faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemeriksaan vct pada ibu

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PEMERIKSAAN VCT
PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II MELAYA
KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI
I Gusti Ayu Ary Anggarini
Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRACT
Background: Knowing HIV status earlier for pregnant women by using VCT is very important
to prevent the transferring of HIV virus to their baby. The factors that influence pregnant women’s
behavior are divided into internal factors(age, sex, education, jobs) and external factors(the distance
to medical service, and family role).
Objectives: This research is to analyze the factors that influence pregnant women’s behavior
to do VCT examination at the working area of public health center II Melaya, Jembrana, Bali.
Design: Analytic correlation with cross sectional design. Population=pregnant women at the
working area of public health center II Melaya on January-March 2014. The sampling used total
sampling technique to 98 samples. The data of pregnant women’s age, education, jobs, respondent
who have done the VCT examination were taken from mother’s kohort registration, ANC registration,
VCT registration. The bivariat analyze by chi square test(α = 0,05).
Result: The majority of young respondent’s age was 87,8%,have the middle education level
was 61,2%, don’t have a jobs were 66,3%,didn’t do the VCT examination was 76,5%. Bivariat analyze
showed there was no significant correlation between age and VCT examination in pregnant
women(p=1,000), there was a significant correlation between education and VCT examination in
pregnant women(p=0,0001),there was a significant correlation between jobs and VCT examination in
pregnant women(p=0,0001),
Conclusion: There was no significant correlation between age and VCT examination in
pregnant women, there was a significant correlation between education and VCT examination in
pregnant women, and there was a significant correlation between jobs and VCT examination in
pregnant women.
Keywords: age, education, jobs, behavior, VCT, pregnant women.
PENDAHULUAN
Indonesia adalah salah satu dari negara di
Asia yang memiliki kerentanan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) akibat dampak
perubahan ekonomi dan perubahan kehidupan
sosial. Penularan HIV umumnya terjadi akibat
perilaku manusia, sehingga menempatkan
individu dalam situasi yang rentan terhadap
infeksi. Indonesia sudah menjadi negara urutan
ke 5 di Asia paling beresiko HIV/ Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Infeksi
HIV merupakan salah satu penyakit menular
yang dikelompokkan sebagai faktor yang dapat
mempengaruhi kematian ibu dan anak.
(Kemenkes RI, 2011).
Epidemi HIV di Indonesia telah
berlangsung selama 25 tahun dan sejak tahun
2000 sudah mencapai tahap terkonsentrasi
pada beberapa sub populasi berisiko tinggi
(dengan prevalensi HIV > 5%), yaitu pengguna
napza suntik (penasun), wanita pekerja seks
(WPS), LSL (Laki-laki suka seks dengan lakilaki) dan waria. Situasi epidemi HIV juga
tercermin dari hasil Estimasi Populasi Rawan
tertular HIV tahun 2012, diperkirakan ada 13,8
juta orang rawan tertular HIV dengan jumlah
terbesar pada sub populasi pelanggan pekerja
seks yang jumlahnya lebih dari 6 juta orang
dan pasangannya sebanyak hampir 5 juta
orang. Pasangan pelanggan WPS yang
jumlahnya hampir 5 juta (35%) ini, sebagian
besarnya adalah ibu rumah tangga yang
berisiko juga tertular HIV tanpa disadarinya
(Kemenkes RI, 2013).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali
1
Risiko penularan HIV sebenarnya tidak
hanya terbatas pada sub populasi yang
berperilaku risiko tinggi, tetapi juga pada
pasangan atau istrinya, bahkan anaknya. Tanpa
upaya khusus, diperkirakan pada akhir tahun
2016 akan terjadi penularan HIV secara
kumulatif pada lebih dari 26.977 anak yang
dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV. Para
ibu ini sebagian besar tertular dari suaminya
(Kemenkes RI, 2013).
Bali dari segi jumlah penderita menempati
urutan kelima tingkat nasional setelah Jawa
Barat, Jawa Timur, Papua, dan DKI Jakarta.
Namun dari segi perbandingan kasus yang
terjadi dengan jumlah penduduk (prevalensi)
HIV di Bali adalah nomor dua setelah Papua
dan cenderung meningkat mengikuti deret ukur
yang sebagian besar ditemukan pada usia
muda reproduktif. Kasus HIV Propvinsi Bali
tahun 2012 ternyata lebih banyak pada jenis
kelamin perempuan daripada jenis kelamin
laki-laki, yaitu ditemukan 414 kasus baru pada
perempuan dan 340 kasus baru pada laki - laki.
Ini berbanding terbalik jika dibandingkan
dengan jumlah kasus HIV tahun 2011 dimana
terdapat 2166 kasus HIV dengan 1.262 kasus
pada laki-laki dan 904 kasus pada perempuan.
Hal ini terjadi karena sudah banyak ditemukan
kasus HIV pada ibu rumah tangga yang pada
awalnya tidak termasuk mereka yang berisiko
tinggi (Dinkes Provinsi Bali, 2013).Jumlah
perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun ke
tahun semakin meningkat, seiring dengan
meningkatnya
jumlah
laki-laki
yang
melakukan hubungan seksual tidak aman, yang
akan menularkan HIV pada pasangan
seksualnya (Kemenkes RI, 2013).
