DAFTAR ISI Kata Pengantar Proses Iklim Kota Keseimbangan Energi Karakteristik Radiasi Keseimbangan Energi di Permukaan Bumi Karakteristik Radiasi di Perkotaan Keseimbangan Eneri di Perkotaan Pulau Panas (heat island) Karakteristik Angin di Perkotaan Kecepatan Angin Pola Angin Implikasi Kelembapan Keawanan dan Hujan Kelembapan Keawanan Hujan Pencemaran Udara di Perkotaan Komposisi Udara di Perkotaan Sumber dan Jenis Pencemaran Pencemaran Udara di Dalam Ruangan (indoor air quality) Pengaruh Pencemaran Udara Terhadap Manusia dan Lingkungaannya Kebisingan Hutan Kota (urban forest) Daftar Pustaka KATA PENGANTAR Mata Kuliah Klimatologi Kota merupakan mata kuliah pilihan bagi mahasiswa yang akan mengambil minat Klimatologi Lingkungan. Hingga saat ini, pustaka yang berkaitanan materi kuliah ini hampir semuanya ditulis dalam bahasa Inggris dan sangat jarang atau bahkan mungkin belum ada, buku acuan yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Dengan pertimbangan ini, bahan ajar ini ditulis untuk memberikan Kemudanan kepada mahasiswa di dalam memahami berbagai aspek yang menyangkut iklim kota. Bagian pertama menerangkan tentang konsep keseimbangan radiasi dan energi yang menentukan bagaimana iklim di suatu tempat. Selain membahas konsep juga dibahas aplikasinya terutama di daerah perkotaan. Bagian kedua membahas tentang pola dan kecepatan angin di perkotaan. Awan, hujan dan kelembaban merupakan bagian selanjutnya dibahas, termasuk aplikasinya. Pencemaran udara di daerah perkotaan merupakan bag ian terbanyak yang dibahas karena ruang lingkupnya yang cukup luas. Penulis sengaja tidak menggunakan terlalu banyak pustaka. Hal ini agar tidak terlalu menyulitkan mahasiswa dan memberikan focus yang lebih tajam. Tetapi tidak berarti mahasiswa tidak boleh membaca buku penunjang yang lain. Bahan ajar ini merupakan penjelasan yang bersifat singkat karena merupakan penunjang dan keterangan yang penulis berikan di dalam kelas. Dengan demikian, penulis yakin bahwa masih banyak kekurangan yang masih perlu dibenahi di masa mendatang. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang besar kepada Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengendalian Mutu yang telah memberikan dana untuk membantu pembuatan bahan ajar ini. Penulis berharap agar enaaaran buku ajar ini berguna bagi pembacanya. Dewi Galuh Condro Kirono PROSES IKLIM KOTA Semua aspek iklim di permukaan bumi seperti angin, hujan, awan, dan suhu, adalah sesuatu yang dihasilkan oleh proses; perpindahan dan perubahan energi. Hukum pertama Thermodinamika mengenai konservasi energi menjelaskan bahwa energi di alam tidak dapat diciptakan dan juga tidak dapat dimusnahkan melainkan hanya diubah dari suatu bentuk ke bentuk energy yang lain. Dengan demikian, pada suatu sistem, akan muncul dua kemungkinan pertukaran energi. Pertama, pada saat pertukaran energi tedarii tidak ada perubahan dari status energi pada sistem yang bersangkutan, sehingga: Energi masukan = Energi keluaran Kemungkinan yang kedua adalah terjadinya perubahan simpanan energi ( ) sehingga Energi masukan = Energi keluaran + Perubahan simpawn energi Pada suatu sistem iklim. Semua proses berawal dari energi radiasi yang datang dari matahari ke atas permukaan atmosfer (udara). Selanjutnya energi ini diteruskan ke permukaan bumi dimana sepanjang perjalanannya sebagian darinya dipantulkan kembali ke ruang angkasa. Sebagian lagi terserap oleh udara dan sisanya dipantulkan kembali ke ruang angkasa. Sebagian lagi terserap oleh udara dan sisanya ditransmisikan ke permukaan bumi. Radiasi yang dapat sampai ke permukaan bumi ini pada akhirnya dapat memanaskan permukaan bumi, menguapkan air, melelehkan salju dan memanaskan tanah. Energi yang sudah berubah tersebut dapat juga terkirimkan kembali ke ruang angkasa dalam bentuk radiasi. Variasi dari jumlah radiasi yang ditenima oleh permukaan bumi serta variasi dari interaksi antara bumi dan atmosfer tersebut dapat menyebabkan variasi keruangan dan waktu dari perubahan energi yang akhirnya menentukan iklim suatu tempat. Oleh sebab itu, sebelum kita membicarakan mengenai bagaimana iklim kota itu sebenamya, maka beberapa pengertian dasar mengenai keseimbangan energi perlu dipahami terlebih dahulu. KESEIMBANGAN ENERGI 1. KARAKTERISTIK RADIASI Radiasi adalah suatu bentuk dari energi yang terjadi karena osilasi suatu medan elektromagnetik. Di alam ini, semua benda yang memiliki energi (yaitu jika suhunya diatas nol derajat Kelvin atau -273°C) akan memancarkan radiasi. Dengan demikian, apakah benda itu kayu, besi, manusia, bahkan es-pun dapat menghasilkan radiasi sepanjang suhunya lebih besar dari nol derajat Kelvin. Akan tetapi, besarnya radiasi dan masing-masing benda tersebut akan berbeda satu sama lain. Berdasarkan hukum Stefan-Boltzman, besarnya energi yang terpancarkan dari suatu benda merupakan fungsi dan besarnya suhu permukaan benda tersebut, yaitu: Energi yang terpancar = εσTo4 Dimana a adalah konstanta Stefan-Boltzman yang besarnya 5.67 x 108-8 W m-2 K-4, dan To adalah suhu permukaan benda tersebut dalam derajat Kelvin dan ε adalah besarnya emisivitas dan benda yang bersangkutan. Selain menentukan besar kecilnya radiasi yang dihasilkan, suhu permukaan benda juga menentukan panjang-pendeknya gelombang radiasi yang dihasilkan. Dalam hal ini, kalau hukum Stefan-Boltzman menyatakan hubungan antara suhu dan besarnya energi yang terpancar, maka hukum yang menyatakan hubungan antara suhu dengan panjang gelombang dan radiasi yang dihasilkan adalah Wien’s Displacement Law. Hukum ini menyatakan bahwa suhu tidak hanya meningkatkan besarnya energi radiasi yang terpancar melainkan juga meningkatkan proporsi gelombang pendek dan radiasi tersebut. Dengan kata lain, semakin tinggi suhu suatu benda maka semakin pendek panjang gelombang (A) radiasi yang dihasilkan. Bila dinyatakan dengan suatu rumus, maka ujudnya adalah: λ = 2.88 x 10-3To Contoh berbagai panjang gelombang ditunjukkan pada Gambar 1. Berdasarkan persamaan di atas, maka radiasi yang dipancarkan oleh sinar matahari berkisar sebesar 0.48 gm dan biasa disebut dengan radiasi ultraviolet. Sementara itu radiasi yang dipancarkan oleh sistem bumi dan atmosfer adalah berkisar 3.0 gm sampai 100 gm yang biasa disebut dengan radiasi infra merah. Dalam kalangan ilmuwan iklim, biasanya ada dua tipe panjang gelombang radiasi yang diperhatikan, yaitu radiasi gelombang pendek (dihasilkan oleh matahari) dan radiasi gelombang panjang (dihasilkan oleh sistem bumi dan udara). Radiasi gelombang pendek biasa ditunjukkan dengan simbol K sedangkan radiasi gelombang pendek ditunjukkan dengan simbol L. 2. KESEIMBANGAN ENERGI DI PERMUKAAN BUMI Gambar 2 mengilustrasikan bagaimana keseimbangan energi di suatu permukaan bumi terjadi. Pada suatu lokasi, besarnya radiasi gelombang pendek yang diterima permukaan bumi (K ) adalah sebesar K =S+D Dalam hal ini S adalah besarya radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi, dan D adalah besarnya radiasi matahari yang sempat dipencarkan (didifusi) kembali oleh partikel-partikel yang ada di udara. Besarnya S tergantung kepada sudut azimut dan sudut zenith dari matahari. Dengan kata lain, kedua sudut ini tergantung kepada lintang dan bujur lokasi setempat serta kepada jam berapa radiasi itu terjadi. Sementara itu besamya D tergantung kepada ‘bersih’ atau tidaknya atmosfer/udara. Oleh sebab itu, pada suatu kota yang penuh polusi, D lebih besar dibanding di udara pedesaan yang relative lebih bersih. Besarnya radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh permukaan bumi (K ) tergantung kepada besarnya K dan albedo dari permukaan yang bersangkutan. K =K ( ) Albedo adalah perbandingan antara radiasi matahari yang dipantulkan kembali oleh sesuatu benda dengan radiasi yang diterima oleh benda tersebut. Dengan demikian albedo masing-masing benda akan berbeda. Semakin terang wama benda tersebut maka kemungkinannya semakin besar radiasi yang terpantulkan kembali, sehingga akan semakin besar albedo benda tersebut. Contoh nilai albedo yang umum untuk berbagai benda ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Permukaan Tanah Gurun Rumput Tanaman pertanian, tundra Perkebunan Hutan a. deciduous b. coniferous Air Salju Es Tanda