BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengendalian Internal II.1.1

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1
Pengendalian Internal
II.1.1 Pengertian Pengendalian Internal
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2007:39) Pengendalian internal adalah
sistem yang meliputi organisasi semua metode dan ketentuan yang terorganiasi yang
dianut dalam suatu perusahaan untuk melindungi harta miliknya, mencek kecermatan
dan keandalan data akuntansi serta meningkatkan efisiensi usaha.
Menurut Drs. Amin Widjaja Tunggal (2010:195) suatu proses yang dijalankan
oleh Dewan Komisaris, Manajemen, dan Personal entitas lain yang di desain untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini :
(a) Keandalan pelaporan keuangan (b) Efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c)
Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Sedangkan menurut Krismiaji (2010:218) pengertian pengendalian internal
(internal control) adalah rencana organisasi dan metode yang digunakan untuk menjaga
atau melindungi aktiva, dan menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya.
Dapat ditarik kesimpulan dari definisi bebrapa ahli bahwa pengendalian internal
adalah suatu proses dalam bentuk rencana organisasi dan metode yang digunakan untuk
menjaga atau melindungi aktiva, dan menghasilkan informasi yang akurat dan dapat
1
dipercaya, yang dijalankan oleh Dewan komisaris, Manajemen, dan Personel lain
entitas.
II.1.2 Tujuan Pengendalian Internal
Menurut Boynton, Johnson, dan Kell (2002), disebutkan bahwa tujuan
pengendalian internal adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang
pencapaian tiga kategori berikut ini :
1.
Keandalan pelaporan keuangan.
2.
Efektivitas dan efisiensi operasi.
3.
Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Dari ketiga tujuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Keandalan pelaporan keuangan
Artinya pengendalian internal yang memberikan keyakinan yang memadai bahwa
laporan keuangan disajikan secara wajar dengan sesuai akuntansi yang berlaku
umum.
2.
Efektivitas dan efisiensi operasi
Pengendalian internal dimaksudkan untuk mendorong sumber daya secara efektif
dan efisien untuk pencapaian tujuan perusahaan. Hal ini berkaitan dengan
pengalokasian sumber-sumber milik perusahaan, sehingga dapat dicegah kegiatan
yang tidak perlu dan pemborosan dari semua aspek organisasi.
2
3.
Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Pengendalian internal adalah alat untuk memberikan jaminan bahwa prosedur dan
peraturan yang telah ditetapkan dalam pencapaian tujuan di ikuti oleh seluruh
karyawan perusahaan.
II.1.3 Komponen-komponen Pengendalian Internal
Menurut Drs. Amin Widjaja Tunggal (2010:196) ada lima komponen
pengendalian yaitu sebagai berikut :
1.
Lingkungan Pengendalian Internal (Control Environment)
Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian
internal atau merupakan pondasi dari komponen lainnya. meliputi beberapa faktor
diantaranya :
a.
Integritas dan Etika
Integritas dan nilai etis adalah bentuk produk dari standar etika dan perilaku
entitas, serta sebagaimna standar itu dikomunikasikan dan diberlakukan dalam
praktik. Integritas dan nilai etika ini mencakup tindakan manajemen untuk
menghilangkan atau mengurangi dorongan dan godaan yang mungkin membuat
karyawan melakukan tindakan tidak jujur, ilegal, atau tidak etis.
b.
Komitmen untuk meningkatkan kompetensi
3
Komitmen
terhadap
kompetensi.
Kompetensi
adalah
pengetahuan
dan
keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas mengidentifikasikan
pekerjaan seseorang. Komitmen pada kompetensi mencakup pertimbangan
manajemen tentang tingkat kompetensi bagi pekerjaan tertentu, dan bagaimana
tingkatan tersebut diterjemahkan menjadi keterampilan dan pengetahuan yang
diperlukan.
c.