Dari beberapa penelitian diperoleh
prevalensi atau perbandingan jumlah kasus
HIV/AIDS pada ibu hamil dengan jumlah
populasi ibu hamil di Bali adalah 1%. Dimana
diperkirakan 500 ibu hamil terinfeksi HIV
setiap tahunnya dengan jumlah populasi ibu
hamil sebanyak 50.000 orang. Hal ini
menunjukkan bahwa bali sudah memasuki
Epidemi meluas (generalized epidemic),
ditandai dengan HIV sudah menyebar di
populasi (masyarakat) umum, yaitu prevalensi
HIV lebih dari 1% diantara ibu hamil(KPA
Provinsi Bali, 2013).Pada ibu hamil, HIV
bukan hanya merupakan ancaman bagi
keselamatan jiwa ibu, tetapi juga merupakan
ancaman bagi anak yang dikandungnya karena
penularan yang terjadi dari ibu ke bayinya.
Lebih dari 90% kasus anak HIV, mendapatkan
2
infeksi dengan cara penularan dari ibu ke
anak/mother to child transmission(MTCT) dan
setengah dari anak yang terinfeksi tersebut
akan meninggal sebelum ulang tahun kedua.
(Kemenkes RI, 2013).
Penegakkan status HIV pada ibu hamil
sedini mungkin sangat penting untuk
mencegah penularan HIV kepada bayi, karena
ibu dapat segera memperoleh pengobatan
antiretroviral (ARV), dukungan psikologis,
dan informasi tentang HIV/AIDS. Salah satu
prinsip untuk mengetahui apakah seseorang
tertular HIV adalah melalui pemeriksaan darah
yang disebut dengan tes HIV melalui
Voluntary Counselling and Testing (VCT).
(Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Saputri, dkk (2011) di RSUP Sanglah
provinsi Bali diperoleh hasil bahwa 29 ibu
(100%) diketahui telah menegakkan status
terinfeksi HIV sebelum kelahiran anak dan
ARV diberikan sesegera mungkin bagi ibu-ibu
tersebut. Dua puluh Sembilan anak (100%)
yang dilahirkan oleh ibu penderita HIV yang
mengikuti program pencegahan penularan HIV
dari ibu ke anak (PPIA) / preventionmother to
child transmission (PMTCT) juga diberikan
ARV profilaksis. Sebanyak 28 anak tersebut
(96,55%) diketahui lahir secara seksio sesaria,
sedangkan hanya 1 (3,45%) lahir pervaginam.
Dua puluh sembilan (100%) anak tersebut
diberikan formula eksklusif hingga usia 6
bulan. Setelah penegakkan diagnostik HIV
pada anak dilakukan, diketahui bahwa seluruh
(100%) anak tersebut berstatus HIV negatif.
Hal ini membuktikan bahwa penegakkan status
HIV pada ibu hamil sedini mungkin dapat
mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi.
Puskesmas I Melaya dan Puskesmas II
Melaya adalah Puskesmas yang berada di
Kabupaten Jembrana Provinsi Bali. Dimana
pada tahun 2013-2014 ditemukan beberapa
kasus HIV pada wilayah kerja kedua
Puskesmas ini. Yaitu terdapat 1 kasus HIV
pada laki-laki di wilayah kerja Puskesmas I
Melaya dan terdapat 2 kasus HIV pada ibu
bersalin di wilayah kerja Puskesmas II Melaya.
Puskesmas I Melaya dan Puskesmas II Melaya
ikut melaksanakan program PPIA sejak
september 2013 dengan wajib menawarkan
VCT pada seluruh ibu hamil yang melakukan
ANC di wilayah kerja Puskesmas tersebut.
Namun hingga bulan Maret 2014 dari 215 ibu
hamil yang melakukan ANC di wilayah kerja
Puskesmas I Melaya hanya 14orang (7,5%)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali
yang bersedia untuk melakukan pemeriksaan
VCT dan 200 orang (92,5%) menolak. Untuk
Puskesmas II Melaya dari 100 ibu hamil yang
melakukan ANC hanya 10 orang (10%) yang
menerima dan 90 orang (90%) menolak untuk
melakukan pemeriksaan VCT.
Perilaku menerima dan menolak VCT
yang dilakukan oleh ibu hamil dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Menurut Skinner dalam
Notoatmodjo (2007), menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang dapat membedakan
perilaku, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Dimana faktor internal tersebut
merupakan faktor yang berhubungan langsung
dengan pelaku yaitu usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan. Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor dari luar (lingkungan)
yang mempengaruhi misalnya saja, jarak
tempat pelayanan ataupun peran keluarga.
Menurut Huclok dalam Wawan dan Dewi
(2011), semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berpikir dan bekerja. Pada usia
yang semakin tua maka seseorang semakin
banyak
pengalamannya
sehingga
pengetahuannya semakin bertambah. Karena
pengetahuannya banyak maka seseorang akan
lebih siap dalam menghadapi sesuatu
(Notoatmodjo, 2007). Data RISKESDAS 2010
menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik
yaitu usia ibu saat hamil, cakupan ibu hamil
yang melakukan pemeriksaan kehamilan
secara lengkap yang terendah ada pada
kelompok ibu hamil usia <20 tahun dan yang
tertinggi adalah kelompok usia 20-34 tahun.
