BAB II ROH KUDUS DALAM TEOLOGI KRISTEN 2.1. Pendahuluan Dalam perjalanan sejarah, terdapat banyak persekutuan Kristiani yang dikenal sebagai Gereja-gereja, yang tidak semuanya percaya secara sama pada Kristus dan Roh. Gereja pun terdiri dari berbagai denominasi yang memiliki ketidaksamaan corak dan suasana ibadah. Salah satunya dari gerakan Kharismatik di Indonesia yaitu Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang memahami Roh Kudus dalam kaitannya dengan “Minum Roh Kudus”. Penulis akan belajar secara netral untuk mendalami pemaknaan Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang mengenai Minum Roh Kudus. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis akan membahas pemahamanpemahaman teologis tentang Roh Kudus yang akan berguna dalam pembahasan ini. Secara khusus tidak ada teori yang menguraikan tentang Minum Roh Kudus. Penulis akan memulai menjelaskan dari pengertian Gereja, Roh dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Roh Kudus dan perannya di Jemaat mula-mula yang terdiri dari Roh Kudus dan karunia, hubungan Roh Kudus dan Gereja (Jemaat), dan dari keseluruhan penulisan pada Bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan singkat mengenai Roh Kudus. 8 2.2. Pengertian Gereja Untuk memahami apakah gereja itu, terlebih dahulu perlu dipahami asal mula kata Gereja dan arti kata Gereja. Secara etimologis, kata Igreja (Portugis) sendiri berkaitan erat dengan kata Iglesia (Spanyol), Eglise (Perancis), Church (Inggris) serta ecclesia (Latin) yang berasal dari kata kuriakes (Yunani), yang berarti milik kepunyaan Tuhan (sang Kuryos).1 Sebutan Alkitab untuk Gereja, dalam Perjanjian Lama memakai dua istilah untuk menunjuk Gereja yaitu qahal atau kahal yang diturunkan dari akar kata yang sudah tidak dipakai lagi yaitu qal atau kal, yang artinya memanggil, dan edha yang berasal dari kata ya’dah yang artinya memilih atau menunjuk atau bertemu bersama-sama di satu tempat yang telah ditunjuk. Edha berarti orangorang yang berkumpul bersama karena adanya perjanjian sedangkan Qahal berarti perhimpunan dari suatu umat yang dipanggil untuk mendengarkan nasihat-nasihat. Jadi, sering dijumpai kedua kata ini dipakai bersama menjadi qehal edhah yang artinya “ kumpulan jemaah”. 2 Sebutan Alkitab untuk Gereja, dalam Perjanjian Baru memakai dua kata yang diambil dari Septuaginta untuk menunjuk pada kata Gereja. Kata gereja atau jemaat dalam bahasa asli Yunani ditulis dengan kata ἐκκλησίᾳ- ekklêsia' berasal dari kata ἐκ = keluar, dan kata καλέω - kaleô' = memanggil, dan kata sunagoge, dari kata sun dan ago yang berarti datang atau berkumpul bersama. Kata sunagoge ini secara ekslusif menunjuk pada arti pertemuan ibadah orang Yahudi atau juga bisa menunjuk kepada arti bangunan dimana mereka berkumpul untuk beribadah secara umum. 3 Adapun pengertian lain, Istilah ekklêsia' berarti pertemuan atau sidang (jemaat; temu, pertemuan). Kata ini umumnya dipakai bagi sidang umum yang dikumpulkan secara resmi. Sidang seperti ini menjadi ciri khas kota-kota di luar Yudea, di mana Injil 1 Nico Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika 2 (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 209. Louis Berkhof , Teologi Sistematika 5, terj. Yudha Thianto (Vol. V; Surabaya: Momentum, 2010), 5. 3 Ibid., 6. 2 9 diberitakan. Kata ekklêsia' lebih mengandung arti pertemuan daripada organisasi atau masyarakat.4 Dengan kata ekklêsia', Alkitab Aleksandria (Septuaginta LXX)5 menerjemahkan kata Ibrani qahal, selain mempunyai arti profane (tidak sakral) yaitu “perkumpulan” (orang berkumpul untuk kepentingan tertentu), juga mempunyai arti religius yaitu “Umat atau Jemaat” yang berkumpul, karena dipanggil oleh Firman Allah agar keluar dari antara bangsa-bangsa dan menjadi umat atau jemaat Allah (Qahal Yahweh), milik YHWH sendiri. 6 Umat yang dimaksudkan adalah umat Israel yang berkumpul untuk menerima hukum dan ajaran Tuhan. Maka, Israel sebagai Gereja milik YHWH boleh dipandang sebagai akar Gereja sekarang dan umat kristen perdana memang memandang dirinya mula-mula hanya berdasarkan paham ini, yang dikumpulkan secara resmi. Dengan menggunakan kata ekklêsia', Rasul Paulus memandang Gereja atau Jemaat dengan 2 cara utama:7 Pertama, yang dimaksudkan Jemaat Allah adalah perhimpunan orangorang percaya yang dipanggil oleh Allah. Memang tidak jelas apakah pemakaian ekklêsia' secara Kristiani pada mulanya diambil dari pemakaian non Yahudi atau dari pemakaian Yahudi, namun yang pasti ekklêsia' memiliki sifat khas yaitu “Jemaat Allah”. Contohnya, Jemaat Allah di Korintus (I Kor 1:2, II Kor 1:1) dan Jemaat orang-orang Tesalonika (I Tes 1:1). Kedua, Paulus memandang Jemaat atau Gereja sebagai Jemaat yang universal. Pandangan ini dinyatakan secara tidak langsung dalam beberapa kiasan yang dipakainya, tetapi baru menjadi jelas dalam Surat 4 N Hillyer (ed), N Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I A-L (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2008), 332. 5 Septuaginta berasal dari kata Septuagint, dalam bahasa Yunani artinya tujuh puluh. Terjemahan Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani yang terpenting dikenal sebagai “LXX”. Artinya terjemahan dalam bahasa Yunani yang dikerjakan oleh tujuh puluh ahli. Gerald O’ Collins, SJ dan Edward G. Farrugia, SJ, Kamus Teologi, terj I. Suharyo, Pr (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 293. 6 Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2, 210. 7 Tom Jacobs, SJ, Gereja Menurut Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 1988), 44. 