EFEKTIVITAS PENYULUHAN METODE SEKOLAH LAPANG TERHADAP PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BUDIDAYA ANGGREK TANAH (TERESTRIAL) DI KOTA TANGERANG SELATAN Hendrik Hexa Yoga NIM: 1110092000078 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M EFEKTIVITAS PENYULUHAN METODE SEKOLAH LAPANG TERHADAP PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BUDIDAYA ANGGREK TANAH (TERESTRIAL) DI KOTA TANGERANG SELATAN Hendrik Hexa Yoga NIM: 1110092000078 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Program Studi Agribisnis PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 i i LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, Maret 2015 Hendrik Hexa Yoga ii DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Hendrik Hexa Yoga Tempat, Tanggal Lahir : Pringsewu, Lampung Selatan, 23 Januari 1989 Alamat : Jl. Raya Bogor KM 46 No 20 RT 01 RW 11, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat No. HP : 088808799703 Email : [email protected] Riwayat Pendidikan 1995 – 2001 2002 – 2005 2005 – 2008 2010 – 2015 : SDN Ciriung 1 : Madrasah Tsanawiyah Al-Zaytun : Madrasah Aliyah Al-Zaytun : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pengalaman Kerja 2010 : Magang Umum di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi. 2013 : Praktek Kerja Lapang di PT Momenta Agrikultura, Kebun Cika-02 Lembang, Jawa Barat Pengalaman Organisasi 2011-2014 : Volunteer/ Relawan di Leading and Empowering Adverse People (LEAP) INDONESIA bidang sosial pendidikan iii KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Efektifitas Metode Penyuluhan Sekolah Lapang Terhadap Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Anggrek Tanah di Kota Tangerang Selatan”. Shalawat beriring salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah menyampaikan ajaran Islam sebagai penyejuk hati dan penyelamat umat manusia dari belenggu kebodohan. Penulis banyak mendapatkan bantuan, baik berupa materil dan moral yang sangat berarti dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Mama dan Alm. Bapak, kedua orang tua saya tercinta yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan kasih sayang, do’a, semangat, motivasi serta segala upaya dalam memberikan dukungan kepada penulis. 2. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya. 3. Ibu Dr. Elpawati, MP, selaku ketua program studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Akhmad Mahbubi, SP, MM, selaku sekretaris program studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. iv 5. Bapak Dr. Ujang Maman, M.Si dan Bapak Ir. Junaidi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah selalu meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, solusi dan dukungan kepada penulis selama proses pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. 6. Ibu Dr. Lilis Imamah Ichdayati, dan Bapak Drs. Acep Muhib, MM selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran yang bermanfaat demi kesempurnaan penulisan skripsi. 7. Seluruh dosen Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas ilmu dan pelajaran dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan. 8. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan yang telah berkenan memberikan informasi dan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. 9. Sahabat seperjuangan: Adrian, Adit, Alam, Andika, Arif, Fahmi, Ilham, Ichsan, Riki Purbaya, Ricky Ade, Sofyanto, Tirto, Reza, atas semangat dan informasi selama penelitian hingga penulisan skripsi serta sebagai teman diskusi. 10. Teman seperjuangan: Inayatullah, Dwi Indah dan Elly atas massa-massa yang dilalui bersama selama bimbingan skripsi. 11. Teman-teman Agribisnis angkatan 2010 yang telah banyak membantu saya melewati masa-masa perkuliahan. v Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini mungkin masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak. Ciputat, April 2015 Penulis vi RINGKASAN HENDRIK HEXA YOGA, Efektivitas Penyuluhan Metode Sekolah Lapang Terhadap Penerapan Standar Operasional Prosedur Budidaya Anggrek Tanah (Terestrial) di Kota Tangerang Selatan. Di bawah bimbingan Ujang Maman dan Junaidi. Anggrek merupakan salah satu tanaman florikultura yang tersebar luas diseluruh dunia. Tanaman ini populer karena memiliki keindahan dengan berbagai bentuk dan warna. Jenis anggrek yang banyak digunakan sebagai bunga potong adalah anggrek tanah (terestrial), karena memiliki tangkai bunga yang panjang dan kokoh, jumlah kuntum bunga banyak, bentuk dan warna bunga menarik, serta tahan lama. Untuk memenuhi tuntutan konsumen domestik maupun global akan produk yang aman, bermutu dan ramah lingkungan maka Good Agricultural Practicies (GAP) atau budidaya yang baik dan benar menurut Standar Operasional Procedur (SOP) merupakan hal yang perlu dilakukan. Sekolah Lapang GAP-SOP tanaman florikultura merupakan salah satu metode belajar dengan pendekatan orang dewasa dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan ,dan keterampilan petani dalam menerapkan prinsipprinsip GAP tanaman florikultura melalui pola pembelajaran lewat pengalaman, dengan menggunakan lahan sebagai tempat belajar, memantau secara teratur setiap minggu atau dua minggu sepanjang musim tanam, mengkaji dan membahasnya sehingga petani menjadi ahli dan dapat mengambil keputusannya sendiri. Oleh karena itu diharapkan Sekolah Lapang dapat menjadi metode penyuluhan yang efektif dalam rangka menyampaikan materi SOP budidaya anggrek tanah kepada petani anggrek di Kota Tangerang Selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui karakteristik petani anggrek di Kota Tangerang Selatan. 2) Mengetahui hubungan karakteristik petani anggrek dengan pengetahuan petani anggrek mengenai SOP budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan. 3) Mengetahui hubungan karakteristik petani anggrek dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani di Kota Tangerang Selatan. 4) Mengetahui hubungan pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah Lapang dengan penerapan SOP budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan. Penelitian dilakukan di Kota Tangerang Selatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangan bahwa Kota Tangerang Selatan merupakan sentra tanaman anggrek di Provinsi Banten. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kepada responden. Data sekunder didapatkan dari buku-buku, jurnal, dan laporan yang terkait dengan penelitian ini. Responden adalah petani anggrek tanah yang berada di Kota Tangerang Selatan. Data yang diperoleh diolah secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan bantuan aplikasi komputer, yaitu SPSS 21.0. vii Metode analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah Lapang dengan penerapan standar oprasional prosedur budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan adalah dengan menggunakan uji Chi Square (X2). Karakteristik petani di Kota Tangerang Selatan beragam, mulai dari umur petani yang terbanyak berada pada kelompok umur sedang (41-57 tahun), pendidikan petani yang terbanyak berada pada kelompok pendidikan rendah (tidak sekolah-SD), dan pengalaman petani yang terbanyak berada pada kelompok pengalaman rendah (1-13 tahun). Pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah menunjukan hasil yang berada pada kriteria tinggi, dari 42 petani responden terdapat 7 petani yang memiliki skor pengetahuan rendah, 9 petani yang memiliki skor pengetahuan sedang dan 26 petani yang memiliki skor pengetahuan tinggi. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Penerapan petani terhadap SOP budidaya anggrek tanah menunjukan hasil yang berada pada kriteria sedang, dari 42 petani responden terdapat 11 petani yang memiliki skor penerapan rendah dan 17 petani yang memiliki skor penerapan sedang, dan 14 petani yang memiliki skor penerapan tinggi. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan penerapan petani SOP budidaya anggrek tanah oleh petani. Berdasarkan analisis X2 antara pengetahuan petani dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani diperoleh hasil X2 hitung sebesar 14,273 dan nilai P sebesar 0,006. Hasil tersebut menunjukan terdapat hubungan antara pengetahuan dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah karena nilai X2 hitung lebih besar dari nilai X2 Tabel (14,273 > 9,488) dan nilai P lebih kecil dari nilai batas kritis (0,006 < 0,05). Pengetahuan berhubungan nyata dengan tingkat penerapan petani, semakin tinggi tingkat pengetahuan petani maka semakin tinggi tingkat penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani. Tingkat efektifitas penyuluhan metode Sekolah Lapang berada pada kriteria sedang (cukup efektif). viii DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 6 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 6 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Efektivitas Penyuluhan .................................................. 8 2.2 Metode Penyuluhan Pertanian ....................................................... 10 2.3 Komunikasi Interpersonal .............................................................. 11 2.4 Adopsi Inovasi ............................................................................... 13 2.5 Sekolah Lapang.............................................................................. 21 2.6 Sekolah Lapang Good Agrikultural Practicies (SL-GAP) ............. 23 2.7 Standar Operasional Prosedur Budidaya Anggrek Tanah ............. 25 2.7.1 Penetapan lokasi ................................................................... 27 2.7.2 Penyiapan Lahan .................................................................. 27 2.7.3 Penyiapan Bedengan ............................................................ 27 2.7.4 Pemasangan Penyangga ....................................................... 28 2.7.5 Penyiapan Media Tanam ...................................................... 28 2.7.6 Penyiapan Benih Bermutu .................................................... 28 2.7.7 Penanaman............................................................................ 29 2.7.8 Pengairan .............................................................................. 29 2.7.9 Pemupukan ........................................................................... 29 2.7.10 Penyulaman ........................................................................ 30 2.7.11 Sanitasi Kebun ................................................................... 30 2.7.12 Perlindungan Tanaman ...................................................... 30 2.7.13 Panen .................................................................................. 31 2.7.14 Peremajaan Tanaman ......................................................... 31 ix 2.7.15 Pascapanen ......................................................................... 31 2.7.16 Pencatatan .......................................................................... 32 2.8 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 32 2.9 Kerangka Pemikiran Konseptual ................................................... 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 36 3.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................ 36 3.3 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 37 3.4 Teknik Penarikan Sampel ............................................................ 37 3.5 Instrumen Penelitian .................................................................... 39 3.6 Uji Validitas dan Reabilitas ......................................................... 40 3.6.1 Uji Validitas ....................................................................... 40 3.6.2 Uji Reliabilitas ................................................................... 41 3.7 Pengolahan Data dan Analisis Data ............................................ 42 3.7.1 Pengolahan Data ................................................................ 42 3.7.2 Analisis Data ...................................................................... 44 3.8 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 46 3.9 Definisi Operasional .................................................................... 46 BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Sejarah Kota Tangerang Selatan ................................................. 48 4.2 Geografis Kota Tangerang Selatan .............................................. 49 4.3 Kondisi Sumberdaya Manusia ..................................................... 50 4.3.1 4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ................ 50 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ........... 51 4.4 Kelompok Tani Anggrek di Kota Tangerang Selatan ................. 51 4.5 Produk Domestik Regional Bruto Kota Tangerang Selatan ........ 52 4.6 Program Penyuluhan di Kota Tangerang Selatan ........................ 53 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Petani........................................................................ 55 5.1.1 Umur Petani .......................................................................... 55 5.1.2 Tingkat Pendidikan Petani.................................................... 56 5.1.3 Pengalaman Petani ............................................................... 57 x 5.2 Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah .... 58 5.3 Hubungan Karakteristik Petani dengan Pengetahuan Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah ..................................... 60 5.3.1 Hubungan Umur dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek Tanah ..................................................................... 60 5.3.2 Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek Tanah ..................................................... 62 5.3.3 Hubungan Pengalaman dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek Tanah ..................................................... 64 5.4 Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani .................... 66 5.5 Hubungan Karakteristik Petani dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani ...................................... 69 5.5.1 Hubungan Umur dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ...................................................................... 69 5.5.2 Hubungan Pendidikan dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ...................................................................... 71 5.5.3 Hubungan Pengalaman dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ...................................................................... 73 5.6 Hubungan Pengetahuan dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ................................................................................. 76 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .................................................................................. 79 6.2 Saran ............................................................................................ 80 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 81 LAMPIRAN ........................................................................................................ 83 xi DAFTAR TABEL No Hal 1. Produksi Lima Tanaman Hias Terbesar di Indonesia Tahun 2012 ................. 1 2. Lima Provinsi Penghasil Tanaman Anggrek Terbesar di Indonesia Tahun 2012 ..................................................................................................... 2 3. Permintaan Bunga Potong Anggrek di Kota Tangerang Selatan .................... 2 4. Perbedaan antara media massa dan komunikasi interpersonal ..................... 12 5. Besaran Sampel dari Setiap Kelompok Tani ................................................ 39 6. Struktur Kuesioner Karakteristik, Pengetahuan, dan Penerapan Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah ............................................................................. 43 7. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin .......................................................... 50 8. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur...................................................... 51 9. Kelompok Tani Anggrek Tanah Kota Tangerang Selatan ............................ 52 10. PDRB Kota Tangerang Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha ............................................................................. 53 11. Distribusi Petani Berdasarkan Umur ............................................................. 56 12. Distribusi Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...................................... 