Gelap, basah Terang, kering Panjang (1.0 m) Pendek (0.02 m) Sudut zenit kecil Sudut zenit besar Lama Baru Laut Glasier Albedo ( ) 0.05 0.40 0.20-045 0.16 0.26 0.18-0.25 0.15-0.20 Emisivitas (εε) 0.98 0.90 0.84-0.91 0.90 0.95 0.90-0.99 0.15-0.20 0.05-0.15 0.03-0.10 0.10-1.00 0.40 0.95 0.30-0.45 0.20-0.40 0.97-098 0.97-0.99 0.92-0.97 0.92-0.97 0.820.92-0.97 0.99 Dengan adanya radiasi yang diterima dan dipantulkan oleh permukaan bumi ini, maka total radiasi gelombang pendek dapat ditunjukkan dengan K*= K -K K*=K(1 -a) Berbeda dengan radiasi gelombang pendek yang sangat tergantung dari radiasi matahari, maka radiasi gelombang panjang yang dipancarkan oleh udara/atmosfer sangat tergantung kepada suhu udara (Ta) dan emisivitasnya (εσ). Berdasarkan Stefan Bolztman, besarya L adalah L = εσ Ta4 Sedangkan radiasi gelombang panjang yang dipancarkan oleh permukaan bumi (L ) tergantung dari suhu (Tb) dan emisivitas (εb) permukaan bumi yang bersangkutan. Selain itu, besarnya L juga dipengaruhi oleh besarnya L yang dipantulkan kembali ke udara. Oleh sebab itu, L = εaσTa4 - (1 - εb) L Perbedaan antara radiasi gelombang, panjang yang datang ke permukaan bumi dan yang pergi dari permukaan bumi menghasilkan total radiasi gelombang panjanq (L*). L*=L L Total dari kedua radiasi tersebut, yaitu radiasi gelombang pendek dan panjang menjadi: Q* = K - K + L - L = K*+ L* Total radiasi tersebut adalah berlaku hanya pada siang hari karena pada malam hari tidak ada sinar matahari, maka Q* = L - L = L* Parameter total radiasi, atau Q*, ini sangat penting untuk dipahami. Hal ini dikarenakan besar kecilnya Q* menentukan ketersediaan energi pada suatu sistim. Ketersediaan energi dapat digunakan untuk pertukaran energi yang dapat menentukan bagaimana keadaan iklim di suatu tempat. Pertukaran energi ini dapat berupa sensible heat (QH), yaitu energi yang menentukan tinggi rendahnya suhu udara di suatu tempat; latent heat (QE), yaitu energi yang terlibat dalam proses evaporasi dan storage heat (QG) yang merupakan energi yang berasal dan atau tersimpan di bawah permukaan bumi/tanah. Dengan demikian, keseimbangan energi di suatu tempat dapat ditunjukkan dengan: Q* = QH + QE + QG Pembagian energi diatas, bisa berupa surplus maupun defisit. Hal ini tergantung dan sifat alamiah permukaan setempat seperti kemampuan tanah didalam menyerap energi dan kemampuan udara setempat didalam mentransport panas/energi. Pada siang hari, ketersediaan energi pada umumnya digunakan untuk proses evaporasi dan lengas tanah. Sehingga, QE mendominasi. Jika ketersediaan air sudah menipis, maka peran QE berkurang dan digantikan dengan QH yang besar. Dengan demikian, suhu di tempat tensebut akan meningkat. Pada malam hari, situasi di atas menjadi terbalik. Dalam hal ini Q* menjadi negatif. Dalam hal ini QH dan QE berkurang. Sementara itu energi yang tersimpan sebelumnya, akan terbawa ke permukaan. Namun karena QG yang relatif kecil dibanding QH dan QE maka Q* menjadi negatif. Akibatnya, pada malam hari suhu udara menjadi turun. 3. KARAKTERISTIK RADIASI Dl PERKOTAAN Input radiasi gelombang pendek (K ) di perkotaan sangat berbeda dengan K yang ada di daerah non-perkotaan. Radiasi yang melalui udara perkotaan, akan mengalami proses pengurangan akibat adanya polutan di daerah perkotaan. Di suatu daerah industri misalnya, pengurangan ini bisa sampai sebesar 10-20% dibandingkan dengan radiasi yang jatuh di daerah pedesaan. Di kota yang tidak memiliki industri namun lalu lintasnya begitu padat, pengurangan dapat berkisar antara 2-10%. Penelitian dari Hufthy (1970) menunjukkan bahwa di Belgia, pada hari yang tinggi tingkat polusinya, pengurangan sinar matahari sampai 55 menit dibanding dengan daerah pedesaan di sekitarnya. Pengurangan-pengurangan ini, disamping ditentukan oleh ketebalan polutan, juga ditentukan oleh sudut sinar matahari. Dalam hal ini, pengurangan radiasi matahari terbesar terjadi pada awal pagi hari dan petang hari (sudut matahari yang kecil). Selain total K berkurang, dan sudut pandang spektrumnya, radiasi di perkotaan juga berbeda dengan yang ada di non-perkotaan. Dalam hal ini, keberadaan polutan cenderung menyaring gelombang yang lebih pendek. Sebagai contoh, pada Ultra-violet, pengurangannya bisa sampal sebesar 40%. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap tanaman (ingat photosintesis) dan manusia (ingat bahwa ultraviolet adalah sumber vitamin D). Selain menyerap radiasi, polutan juga cenderung memancarkan dan merefleksikan sinar matahari yang datang. Hal ini berguna di dalam memperbagus penerangan di suatu gedung akan tetapi dapat mengurangi tingkat visibilitas. Berbeda dengan K , radiasi gelombang pendek yang dipantulkan kembali (K ) oleh suatu kota relatif lebih kecil dibanding K di daerah non-perkotaan. Hal ini disebabkan oleh Albedo perkotaan yang lebih rendah. Seperti diketahui, umumnya permukaan suatu perkotaan berupa jalan, tembok, dan genteng. Albedo aspalt, misalnya hanya 0.05 sedangkan albedo genteng sebesar 0.08. Dibandingkan dengan albedo pedesaan, yang umumnya terdiri dari rerumputan dan pepohonan, besarnya dapat berkisar antara 0.1 hingga 0.27. Karena albedo perkotaan secara umum adalah kecil, maka besarnya K juga kecil. Dengan demikian, secara ringkas dapat dikemukakan bahwa K di perkotaan cenderung lebih kecil dibanding di daerah non-perkotaan. Selain itu K juga relatif lebih kecil. Dengan demikian, perbedaan antara K* di daerah kota dan non-kota relatif tidak berbeda jauh karena kecilnya K kecilnya K . telah dimmbangi oleh Pada malam hari, karena banyaknya lampu yang menyala di daerah kota maka suatu kota akan lebih hangat dibanding daerah pedesaan. Dengan demikian, radiasi gelombang panjang (L ) yang dipancarkan oleh permukaan kota akan Iebih besar dibanding di daerah pedesaan. Sebaliknya, kehadiran polutan di udara perkotaan menambah besarnya L . Dari sini bisa dikatakan bahwa, seperti halnya K*, maka besarnya L* di daerah perkotaan tidak begitu berbeda dengan di daerah pedesaan. Dengan kata lain, meskipun daerah perkotaan merubah komponen keseimbangan radiasi, namun total keseimbangan radiasinya akan tetap relatif sama dengan yang ada di pedesaan. 4. KESEIMBANGAN ENERGI Dl PERKOTAAN Pada siang hari, di daerah perkotaan, energi yang tersedia kebanyakan digunakan sebagai QH. Hal ini mengingat kecilnya ketersediaan air untuk evaporasi di perkotaan. Dengan demikian, OE relatif kecil dibanding dengan yang ada di pedesaan. Karena energi yang tersedia kebanyakan digunakan untuk OH maka pada siang hari suhu di perkotaan akan relatif lebih besar dibanding dengan di daerah pedesaan. Pada malam hari, dimana angin biasanya tidak terlalu kencang, transport panas menjadi berkurang sehingga OH juga berkurang. Selain itu, evaporasi juga mengecil sehingga OE juga berkurang. Disisi lain, radiasi matahari sudah tidak ada, maka suplai energi ke permukaan kebanyakan berasal dan energi simpanan (OG). Permukaan kota biasanya didominasi oleh bangunan padat yang memiliki kemampuan menyimpan energi yang besar. Oleh sebab itu, pada malam hari besamya OG di daerah kota akan Iebih besar dibanding dengan daerah pedesaan. Dengan demikian, total energi yang ada juga akan Iebih besar. Akibatnya, udara perkotaan akan cenderung lebih hangat dibanding didaerah pedesaan baik pada siang maupun malam hari. 5. PULAU PANAS (HEAT ISLAND) Penjelasan dimuka menunjukkan kecenderungan suhu di perkotaan yang lebih tinggi dibanding di daerah pedesaan. Besarnya perbedaan suhu ini, sangat tergantung pada kondisi sinoptik dari udara pada saat itu. Pada keadaan cerah (tanpa mendung) dan angin yang tidak kencang, perbedaan suhu kota-desa biasanya dapat maksimum. Sebaliknya, jika udaranya mendung dan anginnya relatif kencang, maka perbedaan tersebut akan tidak terjadi. Dengan adanya perbedaan suhu tersebut, maka isotherm (yaitu garis yang menghubungkan tititk-titik dengan suhu yang sama) di pusat perkotaan akan berbeda dengan isotherm di daerah sekitarnya. Isotherms di pusat kota biasanya relatif lebih rapat isotherm yang ada di daerah sekitamya sehingga menghasilkan kesan pulau. Hal inilah yang biasa disebut dengan fenomena pulau panas (heat island) seperti yang terlihat pada gambar di bawah. Gambar tersebut menunjukkan di