SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | KASUS STUDI Pengelolaan Kawasan Kota Heritage Pesisir Berbasis Pariwisata Kreatif Studi Kasus: Kawasan Kota Lama Semarang Mussadun [email protected] Laboratorium P erancangan F isik Wilay ah dan Kota/P engembangan Wilay ah P esisir, Departemen P erencanaan Wilay ah dan Kota, F akultas Teknik, U niv ersitas Diponegor. Abstrak Kawasan Kota Lama Semarang (KKLS) merupakan salah satu kawasan heritage, yang terletak di kawasan pesisir Kota Semarang. Berbagai permasalahan muncul mengancam keberadaan KKLS, dari masalah lingkungan berupa banjir rob, masalah sosial, masalah ekonomi masyarakat lokal, masalah infrastruktur dan masalah estetika dan status kepemilikan bangunan. Sebagai kawasan heritage, KKLS tentunya sangat membutuhkan upaya revitalisasi agar kawasan tersebut tetap berke lanjutan. Hal ini, memunculkan konsekwensi kebutuhan upaya pengelolaan yang sungguh-sungguh dan serius untuk mengatasi permasalahan yang sangat kompleks tersebut , apalagi KKLS akan d iusulkan sebagai kawasan heritage internasional melalui UNESCO . Salah satu konsep pengelolaan KKLS yang ditawarkan dalam tulisan in i adalah Pengelolaan Kawasan Kota Heritage Pesisir Berbasis Pariw isata Kreatif. Kata-kunci : pengelolaan, heritage, pesisir, pariwisata kreatif, revitalisasi Pendahuluan Setelah tahun 1970-an, terjadi penurunan kualitas lingkungan kawasan haritage di kota-kota pelabuhan di seluruh dunia, maka telah dilakukan upaya secara intens untuk merevit alisasi kawasan tersebut. Dimulai di Amerika Utara, pada tahun 1970, dengan contoh keberhasilan penataan revitalisasi kawasan pesisir di Kota Pelabuhan Baltimore, sehingga terjadi revitalisasi kawasan pesisir perkotaan menjadi terus berkembang di banyak kota di seluruh dunia (Hoyle, et. al, 1988). Kawasan Kota Lama Semarang (KKLS) merupakan kawasan kota heritage yang terletak di pesisir Kota Semarang dan memiliki keunikan sejarah peninggalan kolonial Belanda, sehingga terkenal dengan sebutan “The Little Netherland ” (Murtomo, 2008). KKLS ini menyimpan sejarah cagar budaya peninggalan kolonial Belanda berupa bangunan berarsitektur tinggi, sehingga membutuhkan pengelolaan yang serius dan sungguh-sunguh, agar terjaga kelestariannya (Khamdi, 2014). KKLS menyimpan ribuan sejarah peninggalan kolonial Belanda dengan arsitektur khas Eropa yang meninggalkan elemen estetikanya. Peninggalan sejarah berupa bangunan hotel, gudang penyimpanan, dan juga bangunan peribadatan. Hampir semua bangunan ini masih tersisa, namun tidak lagi difungsikan dengan baik. Selain bangunan fisiknya semakin tidak terawat, juga muncul permasalahan terkait status kepemilikan (Anggi, 2015). Belum lagi, masalah-masalah lingkungan berupa banjir Rob (Priantono, 2013), kesejahteraan dan sosial budaya masyarakat (jatengekspos.com, 2016) serta infrastruktur (Pranowo, 2016) di KKLS. Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 321 Pengelolaan Kaw asan Kota Heritage Pesisir Berbasis Pariw isata Kreatif Dalam tulisan in i, analisis berfokus pada bagaimana kawasan heritage pesisir Kota Lama Semarang yang mengalami permasalahan penurunan kualitas lingkungan, bangunan sejarah yang tidak terawat, status kepemilikan, masalah kesejahteraan dan sosial budaya masyarakat serta infrastruktur direvitalisasi berbasis manajemen wisata yang kreatif, yang menawarkan pendekatan alternatif baru untuk wisata budaya perkotaan dan berfungsi sebagai regenerasi