TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Asal Usul Beberapa ayam lokal petelur unggul Eropa, antara lain Bresse di Prancis, Hamburg di Jerman, Mesian di Belanda, dan Braekels di Belgia. Ayam Braekels adalah jenis ayam lokal petelur introduksi yang paling dikenal di Indonesia. Ayam berjengger tunggal ini ditemukan dan diternakkan pertama kali oleh Ulysses Aldrovandi (1522-1605) di Bologna, Italia. Ayam bernama latin Gallus turcicus ini sejak tahun 1599 diberi nama Braekels (Sulandari et al., 2007). Ayam Arab merupakan keturunan ayam Braekel kriel silver. Ayam Arab yang banyak diternakkan di Indonesia merupakan hasil persilangan dengan berbagai jenis ayam, baik ayam lokal maupun ayam ras (Nataamijaya et al., 2003). Ayam Arab pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bapak Suwarno yang pulang dari ibadah haji di Arab Saudi dengan cara membawa delapan butir telur tetas yang kemudian ditetaskan dan dikembangkan di daerah Batu, Malang, Jawa Timur. Ayam tersebut dibesarkan dan diumbar di pekarangan rumahnya, sehingga ada yang kawin dengan ayam lokal. Produksi telur dari hasil perkawinan silang dengan ayam Arab lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam lokal lainnya (Sulandari et al., 2007). Berbagai alasan muncul berkaitan dengan asal-usul penamaan ayam Arab, selain karena awalnya dibawa dari kepulangan ibadah haji dari tanah Arab, juga karena pejantan memiliki libido (keinginan kawin) yang tinggi dan ayam betinanya memiliki bulu dari kepala sampai leher membentuk jilbab apabila dilihat dari jauh (Natalia et al., 2005). Karakteristik Ayam Arab ada dua jenis, yaitu ayam Arab Silver (braekel kriel silver) dan ayam Arab Golden (braekel kriel gold). Ayam Arab Silver lebih banyak dikenal dan dibudidayakan dibandingkan ayam Arab Golden. Kedua jenis ayam Arab ini dibedakan pada warna bulunya. Ayam Arab Silver mempunyai warna bulu dari kepala hingga leher putih keperakan dan warna bulu badan totol hitam putih/ lurik hitam putih. Adapun ayam Arab Golden memiliki ciri khas warna bulu kepala sampai leher keemasan dan warna bulu badan totol keemasan (Natalia et al., 2005). Sulandari et al. (2007) menyatakan bahwa kedua jenis ayam Arab ini memiliki lingkar mata, kulit, shank, dan paruh berwarna hitam. Bobot badan jantan dewasa sekitar 1,4-2,3 kg dan betina sekitar 0,9-1,8 kg pada ayam Arab Silver sedangkan pada ayam Arab Golden bobot badan jantan dewasa sekitar 1,4-2,1 kg dan betina sekitar 1,1-1,6 kg. Selain itu, menurut Nataamijaya et al. (2003) ayam Arab memiliki sifat kualitatif antara lain berjengger tunggal (single) dan berwarna merah, pial berwarna merah, memiliki warna bulu seragam dengan warna dasar hitam dihiasi dengan warna putih di daerah kepala, leher, dada, punggung dan sayap serta berwarna putih pada paruh, kulit dan sisik kaki. Nataamijaya et al. (2003) menyatakan bahwa ayam Arab adalah ayam tipe ringan karena rataan bobot badan dewasa adalah 2.035,60±115,74 g pada jantan dan 1.324,70±106,47 g pada betina. Karakteristik ayam Arab Silver betina dan ayam Arab Golden betina dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Ayam Arab Silver Betina (Kiri) dan Ayam Arab Golden Betina (Kanan) Kualitas Eksternal Telur Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa definisi kualitas adalah ciri-ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaan yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen. Iskandar (2007) menyatakan bahwa kualitas bagian luar telur terdiri atas ukuran dan bentuk, warna kerabang, permukaan dan ketebalan kerabang, serta porositas dan rengat. Tabel 1 menyajikan performa produksi telur ayam Arab. 4 Tabel 1. Performa Produksi Telur Ayam Arab Variabel Performa Produksi telur per 6 bulan periode (%) 51,41±4,61 Bobot telur (g) 34,24±1,38 Fertilitas (%) 69,17±4,25 Daya tetas (%) 74,14±5,16 Warna kerabang telur Putih Umur pertama bertelur (hari) 168,52±3,20 Bobot telur periode awal (g) 27,10±1,61 Indeks telur 0,76±0,04 Sumber: Nataamijaya et al. (2003) Natalia et al. (2005) menyatakan bahwa ayam Arab memiliki produksi telur yang tinggi yaitu mencapai 190-250 butir per