Pengelolaan Kawasan Kota Heritage Pesisir - Seminar

advertisement
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | KASUS STUDI
Pengelolaan Kawasan Kota Heritage Pesisir Berbasis
Pariwisata Kreatif
Studi Kasus: Kawasan Kota Lama Semarang
Mussadun
[email protected]
Laboratorium P erancangan F isik Wilay ah dan Kota/P engembangan Wilay ah P esisir, Departemen P erencanaan Wilay ah dan Kota,
F akultas Teknik, U niv ersitas Diponegor.
Abstrak
Kawasan Kota Lama Semarang (KKLS) merupakan salah satu kawasan heritage, yang terletak di
kawasan pesisir Kota Semarang. Berbagai permasalahan muncul mengancam keberadaan KKLS, dari
masalah lingkungan berupa banjir rob, masalah sosial, masalah ekonomi masyarakat lokal, masalah
infrastruktur dan masalah estetika dan status kepemilikan bangunan. Sebagai kawasan heritage,
KKLS tentunya sangat membutuhkan upaya revitalisasi agar kawasan tersebut tetap berke lanjutan.
Hal ini, memunculkan konsekwensi kebutuhan upaya pengelolaan yang sungguh-sungguh dan serius
untuk mengatasi permasalahan yang sangat kompleks tersebut , apalagi KKLS akan d iusulkan
sebagai kawasan heritage internasional melalui UNESCO . Salah satu konsep pengelolaan KKLS yang
ditawarkan dalam tulisan in i adalah Pengelolaan Kawasan Kota Heritage Pesisir Berbasis Pariw isata
Kreatif.
Kata-kunci : pengelolaan, heritage, pesisir, pariwisata kreatif, revitalisasi
Pendahuluan
Setelah tahun 1970-an, terjadi penurunan kualitas lingkungan kawasan haritage di kota-kota
pelabuhan di seluruh dunia, maka telah dilakukan upaya secara intens untuk merevit alisasi kawasan
tersebut. Dimulai di Amerika Utara, pada tahun 1970, dengan contoh keberhasilan penataan
revitalisasi kawasan pesisir di Kota Pelabuhan Baltimore, sehingga terjadi revitalisasi kawasan pesisir
perkotaan menjadi terus berkembang di banyak kota di seluruh dunia (Hoyle, et. al, 1988).
Kawasan Kota Lama Semarang (KKLS) merupakan kawasan kota heritage yang terletak di pesisir
Kota Semarang dan memiliki keunikan sejarah peninggalan kolonial Belanda, sehingga terkenal
dengan sebutan “The Little Netherland ” (Murtomo, 2008). KKLS ini menyimpan sejarah cagar budaya
peninggalan kolonial Belanda berupa bangunan berarsitektur tinggi, sehingga membutuhkan
pengelolaan yang serius dan sungguh-sunguh, agar terjaga kelestariannya (Khamdi, 2014).
KKLS menyimpan ribuan sejarah peninggalan kolonial Belanda dengan arsitektur khas Eropa yang
meninggalkan elemen estetikanya. Peninggalan sejarah berupa bangunan hotel, gudang
penyimpanan, dan juga bangunan peribadatan. Hampir semua bangunan ini masih tersisa, namun
tidak lagi difungsikan dengan baik. Selain bangunan fisiknya semakin tidak terawat, juga muncul
permasalahan terkait status kepemilikan (Anggi, 2015). Belum lagi, masalah-masalah lingkungan
berupa banjir Rob (Priantono, 2013), kesejahteraan dan sosial budaya masyarakat
(jatengekspos.com, 2016) serta infrastruktur (Pranowo, 2016) di KKLS.
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 321
Pengelolaan Kaw asan Kota Heritage Pesisir Berbasis Pariw isata Kreatif
Dalam tulisan in i, analisis berfokus pada bagaimana kawasan heritage pesisir Kota Lama Semarang
yang mengalami permasalahan penurunan kualitas lingkungan, bangunan sejarah yang tidak terawat,
status kepemilikan, masalah kesejahteraan dan sosial budaya masyarakat serta infrastruktur
direvitalisasi berbasis manajemen wisata yang kreatif, yang menawarkan pendekatan alternatif baru
untuk wisata budaya perkotaan dan berfungsi sebagai regenerasi ekonomi perkotaan.