ekonomi perkotaan. Kawasan Kota Lama Semarang (KKLS) Kota Lama Semarang terletak di Kelurahan Bandarharjo, kecamatan Semarang Utara. Batas Kota Lama Semarang adalah sebelah Utara Jalan Merak dengan stasiun Tawang -nya, sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Cendrawasih, sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Sendowo dan sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Mpu Tantular dan sepanjang sungai (Perda Kota Semarang No.8 Tahun 2003). Gambar 1. Deliniasi batas wilayah Kawasan Kota Lama Seamarang. Sumber: BAY, 2008. KKLS tumbuh dan berkembang bermula dari sebuah benteng sebagai pusat militer tentara kolonial Belanda. Benteng“ Vijfhoek” berbentuk segi lima dan pertama kali d ibangun di sisi barat. Benteng ini hanya memiliki satu gerbang di sisi selatannya dan lima menara pengawas. Kemud ian di sisi Timur benteng mulai tumbuh banyak rumah, tempat peribahatan dan bangunan perkantoran. Bentuk tata kota dan arsitektur pemukiman tersebut, mirip dengan tata kota dan arsitektur di Belanda. Demikian juga, Kali (sunagi) Semarang dibentuk menyerupai Kanal-kanal di Belanda. Oleh karenanya, KKLS dengan keunikan tersebut terkenal dengan sebutan “The Little Netherland ” (Murtomo, 2008). Permasalahan yang Dihadapi KKLS 1. Permasalahan Fisik Bangunan: Permasalahan fisik bangunan di KKLS, berupa sebanyak 70% bangunan tidak terawat dengan baik (W idiastuti, 2014) dan tidak difungsikan dengan baik (Aran, 2015), hal ini disebabkan karena status kepemilikan bangunan dan tanah tidak jelas serta pemilik bangunan tidak mempunyai kemampuan dana untuk merawat bangunan, status bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya juga menjadi dilema tersendiri bagi pemiliknya (BBC.com, 2015; dan okezone, 2016). 2. Permasalahan Sosial Budaya dan Kesejahteraan Masyarakat: Permasalahan ini merupakan masalah yang paling sulit, karena menyangkut mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakat. Di KKLS banyak terdapat pedagang kaki lima (PKL) yang berdagang di atas saluran dan pada saat malam hari digunakan untuk hiburan malam (okezone.com, 2016). 3. Permasalahan Lingkungan: Letak KKLS yang berada di kawasan pesisir, mempunyai permasalahan lingkungan berupa banjir rob (Priantono, 2013) dan lingkungan kumuh (PUA, 2014). Memperkuat image Kota Semarang sebagai Kota yang Kali (sungai)-nya banjir. 4. Permasalahan Infrastruktur: Infrastruktur di KKLS banyak terbengkalai dan tidak terawat dengan baik, seperti: Jalan banyak yang rusak karena banjir dan rob, lampu jalan banyak yang rusak dan hilang, listrik, air, selokan/salauran drainase tersumbat, dll (BBC.com, 2015). B 322 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 Mussadun Prinsip Pengelolaan Pariwisata Kreatif Ada 5 prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan pengelolaan pariwisata ( Nulty, 2011): (1) Kemudahan Aksesibilitas: Sistem Transportasi: Rute, Terminal, Moda transportasi Kendaraan, infrastruktur jalan; (2) Objek Wisata ( tangible atau intangeble): Alam, buatan manusia, bangunan, tujuan dibangun, cagar budaya; (3) Aktivitas: Hal yang dapat dilakukan: luar/dalam ruangan, tanah/air/udara. (4) Fasilitas: Akomodasi dan makan-minum-service, ritel dan jasa wisata lainnya; (5) Layanan tambahan: Bank, Telekomunikasi, Pos, dll. Hal yang tidak kalah penting yang perlu diperhatikan juga adalah perencanaan dan pengembangan promosi serta kolaborasi yang melibatkan semua stakeholders (Goeldner