10 Efesus dan Kolose yang menguraikan kedudukan Kristus sebagai Kepala Jemaat (Ef 1:22, Kol 1:18). Berdasarkan penjelasan di atas, maka menuntun penulis untuk memahami bahwa pengertian Gereja tidak dapat di pandang secara etimologis saja. Gereja bukan hanya merupakan orang-orang yang datang, berkumpul, untuk mendengarkan nasihat-nasihat. Secara luas, Gereja merupakan sekumpulan orang-orang yang dipanggil keluar dan diutus oleh Tuhan sendiri untuk menjadi milik Allah. Gereja disebut sebagai persekutuan orang-orang yang dipanggil oleh Tuhan Yesus, yang percaya kepada Yesus Kristus secara lokal maupun universal.8 Gereja adalah orangorang yang telah dipersatukan, dan beriman kepada Kristus. Sehingga menjadi satu kesatuan, yaitu satu tubuh didalam Kristus. 9 Gereja bukan hanya sebagai bangunan atau gedung, sebagai organisasi atau masyarakat. Gereja lebih mengandung arti pertemuan, sebagai tempat berbakti. Di dalam melestarikan eksistensinya dan kemanfaatannya bagi masyarakat di sekitarnya, sejarah membuktikan bahwa persekutuan umat percaya lambat laun mengubah bentuknya dari sekedar suatu perkumpulan belaka menjadi suatu organisasi Gereja yang lebih mapan. Salah satu bukti Gereja bukan hanya sekedar perkumpulan belaka adalah Gereja sebagai tempat berkumpulnya jemaat untuk beribadah bersama-sama. Di dalam gereja pula terdapat interaksi dengan sesama. Masing-masing Gereja biasanya memiliki suasana ibadah yang didukung oleh bentuk liturgi yang berbeda-beda. Meskipun secara teologis bentuk-bentuk ibadah tersebut berangkat dari dasar iman yang sama yakni Yesus Kristus. Apapun konsepnya, pokok penting dalam memahami Gereja adalah bukan gedungnya, bukan aktivisnya, bukan Pejabatnya. 8 Secara universal "Ekklesia" mencakup semua orang yang beriman di dalam Kristus, tanpa menyinggung perbedaan waktu dan lokalitas. Secara lokal "Ekklesia" merupakan Gereja setempat. Gereja yang berkaitan dengan waktu dan tempat, merupakan sebagian dari Gereja yang kudus dan am. 9 Tom Jacobs, SJ, Gereja Menurut Perjanjian Baru, 46. 11 Yang terpenting adalah Gereja merupakan persekutuan, pertemuan di antara orang-orang percaya, yang mengaku dan berkehendak untuk hidup dari pertolongan Allah melalui Yesus Kristus dan Roh Kudus. 2.3. Roh dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru Untuk memahami apa itu Roh Kudus, penulis akan menguraikan arti kata Roh. Penulis menganggap penting, karena inilah yang akan menjadi acuan bagi penulis, dalam memahami karya Roh Kudus. Kata “Roh” di ambil-alih dari kata Arab "ruch”, adalah terjemahan dari kata Ibrani “ruach”, dan kata Yunani: πνεύμα (pneuma). Kata ruach dapat berarti angin, tetapi dapat berarti napas kehidupan, serta kekuatan dari Allah yang menghidupkan, sedangkan pneuma berarti napas, nyawa, jiwa,semangat.10 Dalam bukunya, Abineno menjelaskan bahwa “ruach” dan “pneuma”, pertamatama menyatakan gerakan udara yang disebabkan oleh “nafas”, atau dalam arti kiasan yaitu nyawa dan semangat. Roh itu sama dengan nafas (Maz 33:6; 135:17, Yes 11:4; 2:24). Roh itu sama dengan nyawa, semangat - sama dengan prinsip hidup, kodrat hidup (Kej 7:22; 45:27, Maz 31:6, Yes 42:5). Roh dalam kata Ibrani ruah, sering dihubungkan dengan kata-kata lain, misalnya: ruah hikmat, ruah nasihat, ruah keberanian, ruah kemarahan, ruah keperkasaan (Yes 11:22; 19:14 ). Kedua, kata ruah dan pneuma selanjutnya menyatakan gerakan udara yang disebabkan oleh angin, karena kedua kata itu dapat diterjemahkan dengan angin: angin sepoisepoi, angin kencang, angin rebut, badai, tofan, dan lain-lain (Kej 3:8; 15:8,10, Maz 55:9; 78:39, Yes 32:2, 41:16). Dalam Perjanjian Baru, pneuma mempunyai arti yang sama dengan ruah, yaitu 10 JL. Ch. Abineno, Roh Kudus dan PekerjaanNya (Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 1982), 12. 12 nafas, nyawa, angin, prinsip hidup, dan lain-lain (Luk 1: 46-47; 23:46, Yoh 3:8; 20:22, Kis 2:2-4; 5:5, Yoh 14:16-17, Rom 8:28, 1 Kor 12:8, 2 Tim 1:7, 1 Pet 4:14).11 Groenen dalam bukunya, menjelaskan bahwa dalam Perjanjian Baru, Roh (pneuma) memiliki arti yang luas. Roh mempunyai arti antropologik dengan menunjukkan salah satu segi dari manusia, yaitu segi batiniah, dan tak kelihatan, jiwanya, khususnya akal (1 Kor 5:3, Kol 2:5). Roh itu berlawanan dengan badan (soma), manusia yang tak kelihatan. Roh juga mempunyai arti psikologik, yaitu sebagi tempat-pusat aktivitas psikologik: pengetahuan, pikiran, kesadaran diri, sikap hati (bdk. Luk 1:7, 80, Yoh 13:21, Rom 1:9; 8:16, 1 Kor 2:11; 4:21, 14:4, 16:18, Gal 6:1, Ef 4:23, 1 Pet 3:4).12 Sehubungan dengan arti kata Roh, terdapat perbedaan antara pandangan alam pikiran Yunani dan pandangan Perjanjian Lama terhadap apa yang disebut roh. Dalam pandangan Yunani, ada perbedaan yang cukup besar mengenai apa sebenarnya Roh (pneuma). Roh dipikirkan bersifat jasmani, material. Dalam falsafah Yunani, khususnya pada mazhab Stoa, Roh dianggap zat halus yang meresap pada jagat raya seluruhnya dan merupakan suatu pancaran dari “yang Illahi”. Dengan demikian Roh merupakan sebagian, satu unsur dalam jagat raya jasmaniah, prinsip kehidupan, dan seolah-olah jiwanya. 13 Sedangkan, dalam Perjanjian Lama, Roh tidak dilihat sebagai sebagian dari jagat raya jasmaniah. Roh tidak diperlawankan dengan “materi”, melainkan dengan “basar” 14. Roh itu adalah yang kekal, memiliki kekuatan, dan illahi. Kata “ roh” juga dipakai untuk menunjukkan kekuatan dan kegiatan Allah di dunia. Dalam Yesaya 63:9-13 (menurut LXX dan Vgl) “roh Tuhan” dikatakan bukan malaikat atau bukan 11 Ibid., 13-17. Groenen OFM, Kitab Suci tentang Roh Kudus dan hubungannya dengan Allah Bapa dan Anak Allah (Yogyakarta: Kanisius, 1982), 12. 13 Ibid., 13. 