pusat kota suhunya relatif lebih besar dibanding suhu yang ada diaerah Bagaimana bentuk dan intensitas pulau panas ini sangat bervariasi, tergantung pada beberapa faktor seperti keadaan cuaca, lokasi dan karakteristik kotanya. Fenomena ini biasanya terlihat sangat jelas pada saat matahari hampir tenggelam dan atau pada pagi hari saat matahari baru saja terbit. Gambar di bawah menunjukkan variasi suhu udara diatas penggunaan lahan yang berbeda, yaitu dari pedesaan, garis pinggir perkotaan dan kota. Terlihat jelas bahwa terdapat perbedaan yang antara suhu udara di atas penggunaan lahan pedesaan dengan pusat kota. Bentuk profil suhu itu seolah-olah menyerupai topografi sebuah pulau. Besarnya perbedaan antara suhu udara di pusat perkotaan dengan suhu didaerah pedesaan ini disebut dengan Intensitas pulau panas ( T). Besarnya intensitas pulau panas ini sangat sensitif terhadap kecepatan angin. Semakin tinggi kecepatan anginnya, maka semakin besar turbulensi dan aktivitas adveksi udara. Akibatnya semakin kecil intesitas pulau panas yang terjadi karena proses pembentukan perbedaan suhunya telah terganggu oleh aktivitas adveksi dan turbulensi tersebut (Gambar berikut). Selain tergantung kepada kecepatan angin, intensitas pulau panas juga terkait dengan jumlah penduduk di kota yang bersangkutan. Seperti ditunjukkan oleh gambar berikut besarnya T sebanding dengan logaritma dan jumlah penduduk kota setempat. Sebuah penelitian di Jepang menunjukkan bahwa sejak tahun 1936 hingga 1965 telah terjadi kenaikan sebesar 0.032°C per tahun di Tokyo. Sementara itu untuk Osaka dan Kyoto, kenaikan tersebut masing masing sebesar 0.029°C dan 0.032 °C. KARAKTERISTIK ANGIN Dl PERKOTAAN Karakteristik geometri kota biasanya terdiri dan gedung-gedung yang jaraknya rapat satu sama lain serta memiliki ketinggian yang melebihi ketinggian gedung ratarata di suatu desa. Selain itu, jalan-jalan yang sempit dan diapit oleh gedung-gedung yang tinggi menyebabkan permukaan yang menyerupai sebuah lembah atau canyon. Karena sturuktur geometri tersebut, sebuah kota dapat memiliki karakteristik angin yang berbeda dibanding dengan karakteristik angin di suatu desa. Perbedaan tersebut baik dalam kecepatan maupun pola angin yang ada. 1. KECEPATAN ANGIN Banyak bukti-bukti empiris yang menunjukkan bahwa kecepatan angin cenderung menurun di daerah kota. Di Columbia, Amerika Serikat, misalnya, kecepatan angin di pusat kota tercatat 70% lebih kecil dibanding dengan kecepatan angin di suatu lapangan udara yang terletak di suatu desa. Selain itu, di kota Antsevitchi, Rusia, terdapat bukti bahwa selama kota tersebut mengalami perkembangan telah terjadi penurunan kecepatan angin dari 3.9 m/det di tahun 1945 menjadi 2.5. m/det pada tahun 1971 (lihat gambar di bawah). Contoh yang lain adalah di daerah Parma, Itali. Sejalan dengan perkembangan kota Parma telah terjadi penurunan kecepatan angin sekitar 30 sampai 60% (lihat Tabel di bawah). Interval 1938-1949 1950-1961 1962-1973 Januari 0.5 0.5 0.3 April 1.8 1.4 1.0 Juli 1.8 1.4 1.3 Oktober 1.0 0.7 0.6 Tahun 1.3 1.0 0.8 Selain fenomena di atas, pengukuran kecepatan dan arah angin di kota juga menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya konvergensi atau pertemuan antara dua aliran udara yang memiliki arah yang berbeda (lihat Gambar dibawah) Pada lokasi konvergensi ini, biasanya anginnya tinggi dan kadang-kadang dapat juga memicu terjadinya proses pengangkatan udara yang memungkinkan terbentuknya awan. Konvergensi ini sebetulnya adalah konsekuensi logis dan adanya fenomena pulau panas di permukaan kota. Dengan tingginya suhu di kota, menyebabkan udara dalam kondisi tidak stabil dan menyebabkan naiknya suatu aliran udara yang melewati permukaan suatu kota. Seperti telah dijelaskan terlebih dahulu, efek pulau panas sangat sering terjadi pada malam hari. Akibatnya, efek konvergensi angin seperti ini juga sering muncul pada malam hari. Dalam hal ini, kecepatan angin di malam hari di suatu kota terkadang bisa lebih kencang dibanding kecepatan angin di daerah non-urban. 2. POLA ANGIN Pola aliran angin di sekitar gedung yang tinggi ditunjukkan oleh gambar di halaman berikut. Terlihat dari gambar tersebut bahwa saat suatu aliran angin bertumbukan dengan sebuah gedung, sebagian aliran tersebut akan dibelokkan ke atas, ke bawah maupun ke samping. Selain itu, udara yang membentur gedung tersebut memberikan tekanan yang relatif besar terhadap gedung yang bersangkutan. Dalam hal ini tekanan maksimum dapat terjadi di daerah yang langsung berhadapan dengan arah angin, khususnya di sekitar bagian tengah sampal atas tembok gedung itu. Jika bentuk gedungnya memiliki sudut-sudut yang sangat tajam, maka aliran yang melalui atas dan samping gedung akan terpisah. Karena udara bergerak ke tekanan yang Iebih rendah, di sekitar belakang gedung akan terjadi aliran yang berlawanan dengan aliran ufara sebelumnya. Proses ini menyebabkan sebuah sirkulasi kecil di belakang gedung. Di suatu pusat kota, biasanya gedung-gedung tersebut berdekatan satu sama lain. Sehubungan dengan hal ini, pola aliran udara yang melewati beberapa gedung sangat tergantung dari geometni susunan gedung-gedung tersebut. Utamanya, adalah faktor perbandingan antara jarak atau lebar mendatar antargedung (L) dengan tinggi rata-rata dan gedung yang berdekatan tersebut (T). Jika jarak antar gedung relatif sangat berjauhan (misalnya perbandingan antara L dan T lebih kecil dan 0.4) maka pola alirannya hampir sama dengan pola aliran yang melewati gedung tunggal dan telah dijelaskan diatas (lihat gambar a). Jika gedung-gedung tersebut lebih berdekatan (yaitu jika T/L sekitar 0.7) maka aliran yang dihasilkan akan lebih kompleks seperti terlihat pada gambar b. Jika jarak antargedung lebih rapat lagi (yaitu jika T/L sekitar > 0.8) maka pola alirannya akan seperti tampak pada gambar c. Pola aliran yang sudah dijelaskan tersebut hanya berlaku untuk keadaan yang normal, artinya bahwa anginnya memiliki arah yang tidak sejajar dengan arah jalan. Jika arah angin adalah sejajar dengan arah jalan maka efeknya adalah peningkatan kecepatan angin karena angin yang lewat seperti tersalur kedalam suatu celah/lembah. Selain itu, situasi pada gambar di atas tersebut juga akan berbeda jika gedung-gedung yang ada memiliki ketinggian yang berbeda-beda. Maka pola aliran yang terjadi akan seperti nampak pada gambar berikut. Pada kondisi yang demikian, ada lokasi-lokasi berbeda, gedung yang tinggi anginnya sangat tinggi dan ada pula yang rendah. Dari gambar berikut, misalnya terlihat bahwa kecepatan angin di depan gedung yang tinggi adalah 1.3 m/s sedangkan kecepatan angin pada pintu masuk gedung tinggi tersebut dapat mencapai 3.0 m/s. Jadi kira-kira ada perbedaan sebesar 50%. 3. IMPLIKASI Pengetahuan mengenai kecepatan dan pola angin sangat berguna di dalam melindungi gedung dari kerusakan serta di dalam mengetahui dispersi (penyebaran) polusi udara. Unuk keperluan pembangunan suatu struktur bangunan (seperti gedung bertingkat, pemancar dan jembatan) perhitungan mengenai kekuatan angin (wind loads) sangatlah menentukan. Hal ini diperlukan agar struktur bangunan yang ada mampu tetap bertahan terhadap tekanan angin yang umum terjadi di daerah yang bersangkutan. Sehingga bangunannya menjadi awet dan tidak mudah roboh. Angin juga sangat penting di dalam penyebaran polusi udara. Di kota yang gedung-gedungnya tidak begitu tinggi, maka penyebaran polusi udara yang dihasilkan kendaraan bermotor sangat tergantung dan perbandingan antara jarak lebar (L) ketinggian gedung (T). Seperti terlihat pada gambar berikut jika jalan-jalan yang ada sangatlah sempit maka penyebaran polutan tidaklah begitu bagus dalam arti bahwa polutan akan tetap berada di permukaan jalan tersebut dan tidak dapat keluar darinya. Jika T/L relatif lebih besar, maka seperti terlihat pada gambar a dan b kemungkinan besar dispersi polutannya akan lebih luas. Jika gedung-gedung yang berdekatan memiliki ketinggian yang berbeda, maka penyebaran polusi akan seperti tampak pada gambar c dan d. KELEMBAPAN, KEAWANAN DAN HUJAN 1. KELEMBAPAN Berbeda dengan suhu dan angin, karakter mengenai kelembapan di perkotaan belum banyak diketahui. Secara teori, karena perbedaan karakter fisiknya, maka