Dewan Komisaris dan Komite audit
Dewan komisaris sangatlah berperan penting dalam suatu tata kelola korporasi
yang efektif karena memikul tanggung jawab akhir untuk memastikan bahwa
manajemen telah mengimplementasikan pengendalian internal dan proses
pelaporan keuangan yang layak. Dewan komisaris yang efektif independen
dengan manajemen, dan para anggotanya terus meneliti dan terlibat dalam
aktivitas manajemen. Meskipun mendelegasikan tanggung jawabnya atas
pengendalian internal kepada manajemen, dewan harus secara teratur menilai
pengendalian tersebut. Selain itu, dewan yang aktif dan objektif sering kali juga
dapat
mengurangi
kemungkinan
bahwa
manajemen
mengesampingkan
penngendalian yang ada. Untuk membantunya melakukan pengawasan, untuk itu
Dewan membentuk komite audit yang diserahi tanggung jawabnya untuk
mengawasi pelaporan keuangan. Komite audit juga bertanggung jawab untuk
melakukan komunikasi yang berkelanjutan dengan auditor eksternal maupun
internal, termasuk menyetujui jasa audit dan non-audit yang dilakukan oleh para
auditor perusahaan publik. Yang memungkinkan para auditor dan Direktur
4
membahas berbagai masalah yang mungkin berhubungan dengan hal-hal seperti
integritas atau tindakan manajemen.
d.
Filosofi manajemen dan jenis operasi
Manajemen, melalui aktivitasnya, memberikan isyarat yang jelas kepada para
karyawan tentang pentingnya pengendalian internal. Sebagai contoh apakah
manajemen mengambil risiko yang cukup besar, atau justru menghindari risiko
itu? Apakah target penjualan dan laba tidak realistis, dan apakah karyawan
didorong untuk melakukan tindakan yang agresif guna mencapai target tersebut?
Dapatkah manajemen digambarkan sebagai “gemuk dan birokratis,” “ramping dan
picik”, yang didominasi oleh satu atau segelintir individu ataukah “pas”?
memahami aspek ini serta aspek-aspek serupa dalam filosofi manajemen dan jenis
operasi akan membuat auditor dapat merasakan sikap manajemen tentang
pengendalian internal.
e.
Struktur Organiasi
Struktur organisasional entitas menentukan garis-garis tanggung jawab dan
kewenangan yang ada. Dengan memahami struktur organiasi klien, auditor dapat
mempelajari pengolahan dan unsur-unsur fungsional bisnis serta melihat
bagaimana pengendalian itu diimplementasikan.
f.
Kebijakan dan praktik sumber daya manusia
Kebijakan dan praktik sumber daya manusia. Aspek paling penting dari
pengendalian internal adalah personil. Jika para karyawan kompeten dan bias
5
dipercaya, pengendalian lainnya dapat diabaikan, dan laporan keuangan yang
andal masih akan dihasilkan. Orang-orang yang tidak kompeten atau tidak jujur
bisa merusak sistem, meskipun ada banyak pengendalian yang diterapkan. Orangorang yang jujur dan efisien mampu mencapai kinerja yang tinggi meskipun
hanya ada satu segelintir pengendalian yang lain untuk mendukung mereka. Akan
tetapi, orang-orang kompeten dan terpercaya sekalipun bias saja memiliki
kekurangan. Sebagai contoh mereka dapat menjadi bosan atau tidak puas, yang
mana masalah pribadi dapat mengganggu kinerja mereka, atau sasarannya
mungkin berubah. Karena pentingnya personil yang kompeten dan terpercaya
dalam mengadakan pengendalian yang efektif, metode untuk mengangkat,
mengevaluasi, melatih, mempromosikan, dan member kompensasi kepada
personil itu merupakan bagian yang penting dari pengendalian internal.
2.
Penilaian Risiko (Risk Assessment)
Terdiri dari identifikasi risiko. Identifikasi risiko meliputi pengujian terhadap
faktor-faktor eksternal seperti perkembangan teknologi, persaingan, dan perubahan
ekonomi. Faktor internal diantaranya kompetensi karyawan, sifat dari aktivitas bisnis,
dan karakterister pengolahan sistem informasi. Sedangkan Analisis Risiko meliputi
menilai kemungkinan terjadinya risiko, dan bagaimana mengelola risiko.
Adapun unsur-unsur penilaian risiko yaitu :
a. Perubahan dalam lingkungan operasi
Perubahan dilingkungan eksternal organisasi antara lain perubahan situasi politik,
ekonomi, sosial, serta lingkungan dalam persaingan yang sangat ketat. Perubahan
6
situasi internal organisasi meliputi visi, misi, strategi, struktur organisasi, dan
teknologi. Oleh karena itu, perlu adanya penilaian risiko atas hal ini agar organisasi
harus mengetahui bagian-bagian organisasi yang harus di ubah agar tetap dapat
bertahan dalam lingkungan yang terus berubah.
