7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar 2.1.1 Perilaku Merokok 1. Perilaku Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, individu, kelompok, atau masyarakat (Blum, 2005). Sarwono (2002) mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh individu satu dengan individu lain dan sesuatu itu bersifat nyata. Menurut Morgan (2006) tidak seperti pikiran atau perkataan, perilaku merupakan sesuatu yang konkrit yang dapat diobservasi, direkam maupun dipelajari. 2. Pengertian Perilaku Merokok Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orangorang disekitarnya (Nursalam & Efendi, 2008). Menurut Aditama (2002), perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok. Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok pun muncul karena adanya faktor internal (faktor biologis dan faktor psikologis, seperti perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan faktor eksternal (faktor lingkungan sosial, seperti terpengaruh oleh teman). Poerwadarminta (2004), mendefinisikan merokok sebagai menghisap rokok, sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut daun nipah dan kertas. 7 8 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap gulungan tembakau yang berbalut daun nipah dan kertas baik langsung maupun dengan menggunakan pipa serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya. 3. Tahap Perilaku Merokok Menurut Leventhal & Clearly (Komasari & Helmi, 2000) terdapat empat tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok, yaitu : a. Tahap prepatory Seseorang mendapatkan menyenangkan mengenai gambaran merokok yang dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok. b. Tahap initation Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok. c. Tahap becoming a smoker Apabila seseorang telah mengkonsumsi 4 batang rokok per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok. d. Tahap maintenance of smoking Tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara peraturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan 4. Kriteria Perokok Menurut Aditama (2002), kriteria perokok dibagi menjadi 3 yaitu : 9 a. Perokok berat Mereka yang dikatakan perokok berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 21 batang per hari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi. b. Perokok Sedang Perokok sedang menghabiskan 11-21 batang c. Perokok ringan Perokok ringan menghabiskan rokok kurang dari 10 batang Sitepoe (2000), membagi perokok menjadi 2 (dua) jenis berdasarkan asap yang dihisap, yaitu : a. Perokok aktif Perokok aktif adalah perokok yang menghisap asap rokok melalui mulut langsung dari rokok yang dibakar (asap mainstrem). b. Perokok pasif Perokok pasif adalah orang-orang yang disekitar perokok aktif yang menghisap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok aktif (asap sidestream). 5. Tipe Perilaku Merokok Menurut Aditama (2002), ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan management of effect theory, ke empat tipe tersebut adalah : a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif, ada tipe sub tipe ini yaitu : 1) Pleasure relaxation : perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan 10 2) Stimulation to pick them up : perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan 3) Pleasure of handing cigarette : kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Atau perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya sebelum ia nyalakan dengan api b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enek terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak. c. Perilaku merokok yang adiktif Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok sekalipun, karena ia khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia menginginkannya. e. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaannya rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis, 11 seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari. Ia menghidupkan api rokok bila rokok yang terdahulu telah benar-benar habis. 6. Indikator Perilaku Merokok Menurut Aula (2010), tiga indikator yang biasa perilaku yang muncul pada perokok adalah : a. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan ditampakkan individu saat merokok. Perilaku ini berupa kondisi individu yang sedang memegang rokok, menghisap rokok dan menghembuskan asap rokok. b. Aktivitas Psikologis Aktivitas psikologis merupakan aktivitas yang muncul bersamaan dengan aktivitas fisik. Aktivitas psikologis berupa asosiasi individu terhadap rokok yang diisap, yang dianggap mampu meningkatkan daya konsentrasi, memperlancar kemampuan pemecahan masalah, meredakan ketegangan, meningkatkan kepercayaan diri dan penghalau kesepian. c. Intensitas Merokok Cukup Tinggi Intensitas merokok seberapa cukup sering ataupun tinggi menunjukkan seberapa banyak rokok yang diisap dalam sehari. Sebenarnya, ketiga aktivitas tersebut walaupun cenderung hanya muncul secara bersamaan, satu atau dua aktivitas psikologis yang menyertainya. 7. Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Menurut Komalasari (2008), faktor-faktor mempengaruhi kebiasaan merokok antara lain: yang 12 a. Pengetahuan Menurut bisa Hamid dalam Aula (2010), meningkatkan pemanfaatannya tidak tembakau kecerdasan, diperoleh asalkan dengan cara mengisap tembakau. Jika diisap dalam bentuk rokok, itulah yang menimbulkan masalah kesehatan, seperti gangguan jantung, pembulu darah dan problem kesehatan lainnya. Permasalahannya ini terletak pada proses pembakaran yang mengubah tembakau menjadi racun. Rokok adalah benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih jantan. Selain kegunaan atau manfaat rokok yang secuil itu terkandung bahaya yang sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang di sekitar perokok yang bukan perokok. Rokok juga disebut sebagai jendela awal terjadinya penggunaan narkoba. Akibat kronik yang paling gawat dari penggunaan nikotin adalah ketergantungan. Sekali saja seseorang menjadi perokok, maka ia akan sulit mengakhiri kebiasaan itu, baik secara fisik maupun psikologis. Nikotin mempunyai sifat mempengaruhi dopamine otak dengan proses yang sama seperti zat-zat psikoaktif. Hal inilah yang tidak diketahui masyarakat pada umumnya. b. Jenis Kelamin Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang dinilai sangat merugikan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Hampir setiap saat dapat disaksikan dan dijumpai orang yang sedang merokok. Bahkan saat ini perilaku merokok sudah sangat wajar dipandang oleh para remaja, khususnya remaja laki-laki. Akhirnya timbul sebutan “tidak wajar” ketika 13 pria dewasa tidak merokok dan tanggapan terhadap perilaku merokok pun bermunculan dari berbagai perspektif. Sebagian pihak berpendapat bahwa perilaku merokok biasa dilakukan oleh siapa saja, bahkan wanita sekalipun. Perilaku dinilai wajar dan bisa dilakukan siapa saja, yang tidak dibatasi oleh jenis kelamin. Sementara itu, pihak lain berasumsi bahwa nilai moral seorang wanita akan luntur ketika ia merokok. Hal ini yang menjadi titik berat di sini, yakni masih berada pada nilai normatif seorang wanita, khususnya pandangan budaya Indonesia terhadap wanita. c. Psikologis Ada beberapa alasan psikologis yang menyebabkan seseorang merokok, yaitu demi relaksasi atau ketenangan, serta mengurangi kecemasan atau ketegangan. Pada kebanyakan perokok, ikatan psikologis dengan rokok dikarenakan adanya kebutuhan untuk mengatasi diri sendiri secara mudah dan efektif. Rokok dibutuhkan sebagai alat keseimbangan. Berhenti merokok bukan sesederhana seperti mengganti rokok dengan yang lain, namun lebih dari itu. Sungguh, berhenti merokok akan menyentuh aspek kejiwaan yang sangat mendasar yang mungkin selama ini telah memberikan ketenangan, mengurangi ketegangan, mengatasi kegelisahan dan mengalihkan pikiran. Mengenali alasan atau penyebab merokok, seperti faktor kebiasaan dan kebutuhan mental (kecanduan / ketagihan) akan memberikan petunjuk yang sesuai untuk mengatasi gangguan fisik ataupun psikologis yang 14 menyertai proses berhenti merokok. Berikut ini adalah gejala-gejala yang dapat dicermati untuk mengenali alasan merokok. 