efektivitas penyuluhan metode sekolah lapang

advertisement
EFEKTIVITAS PENYULUHAN METODE
SEKOLAH LAPANG TERHADAP PENERAPAN
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
BUDIDAYA ANGGREK TANAH (TERESTRIAL)
DI KOTA TANGERANG SELATAN
Hendrik Hexa Yoga
NIM: 1110092000078
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
EFEKTIVITAS PENYULUHAN METODE
SEKOLAH LAPANG TERHADAP PENERAPAN
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
BUDIDAYA ANGGREK TANAH (TERESTRIAL)
DI KOTA TANGERANG SELATAN
Hendrik Hexa Yoga
NIM: 1110092000078
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada
Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015
i
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Maret 2015
Hendrik Hexa Yoga
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Hendrik Hexa Yoga
Tempat, Tanggal Lahir
: Pringsewu, Lampung Selatan, 23 Januari 1989
Alamat
: Jl. Raya Bogor KM 46 No 20 RT 01 RW 11,
Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
No. HP
: 088808799703
Email
: [email protected]
Riwayat Pendidikan
1995 – 2001
2002 – 2005
2005 – 2008
2010 – 2015
: SDN Ciriung 1
: Madrasah Tsanawiyah Al-Zaytun
: Madrasah Aliyah Al-Zaytun
: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
Pengalaman Kerja
2010
: Magang Umum di Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Tawar Sukabumi.
2013
: Praktek Kerja Lapang di PT Momenta
Agrikultura, Kebun Cika-02 Lembang, Jawa Barat
Pengalaman Organisasi
2011-2014
: Volunteer/ Relawan di Leading and Empowering
Adverse People (LEAP) INDONESIA
bidang sosial pendidikan
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas rahmat dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Efektifitas Metode Penyuluhan Sekolah
Lapang Terhadap Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya
Anggrek Tanah di Kota Tangerang Selatan”. Shalawat beriring salam selalu
tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah
menyampaikan ajaran Islam sebagai penyejuk hati dan penyelamat umat manusia
dari belenggu kebodohan.
Penulis banyak mendapatkan bantuan, baik berupa materil dan moral yang
sangat berarti dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu
pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1.
Mama dan Alm. Bapak, kedua orang tua saya tercinta yang selama ini tidak
pernah berhenti memberikan kasih sayang, do’a, semangat, motivasi serta
segala upaya dalam memberikan dukungan kepada penulis.
2.
Bapak Dr. Agus Salim, M.Si, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
3.
Ibu Dr. Elpawati, MP, selaku ketua program studi Agribisnis Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Bapak Akhmad Mahbubi, SP, MM, selaku sekretaris program studi
Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv
5.
Bapak Dr. Ujang Maman, M.Si dan Bapak Ir. Junaidi, M.Si selaku dosen
pembimbing yang telah selalu meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, masukan, solusi dan dukungan kepada penulis selama proses
pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.
6.
Ibu Dr. Lilis Imamah Ichdayati, dan Bapak Drs. Acep Muhib, MM selaku
dosen penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran yang
bermanfaat demi kesempurnaan penulisan skripsi.
7.
Seluruh dosen Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat
disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas ilmu dan
pelajaran dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan.
8.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan yang telah
berkenan memberikan informasi dan data yang dibutuhkan dalam penelitian
ini.
9.
Sahabat seperjuangan: Adrian, Adit, Alam, Andika, Arif, Fahmi, Ilham,
Ichsan, Riki Purbaya, Ricky Ade, Sofyanto, Tirto, Reza, atas semangat dan
informasi selama penelitian hingga penulisan skripsi serta sebagai teman
diskusi.
10. Teman seperjuangan: Inayatullah, Dwi Indah dan Elly atas massa-massa yang
dilalui bersama selama bimbingan skripsi.
11. Teman-teman Agribisnis angkatan 2010 yang telah banyak membantu saya
melewati masa-masa perkuliahan.
v
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini mungkin masih jauh dari
sempurna. Walaupun demikian, penulis mengharapkan semoga penelitian ini
dapat bermanfaat dan memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak.
Ciputat, April 2015
Penulis
vi
RINGKASAN
HENDRIK HEXA YOGA, Efektivitas Penyuluhan Metode Sekolah Lapang
Terhadap Penerapan Standar Operasional Prosedur Budidaya Anggrek Tanah
(Terestrial) di Kota Tangerang Selatan. Di bawah bimbingan Ujang Maman dan
Junaidi.
Anggrek merupakan salah satu tanaman florikultura yang tersebar luas
diseluruh dunia. Tanaman ini populer karena memiliki keindahan dengan berbagai
bentuk dan warna. Jenis anggrek yang banyak digunakan sebagai bunga potong
adalah anggrek tanah (terestrial), karena memiliki tangkai bunga yang panjang
dan kokoh, jumlah kuntum bunga banyak, bentuk dan warna bunga menarik, serta
tahan lama. Untuk memenuhi tuntutan konsumen domestik maupun global akan
produk yang aman, bermutu dan ramah lingkungan maka Good Agricultural
Practicies (GAP) atau budidaya yang baik dan benar menurut Standar
Operasional Procedur (SOP) merupakan hal yang perlu dilakukan.
Sekolah Lapang GAP-SOP tanaman florikultura merupakan salah satu
metode belajar dengan pendekatan orang dewasa dalam meningkatkan
pengetahuan, kemampuan ,dan keterampilan petani dalam menerapkan prinsipprinsip GAP tanaman florikultura melalui pola pembelajaran lewat pengalaman,
dengan menggunakan lahan sebagai tempat belajar, memantau secara teratur
setiap minggu atau dua minggu sepanjang musim tanam, mengkaji dan
membahasnya sehingga petani menjadi ahli dan dapat mengambil keputusannya
sendiri. Oleh karena itu diharapkan Sekolah Lapang dapat menjadi metode
penyuluhan yang efektif dalam rangka menyampaikan materi SOP budidaya
anggrek tanah kepada petani anggrek di Kota Tangerang Selatan.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui karakteristik petani
anggrek di Kota Tangerang Selatan. 2) Mengetahui hubungan karakteristik petani
anggrek dengan pengetahuan petani anggrek mengenai SOP budidaya anggrek di
Kota Tangerang Selatan. 3) Mengetahui hubungan karakteristik petani anggrek
dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani di Kota Tangerang
Selatan. 4) Mengetahui hubungan pengetahuan petani anggrek yang mengikuti
Sekolah Lapang dengan penerapan SOP budidaya anggrek di Kota Tangerang
Selatan.
Penelitian dilakukan di Kota Tangerang Selatan. Pemilihan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangan bahwa Kota
Tangerang Selatan merupakan sentra tanaman anggrek di Provinsi Banten.
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kepada responden. Data sekunder
didapatkan dari buku-buku, jurnal, dan laporan yang terkait dengan penelitian ini.
Responden adalah petani anggrek tanah yang berada di Kota Tangerang Selatan.
Data yang diperoleh diolah secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan
bantuan aplikasi komputer, yaitu SPSS 21.0.
vii
Metode analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara
pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah Lapang dengan penerapan
standar oprasional prosedur budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan adalah
dengan menggunakan uji Chi Square (X2).
Karakteristik petani di Kota Tangerang Selatan beragam, mulai dari umur
petani yang terbanyak berada pada kelompok umur sedang (41-57 tahun),
pendidikan petani yang terbanyak berada pada kelompok pendidikan rendah
(tidak sekolah-SD), dan pengalaman petani yang terbanyak berada pada kelompok
pengalaman rendah (1-13 tahun).
Pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah menunjukan
hasil yang berada pada kriteria tinggi, dari 42 petani responden terdapat 7 petani
yang memiliki skor pengetahuan rendah, 9 petani yang memiliki skor
pengetahuan sedang dan 26 petani yang memiliki skor pengetahuan tinggi. Tidak
terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan pengetahuan petani
mengenai SOP budidaya anggrek tanah.
Penerapan petani terhadap SOP budidaya anggrek tanah menunjukan hasil
yang berada pada kriteria sedang, dari 42 petani responden terdapat 11 petani
yang memiliki skor penerapan rendah dan 17 petani yang memiliki skor
penerapan sedang, dan 14 petani yang memiliki skor penerapan tinggi. Tidak
terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan penerapan petani SOP
budidaya anggrek tanah oleh petani.
Berdasarkan analisis X2 antara pengetahuan petani dengan penerapan SOP
budidaya anggrek tanah oleh petani diperoleh hasil X2 hitung sebesar 14,273 dan
nilai P sebesar 0,006. Hasil tersebut menunjukan terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah karena nilai X2
hitung lebih besar dari nilai X2 Tabel (14,273 > 9,488) dan nilai P lebih kecil dari
nilai batas kritis (0,006 < 0,05). Pengetahuan berhubungan nyata dengan tingkat
penerapan petani, semakin tinggi tingkat pengetahuan petani maka semakin tinggi
tingkat penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani. Tingkat efektifitas
penyuluhan metode Sekolah Lapang berada pada kriteria sedang (cukup efektif).
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Efektivitas Penyuluhan .................................................. 8
2.2 Metode Penyuluhan Pertanian ....................................................... 10
2.3 Komunikasi Interpersonal .............................................................. 11
2.4 Adopsi Inovasi ............................................................................... 13
2.5 Sekolah Lapang.............................................................................. 21
2.6 Sekolah Lapang Good Agrikultural Practicies (SL-GAP) ............. 23
2.7 Standar Operasional Prosedur Budidaya Anggrek Tanah ............. 25
2.7.1 Penetapan lokasi ................................................................... 27
2.7.2 Penyiapan Lahan .................................................................. 27
2.7.3 Penyiapan Bedengan ............................................................ 27
2.7.4 Pemasangan Penyangga ....................................................... 28
2.7.5 Penyiapan Media Tanam ...................................................... 28
2.7.6 Penyiapan Benih Bermutu .................................................... 28
2.7.7 Penanaman............................................................................ 29
2.7.8 Pengairan .............................................................................. 29
2.7.9 Pemupukan ........................................................................... 29
2.7.10 Penyulaman ........................................................................ 30
2.7.11 Sanitasi Kebun ................................................................... 30
2.7.12 Perlindungan Tanaman ...................................................... 30
2.7.13 Panen .................................................................................. 31
2.7.14 Peremajaan Tanaman ......................................................... 31
ix
2.7.15 Pascapanen ......................................................................... 31
2.7.16 Pencatatan .......................................................................... 32
2.8 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 32
2.9 Kerangka Pemikiran Konseptual ................................................... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 36
3.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................ 36
3.3 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 37
3.4 Teknik Penarikan Sampel ............................................................ 37
3.5 Instrumen Penelitian .................................................................... 39
3.6 Uji Validitas dan Reabilitas ......................................................... 40
3.6.1 Uji Validitas ....................................................................... 40
3.6.2 Uji Reliabilitas ................................................................... 41
3.7 Pengolahan Data dan Analisis Data ............................................ 42
3.7.1 Pengolahan Data ................................................................ 42
3.7.2 Analisis Data ...................................................................... 44
3.8 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 46
3.9 Definisi Operasional .................................................................... 46
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Sejarah Kota Tangerang Selatan ................................................. 48
4.2 Geografis Kota Tangerang Selatan .............................................. 49
4.3 Kondisi Sumberdaya Manusia ..................................................... 50
4.3.1
4.3.2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ................ 50
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ........... 51
4.4 Kelompok Tani Anggrek di Kota Tangerang Selatan ................. 51
4.5 Produk Domestik Regional Bruto Kota Tangerang Selatan ........ 52
4.6 Program Penyuluhan di Kota Tangerang Selatan ........................ 53
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Petani........................................................................ 55
5.1.1 Umur Petani .......................................................................... 55
5.1.2 Tingkat Pendidikan Petani.................................................... 56
5.1.3 Pengalaman Petani ............................................................... 57
x
5.2 Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah .... 58
5.3 Hubungan Karakteristik Petani dengan Pengetahuan
Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah ..................................... 60
5.3.1 Hubungan Umur dengan Pengetahuan SOP Budidaya
Anggrek Tanah ..................................................................... 60
5.3.2 Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan SOP
Budidaya Anggrek Tanah ..................................................... 62
5.3.3 Hubungan Pengalaman dengan Pengetahuan SOP
Budidaya Anggrek Tanah ..................................................... 64
5.4 Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani .................... 66
5.5 Hubungan Karakteristik Petani dengan Penerapan
SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani ...................................... 69
5.5.1 Hubungan Umur dengan Penerapan SOP Budidaya
Anggrek Tanah ...................................................................... 69
5.5.2 Hubungan Pendidikan dengan Penerapan SOP Budidaya
Anggrek Tanah ...................................................................... 71
5.5.3 Hubungan Pengalaman dengan Penerapan SOP Budidaya
Anggrek Tanah ...................................................................... 73
5.6 Hubungan Pengetahuan dengan Penerapan SOP Budidaya
Anggrek Tanah ................................................................................. 76
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .................................................................................. 79
6.2 Saran ............................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 81
LAMPIRAN ........................................................................................................ 83
xi
DAFTAR TABEL
No
Hal
1. Produksi Lima Tanaman Hias Terbesar di Indonesia Tahun 2012 ................. 1
2. Lima Provinsi Penghasil Tanaman Anggrek Terbesar di Indonesia
Tahun 2012 ..................................................................................................... 2
3. Permintaan Bunga Potong Anggrek di Kota Tangerang Selatan .................... 2
4. Perbedaan antara media massa dan komunikasi interpersonal ..................... 12
5. Besaran Sampel dari Setiap Kelompok Tani ................................................ 39
6. Struktur Kuesioner Karakteristik, Pengetahuan, dan Penerapan Mengenai SOP
Budidaya Anggrek Tanah ............................................................................. 43
7. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin .......................................................... 50
8. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur...................................................... 51
9. Kelompok Tani Anggrek Tanah Kota Tangerang Selatan ............................ 52
10. PDRB Kota Tangerang Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha ............................................................................. 53
11. Distribusi Petani Berdasarkan Umur ............................................................. 56
12. Distribusi Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...................................... 56
13. Distribusi Petani Berdasarkan Pengalaman .................................................. 57
14. Distribusi Petani Menurut Pengetahuan Mengenai SOP Budidaya
Anggrek Tanah .............................................................................................. 59
15. Distribusi Respoden Menurut Umur dan Pengetahuan ................................. 61
16. Distribusi Respoden Menurut Pendidikan dan Pengetahuan ........................ 63
17. Distribusi Respoden Menurut Pengalaman dan Pengetahuan ....................... 65
18. Distribusi Petani Menurut Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ......... 68
xii
19. Distribusi Respoden Menurut Umur dan Penerapan ..................................... 70
20. Distribusi Respoden Menurut Pendidikan dan Penerapan ............................ 72
21. Distribusi Respoden Menurut Pengalaman dan Penerapan .......................... 74
22. Distribusi Respoden Menurut Pengetahuan dan Penerapan.......................... 76
xiii
DAFTAR GAMBAR
No
Hal
1. Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 35
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No
Hal
1. Kuesioner Penelitian ..................................................................................... 84
2. Tabulasi Data Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek
Tanah ............................................................................................................. 88
3. Hasil Uji Tingkat Validitas Instrumen Penelitian Mengenai
Pengetahuan Petani ....................................................................................... 89
4. Hasil Uji Tingkat Reliabilitas Instrumen Penelitian Mengenai
Pengetahuan Petani Menggunakan SPSS 21................................................. 89
5. Tabulasi Data Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani ........ 90
6. Hasil Uji Tingkat Validitas Instrumen Penelitian Mengenai
Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani ................................ 92
7. Hasil Uji Tingkat Reliabilitas Instrumen Penelitian Mengenai
Penerapan Petani Menggunakan SPSS 21 .................................................... 93
8. Hasil Tabulasi Silang Antara Karakteristik Petani Dengan Pengetahuan
Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah Menggunakan SPSS 21 .. 93
9. Hasil Tabulasi Silang Antara Karakteristik Petani Dengan Penerapan
SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani Menggunakan SPSS 21 .......... 96
10. Hasil Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Petani dengan Penerapan
SOP Budidaya Anggrek Tanah ..................................................................... 99
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Anggrek merupakan salah satu tanaman florikultura yang tersebar luas
diseluruh dunia. Tanaman ini populer karena memiliki keindahan dengan berbagai
bentuk dan warna. Anggrek termasuk famili Orchidaceae, suatu famili yang
sangat besar dan sangat bervariasi yang memiliki sekitar 800 genus dan tidak
kurang dari 30.000 spesies (Gunawan, 2008:5).
Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang diproduksi di Indonesia.
Pada tahun 2012 anggrek menempati urutan ke empat tanaman hias yang paling
banyak di produksi di Indonesia setelah krisan, sedap malam, dan
mawar.
Produksi lima tanaman hias terbesar di Indonesia pada tahun 2012 dapat dilihat
pada Tabel 1 (Badan Pusat Statistik, 2014:1)
Tabel 1. Produksi Lima Tanaman Hias Terbesar di Indonesia Tahun 2012
No
1
2
3
4
5
Tanaman
Krisan
Sedap malam
Mawar
Anggrek
Gerbera
Produksi
397.651.571
101.197.847
68.624.998
20.727.891
9.854.787
Satuan
Tangkai
Tangkai
Tangkai
Tangkai
Tangkai
Sumber: Badan Pusat Statistik (2014:1)
Provinsi Banten pada tahun 2012 merupakan Provinsi kedua terbesar
penghasil tanaman anggrek setelah Provinsi Jawa Barat. Lima provinsi produsen
tanaman anggrek terbesar di Indonesia pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 2
(Badan Pusat Statistik, 2014:1).
1
Tabel 2. Lima Provinsi Produsen Tanaman Anggrek Terbesar di Indonesia
Tahun 2012
No
1
2
3
4
5
Provinsi
Jawa Barat
Banten
Jawa Timur
Jawa Tengah
Bali
Produksi
7.626.316
5.628.179
2.483.618
1.242.982
1.236.218
Satuan
Tangkai
Tangkai
Tangkai
Tangkai
Tangkai
Sumber: Badan Pusat Statistik (2014:1)
Sedangkan pada tahun 2012 Kota Tangerang Selatan merupakan daerah
penghasil tanaman anggrek terbesar di Provinsi Banten dengan total produksi
sebesar 5.055.577 tangkai atau 89,82% dari total produksi di Provinsi Banten
(Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2014:1).