and Ritchie, 2009). Kegiatan pariwisata dapat menimbulkan dampak positif bagi perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat. Ada 5 dampak positif kegiatan pariwisata terhadap perekonomian, yaitu: (1) Menciptakan Lapangan Kerja; (2) Memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Pajak; (3) Meningkatkan Neraca Pembayaran; (4) Pertumbuhan Ekonomi dan Standar Kehidupan; (5) Meningkatkan Pendapatan dan Efek Jaringan Bisnis Pariwisata (Education Bureau, 2013). Keberlangsungan hidup peninggalan arsitektur tergantung dengan kondisi kualitas lingkungan alam yang berpotensi tinggi yang didukung dengan kebajikan manajemen pariwisata perkotaan untuk mendapatkan kembali hubungan ekonomi dan sosial dan memperkuat pertumbuhan ekonomi perkotaan (Ashworth, 1991). Menurut Landry (2000), bahwa industry pariwisata kreatif menandai munculnya konvergensi industri artistik berdasarkan d engan teknologi komunikasi baru dan digitalization. Yang didalamnya mengandung tiga kategori kegiatan: (1) event seni visual dan kerajinan (seni rupa dan pasar seni, museum, teater, opera, hiburan); (2) media dan hiburan (musik, penerbitan, industri film, radio / TV, multimedia); dan (3) layanan bisnis kreatif (desain, desain fashion, arsitektur, komunikasi). Banyak kota di seluruh dunia, mengakui manfaat ekonomi dan sosial yang mengalir dari konsep kota ekonomi pariwisata kreatif, yang didukung pengembangan kebijakan tata kelola yang memberikan prioritas strategis untuk kegiatan kreatif dan budaya. Konsep revitalisasi industri pariwisata heritage kreatif dapat memberikan perspektif pengembangan baru untuk peningkatan infrastruktur, yang dapat merangsang keterlibatan pemerintah daerah dan investor potensial dengan memunculkan acara budaya dan fasilitas alternatif (festival, pamer an seni dan pertunjukan, kuliah umum dan diskusi, kafe, dan toko-toko desain) dan hubungan bisnis yang inovatif (layanan bisnis teknologi, perusahaan media baru), sehingga dapat membentuk “sense of place”, ruang budaya urban kosmopolitan kreatif untuk menarik warga dan pengunjung (Kostopoulou, 2013) . Best Practise: Pengelolaan Pariwisata Kreatif di Kota Baltimore Kota Baltimore merupakan salah satu dari kota-kota bandar di Amerika yang mengalami proses pengkumuhan yang mengkhawatirkan. Pada tahun 1970 -an, seorang ‘urban visioner’ Amerika yang bernama James Rouse yang didukung oleh pemerintah setempat, akhirnya mampu memulihkan Kota Baltimore dari resesi ekonomi yang dihadapinya dengan menggunakan konsep waterfront city yang dikemas dengan pariwisata kreatif (BVC, 2014). Komite Dewan Kota Baltimore telah sepakat bahwa revit alisasi pusat kota adalah prioritas utama dan menghasilkan rencana revitalisasi kawasan perkotaan yang tadinya terpuruk, sebagai pusat rekreasi, budaya, dan hiburan bagi penduduk lokal. Ko ta Baltimore mulai mempromosikan daerah tepi pantai, Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017| B 323 Pengelolaan Kaw asan Kota Heritage Pesisir Berbasis Pariw isata Kreatif sebagai tempat untuk hiburan dan kegiatan rekreasi gratis dan acara seni budaya di akhir pekan. Sementara itu, perusahaan-perusahaan besar mulai berkomitmen untuk pembangunan menara perkantoran di sepanjang kawasan pesisir tersebut. Hal ini, diperkuat dengan dukungan rencana pembangunan infrastruktur dermaga (Kostopoulou, 2013). Kota Baltimore mulai berbenah diri dengan melengkapi: Atraksi, pembenahan dan perbaikan lingkungan, Musium