Kawasan Kota Lama Semarang (KKLS)
Kota Lama Semarang terletak di Kelurahan Bandarharjo, kecamatan Semarang Utara. Batas Kota
Lama Semarang adalah sebelah Utara Jalan Merak dengan stasiun Tawang -nya, sebelah Timur
berbatasan dengan Jalan Cendrawasih, sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Sendowo dan
sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Mpu Tantular dan sepanjang sungai (Perda Kota Semarang
No.8 Tahun 2003).
Gambar 1. Deliniasi batas wilayah Kawasan Kota Lama
Seamarang.
Sumber: BAY, 2008.
KKLS tumbuh dan berkembang bermula dari sebuah benteng sebagai pusat militer tentara kolonial
Belanda. Benteng“ Vijfhoek” berbentuk segi lima dan pertama kali d ibangun di sisi barat. Benteng
ini hanya memiliki satu gerbang di sisi selatannya dan lima menara pengawas. Kemud ian di sisi
Timur benteng mulai tumbuh banyak rumah, tempat peribahatan dan bangunan perkantoran.
Bentuk tata kota dan arsitektur pemukiman tersebut, mirip dengan tata kota dan arsitektur di
Belanda. Demikian juga, Kali (sunagi) Semarang dibentuk menyerupai Kanal-kanal di Belanda. Oleh
karenanya, KKLS dengan keunikan tersebut terkenal dengan sebutan “The Little Netherland ”
(Murtomo, 2008).
Permasalahan yang Dihadapi KKLS
1. Permasalahan Fisik Bangunan: Permasalahan fisik bangunan di KKLS, berupa sebanyak 70%
bangunan tidak terawat dengan baik (W idiastuti, 2014) dan tidak difungsikan dengan baik (Aran,
2015), hal ini disebabkan karena status kepemilikan bangunan dan tanah tidak jelas serta pemilik
bangunan tidak mempunyai kemampuan dana untuk merawat bangunan, status bangunan yang
ditetapkan sebagai cagar budaya juga menjadi dilema tersendiri bagi pemiliknya (BBC.com,
2015; dan okezone, 2016).
2. Permasalahan Sosial Budaya dan Kesejahteraan Masyarakat: Permasalahan ini merupakan
masalah yang paling sulit, karena menyangkut mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakat.
Di KKLS banyak terdapat pedagang kaki lima (PKL) yang berdagang di atas saluran dan pada
saat malam hari digunakan untuk hiburan malam (okezone.com, 2016).
3. Permasalahan Lingkungan: Letak KKLS yang berada di kawasan pesisir, mempunyai
permasalahan lingkungan berupa banjir rob (Priantono, 2013) dan lingkungan kumuh (PUA,
2014). Memperkuat image Kota Semarang sebagai Kota yang Kali (sungai)-nya banjir.
4. Permasalahan Infrastruktur: Infrastruktur di KKLS banyak terbengkalai dan tidak terawat dengan
baik, seperti: Jalan banyak yang rusak karena banjir dan rob, lampu jalan banyak yang rusak dan
hilang, listrik, air, selokan/salauran drainase tersumbat, dll (BBC.com, 2015).
B 322 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Mussadun
Prinsip Pengelolaan Pariwisata Kreatif
Ada 5 prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan pengelolaan pariwisata ( Nulty, 2011):
(1) Kemudahan Aksesibilitas: Sistem Transportasi: Rute, Terminal, Moda transportasi Kendaraan,
infrastruktur jalan; (2) Objek Wisata ( tangible atau intangeble): Alam, buatan manusia,
bangunan, tujuan dibangun, cagar budaya; (3) Aktivitas: Hal yang dapat dilakukan: luar/dalam
ruangan, tanah/air/udara. (4) Fasilitas: Akomodasi dan makan-minum-service, ritel dan jasa
wisata lainnya; (5) Layanan tambahan: Bank, Telekomunikasi, Pos, dll. Hal yang tidak kalah
penting yang perlu diperhatikan juga adalah perencanaan dan pengembangan promosi serta
kolaborasi yang melibatkan semua stakeholders (Goeldner and Ritchie, 2009).
