PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS PUTUSAN LEPAS DARI TUNTUTAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYEROBOTAN TANAH BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SINTANG NOMOR: 41/PID.B/2012/PN.STG. Oleh: R. DONI SUMARSONO, S.I.K. A.21212074 Pembimbing I Pembimbing II Dr. Hermansyah,SH.,M.Hum Sahata Simamora,SH.,MH ABSTRACT This thesis discusses the decision analysis problems apart from lawsuits against the perpetrators of the crime of annexation of land based on the decision of the district court Sintang number: 41 / Pid.B / 2012 / PN.STG .. That Based on Case Files BP / 61 / VIII / 2011 / Reskrim Date August 8, 2011 Land grabs cases with suspect EDY Kusnadi alias Mark Bin Kalit, clause applied by investigators and prosecutors Dakwan umun is Article 385 of the Criminal Code. But by the judges Sintang District Court Judge found the actions of the defendant is not a crime, but a civil action is therefore in accordance with Article 191 paragraph (2) Criminal Procedure Code the accused must be released from all charges .. Then the judges in the Decision states that Terdakw Edi Kusnadi alias Mark Bin Kalit been proven to act against her, but the act is not a crime or pelanggaran.Sungguhpun Thus, legally separated from the decision of lawsuits Sintang District Court Decision No. 41 / Pid.B / 2012 / PN. STG, still contains weaknesses. Because Application of Article 385 Paragraph 1 of the Criminal Code Against Offenders grabs Land Rights. In the criminal case Number: BP / 6m / VIII / 2011 / Bareskrim jo Decision No. 41 / Pid.B / 2012 / PN.STG .. is a basic consideration in deciding the case of criminal Judge rights on land owned by another person has evidence so strong that the presence of such evidence would be damning for the accused, or in other words the accused could not resist any longer would be the act of doing, because the evidence that the accused committed perbuatanya / crime, dilakukanya was actually carried out by the defendant itself, Recognition honest of selfdefendant for the mistake committed, it is intended by the frank admission or recognition of the truth about what is indicted by the public prosecutor to the defendant, it should be able to make it easier for judges to impose putusanya, What indicted by prosecutors Public Prosecutions for acts of crime committed by the accused completely in accordance with what they did, the defendant showed remorse for any perbuatanya his alleged, in the case of criminal deprivation of the rights on land owned by another person present, as where punishable by Article 385 Paragraph 1 of the Criminal Code. 1 ABSTRAK Tesis ini membahas masalah analisis putusan lepas dari tuntutan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyerobotan tanah berdasarkan putusan pengadilan negeri sintang nomor: 41/PID.B/2012/PN.STG.. Bahwa Berdasarkan berkas Perkara BP/61/VIII/2011/Reskrim Tanggal 8 Agustus 2011 perkara Penyerobotan Tanah dengan Tersangka EDY KUSNADI alias Markus Bin Kalit, pasal yang diterapkan oleh Penyidik dan Dakwan Jaksa Penuntut Umun adalah Pasal 385 KUHP. Namun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sintang Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan terdakwa tersebut bukan merupakan perbuatan pidana, melainkan perbuatan perdata oleh karenanya sesuai dengan Pasal 191 ayat (2) KUHAP terdakwa haruslah dilepaskan dari segala tuntutan hukum.. Kemudian Majelis Hakim dalam Putusan menyatakan, bahwa Terdakw Edi Kusnadi alias Markus Bin Kalit telah terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran.Sungguhpun demikian, secara yuridis putusan lepas dari tuntutan hukum Putusan Pengadilan Negeri Sintang Nomor: 41/PID.B/2012/PN.STG tersebut, masih mengandung kelemahan-kelemahan. Sebab Penerapan Pasal 385 Ayat 1 KUHP Terhadap Pelaku Kejahatan Penyerobotan Hak Atas Tanah. Dalam perkara pidana Nomor : BP/6/VIII/2011/Reskrim jo Putusan Nomor 41/Pid.B/2012/PN.STG.. adalah dasar pertimbangan Hakim dalam memutus perkara pidana hak-hak atas tanah milik orang lain memiliki bukti-bukti yang kuat sehingga dengan adanya buktibukti tersebut akan dapat memberatkan bagi terdakwa, atau dengan kata lain terdakwa tidak dapat menolak lagi akan perbuatan yang dilakukannya, karena dengan alat bukti itulah terdakwa melakukan perbuatanya / perbuatan pidana, yang dilakukanya itu benar-benar dilakukan oleh terdakwa sendiri, Pengakuan yang jujur dari diri terdakwa atas kesalahan yang diperbuatnya, hal ini dimaksud dengan adanya pengakuan yang jujur atau pengakuan yang sebenarnya mengenai apa yang didakwakan oleh penuntut umum kepada terdakwa, seharusnya akan dapat mempermudah bagi hakim dalam menjatuhkan putusanya, Apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum atas perbuatan tindak kejahatan yang dilakukan oleh si terdakwa benar-benar telah sesuai dengan apa yang diperbuatnya, Terdakwa menunjukan rasa penyesalannya atas segala perbuatanya yang dituduhkan kepadanya, didalam perkara tindak kejahatan perampasan terhadap hak-hak atas tanah milik orang lain ini, sebagai mana yang diancam dengan Pasal 385 Ayat 1 KUHP. Kata Kunci: Analisis putusan, lepas dari tuntutan hokum, tindak pidana penyerobotan tanah 2 terhadap pelaku, Latar Belakang Salah satu identitas dari suatu negara hukum adalah memberikan jaminan dan perlindungan hukum atas hak-hak warga negaranya. Sebagaimana diketahui tujuan hukum ialah ketertiban, keadilan dan kepastian hukum termasuk di dalamnya perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah. Dalam kehidupan manusia, keberadaan tanah tidak akan terlepas dari segala perbuatan manusia itu sendiri, sebab tanah merupakan tempat manusia untuk menjalankan dan melanjutkan kehidupannya.1 Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia di muka bumi2.Oleh dan sebab itu tanah menjadi kebutuhan dasar manusia, sejak lahir sampai meninggal dunia. Bahwa manusia membutuhkan tanah untuk tempat tinggal dan sumber kehidupan. Secara kosmologis, tanah adalah tempat manusia tinggal, tempat bekerja dan hidup, tempat dari mana mereka berasal, dan akan kemana pula mereka pergi. Dalam hal ini, tanah mempunyai dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik, dan ekologis.3 Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban. Tanah tidak hanya memiliki nilai ekonomis tinggi, tetapi juga nilai filosofis, politik, sosial, dan kultural. Tak mengherankan jika tanah menjadi harta istimewa yang tak hentihentinya memicu berbagai masalah sosial yang kompleks dan rumit. Menyadari pentingnya nilai dan arti penting tanah, para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merumuskan tentang tanah dan sumber daya alam secara ringkas tetapi sangat filosofis substantial di dalam konstitusi, pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, sebagai berikut : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” 4 Kesadaran akan kedudukan istimewa tanah dalam alam pikiran bangsa Indonesia juga tertuang dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960, di mana dalam Undang-undang Pokok Agraria tersebut dinyatakan 1 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tananh dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal.31 Menurut pakar pertanahan Djuhaendah Hasan, tanah memiliki kedudukan istimewa dalam kehidupan masyarakat adat di Indonesia sampai sekarang.Bernhard Limbong. “Konflik Pertanahan”. Pustaka Margaretha, Jakarta, 2012, hal 1. 