BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang terdahulu yang membahas tentang pengaruh penggunaan CDI racing terhadap kinerja pada mesin sepeda motor. Untuk mendukung kelancaran penelitian ini maka dibutuhkan beberapa referensi penelitan terdahulu. Ariawan, dkk (2016) melakukan penelitian tentang pengaruh bahan bakar Pertalite terhadap unjuk kerja sepeda motor bertranmisi otomatis. Hasil pengujian penggunaan bahan bakar Pertalite menghasilkan uji Daya, Torsi dan konsumsi bahan bakar yang lebih baik dibandingkan dengan Premium, Namun jika dibandingkan dengan bahan bakar Pertamax unjuk dari bahan bakar Pertalite Lebih rendah. Bahan bakar Pertalite lebih hemat dan menghasilkan daya yang lebih besar dibandingkan bahan bakar Premium. Muntaha (2016) melakukan penelitian tentang Penggunaan CDI BRT hyperband dengan variasi jenis busi pada sepeda motor Honda Karisma X 125 cc. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kinerja pada sepeda motor, dilakukan pengujian menggunakan dynamometer untuk mendapatkan data. Hasil dari pengujian dari penggunaan CDI BRT hyperband dengan busi standar (DENSO U20EPR9) pada putaran 4455 rpm didapatkan nilai torsi sebesar 9,62 N.m sedangkan hasil pengujian menggunakan CDI BRT hyperband dengan busi DENSO IU27 (Iridium) pada putaran mesin 4547 rpm didapatkan nilai torsi sebesar 10,54 N.m. Penggunaan CDI BRT dengan busi standar (DENSO U20EPR9) pada putaran 4455 rpm nilai yang didapat sebesar 9,62 HP sedangkan penggunaan CDI BRT pada putaran mesin 4547 rpm dengan busi DENSO IU27 (Iridium) nilai daya maksimum didapat sebesar 10,54 HP. Konsumsi bahan bakar terbaik dengan jarak tempuh sebesar 70,42 km/l terdapat pada penggunaan CDI BRT hyperband dengan busi DENSO IU27 (Iridium). Penggunaan CDI BRT hyperband dengan busi iridium mampu meningkatkan kinerja mesin pada sepeda 5 6 motor 125 cc. Karena menggunakan CDI BRT dan busi iridium pengapian yang dihasilkan stabil dan limiter pada CDI BRT mencapai 20.000 rpm membuat kinerja pada mesin maksimal saat dipacu. Prasetya (2013) melakukan penelitian tentang penggunaan CDI unlimiter (powermax hyperband BRT) sepeda motor Honda Megapro 160 cc mampu meningkatkan kinerja pada mesin. Hasil pengujian didapatkan bahwa penggunaan CDI limiter (standar) pada putaran 8000 rpm daya maksimum yang dihasilkan sebesar 12,4 HP sedangkan CDI unlimiter pada putran mesin 8000 rpm nilai daya tertinggi sebesar 13,9 HP. Hasil pengujian CDI limiter (standar) dengan konsumsi bahan bakar didapat 21,1 cc/min dan torsi sebesar 11,60 N.m sedangkan CDI unlimiter pada putaran mesin 6000 rpm torsi maksimum didapat sebesar 13,73 N.m. Perbedaan hasil torsi dan daya dari kedua jenis CDI dikarenakan besar pengapian yang berbeda dimana CDI BRT (unlimiter) pada putaran tinggi pengapian yang dihasilkan lebih besar dan stabil sedangkan pada CDI standar hasil pengapian pada putaran tinggi dibatasi oleh limiter. Ramadhani (2016) juga melakukan penelitian tentang penggunaan jenis CDI standar dan CDI BRT Powermax motor bakar 4 langkah 160 cc dengan variasi koil standar dan koil KTC dalam kondisi mesin standar berbahan bakar Pertalite menghasilkan kinerja yang berbeda pada mesin. Pada putaran mesin 8079 rpm penggunaan CDI standar didapatkan nilai daya maksimum 13,1 HP sedangkan penggunaan CDI BRT pada putaran mesin 7881 rpm terjadi peningkatan nilai daya maksimum sebesar 13,3 HP. Sementara itu penggunaan CDI BRT pada putaran mesin 6154 rpm dengan Koil KTC didapatkan hasil torsi maksimum sebesar 13,29 N.m sedangkan pada CDI standar pada putaran mesin 6245 rpm didapatkan nilai torsi maksimum sebesar 13,01 N.m. Hasil pengujian pada konsumsi bahan bakar menunjukkan bahwa penggunaan CDI BRT dan koil KTC mampu menghemat bahan bakar sebesar 50,8 km/l sedangkan CDI standard dengan koil standar sebesar 60,4 km/l. Pada motor bakar 4 langkah 160 cc penggunaan CDI BRT mampu meningkatkan kinerja pada mesin dengan bahan bakar pertalite karena pada putaran tinggi CDI BRT menghasilkan yang lebih besar dan stabil dibandingkan CDI standar. 