3. TAHAP – TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN Semua organisasi – organisasi yang terlibat dalam kegiatan nuklir jelas memiliki perhatian yang sama terhadap pemeliharaan dan peningkatan keselamatan. Tetapi ada keragaman yang mendasar di antara organisasi – organisasi tentang cara pandang mereka tehadap budaya keselamatan dan tindakan – tindakan yang diperlukan untuk mempengaruhinya secara positif. Keragaman ini dapat mencerminkan perbedaan tingkat kesadaran dalam organisasi teknis level tinggi terhadap dampak keselamatan perilaku dan sifat manusia. Organisasi ini sering menyusun dan mengembangkan pengertian ini sebagai suatu pengalaman yang ditunjukkan pada banyak kasus. Tiga tahap pengembangan kelihatannya muncul, setiap tahap menunjukkan kesadaran yang berbeda terhadap penerimaan efek keselamatan perilaku manusia dan sikap – sikap keselamatan. Ciri – ciri setiap tahap diidentifikasi seperti di bawah ini sebagai dasar untuk diagnosa diri bagi setiap organisasi. Ciri – ciri ini dapat juga digunakan oleh suatu organisasi untuk memberikan arah pada pengembangan budaya keselamatan dengan mengidentifikasi posisi saat ini dan posisi yang diinginkan. Adalah mungkin bagi organisasi pada setiap saat untuk menggabungkan ciri – ciri pada setiap tahap – tahap tersebut. 3.1. TAHAP I – KESELAMATAN YANG BERDASARKAN HANYA PADA PERATURAN PERUNDANGAN Pada tahap ini suatu organisasi memandang keselamatan sebagai persyaratan eksternal dan bukan sebagai aspek untuk bertindak yang dapat membantu organisasi tersebut mencapai sukses. Persyaratan – persyaratan eksternal tersebut adalah : pemerintah pusat, pemerintah daerah atau badan pengawas. Ada sedikit kesadaran sifat dan sikap terhadap aspek unjuk kerja keselamatan, dan tidak ada keinginan mempertimbangkan hal tersebut. Keselamatan dipandang sebagai masalah teknis semata ; yaitu kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang tepat. Untuk suatu organisasi yang hanya bertumpu pada peraturan ciri – cirinya adalah sebagai berikut : ♦ Permasalahan tidak diatasi; organisasi bereaksi untuk setiap permasalahan yang terjadi. ♦ Komunikasi antar departemen dan fungsional sangat kurang. ♦ Departemen dan fungsional bersikap sebagai unit semiotonomi dan hanya sedikit terjadi kerjasama dan pengambilan keputusan bersama di antaranya. ♦ Keputusan yang dibuat oleh departemen dan fungsional hanya ditujukan untuk mentaati peraturan. ♦ Orang yang membuat kesalahan biasanya dipersalahkan atas kegagalan mereka dalam mematuhi peraturan. ♦ Konflik tidak terselesaikan, departemen dan fungsional saling bersaing. ♦ Peran manajemen dipandang sebagai pengesahan peraturan, menekan para pegawai dan hanya berorientasi pada hasil. ♦ Tidak ada pembelajaran dan dengar pendapat di dalam atau di luar organisasi, sebagai bentuk pertahanan jika ada kritik. ♦ Keselamatan dipandang sebagai persyaratan yang menggangu. ♦ Badan pengawas, user, pemasok dan kontraktor diperlakukan secara hati – hati atau diperlakukan sebagai musuh. 5 ♦ Keuntungan jangka pendek dilihat sebagai hal penting secara menyeluruh. ♦ Orang dipandang sebagai “komponen suatu sistem” _ mereka dianggap dan dihargai hanya berdasarkan pada apa yang mereka lakukan. ♦ Ada hubungan yang tidak baik antara manajemen dan para pegawai. ♦ Tidak ada atau hanya ada sedikit kesadaran terhadap kerja atau proses bisnis. ♦ Orang – orang diberi hadiah/ dihargai berdasarkan kesetiaan dan hasil kerjanya, tanpa memperdulikan jangka panjang. 