1) Ketagihan Adanya rasa ingin merokok yang menggebu, mereka tidak bisa hidup selama setengah hari tanpa rokok, merasa tidak tahan bila kehabisan rokok, sebagian kenikmatan rokok terjadi saat menyalakan rokok, kesemutan di lengan dan kaki, berkeringat dan gemetar (adanya penyesuaian tubuh terhadap hilangnya nikotin), gelisah, susah konsentrasi, sulit tidur, lelah dan pusing. 2) Kebutuhan Mental Merokok merupakan hal yang paling nikmat dalam kehidupan, ada dorongan kebutuhan merokok yang kuat karena tidak merokok, merasa lebih berkonsentrasi sewaktu bekerja dengan merokok, merasa lebih rileks dengan merokok, keinginan untuk merokok saat menghadapi masalah. 3) Kebiasaan Merasa kehilangan benda yang bisa dimainkan di tangan, kadang-kadang menyalakan rokok tanpa sadar kebiasaan merokok sesudah makan. menikmati rokok sambil minum kopi. d. Pekerjaan Selama ini, merokok dianggap bisa meningkatkan daya konsentrasi, sehingga ketika seseorang sedang mengalami masalah dan bekerja, maka ia akan merasa lebih tenang dan berkonsentrasi untuk melakukan pekerjaannya. Padahal, jika ditinjau lebih mendalam, seseorang dianggap lebih berkonsentrasi ketika ia 15 merokok lantaran di dalam rokok terdapat bahanbahan yang dapat menyebabkan kecanduan. Bagi seseorang yang telah terbiasa merokok, maka ia akan merasa kurang bergairah dan tidak dapat berkonsentrasi. Sebab, candu yang terkandung dalam rokok mulai bereaksi di dalam dirinya. 8. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Menurut Komalasari dan Helmi (2000), perilaku merokok selain disebabkan dari faktor dalam diri (internal) juga disebabkan faktor dari lingkungan (eksternal). a. Faktor Diri (internal) Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Merokok juga memberi image bahwa merokok dapat menunjukkan kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan kedewasaan. Individu juga merokok dengan alasan sebagai alat menghilangkan stres (Nasution, 2007). Remaja adanya mulai krisis perkembangannya merokok psikososial berkaitan yang dialami dengan pada yaitu pada masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya (Komalasari dan Helmi, 2000). b) Faktor Lingkungan (eksternal) Menurut Soetjiningsih (2004), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku merokok remaja putri adalah: 1) Orang Tua Perilaku remaja memang sangat menarik dan gaya mereka pun bermacam-macam. Ada yang atraktif, lincah, modis, agresif dan kreatif 16 dalam hal-hal yang berguna, namun ada juga remaja yang suka hura-hura bahkan mengacau. Pada masa remaja, remaja memulai berjuang melepas ketergantungan kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Pada masa ini hubungan keluarga yang dulu sangat erat sekarang tampak terpecah. Orang tua sangat berperan pada masa remaja, salah satunya adalah pola asuh keluarga akan sangat berpengaruh pada perilaku remaja. Pola asuh keluarga yang kurang baik akan menimbulkan perilaku yang menyimpang seperti merokok, minuman keras, menggunakan obat-obat terlarang dan lain-lain (Depkes RI, 2005). 2) Teman Pengaruh beresiko kelompok terhadap perilaku kesehatan pada remaja dapat terjadi melalui mekanisme peer sosialization, dengan arah pengaruh berasal kelompok , artinya ketika remaja bergabung dengan kelompoknya maka seorang remaja akan dituntut untuk berperilaku sama dengan kelompoknya, sesuai dengan dikembangkan oleh kelompok norma yang tersebut (Mu’tadin, 2002). Remaja pada umumnya bergaul dengan sesama mereka, karakteristik persahabatan remaja dipengaruhi oleh kesamaan usia, jenis kelamin dan ras. Kesamaan dalam menggunakan obat-obatan, merokok sangat berpengaruh kuat dalam pemilihan teman (Yusuf, 2006). 17 3) Iklan Rokok Banyaknya iklan rokok di media cetak, elektronik, dan media luar ruang telah mendorong rasa ingin tahu remaja tentang produk rokok. Iklan rokok mempunyai tujuan mensponsori hiburan bukan untuk menjual rokok, dengan tujuan untuk mengumpulkan kalangan muda yang belum merokok untuk mencoba merokok dan setelah mencoba merokok akan terus berkelanjutan sampai ketagihan (Istiqomah, 2004). Menurut Hansen dalam Wismanto dan Budi (2007), mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok yaitu : a. Faktor Psikologis Individu merokok untuk mendapatkan kesenangan, kenyamanan, merasa lepas dari kegelisahan dan juga untuk mendapatkan rasa percaya diri. Oleh karena itu individu perokok yang bergaul dengan perokok lebih sulit untuk berhenti merokok, daripada perokok yang bergaul atau lingkungan sosialnya menolak perilaku merokok. b. Faktor Biologis Banyak semakin tinggi penelitian yang menyatakan kadar nikotin dalam darah, bahwa maka semakin besar pula ketergantungan seorang terhadap rokok. Menurut Baradja (2008), mengungkapkan faktor-faktor penyebab merokok dapat dibagi dalam beberapa golongan sekalipun sesungguhnya faktorfaktor itu saling berkaitan satu sama lain c. Faktor Genetik Beberapa studi menyebut faktor genetik sebagai penentu dalam timbulnya perilaku merokok dan bahwa 18 kecenderungan menderita kanker, serta tendensi untuk merokok adalah faktor yang diwarisi bersama-sama. Studi menggunakan pasangan kembar membuktikan adanya pengaruh genetik, karena kembar identik, walaupun dibesarkan terpisah, akan memiliki pola kebiasaan merokok yang sama bila dibandingkan dengan kembar non-identik. Akan tetapi secara umum, faktor genetik ini kurang berarti bila dibandingkan dengan faktor lingkungan dalam menentukan perilaku merokok yang akan timbul. d. Faktor Kepribadian (personality) Banyak peneliti mencoba menetapkan tipe kepribadian perokok. Tetapi studi statistik tak dapat memberi perbedaan yang cukup besar antara pribadi orang yang merokok dan yang tidak. Lebih bermanfaat adalah pengamatan dan studi observasi di lapangan. Perokok biasanya memiliki prestasi akademik kurang, tanpa minat belajar dan kurang patuh pada otoritas. Asosiasi ini sudah secara konsisten ditemukan sejak permulaan abad ini. Dibandingkan dengan yang tidak merokok, perokok lebih impulsif, haus gemar menempuh bahaya dan sensasi, risiko dan berani melawan penguasa. Perokok merasa merokok seperti minum teh dan kopi serta sering juga menggunakan obat termasuk alkohol. Perokok lebih mudah bercerai, beralih pekerjaan, mendapat kecelakaan lalu lintas dan enggan mengenakan ikat pinggang keselamatan dalam mobil. Banyak dari perilaku ini sesuai dengan sifat kepribadian dan antisosial yang sudah terbukti berhubungan dengan kebiasaan merokok. 