b. Personel baru
Adanya personel baru dalam perusahaan dapat merubah kinerja perusahaan,
perubahan positif adapun perubahan negatif. Perubahan positif tercapai apabila
personel baru tersebut bekerja dengan baik dan sesuai dengan acuan yang ada, dan
sebaliknya perubahan negatif terjadi apabila personel baru tersebut tidak dapat
bekerja sesuai standar yang telah di tetapkan.
c. Sistem informasi yang baru atau yang di perbaiki
Dalam perusahaan dibutuhkan sistem informasi untuk membantu kinerja manajemen
dalam proses bisnis yang diterapkan maupun dalam proses pembukuan. Apabila
terjadi pembaharuan sistem ataupun ada sistem yang rusak, maka perusahaan perlu
melakukan persiapan yang memadai agar tidak menganggu kegiatan perusahaan.
d. Rekstrukturisasi korporasi
Perubahan yang terjadi dalam restrukturisasi korporasi dapat berpengaruh pada
kinerja manajemen karena kebijakan yang akan diterapkan dalam strukturisasi baru
dengan strukturisasi yang lama. Oleh karena itu perlu diperhatikan untuk penilaian
risiko selanjutnya.
3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
7
Terdiri dari kebijakan dan prosedur yang menjamin karyawan melaksanakan arahan
manajemen. Aktivitas pengendalian meliputi review terhadap sistem pengendalian,
pemisahan tugas, dan pengendalian terhadap sistem informasi. Pengendalian terhadap
informasi meliputi dua cara yaitu General controls, mencakup kontrol terhadap akses,
perangkat lunak dan system development dan Application Controls, mencakup
pencegahan dan deteksi transaksi yang tidak terotorisasi. Berfungsi untuk menjamin
completeness, accuracy, authorization and validity dari proses transaksi.
4. Informasi dan Komunikasi (Information and communication)
Sistem informasi yang relavan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang mencakup
sistem akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat,
mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi)
dan untuk memelihara akuntanbilitas bagi asset, utang, dan ekuitas yang bersangkutan.
Kualitas informasi yang dihasilkan dari sistem tersebut berdampak terhadap kemampuan
manajemen untuk membuat keputusan semestinya dalam mengendalikann aktivitas
entitas dan menyiapkan laporan keuangan yang andal. Komunikasi yang mencakup
penyediaan suatu pemahaman tentang peran dari tanggung jawab individual berkaitan
dengan pengendalian internal terhadap pelaporan keuangan.
Auditor harus memperoleh pengetahuan memadai tentang sistem informasi yang
relevan dengan pelaporan keuangan untuk memahami bagaimana golongan transaksi
dalam operasi entitas yang signifikan bagi laporan keuangan, bagaimana transaksi
tersebut dimulai, pengolahan akuntansi yang dicakup sejak saat transaksi dimulai sampai
dengan dimasukan ke dalam laporan keuangan, termasuk alat elektronik (seperti
8
komputer dan electronic data interchange) yang digunakan untuk mengirim,
memproses, memelihara, dan mengakses informasi.
5. Pemantauan (Monitoring)
Suatu tanggung jawab manajemen yang penting adalah membangun dan memelihara
pengendalian
internal.
Manajemen
memantau
pengendalian
internal
untuk
mempertimbangkan apakah pengendalian tersebut dimodifikasi sebagaimana mestinya
jika perubahan kondisi menghendakinya.
Pemantauan adalah proses penentuan kualitas kinerja pengendalian internal
sepanjang waktu. Pemantauan ini mencakup penentuan desain dan operasi pengendalian
tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi. Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan
yang berlangsung secara terus menerus, evaluasi secara terpisah, atau dengan berbagai
kombinasi dari keduanya. Di berbagai entitas, auditor dan personel yang melakuakan
pekerjaan serupa demikian memberikan kontribusi dalam memantau aktivitas entitas.
Aktivitas pemantau dapat mencakup penggunaan informasi dari komunikasi dengan
pihak luar seperti keluhan pelanggan dan komentar dari badan yang dapat memberikan
petunjuk tentang masalah atau bidang yang memerlukan perbaikan.
Auditor harus memperoleh pengetahuan yang memadai mengenai aktivitas utama
entitas yang digunakan untuk memantau pengendalian internal terhadap pelaporan
keuangan, termasuk bagaimana aktivitas tersebut digunakan untuk melaksanakan
tindakan koreksi.
9
II.1.4 Ciri-ciri Pengendalian Internal Yang Efektif
Menurut Akmal (2007:25) dalam bukunya Pemeriksaan intern, ciri-ciri
pengendalian internal yang efektif yaitu :
1.