3.2. TAHAP II – UNJUK KERJA KESELAMATAN YANG BAIK MENJADI TUJUAN ORGANISASI Pada tahap ini, suatu organisasi memiliki manajemen yang memandang unjuk kerja keselamatan sebagai hal yang penting walaupun tidak ada tekanan dari badan pengawas. Walaupun ada peningkatan kesadaran perilaku, namun aspek ini menjadi hilang dari metode manajemen keselamatan, yang terdiri dari solusi/ penyelesaian prosedural dan teknis, Unjuk kerja keselamatan senantiasa berkaitan kuat dengan aspek bisnis untuk mencapai sasaran atau tujuan. Suatu organisasi mulai melihat alasan – alasan mengapa unjuk kerja keselamatan mencapai titk tertinggi dan mau menerima saran – saran yang membangun dari organisasi lain. Ciri – ciri organisasi pada tahap II ini adalah sebagai berikut : ♦ Organisasi bertumpu pada kegiatan/ masalah sehari hari. Hanya ada sedikit yang berorientasi kepada strategi. ♦ Manajemen mendorong kerjasama team dan komunikasi antardepartemen dan antarfungsional. ♦ Manajer – manajer senior berfungsi sebagai satu tim dan memulai mengkoordinasikan keputusan – keputusan departemental dan fungsional. ♦ Keputusan – keputusan seringkali berdasarkan pada pertimbangan biaya dan fungsinya. ♦ Tanggapan/ respon manajemen terhadap kesalahan – kesalahan yang timbul adalah dengan memberikan pengendalian yang lebih seksama melalui prosedur – prosedur dan pelatihan – pelatihan ulang sama sekali/ hampir tidak ada yang dipersalahkan. ♦ Konflik dianggap sangat menganggu dan melemahkan kerjasama tim. ♦ Peran para manajemen dilihat selalu menerapkan teknik manajemen yang tepat, misalnya pengelolaan/ manajemen untuk pencapaian tujuan – tujuan. ♦ Organisasi tersebut bersifat agak terbuka terhadap pembelajaran dari perusahaan – perusahaan lain, terutama teknis dan penyelenggaraan yang baik. ♦ Keselamatan, biaya dan produktifitas dilihat/ dipandang sebagai kekurangan pada sisi lain. Keselamatn dianggap memerlukan biaya lebih tinggi dan mengurangi produksi. ♦ Hubungan organisasi tersebut dengan badan pengawas, pengguna jasa (customer), pemasok dan kontraktor masih berjarak ; karena adanya pendekatan yang hati – hati dimana kepercayaan harus ditimbulkan. ♦ Adalah penting untuk mencapai atau melampaui tujuan keuntungan jangka pendek. Orang – orang dihargai atas pencapaian tujuannya tanpa memperdulikan hasil jangka panjang atau akibatnya. ♦ Hubungan antara peagawai dan pimpinan (manajemen) kurang harmonis, dengan adanya sedikit rasa percaya dan hormat. ♦ Adanya peningkatan kesadaran masalah – masalah dampak budaya di tempat kerja. Tidak dapat dimengerti mengapa peningkatan pengawasan tidak menghasilkan/ 6 mendapatkan hasil yang diharapkan dalam unjuk kerja keselamatan. 3.3. TAHAP III – UNJUK KERJA KESELAMATAN DAPAT SENANTIASA DITINGKATKAN Suatu organisasi pada tahap III ini sudah menerapkan gagasan untuk terus menerus meningkatkan dan melaksanakan konsep – konsep untuk unjuk kerja keselamatan. Ada penekanan kuat terhadap komunikasi, pelatihan, gaya kepemimpinan dan meningkatkan efesiensi dan efektifitas setiap orang dalam organisasi dapat berperan serta. Beberapa perilaku dalam organisasi yang mendukung adanya peningkatan sangat terasa, tetapi juga ada perilaku yang menghalangi/ menghambat timbulnya kemajuan. Akibatnya organisasi mengerti dampak perilaku terhadap keselamatan. Tingkat kesadaran perilaku dan sikap tinggi dan tindakan – tindakan yang diambil selalu untuk meningkatkan perilaku tersebut. Kemajuan yang dicapai selangkah pada suatu waktu dan tak pernah berhenti. Organisasi seperti ini bersedia membantu organisasi – organisasi lainnya. Ciri – ciri organisasi pada tahap ini sebagai berikut : ♦ Organisasi mulai berorientasi strategis dengan berpusat pada jangka waktu lebih panjang, demikian pula dengan kesadaran pada saat ini. Ia mengatasi masalah – masalah dan selalu berkonsentrasi dengan sebab – sebabnya sebelum masalah itu terjadi. ♦ Orang – orang mengenali dan menyatakan