Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Kooperatif

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif
Salvin , dalam Isjoni ( 2011:15) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerjasama dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-5 orang
dengan struktur kelompok heterogen”. Jadi dalam model pembelajaran kooperatif ini,
siswa bekerja sama dengan kelompoknya untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Dengan begitu siswa akan bertanggung jawab atas belajarnya sendiri dan berusaha
menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada
mereka.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan pembentukan kelompok
yang bertujuan untuk menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif.
2.1.1.1 Dasar Pemikiran Model Pembelajaran Kooperatif
Arends (1997:21) menyimpulkan “teori model pembelajaran konvensional
atau pembelajaran langsung mempunyai sandaran psikologi behavioristik dan teori
pembelajaran sosial, sedangkan model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada
teori psikologi kognitif dan teori pembelajaran sosial”. Fokus pembelajaran
kooperatif tidak saja tertumpu pada apa yang dilakukan peserta didik tetapi juga pada
apa yang dipikirkan peserta didik selama aktivitas belajar berlangsung. Informasi
yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu saja oleh guru kepada peserta didik,
tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi untuk berinteraksi dengan peserta didik
lain dalam kelompok, dengan guru dan dengan bahan ajar secara optimal agar ia
mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
6
7
2.1.1.2 Unsur-Unsur Dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Roger dan David Johnson dalam Suprijono (2009:58) mengatakan tidak semua
belajar kelompok bisa di anggap kooperatif. Untuk mencapai hasil maksimal, lima
unsur dalam pembelajaran kooperatif harus diterapkan.
Lima unsur tersebut adalah:
1) Positive interdependence (saling ketergantungan positif), yaitu setiap
peserta didik ditugasi dengan tugas dan peran yang saling mendukung
dan saling berhubungan, saling melengkapi, dan saling terkait dengan
peserta didik lain dalam kelompok
2) Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan), yaitu
membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat,
tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua
anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.
3) Face to face promotive intraction (interaksi promotif), yaitu saling
membantu secara efektif dan efisien dalam memberikan informasi,
merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan
kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi untuk
memperoleh keberhasilan bersama.
4) Interpersonal skill (komunikasi antaranggota), yaitu saling mengenal
dan mempercayai dalam berkomunikasi secara akurat dan ambisius
untuk menyelesaikan konflik yang konstruktif.
5) Group processing (pemrosesan kelompok), melalui pemrosesan
kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan
kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok . Siapa dari anggota
yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu.
2.1.1.3 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
Agus Suprijono, (2009:61) menyimpulkan ”tujuan dari pembelajaran
kooperatif untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi,
menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial”. Untuk mencapai
hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan interdepensi
pesertadidik dalam struktur tugas, struktur tujuan dan struktur rewardnya . Interaksi
kelompok dalam interaksi pembelajaran kooperatif bertujuan mengembangkan
keterampilan sosial (social skill) komunikasi baik verbal maupun nonverbal dengan
orang lain relatif mudah ini berkaitan dengan seseorang yang mampu menjalin relasi
8
dan komunikasi dengan berbagai orang yang mengembangkan intelegensi
interpersonal.
2.1.1.4 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif, pembagian kerja yang
kurang adil tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok jika guru benar-benar
menerapkan prosedur model pembelajaran kooperatif, Supaya hal tersebut tidak
terjadi sebagai guru perlu memahami model-model pembelajaran kooperatif.
Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase
Fase-fase
Perilaku guru
Fase 1: Menyampaikan tujuan dan Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan pesertadidik
mempersiapkan
pesertadidik
siap
informasi
kepada
belajar.
Fase 2: Menyajikan informasi
Mempresentasikan
pesertadidik secara verbal.
Fase 3: Mengorganisir peserta didik ke Memberikan penjelasan kepada peserta
dalam tim-tim belajar
didik tentang tata cara pembentukan tim
belajar
dan
membantu
kelompok
melakukan transisi yang efisien.
Fase 4: Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama peserta
didik mengerjakan tugasnya.
Fase 5: Mengevaluasi
Menguji
pengetahuan
peserta
didik
mengenai berbagai materi pembelajaran
atau
kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6: Memberikan pengakuan dan Mempersiapkan cara untuk mengakui
penghargaan
usaha dan prestasi individu maupun
kelompok.
9
2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together
Miftahul Huda (2011:92) menyimpulkan “pada dasarnya Numbered Heads
Together merupakan varian dari diskusi kelompok”. Teknis pelaksaaannya hampir
sama dengan diskusi kelompok. Pertama-tama guru meminta siswa untuk duduk
berkelompok-kelompok. Masing-masing anggota diberi nomor. Setelah selesai guru
memanggil
nomor
untuk
mempresentasikan
hasil
diskusinya.
