IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK

advertisement
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK
PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI SDN BABATAGUNG DEKET LAMONGAN
Indah Sih Prihatini
Fakultas Agama Islam Universitas Islam Lamongan
e-mail : [email protected]
Abstrac : This thesis is the result of research to answer the question of how the
implementation model of constructivist learning in the subject of Islamic
Education in SDN Babatagung Deket Lamongan, what are the factors supporting
and inhibiting factors in the implementation of models of constructivist learning
in the subject of Islamic Education in SDN Babatagung deket Lamongan and
how efforts to overcome the limiting factor in the implementation of
constructivist learning model in the subject of Islamic Education in SDN
Babatagung deket Lamongan. The method used in this research is the method
with case study approach in SDN Babatagung Deket Lamongan, with this type
of research is qualitative. Instruments in this study a non-test, through
observation, interviews, and documentation. While becoming speaker is the
Principal and teachers of Islamic Education SDN Babatagung Deket Lamongan.
The results of this study indicate that the implementation of constructivist
learning model in the subject of Islamic Education in SDN Babatagung Deket
Lamongan in general have done well and in practice many have compatibility
with the existing theory. This is consistent with the results of observations and
interviews that have researchers did. Among the factors supporting the
implementation of constructivist learning model of which this is the suitability
of the content of what is taught in Islamic Education, adjust the character
learning materials with the method, the support from principals, teachers, and
adequate infrastructure. However, there are several factors inhibiting the
implementation of constructivist learning model in the subject of Islamic
Education in SDN Babatagung Deket Lamongan include insufficient allocation
of time and the lack of confidence of students at the beginning of
implementation of the method.
Keywords: Implementation, constructivist learning model, Islamic Education
Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena
dengan pendidikan manusia akan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Kemampuan yang dimiliki manusia mampu berinteraksi dengan lingkungannya baik
lingkungan fisik, maupun lingkungan sosial, menempatkan peranan, posisi, tugas dan
tanggung jawab sebagai makhluk sosial.Namun demikian, ketepatan memilih metode dan
pendekatan pembelajaran yang tidak saja membuat proses pembelajaran menarik tapi juga
memberikan ruang bagi siswa untuk berkreatifitas dan terlibat secara aktif sepanjang proses
pembelajaran.
Memudahkan pembelajaran bagi murid adalah tugas utama guru.Untuk itu guru tidak
saja dituntut untuk membuat suasana pembelajaran menjadi nyaman dan menarik, tetapi juga
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
205
harus mampu menciptakan metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan diri masingmasing murid. Di sini, guru dituntut untuk benar-benar sesuai dengan perkembangan diri
murid yang menjadi subjek sekaligus objek pendidikan itu sendiri.
Guru memberikan informasi dan mengharapkan siswa untuk menghafal dan
mengingatnya, menurut pandangan ini siswa merupakan penerima pengetahuan yang pasif.
Paradigma lama ini juga berarti jika seorang mempunyai pengetahuan dan keahlian dalam
suatu bidang, dia pasti akan dapat mengajar. Dia tidak perlu tahu mengenai proses belajar
mengajar yang tepat. Dia hanya perlu menuangkan apa yang diketahuinya ke dalam botol
kosong yang siap menerimanya. Banyak guru dan dosen menganggap paradigma lama ini
sebagai satu-satunya alternatif.Mereka mengajar dengan metode ceramah dan mengharapkan
siswa duduk, diam, dengar, catat, danhafal.
Hasil studi Xaviery menyimpulkan sekurang-kurangnya terdapat tiga masalah pokok
yang melatarbelakangi keengganan peserta didik mempelajari suatu mata pelajaran :
Pertama, masalah teknik pembelajaran yang tidak menumbuhkan motivasi siswa. Kedua,
eksistensi guru bukan sebagai fasilitator yang membelajarkan siswa, melainkan pribadi yang
belajar atau menggurui siswa.Ketiga, penyampaian pesan pembelajaran dengan media yang
kurang interaktif dan atraktif.1
Salah satu prinsip pendidikan adalah guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan
kepada siswa, tetapi siswalah yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran
mereka sendiri. Dalam suatu proses pengembangan model-model pembelajaran melahirkan
berbagai macam konsep belajar yang telah kita kenal yakni yang salah satunya adalah
pembelajaran konstruktivisme.
Pendekatan konstruktivisme dalam belajar dan pembelajaran didasarkan pada
perpaduan antara beberapa penelitian dalam modifikasi perilaku yang didasarkan pada teori
operant conditioning dalam psikologi behavioral. Premis dasarnya adalah bahwa individu
harus secara aktif membangun pengetahuan dan ketrampilannya dan informasi yang ada
diperoleh dalam proses membangun kerangka oleh siswa dari lingkungan diluar dirinya.
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme telah
melahirkan berbagai macam model-model pembelajaran dan dari berbagai pandangan
tersebut terdapat pandangan yang sama bahwa dalam proses belajar siswa adalah pelaku
aktif kegiatan belajar dengan membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pengalamanpengalamn yang dimilikinya.2
Setiap sekolah ingin mengantarkan peserta didiknya menjadi anak yang berhasil dan
sukses. Hanya saja, betapa beratnya tugas ini harus diemban.Sebab, ternyata belum semua
lulusan tersebut mampu melahirkan lulusan yang diidamkan.Walaupun ini baru sebatas
informasi, tidak sedikit orang tua mengeluhkan lantaran perilaku anaknya yang kurang
menggembirakan.