perlunya kerjasama antar departemen dan fungsional. Mereka mendapat dukungan dari pimpinan/ manajemen, demikian pula mendapat perhatian dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk kerjasama tersebut. ♦ Orang menjadi sadar terhadap pekerjaannya dan proses bisnis dalam organisasi dan membantu manajer untuk mengelolanya. ♦ Keputusan dibuat dengan pengetahuan penuh terhadap dampak keselamatan terhadap kerja/ proses bisnis dan juga terhadap departemen dan fungsional. ♦ Tidak ada konflik antara keselamatan dan unjuk kerja produksi, sehingga keselamatan tidak terancamdalam pencapaian sasaran produksi. ♦ Hampir semua kesalahan dipandang sebagai keragaman proses kerja. Adalah lebih penting untuk mengerti bahwa apa yang terjadi daripada menyalahkan orang lain. Pengertian ini digunakan untuk mengubah proses kerja. ♦ Keberadaan konflik diketahui dan dicoba untuk dicari penyelesaian yang menguntungkan. Peran pimpinan dipandang sebagai pembimbing para pekerja untuk meningkatkan unjuk kerja bisnis. ♦ Pembelajaran dari orang lain baik dari dalam maupun luar organisasi sangat dihargai. Selalu diluangkan waktu untuk memanfaatkan pengetahuan dalam meningkatkan unjuk kerja bisnis/ usaha. ♦ Keselamatan dan produksi dipandang sebagai saling ketergantungan hubungan. ♦ Hubungan kerjasama dikembangkan antara organisasi dengan badan pengawas, pemasok, pengguna jasa dan kontraktor. ♦ Unjuk kerja jangka pendek di ukur dan dianalisa sehingga dapat dibuat perubahan yang memperbaiki unjuk kerja jangka panjang. ♦ Orang – orang dihormati dan dihargai sesuai dengan peran sertanya. ♦ Hubungan antara manajemen dan pegawai saling menghormati dan mendukung. ♦ Orang sadar akan dampak masalah budaya dan ini merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam mengambil keputusan penting. ♦ Organisasi menghargai tidak hanya kepada orang yang menghasilkan sesuatu tetapi 7 juga mereka yang mendukung kerja tersebut. Orang – orang juga dihargai untuk memperbaiki proses dan hasil. 3.4. KESIMPULAN DARI KETIGA TAHAP TERSEBUT Ciri – ciri tersebut di atas pada setiap tahap evolusi tersebut dapat dijadikan dasar untuk peninjauan dan penelitian untuk menetapkan sampai tahap mana organisasi tersebut berada. Ciri – ciri tersebut juga relevan dengan organisasi besar terutama yang berhubungan dengan instalasi nuklir utama. Hampir semua ciri – ciri tersebut juga relevan dengan organisasi/ kelompok yang lebih kecil yang terlibat dalam aktivitas nuklir skala lebih luas misalnya radiografi industri/ radiografi medis, atau pengoperasian reaktor penelitian. Gb-1. Model sederhana tentang organisasi pembelajaran Scope Tahap I Tahap II Tahap III Penyelesai secara teknis Penyelesaian dengan Penyelesaian karakter prosedur Budaya Pelatihan Ulang Organisasi skala besar mempunyai tantangan – tantangan khusus untuk menjamin komunikasi dan kerjasama yang baik antara berbagai fungsi dalam organisasi. Komunikasi cenderung bersifat langsung kelompok yang lebih kecil. Daya tanggap terhadap tekanan dari teman sejawat cenderung lebih cepat daripada kelompok kecil, tetapi sebagian ini merupakan pengaruh potensial dari budaya institusi profesional yang dapat dimiliki oleh setiap individu dalam kelompok tersebut. Pengaruh multi budaya dapat lebih terlihat atau menonjol pada kelompok yang lebih kecil. Pada organisasi besar ada kecenderungan budaya organisasi lebih mendominasi. Pencapaian pengembangan budaya keselamatan yang baik pada kelompok kecil mungkin memerlukan perhatian tentang bagaimana status budaya keselamatan pada setiap institusi profesional yang mempengaruhi pada setiap individu dalam suatu kelompok. Tanpa memperdulikan besar kecilnya organisasi, persyaratan untuk mengembangkan budaya keselamatan yang baik adalah tekad bulat yang nyata dari setiap orang atau orang – orang yang bertanggung jawab organisasi atau kelompok tersebut. 