19 e. Faktor Kejiwaan (psikodinamik) Dua teori yang paling masuk akal adalah bahwa merokok itu adalah suatu kegiatan kompensasi dari kehilangan kenikmatan oral yang dini atau adanya suatu rasa rendah diri yang tak nyata. Ahli lainnya berpendapat bahwa merokok adalah semacam pemuasan kebutuhan oral yang tidak dipenuhi semasa bayi. Kegiatan ini biasanya dilakukan sebagai pengganti merokok pada mereka yang sedang mencoba berhenti merokok. f. Faktor Sensorimotorik Buat sebagian perokok, kegiatan merokok itu sendirilah yang membentuk kebiasaan tersebut, bukan efek psikososial sebungkus rokok, atau farmakologiknya. membukanya, mengambil Sosok dan memegang sebatang rokok, menyalakannya, mengisap, mengeluarkan sambil mengamati asap rokok, aroma, rasa dan juga bunyinya semua berperan dalam terciptanya kebiasaan ini. g. Faktor Farmakologis Nikotin mencapai otak dalam waktu singkat, mungkin pada menit pertama sejak dihisap. Cara kerja bahan ini sangat kompleks. Pada dosis sama dengan yang di dalam rokok, bahan ini dapat menimbulkan stimulasi dan rangsangan di satu sisi tetapi juga relaksasi di sisi lainnya. Efek ini tergantung bukan saja pada dosis dan kondisi tubuh seseorang, tetapi juga pada suasana hati (mood) dan situasi. Oleh karena itu bila kita sedang marah atau takut, efeknya adalah menenangkan. Tetapi dalam keadaan lelah atau bosan, bahan itu akan merangsang dan memacu semangat. 20 Dalam pengertian ini nikotin berfungsi untuk menjaga keseimbangan mood dalam situasi stress. 2.1.2 Pengaruh Orang Tua 1. Pengertian Orang tua (ayah dan ibu) adalah figur atau contoh yang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya (Mardiya, 2000). 2. Fungsi Orang tua a. Fungsi afektif Gambaran diri anggota orang tua, perasaan memiliki dan dimiliki dalam orang tua, dukungan orang tua terhadap anggota orang tua lain, saling menghargai dan kehangatan di dalam orang tua (Friedman, 2008). b. Fungsi sosialisasi Interaksi atau hubungan orang tua, bagaimana orang tua belajar disiplin, norma, budaya dan perilaku (Mongks, 2007). c. Fungsi kesehatan Sejauhmana orang tua menyediakan pangan, perlindungan dan merawat anggota yang sakit, sejauhmana pengetahuan tentang masalah kesehatan, kemampuan orang tua untuk melakukan 5 tugas kesehatan orang tua serta kemauan orang tua untuk mengatasi masalah kesehatan yang sedang dihadapi. d. Fungsi ekonomi Orang tua memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan. Orang tua memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan. Hal yang menjadi pendukung orang tua adalah jumlah anggota orang tua yang sehat, fasilitasfasilitas yang dimiliki orang tua untuk menunjang kesehatan. Fasilitas mencakup fasilitas fisik, fasilitas 21 psikologis atau dukungan dari masyarakat setempat (Friedman, 2008). 3. Interaksi Orang Tua dan Anak Remaja a. Aspek Obyektif Aspek obyektif adalah keadaan nyata dari peristiwa yang terjadi pada saat interaksi antara anak dan orang tua berlangsung. b. Aspek Subyektif Aspek subyektif adalah keadaan nyata yang dipersepsi remaja pada saat interaksi dengan orang tua berlangsung. Tidak jarang menggunakan aspek subyektif remaja cenderung ketika berinteraksi dengan orang tuanya. Misalnya, orang tua yang bertindak agak keras terhadap remaja karena merasa khawatir dan cemas terhadap anak remajanya ternyata justru dipersepsikan oleh remaja sebagai memarahinya. Padahal, sesungguhnya orang tua bermaksud melindunginya. 4. Hubungan Remaja dengan Orang Tua Aspek yang perlu diperhatikan dalam membina hubungan baik dengan keluarga terutama orang tua sehubungan dengan peran remaja sebagai anak dalam keluarga a. Adanya sikap saling menghargai dan menghormati hak dan kewajiban antar anggota keluarga, baik itu anak terhadap orang tua maupun orang tua terhadap anak. b. Keterlibatan membicarakan remaja dan dihadapi keluarga sebagai memecahkan anak masalah dalam yang 22 c. Adanya toleransi anak terhadap orang tua maupun orang tua terhadap anak terhadap perbedaan pendapat d. Antara anak dan orang tua harus memiliki kemampuan untuk memberikan alasan yang masuk akal terhadap suatu perbuatan atau keputusan yang diambil e. Adanya keterbukaan dan komunikasi yang baik antara anak-orang tua. Sehingga orang tua memiliki kepercayaan penuh terhadap apa yang dilakukan anak di luar sepengetahuan mereka, dan anakpun memiliki seseorang yang tepat untuk berdiskusi dan mencari solusi permasalahan mereka f. Orang tua memberikan perasaan aman dan bebas kepada anak untuk mengadakan eksplorasi dalam rangka mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Sedangkan anak harus memiliki tanggung jawab untuk mempergunakan kebebasan. g. Masing-masing anggota keluarga harus memiliki perasaan saling menyayangi, menciptakan keakraban, dan meluangkan waktu untuk bersama keluarga. h. Antara orang tua dan anak harus saling menaati peraturan tetapi tidak cenderung mengancam. 5. Indikator Pengaruh Orang Tua Orang tua sangat berperan pada masa remaja, salah satunya adalah pola asuh keluarga akan sangat berpengaruh pada perilaku remaja. Pola asuh keluarga yang kurang baik akan menimbulkan perilaku yang menyimpang seperti merokok (Depkes RI, 2005). Indikator pengaruh orang tua dalam penelitian ini menggunakan pola asuh orang tua, meliputi : 23 1) Mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasikan yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat (Jas & Rachmadian, 2004). 2) Memiliki kewajiban untuk memberikan pengajaran atau pendidikan yang baik untuk anaknya (Riyanto, 2000). 3) Mendisiplinkan, mendorong dan menasehati anak agar mereka berhasil mengarungi gelombang yang terkadang menghanyutkan pada masa remaja dan perhatian dari orang tua atau pengasuhnya (Steede, 2009). 6. Faktor-faktor yang Berkontribusi Dalam Pengaruh Orang Tua terhadap Perilaku Merokok Faktor-faktor yang berkontribusi dalam pengaruh orang tua terhadap perilaku merokok, antara lain : a. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta pengalaman sangat berpengaruh mengasuh anak. Pendidikan akan dalam memberikan dampak bagi pola pikir dan pandangan orang tua terhadap mendidik anaknya. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh orang tua maka akan semakin memperluas dan melengkapi pola berpikirnya dalam mendidik anaknya (Anwar, 2000). b. Lingkungan Pola asuh yang baik sulit berjalan efektif bila tidak didukung lingkungan. Namun, kelekatan anak orang tua dapat meminimalkan pengaruh negatif lingkungan. Lingkungan perkembangan anak, banyak maka tidak mempengaruhi mustahil jika 24 lingkungan ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anak (Anwar, 2000). c. Budaya Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak ke arah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima di masyarakat dengan baik. Oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat juga mempengaruhi dalam mengasuh anak setiap orang tua dalam memberikan pola asuh pada anaknya (Anwar, 2000). d. Umur Umur merupakan seseorang, bertambah perilaku indikator kedewasaan semakin bertambah umur semakin pengetahuan yang sesuai yang untuk dimiliki, serta mendidik anak (Notoatmodjo, 2003). e. Tingkat Sosial Ekonomi Tingkat sosial ekonomi sangat mempengaruhi pola asuh yang dilakukan oleh suatu masyarakat, ratarata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih pola asuh yang sesuai dengan Indonesia, teman perkembangan anak (Effendy, 2008). 2.1.3 Pengaruh Teman 1. Pengertian Dalam kamus besar Bahasa diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang samasama bekerja atau berbuat (Anonim, 2002). Sementara dalam Mu’tadin (2002) menjelaskan bahwa teman adalah 25 kelompok orang-orang yang seumur dan mempunyai kelompok sosial yang sama, seperti teman sekolah atau teman sekerja. Teman (peer) sebagai sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaan ciri-ciri seperti kesamaan tingkat usia. Lebih lanjut Hartup dalam Santrock (1983) mengatakan bahwa teman (Peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau kedewasaan yang sama. Akan tetapi oleh Lewis dan Rosenblum dalam Samsunuwiyati (2005) teman lebih ditekankan pada kesamaan tingkah laku atau psikologis. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka saya mendefinisikan teman sebagai interaksi individu pada anakanak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar diantara kelompoknya 2. Fungsi Kelompok Teman Kelompok teman merupakan interaksi awal bagi anak-anak dan remaja pada lingkungan sosial. Mereka mulai belajar bergaul dan berinteraksi dengan orang lain yang bukan anggota keluarganya. Ini dilakukan agar mereka mendapat pengakuan dan penerimaan dari kelompok teman nya sehingga akan tercipta rasa aman (Samsunuwiyati, 2005). Sejumlah penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan sosial dengan teman memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi. Salah satu fungsi kelompok teman yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Anak-anak atau remaja menerima umpan balik tentang kemampuan-kemampuan mereka dari 26 kelompok teman. Mengevaluasi apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama atau lebih jelek dari yang dilakukan oleh anak-anak lain (Samsunuwiyati, 2005). Kelompok memenuhi kebutuhan pribadi remaja, menghargai mereka, menyediakan informasi, menaikan harga diri, dan memberi mereka suatu identitas. Remaja bergabung dengan suatu kelompok dikarenakan mereka beranggapan keanggotaan suatu kelompok akan sangat menyenangkan dan menarik serta memenuhi kebutuhan mereka atas hubungan dekat dan kebersamaan. Mereka bergabung dengan kelompok karena mereka akan memiliki kesempatan untuk menerima penghargaan, baik yang berupa materi maupun psikologis. Kelompok juga merupakan sumber informasi yang penting. Saat remaja berada dalam suatu kelompok belajar, mereka belajar tentang strategi belajar yang efektif dan memperoleh informasi yang berharga tentang bagaimana cara untuk mengikuti suatu ujian. Hartup dalam Didi Tarsadi (2005), mengidentifikasi empat fungsi teman, yang mencakup : a. Hubungan teman sebagai sumber emosi (emotional resources), baik untuk memperoleh rasa senang maupun untuk beradaptasi terhadap stres b. Hubungan teman sebagai sumber kognitif (cognitive resources) untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan c. Hubungan keterampilan komunikasi keterampilan ditingkatkan; teman sosial sosial, masuk sebagai dasar konteks (misalnya keterampilan kelompok) di mana keterampilan kerjasama dan diperoleh atau 27 d. Hubungan teman sebagai landasan untuk terjalinnya bentuk-bentuk hubungan lainnya (misalnya hubungan dengan saudara kandung) yang lebih harmonis. Lebih lanjut lagi secara lebih rinci Kelly dan Hansen dalam Samsunuwiyati (2005) menyebutkan enam fungsi positif dari teman, yaitu : a. Mengontrol impuls-impuls agresif. b. Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih independen. Teman-teman dan kelompok teman memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab baru mereka. c. Meningkatkan keterampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara yang lebih matang. d. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin. e. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. f. Meningkatkan harga diri (self-esteem). Menjadi orang yang disukai oleh sejumlah besar teman-temannya membuat remaja merasa enak atau senang senang tentang dirinya. 3. Jenis Kelompok Teman Menurut Kelly dan Hansen dalam Samsunuwiyati (2005), dalam kehidupan sehari-hari remaja selalu bersama dengan teman-temannya, sehingga remaja sering tergabung dalam kelompok-kelompok tertentu. Pra ahli psikologi sepakat bahwa terdapat kelompok-kelompok yang terbentuk dalam masa remaja. Kelompok tersebut adalah sebagai berikut : 28 a. Sahabat Karib (Chums) Chums yaitu kelompok dimana remaja bersahabat karib dengan ikatan persahabatan yang sangat kuat. Anggota kelompok biasanya terdiri dari 2-3 orang dengan jenis kelamin sama, memiliki minat, kemauan-kemauan yang mirip. b. Komplotan sahabat (Cliques) Cliques biasnya terdiri dari 4-5 remaja yang memiliki minat, kemampuan dan kemauan-kemauan yang relatif sama. Cliques biasanya terjadi dari penyatuan dua pasang sahabat karib atau dua Chums yang terjadi pada tahun-tahun pertama masa remaja awal. Jenis kelamin remaja dalam satu Cliques umumnya sama. c. Kelompok banyak remaja (Crowds) Crowds biasanya terdiri dari banyak remaja, lebih besar dibanding dengan Cliques. Karena besarnya kelompok, maka jarak emosi antara anggota juga agak renggang. Dengan demikian terdapat jenis kelamin berbeda serta terdapat keragaman kemampuan, minat dan kemauan di antara para anggota. Hal yang dimiliki dalam kelompok ini adalah rasa takut diabaikan atau tidak diterima oleh teman-teman dalam kelompok remaja. Dengan kata lain remaja ini sangat membutuhkan penerimaan peer-groupnya. 4. Penerimaan dan Penolakan Teman Kelly dan Hansen dalam Samsunuwiyati (2005), menyatakan dalam kelompok teman remaja ada remaja yang diterima dan ditolak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut : 29 a. Faktor-faktor yang menyebabkan seorang remaja diterima 1) Penampilan (performance) dan perbuatan meliputi antara lain : tampang yang baik, atau paling tidak rapi dan aktif dalam kegiatan-kegiatan kelompok 2) Kemampuan pikir antara lain : mempunyai inisiatif, banyak memikirkan kepentingan kelompok dan mengemukakan buah pikirannya 3) Sikap, sifat, perasaan antara lain : bersikap sopan, memperhatikan orang lain, penyabar atau dapat menahan marah jika berada dalam keadaan yang tidak menyenangkan dirinya 4) Pribadi meliputi bertanggung jujur jawab pekerjaannya, kelompok, dan dan menaati mampu dapat suka dipercaya, menjalankan peraturan-peraturan menyesuaikan diri dalam seorang remaja berbagai situasi dan pergaulan sosial. b. Faktor-faktor yang menyebabkan ditolak 1) Penampilan (performance) dan perbuatan antara lain meliputi : sering menantang, malu-malu, dan senang menyendiri 2) Kemampuan pikir meliputi : bodoh sekali atau sering disebut tolol 3) Sikap, sifat meliputi : suka melanggar norma dan nilai-nilai kelompok, suka menguasai anak lain, suka curiga, dan suka melaksanakan kemauan sendiri 4) Ciri lain : faktor rumah yang terlalu jauh dari tempat teman sekelompok. Arti penting dari penerimaan atau penolakan teman dalam kelompok bagi 30 seseorang remaja adalah pengaruh yang kuat bahwa mempunyai terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan-perbuatan dan penyesuaian diri remaja. Akibat langsung dari penerimaan teman bagi seseorang berharga dan kelompoknya. remaja berarti Hal adalah serta yang adanya rasa dibutuhkan bagi demikian ini akan menimbulkan rasa senang, gembira, puas bahkan rasa bahagia. Hal yang sebaliknya dapat terjadi bagi remaja yang ditolak oleh kelompoknya yakni adanya frustasi yang menimbulkan rasa kecewa akibat penolakan atau pengabaian itu. 5. Aspek-Aspek Faktor Pengaruh Teman Sears (2004) mengemukakan secara eksplisit bahwa aspek-aspek pengaruh adalah kepercayaan terhadap kelompok, kurangnya kepercayaan pada penilaian sendiri, rasa takut terhadap penyimpangan dan celaan sosial. Hal ini dapat dijabarkan bahwa semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula individu tersebut berpengaruh, individu yang percaya dan yakin terhadap kemampuan sendiri tidak akan terpengaruh untuk berpengaruh, individu cenderung berkonform untuk menghindari celaan, individu tidak mau dilihat sebagai orang yang lain dari pada yang lain . Azhadi (2004) menyatakan bahwa remaja yang mengalami pengaruh pada umumnya ditandai dengan beberapa aspek sebagai berikut: 1) Distorsi persepsi adalah dalam kondisi ini remaja tunduk dan tidak menyadari bahwa persepsi remaja tersebut telah dibelokkan secara sengaja oleh mayoritas 31 kelompok, sehingga remaja tersebut merasa bahwa persepsi mayoritas adalah persepsi yang benar. 