
19,2
Lainnya
1
1,9
Jumlah
52
100
Berdasarkan tabel 5.3, diperoleh distribusi jenis pekerjaan ibu, paling
banyak ibu memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 36
orang (69,2%) sedangkan ibu yang bekerja sebagai PNS, buruh, karyawan,
pemulung dan lainnya masing-masing sebanyak 1 orang (1,9%), 1 orang
(1,9%), 3 orang (5,8%), 9 orang (19,2%), dan lainnya 1 orang (1,9%).
71
2. Gambaran Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan
Hasil penelitian mengenai kejadian diare pada balita diperoleh dari
wawancara kepada responden. Variabel kejadian diare pada balita dikategorikan
menjadi dua yaitu diare dan tidak diare. Adapun hasil yang diperoleh mengenai
kejadian diare pada balita dapat dilihat dari tabel 5.8 berikut.
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 bulan Di
Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013
Kejadian Diare
Frekuensi
Persentase (%)
Diare
23
44,2
Tidak diare
29
55,8
Jumlah
52
100
Berdasarkan tabel 5.4 dari hasil analisis gambaran kejadian diare pada
balita, diperoleh bahwa dari 52 balita, 23 balita (44,2%) mengalami diare dan 29
balita (55,8%) tidak mengalami diare. Dari tabel tersebut terlihat bahwa lebih
banyak responden yang balitanya tidak mengalami diare.
3. Distribusi Faktor Individu Balita Umur 10-59 Bulan
Faktor individu balita dalam penelitian ini meliputi umur, pemberian ASI
eksklusif, dan imunisasi campak. Hasil penelitian umur balita, pemberian ASI
eksklusif, dan imunisasi campak diperoleh dengan wawancara menggunakan
kuesioner kepada responden. Distribusi faktor individu balita dapat terlihat pada
tabel 5.7 beikut ini.
72
Tabel 5.5
Distribusi Faktor Individu Balita (Umur Balita, Pemberian ASI Eksklusif,
Dan Imunisasi Campak) di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan
Bantargebang Tahun 2013
No.
Variabel
Kategorik
Frekuensi
Persentase
(%)
1.
Umur
10-24 bulan
20
38,5
25-59 bulan
32
61,5
Tidak
31
59,6
Ya
21
40,4
Belum
24
46,2
Sudah
28
53,8
52
100
2.
3.
Pemberian ASI Eksklusif
Imunisasi Campak
Jumlah
a. Umur Balita
Variabel umur dalam penelitian ini adalah lama hidup yang dialami
oleh balita di Kelurahan Sumurbatu. Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa
dari 52 balita, terdapat 20 balita berumur 10-24 bulan (38,5%) dan 40 balita
berumur 25 – 59 bulan (61,5%)
b. Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada bayi
selama enam bulan, tanpa menambahkan dengan makanan atau minuman lain.
Dari tabel 5.5 diketahui bahwa dari 52 balita, terdapat 31 balita (59,6%) yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif, sedangkan 21 balita lainnya (40,4%)
mendapatkan ASI eksklusif.
73
c. Imunisasi Campak
Imunisasi campak dalam penelitian ini merupakan riwayat imunisasi
campak yang diperoleh balita. Berdasarkan tabel 5.5, diketahui bahwa dari 52
balita, 24 (46,2%) balita yang berumur ≥ 10 bulan belum mendapatkan
imunisasi campak dan 28 (53,8%) balita yang berumur ≥ 10 bulan lainnya
sudah mendapatkan imunisasi campak.
4. Distribusi Karakteristik Sanitasi Air
Diantara faktor yang berhubungan dengan kejadian diare, salah satunya
adalah faktor sanitasi air. Di bawah ini akan dijelaskan gambaran distribusi
faktor karakteristik sanitasi air yang berhubungan dengan terjadinya diare pada
balita di Kelurahan Sumur Batu.
a. Distribusi Kondisi Sarana Air Bersih
Kondisi sarana air bersih dalam penelitian ini merupakan kondisi fisik
sarana air bersih di rumah tempat tinggal balita. Di bawah ini adalah
gambaran sumber air bersih yang digunakan responden untuk keperluan
masak, mencuci, dan lain-lain.
74
Tabel 5.6
Distribusi Balita Menurut Sarana Air Bersih Yang Digunakan di Kelurahan
Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013
Sarana Air Bersih
Frekuensi
Presentase (%)
PDAM
9
17,3
Sumur gali
0
0
Sumur pompa listrik
43
82,7
Sumur pompa tangan
0
0
Sungai
0
0
Jumlah
52
100
Dari tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
menggunakan sarana PDAM dan sumur pompa listrik. Berdasarkan tabel di atas
dari 52 responden, 9 responden menggunakan sarana air bersih PDAM (17,3%)
dan 43 responden menggunakan sumur pompa listrik (82,7) sebagai sarana air
bersih.
Tabel 5.7
Distribusi Balita menurut Kondisi Sarana Air Bersih di Kelurahan Sumur
Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013
Kondisi Sarana Air
Bersih
Frekuensi
Persentase (%)
Buruk
39
75
Baik
13
25
Jumlah
52
100
75
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7, diketahui bahwa
sebagian besar responden memiliki kondisi sarana sanitasi yang buruk yaitu
sebanyak 39 (75%) responden. Sedangkan responden yang memiliki kondisi
sarana air bersih yang baik sebanyak 13 (25%) responden.
b. Distribusi Pengolahan Air Minum
Adapun sumber air minum yang dikonsumsi balita di Kelurahan
Sumur Batu sebagai berikut.
Tabel 5.8
Distribusi Balita menurut Sumber Air Minum di Kelurahan Sumur Batu
Kecamatan Bantargebang Tahun 2013
Sumber Air Minum
Frekuensi
Presentase (%)
PDAM
3
5.8
Sumur gali
0
0
Sumur pompa listrik
21
40.4
Sumur pompa tangan
0
0
Air isi ulang
24
46.2
Air kemasan
4
7.7
Jumlah
52
100
Berdasarkan tabel 5.8 sumber air minum yang paling banyak
digunakan responden adalah air isi ulang sebanyak 24 (46,2%). Selain itu,
dapat diketahui bahwa dari 52 responden terdapat 3 responden yang
menggunakan air minum yang bersumber dari PDAM (5,8%), 21 responden
76
yang menggunakan air minum yang bersumber dari sumur pompa listrik
(40,4%), dan 4 responden yang menggunakan air minum yang bersumber
dari air kemasan (7,7%).
Tabel 5.9
Distribusi Sumber Air Minum Sumur dan Isi Ulang Berdasarkan
Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan
Bantargebang Tahun 2013
Kejadian Diare
Sumber Air Minum
Diare
Tidak diare
n
%
n
%
Sumur
6
28,6
15
71,4
Isi Ulang
12
50
12
50
Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden yang balitanya mengalami diare adalah yang menggunakan
sumber air isi ulang. Dari 18 responden, 12 responden (50%) yang
menggunakan sumber air isi ulang sumur mengalami kejadian diare pada
balitanya sedangkan 6 responden (28,6%) lainnya yang menggunakan air
sumur mengalami kejadian diare pada balitanya masing-masing 12
responden (50%) yang menggunakan sumber air isi ulang mengalami
kejadian diare.
Sedangkan 12 responden lainnya (46,5%) yang
menggunakan sumber air isi tidak mengalami kejadian diare.
77
Tabel 5.10
Distribusi Balita Menurut Pengolahan Air Minum di Kelurahan Sumur
Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013
Pengolahan air minum
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak mengolah
26
50
Merebus
26
50
Jumlah
52
100
Dari tabel 5.10 dapat diketahui bahwa dari 52 responden terdapat 26
responden (50%) yang tidak melakukan pengolahan air minum, sedangkan
26 responden (50%) lainnya melakukan pengolahan air minum dengan cara
merebusnya.
3. Distribusi E. Coli dalam Air Minum
Variabel E.Coli dalam air minum pada penelitian ini diukur dengan
pemeriksaan mikrobiologis. Distribusi balita menurut E.Coli dalam air
minum di Kelurahn Sumurbatu dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.11
Distribusi E.Coli dalam Air Minum Yang Dikonsumsi oleh Balita di
Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013
E.Coli dalam Air Minum
Frekuensi
Persentase (%)
Ada
12
23.1
Tidak ada
40
76.9
Jumlah
52
100
78
Pada tabel 5.11 dapat diketahui distribusi balita menurut kandungan
bakteri Escherisia Coli dalam air minum. Dari tabel tersebut menunjukkan
bahwa dari 52 responden, 12 responden (23.1%) terdapat E. Coli dalam air
minumnya. Sedangkan 40 responden (76.9%) tidak terdapat E. Coli di dalam
air minumnya.
Tabel 5.12
Distribusi E. Coli Berdasarkan Sumber Air Minum dari Sumur dan Air
Isi Ulang di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan
Bantargebang Tahun 2013
E. Coli dalam Air Minum
Sumber Air Minum
Ada
Tidak
n
%
n
%
Sumur
3
14,3
18
85,7
Air Isi Ulang
5
20,8
19
79,2
Dari tabel 5.12 menunjukkan E. Coli lebih banyak ada pada sumber
air isi ulang dibandingkan dengan air sumur. Dari 8 responden yang terdapat
5 (20,8%) responden yang memiliki sumber air minum dari sumur terdapat
E.Coli dalam air minumnya, sedangkan 3 (14,3%) responden lainnya yang
menggunakan sumber air isi ulang terdapat E.Coli dalam air minumnya.
79
B. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univarit yang
bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan faktor sanitasi air
dengan kejadian diare pada balita menggunakan uji Chai Square yang hasilnya
akan dijelaskan dibawah ini.
1. Hubungan antara Faktor Individu dengan Kejadian Diare Pada Balita
Uji chi square digunakan untuk variabel umur balita, pemberian ASI
eksklusif dan imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita. Hasil
penelitian mengenai hubungan antara faktor individu (umur balita, pemberian
ASI eksklusif dan imunisasi campak) dengan kejadian diare pada balita
sebagai berikut.
a. Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare
Hasil penelitian megenai hubungan antara umur balita dengan
kejadian diare pada balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang
Kota Bekasi tahun 2013 sebagai berikut.