Pendidikan
diperlukan
untuk
mendapatkan informasi misalnya hal–hal yang
menunjang
kesehatan
sehingga
dapat
meningkatkan kualitas hidup. Pada umumnya
makin tinggi pendidikan seseorang makin
mudah menerima informasi (Wawan dan
Dewi, 2011). Semakin tinggi pendidikan
seorang wanita maka semakin mampu mandiri
dengan sesuatu yang menyangkut diri mereka
sendiri (Widyastuti dkk, 2008). Semakin tinggi
pendidikan semakin menyadari untuk segera
melakukan pemeriksaan pada bulan pertama
kehamilannya. Hal ini dibuktikan dari cakupan
ibu hamil yang melakukan pemeriksaan
kehamilan secara lengkap, jika dilihat dari segi
pendidikan adalah terendah kelompok ibu
hamil yang tidak sekolah dan yang tertinggi
adalah kelompok ibu hamil yang tamat
perguruan tinggi (RISKESDAS, 2010).
Menurut
Widyastuti,
dkk
(2009)
kesibukan
aktifitas
yang
berlebihan
memungkinkan wanita tidak mempunyai
banyak waktu untuk keluarga karena pusat
perhatiannya pada kesuksesan karirnya,
sehingga bisa menelantarkan peran sebagai
istri dan sebagai ibu.Data RISKESDAS 2010
menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik
yaitu pekerjaan ibu hamil, cakupan ibu hamil
yang melakukan pemeriksaan kehamilan
secara lengkap yang terendah ada pada
kelompok ibu hamil dengan pekerjaan
petani/nelayan/buruh dan yang tertinggi adalah
kelompok ibu hamil dengan pekerjaan sebagai
PNS/TNI/POLRI/Pegawai. Menurut Wawan
dan Dewi (2011), bekerja umumnya
merupakan kegiatan yang menyita waktu. Hal
ini membuat ibu hamil yang sibuk bekerja
kurang memiliki waktu datang ke Puskesmas
untuk memeriksakan kehamilannya secara
lengkap, termasuk melakukan VCT.
Pada studi pendahuluan yang penulis
lakukan di Puskesmas II Melaya pada bulan
Maret 2014 penulis mengambil secara acak 5
ibu hamil yang melakukan pemeriksaan VCT
dan 5 ibu hamil yang tidak melakukan
pemeriksaan
VCT
kemudian
penulis
klasifikasikan menurut usia, pendidikan,
pekerjaan, didapatkan hasil sebagai berikut :
untuk yang melakukan pemeriksaan VCT 5
orang memiliki usia 20-35th dan memiliki latar
belakang pendidikan menengah, 3 orang
bekerja dan 2 orang tidak bekerja. Untuk yang
tidak melakukan pemeriksaan VCT 2 orang
memiliki usia <20th, 2 orang memiliki usia 2035th dan 1 orang memiliki usia 35+ th. Kelima
orang yang tidak melakukan pemeriksaan VCT
ini jika dilihat dari pendidikannya 3 orang
memiliki latar belakang pendidikan dasar dan
2 orang memiliki latar belakang pendidikan
menengah. Kelima orang yang tidak
melakukan pemeriksaan VCT ini semuanya
bekerja. Hal ini menarik minat peneliti untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten
Jembrana Provinsi Bali.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan desain
Analitic Korelasi yang bertujuan untuk
menemukan ada tidaknya hubungan. Alasan
menggunakan desain ini karena pada penelitian
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali
3
ini, peneliti mencoba untuk menganalisis
hubungan usia, pendidikan, pekerjaan dengan
VCT pada ibu hamil. Dengan menggunakan
pendekatan cross sectional dimana variabel
sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang
terjadi pada objek penelitian diukur atau
dikumpulkan secara simultan (dalam waktu
yang bersamaan). Pengumpulan data untuk
jenis penelitian ini, baik untuk variabel risiko
atau sebab (independent variable) maupun
variabel akibat (dependent variable) dilakukan
secara
bersama-sama
atau
sekaligus
(Notoatmodjo, 2012). Independent variable
dalam penelitian ini adalah usia, pendidikan,
pekerjaan. Dan dependent variable dalam
penelitian ini adalah VCT pada ibu hamil.
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana
Provinsi Bali pada bulan AgustusTahun 2014.
Populasi dan sampel
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu hamil di wilayah kerja puskesmas II
Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali
pada bulan Januari-Maret Tahun 2014 yang
berjumlah 98 orang.
tiap variabel yaitu usia, pendidikan, pekerjaan,
dan perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil.
Analisis Bivariat
Analisis ini untuk melihat hubungan
variabel bebas secara sendiri-sendiri dengan
variabel terikat. Data pada variabel dependen
yaitu perilaku pemeriksaan VCT dengan
variabel independen yaitu usia, pendidikan,
pekerjaan adalah sama-sama data kategori,
maka analisis bivariat dilakukan dengan uji
statistik “chi square”.