Persoalan yang dihadapi saat ini oleh hampir semua lembaga pendidikan adalah
bagaimana sesungguhnya menemukan pola pendidikan. Di SDN Babatagung telah dilakukan
beberapa upaya dalam pengembangan system pembelajaran pendidikan agama Islam, yang
1
2
Qowaid, Dkk, Inovasi Pembelajaran PAI ( Jakarta: Pena Citrasatria, 2007 ), 7.
EsaWahyuniBaharuddin,Teori Belajar dan Pembelajaran(Jogyakarta: Ar-Ruzz Media Group,2007 ), 115.
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
206
salah satunya dengan mengadaptasi gaya pembelajaran melalui pendekatan konstruktivistik
yang sesuai dengan karakteristik dari pendidikan agama Islam.
Dalam hal ini, hakikat pembelajaran menurut teori Konstruktivistik adalah suatu proses
pembelajaran yang mengkondisikan peserta didik untuk melakukan proses aktif membangun
konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data.
Oleh karena itu, proses pembelajaran di SDN Babatagung dirancang dan dikelola
sedemikian rupa sehingga mampu mendorong peserta didik mengorganisasi pengalamannya
menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam konstruktivistik ini sangat penting peran
peserta didik untuk membangun constructive habits of mind.Agar peserta didik memiliki
kebiasaan berpikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar. Teori belajar yang
mencerminkan peserta didik memiliki kebebasan artinya peserta didik dapat memanfaatkan
teknik belajar apa pun asal tujuan belajar dapat tercapai.
Model Pembelajaran Konstruktivistik
Teori konstruktivistik juga merupakan landasan berfikir (filosofi) Pembelajaran
kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia dikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat faktafakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Istilah Konstruktivistik bersifat membangun. Konstruktivistik adalah sebuah teori yang
memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhanya
dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhanya dengan bantuan fasilitas
orang lain. Teori konstruktivistik merupakan suatu teori yang dikembangkan dari teori
belajar kognitif piaget yang menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam fikiran anak
melalui akomodasi dan asimilasi.3
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan
pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri
pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk
proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide
– ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan
strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang
membawa siswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang
mereka tulis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme
adalah aktivitas yang aktif, dimana peserta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari
arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide
baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya.
Belajar yang Mendukung Pendekatan Konstruktivistik
a. Teori Perubahan Konsep
Teori belajar perubahan konsep merupakan suatu teori belajar yang menjelaskan
adanya proses evolusi pemahaman konsep siswa dari siswa yang sedang belajar. Pada
3
Ruseffendi, Teori konstruktivisme dalam Sistem Pembelajaran (Bandung : 2006),133.
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
207
mulanya siswa memahami sesuatu melalui konsep secara spontan. Pengertian spontan
merupakan pengertian yang tidak sempurna, bahkan belum sesuai dengan konsep
ilmiah, dan harus mengalami perubahan menuju pengertian yang logis dan sistematis,
yaitu pengertian ilmiah. Proses penyempurnaan pemahaman itu berlangsung melalui
dua bentuk yaitu tanpa melalui perubahan yang besar dari pengertian spontan tadi
(asimilasi), atau sangat perlu adanya perubahan yang radikal dari pengertian yang
spontan menuju pengertian yang ilmiah (akomodasi).
Agar terjadi perubahan konsep secara radikal/ akomodatif maka dibutuhkan
keadaan dan syarat sebagai berikut:
1) Harus ada ketidakpuasan terhadap konsep yang telah ada. Peserta didik mengubah
konsepnya jika mereka yakin bahwa konsep mereka yang lama tidak dapat
digunakan lagi untuk menelaah situasi, pengalaman, dan gejala yang baru.
2) Konsep yang baru harus dimengerti, rasional, dan dapat memecahkan persoalan
atau fenomena yang baru.
3) Konsep yang baru harus masuk akal, dapat memecahkan dan menjawab persoalan
yang terdahulu, dan juga konsisten dengan teori-teori atau pengetahuan yang
sudah ada sebelumnya.
4) Konsep baru harus berdaya guna bagi perkembangan penelitian dan penemuan
yang baru.4
b. Teori Skema
Menurut teori skema, pengetahuan itu disimpan dalam suatu paket informasi
atau skema yang terdiri atas suatu set atribut yang menjelaskan objek tersebut, maka
dari itu membantu kita untuk mengenal objek atau kejadian itu. Hubungan skema
yang satu dengan yang lain memberikan makna dan arti kepada gagasan kita. Belajar
menurut teori skema adalah mengubah skema.5
Skema adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk mengerti
sesuatu hal, menemukan jalan keluar, ataupun memecahkan persoalan.Orang harus
mengisi atribut skemanya dengan informasi yang benar agar dapat membentuk
kerangka pemikiran yang benar. Kerangka pemikiran inilah yang menurut Jonassen
dkk.6
Orang dapat membentuk skema baru dari suatu pengalaman baru.Orang dapat
melengkapi dan memperluas skema yang telah dipunyainya dalam berhadapan dengan
pengalaman, persoalan dan juga pemikiran yang baru. Dalam proses belajar seseorang
mengadakan perubahan-perubahan skemanya baik dengan menambah atribut,
memperhalus, memperluas, ataupun mengubah sama sekali skema lama.
c. Teori Belajar Bermakna Ausubel
David Ausubel terkenal dengan teori belajar bermakna (meaningful learning).