80
Tabel 5.13
Distribusi Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare di Kelurahan
Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013
Kejadian diare
Diare
Umur balita
Total
Tidak
diare
Pvalue
N
%
N
%
n
%
10-24 bulan
7
35
13
65
20
100
25 – 59 bulan
16
50
16
50
32
100
Total
23
44.2
29
55.8
52
100
0,392
Berdasarkan tabel 5.13 balita yang memiliki umur 10-24 bulan dan
mengalami kejadian diare sebesar 35 % (7 dari 52 balita) sedangkan balita yang
memiliki umur 25-59 bulan dan mengalami kejadian diare sebesar 50 % (16 dari
52 balita). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,392,
yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara umur balita
dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumrbatu
Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013.
81
b. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare
Hasil penelitian mengenai hubungan antara pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian diare pada balita sebagai berikut.
Tabel 5.14
Distribusi Balita menurut Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan
Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota
Bekasi Tahun 2013
Pemberian
ASI
Eksklusif
Kejadian diare
Total
Diare
Tidak diare
Pvalue
N
%
n
%
n
%
Tidak
17
54,8
14
45,2
31
100
Ya
6
28,6
15
71,4
21
100
Total
23
44,2
29
55,8
52
100
0,089
Berdasarkan tabel 5.14 balita yang tidak diberikan ASI eksklusif dan
menderita diare sebesar 54,8% (17 dari 52 balita) sedangkan balita yang
diberikan ASI eksklusif dan mengalami diare sebesar 28,6% (6 dari 52 balita).
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,089 yang artinya
pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumrbatu
Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013.
82
c. Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare
Hasil penelitian megenai hubungan antara imunisasi campak dengan
kejadian diare pada balita sebagai berikut.
Tabel 5.15
Distribusi balita menurut Hubungan Imunisasi Campak dengan Kejadian
Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan
Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013
Kejadian diare
Total
Imunisasi
Diare
Tidak diare
Pvalue
Campak
n
%
n
%
n
%
Belum
13
54,2
11
45,8
24
100
Sudah
10
35,7
18
64,3
28
100
Total
23
44,2
29
55,8
52
100
0,263
Berdasarkan tabel 5.15 balita yang belum diimunisasi campak dan
menderita diare sebesar 54,2% (13 dari 52 balita) sedangkan balita yang sudah
diimunisasi campak dan mengalami diare sebesar 35,7% (10 dari 52 balita).
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,263, yang artinya
pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara imunisasi campak dengan
kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumrbatu Kecamatan
Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013.
83
2. Hubungan antara Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare Pada
Balita
a. Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare pada
Balita
Hasil pengujian statistik antara variabel kondisi sarana air bersih dengan
kejadian diare pada balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang
Kota Bekasi tahun 2013 sebagai berikut.
Tabel 5.16
Distribusi Balita menurut Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan
Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota
Bekasi Tahun 2013
Kejadian diare
Kondisi
Sarana Air
Bersih
Diare
Tidak
diare
Total
Pvalue
N
%
N
%
N
%
Buruk
21
53,8
18
46,2
39
100
Baik
2
15,4
11
84,6
13
100
23
44,2
29
55,8
52
100
0,023
Dari tabel 5.16 diketahui responden dengan kondisi sarana air bersih yang
buruk dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 21 (53,8%),
sedangkan responden dengan kondisi sarana air bersih baik dan mengalami
kejadian diare pada balitanya sebanyak 2 responden (15,4%).
Hasil uji chai square menunjukkan bawa ada hubungan antara kondisi
sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di
84
Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi tahun 2013, karena
nilai Pvalue sebesar 0,023 pada α 5%.
b. Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada
Balita
Hasil uji statistik antara variabel pengolahan air minum dengan kejadian
diare pada balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi
tahun 2013 sebagai berikut.
Tabel 5.16
Distribusi Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada
Balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi
Tahun 2013
Kejadian diare
Pengolahan
Air minum
Diare
Total
Tidak
diare
Pvalue
n
%
n
%
n
%
Tidak
mengolah
14
53,8
12
46,2
26
100
merebus
9
34,5
17
65,4
26
100
Total
23
44,2
29
55,8
52
100
0,264
Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa responden dengan tidak
mengolah air minumnya di rumah dan mengalami kejadian diare pada
balitanya sebanyak 14 responden (53,8%) sedangkan responden dengan
melakukan pengolahan airminum dengan merebusnya dan mengalami
kejadian diare pada balitanya sebanyak 14 responden (53.8%).
85
Hasil uji statistik menunjukkan nilai Pvalue sebesar 0,264, yang
artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara pengolahan air
minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan
Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi tahun 2013.
c. Hubungan E. Coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare pada
Balita
Pengujian hubungan antara E.Coli dalam air minum dengan kejadian
diare pada balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota
Bekasi tahun 2013. Hasil selengkapnya terdapat pada tabel berikut.
Tabel 5.17
Distribusi Hubungan E. Coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare
pada Balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang
Kota Bekasi Tahun 2013
Kejadian diare
Total
E.Coli dalam Air
Diare
Tidak diare
Pvalue
Minum
n
%
N
%
n
%
Ada
9
75
3
25
12
100
Tidak ada
14
35
26
65
40
100
Total
23
44,2
29
55,8
52
100
0,021
Pada tabel 5.17 dapat dilihat bahwa responden dengan adanya E.Coli
dalam air minum dan mengalami kejadian diare pada balita sebesar 9 (75%),
responden dengan adanya E.Coli dalam air minum dan tidak mengalami kejadian
diare pada balita sebesar 14 (35%). Selain itu, pada tabel silang hasil uji statistik
86
didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,021, yang artinya ada hubungan yang
signifikan antara adanya E.Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada
balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota
Bekasi Tahun 2013.
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan
penelitian diantaranya yaitu:
1. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan disain studi cross sectional.
Dalam desain ini hanya menjelaskan hubungan keterkaitan, tidak dapat
menjelaskan hubungan sebab akibat. Meskipun demikian, desain ini
dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian dan efektif dari segi
waktu.
2. Kerangka
konsep
yang
digunakan
pada
penelitian
ini
hanya
menghubungkan variabel-variabel yang diperkirakan memiliki hubungan
dengan variabel dependen sehingga masih terdapat kemungkinan
variabel-variabel lain yang belum masuk dalam kerangka konsep seperti
variabel status gizi (Sinthamurniwaty, 2005)
3. Variabel dependen yaitu kejadian diare hanya diukur melalui wawancara
menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan sesuai definisi diare.
Menurut Widoyono (2008), terdapat beberapa gejala dan tanda untuk
menentukan penyakit diare, sehingga memerlukan diagnosa dari dokter.
Namun dikarenakan keterbatasan biaya dan waktu penelitian pada
penelitian ini hanya menggunakan wawancara dengan kuesioner yang
berisi pertanyaan dari definisi penyakit diare menurut Kemenkes.
87
88
Walaupun begitu, kuesioner ini telah digunakan pada penelitian
sebelumnya yang telah diuji secara statistik.
4. Variabel karakteristik sanitasi air pada penelitian ini hanya berfokus pada
air minum yang dikonsumsi pada balita, padahal ada sumber air lain yang
dapat dikonsumsi oleh balita seperti dari jajanannya dan air yang
digunakan untuk mengolah makanan balita.
5. Pada variabel pengolahan air minum, setelah diketahui hasil penelitian
peneliti menemukan bahwa sebaiknya dipilih kriteria salah satu sumber
air minum untuk menentukan hubungan dengan kejadian diare. Hal ini
disebabkan setiap sumber air minum memiliki proses pengolahan air
berbeda.
B. Kejadian Diare
Diare didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai dengan perubahan
bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan bertambahnya buang
air besar lebih dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari) (Sardjana,
2007). Menurut Hippocrates dalam Suharyono (2008), diare adalah buang air
besar dengan frekuensi yag tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang
lebih lembek atau cair.
Kejadian diare dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
kuesioner yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan definisi penyakit
diare. Oleh karena itu, bias informasi mungkin terjadi pada saat dilakukan
wawancara. Bias pada saat menjawab pertanyaan dari pewawancara karena
89
responden pada penelitian ini sulit mengingat dengan pasti kapan terjadi diare.
Selain itu, kejadian diare hanya diukur menggunakan instrumen dari kuesioner
berdasarkan pengertian diare. Padahal terdapat gejala-gejala klinis untuk
penentuan penyakit diare yang didiagnosa oleh dokter.
Dari hasil penelitian yang terdapat pada tabel 5.4 diketahui bahwa
sebagian besar balita di kelurahan Sumurbatu tidak mengalami diare yaitu
sebesar 55,8% dari 52 responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Muhadi (2008)
yang mendapatkan hasil penelitian bahwa balita yang tidak mengalami kejadian
diare lebih banyak dibandingkan dengan balita yang mengalami kejadian diare
sebesar 82,70%. Selain itu, hasil penelitian Wulandari (2009) sebesar 54,3%
responden yang diteliti mengalami kejadian diare.
Meskipun sebagian besar balita responden di kelurahan Sumurbatu tidak
mengalami kejadian diare, apabila tidak ditangani secara serius oleh petugas
kesehatan maka dapat menimbulkan keparahan bagi penderitanya dan penularan
penyakati diare ke daerah lain. Untuk itu petugas kesehatan setempat dalam
menanggulangi kejadian diare dapat dengan meningkatkan sosialisasi kepada
masyarakat mengenai tatalaksana diare pada anak yang direkomendasikan oleh
Kemernterian Kesehatan. Prinsip tatalaksana diare adalah LINTAS DIARE
(Lima Langkah Tuntaskan diare) yang ditujukan bagi penderita diare yang
bertujuan utuk mencegah dan mengobati dehidrasi, mencegah gangguan nutrisi
dengan memberikan makanan selama dan sesudah diare serta memperpendek
lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat.
Selain itu, harus dilakukan pula tindakan pencegahan untuk memutus
rantai penularan melalui penyuluhan pemberian ASI makanan pendamping asi,
90
menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan, penggunaan jamban ,
membuang tinja bayi yang benar dan pemberian imunisasi campak.
C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita
1. Hubungan Faktor Individu Balita dengan Kejadian Diare
a) Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare
Umur
balita
merupakan
salah
satu
faktor
yang
dapat
mempengaruhi kejadian diare. Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa
sebagian besar balita yang diteliti memiliki umur > 24 bulan.