Untuk memenuhi tuntutan konsumen domestik maupun global akan produk
yang aman, bermutu dan ramah lingkungan maka cara budidaya yang baik dan
benar merupakan hal yang perlu dilakukan. Permintaan bunga potong anggrek di
Kota Tangerang Selatan mengalamai trend yang terus meningkat, pada tahun
2012 permintaan akan bunga potong anggrek sebesar 5,5 juta tangkai, pada tahun
2013 naik menjadi 6 juta tangkai (0,92%) sedangkan pada tahun 2013 meningkat
lagi menjadi 7 juta tangkai (0,85%). Permintaan bunga potong anggrek di Kota
Tangerang Selatan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Permintaan Bunga Potong Anggrek di Kota Tangerang Selatan
No
1
2
3
Tahun
2012
2013
2014
Permintaan
5.500.000
6.000.000
7.000.000
Satuan
Tangkai
Tangkai
Tangkai
Sumber: Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan (2014:1)
2
Jika trend permintaan akan bunga anggrek yang terus meningkat tetapi tidak
diikuti dengan peningkatan produksi yang seimbang maka akan menimbulkan
kesenjangan antara permintaan dengan penawaran.
Dengan demikian diperlukan upaya peningkatan kemampuan, ketrampilan
dan perubahan pemahaman dan sikap petugas maupun produsen florikultura
dalam usaha budidaya tanaman florikultura yang baik dan benar sesuai dengan
SOP yang sudah disusun (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011:29).
Penerapan Good Agricultural Practicies (GAP) atau cara budidaya yang
baik dan benar dalam budidaya tanaman florikultura dimaksudkan untuk
memperbaiki proses produksi menjadi ramah lingkungan, meningkatkan kualitas
produk sesuai standar, memungkinkan penelusuran semua aktivitas produksi dan
dapat dilacak kembali jika terjadi masalah atau keluhan dari konsumen, serta
meningkatkan daya saing dalam memasuki pasar global. Untuk itu penerapan
GAP-SOP
mutlak
dilakukan
oleh
petani
tanaman
florikultura
dengan
pendampingan secara intensif oleh para pemandu lapang (Direktorat Jenderal
Hortikultura 2011:29).
Dalam rangka meningkatkan kemampuan, ketrampilan dan perubahan
pemahaman dan sikap dari produsen florikultura maka dilakukan kegiatan
penyuluhan. Akan tetapi dalam kegiatan penyuluhan di Kota Tangerang Selatan
ada kendala-kendala yang dihadapi, diantaranya: (1) Tingkat pengetahuan petani
relatif rendah yang disebabkan adanya petani yang tidak bisa baca tulis, (2) Petani
lebih memilih pestisida kimia dibandingkan dengan pestisida organik karena
pestisida kimia lebih cepat terlihat hasilnya, (3) Kualitas bunga anggrek yang
3
dihasilkan masih ada yang tidak sesuai standar, (4) Petani relatif malas mencatat
aktivitas produksinya sehingga tidak dapat dilacak kembali jika terjadi masalah
atau keluhan dari konsumen, (5) Motivasi petani dalam menghadiri penyuluhan
relatif masih rendah, (6) Sumberdaya yang dimiliki petani seperti lahan dan
permodalan relatif kecil, (7) Wawasan petani akan akses yang dapat mendukung
usahataninya relatif rendah. Kendala-kendala tersebut bisa terjadi dikarenakan
keragaman diantara petani. Oleh sebab itu diperlukan suatu metode penyuluhan
yang dapat mengatasi kendala-kendala tersebut.
Sekolah Lapang GAP-SOP Tanaman Florikultura merupakan salah satu
metode belajar dengan pendekatan orang dewasa dalam meningkatkan
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan petani dalam menerapkan prinsipprinsip GAP Tanaman Florikultura melalui pola pembelajaran lewat pengalaman,
dengan menggunakan lahan sebagai tempat belajar, memantau secara teratur
setiap minggu atau dua minggu sepanjang musim tanam, mengkaji dan
membahasnya sehingga petani menjadi ahli dan dapat mengambil keputusannya
sendiri (Direktorat Jenderal Hortikultura 2011:30).
Sekolah Lapang sudah dipakai sebagai metode penyuluhan pertanian di
Kota Tangerang Selatan sejak tahun 2010. Terdapat tiga jenis Sekolah Lapang
yang telah dilaksanakan yaitu Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu
(SL-PTT), Sekolah Lapang Pengendalian Hama Tanaman (SL-PHT), Sekolah
Lapang Standar Operasional Prosedur (SL-GAP/SOP).
Pada tahun 2010 dilaksanakan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman
Terpadu (SL-PTT) kepada kelompok tani dengan komoditas padi dan jagung.
4
Sedangkan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Tanaman (SL-PHT) dan Sekolah
Lapang Standar Operasional Prosedur (SL-GAP/SOP) baru dilaksanakan pada
tahun 2011. Setelah itu Sekolah Lapang rutin diadakan setiap tahunnya sampai
pada tahun 2013. Sedangkan pada tahun 2014 tidak ada program penyuluhan
Sekolah Lapang yang dilakukan.
Selama diadakan program penyuluhan Sekolah Lapang ada beberapa
kendala yang dihadapi, diantaranya: (1) Sekolah Lapang bergantung pada dana
anggaran, jika tidak ada anggaran maka tidak ada program penyuluhan Sekolah
Lapang seperti pada tahun 2014, (2) Penentuan waktu Sekolah Lapang agak sulit
karena harus berdasarkan keputusan bersama, (3) Pengetahuan awal petani relatif
rendah, (4) Tingkat kehadiran petani belum optimal, ada petani yang tidak
menghadiri seluruh pertemuan dari awal hingga akhir.
Sekolah Lapang sebagai metode penyuluhan pertanian termutakhir
diharapkan dapat mengatasi kendala-kendala tersebut sehingga pada akhirnya
petani memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai inovasi yang disuluhkan serta
petani mau mengadopsi inovasi tersebut serta mampu menerapkannya dengan
baik dan benar.
Berdasarkan masalah tersebut peneliti melakukan penelitian mengenai:
“Efektivitas Penyuluhan Metode Sekolah Lapang Terhadap Penerapan
Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Anggrek Tanah (Terestrial)
di Kota Tangerang Selatan”
5
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar
belakang
diatas,
maka
dapat
diidentifikasikan
permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik petani anggrek di Kota Tangerang Selatan?
2. Bagaimana hubungan karakteristik petani dengan pengetahuan petani anggrek
mengenai Standar Oprasional Prosedur budidaya anggrek di Kota Tangerang
Selatan?
3. Bagaimana hubungan karakteristik petani dengan penerapan Standar
Oprasional Prosedur budidaya anggrek oleh petani di Kota Tangerang
Selatan?
4. Bagaimana hubungan pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah
Lapang dengan penerapan Standar Oprasional Prosedur budidaya anggrek di
Kota Tangerang Selatan?
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui karakteristik petani anggrek di Kota Tangerang Selatan.
2. Mengetahui hubungan karakteristik petani dengan pengetahuan petani
anggrek mengenai standar oprasional prosedur budidaya anggrek di Kota
Tangerang Selatan.
3. Mengetahui hubungan karakteristik petani dengan penerapan Standar
Oprasional Prosedur budidaya anggrek oleh petani di Kota Tangerang
Selatan.
6
4. Mengetahui hubungan pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah
Lapang dengan penerapan standar oprasional prosedur budidaya anggrek di
Kota Tangerang Selatan.
1.4
Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi pihak-pihak sebagai berikut:
1. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan
bagi instansi terkait guna meningkatkan mutu penyuluhan pertanian.
2. Penyusun
Penelitian ini merupakan suatu proses pembelajaran dalam penerapan antara
teori dan praktek yang dilakukan dalam suatu karya ilmiah.
3. Pembaca
Dapat memberikan manfaat bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan sebagai
bahan referensi yang berguna bagi penelitian selanjutnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Efektifitas Penyuluhan
Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran
yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program.
Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah
ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Emerson yang dikutip Handayaningrat
(1994:16) yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti
tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.” Sedangkan Hidayat (1986)
menjelaskan bahwa :“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa
jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar
persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. Tingkat efektivitas
dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan
dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan
dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak
tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif
(Rihadini,2012:12).
Efektifitas dan efisiensi mungkin tidak berhubungan. Suatu organisasi
efisien tetapi tidak mampu mencapai tujuannya, dan suatu organisasi tidak efisien
tetapi efektif mencapai tujuannya. Tujuan pada umumnya disebut output, dengan
demikian efektifitas adalah kecepatan mencapai tujuan. Efektifitas berbicara
bagaimana mencapai output secepat mungkin, dan efisiensi berbicara bagaimana
8
menggunakan input sekecil mungkin untuk menghasilkan output (Darsono,
2011:196).
Van Den Ban dan Hawkins (1999:25) mengartikan penyuluhan sebagai
keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar
dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa
membuat keputusan yang benar. Soekartawi (1988:6) mengartikan penyuluhan
pertanian adalah sistem pendidikan diluar sekolah (informal) yang diberikan
kepada petani dan keluarganya dengan maksud agar mereka mampu
meningkatkan kesejahteraan keluarganya sendiri atau bila dimungkinkan mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekelilingnya. Menurut Slamet dan
Mardikanto (1993), tujuan yang sebenarnya dari penyuluhan adalah terjadinya
perubahan perilaku sasarannya. Hal ini merupakan perwujudan dari :
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat diamati secara langsung maupun
tidak langsung dengan indera manusia.
Berdasarkan pengertian-pengertian efektifitas dan penyuluhan diatas maka
efektifitas penyuluhan adalah tercapainya tujuan penyuluhan yaitu perubahan
pengetahuan, sikap dan keterampilan petani agar petani mampu membuat
keputusan yang benar mengenai masalah usahataninya sehingga petani mampu
meningkatkan kesejahteraan keluarganya sendiri atau bila dimungkinkan mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekelilingnya.
9
2.2
Metode Penyuluhan Pertanian
Metode penyuluhan pertanian dapat diartikan sebagai suatu cara
penyampaian materi penyuluhan pertanian melalui media komunikasi oleh
penyuluh pertanian kepada petani dan anggota keluarganya agar bisa dan
membiasakan diri menggunakan teknologi baru. Pilihan agen penyuluhan
terhadap suatu metode tergantung pada tujuan khusus dan situasi kerjanya (Van
den Ban dan Hawkins, 1999:150).
Bentuk metode penyuluhan menurut Van den Ban dan Hawkins (1999,149178) adalah:
a) Metode media massa atau metode pendekatan massal. Sesuai dengan
namanya, metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah yang
cukup banyak. Dipandang dari segi penyampaian informasi, metode ini
cukup baik, namun terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran dan
keingintahuan semata. Hal ini disebabkan karena pemberi dan penerima
pesan cenderung mengalami proses selektif saat menggunakan media
massa sehingga pesan yang diampaikan mengalami distorsi (Van den Ban
dan Hawkins, 1999:150). Termasuk dalam metode pendekatan massal
antara lain adalah rapat umum, siaran radio, kampanye, pemutaran film,
penyebaran leaflet, folder atau poster, surat kabar, dan lain sebagainya.
b) Metode penyuluhan kelompok lebih menguntungkan dari media massa,
karena umpan balik yang lebih baik yang memungkinkan pengurangan
salah pengertian yang bisa berkembang antara penyuluh dan petani. Biaya
per kapita penggunaan metode kelompok cenderung lebih tinggi daripada
10
media massa. Metode kelompok sering mencapai bagian tertentu dari
kelompok sasaran, karena hanya petani yang betul-betul berminat pada
penyuluhan yang datang ke pertemuan. Termasuk dalam metode
kelompok antara lain adalah ceramah, demonstrasi, widyakarya, dan
Sekolah Lapang (Van den Ban dan Hawkins, 1999:165)
c) Metode penyuluhan individu atau metode pendekatan perorangan pada
hakikatnya adalah paling efektif dan intensif dibanding metode lainnya,
namun karena berbagai kelemahan di dalamnya, maka pendekatan ini
jarang diterapkan pada program-program penyuluhan yang membutuhkan
waktu yang relatif cepat. Termasuk dalam metode pendekatan perorangan
atau personal approach, antara lain: kunjungan rumah, kunjungan ke
lokasi atau lahan usaha tani, surat menyurat, hubungan telepon, kontak
informal, magang, dan lain sebagainya (Van den Ban dan Hawkins,
1999:178).
2.3
Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah suatu proses penyampaian informasi dari
seseorang kepada orang lain, komunikasi ini pada umum dilakukan secara tatap
muka. Di perdesaan komunikasi ini sering dilakukan oleh penyuluh maupun
petani dalam kelompoknya baik dalam bentuk pertemuan kelompok maupun
dalam difusi inovasi kepada kelompok-kelompok yang lain. Perbedaan
karakteristik antara komunikasi media massa dan komunikasi interpersonal dapat
dilihat pada Tabel 4.
11
Tabel 4. Perbedaan Karakteristik Antara Komunikasi Media Massa dan Komunikasi
Interpersonal
Karakteristik
Komunikasi
Interpersonal
Komunikasi
Media Massa
1
Arus pesan
Arus pesan cenderung dua
arah
Arus pesan
cenderung searah
2
Konteks komunikasi
Saling berhadapan
Ditempatkan
3
Banyaknya umpan balik yang siap
Tinggi
Rendah
4
Kemampuan untuk menguasai proses
seleksi (akses seleksi)
Tinggi
Rendah
5
Kecepatan penyampaian pesan pada
pembaca / pemirsa yang banyak
Relatif lambat
Relatif cepat
6
Kemungkinan untuk menyesuaikan
pesan pada pembaca / pemirsa
Besar
Kecil
7
Biaya per orang yang bisa dijangkau
Tinggi
Rendah
8
Kemungkinan diabaikan oleh
pembaca/pemirsa
Rendah
Tinggi
9
Pesan yang sama bagi semua penerima
pesan
Tidak
Ya
10
Siapa yang memberi informasi
Setiap orang
Pakar /penguasa
11
Dampak yang mungkin terjadi
Pembentukan dan
perubahan sikap
Perubahan
pengetahuan
No
Sumber: Rogers dan Shoemaker dalam AW van Den Ban (1999:164)
Berdasarkan
perbandingan
antara
komunikasi
interpersonal
dengan
komunikasi media massa, komunikasi interpersonal akan menimbulkan dampak
pembentukan dan perubahan sikap, sedangkan komunikasi media massa hanya
akan menimbulkan dampak perubahan pengetahuan saja.
12
2.4
Adopsi Inovasi
Inovasi adalah suatu gagasan, metode, atau objek yang dianggap sebagai
sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir
(AW van den Ban 1999:122).
Inovasi menurut UU No.18 tahun 2002 adalah kegiatan penelitian,
pengembangan,
dan/atau
perekayasaan
yang
bertujuan
mengembangkan
penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru
untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam
produk atau proses produksi.
Adopsi inovasi mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal
ini disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah menyangkut
proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang
mempengaruhinya.
Rogers dan Shoemaker (1983:99) memberikan definisi tentang proses
pengambilan keputusan untuk melakukan adopsi inovasi, seperti berikut:
... the mental process of an innovation to a decision to adopt or to reject
and to confirmation of this decision...
Mengikuti definisi yang diberikan oleh Rogers dan Shoemaker tersebut,
maka ada beberapa elemen penting yang perlu diperhatikan dalam proses adopsi
inovasi, yaitu: (a) adanya sikap mental untuk melakukan adopsi inovasi, dan (b)
adanya konfirmasi dari keputusan yang diambil.
13
Dari definisi diatas, tampak bahwa dalam proses adopsi inovasi diperlukan
adanya komitmen yang terikat dan perlu dijaga konsistensinya yang didasarkan
atas kemampuan yang dimiliki oleh calon adopter.
Menurut Rogers (1983:99) proses pengambilan keputusan inovasi adalah
proses mental dimana seseorang berlalu dari pengetahuan pertama mengenai suatu
inovasi dengan membentuk suatu sikap terhadap inovasi, sampai memutuskan
untuk menolak atau menerima, melaksanakan ide-ide baru dan mengukuhkan
terhadap keputusan inovasi.
Tahapan dalam proses adopsi inovasi yaitu :
1. Tahap Kesadaran
Tahap seseorang tahu dan sadar terdapat suatu inovasi sehingga muncul
adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut.
2. Tahap Keinginan
Tahap seseorang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap
inovasi yang telah diketahuinya tersebut sehingga ia mulai tertarik pada hal
tersebut.
3. Tahap Evaluasi
Tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau menerima inovasi
yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi.
4. Tahap Mencoba
Tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya sehingga ia
mulai mencoba suatu perilaku yang baru.
14
5. Tahap Adopsi
Tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang
diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut.
Dari pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi tidak berhenti segera
setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini akan berubah lagi sebagai
akibat dari pengaruh lingkungan penerima adopsi. Oleh sebab itu, Rogers
(1993:163-184) merevisi kembali teorinya tentang keputusan tentang inovasi
yaitu: Pengetahuan, persuasi, keputusan, pelaksanaan, dan konfirmasi.
1. Tahap pengetahuan.
Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi baru.
Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui
berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media
cetak, maupun komunikasi interpersonal diantara masyarakat. Tahapan ini
juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik dalam pengambilan keputusan,
yaitu: (1) Karakteristik sosial-ekonomi, (2) Nilai-nilai pribadi dan (3) Pola
komunikasi.
2. Tahap persuasi
Pada tahap ini individu tertarik pada inovasi dan aktif mencari
informasi/detail mengenai inovasi. Tahap kedua ini terjadi lebih banyak
dalam tingkat pemikiran calon pengguna. Inovasi yang dimaksud berkaitan
dengan karakteristik inovasi itu sendiri, seperti: (1) Kelebihan inovasi, (2)
Tingkat keserasian, (3) Kompleksitas, (4) Dapat dicoba dan (5) Dapat dilihat.