Kegiatan pariwisata dapat menimbulkan dampak positif bagi perekonomian daerah dan
kesejahteraan masyarakat. Ada 5 dampak positif kegiatan pariwisata terhadap perekonomian, yaitu:
(1) Menciptakan Lapangan Kerja; (2) Memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Pajak; (3)
Meningkatkan Neraca Pembayaran; (4) Pertumbuhan Ekonomi dan Standar Kehidupan; (5)
Meningkatkan Pendapatan dan Efek Jaringan Bisnis Pariwisata (Education Bureau, 2013).
Keberlangsungan hidup peninggalan arsitektur tergantung dengan kondisi kualitas lingkungan alam
yang berpotensi tinggi yang didukung dengan kebajikan manajemen pariwisata perkotaan untuk
mendapatkan kembali hubungan ekonomi dan sosial dan memperkuat pertumbuhan ekonomi
perkotaan (Ashworth, 1991). Menurut Landry (2000), bahwa industry pariwisata kreatif menandai
munculnya konvergensi industri artistik berdasarkan d engan teknologi komunikasi baru dan
digitalization. Yang didalamnya mengandung tiga kategori kegiatan: (1) event seni visual dan
kerajinan (seni rupa dan pasar seni, museum, teater, opera, hiburan); (2) media dan hiburan
(musik, penerbitan, industri film, radio / TV, multimedia); dan (3) layanan bisnis kreatif (desain,
desain fashion, arsitektur, komunikasi).
Banyak kota di seluruh dunia, mengakui manfaat ekonomi dan sosial yang mengalir dari konsep
kota ekonomi pariwisata kreatif, yang didukung pengembangan kebijakan tata kelola yang
memberikan prioritas strategis untuk kegiatan kreatif dan budaya. Konsep revitalisasi industri
pariwisata heritage kreatif dapat memberikan perspektif pengembangan baru untuk
peningkatan infrastruktur, yang dapat merangsang keterlibatan pemerintah daerah dan
investor potensial dengan memunculkan acara budaya dan fasilitas alternatif (festival, pamer an
seni dan pertunjukan, kuliah umum dan diskusi, kafe, dan toko-toko desain) dan hubungan
bisnis yang inovatif (layanan bisnis teknologi, perusahaan media baru), sehingga dapat
membentuk “sense of place”, ruang budaya urban kosmopolitan kreatif untuk menarik warga
dan pengunjung (Kostopoulou, 2013) .
Best Practise: Pengelolaan Pariwisata Kreatif di Kota Baltimore
Kota Baltimore merupakan salah satu dari kota-kota bandar di Amerika yang mengalami proses
pengkumuhan yang mengkhawatirkan. Pada tahun 1970 -an, seorang ‘urban visioner’ Amerika yang
bernama James Rouse yang didukung oleh pemerintah setempat, akhirnya mampu memulihkan Kota
Baltimore dari resesi ekonomi yang dihadapinya dengan menggunakan konsep waterfront city yang
dikemas dengan pariwisata kreatif (BVC, 2014).
Komite Dewan Kota Baltimore telah sepakat bahwa revit alisasi pusat kota adalah prioritas utama dan
menghasilkan rencana revitalisasi kawasan perkotaan yang tadinya terpuruk, sebagai pusat rekreasi,
budaya, dan hiburan bagi penduduk lokal. Ko ta Baltimore mulai mempromosikan daerah tepi pantai,
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017| B 323
Pengelolaan Kaw asan Kota Heritage Pesisir Berbasis Pariw isata Kreatif
sebagai tempat untuk hiburan dan kegiatan rekreasi gratis dan acara seni budaya di akhir pekan.
Sementara itu, perusahaan-perusahaan besar mulai berkomitmen untuk pembangunan menara
perkantoran di sepanjang kawasan pesisir tersebut. Hal ini, diperkuat dengan dukungan rencana
pembangunan infrastruktur dermaga (Kostopoulou, 2013).