Tujuannya jelas
Jika suatu pengendalian tidak dapat dimengerti, maka prosedur pengendalian
tersebut tidak akan digunakan dan jika tidak mempunyai tujuan yang jelas, maka
pengendalian tersebut tidak memiliki nilai.
2.
Dibangun untuk tanggung jawab bersama
Suatu pengendalian internal harus dapat dimanfaatkan oleh seluruh pengguna atau
oleh seluruh pihak yang berkaitan.
3.
Biaya yang dikeluarkan dapat mencapai tujuan
Biaya yang dikeluarkan harus mencapai tujuan yang ditetapkan, namun biaya
tersebut tidak boleh melebihi dari manfaat yang dihasilkannya.
4.
Didokumentasikan
Proses dokumentasi yang baik adalah proses dokumentasi yang sederhana dan
dapat dengan mudah dimengerti, serta jelas hubungannya dengan risiko
pengendalian dan memberikan keyakinan kepada manajemen bahwa pengendalian
internal ini berada pada tempatnya.
5.
Dapat diuji dan di review
10
Proses pengendalian dan manajemen dan dokumentasinya dapat diuji dan
di
review agar dapat disempurnakan atau dapat diperbaharui jika proses pengendalian
internal yang dilakukan sudah tidak sesuai dengan kondisi pada saat pengendalian
dilakukan.
II.1.5 Keterbatasan Pengendalian Internal
Menurut Messier/Glover/Prewitt (2006:215) dalam bukunya Auditing &
Assurance Service a Systematic Approach yaitu bahwa sistem pengendalian internal itu
harus di rancang dan di operasikan untuk memberikan keyaninan yang memadai bahwa
tujuan entitas telah dicapai. Konsep keyakinan memadai mengakui bahwa biaya sistem
pengendalian internal entitas harus tidak melebihi manfaat yang diharapkan untuk
dihasilkan. Kebutuhan untuk menyeimbangkan biaya pengendallian dengan manfaat
terkait memerlukan estimasi dan pertimbangan yang mendalam dari sisi manajemen.
Efektifitas sistem pengendalian internal berhadapan dengan keterbatasan-keterbatasan
alamiah, termasuk diabaikannya pengendalian internal oleh manajemen, kesalahan
personel, dan kolusi.
1.
Manajemen Mengabaikan Pengendalian Internal
Pengendalian entitas dapat diabaikan oleh manajemen. Sebagai vcontoh, manajer
senior dapat meminta karyawan bawahannya untuk mencatat jurnal dalam cacatan
akuntansi yang tidak konsisten dengan substansi transaksi dan melanggar
pengendalian entitas, karena takut akan kehilangan pekerjaannya. Dalam contoh
lainnya, manajemen mungkin mengadakan perjanjian dengan pelanggan yang
11
mengubah syarat dan kondisi kontrak penjualan standar entitas dalam cara yang
akan menghalangi pengakuan pendapatan. Auditor terutama berkepentingan
ketika manajemen senior terlibat aktivitas seperi itu yang akan menimbulkan
pertanyaan serius mengenai integritas manajemen. Akan tetapi, pelanggan
prosedur pengendalian oleh manajemen senior lebih sulit untuk dideteksi dengan
prosedur audit normal.
2.
Kesalahan atau Kelalaian Manusia
Sistem
pengendalian
internal
hanya
seefektif
personel
yang
mengimplementasikan dan melakukan pengendalian. Cacat di pengendalian
internal dapat terjadi karena kesalahan manusia seperti kesalahan atau kelalaian
sederhana. Misalnya, kesalahan dapat terjadi dalam merancang, menjaga, atau
mengawasi pengendalian otomatis.
3.
Kolusi
Efektivitas pemisahan tugas terletak pada individu yang hanya melakukan
pekerjaan yang ditugaskan padanya atau kinerja seseorang diperiksa oleh orang
lain. Selalu ada risiko bahwa kolusi antar individu yang menerima pembayaran
kas dari pelanggan dapat bekerja sama dengan orang yang mencatat penerimaan
tersebut dalam catatan pelanggan untuk mencuri uang dari entitas.