kelembapan di kota tidak sama dengan kelembapan yang ada di desa. Dalam hal ini, di daerah perkotaan input uap air tidak terlalu banyak karena jumlah vegetasi relatif sedikit. Namun demikian, di perkotaan terdapat emisi uap dan industri dan transportasi seperti tenlihat pada tabel berikut. Produksi moisture dan beberapa aktivitas manusia SUMBER Kendaraan bermotor Refineries Cement mills Steel mills JUMLAH (108g/jam) 2,3 4,2 1,5 1,8 Contoh perbedaan antara kelembapan di desa dan di kota ditunjukkan oleh gambar berikut. Dalam gambar itu ditunjukkan adanya perbedaan antara variasi temporal kelembapan dan sebuah airport yang terletak di desa dibandingkan dengan kelembapan pada sebuah airport di kota. Gambar berikutnya menunjukkan bagaimana perbedaan kelembapan (dalam hal ini diujudkan dalam mixing ratio) di kota dan di desa pada kondisi cuaca yang berbeda. Terlihat bahwa, di desa terdapat dua puncak kelembapan, yaitu saat matahari terbit dan sesudah matahari tenggelam. Puncak yang pertama lebih disebabkan oleh adanya konvergen uap air hasil dan evaporasi yang tetap berlanjut dan masuk ke dalam atmosfer yang stabil. Sementara itu, puncak yang kedua merupakan input evaporasi dari permukaan yang melebihi kemampuan transport dan udara. Sementara itu, di daerah kota kelembapan relatif tetap. Pada siang hari kecil karena sedikitnya evaporasi dan pencampuran udara yang dinamis. Pada malam hari, terdapat peningkatan kelembapan secara perlahan karena masih terjadinya evaporasi dan ataupun input dan kegiatan antropogenik. Terkait dengan cuaca yang berbeda, terlihat dalam grafik itu bahwa pada saat mendung besarnya kelembapan di desa dan di kota tidak jauh berbeda sementara pada cuaca cerah perbedaan tersebut terlihat nyata. Hal ini menunjukkan bahwa faktor utama penentu tingkat kelembapan adalah evaporasi. 2. KEAWANAN Secara teori, ada beberapa hal yang menyebabkan tingginya tingkat keawanan di daerah perkotaan. Kota yang cenderung bersuhu panas memiliki potensi konveksi yang tinggi. Selain itu, adanya polusi udara dapat menyebabkan peningkatan nukleus kondensasi sampai sekitar 54%. Beberapa penelitian juga telah menunjukkan bahwa awan kumulus cenderung terjadi lebih dini di kota dibandingkan dengan yang ada di sekitarnya. Salah satu contohnya adalah yang terjadi kota New York, yaitu bahwa keawanan pada siang dan tengah hari sangat besar frekuensinya dibandingkan dengan daerah sekitarnya. 3. HUJAN Meskipun sudah banyak penelitian yang telah dilakukan di luar negeri, pengaruh kota terhadap hujan masih sangat sulit untuk dimengerti dan masih menjadi perdebatan. Hal ini terjadi karena faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya hujan sangatlah kompleks, misalnya topografi. Akibatnya, sulit untuk melakukan pemisahan antara karakter hujan yang dipengaruhi oleh kota dan yang dipengaruhi oleh faktor alamiah. BanyaK bukti yang menunjukkan bahwa hujan meningkat di daerah perkotaan dan sekitarnya. Hipotesa yang menyebabkan peningkatan jumlah hujan tersebut adalah bahwa (1) adanya fenomena heat island meningkatkan keawanan; (2) adanya obstacle effect yang menghambat progress dari sistem cuaca sehingga awan yang tercipta di daerah kota bergerak secara lambat; (3) dan produk polusi yang dapat meningkatkan nukleous kondensasi. Dalam hal ini, berbagai bukti yang ada menunjukkan bahwa peningkatan hujan di perkotaan lebih disebabkan oleh hal nomer 1 dan 2 daripada oleh hal nomer 3. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk melihat pengaruh kota terhadap jumlah hujan, yaitu metode perbandingan, analisis spasial, analisis kecenderungan, analisis harmonis dan analisa data satelit. Untuk metode perbandingan, yang paling sering dilakukan adalah membandingkan antara hujan di kota dan di desa (lokasi kontrol). Contoh hasilnya disajikan pada tabel berikut. Meskipun secara statistik perbedaan itu secara umum tidak signifikan, namun setidak-setidaknya bukti tersebut dapat menunjukkan bahwa ada kemungkinan perbedaan antara hujan di kota dan di desa. Contoh perbedaan hujan tahunan di kota dan di desa atas dasar data 12-30 tahun Nama Wilayah Moscow Urbana Munich Chicago St. Louis Hujan di Kota (mm) 605 948 906 871 876 Hujan di Desa (mm) 539 873 843 812 833 Perbedaan (%) 11 9 8 7 5 Metode perbandingan yang lain adalah membandingkan hujan yang terjadi pada hari-hari kerja dan hujan yang terjadi pada hari libur (weekend). Di Paris misalnya telah ditunjukkan bahwa hujan harian rata-rata pada hari kerja sebesar 2,3 mm sedangkan pada hari kerja sebesar 1 mm. Bagi daerah yang curah hujannya memang kecil, maka perbedaan itu cukuplah berarti. Pendekatan analisis spesial memerlukan banyak sekali stasiun pengamatan yang cukup. Contoh hasil analisa spasial di daerah Urbana, Illionis, ditunjukkan pada gambar berikut. Terlihat bahwa ada semacam peningkatan hujan di daerah arah tujuan (downwind) dan angin. Bukti yang sama juga di dapati di Munich, Jerman, yaitu bahwa hujan yang besar tidak terjadi di pusat kota tetapi di daerah downwind sesuai dengan arah angin yang dominan. Pendekatan trend analisis memenlukan data hujan yang cukup panjang untuk menunjukkan perbedaan antara hujan sebelum urban berkembang dan hujan sesudah urban tercipta. Ada sebuah penelitian di kota Edwardsville yang menganalisis hujan pada periode 1910-1940 (sebelum ada kota) dan periode 19411970 (sesudah ada kota). Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya 4,25% peningkatan yang secara statistik signifikan pada 95% confidence level. PENCEMARAN UDARA DI PERKOTAAN 1. KOMPOSISI UDARA DI PERKOTAAN Sudah menjadi rahasia umum bahwa kandungan polusi udara kota lebih besar dibanding dengan polusi udara di desa. Selain mengandung gas-gas yang secara normal memang ada di udara, udara di kota umumnya mengandung beberapa gas lain seperti SO2, NO, NO2, CO dan komponen organik. Ozon, yang biasanya dihasilkan oleh proses fotokimia juga biasa ditemukan di udara kota. Padatan yang biasa disebut dengan aerosol juga banyak seperti Al, As, C, Cd, Cr, Zn dan lain-lain. Beberapa reaksi kimia terjadi di udara kota akibat adanya kendaraan bermotor dan industry. Sebagai contoh aalah pembentukan ozon. Ozon (O3) terbentuk dari proses fotokimia pemisahan nitrogen dioksida karena adanya proses pembakaran di mesin kendaraan bermotor. Secara ringkas, prosesnya adalah seperti berikut: NO2 + hv O2 + O + M O3 + NO NO + O O3 + M NO2 + O2 Dimana hv adalah energi matahari, dan M adalah katalis. Reaksi diatas adalah reaksi yang berkesinambungan. Dalam hal ini, ozon yang merupakan gas yang sangat reaktif dapat masuk ke dalam reaksi fotokimia yang lain dan akibatnya, sebagai contoh, adalah terjadinya kabut berwarna merah seperti yang biasa nampak di daerah industri yang sangat padat (misal di kota-kota di Brazil, kota Bekasi dan Tangerang, dan lain-lain). Reaksi lain yang sangat penting adalah pembentukan asam sulfat (SO2). Secara ringkas, reaksinya adalah: SO2 + 0 SO3 + H2O H2SO4 Asam ini bersifat higroskopis dan sering menyebabkan rendahnya vibilitas (jarak pandang) di kota. Selain itu, terkadang asam ini bereaksi dengan amonia (NH3) dan membentuk padatan amonium sulfat (NH4)2SO4 Tomasi, C., Guzzi., R., Vittori, O., 1975, The “SO2-NH3-solution droplets” system in an urban atmosphere, Journal of Atmoshperic Science, 32, 1580-1586. Contoh kandungan penyebaran SO2 di kota Mannheim-Ludwigshafen, Jerman dapat dilihat di gambar di bawah. Di satu sisi, konsentrasi polusi udara sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan daerah setempat, sebaliknya polutan yang ada di udara dapat mempengaruhi pola cuaca setempat. Biasanya, dalam sehari terdapat dua titik maksimum dari emisi polutan yaitu pada pagi yaitu saat kepadatan lalu lintas meningkat. Pada saat yang sama, biasanya mencapai titik yang minimum. Dengan demikian disperse tidak bagus. Efek lain dari polusi udara adalah berkurangnya jarak pandang. Telah dikemukakan bahwa proses fotokimia didaerah industri dapat menghasilkan fenomena Tentu saja kehadiran kabut ini dapat mengurangi jarak pandang. Di Amerika misalnya, dimana kabut industri biasanya sangat tinggi, 10-20% dari pengukuran menunjukan rendahnya jarak pandang (yaitu <10km). Di kota-kota di Eropa bahkan ditemukan bahwa jarak pandang