14 “ Basar” (daging) ialah segala sesuatu yang fana, sementara, rapuh, lemah, dan insani 12 13 pesuruh, melainkan wajah Allah yang tertuju keluar, khususnya kepada umatNya. Dalam pandangan orang Israel dahulu, angin khususnya angin ribut, nafas yang dihubungkan dengan hidup, adalah sesuatu yang misterius dan tidak dapat dipahami, dikuasai oleh manusia. Maka, langsung dihubungkan dengan Allah sendiri. Roh Tuhan dalam Perjanjian Lama selalu menyangkut hubungan dengan dunia atau dengan umat terpilih. Roh Allah merupakan semacam jembatan antara Allah yang melampaui segala sesuatunya (transenden) dan Allah yang berada dalam (imanen) dunia dan manusia. 15 Pada masa penulisan Perjanjian Lama, Roh menolong, membantu orang-orang tertentu untuk melakukan hal-hal yang luar biasa, yang bermanfaat bagi orang lain. Karunia diberikan kepada para Nabi, salah satunya kepada Musa serta pembantu-pembantunya (Bil 11:17-25), para Raja, diantaranya kepada Saul dan Daud (1 Sam 10:6; 16:13) para Hakim (hakhak 3:10; 11:29; 14:16; 15:14). Sedangkan, Perjanjian Baru tidak tahu lagi akan angin, nafas, dan roh manusia yang bersifat illahi. Karena, Perjanjian Baru yakin bahwa jemaat kristen hidup di zaman keselamatan, yakni zaman Roh kudus. Karunia itu disebut “Roh Kudus” yang dalam bahasa Yunani, pneuma hagion, pneuma to hagiaon, dan dalam bahasa Ibrani, Ruah haqodesh.16 Berdasarkan penjelasan di atas, menjadi penghantar bagi penulis untuk memahami arti ruach atau pneuma. Dalam bukunya, Abineno menguraikan Kalau Perjanjian Baru berkata-kata tentang Roh Allah, maka yang dimaksudkannya ialah Allah yang bertindak.17 Dalam kesaksian Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Allah itu adalah ruach, pneuma, atau Roh. Melalui ruach, 15 Groenen OFM, Kitab Suci tentang Roh Kudus, 14-15. Ibid., 17-18. 17 JL. Ch. Abineno, Roh Kudus dan PekerjaanNya, 18. 16 14 pneumaNya, Allah aktif bekerja. Secara langsung, Allah menunjukkan hakikat yang dimiliki olehNya, yaitu Roh yang tidak kelihatan, namun hidup dan berkuasa. 2.3. 1. Roh Kudus Dalam karangan-karangan para Nabi Yahudi istilah “Roh Kudus” adalah lazim untuk menunjukkan inspirasi Alkitab. Sebaliknya, dalam naskah-naskah Jemaat Yahudi di Qumran, istilah “ Roh Kudus” banyak dipakai. Jemaat ini berpandangan bahwa di dalam manusia ada dua Roh, yaitu Roh kejahatan, pendusta, kegelapan, dan disampingnya Roh kebenaran, atau Roh Kudus. Kedua, Roh ada dalam manusia sejak awal mula, sehingga merupakan bagian dan unsur konstitutif. Hanya pendiri jemaat Qumran diberikan karunia Roh Kudus yang khas guna menerangkan Alkitab. Sedangkan dalam Perjanjian Baru, Roh itu bukan unsur konstitutif manusia, melainkan berupa karunia.18 Dalam pandangan Israel dahulu, Roh Tuhan merupakan suatu karunia khas yang diberikan kepada manusia. Maka, Roh itu nampaknya sesuatu yang bersifat illahi. Kata sifat “ kudus” sudah menunjuk bahwa Roh itu mempunyai hubungan khas dengan dunia illahi. Sebab, menurut pandangan Perjanjian Lama, hanya Allah saja yang pada dirinya “kudus”, artinya: lain dan terpisah dari segala sesuatu yang bukan Allah. Ia ada “dari Allah”. Roh itu adalah milik Allah yang khas dan karenanya datang dari Dia, dicurahkan dan diberikan olehNya (Yoh 2:17; 18:33, Luk 1:13, Yoh 3:34, 1 Yoh 3:24), Roh itu turun dari sorga (Luk 1:35, 8:15-16, Gal 3:2; 3:14, 1 Kor 2:12, Yoh 7:39; 20:22), dan orang dipenuhi dengan Roh Kudus (Kis 2:4; 4:8, 9:17). 19 18 19 C. Groenen OFM, Kitab Suci tentang Roh Kudus, 19. Ibid., 22. 15 Dalam bukunya, Cletus Groenen menguraikan karangan Hermas (± th. 150), yang adalah seorang Pastor, menjelaskan bahwa Roh Kudus disebut Anak Allah, dan Yesus yang di beri gelar Hamba Tuhan. Karena, kesetiaan dan ketaatannya, Hamba itu akhirnya diangkat menjadi Anak Allah. Pada Yesus ada sesuatu, Roh Kudus, kekuatan Illahi, yang sudah ada sejak kekal. 20 Roh Kudus sebagai pribadi Illahi, memiliki sifat-sifat yang Illahi yaitu: mahatahu, menyelidiki segala sesuatu (1 Kor 2:10), mahakuasa (Lukas 8:27), berwibawa. Ia disebut Roh Kudus, dan kekudusan adalah sifat Allah, dan turut melakukan pekerjaan Allah. 21 Roh Allah merupakan semacam jembatan antara Allah yang melampaui segala sesuatu (transenden) dan Allah yang berada dalam (imanen) dunia dan manusia. 22 Roh Kudus ditampilkan sebagai yang berkuasa dan berwibawa, yang memberi pimpinan dan pengajaran yaitu berperan mengungkapkan keluhan-keluhan yang tak terucapkan (Rom 8:26), Roh Kudus memberi karunia, Roh Kudus hadir sebagai penghibur (Yoh 14:26). Tetapi peran Roh Kudus tidak berhenti disini saja, pimpinan Roh Kudus ternyata berlawanan dengan kemauan manusia (Kis 16:6).23 Roh Kudus bukan sekedar dipahami sebagai daya dan kekuatan yang menciptakan dan menyertai manusia dalam sejarah, tetapi sebagai pemberi daya dan kekuatan itu sendiri. Sejarah keselamatan menjadi medan pemberian diri Allah sendiri. Seluruh peristiwa hidup Yesus sebagai utusan Bapa terjadi dalam Roh Kudus. 24 Dalam Perjanjian Baru, dalam Kis 2:16-39 (bdk.Yoel) 2:28-32, membuktikan bahwa jemaat Kristen hidup di zaman keselamatan, yaitu 20 Cletus Groenen, OFM, Sejarah Dogma dan Kristologi: Perkembangan pemikiran tentang Yesus Kristus pada Umat Kristen (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hal. 77. 21 A. B. Simpson, mengikuti Pimpinan Roh (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2000), 19-20. 22 C. Groenen OFM, Kitab Suci tentang Roh Kudus, 15. 23 E. Martasudjita, Pr, Datanglah Ya Roh Kudus: Makna dan Peran Roh dalam Hidup Kristiani (Yogyakarta: Kanisius, 1998), 22. 24 JB Banawiratma, Kristologi dan Allah Tritunggal (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 75. 16 zaman roh kudus. 