3 Bernhard Limbong. “Konflik Pertanahan”. Pustaka Margaretha, Jakarta, 2012, hal 1–2 4 Ibid.hal 3 2 3 adanya hubungan abadi antara Bangsa Indonesia dengan tanah. Reformasi agraria yang telah dicanangkan dengan diterbitkannya Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960, namun pada kenyataannya terasa masih sangat sulit diterapkan di lapangan karena berbagai persoalan hukum dan non hukum. Undang-undang Pokok Agraria pun makin sulit diterapkan pada era orde baru hingga era reformasi hari ini sebagai akibat diterapkannya sistem ekonomi liberalisme kapitalistik yang diawali dengan dikeluarkannya UU Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahun 1967 dan UU Penanaman Modal asing (PMA) tahun 1968. Dalam satu dasawarsa terakhir, sejumlah undang-undang yang diterbitkan bahkan sebagian menabrak Undang-undang Pokok Agraria dan amanat UUD 1945. Penyerobotan tanah bukanlah suatu hal yang baru dan terjadi di Indonesia. Kata penyerobotan sendiri dapat diartikan dengan perbuatan mengambil hak atau harta dengan sewenang-wenang atau dengan tidak mengindahkan hukum dan aturan, seperti menempati tanah atau rumah orang lain, yang bukan merupakan haknya. Tindakan penyerobotan tanah secara tidak sah merupakan perbuatan yang melawan hukum, yang dapat digolongkan sebagai suatu tindak pidana.5 Seperti kita ketahui, tanah merupakan salah satu aset yang sangat berharga, mengingat harga tanah yang sangat stabil dan terus naik seiring dengan perkembangan zaman. Penyerobotan tanah yang tidak sah dapat merugikan siapapun terlebih lagi apabila tanah tersebut dipergunakan untuk kepentingan usaha. Terdapat bermacam-macam permasalahan penyerobotan tanah secara tidak sah yang sering terjadi, seperti pendudukan tanah secara fisik, penggarapan tanah, penjualan suatu hak atas tanah, dan lain-lain. Adanya perbuatan yang disengaja yang dilakukan oleh orang yang melakukan penyerobotan atas tanah milik orang, maka dikenakan pasal 167 KUHPidana. Sedangkan hukum perdata di dalam pasal 1365 dan pasal 1366 karena bisa dilihat dalam kasus penyerobotan tanah ada pihak yang dirugikan dan memerlukan ganti rugi atas kerugian yang di alami pihak tersebut. Didalam proses penyelidikan maupun penyidikan, selalu para Penyidik menggunakan Pasal 167 ayat 1 KUHPidana yang menyatakan : Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada disitu dengan melawan hukum, dan 5 Ivor Ignasio Pasaribu, SH. (2013). Penyerobotan Tanah Secara Tidak Sah Dalam Perspektif Pidana http://www.hukumproperti.com diakses pada tanggal 21 Februari 2014. 4 atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah), sehingga Pasal 167 KUHPidana dikategorikan sebagai pasal yang mengatur tentang Penyerobotan Tanah. Selanjutnya, apabila dalam penyelidikan maupun penyidikan oleh penyidik ditemukan adanya perbuatan yang disengaja yang dilakukan oleh orang yang melakukan penyerobotan atas tanah milik orang, maka oleh Penyidik langsung menetapkan orang tersebut sebagai tersangka sebagaimana dimaksud dari pasal 167 KUHPidana yang selanjutnya dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dan apabila ternyata penyerobotan tanah tersebut dilakukan oleh tersangka dengan maksud menguasai kemudian menjual atau menukarkan, kepada pihak lain, maka si Tersangka (penyerobot) oleh Penyidik dikenakan pasal 385 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana paling lama empat tahun, dimana : dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan credietverband suatu hak tanah yang belum bersertifikat, padahal ia tahu bahwa orang lain yang mempunyai hak atau turut mempunyai hak atasnya. Sedangkan hukum perdata didalam pasal 1365 dan pasal 1366 bisa menjerat orang-orang yang melakukan penyerobotan tanah, karena bisa dilihat dalam kasus penyerobotan tanah ada pihak yang di rugikan dan memerlukan ganti rugi atas kerugian yang di alami pihak tersebut, dan juga penyerobotan tanah merupakan perbuatan melawan hukum yang mana seseorang secara tanpa hak masuk ke tanah milik orang lain, atau menyebabkan seseorang, atau menyebabkan orang lain atau benda lain masuk ke tanah milik orang lain, ataupun menyebabkan seseorang atau orang lain atau benda tertentu tetap tinggal di tanah milik orang lain. Akan tetapi banyaknya peraturan-peraturan yang mengatur tentang penyerobotan tanah yang ada di negara kita, ternyata belum bisa juga membuat kasus penyerobotan tanah bisa dengan mudah di selesaikan ditingkat peradilan, bahkan stagnan ditingkat penyelidikan di kepolisian. Hal tersebut bisa terlihat ketika adanya beberapa kasus yang di tangani oleh pihak Kepolisian dan ketika menjadi keputusan pengadilan atas kasus pidana tentang penyerobotan tanah, belum bisa digunakan untuk mengeksekusi lahan yang disengketakan atau yang diserobot, karena keputusan pidana yaitu menghukum atas orang yang melakukan 5 penyerobotan tanah, sehingga hak penguasaan atas tanah tersebut pada umumnya masih harus diselesaikan melalui gugatan secara perdata Berkaitan dengan kasus penyerobotan tanah dalam pra penelitian (4) empat kasus penyerobotan tanah yang belum terselesaikan, yakni berkas perkara No LP/169/V/2012/Kal-Bar/Res/Stg, berkas perkara BP/No 80/XI/2012/Reskrim, Berkas Perkara/ 61/VIII/ 2011/Reskrim, berkas perkara, Berkas Perkara No BP/01/X/2012/Reskrim. Berdasarkan keempat berkas perkara semuanya mengacu pada Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah. Permasalahannya adalah dari empat berkas perkara tersebut salah satunya telah memiliki kekuatan hukum tetap pada berkas perkara No BP /61/VIII/2011/Reskrim, tanggal 18 Agustus 2011, yaitu Putusan Pengadilan Negeri Sintang Nomor 41/Pid.B/2012/PN.STG dalam perkara Edy Kusnadi als Markus Bin Kalit, dalam klasul putusannya menyatakan: “menyatakan Terdakwa EDY KUSNADI alias Markus Bin Kalit telah terbukti melakukan yang didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran: melepaskah terdakwa dari segala tuntutan hukum dan memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. Permasalahan ini menarik dari segi pertimbangan hakim dan asasasas hukum pidana khususnya tindak pidana penyerobotan tanah, karena secara unsur memenuhi pasal 385 KUHP, tetapi terdakwa dibebaskan dari tuntutan hukum sebagai pelaku tindak pidana penyerobotan tanah. Atas dasar fakta hukum di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk tesis, dengan judul penelitian ANALISIS PUTUSAN LEPAS DARI TUNTUTAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYEROBOTAN TANAH BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SINTANG NOMOR: 41/PID.B/2012/PN.STG. