KETENTUAN DAN MEKANISME KETENTUAN DAN MEKANISME PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI Disampaikan dalam Workshop tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) Diselenggarakan oleh PUSHAM‐UII Yogyakarta b k j bekerjasama d dengan N Norwegian Centre for Human Rights, i C t f H Ri ht University of Oslo, Norway. Tempat p Hotel Jogjakarta Plaza, Yogyakarta, 6‐8 Mei 2008. gj , gy , Oleh : M. ARIEF AMRULLAH Guru Besar Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Jember ILUSTRASI GAMBAR Lawyer Jakarta Lawyer Jakarta Lawyer Jakarta Lawyer Jakarta Pencemaran oleh industri Lawyer Jakarta Lawyer Jakarta Iimbah industri Lawyer Jakarta Lawyer Jakarta Lumpur Panas LAPINDO Lumpur Panas LAPINDO Masyarakat Protes PENDAHULUAN • Menelusuri perkembangan korporasi mulai dari abad pertengahan hingga abad ini, cukup memberikan informasi untuk mencari hubungan antara pertumbuhan korporasi yang pesat dengan timbulnya kejahatan korporasi • Pada waktu itu, peranan korporasi lebih ditekankan pada kerjasama (asosiasi) daripada tujuan pemanpaatan penyediaan modal seperti korporasi pada umumnya. PENDAHULUAN (lanjutan) ( j ) • Dewasa ini, Korporasi multinasional telah menunjukkan akumulasi kekayaan besar‐besaran, bahkan menurut Barnet dan Muller, aset fisik yang dimiliki oleh korporasi global pada tahun 1974 telah mencapai lebih dari $200 miliar • Pada tahun 1990 jumlah korporasi tersebut mencaai 37.000 PENDAHULUAN (lanjutan) ( j ) • Implikasi dari bisnis dunia yang didominasi oleh korporasi besar tersebut, telah tersebut telah memasuki semua aspek kehidupan manusia. Karena, dapat menentukan pekerjaan bagi banyak orang, makanan, minuman dan pakaian, dan sebagainya b i • Di samping itu, suatu korporasi dapat pula mengancam pemerintahan suatu negara di mana korporasi itu beroperasi. Hal itu dilakukan, apabila kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak menguntungkan baginya, yaitu dengan cara memindahkan usahanya ke negara lain yaitu: dengan lain yang mempunyai ketentuan hukum yang lemah dalam pengaturan masalah pencemaran lingkungan hidup atau standar keamanan kerja yang lemah, atau upah buruh yang murah. Tindakan eksodus seperti itu biasanya lalu ditakuti PENDAHULUAN (lanjutan) ( j ) • Dalam mengahadapi korporasi yang demikian itu, pemerintah i h mengalami l i kesulitan k li d l dalam mengaturnya atau mengontrolnya. karena pada umumnya korporasi mempunyai penasihat hukum yang mumpuni, yang mumpuni sehingga mampu untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk menghindari kebijakan yang tengah yang tengah dijalankan yang nantinya diperkirakan akan merugikannya. g y • Di samping itu, korporasi juga dapat atau mampu memainkan hukum suatu negara g dengan g tujuan, j , untuk mengurangi control yang dilakukan oleh negara. j , betapa p besarnya y kekuatan • Ini menunjukkan, bahwa yang dimiliki oleh suatu korporasi PENDAHULUAN (lanjutan) Bagaimana dengan Indonesia? • Akhir‐akhir ini, bukan saja jumlahnya yang semakin meningkat khi khi i i b k j j l h ki i k melainkan munculnya korporasi‐korporasi raksasa, karena disertai dengan meningkatnya diversifikasi di bidang usaha oleh disertai dengan meningkatnya diversifikasi di bidang usaha oleh perusahaan‐perusahaan raksasa tersebut, melalui usaha p p p bersama di antara perusahaan‐perusahaan domestik maupun perusahaan‐perusahaan luar negeri, telah mendorong meningkatnya korporasi multinasional dan transnasional PENDAHULUAN (lanjutan) • Dampak dari pertumbuhan tersebut, adalah munculnya b b berbagai b bentuk k kejahatan k h yang dilakukan d l k k oleh l h korporasi. k Sebagai contoh, antara lain: pencemaran lingkungan di Sidoardjo oleh PT. Lapindo PT. Lapindo Brantas mulai tanggal 29 Mei 2006 29 Mei 2006 sampai sekarang, yang menjadi korban tidak hanya penduduk sekitar, tetapi juga mereka yang akan bepergian dan harus lewat lokasi semburan, akan semburan akan menjadi was‐was. was was • Namun demikian, keberpihakan pemerintah bukannya kepada masyarakat yang menjadi yang menjadi korban, akan korban, akan tetapi justru kepada PT. PT. Lapindo Brantas, yaitu sehubungan dengan terbitnya Peratran Presiden No. 