56 13. Distribusi Petani Berdasarkan Pengalaman .................................................. 57 14. Distribusi Petani Menurut Pengetahuan Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah .............................................................................................. 59 15. Distribusi Respoden Menurut Umur dan Pengetahuan ................................. 61 16. Distribusi Respoden Menurut Pendidikan dan Pengetahuan ........................ 63 17. Distribusi Respoden Menurut Pengalaman dan Pengetahuan ....................... 65 18. Distribusi Petani Menurut Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ......... 68 xii 19. Distribusi Respoden Menurut Umur dan Penerapan ..................................... 70 20. Distribusi Respoden Menurut Pendidikan dan Penerapan ............................ 72 21. Distribusi Respoden Menurut Pengalaman dan Penerapan .......................... 74 22. Distribusi Respoden Menurut Pengetahuan dan Penerapan.......................... 76 xiii DAFTAR GAMBAR No Hal 1. Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 35 xiv DAFTAR LAMPIRAN No Hal 1. Kuesioner Penelitian ..................................................................................... 84 2. Tabulasi Data Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah ............................................................................................................. 88 3. Hasil Uji Tingkat Validitas Instrumen Penelitian Mengenai Pengetahuan Petani ....................................................................................... 89 4. Hasil Uji Tingkat Reliabilitas Instrumen Penelitian Mengenai Pengetahuan Petani Menggunakan SPSS 21................................................. 89 5. Tabulasi Data Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani ........ 90 6. Hasil Uji Tingkat Validitas Instrumen Penelitian Mengenai Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani ................................ 92 7. Hasil Uji Tingkat Reliabilitas Instrumen Penelitian Mengenai Penerapan Petani Menggunakan SPSS 21 .................................................... 93 8. Hasil Tabulasi Silang Antara Karakteristik Petani Dengan Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah Menggunakan SPSS 21 .. 93 9. Hasil Tabulasi Silang Antara Karakteristik Petani Dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani Menggunakan SPSS 21 .......... 96 10. Hasil Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Petani dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ..................................................................... 99 xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek merupakan salah satu tanaman florikultura yang tersebar luas diseluruh dunia. Tanaman ini populer karena memiliki keindahan dengan berbagai bentuk dan warna. Anggrek termasuk famili Orchidaceae, suatu famili yang sangat besar dan sangat bervariasi yang memiliki sekitar 800 genus dan tidak kurang dari 30.000 spesies (Gunawan, 2008:5). Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang diproduksi di Indonesia. Pada tahun 2012 anggrek menempati urutan ke empat tanaman hias yang paling banyak di produksi di Indonesia setelah krisan, sedap malam, dan mawar. Produksi lima tanaman hias terbesar di Indonesia pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1 (Badan Pusat Statistik, 2014:1) Tabel 1. Produksi Lima Tanaman Hias Terbesar di Indonesia Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 Tanaman Krisan Sedap malam Mawar Anggrek Gerbera Produksi 397.651.571 101.197.847 68.624.998 20.727.891 9.854.787 Satuan Tangkai Tangkai Tangkai Tangkai Tangkai Sumber: Badan Pusat Statistik (2014:1) Provinsi Banten pada tahun 2012 merupakan Provinsi kedua terbesar penghasil tanaman anggrek setelah Provinsi Jawa Barat. Lima provinsi produsen tanaman anggrek terbesar di Indonesia pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 2 (Badan Pusat Statistik, 2014:1). 1 Tabel 2. Lima Provinsi Produsen Tanaman Anggrek Terbesar di Indonesia Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 Provinsi Jawa Barat Banten Jawa Timur Jawa Tengah Bali Produksi 7.626.316 5.628.179 2.483.618 1.242.982 1.236.218 Satuan Tangkai Tangkai Tangkai Tangkai Tangkai Sumber: Badan Pusat Statistik (2014:1) Sedangkan pada tahun 2012 Kota Tangerang Selatan merupakan daerah penghasil tanaman anggrek terbesar di Provinsi Banten dengan total produksi sebesar 5.055.577 tangkai atau 89,82% dari total produksi di Provinsi Banten (Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2014:1). Untuk memenuhi tuntutan konsumen domestik maupun global akan produk yang aman, bermutu dan ramah lingkungan maka cara budidaya yang baik dan benar merupakan hal yang perlu dilakukan. Permintaan bunga potong anggrek di Kota Tangerang Selatan mengalamai trend yang terus meningkat, pada tahun 2012 permintaan akan bunga potong anggrek sebesar 5,5 juta tangkai, pada tahun 2013 naik menjadi 6 juta tangkai (0,92%) sedangkan pada tahun 2013 meningkat lagi menjadi 7 juta tangkai (0,85%). Permintaan bunga potong anggrek di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Permintaan Bunga Potong Anggrek di Kota Tangerang Selatan No 1 2 3 Tahun 2012 2013 2014 Permintaan 5.500.000 6.000.000 7.000.000 Satuan Tangkai Tangkai Tangkai Sumber: Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan (2014:1) 2 Jika trend permintaan akan bunga anggrek yang terus meningkat tetapi tidak diikuti dengan peningkatan produksi yang seimbang maka akan menimbulkan kesenjangan antara permintaan dengan penawaran. Dengan demikian diperlukan upaya peningkatan kemampuan, ketrampilan dan perubahan pemahaman dan sikap petugas maupun produsen florikultura dalam usaha budidaya tanaman florikultura yang baik dan benar sesuai dengan SOP yang sudah disusun (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011:29). Penerapan Good Agricultural Practicies (GAP) atau cara budidaya yang baik dan benar dalam budidaya tanaman florikultura dimaksudkan untuk memperbaiki proses produksi menjadi ramah lingkungan, meningkatkan kualitas produk sesuai standar, memungkinkan penelusuran semua aktivitas produksi dan dapat dilacak kembali jika terjadi masalah atau keluhan dari konsumen, serta meningkatkan daya saing dalam memasuki pasar global. Untuk itu penerapan GAP-SOP mutlak dilakukan oleh petani tanaman florikultura dengan pendampingan secara intensif oleh para pemandu lapang (Direktorat Jenderal Hortikultura 2011:29). Dalam rangka meningkatkan kemampuan, ketrampilan dan perubahan pemahaman dan sikap dari produsen florikultura maka dilakukan kegiatan penyuluhan. Akan tetapi dalam kegiatan penyuluhan di Kota Tangerang Selatan ada kendala-kendala yang dihadapi, diantaranya: (1) Tingkat pengetahuan petani relatif rendah yang disebabkan adanya petani yang tidak bisa baca tulis, (2) Petani lebih memilih pestisida kimia dibandingkan dengan pestisida organik karena pestisida kimia lebih cepat terlihat hasilnya, (3) Kualitas bunga anggrek yang 3 dihasilkan masih ada yang tidak sesuai standar, (4) Petani relatif malas mencatat aktivitas produksinya sehingga tidak dapat dilacak kembali jika terjadi masalah atau keluhan dari konsumen, (5) Motivasi petani dalam menghadiri penyuluhan relatif masih rendah, (6) Sumberdaya yang dimiliki petani seperti lahan dan permodalan relatif kecil, (7) Wawasan petani akan akses yang dapat mendukung usahataninya relatif rendah. Kendala-kendala tersebut bisa terjadi dikarenakan keragaman diantara petani. Oleh sebab itu diperlukan suatu metode penyuluhan yang dapat mengatasi kendala-kendala tersebut. Sekolah Lapang GAP-SOP Tanaman Florikultura merupakan salah satu metode belajar dengan pendekatan orang dewasa dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan petani dalam menerapkan prinsipprinsip GAP Tanaman Florikultura melalui pola pembelajaran lewat pengalaman, dengan menggunakan lahan sebagai tempat belajar, memantau secara teratur setiap minggu atau dua minggu sepanjang musim tanam, mengkaji dan membahasnya sehingga petani menjadi ahli dan dapat mengambil keputusannya sendiri (Direktorat Jenderal Hortikultura 2011:30). Sekolah Lapang sudah dipakai sebagai metode penyuluhan pertanian di Kota Tangerang Selatan sejak tahun 2010. Terdapat tiga jenis Sekolah Lapang yang telah dilaksanakan yaitu Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT), Sekolah Lapang Pengendalian Hama Tanaman (SL-PHT), Sekolah Lapang Standar Operasional Prosedur (SL-GAP/SOP). Pada tahun 2010 dilaksanakan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) kepada kelompok tani dengan komoditas padi dan jagung. 4 Sedangkan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Tanaman (SL-PHT) dan Sekolah Lapang Standar Operasional Prosedur (SL-GAP/SOP) baru dilaksanakan pada tahun 2011. Setelah itu Sekolah Lapang rutin diadakan setiap tahunnya sampai pada tahun 2013. Sedangkan pada tahun 2014 tidak ada program penyuluhan Sekolah Lapang yang dilakukan. Selama diadakan program penyuluhan Sekolah Lapang ada beberapa kendala yang dihadapi, diantaranya: (1) Sekolah Lapang bergantung pada dana anggaran, jika tidak ada anggaran maka tidak ada program penyuluhan Sekolah Lapang seperti pada tahun 2014, (2) Penentuan waktu Sekolah Lapang agak sulit karena harus berdasarkan keputusan bersama, (3) Pengetahuan awal petani relatif rendah, (4) Tingkat kehadiran petani belum optimal, ada petani yang tidak menghadiri seluruh pertemuan dari awal hingga akhir. Sekolah Lapang sebagai metode penyuluhan pertanian termutakhir diharapkan dapat mengatasi kendala-kendala tersebut sehingga pada akhirnya petani memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai inovasi yang disuluhkan serta petani mau mengadopsi inovasi tersebut serta mampu menerapkannya dengan baik dan benar. Berdasarkan masalah tersebut peneliti melakukan penelitian mengenai: “Efektivitas Penyuluhan Metode Sekolah Lapang Terhadap Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Anggrek Tanah (Terestrial) di Kota Tangerang Selatan” 5 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan permasalahannya sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik petani anggrek di Kota Tangerang Selatan? 2. Bagaimana hubungan karakteristik petani dengan pengetahuan petani anggrek mengenai Standar Oprasional Prosedur budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan? 3. Bagaimana hubungan karakteristik petani dengan penerapan Standar Oprasional Prosedur budidaya anggrek oleh petani di Kota Tangerang Selatan? 4. Bagaimana hubungan pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah Lapang dengan penerapan Standar Oprasional Prosedur budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui karakteristik petani anggrek di Kota Tangerang Selatan. 2. Mengetahui hubungan karakteristik petani dengan pengetahuan petani anggrek mengenai standar oprasional prosedur budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan. 3. Mengetahui hubungan karakteristik petani dengan penerapan Standar Oprasional Prosedur budidaya anggrek oleh petani di Kota Tangerang Selatan. 6 4. Mengetahui hubungan pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah Lapang dengan penerapan standar oprasional prosedur budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan. 1.4 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi pihak-pihak sebagai berikut: 1. Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi instansi terkait guna meningkatkan mutu penyuluhan pertanian. 2. Penyusun Penelitian ini merupakan suatu proses pembelajaran dalam penerapan antara teori dan praktek yang dilakukan dalam suatu karya ilmiah. 3. Pembaca Dapat memberikan manfaat bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan referensi yang berguna bagi penelitian selanjutnya. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Efektifitas Penyuluhan Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Emerson yang dikutip Handayaningrat (1994:16) yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.” Sedangkan Hidayat (1986) menjelaskan bahwa :“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif (Rihadini,2012:12). Efektifitas dan efisiensi mungkin tidak berhubungan. Suatu organisasi efisien tetapi tidak mampu mencapai tujuannya, dan suatu organisasi tidak efisien tetapi efektif mencapai tujuannya. Tujuan pada umumnya disebut output, dengan demikian efektifitas adalah kecepatan mencapai tujuan. Efektifitas berbicara bagaimana mencapai output secepat mungkin, dan efisiensi berbicara bagaimana 8 menggunakan input sekecil mungkin untuk menghasilkan output (Darsono, 2011:196). Van Den Ban dan Hawkins (1999:25) mengartikan penyuluhan sebagai keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Soekartawi (1988:6) mengartikan penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan diluar sekolah (informal) yang diberikan kepada petani dan keluarganya dengan maksud agar mereka mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya sendiri atau bila dimungkinkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekelilingnya. Menurut Slamet dan Mardikanto (1993), tujuan yang sebenarnya dari penyuluhan adalah terjadinya perubahan perilaku sasarannya. Hal ini merupakan perwujudan dari : pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung dengan indera manusia. Berdasarkan pengertian-pengertian efektifitas dan penyuluhan diatas maka efektifitas penyuluhan adalah tercapainya tujuan penyuluhan yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani agar petani mampu membuat keputusan yang benar mengenai masalah usahataninya sehingga petani mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya sendiri atau bila dimungkinkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekelilingnya. 9 2.2 Metode Penyuluhan Pertanian Metode penyuluhan pertanian dapat diartikan sebagai suatu cara penyampaian materi penyuluhan pertanian melalui media komunikasi oleh penyuluh pertanian kepada petani dan anggota keluarganya agar bisa dan membiasakan diri menggunakan teknologi baru. Pilihan agen penyuluhan terhadap suatu metode tergantung pada tujuan khusus dan situasi kerjanya (Van den Ban dan Hawkins, 1999:150). Bentuk metode penyuluhan menurut Van den Ban dan Hawkins (1999,149178) adalah: a) Metode media massa atau metode pendekatan massal. Sesuai dengan namanya, metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah yang cukup banyak. Dipandang dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup baik, namun terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran dan keingintahuan semata. Hal ini disebabkan karena pemberi dan penerima pesan cenderung mengalami proses selektif saat menggunakan media massa sehingga pesan yang diampaikan mengalami distorsi (Van den Ban dan Hawkins, 1999:150). Termasuk dalam metode pendekatan massal antara lain adalah rapat umum, siaran radio, kampanye, pemutaran film, penyebaran leaflet, folder atau poster, surat kabar, dan lain sebagainya. b) Metode penyuluhan kelompok lebih menguntungkan dari media massa, karena umpan balik yang lebih baik yang memungkinkan pengurangan salah pengertian yang bisa berkembang antara penyuluh dan petani. Biaya per kapita penggunaan metode kelompok cenderung lebih tinggi daripada 10 media massa. Metode kelompok sering mencapai bagian tertentu dari kelompok sasaran, karena hanya petani yang betul-betul berminat pada penyuluhan yang datang ke pertemuan. Termasuk dalam metode kelompok antara lain adalah ceramah, demonstrasi, widyakarya, dan Sekolah Lapang (Van den Ban dan Hawkins, 1999:165) c) Metode penyuluhan individu atau metode pendekatan perorangan pada hakikatnya adalah paling efektif dan intensif dibanding metode lainnya, namun karena berbagai kelemahan di dalamnya, maka pendekatan ini jarang diterapkan pada program-program penyuluhan yang membutuhkan waktu yang relatif cepat. Termasuk dalam metode pendekatan perorangan atau personal approach, antara lain: kunjungan rumah, kunjungan ke lokasi atau lahan usaha tani, surat menyurat, hubungan telepon, kontak informal, magang, dan lain sebagainya (Van den Ban dan Hawkins, 1999:178). 2.3 Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal adalah suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain, komunikasi ini pada umum dilakukan secara tatap muka. Di perdesaan komunikasi ini sering dilakukan oleh penyuluh maupun petani dalam kelompoknya baik dalam bentuk pertemuan kelompok maupun dalam difusi inovasi kepada kelompok-kelompok yang lain. Perbedaan karakteristik antara komunikasi media massa dan komunikasi interpersonal dapat dilihat pada Tabel 4. 