15
3. Tahap pengambilan keputusan.
Pada tahap ini individu mengambil konsep inovasi dan menimbang
keuntungan/kerugian dari menggunakan inovasi dan memutuskan apakah
akan mengadopsi atau menolak inovasi.
4. Tahap implementasi.
Selama tahap ini individu menentukan kegunaan dari inovasi dan dapat
mencari informasi lebih lanjut tentang hal itu.
5. Tahap konfirmasi.
Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari
pembenaran atas keputusan mereka. Tidak menutup kemungkinan seseorang
kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi
setelah melakukan evaluasi.
Faktor yang mempengaruhi kecepatan suatu proses adopsi inovasi menurut
Soekartawi (1988:62-64) adalah:
1. Keunggulan relatif
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih
baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari
beberapa segi, seperti segi ekonomi, prestise sosial, kenyamanan, kepuasan
dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi,
semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
2. Kompatibilitas
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten
dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan
16
pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat
diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai.
3. Kerumitan
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit
untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan
mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang
sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka
semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
4. Kemampuan diuji cobakan
Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat
diuji-coba pada batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam
kondisi sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat
dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan
keunggulannya.
5. Kemampuan diamati
Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat
terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu
inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut
mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif;
kesesuaian; kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati
serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi
tersebut dapat diadopsi.
17
Penerimaan terhadap suatu inovasi oleh suatu masyarakat tidak terjadi
secara serempak. Ada anggota masyarakat yang memang sejak lama telah menanti
datangnya inovasi karena sadar akan kebutuhannya. Ada anggota masyarakat
yang melihat dulu kiri-kanannya dan setelah yakin benar akan keuntungankeuntungan tertentu yang bakal diperoleh, baru mau menerima inovasi yang
dimaksud. Namun ada pula anggota masyarakat yang sampai akhir tetap tidak
mau menerima suatu inovasi.
Cepat tidaknya proses difusi dan adopsi inovasi, akhirnya juga sangat
tergantung dari faktor intern dari adopter itu sendiri. Latar belakang sosial,
ekonomi, budaya ataupun politik sangat mempengaruhi cepat atau tidaknya proses
difusi dan adopsi inovasi itu sendiri. Beberapa hal penting lain yang
mempengaruhi adopsi inovasi menurut Soekartawi (1988:70-72) adalah:
1. Umur
Semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa
yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha
untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka
masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut.
2. Pendidikan
Mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam
melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya mereka yang
berpendidikan rendah, mereka agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi
dengan cepat.
18
3. Keberanian Mengambil Risiko
Biasanya kebanyakan petani kecil mempunyai sifat menolak risiko. Mereka
berani mengambil risiko jika adopsi inovasi itu benar-benar telah mereka
yakini.
4. Pola Hubungan
Biasanya petani yang berada dalam pola hubungan yang kosmopolitas
mereka lebih cepat melakukan adopsi inovasi dibanding mereka yang berada
dalam pola hubungan lokalitas.
5. Sikap Terhadap Perubahan
Kebanyakan petani kecil agak lamban dalam mengubah sikapnya karena
sumberdaya lahan terbatas sekali sehingga mereka agak sulit untuk mengubah
sikapnya untuk adopsi inovasi.
6. Motivasi Berkarya
Motivasi untuk berkarya sangat penting dan untuk menumbuhkan motivasi
tidaklah mudah, khususnya bagi petani dengan segala keterbatasan yang
dimiliki.
7. Aspirasi
Faktor aspirasi perlu ditumbuhkan bagi calon adopter karena jika tidak maka
adopsi inovasi tersebut sulit untuk dilakukan.
8. Fatalisme
Jalannya proses adopsi inovasi akan berjalan lebih lambat jika adopsi inovasi
itu menyebabkan risiko yang tinggi.
19
9. Sistem Kepercayaan Tertentu
Makin tertutup suatu sistem sosial dalam masyarakat terhadap sentuhan luar
maka makin sulit pula anggota masyarakatnya untuk melakukan adopsi
inovasi.
10. Karakteristik Psikologi
Karakteristik psikologi dari calon adopter menentukan cepat tidaknya suatu
adopsi inovasi. Jika mendukung maka proses adopsi inovasi itu akan berjalan
lebih cepat.
Rogers (1983:247-250) menjelaskan dalam menerima suatu inovasi ada
beberapa tipologi penerima adopsi yang ideal yaitu :
1. Inovator
Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru.
Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memiliki gaya hidup dinamis
di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.
2. Pengguna awal
Kategori adopter ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori
lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi.
3. Mayoritas awal
Kategori pengadopsi seperti ini akan berkompromi secara hati-hati sebelum
membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun
waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting untuk
menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak
digunakan atau cukup bermanfaat.
20
4. Mayoritas akhir
Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi.
Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi
inovasi sebelum mereka mengambil keputusan.
5. Lamban
Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi.
Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Saat
kelompok ini mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh
mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.
2.5
Sekolah Lapang
Sekolah lapang adalah suatu metode belajar dengan pendekatan orang
dewasa (experential learning cycle) untuk menghasilkan tanaman sehat dengan
produktivitas optimal dengan proses yang tidak membahayakan pekerja
(Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012:30)
Sekolah Lapang adalah sekolah tanpa dinding, tanpa pemisah dan pembatas,
terbuka dan bersifat tidak formal dengan metode pendekatan Pendidikan Orang
Dewasa (POD) guna mengembangkan dan memberdayakan petani/kelompok tani
melalui sistem pembelajaran berdasarkan pengalaman dalam melaksanakan
kegiatan bidang pertanian (Pusat Penyuluhan Kehutanan 2012:3).
Metode Penyuluhan Sekolah Lapang yang dikenal pertama kali pada tahun
1989, telah memberikan warna baru pada dunia penyuluhan pertanian. Sekolah
Lapang telah menghasilkan perubahan yang luar biasa dalam meningkatkan
21
kapasitas dan partisipasi petani khususnya dalam pengendalian hama terpadu.
Sekolah Lapang sebagai salah satu metode penyuluhan atau pembelajaran dan
pendidikan
petani
memiliki
ciri
khusus,
prinsip,
azas,
tahapan
yang
membedakannya dengan metode penyuluhan dan pembelajaran lainnya. Hasil
akhir yang diharapkan dari kegiatan Sekolah Lapang ialah menghasilkan petani
yang sadar lingkungan, kritis dan mandiri dalam mengembangkan usahatani
secara berkelanjutan (Kementrian Kehutanan 2012:4).
Menurut FAO (Food and Agriculture Organization,2014:1) “A farmer field
school is a school without walls. A group of farmers gets together in one of their
own fields to learn about their crops and things that affect them. They learn how
to farm better by observing, analysing and trying out new ideas on their own
fields”. FAO menjelaskan sekolah lapang sebagai sekolah tanpa dinding, dengan
sekelompok petani belajar bagaimana bertani yang lebih baik dengan mengamati,
menganalisis dan mencoba ide-ide baru di bidangnya masing-masing.
FAO telah mempromosikan sekolah lapangan sebagai pendekatan inovatif
untuk pendidikan orang dewasa yang pertama kali dikembangkan di Asia
Tenggara untuk pengendalian hama dan untuk meningkatkan pengelolaan lahan
dan air di Afrika. Tidak seperti pendekatan tradisional untuk penyuluh pertanian,
yang mengandalkan penyuluh memberikan saran kepada para petani, sekolah
lapangan petani memungkinkan kelompok tani untuk mengetahui jawaban untuk
diri mereka sendiri. Itu berarti petani dapat mengembangkan solusi untuk masalah
mereka sendiri.
22
2.6
Sekolah Lapang Good Agricultural Practices
SL GAP-SOP Tanaman Florikultura merupakan salah satu metode belajar
dengan pendekatan orang dewasa dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan
dan keterampilan petani dalam menerapkan prinsip-prinsip GAP Tanaman
Florikultura melalui pola pembelajaran lewat pengalaman, dengan menggunakan
lahan sebagai tempat belajar, memantau secara teratur setiap minggu atau dua
minggu sepanjang musim tanam, mengkaji dan membahasnya sehingga petani
menjadi ahli dan dapat mengambil keputusannya sendiri (Direktorat Jenderal
Hortikultura, 2012:30).
Pelaksanaan kegiatan sekolah lapang GAP dimulai dari pembuatan
pedoman SOP, penyusunan panduan SL, workshop bagi Pemandu Lapang (PL1,
PL2), perbanyakan materi SL yang dilaksanakan oleh Provinsi dan Kabupaten,
serta pelaksanaan SL di Kabupaten/Kota.
Tujuan SL GAP-SOP menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012:30)
adalah :
1. Meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan petugas dan petani
dalam penerapan GAP (budidaya florikultura yang baik dan benar) melalui
pola pembelajaran lewat pengalaman di lapang.
2. Mempercepat proses kemandirian dan peran aktif petani dalam mengambil
keputusan sehingga menjadi ahli dalam mengatasi permasalahan dalam usaha
florikultura.
23
3. Meningkatkan kompetensi dan pengembangan sikap petani sebagai pelaku
usaha yang berorientasi kepada profitabilitas namun tetap memiliki kesadaran
dalam upaya pelestarian alam secara berkelanjutan.
Sasaran SL GAP menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012:31) adalah :
1. Pemahaman dan keterampilan petugas dan petani dalam penerapan GAP
meningkat dengan terlaksananya kegiatan SL GAP untuk 9 komoditas
florikultura (krisan, mawar, heliconia, sedap malam, anggrek, leatherleaf,
melati,
Raphis
exelsa
dan
sanseivieria)
dari
18
Propinsi
di
45
Kabupaten/Kota.
2. Petani paham dan terampil dalam mengambil keputusan dalam mengatasi
permasalahan budidaya florikultura.
3. Petani menjadi sadar dalam upaya pelestarian alam/lingkungan.
Metode pelaksanaan Kegiatan SL GAP-SOP menurut Direktorat Jenderal
Hortikultura (2012:34) sebagai berikut:
1. Kegiatan diawali dengan proses identifikasi dan penetapan calon petani/calon
lokasi (CP/CL) oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang selanjutnya akan
ditetapkan melalui SK Bupati/Walikota atau Dinas Pertanian yang ditunjuk.
2. Peserta SL GAP-SOP adalah: (1) Petani tanaman florikultura yang akan
menerapkan GAP-SOP; (2) Bisa baca tulis; (3) berumur 18–50 tahun; (4)
Jumlah peserta 15–25 orang; (5) Sanggup mengikuti dari awal hingga akhir;
dan (6) Mampu bekerja secara kelompok.
24
3. Pelaksanaan kegiatan SL GAP-SOP berlangsung secara periodik (mingguan
atau dua mingguan) ataupun periode tertentu/sesuai fenologi tanaman
(sebanyak 13–20 kali pertemuan).
4. Materi/kurikulum yang dibahas selama kegiatan berlangsung terdiri dari : (1)
Test balot box (test awal dan test akhir); (2) Materi pokok yang terdiri dari
pengamatan control point tahapan GAP-SOP, pembahasan control point,
penggambaran hasil pengamatan dan hasil diskusi sub kelompok, presentasi
pleno dan pengambilan keputusan/kesepakatan, pencatatan; (3) Pengamatan
agroekosistem petak studi; dan (4) Topik khusus sesuai dengan kebutuhan.
2.7
Standar Operasional Prosedur Budidaya Anggrek Tanah
Anggrek termasuk famili Orchidaceae, suatu famili yang sangat besar dan
sangat bervariasi yang memiliki sekitar 800 genus dan tidak kurang dari 30.000
spesies (Gunawan, 2008:5).
Anggrek Terrestria atau anggrek tanah hidup di tanah dengan akar-akarnya
didalam tanah. Akar-akar ini disebut akar tanah yang biasanya tebal berdaging,
keluar dari bonggol tanaman. Walaupun disebut anggrek tanah, namun dalam
pembudidayaan, mereka lebih menyukai tanah yang berhumus seperti keadaan
tempat tumbuh dialam bebas. (Gunadi,1985:22).
Anggrek Semi Terristria adalah tipe anggrek yang hidup atau biasa ditanam
diatas tanah dan juga dinamakan anggrek tanah. Sepanjang batang anggrekanggrek ini banyak tumbuh akar udara, dan akar yang tumbuh dekat tanah akan
masuk ke lapisan permukaan tanah atau melata saja dipermukaan tanah. Dalam
25
pembudidayaan, anggrek ini dapat ditanam dalam bak panjang atau parit buatan
yang diisi batu-batu, pecahan genteng (Gunadi,1985:23).
Anggrek Terrestria dan Semi Terrestria biasa dengan kebasahan atau
suasana lembab, maka mereka menyukai air sepanjang tahun dengan tingkat
kelembaban yang tinggi. Cara budidaya anggrek tanah berbeda dengan anggrek
penumpang yang biasanya menumpang di pepohonan dengan suasana basah atau
kering menurut musim. (Gunadi,1985:24).
Menurut Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura (2011:3) bahwa
SOP budidaya anggrek tanah adalah pedoman dalam melaksanakan budidaya
termasuk panen dan pascapanen yang baik dan benar sehingga meningkatkan
kualitas, keamanan produk, lingkungan serta petani. Ruang lingkup SOP budidaya
anggrek tanah meliputi: (1) Penetapan lokasi (2) Penyiapan lahan (3) Penyiapan
bedengan (4) Pemasangan penopang (5) Penyiapan benih bermutu (6) Penanaman
(7) Penyiapan media tanam (8) Pengairan (9) Pemupukan (10) Penyulaman (11)
Sanitasi kebun (12) Perlindungan tanaman (13) Panen (14) Peremajaan tanaman
(15) Pasca panen (16) Pencatatan.
Berikut ini cara budidaya anggrek tanah yang dikumpulkan dari beberapa
sumber dan disesuaikan dengan lingkup SOP budidaya anggrek tanah mulai dari
penetapan lokasi, penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, sampai dengan panen
dan pascapanen bunga potong anggrek.
26
2.7.1 Penetapan Lokasi
Menyediakan lokasi sebagai lahan usaha, sesuai dengan persyaratan
pertumbuhan tumbuh tanaman. Anggrek terrestrial yaitu anggrek yang tumbuh di
tanah dan membutuhkan cahaya matahari langsung 70-100 % dengan suhu siang
berkisar antara 19-38 oC dan suhu malam berkisar 18-21 oC.
Angin dan curah hujan tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman anggrek. Ketinggian yang cocok bagi budidaya tanaman anggrek yaitu
pada ketinggian 0-650 m dpl. Tanaman anggrek cocok ditanam pada daerah
dengan kelembaban udara disiang hari 65-70 % (Istiati,2009:6).
2.7.2 Penyiapan Lahan
Pada saat penyiapan lahan hal-hal yang perlu dilakukan meliputi
pembersihan lahan, pembuatan saluran drainase, pembuatan instalasi air, dan
pembuatan terasering (bila perlu).
Lahan perlu dibersihkan dari tumbuhan liar (gulma) agar tidak mengganggu
pertumbuhan tanaman anggrek. Agar lahan tidak becek maka perlu dibuat saluran
drainase dengan ukuran tinggi 30 cm x lebar 40 cm x panjang sesuai ukuran
lahan. Untuk memenuhi kebutuhan air tanaman anggrek maka pada saat
penyiapan lahan perlu dibuat instalasi air seperti sumur, pompa air, dan selang
untuk menjangkau seluruh bagian kebun.
2.7.3 Penyiapan Bedengan
Media tanam dalam tanah dengan sistim bak-bak tanam. Bak terbuat dari
batu bata merah panjang 2 m lebar 40 cm dan tinggi bak 2 lapis batu bata merah.
Pembuatan bak diatas tanah untuk menghindari dari kebecekan, dengan cara tanah
27
digali sedalam 10-20 cm kemudian diberi batu bata ukuran 40 cm x 2 m dan jarak
antara pembatas dengan yang lain 3 cm (Istiati,2009:13).
2.7.4 Pemasangan Penyangga
Tiang penyangga dibuat 4 buah yang ditancapkan kedalam tanah dengan
ketinggian masing-masing 1,5 m. Antara tiang satu dangan tiang lainnya
dihubungkan dengan kayu sehingga keempat tiang tersebut menjadi satu
rangkaian (Istiati,2009:14).
2.7.5 Penyiapan Media Tanam
Media tanam untuk anggrek Terrestria adalah pupuk kompos, sekam, pupuk
kandang, dan serat pakis. Sedangkan media tanam untuk anggrek semi terrestria
adalah pecahan genteng yang agak besar, pupuk kandang, sekam, dan serutan
kayu (Istiati,2009:6).
Media tumbuh untuk anggrek tanah merupakan campuran dengan
perbandingan yang sama, terdiri dari serutan kayu, kompos, pupuk kandang yang
sudah matang. Setelah dicampur merata, media ini diisikan kedalam bedengan
dengan terlebih dahulu dasar bedengan diberi lapisan yang porous dari pecahan
genting atau batu bata setebal 5-10 cm tergantung pada ketinggian bedengannya
(Gunawan, 2008:32).
2.7.6 Penyiapan Benih Bermutu
Bibit anggrek yang baik, sehat, dan unggul mempunyai beberapa ciri, yaitu:
bentuk batang kuat, pertumbuhan pesat, daun subur, bunga lebat dan indah
(Istiati,2009:9).
28
2.7.7 Penanaman
Anggrek tanah dapat ditanam dalam bak kayu panjang atau dibedengan
tanah yang telah diberi pembatas dua baris genting yang diletakan dengan posisi
berdiri. Lebar bedengan kira-kira 30 cm (Gunawan, 2008:31).
Cara menanam anggrek tanah yang monopodial ditempatkan dibedengan
kemudian diikatkan pada bambu penopang dengan tali. jarak antar tanaman
tergantung pada jenisnya. Pedoman untuk mengatur jarak antar tanaman ini
adalah daun dari dua tanaman tidak saling menutupi, tetapi hanya bersinggungan
(Gunawan, 2008:32).