kadang-kadang hanya mencapai 1 km. Kenyataan ini juga sering dialami oleh kota Jakarta. Polutan dapat mempengaruhi tingkat visibilitas di suatu daerah karena kehadirannya dapat menyebabkan pengurangan radiasi matahari yang diterima oleh permukaan khususnya radiasi ultraviolet. Selain itu, kehadiran polutan dapat juga meningkatkan pancaran radiasi yang kembali ke permukaan bumi, oleh sebab itu matahari menjadi kelihatan ‘pucat’ dan langit kelihatan ‘mendung’. Perlu diingat, bahwa selain polutan dapat mempengaruhi kondisi cuaca di suatu daerah, maka sebaliknya kondisi cuaca setempat juga dapat mempengaruhi konsentrasi polutan. Dalarn hal ini, faktor cuaca yang paling penting diketahui pengaruhnya adalah hujan dan angin. Pengaruh hujan terlihat jelas pada partikelpartikel polutan. Mekanismenya ada dua jenis, yaitu Rainout dan Washout. Pada mekanisme Rainout, aerosol bertindak sebagai inti kondensasi dan terbawa ke permukaan bumi sebagai tetesan hujan. Pada mekanisme Washout, aerosol terbawa jatuh ke tanah karena bertumbukan dengan tetesan hujan. Untuk daerah perkotaan, umumnya mekanisme washout inilah yang paling dorninan dalarn proses ‘pembersihan’ polutan. Tidak seperti hujan, faktor angin adalah sangat penting didalam mengurangi kepadatan polutan. Di dalam hal ini, angin membantu pergerakan polutan sehingga tidak diam di tempat. Gambar a menunjukkan konsentrasi SO2 pada berbagai kecepatan angin. Tenlihat jelas, bahwa ada hubungan yang tidak linier antara konsentrasi SO2 dengan kecepatan angin. Semakin besar kecepatan angin, maka semakin kecil konsentrasi polutan. Proses penyebaran polutan juga dipengaruhi oleh kondisi stabilitas udara pada saat itu (untuk memahami mengenai konsep stabilitas udara, silahkan anda membaca diklat mengenai proses terjadinya hujan yang saya tulis). Untuk menjelaskan masalah ini, kita melihat sebuah contoh yang sederhana, yaitu suatu kepulan asap/polusi yang keluar dan sebuah cerobong asap seperti terlihat pada gambar b. Penyebaran polusi yang keluar dari cerobong tersebut sangat tergantung dari kondisi turbulensi pada udara di sekitarnya. Berdasarkan stabilitas udara disekitarnya, ada beberapa proses yang perlu dipahami, yaftu: 1. Looping adalah fenomena yang biasa terjadi pada siang hari dimana kondisi udara pada umumnya sedang tidak stabil. Akibatnya, proses konveksi terjadi sangat kuat dan turbulensi menjadi besar. Sehingga polutan dapat berjalan ketempat yang relatif jauh tanpa menyentuh permukaan bumi didaerah sekitarnya. 2. Coning adalah fenomena yang dapat terjadi baik pada siang maupun malam hari. Proses ini terjadi saat angin relatif besar kecepatannya dan atau udara dalam keadaan mendung dimana stabilitas udaranya berada pada kondisi netral. Dalam hal ini tidak transport polusi ke atas sehingga polutan hanya bergerak mendatar menjauh dari cerobong. 3. Fanning adalah fenomena yang terjadi pada saat udara berada pada keadaan stabil. Pada keadaan stabil, udara mengalami Inversi, yaitu suhu yang menurun karena ketinggian yang meningkat. Kondisi ini biasa terjadi pada malam hari dimana udaranya sangat cerah. Pada keadaan stabil ini, turbulensi nyaris tidak ada, sehingga tidak ada gerakan yang berarti yang dapat membantu penyebaran polutan. Ruang gerak polutan sama persis dengan bentuknya pertama kali keluar darl cerobong asap, sehingga konsentrasinya relatif tetap sampal kira-kira 100 km dan cerobong asap. Oleh sebab itu, daerah yang jauh dan pabrik sekalipun dapat terkena polusi dengan konsentrasi yang hampir sama dengan konsentrasi polusi yang ada disekitar pabrik. 4. Lofting adalah fenomena yang paling menguntungkan dilihat dari segi penyebaran polutan. Fenomena ini biasanya didapati pada awal pagi hari saat matahari baru saja mulai memanaskan permukaan bumi. Dalam hal ini, udara mengalami dua kondisi, yaitu udara didekat permukaan tanah pada keadaan stabil sedangkan udara diatasnya tidak stabil. Pada keadaan ini, polutan yang keluar dari cerobong asap tidak bergerak ke permukaan bumi melainkan bergerak jauh dari permukaan bumi, sehingga konsentrasi polutan di muka bumi sangatlah kecil atau bahkan nol. 5. Fumigation Adalah kebalikan dari fenomena Lofting. Dalam hal ini, keadaan stabil didapatkan pada udara di bagian atas sedangkan udarad didekat permukaan bumi sedang tidak stabil. Sehingga polutan justru tidak pergi keatas tapi malah hanya ‘berkubang’ di sekitar permukaan bumi. Dengan demikian fenomena ini adalah yang paling tidak menguntungkan jika, dilihat dan segi penyebaran polusi. 2. SUMBER DAN JENIS PENCEMARAN Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran udara, yaitu masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energy, dan atau oleh proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang rnenyebabkan udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesual dengan peruntukkannya. Sekali lagi bahwa masuknya zat pencemar ke dalam udara tersebut dapat terjadi karena proses alam maupun oleh kegiatan manusia. Proses alam dapat berupa kebakaran hutan yang menghasilkan asap, kegiatan gunung api yang menghasilkan berbagai macam gas, debu meteorit dan pancaran garam dari laut dan proses alam lain. Zat pencemar yang berupa atau berasal dari kegiatan manusia lebih beragam dan kegiatan yang bersumber dari kegiatan di bidang rumah tangga, lalu lintas kendaraan bermotor sampai ke industri. Surnber pencemar yang berasal dari faktor alam biasanya mempunyai kadar yang tinggi, tetapi frekuensinya amat jarang; selain itu lokasinya tidak menentu, yang menyebabkan sulit untuk diperkirakan. Pencemar yang berasal dari kegiatan manusia relatif lebih mudah diperkirakan. Pencemar yang bersumber dari kegiatan manusia relatif lebih mudah diperkirakan karena lokasinya tertentu, frekuensinya tertentu bahkan sering berlangsung terus menerus, jenis pencemarannya dapat diperkirakan berdasarkan kualitas bahan baku maupun proses yang digunakan. Sumber utama pencemaran udara di atmosfer dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu : a. Pembakaran bahan bakar yang menghasilkan energy yang menimbulkan panas dan tenaga. Ini dilakukan pada sebagian besar industry dan kegiatan rumah tangga serta perniagaan. b. Emisi/buangan dari kendaraan yang menggunakan bahan bakar minyak atau diesel, atau kerosin, termasuk kendaraan di jalan-jalan, lokomotif kereta api dan pesawat udara. c. Buangan gas, debu dan panas dan tempat-tempat industri, termasuk industri kimia, pengecoran besi dan baja, semen dan batubata, penghancuran batu dan stasiun pembangkit tenaga listrik. Selain itu ditinjau dari sisi meteorologi maupun geometrinya, sumber pencemar dapat dikelompokkan menjadi: a. Sumber titik (point sources), yaitu sumber tidak bergerak (stasioner), yang mempunyai lokasi tertentu, dapat diidentifikasi dan menambah beban pencemaran udara, contoh pabrik semen, kilang minyak. b. Sumber kawasan (area sources) adalah sumber yang mempunyai luasan tertentu, contoh kumpulan beberapa industri pada kawasan industri, penimbunan sampah kota di suatu wilayah, atau sekelompok sumber pencemar titik yang jaraknya saling berdekatan satu dengan lainnya. Dapat merupakan sumber diam atau sumber bergerak yang relatif sulit ditentukan lokasi penyebabnya secara pasti kecuali daerah kawasannya, contoh daerah kota yang padat lalu lintas. c. Sumber garis (line sources) adalah sumber dengan bentuk memanjang dan dianggap menimbulkan pencemaran terhadap Iingkungan secara terus menerus, contohnya jalan raya di luar kota dengan lalu lintas padat. Berdasarkan Diagram berikut pencemaran udara di perkotaan mempunyai dua jenis rnenurut materinya yaitu pencemaran oleh partikel dan pencemaran oleh bahan gas. Pencemaran partikel dihasilkan oleh sumber alami maupun sumber tidak alami yang menimbulkan smog (kabut asap) yang sangat tebal. Pencemaran udara oleh bahan bisa juga disebabkan oleh sumber alami maupun tidak alami. Akibat dan sumber alami ada dua yaitu yang terjadi di atmosfer bagian bawah yang biasanya dihasilkan oleh penggunaan gas chlorofluorocarbon (CFC) dan di lapisan atmosfer bagian atas. Pada lapisan ini adalah akibat penggunaan sulfur dioksida (SC2), nitrogen oksida (NO), karbonmonoksida (CO) dan karbondioksida (CO2). Yang paling besar jumlahnya dari