11 Tabel 4. Perbedaan Karakteristik Antara Komunikasi Media Massa dan Komunikasi Interpersonal Karakteristik Komunikasi Interpersonal Komunikasi Media Massa 1 Arus pesan Arus pesan cenderung dua arah Arus pesan cenderung searah 2 Konteks komunikasi Saling berhadapan Ditempatkan 3 Banyaknya umpan balik yang siap Tinggi Rendah 4 Kemampuan untuk menguasai proses seleksi (akses seleksi) Tinggi Rendah 5 Kecepatan penyampaian pesan pada pembaca / pemirsa yang banyak Relatif lambat Relatif cepat 6 Kemungkinan untuk menyesuaikan pesan pada pembaca / pemirsa Besar Kecil 7 Biaya per orang yang bisa dijangkau Tinggi Rendah 8 Kemungkinan diabaikan oleh pembaca/pemirsa Rendah Tinggi 9 Pesan yang sama bagi semua penerima pesan Tidak Ya 10 Siapa yang memberi informasi Setiap orang Pakar /penguasa 11 Dampak yang mungkin terjadi Pembentukan dan perubahan sikap Perubahan pengetahuan No Sumber: Rogers dan Shoemaker dalam AW van Den Ban (1999:164) Berdasarkan perbandingan antara komunikasi interpersonal dengan komunikasi media massa, komunikasi interpersonal akan menimbulkan dampak pembentukan dan perubahan sikap, sedangkan komunikasi media massa hanya akan menimbulkan dampak perubahan pengetahuan saja. 12 2.4 Adopsi Inovasi Inovasi adalah suatu gagasan, metode, atau objek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir (AW van den Ban 1999:122). Inovasi menurut UU No.18 tahun 2002 adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi. Adopsi inovasi mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal ini disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah menyangkut proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang mempengaruhinya. Rogers dan Shoemaker (1983:99) memberikan definisi tentang proses pengambilan keputusan untuk melakukan adopsi inovasi, seperti berikut: ... the mental process of an innovation to a decision to adopt or to reject and to confirmation of this decision... Mengikuti definisi yang diberikan oleh Rogers dan Shoemaker tersebut, maka ada beberapa elemen penting yang perlu diperhatikan dalam proses adopsi inovasi, yaitu: (a) adanya sikap mental untuk melakukan adopsi inovasi, dan (b) adanya konfirmasi dari keputusan yang diambil. 13 Dari definisi diatas, tampak bahwa dalam proses adopsi inovasi diperlukan adanya komitmen yang terikat dan perlu dijaga konsistensinya yang didasarkan atas kemampuan yang dimiliki oleh calon adopter. Menurut Rogers (1983:99) proses pengambilan keputusan inovasi adalah proses mental dimana seseorang berlalu dari pengetahuan pertama mengenai suatu inovasi dengan membentuk suatu sikap terhadap inovasi, sampai memutuskan untuk menolak atau menerima, melaksanakan ide-ide baru dan mengukuhkan terhadap keputusan inovasi. Tahapan dalam proses adopsi inovasi yaitu : 1. Tahap Kesadaran Tahap seseorang tahu dan sadar terdapat suatu inovasi sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut. 2. Tahap Keinginan Tahap seseorang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut sehingga ia mulai tertarik pada hal tersebut. 3. Tahap Evaluasi Tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi. 4. Tahap Mencoba Tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru. 14 5. Tahap Adopsi Tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut. Dari pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi tidak berhenti segera setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini akan berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh lingkungan penerima adopsi. Oleh sebab itu, Rogers (1993:163-184) merevisi kembali teorinya tentang keputusan tentang inovasi yaitu: Pengetahuan, persuasi, keputusan, pelaksanaan, dan konfirmasi. 1. Tahap pengetahuan. Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media cetak, maupun komunikasi interpersonal diantara masyarakat. Tahapan ini juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik dalam pengambilan keputusan, yaitu: (1) Karakteristik sosial-ekonomi, (2) Nilai-nilai pribadi dan (3) Pola komunikasi. 2. Tahap persuasi Pada tahap ini individu tertarik pada inovasi dan aktif mencari informasi/detail mengenai inovasi. Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna. Inovasi yang dimaksud berkaitan dengan karakteristik inovasi itu sendiri, seperti: (1) Kelebihan inovasi, (2) Tingkat keserasian, (3) Kompleksitas, (4) Dapat dicoba dan (5) Dapat dilihat. 15 3. Tahap pengambilan keputusan. Pada tahap ini individu mengambil konsep inovasi dan menimbang keuntungan/kerugian dari menggunakan inovasi dan memutuskan apakah akan mengadopsi atau menolak inovasi. 4. Tahap implementasi. Selama tahap ini individu menentukan kegunaan dari inovasi dan dapat mencari informasi lebih lanjut tentang hal itu. 5. Tahap konfirmasi. Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari pembenaran atas keputusan mereka. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan evaluasi. Faktor yang mempengaruhi kecepatan suatu proses adopsi inovasi menurut Soekartawi (1988:62-64) adalah: 1. Keunggulan relatif Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi ekonomi, prestise sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi. 2. Kompatibilitas Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan 16 pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai. 3. Kerumitan Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. 4. Kemampuan diuji cobakan Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba pada batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam kondisi sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan keunggulannya. 5. Kemampuan diamati Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian; kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi. 17 Penerimaan terhadap suatu inovasi oleh suatu masyarakat tidak terjadi secara serempak. Ada anggota masyarakat yang memang sejak lama telah menanti datangnya inovasi karena sadar akan kebutuhannya. Ada anggota masyarakat yang melihat dulu kiri-kanannya dan setelah yakin benar akan keuntungankeuntungan tertentu yang bakal diperoleh, baru mau menerima inovasi yang dimaksud. Namun ada pula anggota masyarakat yang sampai akhir tetap tidak mau menerima suatu inovasi. Cepat tidaknya proses difusi dan adopsi inovasi, akhirnya juga sangat tergantung dari faktor intern dari adopter itu sendiri. Latar belakang sosial, ekonomi, budaya ataupun politik sangat mempengaruhi cepat atau tidaknya proses difusi dan adopsi inovasi itu sendiri. Beberapa hal penting lain yang mempengaruhi adopsi inovasi menurut Soekartawi (1988:70-72) adalah: 1. Umur Semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut. 2. Pendidikan Mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, mereka agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat. 18 3. Keberanian Mengambil Risiko Biasanya kebanyakan petani kecil mempunyai sifat menolak risiko. Mereka berani mengambil risiko jika adopsi inovasi itu benar-benar telah mereka yakini. 4. Pola Hubungan Biasanya petani yang berada dalam pola hubungan yang kosmopolitas mereka lebih cepat melakukan adopsi inovasi dibanding mereka yang berada dalam pola hubungan lokalitas. 5. Sikap Terhadap Perubahan Kebanyakan petani kecil agak lamban dalam mengubah sikapnya karena sumberdaya lahan terbatas sekali sehingga mereka agak sulit untuk mengubah sikapnya untuk adopsi inovasi. 6. Motivasi Berkarya Motivasi untuk berkarya sangat penting dan untuk menumbuhkan motivasi tidaklah mudah, khususnya bagi petani dengan segala keterbatasan yang dimiliki. 7. Aspirasi Faktor aspirasi perlu ditumbuhkan bagi calon adopter karena jika tidak maka adopsi inovasi tersebut sulit untuk dilakukan. 8. Fatalisme Jalannya proses adopsi inovasi akan berjalan lebih lambat jika adopsi inovasi itu menyebabkan risiko yang tinggi. 19 9. Sistem Kepercayaan Tertentu Makin tertutup suatu sistem sosial dalam masyarakat terhadap sentuhan luar maka makin sulit pula anggota masyarakatnya untuk melakukan adopsi inovasi. 10. Karakteristik Psikologi Karakteristik psikologi dari calon adopter menentukan cepat tidaknya suatu adopsi inovasi. Jika mendukung maka proses adopsi inovasi itu akan berjalan lebih cepat. Rogers (1983:247-250) menjelaskan dalam menerima suatu inovasi ada beberapa tipologi penerima adopsi yang ideal yaitu : 1. Inovator Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi. 2. Pengguna awal Kategori adopter ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. 3. Mayoritas awal Kategori pengadopsi seperti ini akan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting untuk menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat. 20 4. Mayoritas akhir Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. 5. Lamban Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Saat kelompok ini mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman. 2.5 Sekolah Lapang Sekolah lapang adalah suatu metode belajar dengan pendekatan orang dewasa (experential learning cycle) untuk menghasilkan tanaman sehat dengan produktivitas optimal dengan proses yang tidak membahayakan pekerja (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012:30) Sekolah Lapang adalah sekolah tanpa dinding, tanpa pemisah dan pembatas, terbuka dan bersifat tidak formal dengan metode pendekatan Pendidikan Orang Dewasa (POD) guna mengembangkan dan memberdayakan petani/kelompok tani melalui sistem pembelajaran berdasarkan pengalaman dalam melaksanakan kegiatan bidang pertanian (Pusat Penyuluhan Kehutanan 2012:3). Metode Penyuluhan Sekolah Lapang yang dikenal pertama kali pada tahun 1989, telah memberikan warna baru pada dunia penyuluhan pertanian. Sekolah Lapang telah menghasilkan perubahan yang luar biasa dalam meningkatkan 21 kapasitas dan partisipasi petani khususnya dalam pengendalian hama terpadu. Sekolah Lapang sebagai salah satu metode penyuluhan atau pembelajaran dan pendidikan petani memiliki ciri khusus, prinsip, azas, tahapan yang membedakannya dengan metode penyuluhan dan pembelajaran lainnya. Hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan Sekolah Lapang ialah menghasilkan petani yang sadar lingkungan, kritis dan mandiri dalam mengembangkan usahatani secara berkelanjutan (Kementrian Kehutanan 2012:4). Menurut FAO (Food and Agriculture Organization,2014:1) “A farmer field school is a school without walls. A group of farmers gets together in one of their own fields to learn about their crops and things that affect them. They learn how to farm better by observing, analysing and trying out new ideas on their own fields”. FAO menjelaskan sekolah lapang sebagai sekolah tanpa dinding, dengan sekelompok petani belajar bagaimana bertani yang lebih baik dengan mengamati, menganalisis dan mencoba ide-ide baru di bidangnya masing-masing. FAO telah mempromosikan sekolah lapangan sebagai pendekatan inovatif untuk pendidikan orang dewasa yang pertama kali dikembangkan di Asia Tenggara untuk pengendalian hama dan untuk meningkatkan pengelolaan lahan dan air di Afrika. Tidak seperti pendekatan tradisional untuk penyuluh pertanian, yang mengandalkan penyuluh memberikan saran kepada para petani, sekolah lapangan petani memungkinkan kelompok tani untuk mengetahui jawaban untuk diri mereka sendiri. Itu berarti petani dapat mengembangkan solusi untuk masalah mereka sendiri. 22 2.6 Sekolah Lapang Good Agricultural Practices SL GAP-SOP Tanaman Florikultura merupakan salah satu metode belajar dengan pendekatan orang dewasa dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan petani dalam menerapkan prinsip-prinsip GAP Tanaman Florikultura melalui pola pembelajaran lewat pengalaman, dengan menggunakan lahan sebagai tempat belajar, memantau secara teratur setiap minggu atau dua minggu sepanjang musim tanam, mengkaji dan membahasnya sehingga petani menjadi ahli dan dapat mengambil keputusannya sendiri (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012:30). Pelaksanaan kegiatan sekolah lapang GAP dimulai dari pembuatan pedoman SOP, penyusunan panduan SL, workshop bagi Pemandu Lapang (PL1, PL2), perbanyakan materi SL yang dilaksanakan oleh Provinsi dan Kabupaten, serta pelaksanaan SL di Kabupaten/Kota. Tujuan SL GAP-SOP menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012:30) adalah : 1. Meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan petugas dan petani dalam penerapan GAP (budidaya florikultura yang baik dan benar) melalui pola pembelajaran lewat pengalaman di lapang. 2. Mempercepat proses kemandirian dan peran aktif petani dalam mengambil keputusan sehingga menjadi ahli dalam mengatasi permasalahan dalam usaha florikultura. 23 3. Meningkatkan kompetensi dan pengembangan sikap petani sebagai pelaku usaha yang berorientasi kepada profitabilitas namun tetap memiliki kesadaran dalam upaya pelestarian alam secara berkelanjutan. Sasaran SL GAP menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012:31) adalah : 1. Pemahaman dan keterampilan petugas dan petani dalam penerapan GAP meningkat dengan terlaksananya kegiatan SL GAP untuk 9 komoditas florikultura (krisan, mawar, heliconia, sedap malam, anggrek, leatherleaf, melati, Raphis exelsa dan sanseivieria) dari 18 Propinsi di 45 Kabupaten/Kota. 2. Petani paham dan terampil dalam mengambil keputusan dalam mengatasi permasalahan budidaya florikultura. 3. Petani menjadi sadar dalam upaya pelestarian alam/lingkungan. Metode pelaksanaan Kegiatan SL GAP-SOP menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012:34) sebagai berikut: 1. Kegiatan diawali dengan proses identifikasi dan penetapan calon petani/calon lokasi (CP/CL) oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang selanjutnya akan ditetapkan melalui SK Bupati/Walikota atau Dinas Pertanian yang ditunjuk. 2. Peserta SL GAP-SOP adalah: (1) Petani tanaman florikultura yang akan menerapkan GAP-SOP; (2) Bisa baca tulis; (3) berumur 18–50 tahun; (4) Jumlah peserta 15–25 orang; (5) Sanggup mengikuti dari awal hingga akhir; dan (6) Mampu bekerja secara kelompok. 24 3. Pelaksanaan kegiatan SL GAP-SOP berlangsung secara periodik (mingguan atau dua mingguan) ataupun periode tertentu/sesuai fenologi tanaman (sebanyak 13–20 kali pertemuan). 4. Materi/kurikulum yang dibahas selama kegiatan berlangsung terdiri dari : (1) Test balot box (test awal dan test akhir); (2) Materi pokok yang terdiri dari pengamatan control point tahapan GAP-SOP, pembahasan control point, penggambaran hasil pengamatan dan hasil diskusi sub kelompok, presentasi pleno dan pengambilan keputusan/kesepakatan, pencatatan; (3) Pengamatan agroekosistem petak studi; dan (4) Topik khusus sesuai dengan kebutuhan. 2.7 Standar Operasional Prosedur Budidaya Anggrek Tanah Anggrek termasuk famili Orchidaceae, suatu famili yang sangat besar dan sangat bervariasi yang memiliki sekitar 800 genus dan tidak kurang dari 30.000 spesies (Gunawan, 2008:5). Anggrek Terrestria atau anggrek tanah hidup di tanah dengan akar-akarnya didalam tanah. Akar-akar ini disebut akar tanah yang biasanya tebal berdaging, keluar dari bonggol tanaman. Walaupun disebut anggrek tanah, namun dalam pembudidayaan, mereka lebih menyukai tanah yang berhumus seperti keadaan tempat tumbuh dialam bebas. (Gunadi,1985:22). Anggrek Semi Terristria adalah tipe anggrek yang hidup atau biasa ditanam diatas tanah dan juga dinamakan anggrek tanah. Sepanjang batang anggrekanggrek ini banyak tumbuh akar udara, dan akar yang tumbuh dekat tanah akan masuk ke lapisan permukaan tanah atau melata saja dipermukaan tanah. Dalam 25 pembudidayaan, anggrek ini dapat ditanam dalam bak panjang atau parit buatan yang diisi batu-batu, pecahan genteng (Gunadi,1985:23). Anggrek Terrestria dan Semi Terrestria biasa dengan kebasahan atau suasana lembab, maka mereka menyukai air sepanjang tahun dengan tingkat kelembaban yang tinggi. Cara budidaya anggrek tanah berbeda dengan anggrek penumpang yang biasanya menumpang di pepohonan dengan suasana basah atau kering menurut musim. (Gunadi,1985:24). Menurut Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura (2011:3) bahwa SOP budidaya anggrek tanah adalah pedoman dalam melaksanakan budidaya termasuk panen dan pascapanen yang baik dan benar sehingga meningkatkan kualitas, keamanan produk, lingkungan serta petani. Ruang lingkup SOP budidaya anggrek tanah meliputi: (1) Penetapan lokasi (2) Penyiapan lahan (3) Penyiapan bedengan (4) Pemasangan penopang (5) Penyiapan benih bermutu (6) Penanaman (7) Penyiapan media tanam (8) Pengairan (9) Pemupukan (10) Penyulaman (11) Sanitasi kebun (12) Perlindungan tanaman (13) Panen (14) Peremajaan tanaman (15) Pasca panen (16) Pencatatan. Berikut ini cara budidaya anggrek tanah yang dikumpulkan dari beberapa sumber dan disesuaikan dengan lingkup SOP budidaya anggrek tanah mulai dari penetapan lokasi, penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, sampai dengan panen dan pascapanen bunga potong anggrek. 