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoardjo Hal itu merupakan upaya terjadinya Lumpur Sidoardjo. Hal itu Politisasi Hukum Pidana. Mengapa demikian, jawabnya karena ada yang terlibat, kemudian hendak bersembunyi di balik Perpres tersebut. PENDAHULUAN (lanjutan) • Perilaku seperti itu, oleh Edward Alsworth Ross, disebutnya p , , y dengan istilah criminaloid, artinya: pelaku yang menikmati kekebalan atas dosa‐dosa, lebih suka mengorbankan kepentingan umum, dan apabila didakwa atau dituduh melakukan kejahatan, seolah‐olah tidak bersalah. Bilamana perlu tidak segan‐segan mengeluarkan dana besar untuk perlu tidak segan‐segan mengeluarkan dana besar untuk menjaga reputasinya. PENDAHULUAN (lanjutan) • Kemudian, bagaimana dengan adanya ketentuan dalam Pasal , g g y 74 Undang‐undang No. 40 Tahun 2007 Undang‐undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 106, tanggal 16 Agstus 2007) yang ) mengatur mengenai Corporate Social Responsibility (CSR), • Dan, ternyata telah menimbulkan dua pandangan yang saling D t t t l h i b lk d d li berlawanan antara yang memujikan dan yang berkeberatan JEDA PERKEMBANGAN SUBJEK HUKUM DALAM HUKUM PIDANA • Dalam Kitab Undang‐undang Hukum Pidana (KUHP) hanya mengenal orang‐perseorangan sebagai subjek hukum pidana, g gp g g j p sedangkan korporasi belum dipandang sebagai subjek hukum pidana. • Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, baik dalam hukum pidana khusus, seperti antara lain Undang‐undang No. 7 Drt Tahun 1955 maupun dalam perundangan administrasi 7 Drt. Tahun 1955 maupun dalam perundangan administrasi yang bersanksi pidana (seperti antara lain Undang‐undang No. 23 Tahun 1997 korporasi sudah dianggap sebagai subjek hukum 23 Tahun 1997 korporasi sudah dianggap sebagai subjek hukum pidana. PERKEMBANGAN SUBJEK HUKUM DALAM HUKUM PIDANA PERKEMBANGAN SUBJEK HUKUM DALAM HUKUM PIDANA (lanjutan) • Bahkan dalam RUU KUHP 2007 ataupun dalam RUU KUHP sebelumnya korporasi telah diterima sebagai subjek hukum sebelumnya, korporasi telah diterima sebagai subjek hukum pidana. JEDA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI KAITANNYA DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI KAITANNYA DENGAN KETENTUAN PASAL 74 UNDANG‐UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 Bertolak dari tiga pilar dalam hukum pidana • perbuatan pidana; • pertanggungjawaban pidana; dan pertanggungjawaban pidana dan • pidana dan pemidanaan. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI KAITANNYA DENGAN KETENTUAN PASAL 74 UNDANG‐UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 ( j (lanjutan) ) Perb atan pidana Perbuatan • Berdasarkan ketentuan Pasal 74 tersebut, yang menjadi pertanyaan: apakah perseroan yang tidak melaksankan kewajiban berupa tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan suatu perbuatan pidana? PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI KAITANNYA DENGAN KETENTUAN PASAL 74 UNDANG‐UNDANG PASAL 74 UNDANG UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 NO 40 TAHUN 2007 (lanjutan) Untuk mejawab pertanyaan itu, perlu itu