Dalam penelitian ini keterbatasan uji chi
square terjadi pada hubungan usia dengan
perilaku pemeriksaan VCT (tabel 3x2). yaitu
terdapat nilai harapan (E) <5, sebanyak 30%.
Kemudian peneliti menggabungkan kategori
usia dewasa dan usia tua menjadi usia dewasa
(tabel 2x2) untuk memperbesar frekuensi
harapan dari sel tersebut. Setelah tabel 2x2 ini
di uji kembali dengan chi square ternyata
masih terdapat 1 sel yang memiliki nilai
harapan (E) <5, sehingga syarat chi square
tidak terpenuhi maka peneliti menggunakan uji
fisher exact.
HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat
Usia Ibu
Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan teknik total sampling, seluruh
populasi dijadikan subyek penelitian. Sehingga
sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu
hamil di wilayah kerja puskesmas II Melaya
Kabupaten Jembrana Provinsi Bali pada bulan
Januari-Maret Tahun 2014 yang berjumlah 98
orang.
Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi
dan eksklusi. yaitu kriteria inklusi adalah
kriteria atau ciri–ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang diambil sebagai
sampel. Sedangkan kriteria eksklusi adalah
ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat
diambil sebagai sampel (Notoadmodjo, 2012).
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah :Ibu hamil yang memiliki data lengkap.
Analisis data
Analisis Univariat
Analisis
ini
digunakan
untuk
menggambarkan distribusi dan presentasi dari
4
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Usia Ibu di Wilayah
Kerja Puskesmas II
Melaya Kabupaten
Jembrana Provinsi Bali
Usia Ibu
Frekuensi Persentase
(%)
Usia muda
7
7,1
(<20 tahun)
Usia dewasa
86
87,8
(20-34 tahun)
Usia tua
5
5,1
(≥35 tahun)
Total
98
100,0
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 98
responden, sebagian besar responden berusia
dewasa (20-34 tahun) sebanyak 86 orang
(87,8%). Responden yang memiliki usia muda
(<20 tahun) sebanyak 7 orang (7,1%),
sedangkan yang memiliki usia tua (≥35 tahun)
hanya 5 orang (5,1%).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali
Pendidikan Ibu
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di
Wilayah Kerja Puskesmas II Melaya
Kabupaten Jembrana Provinsi Bali
Pendidikan Ibu Frekuensi Persentase
(%)
Dasar (SD-SMP)
30
30,6
Menengah (SMA)
60
61,2
Tinggi (Diploma,
8
8,2
Sarjana, Magister,
doktor, spesialis)
Total
98
100,0
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 98
responden, sebagian besar responden memiliki
latar belakang pendidikan menengah (SMA)
yaitu sebanyak 60 orang (61,2%), responden
yang memiliki tingkat pendidikan dasar (SDSMP) sebanyak 30 orang (30,6%), sedangkan
responden yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi (Diploma, Sarjana, Magister, Doktor,
Spesialis) hanya 8 orang (8,2%).
Pekerjaan Ibu
Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di
Wilayah Kerja Puskesmas II Melaya
Kabupaten Jembrana Provinsi Bali
Pekerjaan
Frekuensi
Persentase
Ibu
(%)
Bekerja
33
33,7
Tidak bekerja
65
66,3
Total
98
100,0
Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 98
responden, sebagian besar responden tidak
bekerja yaitu sebanyak 65 orang (66,3%),
sedangkan responden yang bekerja hanya 33
orang (33,7%).
Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil
Tabel 4.
Distribusi Frekuensi Perilaku Pemeriksaan
VCT pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana
Provinsi Bali
Perilaku
Frekuensi Persentase
Pemeriksaan
(%)
VCT
Melakukan
23
23,5
Tidak melakukan
75
76,5
Total
98
100,0
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 98
responden, sebagian besar responden tidak
melakukan pemeriksaan VCT yaitu sebanyak
75 orang (76,5,%), sedangkan responden yang
melakukan pemeriksaan VCT hanya 23 orang
(23,5%).
Analisis Bivariat
Hubungan antara Usia Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT
Tabel 5.
Tabulasi Silang Hubungan antara Usia Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT
Perilaku Pemeriksaan VCT
Total
Usia Ibu
Melakukan
Tidak melakukan
f
%
f
%
f
%
Usia muda
1
14,28
6
85,72
7
100,0
Usia dewasa
22
24,18
69
75,82
91
100,0
Total
23
23,47
75
76,53
98
100,0
p value = 1,000
Dari uji statistik dengan Fisher's Exact
didapatkan p value =1,000. Berarti p value >
0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara usia dan
perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten
Jembrana Provinsi Bali.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali
5
Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT
Tabel 6.
Tabulasi Silang Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT
Perilaku Pemeriksaan VCT
Total
Pendidikan Ibu
Melakukan
Tidak melakukan
f
%
f
%
f
%
Dasar
0
0
30
100
30
100,0
Menengah
15
25
45
75
60
100,0
Tinggi
8
100
0
0
8
100,0
Total
23
23,47
75
76,53
98
100,0
p value = 0,0001
Dari uji statistik dengan chi square
didapatkan p value = 0,0001. Berarti p value ≤
0,05 yang menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan dan perilaku
pemeriksaan VCT pada ibu hamil di wilayah
kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten
Jembrana Provinsi Bali.
Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT
Tabel 7.
Tabulasi Silang Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Perilaku Pemeriksaan VCT
Perilaku Pemeriksaan VCT
Total
Pekerjaan Ibu
Melakukan
Tidak melakukan
f
%
f
%
f
Bekerja
21
63,64
12
36,36
33
Tidak bekerja
2
3,08
63
96,92
65
Total
23
23,47
75
76,53
98
p value = 0,0001
Dari uji statistik dengan chi square
didapatkan p value = 0,0001. Berarti p value ≤
0,05 yang menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara pekerjaan ibu dan perilaku
pemeriksaan VCT pada ibu hamil di wilayah
kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten
Jembrana Provinsi Bali.
PEMBAHASAN
Analisis Univariat
Usia
Pada penelitian ini responden yang
terbanyak adalah ibu yang berusia dewasa (2034 tahun) sebanyak 86 orang (87,8%) karena
pada usia ini seorang wanita telah dikatakan
dewasa dan matang baik secara mental dan
fisik termasuk organ reproduksi untuk hamil
dan melahirkan. Walaupun usia 20-34 tahun
adalah usia terbaik bagi seorang wanita untuk
hamil dan melahirkan, namun peneliti masih
menemukan responden yang berusia <20 tahun
sebanyak 7 orang (7,1%) dengan rincian
sebagai berikut: 4 orang berusia 19 tahun, 2
orang berusia 17 tahun dan 1 orang berusia 15
6
%
100,0
100,0
100,0
tahun. Hal ini terjadi akibat adanya pernikahan
pada usia dini karena berbagai alasan.
Untuk responden yang berusia ≥ 35 tahun
hanya 5 orang (5,1%). Kelima responden ini
merupakan multipara atau multigravida, yaitu
perempuan yang hamil lebih dari satu kali
(Ramali, 2005). Jumlah ini paling kecil karena
kehamilan di usia ≥ 35 tahun merupakan
kehamilan dengan resiko tinggi yang dapat
menyebabkan bahaya baik dalam proses
kehamilan maupun persalinan. Sehingga
kehamilan di usia ini harus dihindari.
Tampaknya masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas II Melaya sudah menyadari akan
bahaya mengandung di usia ≥ 35 tahun,
sehingga hanya 5,1 % responden yang
memiliki usia ≥ 35 tahun. Dan responden yang
memiliki usia ini merupakan ibu yang hamil
anak
Pendidikan
Dalam penelitian ini disampaikan bahwa
tingkat pendidikan terbanyak pada pendidikan
menengah yaitu pendidikan SMA sebanyak
61,2%. Hal ini karena sebagaian besar
masyarakat masih memiliki pandangan bahwa
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali
pendidikan menengah sudah cukup sebagai
bekal untuk perempuan mengurus rumah
tangga dan mendidik anak. Adanya budaya
Bali yang cenderung lebih mengutamakan
anak laki-laki membuat para orang tua dari
latar belakang ekonomi yang kurang mampu
mendahulukan pendidikan untuk anak laki-laki
daripada anak perempuan, dengan harapan
anak laki-laki sebagai penerus keluarga dapat
mengangkat derajat dan martabat orang tua.
Pekerjaan
Dalam penelitian ini disampaikan bahwa
sebagian besar responden tidak bekerja yaitu
sebanyak 65 orang (66,3%). Responden yang
tidak bekerja ini memiliki latar belakang
pendidikan dasar dan menengah yang
membuat mereka sulit untuk mendapatkan
pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang
memuaskan terlebih jika mereka tidak
memiliki keahlian atau keterampilan khusus.
Hal ini yang membuat ibu-ibu ini terpaksa
tidak bekerja, diam dirumah untuk mengurus
suami, anak dan rumah tangga. Sedangkan
untuk responden yang bekerja hanya 33 orang
(33,7%), dengan rincian sebagai berikut :
buruh 2 orang, pedagang 10 orang, pegawai
swasta 18 orang, dan PNS 3 orang.
Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil
Pemeriksaan VCT adalah pemeriksaan
HIV atas dasar suka rela yang didahului
dengan konseling. VCT merupakan kegiatan
bersifat suka rela, rahasia, terdapat konseling
sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di
laboratorium serta adanya persetujuan tertulis
(informed consent). (Kemenkes RI, 2009).
Dalam penelitian ini disampaikan bahwa
sebagian besar responden tidak melakukan
pemeriksaan VCT yaitu sebanyak 75 orang
(76,5,%). Hal ini selain disebabkan oleh
beberapa faktor yang memang mempengaruhi
perilaku ibu hamil untuk melakukan atau tidak
melakukan pemeriksaan VCT, juga disebabkan
kurang meluasnya informasi di masyarakat
mengenai manfaat pemeriksaan VCT bagi ibu
hamil.