2) Distorsi tindakan adalah pada kondisi ini remaja tunduk pada kemauan kelompok karena merasa dituntut atau ditekan untuk tidak berbeda dengan kelompok, sehingga tidak jarang remaja akan lebih mementingkan tuntutan kelompok dari pada tuntutan remaja itu sendiri 3) Distorsi penilaian adalah pada kondisi tersebut remaja akan mengalami evaluasi kelompok, sehingga penilaian diri remaja tersebut akan dihadapkan pada penilaian kelompok. Pada kondisi demikian remaja cenderung kurang menyakini penilaiannya sendiri dan cenderung mengikuti penilaian kelompok. 6. Hubungan Pengaruh Teman dengan Perilaku Merokok Pada anak remaja usia belasan tahun, hubungan pertemanan yang seusia atau sebaya menjadi lebih penting jika dibandingkan dengan hubungan di saat atau masa kanak-kanak, memperlihatkan kebutuhan terhadap kebutuhan sosial, keanggotaan kelompok dan mempunyai teman dekat dan menghabiskan waktu utama atau penting dengan teman sebaya mereka. Sehingga pada periode atau masa remaja, seorang remaja menjadi mudah memulai untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma yang lazim dibandingkan pada periode atau masa lainnya (Harakeh dkk.2006). Remaja mendapat pengaruh yang kuat dari teman sebaya, di mana remaja mengalami perubahan – perubahan tingkah laku sebagai salah satu usaha penyesuaian. Penyesuaian suatu perilaku atau sikap supaya sesuai atau cocok dengan norma suatu kelompok disebut dengan pengaruh (Myers, 2006). Remaja mempersepsikan bahwa 32 perilaku merokok sebagai simbol status kedewasaan, tampak glamor, membuat tertarik lawan jenis, karena menyenangkan dan membuat penampilan menarik (Sarafino, 2000). Perilaku merokok yang dilakukan remaja cenderung tidak dilakukan sendiri melainkan bersama-sama menginginkan atau salah satu pihak terpaksa melakukan karena terdesak atau di bawah ancaman pihak lain karena takut di cemooh, dijauhi bahkan di benci oleh temantemannya dalam kelompok. Di sisi lain disadari atau tidak oleh para perilaku perokok mempunyai dampak negatif baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Remaja cenderung melupakan mementingkan aturan kesehatan dan kebutuhan untuk diterima oleh lebih teman sebayanya. Teman sebaya sebagai teman yang baik atau teman terbaik bagi anak remaja dan mereka merupakan saudara kandung yang sepantaran atau seusia bagi anak remaja. Fungsi teman terbaik adalah sebagai teman dekat dan biasanya mereka juga merupakan anggota kelompok dari kelompok persahabatan dikalangan anak remaja dan sehingga, seperti halnya yang dijelaskan dalam penelitian sebelumnya, mereka mempengaruhi permulaan merokok pada anak remaja. Saudara kandung sepantaran atau usianya hampir sama, dalam hal ini bukan hanya anggota keluarga tetapi juga teman sebaya bagi anak remaja (Harakeh.2008). 33 2.1.4 Iklan 1. Pengertian Iklan Dalam Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia dinyatakan bahwa : “Iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat suatu media dan dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat” (Niken, 2007). Iklan diartikan sebagai berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang dijual, dipasang pada media massa seperti surat kabar, majalah atau di tempat-tempat umum. Sedangkan istilah periklanan merujuk kepada pemahaman keseluruhan proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian pesan. Dalam pengertian iklan perlu diingat adanya kata-kata yang berkaitan dengan pesanan dan khalayak ramai. Iklan adalah suatu kegiatan yang menyampaikan berita, tetapi berita yang disampaikan atas pesanan pihak yang menginginkan agar produk atau jasa yang dijual dapat diterima dan dibeli oleh konsumen. Periklanan adalah komunikasi komersil dan non personal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan kesuatu khalayak, target melalui media bersifat massal seperti televisi, radio, koran, majalah, pengeksposan langsung, reklame luar ruang, atau kendaraan umum (Monle lee, 2007). Alat dalam komunikasi periklanan selain bahasa, terdapat alat komunikasi lainnya yang sering dipergunakan yaitu gambar, warna, dan bunyi. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang baik verbal maupun ikon. Pada dasarnya lambang yang digunakan dalam iklan terdiri 34 dari dua jenis yaitu verbal dan non verbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal, lambang non verbal adalah bentuk dan warna yang disajikan yang tidak secara meniru rupa atas bentuk realitas. Ikon adalah bentuk dan warna serupa atau mirip dengan keadaan sebenarnya, seperti gambar benda, orang atau binatang (Sobur, 2003). 2. Fungsi Periklanan Secara umum, periklanan dihargai karena dikenal sebagai pelaksana beragam fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi yaitu: a. Memberi informasi (Informing) Periklanan membuat konsumen sadar (aware) akan merek-merek baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merek, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif. Karena merupakan suatu bentuk alat komunikasi yang efektif, berkemampuan menjangkau khalayak luas dengan biaya perkontak relatif rendah, periklanan memfasilitasi pengenalan (introduction) merek-merek baru meningkatkan jumlah permintaan terhadap merek-merek yang telah ada, dan meningkatkan puncak kesadaran dalam benak konsumen (TOMA-Top Of Mind Awareness) untuk merek-merek yang sudah ada dalam kategori produk yang matang. b. Mempersuasi (Persuading) Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk) pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan. c. Mengingatkan (Reminding) Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para konsumen. Periklanan yang efektif juga meningkatkan minat konsumen terhadap merek yang 35 sudah ada dan pembelian sebuah merek yang mungkin tidak akan dipilihnya. Periklanan, lebih jauh didemonstrasikan untuk memengaruhi pengalihan merek (brand swictching) dengan mengingatkan para konsumen yang akhir-akhir ini belum membeli suatu merek yang tersedia dan mengandung atribut-atribut yang menguntungkan. d. Memberikan nilai tambah (Adding value ) Periklanan memberi nilai tambah pada merek dengan memengaruhi persepsi konsumen. Periklanan yang efektif menyebabkan merek dipandang sebagai lebih elegan, lebih gaya, lebih bergengsi dan lebih unggul dari tawaran pesaing (Terence, 2003). 