perlu memperhatikan kriteria sebagai berikut : Pembangunan hukum hukum pidana harus memperhatikan tujuan • Pembangunan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, sehubungan dengan itu pembangunan b h k hukum pidana id b bertujuan j untukk menanggulangi l i kejahatan demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat. yang hendak dicegah atau ditangulangi dengan hukum • Perbuatan yang hendak pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian atas warga masyarakat. • Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya dan hasil. • Penggunaan P h k hukum pidana id h harus pula memperhatikan l h tik kemampuan k daya kerja aparat penegak hukum. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI KAITANNYA DENGAN KETENTUAN PASAL 74 UNDANG‐UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 (lanjutan) • Apabila memperhatikan criteria tersebut, di samping juga mempertimbangkan adanya kerugian atau korban, baik korban baik aktual maupun potensial yang signifikan dari perbuatan tersebut • Demikian juga pertimbangan yang perlu diambil : a. tingkat i k kerugian k i masyarakat; k b. tingkat keterlibatan yang dilakukan oleh para manajer korporasi; c. lamanya y p pelanggaran; gg ; d. frekuensi pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi; e. bukti adanya maksud melakukan kejahatan; f bukti f. b kti pemerasan, seperti ti dalam d l kasus‐kasus k k penyuapan; g. banyaknya kasus‐kasus pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi yang telah diungkap oleh media; h. sejarah pelanggaran serius yang dilakukan oleh korporasi; i. potensi pencegahan atau penangkalan; j.j adanya bukti yang menunjukkan yang menunjukkan pelanggaran yang dilakukan yang dilakukan oleh korporasi. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI KAITANNYA DENGAN KETENTUAN PASAL 74 UNDANG‐UNDANG PASAL 74 UNDANG UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 NO 40 TAHUN 2007 (lanjutan) • Dengan Dengan alasan itu, perusahaan yang tidak melaksankan alasan itu perusahaan yang tidak melaksankan kewajibannya berupa tanggung jawab sosial dan lingkungan seharusnya merupakan suatu perbuatan yang dapat dipidana. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI KAITANNYA DENGAN KETENTUAN PASAL 74 UNDANG‐UNDANG PASAL 74 UNDANG UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 NO 40 TAHUN 2007 (lanjutan) Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban Pidana • Bertanggung jawab atas sesuatu perbuatan pidana berarti yang gg g j p p y g bersangkutan secara syah dapat dikenai pidana karena perbuatan itu • Namun demikia, dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk pertanggungan jawab pidana. Karena perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya id h j k k d dil d di perbuatan dengan suatu pidana. Mengenai kemudian apakah orang yang melakukan perbuatan itu dijatuhi pidana orang yang melakukan perbuatan itu dijatuhi pidana sebagaimana yang diatur (diancamkan) dalam undang‐undang (pidana) sangat tergantung pada apakah dalam melakukan perbuatan itu dia mempunyai kesalahan PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI KAITANNYA DENGAN KETENTUAN PASAL 74 UNDANG‐UNDANG PASAL 74 UNDANG UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 NO 40 TAHUN 2007 (lanjutan) Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban Pidana • Kendati, asas kesalahan merupakan asas fundamental dalam hukum pidana, namun dalam hal‐hal tertentu dapat dikecualikan untuk meniadakan asas kesalahan tersebut, yaitu apa yang disebut dengan strict liability, dan vicarious liability. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI KAITANNYA DENGAN KETENTUAN PASAL 74 UNDANG‐UNDANG PASAL 74 UNDANG UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 NO 40 TAHUN 2007 (lanjutan) Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban Pidana • Kaitannya Kaitannya dengan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku dengan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku yang mengabaikan tanggungn jawab sosial dan lingkungan sebagaimana tercantum dalam Pasal 74 Undang‐undang No. 40 Tahun 2007, maka yang menjadi pertanyaan: apakah korporasi dapat dipertangungjawabkan secara pidana? • Masalahnya, Pasal 74 tersebut tidak secara tegas menyatakan bahwa korporasi merupakan subjek hukum pidana yang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana Pasal itu hanya menunjuk dipertanggungjawabkan secara pidana. Pasal itu hanya menunjuk kepada ketentuan peraturan perundang‐undangan yang dekat. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI KAITANNYA DENGAN KETENTUAN PASAL 74 UNDANG‐UNDANG PASAL 74 UNDANG UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 NO 40 TAHUN 2007 (lanjutan) Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban Pidana Undang undang yang dekat yang dekat adalah Undang Undang‐undang undang No. 23 Tahun No. 23 Tahun • Undang‐undang 1997. • Pertanyaan: apakah Undang‐undang No. 23 Tahun 1997 telah dengan tegas mengatur korporasi sebagai subjek hukum pidana? • Apabila memperhatikan ketentuan Pasal 46 Undang‐undang No. 23 Tahun 1997, maka 23 Tahun 1997 maka korporasi dapat dipertanggungjawakan secara pidana. Ini berarti, perusahaan yang mengabaikan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 74 Undang‐undang No. 40 Tahun 2007 dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan Undang‐undang No. 23 Tahun 1997. • PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI KAITANNYA DENGAN KETENTUAN PASAL 74 UNDANG‐UNDANG PASAL 74 UNDANG UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 NO 40 TAHUN 2007 (lanjutan) Pidana dan Pemidanaan Pidana dan Pemidanaan • Pasal Pasal 45 Undang 45 Undang‐undang undang No. 23 Tahun 1997: No 23 Tahun 1997: “Jika Jika tindak pidana tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga”. • Pertanyaannya: apakah ancaman pidana denda yang diperberat itu akan dapat dirasakan sebagai sanksi atau hukuman bagi suatu korporasi? Sanksi yang berupa pidana denda tidak akan pernah korporasi? Sanksi yang berupa pidana denda tidak akan pernah dirasakan sebagai hukuman. Anggapan bahwa denda sebagai y hukuman hanyalah di atas kertas. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI KAITANNYA DENGAN KETENTUAN PASAL 74 UNDANG‐UNDANG PASAL 74 UNDANG UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 NO 40 TAHUN 2007 (lanjutan) Pidana dan Pemidanaan Pidana dan Pemidanaan • Sanksi Sanksi yang diatur dalam Undang yang diatur dalam Undang‐undang undang No 25 Tahun 2007 No 25 Tahun 2007 sama dengan ketentuan dalam Undang‐undang No. 23 Tahun 1997, masih diarahkan kepada pelaku. • Bahkan, dengan adanya sanksi berupa pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal akan berisiko besar jika dilakukan tidak secara hati‐hati, karena akan berakibat pada masalah PHK karyawan/karyawati. • Itu menunjukkan, bahwa produk perundang‐undangan di I j kk b h d k d d di Indonesia secara kuantitas oke, tetapi secara kualitas masih memprihatinkan. memprihatinkan PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI KAITANNYA DENGAN KETENTUAN PASAL 74 UNDANG‐UNDANG PASAL 74 UNDANG UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 NO 40 TAHUN 2007 (lanjutan) Pidana dan Pemidanaan Pidana dan