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.
4
5
6
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan (Yogyakarta : Kasinus, 2010),50-51
Ibid.,55
Ibid.,55.
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
208
Belajar bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru
kedalam struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep, dan
perubahan konsep yang telah ada, yang akan mengakibatkan pertumbuhan dan
perubahan struktur konsep yang telah dipunyai si pelajar.7
Kedekatan teori belajar bermakna Ausubel dengan konstruktivis adalah
keduanya menekankan pentingnya mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan
fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dimiliki, keduanya
menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru ke dalam konsep atau pengertian
yang sudah dimiliki siswa, dan keduanya mengasumsikan adanya keaktifan siswa
dalam belajar.
d. Teori Belajar Bruner
Menurut Bruner, pembelajaran adalah proses yang aktif dimana pelajar
membina ide baru berasaskan pengetahuan yang lampau. Selanjutnya Bruner
menyatakan bahwa mengajarkan suatu bahan kajian kepada siswa adalah untuk
membuat siswa berfikir untuk diri mereka sendiri, dan turut mengambil bagian dalam
proses mendapatkan pengetahuan. Mengetahui adalah suatu proses bukan suatu
produk.
Masih menurut Bruner bahwa dalam membangun pengetahuan di dasarkan
kepada dua asumsi yaitu : asumsi pertama adalah perolehan pengetahuan merupakan
suatu proses interaktif yaitu orang yang belajar akan berinteraksi dengan
lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi dilingkungan tatapi juga
dalam diri orang itu sendiri. Asumsi kedua adalah orang yang mengkonstruksi
pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi
yang tersimpan yang diperoleh sebelumnya.8
Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh
kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Cara belajar yang terbaik menurut
Bruner adalah memahami konsep, arti, dan hubungan dan sampai pada suatu
kesimpulan.
Dengan teorinya free discovery learning, Bruner mengatakan bahwa proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya.9
Ciri – Ciri Model Pembelajaran Konstruktivistik
Berikut ini akan dikemukakan ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivistik yaitu
sebagai berikut :
a. Mengembangkan ide peserta didik dan menggunakannya sebagai panduan merancang
pelajaran.
b. Mendorong peserta didik untuk bertanya dan berdialog dengan guru maupun peserta
didik lainnya.
7
8
9
Ibid., 54.
Ratna Wilis Dahar, Teori – Teori Belajar (Jakarta : Erlangga,1989), 98.
C.A Budiningsih,Belajar dan Pembelajaran (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), 43.
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
209
c. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil
pembelajaran.
d. Memberi peluang kepada siswa untuk menggali pengetahuan baru dengan
memahaminya melalui keterlibatan siswa dengan situasi dunia yang sebenarnya. 10
Sedangkan menurut Mahisa Alit dalam bukunya menuliskan bahwa ciri-ciri
pembelajaran yang konstruktivis adalah sebagai berikut:
a. Menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan
pengetahuan.
b. Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas
yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara.
c. Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan dengan
melibatkan pengalaman konkrit, misalnya untuk memahami suatu konsep melalui
kenyataan kehidupan sehari-hari.
d. Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial
yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau dengan
lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswa-siswa.
e. Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga
pembelajaran menjadi lebih efektif.
f. Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga menjadi menarik dan siswa
mau belajar.11
Kekurangan dan Kelebihan Pembelajaran Konstruktivistik
Dalam penggunaan model konstruktivistik terdapat beberapa kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan yang terdapat dalam penggunaan model konstruktivistik yaitu :
a. Kelebihan Model Pembelajaran Konstruktivistik
1) Pembelajaran berdasarkan konstruktivistik memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan
bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa
memberikan penjelasan tentang gagasannya.
2) Pembelajaran berdasarkan konstruktivistik memberi pengalaman yang
berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan
disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan
mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena,
sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang
fenomena yang menantang siswa.
3) Pembelajaran konstruktivistik memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang
pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif,
10
Zabidah Awang, Pembelajaran Secara Konstruktivisme (Kuala Lumpur : Perpustakaan Negara Malaysia,
2001), 12.
11
Mahisa Alit, Pembelajaran Konstruktivisme, Apa dan Badaimana Penerapannya di Dalam Kelas (Cirebon:
SD Negeri 2 Bungko Lor UPT Pendidikan Kecamatan Kapetakan, 2004), 37.
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
210
mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada
saat yang tepat.
4) Pembelajaran berdasarkan konstruktivistik memberi kesempatan kepada siswa
untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh
kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal
maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai
strategi belajar.
5) Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan
gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan
siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6) Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif
yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan
menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.12
b. Kekurangan Metode Konstruktivistik
1) Siswa membangun pengetahuan mereka sendiri, tidak jarang bahwa konstruksi
siswa tidak cocok dengan pembangunan ilmuwan yang menyebabkan
kesalahpahaman.