2.7.8 Pengairan
Sumber air untuk tanaman anggrek dapat berasal dari air ledeng, air sumur,
air hujan, air sungai. Yang perlu diperhatikan adalah pH air yang baik yaitu
sekitar 5,6-6 dan air yang baik untuk penyiraman adalah air yang steril yang tidak
mengandung
bakteri/jamur
yang
bisa
mengganggu
tanaman
anggrek
(Istiati,2009:17).
Cara pemberian air yang baik adalah melalui nozzle penyemprot. Dengan
alat ini, butiran air dapat diatur yang halus sehingga tidak menghanyutkan media
tumbuh atau merusak bunga dan batang. Air disemprotkan ke media, batang, dan
daun tanaman hingga basah (Gunawan, 2008:40).
2.7.9 Pemupukan
Pupuk kandang yang biasanya digunakan adalah kotoran ayam. Cara
pemberian pupuk kandang adalah dengan menaburkan disekitar tanaman.
Sedangkan pupuk cair diberikan dengan cara disemprotkan keseluruh bagian
29
tanaman anggrek. Pemupukan tanaman anggrek lebih baik dilakukan pada waktu
pagi hari atau sore hari pada sekitar pukul 05.00 sore (Istiati,2009:17).
Pupuk majemuk untuk anggrek dianjurkan yang mengandung 10% N, 4% P,
6% K. Pupuk umumnya diberikan dalam bentuk larutan, jumlahnya 1 g / 10 liter
air dan digunakan untuk penyiraman seminggu sekali. Selain melalui akar,
tanaman anggrek juga menyerap hara melalui daun. Dengan demikian,
pemupukan dapat diberikan melalui daun. (Gunawan, 2008:37).
2.7.10 Penyulaman
Kegiatan penyulaman dilakukan seawal mungkin dengan cara mengganti
bibit yang mati dengan bibit yang baru. Penyulaman dilakukan sampai tanaman
berumur 1-2 bulan agar pertumbuhan tanaman asli dengan tanaman sulaman tidak
berbeda jauh.
2.7.11 Sanitasi Kebun
Kebersihan kebun anggrek harus senantiasa diperhatikan. Sedapat
mungkin dihindarkan tanaman pengganggu (gulma) yang tumbuh disekeliling
tanaman karna dapat menjadi sarang bagi hama maupun penyakit. Setelah dicabut
sebaiknya tanaman pengganggu (gulma) dibakar, jangan di tumpuk (Gunawan,
2008:56).
2.7.12 Perlindungan Tanaman
Hindarkan pemberian air yang berlebihan, terutama dimusim hujan. Ganti
media tumbuh secara berkala. Semprotkan fungisida dan insektisida satu bulan
sekali, tanpa menunggu serangan menghebat. Jangan selalu memakai satu jenis
insektisida terus menerus karna dapat menimbulkan kekebalan. Sebaiknya
30
semprotkan pestisida pada pagi hari. Potonglah bagian-bagian yang sakit dengan
pisau steril (Gunawan, 2008:57).
Waktu penyemprotan pestisida, obat-obatan sebaiknya dilakukan pada
pagi hari dan sore hari sekitar pukul 05.00 sore. Penyemprotan bagi tanaman
anggrek sehat dilakukan rutin kurang lebih 3 bulan sekali sedangkan untuk
tanaman anggrek yang terserang hama perlu dilakukan penyemprotan seminggu
sekali (Istiati,2009:19).
2.7.13 Panen
Umumnya tanaman anggrek dewasa berbunga setelah 1-2 bulan ditanam.
Tangkai bunga yang dihasilkan sekitar 2 tangkai dengan jumlah kuntum sebanyak
20-25 kuntum pertangkai. Pemotongan dilakukan pada jarak 2 cm dari pangkal
tangkai bunga dengan menggunakan alat potong yang bersih. Untuk bunga potong
dipilih tangkai yang kuntumnya paling banyak sudah mekar (kuncup tersisa 1-3
kuntum).
2.7.14 Peremajaan Tanaman
Cara perbanyakan untuk anggrek Terestrial adalah dengan cara stek. Cara
perbanyakan dilakukan dengan memotong bagian batang yang masih hidup.
Panjang stek dianjurkan antara 30-50 cm (Gunawan, 2008:75).
2.7.15 Pasca Panen
Bunga dipilih yang bagus, tidak terkena penyakit ataupun luka.
Selanjutnya bunga dikelompokan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan tingkat
kesegaran atau ukuran bunga (Istiati,2009).
31
Agar bunga tetap segar perlu adanya pengawetan dengan tujuan agar
penurunan mutu lebih lambat. Usaha pengawetan bunga dilakukan dengan cara
penempatan bunga dalam larutan pengawet atau air hangat (38-43 derajat C)
selama 2 jam (Istiati,2009:32).
2.7.16 Pencatatan
Mencatat setiap tindakan dan perlakuan pada masing-masing aktivitas
produksi, mulai dari kondisi lingkungan, penetapan lokasi, produksi, panen
sampai pasca panen agar dapat dapat ditelusuri tingkat kebenarannya.
2.8
Penelitian Terdahulu
Pada penelitian ini, awalnya peneliti memperoleh rujukan dari penelitian
yang dilakukan oleh Budianto (2013) dalam penelitiannya yang berjudul
“Efektifitas Penyuluhan Metode DEMFARM Terhadap Penerapan Teknologi
Sistem Tanam Jajar Legowo di Kabupaten Bekasi” menganalisis karakteristik
individu petani
dengan tingkat adopsi teknologi. Dalam hal ini karakteristik
individu petani terdiri dari usia petani, pendidikan petani, pengalaman petani, luas
lahan dan kepemilikan lahan.
Sedangkan tingkat adopsi teknologi terdiri dari pengolahan tanah, sistem
tanam, jumlah benih/lubang, jumlah benih/ha, umur bibit, dosis pupuk,
pengelolaan air, bahan organik, panen dan pasca panen. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode chi square dengan hasil penelitian adalah karakteristik
petani di Desa Sukahurip sangat berbeda mulai dari umur petani, pendidikan,
pengalaman, luas lahan hingga kepemilikan lahan.
32
Pengetahuan, persepsi dan penerapan petani terhadap sistem tanam jajar
legowo menunjukan hasil masing-masing pengetahuan, persepsi dan penerapan
petani berada pada kriteria tinggi, sehingga penyuluhan metode DEMFARM
kepada petani di Desa Sukahurip dapat dikatakan efektif. Tidak terdapat
hubungan antara persepsi petani di Desa Sukahurip dengan pengetahuan sistem
tanam jajar legowo dan persepsi dengan penerapan sistem tanam jajar legowo.
Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan petani di Desa Sukahurip dengan
penerapan sistem tanam jajar legowo.
2.9
Kerangka Pemikiran Konseptual
Balai Penyuluhan Pertanian merupakan suatu kelembagaan pemerintah
dibawah
Departemen
Pertanian
yang
memfokuskan
aktifitasnya
pada
terlaksanannya program kementrian yang terkait. Penelitian memfokuskan pada
pembahasan mengenai efektifitas penyuluhan pertanian metode sekolah lapang
terhadap penerapan standar operasional prosedur budidaya anggrek di Kecamatan
Pamulang.
Fokus kegiatan penelitian ini yaitu bagaimana tingkat pengetahuan petani
anggrek mengenai standar oprasional prosedur budidaya anggrek, seberapa tinggi
tingkat penerapan petani anggrek mengenai standar oprasional prosedur budidaya
anggrek. Adapun penelitian mengenai karakteristik petani, peneliti memberikan
batasan dalam hal usia petani, pendidikan petani, dan pengalaman petani.
Kemudian dilakukan analisis mengenai hubungan antara pengetahuan petani
dan penerapan petani. Data tersebut diperoleh melalui penyebaran kuesioner
33
kepada petani dan kelompok tani yang ada dibawah bimbingan Dinas Pertanian
dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan.
34
Program Penyuluhan Pertanian
Metode Sekolah Lapang
Pengetahuan
SOP Budidaya Anggrek
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Penetapan lokasi
Penyiapan lahan
Penyiapan bedengan
Pemasangan penopang
Penyiapan benih bermutu
Penanaman
Penyiapan media tanam
Pengairan
Pemupukan
Penyulaman
Sanitasi kebun
Perlindungan tanaman
Panen
Peremajaan tanaman
Pasca panen
Pencatatan
Tinggi
Petani
Penyuluhan
Karakteristik Petani
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pengalaman
Penerapan
Rendah
Sedang
Tidak Efektif
Efektivitas
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual
Keterangan:
= Analisis Chi Square
= Analisis Deskriptif
35
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja, yaitu di Kota
Tangerang Selatan. Alasan memilih Kota Tangerang Selatan karena Kota
Tangerang Selatan merupakan sentra produksi tanaman anggrek tanah di Provinsi
Banten, sedangkan Provinsi Banten merupakan Provinsi penghasil bunga potong
anggrek terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Barat.
Selain itu Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan
sudah melakukan penyuluhan mengenai SOP budidaya anggrek tanah melalui
Sekolah Lapang kepada kelompok tani anggrek di Kota tangerang Selatan.
Penelitian ini dimulai sejak bulan November 2014 sampai dengan bulan Februari
2015.
3.2
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan oleh peneliti
langsung dari sumbernya melalui penyebaran kuesioner dan wawancara langsung,
meliputi karakteristik petani anggrek, tingkat pengetahuan petani anggrek
mengenai SOP budidaya anggrek, dan tingkat penerapan SOP budidaya anggrek
oleh petani. Karakteristik petani anggrek terdiri dari umur petani, tingkat
pendidikan, dan lama berusahatani. Data sekunder merupakan data yang
dikumpulkan peneliti dari semua sumber yang sudah ada dalam artian peneliti
36
sebagai tangan kedua, data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari bukubuku, jurnal, laporan dan literatur yang terkait dengan penelitian ini.
3.3
Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner dan
wawancara.
1. Melalui penyebaran kuesioner secara pribadi, yang daftar pertanyaannya
sudah ditulis dan disusun sebelumnya secara rinci dan sudah disediakan
pilihan jawabannya.
2. Wawancara
langsung
yang
daftar
pertanyaanya
sudah
disiapkan
sebelumnya.
3. Studi dokumentasi dengan melihat dan menganalisis dokumen-dokumen
yang terkait dengan penelitian ini.
3.4
Teknik Penarikan Sampel
Populasi petani anggrek tanah di Kota Tangerang Selatan adalah 72 petani
yang tersebar di tujuh kelompok tani anggrek tanah yang berada di dua kecamatan
yaitu, Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Serpong. Dalam penelitian ini rumus
yang digunakan untuk menentukan besaran sampel, yaitu Rumus Slovin dalam
Riduwan (2005:65)
n = Besaran Sampel
N = Besaran Populasi
37
d = Nilai presisi 90% atau sig. = 0,01.
Dengan menggunakan rumus Slovin dengan nilai kritis sebesar 10%
didapatkan besaran sampel adalah 42 petani. Sampel tersebut akan diambil dari
tujuh kelompok tani yang memiliki jumlah anggota yang berbeda-beda. Dibawah
ini adalah perhitungan untuk menentukan besaran sampel dari setiap kelompok
tani dengan populasi seluruhnya 72 orang.
Sampel dari kelompok Bulak Makmur
= 17/72 x 42 = 9,91 = 10
Sampel dari kelompok Bulak Jaya
= 9/72 x 42
Sampel dari kelompok Bulak Hijau
= 10/72 x 42 = 5,83 = 6
Sampel dari kelompok Parakan Jaya
= 15/72 x 42 = 8,74 = 9
Sampel dari kelompok Parakan Asri
= 10/72 x 42 = 5,83 = 6
Sampel dari kelompok Berdikari
= 7/72 x 42
= 4,08 = 4
Sampel dari kelompok Bina Tani
= 4/72 x 42
= 2,33 = 2
= 5,25 = 5
Pembulatan dilakukan mengingat jumlah orang memiliki ciri variabel
diskret.
Sampel dari setiap kelompok ditentukan dengan bantuan teknik
penarikan sampel acak sederhana dengan cara memasukan nama-nama anggota
kelompok tani kedalam sebuah kotak lalu diambil secara acak.
Tabel 5. Besaran Sampel dari Setiap Kelompok Tani
No
1
2
3
4
5
6
7
Kelompok Tani
Bulak Makmur
Bulak Jaya
Bulak Hijau
Parakan Jaya
Parakan Asri
Berdikari
Bina Tani
Jumlah
Jumlah Anggota
17
9
10
15
10
7
4
72
Jumlah Sampel
10
5
6
9
6
4
2
42
Sumber : Data jumlah responden diolah
38
3.5
Instrumen Penelitian
Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan kuesioner. Terdapat 3 kuesioner yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu kuesioner untuk mengukur karakteristik petani yang terdiri dari umur,
pendidikan, dan pengalaman petani mengacu pada Budianto (2013:82) diberi kode
(A). Kuesioner untuk mengukur pengetahuan petani mengenai SOP budidaya
anggrek tanah mengacu pada SOP budidaya anggrek tanah yang telah disusun
oleh Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura (2011). Kuesioner untuk
mengukur pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah terdiri dari
16 pertanyaan tertutup yang diberi 3 pilihan jawaban, diberi kode (B). Kuesioner
untuk mengukur penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani mengacu
pada SOP budidaya anggrek tanah yang telah disusun oleh Direktorat Budidaya
dan Pasca Panen Florikultura (2011). Kuesioner untuk mengukur penerapan SOP
budidaya anggrek tanah oleh petani terdiri dari 28 pertanyaan tertutup yang diberi
2 pilihan (Ya atau Tidak) diberi kode (C).
Kuesioner yang telah disusun lalu disebarkan kepada petani responden
sesuai dengan Tabel 5. Teknik mengumpulan data dengan kuesioner dilakukan
dengan cara peneliti menanyakan pertanyaan yang ada pada kuesioner kepada
petani, kemudian petani menjawab pertanyaan peneliti, lalu peneliti menuliskan
jawaban petani pada lembar kuesioner.
39
3.6
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
3.6.1 Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kevalidan dari instrumen
penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data yang diperoleh dengan cara
mengkorelasi setiap skor variabel jawaban responden dengan total skor masingmasing variabel, kemudian hasil korelasi dibandingkan dengan nilai kritis pada
taraf siginifikan 0,05 dan 0,01 (Sugiyono, 2009:172).
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan
data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk
mengukur apa yang seharusnya diukur.
Untuk menguji tingkat validitas instrumen dalam penelitian ini digunakan
uji korelasi Product Moment Pearson (Sugiyono, 2009:172) :
∑
√[ ∑
∑
∑
]
∑
[ ∑
∑
]
Keterangan :
x : Variabel independen
y : Variabel dependen
n : Banyak sampel
Instrumen dianggap valid apabila nilai rhitung lebih besar daripada nilai r
Tabel. Nilai rTabel didapatkan dengan cara melihat Tabel nilai-nilai r Product
Moment, karena dalam penelitian ini jumlah sampel sebanyak 42 responden dan
menggunakan taraf signifikansi 5 % maka nilai rTabel adalah 0,304.
40
3.6.2 Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas ialah ukuran konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang
sama pada kesempatan yang berbeda, yang ide pokoknya adalah sejauh mana
hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Instrumen yang reliabel adalah
instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama,
akan menghasilkan data yang sama. Untuk menguji tingkat reliabilitas instrumen
dalam penelitian ini digunakan uji alpha croncbach.
Rumus alpha croncbach (Arikunto, 2009:171) :
2
 k    b 
r11  
1 

Vt 2 
 k  1 
Dimana :
r11
= Reliabilitas instrument
k
= Banyaknya butir pertanyaan

Vt 2
2
b
= Jumlah varians butir
= Varians total
Instrumen dianggap reliabel jika koefisien alpha croncbach lebih besar dari
r Tabel. Nilai rTabel didapatkan dengan cara melihat Tabel nilai-nilai r Product
Moment, karena dalam penelitian ini jumlah sampel sebanyak 42 responden dan
menggunakan taraf signifikansi 5 % maka nilai rTabel adalah 0,304.
41
3.7
Pengolahan Data dan Analisis Data
3.7.1 Pengolahan Data
Data
yang
diperoleh
melalui
penyebaran
kuesioner
diolah
agar
memudahkan dalam tahap analisis data. Jawaban dari kuesioner B dan C
ditabulasikan kedalam Tabel, jika jawaban benar maka diberi nilai 1 dan jika
jawaban salah maka diberi nilai 0. Untuk Kuesioner C jika jawaban Ya diberi nilai
1 dan jika jawaban Tidak maka diberi nilai 0.
Setelah diberi skor atau nilai lalu dihitung rentang skor dengan cara skor
tertinggi dikurang skor terendah. Langkah berikutnya adalah menentukan interval
kelas dengan cara rentang skor dibagi jumlah kelas yaitu 3 karena menggunakan 3
skala.
Setelah diketahui interval kelasnya lalu dibuat Tabel distribusi dari masingmasing variabel yaitu Tabel distribusi mengenai karakteristik responden yang
terdiri dari umur, pendidikan, dan pengalaman, Tabel distribusi mengenai
pengetahuan petani dan Tabel distribusi mengenai penerapan petani. Teknik
pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Pemeriksaan Data
Merupakan proses memeriksa data yang telah dikumpulkan apakah telah
sesuai dengan tujuan penelitian.
b) Skoring dan Tabulasi
Merupakan kegiatan mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf
menjadi data angka atau bilangan.