Pemidanaan • Memang dalam Pasal 47 Undang‐undang No. 23 Tahun 1997 telah diatur bahwa: Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud diatur, bahwa: Selain dalam Kitab Undang‐undang Hukum Pidana dan Undang‐undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib berupa: • perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau • penutupan t seluruhnya l h atau t sebagian b i perusahaan; dan/atau h d / t • perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau • mewajibkan j mengerjakan g j apa p yyang dilalaikan g tanpa p hak; dan/atau • meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau • menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama paling lama tiga tahun. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI KAITANNYA DENGAN KETENTUAN PASAL 74 UNDANG‐UNDANG PASAL 74 UNDANG UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 NO 40 TAHUN 2007 (lanjutan) Pidana dan Pemidanaan Pidana dan Pemidanaan • Akan tetapi, misalnya sanksi yang menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun. N Namun, bagaimana b i peaksanaannya, tidak k tid k ada d ketentuan k t t lebih lanjut. JEDA TANGGUNG JAWAB KORPORASI TERHADAP KORBAN • Wujud dari tanggung jawab tersebut, adalah berupa pemberian ganti kerugian (restitusi) dari pelaku k kepada korban k b TANGGUNG JAWAB KORPORASI TERHADAP KORBAN (lanjutan) • Produk perundang‐undangan di Indonesia, orientasinya masih dominan kepada perlindungan i i ih d i k d li d calon korban (potential victims) ketimbang actual victims i i (korban nyata), seharusnya ada (k b ) h d keseimbangan dalam perlindungan tersebut • Ke depan, konsep Daad‐dader‐Strafrecht seharusnya ditambahkan dengan aspek korban (slachtoffer), sehingga rumusannya menjadi: Daad‐dader‐ slachtoffer‐Strafrecht. PENUTUP • Mempertanggungawabkan secara pidana bagi korporasi yang melakukan pengabaian atas kewajiban terhadap tanggung melakukan pengabaian atas kewajiban terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 74 Undang undang No. 40 Tahun 007, seharusnya tidak 74 Undang‐undang No. 40 Tahun 2007, seharusnya tidak semata‐mata ditujukan atas perbuatan yang dilakukan, tetapi juga akibat dari perbuatan tersebut, yaitu timbulnya korban. • Kelemahan formulasi hukum pidana saat ini, lebih berorientasi kepada perlindungan masyarakat (korban poensal), yaitu berupa acaman pidana yang tinggi. Sementara l) i b id i i S itu, tanggung jawab korporasi terhadap korban nyata sebagai akibat dari perbuatan korporasi masih belum memadai akibat dari perbuatan korporasi masih belum memadai. • Meskipun beberapa Undang‐undang telah mengatur adanya restitusi, tetapi tidak tustas, sehingga hak untuk restitusi, tetapi tidak tustas, sehingga hak untuk medapatkannya hanya sebatas angan‐angan PENUTUP (lanjutan) PENUTUP (lanjutan) • Untuk Indonesia, dalam membangun hukum pidana yang berorientasi pada perlindungan korban akibat dari kejahatan korporasi. Terlebih dalam abad ini dan yang akan datang, pertumbuhan korporasi sudah dapat diperkirakan akan semakin meningkat maka sudah seharusnya hukum pidana semakin meningkat, maka sudah seharusnya hukum pidana mengatur perlindungan terhadap korban kejahatan korporasi dengan mewajibkan korporasi memberikan ganti kerugian g j p g g (restitusi) kepada korban. Dan, konsep daad‐dader‐ slachtoffer‐Strafrecht sudah seharusnya terimplementasi dalam perundang‐undangan pidana. KITA TENTUNYA TIDAK INGIN MEMBIARKAN TETANGGA KITA YANG TETANGGA KITA YANG SATU MELIMPAH RUAH, TETAPI TETANGGA SEBELAH KONDISINYA SEBELAH KONDISINYA SEPERTI INI DEMIKIAN YANG DAPAT SAYA SAMPAIKAN, SEMOGA BERMANFAAT TERIMA KASIH