Heritage, Tempat -tempat bersejarah dan monumen, pengembangan wisata, Musium Seni dan Galeri, Theaters and Pertunjukan Seni, Toko Souvenir dan butik, pelestarian situssitus budaya dan keagamaan, W isata Kuliner Lokal, pelibatan kegiatan dengan pihak sekolah dan perguruan tinggi, Pengembangan Festival dan event, Memanfaatkan sumber daya alam dan manusia lokal (BVC, 2014). Pembahasan Penyelesaian Permasalahan Fisik Bangunan: Bangunan tidak terawat dan tidak difungsikan dengan baik, status kepemilikan bangunan dan tanah tidak jelas serta pemilik bangunan, status bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya juga menjadi dilema tersendiri bagi pemiliknya. Menurut Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Infrastruktur Bappeda Kota Semarang, bahwa pendataan terkait kepemilikan sudah dilakukan sejak tahun 2005 silam. Hasilnya masih banyak yang belum diketahui pemiliknya serta mekanisme akuisisi sudah pernah ditempuh pada tahun 2006, saat pemkot akan mengambil alih aset Lawang Sewu dari PT KAI. Tapi tetap tidak berhasil, meski bangunan saat itu akhirnya ditelantarkan. UndangUndang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya belum cukup kuat untuk menjadi dasar akuisisi (Khamdi, 2014). Perlu diupayakan pendataan status kepemilikan tanah dan bangunan secara akurat dan sesuai perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan pemerintah. Seiring dengan itu, disusun Masterplan Kawasan Heritage Kota Lama Semarang berbasis Konsep Pariwisata Kreatif dan Komite Dewan Kota sebagai pihak yang mempunyai otoritas pengelolaan KKLS. Setelah Masterplan sudah jadi dan Komite Dewan Kota KKLS terbentuk, perlu melibatkan inverstor untuk menanamkan modal di KKLS dengan sistem bagi hasil ( Public Private Partnership ) dengan pemilik bangunan dan difungsikan sesuai dengan arahan Masterplan, daripada bangunan terbengkalai dan tidak terawat, karena masalah pendanaan. Komite Dewan Kota KKLS bisa saja membeli bangunan yang sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya atau mengakuisisi dengan melakukan pendekatan kebijakan kepada pemilik bangunan. Penyelesaian Permasalahan Sosial Budaya dan Kesejahteraan Masyarakat: Permasalahan sosial budaya menyangkut mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakat. Di KKLS banyak terdapat pedagang kaki lima (PKL) yang berdagang di atas saluran dan pada saat malam hari digunakan untuk hiburan malam. “keadaan Kawasan Kota Lama Semarang (KKLS), yang sekarang ini kondisinya semakin tidak terawat, diakibatkan beberapa permasalahan diantaranya kondisi masyarakat sekitar yang kurang peduli terhadap Kawasan Kota Lama Semarang sehingga potensi wisata yang seharusnya bisa berdampak positif bagi masyarakat kota Semarang menjadi sia-sia, banyak penyimpangan di beberapa area menurut Pak Kris diantaranya digunakan sebagai tempat prostitusi, minum-minuman keras, selain itu adanya tunawisma yang membuat tempat tinggal semi permanen untuk tempat tinggal dan berlindung dari Menurut A. Kriswandono (Anggota Badan Pengelolan KKLS): B 324 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 Mussadun panas matahari, membuktikan Kawasan Kota Lama Semarang ini menjadi terabaikan baik dari masyarakat, komunitas, maupun pemerintahannya” (PUA, 2014). Perlunya dilakukan peningkatan kapasitas masyarakat lokal sebagai upaya persiapan penyerapan tenaga kerja yang diperlukan untuk mendukung pariwisata kreatif. Penyakit -penyakit sosial (seperti: pencurian, perampokan, PSK, perjudian, minuman keras, dll) diatasi dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat, pemberian sanksi yang dapat membuat efek jera, sistem keamanan yang terpadu didukung dengan SDM keamanan dan teknologi CCTV. Keberadaan PKL, perlu diakomodir dan diberikan fasilitas yang didesain terpadu dengan kegiatan pariwisata kreatif sebagai aktivitas pendukung dalam Masterplan KKLS. Penyelesaian Permasalahan Lingkungan: Letak KKLS yang berada di kawasan pesisir, mempunyai permasalahan lingkungan berupa banjir rob dan lingkungan kumuh. Memperkuat image Kota Semarang sebagai Kota yang Kali (sungai) -nya banjir. Terjadinya banjir dan rob, karena akar permasalahan jaringan drainase perkotaan yang tidak baik dalam menata kelola jaringan pembuangan air, dimana jaringan drainase sudah tidak mampu lagi menampung debit air. Perlu dilakukan Tata Kelola infrastruktur drainase, yang dipadu dengan sentuhan estetika visual keberadaan kolam atau embung dan taman kota sebagai area resapan dan penampungan air, sehingga diharapkan ketika musim penghujan tidak terjadi banjir dan di musim kemarau tidak terjadi kekeringan. Penyelesaian Permasalahan Infrastruktur: Infrastruktur di KKLS banyak terbengkalai dan tidak terawat dengan baik, seperti: Jalan banyak yang rusak karena banjir dan rob, lampu jalan banyak yang rusak dan h ilang, listrik, air, selokan/salauran drainase tersumbat, dll. Salah satu prinsip dalam pengelolaan pariwisata adalah kondisi infrastrukur dan tata kelola yang baik (mendukung atraksi/ event, kemudahan aksesibilitas, sarana dan prasarana yang memadai, promosi dan informasi) untuk menciptakan kenyamanan dan keamanan bagi para wisatawan. Pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata kreatif, perlu memperhatikan: 1. Mengurangi polusi dan konsumsi sumberdaya untuk mengurangi tingginya biaya operasional pemeliharaan lingkungan. 2. Mendorong penggunaan teknologi pembuangan limbah dengan dampak minimal terhadap lingkungan, seperti daur ulang dan sistem pengelolaan sampah. Membuang limbah dengan cara yang aman dan tepat. Gunakan kemasan produk yang dapat didaur ulang. Meminimalkan konsumsi bahan bakar fosil. Mendukung pengembangan dan penggunaan penginapan yang menghemat energi, daur ulang, dan membuang limbah sampah dengan cara yang tepat. 7. Mendukung upaya untuk membersihkan dan memulihkan lingkungan yang telah rusak. 3. 4. 5. 6. Kesimpulan Keunikan KKLS sebagai kawasan heritage di pesisir Kota Semarang, yang terkenal dengan sebutan “The Little Netherland ” mempunyai potensi untuk direvitalisasi dengan upaya konservasi berbasis pariwisata kreatif, sebagai katalis yang dapat merangsang dampak positif dari segi lingkungan ekonomi, sosial, budaya dan kesejahteraan bagi masyarakat perkotaan yang lebih luas. Revitalisasi pengelolaan KKLS sebagai kawasan heritage pesisir dengan konsep pariwisata heritage kreatif menghasilkan budaya perkotaan yang dinamis dan memiliki keunikan tersendiri, Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017| B 325 Pengelolaan Kaw asan Kota Heritage Pesisir Berbasis Pariw isata Kreatif sehingga dapat menarik gelombang baru para wisatawan, yang lebih memilih untuk mengunjungi ruang kreatif, tidak hanya pada keunikan heritagenya, tetapi juga pada seni budaya kontemporer. Daftar Pustaka Aran, A. (2015). Kota Lama Kota Semarang, Rumitnya Penataan Kawasan Bersejarah. Alamat web: http://www.kompasiana.com/aranputra/kota-lama-kota-semarang-rumitnya-penataan-kawasan-bersejarah. Diakses tanggal: 05 Februari 2017. Ashworth, G.J. (1991). Heritage Planning: Conservation as the Management of Urban Change ; GeoPers: Groningen, The Netherlankds. BAY [Balai Arkeologi Yogyakarta]. 