potensial sumbangannya terhadap pencemaran udara adalah pencemaran yang dihasilkan oleh akibat pembakaran bahan bakar. Bahan bakar terutama berasal dari bahan fosil tumbuhan yang terdiri dari karbon dan senyawanya. Ikatan ini dibakar di udara dan menghasilkan panas, energi dan maupun padat. Apabila proses pembakarannya berlangsung sempurna, Hasil utama pembakarannya adalah CO2, namun apabila pembakarannya dan proses berlangsung kurang sempurna akan dihasilkan CO (karbonmonoksida) dan hidrokarbon. Pembakaran yang kurang sempurrna terhadap batubara akan menghasilkan asap (jelaga) yang terdiri dari partikel-partikel karbon atau hidrokarbon. Bahan bakar fosil mengandung sekitar 0,5 - 4 % sulfur yang akan teroksidasi SO2 selama proses pembakarannya berlangsung. Persentase sumber pencemar di udara disajikan pada Gambar di bawah ini. Berdasarkan gambar di atas sumber utama karbonmonoksida di atmosfer adalah kendaraan bermotor di jalan raya (60%), sumber utama nitrogen oksida juga kendaraan bermotor di jalan raya, tetapi kontribusinya sekitar 30%, pembakaran pada peralatan listrik merupakan kontribusi terbesar zat SO2 di udara sebesar 67%. Alam mempunyai kemampuan untuk mereduksi jumlah unsur atau zat yang ada di dalamnya sehingga selalu ada penurunan (rosot) kadar gas di atmosfer. Tetapi yang jadi masalah jumlah yang dapat direduksi tidak sebanding dengan jumlah gas yang dikeluarkan oleh aktivitas manusia sehingga selalu ada fluks (aliran) kadar gas di udara. Tabel di bawah menyajikan sumber, rosot dan trend beberapa gas di atmosfer. Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa ada aliran gas CO2 setiap tahunnya sebesar 1,4 ± 1,5 Gt C, sedangkan gas nitrogen dioksida yang ada di udara sebesar N-N2O setiap tahunnya dn yang di lapisan stratosfer sebesar 12,3 Tg N-N2O. Methan atau CH4 yang terkandung di udara cukup besar yaitu 20 Tg CH4/th. 3. PENCEMARAN UDARA Dl DALAM RUANGAN (INDOOR AIR QUALITY) Udara pernapasan yang dihirup dan dihembuskan diperoleh saat seseoranq suatu tempat, misalnya di dalam rumah, kendaraan bermotor, kapal taut, kapal rumah sakit, ruangan pertunjukan dan berbagai jenis lainnya yang dibatasi oleh ruangan disebut udara ruangan (indoor air). Kualitas udara ruangan ditentukan pula oleh berbagai faktor antara lain pencemaran udara dan ventilasi udara. Diperkirakan dari 24 jam aktivitas manusia, 80% berada dalam ruangan dan sisanya di udara bebas. Pencemaran udara ruangan terutama berasal dari asap rokok, asap dapur, campuran udara bebas, partikel dan alat rumah dan hewan piaraan rumah, dan dan manusia sendiri. Gambar menunjukkan sumber-sumber pencemar di dalam rumah, yaitu : ac kotor dan humidifier kotor, kamar mandi dan dapur tanpa ventilasi atau jendela, lemari pendingin yang kotor, ruang cuci tanpa pengering, langit-langit kamar, karpet, tempat tidur, pemanas, dan hewan piaraan. Berdasarkan unsur-unsur utama penyebab pencemaran udara di dalam ruangan disajikan pada tabel berikut: Unsur Radon (Rn) Asap rokok Biologi Sumber Tanah dan batuan di rumah, air bersih dan bahan bangunan Rokok, cerutu Dinding lembab, karpet, mebel; ac, pemanas; tempat tidur; hewan piaraan CO Pembakaran tidak sempurna, pemanas air, cerobong asap, kompor gas, rokok NO2 Kompor minyak tanah, kompor gas dan pemanas, rokok Gas organik Tingkat Rerata I ,3 pCi/L (indoor) dan 0,4 pCi/L (outdoor) Kadar jamur dan serbuk sari di dalam ruang Iebih rendah dan di luar ruang; kadar debu di dalam ruang Iebih tinggi dan di luar ruang 0,5 - 5 ppm (tanpa kompor gas), 5 - 15 ppm (ada kompor gas) > 30 ppm (dekat kompor gas) Bila tidak ada pembakaran kadarnya seperempat dan di luar ruang, jika ada pembakaran kadarnya bisa melebihi kadar di luar ruang 2 - 5 kali Iebih tinggi dan di luar ruang Produk rumahtangga termasuk cat, pernis, aerosol spray, pembersih, desinfektan, oh dan produk kendaraan, dry-clean pakaian Partikel Tungku kayu, perapian dan pemanas menggunakan minyak tanah Formalde hyde Produk kayu olahan dan mebel Konsentrasi rata-rata tanpa air dan kayu olahan, pupuk, pupuk dibawah 0,1 ppm, tekstil, rokok dan lem jika terdapat produk kayu olahan baru maka konsentrasi bisa mencapai diatas 0,3 ppm Asbes Langit-langit, atap, lantai dan Jika ada bahan asbes di materi akustik dalam ruangan sangat berbahaya Pestisida Produk pembasmi hama, bahan Penelitian awal kimia untuk berkebun memperlihatkan adanya residu di dalam ruang Besi Cat berbahan dasar besi, tanah terkontaminasi, debu, air minum Asap rokok merupakan salah satu pencemaran partikulat. Hasil pengukuran di lnggris menunjukkan adanya variasi harian dan konsentrasi asap. Gambar memperlihatkan bahwa konsentrasi asap rokok dalam satu hari berdasarkan musim yaitu musim dingin, semi, gugur dan panas. Konsentrasi asap rokok tertinggi mulai jam 18.00 GMT sampai menjelang tengah malam mencapai 0,26 mg/rn3. Hal ini disebabkan karena orang telah selesai bekerja dan merupakan jam istirahat melepas lelah dan salah satu cara yang dilakukan adalah menghisap rokok. Selain itu pada saat jam istirahat siang, konsentrasi asap rokok juga tinggi sekitar 0,22 mg/m3. Konsentrasi terendah sebesar 0,03 mg/m3 terjadi sekitar jam 04.00-05.00 GMT. Jika berdasarkan musim, maka pada musim dingin tingkat konsentrasi asap rokok paling tinggi. Hal ini dimungkinkan untuk memanaskan badan. Konsentrasi terendah terjadi pada musim panas. Udara yang panas membuat orang untuk tidak ingin merokok. Diurnal variation in smoke at Kew, 1937-9 hour of day (GMT) Hasil penelitian antara NASA dan Asosiasi Kontraktor Bentang lahan AS memperlihatkan bahwa tanarnan hijau merupakan salah satu cara alami mengurangi tingkat pencemaran udara di dalam ruangan. Beberapa tanaman hijau yang diyakini mampu mengurangi antara lain Sri rejeki, Palem bambu, Bunga Ivy dan Daisy. 4. PENGARUH PENCEMARAN UDARA TERHADAP MANUSIA DAN LINGKUNGANNYA Pengaruh pencemaran udara dibedakan menjadi pengaruh terhadap mahluk hidup dan bukan mahluk hidup. Pengaruh terhadap mahluk hidup sebagai berikut 1. Terhadap kesehatan Pencemaran udara berpengaruh terhadap angka kesakitan (morbidity) dan angka kernatian (mortality) dan berbagai jenis penyakit. Pencemar udara dapat menjadi sumber penyakit virus, bakteri dan beberapa jenis cacing. Dapat memperparah keadaan penyakit sehingga menambah angka kematian beberapa jenis penyakit tertentu. Pencemar dengan udara panas juga menimbulkan beberapa jenis penyakit karena manusia tidak dapat mentoleransi suhu udara lebih dari 50 °C. Sebaliknya, pada suhu udara yang dingin tertentu akan memberikan gairah bekerja pada manusia. Kelembaban udara akan mempengaruhi kehidupan dan mengakibatkan terjadi banyak keringat. Udara lembab yang bertambah akan mempercepat pertumbuhan bakteri. 2. Terhadap produktivitas mahiuk hidup lain Peningkatan suhu udara akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, musim kering menurunkan atau bahkan memberhentikan produksi beberapa jenis tanaman. Sementara itu, udara yang panas akan menurunkan produksi sapi perah dan unggas. Musim kering akan mengurangi pertumbuhan rumput sebagai bahan makanan hewan memamah biak sehingga terjadi penurunan produksi. 3. Mempengaruhi aktivitas manusia secara Iangsung Udara yang tercemar dengan SO2 di suatu daerah pariwisata mengakibatkan kunjungan pariwisata akan berhenti sebab dapat mengakibatkan keracunan. Kabut tebal dan uap air yang mengalami pengembunan akan mempengaruhi penglihatan seseorang yang dapat membahayakan kendaraan atau pesawat terbang. 