26 2.7.1 Penetapan Lokasi Menyediakan lokasi sebagai lahan usaha, sesuai dengan persyaratan pertumbuhan tumbuh tanaman. Anggrek terrestrial yaitu anggrek yang tumbuh di tanah dan membutuhkan cahaya matahari langsung 70-100 % dengan suhu siang berkisar antara 19-38 oC dan suhu malam berkisar 18-21 oC. Angin dan curah hujan tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman anggrek. Ketinggian yang cocok bagi budidaya tanaman anggrek yaitu pada ketinggian 0-650 m dpl. Tanaman anggrek cocok ditanam pada daerah dengan kelembaban udara disiang hari 65-70 % (Istiati,2009:6). 2.7.2 Penyiapan Lahan Pada saat penyiapan lahan hal-hal yang perlu dilakukan meliputi pembersihan lahan, pembuatan saluran drainase, pembuatan instalasi air, dan pembuatan terasering (bila perlu). Lahan perlu dibersihkan dari tumbuhan liar (gulma) agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman anggrek. Agar lahan tidak becek maka perlu dibuat saluran drainase dengan ukuran tinggi 30 cm x lebar 40 cm x panjang sesuai ukuran lahan. Untuk memenuhi kebutuhan air tanaman anggrek maka pada saat penyiapan lahan perlu dibuat instalasi air seperti sumur, pompa air, dan selang untuk menjangkau seluruh bagian kebun. 2.7.3 Penyiapan Bedengan Media tanam dalam tanah dengan sistim bak-bak tanam. Bak terbuat dari batu bata merah panjang 2 m lebar 40 cm dan tinggi bak 2 lapis batu bata merah. Pembuatan bak diatas tanah untuk menghindari dari kebecekan, dengan cara tanah 27 digali sedalam 10-20 cm kemudian diberi batu bata ukuran 40 cm x 2 m dan jarak antara pembatas dengan yang lain 3 cm (Istiati,2009:13). 2.7.4 Pemasangan Penyangga Tiang penyangga dibuat 4 buah yang ditancapkan kedalam tanah dengan ketinggian masing-masing 1,5 m. Antara tiang satu dangan tiang lainnya dihubungkan dengan kayu sehingga keempat tiang tersebut menjadi satu rangkaian (Istiati,2009:14). 2.7.5 Penyiapan Media Tanam Media tanam untuk anggrek Terrestria adalah pupuk kompos, sekam, pupuk kandang, dan serat pakis. Sedangkan media tanam untuk anggrek semi terrestria adalah pecahan genteng yang agak besar, pupuk kandang, sekam, dan serutan kayu (Istiati,2009:6). Media tumbuh untuk anggrek tanah merupakan campuran dengan perbandingan yang sama, terdiri dari serutan kayu, kompos, pupuk kandang yang sudah matang. Setelah dicampur merata, media ini diisikan kedalam bedengan dengan terlebih dahulu dasar bedengan diberi lapisan yang porous dari pecahan genting atau batu bata setebal 5-10 cm tergantung pada ketinggian bedengannya (Gunawan, 2008:32). 2.7.6 Penyiapan Benih Bermutu Bibit anggrek yang baik, sehat, dan unggul mempunyai beberapa ciri, yaitu: bentuk batang kuat, pertumbuhan pesat, daun subur, bunga lebat dan indah (Istiati,2009:9). 28 2.7.7 Penanaman Anggrek tanah dapat ditanam dalam bak kayu panjang atau dibedengan tanah yang telah diberi pembatas dua baris genting yang diletakan dengan posisi berdiri. Lebar bedengan kira-kira 30 cm (Gunawan, 2008:31). Cara menanam anggrek tanah yang monopodial ditempatkan dibedengan kemudian diikatkan pada bambu penopang dengan tali. jarak antar tanaman tergantung pada jenisnya. Pedoman untuk mengatur jarak antar tanaman ini adalah daun dari dua tanaman tidak saling menutupi, tetapi hanya bersinggungan (Gunawan, 2008:32). 2.7.8 Pengairan Sumber air untuk tanaman anggrek dapat berasal dari air ledeng, air sumur, air hujan, air sungai. Yang perlu diperhatikan adalah pH air yang baik yaitu sekitar 5,6-6 dan air yang baik untuk penyiraman adalah air yang steril yang tidak mengandung bakteri/jamur yang bisa mengganggu tanaman anggrek (Istiati,2009:17). Cara pemberian air yang baik adalah melalui nozzle penyemprot. Dengan alat ini, butiran air dapat diatur yang halus sehingga tidak menghanyutkan media tumbuh atau merusak bunga dan batang. Air disemprotkan ke media, batang, dan daun tanaman hingga basah (Gunawan, 2008:40). 2.7.9 Pemupukan Pupuk kandang yang biasanya digunakan adalah kotoran ayam. Cara pemberian pupuk kandang adalah dengan menaburkan disekitar tanaman. Sedangkan pupuk cair diberikan dengan cara disemprotkan keseluruh bagian 29 tanaman anggrek. Pemupukan tanaman anggrek lebih baik dilakukan pada waktu pagi hari atau sore hari pada sekitar pukul 05.00 sore (Istiati,2009:17). Pupuk majemuk untuk anggrek dianjurkan yang mengandung 10% N, 4% P, 6% K. Pupuk umumnya diberikan dalam bentuk larutan, jumlahnya 1 g / 10 liter air dan digunakan untuk penyiraman seminggu sekali. Selain melalui akar, tanaman anggrek juga menyerap hara melalui daun. Dengan demikian, pemupukan dapat diberikan melalui daun. (Gunawan, 2008:37). 2.7.10 Penyulaman Kegiatan penyulaman dilakukan seawal mungkin dengan cara mengganti bibit yang mati dengan bibit yang baru. Penyulaman dilakukan sampai tanaman berumur 1-2 bulan agar pertumbuhan tanaman asli dengan tanaman sulaman tidak berbeda jauh. 2.7.11 Sanitasi Kebun Kebersihan kebun anggrek harus senantiasa diperhatikan. Sedapat mungkin dihindarkan tanaman pengganggu (gulma) yang tumbuh disekeliling tanaman karna dapat menjadi sarang bagi hama maupun penyakit. Setelah dicabut sebaiknya tanaman pengganggu (gulma) dibakar, jangan di tumpuk (Gunawan, 2008:56). 2.7.12 Perlindungan Tanaman Hindarkan pemberian air yang berlebihan, terutama dimusim hujan. Ganti media tumbuh secara berkala. Semprotkan fungisida dan insektisida satu bulan sekali, tanpa menunggu serangan menghebat. Jangan selalu memakai satu jenis insektisida terus menerus karna dapat menimbulkan kekebalan. Sebaiknya 30 semprotkan pestisida pada pagi hari. Potonglah bagian-bagian yang sakit dengan pisau steril (Gunawan, 2008:57). Waktu penyemprotan pestisida, obat-obatan sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan sore hari sekitar pukul 05.00 sore. Penyemprotan bagi tanaman anggrek sehat dilakukan rutin kurang lebih 3 bulan sekali sedangkan untuk tanaman anggrek yang terserang hama perlu dilakukan penyemprotan seminggu sekali (Istiati,2009:19). 2.7.13 Panen Umumnya tanaman anggrek dewasa berbunga setelah 1-2 bulan ditanam. Tangkai bunga yang dihasilkan sekitar 2 tangkai dengan jumlah kuntum sebanyak 20-25 kuntum pertangkai. Pemotongan dilakukan pada jarak 2 cm dari pangkal tangkai bunga dengan menggunakan alat potong yang bersih. Untuk bunga potong dipilih tangkai yang kuntumnya paling banyak sudah mekar (kuncup tersisa 1-3 kuntum). 2.7.14 Peremajaan Tanaman Cara perbanyakan untuk anggrek Terestrial adalah dengan cara stek. Cara perbanyakan dilakukan dengan memotong bagian batang yang masih hidup. Panjang stek dianjurkan antara 30-50 cm (Gunawan, 2008:75). 2.7.15 Pasca Panen Bunga dipilih yang bagus, tidak terkena penyakit ataupun luka. Selanjutnya bunga dikelompokan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan tingkat kesegaran atau ukuran bunga (Istiati,2009). 31 Agar bunga tetap segar perlu adanya pengawetan dengan tujuan agar penurunan mutu lebih lambat. Usaha pengawetan bunga dilakukan dengan cara penempatan bunga dalam larutan pengawet atau air hangat (38-43 derajat C) selama 2 jam (Istiati,2009:32). 2.7.16 Pencatatan Mencatat setiap tindakan dan perlakuan pada masing-masing aktivitas produksi, mulai dari kondisi lingkungan, penetapan lokasi, produksi, panen sampai pasca panen agar dapat dapat ditelusuri tingkat kebenarannya. 2.8 Penelitian Terdahulu Pada penelitian ini, awalnya peneliti memperoleh rujukan dari penelitian yang dilakukan oleh Budianto (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektifitas Penyuluhan Metode DEMFARM Terhadap Penerapan Teknologi Sistem Tanam Jajar Legowo di Kabupaten Bekasi” menganalisis karakteristik individu petani dengan tingkat adopsi teknologi. Dalam hal ini karakteristik individu petani terdiri dari usia petani, pendidikan petani, pengalaman petani, luas lahan dan kepemilikan lahan. Sedangkan tingkat adopsi teknologi terdiri dari pengolahan tanah, sistem tanam, jumlah benih/lubang, jumlah benih/ha, umur bibit, dosis pupuk, pengelolaan air, bahan organik, panen dan pasca panen. Metode penelitian yang digunakan adalah metode chi square dengan hasil penelitian adalah karakteristik petani di Desa Sukahurip sangat berbeda mulai dari umur petani, pendidikan, pengalaman, luas lahan hingga kepemilikan lahan. 32 Pengetahuan, persepsi dan penerapan petani terhadap sistem tanam jajar legowo menunjukan hasil masing-masing pengetahuan, persepsi dan penerapan petani berada pada kriteria tinggi, sehingga penyuluhan metode DEMFARM kepada petani di Desa Sukahurip dapat dikatakan efektif. Tidak terdapat hubungan antara persepsi petani di Desa Sukahurip dengan pengetahuan sistem tanam jajar legowo dan persepsi dengan penerapan sistem tanam jajar legowo. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan petani di Desa Sukahurip dengan penerapan sistem tanam jajar legowo. 2.9 Kerangka Pemikiran Konseptual Balai Penyuluhan Pertanian merupakan suatu kelembagaan pemerintah dibawah Departemen Pertanian yang memfokuskan aktifitasnya pada terlaksanannya program kementrian yang terkait. Penelitian memfokuskan pada pembahasan mengenai efektifitas penyuluhan pertanian metode sekolah lapang terhadap penerapan standar operasional prosedur budidaya anggrek di Kecamatan Pamulang. Fokus kegiatan penelitian ini yaitu bagaimana tingkat pengetahuan petani anggrek mengenai standar oprasional prosedur budidaya anggrek, seberapa tinggi tingkat penerapan petani anggrek mengenai standar oprasional prosedur budidaya anggrek. Adapun penelitian mengenai karakteristik petani, peneliti memberikan batasan dalam hal usia petani, pendidikan petani, dan pengalaman petani. Kemudian dilakukan analisis mengenai hubungan antara pengetahuan petani dan penerapan petani. Data tersebut diperoleh melalui penyebaran kuesioner 33 kepada petani dan kelompok tani yang ada dibawah bimbingan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan. 34 Program Penyuluhan Pertanian Metode Sekolah Lapang Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Penetapan lokasi Penyiapan lahan Penyiapan bedengan Pemasangan penopang Penyiapan benih bermutu Penanaman Penyiapan media tanam Pengairan Pemupukan Penyulaman Sanitasi kebun Perlindungan tanaman Panen Peremajaan tanaman Pasca panen Pencatatan Tinggi Petani Penyuluhan Karakteristik Petani 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pengalaman Penerapan Rendah Sedang Tidak Efektif Efektivitas Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Keterangan: = Analisis Chi Square = Analisis Deskriptif 35 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja, yaitu di Kota Tangerang Selatan. Alasan memilih Kota Tangerang Selatan karena Kota Tangerang Selatan merupakan sentra produksi tanaman anggrek tanah di Provinsi Banten, sedangkan Provinsi Banten merupakan Provinsi penghasil bunga potong anggrek terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Barat. Selain itu Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan sudah melakukan penyuluhan mengenai SOP budidaya anggrek tanah melalui Sekolah Lapang kepada kelompok tani anggrek di Kota tangerang Selatan. Penelitian ini dimulai sejak bulan November 2014 sampai dengan bulan Februari 2015. 3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan oleh peneliti langsung dari sumbernya melalui penyebaran kuesioner dan wawancara langsung, meliputi karakteristik petani anggrek, tingkat pengetahuan petani anggrek mengenai SOP budidaya anggrek, dan tingkat penerapan SOP budidaya anggrek oleh petani. Karakteristik petani anggrek terdiri dari umur petani, tingkat pendidikan, dan lama berusahatani. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan peneliti dari semua sumber yang sudah ada dalam artian peneliti 36 sebagai tangan kedua, data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari bukubuku, jurnal, laporan dan literatur yang terkait dengan penelitian ini. 3.3 Metode Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara. 1. Melalui penyebaran kuesioner secara pribadi, yang daftar pertanyaannya sudah ditulis dan disusun sebelumnya secara rinci dan sudah disediakan pilihan jawabannya. 2. Wawancara langsung yang daftar pertanyaanya sudah disiapkan sebelumnya. 3. Studi dokumentasi dengan melihat dan menganalisis dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian ini. 3.4 Teknik Penarikan Sampel Populasi petani anggrek tanah di Kota Tangerang Selatan adalah 72 petani yang tersebar di tujuh kelompok tani anggrek tanah yang berada di dua kecamatan yaitu, Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Serpong. Dalam penelitian ini rumus yang digunakan untuk menentukan besaran sampel, yaitu Rumus Slovin dalam Riduwan (2005:65) n = Besaran Sampel N = Besaran Populasi 37 d = Nilai presisi 90% atau sig. = 0,01. Dengan menggunakan rumus Slovin dengan nilai kritis sebesar 10% didapatkan besaran sampel adalah 42 petani. Sampel tersebut akan diambil dari tujuh kelompok tani yang memiliki jumlah anggota yang berbeda-beda. Dibawah ini adalah perhitungan untuk menentukan besaran sampel dari setiap kelompok tani dengan populasi seluruhnya 72 orang. Sampel dari kelompok Bulak Makmur = 17/72 x 42 = 9,91 = 10 Sampel dari kelompok Bulak Jaya = 9/72 x 42 Sampel dari kelompok Bulak Hijau = 10/72 x 42 = 5,83 = 6 Sampel dari kelompok Parakan Jaya = 15/72 x 42 = 8,74 = 9 Sampel dari kelompok Parakan Asri = 10/72 x 42 = 5,83 = 6 Sampel dari kelompok Berdikari = 7/72 x 42 = 4,08 = 4 Sampel dari kelompok Bina Tani = 4/72 x 42 = 2,33 = 2 = 5,25 = 5 Pembulatan dilakukan mengingat jumlah orang memiliki ciri variabel diskret. Sampel dari setiap kelompok ditentukan dengan bantuan teknik penarikan sampel acak sederhana dengan cara memasukan nama-nama anggota kelompok tani kedalam sebuah kotak lalu diambil secara acak. Tabel 5. Besaran Sampel dari Setiap Kelompok Tani No 1 2 3 4 5 6 7 Kelompok Tani Bulak Makmur Bulak Jaya Bulak Hijau Parakan Jaya Parakan Asri Berdikari Bina Tani Jumlah Jumlah Anggota 17 9 10 15 10 7 4 72 Jumlah Sampel 10 5 6 9 6 4 2 42 Sumber : Data jumlah responden diolah 38 3.5 Instrumen Penelitian Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Terdapat 3 kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner untuk mengukur karakteristik petani yang terdiri dari umur, pendidikan, dan pengalaman petani mengacu pada Budianto (2013:82) diberi kode (A). Kuesioner untuk mengukur pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah mengacu pada SOP budidaya anggrek tanah yang telah disusun oleh Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura (2011). Kuesioner untuk mengukur pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah terdiri dari 16 pertanyaan tertutup yang diberi 3 pilihan jawaban, diberi kode (B). Kuesioner untuk mengukur penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani mengacu pada SOP budidaya anggrek tanah yang telah disusun oleh Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura (2011). Kuesioner untuk mengukur penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani terdiri dari 28 pertanyaan tertutup yang diberi 2 pilihan (Ya atau Tidak) diberi kode (C). Kuesioner yang telah disusun lalu disebarkan kepada petani responden sesuai dengan Tabel 5. Teknik mengumpulan data dengan kuesioner dilakukan dengan cara peneliti menanyakan pertanyaan yang ada pada kuesioner kepada petani, kemudian petani menjawab pertanyaan peneliti, lalu peneliti menuliskan jawaban petani pada lembar kuesioner. 39 3.6 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas 3.6.1 Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kevalidan dari instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data yang diperoleh dengan cara mengkorelasi setiap skor variabel jawaban responden dengan total skor masingmasing variabel, kemudian hasil korelasi dibandingkan dengan nilai kritis pada taraf siginifikan 0,05 dan 0,01 (Sugiyono, 2009:172). Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk menguji tingkat validitas instrumen dalam penelitian ini digunakan uji korelasi Product Moment Pearson (Sugiyono, 2009:172) : ∑ √[ ∑ ∑ ∑ ] ∑ [ ∑ ∑ ] Keterangan : x : Variabel independen y : Variabel dependen n : Banyak sampel Instrumen dianggap valid apabila nilai rhitung lebih besar daripada nilai r Tabel. Nilai rTabel didapatkan dengan cara melihat Tabel nilai-nilai r Product Moment, karena dalam penelitian ini jumlah sampel sebanyak 42 responden dan menggunakan taraf signifikansi 5 % maka nilai rTabel adalah 0,304. 