25 Hal serupa juga dikatakan Bernhard Lohse dalam bukunya dengan mengacu pada pemahaman Athanasius, mengungkapkan bahwa Roh Kudus berasal dari Allah, yang melimpahkan pengudusan. Roh Kudus itu kekal, maha ada dan satu. Sehakekat dengan Allah Bapa dan Allah Anak.26 Dari penjelasan di atas, mengarahkan penulis untuk dapat memahami bahwa Roh Kudus itu berpribadi, memiliki fungsi yang tidak sama persis dengan Bapa dan Anak. Namun, tetap ketiganya saling terkait satu sama lain. Di Alkitab pun tidak mengulas tentang Allah Tritunggal. Tetapi akar-akar ajaran Trinitas memang dapat ditemukan dalam Kitab Suci. Sehingga, Niko Syukur dalam bukunya, menjelaskan bahwa berkat terjadinya peristiwa Yesus dalam sejarah umat manusia, kita diperkenalkan dengan misteri Trinitas, dan yang menjadi pendorong utama bagi perkembangan iman adalah kepercayaan akan kebangkitanNya. 27 Berbagai rumusan trinitas dalam Perjanjian Baru menunjuk pemahaman akan Roh Kudus secara personal. Dalam Matius 28:19 diungkapkan iman akan Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Meskipun pernyataan ini menurut para ahli tafsir bukan dipandang sebagai kata-kata Yesus dalam arti historis, namun teks itu boleh dilihat sebagai ikhtisar dari perkembangan dan praksis gereja perdana yang dipimpin oleh Kristus sendiri. 28 Pemahaman akan Roh Kudus sebagai person atau pribadi menemukan rumusan puncaknya pada zaman Bapa-bapa Gereja dalam suatu konsili-konsili. Pada tahun 325 lahirlah sebuah pengakuan yang diberi nama Pengakuan Nicea Konstantinopel. Dicetuskan dalam persidangan gereja-gereja di Nicea (325), yang sebelumnya dilalui dengan pertikaian mengenai trinitas. Karena, adanya kelompok25 C. Groenen, Kitab Suci tentang Roh Kudus, 18. Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen: Dari Abad Pertama sampai dengan Masa Kini, terj. A. A. Yewangoe (Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 1999), 78. 27 Nico Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika 1, hal. 127. 28 E. Martasudjita, Pr, Datanglah Ya Roh Kudus, 23. 26 17 kelompok yang menentang dan tidak menentang tentang Roh Kudus. Pertikaian ini diselesaikan atau disempurnakan dalam persidangan di Konstantinopel (381 AD) yang mengakui tentang Trinitas. 29 2.3.2. Roh Kudus dan Karunia Meskipun dalam Injil dan Surat-surat yang lain berbicara tentang Roh Kudus dan karunia, penulis akan membahas 1 Korintus 12 dan Roma 12, yang menjadi acuan bagi penulis dalam memahami tentang Roh Kudus dan karunia. Suatu Teologi tentang Roh Kudus tentu saja tidak mudah. Kitab Suci memberikan banyak gambaran mengenai karya dan hasil karya Roh Kudus, seperti: napas, angin, pengurapan, dan lain-lain. Semua gambaran biblis itu menunjukkan bahwa Roh Kudus pertama-tama dipahami sebagai karunia dan kasih. Roh Kudus sebagai karunia tampak seperti disebut dalam Kis 2:38: Jawab Petrus kepada mereka: “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus” (lih. Kis 8:20; 10:45; 11:17; Ibr 6:4; bdk. Yoh 4:10).30 Paulus memberikan gambaran penting Gereja sebagai tubuh Kristus. Paulus mengembangkan gambaran ini dalam 1 Korintus dan Roma. Berhubungan dengan kata karunia, paulus menulis surat kepada jemaat di Korintus, karena prihatin dengan keadaan jemaat di Korintus. Paulus menerima surat dari Kloe, yang membutuhkan hal-hal yang mendesak di Korintus. Terjadi perselisihan sehingga terjadi perpecahan diantara mereka, adanya penyembahan berhala-makanan dipersembahkan kepada berhala, telah muncul kelompok- 29 V. Scheeunemann, Apa kata Alkitab Tentang Dogma Kristen (Malang: Dep. Literatur Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, 1988), 6. 30 E. Martasudjita, Pr, Datanglah Ya Roh Kudus, 32. 18 kelompok yang masing-masing memuji gembala yang mereka sukai, masalah imoralitas merajalela-adanya perdagangan seks, dan adanya perselisihan tentang karunia-karunia. 31 Karunia yang menonjol dan menjadi masalah pada Jemaat di Korintus adalah bahasa lidah (glossolalia). Bagi Paulus, sejumlah orang Kristen menyombongkan karunia bahasa lidah, dan melepasakan diri dari persekutuan saudara seiman. Paulus melawan pernyataan yang menekankan bahasa lidah sebagai karunia yang sah dan unik. Sebaliknya, Paulus menempatkan gambarannya tentang Gereja sebagai tubuh Kristus tentang karunia-karunia Roh dalam jemaat. Bagi Paulus, pelbagai karunia itu seperti mewakili gambaran beraneka fungsi dalam komunitas, dan jemaat korintus lebih mengarah kepada perkembangan ke arah jabatan-jabatan. 32 Paulus menghubungkan kesatuan dalam tubuh dengan kesatuan Roh, dan menghubungkan kesatuan dalam Kristus dengan peringatannya dalam 1 Korintus 3, bahwa Jemaat Korintus dibaptis bukan di dalam Apolos atau Paulus, namun di dalam Kristus. “ Karena dalam satu Roh, kita semua telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh” (1 Kor 12:13a). Paulus pertama-tama ingin menyatakan bahwa bukannya kesatuan pelbagai karunia dalam Kristus, melainkan kesatuan pelbagai macam dan kondisi manusia (1 Kor 12:13b) dan adanya ikatan Roh: Kita semua diberi minum dari satu Roh (1 Kor 12:13c). 33 Pembahasan yang relevan tentang karunia-karunia Roh dimulai dalam 1 Korintus 12. Karunia-karunia itu dimaksudkan oleh Paulus sebagai pertolongan Allah dalam hubungan dengan pembangunan Jemaat. Paulus menyebut karunia-karunia itu dari pengalaman jemaat 31 V. C. Priftzner, Kesatuan Dalam Kepelbagaian: Tafsiran atas Surat 1 Korintus , terj. Stephen Suleeman (Jakarta: BPK.. Gunung Mulia, 2004), 4. 32 David L. Bartlett, Pelayanan dalam Perjanjian Baru, terj. Liem Sien Kie dan Josafat Kristono (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2007), 59. 33 Ibid., 61. 