Analisis Bivariat
Hubungan antara Usia Ibu dengan Perilaku
Pemeriksaan VCT
Dari hasil yang telah dipaparkan di atas,
dapat dilihat responden yang memiliki usia
muda (<20th) dan tidak melakukan
pemeriksaan VCT sebesar 85,72%. Jika dilihat
dari batasan usia, responden yang memiliki
usia muda (< 20th) masih berada dalam masa
remaja. Masa remaja adalah suatu tahap
kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak
mantap. Kegoncangan atau ketidakstabilan
emosi
pada
individu
remaja
akan
mempengaruhi pola pikir remaja. Emosi
seseorang akan mempengaruhi pikiran dan
daya nalar orang yang bersangkutan yang
kemudian akan mengendalikan tindakan atau
perilaku manusia (Notoatmodjo, 2010).
Remaja cenderung tidak mampu untuk
menyelesaikan masalah sendiri
(Hurlock,
2009). Kegoncangan, ketidakstabilan emosi,
dan ketidakmampuan mengambil keputusan
sendiri membuat responden yang berusia muda
(<20 tahun) ini memerlukan orang dewasa
untuk membantu mengambil keputusan untuk
melakukan atau tidak melakukan pemeriksaan
VCT. Orang dewasa disini yang dapat
membantu mengambil keputusan adalah suami
atau orang tua atau bahkan mertua.
Keterlibatan orang lain dalam mengambil
keputusan ini tentu saja akan berdampak
kurang baik jika orang lain tersebut tidak
memiliki pengetahuan yang cukup tentang
pemeriksaan VCT pada ibu hamil.
Responden yang memiliki usia dewasa
(≥20 tahun) dan tidak melakukan pemeriksaan
VCT sebesar 75,82%. Semakin cukup umur,
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Pada usia yang semakin tua maka seseorang
semakin banyak pengalamannya sehingga
pengetahuannya semakin bertambah. Karena
pengetahuannya banyak maka seseorang akan
lebih siap dalam menghadapi sesuatu
(Notoatmodjo, 2007).
Seharusnya responden dengan usia
dewasa lebih banyak yang melakukan
pemeriksaan VCT daripada yang tidak karena
kedewasaannya dalam berfikir mampu
menghadapi dan beradaptasi dengan sesuatu
yang baru. Serta mampu mengambil keputusan
sendiri tanpa bantuan dari suami atau orang tua
atau bahkan mertua. Namun hasil penelitian
menunjukkan hal yang sebaliknya. Responden
yang berusia dewasa 75,82% tidak melakukan
pemeriksaan VCT. Ini disebabkan masih
adanya stigma tentang penderita HIV membuat
responden takut untuk melakukan pemeriksaan
VCT serta kurang gencarnya sosialisasi
pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
dengan deteksi dini melalui pemeriksaan VCT,
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali
7
sehingga pengetahuan tentang pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak dengan deteksi
dini melalui pemeriksaan VCT hanya diketahui
oleh ibu hamil yang ditawarkan untuk
melakukan
pemeriksaan
VCT
ketika
memeriksakan kehamilannya ke bidan praktek
swasta atau puskesmas.
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa
pada responden baik yang berusia muda
maupun yang berusia dewasa lebih banyak
responden yang tidak melakukan pemeriksaan
VCT daripada responden yang melakukan
pemeriksaan VCT. Dari hasil uji statistik
menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara usia dengan perilaku
pemeriksaan VCT pada ibu hamil di wilayah
kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten
Jembrana Provinsi Bali. Ini dikarenakan
banyak faktor, seperti : pendidikan, pekerjaan,
sosial budaya, lingkungan fisik, tingkat
emosional, tingkat kecerdasan, dll yang ikut
mempengaruhi pengambilan keputusan ibu
hamil untuk berperilaku sesuai dengan
program kesehatan yang dianjurkan, dalam hal
ini melakukan pemeriksaan VCT.
Selain faktor pendidikan, pekerjaan, sosial
budaya, lingkungan fisik, tingkat emosional,
tingkat
kecerdasan,
dll
yang
ikut
mempengaruhi pengambilan keputusan ibu
hamil untuk berperilaku sesuai dengan
program kesehatan yang dianjurkan, dalam hal
ini melakukan pemeriksaan VCT. kurangnya
promosi kesehatan kepada masyarakat
mengenai pencegahan penularan HIV dari ibu
ke anak dengan deteksi dini melalui
pemeriksaan VCT menjadi salah satu sebab
banyaknya ibu hamil yang tidak melakukan
pemeriksaan VCT.
Sejauh ini di wilayah kerja Puskesmas II
Melaya informasi mengenai pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak dengan deteksi
dini melalui pemeriksaan VCT hanya
disampaikan
saat
petugas
kesehatan
menawarkan ibu hamil untuk melakukan
pemeriksaan VCT. Seharusnya promosi
kesehatan mengenai pencegahan penularan
HIV dari ibu ke anak dengan deteksi dini
melalui pemeriksaan VCT disampaikan secara
meluas kepada seluruh masyarakat terutama
pada wanita usia reproduktif agar seluruh
masyarakat
tau
mengenai
pentingnya
pemeriksaan VCT pada ibu hamil sebagai
upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke
anak.