40 3.6.2 Uji Reliabilitas Uji Reliabilitas ialah ukuran konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama pada kesempatan yang berbeda, yang ide pokoknya adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Instrumen yang reliabel adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Untuk menguji tingkat reliabilitas instrumen dalam penelitian ini digunakan uji alpha croncbach. Rumus alpha croncbach (Arikunto, 2009:171) : 2 k b r11 1 Vt 2 k 1 Dimana : r11 = Reliabilitas instrument k = Banyaknya butir pertanyaan Vt 2 2 b = Jumlah varians butir = Varians total Instrumen dianggap reliabel jika koefisien alpha croncbach lebih besar dari r Tabel. Nilai rTabel didapatkan dengan cara melihat Tabel nilai-nilai r Product Moment, karena dalam penelitian ini jumlah sampel sebanyak 42 responden dan menggunakan taraf signifikansi 5 % maka nilai rTabel adalah 0,304. 41 3.7 Pengolahan Data dan Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data Data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner diolah agar memudahkan dalam tahap analisis data. Jawaban dari kuesioner B dan C ditabulasikan kedalam Tabel, jika jawaban benar maka diberi nilai 1 dan jika jawaban salah maka diberi nilai 0. Untuk Kuesioner C jika jawaban Ya diberi nilai 1 dan jika jawaban Tidak maka diberi nilai 0. Setelah diberi skor atau nilai lalu dihitung rentang skor dengan cara skor tertinggi dikurang skor terendah. Langkah berikutnya adalah menentukan interval kelas dengan cara rentang skor dibagi jumlah kelas yaitu 3 karena menggunakan 3 skala. Setelah diketahui interval kelasnya lalu dibuat Tabel distribusi dari masingmasing variabel yaitu Tabel distribusi mengenai karakteristik responden yang terdiri dari umur, pendidikan, dan pengalaman, Tabel distribusi mengenai pengetahuan petani dan Tabel distribusi mengenai penerapan petani. Teknik pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Pemeriksaan Data Merupakan proses memeriksa data yang telah dikumpulkan apakah telah sesuai dengan tujuan penelitian. b) Skoring dan Tabulasi Merupakan kegiatan mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. 42 Tabel 6. Struktur Kuesioner Karakteristik, Pengetahuan, dan Penerapan Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah No Variabel Indikator Pengukuran 1 Umur Tahun 2 Pendidikan Tahun A 3 Pengalaman Tahun A 4 Pengetahuan Skala:Ordinal Nilai kebenaran: Benar = 1 Salah = 0 B 5 Penerapan Usia petani dari lahir sampai pada saat penelitian Massa pendidikan formal yang diikuti oleh petani Massa usahatani anggrek yang telah dilakukan petani Petani mengetahui SOP budidaya anggrek tanah yang terdiri dari: (1) Penetapan lokasi (2) Penyiapan lahan (3) Penyiapan bedengan (4) Pemasangan penyangga (5) Penyiapan media tanam (6) Penyiapan benih bermutu (7) Penanaman (8) Pengairan (9) Pemupukan (10) Penyulaman (11) Sanitasi kebun (12) Perlindungan tanaman (13) Panen (14) Peremajaan tanaman (15) Pascapanen (16) Pencatatan. Petani menerapkan SOP budidaya anggrek seperti yang telah disebutkan diatas Kode Kuesioner A Skala:Nominal Nilai kebenaran: Ya = 1 Tidak = 0 C c) Memasukan Data Merupakan kegiatan memasukan data yang telah ditabulasikan ke dalam program SPSS 21. d) Pembersihan Data Merupakan kegiatan pengecekan kembali untuk melihat apakah data sudah lengkap dan benar. 43 3.7.2 Analisis Data 3.7.2.1 Analisis Univariat Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran umum terhadap data hasil penelitian. Data umur, pendidikan, pengalaman, pengetahuan dan penerapan disajikan dalam bentuk Tabel distribusi frekuensi dengan nilai presentase. Keterangan: X = nilai presentase n = nilai yang diperoleh dari tiap kelompok N = jumlah responden 3.7.2.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan. Dalam penelitian ini analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui (1) hubungan antara karakteristik petani dengan tingkat pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah, (2) hubungan antara karakteristik petani dengan tingkat penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani dan, (3) hubungan antara tingkat pengetahuan petani yang telah mengikuti Sekolah Lapang dengan tingkat penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani. Uji statistik yang digunakan adalah chi square. Uji chi square digunakan untuk menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas dimana datanya berbentuk kategorik. 44 Langkah-langkah uji x2 untuk k sampel independen (Siegel, :222) 1. Frekuensi-frekuensi observasi disusun dalam suatu Tabel kontingensi k x r, dengan menggunakan k kolom untuk kelompok-kelompoknya. 2. Mentukan frekuensi yang diharapkan dibawah H0 untuk tiap-tiap sel dan membagi hasil kali dengan N. 3. Menghitung x2 dengan rumus: (oi ei ) 2 ei i 1 k 2 x2 : nilai chi square oi : frekuensi yang diobservasi ei : frekuensi ekspektasi db = (k-1) (r-1) 4. Menentukan signifikansi harga observasi x2 dengan memakai Tabel C sebagai acuan. Jika x2 hitung sama dengan atau lebih besar dari x2 tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Uji chi square dalam penelitian ini menggunakan alat bantu Software SPSS 21 dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menjalankan SPSS lalu menginput data (baris, kolom, perhitungan) pada Variabel View dan Data View. 2. Memilih variabel perhitungan sebagai Weight Cases 3. Mengklik Analyze-Descriptive Statistic-Crosstabs dan memasukkan variabel baris ke Row, dan variabel kolom ke Column. 4. Mengklik button Statistic dan checklist chi-square lalu mengklik ok. 45 3.8 Hipotesis Penelitian 1. Hubungan karakteristik petani dengan pengetahuan petani H0 = variabel karakteristik petani tidak memiliki hubungan dengan pengetahuan petani H1 = variabel karakteristik petani memiliki hubungan dengan pengetahuan petani 2. Hubungan karakteristik petani dengan penerapan petani H0 = variabel karakteristik petani tidak memiliki hubungan dengan penerapan petani H1 = variabel karakteristik petani memiliki hubungan dengan penerapan petani 3. Hubungan pengetahuan petani dengan penerapan petani H0 = variabel pengetahuan petani tidak memiliki hubungan dengan penerapan petani H1 = variabel pengetahuan petani memiliki hubungan dengan penerapan petani 3.9 Definisi Operasional Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Efektivitas adalah tercapainya pengetahuan dan penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani. 2. Pengetahuan adalah skor pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah. 46 3. Penerapan adalah skor penerapan petani terhadap SOP budidaya anggrek tanah. 4. Umur petani adalah usia petani yang dihitung dalam satuan tahun. 5. Pendidikan petani adalah pendidikan formal yang diikuti oleh petani berdasarkan satuan tahun. 6. Pengalaman petani adalah lamanya petani melakukan kegiatan bertani dalam satuan tahun. 47 BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Sejarah Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten yang memiliki luas wilayah ± 9.662,92 km² dengan penduduk pada tahun 2007 berjumlah 9.245.075 jiwa, terdiri atas empat kabupaten dan tiga kota, perlu memacu peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kabupaten Tangerang yang mempunyai luas wilayah ± 1.159,05 km² dengan penduduk pada tahun 2007 berjumlah 3.315.584 jiwa, terdiri atas 36 kecamatan. Kabupaten tersebut memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk mendukung peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk tersebut, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat belum sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan pengkajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan berkesimpulan bahwa perlu dibentuk Kota Tangerang Selatan. Pembentukan Kota Tangerang Selatan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang, terdiri atas tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur, 48 Kecamatan Pamulang, dan Kecamatan Setu. Kota Tangerang Selatan memiliki luas wilayah keseluruhan ± 147,19 km² dengan penduduk pada tahun 2007 berjumlah ± 918.783 jiwa (Kota Tangerang Selatan Tahun 2014:1). 4.2 Geografis Kota Tangerang Selatan Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten . Batas wilayah Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta & Kota Tangerang Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta & Kota Depok Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor & Kota Depok Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang Secara administratif Kota Tangerang Selatan terdiri dari tujuh kecamatan, 49 kelurahan dan lima desa dengan luas wilayah 147,19 Km2 atau 14.719 Ha. Sebagian besar wilayah Kota Tangerang Selatan merupakan dataran rendah dan memiliki topografi yang relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0 – 3% sedangkan ketinggian wilayah antara 0 – 25 m dpl. Kondisi geologi Kota Tangerang Selatan umumnya adalah batuan alluvium, yang terdiri dari batuan lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah. Jenis batuan ini mempunyai tingkat kemudahan dikerjakan atau workability yang baik sampai sedang, unsur ketahanan terhadap erosi cukup baik oleh karena itu wilayah Kota Tangerang Selatan masih cukup layak untuk kegiatan perkotaan. Keadaan iklim didasarkan pada penelitian di Stasiun Geofisika Klas I Tangerang pada tahun 2010, yaitu berupa data temperatur (suhu) udara, 49 kelembaban udara dan intensitas matahari, curah hujan dan rata-rata kecepatan angin. Temperatur udara berada disekitar 23,4°C – 34,2°C dengan temperatur udara minimum berada di bulan Oktober sebesar 23,4°C dan temperatur udara maksimum di bulan Februari yaitu sebesar 34,2°C. Rata-rata kelembaban udara adalah 80,0% sedangkan intensitas matahari adalah 49,0%. Keadaan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari, yaitu 264,4 mm, sedangkan rata-rata curah hujan dalam setahun adalah 154,9 mm. Hari hujan tertinggi pada bulan Desember dengan hari hujan sebanyak 19 hari. (Kota Tangerang Selatan Tahun 2014). 4.3 Kondisi Sumberdaya Manusia 4.3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan tahun 2013 adalah 1.443.403 jiwa, terdiri dari 727.802 laki-laki dan 715.601 perempuan. Hal tersebut menunjukan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin No 1 2 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah (Jiwa) 727.802 715.601 1.443.403 Presentase (%) 50,42% 49,58% 100,00% Sumber : Badan Pusat Statistik (2013:1) Banyaknya penduduk yang berjenis kelamin laki-laki akan menunjang tersedianya tenaga kerja untuk pelaksanaan kegiatan agribisnis. Karena pada umumnya sektor pertanian membutuhkan tenaga kerja laki-laki agar pekerjaanya menjadi efektif dan efisien. 50 4.3.2 Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Penduduk berdasarkan umur dikelompokan menjadi empat kelompok yaitu, 0-4 tahun, 5-19 tahun, 20-59 tahun, >60 tahun. Penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur No 1 2 3 4 Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah 0-4 5-19 20-59 >60 Jumlah 71.177 177.610 445.927 33.088 68.199 175.174 440.069 32.159 139.376 352.784 885.996 65.247 1.443.403 Sumber : Badan Pusat Statistik (2013:1) Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa penduduk Kota Tangerang Selatan yang berada pada kelompok umur 0-4 tahun berjumlah 139.376 jiwa yang terdiri dari 71.177 laki-laki dan 68.199 perempuan. Pada kelompok umur 5-19 tahun terdapat 352.784 jiwa yang terdiri dari 177.610 laki-laki dan 175.174 perempuan. Pada kelompok umur 20-59 tahun terdapat 885.996 jiwa yang terdiri dari 445.927 laki-laki dan 440.069 perempuan. Sedangkan pada kelompok umur >60 terdapat 65.247 jiwa yang tersiri dari 33.088 laki-laki dan 32.159 perempuan. 4.4 Kelompok Tani Anggrek di Kota Tangerang Selatan Kelompok tani anggrek di Kota Tangerang Selatan terbentuk berdasarkan kesamaan tempat tinggal, jenis usahatani, kesamaan kepentingan, dan hubungan kekerabatan yang ada. Secara rinci jumlah kelompok tani anggrek di Kota Tangerang Selatan disajikan pada Tabel 9 (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan). 51 Tabel 9. Kelompok Tani Anggrek Tanah Kota Tangerang Selatan No 1 2 3 4 5 6 7 Kelompok Tani Bulak Makmur Bulak Jaya Bulak Hijau Parakan Jaya Parakan Asri Berdikari Bina Tani Jumlah Jumlah Anggota 17 9 10 15 10 7 4 72 Sumber : Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan (2013:1) Dari Tabel diatas dapat dilihat terdapat tujuh kelompok tani anggrek dengan jumlah anggota sebanyak 72 petani. Seluruh kelompok tani tersebut telah mengikuti Sekolah Lapang yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013. 4.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kegiatan ekonomi suatu daerah secara umum dapat digambarkan melalui kemampuan daerah tersebut menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan bagi kebutuhan hidup masyarakat digambarkan dengan PDRB. Pengukuran Produk Domestik Regional Bruto dapat dinyatakan sebagai PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB Kota Tangerang Selatan atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel 10 (Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2014:55). Peranan sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Kota Tangerang Selatan dalam tiga tahun terakhir ini menunjukan trend kontribusi yang semakin menurun. Pada tahun 2011 kontribusi sektor pertanian sebesar 0,86 %, pada tahun 2012 kontribusi sektor pertanian sebesar 0,81%, pada tahun 2013 kontribusi 52 sektor pertanian sebesar 0,78% (Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2014:64) Tabel 10. Produk Domestik Regional Bruto Kota Tangerang Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha No Lapangan Usaha Tahun 2011 Tahun 2012 Pertanian,Peternakan,Perkebunan 1 dan Perikanan 55.943,62 57.189,61 2 Pertambangan dan Penggalian 1.525,67 1.606,69 3 Industri Pengolahan 923.836,76 951.367,10 4 Listrik,Gas, dan Air Bersih 225.001,13 243.910,80 5 Bangunan 446.133,32 491.103,56 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.969.751,06 2.172.146,91 7 Pengangkutan dan Komunikasi 670.533,57 740.730,15 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 8 Perusahaan 668.843,01 722.587,58 9 Jasa-Jasa 862.265,20 922.798,41 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan (2014:84-85) 4.6 Tahun 2013 58.479,58 1.688,47 982.381,66 262.186,39 541.048,79 2.401.796,17 819.602,08 782.504.86 988.479,95 Program Penyuluhan Sekolah Lapang sudah dipakai sebagai metode penyuluhan pertanian di Kota Tangerang Selatan sejak tahun 2010. Terdapat tiga jenis Sekolah Lapang yang telah dilaksanakan yaitu Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT), Sekolah Lapang Pengendalian Hama Tanaman (SL-PHT), Sekolah Lapang Standar Operasional Prosedur (SL-GAP/SOP). Pada tahun 2010 dilaksanakan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) kepada kelompok tani dengan komoditas padi dan jagung. Sedangkan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Tanaman (SL-PHT) dan Sekolah Lapang Standar Operasional Prosedur (SL-GAP/SOP) baru dilaksanakan pada tahun 2011. 53 Pelaksanaan Sekolah Lapang SOP budidaya anggrek tanah dilakukan 3 tahun berturut-turut yaitu: 1. Sekolah Lapang Standar Operasional Prosedur (SL-GAP/SOP) dilaksanakan pada tahun 2011 di Kelurahan Benda Baru. Peserta yang mengikuti SLGAP/SOP terdapat 3 yaitu Kelompok Tani Parakan Jaya, Parakan Asri, dan Berdikari. 2. Pada tahun 2012 Sekolah Lapang Standar Operasional Prosedur dilaksanakan di Kelurahan Pondok Benda dengan 3 kelompok tani anggrek yang menjadi peserta adalah Kelompok Tani Bulak Jaya, Bulak Makmur dan Bulak Hijau. 3. Pada tahun 2013 peserta yang mengikuti Sekolah Lapang Standar Operasional Prosedur adalah Kelompok Tani Bina Tani. Sedangkan pada tahun 2014 tidak ada program penyuluhan Sekolah Lapang yang dilakukan. 54 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Petani Petani anggrek yang berada di Kota Tangerang Selatan umumnya memiliki pekerjaan lain selain sebagai petani anggrek tanah. Dalam hal kepemilikan lahan mayoritas dimiliki oleh petani sendiri, dengan luas lahan yang diusahakan mayoritas relatif sempit. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 42 petani yang telah mengikuti Sekolah Lapang pada tahun 2011 sampai dengan 2013 mengenai SOP budidaya anggrek tanah yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan. Karakteristik petani yang akan diteliti adalah umur petani, tingkat pendidikan petani dan pengalaman petani. 