8 Seperti yang telah disebuntukan sebelumnya, proses pengembangan budaya keselamatan dapat dipacu dengan penerapan proses pembelajaran dalam suatu organisasi. Model sederhana berdasarkan siklus pembelajaran Kolb [8] seperti yang terlihat pada gambar satu. Seseorang atau organisasi belajar dengan melihat kepada pada apa yang mereka telah alami, membuat konsep dan gagasan – gagasan untuk perubahan sementara tetap terus menerus menerapkan praktek penyelenggaraan yang baik. Penerapan konsep dan gagasan tersebut ditujukan untuk memperbaiki unjuk kerja dan mengubah pengalaman masa depan. Pada waktunya pengalaman yang telah diubah ini dapat ditinjau kembali dan diambil pelajaran. Jika gagasan tambahan diterapkan maka siklus dapat terulang kembali. Ada sejumlah praktek penyelenggaraan yang bernilai potensial dalam pelaksanaan pengembangan budaya keselamatan progresif sebagian besar dari praktek tersebut telah diidentifikasi dalam INSAG-4. Beberapa praktek penyelenggaraan tambahan tidak secara khusus disebuntukan dalam INSAG- 4, terdapat dalam lampiran satu sebagian besar dari praktek penyelenggaraan tersebut telah diterima sebagai suatu nilai dalam pengembangan organisasi yang efektif. Sebagian dalam penyelenggaraan tersebut dinilai sangat sesuai untuk mengembangkan budaya keselamatan, diterapkan lebih terinci pada bab lima. Organisasi yang tertarik meningkatkan masalah budaya keselamatan di antara para pekerjanya terutama para manajer dapat menggunakan daftar pertanyaan pada lampiran 2 untuk didiskusikan. Dalam menanggapi pertanyaan pertanyaan tersebut para pegawai akan mengembangkan dan menyelidiki makna dan ciri – ciri budaya keselamatan. Skala waktu diperlukan untuk memantau tingkat kemajuan melalui berbagai tahap pengembangan yang tidak dapat diperkirakan. Hal ini sangat tergantung pada keadaan masing – masing organisasi, tekad bulat dan usaha yang dipersiapkan untuk mencapai perubahan hasil. Pengalaman historis menunjukan bahwa periode waktu yang diperlukan untuk perubahan dapat lebih lama. Akan tetapi harus diketahui bahwa sebagian besar konsep – konsep organisasi yang mempunyai pandangan baru terhadap pengaruh budaya pada keselamatan hanya akan dipahami pada tahun – tahun terakhir. Sekarang konsep – konsep dan prinsip – prinsip pendukungnya telah diketahui secara internasional dan karena pengalaman praktis akan disebarluaskan seperti halnya dalam laporan keselamatan ini, maka akan memungkinkan untuk peningkatan tahap demi tahap menjadi lebih cepat. Akan tetapi perlu waktu yang cukup untuk setiap tahap untuk memanfaatkan keuntungan dari perubahan praktis yang terjadi dan untuk mematangkan tahapan tersebut. Setiap orang harus bersiap siaga atas perubahan tersebut. Jika terlalu banyak inisiatif atau gagasan baru dalam waktu yang singkat maka organisasi menjadi tidak stabil. Yang penting bahwa setiap organisasi yang tertarik pada perbaikan budaya keselamatan harus memulainya dengan segera dan tidak boleh terhambat oleh kenyataan bahwa proses akan berlangsung perlahan – lahan. 