7 Pada motor 4 langkah 200 cc berbahan pertalite dengan menggunakan jenis CDI yang berbeda menghasilkan nilai torsi dan daya yang berbeda pula. Gambar 2.1 Grafik perbandingan torsi dengan variasi CDI standar, CDI BRT dan CDI SAT menggunakan bahan bakar Pertalite (Sumasto, 2016) Gambar 2.1 menunjukkan grafik hasil perbandingan torsi dengan variasi CDI standar, BRT dan SAT. Hasil pengujian CDI standar pada putaran mesin 6153 rpm memiliki nilai torsi maksimal 16,73N.m. CDI BRT hyperband pada putaran mesin 5971 rpm memiliki nilai torsi maksimal 16,8 N.m dan CDI SAT (siput Advan Tech) pada putaran mesin 6294 rpm memiliki nilai torsi maksimal 17,05 N.m. Gambar 2.2 Grafik perbandingan daya dengan variasi CDI standar, CDI BRT dan CDI SAT menggunakan bahan bakar pertalite (Sumasto, 2016) Gambar 2.2 menunjukkan grafik hasil perbandingan daya dengan variasi CDI standar, BRT dan SAT menggunakan bahan bakar pertalite. Penggunaan CDI 8 standar pada putaran mesin 8069 rpm memiliki nilai daya tertinggi 17,1 HP, penggunaan CDI BRT hyperband pada putaran mesin 8051 rpm memiliki nilai daya tertinggi 17,3 HP, dan penggunaan CDI SAT pada putaran mesin 7660 rpm memiliki nilai daya tertinggi 17,3 HP. Gambar 2.3 Grafik Perbandingan konsumsi bahan bakar dengan variasi CDI standar, CDI BRT dan CDI SAT menggunakan bahan bakar Pertalite (Sumasto, 2016) Gambar 2.3 menujukkan grafik hasil perbandingan konsumsi bahan bakar dengan variasi CDI standar, BRT dan SAT menggunakan bahan bakar pertalite. Nilai konsumsi bahan bakar menggunakan CDI standar didapat sebesar 40,71 km/l, sedangkan menggunakan CDI BRT dengan nilai konsumsi bahan bakar sebesar 38,09 km/l dan menggunakan CDI SAT dengan nilai konsumsi bahan bakar sebesar 37,61 km/l. Sumasto (2016) Menggunakan CDI SAT pada motor 4 langkah 200 cc dengan bahan bakar pertalite memiliki kinerja dan performa mesin yang baik, karena pada penggunaan CDI SAT menghasilkan percikan bunga api ke busi lebih besar dan stabil dibanding menggunakan CDI lainnya dan CDI ini menghasilkan pembakaran campuran bahan bakar yang lebih sempurna. 9 2.2 Dasar Teori 2.2.1 Pengertian Motor Bakar Salah satu jenis mesin kalor yang mengubah energi termal menjadi energi mekanik disebut motor bakar. Sebelum menjadi tenaga mekanis, energi kimia bahan bakar diubah dulu menjadi energi termal atau panas melalui proses pembakaran bahan bakar dan udara. Pembakaran ini ada yang dilakukan didalam mesin kalor itu sendiri ada pula yang dilakukan diluar mesin kalor. Gambar 2.4 Motor bakar torak (Cengel dan Boles, 2006) Gambar 2.4 Merupakan Motor bakar torak menggunakan satu atau beberapa dalam satu silinder. Untuk mengahasilkan gerakan translasi (bolak-balik) didalam silinder motor bakar torak terjadi pembakaran antara oksigen dari udara dengan bahan bakar. Proses tersebut diteruskan melalui batang penggerak torak dengan poros engkol untuk dirubah menjadi gerakan mekanis. Motor bakar terbagi menjadi 2 (dua) jenis utama, yaitu motor bensin dan motor diesel. Perbedaan umum terletak pada bahan bakar yang digunakan dan sistem penyalaan. Dengan menggunakan bahan bakar Solar, Biosolar, dan Pertamina Dex Sistem penyalaan pada motor diesel yaitu dengan memanfaatkan suhu udara terkompresi tinggi untuk pembakaran bahan bakar yang diinjeksikan oleh injector, Sedangkan penyalaan pada motor bensin menggunakan sistem pengapian percikan bunga api busi dengan menggunakan bahan bakar seperti premium, pertalite, pertamax dan lain sejenisnya. 