Guru
tidak
memberitahukan nomor berapa yang akan berpresentasi selanjutnya. Begitu
seterusnya hingga semua nomor terpanggil. Pemanggilan secara acak ini akan
memastikan semua siswa benar-benar terlibat dalam diskusi tersebut.
Model Numbered Heads Together adalah bagian dari model pembelajaran
kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Miftahul Huda (2011:130) menyimpulkan
“model Numbered Heads Together yang dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok
untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok. Pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama
antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi
ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi
pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah
untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam
proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar
aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta
berdiskusi untuk memecahkan masalah
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together merupakan salah satu
tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan
penguasaan
akademik. Berdasarkan uraian tersebut yang dimaksud dengan
pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together dalam penelitian ini adalah
10
adalah pembelajaran yang dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya
terdiri dari 4-5 orang secara heterogen, dimana setiap siswa masing-masing
mempunyai nomor, kemudian nomor tersebut akan dipanggil oleh guru untuk
menjawab pertanyaan. Miftahul Huda (2011:138) mengemukakan tiga tujuan yang
hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe Numbered Heads
Together yaitu :
1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling sharing ide-ide
dan mempertimbangkan jawaban yang tepat.
2) Meningkatkan kerjasama siswa
3) Pengembangan keterampilan sosial, bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain
berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau
menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan
sebagainya.
2.1.2.2 Pentingnya Numbered Heads Together
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan
adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk
mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok
kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini
sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi
pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.
Numbered Heads Together merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Ibrahim (2000:28) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam Numbered
Heads Together yaitu: (1) hasil belajar akademik stuktural, bertujuan untuk
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. (2) pengakuan adanya
keragaman, bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai
berbagai latar belakang. (3) pengembangan keterampilan sosial, bertujuan untuk
11
mengembangkan keterampilan sosial siswa.Keterampilan yang dimaksud antara lain
berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide
atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Ada beberapa manfaat pada
metode Numbered Heads Together terhadap siswa yang dikemukakan oleh Ibrahim
(2000: 18) antara lain rasa harga diri menjadi lebih tinggi, memperbaiki kehadiran,
penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar, perilaku mengganggu menjadi
lebih kecil, konflik antara pribadi berkurang, pemahaman yang lebih mendalam,
meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi, dan hasil belajar lebih tinggi.
2.1.2.3 Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together
Manfaat diterapkannya strategi pembelajaran kooperatif Ibrahim (2000:18-19)
menarik kesimpulan sebagai berikut:
a) meningkatkan pencurahan waktu pada tugas , b) rasa harga diri
menjadi lebih tinggi c) memperbaiki kehadiran, d) angka putus
sekolah menjadi rendah, e) penerimaan terhadap perbedaan individu
menjadi lebih besar, f) perilaku menganggu menjadi lebih kecil, g)
konflik antar pribadi berkurang, i) pemahaman yang lebih mendalam,
j) motivasi lebih besar, k) prestasi belajar lebih tinggi, l) retensi lebih
lama, m) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.
2.1.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Heads Together
Menurut Agus Suprijono (2009: 40). Berikut ini ada beberapa kelebihan dari
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together yaitu:
1. Siswa berani mengemukakan pendapat
2. Dapat meningkatkan hasil belajar siswa
3. Menyenangkan siswa dalam belajar
4. Dapat mengembangkan sikap positif siswa
5. Mampu mengembangkan sikap kepemimpinan siswa
6. Mampu mengembangkan rasa ingin tahu siswa
7. Mampu meningkatkan rasa percaya diri siswa
Sedangkan beberapa kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together, yaitu:
1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru
2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru
12
3. Kelas menjadi ribut jika guru tidak dapat menguasai kelas dengan baik
Menurut Zuhdi (2010:65) menyimpulkan” Numbered Heads Together memiliki
kelebihan yaitu setiap siswa menjadi siap semua, siswa dapat melakukan diskusi
dengan sungguh-sungguh, dan siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang
pandai”. Metode ini juga memiliki kelemahan yaitu kemungkinan nomor yang
dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru, tidak semua anggota kelompok dipanggil
oleh guru, dan kendala teknis misalnya masalah tempat duduk kadang sulit atau
kurang mendukung diatur kegiatan kelompok. Solusi mengatasi kelemahan tersebut
adalah guru membuat catatan kecil agar nomor yang dipanggil tidak dipanggil lagi
oleh guru, guru harus mengatur waktu pembelajaran dengan baik sehingga semua
anggota kelompok dapat dipanggil oleh guru dan sebelum pembelajaran ruang kelas
harus sudah tertata yang mendukung untuk diskusi kelompok.