Berdasarkan hasil bivariat menunjukkan bahwa distribusi balita
yang banyak mengalami kejadian diare sebagian besar berumur 25-59
bulan yaitu sebanyak 16 balita. sedangkan balita yang berumur 10-24
bulan dan mengalami diare sebanyak 7 balita. Hasil uji chai square,
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur
balita 10-59 bulan dengan kejadian diare, dengan Pvalue sebesar 0,392.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Johar (2004) di TPA
Bantargebang yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara kejadian diare dengan umur balita.
Hasil penelitian lain yang sejalan adalah penelitian Muhadi (2008),
yang memperoleh informasi bahwa balita kelompok umur bayi yang
terkena diare ada 12 (21,8%) dari 55 balita dan balita kelompok umur
balita yang menderita diare ada 14 (14,7%) dari 95 balita.
Berbeda halnya dengan penelitian Sinthamurniwaty (2005) di
Kabupaten Semarang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
91
signifikan antara umur balita dengan kejadian diare dengan Pvalue 0,006.
Hasil penelitian ini menunjukkan balita umur <24 bulan mempunyai
risiko 3,18 kali terkena diare dibandingkan dengan balita berumur ≥ 24
bulan.
Menurut Muthmainah (2011), bayi usia di bawah 10 bulan
mendapat makanan tambahan diluar ASI dimana risiko ikut sertanya
kuman pada makanan tambahan adalah tinggi (terutama jika sterilisasinya
kurang). Selanjutnya, anak yang berusia di bawah 24 bulan produksi ASI
mulai berkurang, yang berarti juga antibodi yang masuk bersama ASI
berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai membentuk sendiri
antibodi dalam jumlah cukup (untuk defence mekanisme), sehingga
serangan virus berkurang.
Ditinjau dari tahap tumbuh kembang anak, balita dengan rentang
6-12 bulan adalah masa pengenalan terhadap lingkungan sekitarnya.
Perilaku yang sering dilakukan yakni berusaha memegang benda apa saja
yang ada di sekelilingnya dan memasukkan ke dalam mulut. Ketika
kondisi tangan dari balita maupun benda yang dipegang tidak steril
memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri E.Coli (Puspitasari, 2012).
Akan tetapi pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara
umur balita dengan kejadian diare, dimungkinkan karena ibu balita selalu
melakukan perhatian khusus terhadap balita mengingat sebagian besar
pekerjaan ibu balita adalah ibu rumah tangga sehingga memiliki waktu
lebih banyak untuk mengurus dan menjaga kebersihan balitanya sendiri.
Selain itu, sebagian responden menganggap bahwa diare yang terjadi
92
pada umur dibawah 25 bulan adalah kejadian wajar dan merupakan tanda
fase perubahan anak menjadi besar dan pandai sehingga tidak adanya
upaya pencegahan.
Walaupun demikian terdapat 35% balita yang berumur 10-24
bulan menderita kejadian diare, yang artinya tidak semua balita yang
berumur 10-24 bulan pada penelitian ini tidak mengalami diare. Hal
tersebut dapat terjadi karena pada kelompok umur 6-12 bulan biasanya
balita
sudah
mendapat
makanan
tambahan
dan
menurut
perkembangannya mulai dapat merangkak sehingga kontak langsung bisa
terjadi, kontaminasi dari peralatan makan dan atau intololeransi makanan
itu
yang
dapat
menyebabkan
tingginya
risiko
terkena
diare
(Sinthamurniwaty, 2004).
Di samping itu, pada kelompok umur 7 sampai dengan 24 bulan,
biasanya ada beberapa balita yang menyusui sudah mulai disapih oleh
ibunya, sehingga tidak lagi mendapat ASI, dengan demikian tingkat
imunitas balita itu sendiri menjadi rendah. Keadaan tersebut jika
disekitarnya ada kuman infeksi yang dapat menimbulkan diare, balita
tersebut memiliki risiko tinggi untuk terkena diare (Sinthamurniwaty,
2004). Muhadi (2010) dalam penelitiannya mengatakan pada usia di atas
12 bulan, balita mulai bermain di luar rumah dan mulai mengkonsumsi
hampir semua jenis makanan jajanan yang tidak terjamin kebersihannya.
93
b) Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare
Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu yang diduga
mempengaruhi kejadian diare pada balita. berdasarkan hasil penelitian
pada tabel 5.5, diketahui bahwa sebagian besar responden tidak
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya yaitu sebanyak 31 responden
(59,6%).
Berdasarkan hasil uji bivariat, dapat diketahui bahwa responden
yang memberikan ASI eksklusif sebagian kecil mengalami kejadian diare
yaitu sebanyak 6 responden (28,6%) sedangkan responden yang
memberikan ASI eksklusif sebagian besar mengalami kejadian diare pada
balitanya yaitu sebanyak 15 responden (71,4%). Berdasarkan hasil uji
statisik chai square diketahui pemberian ASI eksklusif tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada balita umur 10-59
bulan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Johar (2004) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara kejadian
diare dengan pemberian ASI. Dari penelitian ini didapatkan sebanyak 10
balita (11,6%) mendapatkan ASI dan mengalami kejadian diare.
Sedangkan balita yang tidak mendapatkan ASI terkena diare sebanyak 6
balita (60%).
Namun berbeda dengan hasil penelitian Cahyono di Pondok Gede
(2003), yang menunjukkan bahwa ASI eksklusif berhubungan secara
bermakna dengan kejadian diare pada balita. dalam penelitian ini balita
94
yang tidak diberi ASI eksklusif mempunyai risiko terkena diare sebesar
3,19 kali dibandingkan dengan balita tang diberi ASI eksklusif.
Hasil penelitian lain yang dihasilkan oleh Simatupang (2003) di
kota Sibolga yang menyatakan terdapat hubungan antara pemberian ASI
dengan kejadian diare. ASI mempunyai khasiat preventif secara
imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya.
ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru
lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih
besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri
penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare
yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Kemenkes, 2011)
Kecilnya presentase pemberian ASI eksklusif pada penelitian ini
diduga menyebabkan tidak ditemukannya hubungan yang bermakna
antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare. Selain itu, faktor
lain adalah imunitas balita yang cukup baik dari sebagian responden yang
terutama ibu rumah tangga
mengasuh balitanya sendiri yang
memungkinkan ibu untuk memberikan makanan yang bergizi cukup.
Walaupun begitu, dalam penelitian ini secara presentase balita
yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dan mengalami kejadian diare
lebih banyak dibandingkan dengan balita yang mendapatkan ASI
eksklusif. Hal ini dapat disebabkan oleh kebiasaan ibu yang memberikan
pisang, bubur dan makanan lain pada bayi yang baru lahir. Beberapa
responden menyatakan saat melahirkan tidak memberi ASI karena pada
95
saat itu ASI tidak keluar. Di samping itu, beberapa responden lainnya
juga mengatakan bahwa bayi tidak mau diberi ASI sehingga oleh
responden diberi makanan lain seperti bubur biskuit kepada bayinya.
Menurut Kemenkes RI (2010), ASI bersifat steril, berbeda dengan
sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan
dengan air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi dalam botol yang
kotor. Pemberian ASI saja (ASI eksklusif) tanpa cairan atau makanan lain
dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri
dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
c) Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare
Imunisasi campak merupakan riwayat imunisasi campak yang
diperoleh balita. Dalam penelitian ini, sebagian balita belum mendapatkan
imunisasi campak yaitu sebanyak 46,2% sedangkan balita yang sudah
diimunisasi campak sebanyak 53,8%. Hasil analisis hubungan imunisasi
campak dengan kejadian diare menunjukkan bahwa kejadian diare lebih
banyak terjadi pada balita yang belum diimunisasi campak yaitu sebanyak
54,2 % (13 balita).
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita umur 10-59
bulan karena nilai Pvalue sebesar 0,263 lebih besar dari α 5%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Johar (2004) yang
mendapatkan bahwa imunisasi campak tidak berhubungan dengan
kejadian diare pada balita
dan sifat hubungan hanya risiko secara
96
kebetulan. Penelitian yang dilakukan Rini (2001) juga menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara imunisasi campak
dengan kejadian diare pada balita.
Hal ini berbeda dengan penelitian penelitian Cahyono di Pondok
Gede (2003) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang berhubungan
adalah imunisasi campak. Balita yang tidak diimunisasi campak
mempunyai risiko terkena diare sebesar 2,09 kali dibandingkan dengan
balita diimunasasi campak.
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare (Kalista, 2012). Imunisasi
(termasuk imunisasi campak) merupakan upaya untuk mencegah
terjadinya penyakit pada balita, termasuk diare yang biasanya merupakan
komplikasi dari penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi campak
pada balia sangat bermanfaat.
Menurut Akhmadi (2009) dalam Umarotuzuhro (2011), pemberian
imunisasi campak berkorelasi terhadap kejadian diare. Hal ini dilakukan
pada balita yang sedang menderita campak dan selama dua atau tiga bulan
setelah penyakit campak menunjukkan kasus diare dengan angka lebih
tinggi dan lebih parah daripada balita yang sama tanpa campak. Oleh
karena itu balita diusahakan untuk mendapatkan imunisasi campak segera
setelah berumur sembilan bulan.
Tidak terdapatnya hubungan yang bermakna antara imunisasi
campak dengan kejadian diare pada balita pada penelitian ini dapat terjadi
karena imunitas balita yang cukup baik yang didapatkan dari makanan
97
dan minuman yang didapatkan balita. Menurut Johar (2004) dalam
penelitiannya, balita yang mengalami kejadian diare walaupun telah
diimunisasi campak dapat terjadi karena adanya variabel lain yaitu asupan
gizi yang berpengaruh pada imunitas tubuh balita.
Selain itu, dilihat dari presentase balita yang tidak mendapatkan
imunisasi campak setelah berumur 10 bulan dan mengalami diare lebih
besar 54,2%. Hal ini disebabkan dari masih banyaknya balita yang belum
diimunisasi. Berdasarkan pernyataan dari ibu balita yang belum
memberikan imunisasi kepada balitanya diketahui bahwa ibu balita malas
untuk membawa balitanya ke posyandu atau pelayanan kesehatan lainnya.