Kota Baltimore mulai berbenah diri dengan melengkapi: Atraksi, pembenahan dan perbaikan
lingkungan, Musium Heritage, Tempat -tempat bersejarah dan monumen, pengembangan wisata,
Musium Seni dan Galeri, Theaters and Pertunjukan Seni, Toko Souvenir dan butik, pelestarian situssitus budaya dan keagamaan, W isata Kuliner Lokal, pelibatan kegiatan dengan pihak sekolah dan
perguruan tinggi, Pengembangan Festival dan event, Memanfaatkan sumber daya alam dan manusia
lokal (BVC, 2014).
Pembahasan
Penyelesaian Permasalahan Fisik Bangunan:
Bangunan tidak terawat dan tidak difungsikan dengan baik, status kepemilikan bangunan dan tanah
tidak jelas serta pemilik bangunan, status bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya juga
menjadi dilema tersendiri bagi pemiliknya.
Menurut Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Infrastruktur Bappeda Kota
Semarang, bahwa pendataan terkait kepemilikan sudah dilakukan sejak tahun 2005 silam.
Hasilnya masih banyak yang belum diketahui pemiliknya serta mekanisme akuisisi sudah
pernah ditempuh pada tahun 2006, saat pemkot akan mengambil alih aset Lawang Sewu dari
PT KAI. Tapi tetap tidak berhasil, meski bangunan saat itu akhirnya ditelantarkan. UndangUndang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya belum cukup kuat untuk menjadi dasar
akuisisi (Khamdi, 2014).
Perlu diupayakan pendataan status kepemilikan tanah dan bangunan secara akurat dan sesuai
perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan pemerintah. Seiring dengan itu, disusun
Masterplan Kawasan Heritage Kota Lama Semarang berbasis Konsep Pariwisata Kreatif dan Komite
Dewan Kota sebagai pihak yang mempunyai otoritas pengelolaan KKLS. Setelah Masterplan sudah
jadi dan Komite Dewan Kota KKLS terbentuk, perlu melibatkan inverstor untuk menanamkan modal
di KKLS dengan sistem bagi hasil ( Public Private Partnership ) dengan pemilik bangunan dan
difungsikan sesuai dengan arahan Masterplan, daripada bangunan terbengkalai dan tidak terawat,
karena masalah pendanaan. Komite Dewan Kota KKLS bisa saja membeli bangunan yang sudah
ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya atau mengakuisisi dengan melakukan pendekatan
kebijakan kepada pemilik bangunan.
Penyelesaian Permasalahan Sosial Budaya dan Kesejahteraan Masyarakat:
Permasalahan sosial budaya menyangkut mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakat. Di KKLS
banyak terdapat pedagang kaki lima (PKL) yang berdagang di atas saluran dan pada saat malam
hari digunakan untuk hiburan malam.
“keadaan Kawasan Kota Lama
Semarang (KKLS), yang sekarang ini kondisinya semakin tidak terawat, diakibatkan beberapa
permasalahan diantaranya kondisi masyarakat sekitar yang kurang peduli terhadap Kawasan Kota
Lama Semarang sehingga potensi wisata yang seharusnya bisa berdampak positif bagi masyarakat
kota Semarang menjadi sia-sia, banyak penyimpangan di beberapa area menurut Pak Kris
diantaranya digunakan sebagai tempat prostitusi, minum-minuman keras, selain itu adanya
tunawisma yang membuat tempat tinggal semi permanen untuk tempat tinggal dan berlindung dari
Menurut A. Kriswandono (Anggota Badan Pengelolan KKLS):
B 324 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Mussadun
panas matahari, membuktikan Kawasan Kota Lama Semarang ini menjadi terabaikan baik dari
masyarakat, komunitas, maupun pemerintahannya” (PUA, 2014).
Perlunya dilakukan peningkatan kapasitas masyarakat lokal sebagai upaya persiapan penyerapan
tenaga kerja yang diperlukan untuk mendukung pariwisata kreatif. Penyakit -penyakit sosial (seperti:
pencurian, perampokan, PSK, perjudian, minuman keras, dll) diatasi dengan melakukan pendekatan
kepada masyarakat, pemberian sanksi yang dapat membuat efek jera, sistem keamanan yang
terpadu didukung dengan SDM keamanan dan teknologi CCTV. Keberadaan PKL, perlu diakomodir
dan diberikan fasilitas yang didesain terpadu dengan kegiatan pariwisata kreatif sebagai aktivitas
pendukung dalam Masterplan KKLS.