19 sebagai gejala kehadiran Roh. 34 Dari satu pihak paulus menekankan kesatuan, tetapi di lain pihak Paulus tidak menghendaki keseragaman sebaliknya Paulus menekankan keanekaragaman. Tetapi, sekaligus menggarisbawahi bahwa masing-masing orang menerima anugerah khusus itu untuk pembangunan keseluruhan jemaat.35 Paulus tidak menentang ibadah dengan karunia-karunia Roh, tetapi melihat beberapa masalah yang perlu dibatasi di jemaat Korintus antara lain penyalahgunaan karunia, ketidakteraturan, dan kesombongan rohani. Paulus menolak libertinisme (kebebasan tanpa batas) maupun asketisisme (pengekangan diri secara ketat). Kebebasan tidak berarti bebas melakukan apa saja hanya untuk memuaskan diri sendiri tanpa memikirkan orang lain melainkan bebas dari pemusatan diri demi memperhatikan sesama yang lain. 36 Paulus menegaskan bahwa dengan pelbagai karunia yang dimiliki, Jemaat Korintus tidak mempunyai hak untuk bermegah diri dan memiliki alasan untuk malu. Karena, seluruh karunia itu sangat perlu bagi tubuh. Paulus menekankan dan menganggap penting untuk membahas tentang karunia bahwa karunia diberikan oleh Roh demi melayani Kristus dan demi tubuhNya, daripada membahas berbicara tentang jabatan, pengangkatan, atau tanggung jawab. Namun, bagi Paulus Gereja pastilah bersifat saling bergantung, kekeluargaan, dan non-hierarkis.37 Gambaran gereja sebagai tubuh kristus, dikembangkan oleh Paulus dalam Surat Roma 12. Jemaat Roma lahir sebagai hasil kesaksian dan pekerjaan dari orang Kristen warga Romawi. Mungkin sekali pengabaran Injil dimulai oleh pendatang-pendatang dari Roma, baik orang Yahudi di perantauan (Diaspora) maupun penganut Yahudi. Saksi-saksi peristiwa 34 Tom Jacobs SJ, Gereja Menurut Perjanjian Baru (Yogyakarta: kanisius, 1988), 49. Ibid., 50. 36 V. C. Pfitzner, Kesatuan dalam Kepelbagaian-Tafsiran atas Surat 1 Korintus, 6. 37 David L. Bartlett, Pelayanan dalam Perjanjian Baru, 62. 35 20 pentakosta ini kemudian dibantu oleh orang Kristen dari Antiokhia di Siria, Efesus, dan Korintus, sehingga persekutuan di Roma menjadi besar. 38 Di Roma Paulus memperkenalkan diri dan Injilnya kepada jemaat yang tidak didirikannya. Dari Pasal 12-15, Paulus menulis tentang dampak kebenaran abasi Allah bagi umat beriman, dan dalam pasal 12 ia menulis terutama perihal iman dalam komunitas Kristen. Paulus juga menulis untuk gereja-gereja yang terdiri dari orang Kristen Yahudi dan orang tak bersunat, dan bagi sebuah jemaat dengan latar belakang sosial yang bermacam-macam. 39 Berdasarkan Roma 12, karunia-karunia lebih dipahami dalam pengertian fungsi daripada dalam pengertian jabatan. Karunia-karunia tersebut lebih merupakan kebajikan-kebajikan, yaitu memberikan bantuan dengan bersemangat, menunjukkan kemurahan dengan sukacita). 40 Menurut E Martasudjita, Karunia-Karunia Roh Kudus itu akhirnya dianugerahkan kepada kita bukan untuk kebanggaan dan kepentingan diri sendiri, melainkan demi pelayanan pembangunan jemaat.41 Damaris dalam bukunya, mengklasifikasi karunia-karunia Roh Kudus dalam empat kategori:42 Pertama, Karunia-karunia anugerah. Berdasarkan Roma 12:6-8, maka yang tergolong dalam karunia ini adalah bernubuat, melayani, mengajar, menasehati, membagi-bagikan, memberi pimpinan, menunjukkan kemurahan. Sedangkan dalam I petrus 4:10-14, karunia dinyatakan melalui berbicara dan pelayanan. Kedua, Karunia-karunia Kristus untuk Sidang JemaatNya. Berdasarkan Efesus 4:7, 11-12, Kristus memberikan 5 Jabatan yaitu: Rasul-rasul dan Pemberita Injil, Nabi-nabi, Gembala-gembala, dan Pengajar. Ketiga, Karunia-karunia 38 D. Guthrie, et al, Tafsiran Alkitab masa Kini 3, terj. Soedarmo (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OFM, 1986), 421. 39 David L. Bartlett, Pelayanan dalam Perjanjian Baru, 65. 40 Ibid., 66. 41 E. Martasudjita, Datanglah Roh Kudus, 61. 42 S. Damaris, Mengenai Karunia-Karunia Roh Kudus, tanpa tahun dan tanpa penerbit, 2. 21 manifestasi /wahyu Roh Kudus. Berdasarkan 1 Korintus 12:1, 7-10, Karunia berkata-kata dengan hikmat, kberkata-kata dengan pengetahuan, memberikan iman, untuk menyembuhkan, mengadakan mujizat, bernubuat, membedakan bermacam-macam Roh, karunia untuk berkatakata dengan bahasa roh, karunia menafsirkan bahasa roh. Keempat, Karunia-karunia Jawatan yang ditetapkan Allah dalam Sidang Jemaat. Berdasarkan 1 Korintus 12:28. Adanya delapan jabatan yang semuanya dimabil dari 3 kategori diatas yaitu: Rasul, Nabi, Pengajar, mengadakan mujizat, menyembuhkan, melayani, memimpin, berkata-kata dalam bahasa Roh. Dengan demikian, Gereja bukan ditandai oleh kekuasaan, namun oleh berbagai karunia. Karunia-Karunia Roh diberikan kepada anggota-anggota jemaat sebagai individu, harus diperlengkapi untuk membangun tubuh Kristus. Pekerjaan Roh Kudus dalam hidup (diri) anggota-anggota jemaat hanya dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik, jika jemaat tetap hidup dalam persekutuan jemaat dan tetap memberikan sumbangan pada persekutuan dan pengembangannya.43 2.4. Roh Kudus dan Gereja Berbicara mengenai Roh Kudus dan Gereja, berkaitan dengan Kisah Para Rasul yang menekankan aktivitas Roh Kudus dan terbentuknya pergerakan kekristenan pertama atau mulamula. Kisah Para Rasul menceritakan tentang pergerakan Kristen yang dimulai di antara orang Yahudi lalu meluas menjadi suatu agama untuk seluruh dunia, tidak hanya untuk orang Yahudi. Jemaat Kristen pertama berdiri di Yerusalem. Terdapat dua kelompok di Yerusalem, yaitu kelompok Yahudi dan Yunani. Orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang berbicara dalam bahasa Aram, membaca Kitab Suci dalam bahasa Ibrani. Mereka adalah orang-orang yang taat 43 JL. Ch. Abineno, Roh Kudus dan PekerjaanNya, 74. 22 kepada hukum. Sedangkan kelompok Yunani adalah orang-orang Yahudi yang tinggal di daerah Diaspora, di luar Palestina. Mereka mempunyai Sinagoge sendiri dan membaca Kitab Suci dalam bahasa Yunani. Mereka juga taat kepada hukum, tetapi mempunyai hubungan yang lebih luas. Mereka bangga akan darah Yahudi mereka, tetapi tidak begitu memandang rendah orang-orang kafir. Hal ini menarik simpati bagi orang Non Yahudi di sekitarnya. 