5.1.1 Umur Petani Dari hasil penyebaran kuesioner kepada petani responden didapatkan data umur petani anggrek tanah di Kota Tangerang Selatan beragam. Umur petani responden yang termuda adalah 24 tahun sedangkan umur petani responden yang paling tua adalah 75 tahun. Rentang umur diperoleh dari perhitungan 75-24=51, maka interval masing-masing kelas adalah 51/3=17 tahun. Frekuensi masingmasing kelas tercantum pada Tabel 11. Umur petani dikelompokan menjadi tiga yaitu: kelompok umur 24-40 tahun terdapat 11 petani responden (26,19%), kelompok umur 41-57 tahun terdapat 21 petani responden (50%) dan kelompok umur 58-75 tahun terdapat 10 petani 55 responden (23,81%). Mayoritas petani berada pada kelompok umur 41-57 tahun dimana kelompok tersebut termasuk kedalam kelompok umur sedang. Tabel 11. Distribusi Petani Berdasarkan Umur No 1 2 3 Umur Petani 24-40 Tahun 41-57 Tahun 58-75 Tahun Total Jumlah Orang 11 21 10 42 Presentase 26,19% 50,00% 23,81% 100% Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian 5.1.2 Tingkat Pendidikan Petani Tingkat pendidikan petani dihitung dari berapa lama petani mengikuti pendidikan formal dan dihitung dalam satuan tahun. Tingkat pendidikan petani yang terendah adalah tidak sekolah dan tingkat pendidikan petani yang tertinggi adalah Perguruan Tinggi. Distribusi petani berdasarkan tingkat pendidikan tercantum pada Tabel 12. Tabel 12. Distribusi Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan No 1 2 3 Tingkat Pendidikan Petani Tidak sekolah-SD SMP-SMA Perguruan Tinggi Total Jumlah Orang 25 13 4 42 Presentase 59,52% 30,95% 9,52% 100% Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian Tingkat pendidikan petani dikelompokan menjadi tiga yaitu: kelompok tidak sekolah sampai dengan SD terdapat 25 petani responden (59,52%), kelompok SMP-SMA terdapat 13 petani responden (30,95%) dan kelompok Perguruan Tinggi terdapat 4 petani responden (9,52%). Mayoritas petani responden memiliki tingkat pendidikan rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya petani responden yang termasuk kedalam 56 kelompok tingkat pendidikan tidak sekolah sampai dengan SD, yaitu sebanyak 25 petani responden (59,52%). 5.1.3 Pengalaman Petani Pengalaman petani dihitung dari seberapa lama petani melakukan usahatani anggrek tanah dan dihitung dalam satuan tahun. Pengalaman petani yang terendah adalah 1 tahun dan pengalaman petani yang tertinggi adalah 39 tahun. Rentang pengalaman diperoleh dari perhitungan 39-1=38, maka interval masing-masing kelas adalah 38/3=13 tahun. Frekuensi masing-masing kelas tercantum pada Tabel 13. Tabel 13. Distribusi Petani Berdasarkan Pengalaman No 1 2 3 Pengalaman Petani 1-13 Tahun 14-26 Tahun 27-39 Tahun Total Jumlah Orang 17 15 10 42 Presentase 40,48% 35,71% 23,81% 100% Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian Pengalaman petani dikelompokan menjadi tiga yaitu: kelompok petani dengan pengalaman 1-13 tahun terdapat 17 petani responden (40,48%), kelompok petani dengan pengalaman 14-26 tahun terdapat 15 petani responden (35,71%), dan kelompok petani dengan pengalaman 27-39 tahun terdapat 10 petani responden (23,81%). Mayoritas pengalaman petani berada pada kelompok pengalaman 1-13 tahun dimana kelompok tersebut berada pada kelompok pengalaman rendah. Karakteristik petani responden beragam mulai dari umur petani yang mayoritas berada pada kelompok umur sedang, pendidikan petani yang mayoritas 57 berada pada kelompok pendidikan rendah dan pengalaman petani yang mayoritas berada pada kelompok pengalaman rendah. 5.2 Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah Untuk mengukur tingkat pengetahuan petani, peneliti menggunakan kuesioner dengan mengambil rujukan dari materi penyuluhan yang telah disuluhkan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan kepada kelompok tani anggrek tanah dengan menggunakan metode penyuluhan Sekolah Lapang, mengenai SOP budidaya anggrek tanah yang terdiri dari penetapan lokasi, penyiapan lahan, penyiapan bedengan, pemasangan penyangga, penyiapan media tanam, penyiapan benih bermutu, penanaman, pengairan, pemupukan, penyulaman, sanitasi kebun, perlindungan tanaman, panen, peremajaan tanaman, pascapanen, pencatatan. Hal tersebut untuk mengukur seberapa jauh pengetahuan petani mengenai materi yang telah diberikan oleh penyuluh. Berdasarkan Lampiran 2 skor pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah yang terendah adalah 7 dan yang tertinggi adalah 16. Rentang pengetahuan diperoleh dari perhitungan (16-7)+1=10, maka interval masingmasing kelas adalah 10/3=3. Frekuensi masing-masing kelas tercantum pada Tabel 14. 58 Tabel 14. Distribusi Petani Menurut Pengetahuan Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah No Pengetahuan Petani Skor Pengetahuan 1 Rendah 7-9 2 Sedang 10-12 3 Tinggi ≥13 Total 16 Sumber: Data Hasil Olahan Penelitian Jumlah Orang 7 9 26 42 Presentase 16,67% 21,43% 61,90% 100% Tingkat pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah dikelompokan menjadi tiga yaitu: kelompok petani dengan pengetahuan rendah yang memiliki skor pengetahuan antara 7-9 terdapat 7 orang petani responden (16,67%), kelompok petani dengan pengetahuan sedang yang memiliki skor pengetahuan antara 10-12 terdapat 9 petani responden (21,43%), dan kelompok petani dengan pengetahuan tinggi yang memiliki skor pengetahuan ≥13 terdapat 26 petani responden (61,90%). Mayoritas petani memiliki skor pengetahuan yang tinggi, dari 42 petani responden sebanyak 26 petani (61,90%) termasuk ke dalam kelompok dengan tingkat pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Melihat banyaknya petani responden yang memiliki skor pengetahuan yang tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah, maka Sekolah Lapang dapat dikatakan efektif sebagai metode penyuluhan yang digunakan untuk menyampaikan materi SOP budidaya anggrek tanah kepada petani. 59 5.3 Hubungan Karakteristik Petani dengan Pengetahuan Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah Karakteristik petani dan pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah didapat melalui penyebaran kuesioner. Kuesioner yang baik dan benar harus melalui tahap uji validitas dan reliabilitas intrumen terlebih dahulu. Dari hasil uji validitas pada Lampiran 3 didapatkan 16 item dari 16 item pertanyaan mengenai pengetahuan petani memiliki nilai rhitung lebih besar dari nilai rtabel (0,304), maka semua item pertanyaan mengenai pengetahuan petani dinyatakan valid dan bisa dijadikan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini. Dari hasil uji reliabilitas pada Lampiran 4 didapatkan nilai alpha croncbach hasil penelitian sebesar 0,566, karena koefisien alpha croncbach lebih besar dari rtabel (0,566 > 0,304) maka instrumen pertanyaan mengenai pengetahuan petani dianggap reliabel atau terpercaya sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini. 5.3.1 Hubungan Umur dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek Tanah Berdasarkan distribusi umur pada Tabel 11 dan distribusi pengetahuan pada Tabel 14, dibuat tabulasi silang 3 kategori sebagaimana tercantum pada Tabel 15. Pada kelompok umur 24-40 terdapat 2 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 1 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang dan 8 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. 60 Pada kelompok umur 41-57 terdapat 3 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 5 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang dan 13 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Pada kelompok umur 58-75 terdapat 2 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 3 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang dan 5 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Tabel 15. Distribusi Respoden Menurut Umur dan Pengetahuan No Umur Petani 1 2 3 24-40 Tahun 41-57 Tahun 58-75 Tahun Total Pengetahuan Petani Rendah Sedang Tinggi 7-9 10-12 >13 2 1 8 3 5 13 2 3 5 7 9 26 2 X = 1,770, P-value = 0,778 Total 11 21 10 42 Petani yang memiliki pengetahuan tinggi didominasi oleh petani pada kelompok umur sedang (41-57 tahun). Oleh karena itu kelompok umur sedang merupakan kelompok umur yang paling cocok untuk dijadikan sasaran penyuluhan dalam rangka membentuk pengetahuan mengenai suatu inovasi. Hasil uji X2 menunjukan nilai X2 hitung sebesar 1,770 dengan nilai P sebesar 0,778. Karena nilai P lebih besar dari 0,05 maka tidak terdapat hubungan 61 yang signifikan antara umur petani dengan pengetahuan petani mengenai SOP Budidaya anggrek tanah. Umur petani yang beragam tidak berhubungan dengan pengetahuan petani karena pengetahuan petani relatif seragam berada pada kriteria tinggi. Sehingga Sekolah Lapang dapat mengatasi keberagaman umur petani sehingga dapat membentuk keseragaman pengetahuan mengenai SOP budidaya anggrek tanah yang berada pada kriteria tinggi. Terdapat 11 petani responden yang berada pada kelompok umur 24-40 tahun yang terdiri dari 2 petani yang memiliki pengetahuan rendah, 1 petani yang memiliki pengetahuan sedang, dan 8 petani yang memiliki pengetahuan tinggi. Semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga ketika petani muda diberikan pengetahuan mengenai SOP budidaya anggrek tanah mereka cenderung lebih semangat untuk menerima materi yang diberikan. 5.3.2 Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek Tanah Berdasarkan distribusi pendidikan pada Tabel 12 dan distribusi pengetahuan pada Tabel 14, dibuat tabulasi silang 3 kategori sebagaimana tercantum pada Tabel 16. Pada kelompok pendidikan tidak sekolah - SD terdapat 3 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 7 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang dan 15 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. 62 Pada kelompok tingkat pendidikan SMP-SMA terdapat 4 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 1 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang dan 8 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Pada kelompok tingkat pendidikan Perguruan Tinggi tidak ada petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, terdapat 1 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang dan 3 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah Tabel 16. No 1 2 3 Distribusi Respoden Menurut Pendidikan dan Pengetahuan Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah Pengetahuan Petani Pendidikan Petani Rendah Sedang Tinggi 7-9 10-12 >13 Tidak sekolah-SD 3 7 15 SMP-SMA 4 1 8 Perguruan Tinggi 0 1 3 Total 7 9 26 X2 = 4,343, P-value = 0,362 Total 25 13 4 42 Petani yang memiliki pengetahuan tinggi didominasi oleh petani pada kelompok pendidikan rendah (tidak sekolah-SD). Hal tersebut dikarenakan mayoritas pendidikan petani responden berada pada kriteria rendah, sebanyak 25 petani dari 42 petani memiliki pendidikan rendah. Hasil uji X2 menunjukan nilai X2 hitung sebesar 4,343 dengan nilai P sebesar 0,362. Karena nilai P lebih besar dari batas kritis (0,362 > 0,05) maka 63 tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan petani dengan pengetahuan petani mengenai SOP Budidaya anggrek tanah. Tingkat pendidikan petani yang beragam tidak berhubungan dengan pengetahuan petani karena pengetahuan petani relatif seragam berada pada kriteria tinggi. Sehingga Sekolah Lapang dapat mengatasi keberagaman tingkat pendidikan petani sehingga dapat membentuk keseragaman pengetahuan mengenai SOP budidaya anggrek tanah yang berada pada kriteria tinggi. Terdapat 4 petani yang termasuk kelompok tingkat pendidikan Perguruan Tinggi. Pada kelompok tingkat pendidikan tinggi tidak terdapat petani dengan pengetahuan rendah, hanya terdapat 1 petani yang memiliki tingkat pengetahuan sedang, dan 3 petani yang memiliki pengetahuan tinggi. Mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam menerima pesan-pesan yang disampaikan. Pendidikan dinilai sebagai sarana meningkatkan pengetahuan mengenai teknologi pertanian baru. 5.3.3 Hubungan Pengalaman dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek Tanah Berdasarkan distribusi pengalaman pada Tabel 13 dan distribusi pengetahuan pada Tabel 14, dibuat tabulasi silang 3 kategori sebagaimana tercantum pada Tabel 17. Pada kelompok pengalaman 1-13 terdapat 2 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 5 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang dan 10 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. 64 Pada kelompok pengalaman 14-26 terdapat 4 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 2 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang dan 9 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Pada kelompok pengalaman 26-39 terdapat 1 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 2 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang dan 7 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Tabel 17. Distribusi Respoden Menurut Pengalaman dan Pengetahuan No 1 2 3 Pengetahuan Petani Pengalaman Petani Rendah Sedang Tinggi 7-9 10-12 ≥13 1-13 Tahun 2 5 10 14-26 Tahun 4 2 9 27-39 Tahun 1 2 7 Total 7 9 26 2 X = 2,526, P-value = 0,640 Total 17 15 10 42 Petani yang memiliki pengetahuan tinggi didominasi oleh petani pada kelompok pengalaman rendah (1-13 tahun). Hal tersebut dikarenakan mayoritas pengalaman petani responden berada pada kriteria rendah, sebanyak 17 petani dari 42 petani memiliki pengalaman rendah. Hasil uji X2 menunjukan X2 hitung sebesar 2,526 dengan nilai P sebesar 0,640. Karena nilai P lebih besar dari batas kritis (0,640 > 0,05) maka tidak 65 terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman petani dengan pengetahuan petani mengenai SOP Budidaya anggrek tanah. Pengalaman petani yang beragam tidak berhubungan dengan pengetahuan petani karena pengetahuan petani relatif seragam berada pada kriteria tinggi. Sehingga Sekolah Lapang dapat mengatasi keberagaman pengalaman petani sehingga dapat membentuk keseragaman pengetahuan mengenai SOP budidaya anggrek tanah yang berada pada kriteria tinggi. Terdapat 10 petani yang termasuk pada kelompok pengalaman antara 2739 tahun. Hanya terdapat 1 petani yang memiliki tingkat pengetahuan rendah, 2 petani yang memiliki tingkat pengetahuan sedang, dan 7 petani yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Semakin lama pengalaman petani dalam menjalankan usahatani anggrek tanah maka diharapkan semakin tinggi pengetahuan mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik petani mulai dari umur, pendidikan, dan pengalaman dengan pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah. 5.4 Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani Untuk mengukur penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani, peneliti merujuk ke materi penyuluhan yang telah diberikan kepada petani oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan, diantaranya: Memeriksa sumber dan ketersediaan air, menanyakan riwayat penggunaan lahan, membersihkan lahan dari tumbuhan liar, membuat installasi air, membuat 66 bedengan yang sisi-sisinya terbuat dari genteng, membuat penyangga dari bambu, menambahkan media tanam yang sudah matang ke dalam bedengan, memeilih bibit anggrek yang sehat dan bebas hama dan penyakit dengan panjang 80-100cm, mengikat bibit anggrek satu persatu pada penyangga dengan menggunakan tali bambu, menyiram pada waktu pagi atau sore hari, memeriksa kelembaban media tanam sebelum menyiram, menyemprotkan obat keseluruh bagian tanaman setiap satu minggu sekali, menyulam jika ada bibit yang mati, membuang tanaman anggrek yang mati, membakar tumbuhan liar yang telah dicabut, memisahkan tanaman yang terserang hama penyakit, memanen bunga pada pagi atau sore hari, memanen bunga dengan hati-hati, melakukan peremajaan tanaman yang sudah sangat tinggi, menaruh bunga yang hanis dipanen ditempat yang teduh, menaruh bunga pada wadah yang bersih yang sudah berisi air secukupnya, menyimpan buku catatan harian tentang usahatani anggrek. Hal tersebut untuk mengukur seberapa jauh penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani yang telah diberikan oleh penyuluh. Berdasarkan Lampiran 3 skor pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah yang terendah adalah 14 dan yang tertinggi adalah 28. Rentang penerapan diperoleh dari perhitungan (28-14)+1=15, maka interval masingmasing kelas adalah 15/3=5. Frekuensi masing-masing kelas tercantum pada Tabel 18. 