42
Tabel 6. Struktur Kuesioner Karakteristik, Pengetahuan, dan Penerapan Mengenai
SOP Budidaya Anggrek Tanah
No
Variabel
Indikator
Pengukuran
1
Umur
Tahun
2
Pendidikan
Tahun
A
3
Pengalaman
Tahun
A
4
Pengetahuan
Skala:Ordinal
Nilai
kebenaran:
Benar = 1
Salah = 0
B
5
Penerapan
Usia petani dari lahir sampai
pada saat penelitian
Massa pendidikan formal yang
diikuti oleh petani
Massa usahatani anggrek yang
telah dilakukan petani
Petani mengetahui SOP budidaya
anggrek tanah yang terdiri dari:
(1) Penetapan lokasi
(2) Penyiapan lahan
(3) Penyiapan bedengan
(4) Pemasangan penyangga
(5) Penyiapan media tanam
(6) Penyiapan benih bermutu
(7) Penanaman
(8) Pengairan
(9) Pemupukan
(10) Penyulaman
(11) Sanitasi kebun
(12) Perlindungan tanaman
(13) Panen
(14) Peremajaan tanaman
(15) Pascapanen
(16) Pencatatan.
Petani
menerapkan
SOP
budidaya anggrek seperti yang
telah disebutkan diatas
Kode
Kuesioner
A
Skala:Nominal
Nilai
kebenaran:
Ya = 1
Tidak = 0
C
c) Memasukan Data
Merupakan kegiatan memasukan data yang telah ditabulasikan ke dalam
program SPSS 21.
d) Pembersihan Data
Merupakan kegiatan pengecekan kembali untuk melihat apakah data sudah
lengkap dan benar.
43
3.7.2 Analisis Data
3.7.2.1 Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran umum terhadap data
hasil penelitian. Data umur, pendidikan, pengalaman, pengetahuan dan penerapan
disajikan dalam bentuk Tabel distribusi frekuensi dengan nilai presentase.
Keterangan:
X = nilai presentase
n = nilai yang diperoleh dari tiap kelompok
N = jumlah responden
3.7.2.2 Analisis Bivariat
Analisis
bivariat dilakukan terhadap dua
variabel
yang diduga
berhubungan. Dalam penelitian ini analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui
(1) hubungan antara karakteristik petani dengan tingkat pengetahuan petani
mengenai SOP budidaya anggrek tanah, (2) hubungan antara karakteristik petani
dengan tingkat penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani dan, (3)
hubungan antara tingkat pengetahuan petani yang telah mengikuti Sekolah
Lapang dengan tingkat penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani. Uji
statistik yang digunakan adalah chi square. Uji chi square digunakan untuk
menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas dimana
datanya berbentuk kategorik.
44
Langkah-langkah uji x2 untuk k sampel independen (Siegel, :222)
1. Frekuensi-frekuensi observasi disusun dalam suatu Tabel kontingensi k x
r, dengan menggunakan k kolom untuk kelompok-kelompoknya.
2. Mentukan frekuensi yang diharapkan dibawah H0 untuk tiap-tiap sel dan
membagi hasil kali dengan N.
3. Menghitung x2 dengan rumus:

(oi  ei ) 2

ei
i 1
k
2
x2 : nilai chi square
oi : frekuensi yang diobservasi
ei : frekuensi ekspektasi
db = (k-1) (r-1)
4. Menentukan signifikansi harga observasi x2 dengan memakai Tabel C
sebagai acuan. Jika x2 hitung sama dengan atau lebih besar dari x2 tabel,
maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Uji chi square dalam penelitian ini menggunakan alat bantu Software SPSS
21 dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menjalankan SPSS lalu menginput data (baris, kolom, perhitungan) pada
Variabel View dan Data View.
2. Memilih variabel perhitungan sebagai Weight Cases
3. Mengklik Analyze-Descriptive Statistic-Crosstabs dan memasukkan
variabel baris ke Row, dan variabel kolom ke Column.
4. Mengklik button Statistic dan checklist chi-square lalu mengklik ok.
45
3.8
Hipotesis Penelitian
1. Hubungan karakteristik petani dengan pengetahuan petani
H0 = variabel karakteristik petani tidak memiliki hubungan dengan
pengetahuan petani
H1 = variabel karakteristik petani memiliki hubungan dengan pengetahuan
petani
2. Hubungan karakteristik petani dengan penerapan petani
H0 = variabel karakteristik petani tidak memiliki hubungan dengan
penerapan petani
H1 = variabel karakteristik petani memiliki hubungan dengan penerapan
petani
3. Hubungan pengetahuan petani dengan penerapan petani
H0 = variabel
pengetahuan petani tidak memiliki hubungan dengan
penerapan petani
H1 = variabel pengetahuan petani memiliki hubungan dengan penerapan
petani
3.9
Definisi Operasional
Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Efektivitas adalah tercapainya pengetahuan dan penerapan SOP budidaya
anggrek tanah oleh petani.
2. Pengetahuan adalah skor pengetahuan petani mengenai SOP budidaya
anggrek tanah.
46
3. Penerapan adalah skor penerapan petani terhadap SOP budidaya anggrek
tanah.
4. Umur petani adalah usia petani yang dihitung dalam satuan tahun.
5. Pendidikan petani adalah pendidikan formal yang diikuti oleh petani
berdasarkan satuan tahun.
6. Pengalaman petani adalah lamanya petani melakukan kegiatan bertani dalam
satuan tahun.
47
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1
Sejarah Kota Tangerang Selatan
Provinsi Banten yang memiliki luas wilayah ± 9.662,92 km² dengan
penduduk pada tahun 2007 berjumlah 9.245.075 jiwa, terdiri atas empat
kabupaten dan tiga kota, perlu memacu peningkatan penyelenggaraan
pemerintahan daerah dalam rangka memperkukuh Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Kabupaten Tangerang yang mempunyai luas wilayah ± 1.159,05 km²
dengan penduduk pada tahun 2007 berjumlah 3.315.584 jiwa, terdiri atas 36
kecamatan. Kabupaten tersebut memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk
mendukung peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan luas
wilayah dan besarnya jumlah penduduk tersebut, pelaksanaan pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat belum sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian
perlu diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui
pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan
guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan pengkajian secara
mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan
berkesimpulan bahwa perlu dibentuk Kota Tangerang Selatan. Pembentukan Kota
Tangerang Selatan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang, terdiri
atas tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara,
Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur,
48
Kecamatan Pamulang, dan Kecamatan Setu. Kota Tangerang Selatan memiliki
luas wilayah keseluruhan ± 147,19 km² dengan penduduk pada tahun 2007
berjumlah ± 918.783 jiwa (Kota Tangerang Selatan Tahun 2014:1).
4.2
Geografis Kota Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten . Batas
wilayah Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut:

Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta & Kota Tangerang

Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta & Kota Depok

Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor & Kota Depok

Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang
Secara administratif Kota Tangerang Selatan terdiri dari tujuh kecamatan,
49 kelurahan dan lima desa dengan luas wilayah 147,19 Km2 atau 14.719 Ha.
Sebagian besar wilayah Kota Tangerang Selatan merupakan dataran rendah
dan memiliki topografi yang relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0 –
3% sedangkan ketinggian wilayah antara 0 – 25 m dpl. Kondisi geologi Kota
Tangerang Selatan umumnya adalah batuan alluvium, yang terdiri dari batuan
lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah. Jenis batuan ini mempunyai
tingkat kemudahan dikerjakan atau workability yang baik sampai sedang, unsur
ketahanan terhadap erosi cukup baik oleh karena itu wilayah Kota Tangerang
Selatan masih cukup layak untuk kegiatan perkotaan.
Keadaan iklim didasarkan pada penelitian di Stasiun Geofisika Klas I
Tangerang pada tahun 2010, yaitu berupa data temperatur (suhu) udara,
49
kelembaban udara dan intensitas matahari, curah hujan dan rata-rata kecepatan
angin. Temperatur udara berada disekitar 23,4°C – 34,2°C dengan temperatur
udara minimum berada di bulan Oktober sebesar 23,4°C dan temperatur udara
maksimum di bulan Februari yaitu sebesar 34,2°C. Rata-rata kelembaban udara
adalah 80,0% sedangkan intensitas matahari adalah 49,0%. Keadaan curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan Januari, yaitu 264,4 mm, sedangkan rata-rata curah
hujan dalam setahun adalah 154,9 mm. Hari hujan tertinggi pada bulan Desember
dengan hari hujan sebanyak 19 hari. (Kota Tangerang Selatan Tahun 2014).
4.3
Kondisi Sumberdaya Manusia
4.3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan tahun 2013 adalah 1.443.403
jiwa, terdiri dari 727.802 laki-laki dan 715.601 perempuan. Hal tersebut
menunjukan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak jumlahnya
dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Penduduk berdasarkan jenis
kelamin dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No
1
2
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Jumlah (Jiwa)
727.802
715.601
1.443.403
Presentase (%)
50,42%
49,58%
100,00%
Sumber : Badan Pusat Statistik (2013:1)
Banyaknya penduduk yang berjenis kelamin laki-laki akan menunjang
tersedianya tenaga kerja untuk pelaksanaan kegiatan agribisnis. Karena pada
umumnya sektor pertanian membutuhkan tenaga kerja laki-laki agar pekerjaanya
menjadi efektif dan efisien.
50
4.3.2 Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
Penduduk berdasarkan umur dikelompokan menjadi empat kelompok yaitu,
0-4 tahun, 5-19 tahun, 20-59 tahun, >60 tahun. Penduduk berdasarkan kelompok
umur dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
No
1
2
3
4
Kelompok Umur
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
0-4
5-19
20-59
>60
Jumlah
71.177
177.610
445.927
33.088
68.199
175.174
440.069
32.159
139.376
352.784
885.996
65.247
1.443.403
Sumber : Badan Pusat Statistik (2013:1)
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa penduduk Kota Tangerang Selatan
yang berada pada kelompok umur 0-4 tahun berjumlah 139.376 jiwa yang terdiri
dari 71.177 laki-laki dan 68.199 perempuan. Pada kelompok umur 5-19 tahun
terdapat 352.784 jiwa yang terdiri dari 177.610 laki-laki dan 175.174 perempuan.
Pada kelompok umur 20-59 tahun terdapat 885.996 jiwa yang terdiri dari 445.927
laki-laki dan 440.069 perempuan. Sedangkan pada kelompok umur >60 terdapat
65.247 jiwa yang tersiri dari 33.088 laki-laki dan 32.159 perempuan.
4.4
Kelompok Tani Anggrek di Kota Tangerang Selatan
Kelompok tani anggrek di Kota Tangerang Selatan terbentuk berdasarkan
kesamaan tempat tinggal, jenis usahatani, kesamaan kepentingan, dan hubungan
kekerabatan yang ada. Secara rinci jumlah kelompok tani anggrek di Kota
Tangerang Selatan disajikan pada Tabel 9 (Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan Kota Tangerang Selatan).
51
Tabel 9. Kelompok Tani Anggrek Tanah Kota Tangerang Selatan
No
1
2
3
4
5
6
7
Kelompok Tani
Bulak Makmur
Bulak Jaya
Bulak Hijau
Parakan Jaya
Parakan Asri
Berdikari
Bina Tani
Jumlah
Jumlah Anggota
17
9
10
15
10
7
4
72
Sumber : Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan (2013:1)
Dari Tabel diatas dapat dilihat terdapat tujuh kelompok tani anggrek
dengan jumlah anggota sebanyak 72 petani. Seluruh kelompok tani tersebut telah
mengikuti Sekolah Lapang yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013.
4.5
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kegiatan ekonomi suatu daerah secara umum dapat digambarkan melalui
kemampuan daerah tersebut menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan bagi
kebutuhan hidup masyarakat digambarkan dengan PDRB. Pengukuran Produk
Domestik Regional Bruto dapat dinyatakan sebagai PDRB atas dasar harga
berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB Kota Tangerang Selatan atas
dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel 10
(Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2014:55).
Peranan sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Kota Tangerang
Selatan dalam tiga tahun terakhir ini menunjukan trend kontribusi yang semakin
menurun. Pada tahun 2011 kontribusi sektor pertanian sebesar 0,86 %, pada tahun
2012 kontribusi sektor pertanian sebesar 0,81%, pada tahun 2013 kontribusi
52
sektor pertanian sebesar 0,78% (Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan,
2014:64)
Tabel 10. Produk Domestik Regional Bruto Kota Tangerang Selatan Atas Dasar
Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha
No
Lapangan Usaha
Tahun 2011
Tahun 2012
Pertanian,Peternakan,Perkebunan
1
dan Perikanan
55.943,62
57.189,61
2
Pertambangan dan Penggalian
1.525,67
1.606,69
3
Industri Pengolahan
923.836,76
951.367,10
4
Listrik,Gas, dan Air Bersih
225.001,13
243.910,80
5
Bangunan
446.133,32
491.103,56
6
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
1.969.751,06 2.172.146,91
7
Pengangkutan dan Komunikasi
670.533,57
740.730,15
Keuangan, Persewaan, dan Jasa
8
Perusahaan
668.843,01
722.587,58
9
Jasa-Jasa
862.265,20
922.798,41
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan (2014:84-85)
4.6
Tahun 2013
58.479,58
1.688,47
982.381,66
262.186,39
541.048,79
2.401.796,17
819.602,08
782.504.86
988.479,95
Program Penyuluhan
Sekolah Lapang sudah dipakai sebagai metode penyuluhan pertanian di
Kota Tangerang Selatan sejak tahun 2010. Terdapat tiga jenis Sekolah Lapang
yang telah dilaksanakan yaitu Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu
(SL-PTT), Sekolah Lapang Pengendalian Hama Tanaman (SL-PHT), Sekolah
Lapang Standar Operasional Prosedur (SL-GAP/SOP). Pada tahun 2010
dilaksanakan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) kepada
kelompok tani dengan komoditas padi dan jagung. Sedangkan Sekolah Lapang
Pengendalian Hama Tanaman (SL-PHT) dan Sekolah Lapang Standar
Operasional Prosedur (SL-GAP/SOP) baru dilaksanakan pada tahun 2011.
53
Pelaksanaan Sekolah Lapang SOP budidaya anggrek tanah dilakukan 3 tahun
berturut-turut yaitu:
1. Sekolah Lapang Standar Operasional Prosedur (SL-GAP/SOP) dilaksanakan
pada tahun 2011 di Kelurahan Benda Baru. Peserta yang mengikuti SLGAP/SOP terdapat 3 yaitu Kelompok Tani Parakan Jaya, Parakan Asri, dan
Berdikari.
2. Pada tahun 2012 Sekolah Lapang Standar Operasional Prosedur dilaksanakan
di Kelurahan Pondok Benda dengan 3 kelompok tani anggrek yang menjadi
peserta adalah Kelompok Tani Bulak Jaya, Bulak Makmur dan Bulak Hijau.
3. Pada tahun 2013 peserta yang mengikuti Sekolah Lapang Standar
Operasional Prosedur adalah Kelompok Tani Bina Tani. Sedangkan pada
tahun 2014 tidak ada program penyuluhan Sekolah Lapang yang dilakukan.
54
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Karakteristik Petani
Petani anggrek yang berada di Kota Tangerang Selatan umumnya memiliki
pekerjaan lain selain sebagai petani anggrek tanah. Dalam hal kepemilikan lahan
mayoritas dimiliki oleh petani sendiri, dengan luas lahan yang diusahakan
mayoritas relatif sempit.
Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 42 petani yang telah
mengikuti Sekolah Lapang pada tahun 2011 sampai dengan 2013 mengenai SOP
budidaya anggrek tanah yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan Kota Tangerang Selatan. Karakteristik petani yang akan diteliti adalah
umur petani, tingkat pendidikan petani dan pengalaman petani.
5.1.1 Umur Petani
Dari hasil penyebaran kuesioner kepada petani responden didapatkan data
umur petani anggrek tanah di Kota Tangerang Selatan beragam. Umur petani
responden yang termuda adalah 24 tahun sedangkan umur petani responden yang
paling tua adalah 75 tahun. Rentang umur diperoleh dari perhitungan 75-24=51,
maka interval masing-masing kelas adalah 51/3=17 tahun. Frekuensi masingmasing kelas tercantum pada Tabel 11.
Umur petani dikelompokan menjadi tiga yaitu: kelompok umur 24-40 tahun
terdapat 11 petani responden (26,19%), kelompok umur 41-57 tahun terdapat 21
petani responden (50%) dan kelompok umur 58-75 tahun terdapat 10 petani
55
responden (23,81%). Mayoritas petani berada pada kelompok umur 41-57 tahun
dimana kelompok tersebut termasuk kedalam kelompok umur sedang.
Tabel 11. Distribusi Petani Berdasarkan Umur
No
1
2
3
Umur Petani
24-40 Tahun
41-57 Tahun
58-75 Tahun
Total
Jumlah Orang
11
21
10
42
Presentase
26,19%
50,00%
23,81%
100%
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
5.1.2 Tingkat Pendidikan Petani
Tingkat pendidikan petani dihitung dari berapa lama petani mengikuti
pendidikan formal dan dihitung dalam satuan tahun. Tingkat pendidikan petani
yang terendah adalah tidak sekolah dan tingkat pendidikan petani yang tertinggi
adalah Perguruan Tinggi. Distribusi petani berdasarkan tingkat pendidikan
tercantum pada Tabel 12.
Tabel 12. Distribusi Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No
1
2
3
Tingkat Pendidikan Petani
Tidak sekolah-SD
SMP-SMA
Perguruan Tinggi
Total
Jumlah Orang
25
13
4
42
Presentase
59,52%
30,95%
9,52%
100%
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Tingkat pendidikan petani dikelompokan menjadi tiga yaitu: kelompok
tidak sekolah sampai dengan SD terdapat 25 petani responden (59,52%),
kelompok SMP-SMA terdapat 13 petani responden (30,95%) dan kelompok
Perguruan Tinggi terdapat 4 petani responden (9,52%).
Mayoritas petani responden memiliki tingkat pendidikan rendah. Hal
tersebut dapat dilihat dari banyaknya petani responden yang termasuk kedalam
56
kelompok tingkat pendidikan tidak sekolah sampai dengan SD, yaitu sebanyak 25
petani responden (59,52%).
5.1.3 Pengalaman Petani
Pengalaman petani dihitung dari seberapa lama petani melakukan usahatani
anggrek tanah dan dihitung dalam satuan tahun. Pengalaman petani yang terendah
adalah 1 tahun dan pengalaman petani yang tertinggi adalah 39 tahun. Rentang
pengalaman diperoleh dari perhitungan 39-1=38, maka interval masing-masing
kelas adalah 38/3=13 tahun. Frekuensi masing-masing kelas tercantum pada Tabel
13.