44 Orang Non Yahudi yang memasuki komunitas Yahudi, menjadi anggota penuh disebut seorang Proselit. Mereka diharuskan menaati Tora, menerima pembaptisan pencucian formal, dan kaum lelaki biasanya di sunat. Di Diaspora yang menjadi Yahudi adalah lebih banyak perempuan daripada laki-laki, dan lebih banyak orang dari kelas sosial bawah daripada kelas atas.45 Orang-orang Yahudi dan proselit biasanya beribadah di Sinagoge. Sinagoge adalah tempat berdoa, tempat bagi jemaat untuk berkumpul pada hari Sabat dan hari-hari suci, merupakan sekolah di mana Tora dipelajari. Sebuah fungsi sosial penting Sinangoge adalah memberikan rasa keanggotaan dan mempermudah kontak. 46 Jemaat Kristen pertama berdiri di Yerusalem. Jemaat ini terdiri dari Para rasul dan orang-orang yang sejak semula mengikuti Yesus. Pada hari Pentakosta (2:1-11), Roh kudus bekerja melalui para murid, dan berita Kristen dibawa ke kota-kota di Kekaisaran Romawi oleh orang-orang Yahudi yang hadir pada hari Pentakosta dan oleh para Rasul. 47 Menurut Yusak Setiawan, Kisah Para Rasul menekankan bahwa daya penggerak Kekristenan adalah Roh Kudus. Terdapat Roh Yesus. Kisah Para rasul disebut Injil Roh Yesus, kabar baik mengenai dan 44 Tom Jacobs, Gereja Menurut Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 1988),85-86 John Stambaugh dan David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-mula, terj. Stephen Suleeman (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2008), 45. 46 Ibid., 47. 47 Ibid., 54. 45 23 berisikan Roh Kudus. 48 Dalam Kisah Para Rasul 2:1-13, Roh Kudus adalah “daya-kekuatan ilahi, daya dinamis, daya kreatif, dan daya aktif-komunikatif. Konteks seluruh Kisah Para Rasul terdapat pemahaman mengenai peranan Roh Kudus sebagai penentu kehidupan gereja perdana (yang berpusat pada para rasul sebagaimana diwakili oleh Petrus sebagai tokoh kunci) dan Gereja-gereja selanjutnya yang berkembang di luar Yerusalem hingga ujung bumi (sebagaimana diperjuangkan oleh Paulus sebagai tokoh kunci). Roh Kudus menjadi penentu dinamika pertumbuhan dan perkembangan Gereja.49 Aloys Budi Purnomo, dalam bukunya mengacu pada pandangan C. Groenen, menyatakan bahwa Roh Kudus menjadi daya penggerak, pendorong, dan penguat kehidupan berawal dari pengalaman para rasul. Para Rasul dilengkapi dengan Roh Kudus untuk memulai pewartaan Injil (menjadi saksi Yesus Kristus) dari Yerusalem ke segala ujung bumi. Dalam dinamika kehidupan gereja selanjutnya, Roh Kudus dengan daya kekuatannya menggerakkan, mendorong, dan menguatkan Stefanus yang dengan gigih membela dan memperjuangkan iman kepada Yesus Kristus (Kis 6:10), mendorong dan menguatkan semua pejabat jemaat, sebab mereka dipenuhi dengan roh kudus (kis 6:3), sehingga sanggup melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai pewarta iman.50 Kitab Perjanjian Baru menggambarkan gereja dengan bermacam-macam gambaran, umpamanya sebagai umat Allah, sebagai bait Allah, sebagai bait Roh Kudus, sebagai bangunan Allah, sebagai kawanan domba Allah, dan lain sebagainya. Semua ungkapan ini menyatakan satu kenyataan dari Gereja tetapi dilihat dari bermacam-macam segi. 48 Yusak B. Setyawan, Introduction To The New Testament (Salatiga: Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya wacana), 64. 49 Aloys Budi Purnomo, Roh Kudus jiwa Gereja yang hidup, 21. 50 Ibid., 22-23. 24 Dalam bukunya, Jan. S. Aritonang dan Chr de Jonge menjelaskan bahwa Gereja dibedakan dalam beberapa segi. Pertama, Segi pertama dapat disebut sebagai segi obyektif. Gereja dilihat sebagai tempat di mana manusia bertemu dengan keselamatan yang diberikan Allah kepadanya dalam Yesus Kristus, dengan mendengarkan Khotbah dan menerima skaramensakramen yang dilayankan. Gereja adalah suatu lembaga atau institusi yang mengatur keselamatan ini kepada manusia. Segi kedua, dapat disebut sebagai segi subyektif. Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya yang ingin beribadah kepada Allah. Gereja adalah tempat di mana manusia menjawab dan memberi. Gereja sebagai suatu persekutuan yang dibentuk manusia untuk bersama-sama bertumbuh dalam iman dan untuk menyebarkan Injil Yesus Kristus dimanamana supaya bangsa Allah didunia ini semakin besar. Segi ketiga dapat disebut sebagai segi Opostoler atau segi ekstravert. Gereja tidak hanya merupakan jembatan antara Allah dan orang percaya, tetapi juga jembatan antara Allah dan dunia. Pada zaman Perjanjian Baru segi subyektif dan segi obyektif gereja masih berkaitan erat. Gereja sekaligus merupakan bangsa Allah yang baru dan tempat di mana Roh Kudus hadir. 51 Dalam membicarakan tentang Gereja perlu mempertimbangkan beberapa perbedaan. Di satu pihak Gereja Tuhan adalah Gereja yang nampak dan tidak nampak. Dikatakan tidak nampak karena karena pada dasarnya Gereja bersifat spiritual, Gereja tidak dapat dilihat dengan mata jasmani. Persatuan orang percaya dengan Kristus adalah sebuah persatuan mistis; Roh yang mempersatukan membentuk satu ikatan yang tak nampak. Gereja menjadi nampak dalam pengakuan dan perbuatan, dalam pelayanan Firman dan sakramen-sakramen, serta dalam organisasi dan pemerintahan Gereja secara eksternal. 52 Gereja tidak hanya nampak dalam hal-hal 51 Jan. S. Aritonang dan Chr de Jonge, Apa dan bagaimana Gereja?Pengantar Sejarah Eklesiologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 5-6. 52 Louis Berkhof, Teologi Sistematika 5, 28. 