8
Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan
Perilaku Pemeriksaan VCT
Dari hasil yang telah dipaparkan di atas,
dapat dilihat bahwa pada responden yang
berpendidikan tinggi 100% melakukan
pemeriksaan
VCT,
responden
yang
berpendidikan menengah hanya 25% yang
melakukan pemeriksaan VCT, dan responden
yang berpendidikan dasar tidak ada yang
melakukan pemeriksaan VCT (0% yang
melakukan pemeriksaan VCT). Dalam hal ini
pendidikan berkaitan dengan pengetahuan
yang dimiliki ibu. Konsep dasar pendidikan
adalah suatu proses belajar, jadi semakin tinggi
pendidikan ibu maka semakin mudah pula
menerima informasi, sehingga banyak
pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya
pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilainilai baru yang diperkenalkan. Hal demikian
dikemukakan juga oleh Notoatmodjo (2007)
bahwa pendidikan yang rendah dapat
menyebabkan timbulnya pola pemikiran yang
irasional dan adanya kepercayaan-kepercayaan
kepada takhayul. Ibu yang seperti ini akan sulit
menerima hal-hal baru.
Seluruh responden dengan pendidikan
dasar tidak melakukan pemeriksaan VCT,
karena pengetahuan yang dimiliki kurang dan
proses penerimaan hal-hal baru yang ada di
sekitarnya akan berjalan dengan lambat dan
mungkin juga sulit. Begitu pula dengan
responden
dengan
tingkat
pendidikan
menengah, yang walaupun tingkat pendidikan
ini dikatakan cukup baik namun kurangnya
sosialisasi yang diberikan kepada para ibu
mengenai pemeriksaan VCT dan adanya
stigma terhadap penderita HIV membuat para
ibu dengan tingkat pendidikan sedang tersebut
menjadi takut untuk melakukan pemeriksaan
VCT. Sehingga hanya 25% responden yang
berpendidikan
menengah
melakukan
pemeriksaan VCT.
Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan
Perilaku Pemeriksaan VCT
Bagi perempuan dari strata menengah
keatas, bekerja bagi mereka adalah bagian dari
aktualisasi diri. Dengan bekerja maka akan
meningkatkan
penghasilan.
Penghasilan
perempuan meningkat, maka pola pemenuhan
kebutuhan akan bergeser, dari pemenuhan
kebtuhan lain, khususnya peningkatan
kesehatan perempuan (Widyastuti dkk, 2009).
Dengan bekerja sebagai PNS atau pegawai
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali
swasta responden memiliki jam kerja,
lingkungan kerja, pergaulan dilingkungan kerja
atau pergaulan diluar rumah yang dapat
membuka wawasan tentang kesehatan dan
mendukung responden untuk memenuhi
kebutuhan peningkatan kesehatan perempuan.
Hal ini yang membuat ibu hamil yang bekerja
sebagai PNS dan pegawai swasta tetap
meluangkan waktunya untuk melakukan
pemeriksaan VCT sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan peningkatan kesehatan perempuan.
Sedangkan untuk responden yang bekerja
dan tidak melakukan pemeriksaan VCT
sejumlah 12 orang (36,36%). Dari 12 orang
yang
bekerja
dan
tidak
melakukan
pemeriksaan VCT yang bekerja sebagai
pedagang 9 orang, responden yang bekerja
sebagai buruh 2 orang, dan responden yang
bekerja sebagai pegawai swasta 1 orang. Dapat
dilihat sebagian besar responden yang bekerja
dan tidak melakukan pemeriksaan VCT
bekerja sebagai pedagang dan buruh yang
merupakan wanita dari strata menengah
kebawah. Menurut Widyastuti, dkk (2009)
perempuan dari strata menengah kebawah,
bekerja disektor publik kebanyakan atas
dorongan
kebutuhan
ekonomi.
Demi
memenuhi kebutuhan ekonomi mereka
cenderung
mengabaikan
pemenuhan
kebutuhan peningkatan kesehatan perempuan,
dalam hal ini melakukan pemeriksaan VCT ibu
hamil. Selain itu responden yang bekerja
sebagai pedagang dan buruh ini tidak memiliki
jam kerja, lingkungan kerja, pergaulan di
lingkungan kerja yang dapat membuka
wawasan tentang kesehatan dan mendukung
responden untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan kesehatan perempuan. Hal ini
yang membuat ibu hamil yang bekerja sebagai
pedagang dan buruh tidak dapat meluangkan
waktunya untuk melakukan pemeriksaan VCT.
Untuk responden yang tidak bekerja dan
tidak melakukan pemeriksaan VCT sebanyak
96,92%. Jumlah ini cukup tinggi karena ibu
yang tidak bekerja terlalu sibuk mengurusi
keperluan rumah tangganya. Bagi perempuan
di rumah mempunyai beban kerja lebih besar
dari
pada
laki–laki,
90%
pekerjaan
domestik/rumah tangga dilakukan oleh
perempuan (Widyastuti dkk, 2009). Terlebih
pada ibu yang tidak bekerja ini tidak memiliki
pergaulan lain diluar rumah yang dapat
menambah pengetahuan atau informasi baru
tentang kesehatan. Beban pekerjaan rumah
tangga yang besar dan kurangnya pergaulan
diluar rumah yang dapat membuka wawasan
tentang kesehatan membuat responden yang
tidak bekerja kurang tertarik untuk melakukan
pemeriksaan VCT.