3.5. PRAKTEK HUBUNGAN ANTAR MASING PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN – MASING TAHAP Praktek penyelenggaraan tertentu mungkin lebih baik diterapkan pada satu dari tiga tahap pengembangan budaya keselamatan teatpi harus diperhatikan bahwa kompleksitas proses perubahan budaya menghalangi setiap panduan umum. 9 Beberapa saran umum untuk praktek tersebut yang mungkin sesuai pada setiap tahapnya adalah sebagai berikut : Tahap I - Manajer senior bertekad pada organisasi untuk memperbaiki unjuk kerja keselamatannya dan setuju pada visi keselamatan. - Manajer senior meninjau atau menetapkan kebijakan keselamatan dan menyampaikan kepada tenaga kerja. - Manajer meninjau kembali pelatihan keselamatan dan memulai mengembangkan peran serta pekerja dengan mengundang mereka untuk keperluan pelatihan, mendata apa saja jenis – jenis pelatihan yang diperlukan. - Para manajer menetapkan unjuk kerja keselamatan dan menganalisa statistik untuk menetapkan tren. - Kemudian mereka menyampaikan info tersebut kepada para pegawai. - Manajer senior menggugah kesadaran para manajer junior terhadap publikasi yang relevan. - Pertemuan keselamatan antara pekerja dengan pimpinan diselenggarakan untuk mendiskusikan masalah keselamatan dengan sebaik – baiknya. - Manajer memperkenalkan tinjauan rutin dan audit keselamatan guna mengidentifikasi bagaimana yang memerlukan perbaikan. - Manajer senior bertindak sebagai penghubung dengan badan pengawas untuk melaporkan inisiatif yang telah diambil. - Manajer meminta saran – saran pada pekerja tentang bagaimana cara memperbaiki keselamatan, TAHAP II - Senior manajer memerintahkan pada manajer agar menyadari nilai – nilai, sikap – sikap dan perilaku para pekerja adalah faktor – faktor yang penting dalam mencapai unjuk kerja keselamatan yang baik dan membantu para pekerja untuk berperan serta dalam memperbaiki unjuk kerja keselamatan. - Manajer memanfaatkan indikator – indikator positif (seperti pada bab 5 : 10) tatkala memberitahukan kepada para pekerja tentang info mengenai arah gejala unjuk kerja keselamatan. - Para manajer menyadarkan para pekerja tentang organisasi lain yang telah sukses meningkatkan unjuk kerja keselamatan mereka guna menunjukkan bahwa itu dapat dicapai. - Kemudian para pekerja diminta untuk memberikan gagasan eksternal yang mana berguna untuk dilaksanakan. - Manajer meminta keterlibatan aktif para pekerja dalam memperbaiki keselamatan. - Manajer meninjau kembali unjuk kerja keselamatan para kontraktor. - Manajer senior menyadarkan para manajer akan pentingnya faktor manusia dan memperkenalkan cara analisa sebab utama (root cause analysis). - Manajer senior memperkenalkan tindakan – tindakan unjuk kerja keselamatan yang positif. - Manajer memperkenalkan pengkajian diri unjuk kerja keselamatan dan menjamin bahwa ada program tindakan pembetulan secara menyeluruh. - Senior manajer mendorong kesadaran para manajer bahwa kesadaran unjuk kerja keselamatan yang baik adalah baik untuk usaha. TAHAP III - Senior manajer tetap waspada terhadap kemungkinan pembelajaran dari organisasi 10 - - lain dan menetapkan sistem untuk melaksanakannya. Mereka mengetahui efek – efek dari proses terhadap hasil keselamatan. Manajer meninjau kembali sasaran dan tujuan keselamatan. Mereka tetap waspada terhadap kemungkinan perbaikan keselamatan. Manajer bekerjasama dengan para pemasok dan kontraktor untuk memperbaiki unjuk kerja keselamatan mereka. Manajer senior memperkenalkan indikator budaya kerja organisasi (yaitu standar kebersihan, pelaporan adanya kehilangan) yang dapat mempengaruhi unjuk kerja keselamatan. Manajer senior membuat perbandingan dengan organisasi luar yang dipilih sebagai percontohan. Manajer senior menyampaikan kepada masyarakat tentang pentingnya masalah keselamatan. Manajer mendorong para pekerja untuk membantu dalam perbaikan proses yang ada. Apapun tahap yang dicapai oleh suatu organisasi, satu persyaratan yang mendasar adalah sangat penting yaitu tekad bulat yang murni dan nyata dari pimpinan atas suatu organisasi untuk peningkatan keselamatan. Pimpinan atas harus mengetahui masalah – masalah budaya keselamatan sehingga mereka mampu untuk melaksanakan peran kepemimpinan dalam menciptakan dan menyampaikan visi keselamatan masa depan untuk organisasinya. Para manajer tidak hanya harus tahu bagaimana mencegah terjadinya penurunan semangat. 