Hal ini dapat disebabkan karena pengetahuan dan kesadaran yang masih
rendah dari ibu tentang pemahaman imunisasi campak. Selain itu, balita
yang belum mendapatkan imunisasi campak juga dapat disebabkan
karena pada saat ada jadwal imunisasi campak balita tersebu dalam
kondisi tidak sehat sehingga tidak memungkinkan anak diimunisasi.
Menurut Rini (2001), pencegahan penyakit infeksi salah satunya
dengan pengendalian dan pemusnahan sumber infeksi melalui imunisasi.
Penyakit campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat
dicegah melalui pemberian imunisasi campak. Pada anak balita usia 1-4
tahun imunisasi campak dapat menurukan angka kematian diare sebesar
6-20%.
98
2. Hubungan Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare
a) Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare
Kondisi sarana air bersih merupakan kondisi fisik sarana air bersih
di tempat tinggal balita meliputi pemeriksaan kualitas fisik air yang
digunakan, persyaratan kontruksi dan jarak minimal dengan sumber
pencemar. Hasil penelitian pada tabel 5.7 menunjukkan sebagian besar
responden memiliki kondisi sarana air bersih yang buruk yaitu sebanyak
39 responden (78,8%) dan responden dengan kondisi sarana air bersih
yang baik sebanyak 13 responden (25%).
Berdasarkan hasil analisis hubungan diketahui responden yang
lebih banyak mengalami kejadian diare pada balitanya adalah balita
dengan presentase kondisi sarana air bersih yang buruk, yaitu sebanyak
21 responden (53,8%). Sedangkan balita dengan presentase kondisi
sarana air bersih yang baik dan menderita diare hanya sebanyak 2
responden (15,4%). Hasil analisis bivariat menunjukkan Pvalue sebesar
0,023 artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara kondisi
sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di
Kelurahan Sumurbatu kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Suhardiman (2007) di
Kota Tangerang yang mendapatkan adanya hubungan yang signifikan
anatara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita dengan
Pvalue sebesar 0,047. Pada penelitian ini, balita yang tinggal di rumah
dengan kondisi sarana air bersih yang buruk berisiko 1,8 kali
99
dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah dengan kondisi sarana
air bersih yang baik.
Hasil penelitian lain yang dilakukan Nurholis (2006) di Garut juga
menunjukkan bahwa kondisi sarana sanitasi air bersih yang kurang baik
dapat menyebabkan diare pada balita sebesar 2,1 kali.
Kondisi sarana air bersih erat kaitannya dengan pencemaran yang
dapat terjadi pada air bersih. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
pencemaran air bersih ini sarana air bersih yang digunakan harus
memenuhi persyaratan (Sukarni, 1994).
Air dapat berperan sebagai transmisi penularan suatu penyakit
melalui mikroorganisme yang ditularkan lewat jalur air (water borne
disease) atau jalur peralatan yang dicuci dengan air (water washed
disease). Sebagian besar besar diare disebabkan oleh infeksi bakteri yang
ditularkan melalui cara oro-fecal. Diare dapat ditularkan melalui cairan
atau bahan yang tercemar dengan tinja seperti air minum, tangan atau jarijari, makanan yang disiapkan dalam panci yang telah telah dicuci dengan
air tercemar (Suhardiman, 2007).
Menurut Simatupang (2004), memperbaiki sumber air (kualitas
dan
kuantitas)
dan
keberhasilan
perorangan
akan
mengurangi
kemungkinan tertular dengan bakteri patogen tersebut. masyarakat yag
terjangkau oleh penyediaan air yang bersih mempunyai risiko menderita
diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan
air bersih.
100
Dari hasil wawancara peneliti, responden sebagian besar
menggunakan sumur pompa listrik dan PDAM. Menurut Puspitasari
(2012), jenis sarana air bersih sangat berpengaruh terhadap kebersihan
peralatan makan dan minum yang digunakan. Sarana air bersih yang
kurang saniter maka kualitas air bersihnya menjadi tidak terjamin bebas
bakteriologis. Air bersih tersebut digunakan keluarga untuk aktivitas
sehari-hari seperti mencuci peralatan makan dan minum. Jika sumber air
bersih yang digunakan terkontaminasi bakteri patogen seperti E.Coli
maka peralatan makan dan minum berisiko untuk terkontaminasi, terlebih
jika perilaku mencucinya kurang baik. Akibatnya terjadi rantai penularan
penyakit diare.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare
dengan menggunakan air yang bersih dan air yang terlindungi dari
kontaminasi mulai dari sumber sampai penyimpanan. Oleh karena itu,
diperlukan adanya pengingkatan pengawasan petugas kesehatan untuk
melakukan inspeksi sanitasi sarana air bersih dan penyuluhan kepada
masyarakat untuk memperhatikan sarana air bersih yang digunakan. Air
bersih yang digunakan agar terlindungi dari kontaminasi yakni menjaga
kebersihan sumur dengan memperbaiki kontruksi dan menjaga kebersihan
bangunan sumur, pipa penyaluran dan tempat penyimpanan air bersih.
101
b) Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare
Pengolahan air minum dalam penelitian ini merupakan cara
pengolahan air minum yang dikonsumsi balita. berdasarkan hasil
penelitian, diketahui bahwa responden yang tidak melakukan pengolahan
air minum dan responden yang melakukan pengolahan air minum dengan
cara merebus masing-masing sebanyak 26 reponden (50%).
Dari hasil analisis chai square menunjukkan bahwa 53,8% ibu
yang tidak melakukan pengolahan air minum memiliki balita yang
mengalami kejadian diare, sedangkan 34,5% ibu melakukan pengolahan
air minum dengan merebusnya. Berdasarkan hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
pengolahan air minum dengan kejadian diare pada balita dengan Pvalue
sebesar 0,264.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosa (2011) pada
balita di Puskesmas Cipayung Kota Depok yang menunjukkan bahwa
tidak
ada hubungan bermakna antara pengolahan air minum rumah
tangga dengan kejadian diare pada balita.
Namun penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Suprapti
(2003) yang mendapatkan bahwa ada hubungan antara pemasakan air
minum dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa responden yang melakukan pengolahan air minum
rumah tangga salah satunya merebus telah efisien dalam mematikan
mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan penyakit diare.
102
Menurut Depkes RI (2008), air yang tidak dikelola dengan standar
pengelolaan air minum rumah tangga dapat menimbulkan penyakit.
Pengelolaan air minum rumah tangga dapat memperbaiki kualitas
mikrobiologis air minum di rumah tangga dengan metode sederhana dan
terjangkau serta, mengurangi angka kejadian dan kematian yang
disebabkan oleh penyakit yang dibawa oleh air seperti diare (Depkes RI,
2009 dalam Rosa, 2011).
Memasak air merupakan cara paling baik untuk proses purifikasi
air di rumah. Agar proses purifikasi menjadi lebih efektif, maka air
dibiarkan mendidih antara 5-10 menit. Hal tersebut bertujuan agar semua
kuman, spora, kista, dan telur telah mati sehingga air bersifat steril. Selain
itu proses pendidihan juga dapat mengurangi kesadahan karena dalam
proses pendidihan terjadi peguapan CO2 dan pengendapan CaCO3
(Chandra, 2007)
Tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengolahan air
minum dengan kejadian diare dapat disebabkan karena sebagian besar
responden yang tidak mengolah air minumnya adalah responden yang
mengonsumsi jenis air minum isi ulang dan air kemasan. Walaupun
masyarakat yang menggunakan air isi ulang tidak merebus air minum
terlebih dahulu, pada depot air minum isi ulang telah dilakukan proses
pengolahan air minum mengggunakan sinar ultraviolet dan filtrasi
(Sandra, 2007)
Proses pengolahan air baku menjadi air minum isi ulang pada
prinsipnya adalah filtrasi (penyaringan) dan desinfeksi. Proses filtrasi
103
dimaksudkan selain untuk memisahkan kontaminan tersuspensi juga
memisahkan campuran yang berbentuk koloid termasuk mikroorganisme
dari dalam air, sedangkan disenfeksi dimaksudkan untuk membunuh
mikroorganisme yang tidak tersaring oleh proses sebelumnya (Indirawati,
2009). Sehingga bakteri patogen yang ada pada air minum telah mati
sebelum dikonsumsi.
Walaupun demikian, pada tabel silang 5.11 mengenai persentase
kejadian diare pada responden yang menggunakan sumber air dari sumur
dan air isi ulang diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden yang
menggunakan air isi ulang mengalami kejadian diare pada balitanya.
Terdapat 12 responden (50%) yang menggunakan air minum isi ulang dan
balitanya mengalami kejadian diare meskipun air isi ulang sebelum
dikonsumsi masyarakat telah melewati berbagai proses di depot AMIU
(Air Minum Isi Ulang), masyarakat juga perlu melakukan pencegahan
dengan memasak air terlebih dahulu. Seperti menurut Titik Wahyudjati,
mengkonsumsi air minum isi ulang yang berumur lebih dari 2 jam harus
dimasak terlebih dahulu, hal tersebut merupakan salah satu upaya
kewaspadaan terhadap penyakit yang kemungkinan timbul akibat air yang
tidak sehat (Sandra, 2007 dalam Suyudhi, 2013).
Selain itu, penyimpanan air isi ulang juga dapat berpengaruh pada
keberadaan E.Coli dalam air isi ulang tersebut. Dalam penelitian Ekawati
(2005) menunjukkan bahwa ada perbedaan jumlah E.Coli pada air minum
isi ulang dengan lama penyimpanan. Air minum isi ulang biasanya tidak
habis dalam sekali pakai melainkan dalam beberapa hari. Menurut
104
Hidayati (2010), semakin lama penyimpanan memungkinkan adanya
pertumbuhan mikroorganisme yang akan berkembang menjadi bakteri
patogen dan menyebabkan kadar zat organik meningkat.
Umumnya masyarakat menggunakan dispenser dalam penyajian
air isi ulang. Rahayu (2008) mengungkapkan penggunaan dispenser
memang membuat penyajian air minum menjadi praktis sesuai dengan
kebutuhan penyajian tetapi kebersihan dispenser umumnya kurang
diperhatikan oleh konsumen. Penggunaan dispenser berulang-ulang tanpa
pembersihan bagian dalam dispenser memungkinkan tumbuhnya mikroba.