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sintang Nomor: 41/Pid.B/2012/PN.STG dalam memutus lepas tuntutan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyerobotan tanah ? 6 2. Apakah Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sintang dalam memutus lepas dari tuntutan hukum terhadap tindak pelaku tindak pidana penyerobotan tanah sudah tepat berdasarkan asas-asas hukum pidana ? Pembahasan 1.Tugas Hakim Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Penyerobotan Tanah Tugas Hakim sangatlah berat, karena tidak hanya mempertimbangkan kepentingan hukum saja dalam putusan perkara yang dihadapi melainkan juga mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat agar terwujud adanya kepastian hukum. Putusan hakim memang tetap dituntut oleh masyarakat untukberlaku adil, namun sebagai manusia juga hakim dalam putusannya tidaklah mungkin memuaskan semua pihak, tetapi walaupun begitu hakim tetap diharapkan menghasilkan putusan yang seadil-adilnya sesuai fakta-fakta hukum di dalam persidangan yang didasari pada aturan dasar hukum yang jelas (azas legalitas) dan disertai dengan hati nurani hakim. Bahkan hakim juga disebut sebagai wakil Tuhan di dunia dalam arti harus tercermin dalam putusan perkara yang sedang ditanganinya, maka sebagai seorang hakim tidak perlu ragu, melainkan tetap tegak dalam garis kebenaran dan tidak berpihak (imparsial), namun putusan hakim juga paling tidak dapat dilaksanakan oleh pencari keadilan atau tidak hanya sekedar putusan yang tidak bisa dilaksanakan. Putusan hakim adalah merupakan hasil (output) dari kewenangan mengadili setiap perkara yang ditangani dan didasari pada Surat Dakwaan dan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dan dihubungkan dengan penerapan dasar hukum yang jelas, termasuk didalamnya berat ringannya penerapan pidana penjara (pidana perampasan kemerdekaan), hal ini sesuai asas hukum pidana yaitu asas legalitas yang diatur pada pasal 1 ayat (1) KUHP yaitu Hukum Pidana harus bersumber pada undang-undang artinya pemidanaan haruslah berdasarkan Undang-Undang. Hakim dihadapkan dalam praktek peradilan dimana ada yang betul-betul menerapkan aturan hukum sebagaimana adanya dengan alasan kepentingan Undang-Undang dan ada juga sebagian hakim yang menerapkan / menafsirkan Undang-Undang yang tertulis dengan cara memberikan putusan pidana (Straft Macht) lebih rendah dari batas ancaman minimal dengan alas an demi keadilan masyarakat. 7 Adapun jenis pidana yang dijatuhkan oleh seorang hakim terhadap pelaku kejahatan diatur di dalam ketentuan pasal 10 KUHP yaitu : 1. Pidana Pokok a. Pidana mati b. Pidana penjara c. Kurungan d. Denda 2. Pidana tambahan a. Pencabutan hak-hak tertentu b. Perampasan barang-barang tertentu c. Pengumuman putusan hakim Apabila hakim menjatuhkan pidana berupa pidana penjara (perampasan kemerdekaan), maka ketentuan-ketentuan di atas adalah menjadi dasar hukum tentang jenis pemidanaan yang akan diterapkan terhadap pelaku kejahatan yang menurut hukum telah terbukti secara sah dan menyakinkan serta hakim mendasari pada hati nurani, tanpa ada kepentingan apapun. Hakim wajib memeriksa dan mengadili perkara yang menjadi wewenangnya yang didasarkan pada ketentuanketentuan Undang-Undang yang berlaku yang pada akhirnya termuat dalam putusan dimana apabila terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah maka putusan hakim dapat berupa pemidanaan jenis pidana penjara dan pidana denda. seorang hakim terikat dengan Undang-Undang yang secara normatif mengatur ancaman pidana minimal baik pidana penjara maupun pidana denda, walaupun dalam praktek ada juga hakim yang menerobos batas minimal ancaman yang sudah diatur jelas tersebut dengan alasan rasa keadilan dan hati nurani. Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih rendah dari batas minimal dan juga hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih tinggi dari batas maksimal hukuman yang telah ditentukan Undang-Undang. Memang Putusan hakim akan menjadi putusan majelis hakim dan kemudian akan menjadi putusan pengadilan yang menyidangkan dan memutus perkara yang bersangkutan dalam hal ini setelah dilakukan pemeriksaan selesai, maka hakim akan menjatuhkan vonis berupa : 1. Penghukuman bila terbukti kesalahan terdakwa; 2. Pembebasan jika apa yang didakwakan tidak terbukti atau terbukti tetapi bukan perbuatan pidana melainkan perdata; 8 3.Dilepaskan dari tuntutan hukum bila terdakwa ternyata tidak dapat dipertanggungjawabkan secara rohaninya (ada gangguan jiwa) atau juga ternyata pembelaan yang memaksa. Putusan hakim juga berpedoman pada 3 (tiga) hal yaitu : 1. Unsur yuridis yang merupakan unsur pertama dan utama; 2. Unsur filosofis, berintikan kebenaran dan keadailan; 3. Unsur sosiologis yaitu mempertimbangkan tata nilai budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Demikian juga halnya putusan pemidanaan yang berdasar pada yuridis formal dalam hal ini putusan hakim yang menjatuhkan hukuman pemidanaan kepada seseorang terdakwa yaitu berisi perintah untuk menghukum terdakwa sesuai dengan ancaman pidana (Straft Mecht) yang tertuang dalam pasal pidana yang didakwakan. Diakui memang bahwa Undang-Undang memberikan kebebasan terhadap hakim dalam menjatuhkan berat ringannya hukuman yaitu minimal atau maksimal namun kebebasan yang dimaksud adalah haruslah sesuai dengan pasal 12 KUHP yaitu : (1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu. (2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut. (3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan Pasal 52. (4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan berpedoman pada unsur-unsuryang ada dalam setiap putusan, tentunya hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan adalah haruslah sesuai dengan bunyi pasal dakwaan dalam arti hakim terikat dengan batas minimal dan batas maksimal sehingga hakim dinilai telah menegakkan Undang-Undang dengan tepat dan benar. 