2008. Benteng dan Artefak Kota Lama Semarang Ditemukan. Alamat Web: http://arkeologijawa.com/index.php?action=news.detail&id_news=47. Diakses tanggal: 05 Februari 2017. BBC.com. (2015). Mengapa sulit melindungi bangunan cagar budaya di Semarang? Alamat Web: http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/08/150805_majalah_cagarbudaya_semarang. Diakses tanggal: 05 Februari 2017. BVC [Baltimore Visitor Center]. (2014). A Heritage Guide: Dream Baltimore . Baltimore, Maryland 21202. Education Bureau. 2013. Manual on Module I:Introduction to Tourism (Fine-tuned version). Personal, Social and Humanities Education Section, Hong Kong. Goeldner, Charles R. & Ritchie, J.R.B. (2009). Tourism: Principles, Practices, Philosophies . Eleventh Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Hoyle, B.S. Pinder, D.A. Husain, M.S. & Eds. (1988). Revitalising: The Waterfront: International Dimensions of Dockland Redevelopment ; Belhaven: London, UK. jatengekspos.Com. (2016). Pemkot Fokus Selesaikan Masalah Sosial Kota Lama . Alamat Web: https://jatengekspos.com/pemkot-fokus-selesaikan-masalah-sosial-kota-lama/. Diakses tanggal: 05 Februari 2017. Khamdi, M. (2014). Penataan Kota Lama Semarang Butuh Penanganan Khusus . Alamat Web: http://kabar24.bisnis.com/read/20140812/78/249488/penataan-kota-lama-semarang-butuh-penanganankhusus. Diakses tanggal: 05 Februari 2017. Kostopoulou, S. (2013). On the Revitalized Waterfront: Creative Milieu for Creative Tourism. Sustainability,5: 4578-4593. ISSN 2071-1050. Landry, C. (2000). The Creative City: A Toolkit for Urban. Innovators ; Earthscan: London, UK. Murtomo, B.A. (2008). Arsitektur Kolonial Kota Lama Semarang. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman ENCLOSURE, Volume 7, No. 2: 69-79. Nulty, P.M. (2011). Fundamentals and Principles of Tourism Product Development . The 5th UNWTO/PATA Forum on Tourism Trends and Outlook. Guilin, China 26th – 28th October 2011. Okezone.com. (2016). Revitalisasi Kota Lama Harus Perhatikan Aspek Sosial. Alamat Web: http://economy.okezone.com/read/2016/05/02/470/1377918/revitalisasi-kota-lama-harus-perhatikan-aspeksosial. Diakses tanggal: 05 Februari 2017. PERDA [Peraturan Daerah] Kota Semarang. Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (Rtbl) Kawasan Kota Lama . Pranowo, Ganjar [Gubernur Jawa Tengah]. 2016. Kawasan Kota Lama Semarang Siap Diusung ke UNESCO . Alamat Web: https://travel.dream.co.id/news/kawasan-kota-lama-semarang-siap-dibawa-ke-unesco-160112u.html. Diakses tanggal: 05 Februari 2017. Priantono, B. (2013). Catatan: Wisata Banjir Hari Ini. Alamat Web: https://bambangpriantono.wordpress.com/2013/02/23/catatan-wisata-banjir-hari-ini/. Diakses tanggal: 05 Februari 2017. PUA [Proto Urban Architecture]. (2014). Mengangkat (Kembali) Potensi Heritage Kawasan Kota Lama Semarang (KKLS). Alamat Web: https://protourbanarchitecture.wordpress.com/2014/11/19/mengangkatkembali-potensi-heritage-kawasan-kota-lama-semarang-kkls/. Diakses tanggal: 05 Februari 2017. Widiastuti, E.H. (2014). Revitalisasi Benda Cagar Budaya Di Kota Semarang. Majalah Ilmiah Pawiyatan, Vol.XXI, No.2. B 326 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017