10 2.2.2 Siklus Termodinamika Menurut Arismunandar (2002) proses termodinamika dan kimia terjadi dalam motor bakar torak sangat kompleks untuk dianalisis. Pada umumnya proses analisis motor bakar digunakan siklus udara sebagai siklus ideal, siklus udara menggunakan beberapa kondisi yang sama dengan siklus sebenarnya dapat berupa urutan proses, pemilihan temperature, tekanan pada suatu kondisi, perbandingan kompresi dan penambahan kalor yang sama per satuan berat udara (kJ). Pada mesin yang ideal proses pembakaran yang dapat dihasilkan gas bertekanan dan bertemperatur tinggi merupakan proses pemasukan panas ke dalam fluida kerja dalam silinder, Idealisasi proses tersebut sebagai berikut: a. Motor 2 (dua) langkah memiliki siklus termodinamika yang sama dengan motor 4 (empat) langkah b. Proses kompresi dan ekspansi berlangsung secara adiabatik, tidak terjadi perpindahan panas gas dengan dinding silinder. c. Sifat-sifat kimia fluida kerja tidak berubah selama siklus berlangsung. d. Panas jenis asumsikan konstan meskipun terjadi perubahan temperature pada udara. e. Fluida kerja dari awal proses hingga akhir proses. Diagram P-V dan T-S siklus termodinamika dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut: Gambar 2.5 Diagram P-V dan T-S siklus Otto (Cengel dan Boles, 2006) 11 2.2.3 Siklus udara volume konstan (Otto) Siklus Otto atau siklus udara volume konstan proses pembakaran terjadi pada volume konstan. Siklus Otto merupakan siklus ideal yang banyak digunakan pada mesin torak dengan penyalaan bunga api. Pada mesin torak sistem pembakaran nyala bunga api ini, campuran bahan bakar dan udara dibakar dengan menggunakan percikan bunga api busi. Gambar 2.6 Diagram P-V siklus Otto (Arismunandar, 2002) Gambar 2.6 Diagram P-V dan T-S siklus Otto dapat dilihat Dalam siklus Otto yaitu gerakan naik turun piston dari TMA (titik mati atas) ke posisi TMB (titik mati bawah) dalam silinder. Siklus Otto berlangsung dengan 2 (dua) langkah atau 4 (empat) langkah. Adapun pada mesin 4 (empat) langkah siklus terjadi dengan 4 (empat) langkah piston atau 2 (dua) kali putaran poros engkol. P = Tekanan fluida kerja (kg/cm2) v = Volume spesifik (m3/kg) q ππ = Jumlah kalor yang dimasukkan (kcal/kg) q ππ’π‘ = Jumlah kalor yang dikeluarkan (kcal/kg) VπΏ = Volume langkah torak (m3 atau cm3) Vπ = Volume sisa (m3 atau cm3) TMA = Titik mati atas TMB = Titik mati bawah Proses siklus Otto sebagai berikut: Proses 1-2 : Proses kompresi isentropik (adiabatic reversible) dimana piston bergerak menuju TMA (titik mati atas) mengkompresikan udara sampai volume clearance sehingga tekanan dan temperature udara naik. 12 Proses 2-3 : Proses pemasukan kalor konstan, piston sesaat pada TMA (titik mati atas) bersamaan kalor suplai dari sekelilingnya serta tekanan dan temperature meningkat hingga nilai maksimum dalam siklus. Proses 3-4 : Proses isentropik udara panas pada tekanan tinggi mendorong piston turun menuju TMB (titik mati bawah), energi dilepaskan disekeliling berupa internal energy. Proses 4-1 : Proses pelepasan kalor pada volume konstan piston sesaat pada TMB (titik mati bawah) dengan mentransfer kalor ke sekeliling dan kembali menuju pada titik awal. 2.2.4 Prinsip Kerja Motor Bakar 2.2.4.1 Motor Bensin 2 Langkah Motor bensin 2 langkah merupakan motor yang setiap satu kali melakukan siklus pembakaran bahan bakar memerlukan 2 langkah gerakan piston dalam 1 kali putaran poros engkol, terdiri dari langkah hisap, kompresi, ekspansi, dan buang. Prinsip kerja pada motor bensin 2 langkah dapat dilihat pada gambar dibawah ini: a. Langkah hisap dan kompresi Pada saat piston bergerak ke TMA (Titik Mati Atas) terjadi proses kerja di bawah piston, volume di dalam ruang engkol menjadi lebih besar karena piston bergerak ke atas maka di dalam ruang engkol menjadi vakum, langkah hisap atau gerakan piston yang semakin ke atas sehingga bahan bakar masuk ke dalam ruang engkol saat saluran masuk terbuka. Gambar 2.7 Langkah Hisap & Kompresi (Jama, 2008) Gambar 2.7 Merupakan langkah hisap dan kompresi, piston bergerak dari TMB (Titik Mati Bawah) ke TMA (Ttitik Mati Atas). Pada saat saluran masuk dan 13 saluran buang tertutup oleh piston, terjadi proses kerja di atas piston