II.2
Piutang (Receivable)
II.2.1 Pengertian Piutang
12
Menurut Hery dalam bukunya, Pengantar Akuntansi 1 (2012:212) yaitu istilah
piutang mengacu pada sejumlah tagihan yang akan diterima oleh perusahaan (umumnya
dalam bentuk kas) dari pihak lain, baik sebagai akibat penyerahan barang dan jasa secara
kredit (untuk piutang karyawan, piutang debitur yang biasanya langsung dalam bentuk
piutang wesel, dan piutang bunga), maupun sebagai akibat kelebihan pembayaran kas
kepada pihak lain (untuk piutang pajak).
Sedangkan dalam buku Financial Accounting, Kieso et al (2011) menyatakan
bahwa :
“ Account receivables are amount owed by customer on account as result the
sales goods and service, Account Receivables are the most significant type of claim heid
by a company”.
Sebagian besar piutang timbul dari penyerahan barang dan jasa secara kredit
kepada pelanggan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada umumnya pelanggan akan
menjadi lebih tertarik untuk membeli sebuah produk yang ditawarkan secara kredit oleh
perusahaan (penjual), dan hal ini rupanya juga menjadi salah satu trik bagi perusahaan
untuk meningkatkan besarnya omset penjualan yang akan tampak dalam laporan laba
ruginya. Piutang yang timbul dari penjualan atau penyerahan barang dan jasa secara
kredit ini diklarifikasikan sebagai piutang usaha, yang kemudian tidak tertutup
kemungkinan akan berganti menjadi piutang wesel.
Dalam perusahaan dagang tentunya, jumlah piutang uasaha biasanya memiliki
porsi atau bagian yang cukup signifikan atas keseluruhan jumlah aktiva lancar. Sebagai
contoh, dalam pelaporan neraca pada periode tertentu, perusahaan cola-cola memiliki
13
porsi jumlah piutang usaha sebesar 28,5% atas total aktiva lancarnya, demikian juga
dengan PepsiCo yang memiliki jumlah porsi piutang usaha sebesar 39,5% atas total
aktiva lancar yang dimilikinya. Dalam praktek piutang pada umumnya diklarifikasikan
menjadi :
1. Piutang Usaha (Account Receivable)
Yaitu jumlah yang akan ditagih dari pelanggan sebagai akibat penjualan barang atau
jasa secara kredit. Piutang usaha memiliki saldo normal disebelah debet sesuai
dengan saldo normal untuk aktiva. Piutang usaha biasanya diperkirakan akan dapat
ditagih dalam jangka waktu yang relatif pendek, biasanya dalam jangka waktu tiga
puluh hingga enam puluh hari. Setelah ditagih, scara pembukuan, piutang usaha akan
berkurang disebelah kredit. Piutang usaha diklarifikasikan dalam neraca sebagai
aktiva lancar (current asset).
2. Piutang Wesel (Notes Receivable)
Yaitu tagihan perusahaan kepada pembuat wesel. Pembuat wesel disini adalah pihak
yang telah berhutang kepada pelanggan, baik melalui pembelian barang atau jasa
secara kredit maupun melalui pinjaman sejumlah uang. Pihak yang berhutang
berjanji kepada perusahaan (selaku pihak yang dihutangkan) untuk membayar
sejumlah uang tertentu berikut bunganya dalam kurun waktu yang telah disepakati.
Janji pembayaran tersebut ditulis secara formal dalam sebuah wesel atau promes
(promissory note). Piutang wesel mengharuskan debitur untuk membayar bunga.
Bagi pihak yang berjanji untuk membayar (dalam hal ini adalah pembuat wesel),
instrument kreditnya dinamakan wesel bayar, yang tidak lain akan dicatat sebagai
14
utang wesel. Sedangkan bagi pihak yang dijanjikan untuk menerima pembayaran,
instrumennya dinamakan wesel tagih, yang akan dicatat dalam pembukuan sebagai
piutang wesel. Piutang wesel sama seperti piutang usaha yang memiliki saldo normal
di sebelah debet sesuai dengan saldo normal untuk aktiva. Setelah ditagih (diterima
pembayaran), piutang wesel juga akan berkurang di sebelah kredit.
3. Piutang Lain-Lain (Other Receivables)
Piutang lain-lain umumnya diklarifikasikan dan dilaporkan secara terpisah dalam
neraca. Contohnya adalah piutang bunga, piutang deviden (tagihan kepada investee
sebagai hasil atas investasi), piutang pajak (tagihan perusahaan kepada pemerintah
berupa restitusi atau pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak), dan tagihan
kepada karyawan.