25 ini. Gereja dapat disebut sebagai organism dan Gereja sebagai Institusi. Gereja sebagai organisme adalah coetus fidelium atau persekutuan orang percaya, yang disatukan oleh Rohmemiliki karunia yang di dalamnya semua jenis anugerah dan talenta dipakai untuk pekerjaan Tuhan. sedangkan Gereja sebagai satu institusi adalah mater fidelium atau ibu bagi orang percaya, suatu alat keselamatan, sebuah tempat pernyataan orang berdosa dan penyempurnaan orang-orang kudus. Gereja sebagai institusi berfungsi melalui jabatan-jabatan dan sarana yang telah ditetapkan oleh Tuhan.53 Penulis mengutip gambaran Rasul Paulus yang menyatakan bahwa salah satu ungkapan yang dipakai untuk melukiskan Gereja sebagai persekutuan yang baru ialah Tubuh Kristus. Ide tentang Gereja sebagai Tubuh Kristus dijumpai dalam tulisan-tulisan Paulus. Dalam Roma 12 dan 1 Korintus 12, pokok utama adalah persatuan timbal balik, saling pengertian, dan saling merasa bergantung satu terhadap yang lain sebagai anggota persekutuan. Banyak Bapabapa Gereja, termasuk Augustinus mengemukakan gambaran tentang Tubuh Kristus dengan tekanan khusus pada persekutuan mistik dan tak kelihatan yang dipimpin oleh Kristus sebagai kepala bagi anggota-anggotanya. Sedangkan Avery Dulles, menggunakan pemikiran Thomas Aquinas memiliki pandangan bahwa gereja lebih bersifat teologal daripada institusional. Baginya Tubuh Kristus bukanlah sesuatu yang secara essensial kelihatan dan bersifat sosial ataupun hierarkis. Baginya, Roh Kudus sebagai prinsip kesatuan yang berdiam dalam Kristus dan dalam diri kita. Sehingga ada keterikatan kita menjadi satu dengan Kristus. 54 Begitupun Aloys yang menggunakan pemikiran Francis A. Sullivan, Sr. Mary Theresita, S. S. J, yang memberikan pokok-pokok pemahaman mengenai arti Tubuh Mistik Kristus, yaitu suatu kesatuan nyata antara 53 54 Ibid., 29-30. Avery Dulles, S. J, Model-Model Gereja, (Flores: Nusa Indah, 1990), 48-49. 26 Kristus dengan anggota-anggota GerejaNya, yaitu kesatuan Krsitus dengan mereka yang dibaptis dan disatukan dalam iman yang sama. 55 Gereja lahir dan terbentuk sebagai buah karya Roh Kudus. Roh Kudus yang mengumpulkan berbagai orang dan bangsa menjadi satu tubuh.56 Namun, pemahaman ini bukanlah menjadi yang essensial, karena tidak semua Gereja percaya pada Kristus dan Roh Kudus. Dengan kenyataan ini, lahirlah perbedaan antara Gereja sebagai perserikatan sosiologis dan sebagai persekutuan teologis. Secara sosiologis, istilah Gereja merupakan sekelompok orang yang menganggap diri dan dianggap sebagai pengikut-pengikut kristus. Gereja merupakan kenyataan yang dapat diamati, diselidiki oleh orang yang tak beriman. Secara Teologis, Gereja adalah karya Allah yang hadir dan bekerja melalui Roh Kudus, yang melaluiNya Kristus melanjutkan kehadiranNya yang menyelamatkan. Gereja merupakan rahasia dan anugerah, yang tidak dapat dipahami tanpa iman. Bagi Lukas dan tradisi Alkitabiah pada umumnya, Roh Kudus berarti kreativitas, pembaharuan hidup dan semangat kenabian. Gereja yang berada dibawah bimbingan Roh Kudus, dipimpin oleh nabi dan pengajar-pengajar. Jika Roh Kudus datang melalui Gereja , maka pada gilirannya harus terbuka terhadap Roh.57 Avery Dulles kemudian, menggunakan pemikiran Hamer, yang menyimpulkan gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus adalah suatu persekutuan hidup rohani yang bersifat batiniah, yang terdiri dari iman, pengharapan. Kemudian, dipraktekan oleh suatu persekutuan lahiriah dalam pengakuan iman, tata tertib dan kehidupan sakramental. Secara tegas gagasan mengenai persekutuan dibedakan dalam dimensi horizontal (relasi antara seorang dengan orang 55 Ibid., 30. E. Martasudjita, Pr, Datanglah Ya Roh Kudus, 40. 57 Tom Jacobs, SJ, Gereja Menurut Perjanjian Baru, 96-97. 56 27 lain) dan dimensi vertikal (kekhasan gereja, adanya komunikasi antara manusia dengan Allah didalam Kristus melalui Rohnya). 58 Gereja sebagai suatu persekutuan, bukan sekedar bentuk bangunannya saja. Gereja telah menjadi persekutuan yang dihidupkan oleh Roh Kudus yang terwujud dalam hubungan antarpribadi dengan Tuhan dan sesama. Adanya relasi dengan tujuan agar manusia tetap menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan dan sebagai makhluk sosial, manusia pun perlu menjalin relasi dengan orang lain dengan tujuan dapat saling membantu. Dapat dikatakan bahwa gereja terdiri dari aspek persekutuan dan lembaga. Gereja merupakan peristiwa karena gereja memiliki cerita yang pada akhirnya merupakan sejarah yaitu adanya penjiwaan tentang Yesus dan peran Roh Kudus dalam gereja. Gereja adalah lembaga, karena ada tata peraturan berdasarkan historis yang kemudian berlanjut pada masa kini. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa di zaman ini ada gereja-gereja yang cenderung mementingkan aspek lembaga atau institusi, dan ada pula gereja-gereja yang mementingkan aspek persekutuan. Salah satu diantara gereja-gereja yang akan dibahas oleh penulis adalah Gereja yang beraliran Kharismatik. 2.4.1. Roh Kudus dan Gerakan Kharismatik Gerakan Kharismatik adalah gerakan orang Kristen yang mengutamakan Baptisan Roh dan Karunia-karunia Roh, dan penganut-penganutnya terdapat di hamper semua Gereja tradisional. Gerakan Kharismatik lahir pada abad ke XX di Amerika Serikat. Meskipun, pada abad-abad sebelumnya dalam Sejarah Gereja Barat telah ada gerakan-gerakan yang mengutamakan pekerjaan Roh Kudus (seperti aliran Montanisme pada abad ke II, III). Baru pada 58 Avery Dulles, S. J, Model-Model Gereja, (Flores: Nusa Indah, 1990), hal. 47. 28 abad ke XVIII, seorang Pendeta Inggris Jhon Wesley, yang sekalipun bukan pelopor dari Kharismatik, namun secara tidak langsung mempengaruhi sejarah timbulnya Kharismatik. 