4. Mempengaruhi aktivitas manusia secara tidak langsung a. Terhadap produk, pencemar udara menyebabkan kerusakan alat-alat mesin sehingga dapat menurunkan produksi. Bahan pencemar juga dapat memasuki pori tanah sehingga mengakibatkan pencemaran tanah yang dapat mengganggu pertumbuhan b. Terhadap rumahtangga mendorong kerusakan alat-alat rumah tangga c. Terhadap iklim dan cuaca, karbondioksida, partikel dan zat pencemar udara melalui atmosfer atau mempengaruhi kadar ozon akan mempengaruhi iklim dan cuaca Di alam, pengaruh bahan pencemar udara yang paling berbahaya adalah hujan asam (acid rain). Hujan dikatakan asam apabila pHnya dibawah 5,6. Hujan asam merupakan deskripsi dari beberapa jalan asam jatuh dari atmosfer yang biasanya dikenal sebagai acid deposition. Ada dua jenis acid deposition yaitu wet (basah) dan dry (kering). Wet deposition biasanya merujuk kepada hujan asam, kabut asam dan hujan salju asam. Dalam istilah ini air yang mengandung asam jatuh dan mengalir di sepanjang permukaan bumi. Efek yang ditimbulkannya bermacam-macam tergantung jenis tanaman dan binatangnya. Dry deposition merupakan asam yang berbentuk gas dan partikel. Hampir seperempat unsur asam yang ada di atmosfer jatuh kembali ke bumi sebagai dry deposition. Aliran angin membawa partikel dan ags asam ini ke bangunan, mobil, rumah dan pohon-pohon. Hujan yang turun mencuci asam yang melekat pada berbagai bentuk material ini sehingga menimbulkan aliran asam yang pengaruhnya Iebih besar dibandingkan hujan asam itu sendiri. Secara garis besar proses pembentukan acid deposition disajikan pada Gambar di bawah ini. Dalam proses terjadinya hujan asam di atmosfer sinar matahari turut mempercepat terjadi reaksi kimia. Kebanyakan ilmuwan setuju bahwa sulfus dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NO) merupakan gas utama yang menyebabkan hujan asam. Di Amerika, dua pertiga dan seluruh SO2 dan seperempat dan NO berasal dari pembangkit tenaga listrik yaitu pada proses pembakaran bahan bakar fosil batubara. Untuk mengetahui bagaimana pembentukan hujan asam dalam skala kecil, akibatnya terhadap tanaman (lingkungan biotik) dan batuan (lingkungan abiotik), maka dilakukan demonstrasi sebagai berikut: a. Pengamatan Hujan Asam Bahan: - jeruk nipis - Es batu - 2 buah tutup gelas - gelas ukur besar dan kecil - sendok pengaduk - kertas pH Cara kerja: - Campurlah perasan jeruk nipis dengan sedikit air hangat dan masukkan ke dalam gelas ukur kecil - Masukkan gelas ukur kecil tadi ke dalam ke dalam gelas ukur yang besar setelah diisi dengan pecahan es batu. Tutup - Tunggu selama 1 jam. - Setelah terjadi pengembunan pada tutup gelas periksa pH air yang mengembun! b. Pengaruh Hujan Asam pada Tanaman Bahan: - 4 buah cangkir/gelas ukur kecil - aquades - asam cuka - sendok pengaduk - 2 potong philodendron - 2 potong begonia - pensi dan buku catatan Cara Kerja: - Tuangkan 1 sendok teh asam cuka kedalam dua cangkir yang berisia aquades dan cek pH menggunakan kertas pH. PH berkisar empat, jika dibawah 4 tambahkan baking soda atau tambahkan ammonia, kocok dan ukur kembali. Jika diatas 4, tambahkan asam cuka dan cek kembali. - Cek pH aquades menggunakan pH kid. Jika pH di bawah 7, tambahkan 1/8 sendok teh baking soda atau ammonia, aduk dan cek kembali. Jika masih asam, ulangi proses hingga mencapai pH 7. - Letakkan label bertuliskan untuk setiap cangkir/gelas ukur: water philodendron (1), acid philodendron (2), water begonia (3), dan acid begonia (4). - Masukkan aquades kedalam gelas water philodendron dan water begonia - Masukkan campuran cuka kedalam acid philodendron dan acid begonia - Potong philodendron dan masukkan kedalam gelas berlabel, tutupi batang dan daunnya dengan cairan - Potong begonia dan masukkan kedalam gelas berlabel, tutupi batang dan daunnya dengan cairan. - Simpan ditempat teduh dan tidak terkena matahari langsung - Setelah dua hari, amati bahwa tanaman masih di dalam cairan air dan asam cuka. Jika kering tambahkan! - Setelah seminggu bandingkan keduanya! Pertanyaan: 1. Yang manakah yang mengalami pertumbuhan yang paling cepat? 2. Apakah sebabnya? c. Pengamatan Pengaruh Hujan Asam pada Batuan Bahan: - Batu kapur yang sudah dihancurkan (bisa diperoleh di toko tanaman hias) - Batu granit atau batu hias yang sudah dihancurkan (bisa diperoleh di toko tanaman hias) - 2 buah botol Coca Cola besar - 1 botol plastik ukuran I galon - 2 buah baskom atau mangkuk plastik - Asam sulfat - Larutan indikator pH - Air murni - pH meter, atau kertas lak warna penunjuk asam dan basa Cara Kerja: - Potong bagian dasar botol Coca Cola. Letakkan terbalik, dan ganjal bagian bawahnya agar tidak mudah jatuh. Masukkan remahan batu kapur pada botol pertama, dan remahan batu granit pada botol kedua. Isi masingmasing botol sampai 2/3 bagian. - Letakkan baskom atau mangkuk plastik di bawah masing-masing botoll untuk menampung air larian dan botol berisi batu. - Persiapkan air murni (bisa dibeli di toko), masukkan dalam kontainer bersih, dan cek pHnya. Masukkan asam sulfat dengan hati-hati ke dalam air murni sampai mencapai pH 4.3 atau 4.5. Kau sudah berhasil membuat “hujan asam”! - Letakkan larutan indikator pH dalam masing-masing baskom penampung air larian - Pelan-pelan tuangkan “hujan asam” ke dalam masing-masing botol berisi batu. Perhatikan bagaimana air pelahan-lahan mengalir melalui batu-batu untuk kemudian keluar di baskom penampung. - Cek pH masing-masing baskom penampung. Jawab pertanyaan di bawah mi: a. Manakah pH tertinggi antara “hujan asam”: air larian setelah melalui granit, dan air larian setelah melalui batu kapur? b. Air dalam baskom penampung yang manakah yang berubah warna? 5. KEBISINGAN Terjadi Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesual dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia. Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul-molekul udara di sekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola rambatan longitudinal. Rambatan gelombang di udara ini dikenal sebagai suara atau bunyi. Laju rambat gelombang suara di udara bergantung pada suhu udara sekitar. Pada suhu 20°C laju rambat suara sekitar 344 m/detik. Setiap kenaikan suhu udara 1°C maka laju rambat suara di udara bertambah sekitar 0,61 m/detik. Dalam pengendalian kebisingan selalu diasumsikan bahwa laju rambat suara di udara tidak tergantung pada frekuensi dan kelembaban udara. Suara merupakan gangguan fisis dalam suatu medium, dan merupakan besaran yang dapat dideteksi dan diukur. Sebagai suatu besaran fisis, suara dapat didengar oleh telinga manusia. Medium udara tempat suara merambat harus memiliki massa dan sifat elastis sehingga suara tidak mungkin merambat dalam ruang hampa. Suara yang merambat melalui medium udara berlangsung melalui pola mampatan-renggangan molekul-molekul udara yang dilalui. Gelombang yang merambat dengan pola seperti ini disebut gelombang longitudinal. Banyaknya mampatan dan renggangan yang terjadi dalam suatu interval waktu tertentu disebut frekuensi suara. Satuan frekuensi suara ini dinyatakan dalam hertz (Hz) jika satuan interval waktu kejadian dinyatakan dalam detik. Respons telinga manusia terhadap tekanan suara memiliki jangkauan yang sangat lebar, yaitu antara 2 x 10-5 Pa sampai 200 Pa. Pada frekuensi 1.000 Hz, tekanan suara terkecil yang masih dapat didengar oleh telinga manusia adalah sekitar 2 x10-5 Pa (kondisi tekanan suara ini disebut ambang pendengaran) dan tekanan suara terbesar yang masih dapat didengar telinga manusia tanpa menimbulkan rasa sakit adalah sekitar 200 Pa (kondisi tekanan suara ini disebut ambang rasa sakit). Satuan tingkat kebisingan Satuan tekanan suara sebagai satuan tingkat kebisingan atau suara kurang praktis karena daerah pendengaran manusia memiliki jangkauan yang sangat lebar (2 x 10-5 Pa sampai 200 Pa) dan respons telinga manusia tidak linier terhadap tekanan suara, tetapi bersifat logaritmis. Berdasarkan alasan ini maka ukuran tingkat kebisingan biasanya dinyatakan dalam skala aras tekanan suara (sound pressure level = SPL) dengan satuan decibel (dB). Aras tekanan suara ini dirumuskan menurut persamaan: SPL = 10 log (P/Po)2 = 20 log (P/Po) ……………….……………….……………….