2) Konstruktivistik pengetahuan kita menanamkan bahwa siswa membangun
sendiri, hal ini pasti memakan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan
penanganan yang berbeda.
3) Situasi dan kondisi masing-masing sekolah tidak sama, karena tidak semua
sekolah memiliki infrastruktur yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas
siswa.13
Metode Mengajar Guru dalam Pendekatan Konstruktivistik
Ada berbagai metode yang dapat digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran,
diantaranya :ceramah bervariasi, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, bermain peran,
karyawisata, inquiry, kerja kelompok, discovery, demonstrasi, eksperimen. Karena
keterbatasan kemampuan dan waktu maka tidak akan semua metode dapat digunakan.
Namun yang terpenting adalah penggunaan metode harus dikaitkan dengan situasi dan
tujuan belajar yang hendak dicapai dan ditekankan kepada keaktifan siswa dalam
membangun pengetahuan.
Penerapkan pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran pada tulisan ini akan
lebih banyak menggunakan metode inquiry (menemukan) dan akan dibantu metode-metode
lain yang akan dilaksanakan secara integratif dan diperkirakan mampu dilaksanakan oleh
guru mitra peneliti dan siswa di lapangan. Penjelasan metode-metode tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Tanya Jawab (questioning)
Bertanya (questioning) merupakan strategi atau metode utama lainya dalam
pendekatan konstruktivistik untuk mengukur sejauh mana siswa dapat mengenali
konsep-konsep pada topik pelajaran yang akan dipelajari. Bertanya dalam sebuah
12
13
http://konstruktivisme3fmatematika.blogspot.co.id/diakses pada tanggal 22 April 2016
Ibid.,
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
211
pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan
menilai kemampuan berpikir siswa. Dalam pembelajaran yang berbasis inquiry,
kegiatan bertanya merupakan bagian yang sangat penting untuk menggali informasi,
mengkonfirmasikan hal-hal yang sudah diketahui, serta mengarahkan perhatian pada
hal-hal yang belum diketahuinya.
b. Penyelidikan/Menemukan (Inquiry)
Penggunaan metode inkuiri oleh guru akan mengurangi aktivitas guru di kelas
dalam arti tidak terlalu banyak bicara, karena aktivitas lebih banyak dilakukan oleh
siswa. Guru tidak lagi berperan sebagai pemberi pengetahuan melainkan menyiapkan
situasi yang menggiring siswa untuk bertanya, mengamati, menemukan fakta,
konsep, menganalisis data dan mengusahakan kemungkinan-kemungkinan jawaban
dari suatu masalah.
Strategi mengajar dengan model inkuiri ini menempatkan siswa tidak hanya
dalam posisi mendengarkan, akan tetapi siswa melibatkannya dalam pencarian
intelektual yang aktif, pencarian dengan memanipulasi data yang dikumpulkan
berdasarkan pengamatan dan pengamalannya sendiri, atau oleh orang lain, untuk
dipahami dan dibermaknakan.14
c. Komunitas Belajar (Learning Community)
Komunitas belajar atau belajar kelompok adalah pembelajaran dengan
bekerjanya sejumlah siswa yang sudah terbagi kedalam kelompok-kelompok kecil
untuk mencapai tujuan tertentu secara bersama-sama.15
Melalui kegiatan kelompok terjadi kerja sama antar siswa, juga dengan guru
yang bersifat terbuka. Belajar berkelompok dapat dijadikan arena persaingan sehat,
dan dapat pula meningkatkan motivasi belajar para anggota kelompok. Dengan
pendekatan konstruktivistik, guru melaksanakan pembelajaran dalam kelompokkelompok belajar.Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang anggotanya
heterogen.Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik anggotanya
maupun jumlahnya. Menurut Slavin “kelompok yang efektif terdiri dari empat
sampai enam orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen”.16
Implementasi Model Pembelajaran Konstruktivistik Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam di SDN Babatagung
Di SDN Babatagung telah dilakukan beberapa upaya dalam pengembangan sistem
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, yang salah satunya dengan mengadaptasi gaya
pembelajaran melalui pendekatan konstruktivistik yang sesuai dengan kerakteristik dari
pendidikan agama Islam. Adapun implementasi model pembelajaran konstruktivistik pada
mata pelajaran pendidikan agama islam di SDN Babatagung adalah :
a. Implementasi Model Pembelajaran Konstruktivistik Pada Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam Kelas IV
14
Rochiati Wiraatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), 137.
Moedjiono dan Moh.Dimyati, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta : Depkidbud Direktorat Jendral Tinggi
Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan, 1991/1992), 60.
16
Slavin Robert E, Cooperative Learning (Teori, Riset, dan Prtaktik) (Bandung : Nusa Media, 2005), 4-5.
15
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
212
Guru memulai pembelajaran dengan salam, menyapa dan berdoa, selanjutnya
guru mengecek kehadiran siswa. Diawal pembelajaran dibutuhkan waktu 10 menit
untuk mengkondisikan siswa agar siap secara fisik dan mental mengikuti proses
pembelajaran.17
Adapun metode yang digunakan guru untuk mata pelajaran pendidikan agama
islam adalah dengan diskusi kelompok. Langkah – langkah yang terdapat pada
metode ini diantaranya :
1) Guru mengadakan apresepsi sebagai pendahuluan dengan memberikan motivasi
agar peserta didik lebih bergairah dalam mengikuti kegiatan belajar. Dalam hal ini
guru memutar video tentang Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As.