Jika piutang dapat ditagih dalam jangka waktu satu tahun atau sepanjang siklus
normal operasional perusahaan, yang mana yang lebih lama, maka piutang lain-lain
ini akan diklarifikasikan sebagai aktiva lancar. Diluar itu, tagihan akan dilaporkan
dalam neraca sebagai aktiva tidak lancar. Siklus normal operasional perusahaan
(normal operating cycle) adalah lamanya waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan
mulai dari pembelian barang dagangan dari pemasok, menjualnya kepada pelanggan
secara kredit sampai pada diterimanya penagihan piutang usaha atau piutang dagang.
Piutang lain-lain memiliki saldo normal di sebelah debet dan akan berkurang di
sebelah kredit.
Piutang dapat diklarifikasikan sebagai piutang dagang dan non dagang atau piutang
lancar dan tidak lancar. Piutang dagang (trade receivables) dihasilkan dari kegiatan
15
normal bisnis yang dibuktikan dengan sebuah janji tertulis secara formal oleh
pelanggan untuk membayar, diklarifikasikan sebagai piutang wesel (notes
receivable). Dalam kebanyakan kasus, akan tetapi, piutang dagang merupakan
piutang kepada pelanggan yang tanpa adanya jaminan dari pelanggan untuk
membayar atau “open accounts”, yang sering dikenal sebagai piutang usaha
(accounts receivable). Sedangkan piutang non dagang (trade receivables) meliputi
seluruh jenis piutang lainnya, seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu piutang
bunga, piutang deviden, piutang pajak, tagihan kepada perusahaan asosiasi, dan
tagihan kepada karyawan.
Sebagai kesimpulan, bahwa piutang usaha adalah piutang dagang dan oleh
karenanya bersifat lancar, dan piutang wesel bisa merupakan piutang dagang dan
oleh karenanya bersifat lancar, tetapi juga merupakan piutang non dagang baik
lancar atau tidak lancar.
II.3
Anjak Piutang
II.3.1 Pengertian Anjak Piutang
Menurut Budi Rachmat dalam bukunya, Anjak Piutang Solusi Cash Low Problem
(2003:42) terdapat beberapa pengertian mengenai anjak piutang, yaitu : John Downes
dan Jordan Elliot Goodman dalam Dictonary of Finance and Investment Terms :
16
“ Type Financial service where by a firms sells or transfer little to its account recevaible
to a factoring company, which then acts as principal not as agent. The sellers in the
event accounts prove un collectible”.
Sedangkan pengertian anjak piutang berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Keuangan No.448/KMK.017/2000 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian
atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar
negeri.
Selanjutnya pengertian anjak piutang tersebut diatas dipertegas dengan ketentuan
Surat Keputusan Menteri Keuangan No.172/KMK.06/2002 yang menyatakan bahwa
kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk Pembelian dan atau pengalihan, Serta
pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau
luar negeri.
Definisi perusahaan anjak piutang menurut Keputusan Menteri Keuangan No.
1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 adalah Badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan
piutang jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar
negeri.
II.3.2 Pihak-pihak Yang Terlibat Dalam Transaksi Anjak Piutang
Menurut Dr. Munir Fuady (2006:57) Adapun pihak-pihak yang terlibat langsung
dalam suatu transaksi anjak piutang adapun pihak-pihak yang terkait yaitu :
17
1.
Factor adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka
pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam maupun luar negeri.
2.
Client adalah perusahaan yang menjual atau mengalihkan piutang atau tagihannya
yang timbul dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.
3.
Customer adalah perusahaan ataupun pihak ketiga yang membeli barang atau jasa
dari client yang pembayarannya secara kredit.
II.3.3 Jenis-Jenis Usaha Anjak Piutang
Usaha anjak piutang dapat dibagi menjadi beberapa jenis namun pada hakekatnya
usaha ini dapat dibedakan berdasarkan dua sudut pandang yaitu:
1.
Dilihat dari sudut pandang pemberitahuan kepada pelanggan (debitur piutang)
tentang pengalihan piutang usaha, anjak piutang dapat dibedakan menjadi:
a.
Notification Factoring
Yaitu usaha anjak piutang tentang pengalihan piutang yang diberitahukan
kepada pelanggan (debitur/pelanggan).
b.
Non notification Factoring
Yaitu usaha anjak piutang tentang pengalihan piutang tidak diberitahukan
kepada pelanggan. Dalam hal ini pelanggan tidak mengetahi bahwa tagihan
atas fakturnya telah dialihkan ke perusahaan anjak piutang.