Penyelesaian Permasalahan Lingkungan:
Letak KKLS yang berada di kawasan pesisir, mempunyai permasalahan lingkungan berupa banjir rob
dan lingkungan kumuh. Memperkuat image Kota Semarang sebagai Kota yang Kali (sungai) -nya
banjir. Terjadinya banjir dan rob, karena akar permasalahan jaringan drainase perkotaan yang tidak
baik dalam menata kelola jaringan pembuangan air, dimana jaringan drainase sudah tidak mampu
lagi menampung debit air. Perlu dilakukan Tata Kelola infrastruktur drainase, yang dipadu dengan
sentuhan estetika visual keberadaan kolam atau embung dan taman kota sebagai area resapan dan
penampungan air, sehingga diharapkan ketika musim penghujan tidak terjadi banjir dan di musim
kemarau tidak terjadi kekeringan.
Penyelesaian Permasalahan Infrastruktur:
Infrastruktur di KKLS banyak terbengkalai dan tidak terawat dengan baik, seperti: Jalan banyak yang
rusak karena banjir dan rob, lampu jalan banyak yang rusak dan h ilang, listrik, air, selokan/salauran
drainase tersumbat, dll. Salah satu prinsip dalam pengelolaan pariwisata adalah kondisi infrastrukur
dan tata kelola yang baik (mendukung atraksi/ event, kemudahan aksesibilitas, sarana dan
prasarana yang memadai, promosi dan informasi) untuk menciptakan kenyamanan dan keamanan
bagi para wisatawan.
Pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata kreatif, perlu memperhatikan:
1. Mengurangi polusi dan konsumsi sumberdaya untuk mengurangi tingginya biaya operasional
pemeliharaan lingkungan.
2. Mendorong penggunaan teknologi pembuangan limbah dengan dampak minimal terhadap
lingkungan, seperti daur ulang dan sistem pengelolaan sampah.
Membuang limbah dengan cara yang aman dan tepat.
Gunakan kemasan produk yang dapat didaur ulang.
Meminimalkan konsumsi bahan bakar fosil.
Mendukung pengembangan dan penggunaan penginapan yang menghemat energi, daur
ulang, dan membuang limbah sampah dengan cara yang tepat.
7. Mendukung upaya untuk membersihkan dan memulihkan lingkungan yang telah rusak.
3.
4.
5.
6.
Kesimpulan
Keunikan KKLS sebagai kawasan heritage di pesisir Kota Semarang, yang terkenal dengan sebutan
“The Little Netherland ” mempunyai potensi untuk direvitalisasi dengan upaya konservasi berbasis
pariwisata kreatif, sebagai katalis yang dapat merangsang dampak positif dari segi lingkungan
ekonomi, sosial, budaya dan kesejahteraan bagi masyarakat perkotaan yang lebih luas.
Revitalisasi pengelolaan KKLS sebagai kawasan heritage pesisir dengan konsep pariwisata
heritage kreatif menghasilkan budaya perkotaan yang dinamis dan memiliki keunikan tersendiri,
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017| B 325
Pengelolaan Kaw asan Kota Heritage Pesisir Berbasis Pariw isata Kreatif
sehingga dapat menarik gelombang baru para wisatawan, yang lebih memilih untuk
mengunjungi ruang kreatif, tidak hanya pada keunikan heritagenya, tetapi juga pada seni
budaya kontemporer.
Daftar Pustaka
Aran, A. (2015). Kota Lama Kota Semarang, Rumitnya Penataan Kawasan Bersejarah. Alamat web:
http://www.kompasiana.com/aranputra/kota-lama-kota-semarang-rumitnya-penataan-kawasan-bersejarah.
Diakses tanggal: 05 Februari 2017.
Ashworth, G.J. (1991). Heritage Planning: Conservation as the Management of Urban Change ; GeoPers:
Groningen, The Netherlankds.