Resiko pencemaran mikroba ini dapat terjadi baik pada keran bersuhu
normal, dingin ataupun panas karena mikroba dapat tumbuh pada suhu
dingin / psikrofilik, normal / mesofilik ataupun panas / termofilik.
Penelitian Rahayu (2008) membuktikan ada kemungkinan pencemaran air
galon di dalam dispenser, hal ini berdasarkan pada hasil pemeriksaan
awal terdapat 6 sampel yang tidak mengadung bakteri, tetapi setelah
penyimpanan didapatkan sejumlah bakteri.
c) E. Coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare
E.Coli dalam air minum merupakan salah satu variabel yang
diduga berhubungan dengan kejadian diare pada balita. Berdasarkan hasil
pemeriksaan mikrobiologi dan uji statistik pada tabel 5.11 didapatkan
bahwa 23,1% responden yang memiliki balita yang diteliti terdapat E.Coli
dalam air minumnya.
105
Berdasarkan hasil analisis bivariat, dapat diketahui bahwa 75%
responden yang terdeteksi ada E.Coli dalam air minumnya mengalami
kejadian diare. Sementara 35% responden yang terdeteksi tidak ada
E.Coli dalam air minumnya tidak mengalami kejadian diare pada
balitanya. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui E.Coli
dalam air minum memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian
diare terlihat dari Pvalue sebesar 0,021.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Suhardiman (2007) di
kota Tangerang terhadap 250 responden yang menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara E.Coli dalam air minum dengan
kejadian diare pada balita. Kejadian diare berisiko 2,9 kali terjadi pada
balita yang air minumnya positif E.Coli dibandingkan dengan balita yang
air minumnya negatif E.Coli.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Fardani (2013) di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas yang
mendapatkan hasil bahwa kandungan E.Coli dalam air minum
berhubungan sigifikan dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa 18 balita yang positif mengandung E.Coli dalam
air minumnya mengalami kejadian diare sedangkan 8 balita sisanya tidak
mengalami kejadian diare.
Dalam
peraturan
menteri
kesehatan
nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum
mensyaratkan E.Coli harus nol dalam 100 ml sampel air. Menurut
Khairunnisa (2012), E.Coli yang merupakan bakteri coliform fecal adalah
106
bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform
fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti
berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen.
Adanya E.Coli dalam air minum dapat menjadi penyebab
terjadinya diare karena setelah air minum tersebut dikonsumsi oleh
manusia, E.Coli bersama-sama air minum masuk ke dalam saluran
pencernaan manusia. Di dalam saluran pencernaan, terutama di usus,
E.Coli
akan
menghasilkan
enterotoksin.
Enterotoksin
ini
akan
menginfeksi usus halus atau usus besar dan mengakibatkan terjadinya
diare, baik disertai dehidrasi, maupun tidak (Zein, 2004).
E. Coli merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform dan
hidup secara normal di dalam kororan manusia maupun hewan, oleh
karena itu disebut juga koliform fekal (Fardiaz, 1992). Menurut Wagner &
Lanoix (1985) jalur masuknya bakteri ini ke dalam tubuh manusia dapat
melalui 4F dari fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers
(tangan). Dalam hal ini, E.Coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia
melalui air. Tinja atau kotoran manusia mengandung agent penyakit
(E.Coli) sebagai sumber penularan bila pembuangannya tidak aman maka
dapat mencemari air bersih yang digunakan sebagai air minum.
Adanya tempat pembuangan sampah juga dapat meningkatkan
kejadian diare pada balita di daerah terssebut. Grent (1970) dalam Johar
(2004) meyatakan bahwa kontaminasi mikroba yang diakibatkan oleh
adanya timbunan sampah dapat terjadi hingga jarak beberapa ratus meter,
bahkan lebih jauh lagi jika tanah yang dilalui mengandung rongga.
107
Selain itu, adanya E.Coli dalam air minum dapat terjadi pada
pengelolaan air minum yang berupa cara pengolahan dan penyimpanan
air yang tidak sesuai dilakukan oleh masyarakat. Oleh karena itu, untuk
mengurangi risiko kejadian diare pada balita dapat dilakukan dengan
melakukan pengelolaan air minum secara benar.
Untuk mengurangi kontaminasi E.Coli pada air minum, cara yang
paling mudah adalah dengan cara memasak air yang digunakan untuk
minum dan dibiarkan mendidih antara 5-10 menit sebelum diberikan
kepada balita. tujuannya adalah agar semua kuman, spora, kista dan telur
telah mati termauk E.Coli. sehingga air bersifat steril (Chandra, 2005).
Menurut Rahayu (2006), Sifat E.coli adalah tidak tahan pada pemanasan
dan akan mati pada suhu 100oc, sehingga salah satu cara paling mudah
menghilangkan E.coli dalam air minum adalah dengan memasak air
hingga mendidih.
Walaupun begitu, pada tabel 5.14 menunjukkan E. Coli lebih
banyak ada pada sumber air isi ulang dibandingkan dengan air sumur. Hal
ini menunjukkan bahwa diperlukan pengelolaan air minum rumah tangga
yang baik dan benar.
Oleh karena itu, berbagai upaya pencegahan dan tindak lanjut
yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kontaminasi E.Coli dalam air
minum dan mengurangi angka kesakitan diare adalah dengan memberikan
sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat tertutama bagi mereka
yang menggunakan sumber air minum berasal dari sumur dan air minum
isi ulang.
108
Menurut Depkes (2008) pengelolaan air minum yang benar antara
lain; air untuk minum harus diolah terlebih dahulu dan wadah air harus
bersih dan tertutup, jangan mengambil air dengan diciduk, sebaiknya
simpan air minum di wadah yang berleher sempit atau memiliki kran.
Selain itu, cara penanganan air yang telah dimasak, misalnya dengan
tidak melakukan perebusan air minum dengan sistem tambah. Sistem
tambah artinya ketika air minum yang telah dimasak lagi secara
bersamaan. Kemudian juga dengan melakukan kerja sama lintas sektor
misalnya antara Dinas Kesehatan, Puskesmas, atau pelayanan kesehatan
lainnya, laboratorium, dan masyarakat agar air minum yang dikonsumsi
bebas kontaminasi E.Coli sehingga dapat memenuhi syarat sesuai
peraturan menteri kesehatan nomor 492/MENKES/PER/IV/2010.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada balita di Kelurahan
Sumurbatu, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Gambaran balita umur 10-59 bulan yang mengalami kejadian diare sebesar
44,2% dan balita yang tidak mengalami diare sebesar 55,8%.
2. Gambaran faktor individu balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu
antara lain, 61,5% balita berumur 25-59 bulan, 40,4% balita mendapatkan
ASI eksklusif dan 53,8% balita mendapatkan imunisasi campak.
3. Gambaran karakteristik sanitasi air di Kelurahan Sumurbatu antara lain, 25%
kondisi sarana air bersih baik, 50% menggunakan pengolahan air minum
dengan merebus, dan 76,9% tidak ada E.Coli dalam air minumnya.
4. Tidak ada hubungan antara variabel umur balita dengan kejadian diare pada
balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang
tahun 2013 dengan pvalue 0,392
5. Tidak ada hubungan antara variabel pemberian ASI Eksklusif dengan
kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu
Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013 dengan pvalue 0,089
6. Tidak ada hubungan antara variabel imunisasi campak dengan kejadian diare
pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar
Gebang tahun 2013 dengan pvalue 0,263
109
110
7. Ada hubungan antara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada
balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang
tahun 2013 dengan pvalue 0,023
8. Tidak ada hubungan antara variabel pengolahan air minum dengan kejadian
diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan
Bantar Gebang tahun 2013 dengan pvalue 0,264
9. Tidak ada hubungan E. Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada
Balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar
Gebang tahun 2013 dengan pvalue 0,021
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
a. Meningkatkan upaya pencegahan diare yang efektif kepada balita
terutama melalui menjaga kebersihan air yang dikonsumsi dan digunakan
sehari-hari serta serta melakukan penatalaksanaan pada balita yang
mengalami diare yang dianjurkan Kemenkes RI yaitu LINTAS DIARE .
b. Melakukan perlindungan dan perawatan terhadap sarana air bersih
sehingga dapat meminimanisasi risiko sarana air bersih terkontaminasi
pencemaran
c. Melakukan pengolahan air minum dengan benar, yaitu air dimasak
sampai mendidih 100°C dan dibiarkan dalam keadaan mendidih selama 12 menit.
111
2. Bagi Instansi Terkait (Puskesmas Bantargebang I)
a.
Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit diare dengan
melakukan penyuluhan kepada masyarakat
b.
Meningkatkan sosialisasi prinsip tatalaksana diare pada anak yang
direkomendasikan oleh Kemernterian Kesehatan yaitu LINTAS DIARE
(Lima Langkah Tuntaskan diare)
c.
Meningkatkan upaya pencegahan diare dengan penyuluhan kepada
masyarakat terutama ibu balita mengenai pentingnya pemberian ASI
makanan pendamping asi, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci
tangan, penggunaan jamban , membuang tinja bayi yang benar dan
pemberian imunisasi campak
d.
Meningkatkan pengawasan terhadap kualitas air dengan inspeksi sanitasi
dan penyuluhan kepada masyarakat yakni menjaga kebersihan sumur
dengan memperbaiki kontruksi dan menjaga kebersihan bangunan sumur,
pipa penyaluran dan tempat penyimpanan air bersih
e.
Meningkatkan sosialisasi mengenai cara pengelolaan air minum yang
baik bagi masyarakat
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat meneliti kualitas mikrobiologi
tidak hanya pada air minum, tetapi juga pada air bersih
b. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lain, seperti jajanan
dan makanan yang dikonsumsi oleh balita
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fachmi. 2008. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan.
Rajawali Press: Jakarta
Anwar, Athena dan Musadad, Anwar. 2009. Pengaruh Akses Penyediaan Air Bersih
Terhadap Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal Ekologi Kesehatan Vo. 8 No.2
Apriadji.WH, 1992. Memproses Sampah. Jakarta: Penebar Swadaya
Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel Penelitian Kesehatan. Depok:
Jurusan Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Azhar. 2010. Kuliah 1 Statistik Dasar. www.uta.edu diakses pada 20 November
2013
Azwar. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, PT. Mutiara Sumber Widya:
Jakarta
Bardosono, saptawati. 2011. Cara Melaporkan Hasil Analisis Statistik diakses dari
Staff.ui.ac.id pada tanggal 18 November 2013
Bintoro, Bakhti R T. 2009. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian
Diare Pada Balita Di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar. Skripsi
UMS
BPS. 2010. Indikator 40: Proporsi penduduk atau rumah tangga dengan akses
terhadap sumber air minum yang terlindungi diakses dari http://mdgsdev.bps.go.id pada tanggal 11 Mei 2013
Bumolo, Septian. 2012. Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih Dan Jenis Jamban
Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo Tahun 2012.