2.1.2.5 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together
Model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dikembangkan
oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat
Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together. Guru membagi para siswa menjadi
beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor
kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok
yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras,
suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan
13
kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan
masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket
atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah
yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai
bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama
untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh
guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat
umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap
kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban
kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang disajikan
Menurut Lie (2011:60) langkah pembelajaran Numbered Heads Together
adalah:
a) Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok
mendapat nomor.
b) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
c) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan
memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
d) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
14
Menurut Kagan dalam Asmani (2007:40) menyimpulkan langkah-langkah
pembelajaran menggunakan Numbered Heads Together adalah sebagai berikut:
a) Siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri dari 4 – 5 anggota, setiap
siswa atau anggota kelompok mendapat sebuah nomor.
b) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
c) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan
setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui
jawabannya.
d) Guru memanggil salah satu siswa dengan memanggil nomornya,
kemudian siswa tersebut melaporkan hasil kerjasama diskusi
kelompoknya.
e) Kelompok atau teman yang lain memberikan tanggapan, kemudian
guru melanjutkan memanggil nomor yang lain.
f) Siswa dengan dipandu guru membuat kesimpulan.
Arends (2008:16), sintaks pembelajaran dari Numbered Heads Together adalah:
a) Langkah 1 Numbering, guru membagi siswa menjadi beberapa tim
beranggota 3 sampai 5 orang dan memberi nomor sehingga setiap
siswa pada masing-masing tim memiliki nomor antara 1 sampai 5.
b) Langkah 2 Questioning, guru mengajukan sebuah pertanyaan
kepada siswa. Pertanyaan itu bisa sangat spesifik dan dalam bentuk
kalimat tanya.
c) Langkah 3 Heads Together, siswa menyatukan “kepala” untuk
menyatukan jawabannya dan memastikan bahwa semua orang tahu
jawabannya.
d) Langkah 4 Answering, guru memanggil sebuah nomor dan siswa
dari masing-masing kelompok yang memiliki nomor itu
mengangkat tangannya dan memberikan jawabannya kehadapan
seluruh kelas.
Dari beberapa pendapat diatas maka sintak dari Numbered Heads Together
adalah:
Pembentukan kelompok: siswa dibagi kelompok beranggotakan 4-5 orang.
setelah guru membagi siswa dalam kelompok beranggotakan 4-5 orang dan kepada
setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5. Siswa bergabung dengan
tim atau anggotanya yang telah ditentukan. Pembagian tugas: guru memberikan tugas
kepada setiap kelompok untuk dikerjakan. Diskusi atau berpikir bersama: siswa
15
berdiskusi berpikir bersama menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan
itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Memanggil
nomor: guru memanggil suatu nomor tertentu secara acak dari 1 sampai x (x adalah
banyaknya anggota kelompok). Siswa yang dipanggil nomornya maju ke depan kelas
untuk melaporkan hasil diskusinya ke depan kelas. Menjawab pertanyaan: siswa yang
nomornya dipanggil mencoba menjawab pertanyaan atau melaporkan jawaban untuk
seluruh kelas mewakili kelompoknya. Guru membimbing siswa dalam menjawab
pertanyaan. Menanggapi jawaban: guru memberikan kesempatan kepada kelompok
lain untuk menanggapi jawaban yang disampaikan. Memberikan kesimpulan: guru
membimbing siswa untuk memperbaiki atau menambah kesimpulan yang salah atau
kurang terhadap materi yang telah di bahas.
2.1.3 Hasil Belajar IPA
Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka
yang diberikan oleh guru. Winkel (2004:34) menyatakan bahwa hasil belajar adalah
perubahan sikap atau tingkah laku anak melalui proses belajar. Suprijono (2009:5)
menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Hasil belajar siswa menurut
Sudjana (2011:3) pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku, tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif,
dan psikomotoris.
Hasil belajar yang di dapat adalah Kognitif, yaitu hasil belajar yang berkenaan
dengan pengembangan kemampuan otak dan penalaran siswa, dalam pembelajaran
dapat meningkat dengan ditunjukkan pada nilai dalam evaluasi melebihi KKM,
Afektif yaitu hasil belajar mengacu pada sikap dan nilai yang diharapkan dikuasai
siswa setelah mengikuti pembelajaran siswa ditunjukkan dengan sikap positif siswa ,
timbul minatnya terhadap pelajaran, serta menghilangkan anggapan rumit adalah
16
pelajaran yang sulit. Psikomotor yaitu hasil belajar yang mengacu pada kemampuan
bertindak. siswa meningkat dengan terampil berhitung dan mengukur.