sehingga mengakibatkan piston bergerak keatas campuran bahan bakar dengan udara dikompresikan didalam ruang bakar. Sering disebut dengan langkah kompresi karena pada posisi beberapa drajat sebelum akhir langkah kompresi busi memercikan bunga api dan terjadi proses pembakaran. b. Langkah Ekspansi dan Buang Pada saat saluran buang dan saluran bilas terbuka terjadi proses kerja dibawah piston. Fungsi dari saluran bilas adalah untuk menyalurkan campuran bahan bakar dengan udara dari ruang engkol menuju ke ruang bakar. Proses pembungan gas pembakaran dimulai saat piston berada pada saluran buang dan bilas terbuka. Langkah buang atau gas baru yang berada di ruang engkol terdesak oleh piston kemudian mengalir melalui saluran bilas ke ruang bakar sekaligus membantu mendorong gas hasil pembakaran keluar melalui saluran buang. Gambar 2.8 Langkah Ekspansi & Buang (Jama, 2008) Gambar 2.8 Merupakan langkah ekspansi dan buang, piston bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) menuju ke TMB (Titik Mati Bawah). Pada saat piston melakukan langkah kompresi, terjadi proses kerja di atas piston sehingga mengakibatkan campuran bahan bakar dengan udara kemudian busi memrecikan bunga api yang menghasilkan ledakan dan terjadi pembakaran, sering disebut dengan langkah usaha karena hasil ledakan yang terjadi membuat piston terdorong dari TMA (Titik Mati Atas) menuju ke TMB (Titik Mati Bawah). 2.2.4.2 Motor Bensin 4 Langkah Motor bensin 4 langkah adalah motor yang proses kerjanya menghasilkan energi membutuhkan 4 langkah gerakan piston dalam 2 kali putaran poros engkol, terdiri dari langkah hisap, kompresi, ekspansi, dan buang. 14 Prinsip kerja pada motor bensin 4 langkah dapat dilihat pada gambar dibawah ini: a. Langkah Hisap Langkah hisap pada mesin 4 langkah terjadi saat katup buang menutup dan katup masuk terbuka kemudian piston dari TMA (Titik Mati Atas) bergerak ke TMB (Titik Mati Bawah). Gambar 2.9 Langkah Hisap (Arismunandar,2002) Gambar 2.9 Merupakan proses gerakan piston dari TMA menuju TMB yang mengakibatkan kevakuman didalam silinder sehingga campuran bahan bakar dengan udara yang telah dikabutkan oleh karburator masuk kedalam silinder melalui katup hisap/katup masuk. Saat piston hampir mencapai TMB (Titik Mati Bawah), didalam silinder sudah berisi sejumlah bahan bakar dan udara. b. Langkah Kompresi Langkah kompresi pada mesin 4 langkah terjadi saat piston dari TMB (Titik Mati Bawah) kembali ke TMA (Titik Mati Atas). Gambar 2.10 Langkah kompresi (Arismunandar,2002) Gambar 2.10 Merupakan langkah kompresi dengan posisi katup hisap/masuk dan buang tertutup campuran bahan bakar dengan udara 15 dikompresikan didalam silinder. Pada saat proses kompresi maka suhu didalam silinder mengalami kenaikan. c. Langkah Ekspansi Langkah kerja/ekspansi pada mesin 4 langkah terjadi saat katup masuk dan katup buang dalam kondisi tertutup saat proses pembakaran terjadi ledakan dimana ledakan tersebut mendorong piston dari posisi TMA (Titik Mati Atas) menuju ke TMB (Titik Mati Bawah). Gambar 2.11 Langkah Kerja/Ekspansi (Arismunandar,2002) Gambar 2.11 Merupakan langkah kerja/ekspansi saat pengapian beberapa derajat sebelum TMA (Titik Mati Atas) dan ledakan terjadi karena campuran bahan bakar dengan udara telah terkompresi terbakar oleh percikan bunga api. Turunnya piston dari TMA (Titik Mati Atas) bergerak ke TMB (Titik Mati Bawah) dimanfaatkan sebagai penerus tenaga yang disalurkan dengan batang torak (connecting road) menuju poros engkol (crankshaft). d. Langkah Buang Langkah buang pada mesin 4 langkah terjadi saat posisi piston bergerak dari TMB (Titik Mati Bawah) menuju TMA (Titik Mati Atas). Gambar 2.12 Langkah Buang (Arismunandar,2002) 16 Gambar 2.12 Merupakan langkah buang dengan posisi katup hisap tertutup dan katup buang terbuka dengan tujuan membuang gas sisa pembakaran yang disalurkan menuju knalpot (exhaust system) melalui katup buang, Sehingga pada saat langkah hisap nanti gas sisa pembakaran diharapkan dapat terbuang semua dan campuran bahan bakar dengan udara baru yang dihisap tidak tercampur. 