Jurnal, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri
Gorontalo
Cahyono, Imron. 2003. Hubungan Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Gede Kota Bekasi Tahun 2003.
Tesis. Universitas Indonesia
Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Departemen kesehatan RI. 1984. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih.
Depkes RI. Jakarta.
_______________________.1992. Pedoman teknis perbaikan kualitas air bagi petugas
pembinaan kesehatan lingkungan. Dirjen PPM & PLP Depkes RI. Jakarta.
______________________.1994. Penyehatan Air Dalam Program Penyediaan dan
Pengelolaan Air Bersih : Buku Pedoman bagi Para Pengelola Program.
Dirjen PPM & PLP Depkes RI. Jakarta.
Departemen kesehatan RI, 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare.
Jakarta : Depkes RI
______________________.2008. Buku Saku Monitoring Dan Evaluasi PAMRT
(Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga). Dirjen PPM & PLP Depkes RI:
Jakarta.
______________________. 2010. Data base Kesehatan Per Kabupaten diakses dari
http://www.bankdata.depkes.go.id/ pada tanggal 9 Januari 2013
______________________. 2010. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare.
Dirjen PPM & PLP Depkes RI. Jakarta.
Dewanti, Ratih. 2005. Bakteri Indikator Sanitasi dan Keamanan Air Minum diakses
dari http://web.ipb.ac.id/ pada tanggal 28 Juni 2013
Dinas Kesehatan Kota Banjar. Betulkah jarak sumur dengan septic tank 10 meter?
Diakses dari http://www.banjar-jabar.go.id/ pada tanggal 26 Mei 2013
Fardani, Sekar Astrika. 2013. Hubungan Eschericia Coli dalam air minum dan
Kondisi Sarana Sanitasi Dasar dengan Diare Akut pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Pancoran Mas, Depok. Skripsi: Universitas Indonesia
Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius: Bogor
Fauzi, Yusran. Analisis Sarana Dasar Kesehatan Lingkungan yang berhubungan
dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Kecamatan Gading Cempaka
Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 4 No. 2
Field book. Sanitation Ladder (Tangga Sanitasi) diakses dari www.pamsimas.org
pada tanggal 29 Mei 2013
Ginanjar, Reza. 2008. Hubungan Jenis Sumber Air Bersih dan Kondisi Fisik Air
Bersih dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Sukmajaya
Tahun 2008. Skripsi: Universitas Indonesia
Haryanto, Budi. 2011. Waduh Air Minum Kawasan Jabodetabek Berstatus Tercemar
diakses dari www.mediaindonesia.com pada tanggal 09 Juni 2013
Hastono, Susanto. 2006. Statistik Kesehatan. Rajawali Press: Jakarta
Hidayati, M Ana dan Yusrin. 2010. Pengaruh Lama Waktu Simpan Pada Suhu
Ruang (27-29°C) Terhadap Kadar Zat Organik Pada Air Minum Isi Ulang
diakses dari http:// jurnal.unimus.ac.id pada tanggal 27 November 2013
Jalaludin. 2012. Analisa Bakteri Escherichia coli Di Kolam Renang Waterboom Ulee
Lheue Kota Banda Aceh. Karya Tulis Ilmiah: Akademi Analis Kesehatan
Banda Aceh
Kalista, Endri. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Diare pada Anak Usia 6 – 12 Bulan di Puskesmas Kedungmundu Semarang.
Skripsi: Universitas Muhammadiyah Semarang
Kementerian Kesehatan RI. Riskesdas 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kemenkes RI. Jakarta
______________________. 2010. Riskesdas 2010: Pedoman Pengisian Kuesioner.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Jakarta
______________________. 2010. Riskesdas 2010.
Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Jakarta
______________________.
2010.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
______________________. 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada
Balita Untuk Petugas Kesehatan. Dirjen P2 & PL Kemenkes RI. Jakarta
______________________. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Bulletin Diare Jendela
Data dan Informasi Kesehatan.
______________________. 2012. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Pusat
Data dan Informasi Kemenkes RI. Jakarta
______________________. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
Kandun, Nyoman. 2012. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Infomedika:
Jakarta
Khairunnisa, Cut. 2012. Pengaruh Jarak Dan Konstruksi Sumur Serta Tindakan
Pengguna Air Terhadap Jumlah Coliform Air Sumur Gali Penduduk Di
Sekitar Pasar Hewan Desa
Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye
Kabupaten Aceh Utara Tahun 201. Tesis Universitas Sumatera Utara
Kusnadi. Buku Common Tect Mikrobiologi diakses dari http://file.upi.edu pada
tanggal 29 Mei 2013
Johar. 2004. Hubungan Jenis Sarana Sumber Air Penduduk Dengan Kejadian Diare
Pada Balita Di Sekitar TPA Sampah Kec. Bantar Gebang Kota Bekasi.
Skripsi Universitas Indonesia
Majid, Nurholis. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada
Balita di wilayah kerja puskesmas Cisurupan Kabupaten Garut tahun 2006.
Skripsi: Universitas Indonesia
Marjuki, Adikuri Dini. 2008. Hubungan Kualitas Sumber Air Bersih (Inspeksi
Sanitasi) Serta Faktor Risiko Lain Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di
Puskesmas Plumbon Kabupaten Cirebon Tahun 2008. Skripsi Universitas
Indonesia.
Marlini, Yusti. 2004. Hubungan Sanitasi Dasar Dan Praktek Hygienis Keluarga
Dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 1 ~ 4 Tahun Di Lingkungan Sri
Ratu Safiatuddin Kelurahan Peuniti Kecamatan Baiturrahman Kota Banda
Aceh Provinsin Naggroe Aceh Darussalam Tahun 200. Skripsi Universitas
Sumatera Utara
Muhadi. 2008. Hubungan Kandungan E.Coli pada Air Minum dengan Kejadian
Diare pada Balita di Kecamatan Koja Kota Administrasi Jakarta Utara
Tahun 2008. Skripsi: Universitas Indonesia
Mulia, Ricki M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilm: Yogyakarta
Muthmainnah, Tazkiyyatul. 2011. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Status
Imunisasi Campak Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Kelurahan
Bandarharjo Kota Semarang. Skripsi Universitas Muhamadiyah Semarang
Notoatmodjo, Soekidjo, 1996. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta: Jakarta
Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan masyarakat: Ilmu dan Seni. Rineka Cipta:
Jakarta
Olyfta, Asny. 2010. Analisis kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Tanjung
sari kecamatan Medan Selayang tahun 2010. Skripsi: Universitas Sumatera
Utara
Puspitasari, Dini Tri. 2011. Hubungan Frekuensi Konsumsi Jajanan dan Kebiasaan
Cuci Tangan Dengan Diare Pada Anak Usia Sekolah (6-12) Tahun di SDN
Mulyasejati 1 Karawang 2011
Purwaningsih, Retno. 2013. Hubungan antara Penyediaan Air Minum Dengan
Higiene Sanitasi Dengan Kejadian Diare Di Daerah Pasca Bencana. Unnes
Journal of Public Health 3
Rahadi E B. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Diare di Desa
Peganjaran Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Tahun 2005. (KTI) UMS.
Rahayu, Asih. 2008. Deteksi Adanya Bakteri Pada Air Minum Dalam Kemasan
Galon. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Renggani, Reny Farlia. 2002. Hubungan Sarana Sanitasi Dasar Dengan Kejadian
Diare Pada Balita Di Pemukiman Tidak Terencana Kebon Singkong
Kelurahan Klender Jakarta Timur Tahun 2002.Skripsi: Universitas Indonesia
Rini, Lestiyo. 2001. Hubungan Status Imunisasi Campak Dengan Kejadian Penyakit
Diare (Campak, Ispa Dan Diare) Dan Status Gizi Anak Usia 1-4 Tahun Di
Desa Karang Duren Kecamatan Tenggaran Kabupaten Semarang. Skripsi:
Universitas Diponegoro
Rohmat, Dede. Materi Pengkayaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bagi Dunia
Pendidikan Se-Jawa Barat. Diakses dari http://file.upi.edu pada tanggal 10
Mei 2013
Rosa, Syaefty Dewi. Hubungan Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga dan
Perilaku Sehat Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas
Cipayung Kota Depok Tahun 2011. Skripsi: Universitas Indonesia
Ruspianto, Atjep. 2012. Mulai Digarap, Proyek Zona 5 Makan Waktu 3 Bulan
diakses pada tanggal 20 November 2013 dari http://www.radar-bekasi.com
Sandra, Christyana. 2007. Hubungan Pengetahuan Dan Kebiasaan Konsumen Air
Minum Sisi Ulang Dengan Penykit Diare. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol
3, No.2
Sardjana & Nisa, Hairun. 2007. Epidemiologi Penyakit menular. UIN Jakarta Press:
Jakarta
Sastroasmoro, Sudigdo dan Sofyan Ismael. 1995. Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian Klinis. Bina Rupa Aksara. Jakarta.
Setyorogo, Sudijono. 1990. Peranan Air Bersih dan Sanitasi dalam Pemberantasan
Penyakit Menular. Santasi Vol. II No. 2, YLKI: Jakarta
Simatupang, M. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Tesis Universitas Sumatra
Utara.
Sinthamurniwaty. 2005. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Balita
(Studi Kasus Di Kabupaten Semarang). Tesis Universitas Diponegoro
Subagyo, Bambang dan Budi S N. 2010 Diare Akut. Dalam Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbi IDAL
Suhardiman. 2007. Hubungan Eschericia Coli (E.Coli) dalam Air Minum dengan
Kejadian Diare pada Balita di Kota Tangerang tahun 2007. Tesis:
Universitas Indonesia
Suharyono. 2008. Diare Akut: Klinik dan Laboratorik. Rineka Cipta: Jakarta
Sukana, Bambang. 1993. Penelitian Sarana Penyediaan Air Minum Dalam
Hubungannya Dengan Penyakit Diare Para Pemulung Di Pemukiman
Sekitae LPA Budhi Dharma Kelurahan Semper Jakarta Utara.