18
Dilihat dari segi hukum syarat yang mengikat bagi debitur adalah bahwa
debitur harus menerima pemberitahuan dan menyetujui adanya pengalihan
piutang tersebut. Tanpa adanya pemberitahuan atau persetujuan tersebut
maka tidak menimbulkan kewajiban bagi debitur untuk melakukan
pembayaran kepada pihak yang menerima pengalihan tersebut, tidak berarti
bahwa perjanjian tersebut batal, melainkan hanya tidak menimbulkan
kewajiban bagi pelanggan untuk melakukan pembayaran kepada perusahaan
anjak piutang.
2.
Dilihat dari segi penanggungan risiko, usaha ini dapat dibedakan menjadi:
a.
Recourse Factoring
Yaitu usaha anjak piutang dimana perusahaan anjak piutang tidak
menanggung risiko atas tidak tertagihnya piutang yang dialihkan. Apabila
piutang yang dialihkan tidak dapat tertagih maka klien yang harus
menanggung piutang tersebut. Yang harus diperhatikan dalam recourse
factoring di sini adalah langkah-langkah yang harus diatur apabila nantinya
tagihan dikembalikan lagi oleh perusahaan anjak piutang kepada klien karena
piutang tersebut tidak dapat ditagih kepada pelanggan sehingga harus
dikembalikan.
b.
Non Recourse Factoring
Yaitu usaha anjak piutang tentang perusahaan anjak piutang yang
menanggung sepenuhnya risiko akibat tidak tertagihnya piutang yang
dialihkan. Dalam hal jual beli piutang atas dasar non recourse factoring ini,
19
apabila nantinya piutang tidak dapat tertagih maka perusahaan anjak piutang
atas namanya sendiri akan mengajukan gugatan/tuntutan kepada pelanggan
yang bersangkutan untuk menangih hutang yang telah menjadi hak nya
menurut perjanjian.
Anjak piutang dimana factor menanggung sepenuhnya risiko pembayaran
oleh customer baik karena gagal bayar, pailit atau bangkrut, kecuali dalam
hal pengurangan oleh karena rusak/cacatnya dalam dasar penagihan yang
dikarenakan barang dan jasa dikembalikan, maka factor tidak menanggung
itu.
II.3.4 Jasa yang ditawarkan Perusahaan Anjak Piutang
Menurut Sunaryo dalam bukunya Hukum Lembaga pembiayaan (2009:72) pada
umumnya jasa yang ditawarkan oleh perusahaan anjak piutang meliputi jasa pembiayaan
(financing) dan jasa non pembiayaan (non financing) contoh, pengawasan kredit dan
penagihannya (memberikan monitoring terhadap penjualan yang dilakukan klien
termasuk pula menetapkan prosedurnya). Anjak piutang dapat dibedakan menjadi:
1.
Maturity Factoring
Dalam maturity factoring, pembiayaan pada dasarnya tidak diperlukan oleh klien
tetapi oleh pengurusan penujalan dan penagihan piutang serta proteksi atas
tagihan. Fasilitas anjak piutang maturity memberikan kredit perdagangan kepada
customer dengan pembayaran segera. Misalnya, 20% 10 hari, net 30, artinya
20
apabila debitor membayar dalam jangka waktu 10 hari pertama, ia memperoleh
potongan sebesar 2%. Apabila tidak, pembayaran penuh harus dilakukan dalam
waktu 30 hari. Dalam perjanjian anjak piutang ini perusahaan factoring akan
membayar kliennya tidak lebih dari 10 hari setelah faktur jatuh tempo. Oleh karna
itu tidak ada beban bunga yang diperhitungkan. Pembayaran atas piutang yang
dialihkan dapat dilakukan berdasarkan periode tertentu yang didasarkan atas
perkiraan rata-rata jatuh tempo faktur atau penyerahan copy faktur.
2.
Financial Factoring
Yaitu, perusahaan anjak piutang yang hanya menyediakan fasilitas pembiayaan
saja tanpa ikut menanggung risiko atas piutang tak tertagih. Penyediaan pembiayaan
dana tunai pada saat penyerahan faktur kepada perusahaan factoring sampaia sejumlah
80% dari nilai seluruh faktur sesuai dengan besarnya plafon pembiayaan (limit kredit).
Klien tetap bertanggung jawab terhadap pembukuan piutang dan penagihnya, termasuk
menanggung risiko tidak tertagihnya piutang tersebut.
3.