SIMPULAN
Tidak ada hubungan antara usia dengan
perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten
Jembrana Provinsi Bali.
Ada hubungan antara pendidikan dengan
perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten
Jembrana Provinsi Bali.
Ada hubungan antara pekerjaan dengan
perilaku pemeriksaan VCT pada ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas II Melaya Kabupaten
Jembrana Provinsi Bali.
SARAN
Peneliti lain dapat mengadakan penelitian
lanjutan
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi perilaku pemeriksaan VCT
pada ibu hamil di wilyah kerja Puskesmas II
Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.
Hendaknya ibu hamil berperan aktif
dalam melaksanakan kegiatan yang bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil dan
keluarganya, dalam hal ini melakukan
pemeriksaan VCT sebagai upaya pencegahan
penukaran HIV dari ibu ke anak.
Petugas kesehatan yang ada di Puskesmas
II Melaya diharapkan dapat lebih banyak
memberikan informasi dan pendidikan melalui
promosi kesehatan kepada masyarakat
khususnya pada wanita usia reproduktif
tentang pemeriksaan VCT pada ibu hamil yang
merupakan deteksi dini infeksi HIV sebagai
upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke
anak agar dapat menghilangkan stigma
terhadap penderita HIV dan dapat membentuk
perilaku kesehatan yang baik pada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.
Jakarta.
[2] Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2013.
Profil Kesehatan Provinsi Bali tahun
2012. Denpasar.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali
9
[3] Haditono
SR.
2006.
Psikologi
Perkembangan Pengantar dalam Berbagai
Bagiannya. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
[4] Hurlock
EB.
2009.
Psikologi
Perkembangan
Suatu
Pendekatan
Sepanjang rentang Kehidupan. Edisi
Kelima. Erlangga. Jakarta.
[5] Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008a.
Penolakan. http://kbbi.web.id/penolakan.
[Mei 17, 2014]
[6] Kamus Besar Bahasa Indonesia.2008b.
Penerimaan. http://kbbi.web.id/penolakan.
[Mei 17, 2014]
[7] Kamus Besar Bahasa Indonesia.2008c.
Pendidikan. http://kbbi.web.id/penolakan.
[Mei 17, 2014]
[8] Kementrian Kesehatan RI. 2013. Rencana
Aksi Nasional Pencegahan Penularan HIV
dari Ibu ke Anak (PPIA) Indonesia 20132017.
[9] Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi
Bali. 2013. Portal HIV dan AIDS.
http://aidsbali.org [Maret 12, 2014]
[10] Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi
Sumatra
Utara.
2007.
Voluntary
Counseling
Test
(VCT).
http://VCTKomisiPenanggulanganAIDSs
umut.htm [Maret 12, 2014]
[11] Novasanti H. 2011. Faktor-faktor yang
Berhubungan Dengan Kepatuhan Ibu
Dalam Program Imunisasi Dasar pada
Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Ungaran. [Skripsi]. Ungaran : STIKES
Ngudiwaluyo.
[12] Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan
dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta .
[13] Notoatmodjo S. 2010. Ilmu Perilaku
Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
[14] Notoatmodjo S. 2012. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta.
[15] Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan :
Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen
Penelitian Keperawatan. Salemba Medika.
Jakarta.
10
[16] Nursalam dan Kurniawati. 2013. Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Salemba Medika. Jakarta.
[17] Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2013.
Penanggulangan HIV dan AIDS. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI.
[18] Ramali A. 2005. Kamus Kedokteran.
Djambatan. Jakarta.
[19] Riskesdas. 2010. Pelayanan Antenatal.
Jakarta:
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI.
[20] Riyanto A. 2011. Aplikasi Metodologi
Penelitian Kesehatan. Nuha Medika.
Yogyakarta.
[21] Saifuddin A. 2009. Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo. PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
[22] Saputri; Niruri dan Kumara. 2013.
Pelaksanaan
Intervensi
Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA)
di RSUP Sanglah Denpasar tahun 20072011. Jurnal Farmasi Udayana.
[23] Saryono. 2009. Metodologi Penelitian
Kesehatan Penuntun Praktis Bagi
Pemula.Mitra
Cendekia
Press.
Yogyakarta.
[24] Siswanto Y. 2011. Modul Mata Kuliah
Biostatistik.
PSKM-STIKES
Ngudi
Waluyo. Ungaran.
[25] Sugiyono.
2007.
Statistika
untuk
Penelitian. CV Alfabeta. Bandung.
[26] Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003. Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta.
[27] Wawan A dan Dewi M. 2011. Teori dan
PengukuranPengetahuan, Sikap, dan
Perilaku
Manusia.
Nuha
Medika.
Yogyakarta.
[28] Widyastuti
Y.
2009.
Kesehatan
Reproduksi. Fitramaya. Yogyakarta.
[29] Willis S. 2012. Remaja dan Masalahnya.
Alfabeta. Bandung.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemeriksaan VCT pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas II Melaya Kabupaten Jembrana Provinsi Bali
Download