tahun dengan berat telur 42,3 g/butir. Kuning telur lebih besar volumenya, mencapai 53,2% dari total berat telur. Warna kerabang sangat bervariasi yakni putih, kekuningan dan cokelat. Warna kulit yang kehitaman dengan daging yang lebih tipis dibanding ayam Kampung menyebabkan ayam Arab jarang dimanfaatkan sebagai pedaging. Protein Darah Darah tersusun atas plasma dan sel darah. Sel darah mencakup eritrosit, leukosit, dan trombosit (platelet) (Isnaeni, 2006). Unsur sel darah meliputi eritrosit, leukosit dan trombosit tersuspensi didalam plasma (Ganong, 1995). Frandson (1992) menyatakan bahwa plasma darah terdiri dari air sebanyak 92% dan zat-zat lain sebanyak 8%. Zat-zat lain itu 90% berupa protein, 0,9% berupa bahan anorganik, dan sisanya berupa bahan organik bukan protein. Stansfield dan Elrod (2002) menyatakan bahwa protein adalah polimer panjang yang tersusun atas asam-asam amino yang terikat secara kovalen oleh ikatan-ikatan peptide. Protein pada plasma terdiri dari dua jenis utama, yaitu albumin dan globulin, sedangkan protein pada sel darah merah adalah hemoglobin. Card dan Nesheim (1973) menyatakan bahwa darah ayam terdiri dari kira-kira 2,5-3,5 juta/mm3 eritrosit, tergantung umur dan jenis kelamin. Darah ayam jantan dewasa terdiri atas 500 ribu lebih banyak sel darah merah per mm3 dibandingkan ayam betina. 5 Hemoglobin Sel darah merah atau eritrosit (bahasa Yunani: eritro=merah, sit= sel) adalah sel-sel yang diameter rata-ratanya sebesar 7,5 μ dengan spesialisasi untuk pengangkutan oksigen sel-sel ini merupakan cakram (disk) yang bikonkaf dengan pinggiran sirkuler yang tebalnya 1,5 µ dan pusatnya yang tipis. Cakram bikonkaf tersebut mempunyai permukaan yang relatif luas untuk pertukaran oksigen melintasi membram sel (Frandson, 1992). Eritrosit mengandung hemoglobin, pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah merah yang merupakan senyawa protein, yaitu sekitar 30% volume darah ayam jantan muda atau betina yang sedang bertelur dan sampai 40% pada ayam jantan dewasa (Card dan Nesheim, 1973). Adanya hemoglobin di dalam eritrosit memungkinkan timbulnya kemampuan untuk mengangkut oksigen, serta menjadi penyebab timbulnya warna merah pada darah. Hemoglobin merupakan suatu senyawa organik yang kompleks yang terdiri dari empat pigmen porfirin merah (heme), masing-masing mengandung atom besi ditambah globin, yang merupakan protein globular yang terdiri dari empat rantai asam-asam amino (Frandson, 1992). Guyton (1976) menyatakan bahwa hemoglobin merupakan 90% dari bobot kering eritrosit. Hemoglobin berfungsi sebagai pigmen respirasi darah dan sebagai sistem buffer intrinsik dalam darah. Oksigen dari kapiler paru-paru diikat dan dilepas ke jaringan oleh atom besi. Satu gram hemoglobin dapat membawa 1,34 ml oksigen pada suhu 0 oC dan tekanan 760 nm. Hemoglobin sebelum mengikat oksigen berwarna merah keunguan dan setelah berikatan dengan oksigen menjadi oksihemoglobin berwarna merah cerah. Elektroforesis Harper et al. (1984) menyatakan elektroforesis adalah suatu cara analisis kimia yang didasarkan pada gerakan molekul bermuatan di dalam medan listrik yang dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, besar muatan, dan sifat kimia dari molekul. Teknik elektroforesis menurut Stenesh (1983) dapat dibagi menjadi dua, yaitu elektroforesis larutan (moving boundary electrophoresis) dan elektroforesis daerah (zona electrophoresis). Elektroforesis larutan dengan larutan penyangga (buffer) yang mengandung makro molekul ditempatkan di dalam suatu sel tertutup dan dialiri arus listrik. Kecepatan migrasi dari makromolekulnya diukur dengan cara melihat adanya 6 pemisahan dari molekul yang terlihat sebagai pita di dalam pelarut. Elektroforesis daerah menggunakan suatu bahan padat sebagai media penunjang dan berisi larutan penyangga. Sampel yang akan dianalisis diletakkan pada media penunjang tersebut dalam bentuk titik atau pita tipis. Teknik elektroforesis gel poliakrilamida telah dikembangkan sejak tahun 1959, menurut Ogita dan Markert (1979) terbukti merupakan metode yang berguna dan berkekuatan untuk memisahkan protein-protein