59 Jhon Wesley adalah pendiri dari Methodisme. Salah satu ciri utama Methodisme Wesley adalah membedakan antara orang-orang Kristen yang kudus dan orang-orang Kristen kudus yang dibaptis dalam Roh Kudus. Perbedaan ini diperlukan untuk mengindentifikasi antara orang-orang Kristen Pentakostal klasik dan orang-orang Kristen kharismatik neo-pentakostal.60 Gerakan Kharismatik dikenal juga dengan nama gerakan Pentakosta Baru (Neopentacostal). Gerakan Kharismatik sering diidentikkan atau dicampuradukkan dengan gerakan atau aliran atau gereja Pentakosta.61 Gerakan Kharismatik mempunyai kesamaan dengan gerakan atau aliran Pentakosta lama yang memiliki ciri-ciri, diantaranya: Baptisan Roh, penyembuhan ilahi, dan karuniakarunia Roh. Karenanya tidak mudah untuk menarik garis pemisah yang tegas diantara keduanya. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya banyak hal yang membedakan gerakan ini. Bahkan tak jarang terjadi ketegangan dan bentrokan diantara keduanya tentang pemahaman, corak, dan pelayanan. Istilah baptisan Roh atau lengkapnya baptisan dengan Roh Kudus pertama-tama digunakan oleh Yohanes Pembaptis, ketika ia bernubuat tentang Yesus. Sebagaimana tertulis dalam Injil Yohanes pasal 1. Yohanes berkata ia akan membaptis dengan air tetapi Tuhan akan membaptis dengan Roh Kudus. Orang kharismatik membedakan antara “dibaptis dengan Roh” dan “dipenuhi dengan Roh”. Perbandingan ini dilihat berdasarkan cerita dalam Kisah Para rasul 59 Rudy Budiman, Menentukan Sikap Terhadap Gerakan Kharismatik (Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Inovasi Pendidikan Duta Wacana, 1980), 6. 60 Wilfred J. Samuel, Kristen Kharismatik: Refleksi atas Berbagai Kecenderungan Pasca-Kahrismatik, terj. Liem Sien Kie (Jakarta: BPK.. Gunung Mulia, 2006), 19. 61 Jan. S. Arotonang, Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja (BPK. Gunung Mulia, 2001), 196. 29 2:4, dimana ke 12 orang yang menerima baptisan Roh disebut juga penuh dengan Roh. Jadi, orang yang dipenuhi dengan Roh untuk pertama kali pada saat ia menerima Baptisan Roh. 62 Selain menekankan tentang Baptisan, Kharismatik menekankan betapa pentingnya karunia-karunia Roh. Pengikut-pengikut Gerakan Kharismatik menganut dua pendapat yang berbeda mengenai karunia Roh. Pertama, setiap orang yang telah di baptis dengan Roh Kudus, memperoleh semua karunia. Kedua, setiap orang secara tetap dikaruniakan satu atau beberapa kharisma. Karena itu, secara tetap dapat berfungsi sebagai pembicara bahasa Roh atau sebagai penafsir bahasa Roh atau sebagai penyembuh Illahi. Pendapat ini didasarkan pada 1 Korintus 12.63 Wilfred dalam bukunya, menjelaskan bahwa dalam bentuk dan essensinya, Gerakan Kharismatik benar-benar merupakn replikasi (tiruan) dari Pentakostalisme, namun dengan dinamisme, kharisma, dan adaptibilitas yang diinjeksikan ke dalamnya. Ciri-ciri yang umumnya adalah Revival (Kebangunan), Renewal (pembaruan), charismatic wave (Gelombang Kharismatik), Healing (Penyembuhan), Miracles (Mukjizat), Berbahasa Roh, dan sebagainya dapat dipertukarkan dalam penggunaannya. 64 Sama seperti semua gerakan Kristen yang lebih awal dalam Sejarah, Gerakan Kahrismatik pada hakikatnya mempunyai ketidaksempurnaan. Gerakan kharismatik bukanlah satu-satunya gerakan Roh. Pemabaruan spiritual dan gerakan-gerakan kebangunan rohani dengan penekanan atas Pribadi ketiga dari Trinitas telah menjadi bagian dari sejarah gerejawi sejak dari awalnya. Gerakan-gerakan pembaharuan atau kebangunan Rohani historis yang lebih awal yaitu pada jemaat mula-mula, mempunyai beberapa keserupaan. Meskipun beberapa ketidakserupaan 62 Rudy Budiman, Menentukan Sikap Terhadap Gerakan Kharismatik, 13. JL. Ch. Abineno, Karunia-karunia Roh Kudus (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1980), 6. 64 Wilfred J. Samuel, Kristen Kharismatik, hal. 5. 63 30 mungkin juga tampak jelas dengan Kekristenan zaman modern ini. Di zaman modern ini, Gereja Kharismatik tampil dengan keberanian dan kepercayaan diri dalam menampilkan gerakan roh dan karunia-karunia roh tanpa keragu-raguan. 2.5. Kesimpulan Bab II Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis menyimpulkan secara singkat, bahwa Roh Kudus adalah oknum yang berpribadi, yang bersifat Illahi. Roh Kudus adalah Pribadi yang Illahi, yang memiliki sifat kekal, Mahakuasa, Mahatahu. Sampai pada pemahaman Bapa-Bapa Gereja mengenai Trinitas, yang sebelumnya dilalui dengan pertikaian, namun menghasilkan suatu pengakuan yaitu pengakuan Iman Nicea Konstantinopel yang mengakui tentang Trinitas. Hal ini membuktikan bahwa Roh Kudus setara dengan Allah Bapa dan Allah Anak. Sehingga, ketika berbicara mengenai Roh Kudus maka tidak akan terlepas dari Allah Bapa dan Allah Anak. Karya Allah yang tak terlihat secara kasat mata nampak dalam wujud manusia yaitu Yesus Kristus yang ketika mengakhiri pelayananNya menjanjikan penghibur yaitu Roh Kudus. Roh Kudus yang adalah kekuatan dan daya Illahi (dinamis, kreatif), menampakkan diri dengan macam-macam rupa dan bekerja dengan berbagai cara, diantaranya Roh Kudus bekerja melalui karunia-karunia Roh. Bagi Gereja yang beraliran Kharismatik, karunia menjadi sesuatu yang penting. Sesuatu yang berarti sehingga kebanyakan orang dalam gerakan ini berlombalomba untuk memperoleh karunia. Ini merupakan tujuan yang positif, karena membangun iman jemaat pengenalan akan Tuhan. Rasul Paulus, kemudian menggambarkan Gereja sebagi tubuh Kristus tidak boleh terpecah belah hanya karena mempersoalkan tentang karunia. Karena, Karunia tidak begitu mencerminkan kemampuan atau fungsi melainkan karunia menjadi tanda beragam karakter orang-orang Kristen beriman. Karunia sebaiknya dipergunakan untuk 31 kepentingan bersama yang membangun jemaat dan bukan untuk kepentingan pribadi. Gereja bukan hadir secara internal karena didalamnya Roh Kudus bekerja sehingga Gereja kemudian hadir dalam berbagai denominasi. Terkait dengan pemahaman akan Roh Kudus, maka penulis akan membahas lebih lanjut tentang pemahaman Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan tentang pemahaman Roh Kudus dalam kaitannya dengan Istilah “ Minum Roh Kudus”. 32