9 Pada praktiknya ada hakim yang berani menerobos yaitu menjatuhkanpidana di bawah batas minimal dan bahkan di bawah tuntutan jaksa penuntut umum dengan alasan untuk memenuhi rasa keadilan dan hati nurani artinya hakim yang bersangkutan tidak mengikuti bunyi Undang-Undang yang secara tegas tertulis hal ini dapat saja terjadi karena hakim dalam putusannya harus berdasarkan pada kerangka hukum yaitu penegakan hukum dan penegakan keadilan. Atas putusan hakim tersebut yang melakukan penerobosan penjatuhan pidana penjara dan pidana denda tidak sesuai ketentuan Undang- Undang, menurut penulis harus juga dihargai, asal saja putusan yang menyimpangi aturan tersebut berintikan pada rasa keadilan masyarakat, karena ada juga hakim yang berpandangan bahwa hakim tidak dapat hanya berlindung di belakang UndangUndang, tetapi juga hakim bertolak pada hati nurani, lebih dari itu hakim boleh saja menjatuhkan pidana di bawah ancaman minimal asal putusan tersebut tidak ada kepentingan atau objektifitas dijunjung tinggi. Selanjutnya mengenai dasar pertimbangan putusan hakim di bawah tuntutan jaksa penuntut umum dilakukan berdasarkan hukum adat yakni apabila terjadi kekosongan hukum dalam peraturan perundang-undangan formal (hukum positif) maka hakim akan diwajibkan untuk berkreativitas, menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat sebagai dasar putusannya (Pasal 5 ayat (1)) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam kondisi seperti ini maka hakim memerankan fungsi rechtsvinding, terlebih lagi hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (asas ius curia novit, Pasal 10 ayat (1) UndangUndang No. 48 Tahun 2009). Berapa ahli menggunakan istilah "kejahatan" untuk menyatakan tindak pidana di bidang pertanahan. Menurut beliau, kejahatan di bidang pertanahan sebenarnya bukanlah suatu istitah baru dalam hukum pidana tetapi mempakan istilah yang sama dengan kejahatan pada umumnya sebagaimana diatur dalam Buku Ke II KUHP. Hanya saja kejahatan di bidang pertanahan ini berhubungan dengan tanah atau pertanahan sebagai objek atau salah satu unsur adanya kejahatan. Pasal-pasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang terkait dengan kejahatan atau tindak pidana di bidang pertanahan adalah sebagai berikut: Kejahatan terhadap penyerobotan tanah diatur dalam Pasal 167 KUHP: 10 ayat (1) Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum, atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan secara diancam dengan pidana pedana paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Kejahatan penggelapan terhadap hak atas barang tidak bergerak, seperti tanah, rumah sawah. Kejahatan ini biasa disebut dengan kejahatan stellionaat, yang diatur dalam Pasal 385 KUHP. Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun: (1) barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan crediet verband sesuatu hak atas tanah Indonesia, sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak atasnya adalah orang lain. (2) Barang siapa dengan maksud yang sama menjual, menukarkan, atau membebani dengan crediet verband, sesuatu hak tanah lndonesia yang telah dibebam crediet verband, atau sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang juga telah dibebani demikian, tanpa memberitahukan tentang adanya beban itu kepada pihak yang lain. (3) Barang siapa dengan maksud yang sama mengadakan credieet verband mengenai sesuatu hak tanah lndonesia, dengan menyembunyikan kepada pihak lain bahwa tanah yang berhubungan dengan hak tadi sudah digadaikan; (4) Barang siapa dengan maksud yang sama mengadaikan atau menyewakan tanah dengan hak Indonesia, padahal diketahui bahwa orang lain yang mempunyai atau turut mempunyai hak atas tanah itu; (5) Barang siapa dengan maksud yang sama menjual atau menukarkan tanah dengan hak Indonesia yang telah digadaikan, padahal tidak diberitahukan kepada pihak yang lain, bahwa tanah itu telah digadaikan: (6) Barang siapa dengan maksud yang sama, menjual atau menukarkan tanah dengan hak Indonesia untuk suatu masa, padahal diketahui, bahwa tanah itu telah disewakan kepada orang lain untuk masa itu juga. Berkaitan dengan tindak pidana penyerobotan tanah, maka kerangka analisis menggunakan batasan sebagai berikut: 11 a. Tindak Pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut6; b. Penyerobotan adalah hal, cara, hasil, atau proses kerja menyerobot atau mengambil.7 c. Penguasaan adalah orang yang menguasai.8 d. Tanah adalah lapisan bumi yang paling atas.9 Sanksi hukum terhadap tindak pidana penyerobotan tanah dapat didasarkan pada ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya (“UU No 51 PRP 1960”) menyatakan bahwa pemakaian tanah tanpa izin dari yang berhak maupun kuasanya yang sah adalah perbuatan yang dilarang, dan dapat diancam dengan hukuman pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan, atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000 (lima ribu Rupiah) sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No 51 PRP 1960. Ketentuan Pasal 6 UU No 51 PRP 1960 adalah (i) barang siapa yang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, (ii) barang siapa yang menggangu pihak yang berhak atau kuasanya yang sah di dalam menggunakan suatu bidang tanah, (iii) barang siapa menyuruh, mengajak, membujuk atau menganjurkan dengan lisan maupun tulisan untuk memakai tanah tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah, atau mengganggu yang berhak atau kuasanya dalam menggunakan suatu bidang tanah, dan (iv) barang siapa memberi bantuan dengan cara apapun untuk memakai tanah tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah, atau mengganggu pihak yang berhak atau kuasanya dalam menggunakan suatu bidang tanah. Selain itu dapat pula diterapkan ketentuan Pasal 385 KUHP, di mana Pasal tersebut merupakan satu-satunya pasal yang mengatur tentang kejahatan yang berkaitan langsung dengan kepemilikan tanah, dan pasal tersebut menyatakan : Diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun terhadap barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan creditverband sesuatu hak 6 M. Sudrajat Bassar, Tindak-tindak Pidana Tertentu,Bandung : Remadja karya, 1984), hal.2. 7 .S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1994, hal.1301 8 Ibid., hal. 726. 9 J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Op. Cit.,hal. 1417. 12 atas tanah indonesia sesuatu gedung bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah dengan hak indonesia, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak atasnya adalah orang lain. Analisis yuridis terhadap penyelesaian perkara tindak pidana penyerobotan tanah oleh penegak hukum cenderung menggunakan pasal 385 KUHP, namun fakta yang diketemukan didalam praktek penyerobotan tanah didalamnya tidak hanya terkait dengan aspek hukum pidana tetapi terdapat aspek hukum perdata, bahkan aspek hukum administrasi negara, karena modus operandi dari tindak pidana penyerobotan tanah dengan cara –cara melibatkan pihak-pihak pejabat pemerintahan dalam hal ini pihak BPN selaku penerbit sertifikat. Oleh karena itu proses penyelesaiannya atau penegakan hukumnya tidak hanya dari sisi hukum pidana tetapi dari sisi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tanah. Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas tanah. Sengketa tanah tidak dapat dihindari dizaman sekarang, ini disebabkan karena berbagai kebutuhan tanah yang sangat tinggi di zaman sekarang sementara jumlah bidang tanah terbatas.10 Hal tersebut menuntut perbaikan dalam bidang penataan dan penggunaan tanah untuk kesejahteraan masyarakat dan terutama kepastian hukumnya. Untuk itu berbagai usaha yang dilakukan pemerintah yaitu mengupayakan penyelesaian sengketa tanah dengan cepat untuk menghindari penumpukan sengketa tanah, yang dapat merugikan masyarakat misalnya tanah tidak dapat digunakan karena tanah tersebut dalam sengketa. Pada dasarnya pilihan penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan 2 (dua) proses. Proses penyelesaian sengketa melalui litigasi di dalam pengadilan, kemudian berkembang proses penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar pengadilan.11 Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversial yang belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya. Sebaliknya, melalui proses di luar pengadilan menghasilkan kesepakatan 10 Gunawan Wiradi, Masalah Pembaruan Agraria: Dampak Land Reform terhadap Perekonomian Negara, Makalah yang disampaikan dalam rangkaian diskusi peringatan “Satu Abad Bung Karno” di Bogor, tanggal 4 Mei 2001, Hal. 4 11 Badan Pertanahan Nasional, Reforma Agraria: Mandat Politik, Konstitusi, dan Hukum Dalam Rangka Mewujudkan “Tanah untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat”, Jakarta, 2007. Hal. 23 13 kesepakatan yang bersifat “win-win solution”,12 dihindari dari kelambatan proses penyelesaian yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan komprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik. Penggunaan pasal dalam KUHP oleh Hakim, yakni pasal 385 KUHP sebenarnya terdapat kelemahan. Lemahnya hukum tindak pidana penyerobotan lahan setidaknya terlihat dalam dua hal. Pertama, logika hukum dari pasalpasalnya tidak konsisten satu sama lain dan, kedua, ancaman pasal dari tindak pidana bersangkutan sangat rendah dan nyaris tak masuk akal. Jadi jangan heran jika masyarakat malas membawa kasus demikian ke proses hukum. Kalaupun penyerobotan lahan demikian dilaporkan ke kepolisian maka akan sangat merepotkan. Ilustrasinya begini. Penyerobotan lahan akan terkait dengan batas-batas tertentu yang pasti ukurannya. Untuk memastikan batas-batas demikian diperlukan pengukuran oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dalam praktik, untuk meminta pengukuran ini ada pula prosedur dan biaya-biayanya di BPN, meliputi biaya administrasi dan biaya penggantian ongkos transpor dari juru ukur. Proses di BPN ini sudah tentu memakan waktu.Belum lagi proses pengukuran di lapangan yang rawan konflik. Karena itu, biasanya, akan diminta pengamanan dari pihak aparat kepolisian. Bayangkan, betapa merepotkan pengurusannya, sedangkan ancaman pasalnya cuma tiga bulan. Kemudian secara empirik tanah yang di serobot secara diam-diam sudah bersertifikat dan dalam realita praktik hukum di lapangan tindak pidana penyerobotan lahan demikian tergolong sebagai tindak pidana ringan (tipiring). Berhadapan dengan tipiring demikian para penyidik biasanya enggan dan tidak semangat memprosesnya. Hal ini tak terlepas bahwa yang akan menghadapkan perkara tipiring demikian ke persidangan adalah penyidik sendiri selaku kuasa penuntut umum, tanpa melalui perantara jaksa penuntut umum. Prosedurnya, penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu 3 (tiga) hari sejak Berita Acara Pemeriksaan (BAP) selesai dibuat, menghadapkan Terdakwa berserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan. Barulah kemudian perkaranya diperiksa oleh hakim tunggal. Dalam situasi persidangan tipiring demikian penyidik acap enggan berjibaku karena tak biasa beracara di 12 Felix MT. Sitorus, Lingkup Agraria dalam Menuju Keadilan Agraria : 70 Tahun, 2002. Hal. 11 14 persidangan selayaknya jaksa penuntut umum atau pengacara Tidak heran jika penyidik kerap meminta “permakluman” dari para pelapor perkara tipiring demikian. Sebagai catatan, bahwa permakluman di sini sengaja dalam tanda petik, karena bermakna macam-macam. Jangan heran jika penyidik minta uang transpor untuk itu, karena dirinya merasa mewakili kepentingan dan pengurusan hak-hak (baca: uang) pelapor, jadi “wajar” meminta imbalan. Kelemahan hukum dari pidana penyerobotan lahan/tanah ini perlu mendapat perhatian serius dari lembaga pembentuk hukum di DPR RI. Sudah saatnya ketentuan pidana demikian direvisi, dijadikan pidana biasa yang lebih berat, bukan tipiring seperti saat ini. Perkara Penyerobotan tanah sebagaimana diatur dalam UU No. 1/Prp. Thn 1960 termasuk perkara TIPIRING. Hendaknya berhati-hati dalam memeriksa dan memutuskan perkara ini karena banyak menyangkut aspek perdata. Hakim pidana tidak dibenarkan memutuskan status kepemilikan tanah maupun memerintahkan penyerahannya kepada seseorang di dalam amar putusan pidana . Adapun perkara yang termasuk Tipiring (Pasal 205 Ayat (1)KUHAP): (1) Perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7500 (tujuh ribu lima ratus rupiah);dan (2) Penghinaan ringan, kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 Bagian ini (Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran lalu lintas) (Pasal 205 Ayat (1)KUHAP) (3) Terhadap perkara yang diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda lebih dari Rp 7500, juga termasuk wewenang pemeriksaan Tipiring (SEMA No. 18 Tahun 1983. Adapun dasar hukum dikatagorikan perkara tipiring,yakni: a. Dasar Hukum diatur dalam Bab Keenam Paragraf 1 Pasal 205-210 KUHAP; b. Bagian Kesatu (Panggilan dan dakwaan), Bagian Kedua (Memutus sengketa wewenang mengadili), dan Bagian Ketiga (Acara Pemeriksaan Biasa)Bab XVI sepanjang tidak bertentangan dengan paragraf 1 diatas; c. Pasal-pasal dalam KUHP yang memuat ancaman pidana penjara atau kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7500 (tujuh ribu lima ratus rupiah), Pasal 205 Ayat (1) KUHP; d. Peraturan daerah atau peraturan perundang-undangan lainnya yang termasuk wewenang tipiring berdasarkan KUHAP jo SEMA No 18 Tahun 1983; 15 e. Prosedur Pemeriksaan perkara Tipiring: 13 1. Penyidik atas kuasa Penuntut Umum, dalam waktu 3 (tiga) hari sejak Berita Acara Pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan Terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau juru bahasa ke Sidang pengadilan (Pasal 295 Ayat (2) KUHAP); 2. Jaksa Penuntut Umum dapat hadir di persidangan dengan sebelumnya menyatakan keingiannya untuk hadir pada sidang (Pedoman Pelaksanaan Tugas Administrasi Pengadilan Buku II, Cetakan Ke-5, MA RI,2004); 3. Pengadilan mengadili dengan Hakim Tunggal, pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat banding (Pasal 296 Ayat (3) KUHAP); 4. Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan Tipiring (Pasal 206 KUHAP);-cat: Jadi ditetapkan oleh KPN, salah satu hari yang khusus ditunjuk sebagai hari dilaksanakannya pemeriksaan Tipiring. 5. Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada Terdakwa tentang hari, tanggal, jam, dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke Pengadilan (Pasal 207 Ayat (1) poin a KUHAP); Perkara Tipiring yang diterima harus disidangkan pada hari sidang itu juga (Pasal 207 Ayat (1) poin b KUHAP); 6. Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku register semua perkara yang diterimanya, dengan memuat nama lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, termpat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan kepadanya (Pasal 207 ayat (2) poin a dan b KUHAP); 7. Perkara Tipiring dicatat dalam Register Induk khusus untuk itu- Pasal 61 UU No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Register Perkara Cepat terdiri dari Tipiring dan Lantas. Saksi tidak disumpah/janji, kecuali hakim menganggap perlu (Pasal 208 KUHAP); 13 Hasil Penelitian beberapa kasus Penyerobotan tanah yang dianalisis diberbagai daerah, yang diakses melalui google 16 8. Putusan Perkara Tipiring Tidak dibuatkan Surat Putusan secara tersendiri, melainkan dicatat dalam daftar catatan perkara kemudian panitera mencatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim dan panitera ybs. (Pasal 209 Ayat (1) KUHAP); 9. Putusan dijatuhkan pada hari yang sama dengan hari diperiksanya perkara itu juga, toleransi penundaan dapat dilakukan apabila ada permohonan dari Terdakwa; Putusan pemidanaan dapat dijatuhkan cukup dengan keyakinan hakim yang didukung satu alat bukti yang sah (Penjelasan Pasal 184 KUHAP). SEMA No. 9 Tahun 1983: sifat “cepat” itu menghendaki agar perkara tidak sampai tertunggak, di samping itu situasi serta kondisi masyarakat belum memungkinkan apabila untuk semua perkara Tipiring terdakwa diwajibkan hadir pada waktu putusan diucapkan, maka perkara-perkara cepat (baik Tipiring maupun Lantas) dapat diputus diluar hadirnya Terdakwa (verstek) dan “pasal 214 KUHAP” berlaku untuk semua perkara yang diperiksa dengan Acara Cepat. Terhadap Putusan Verstek sebagaimana tersebut dalam poin diatas, yang berupa pidana perampasan kemerdekaan, terpidana dapat mengajukan perlawanan (verzet) ke Pengadilan Negeri yang memutuskan perkara tersebut dengan tata cara sebagai berikut: Panitera memberitahukan penyidik adanya perlawanan/verzet; 2. Posisi Kasus Berdasarkan berkas Perkara BP/61/VIII/2011/Reskrim Tanggal 8 Agustus 2011 perkara Penyerobotan Tanah dengan Tersangka EDY KUSNADI alias Markus Bin Kalit, pasal yang diterapkan oleh Penyidik dan Dakwan Jaksa Penuntut Umun adalah Pasal 385 KUHP. Adapun duduk perkaranya adalah sebagai berikut, bahwa dengan sengaja telah melakukan tindak pidana penyerobotan tanah yang dilakaukan oleh tersangka Edy Kusnadi Alias Markus bin Kalit dengan cara menjual tanah milik korban Khou Tan Po Alias Sutopo yang memiliki sertifikat Nomor 335bTahun 1995 Desa Sungai Ukoi atas nama Popo Sutopo, tanah tersebut dijual kepada saudari Helyanah dengan harga Rp 52.500.000 (lima puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) dan dibuatkan kwitansi tanda bukti penerimaan pada tanggal 20 Mei 2006, pada saat menjual tanah kepada sdri Helyanah, sdr Edy Kusnadi Alias Markus Bin Kalit memiliki dokumen 17 tamah berupa surat pernyataan kepemilikan tanah dan sketsa tanh yang dibuat pada saat penjualan tanah tersebut yaitu diketahui pada hari Kamis tanggal 24 Februari 2011 di jln Sintang Pontianak KM 10 Dusun Nenak Desa Sungai Ukoi Kecamatan Sungai Tebelian Kanupaten Sintang. Berdasar Berita Acara Pendapat (Resume) Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort Sintang yang dibuat tanggak 9 Agustus 2000 Analisis Kasus yang digunakan adalah Pasal 385 KUHP, namun dalam Berita Acara analisis Penyidik menggunakan Pasal 406 KUHP yang unsur-unsurnya serbagai berikut: 1. Barang siapa 2. Dengan Hendak untuk menguntungkan diri sendiri 3. Dengan melawan hak menjual sesuatu hak rakyat dalam memakai tanah pemerintah 4. Sendang diketahuinya bahwa orang lain yang berhak atas tanah tersebut. Berkaitan dengan asal muasal tanah tersebut dijelaskan bahwa tanah dalam perkara ini berasal dari orang tua terdakwa bernama Kalit seorang matan Kepala Adat yang telah meninggal dunia tahun 1981 dan mempunyai anak empat orang anak yang bernama Abdullah (alm), Ayang, Duri dan Edy Kusnadi (terdakwa) dan telah mendapat pembagian harta berupa tanah. Terdakwa mengaku mendapatkan pembagian tanah dari orang tuanya yang terletak di Jln Sintang Pontianak KM 10, Dusun Nenak, Desa Sungai Koi, Kecamatan Sungai Tebelian, Kabupaten Sintang. Dan Tanah tersebut pada tahun 2006 telah dijual oleh terdakwa kepada saksi Helyanah, sedangkan saudara-saudara dari terdakwa yang Abdulllah, Ayang dan Duri, juga mendapatkan pembagian tanah dari orang tuanya ditempat lain yang juga masih di dusun Nenak sesuai dengan saksi-saksi dari penuntut umum yang bernama Muhammad Yusuf, Slamet dan sesuai pula saksi yang diajukan terdakwa bernama saksi Abdullah, saksi Ayang, Kristina saksi Kasim, saksi Wahono dan saksi Arabai. Setelah meninggalkan pembagian tanah tersebut terdakwa meninggalkan rumah dengan tujuan ke Pontianak dan tidak mengurus tanah tersebut, kemudian tahun 2006 kembali ke Desa selanjutnya menjual tanah tersebut ke Helyanah. Ternyata tanah tersebut sudah bersertifikat atas nama hak milik orang lain, yakni saksi Tajuin dan beralih menjadi nama saksi Popo Sutopo. Dalam Persidangan Popo Sutopo menerangkan bahwa ia mendapatkan tanah tersebut 18 membeli dari orang yang bernama Tajuin tahun 1995, sedangkan Tajuin mendapatkan tanah tersebut membeli dari M.Saini, sedangkan M .Saini memp[eroleh tanah tersebut memberi dari Abdullak (Kakak terdakwa) yang saat itu Abdullah mengaku sebagai pemilik tanah tersebut hasil pembagian orang tuanya bernama Kalit. Penuntut Hukum dengan dakwan berbentuk Tunggal, yakni dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, dengan melawan hukum, menjual, menukarkan, atau menjadikan tanggungan ikatan kredit