2) Guru mendorong dan memotivasi siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang
kisah teladan Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As.
3) Guru membentuk dua kelompok yaitu kelompok pertama beranggotakan dua laki
– laki dan tiga perempuan, sedangkan kelompok kedua beranggotakan dua laki –
laki dan empat perempuan.
4) Guru membimbing siswa untuk mendiskusikan perilaku terpuji yang terdapat
pada kisah teladan Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As.
5) Guru membimbing siswa untuk membuat rumusan hasil diskusi secara
berkelompok tentang kisah teladan Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As.
6) Setelah diskusi kelompok kecil selesai, siswa melanjutkannya dengan
mempresentasikan hasil diskusi kelompok kecilnya tentang kisah teladan Nabi
Ibrahim As dan Nabi Ismail As.
7) Baigian akhir yaitu penutup, guru bersama siswa menyimpulkan hasil belajar
yang telah diperoleh. Setelah itu guru memenutup proses pembelajaran dengan
berdoa.
8) Sebagai evaluasi guru memberikan tugas mengerjakan buku paket halaman 107 –
109.18
Temuan diatas sesuai dengan wawancara dengan bapak H. Achmad Djawari,
S.Pd.I selaku guru mata pelajaran pendidikan agama islam :
“Metode pembelajaran disini sesuai dengan visi misi sekolah yaitu guru dituntut
untuk menerapkan pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan. Dalam
menerapkannya, guru harus membuat situasi sekondusif mungkin agar dari awal
hingga akhir siswa dapat menyerap banyak ilmu dan mereka juga
menikmatinya.”19
Implementasi Model Pembelajaran Kontruktivistik Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam di SDN Babatagung
Guru memulai pembelajaran dengan salam, menyapa dan berdoa, selanjutnya guru
mengecek kehadiran siswa. Diawal pembelajaran dibutuhkan waktu 10 menit untuk
mengkondisikan siswa agar siap secara fisik dan mental mengikuti proses pembelajaran.
17
Hasil Observasi Pada Tanggal 27 April 2016.
Hasil Observasi Pada Tanggal 27 April 2016.
19
Hasil Wawancara dengan Bapak H. Djawari, S.Pd.I tanggal 25 April 2016.
18
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
213
Materi yang diberikan dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas V adalah
kisah khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khatab.20
Metode yang digunakan guru untuk mata pelajaran pendidikan agama islam adalah
dengan diskusi kelompok. Langkah – langkah yang terdapat pada metode ini diantaranya :
1) Guru mengadakan apresepsi sebagai pendahuluan dengan memberikan motivasi
agar peserta didik lebih bergairah dalam mengikuti kegiatan belajar. Dalam hal ini
guru memutar video tentang kisah Abu Bakar dan Umar bin Khatab.
2) Guru membentuk dua kelompok beranggotakan satu laki – laki dan tiga
perempuan, dan dua laki – laki dan dua perempuan.
3) Tiap siswa menulis pelajaran apa yang dapat diambil dari kisah teladan Abu
Bakar dan Umar bin Khatab.
4) Selanjutnya siswa mendiskusikan pendapat mereka tentang kisah teladan Abu
Bakar dan Umar bin Khatab didalam kelompok.
5) Guru membimbing siswa untuk menulis rumusan hasil diskusi secara
berkelompok tentang kisah teladan Abu Bakar dan Umar bin Khatab.
6) Siswa mempresentasikan hasil diskusinya dengan kelompok lain.
7) Guru dan siswa merumuskan kesimpulan dari hasil diskusi. Setelah itu guru
menutup pembelajaran dengan berdoa.
8) Guru memberikan evaluasi dengan mengerjakan buku paket halaman 102 – 104.21
Pada proses belajar mengajar di kelas V, metode yang di gunakan tidak jauh berbeda
dengan kelas IV. Karena materi yang ada tidak jauh berbeda, dalam hal ini, bapak H.
Achmad Djawari, S.Pd.I mengatakan:
“Kebetulan materi kelas IV dan kelas V tidak jauh berbeda, keduanya mengacu
pada akhlaq.Jadi pendekatan yang dilakukan juga tidak jauh berbeda.Anak –
anak lebih tertarik cerita dalam bentuk video daripada diceritakan langsung
oleh guru.Penggunaan media video sangatlah membantu dalam mempercepat
pemahaman siswa khususnya ditingkat sekolah dasar.Jika mereka sudah faham
apa yang mereka pelajari, guru bisa dengan mudah membimbing mereka untuk
berdiskusi.”22
Implementasi Model Pembelajaran Kontruktivistik Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam di SDN Babatagung
Guru memulai pembelajaran dengan salam, menyapa dan berdoa, selanjutnya guru
mengecek kehadiran siswa. Diawal pembelajaran dibutuhkan waktu 10 menit untuk
mengkondisikan siswa agar siap secara fisik dan mental mengikuti proses pembelajaran.
Materi yang diberikan dalam mata pelajaran pendidikan agama islam di kelas VI adalah
zakat.23
20
Hasil Observasi Pada Tanggal 27 April 2016.