Tabel 13. Distribusi Petani Berdasarkan Pengalaman
No
1
2
3
Pengalaman Petani
1-13 Tahun
14-26 Tahun
27-39 Tahun
Total
Jumlah Orang
17
15
10
42
Presentase
40,48%
35,71%
23,81%
100%
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Pengalaman petani dikelompokan menjadi tiga yaitu: kelompok petani
dengan pengalaman 1-13 tahun terdapat 17 petani responden (40,48%), kelompok
petani dengan pengalaman 14-26 tahun terdapat 15 petani responden (35,71%),
dan kelompok petani dengan pengalaman 27-39 tahun terdapat 10 petani
responden (23,81%). Mayoritas pengalaman petani berada pada kelompok
pengalaman 1-13 tahun dimana kelompok tersebut berada pada kelompok
pengalaman rendah.
Karakteristik petani responden beragam mulai dari umur petani yang
mayoritas berada pada kelompok umur sedang, pendidikan petani yang mayoritas
57
berada pada kelompok pendidikan rendah dan pengalaman petani yang mayoritas
berada pada kelompok pengalaman rendah.
5.2
Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah
Untuk mengukur tingkat pengetahuan petani, peneliti menggunakan
kuesioner dengan mengambil rujukan dari materi penyuluhan yang telah
disuluhkan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan
kepada kelompok tani anggrek tanah dengan menggunakan metode penyuluhan
Sekolah Lapang, mengenai SOP budidaya anggrek tanah yang terdiri dari
penetapan lokasi, penyiapan lahan, penyiapan bedengan, pemasangan penyangga,
penyiapan media tanam, penyiapan benih bermutu, penanaman, pengairan,
pemupukan, penyulaman, sanitasi kebun, perlindungan tanaman, panen,
peremajaan tanaman, pascapanen, pencatatan. Hal tersebut untuk mengukur
seberapa jauh pengetahuan petani mengenai materi yang telah diberikan oleh
penyuluh.
Berdasarkan Lampiran 2 skor pengetahuan petani mengenai SOP budidaya
anggrek tanah yang terendah adalah 7 dan yang tertinggi adalah 16. Rentang
pengetahuan diperoleh dari perhitungan (16-7)+1=10, maka interval masingmasing kelas adalah 10/3=3. Frekuensi masing-masing kelas tercantum pada
Tabel 14.
58
Tabel 14. Distribusi Petani Menurut Pengetahuan Mengenai SOP Budidaya
Anggrek Tanah
No Pengetahuan Petani
Skor Pengetahuan
1
Rendah
7-9
2
Sedang
10-12
3
Tinggi
≥13
Total
16
Sumber: Data Hasil Olahan Penelitian
Jumlah Orang
7
9
26
42
Presentase
16,67%
21,43%
61,90%
100%
Tingkat pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah
dikelompokan menjadi tiga yaitu: kelompok petani dengan pengetahuan rendah
yang memiliki skor pengetahuan antara 7-9 terdapat 7 orang petani responden
(16,67%), kelompok petani dengan pengetahuan sedang yang memiliki skor
pengetahuan antara 10-12 terdapat 9 petani responden (21,43%), dan kelompok
petani dengan pengetahuan tinggi yang memiliki skor pengetahuan ≥13 terdapat
26 petani responden (61,90%).
Mayoritas petani memiliki skor pengetahuan yang tinggi, dari 42 petani
responden sebanyak 26 petani (61,90%) termasuk ke dalam kelompok dengan
tingkat pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah.
Melihat banyaknya petani responden yang memiliki skor pengetahuan
yang tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah, maka Sekolah Lapang dapat
dikatakan
efektif
sebagai
metode
penyuluhan
yang
digunakan
untuk
menyampaikan materi SOP budidaya anggrek tanah kepada petani.
59
5.3
Hubungan Karakteristik Petani dengan Pengetahuan Mengenai SOP
Budidaya Anggrek Tanah
Karakteristik petani dan pengetahuan petani mengenai SOP budidaya
anggrek tanah didapat melalui penyebaran kuesioner. Kuesioner yang baik dan
benar harus melalui tahap uji validitas dan reliabilitas intrumen terlebih dahulu.
Dari hasil uji validitas pada Lampiran 3 didapatkan 16 item dari 16 item
pertanyaan mengenai pengetahuan petani memiliki nilai rhitung lebih besar dari
nilai rtabel (0,304), maka semua item pertanyaan mengenai pengetahuan petani
dinyatakan valid dan bisa dijadikan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian
ini.
Dari hasil uji reliabilitas pada Lampiran 4 didapatkan nilai alpha croncbach
hasil penelitian sebesar 0,566, karena koefisien alpha croncbach lebih besar dari
rtabel (0,566 > 0,304) maka instrumen pertanyaan mengenai pengetahuan petani
dianggap reliabel atau terpercaya sebagai alat pengumpul data dalam penelitian
ini.
5.3.1 Hubungan Umur dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek Tanah
Berdasarkan distribusi umur pada Tabel 11 dan distribusi pengetahuan pada
Tabel 14, dibuat tabulasi silang 3 kategori sebagaimana tercantum pada Tabel 15.
Pada kelompok umur 24-40 terdapat 2 petani responden yang termasuk kedalam
kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 1 petani responden yang termasuk
kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang dan 8 petani responden yang
termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya
anggrek tanah.
60
Pada kelompok umur 41-57 terdapat 3 petani responden yang termasuk
kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 5 petani responden yang
termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang dan 13 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan tinggi
mengenai SOP budidaya anggrek tanah.
Pada kelompok umur 58-75 terdapat 2 petani responden yang termasuk
kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 3 petani responden yang
termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang dan 5 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan tinggi
mengenai SOP budidaya anggrek tanah.
Tabel 15. Distribusi Respoden Menurut Umur dan Pengetahuan
No
Umur Petani
1
2
3
24-40 Tahun
41-57 Tahun
58-75 Tahun
Total
Pengetahuan Petani
Rendah
Sedang
Tinggi
7-9
10-12
>13
2
1
8
3
5
13
2
3
5
7
9
26
2
X = 1,770, P-value = 0,778
Total
11
21
10
42
Petani yang memiliki pengetahuan tinggi didominasi oleh petani pada
kelompok umur sedang (41-57 tahun). Oleh karena itu kelompok umur sedang
merupakan kelompok umur yang paling cocok untuk dijadikan sasaran
penyuluhan dalam rangka membentuk pengetahuan mengenai suatu inovasi.
Hasil uji X2 menunjukan nilai X2 hitung sebesar 1,770 dengan nilai P
sebesar 0,778. Karena nilai P lebih besar dari 0,05 maka tidak terdapat hubungan
61
yang signifikan antara umur petani dengan pengetahuan petani mengenai SOP
Budidaya anggrek tanah.
Umur petani yang beragam tidak berhubungan dengan pengetahuan petani
karena pengetahuan petani relatif seragam berada pada kriteria tinggi. Sehingga
Sekolah Lapang dapat mengatasi keberagaman umur petani sehingga dapat
membentuk keseragaman pengetahuan mengenai SOP budidaya anggrek tanah
yang berada pada kriteria tinggi.
Terdapat 11 petani responden yang berada pada kelompok umur 24-40
tahun yang terdiri dari 2 petani yang memiliki pengetahuan rendah, 1 petani yang
memiliki pengetahuan sedang, dan 8 petani yang memiliki pengetahuan tinggi.
Semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang
belum mereka ketahui, sehingga ketika petani muda diberikan pengetahuan
mengenai SOP budidaya anggrek tanah mereka cenderung lebih semangat untuk
menerima materi yang diberikan.
5.3.2 Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek
Tanah
Berdasarkan distribusi pendidikan pada Tabel 12 dan distribusi pengetahuan
pada Tabel 14, dibuat tabulasi silang 3 kategori sebagaimana tercantum pada
Tabel 16. Pada kelompok pendidikan tidak sekolah - SD terdapat 3 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 7
petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang
sedang dan 15 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan
pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah.
62
Pada kelompok tingkat pendidikan SMP-SMA terdapat 4 petani responden
yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 1 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang
dan 8 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan
tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah.
Pada kelompok tingkat pendidikan Perguruan Tinggi tidak ada petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah,
terdapat 1 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan
pengetahuan yang sedang dan 3 petani responden yang termasuk kedalam
kelompok dengan pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah
Tabel 16.
No
1
2
3
Distribusi Respoden Menurut Pendidikan dan Pengetahuan Mengenai
SOP Budidaya Anggrek Tanah
Pengetahuan Petani
Pendidikan Petani
Rendah
Sedang
Tinggi
7-9
10-12
>13
Tidak sekolah-SD
3
7
15
SMP-SMA
4
1
8
Perguruan Tinggi
0
1
3
Total
7
9
26
X2 = 4,343, P-value = 0,362
Total
25
13
4
42
Petani yang memiliki pengetahuan tinggi didominasi oleh petani pada
kelompok pendidikan rendah (tidak sekolah-SD). Hal tersebut dikarenakan
mayoritas pendidikan petani responden berada pada kriteria rendah, sebanyak 25
petani dari 42 petani memiliki pendidikan rendah.
Hasil uji X2 menunjukan nilai X2 hitung sebesar 4,343 dengan nilai P
sebesar 0,362. Karena nilai P lebih besar dari batas kritis (0,362 > 0,05) maka
63
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan petani dengan
pengetahuan petani mengenai SOP Budidaya anggrek tanah.
Tingkat pendidikan petani yang beragam tidak berhubungan dengan
pengetahuan petani karena pengetahuan petani relatif seragam berada pada kriteria
tinggi. Sehingga Sekolah Lapang dapat mengatasi keberagaman tingkat
pendidikan petani sehingga dapat membentuk keseragaman pengetahuan
mengenai SOP budidaya anggrek tanah yang berada pada kriteria tinggi.
Terdapat 4 petani yang termasuk kelompok tingkat pendidikan Perguruan
Tinggi. Pada kelompok tingkat pendidikan tinggi tidak terdapat petani dengan
pengetahuan rendah, hanya terdapat 1 petani yang memiliki tingkat pengetahuan
sedang, dan 3 petani yang memiliki pengetahuan tinggi. Mereka yang
berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam menerima pesan-pesan yang
disampaikan. Pendidikan dinilai sebagai sarana meningkatkan pengetahuan
mengenai teknologi pertanian baru.
5.3.3 Hubungan Pengalaman dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek
Tanah
Berdasarkan distribusi pengalaman pada Tabel 13 dan distribusi
pengetahuan pada Tabel 14, dibuat tabulasi silang 3 kategori sebagaimana
tercantum pada Tabel 17. Pada kelompok pengalaman 1-13 terdapat 2 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 5
petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang
sedang dan 10 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan
pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah.
64
Pada kelompok pengalaman 14-26 terdapat 4 petani responden yang
termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 2 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang
dan 9 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan
tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah.
Pada kelompok pengalaman 26-39 terdapat 1 petani responden yang
termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah, 2 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang sedang
dan 7 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan
tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah.
Tabel 17. Distribusi Respoden Menurut Pengalaman dan Pengetahuan
No
1
2
3
Pengetahuan Petani
Pengalaman Petani
Rendah
Sedang
Tinggi
7-9
10-12
≥13
1-13 Tahun
2
5
10
14-26 Tahun
4
2
9
27-39 Tahun
1
2
7
Total
7
9
26
2
X = 2,526, P-value = 0,640
Total
17
15
10
42
Petani yang memiliki pengetahuan tinggi didominasi oleh petani pada
kelompok pengalaman rendah (1-13 tahun). Hal tersebut dikarenakan mayoritas
pengalaman petani responden berada pada kriteria rendah, sebanyak 17 petani dari
42 petani memiliki pengalaman rendah.
Hasil uji X2 menunjukan X2 hitung sebesar 2,526 dengan nilai P sebesar
0,640. Karena nilai P lebih besar dari batas kritis (0,640 > 0,05) maka tidak
65
terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman petani dengan pengetahuan
petani mengenai SOP Budidaya anggrek tanah.
Pengalaman petani yang beragam tidak berhubungan dengan pengetahuan
petani karena pengetahuan petani relatif seragam berada pada kriteria tinggi.
Sehingga Sekolah Lapang dapat mengatasi keberagaman pengalaman petani
sehingga dapat membentuk keseragaman pengetahuan mengenai SOP budidaya
anggrek tanah yang berada pada kriteria tinggi.
Terdapat 10 petani yang termasuk pada kelompok pengalaman antara 2739 tahun. Hanya terdapat 1 petani yang memiliki tingkat pengetahuan rendah, 2
petani yang memiliki tingkat pengetahuan sedang, dan 7 petani yang memiliki
tingkat pengetahuan tinggi. Semakin lama pengalaman petani dalam menjalankan
usahatani anggrek tanah maka diharapkan semakin tinggi pengetahuan mengenai
SOP budidaya anggrek tanah.
Tidak terdapat hubungan antara karakteristik petani mulai dari umur,
pendidikan, dan pengalaman dengan pengetahuan petani mengenai SOP budidaya
anggrek tanah.
5.4
Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani
Untuk mengukur penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani,
peneliti merujuk ke materi penyuluhan yang telah diberikan kepada petani oleh
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan, diantaranya:
Memeriksa sumber dan ketersediaan air, menanyakan riwayat penggunaan lahan,
membersihkan lahan dari tumbuhan liar, membuat installasi air, membuat
66
bedengan yang sisi-sisinya terbuat dari genteng, membuat penyangga dari bambu,
menambahkan media tanam yang sudah matang ke dalam bedengan, memeilih
bibit anggrek yang sehat dan bebas hama dan penyakit dengan panjang 80-100cm,
mengikat bibit anggrek satu persatu pada penyangga dengan menggunakan tali
bambu, menyiram pada waktu pagi atau sore hari, memeriksa kelembaban media
tanam sebelum menyiram, menyemprotkan obat keseluruh bagian tanaman setiap
satu minggu sekali, menyulam jika ada bibit yang mati, membuang tanaman
anggrek yang mati, membakar tumbuhan liar yang telah dicabut, memisahkan
tanaman yang terserang hama penyakit, memanen bunga pada pagi atau sore hari,
memanen bunga dengan hati-hati, melakukan peremajaan tanaman yang sudah
sangat tinggi, menaruh bunga yang hanis dipanen ditempat yang teduh, menaruh
bunga pada wadah yang bersih yang sudah berisi air secukupnya, menyimpan
buku catatan harian tentang usahatani anggrek. Hal tersebut untuk mengukur
seberapa jauh penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani yang telah
diberikan oleh penyuluh.
Berdasarkan Lampiran 3 skor pengetahuan petani mengenai SOP budidaya
anggrek tanah yang terendah adalah 14 dan yang tertinggi adalah 28. Rentang
penerapan diperoleh dari perhitungan (28-14)+1=15, maka interval masingmasing kelas adalah 15/3=5. Frekuensi masing-masing kelas tercantum pada
Tabel 18.
67
Tabel 18. Distribusi Petani Menurut Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah
No
1
2
3
Penerapan Petani
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Skor Penerapan
14-18
19-23
24-28
28
Jumlah Orang
11
17
14
42
Presentase
26%
40,48%
33,33%
100%
Sumber: Data Hasil Olahan Penelitian
Tingkat penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani dikelompokan
menjadi tiga yaitu: kelompok petani dengan penerapan rendah yang memiliki skor
penerapan antara 14-18 terdapat 11 orang petani responden (26%), kelompok
petani dengan penerapan sedang yang memiliki skor penerapan antara 19-23
terdapat 17 petani responden (40,48%), dan kelompok petani dengan penerapan
tinggi yang memiliki skor penerapan 24-28 terdapat 14 petani responden
(33,33%).
Mayoritas petani memiliki skor penerapan yang sedang, dari 42 petani
responden sebanyak 17 petani (40,48%) termasuk ke dalam kelompok dengan
tingkat penerapan sedang mengenai SOP budidaya anggrek tanah.
Melihat banyaknya petani responden yang memiliki skor penerapan yang
sedang dan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah, maka Sekolah Lapang
dapat dikatakan efektif sebagai metode penyuluhan yang digunakan untuk
menyampaikan materi SOP budidaya anggrek tanah kepada petani. Karena
Sekolah Lapang berhasil membuat petani melakukan perubahan dalam cara
budidayanya sehingga petani mau dan mampu menerapkan SOP budidaya
anggrek tanah.
68
5.5
Hubungan Karakteristik Petani dengan Penerapan SOP Budidaya
Anggrek Tanah
Karakteristik petani dan penerapan petani terhadap SOP budidaya anggrek
tanah didapat melalui penyebaran kuesioner. Kuesioner yang baik dan benar harus
melalui tahap uji validitas dan reliabilitas intrumen terlebih dahulu.
Dari hasil uji validitas pada Lampiran 6 didapatkan 28 item dari 28 item
pertanyaan mengenai penerapan petani memiliki nilai rhitung lebih besar dari nilai
rtabel (0,304), dapat disimpulkan bahwa semua item angket tersebut dinyatakan
valid dan bisa dijadikan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini.
Dari hasil uji reliabilitas pada Lampiran 7 didapatkan nilai alpha croncbach
hasil penelitian sebesar 0,752. Karena nilai alpha croncbach hasil penelitian lebih
besar dari nilai rtabel (0,752 > 0,304) maka instrumen yang dipakai dalam
penelitian ini reliabel atau terpercaya sebagai alat pengumpul data dalam
penelitian ini.
5.5.1 Hubungan Umur dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah
Berdasarkan distribusi umur pada Tabel 11 dan distribusi penerapan pada
Tabel 18, dibuat tabulasi silang 3 kategori sebagaimana tercantum pada Tabel 19.