2.2.5 Sistem Pengapian Pada motor bensin diperlukan pemicu awal pembakaran, karena pada mesin motor bensin pembakaran tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Untuk itu diperlukan sistem pengapian yang fungsinya mengatur proses pembakaran campuran bahan bakar dengan udara didalam ruang bakar. Gambar 2.13 Tekanan Silinder & Derajat engkol waktu pengapian (Heywood, 1998) Gambar 2.13 Merupakan derajat waktu pengapian sebelum akhir langkah kompresi pada mesin motor bensin. Pembakaran campuran bahan bakar dengan udara terjadi sesudah terjadinya percikan bunga api dari busi, sehingga diperoleh tenaga akibat pemuaian gas (eksplosif) hasil pembakaran, mendorong piston menuju ke Titik Mati Bawah (TMB) menjadi langkah usaha. Kesempurnaan proses pembakaran pada ruang bakar sangat ditentukan dari derajat pengapian, sehingga dibutuhkan pembakaran bahan bakar yang tepat. Waktu pengapian yang terlalu maju tekanan hasil pembakaran yang maksimal dapat menghambat gerak piston saat langkah kompresi, Efek dari hambatan yang diterima oleh piston membuat temperatur semakin meningkat dan piston bergetar yang 17 menghasilkan suara ketukan. Namun waktu pengapian yang terlalu mundur mengakibatkan tekanan hasil pembakaran tidak efektif dan tenaga yang dihasilkan untuk mendorong piston lemah. 2.2.5.1 Komponen Sistem Pengapian a. Koil Koil adalah pembangkit tegangan rendah dari 12 volt pada baterai menjadi tegangan tinggi mencapai 10.000 volt yang kemudian dialirkan ke busi untuk menghasilkan percikan bunga api. Gambar 2.14 Koil (Jama, 2008) Gambar 2.14 Merupakan konstruksi koil pengapian, inti besi yang dililitkan oleh 2 jenis gulungan kawat yaitu kumparan primer dan sekunder. Untuk kumparan sekunder memiliki jumlah lilitan pada kawat kurang lebih 20.000 dengan diameter 0,05-0,08 mm. Salah satu ujung lilitan pada kawat dihubungkan dengan busi sebagai tegangan terminal tegangan tinggi, sedangkan untuk ujung kawat lainnya disambungkan dengan kumparan primer. Pada kumparan primer jumlah lilitan pada kawat sebanyak 200 lilitan dengan diameter 0,6-0,9 mm yang digulung pada bagian luar kumparan sekunder. Terjadi perbedaan jumlah lilitan pada kumparan primer dan sekunder, sehingga pada kumparan sekunder timbul tegangan kurang lebih 10.000 volt. Muncul dan hilangnya medan magnet secara tiba-tiba disebabkan olehterputus-putusnya arus pada kumparan primer. Hal ini mengakibatkan teriduksinya arus listrik tegangan tinggi pada kumparan sekunder. Arus tegangan 18 tinggi tidak hanya terjadi pada kumparan sekunder, tetapi pada kumparan primer juga memiliki tegangan sekitar 300-400 volt yang sebabkan adanya induksi sendiri. b. Baterai Baterai (accumulator) terdiri dari sel-sel dan memiliki jumlah tertentu tergantung pada jumlah output tegangan yang dihasilkan antara 6 volt sampai dengan 12 volt. Prinsip kerja pada baterai adalah apabila kutub positif dan kutub negatif bereaksi dengan larutan yang berupa asam sulfat mengakibatkan terjadi pelepasan elektron, yang akan menjadi arus listrik DC (Direct Current) adalah elektron yang bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Gambar 2.15 Konstruksi baterai (accumulator) (Jama, 2008) Gambar 2.15 Merupakan konstruksi pada baterai (accumulator) kelistrikan pada sepeda motor digunakan sebagai sumber arus pada sistem penerangan dan sistem pengapian pada sepeda motor. Pada setiap baterai terdiri dari dua buah plat positif dan plat negatif yang terbuat dari bahan timah hitam (pb) atau timbale. Jumlah plat positif lebih sedikit dibandingkan plat negatif untuk setiap sel baterainya. Plat dibatasi oleh sekat pada tiap platnya yang disebut separator atau pemisah berupa bahan non konduktor dan tersusun secara berdampingan. Plat dalam baterai direndam oleh