Hasil Observasi Pada Tanggal 27 April 2016.
22
Hasil Wawancara dengan Bapak H. Djawari, S.Pd.I tanggal 27 April 2016.
23
Hasil Observasi Pada Tanggal 28 April 2016.
21
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
214
Metode yang digunakan guru untuk mata pelajaran pendidikan agama islam adalah
dengan eksperimen dan diskusi. Langkah – langkah yang terdapat pada metode ini
diantaranya :
1) Guru memberi gambaran kepada siswa tentang apa yang mereka alami
dikehidupan sehari – hari tentang pentingnya zakat.
2) Guru merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan siswa.
3) Guru bersama siswa mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan.
4) Guru memperhitungkan tempat dan waktu.
5) Guru mempersiapkan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan siswa.
6) Guru membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen.
7) Guru membagi kertas kerja kepada siswa.
8) Siswa melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru.
9) Hasil eksperimen didiskusikan.
10) Guru mengumpulkan hasil kerja siswa.
11) Guru dan siswa merumuskan kesimpulan dari hasil diskusi. Setelah itu guru
menutup pembelajaran dengan berdoa.
12) Guru memberikan evaluasi dengan menghafal niat berzakat dan mengerjakan
buku paket halaman 129 – 130.24
Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Model Pembelajaran Kontruktivistik Pada
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SDN Babatagung
a. Faktor Pendukung
Setiap pendekatan dalam pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan
sendiri-sendiri.Demikian juga penerapan pendekatan konstruktivistik yang tidak
lepas dari faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaannya. Adapun faktor
pendukung dari penerapan pendekatan konstruktivistik adalah :
9) Kesesuaian Materi Metode dan Media yang Dipakai
Dari hasil observasi peneliti, materi dan metode yang di pakai dalam model
pembelajaran konstruktivistik adalah sudah sesuai, bahkan pemakaian media
penunjang seperti media video sangat tepat untuk mempercepat pemahaman
siswa.Pada kelas IV dan V bertepatan dengan materi meneladani sifat Nabi dan
Sahabat, siswa diajak menjelajah waktu dengan menonton video.Sedangakan
pada kelas VI, materi yang dipelajari adalah bab zakat, metode yang
digunakanpun berbeda dengan kelas IV dan V. Pada kelas VI, siswa diajak untuk
bereksperimen mengenai zakat.
Adapun metode pembelajaran disesuaikan dengan muatan materi, seperti
mata pelajaran PAI yang menjurus pada fiqih, metode yang akan diterapkan
adalah metode praktek, bukan berarti metode lain tidak kita pergunakan, metode
ceramah sangat perlu yang waktunya dialokasikan sekian menit untuk memberi
petunjuk, aba-aba, dan arahan. Kemudian memungkinkan mempergunakan
metode diskusi, karena dari hasil praktikum siswa memerlukan diskusi kelompok
untuk memecah problem yang mereka hadapi.
24
Hasil Observasi Pada Tanggal 28 April 2016.
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
215
10) Peran Kepala Sekolah
Adapun
peran
kepala
sekolah
dalam
menerapkan
pendekatankonstruktivistik adalah sebagai motivator bagi guru-guru
sehinggadapat
meningkatkan
mutu
dan
kualitas
guru
dalam
prosespembelajaran.Adapun
motivasi
tersebut
dalam
bentuksherring/diskusi.Motivasi disini berupa dukungan yangterus menerus
dengan mengadakan sherring bersama dan salingmenghargai antara kepala
sekolah dengan guru – guru yang ada. Temuan tersebut berdasarkan wawancara
dengan ibu Haryatun,S.Pd.,S.D selaku Kepala Sekolah SDN Babatagung :
“Untuk mengetahui problem yang dihadapi oleh guru, saya mengadakan
sherring setiap bulan. Dari sana saya bisa mengetahui apakah ada kesulitan
dalam mengajar? Faktor apa yang menghambat? Bagaimana cara
penyelesaiannya? Tidak hanya kepala sekolah saja yang memberi saran,
guru yang lain juga bisa sherring pengalaman mereka. Sehingga saya
ataupun guru – guru bisa menambah ilmu. Ilmu kan bisa datang dari mana
saja mbak, pengalaman orang lain juga termasuk ilmu.”25
11) Letak Lembaga yang Strategis
Selain itu, dari hasil observasi peneliti dapat menyimpulkan bahwa SDN
Babatagung terletak pada lokasi yang sangat kondusif danefektif untuk proses
belajar mengajar. Lembaga tersebut jauh dari keramaian sehingga tidak terganggu
dengan suara bisingnyakendaraan dan keramaian seperti tidak berdekatan
denganbengkel/pabrik,
jauh
dari
keramaian
pasar,
berada
disekitarpemukiman/perumahan serta kemudahan menuju lokasi dapat ditempuh
dengan sepeda.