3.6. PENGARUH BUDAYA NASIONAL Dalam pengembangan peningkatan budaya keselamatan, maka perlu diperhatikan pula budaya nasional. Di beberapa negara, kemungkinan ada perbedaan yang menyolok diantara budaya – budaya daerah. Ciri – ciri budaya nasional dapat memperkuat atau melemahkan faktor – faktor yang berhubungan dengan budaya keselamatan yang baik. Contoh sederhana yang potensial untuk budaya nasional mempengaruhi budaya keselamatan secara positif atau negatif ditentukan oleh apakah budaya nasional tersebut dengan segera menerima perbedaan besar dalam hal status dan kekuasaan, dan memberikan akses terbatas kepada seseorang terhadap kekuasaan pada budaya seperti ini mungkin ada kepatuhan yang kaku terhadap peraturan dan perintah. Keadaan seperti ini dapat bersifat positif terhadap pengembangan budaya keselamatan. Sebaliknya, penerimaan mentah – mentah terhadap perintah dan mematuhinya, dapat mengakibatkan masalah keselamatan serius pada saat beberapa perubahan yang tidak diharapkan terjadi pada tahap merugikan selama operasi. Apa yang sangat diperlukan pada saat tersebut adalah penghentian kegiatan dan konsultasi dengan pimpinan (manajemen) tanpa merasa takut terhadap kritik, dan kemudian melaksanakan pengkajian ulang. Kegagalan dalam pelaksanaan tindakan ini berakibat buruk terhadap keselamatan. Kesadaran akan perbedaan budaya nasional yang bermakna adalah penting dalam mengelola proyek multinasional. Dalam kontrak – kontrak pengalihan internasional, penjual dapat mengimport kebudayaan nasional mereka kedalam perencanaan dan kerangka kerja prosedural. Kerangka kerja ini mungkin sama sekali tidak berseuaian dengan budaya setempat dan setiap ketidaksesuaian dapat berakibat buruk terhadap unjuk kerja di masa mendatang. 11 Ada sejumlah organisasi yang melaksanakan usaha pada skala global dan mempunyai pabrik – pabrik atau instalasi – instalasi dan fasilitas – fasilitas yang terletak di berbagai negara di seluruh dunia. Tatkala pelaksanaan usaha mengancam budaya nasional, maka organisasi – organisasi ini mengembangkan budaya organisasi yang cukup kuat yang pelaksanaan kerjanya, perilaku dan sikapnya selalu sama (seragam) dan tidak dipengaruhi oleh lokasi geografis. Komunitas nuklir internasional terdiri dari para spesialis teknik professional yang telah terpapar dengan budaya teknologi yang mempengaruhi sedikit sekali terhadap perbedaan budaya nasional individu mereka. Bagaimanapun juga pengembangan budaya keselamatan yang baik haruslah sensitive (peka) terhadap ciri – ciri budaya nasional. Tanpa pengaruh pengaruh budaya nasional, kepentingan komunitas nuklir internasional dalam memperkuat budaya keselamatan juga digerakkan oleh kesadaran industri nuklir bahwa setiap kecelakaan nuklir yang serius mempunyai akibat yang bermakna dan berlangsung lama terhadap keselamatan dan lingkungan local kecelakaan dan demikian pula daerah – daerah yang terletak jauh secara geografis. Sehingga mungkin pula berakibat buruk terhadap kegiatan – kegiatan nuklir di masa mendatang. Suatu prinsip dasar yang menandai budaya keselamatan yang baik adalah penghormatan atas kesehatan manusia, keselamatan dan kesejahteraan secara keseluruhan sesuai dengan nilai kerangka kerja semua budaya – budaya nasional. Budaya nasional jangan dipandang sebagai rintangan bagi budaya keselamatan. Menjadi peka terhadap ciri – cirinya menjadikan kita dapat memanfaatkan kekuatan – kekuatan budaya dan bekerja dangannya daripada melawan arus kekayaan budaya dunia dan keragamannya. 12