cairan elektrolit H2SO4. Akibat terjadinya reaksi kimia antara plat dengan cairan elktrolit tersebut menghasilkan arus listrik DC (Direct Current). c. Busi Busi (Spark Plug) menghasilkan listrik tegangan tinggi dari kumparan sekunder koil pengapian, dan sebelum melalui kabel tengah tinggi pada koil 19 dikeluarkan berupa percikan bunga api busi diantara tengah elektroda positif dan negatif. Dalam hal ini penggunaan busi bertujuan untuk mengalirkan arus tegangan tinggi dari terminal (tutup) busi kebagian elektroda tengah ke elektroda sisi melewati celah udara dan berakhir ke masa (ground). Berdasarkan kemampuan mentranfer panas busi dibagi menjadi dua tipe yaitu: 1. Busi panas Jenis busi ini lebih cepat mencapai temperatur kerja yang optimal. Gambar 2.16 Busi Panas (Jama, 2008) Gambar 2.16 Merupakan Busi panas dengan kemampuan untuk menyerap dan mentranfer panas dengan lambat. Ukuran panas busi adalah ukuran beban thermal dan busi memiliki tipe panas tertentu. Jika penggunaan beban thermal busi tipe ini terlalu besar sehingga panas yang diterima busi tidak cepat ditransfer hal ini dapat menyebabkan terjadi detonasi pada saat pembakaraan/knocking karena isolator terlalu panas. 2. Busi Dingin Jenis busi ini sering diaplikasikan pada kendaraan dengan pembebanan thermal yang lebih besar. Gambar 2.17 Busi Dingin (Jama, 2008) 20 Gambar 2.17 Merupakan busi dingin dengan kemampuan transfer panas lebih cepat kebagian kepala silinder. Kemampuan transfer panas yang baik karena memiliki insolator lebih pendek sehingga permukaan yang terhubung dengan api sangat kecil dan lebih pendek dalam penyebaran panasnya. Hasil bunga api busi memiliki warna masing-masing dan memiliki temperatur yang berbeda pada tiap warna yang dihasilkan. Gambar 2.18 Temperature Colour Chart (www.mediacollage.com) Gambar 2.18 Merupakan tingkatan temperatur pada busi berdasarkan warna percikan yang dihasilkan pada busi tiap jenis busi mempunyai percikan bunga api yang berbeda-beda tergantung dari jenis bahan elektroda, celah busi, dan bentuk elektroda busi yang digunakan. d. CDI (Capasitor Discharge Ignition) Sistem pengatur saat pengapian pada akhir langkah kompresi adalah CDI (Capasitor Discharge Ignition). Prinsip kerja pada CDI berdasarkan elektronika sehingga bekerja tanpa ada gaya mekanis untuk dapat menghasilkan percikan bunga api. Sistem CDI dibedakan menjadi 2 yaitu AC (Alternating Current) dan DC (Direct Current). 1. Cara kerja CDI AC (Alternating Current) Arus bolak-balik (AC) dihasilkan dalam bentuk induksi listrik berasal dari flywheel magneto dan kumparan pada saat flywheel magneto berputar selanjutnya arus mengalir ke CDI dengan tegangan antara 100-400 volt menyesuaikan dari putaran mesin yang terjadi. 21 Gambar 2.19 Cara kerja CDI-AC (Jama, 2008) Gambar 2.19 Merupakan rangkaian cara kerja CDI-AC berdasarkan sumber arus tegangan yang digunakan pada CDI AC menerima suplai tengangan dari source koil berupa kumparan dan flywheel magneto. Arus bolak-balik (AC) berasal dari kumparan yang dirubah menjadi arus searah (DC) oleh diode kemudian disimpan dalam kapasitor pada unit CDI. Kapasitor akan bekerja apabila SCR (silicon-controlled rectifier) menerima sinyal dari kumparan/pulser CDI (pulse generator) yang memberitahukan saatnya pengapian. pada saat SCR menerima sinyal kapasitor akan melepaskan arus (discharge) dengan cepat ke koil dan mengalir melalui kumparan primer koil pengapian dengan tegangan 100-200 volt, selanjutnya diinduksikan dalam kumparan sekunder dengan tegangan sebesar 1520 KV. Tegangan yang dihasilkan selanjutnya mengalir ke busi yang menghasilkan loncatan bunga api untuk proses pembakaran di ruang bakar. 