Bulk Factoring
Jasa factoring ini juga disebut dengan agency factoring yaitu transaksi yang
mengaitkan perusahaan factoring sebagai agen dari klien. Bentuk fasilitas factoring ini
pada dasarnya hamper sama dengan full service factoring, namun penagihan piutang
tetap dilakukan oleh klien dan proteksi risiko kredit tidak dijamin perusahaan factoring.
4.
Full Service Factoring
21
Yaitu, perjanjian anjak piutang yang meliputi semua jenis jasa anjak piutang baik
dalam bentuk jasa pembiayaan maupun jasa non-pembiayaan, contohnya urusan
administrasi penjualan (sale ledger administration), tagihan dan penagihan piutang
termasuk menanggung risiko terhadap piutang yang macet.
II.3.5 Risiko Dalam Bisnis Anjak Piutang
Menurut Dahlan Siamat, dalam bukunya Manajemen Lembaga Keuangan
(2005:26). Adapun risiko-risiko yang dimaksud adalah:
1.
Risiko Client
Ada beberapa tahap penilaian yang dilakukan oleh factor untuk mengantisipasi
risiko client yaitu :
a.
Kemampuan Keuangan
Penilaian atas kondisi kemampuan keuangan client dan prospeknya dilakukan
dengan menilai berbagai aspek antara lain :
1. Keandalan Keuangan. Keadaan keuangan client dapat dilihat dari laporan
keuangannya, terutama laporan yang sudah diaudit untuk periode terakhir.
Cakupan dan kualitas pembukuan masing-masing client biasanya bermacammacam. Oleh karena itu, untuk mengambil keputusan, factor perlu meminta
penjelasan dari client mengenai data-data keuangan yang meragukan.
22
2. Kredit Client. Penilaian terhadap para kreditur pihak client perlu pula
dilakukan untuk mengetahui apakah mereka dibayar sesuai dengan jangka
waktu yang mereka sepakati.
b.
Kualitas Piutang
Apabila factor bermaksud menawarkan fasilitas pembayaran dimuka (advanced
payment) kepada calon client, maka piutang akan merupakan jaminan bagi factor. Oleh
karena itu, pihak factor harus benar-benar memiliki keyakinan mengenai kualitas
piutang yang akan dibeli tersebut. Sebab apabila client tiba-tiba tidak meneruskan
usahanya, ada kemungkinan factor dapat mengklaim dan memperoleh jumlah yang telah
dibayar dimuka atas piutang yang telah dibiayai. Penilaian terhadap kualitas suatu
piutang terutama dapat dilakukan dengan menggunakan informasi mengenai riwayat
perusahaan selain sumber informasi tambahan mengenai perkiraan jalannya operasi
perusahaan di masa depan. Informasi tersebut meliputi, jumlah credit notes, pelunasan
piutang oleh customer.
2.
Risiko Customer
Penilaian risiko debitur atau customer risk oleh factor cukup penting baik untuk
kontrak dengan fasilitas recourse factoring maupun non-recourse factoring dengan
memberikan pembayaran dimuka karena pada akhirnya pihak customer lah yang akan
membayar kembali pendanaan yang lebih dahulu diberikan oleh factor.fasilitas nonrecourse memiliki suatu pertimbangan tersendiri, antara lain dalam hal menentukan
berapa besar biaya yang harus dikenakan sebagai imbalan dari risiko kredit yang
mungkin diterima factor. untuk memperkecil risiko client dan risiko customer dalam
kegiatan sehari-harinya, biasanya factor melakukan hal seperti, memilih customer yang
23
dimiliki client untuk mendapatkan customer dengan reputasi dan bonafiditasnya terbaik,
dan membatasi pemberian fasilitas anjak piutang baik itu di tingkat client maupun
ditingkat customer.
3.
Risiko Perekonomian
Apabila perekonomian berada pada kondisi yang kurang menguntungkan maka
kegiatan di segala bidang usaha akan terganggu yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi usaha factor untuk menyalurkan pembiayaan maupun mendapatkan
kredit.
4.
Risiko Pembiayaan
Ketidakmampuan customer atau client untuk membayar kembali fasilitas
pembiayaan yang telah diberikan, dan apabila jumlahnya cukup material dapat
mempengaruhi kinerja factor.
5.
Risiko Persaingan
Semakin banyak pembiayaan yang memperluas jaringan pemasaran dapat
menimbulkan persaingan antar factor yang lebih ketat untuk memperebutkan pangsa
pasar.
24
Download