3. Strategi Iklan Strategi jembatan komunikasi yang dipakai mengkomunikasikan suatu kompetitornya. Orang-orang gaya, nada, adalah siasat, kreator pesan agar cara iklan dan dalam berbeda dari kreatif harus mendapatkkan kata-kata, dan bentuk untuk melaksanakan pesan. Semua unsur ini harus dapat menyampaikan citra dan pesan yang terpadu. Karena hanya sedikit orang yang membaca beritanya, gambar dan kepala berita harus mengikhtisarkan disajikan dalam usulan penjualan. Pesan apapun dapat berbagai gaya pelaksanaan seperti potongan kehidupan, gaya hidup, fantasi, suasana atau citra, musik, simbol kepribadian, keahlian teknis, bukti ilmiah atau bukti kesaksian (Kotler, 2001). Penyampaian pesan juga harus memilih nada yang tepat untuk iklan tersebut. Harus diperoleh kata-kata yang mudah diingat dan menarik perhatian. Unsur bentuk seperti ukuran, warna dan ilustrasi iklan memberikan perbedaan 36 baik terhadap kemampuan pengaruh iklan dapat meningkatkan menarik perhatiannya. Iklan ukuran besar menarik lebih banyak perhatian, walau tidak sebesar perbedaan biayanya. Ilustrasi empat warna dan bukannya hitam putih akan meningkatkan efektifitas dan biaya iklan. Sejumlah periset mengenai iklan cetakan melaporkan bahwa gambar, kepala berita, dan berita penting, sesuai urutan tersebut. Pembaca pertama-tama memperhatikan gambar, dan gambar harus cukup menarik untuk menarik perhatian. Kemudian kepala berita harus efektif dalam mendorong orang tersebut untuk membaca beritanya. Berita itu sendiri harus disusun dengan baik. Bahkan setelah itupun, suatu iklan yang betul-betul bagus akan diperhatikan oleh kurang dari 50% audiensnya, sekitar 30% dari audiensnya itu mungkin ingat maksud kepala beritanya, sekitar 25% mungkin ingat nama pengiklan, dan kurang dari 10% telah membaca sebagian besar beritanya. Sayangnya iklan-iklan biasanya tidak mencapai hasil seperti itu (Kotler, 2001). Agar seluruh elemen iklan dapat disampaikan secara tuntas kepada audiens hendaknya dapat memenuhi ketentuan AIDA yaitu getting Attention (menarik perhatian audience), holding Interest (menarik minat audiences membaca, mendengarkan atau melihat pesan sampai selesai), arousing Desire (menimbulkan keinginan audiens memiliki atau mempergunakan barang atau jasa yang diiklankan) dan obtaining Action (menyakinkan audiens melakukan sesuatu yang bersifat positif), misalnya membeli produk atau bersikap baik terhadap merek dagang atau perusahaan pemasang iklan (Kleinsteuber, 2002). 37 Hal yang sama juga diungkapkan oleh Djayakusumah (1982), agar iklan berhasil merangsang tindakan pembeli harus memenuhi kriteria AIDCDA yaitu Attention (mengandung daya tarik), Interest (mengandung perhatian dan minat, Desire (memunculkan keinginan untuk mencoba atau memiliki), Conviction (menimbulkan keyakinan terhadap produk), Decision (menghasilkan kepuasan terhadap produk), dan Action (mengarah tindakan untuk membeli) (Nirmana, 2003). 4. Elemen-Elemen Iklan di Televisi Beragam elemen biasanya terpadu untuk menciptakan dampak visual dari iklan-iklan di televisi. Namun elemen seperti audiovisual tidak bisa berdiri sendiri, elemen audiovisual harus didampingi elemenelemen lain agar dapat menciptakan iklan televisi yang spektakuler dan efektif. Berikut ini adalah elemen-elemen yang ada dalam iklan televisi (Wells,2002) : a. Video, yakni yang menyangkut segala visualisasi yang muncul pada iklan televisi b. Audio, merupakan keseluruhan unsur audio yang ditampilkan pada iklan televisi yang biasanya berupa musik, suara, efek suara, ataupun yang berupa voice over dari talent yang tampil di iklan ataupun narator yang tidak kelihatan. c. Talent, merupakan pemeran ataupun tokoh-tokok yang muncul pada sebuah iklan di televisi. d. Promps, merupakan produk yang diiklankan pada iklan televisi. e. Setting, merupakan lokasi pembuatan iklan suatu iklan pada televisi baik. 38 f. Lighting, merupakan efek pencahayaan yang ditampilkan di iklan televisi yang digunakan sebagai pelengkap iklan atau mempertegas suatu adegan yang muncul dalam iklan televisi. g. Graphics, merupakan keseluruhan efek grafis yang ada pada sebuah iklan televisi yang dapat berupa tulisan (seperti ilustrasi, desain ataupun ilustrasi foto. h. Pacing, merupakan kecepatan dari setiap frame ataupun adegan yang ditampilkan dalam sebuah iklan ditelevisi. 5. Iklan Rokok di Televisi Media televisi dengan keunggulan daya jangkauannya yang luas, serta tampilan dalam bentuk audio dan visual, televisi menjadi media pilihan utama produsen rokok untuk mempromosikan komunikasi kreatif produknya. Strategi iklan rokok tersebut sebagian besar menggunakan kombinasi slice or life, story line, dan closeup. Strategi kehidupan slice or life memanfaatkan penggalan dari sehari-hari dalam bersosialisasi dengan masyarakat lain. Strategi story line dipakai untuk membuat semua khalayak, tertarik mengikuti alur cerita iklan, yang pada umumnya menarik, seperti penggalan film pendek. Strategi close-up dipakai dalam iklan rokok untuk menunjukkan kejelasan ekspresi pemeran iklan. Ketiga strategi komunikasi dalam penyampaian pesan tersebut saling mendukung dan menciptakan iklan yang menarik, kreatif, dan sesuai dengan khalayak sasarannya. 6. Indikator Iklan Rokok Pengertian dari iklan rokok dalam PP RI No. 19 Pasal 1 Thn. 2003 adalah suatu kegiatan untuk memperkenalkan, memasyarakatkan dan mempromosikan 39 rokok dengan atau tanpa imbalan kepada masyarakat dengan tujuan mempengaruhi konsumen agar menggunakan rokok yang ditawarkan. Iklan rokok secara tidak langsung dapat mendorong para remaja untuk bereksperimen dengan tembakau dan mencoba untuk merokok. Iklan tersebut menggambarkan bahwa rokok, khususnya bagi kaum pria, melambangkan kejantanan dan sportivitas serta life style merupakan alasan utama para wanita merokok. Rokok menjadi gaya hidup dan citra diri individu yang sehat, sukses dan dinamis. Dalam usahanya memperluas pasar bagi produknya, perusahaan rokok, bahkan utamanya, menjadikan remaja sebagai target mengingat kebiasaan merokok akan terbawa terus sampai dewasa (Utamadi, 2011). Selama ini orang menganggap citra atau image dari merokok menandakan orang gaul, terlihat keren, membuat tubuh bugar, stres hilang, menjaga kecantikan atau membuat tubuh ideal. Ini adalah akibat promosi rokok yang dilakukan sedemikian rupa. Di Indonesia, perusahaan rokok berlomba-lomba memberikan sponsor pada kegiatan olahraga, acara remaja, dan konser musik. Dalam promosinya, rokok diasosiasikan dengan keberhasilan dan kebahagiaan (Utamadi, 2011). Remaja merupakan kelompok tertinggi yang rentan terhadap pengaruh iklan, baik di media massa (cetak dan elektronik) maupun Sekitar 86 persen papan iklan dipinggir jalan. remaja di dunia mengisap satu jenis merek rokok yang paling sering diiklankan, terutama di televisi. yang Sedangkan memilih jenis orang dewasa rokok yang hanya sama 30 persen meskipun kemungkinannya mereka lebih sering menyaksikan iklannya 40 dibanding para remaja. Melihat iklan di media massa yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan membuat remaja sering kali terpicu untuk mengikuti perilaku yang ada dalam iklan tersebut (Kuswandi, 2007). 7. Hubungan Iklan Rokok dengan Perilaku Merokok Salah satu kategori iklan yang dibatasi adalah iklan rokok. Batasan yang ditulis dalam kode etik periklanan adalah iklan rokok tidak boleh memperlihatkan produknya serta penggunaannya. Karena batasan itu maka tampilan iklan rokok banyak memberikan image atau simbolisasi visual iklannya. Hampir semua iklan produk rokok ditelevisi dengan untuk bahasa-bahasa simboliknya mengajak penonton bermimpi, melayang membayangkan suatu kesenangan atau kenikmatan yang pada akhirnya mau mengkonsumsi produk yang ditawarkan. Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja kerapkali terpicu untuk mengikuti seperti yang ada dalam iklan tersebut (Trim, 2006). 