hak milik atas tanah negeri atau tanah partikulir atau gedung, bangunan, tanaman, atau benih ditanah dengan hak milik, sedang ia tahu bahwa orang lain yang berhak atau turut berhaj atas tanah itu, melanggar pasal 385 ayat (1) KUHP., namun Penasehat Hukumn Terdakwa dalam pembelaan/ pledoinya bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana penyerobotan tanah pasal 385 KUHP. Majelis Hakim dalam pertimbangan berkeyakinan bahwa Terdakwa telah melakukan perbuatan hukum yakni menjual tanah terletak di jalan Sintang Pontianakj KM 10 Dusun Nenak, Desa Sungai Ukoi, Kecamatan Sungai Tebelian, Kabupaten Sintang, namun Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan terdakwa tersebut bukan merupakan perbuatan pidana, melainkan perbuatan perdata oleh karenanya sesuai dengan Pasal 191 ayat (2) KUHAP terdakwa haruslah dilepaskan dari segala tuntutan hukum.. Kemudian Majelis Hakim dalam Putusan menyatakan, bahwa Terdakw Edi Kusnadi alias Markus Bin Kalit telah terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran. 3. Analisis Pertimbangan Hakim Sebelum menganalisa pertimbangan hakim terlebih dahulu dipaparkan Pasalpasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang terkait dengan kejahatan atau tindak pidana di bidang pertanahan adalah sebagai berikut: 1 Kejahatan terhadap penyerobotan tanah diatur dalam Pasal 167 KUHP: (1) Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum, atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan secara diancam dengan pidana pedana paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. 19 (2) (2)Barang siapa masuk dengan merusak atau memanjat, dengan menggunakan anak kunci palsu perintah palsu atau pakaian jabatan palsu atau barang siapa tidak setahu yang berhak lebih dahulu serta bukan karena kehkilafan masuk dan kedapatan di situ pada waktu malam, dianggap memaksa masuk; (3) Jika mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan orang pidana menjadi paling lama satu tahun empat bulan; (4) Pidana tersebut dalam ayat I dan 3 dapat ditambah sepertiga jika yang melakukan kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu. 2. Kejahatan terhadap pernberian sumpah palsu dan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 242 KUHP. (1). Barang siapa dalam hal dimana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah, atau mengadalian akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan dasar, atau tulisan, olehnya sendiri maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2). Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (3). Disamakan dengan sumpah palsu adalah janji atau pengikatan, .yang diharuskan menurut aturan-aturan umum atau yang menjadi pengganti sumpah; 3. Kejahatan terhadap pemalsuan surat-surat masing-masing diatur dalam Pasal 263, 264, 266, dan 274 KUHP: PasaI263 KUHP: (1). Barang siapa membuat seeara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti dari pada sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun. 20 (2). Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu seolah-olah benar atau tidak palsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Pasal 264 KUHP: (1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap: a. Akta-alda Otentik; b. Surat hutang dan sertipikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum; c. Surat sero atau hutang atau sertipikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan yayasan, perseroan atau maskapai; d. Talon, tanda bukti dividen atau dengan dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengagnti surat-surat itu e. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diedarkan. (2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja mekakai surat tersebut dalam alat pertama yang isinya tidak benar atau yang dipalsu seolah-olah benar dan tidak palsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Pasal266 KUHP: (1) Barangsiapa menyuruh masukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otekrik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun; (2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian. Pasal274 KUHP: (1) Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat keterangan seorang pejabat selaku penguasa yang syah, tentang hak milik atau hak lainnya atas sesuatu barang, dengan maksud untuk memudahkan penjualan 21 atau pengadannya atau untuk menyesaikan pejabat kehakiman atau kepolisian tentang asalnya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun; (2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud tersebut. memakai surat keterangan itu seolah-olah benar dan tidak palsu. 4. Kejahatan penggelapan terhadap hak atas barang tidak bergerak, seperti tanah, rumah sawah. Kejahatan ini biasa disebut dengan kejahatan stellionaat, yang diatur dalam Pasal 385 KUHP. Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun: (1) barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan crediet verband sesuatu hak atas tanah Indonesia, sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak atasnya adalah orang lain. (2) Barang siapa dengan maksud yang sama menjual, menukarkan, atau membebani dengan crediet verband, sesuatu hak tanah lndonesia yang telah dibebam crediet verband, atau sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang juga telah dibebani demikian, tanpa memberitahukan tentang adanya beban itu kepada pihak yang lain. (3) Barang siapa dengan maksud yang sama mengadakan credieet verband mengenai sesuatu hak tanah lndonesia, dengan menyembunyikan kepada pihak lain bahwa tanah yang berhubungan dengan hak tadi sudah digadaikan; (4) Birang siapa dengan maksud yang sama mengadaikan atau menyewakan tanah dengan hak Indonesia, padahal diketahui bahwa orang lain yang mempunyai atau turut mempunyai hak atas tanah itu; (5) Barang siapa dengan maksud yang sama menjual atau menukarkan tanah dengan hak Indonesia yang telah digadaikan, padahal tidak diberitahukan kepada pihak yang lain, bahwa tanah itu telah digadaikan: (6) Barang siapa dengan maksud yang sama, menjual atau menukarkan tanah dengan hak Indonesia untuk suatu masa, padahal diketahui, bahwa tanah itu telah disewakan kepada orang lain untuk masa itu juga. 22 Dari Pasal-Pasal di Dalam KUHP tersebut di atas, jika disajikan dalam bentuk tabel akan nampak sebagai berikut: Tabel 1 : Pasal-Pasal Tindak Pidana Di Bidang Pertanahan Yang Diatur dalam KUHP No Pengaturan Perihal Pasal Penyerobotan 167 KUHP Tanah Ancamana Pidana Keterangan Paling lama 9 bulan Kejahatan dan/atau denda Rp. 300 Sumpah Palsu dan 242 KUHP Paling lama 7 tahun Kejahatan Keterangan Palsu Pemalsuan Surat 263 KUHP Paling lama 6 tahun Kejahatan Pemalsuan Surat 264 KUHP Paling lama 8 tahun Kejahatan