Pada kelompok umur 24-40 terdapat 4 petani responden yang termasuk kedalam
kelompok dengan penerapan yang rendah, 4 petani responden yang termasuk
kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan 3 petani responden yang
termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi mengenai SOP budidaya
anggrek tanah.
69
Pada kelompok umur 41-57 terdapat 3 petani responden yang termasuk
kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 9 petani responden yang
termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan 9 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi mengenai
SOP budidaya anggrek tanah.
Pada kelompok umur 58-75 terdapat 4 petani responden yang termasuk
kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 4 petani responden yang
termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan 2 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi mengenai
SOP budidaya anggrek tanah.
Tabel 19. Distribusi Respoden Menurut Umur dan Penerapan
No
1
2
3
Penerapan Petani
Umur Petani
Rendah
Sedang
Tinggi
14-18
19-23
24-18
24-40 Tahun
4
4
3
41-57 Tahun
3
9
9
58-75 Tahun
4
4
2
Total
11
17
14
2
X = 3,601, P-value = 0,463
Total
11
21
10
42
Petani yang memiliki penerapan tinggi didominasi oleh petani pada
kelompok umur sedang (41-57 tahun). Oleh karena itu kelompok umur sedang
merupakan kelompok umur yang diandalkan untuk keberlanjutan SOP budidaya
anggrek tanah.
Hasil uji X2 antara umur petani dengan penerapan SOP budidaya anggrek
tanah diperoleh hasil X2 hitung sebesar 3,601 dan nilai P sebesar 0,463. Hasil
tersebut menunjukan tidak terdapat hubungan antara umur dengan penerapan SOP
70
budidaya anggrek tanah karena nilai P lebih besar dari nilai batas kritis (0,463 >
0,05).
Umur yang beragam tidak berhubungan dengan penerapan petani karena
penerapan petani relatif seragam berada pada kriteria sedang. Sehingga Sekolah
Lapang dapat mengatasi keberagaman umur petani sehingga dapat membentuk
keseragaman penerapan mengenai SOP budidaya anggrek tanah yang berada pada
kriteria sedang.
Semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa
yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk
lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum
berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut. Petani-petani muda yang ingin
membuat perubahan dalam pertaniannya tidak selalu dalam posisi untuk
melaksanakannya disebabkan karena batasan yang mereka milik misalnya
terbatasnya modal yang dimiliki.
5.5.2 Hubungan Pendidikan dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek
Tanah
Berdasarkan distribusi pendidikan pada Tabel 12 dan distribusi penerapan
pada Tabel 18, dibuat tabulasi silang 3 kategori sebagaimana tercantum pada
Tabel 20. Pada kelompok pendidikan tidak sekolah - SD terdapat 6 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 10
petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang
sedang dan 9 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan
penerapan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah.
71
Pada kelompok tingkat pendidikan SMP-SMA terdapat 3 petani responden
yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 6 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan
4 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi
mengenai SOP budidaya anggrek tanah.
Pada kelompok tingkat pendidikan Perguruan Tinggi terdapat 2 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan pengetahuan yang rendah,
terdapat 1 petani responden yang termasuk kedalam kelompok dengan
pengetahuan yang sedang dan 1 petani responden yang termasuk kedalam
kelompok dengan pengetahuan tinggi mengenai SOP budidaya anggrek tanah.
Tabel 20. Distribusi Respoden Menurut Pendidikan dan Penerapan
No
1
2
3
Penerapan Petani
Rendah
Sedang
Tinggi
14-18
19-23
24-18
Tidak sekolah-SD
6
10
9
SMP-SMA
3
6
4
Perguruan Tinggi
2
1
1
Total
11
17
14
X2 = 1,464, P-value = 0,833
Pendidikan Petani
Total
25
13
4
42
Petani yang memiliki penerapan rendah didominasi oleh petani pada
kelompok pendidikan rendah (tidak sekolah-SD). Hal tersebut dikarenakan
mayoritas pendidikan petani responden berada pada kriteria rendah, sebanyak 25
petani dari 42 petani memiliki pendidikan rendah.
Hasil uji X2 antara pendidikan dengan penerapan SOP budidaya anggrek
tanah diperoleh hasil X2 hitung sebesar 1,464 dengan nilai P sebesar 0,833. Hasil
72
tersebut menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan
dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah.
Tingkat pendidikan yang beragam tidak berhubungan dengan penerapan
petani karena penerapan petani relatif seragam berada pada kriteria sedang.
Sehingga Sekolah Lapang dapat mengatasi keberagaman tingkat pendidikan
petani sehingga dapat membentuk keseragaman penerapan mengenai SOP
budidaya anggrek tanah yang berada pada kriteria sedang.
Mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melaksanakan
adopsi inovasi. Terdapat 13 petani responden yang berada pada kelompok
pendidikan antara SMP-SMA, dan hanya 3 petani responden yang memiliki
tingkat penerapan rendah. Sedangkan 6 petani responden memiliki tingkat
penerapan yang tinggi dan 4 petani responden yang memiliki tingkat penerapan
yang tinggi.
5.5.3 Hubungan Pengalaman dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek
Tanah
Berdasarkan distribusi pengalaman pada Tabel 13 dan distribusi penerapan
pada Tabel 18, dibuat tabulasi silang 3 kategori sebagaimana tercantum pada
Tabel 21. Pada kelompok pengalaman 1-13 terdapat 2 petani responden yang
termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 8 petani responden
yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan 7 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi mengenai
SOP budidaya anggrek tanah.
73
Pada kelompok pengalaman 14-26 terdapat 5 petani responden yang
termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 6 petani responden
yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan 4 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi mengenai
SOP budidaya anggrek tanah.
Pada kelompok pengalaman 26-39 terdapat 4 petani responden yang
termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang rendah, 3 petani responden
yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan yang sedang dan 3 petani
responden yang termasuk kedalam kelompok dengan penerapan tinggi mengenai
SOP budidaya anggrek tanah.
Tabel 21. Distribusi Respoden Menurut Pengalaman dan Penerapan
No
Pengalaman Petani
1
2
3
1-13 Tahun
14-26 Tahun
27-39 Tahun
Total
Penerapan Petani
Rendah
Sedang
Tinggi
14-18
19-23
24-18
2
8
7
5
6
4
4
3
3
11
17
14
Total
17
15
10
42
X2 = 3,372, P-value = 0,498
Petani yang memiliki penerapan sedang didominasi oleh petani pada
kelompok pengalaman rendah (1-13 tahun). Hal tersebut dikarenakan mayoritas
pengalaman petani responden berada pada kriteria rendah, sebanyak 17 petani dari
42 petani memiliki pengalaman rendah.
Hasil uji X2 antara pengalaman dengan penerapan SOP budidaya anggrek
tanah diperoleh hasil X2 sebesar 3,372 dan nilai P sebesar 0,498. Hasil tersebut
menunjukan tidak terdapat hubungan antara pengalaman dengan penerapan SOP
74
budidaya anggrek tanah karena nilai P lebih besar dari nilai batas kritis (0,498 >
0,05).
Pengalaman petani yang beragam tidak berhubungan dengan penerapan
petani karena penerapan petani relatif seragam berada pada kriteria sedang.
Sehingga Sekolah Lapang dapat mengatasi keberagaman pengalaman petani
sehingga dapat membentuk keseragaman penerapan mengenai SOP budidaya
anggrek tanah yang berada pada kriteria sedang.
Petani yang memiliki penerapan sedang lebih banyak terdapat pada pada
kategori pengalaman antara 1 sampai dengan 13 tahun. Petani dengan pengalaman
yang lebih lama cenderung sudah nyaman dengan cara budidaya yang selama ini
dilakukan, mereka merasa budidaya secara konvensional lebih baik dibanding
dengan menerapkan sistem budidaya baru, padahal mereka belum mencoba. Hal
tersebut dikarenakan petani akan melihat terlebih dahulu keuntungan dan kerugian
suatu inovasi sebelum memutuskan akan menerima atau menolak suatu inovasi.
Untuk petani dengan pengalaman yang lebih sedikit akan lebih mudah untuk
menerapkan suatu inovasi, hal tersebut dikarenakan mereka belum memiliki
pengalaman yang banyak dan masih membutuhkan informasi-informasi baru agar
usahataninya semakin berkembang.
Tidak terdapat hubungan antara karakteristik petani mulai dari umur,
pendidikan, dan pengalaman dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh
petani.
75
5.6
Hubungan Pengetahuan dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek
Tanah
Berdasarkan distribusi pengetahuan pada Tabel 14 dan distribusi penerapan
pada Tabel 18, dibuat tabulasi silang 3 kategori sebagaimana tercantum pada
Tabel 22. Pada kelompok pengetahuan rendah terdapat 7 petani yang memiliki
penerapan sedang dan tidak ada petani yang memiliki penerapan rendah dan
tinggi.
Pada kelompok pengetahuan sedang terdapat 3 petani yang memiliki
penerapan rendah, 4 petani yang memiliki penerapan sedang dan 2 petani yang
memiliki penerapan tinggi.
Pada kelompok pengetahuan tinggi terdapat 8 petani yang memiliki
penerapan rendah, 6 petani yang memiliki penerapan sedang dan 12 petani yang
memiliki penerapan tinggi.
Tabel 22. Distribusi Respoden Menurut Pengetahuan dan Penerapan
No
Pengetahuan Petani
1
2
3
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah
Penerapan Petani
Rendah
Sedang
Tinggi
14-18
19-23
24-18
0
7
0
3
4
2
8
6
12
11
17
14
Total
7
9
26
42
X2 = 14,273, P-value = 0,006
Berdasarkan irisan antara pengetahuan sedang dan tinggi degan penerapan
sedang dan tinggi didapatkan dari penjumlahan 4+2+6+12= 24 petani (57%) dari
42 petani responden yang memiliki pengetahuan dan penerapan sedang dan tinggi
mengenai SOP budidaya anggrek tanah. Pada umumnya efektifitas tinggi jika
76
memiliki presentase 70% keatas, sedangkan pada penelitian ini efektifitasnya
hanya 57%. Hal tersebut menjadikan penyuluhan metode Sekolah Lapang
memiliki
efektifitas
yang
sedang
sebagai
metode
penyuluhan
untuk
menyampaikan materi SOP budidaya anggrek tanah di Kota Tangerang Selatan.
Berdasarkan analisis X2 antara pengetahuan dengan penerapan SOP
budidaya anggrek tanah diperoleh hasil X2 hitung sebesar 14,273 dan nilai P
sebesar 0,006. Hasil tersebut menunjukan terdapat hubungan antara pengetahuan
petani dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani karena nilai X2
hitung lebih besar dari nilai X2 Tabel (14,273 < 9,488) dan nilai P lebih kecil dari
nilai batas kritis (0,006 > 0,05).
Pengetahuan petani berhubungan nyata dengan tingkat penerapan petani.
Semakin tinggi tingkat pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek
tanah maka semakin tinggi tingkat penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh
petani. Hal tersebut sejalan dengan teori tahapan adopsi inovasi menurut Rogers
dalam AW. van den Ban (1999:124) adalah (1) tahap pengetahuan (2) tahap
pengimbauan (3) tahap implementasi (4) tahap konfirmasi. Tahap pengetahuan
merupakan tahapan pertama sebelum seseorang memutuskan apakah akan
menolak atau menerima suatu inovasi.
Banyaknya petani responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang
tinggi pada kategori penerapan tinggi dikarenakan Sekolah Lapang dapat
membentuk petani responden yang memiliki karakteristik beragam sehingga
memiliki pengetahuan yang seragam pada kategori tinggi mengenai SOP
budidaya anggrek tanah.
77
Penerapan petani responden berada pada kriteria sedang hal tersebut
dikarenakan inovasi atau SOP budidaya anggrek tanah tidak banyak berbeda
dengan kebiasaan petani dalam membudidayakan anggrek tanah sebelumnya,
sehingga petani hanya melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap inovasi atau
SOP budidaya anggrek tanah tersebut tanpa merubah kebiasaan petani secara
frontal.
Melihat tingkat pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek
tanah relatif berada pada kriteria tinggi dan tingkat penerapan SOP budidaya
anggrek tanah oleh petani berada pada kriteria sedang maka dapat disimpulkan
bahwa Sekolah Lapang dapat dikatakan memiliki efektivitas sedang sebagai
metode penyuluhan materi SOP budidaya anggrek tanah di Kota Tangerang
Selatan.
78
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada penelitian ini maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Karakteristik petani di Kota Tangerang Selatan beragam, mulai dari umur
petani yang terbanyak berada pada kelompok umur sedang (41-57 tahun),
pendidikan petani yang terbanyak berada pada kelompok pendidikan rendah
(tidak sekolah-SD), dan pengalaman petani yang terbanyak berada pada
kelompok pengalaman rendah (1-13 tahun).
2. Pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah menunjukan hasil
yang berada pada kriteria tinggi. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik
petani dengan pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah.
3. Penerapan petani terhadap SOP budidaya anggrek tanah menunjukan hasil
yang berada pada kriteria sedang, Tidak terdapat hubungan antara
karakteristik petani dengan penerapan petani SOP budidaya anggrek tanah
oleh petani.
4. Terdapat hubungan antara pengetahuan petani yang mengikuti Sekolah
Lapang dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah di Kota Tangerang
Selatan. Tingkat efektifitas penyuluhan metode Sekolah Lapang berada pada
kriteria sedang (cukup efektif).
79
6.2 Saran
1.
Rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani anggrek tanah di Kota
Tanggerang Selatan relatif sempit. Disarankan kepada Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan untuk selalu memberikan
penyuluhan mengenai teknologi pertanian yang dapat berguna bagi petani
yang memiliki lahan sempit.
2.
Tingkat pengetahuan dan penerapan petani terhadap SOP budidaya anggrek
tanah relatif tinggi. Hal tersebut tidak terlepas dari peran Sekolah Lapang
yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota
Tangerang Selatan dalam rangka menyuluhkan SOP budidaya anggrek
tanah kepada petani. Oleh karena itu sebaiknya Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan menggunakan Sekolah Lapang
sebagai metode penyuluhan untuk materi-materi yang lain karena sudah
terbukti efektif untuk dilaksanakan di Kota Tangerang Selatan.
80
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara,
2009.
A.W. van den Ban dan H.S. Hawkins. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta:
Kanisius, 1999.
Badan Pusat Statistik. Data Produksi Hortikultura. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
2014.
Badan Pusat Statistik. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin. Jakarta: Badan
Pusat Statistik. 2013.
Badan Pusat Statistik. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur. Jakarta: Badan
Pusat Statistik. 2013.
Badan Pusat Statistik. Data Produsen Tanaman Anggrek di Indonesia. Jakarta:
Badan Pusat Statistik, 2014.
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. PDRB Menurut Lapangan Usaha
Kota Tangerang Selatan 2011-2013. Kota Tangerang Selatan: Badan Pusat
Statistik Kota Tangerang Selatan, 2014.
Budianto, Ari Sepra. “Efektifitas Penyuluhan Metode DEMFARM Terhadap
Penerapan Teknologi Sistem Tanam Jajar Legowo di Kabupaten Bekasi.”
[Skripsi] S1 Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2013.
Darsono, Siswandoko. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga,
2011.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan. Data Produksi
dan Kelompok Tani Anggrek Kota Tangerang Selatan. Tangerang Selatan:
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, 2012.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan. Data
Permintaan Bunga Potong Anggrek di Kota Tangerang Selatan. Tangerang
Selatan: Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, . 2012.
Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura. Standar Operasional Prosedur
Budidaya Bunga Potong Anggrek Terestrial. Jakarta: Kementrian Pertanian,
2012.
81
Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura. Petunjuk Lapangan SL
GAP/SOP Budidaya Bunga Potong Anggrek Terestrial. Jakarta: Kementrian
Pertanian, 2011.
Direktorat Jenderal Hortikultura. Pedoman Teknis Pelaksanaan Pengembangan
Hortikultura. Jakarta: Kementrian Pertanian, 2011.
FAO “Farmer Field School” Artikel diakses pada 6 Oktober 2014 dari
http://www.fao.org/nr/land/sustainable-land-management/farmer-fieldschool/en/
Gunawan, Livy Winata. Budidaya Anggrek. Jakarta: Penebar Swadaya, 2008.
Gunadi Tom. Kenal Anggrek. Bandung: CV. Angkasa, 1985.
Handayaningrat, Soewarno. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen.
Jakarta: Gunung Agung, 1994.
Hidayat. Teori Efektifitas Dalam Kinerja Karyawan. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press,1986.
Istiati. Terampil Budidaya Anggrek. Klaten: CV. Sahabat, 2009.
Kota Tangerang Selatan. Sejarah Kota Tangerang Selatan. Tangerang Selatan:
Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, 2014.
Mardikanto, T. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret
University Press, 1993.
Pusat
Penyuluhan Kehutanan. Materi
Kementrian Kehutanan, 2012.
Penyuluhan
Kehutanan.
Jakarta:
Riduwan. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula.
Bandung : Alfabeta, 2005.
Rihadini, Mustika. Efektifitas Pelaksanaan PNPM MP SPP di Kecamatan
Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Makassar: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin
[Skripsi], 2011.
Soekartawi. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia: UI
Press, 1988.
Siegel, Sidney. Statistik Nonparametrik. Jakarta: PT Gramedia, 2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta, 2009.
82
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
EFEKTIVITAS SEKOLAH LAPANG TERHADAP PENERAPAN STANDAR
OPERASIONAL PROSEDUR BUDIDAYA ANGGREK TANAH
DI KOTA TANGERANG SELATAN
Oleh : Hendrik Hexa Yoga (1110092000078)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya
kepada kita semua. Perkenalkanlah saya selaku mahasiswa meminta bantuan untuk
mengisi kuesioner di bawah ini. Kuesioner ini merupakan alat bantu dalam penelitian
skripsi saya. Sekecil apapun informasi yang diberikan akan sangat besar artinya bagi
kelancaran penelitian skripsi saya ini. Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan
terimakasih.
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Karakteristik Petani
Nama
: ..............................................