dan asam-asam nukleat. Metode ini relatif sederhana dan murah serta kini masih umum digunakan. Penelitian Tjahjaningsih (1991) dengan menggunakan teknik gel poliakrilamida pada plasma darah, yaitu albumin dan transferin menghasilkan jumlah pita yang lebih banyak dan pola yang lebih bervariasi jika dibandingkan teknik gel pati. Polimorfisme Protein Darah Nicholas (1987) menerangkan bahwa studi polimorfisme protein merupakan studi yang mempelajari karakteristik kimiawi berbagai protein. Perbedaan bentuk setiap protein darah dapat dideteksi dengan membedakan kecepatan gerakannya dalam elektroforesis gel. Molekul yang bermuatan lebih besar akan bergerak lebih cepat dan lebih jauh dalam satuan waktu yang sama. Studi polimorfisme menggunakan teknik-teknik elektroforesis dalam penganalisaannya. Elektroforesis tidak hanya digunakan untuk mendeteksi variasi alel gen suatu individu, tetapi dapat pula digunakan untuk menduga variasi genetik dalam populasi. Warwick et al. (1990) menyatakan bahwa kebanyakan dari polimorfisme protein darah diatur secara genetik oleh pasangan atau rangkaian alel kodominan. Sejumlah besar perbedaan yang diatur secara genetik ditemukan dalam globulin (transferin), albumin, enzim-enzim darah, dan hemoglobin. Perbedaan-perbedaan tersebut menurutnya ditentukan dengan prosedur biokimia antara lain elektroforesis. Secara genetik polimorfisme berguna dalam membantu penentuan asal-usul, menyusun hubungan filogenetis antara spesies-spesies dan bangsa-bangsa atau kelompok-kelompok dalam spesies. Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam usaha menentukan hubungan antara perbedaan biologis atau polimorfisme dengan sifat-sifat produksi dari hewan-hewan pertanian. Apabila keeratan hubungan itu dapat ditemukan dan merupakan sifat khas dari seluruh populasi, maka dapat digunakan untuk indikator seleksi produktivitas. 7 Polimorfisme Protein Darah Hemoglobin Polimorfisme protein hemoglobin berkaitan dengan perbedaan asam amino penyusun protein globin yang terletak pada jumlah asam amino residu (Stevens, 1991). Protein darah dihasilkan melalui proses transkripsi DNA (asam dioksiribonukleat) dan translasi RNA (asam ribonukleat). Susunan asam amino dan jumlah protein dalam darah sangat ditentukan oleh gen-gen yang mengkodenya (Frandson, 1992). Mekanisme sintesa protein hemoglobin diturunkan dari tetua kepada keturunannya yang diatur secara genetis dan berhubungan dengan penggolongan jenis hemoglobin seperti pada manusia (Harper et al., 1984). Hemoglobin berhubungan dengan golongan darah karena penggolongan darah dilakukan berdasarkan perbedaan antigen pada sel darah merah atau eritrosit dan eritrosit berhubungan dengan hemoglobin (Stevens, 1991). Hasil elektroforesis pada penelitian Johari et al. (2008) menunjukkan bahwa hemoglobin terletak pada kisaran berat molekul 66.000 dalton. Hasil pengamatan pita protein menunjukkan bahwa lokus hemoglobin dikontrol oleh 2 alel, yaitu HbA dan HbB. Frekuensi gen pada alel HbA ayam Kedu bulu hitam daging hitam (HH) adalah 0,9; sedangkan bulu hitam daging putih (HP) dan bulu putih daging putih (PP) masing-masing 1,0. Frekuensi gen pada alel HbB ayam Kedu HH sebesar 0,1; sementara itu HP dan PP sebesar 0 atau tidak memiliki alel HbB. Hasil perhitungan total frekuensi gen alel HbA adalah 0,967, sedangkan alel HbB sebesar 0,033. Lokus protein hemoglobin pada itik Tegal diperoleh tiga alel yang kombinasinya membentuk enam macam genotipe, yaitu HbAA, HbAB, HbAC, HbBB, HbBC dan HbCC dengan frekuensi alel masing-masing yaitu 0,40; 0,45; dan 0,15. Genotipe HbAA memiliki potensi produksi telur tertinggi dibandingkan genotipe lainnya (Ismoyowati, 2008). Produksi telur merupakan hasil dari aksi gen dalam jumlah yang besar melalui proses biokimia yang dikontrol oleh beberapa anatomi dan fisiologi dalam tubuh dengan tidak mengesampingkan kondisi lingkungan sekitar (nutrisi, pencahayaan, suhu, air, dan bebas dari penyakit). Beberapa gen yang mengontrol semua proses yang berhubungan dengan produksi telur mengikuti ekspresi ayam secara penuh pada potensi genetiknya (Fairfull dan Gowe, 1990). 8