Sukarni, Mariati. 1994. Kesehatan Lingkungan dan Keluarga. Kanisius: Yogyakarta
Suprapti. 2003. Hubungan Kualitas Sumber Air Minum Dan Pengelolaannya
Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Kuripan Kecamatan
Karangawen Kabupaten Demak 2003. Skripsi: Universitas Indonesia
Suriawijaya, U. 199. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Air Buangan
Secara Biologi. Penerbit Alumni: Bandung
Umiati, Badar Kirwono, Dwi Astuti. Jurnal Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan
dengan Diare Pada Balita
Umarotuzuhro. 2011. Studi Diskriptif Upaya Keluarga Dalam Pencegahan
Terjadinya Penyakit Diare Pada Balita Di Desa Brambang Rw 01
Kecamatan
Karangawen
Kabupaten
Demak.
Skripsi:
Universitas
Muhammadiyah Semarang
WHO. The top 10 causes of death diakses dari http://www.who.int pada tanggal 8
Januari 2013
Widiyanti, Ni Luh. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform pada Depo Air Minum
Isi Ulang di Kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3. No 1
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Erlangga: Jakarta
Wijayanti, Putri Dianing. 2009. Hubungan Kepadatan Lalat dengan Kejadian Diare
pada Balita yang bermukim Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah Bantar Gebang
Wikipedia. 2007. Escherichia coli diakses dari http://id.wikipedia.org pada tanggal
28 Mei 2013
Wikipedia. 2013. Imunodefesiensi diakses dari http://id.wikipedia.org pada tanggal
28 Mei 2013
Wulandari, Anjar Purwidiana. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dan
Faktor Sosiodemografi Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa
Blimbing Kecamatan Sambirejo Kbupaten Sragen Tahun 2009. Skripsi
Universitas Surakarta
Zein, Umar. 2004. Diare Akut Infeksius pada Dewasa. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Zubir, Juffrie M, Wibowo T. 2006. Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare Akut pada
Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Vol 19.
No 3. Juli 2006. ISSN 1411-6197 : 319-332.
LAMPIRAN 2
LEMBAR KUESIONER
HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR
DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN SUMUR BATU
KECAMATAN BANTAR GEBANG KOTA BEKASI TAHUN 2013
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Dengan hormat, saya Fauziah mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kesehatan Lingkungan bermaksud mengadakan penelitian mengenai
Hubungan Faktor Individu dan Karakteristik Sanitasi Air Dengan Kejadian Diare Pada
Balita Di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi Tahun 2013.
Penelitian ini menggunakan kuesioner dengan beberapa item pertanyaan, saya
mohon kesediaan saudara untuk menjawab pertanyaan yang ada dengan lengkap dan
jelas. Jawaban saudara akan dirahasiakan. Peneliti sangat menghargai hak-hak
responden dengan cara menjamin kerahasiaan identitas dan informasi yang diberikan.
Atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, Juli 2013
Peneliti,
Fauziah
Kode Responden
A. Karakteristik Responden
ISI JAWABAN DENGAN LENGKAP!
No.
1.
2.
3.
4.
Pertanyaan
Nama ibu
RT - RW – No. rumah
Umur
Pendidikan
5.
Pekerjaan
Jawaban
0.
1.
2.
3.
4.
5.
0.
1.
2.
3.
4.
5.
Tidak sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Perguruan Tinggi
PNS
Buruh
Ibu rumah tangga
Karyawan
Pemulung
Lainnnya.............
Kode
A1
A2
A3
A4
A5
B. Kejadian Diare
ISI JAWABAN DENGAN LENGKAP!
No.
Pertanyaan
6.
Apakah anak balita ibu sedang
mengalami / dua minggu
Jawaban
0. Ya
1. tidak
Kode
B1
terakhir ini mengalami berakberak?
Jika tidak, lanjut ke no. 9
7.
Bila ya, berapa kali dalam
sehari?
8.
Bagaimana bentuk kotoran
anak ibu?
0. Lebih dari 3 kali
1. 3 kali
2. Kurang dari 3 kali
B2
0. Air saja
1. Campur air
2. Seperti biasa
B3
C. Faktor Individu Balita
ISI JAWABAN DENGAN LENGKAP!
No.
Pertanyaan
Jawaban
Kode
Identitas balita
7
8
10
11
12
13
14
15
Nama Balita
Jenis Kelamin
0. Laki-laki
1. Perempuan
Umur balita
0. 10-24 bulan
1. 25-59 bulan
Pemberian ASI Eksklusif
Setelah melahirkan, apakah ibu
0. Tidak
langsung memberikan ASI
1. Ya
kepada balita?
Berapa usia balita, saat
0. Kurang dari 6
pertama kali ibu memberikan
bulan
makanan tambahan selain ASI?
1. ≥ 6 bulan
Apa makanan tambahan yang
0. Tidak menjawab
ibu berikan kepada balita?
1. Pisang
2. Biskuit
3. Susu formula
4. Bubur
5. ........(selain di atas)
Imunisasi Campak
Apakah ada KMS (Kartu
0. Tidak ada
Menuju Sehat)?
1. Ada
Apakah anak ibu sudah
0. Belum
diimunisasi campak?
1. Sudah
C1
C2
C3
D1
D2
D3
E1
E2
D. Karakteristik Sanitasi Air
ISI JAWABAN DENGAN LENGKAP!
No.
16
Pertanyaan
Darimana keluarga ini
memperoleh air bersih
untuk mencuci, mandi
dan masak?
(pilih satu sumber air
bersih utama)
Jawaban
Sarana air bersih
0. PDAM
1. Sumur gali
2. Sumur pompa listrik
3. pompa tangan
4. Sungai
5. Lain-lain,
sebutkan...........
Kode
F1
17.
18.
19.
20.
Kondisi sarana air
bersih
PDAM:
0. Skor < 3
1. Skor = 3
(diisi setelah observasi) Sumur Pompa Listrik
0. Skor < 7
1. Skor = 7
Sumur Pompa Tangan
0. Skor < 6
1. Skor =6
Sumur Gali
0. Skor < 8
1. Skor ≥ 8
Pengolahan air minum
Darimana sumber air
0. PDAM
yang digunakan untuk
1. Sumur gali
air minum?
2. Sumur pompa listrik
3. Sumur pompa tangan
4. Air isi ulang
5. Air kemasan
Bagaimana cara ibu
0. Tidak mengolah
mengolah air untuk
1. Merebus
diminum?
E. Coli dalam air minum
Bagaimana kandungan
0. Ada, jika positif kuman
Eschericia Coli
Eschericia Coli
berdasarkan hasil
1. Tidak Ada, jika negatif
pemeriksaan
kuman Eschericia Coli
laboratorium
(diisi setelah hasil
laboratorium keluar)
F. Pengambilan Sampel Air Minum
1. Ambil sampel air minum sesuai prosedur secara bakteriologis
2. Beri label dan isi dengan kode sampel sama dengan kode responden:
F2
G1
G2
G3
LAMPIRAN 3
LEMBAR OBSERVASI
beri tanda cheklist (√) pada kolom sesuai hasil pengamatan dan isi dengan lengkap, bila
perlu pewawancara dapat bertanya kepada responden
A. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH PDAM
No.
Item
Syarat
Bobot
1.
Kualitas fisik air
Jernih, tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa
Tidak ada kebocoran pipa
Bersih dan terawat
1
2.
Pipa distribusi
3.
Kran air
Jumlah
Hasil pengamatan
Ya
Tidak
skor
1
1
B. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH SUMUR POMPA LISTRIK
No.
Item
Syarat
Bobot
1.
Kualitas fisik air
1
2.
Lubang sumur
Jernih, tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa
Tertutup dan terlindung
dari pencemaran
Tidak ada kebocoran pipa
Bersih dan terawat
≥ 10 m
3.
4.
5.
Pipa distribusi
Kran air
Jarak sumur dengan
sumber pencemar
(septic tank)
Jumlah
2
1
1
2
Hasil
Pengamatan
Ya
Tidak
Skor
C. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH SUMUR POMPA TANGAN
No.
Item
Syarat
Bobot
1.
Kualitas fisik air
1
2.
Dudukan pompa
tangan
Lantai sumur
Ukuran lantai sumur
Jernih, tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa
Ada dan kedap air
Ada
Radius 1 meter dari
susukan pompa
Kedap air dan tidak retak
Ada dan kondisi baik
1
1
≥ 10 m
2
3.
4.
5.
Kondisi lantai sumur
Saluran pembuangan
air kotor
6.
Jarak sumur dengan
sumber pencemar
(septic tank)
Jumlah
Hasil
Pengamatan
Ya
Tidak
Skor
1
2
1
D. OBERVASI SARANA AIR BERSIH SUMUR GALI
No.
Parameter
Syarat
Bobot
1.
Kualitas fisik air
1
2.
3.
Baik (kedapp air)
1
5.
Cincin / bibir sumur
Tinggi cincin / bibir
sumur
Kondisi cincin / bibir
sumur
Bagian dalam sumur
Jernih, tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa
Ada
1 meter dari lantai
6.
7.
Lantai sumur
Ukuran lantai sumur
4.
8.
9.