Umur
: ..............................................Tahun
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Perempuan
Status Lahan :
a. Milik sendiri
b. Sewa
c. Bagi hasil
d. Garapan
Luas Lahan
: ...............................................M2
Jumlah Pohon : ...............................................Pohon
Nama Kelompok Tani : ...................................
Pendidikan Terakhir
:
a. Tidak sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Perguruan Tinggi
Sudah berapa tahun Bapak/Ibu melakukan usahatani anggrek? ..............Tahun
Berapa lama jarak panen bunga anggrek? ................Minggu Sekali
Berapa tangkai bunga anggrek yang dihasilkan setiap panen? ..............Tangkai
Apakah Bapak/Ibu mengetahui Stadar Operasional Prosedur budidaya anggrek
tanah?
a. Ya
b. Tidak
Jika Ya, dari mana Bapak/Ibu mendapatkan informasi mengenai Standar
Operasional Prosedur (SOP) budidaya anggrek tanah?
a. Petani
b. Penyuluh
c. Majalah
d. Koran
e. Lainnya....................
83
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian (Lanjutan)
B. Pengetahuan Petani Mengenai Standar Operasional Prosedur
Budidaya Anggrek Tanah
1. Menurut Bapak/Ibu lokasi yang sesuai untuk budidaya anggrek tanah
adalah?
a. Lokasi yang mendapat cahaya matahari langsung
b. Lokasi yang tidak mendapat cahaya matahari langsung
c. Lokasi yang tidak mendapat cahaya matahari sama sekali
2. Menurut Bapak/Ibu untuk apa saluran pembuangan air dilahan anggrek
dibuat?
a. Agar lahan subur
b. Agar lahan bebas hama penyakit
c. Agar lahan tidak banjir
3. Berapa jarak antar bedengan?
a. ± 150 cm
b. ± 80 cm
c. ± 200 cm
4. Berapa tinggi tiang penyangga tanaman anggrek?
a. 0,5-1,0 m
b. 1,5-2,0 m
c. 3,0-4,0 m
5. Menurut Bapak/Ibu media tanam apa yang digunakan untuk menanam
anggrek tanah?
a. Arang
b. Sekam bakar
c. Sabut kelapa
6. Bibit sebaiknya diambil dari indukan yang sudah mencapai tinggi sekitar?
a. 1 m
b. 1,5 m
c. 2 m
7. Berapa baris tanaman anggrek sebaiknya dalam satu bedengan?
a. Satu baris
b. Dua baris
c. Tiga baris
8. Menurut Bapak/Ibu penyiraman sebaiknya menggunakan alat apa?
a. Gayung
b. Ember
c. Selang yang dihubungkan ke pompa air
9. Jenis pupuk kandang apa yang dianjurkan untuk pemupukan anggrek?
a. Kotoran kambing yang sudah matang
b. Kotoran ayam yang sudah matang
c. Kotoran sapi yang sudah matang
10. Pada umur berapa penyulaman dilakukan?
a. 1-2 bulan setelah tanam
b. 2-3 bulan setelah tanam
c. 3-4 bulan setelah tanam
84
11. Kapan pembersihan tumbuhan liar (rumput) pada lahan anggrek
dilakukan?
a. Sesuai dengan keadaan pertumbuhan tumbuhan liar (rumput)
b. 2 bulan sekali
c. 3 bulan sekali
12. Menurut Bapak/Ibu apa yang dilakukan jika tanaman anggrek terserang
hama dan penyakit?
a. Langsung dikendalikan dengan menggunakan pestisida
b. Membiarkan saja tanaman yang terserang hama dan penyakit
c. Mengendalikan secara alami terlebih dahulu
13. Untuk memotong tangkai bunga anggrek pada saat panen sebaiknya
menggunakan alat?
a. Gunting
b. Pisau
c. Cutter
14. Berapa panjang ujung batang yang dipotong pada saat peremajaan
tanaman?
a. 150-200 cm
b. 100-150 cm
c. 60-100 cm
15. Menurut Bapak/Ibu berapa tangkai bunga dalam setiap satu ikat
sebaiknya?
a. 50 atau 100 tangkai bunga
b. 100 atau 150 tangkai bunga
c. 150 atau 200 tangkai bunga
16. Kapan saja pencatatan dilakukan?
a. Setiap satu bulan sekali
b. Setiap satu minggu sekali
c. Setiap kegiatan yang dilakukan setiap hari
85
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian (Lanjutan)
C. Penerapan Petani Terhadap Standar Operasional Prosedur Budidaya
Anggrek Tanah
No Pertanyaan
Nilai
1 Sebelum menentukan lokasi lahan anggrek, apakah Bapak/Ibu
Ya
memeriksa sumber dan ketersediaan air?
Tidak
2 Sebelum menentukan lokasi lahan anggrek, apakah Bapak/Ibu
Ya
menanyakan riwayat penggunaan lahan kepada penduduk
Tidak
sekitar lahan?
3 Pada saat penyiapan lahan apakah Bapak/Ibu membersihkan
Ya
lahan dari tumbuhan liar?
Tidak
4 Pada saat penyiapan lahan apakah Bapak/Ibu membuat instalasi
Ya
air untuk menyiram tanaman anggrek?
Tidak
5 Sebelum penanaman apakah Bapak/ibu membuat bedengan?
Ya
Tidak
6 Jika ya, apakah sisi-sisi bedengan terbuat dari batu bata atau
Ya
genteng?
Tidak
7 Apakah Bapak/Ibu memasang tiang penyangga pada bedengan
Ya
tersebut?
Tidak
8 Jika ya, apakah tiang penyangga tersebut terbuat dari bambu?
Ya
Tidak
9 Apakah Bapak/Ibu menambahkan media tanam ke dalam
Ya
bedengan tersebut?
Tidak
10 Jika ya, apakah media tanam yang di tambahkan sudah dalam
Ya
kondisi matang?
Tidak
11 Sebelum penanaman apakah Bapak/ibu memilih bibit anggrek
Ya
yang sehat dan bebas hama dan penyakit?
Tidak
12 Jika ya, apakah bibit anggrek yang dipilih memiliki panjang
Ya
sekitar 80-100 cm?
Tidak
13 Pada saat penanaman apakah Bapak/Ibu mengikat bibit anggrek
Ya
satu persatu pada penyangga dengan menggunakan tali?
Tidak
14 Jika ya, apakah tali yang digunakan untuk mengikat terbuat
Ya
dari bambu?
Tidak
15 Apakah Bapak/Ibu melakukan penyiraman di pagi atau sore
Ya
hari?
Tidak
16 Apakah Bapak/Ibu memeriksa terlebih dahulu kelembaban
Ya
media tanam sebelum melakukan penyiraman?
Tidak
17 Apakah Bapak/Ibu menyemprotkan larutan pupuk ke seluruh
Ya
bagian tanaman anggrek?
Tidak
18 Apakah Bapak/Ibu menyemprotkan larutan pupuk setiap satu
Ya
minggu sekali?
Tidak
19 Apakah Bapak/Ibu melakukan penyulaman jika ada bibit
Ya
anggrek yang mati setelah penanaman?
Tidak
20
Apakah Bapak/Ibu mencabut atau membuang tanaman anggrek
Ya
86
21
22
23
24
25
26
27
28
yang mati?
Apakah Bapak/Ibu membakar tumbuhan liar (rumput) yang
telah dicabut?
Jika tanaman terserang hama dan penyakit apakah Bapak/Ibu
memisahkan tanaman tersebut dari tanaman yang sehat?
Apakah Bapak/Ibu memanen bunga anggrek pada pagi atau
sore hari?
Apakah Bapak/Ibu memanen bunga anggrek dengan hati-hati
sehingga bunga dan tanaman tidak mengalami kerusakan?
Apakah Bapak/Ibu melakukan peremajaan tanaman anggrek
dengan cara memotong bagian atas tanaman yang sudah sangat
tinggi untuk kemudian ditanam kembali?
Setelah panen apakah Bapak/Ibu mengumpulkan dan
meletakan bunga anggrek pada tempat yang teduh atau tidak
terkena sinar matahari langsung?
Setelah dipanen apakah Bapak/Ibu menaruh bunga pada wadah
yang bersih yang sudah berisi air secukupnya dengan posisi
berdiri, sehingga ujung tangkai bunga terendam air?
Apakah Bapak/Ibu menyimpan buku catatan harian?
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
87
Lampiran 2. Tabulasi Data Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
5
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
6
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
7
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Skor Pengetahuan
8 9 10 11
1 1
1
0
1 0
1
1
1 0
1
1
1 1
1
0
1 0
1
1
1 1
1
1
1 1
1
1
1 1
1
0
1 1
1
1
1 1
1
1
1 1
1
0
1 0
1
0
1 1
1
1
1 1
1
0
1 1
1
1
1 1
1
1
1 1
1
1
1 0
1
1
1 1
1
1
1 1
1
1
1 0
1
0
1 0
1
0
1 1
0
0
1 0
1
0
1 1
0
1
1 0
1
1
1 1
0
0
1 0
1
0
0 1
0
0
0 0
1
0
1 1
0
0
1 0
1
1
1 1
0
1
1 0
1
1
1 1
1
1
1 1
1
0
1 1
1
1
1 1
1
0
1 1
1
1
1 1
1
0
1 1
1
0
1 1
1
0
Total Skor
12
0
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
13
1
1
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
14
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
15
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
16
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
Jumlah
13
14
13
12
14
14
14
14
13
16
14
13
14
14
12
15
14
13
15
13
12
10
12
8
8
9
12
7
9
8
9
10
12
13
15
14
15
12
16
13
14
14
526
Ket: 0 = Salah, 1 = Benar
88
Lampiran 3. Hasil Uji Tingkat Validitas Instrumen Penelitian Mengenai
Pengetahuan Petani
Pertanyaan
Pearson Correlations
item_1
0,421
item_2
0,349
item_3
0,428
item_4
0,331
item_5
0,353
item_6
0,421
item_7
0,393
item_8
0,393
item_9
0,423
item_10
0,390
item_11
0,343
item_12
0,421
item_13
0,352
item_14
0,325
item_15
0,309
item_16
0,343
total_skor
1
Ket: Signifikansi 5%, rTabel = 0,304
Validitas
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Lampiran 4. Hasil Uji Tingkat Reliabilitas Instrumen Penelitian Mengenai
Pengetahuan Petani Menggunakan SPSS 21
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
,566
16
89
Lampiran 5. Tabulasi Data Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
3
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
5
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
6
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
7
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
0
0
8
0
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
9 10 11 12 13 14
1 1 0 1 1 1
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 1
1 1 0 1 1 1
1 1 1 1 0 1
1 0 0 1 0 1
0 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 0
0 1 0 1 1 0
0 1 1 0 1 1
0 1 1 0 1 1
0 1 0 0 0 1
1 1 1 0 0 1
1 0 0 1 0 1
0 1 1 1 1 0
0 0 1 1 1 0
0 1 0 1 1 0
1 1 1 0 0 1
Skor Penerapan
15 16 17 18
1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1
1 0 1 0
1 1 0 1
1 0 1 1
1 0 1 1
0 1 0 1
0 1 0 0
0 1 0 0
0 1 1 1
1 0 0 1
1 1 0 1
1 0 1 1
1 1 1 0
0 1 1 1
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Jumlah
1 1 0 1 1 1 1 0 1 1
24
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
28
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
27
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
26
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
27
1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
26
1 1 0 1 1 1 1 1 1 0
24
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
24
0 1 1 1 1 0 0 0 1 0
18
1 1 0 0 1 0 1 1 1 1
14
0 1 1 1 1 0 1 0 1 0
20
0 0 0 1 1 0 1 0 1 1
19
0 0 0 0 1 1 0 1 1 0
14
0 0 0 0 0 0 0 1 1 0
13
1 1 1 1 0 1 1 0 1 1
19
1 1 0 1 0 1 1 0 0 0
12
0 1 0 0 1 1 1 0 0 0
15
0 1 0 0 0 1 1 1 0 1
18
1 0 0 0 0 1 1 1 1 1
20
1 1 0 0 1 1 1 1 0 1
21
0 1 1 1 1 1 0 1 0 1
19
0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
21
90
23 0 1 0 1 1
24 1 0 1 1 1
25 1 0 1 1 1
26 0 0 0 1 1
27 0 1 0 0 1
28 0 1 1 0 1
29 1 1 1 1 1
30 1 1 1 1 1
31 1 1 1 0 1
32 0 1 0 0 1
33 0 0 1 1 1
34 0 1 1 1 1
35 0 1 1 1 1
36 1 1 1 1 1
37 1 1 1 1 1
38 0 1 1 0 1
39 0 1 0 1 1
40 1 1 1 1 1
41 1 1 1 1 1
42 1 1 1 1 1
Ket: 0 = Tidak, 1 = Ya
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
21
21
19
19
15
19
20
21
19
16
17
16
22
24
26
24
22
26
25
27
91
Lampiran 6. Hasil Uji Tingkat Validitas Instrumen Penelitian Mengenai
Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani
Pertanyaan
item_1
item_2
item_3
item_4
item_5
item_6
item_7
item_8
item_9
item_10
item_11
item_12
item_13
item_14
item_15
item_16
item_17
item_18
item_19
item_20
item_21
item_22
item_23
item_24
item_25
item_26
item_27
item_28
item_29
item_30
total_skor
Pearson Correlations
0,351
0,355
0,306
0,365
0,376
0,365
0,337
0,341
0,311
0,381
0,337
0,335
0,337
0,395
0,305
0,380
0,313
0,342
0,342
0,367
0,388
0,378
0,347
0,326
0,317
0,352
0,365
0,411
0,352
0,367
1
Validitas
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Ket: Signifikansi 5 %, rTabel = 0,304
92
Lampiran 7. Hasil Uji Tingkat Reliabilitas Instrumen Penelitian Mengenai
Penerapan Petani Menggunakan SPSS 21
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
,752
30
Lampiran 8. Hasil Tabulasi Silang Antara Karakteristik Petani Dengan
Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah
Menggunakan SPSS
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Umur * Pengetahuan
Missing
Percent
42
N
100,0%
Total
Percent
0
N
0,0%
Percent
42
100,0%
Umur * Pengetahuan Crosstabulation
Count
Pengetahuan
Rendah
Umur
Total
Sedang
Tinggi
24-40
2
1
8
11
41-57
3
5
13
21
58-75
2
3
5
10
7
9
26
42
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
4
,778
1,952
4
,745
,520
1
,471
1,770
42
Signifikansi = 5%,
RTabel = 9,488
93
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Tingkat Pendidikan *
Missing
Percent
42
N
100,0%
Total
Percent
0
N
0,0%
Percent
42
100,0%
Pengetahuan
Tingkat Pendidikan * Pengetahuan Crosstabulation
Count
Pengetahuan
Rendah
Tingkat Pendidikan
Sedang
Total
Tinggi
Tidak Sekolah-SD
3
7
15
25
SMP-SMA
4
1
8
13
Perguruan Tinggi
0
1
3
4
7
9
26
42
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
4
,362
5,057
4
,282
,023
1
,880
4,343
42
Signifikansi = 5%,
RTabel = 9,488
94
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Lama Berusahatani *
Missing
Percent
42
N
100,0%
Total
Percent
0
N
0,0%
Percent
42
100,0%
Pengetahuan
Lama Berusahatani * Pengetahuan Crosstabulation
Count
Pengetahuan
Rendah
Lama Berusahatani
Total
Sedang
Tinggi
1-13
2
5
10
17
14-26
4
2
9
15
27-39
1
2
7
10
7
9
26
42
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
4
,640
2,475
4
,649
,089
1
,766
2,526
42
Signifikansi = 5%,
RTabel = 9,488
95
Lampiran 9. Hasil Tabulasi Silang Antara Karakteristik Petani Dengan Penerapan
SOP Budidaya Anggrek Tanah Menggunakan SPSS
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Umur * Penerapan
Missing
Percent
42
N
Total
Percent
100,0%
0
N
0,0%
Percent
42
100,0%
Umur * Penerapan Crosstabulation
Count
Penerapan
Rendah
Umur
Total
Sedang
Tinggi
24-40
4
4
3
11
41-57
3
9
9
21
58-75
4
4
2
10
11
17
14
42
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
4
,463
3,730
4
,444
,068
1
,794
3,601
42
Signifikansi = 5%,
RTabel = 9,488
96
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Tingkat Pendidikan *
Missing
Percent
42
N
100,0%
Total
Percent
0
N
0,0%
Percent
42
100,0%
Penerapan
Tingkat Pendidikan * Penerapan Crosstabulation
Count
Penerapan
Rendah
Tingkat Pendidikan
Total
Sedang
Tinggi
Tidak Sekolah-SD
6
10
9
25
SMP-SMA
3
6
4
13
Perguruan Tinggi
2
1
1
4
11
17
14
42
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
4
,833
1,323
4
,857
,559
1
,455
1,464
42
Signifikansi = 5%,
RTabel = 9,488
97
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Lama Berusahatani *
Missing
Percent
42
N
100,0%
Total
Percent
0
N
0,0%
Percent
42
100,0%
Penerapan
Lama Berusahatani * Penerapan Crosstabulation
Count
Penerapan
Rendah
Lama Berusahatani
Total
Sedang
Tinggi
1-13
2
8
7
17
14-26
5
6
4
15
27-39
4
3
3
10
11
17
14
42
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
4
,498
Likelihood Ratio
3,611
4
,461
Linear-by-Linear Association
1,937
1
,164
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
3,372
42
Signifikansi = 5%,
RTabel = 9,488
98
Lampiran 10.Hasil Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Petani Dengan Penerapan
SOP Budidaya Anggrek Tanah Menggunakan SPSS
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Pengetahuan * Penerapan
Missing
Percent
42
N
100,0%
Total
Percent
0
N
0,0%
Percent
42
100,0%
Pengetahuan * Penerapan Crosstabulation
Count
Penerapan
Rendah
Pengetahuan
Total
Sedang
Tinggi
Rendah
0
7
0
7
Sedang
3
4
2
9
Tinggi
8
6
12
26
11
17
14
42
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
4
,006
16,881
4
,002
,473
1
,491
14,273
42
Signifikansi = 5%,
RTabel = 9,488
99
Download