BAY [Balai Arkeologi Yogyakarta]. 2008. Benteng dan Artefak Kota Lama Semarang Ditemukan. Alamat Web:
http://arkeologijawa.com/index.php?action=news.detail&id_news=47. Diakses tanggal: 05 Februari 2017.
BBC.com. (2015). Mengapa sulit melindungi bangunan cagar budaya di Semarang? Alamat Web:
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/08/150805_majalah_cagarbudaya_semarang. Diakses tanggal:
05 Februari 2017.
BVC [Baltimore Visitor Center]. (2014). A Heritage Guide: Dream Baltimore . Baltimore, Maryland 21202.
Education Bureau. 2013. Manual on Module I:Introduction to Tourism (Fine-tuned version). Personal, Social and
Humanities Education Section, Hong Kong.
Goeldner, Charles R. & Ritchie, J.R.B. (2009). Tourism: Principles, Practices, Philosophies . Eleventh Edition. New
Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Hoyle, B.S. Pinder, D.A. Husain, M.S. & Eds. (1988). Revitalising: The Waterfront: International Dimensions of
Dockland Redevelopment ; Belhaven: London, UK.
jatengekspos.Com. (2016). Pemkot Fokus Selesaikan Masalah Sosial Kota Lama . Alamat Web:
https://jatengekspos.com/pemkot-fokus-selesaikan-masalah-sosial-kota-lama/. Diakses tanggal: 05 Februari
2017.
Khamdi, M. (2014). Penataan Kota Lama Semarang Butuh Penanganan Khusus . Alamat Web:
http://kabar24.bisnis.com/read/20140812/78/249488/penataan-kota-lama-semarang-butuh-penanganankhusus. Diakses tanggal: 05 Februari 2017.
Kostopoulou, S. (2013). On the Revitalized Waterfront: Creative Milieu for Creative Tourism. Sustainability,5:
4578-4593. ISSN 2071-1050.
Landry, C. (2000). The Creative City: A Toolkit for Urban. Innovators ; Earthscan: London, UK.
Murtomo, B.A. (2008). Arsitektur Kolonial Kota Lama Semarang. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan
Permukiman ENCLOSURE, Volume 7, No. 2: 69-79.
Nulty, P.M. (2011). Fundamentals and Principles of Tourism Product Development . The 5th UNWTO/PATA Forum
on Tourism Trends and Outlook. Guilin, China 26th – 28th October 2011.
Okezone.com. (2016). Revitalisasi Kota Lama Harus Perhatikan Aspek Sosial. Alamat Web:
http://economy.okezone.com/read/2016/05/02/470/1377918/revitalisasi-kota-lama-harus-perhatikan-aspeksosial. Diakses tanggal: 05 Februari 2017.
PERDA [Peraturan Daerah] Kota Semarang. Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Rencana Tata Bangunan Dan
Lingkungan (Rtbl) Kawasan Kota Lama .
Pranowo, Ganjar [Gubernur Jawa Tengah]. 2016. Kawasan Kota Lama Semarang Siap Diusung ke UNESCO .
Alamat Web: https://travel.dream.co.id/news/kawasan-kota-lama-semarang-siap-dibawa-ke-unesco-160112u.html. Diakses tanggal: 05 Februari 2017.
Priantono, B. (2013). Catatan: Wisata Banjir Hari Ini. Alamat Web:
https://bambangpriantono.wordpress.com/2013/02/23/catatan-wisata-banjir-hari-ini/. Diakses tanggal: 05
Februari 2017.
PUA [Proto Urban Architecture]. (2014). Mengangkat (Kembali) Potensi Heritage Kawasan Kota Lama
Semarang (KKLS). Alamat Web: https://protourbanarchitecture.wordpress.com/2014/11/19/mengangkatkembali-potensi-heritage-kawasan-kota-lama-semarang-kkls/. Diakses tanggal: 05 Februari 2017.
Widiastuti, E.H. (2014). Revitalisasi Benda Cagar Budaya Di Kota Semarang. Majalah Ilmiah Pawiyatan, Vol.XXI,
No.2.
B 326 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Download