Lokasi lembaga pendidikan SDN Babatagung sendiri beradadidekat sebuah
masjid (Masjid Al Akbar).Sehinggasituasi ini sangat mendukung dalam
memudahkan guru saatmemberikan pembelajaran PAI yang salah satunya adalah
pada materi Fiqih. Dengan keberadaan sekolah yang sangat dekatdengan Masjid
Al Akbar ini sangat mendukung proses pembelajaran dimana para siswa dapat
praktek secara langsung.
b. Faktor Penghambat
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
konstruktivistik, semua itu tidak lepas dari permasalahan yang dihadapi dalam
pelaksanaannya. Permasalahan tersebut diantaranya :
1) Kurangnya Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri siswa adalah kunci utama keberhasilan guru dalam
menerapkan model pembelajaran konstruktivistik.Namun, rasa percaya diri siswa
di SDN Babatagung masih belum terbangun ketika diawal penggunaan
metode.Permasalahan tersebut sempat disinggung oleh bapak H. Achmad Djawari,
S.Pd.I dalam sebuah wawancara :
“Menerapkan model pembelajaran konstruktivistik itu susah – susah
gampang, pada saat awal siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran
25
Hasil Wawancara dengan Ibu Hariyatun, S.Pd., S.D 25 April 2016.
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
216
tersebut, ya, namanya juga anak – anak mbak, perlu waktu untuk beradaptasi
dengan hal – hal yang baru.”26
Dari hasil wawancara tersebut, penulis dapat menyimpulkan, faktor
penghambat dari penerapan model pembelajaran di SDN Babatagung adalah
diawal penggunaan metode, siswa masih belum terbiasa dengan metode yang baru.
Sehingga masih terasa canggung dalam mengutarakan pendapat.
2) Kurangnya Manajemen waktu
Dari hasil observasi peneliti, proses pembelajaran terutama pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik yang memerlukan waktu yang
cukup banyak namun hanya memiliki waktu yang terbatas. Waktu yang tersedia
dalam pemberian materi pelajaran satu jam pelajaran 35 menit, maka metode
yang dipergunakan telah dirancang sebelumnya, termasuk didalamnya perangkat
penunjang pembelajaran seperti video, film, dan sebagainya.
Upaya dalam Mengatasi Problematika Implementasi Pembelajaran Konstruktivistik
Belajar merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan terjadi secara terus-menerus.
Belajar sangat penting, namun dalam kenyataannya sering muncul permasalahan atau
hambatan dalam belajar.Hambatan tersebut dapat berasal dari dalam diri anak maupun dari
luar. Dengan adanya hambatan tersebut akan mempersulit anak untuk mancapai hasil belajar
yang maksimal. Oleh karena itu, harus ada solusi untuk mengatasi hambatan yang muncul
dalam belajar pada anak. Upaya – upaya yang dilakukan antara lain :
a. Penanaman Sifat – Sifat Positif Pada Diri Siswa Seperti Rasa Percaya Diri dan Saling
Menghormati.
Dari hasil observasi dan dokumentasi peneliti, di SDN Babatagung terdapat
kegiatan ekstra kulikuler pramuka yang dapat meningkatkan rasa percaya diri dan
saling menghormati pada diri siswa.Berkaitan dengan hal ini, Azrul Azwar pernah
mengatakan :
“Rasa percaya diri akan terbentuk melalui penanaman nilai – nilai dharma dan
satya, kode kehormatan dankode etik. Gerakan pramuka merupakan organisasi
pendidikan yang membina kaum muda menjadi manusia yang berwatak,
berkepribadian dan berbudi pekerti serta memiliki keterampilan hidup”27
b. Pembinaan Guru – Guru dengan Mengikuti Pelatihan, Work Shop dll.
Pendidik atau Guru merupakan tenaga professional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat. Mengingat tugas guru begitu berat, maka tidak ragu lagi bahwa
untuk mencapai kualitas pendidikan yang baik, guru harus selalu meningkatkan
kemampuannya agar segar informasinya, kuat etos kerjanya, dan cerdas akalnya.
Di SDN Babatagung telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan
kualitas guru, salah satunya adalah mengikuti pelatihan, work shop dll. Temuan ini
26
Hasil Wawancara dengan Bapak H. Djawari, S.Pd.I tanggal 25 April 2016.
Azrul Azwar, Revitalisasi Gugus Depan Pramuka yang Berpangkalan di Perguruan Tinggi, Disampaikan Pada
: Latihan Gabungan Perguruan Tinggi se Indonesia di Kota Malang Pada Tanggal 17 September 2012.
27
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
217
berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Haryatun, S.Pd.,S.D selaku kepala SDN
babatagung :
“Untuk meningkatkan kualitas guru, saya mengirim undangan kepada guru –
guru untuk mengikuti pelatihan, seminar, dll.Pelatihan terakhir yang guru –
guru hadiri kemarin adalah pelatihan pembuatan PTK.Terkadang tanpa adanya
undangan dari sekolah, guru – guru disini mempunyai inisiatif sendiri untuk
menghadiri pelatihan, seminar, atau apapun yang dapat meningkatkan mutu dan
kualitas mengajar.”28
c. Diadakannya Diskusi/Sherring Setiap Satu Bulan Sekali
Dari hasil wawancara dengan Ibu Hariyatun pada tangal 25 April 2016, beliau
mengadakan sherring dengan guru – guru setiap bulan yang bertujuan untuk
mengetahui problem apa saja yang dihadapi oleh guru dan bagaimana cara
penyelesainnya.
d. Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Motivasi belajar siswa merupakan hal yang amat penting bagi pencapaian
kinerja atau prestasi belajar siswa. Dalam hal ini, tentu saja menjadi tugas dan
kewajiban guru untuk senantiasa untuk memelihara dan meningkatkan motivasi
belajar siswanya. Berkaitan dengan hal tersebut, Bapak H. Djawari selaku guru mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam telah berupaya untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa, beliau mengatakan :
“Hal – hal yang tidak terduga sering kali terjadi dalam proses pembelajaran,
dalam mengatasi problem tersebut diperluakan kesabaran dan keuletan dalam
membimbing mereka agar bisa fokus kembali terhadap apa yang mereka
pelajari. Namun itu saja belum cukup, suksesnya pembelajaran juga ditentukan
dengan memberikan motivasi atau dorongan kepada siswa agar mereka lebih
besemangat lagi dalam belajar. Untuk memotivasi siswa diperlukan metode
yang beragam, menciptakan suasana yang kondusif, memberikan tugas yang
sesuai dengan porsi siswa, memberikan masukan kepada siswa, dan yang paling
penting kita tidak boleh membanding – bandingkan kemampuan siswa yang
satu dengan yang lain karena saya yakin hati mereka pasti sakit.” 29
e. Penambahan Sarana dan Prasarana yang dapat Menunjang Pembelajaran.
Sarana dan prasarana merupakan salah satu objek yang sangat vital dalam
mendukung tercapainya tujuan pendidikan dalam proses belajar dan mengajar.
Berbagai macam cara telah dilakukan oleh lembaga untuk meningkatkan mutu
pendidikan salah satunya adalah dengan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan.
Berkaitan denga hal ini, Ibu Hariyatun Mengatakan :
“Mengenai penambahan jumlah sarana dan prasarana, pasti saya lakukan
disetiap tahun, namun semua itu dilakukan secara bertahap.Mengingat besarnya
anggaran yang harus dikeluarkan.”30
28
Hasil Wawancara dengan Ibu Hariyatun, S.Pd., S.D tanggal 25 April 2016.
Hasil Wawancara dengan Bapak H. Djawari, S.Pd.I tanggal 25 April 2016.
30
Hasil Wawancara dengan Ibu Hariyatun, S.Pd., S.D tanggal 25 April 2016.
29
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
218
Kesimpulan
Setelah melalui proses analisis data dari data yang peneliti dapatkan selama di
lapangan, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa :
1. Implementasi model pembelajaran konstruktivistik pada mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam di SDN Babatagung telah berjalan dengan baik serta telah sesuai dengan
prinsip dan langkah-langkah yang ada.
2. Pelaksanaan model pembelajaran konstruktivistik pada mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam di SDN Babatagung dapat terlaksana dengan baik tidak dapat dipisahkan
dari beberapa faktor pendukung, diantaranya kesesuaian kandungan materi yang
diajarkan dalam Pendidikan Agama Islam, kesesuaian karakter materi pembelajaran
dengan metode, adanya dukungan dari kepala sekolah, guru, dan sarana prasarana yang
memadai.
3. Disamping faktor-faktor pendukung tersebut, terdapat juga beberapa faktor penghambat
dalam model pembelajaran konstruktivistik pada mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam di SDN Babatagung yakni alokasi waktu yang kurang mencukupi serta kurangnya
rasa percaya diri siswa pada awal penerapan model pembelajaran konstruktivistik.
4. Upaya untuk mengatasi faktor penghambat dari model pembelajaran konstruktivistik
adalah guru membantu menanamkan sifat-sifat positif pada diri siswa seperti rasa
percaya diri dan saling menghormati. Pembinaan guru-guru dengan cara mengirim guruguru untuk mengikuti pelatihan, work shop dll. Diadakannya diskusi/sherring setiap satu
bulan sekali diantara para guru dan kepala sekolah untuk membahas mengenai proses
pembelajaran yang terjadi selama satu bulan. Serta penambahan fasilitas sarana dan
prasarana yang dapat menunjang pembelajaran.
Daftar Rujukan
C.A Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta, 2005
EsaWahyuniBaharuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jogyakarta, Ar-Ruzz Media
Group, 2007
http://konstruktivisme3fmatematika.blogspot.co.id/diakses pada tanggal 22 April 2016
Mahisa Alit, Pembelajaran Konstruktivisme, Apa dan Badaimana Penerapannya di Dalam
Kelas, Cirebon, SD Negeri 2 Bungko Lor UPT Pendidikan Kecamatan Kapetakan, 2004
Moedjiono dan Moh.Dimyati, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Depkidbud Direktorat
Jendral Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan, 1991
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta, Kasinus, 2010
Qowaid, Dkk, Inovasi Pembelajaran PAI, Jakarta, Pena Citrasatria, 2007
Ratna Wilis Dahar, Teori – Teori Belajar, Jakarta, Erlangga,1989
Rochiati Wiraatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung, Remaja Rosdakarya,
2002
Ruseffendi, Teori konstruktivisme dalam Sistem Pembelajaran, Bandung , 2006
Slavin Robert E, Cooperative Learning (Teori, Riset, dan Prtaktik), Bandung. Nusa Media,
2005
Zabidah Awang, Pembelajaran Secara Konstruktivisme, Kuala Lumpur, Perpustakaan
Negara Malaysia, 2001
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016
Download