Menyuruh 266 KUHP Paling lama 7 tahun Kejahatan Surat 274 KUHP Paling lama 2 tahun Kejahatan 385 KUHP Paling lama 4 tahun Kejahatan memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik Pemalsuan Keterangan Penggelapan terhadap hak atas barang tidak bergerak Sumber: Moeljatno, KUHP, Jakarta, Bina Aksar Berdasarkan Pasal-Pasal di atas, pasal 385 KUHP adalah merupakan satu-satunya Pasal dalam yang sering digunakan oleh pihak penyidik (Polisi) dan penuntut umum (Jaksa) untuk mendakwa “penyerobotan tanah” dan dikatagorikan sebagai tindak pidana kejahatan. Khususnya Pasal 385 ayat (1) KUHP yang berbunyi : “barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan crediet verband sesuatu hak atas tanah Indonesia, sesuatu gedung, bangunan, 23 penanaman atau pembenihan, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak atasnya adalah orang lain” Kesimpulan 1. Berdasarkan berkas Perkara BP/61/VIII/2011/Reskrim Tanggal 8 Agustus 2011 perkara Penyerobotan Tanah dengan Tersangka EDY KUSNADI alias Markus Bin Kalit, pasal yang diterapkan oleh Penyidik dan Dakwan Jaksa Penuntut Umun adalah Pasal 385 KUHP. Namun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sintang Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan terdakwa tersebut bukan merupakan perbuatan pidana, melainkan perbuatan perdata oleh karenanya sesuai dengan Pasal 191 ayat (2) KUHAP terdakwa haruslah dilepaskan dari segala tuntutan hukum.. Kemudian Majelis Hakim dalam Putusan menyatakan, bahwa Terdakw Edi Kusnadi alias Markus Bin Kalit telah terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran. 2. Sungguhpun demikian, secara yuridis putusan lepas dari tuntutan hukum Putusan Pengadilan Negeri Sintang Nomor: 41/PID.B/2012/PN.STG tersebut, masih mengandung kelemahan-kelemahan. Sebab Penerapan Pasal 385 Ayat 1 KUHP Terhadap Pelaku Kejahatan Penyerobotan Hak Atas Tanah. Dalam perkara pidana Nomor : BP/6/VIII/2011/Reskrim jo Putusan Nomor 41/Pid.B/2012/PN.STG.. adalah dasar pertimbangan Hakim dalam memutus perkara pidana hak-hak atas tanah milik orang lain memiliki bukti-bukti yang kuat sehingga dengan adanya bukti-bukti tersebut akan dapat memberatkan bagi terdakwa, atau dengan kata lain terdakwa tidak dapat menolak lagi akan perbuatan yang dilakukannya, karena dengan alat bukti itulah terdakwa melakukan perbuatanya / perbuatan pidana, yang dilakukanya itu benar-benar dilakukan oleh terdakwa sendiri, Pengakuan yang jujur dari diri terdakwa atas kesalahan yang diperbuatnya, hal ini dimaksud dengan adanya pengakuan yang jujur atau pengakuan yang sebenarnya mengenai apa yang didakwakan oleh penuntut umum kepada terdakwa, seharusnya akan dapat mempermudah bagi hakim dalam menjatuhkan putusanya, Apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum atas perbuatan tindak kejahatan yang dilakukan oleh si terdakwa benar-benar telah sesuai dengan apa yang diperbuatnya, Terdakwa menunjukan rasa penyesalannya atas segala perbuatanya yang dituduhkan kepadanya, didalam 24 perkara tindak kejahatan perampasan terhadap hak-hak atas tanah milik orang lain ini, sebagai mana yang diancam dengan Pasal 385 Ayat 1 KUHP. 25 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Mustafa dan Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, Jakarta: Ghalian Indonesia, 1983. Badudu J.S. dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1994). Bassar, M Sudrajat, Tindak-tindak Pidana Tertentu, Bandung : Remadja karya, 1984 Bosu, B. Sendi-Sendi Krimonologi, (Surabaya : Usaha Nasional, 1982), Farid, A. Zainal Abidin, Hukum Pidana I, (Jakarta : Sinar Grafiti,1995) Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah, Jakarta : Jembatan, -------------,Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang- Undang Pokok Agraria.Isi dan Jakarta : Djambatan,2003. Pelaksanaanya. BPN . Nomor 5 PRP Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya., Pasal 3 dan Pasal 4. Kansil , C. S. T. dan Christine S. T. Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 1995. Lamintang, P.A.F. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Citra Aditya Bhakti : Bandung, 1997. …………, Hukum Pidana Indonesia, Bandung : Sinar Baru : 1980) Pasaribu, Ivor Ignasio” Masalah Penyerobotan Tanah Dalam Perspektif Pidana, hukum on line .Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Bandung : Sumur, 1962. …………., Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia ,Jakarta:Eresco, 1980. Ruchiyat, Edy, Politik Pertanahan Sebelum dan Sesudah Berlakunya UUPA, Bandung : Alumni, 1984. Sahetapy,.J.E. Paradoks Kriminologi ,Jakarta: Rajawali; 1982. Saleh, Roeslan, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana;Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, Jakarta : Aksara Baru, 1983. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. 26 ………….., Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993. Soemitro, Romy Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985 Soesilo, R. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bogor : Politea, 1988. …………, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik Khusus, Bogor : Politea, 1984. Sudarto, Hukum Pidana Jilid IA-B, Alumni: Bandung, 1982. Santoso, Urip. Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah. Jakarta: Prenada Media Group, 2008. Sihombing, B. F dalam Supriadi. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika, 2010. Simarmata, Rikardo. Pengakuan Hukum terhadap Masyarakat Adat di Indonesia. UNDP Regional Center in Bangkok, 2006. Soeprapto. Undang-Undang Agraria dalam Praktek. Jakarta: Universitas Indonesia Pres, 1986. Soesanto, J. B. Hukum Agraria I. Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Semarang. Sudiyat, Iman. Hukum Adat Sketsa Adat. Cetakan Ketujuh, Yogyakarta: Liberty, 2012. Sumardjono, Maria S.W. Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Cet. 2. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2009. Supriadi. Hukum Agraria. Ed. 1, Cet. 4. Jakarta: Sinar Grafika. Sumardjono, Maria S.W. Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Cet. 2. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2009. Sutiknjo, Imam. Politik Agraria Nasional. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994. Tom, Camphell, Tujuh Teori Sosial (Sketsa, Penelitian, Perbandingan). Terjemahan “seven Theories of Human Society”. Oleh : F. Budi Hardiman. Tongat, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan, Universitas Muhammadiyah : Malang, 2008. Wisnubroto, Al. Teknis Persidangan Pidana ,Yogyakarta: Penerbit Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2009) Yamin Lubis, Muhammad dan Abd. Rahim Lubis. Hukum Pendaftaran Tanah. Bandung: Mandar Maju, 2008. 27 28