2.1.5 Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian merupakan pola khas seseorang dalam berpikir, merasakan dan berperilaku yang relatif stabil dan dapat diperkirakan (Dorland, 2002). Kepribadian juga merupakan jumlah total kecenderungan bawaan atau herediter dengan berbagai pengaruh dari lingkungan serta pendidikan, yang membentuk kondisi kejiwaan seseorang dan mempengaruhi terhadap kehidupan (Weller, 2005). sikapnya 41 Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepribadian meliputi segala corak perilaku dan sifat yang khas dan dapat diperkirakan pada diri seseorang, yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap rangsangan, sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi individu itu. 2. Tipe Kepribadian Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran, emosi, dan perilaku yang berbeda serta mempunyai karakteristik yang menentukan gaya personal individu dan mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan. Orang dengan kepribadian tipe A (introvert) lebih mudah mengalami gangguan akibat adanya stres dari pada orang dengan kepribadian tipe B (ekstrovert) Hawari (2001). Menurut Hawari (2001), ciri-ciri orang dengan kepribadian tipe A (introvert) dan tipe kepribadian B (ekstrovert) antara lain: 1) Tipe A (introvert) Sikap introvert mengarahkan pribadi ke pengalaman subjektif, memusatkan diri pada dunia dalam, cenderung menyendiri, pendiam atau tidak ramah, bahkan antisosial. Seseorang juga mengamati dunia luar, tetapi mereka melakukannya secara selektif dan menggunakan pandangan subjektif mereka sendiri. Ciri-ciri orang dengan tipe introvert adalah sulit bergaul, hatinya tertutup, sulit berhubungan dengan orang lain dan penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar kurang baik. 2) Tipe B (ekstrovert) 42 Sikap ekstrovert mengarahkan pribadi ke pengalaman objektif, memusatkan perhatiannya ke dunia luar, cenderung berinteraksi dengan orang disekitarnya, aktif dan ramah. Ciri-ciri anak tipe ekstrovert biasanya mudah bergaul, hatinya terbuka, hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian. Menurut Purwanto (2006) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian antara lain: a. Faktor Biologis Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau sering kali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan genetik, pencernaan, pernapasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat kita lihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap keturunan, orang dan ada ada yang pula diperoleh yang dari merupakan pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting pada kepribadian seseorang. b. Faktor Sosial Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat yakni manusia-manusia lain di sekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga dalam faktor sosial adalah ke tradisi-tradisi, adat 43 istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku di masyarakat itu. Sejak dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orangorang di sekitarnya. Dengan lingkungan yang pertama adalah keluarga. Dalam perkembangan anak, peranan menentukan keluarga bagi sangat penting pembentukan dan kepribadian selanjutnya. Keadaan dan suasana keluarga yang berlainan memberikan pengaruh yang bermacammacam pula terhadap perkembangan kepribadian anak. Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima anak masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat tinggi karena berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana bernada emosional. Kemudian semakin besar seorang anak maka pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadian. c. Faktor Kebudayaan Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang dibesarkan. kebudayaan itu yang Beberapa sangat aspek mempengaruhi 44 perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain: 1) Nilai-nilai (Values) Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilainilai hidup yang dijunjung tinggi oleh manusiamanusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu. 2) Adat dan Tradisi. Adat dan tradisi yang berlaku di suatu daerah, di samping menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-anggotanya, juga menentukan dan pula cara-cara bertindak bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang. 3) Pengetahuan dan Keterampilan. Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara kehidupannya. 4) Bahasa Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas, bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan ciri-ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Karena bahasa merupakan 45 alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat menunjukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan bereaksi serta bergaul dengan orang lain. 5) Milik Kebendaan (material possessions) Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat / bangsa, makin maju dan modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu. 8. Hubungan Kepribadian dengan Perilaku Merokok Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Disamping itu, orang juga memiliki tingkat kompromi sosial tinggi juga lebih cenderung mudah untuk terjebak dalam rokok (Trim, 2006). 2.1.6 Mahasiswi 1. Pengertian Mahasiswi Susantoro (dalam Rahmawati, 2006) mengatakan bahwa mahasiswi adalah kalangan muda yang berumur antara 19-28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dri tahap remaja ke dewasa. Susantoro mengatakan bahwa sosok mahasiswi juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuwannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan obyektif, sistematis dan rasional. Kenniston (dalam Morgan, 2006) mengatakan bahwa mahasiswi adalah suatu periode yang disebutnya dengan (studenthood) atau masa belajar yang terjadi 46 pada individu yang memasuki post secondary education yang sebelum masuk pada dunia kerja yang menetap. 2. Ciri-Ciri Mahasiswi Menurut Kartono (2003), mahasiswi merupakan anggota masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu antara lain : a. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi, sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia. b. Yang karena kesempatan di atas diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun dalam dunia kerja. c. Diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi proses modernisasi. d. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan profesional. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mahasiswi Merokok a. Pengaruh Orang tua Mahasiswi yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, di mana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang lebih keras, lebih mudah untuk menjadi perokok dibandingkan mahasiswi muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Fuadah, 2012). b. Pengaruh teman. Semakin banyak mahasiswi merokok maka semakin besar kemungkinannya adalah perokok juga ada dan sebaliknya. Kemungkinan yang terjadi, 47 adalah mahasiswi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan dipengaruhi teman-teman oleh diri mahasiswi mahasiswi tersebut tersebut dan akhirnya mereka semua menjadi perokok (Mu’tadin, 2002 dalam Fuadah, 2012). c. Faktor Kepribadian. Sebagian orang yang belajar merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada penggunaan obat-obatan (termasuk rokok) ialah pengaruh sosial. (Atkinson, 2006 dalam Fuadah, 2012). d. Pengaruh Iklan Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat mahasisw seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut (Mu’tadin, 2002 dalam Fuadah, 2012). 