Kondisi lantai sumur
Saluran pembuangan
air kotor
10. Jarak sumur dengan
sumber pencemar
(septic tank)
Jumlah
Diplester 3 m dari atas
permukaan tanah
Ada
Radius 1 meter dari
susukan pompa
Kedap air dan tidak retak
Ada dan kondisi baik
≥ 10 m
1
1
1
1
2
1
2
Hasil
Pengamatan
Ya
Tidak
Skor
LAMPIRAN 5
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM BAKTERI E.COLI DI DALAM
SAMPEL AIR MINUM
Pemilik: Fauziah
Jenis sampel: air minum
Jeis pemeriksaan: kualitatif
Jumlah sampel: 52
Legalisasi: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/ MENKES/
PER/IV/ 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
Sampel
A01
A02
A03
A04
A05
A06
A07
A08
A09
A10
A11
A12
A13
A14
A15
A16
A17
A18
A19
A20
A21
A22
A23
A24
A25
A26
Deteksi E.Coli
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Sampel
B01
B02
B03
B04
B05
B06
B07
B08
B09
B10
B11
B12
B13
B14
B15
B16
B17
B18
B19
B20
B21
B22
B23
B24
B25
B26
Deteksi E. Coli
Negatif
Positif
Positif
Positif
Negatif
Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Positif
Positif
Positif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Positif
HASIL ANALISI SPSS UNIVARIAT
1. Umur Ibu
Statistics
Umur Ibu
N
Valid
52
Missing
0
Mean
29.8269
Std. Error of Mean
.96614
Median
28.5000
Std. Deviation
6.96693
Minimum
19.00
Maximum
45.00
2. Pendidikan Ibu
Pendidikan Ibu
Frequency
Valid
Tidak sekolah
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4
7.7
7.7
7.7
SD
28
53.8
53.8
61.5
SMP
10
19.2
19.2
80.8
SMA
8
15.4
15.4
96.2
Perguruan Tinggi
2
3.8
3.8
100.0
52
100.0
100.0
Total
3. Pekerjaan Ibu
Pekerjaan Ibu
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
PNS
1
1.9
1.9
1.9
Buruh
1
1.9
1.9
3.8
36
69.2
69.2
73.1
Karyawan
3
5.8
5.8
78.8
Pemulung
10
19.2
19.2
98.1
1
1.9
1.9
100.0
52
100.0
100.0
Ibu rumah tangga
Lainnya
Total
4. Kejadian Diare Pada Balita
Diare
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Diare
23
44.2
44.2
44.2
Tidak diare
29
55.8
55.8
100.0
Total
52
100.0
100.0
5. Umur Balita
Umur balita
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
10-24
20
38.5
38.5
38.5
25-59
32
61.5
61.5
100.0
Total
52
100.0
100.0
6. Pemberian ASI Eksklusif
ASI Eksklusif
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tidak
31
59.6
59.6
59.6
Ya
21
40.4
40.4
100.0
Total
52
100.0
100.0
7. Imunisasi Campak
Imunisasi Campak
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Belum
24
46.2
46.2
46.2
Sudah
28
53.8
53.8
100.0
Total
52
100.0
100.0
8. Kondisi Sarana Air Bersih
a. Sumber Air Bersih
Sumber Air Bersih
Frequency
Valid
PDAM
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
9
17.3
17.3
17.3
sumur pompa listrik
43
82.7
82.7
100.0
Total
52
100.0
100.0
b. Kondisi Sarana Air Bersih
Kondisi SAB
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Buruk
39
75.0
75.0
75.0
Baik
13
25.0
25.0
100.0
Total
52
100.0
100.0
9. Pengolahan Air Minum
a. Sumber Air Minum
Sumber Air Minum
Frequency
Valid
PDAM
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3
5.8
5.8
5.8
sumur pompa listrik
21
40.4
40.4
46.2
air isi ulang
24
46.2
46.2
92.3
air kemasan
4
7.7
7.7
100.0
52
100.0
100.0
Total
b. Pengolahan Air Minum
Pengolahan air minum
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak mengolah
26
50.0
50.0
50.0
merebus
26
50.0
50.0
100.0
Total
52
100.0
100.0
SAM = 2 (FILTER) * Diare Crosstabulation
Diare
Diare
SAM = 2 (FILTER)
Selected
Count
% within SAM = 2 (FILTER)
Total
Total
6
15
21
28.6%
71.4%
100.0%
6
15
21
28.6%
71.4%
100.0%
Count
% within SAM = 2 (FILTER)
Tidak diare
SAM = 4 (FILTER) * Diare Crosstabulation
Diare
Diare
SAM = 4 (FILTER)
Selected
Count
% within SAM = 4 (FILTER)
Total
Count
% within SAM = 4 (FILTER)
Tidak diare
Total
12
12
24
50.0%
50.0%
100.0%
12
12
24
50.0%
50.0%
100.0%
10. E. Coli dalam air minum
E. Coli dalam air minum
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada E.Coli
12
23.1
23.1
23.1
tidak ada E.Coli
40
76.9
76.9
100.0
Total
52
100.0
100.0
SAM = 2 (FILTER) * Ecoli Crosstabulation
Ecoli
Ada
SAM = 2 (FILTER)
Selected
Count
% within SAM = 2 (FILTER)
Total
Count
% within SAM = 2 (FILTER)
Tidak ada
Total
3
18
21
14.3%
85.7%
100.0%
3
18
21
14.3%
85.7%
100.0%
OUTPUT SPSS BIVARIAT
1. Umur Balita * Kejadian Diare
Umur balita * Diare Crosstabulation
Diare
Diare
Umur balita
10-24
Count
% within Umur balita
25-59
Count
% within Umur balita
Total
Count
% within Umur balita
Tidak diare
Total
7
13
20
35.0%
65.0%
100.0%
16
16
32
50.0%
50.0%
100.0%
23
29
52
44.2%
55.8%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
df
a
1
.289
.597
1
.440
1.134
1
.287
1.123
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Fisher's Exact Test
.392
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
1.101
b
1
.294
52
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,85.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Umur balita (10-24 /
.538
.170
1.702
.700
.351
1.396
1.300
.810
2.086
25-59)
For cohort Diare = Diare
For cohort Diare = Tidak diare
N of Valid Cases
52
Exact Sig. (1-sided)
.220
2. Pemberian Asi Eksklusif * Kejadian Diare
ASI Eksklusif * Diare Crosstabulation
Diare
Diare
ASI Eksklusif
Tidak
Count
% within ASI Eksklusif
Ya
14
31
54.8%
45.2%
100.0%
6
15
21
28.6%
71.4%
100.0%
23
29
52
44.2%
55.8%
100.0%
Count
% within ASI Eksklusif
Total
17
Count
% within ASI Eksklusif
Total
Tidak diare
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
df
a
1
.061
2.518
1
.113
3.582
1
.058
3.502
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-sided)
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
b
.089
3.434
1
.064
52
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,29.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for ASI Eksklusif (Tidak /
3.036
.931
9.897
1.919
.909
4.055
.632
.394
1.015
Ya)
For cohort Diare = Diare
For cohort Diare = Tidak diare
N of Valid Cases
Exact Sig. (2-sided)
52
Exact Sig. (1-sided)
.055
3. Imunisasi Campak * Kejadian Diare
Imunisasi Campak * Diare Crosstabulation
Diare
Diare
Imunisasi Campak
Belum
Count
% within Imunisasi Campak
Sudah
Total
11
24
54.2%
45.8%
100.0%
10
18
28
35.7%
64.3%
100.0%
23
29
52
44.2%
55.8%
100.0%
Count
% within Imunisasi Campak
Total
13
Count
% within Imunisasi Campak
Tidak diare
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
df
a
1
.182
1.114
1
.291
1.791
1
.181
1.784
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Fisher's Exact Test
.263
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
1.750
b
1
.186
52
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,62.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Imunisasi Campak
2.127
.698
6.485
1.517
.817
2.815
.713
.426
1.193
(Belum / Sudah)
For cohort Diare = Diare
For cohort Diare = Tidak diare
N of Valid Cases
52
Exact Sig. (1-sided)
.146
4. Kondisi Sarana Air Bersih * Kejadian Diare
Kondisi SAB * Diare Crosstabulation
Diare
Diare
Kondisi SAB
Buruk
Count
% within Kondisi SAB
Baik
Count
% within Kondisi SAB
Total
21
18
39
53.8%
46.2%
100.0%
2
11
13
15.4%
84.6%
100.0%
23
29
52
44.2%
55.8%
100.0%
Count
% within Kondisi SAB
Total
Tidak diare
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
df
a
1
.016
4.392
1
.036
6.397
1
.011
5.847
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Fisher's Exact Test
.023
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
5.735
b
1
.017
52
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,75.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Kondisi SAB (Buruk /
6.417
1.254
32.844
3.500
.947
12.940
.545
.362
.822
Baik)
For cohort Diare = Diare
For cohort Diare = Tidak diare
N of Valid Cases
52
Exact Sig. (1-sided)
.016
5. Pengolahan Air Minum * Kejadian Diare
Pengolahan air minum * Diare Crosstabulation
Diare
Diare
Pengolahan air minum
tidak mengolah
Count
% within Pengolahan air minum
merebus
Count
% within Pengolahan air minum
Total
Count
% within Pengolahan air minum
Tidak diare
Total
14
12
26
53.8%
46.2%
100.0%
9
17
26
34.6%
65.4%
100.0%
23
29
52
44.2%
55.8%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
df
a
1
.163
1.247
1
.264
1.962
1
.161
1.949
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Fisher's Exact Test
.264
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
1.912
b
1
.167
52
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Pengolahan air
2.204
.721
6.733
1.556
.823
2.941
.706
.428
1.164
minum (tidak mengolah / merebus)
For cohort Diare = Diare
For cohort Diare = Tidak diare
N of Valid Cases
52
Exact Sig. (1-sided)
.132
6. E. Coli Dalam Air Minum * Kejadian Diare
E. Coli dalam air minum * Diare Crosstabulation
Diare
Diare
E. Coli dalam air minum
ada E.Coli
Tidak Diare
Count
% within E. Coli dalam air minum
tidak ada E.Coli
Count
% within E. Coli dalam air minum
Total
Count
% within E. Coli dalam air minum
Total
9
3
12
75.0%
25.0%
100.0%
14
26
40
35.0%
65.0%
100.0%
23
29
52
44.2%
55.8%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
df
a
1
.014
4.476
1
.034
6.102
1
.014
5.987
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Fisher's Exact Test
.021
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
5.872
b
1
.015
52
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,31.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for E. Coli dalam air
5.571
1.295
23.973
2.143
1.256
3.655
.385
.141
1.052
minum (ada E.Coli / tidak ada E.Coli)
For cohort Diare = Diare
For cohort Diare = Tidak diare
N of Valid Cases
52
Exact Sig. (1-sided)
.017
LAMPIRAN 6
DOKUMENTASI PENELITIAN
Foto 1. Tempat Penelitian
Foto 2. Wawancara dengan Responden
Foto 3. Sarana air bersih yang digunakan warga
Foto 4. Sarana Air minum
Foto 5. Pemeriksaan E.Coli
Foto 6. Kondisi Balita
Download