67 Tabel 18. Distribusi Petani Menurut Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah No 1 2 3 Penerapan Petani Rendah Sedang Tinggi Total Skor Penerapan 14-18 19-23 24-28 28 Jumlah Orang 11 17 14 42 Presentase 26% 40,48% 33,33% 100% Sumber: Data Hasil Olahan Penelitian Tingkat penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani dikelompokan menjadi tiga yaitu: kelompok petani dengan penerapan rendah yang memiliki skor penerapan antara 14-18 terdapat 11 orang petani responden (26%), kelompok petani dengan penerapan sedang yang memiliki skor penerapan antara 19-23 terdapat 17 petani responden (40,48%), dan kelompok petani dengan penerapan tinggi yang memiliki skor penerapan 24-28 terdapat 14 petani responden (33,33%). Mayoritas petani memiliki skor penerapan yang sedang, dari 42 petani responden sebanyak 17 petani (40,48%) termasuk ke dalam kelompok dengan tingkat penerapan sedang mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Melihat banyaknya petani responden yang memiliki skor penerapan yang sedang dan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah, maka Sekolah Lapang dapat dikatakan efektif sebagai metode penyuluhan yang digunakan untuk menyampaikan materi SOP budidaya anggrek tanah kepada petani. Karena Sekolah Lapang berhasil membuat petani melakukan perubahan dalam cara budidayanya sehingga petani mau dan mampu menerapkan SOP budidaya anggrek tanah. 68 5.5 Hubungan Karakteristik Petani dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Karakteristik petani dan penerapan petani terhadap SOP budidaya anggrek tanah didapat melalui penyebaran kuesioner. Kuesioner yang baik dan benar harus melalui tahap uji validitas dan reliabilitas intrumen terlebih dahulu. Dari hasil uji validitas pada Lampiran 6 didapatkan 28 item dari 28 item pertanyaan mengenai penerapan petani memiliki nilai rhitung lebih besar dari nilai rtabel (0,304), dapat disimpulkan bahwa semua item angket tersebut dinyatakan valid dan bisa dijadikan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini. Dari hasil uji reliabilitas pada Lampiran 7 didapatkan nilai alpha croncbach hasil penelitian sebesar 0,752. Karena nilai alpha croncbach hasil penelitian lebih besar dari nilai rtabel (0,752 > 0,304) maka instrumen yang dipakai dalam penelitian ini reliabel atau terpercaya sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini. 5.5.1 Hubungan Umur dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Berdasarkan distribusi umur pada Tabel 11 dan distribusi penerapan pada Tabel 18, dibuat tabulasi silang 3 kategori sebagaimana tercantum pada Tabel 19. Pada kelompok umur 24-40 terdapat 4 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 4 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan 3 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. 69 Pada kelompok umur 41-57 terdapat 3 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 9 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan 9 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Pada kelompok umur 58-75 terdapat 4 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 4 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan 2 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Tabel 19. Distribusi Respoden Menurut Umur dan Penerapan No 1 2 3 Penerapan Petani Umur Petani Rendah Sedang Tinggi 14-18 19-23 24-18 24-40 Tahun 4 4 3 41-57 Tahun 3 9 9 58-75 Tahun 4 4 2 Total 11 17 14 2 X = 3,601, P-value = 0,463 Total 11 21 10 42 Petani yang memiliki penerapan tinggi didominasi oleh petani pada kelompok umur sedang (41-57 tahun). Oleh karena itu kelompok umur sedang merupakan kelompok umur yang diandalkan untuk keberlanjutan SOP budidaya anggrek tanah. Hasil uji X2 antara umur petani dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah diperoleh hasil X2 hitung sebesar 3,601 dan nilai P sebesar 0,463. Hasil tersebut menunjukan tidak terdapat hubungan antara umur dengan penerapan SOP 70 budidaya anggrek tanah karena nilai P lebih besar dari nilai batas kritis (0,463 > 0,05). Umur yang beragam tidak berhubungan dengan penerapan petani karena penerapan petani relatif seragam berada pada kriteria sedang. Sehingga Sekolah Lapang dapat mengatasi keberagaman umur petani sehingga dapat membentuk keseragaman penerapan mengenai SOP budidaya anggrek tanah yang berada pada kriteria sedang. Semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut. Petani-petani muda yang ingin membuat perubahan dalam pertaniannya tidak selalu dalam posisi untuk melaksanakannya disebabkan karena batasan yang mereka milik misalnya terbatasnya modal yang dimiliki. 5.5.2 Hubungan Pendidikan dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Berdasarkan distribusi pendidikan pada Tabel 12 dan distribusi penerapan pada Tabel 18, dibuat tabulasi silang 3 kategori sebagaimana tercantum pada Tabel 20. Pada kelompok pendidikan tidak sekolah - SD terdapat 6 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 10 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan 9 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. 71 Pada kelompok tingkat pendidikan SMP-SMA terdapat 3 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 6 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan 4 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Pada kelompok tingkat pendidikan Perguruan Tinggi terdapat 2 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, terdapat 1 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang dan 1 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Tabel 20. Distribusi Respoden Menurut Pendidikan dan Penerapan No 1 2 3 Penerapan Petani Rendah Sedang Tinggi 14-18 19-23 24-18 Tidak sekolah-SD 6 10 9 SMP-SMA 3 6 4 Perguruan Tinggi 2 1 1 Total 11 17 14 X2 = 1,464, P-value = 0,833 Pendidikan Petani Total 25 13 4 42 Petani yang memiliki penerapan rendah didominasi oleh petani pada kelompok pendidikan rendah (tidak sekolah-SD). Hal tersebut dikarenakan mayoritas pendidikan petani responden berada pada kriteria rendah, sebanyak 25 petani dari 42 petani memiliki pendidikan rendah. Hasil uji X2 antara pendidikan dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah diperoleh hasil X2 hitung sebesar 1,464 dengan nilai P sebesar 0,833. Hasil 72 tersebut menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah. Tingkat pendidikan yang beragam tidak berhubungan dengan penerapan petani karena penerapan petani relatif seragam berada pada kriteria sedang. Sehingga Sekolah Lapang dapat mengatasi keberagaman tingkat pendidikan petani sehingga dapat membentuk keseragaman penerapan mengenai SOP budidaya anggrek tanah yang berada pada kriteria sedang. Mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Terdapat 13 petani responden yang berada pada kelompok pendidikan antara SMP-SMA, dan hanya 3 petani responden yang memiliki tingkat penerapan rendah. Sedangkan 6 petani responden memiliki tingkat penerapan yang tinggi dan 4 petani responden yang memiliki tingkat penerapan yang tinggi. 5.5.3 Hubungan Pengalaman dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Berdasarkan distribusi pengalaman pada Tabel 13 dan distribusi penerapan pada Tabel 18, dibuat tabulasi silang 3 kategori sebagaimana tercantum pada Tabel 21. Pada kelompok pengalaman 1-13 terdapat 2 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 8 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan 7 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. 73 Pada kelompok pengalaman 14-26 terdapat 5 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 6 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan 4 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Pada kelompok pengalaman 26-39 terdapat 4 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 3 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan 3 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Tabel 21. Distribusi Respoden Menurut Pengalaman dan Penerapan No Pengalaman Petani 1 2 3 1-13 Tahun 14-26 Tahun 27-39 Tahun Total Penerapan Petani Rendah Sedang Tinggi 14-18 19-23 24-18 2 8 7 5 6 4 4 3 3 11 17 14 Total 17 15 10 42 X2 = 3,372, P-value = 0,498 Petani yang memiliki penerapan sedang didominasi oleh petani pada kelompok pengalaman rendah (1-13 tahun). Hal tersebut dikarenakan mayoritas pengalaman petani responden berada pada kriteria rendah, sebanyak 17 petani dari 42 petani memiliki pengalaman rendah. Hasil uji X2 antara pengalaman dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah diperoleh hasil X2 sebesar 3,372 dan nilai P sebesar 0,498. Hasil tersebut menunjukan tidak terdapat hubungan antara pengalaman dengan penerapan SOP 74 budidaya anggrek tanah karena nilai P lebih besar dari nilai batas kritis (0,498 > 0,05). Pengalaman petani yang beragam tidak berhubungan dengan penerapan petani karena penerapan petani relatif seragam berada pada kriteria sedang. Sehingga Sekolah Lapang dapat mengatasi keberagaman pengalaman petani sehingga dapat membentuk keseragaman penerapan mengenai SOP budidaya anggrek tanah yang berada pada kriteria sedang. Petani yang memiliki penerapan sedang lebih banyak terdapat pada pada kategori pengalaman antara 1 sampai dengan 13 tahun. Petani dengan pengalaman yang lebih lama cenderung sudah nyaman dengan cara budidaya yang selama ini dilakukan, mereka merasa budidaya secara konvensional lebih baik dibanding dengan menerapkan sistem budidaya baru, padahal mereka belum mencoba. Hal tersebut dikarenakan petani akan melihat terlebih dahulu keuntungan dan kerugian suatu inovasi sebelum memutuskan akan menerima atau menolak suatu inovasi. Untuk petani dengan pengalaman yang lebih sedikit akan lebih mudah untuk menerapkan suatu inovasi, hal tersebut dikarenakan mereka belum memiliki pengalaman yang banyak dan masih membutuhkan informasi-informasi baru agar usahataninya semakin berkembang. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik petani mulai dari umur, pendidikan, dan pengalaman dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani. 75 5.6 Hubungan Pengetahuan dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Berdasarkan distribusi pengetahuan pada Tabel 14 dan distribusi penerapan pada Tabel 18, dibuat tabulasi silang 3 kategori sebagaimana tercantum pada Tabel 22. Pada kelompok pengetahuan rendah terdapat 7 petani yang memiliki penerapan sedang dan tidak ada petani yang memiliki penerapan rendah dan tinggi. Pada kelompok pengetahuan sedang terdapat 3 petani yang memiliki penerapan rendah, 4 petani yang memiliki penerapan sedang dan 2 petani yang memiliki penerapan tinggi. Pada kelompok pengetahuan tinggi terdapat 8 petani yang memiliki penerapan rendah, 6 petani yang memiliki penerapan sedang dan 12 petani yang memiliki penerapan tinggi. Tabel 22. Distribusi Respoden Menurut Pengetahuan dan Penerapan No Pengetahuan Petani 1 2 3 Rendah Sedang Tinggi Jumlah Penerapan Petani Rendah Sedang Tinggi 14-18 19-23 24-18 0 7 0 3 4 2 8 6 12 11 17 14 Total 7 9 26 42 X2 = 14,273, P-value = 0,006 Berdasarkan irisan antara pengetahuan sedang dan tinggi degan penerapan sedang dan tinggi didapatkan dari penjumlahan 4+2+6+12= 24 petani (57%) dari 42 petani responden yang memiliki pengetahuan dan penerapan sedang dan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Pada umumnya efektifitas tinggi jika 76 memiliki presentase 70% keatas, sedangkan pada penelitian ini efektifitasnya hanya 57%. Hal tersebut menjadikan penyuluhan metode Sekolah Lapang memiliki efektifitas yang sedang sebagai metode penyuluhan untuk menyampaikan materi SOP budidaya anggrek tanah di Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan analisis X2 antara pengetahuan dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah diperoleh hasil X2 hitung sebesar 14,273 dan nilai P sebesar 0,006. Hasil tersebut menunjukan terdapat hubungan antara pengetahuan petani dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani karena nilai X2 hitung lebih besar dari nilai X2 Tabel (14,273 < 9,488) dan nilai P lebih kecil dari nilai batas kritis (0,006 > 0,05). Pengetahuan petani berhubungan nyata dengan tingkat penerapan petani. Semakin tinggi tingkat pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah maka semakin tinggi tingkat penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani. Hal tersebut sejalan dengan teori tahapan adopsi inovasi menurut Rogers dalam AW. van den Ban (1999:124) adalah (1) tahap pengetahuan (2) tahap pengimbauan (3) tahap implementasi (4) tahap konfirmasi. Tahap pengetahuan merupakan tahapan pertama sebelum seseorang memutuskan apakah akan menolak atau menerima suatu inovasi. Banyaknya petani responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi pada kategori penerapan tinggi dikarenakan Sekolah Lapang dapat membentuk petani responden yang memiliki karakteristik beragam sehingga memiliki pengetahuan yang seragam pada kategori tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah. 77 Penerapan petani responden berada pada kriteria sedang hal tersebut dikarenakan inovasi atau SOP budidaya anggrek tanah tidak banyak berbeda dengan kebiasaan petani dalam membudidayakan anggrek tanah sebelumnya, sehingga petani hanya melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap inovasi atau SOP budidaya anggrek tanah tersebut tanpa merubah kebiasaan petani secara frontal. Melihat tingkat pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah relatif berada pada kriteria tinggi dan tingkat penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani berada pada kriteria sedang maka dapat disimpulkan bahwa Sekolah Lapang dapat dikatakan memiliki efektivitas sedang sebagai metode penyuluhan materi SOP budidaya anggrek tanah di Kota Tangerang Selatan. 78 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Karakteristik petani di Kota Tangerang Selatan beragam, mulai dari umur petani yang terbanyak berada pada kelompok umur sedang (41-57 tahun), pendidikan petani yang terbanyak berada pada kelompok pendidikan rendah (tidak sekolah-SD), dan pengalaman petani yang terbanyak berada pada kelompok pengalaman rendah (1-13 tahun). 2. Pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah menunjukan hasil yang berada pada kriteria tinggi. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah. 3. Penerapan petani terhadap SOP budidaya anggrek tanah menunjukan hasil yang berada pada kriteria sedang, Tidak terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan penerapan petani SOP budidaya anggrek tanah oleh petani. 4. Terdapat hubungan antara pengetahuan petani yang mengikuti Sekolah Lapang dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah di Kota Tangerang Selatan. Tingkat efektifitas penyuluhan metode Sekolah Lapang berada pada kriteria sedang (cukup efektif). 79 6.2 Saran 1. Rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani anggrek tanah di Kota Tanggerang Selatan relatif sempit. Disarankan kepada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan untuk selalu memberikan penyuluhan mengenai teknologi pertanian yang dapat berguna bagi petani yang memiliki lahan sempit. 2. Tingkat pengetahuan dan penerapan petani terhadap SOP budidaya anggrek tanah relatif tinggi. Hal tersebut tidak terlepas dari peran Sekolah Lapang yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan dalam rangka menyuluhkan SOP budidaya anggrek tanah kepada petani. Oleh karena itu sebaiknya Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan menggunakan Sekolah Lapang sebagai metode penyuluhan untuk materi-materi yang lain karena sudah terbukti efektif untuk dilaksanakan di Kota Tangerang Selatan. 80 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara, 2009. A.W. van den Ban dan H.S. Hawkins. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Kanisius, 1999. Badan Pusat Statistik. Data Produksi Hortikultura. Jakarta: Badan Pusat Statistik. 2014. Badan Pusat Statistik. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin. Jakarta: Badan Pusat Statistik. 2013. Badan Pusat Statistik. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur. Jakarta: Badan Pusat Statistik. 2013. Badan Pusat Statistik. Data Produsen Tanaman Anggrek di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2014. Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. PDRB Menurut Lapangan Usaha Kota Tangerang Selatan 2011-2013. Kota Tangerang Selatan: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2014. Budianto, Ari Sepra. “Efektifitas Penyuluhan Metode DEMFARM Terhadap Penerapan Teknologi Sistem Tanam Jajar Legowo di Kabupaten Bekasi.” [Skripsi] S1 Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Darsono, Siswandoko. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga, 2011. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan. Data Produksi dan Kelompok Tani Anggrek Kota Tangerang Selatan. Tangerang Selatan: Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, 2012. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan. Data Permintaan Bunga Potong Anggrek di Kota Tangerang Selatan. Tangerang Selatan: Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, . 2012. Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura. Standar Operasional Prosedur Budidaya Bunga Potong Anggrek Terestrial. Jakarta: Kementrian Pertanian, 2012. 81 Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura. Petunjuk Lapangan SL GAP/SOP Budidaya Bunga Potong Anggrek Terestrial. Jakarta: Kementrian Pertanian, 2011. Direktorat Jenderal Hortikultura. Pedoman Teknis Pelaksanaan Pengembangan Hortikultura. Jakarta: Kementrian Pertanian, 2011. FAO “Farmer Field School” Artikel diakses pada 6 Oktober 2014 dari http://www.fao.org/nr/land/sustainable-land-management/farmer-fieldschool/en/ Gunawan, Livy Winata. Budidaya Anggrek. Jakarta: Penebar Swadaya, 2008. Gunadi Tom. Kenal Anggrek. Bandung: CV. Angkasa, 1985. Handayaningrat, Soewarno. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta: Gunung Agung, 1994. Hidayat. Teori Efektifitas Dalam Kinerja Karyawan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press,1986. Istiati. Terampil Budidaya Anggrek. Klaten: CV. Sahabat, 2009. Kota Tangerang Selatan. Sejarah Kota Tangerang Selatan. Tangerang Selatan: Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, 2014. Mardikanto, T. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press, 1993. Pusat Penyuluhan Kehutanan. Materi Kementrian Kehutanan, 2012. Penyuluhan Kehutanan. Jakarta: Riduwan. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung : Alfabeta, 2005. Rihadini, Mustika. Efektifitas Pelaksanaan PNPM MP SPP di Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Makassar: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin [Skripsi], 2011. Soekartawi. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia: UI Press, 1988. Siegel, Sidney. Statistik Nonparametrik. Jakarta: PT Gramedia, 2007. Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta, 2009. 82 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian EFEKTIVITAS SEKOLAH LAPANG TERHADAP PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR BUDIDAYA ANGGREK TANAH DI KOTA TANGERANG SELATAN Oleh : Hendrik Hexa Yoga (1110092000078) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua. Perkenalkanlah saya selaku mahasiswa meminta bantuan untuk mengisi kuesioner di bawah ini. Kuesioner ini merupakan alat bantu dalam penelitian skripsi saya. Sekecil apapun informasi yang diberikan akan sangat besar artinya bagi kelancaran penelitian skripsi saya ini. Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih. A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Karakteristik Petani Nama : .............................................. Umur : ..............................................Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan Status Lahan : a. Milik sendiri b. Sewa c. Bagi hasil d. Garapan Luas Lahan : ...............................................M2 Jumlah Pohon : ...............................................Pohon Nama Kelompok Tani : ................................... Pendidikan Terakhir : a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMA e. Perguruan Tinggi Sudah berapa tahun Bapak/Ibu melakukan usahatani anggrek? ..............Tahun Berapa lama jarak panen bunga anggrek? ................Minggu Sekali Berapa tangkai bunga anggrek yang dihasilkan setiap panen? ..............Tangkai Apakah Bapak/Ibu mengetahui Stadar Operasional Prosedur budidaya anggrek tanah? a. Ya b. Tidak Jika Ya, dari mana Bapak/Ibu mendapatkan informasi mengenai Standar Operasional Prosedur (SOP) budidaya anggrek tanah? a. Petani b. Penyuluh c. Majalah d. Koran e. Lainnya.................... 83 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian (Lanjutan) B. Pengetahuan Petani Mengenai Standar Operasional Prosedur Budidaya Anggrek Tanah 1. Menurut Bapak/Ibu lokasi yang sesuai untuk budidaya anggrek tanah adalah? a. Lokasi yang mendapat cahaya matahari langsung b. Lokasi yang tidak mendapat cahaya matahari langsung c. Lokasi yang tidak mendapat cahaya matahari sama sekali 2. Menurut Bapak/Ibu untuk apa saluran pembuangan air dilahan anggrek dibuat? a. Agar lahan subur b. Agar lahan bebas hama penyakit c. Agar lahan tidak banjir 3. Berapa jarak antar bedengan? a. ± 150 cm b. ± 80 cm c. ± 200 cm 4. Berapa tinggi tiang penyangga tanaman anggrek? a. 0,5-1,0 m b. 1,5-2,0 m c. 3,0-4,0 m 5. Menurut Bapak/Ibu media tanam apa yang digunakan untuk menanam anggrek tanah? a. Arang b. Sekam bakar c. Sabut kelapa 6. Bibit sebaiknya diambil dari indukan yang sudah mencapai tinggi sekitar? a. 1 m b. 1,5 m c. 2 m 7. Berapa baris tanaman anggrek sebaiknya dalam satu bedengan? a. Satu baris b. Dua baris c. Tiga baris 8. Menurut Bapak/Ibu penyiraman sebaiknya menggunakan alat apa? a. Gayung b. Ember c. Selang yang dihubungkan ke pompa air 9. Jenis pupuk kandang apa yang dianjurkan untuk pemupukan anggrek? a. Kotoran kambing yang sudah matang b. Kotoran ayam yang sudah matang c. Kotoran sapi yang sudah matang 10. Pada umur berapa penyulaman dilakukan? a. 1-2 bulan setelah tanam b. 2-3 bulan setelah tanam c. 3-4 bulan setelah tanam 84 11. Kapan pembersihan tumbuhan liar (rumput) pada lahan anggrek dilakukan? a. Sesuai dengan keadaan pertumbuhan tumbuhan liar (rumput) b. 2 bulan sekali c. 3 bulan sekali 12. Menurut Bapak/Ibu apa yang dilakukan jika tanaman anggrek terserang hama dan penyakit? a. Langsung dikendalikan dengan menggunakan pestisida b. Membiarkan saja tanaman yang terserang hama dan penyakit c. Mengendalikan secara alami terlebih dahulu 13. Untuk memotong tangkai bunga anggrek pada saat panen sebaiknya menggunakan alat? a. Gunting b. Pisau c. Cutter 14. Berapa panjang ujung batang yang dipotong pada saat peremajaan tanaman? a. 150-200 cm b. 100-150 cm c. 60-100 cm 15. Menurut Bapak/Ibu berapa tangkai bunga dalam setiap satu ikat sebaiknya? a. 50 atau 100 tangkai bunga b. 100 atau 150 tangkai bunga c. 150 atau 200 tangkai bunga 16. Kapan saja pencatatan dilakukan? a. Setiap satu bulan sekali b. Setiap satu minggu sekali c. Setiap kegiatan yang dilakukan setiap hari 85 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian (Lanjutan) C. Penerapan Petani Terhadap Standar Operasional Prosedur Budidaya Anggrek Tanah No Pertanyaan Nilai 1 Sebelum menentukan lokasi lahan anggrek, apakah Bapak/Ibu Ya memeriksa sumber dan ketersediaan air? Tidak 2 Sebelum menentukan lokasi lahan anggrek, apakah Bapak/Ibu Ya menanyakan riwayat penggunaan lahan kepada penduduk Tidak sekitar lahan? 3 Pada saat penyiapan lahan apakah Bapak/Ibu membersihkan Ya lahan dari tumbuhan liar? Tidak 4 Pada saat penyiapan lahan apakah Bapak/Ibu membuat instalasi Ya air untuk menyiram tanaman anggrek? Tidak 5 Sebelum penanaman apakah Bapak/ibu membuat bedengan? Ya Tidak 6 Jika ya, apakah sisi-sisi bedengan terbuat dari batu bata atau Ya genteng? Tidak 7 Apakah Bapak/Ibu memasang tiang penyangga pada bedengan Ya tersebut? Tidak 8 Jika ya, apakah tiang penyangga tersebut terbuat dari bambu? Ya Tidak 9 Apakah Bapak/Ibu menambahkan media tanam ke dalam Ya bedengan tersebut? Tidak 10 Jika ya, apakah media tanam yang di tambahkan sudah dalam Ya kondisi matang? Tidak 11 Sebelum penanaman apakah Bapak/ibu memilih bibit anggrek Ya yang sehat dan bebas hama dan penyakit? Tidak 12 Jika ya, apakah bibit anggrek yang dipilih memiliki panjang Ya sekitar 80-100 cm? Tidak 13 Pada saat penanaman apakah Bapak/Ibu mengikat bibit anggrek Ya satu persatu pada penyangga dengan menggunakan tali? Tidak 14 Jika ya, apakah tali yang digunakan untuk mengikat terbuat Ya dari bambu? Tidak 15 Apakah Bapak/Ibu melakukan penyiraman di pagi atau sore Ya hari? Tidak 16 Apakah Bapak/Ibu memeriksa terlebih dahulu kelembaban Ya media tanam sebelum melakukan penyiraman? Tidak 17 Apakah Bapak/Ibu menyemprotkan larutan pupuk ke seluruh Ya bagian tanaman anggrek? Tidak 18 Apakah Bapak/Ibu menyemprotkan larutan pupuk setiap satu Ya minggu sekali? Tidak 19 Apakah Bapak/Ibu melakukan penyulaman jika ada bibit Ya anggrek yang mati setelah penanaman? Tidak 20 Apakah Bapak/Ibu mencabut atau membuang tanaman anggrek Ya 86 21 22 23 24 25 26 27 28 yang mati? Apakah Bapak/Ibu membakar tumbuhan liar (rumput) yang telah dicabut? Jika tanaman terserang hama dan penyakit apakah Bapak/Ibu memisahkan tanaman tersebut dari tanaman yang sehat? Apakah Bapak/Ibu memanen bunga anggrek pada pagi atau sore hari? Apakah Bapak/Ibu memanen bunga anggrek dengan hati-hati sehingga bunga dan tanaman tidak mengalami kerusakan? Apakah Bapak/Ibu melakukan peremajaan tanaman anggrek dengan cara memotong bagian atas tanaman yang sudah sangat tinggi untuk kemudian ditanam kembali? Setelah panen apakah Bapak/Ibu mengumpulkan dan meletakan bunga anggrek pada tempat yang teduh atau tidak terkena sinar matahari langsung? Setelah dipanen apakah Bapak/Ibu menaruh bunga pada wadah yang bersih yang sudah berisi air secukupnya dengan posisi berdiri, sehingga ujung tangkai bunga terendam air? Apakah Bapak/Ibu menyimpan buku catatan harian? Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak 87 Lampiran 2. Tabulasi Data Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 6 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Skor Pengetahuan 8 9 10 11 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 Total Skor 12 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 16 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 Jumlah 13 14 13 12 14 14 14 14 13 16 14 13 14 14 12 15 14 13 15 13 12 10 12 8 8 9 12 7 9 8 9 10 12 13 15 14 15 12 16 13 14 14 526 Ket: 0 = Salah, 1 = Benar 88 Lampiran 3. Hasil Uji Tingkat Validitas Instrumen Penelitian Mengenai Pengetahuan Petani Pertanyaan Pearson Correlations item_1 0,421 item_2 0,349 item_3 0,428 item_4 0,331 item_5 0,353 item_6 0,421 item_7 0,393 item_8 0,393 item_9 0,423 item_10 0,390 item_11 0,343 item_12 0,421 item_13 0,352 item_14 0,325 item_15 0,309 item_16 0,343 total_skor 1 Ket: Signifikansi 5%, rTabel = 0,304 Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Lampiran 4. Hasil Uji Tingkat Reliabilitas Instrumen Penelitian Mengenai Pengetahuan Petani Menggunakan SPSS 21 Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items ,566 16 89 Lampiran 5. Tabulasi Data Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 3 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 8 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9 10 11 12 13 14 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 Skor Penerapan 15 16 17 18 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Jumlah 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 24 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 28 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 27 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 27 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 26 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 24 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 24 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 18 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 14 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 20 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 19 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 14 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 13 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 19 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 12 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 15 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 18 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 20 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 21 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 19 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 21 90 23 0 1 0 1 1 24 1 0 1 1 1 25 1 0 1 1 1 26 0 0 0 1 1 27 0 1 0 0 1 28 0 1 1 0 1 29 1 1 1 1 1 30 1 1 1 1 1 31 1 1 1 0 1 32 0 1 0 0 1 33 0 0 1 1 1 34 0 1 1 1 1 35 0 1 1 1 1 36 1 1 1 1 1 37 1 1 1 1 1 38 0 1 1 0 1 39 0 1 0 1 1 40 1 1 1 1 1 41 1 1 1 1 1 42 1 1 1 1 1 Ket: 0 = Tidak, 1 = Ya 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 21 21 19 19 15 19 20 21 19 16 17 16 22 24 26 24 22 26 25 27 91 Lampiran 6. Hasil Uji Tingkat Validitas Instrumen Penelitian Mengenai Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani Pertanyaan item_1 item_2 item_3 item_4 item_5 item_6 item_7 item_8 item_9 item_10 item_11 item_12 item_13 item_14 item_15 item_16 item_17 item_18 item_19 item_20 item_21 item_22 item_23 item_24 item_25 item_26 item_27 item_28 item_29 item_30 total_skor Pearson Correlations 0,351 0,355 0,306 0,365 0,376 0,365 0,337 0,341 0,311 0,381 0,337 0,335 0,337 0,395 0,305 0,380 0,313 0,342 0,342 0,367 0,388 0,378 0,347 0,326 0,317 0,352 0,365 0,411 0,352 0,367 1 Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Ket: Signifikansi 5 %, rTabel = 0,304 92 Lampiran 7. Hasil Uji Tingkat Reliabilitas Instrumen Penelitian Mengenai Penerapan Petani Menggunakan SPSS 21 Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items ,752 30 Lampiran 8. Hasil Tabulasi Silang Antara Karakteristik Petani Dengan Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah Menggunakan SPSS Case Processing Summary Cases Valid N Umur * Pengetahuan Missing Percent 42 N 100,0% Total Percent 0 N 0,0% Percent 42 100,0% Umur * Pengetahuan Crosstabulation Count Pengetahuan Rendah Umur Total Sedang Tinggi 24-40 2 1 8 11 41-57 3 5 13 21 58-75 2 3 5 10 7 9 26 42 Total Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases df Asymp. Sig. (2-sided) a 4 ,778 1,952 4 ,745 ,520 1 ,471 1,770 42 Signifikansi = 5%, RTabel = 9,488 93 Case Processing Summary Cases Valid N Tingkat Pendidikan * Missing Percent 42 N 100,0% Total Percent 0 N 0,0% Percent 42 100,0% Pengetahuan Tingkat Pendidikan * Pengetahuan Crosstabulation Count Pengetahuan Rendah Tingkat Pendidikan Sedang Total Tinggi Tidak Sekolah-SD 3 7 15 25 SMP-SMA 4 1 8 13 Perguruan Tinggi 0 1 3 4 7 9 26 42 Total Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases df Asymp. Sig. (2-sided) a 4 ,362 5,057 4 ,282 ,023 1 ,880 4,343 42 Signifikansi = 5%, RTabel = 9,488 94 Case Processing Summary Cases Valid N Lama Berusahatani * Missing Percent 42 N 100,0% Total Percent 0 N 0,0% Percent 42 100,0% Pengetahuan Lama Berusahatani * Pengetahuan Crosstabulation Count Pengetahuan Rendah Lama Berusahatani Total Sedang Tinggi 1-13 2 5 10 17 14-26 4 2 9 15 27-39 1 2 7 10 7 9 26 42 Total Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases df Asymp. Sig. (2-sided) a 4 ,640 2,475 4 ,649 ,089 1 ,766 2,526 42 Signifikansi = 5%, RTabel = 9,488 95 Lampiran 9. Hasil Tabulasi Silang Antara Karakteristik Petani Dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Menggunakan SPSS Case Processing Summary Cases Valid N Umur * Penerapan Missing Percent 42 N Total Percent 100,0% 0 N 0,0% Percent 42 100,0% Umur * Penerapan Crosstabulation Count Penerapan Rendah Umur Total Sedang Tinggi 24-40 4 4 3 11 41-57 3 9 9 21 58-75 4 4 2 10 11 17 14 42 Total Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases df Asymp. Sig. (2-sided) a 4 ,463 3,730 4 ,444 ,068 1 ,794 3,601 42 Signifikansi = 5%, RTabel = 9,488 96 Case Processing Summary Cases Valid N Tingkat Pendidikan * Missing Percent 42 N 100,0% Total Percent 0 N 0,0% Percent 42 100,0% Penerapan Tingkat Pendidikan * Penerapan Crosstabulation Count Penerapan Rendah Tingkat Pendidikan Total Sedang Tinggi Tidak Sekolah-SD 6 10 9 25 SMP-SMA 3 6 4 13 Perguruan Tinggi 2 1 1 4 11 17 14 42 Total Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases df Asymp. Sig. (2-sided) a 4 ,833 1,323 4 ,857 ,559 1 ,455 1,464 42 Signifikansi = 5%, RTabel = 9,488 97 Case Processing Summary Cases Valid N Lama Berusahatani * Missing Percent 42 N 100,0% Total Percent 0 N 0,0% Percent 42 100,0% Penerapan Lama Berusahatani * Penerapan Crosstabulation Count Penerapan Rendah Lama Berusahatani Total Sedang Tinggi 1-13 2 8 7 17 14-26 5 6 4 15 27-39 4 3 3 10 11 17 14 42 Total Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) a 4 ,498 Likelihood Ratio 3,611 4 ,461 Linear-by-Linear Association 1,937 1 ,164 Pearson Chi-Square N of Valid Cases 3,372 42 Signifikansi = 5%, RTabel = 9,488 98 Lampiran 10.Hasil Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Petani Dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Menggunakan SPSS Case Processing Summary Cases Valid N Pengetahuan * Penerapan Missing Percent 42 N 100,0% Total Percent 0 N 0,0% Percent 42 100,0% Pengetahuan * Penerapan Crosstabulation Count Penerapan Rendah Pengetahuan Total Sedang Tinggi Rendah 0 7 0 7 Sedang 3 4 2 9 Tinggi 8 6 12 26 11 17 14 42 Total Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases df Asymp. Sig. (2-sided) a 4 ,006 16,881 4 ,002 ,473 1 ,491 14,273 42 Signifikansi = 5%, RTabel = 9,488 99