2.1.7 Rokok 1. Pengertian Rokok Merokok adalah membakar tembakau kemudian dihisap, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 90 derajat celcius untuk ujung rokok yang dibakar dan 30 derajat celcius untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir perokok (Sitopoe, 2000). Merokok adalah suatu kebiasaan menghisap rokok yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, merupakan suatu kebutuhan yang tidak bias diletakkan lagi bagi 48 orang-orang yang menyukai rokok (Sitopoe, 2000). Tembakau merupakan kandungan rokok yang terdiri dari campuran ratusan zat kimiawi yang khas dari tembakau adalah nikotin dan eugenol yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia (Husaini, 2006). Seseorang dapat digolongkan sebagai perokok bila setidaknya menghisap satu batang rokok atau lebih paling per hari paling sedikit selama satu tahun, bahkan ada juga yang mengatakan merokok minimal merokok selama satu batang per hari selama minimal tiga bulan Berdasarkan aktivitasnya kebiasaan merokok menurut Husaini (2006).dibagi menjadi dua yaitu : a. Perokok aktif, orang yang langsung merokok. Paparan asap tembakau yang ia terima relatif lebih kecil daripada perokok pasif atau orang di sekitarnya. b. Perokok pasif, yaitu orang yang tidak merokok tetapi terpapar langsung oleh asap tembakau dari orang yang sedang merokok di sekitarnya. Perokok pasif ini lebih banyak resikonya karena dia terpapar asap rokok lebih banyak daripada perokok itu sendiri. Perokok pasif atau yang kadang dikenal dengan nama Involuntary Smoking adalah suatu istilah yang diberikan bagi mereka yang tidak merokok, namun mereka seolah dipaksa untuk menghirup asap rokok dari perokok aktif yang ada di sekelilingnya (Husaini, 2006). Beberapa hal yang berhubungan dengan asap rokok dengan cara menghisap rokok adalah sebagai berikut : 49 1) Jenis asap rokok Ada dua jenis asap rokok yang masing-masing memiliki dampak tersendiri, yakni asap yang dihasilkan dari perokok aktif selama proses merokok atau dikenal dengan sebutan Mainstream Smoke, dan asap yang dihasilkan dari rokok yang menyala atau dikenal dengan sebutan Sidestream Smoke (Husaini, 2006). 2) Gaya merokok Apakah asapnya dihisap dalam-dalam, langsung dikeluarkan setelah asap tersebut sampai ke paru- paru ataukah langsung dikeluarkan seiring helaan nafas. 3) Perokok inhaler Perokok aktif yang saat menghisap rokok sampai dada. Pada perokok tipe ini, ada melepas rokok dari mulut setiap selesai menghisap rokok, tetapi ada juga yang di antara dua hisapan rokok masih tetap di dalam mulut (Sugeng, 2003) 4) Perokok non inhaler Perokok aktif yang saat merokok tidak menelan asap rokok atau hanya dihembuskan. Menurut (Sugeng, 2003) ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe tersebut adalah : a) Perokok berat, yaitu perokok yang mampu merokok dari 21-31 batang per hari atau lebih, sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. 50 b) Perokok sedang biasanya mampu menghabiskan 11-21 batang rokok dan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. c) Perokok ringan menghabiskan sekitar 10 batang rokok dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi. 2. Bahan Kimia yang Ada dalam Asap Rokok Asap rokok yang dibakar dan dihisap perokok, mengandung beberapa bahan kimia : a) Nikotin Zat ini bersifat zat adiktif yang membuat seseorang menjadi ketagihan untuk bias selalu merokok. Zat ini sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia (Husaini, 2006). b) Tar Tar adalah zat yang berwarna coklat kekuningkuningan, telah mengakibatkan kanker pada hewan percobaan. Dalam tar dijumpai polisiklik hidrokarbon aromatis yang memicu kanker paru-paru (Sitopoe, 2000). c) Gas Karbon Monoksida (CO). Bersifat toksis yang bertentangan dengan gas oksigen dalam transport hemoglobin (Sitopoe, 2000). d) Timah Hitam (Pb) Setiap satu batang rokok yang dihisap diperhitungkan mengandung 0,5 mikrogram timah hitam. Bila seseorang menghisap satu bungkus rokok per hari berarti menghasilkan 10 mikrogram, sedangkan batas bahaya kadar Pb dalam tubuh adalah 20 mikrogram /hari (Sitopoe, 2000). 51 e) Eugenol Eugenol hanya terdapat dalam rokok kretek dan tidak terdapat pada rokok putih, sebab rokok putih tidak dicampur eugenol dengan merupakan cengkeh. minyak Sedangkan cengkeh (Sitopoe, 2000). 3. Dampak dan Bahaya Merokok Berikut adalah bahaya dan efek negatif merokok bagi wanita : a. Tembakau dan gangguan ginekologi Merokok mengurangi sekresi estrogen yang diduga bertanggung jawab atas gangguan menstruasi termasuk timbulnya rasa nyeri. Merokok juga bisa menyebabkan perubahan nada suara dan peningkatan bulu tubuh. Menopause terjadi 1 sampai 2 tahun lebih awal di kalangan perokok. Meskipun sama-sama merokok, ternyata kaum wanita lebih berisiko untuk menderita penyakit jantung dibandingkan dengan pria. Bahkan, risikonya 25 persen lebih tinggi. Walaupun mekanisme biologisnya belum jelas, para ahli menduga hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan respons biologis terhadap asap rokok dan jumlah asap rokok yang diisap. Mungkin wanita lebih banyak menyerap karsinogen dan racun lainnya dalam rokok dibandingkan pria," kata pemimpin penelitian, Rachel R Huxley, profesor epidemiologi di University of Minnesota. Kesimpulan tersebut diambil setelah peneliti mengamati 2,4 juta perokok, yang 44.000 di antaranya terkena penyakit jantung. Hasilnya ditemukan bahwa wanita perokok memiliki risiko 25 persen lebih besar 52 terkena penyakit jantung koroner daripada laki-laki yang merokok. Tembakau juga bisa memperbesar resiko perkembangan lesi pra kanker leher rahim. (Supratikno, 2013) b. Tembakau dan kulit Karena kurangnya oksigenasi kulit, perokok wanita akan mengalami kulit kusam. Efek lain, kulit akan menjadi kendur dan tidak elastis. Tembakau juga bisa menyebabkan keriput muncul sebelum waktunya, berkisar dari 10 sampai 20 tahun lebih awal (Supratikno, 2013). c. Tembakau dan pil 35% perempuan berusia 20 sampai 44 tahun yang merokok sambil mengambil pil kontrasepsi, mengalami 4 sampai 10 kali risiko masalah kardiovaskular. Menggabungkan kontrasepsi dengan rokok bisa menimbulkan bahaya kesehatan serius, terutama pada wanita berusia di atas 35 tahun. Darah mengental dan risiko trombosis, stroke dan gangguan vaskuler otak (stroke) dapat muncul akibat tembakau . d. Merokok dan kehamilan Merokok dapat menurunkan kesuburan wanita hingga 50%. Tembakau bisa menyebabkan lendir leher rahim mengental serta menurunkan level estrogen yang dapat mengurangi kualitas dinding rahim dan membatasi aliran darah yang diperlukan untuk implantasi telur. Merokok meningkatkan risiko keguguran hingga 3 kali lipat. Efek lain, pertumbuhan janin juga dapat terganggu akibat kurangnya pasokan oksigen. Bayi yang dilahirkan juga cenderung berbobot rendah 53 (kurang dari 200 gram saat lahir). Wanita perokok juga akan menghasilkan ASI 25% lebih sedikit dibandingkan wanita non-perokok (Supratikno, 2013). e. Tembakau dan berat badan Merokok bisa mengurangi sensitivitas terhadap rasa dan bau. Selain itu, nikotin akan memperlambat penyimpanan lemak dan meningkatkan pengeluaran energi sampai 200 kalori per hari dibandingkan nonperokok. Para perokok memiliki berat badan lebih rendah daripada non perokok. Berhenti merokok bukan berarti seorang wanita akan kelebihan berat badan, namun akan membuatnya memiliki berat badan normal (Supratikno, 2013). 2.2 Kerangka Teori Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Mahasiswi a. Faktor Diri b. Faktor Lingkungan 1) Orang Tua 2) Teman 3) Iklan Rokok c. Faktor Psikologis d. Faktor Biologis e. Faktor Genetik f. Faktor Kepribadian g. Faktor Kejiwaan h. Faktor Sensorimotorik i. Faktor Farmakologis Perilaku Merokok Gambar 1. Kerangka Teori Sumber : Komalasari dan Helmi (2000), Nasution (2007), Soetjiningsih (2004), Mu’tadin (2002), Yusuf 54 (2006), Istiqomah, (2004), Hansen dalam Wismanto dan Budi (2007) 2.3 Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok mahasiswi VARIABEL BEBAS VARIABEL TERIKAT Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mahasiswi Merokok Perilaku Merokok Mahasiswi Gambar 2. Kerangka Konsep 2.4. Hipotesis Penelitian. Ada pengaruh peran orang tua, teman, iklan dan kepribadian terhadap perilaku merokok Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. mahasiswi di