2. Cara kerja CDI DC (Direct Current). CDI-AC dan CDI-DC memiliki cara kerja yang hampir sama, yaitu dengan memanfaatkan pulser sebagai penerima sinyal dari tonjolan pada rotor magnet (pick up) pada sudut tertentu untuk dialirkan menuju CDI, selanjutnya pada saat akhir langkah kompresi CDI menerima sinyal untuk mengalirkan tegangan menuju koil untuk di alirkan menuju busi. 22 Gambar 2.20 Cara Kerja CDI-DC (Jama, 2008) Gambar 2.20 Merupakan rangkaian cara kerja CDI-DC (Direct Current) sumber tegangan diperoleh berasal dari baterai (accumulator). Baterai memiliki suplai tegangan 12 V ke inverter pada unit CDI. Tengangan yang diterima inverter kemudian dinaikkan menjadi ± 350 V, selanjutnya dialirkan ke dalam kondensor/kapasitor. Arus akan dialirkan kekoil apabila SCR menerima sinyal dari pulser CDI. Berikut ini beberapa komponen yang terdapat pada sistem pengapian CDI (Capasitor Discharge Ignition): 1. Kapasitor Kapasitor merupakan komponen listrik yang dapat menyimpan energi listrik dalam jangka waktu tertentu. (Jama, dkk: 2008). Kapasitor melakukan penyimpanan sampai penuh dan sesudah penuh, kapasitor tidak bekerja lagi. Kapasitor akan bekerja apabila terjadi rangkaian tertutup antara kedua kakinya dan melepaskan muatan yang disimpannya melalui kaki yang sama pula. Gambar 2.21 Kapasitor dan Simbol Gambar 2.21 Merupakan sebuah kapasitor yang memiliki dua penghantar, di mana satu dengan yang lain dipisahkan dengan bahan isolator yang disebut dielektrikum. Besarnya kapasitor tergantung dari luas penghantar, tebal dielektrikum dan jenis dielektrikum yang dipakai. 23 2. Transistor Tjatur (2008:30) Transistor (Transfer resitori) adalah komponen eletronika yang berfungsi mengalirkan dan memutuskan aliran arus yang besar dengan pengendalian arus listrik yang relative kecil, dengan cara merubah resistansi lintasannya. Penggunaan transistor dalam CDI (capasitor discharge ignition) sebagai saklar masuk tegangan yang menuju ke kumparan. Gambar 2.22 Simbol transistor pnp dan npn Gambar 2.22 Merupakan Transistor yang memiliki tiga terminal yaitu Basis (B), Kolektor (C), dan Emitor (E). Terdapat 2 (dua) jenis transistor yaitu pnp dan npn. Prinsip kerja transistor adalah apabila arus mengalir pada basis, maka arus yang lebih besar akan mengalir melalui kolektor dan emitor. Apabila tidak ada arus dari basis, maka kolektor dan emitor tidak tersebut dapat mengalirkan arus listrik. Bila arus mengalir dari kolektor ke emitor maka transistor tersebut jenis npn. Bila arus tersebut mengalir melalui emitor kekolektor maka transistor tersebut jenis pnp. 3. Dioda Jama, dkk (2008:101) dioda adalah komponen semi konduktor. Gambar 2.23 Dioda dan simbol diode Gambar 2.23 Merupakan dioda yang digunakan untuk mengijinkan arus listrik mengalir didalam sebuah rangkaian hanya dalam satu arah (forward bias), yaitu dari anoda ke katoda dan mencegah saat terjadi arus yang berlawanan (reverse bias). 24 4. Dioda Zener Tjatur (2008:29) Apabila arus yang mengalir melebihi tengangan batasnya, dioda jenis ini akan kehilangan sifat ke-diodaannya. Gambar 2.24 Dioda ziner dan simbol (prasetya,2013) Gambar 2.24 Merupakan dioda Ziner jenis dioda yang memiliki sifat dioda bila beda potensial di antara kedua kakinya (tegangan kerjanya) belum melampaui tengangan batasnya (breakdown voltage). Hal ini yang membedakan dari Sifat yang dimiliki dioda zener dengan dioda biasa pada umumnya menyearahkan arus listrik kesuatu rangkaian. 5. Silicon Controller Rectifier (SCR) Fungsi SCR adalah sebagai thyristor switch. Gambar 2.25 Simbol silicon controller rectifier (SCR) (Prasetya, 2013) Gambar 2.25 Merupakan SCR (Silicon Controller Rectifier) yang prinsipnya terdiri dari beberapa dioda dengan tambahan satu elektroda yang dinamakan gate disingkat “G”. Adapun prinsip kerjannya dari SCR adalah apabila ada arus yang melewati kaki gate dan berhubungan dengan katoda, maka kaki anoda dan katoda akan terhubung sehingga SCR tersebut dapat meneruskan arus. 25 2.2.6 Bahan Bakar 2.2.6.1 Pertalite Pertalite adalah salah satu jenis bahan bakar yang diproduksi oleh Pertamina dan banyak digunakan sebagai bahan bakar pada sepeda motor, bila