Hasil belajar IPA adalah penguasaan pengetahuan/aspek kognitif yang
diperoleh dari penilaian formatif melalui tes tertulis yang diberikan oleh guru
berbentuk pilihan ganda.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan keterampilan, sikap dan pengetahuan yang diperoleh siswa setelah ia
menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan
pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari dan proses kegiatan belajar siswa dari
seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA di kelas dan menerima
suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi yang berupa aspek kognitif yang
diungkapkan dengan menggunakan suatu alat penilaian yaitu tes evaluasi dengan
hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai, aspek afektif yang menunjukkan sikap
siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik yang menunjukkan
keterampilan dan kemampuan bertindak siswa dalam mengikuti pembelajaran
2.1.3.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar IPA
Slameto (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat
digolongkan kedalam dua golongan yaitu faktor intern yang bersumber pada diri
siswa dan faktor ekstern yang bersumber dari luar diri siswa. Faktor intern terdiri dari
kecerdasan atau intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan, kesiapan
dan kelelahan. Sedangkan faktor ekstern terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Slameto (2003:54) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan dijelaskan dengan
penjelasan sebagai berikut:
a) Faktor-faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern ini terbagi
menjadi tiga faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan.
17
1. Faktor jasmaniah
Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap
badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Kedua adalah cacat tubuh yitu sesuatu yang
menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh..
2. Faktor psikologis
Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang
mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: (a) intelegensi yaitu kecakapan untuk
menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif,
menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan
mempelajarinya dengan cepat. (b) Perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi,
jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. (c) Minat
adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa
kegiatan. (d) Bakat yaitu kemampuan untuk belajar. (e) Motif harus diperhatikan agar
dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir dan
memusatkan perhatian saat belajar. (f) Kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan
seseorang. (g) Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi renspon atau bereaksi.
3. Faktor kelalahan
Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat praktis).
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul untuk
membaringkan tubuh. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan
kebosanan, sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang.
b) Faktor-faktor ekstern
Faktor eksten adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini
meliputifaktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan
penjelasan sebagai berikut:
18
1. Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua
mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan
ekonomi keluarga.
2. Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,
pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan
tugas rumah. Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi
pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana yang kondusif
bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah berjalan baik,
kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman, metode
pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana penunjang cukup
memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya.
3. Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: (a) kegiatan siswa dalam masyarakat
yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat, kegiatan-kegiatan sosial,
keagamaan dan lain-lain, belajar akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana
dalam mengatur waktunya.(b) multi media misalnya: TV, radio, bioskop, surat kabar,
buku-buku, komik dan lain-lain. (c) teman bergaul, (d) bentuk kehidupan masyarakat.
Dari uraian yang dikemukakan oleh Slameto, maka salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi hasil belajar adalah faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari
sekolah diantaranya adalah model pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas.
Arends (2008:12) menyatakan bahwa salah satu aspek penting cooperative learning
adalah bahwa selain membantu meningkatkan perilaku kooperatif dan hubungan
kelompok yang lebih baik di antara para siswa, pada saat yang sama ia juga
membantu siswa dalam pembelajaran akademiknya. Jadi dalam pembelajaran
19
kooperatif meskipun mencakup tujuan sosial, juga bertujuan memperbaiki prestasi
siswa. Suprijono (2009:92) Numbered Heads Together merupakan salah satu model
dari pembelajaran kooperatif. Karena Numbered Heads Together merupakan salah
satu model dari pembelajaran kooperatif sehingga diduga Numbered Head Together
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2.1.4 Mata Pelajaran IPA SD
2.1.4.1 Hakekat Mata Pelajaran IPA
Berdasarkan karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. Pemahaman tentang karakteristik IPA ini
berdampak pada proses belajar IPA di sekolah Sesuai dengan karakteristik IPA, IPA
di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari
diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan karakteristik IPA pula,
cakupan IPA yang dipelajari di sekolah tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi
juga proses perolehan fakta yang didasarkan pada kemampuan menggunakan
pengetahuan dasar IPA untuk memprediksi atau menjelaskan berbagai fenomena
yang berbeda. Cakupan dan proses belajar IPA di sekolah memiliki karakteristik
tersendiri.
1.
Proses belajar IPA melibatkan hampir semua alat indera, seluruh proses
berpikir, dan berbagai macam gerakan otot.
2.
Belajar IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara (teknik).
Misalnya, observasi, eksplorasi, dan eksperimentasi.
3.
Belajar IPA memerlukan berbagai macam alat, terutama untuk membantu
pengamatan.