dibandingkan dengan premium. Pertalite mempunyai kualitas bahan bakar yang lebih karena Pertalite mempunyai RON (Research Oktan Number) 90 yang lebih tinggi, di atas Premium yang hanya RON 88. Berdasarkan uji tes antara Pertalite dan premium dapat dikatakan bahwa penggunaan bahan bakar Pertalite lebih irit. (www.pertamina.com2015). Spesifikasi bahan bakar pertalite dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini. Tabel 2.1 Spesifikasi Pertalite (Keputusan Dirjen Migas No. 313.K/10/DJM.T/2013) No Karakteristik Satuan Batasan Min Max 1 Angka Oktan Riset RON 90 - 2 Stabilitas Oksidasi Menit 360 >480 3 Kandungan Sulfur % m/m 188 500 4 Kandungan timbal (pb) g/l - - 5 Korosi bilah tembaga 3 jam/50 Λc 6 Kandungan Oksigen % m/m - 2.7 7 Distilasi: -10 % vol. penguapan Λc - 74 -50 % vol. penguapan Λc 88 125 -90 % vol, penguapan Λc - 180 -Titik didih Λc - 215 -Residu % vol - 2 7 Sedimen mg/l - 1 8 Unwashed gum mg/100ml - 70 9 Washed gum mg/100ml - 5 10 Tekanan Uap Kpa 45 69 Kelas 1 26 Batasan No Karakteristik 11 Berat Jenis (pada suhu 15Λc) 12 Warna 13 Kandungan Pewarna Satuan Min Max Kg/m3 715 770 Hijau g/100L - 0,13 2.2.6.2 Angka Oktan Bahan Bakar Angka oktan pada bahan bakar menunjukkan seberapa besar tekanan yang diberikan sebelum bahan bakar terbakar secara spontan. Penggunaan bahan bakar dengan oktan rendah pada mesin dengan kompresi tinggi mengakibatkan terjadinya ketukan (ledakan) hebat yang berpengaruh terhadap kondisi mesin. Akibat yang akan ditimbulkan dapat mengurangi umur pakai suatu mesin dan merusak mesin. Semakin besar tekanan yang dibutuhkan bahan bakar untuk terjadinya pembakaran, maka semakin besar pula nilai oktan yang harus dimiliki oleh suatu bahan bakar. Muntaha (2016) Angka oktan dipengaruhi oleh normal hepta (C7H16) dan isooktan (C8H18) yang terkandung pada bahan bakar. Peningkatan angka oktan dapat dilakukan dengan menambahkan zat adiktif pada bahan bakar. Bahan bakar yang cenderung ke sifat isoktan dan mempunyai nilai oktan tinggi lebih sukar berdetonasi, sebaliknya dengan nilai oktan rendah yang dimiliki bahan bakar dan cenderung ke sifat heptana normal lebih mudah berdetonasi. Nilai oktan dari jenis bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 2.2 dibawah ini. Tabel 2.2 Jenis bahan bakar dan Nilai Oktan No Jenis Bahan Bakar Nilai Oktan/RON 1 Premium 88 2 Pertalite 90 3 Pertamax 92 4 Pertamax Plus 95 27 2.2.7 Parameter Perhitungan 2.2.7.1 Torsi Torsi merupakan indikator baik dari ketersediaan mesin untuk kerja. Torsi didefinisikan sebagai daya yang bekerja pada jarak momen dan apabila dihubungkan dengan kerja dapat ditunjukan dengan persamaan (Heywood,1988). T = F × L .......................................................................................................... (2.1) Dimana : T = Torsi (N.m) F = Gaya yang terukur pada dynometer (N) L = Panjang langkah pada dynometer (m) 1 kgf.m = 9,807 N.m = 7,233 lbf.ft 2.2.7.2 Daya Daya aladah besar usaha yang dihasilkan oleh mesin tiap satuan waktu, didefinisikan sebagai laju kerja mesin, ditunjukan oleh persamaan (Heywood,1988). P= π×π 5252 ........................................................................................................ (2.2) Dimana : P = Daya (hp) N = Putaran mesin (rpm) T = Torsi (lbf.ft) Dalam hal ini daya secara normal diukur dalam stuan (kW) dan satuan HP dapat digunakan, dimana: 1 HP = 0,7457 kW 1 kW = 1,341 HP 1 HP = 1,01 PS 2.2.7.3 Konsumsi Bahan Bakar Besar konsumsi bahan bakar diambil dengan cara pengujian jalan dengan menggunakan tangki mini yang telah dimodifikasi dan dilakukukan uji jalan dengan 28 jarak tempuh sama pada setiap sampel yaitu 4 km, dapat dirimuskan sebagai berikut: π πΎππ = π£ ............................................................................................................ (2.3) Dimana : πΎππ = konsumsi bahan bakar (km/l) V = Volume bahan bakar terpakai (ml) s = Jarak tempuh (km)