2.1.4.2 Tujuan Pembelajaran dan Ruang Lingkup IPA
Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006, ada tujuh tujuan mata pelajaran
IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), yaitu:
20
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 ruang lingkup mata pelajaran IPA
meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1).Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2).Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan
gas. 3)Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya dan pesawat sederhana. 4) Bumi dan alam semesta
meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
2.2 Penelitian Yang Revelan
Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together telah dilakukan peneliti lain
Penelitian tersebut berbentuk skripsi, yang dilakukan oleh
Novitasari
(2011),
berjudul
“Upaya
Peningkatan
Hasil
Rima Chandra
Belajar
Dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Mata Pelajaran IPA Pokok
Bahasan Perubahan Lingkungan Kelas 4 SDN Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo
Kota Salatiga Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011” dapat diketahui bahwa hasil
penelitian ini menunjukkan ada peningkatan ketuntasan belajar, yakni dari 65,6%
sebelum siklus, meningkat menjadi 71,8% pada siklus I dan 100% pada siklus II.
KKM 70 dengan indikator keberhasilan 70% siswa tuntas.
21
Berdasarkan penelitian ini diperoleh simpulan bahwa penerapan Numbered
Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi perubahan lingkungan
kelas 4 SDN Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga Semester 2 Tahun
Pelajaran 2010/2011.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Hasmi berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Pada Mata Pelajaran
IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Oloboju Kecamatan
Sigi Biromaru Tahun Ajaran 2011-2012” disimpulkan bahwa dengan penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Oloboju Kecamatan Sigi Biromaru.
Penelitian yang dilakukan oleh Yorisno, Florianus. 2013. Upaya Peningkatan
Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
(Numbered Heads Together) Siswa Kelas 4 SDN Randuacir 02 Salatiga Semester 2
Tahun Pelajaran 2012/2013. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
Number Head Together dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu nilai rata-rata
kelas pada pra siklus 61 dengan ketuntasan belajar 64%, pada siklus 1 nilai rata-rata
kelas menjadi 75 dengan ketuntasan belajar 82%, kemudian pada siklus 2 nilai ratarata kelas menjadi 83 dengan ketuntasan belajar 100% tuntas. Dengan demikian
hipotesis yang diajukan peneliti dapat dibuktikan kebenarannya, dengan penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
2.3 Kerangka Pikir
Berdasarkan latar belakang, pada pembelajaran IPA dikelas 4 yang masih
bersifat konvensional, guru belum memberikan kegiatan yang bisa membuat siswa
berinteraksi dalam pembelajaran sehingga menyebabkan masih ada siswa yang belum
bisa mendapat hasil belajar yang memuaskan dan tidak fokus dalam pembelajaran.
Hal ini mengakibatkan 15 orang anak (47%) dari 32 siswa hasil belajarnya masih
dibawah KKM khususnya untuk mata pelajaran IPA.
22
Dalam
mengatasi
hal
tersebut,
peneliti
melakukan
proses
perbaikan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Dalam pembelajaran Penggunaan model pembelajaran NHT ini diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar IPA. Demikian juga dengan siswa, mereka akan berusaha
untuk mengaktualisasikan dirinya, misalnya melakukan kerja keras yang hasilnya
dapat memberikan sumbangan bagi kelompoknya.Sehingga, dengan upaya tersebut
maka siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran, kemampuan dalam menyelesaikan
masalah dapat meningkat sehingga hasil belajar siswa dapat mencapai kriteria
ketuntasan yang telah ditetapkan, serta keterampilan guru dan aktivitas siswa dalam
pembelajaran dapat meningkat.
Kondisi
Awal
Tindakan
Kondisi
Akhir
Dalam Pembelajaran
guru
menggunakan
model
pembelajaran
Konvensional
Siswa kurang aktif
/pasif
dan
Rendahnya
hasil
belajar
Dengan menggunakan
model Numbered Heads
Together
dalam
pembelajaran
IPA
meningkatkan
hasil
belajar IPA siswa kelas
4.
Pembelajaran siklus
1
menggunakan
model Numbered
Heads
Together
dan pembelajaran
siklus
2
menggunakan
model Numbered
Heads Together
Hasil belajar IPA
meningkat
dengan
menggunakan model
NHT
pada
mata
pelajaran IPA
Gambar 1 . Kerangka Pikir
23
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berfikir yang diuraikan tersebut, maka hipotesis tindakan
yang diajukan dalam penelitian ini adalah diduga melalui penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat meningkatkan hasil
belajar IPA pada siswa kelas 4 SDN Tlogo Kecamatan Tuntang semester II tahun
pelajaran 2013/2014.
Download