……… (2) adapun: SPL = aras tekanan suara (dB) P = tekanan suara (Pa) PO = tekanan suara acuan (2 x Pa) Alat ukur tingkat kebisingan adalah sound level meter, yang dapat mengukur aras tekanan suara (tingkat kebisingan) secara langsung. Sumber dan Kriteria Kebisingan Dari sudut pandang lingkungan, kebisingan adalah masuk atau dimasukkannya energi (suara) ke dalam lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mengganggu peruntukkannya. Dari sudut pandang lingkungan maka kebisingan lingkungan termasuk kategori pencemaran karena dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia. Sumber kebisingan dan persentase kontribusinya disajikan pada tabel berikut: No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Jenis Sumber Kebisingan Kendaraan bermotor Pesawat terbang Suara Radio dan televisi Alat-alat rumah tangga Konstruksi lndustri Lain-lain Persentase 55 15 12 2 2 1 1 12 Pengaruh Kebisingan Pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung pada karakteristik fisis, waktu berlangsung, dan waktu kejadiannya. Pengaruh tersebut berbentuk gangguan yang dapat menurunkan kesehatan, kenyamanan, dan rasa aman manusia. Beberapa bentuk gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan adalah sebagai berikut: 1. Gangguan Pendengaran Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang berhubungan dengan komunikasi audio/suara. Alat pendengaran yang berbentuk telinga berfungsi sebagai fonoreseptor yang mampu merespons suara pada kisaran antara 0-140 dB tanpa menimbulkan rasa sakit. Frekuensi yang dapat direspons oleh telinga manusia antara 20 sampai 20.000 Hz dan sangat sensitif pada frekuensi antara 1.000 sampai 4.000 Hz. Sensitivitas pendengaran manusia yang dikaitkan dengan suara paling lemah yang masih dapat didengar disebut ambang pendengaran sedangkan suara paling tinggi yang masih dapat didengar tanpa menimbulkan rasa sakit disebut ambang rasa sakit. Kerusakan pendengaran (dalam bentuk ketulian) merupakan penurunan sensitivitas yang berlangsung secara terus menerus. Tindak pencegahan terhadap ketulian akibat kebisingan memerlukan kriteria yang berhubungan dengan tingkat kebisingan maksimum dan lamanya kebisingan yang diterima. Lebarnya interval tekanan suara dan frekuensi yang dapat diterima oleh telinga manusia membuat telinga manusia memiliki kawasan-kawasan yang peka suara yang jika dipetakan pada suatu grafik frekuensi versus aras tekanan suara akan memperlihatkan adanya auditory sensation area. Kawasan tersebut di bagian atas dibatasi oleh ambang pendengaran yaitu suatu aras tekanan suara maksimal yang masih bisa direspons oleh pendengaran tanpa merusak pendengaran, sedangkan bagian bawah dibatasi oleh ambang pendengaran minimum yaitu aras tekanan minimal yang dibutuhkan untuk merangsang pendengaran. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Lama Kebisingan yang Diperbolehkan per hari (jam) 8 6 4 3 2 1,5 1 0,5 0,25 Tingkat Kebisingan (dBA) 90 92 95 97 100 102 105 110 115 2. Gangguan Percakapan Kebisingan bisa mengganggu percakapan sehingga mempengaruhi komunikasi yang sedang berlangsung (tatap muka/via telepon). Tingkat kenyaringan suara yang dapat mengganggu percakapan perlu diperhatikan secara seksama karena suara yang mengganggu percakapan sangat bergantung kepada konteks suasana. 3. Gangguan Tidur Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dan keadaan terjaga sampai tidur lelap. Kebisingan bisa menyebabkan gangguan dalam bentuk perubahan tahap tidur. Gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain motivasi bangun, kenyaringan, lama kebisingan, fluktuasi kebisingan dan umur manusia. Standar kebisingan yang berhubungan dengan gangguan sulit ditetapkan karena selain tergantung faktor-faktor tersebut di atas, gangguan kebisingan terhadap tidur juga berhubungan dengan karakteristik individual. EPA menetapkan secara tentatif bahwa tingkat kebisingan harian rerata 45 dBA cukup untuk melindungi seseorang dan pengaruh kesehatan karena tidak bisa tidur. 4. Gangguan psikologis Kebisingan bisa menimbulkan gangguan psikologis seperti kejengkelan, kecemasan, dan ketakutan. Gangguan psikologis akibat kebisingan tergantung pada intensitas, frekuensi, perioda, saat, dan lama kejadian, kompleksitas spektrum/ kegaduhan dan ketidakteraturan kebisingan. Faktor-faktor tersebut digabungkan dalam suatu skala kebisingan yang disebut perceived noiseness level (PNL) dan dianyatakan dalam satuan PN dB. 5. Gangguan Produktivitas Kerja Kebisingan dapat menimbulkan gangguan terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan seseorang melalui gangguan psikologi dan gangguan konsentrasi sehingga menurunkan produktivitas kerja. Gangguan ini sulit dinyatakan secara kuantitatif karena sulit untuk menentukan kriterianya. 6. Prediksi Kebisingan Reaksi orang terhadap kebisingan tergantung pada beberapa faktor seperti kenyaringan, lama, frekuensi, dan interaksi kebisingan dengan sumber kebisingan lain. Karena kebisingan tidak hanya tergantung pada besaran fisis saja tetapi juga melibatkan faktor lingkungan maka diperlukan beberapa cara untuk menyatakan tingkat kebisingan sebelum membuat prediksi kebisingan. 1. Tingkat Kebisingan Statistik Pernyataan tingkat kebisingan statistik merupakan model yang dipergunakan untuk menyatakan distribusi kebisingan selama interval waktu pengukuran tertentu secara lebih mendalam. Data pengukuran tingkat kebisingan dikelompokkan dalam interval tingkat kebisingan tertentu untuk kemudian dicatat frekuensi kejadiannya dalam tabel frekuensi kejadian. Hasil pengukuran kebisingan sebagai berikut (dalam dBA): 61, 62, 65, 69, 68, 64, 59, 58, 61, 64 67, 72, 77, 82, 80, 76, 72, 67, 62, 61 Untuk memperkirakan tingkat kebisingan statistik L10 L50 dan L90: L10 = tingkat kebisingan yang dicapal selama 10% dari waktu ukur, L50 = tingkat kebisingan yang dicapai selama 50% dari waktu ukur, L90 = tingkat kebisingan yang dicapal selama 90% dari waktu ukur. 2. Tingkat Kebisingan Ekivalen Pernyataan tingkat kebisingan ekivalen merupakan model yang dipergunakan untuk menyatakan tingkat kebisingan yang merupakan tingkat tekanan suara rerata dalam interval waktu tertentu. Model matematisnya disajikan dalam persamaan: L ek = 10 log(( f1 ).10 nL1 / 10 i =1 ) dBA …………………………………… (6) adapun: Lek = tingkat kebisingan ekivalen (dBA) F1 = faksi waktu terjadinya tingkat kebisingan pada interval waktu pengukuran tertentu L1 = nilai tengah tingkat kebisingan pada interval waktu pengukuran tertentu (dBA) 3. Tingkat Kebisingan Sesaat Pernyataan tingkat kebisingan sesaat merupakan model yang dipergunakan untuk menyatakan tingkat kebisingan pada keadaan tertentu dalam interval waktu yang sangat singkat seperti kebisingan yang ditimbulkan aktivitas tinggal landas pesawat terbang. Model matematis yang dipergunakan disajikan menurut persamaan: t2 L1 = 10 log 10 L ( t ) / 10 t1 dt dBA ……………………………………… (7) adapun: L = tingkat kebisingan sesaat (dBA) L(t) = tingkat kebisingan rerata dalam interval waktu pengukuran tertentu (dBA) dt = interval waktu pengukuran t1 ke t2 (detik) 4. Tingkat Kebisingan Siang-Malam Pernyataan tingkat kebisingan siang-malam merupakan model tingkat kebisingan ekivalen yang dipergunakan untuk menyatakan tingkat kebisingan terutama di daerah permukiman. Pengukurannya dilakukan selama 24 jam, yang dibagi dalam interval waktu malam (22.00 - 06.00) dan interval waktu slang (06.00 - 22.00). Model matematisnya disajikan menurut persamaan: Lsm = 10log(1/ 24) 16 ( Lek )i10 10 + i =1 8 10(( Lek) j +10) / 10 j =1 dBA…………… (8) adapun: Lsm = tingkat kebisingan siang-malam (dBA) Lek = tingkat kebisingan ekivalen Baku Tingkat Kebisingan Pada Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP48/MENLH/11/1996 diuraikan definisi dari istilah-istilah yang sering digunakan dalam kebisingan lingkungan. a. Kebisingan, adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan; b. Tingkat Kebisingan, adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan decibel disingkat dB; c. Baku Tingkat Kebisingan, adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dan usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kegiatan Tingkat Kebisingan (dBA) A. Peruntukan Kawasan 1. Perumahan dan Permukiman 55 2. Perdagangan dan Jasa 70 3. Perkantoran dan Perdagangan 65 4. RuangTerbuka Hijau 50 5. Industri + Portable Compesor 70,85 6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60 7. Rekreasi 70 8. Khusus - Bandar Udara* - Stasiun Kereta Api* - Pelabuhan Laut 70 - Cagar Budaya 60 B. Lingkungan Kegiatan 1. Rumah sakit atau sejenisnya 55 2. Sekolah atau sejenisnya 55 3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55 Keterangan *) disesuaikan dengan Ketentuan Menteni Perhubungan Metoda Pengukuran Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : a. Cara Sederhana Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan suara/bunyi dB(A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 (lima) detik. b. Cara Langsung Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran LTM5 yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 (sepuluh) menit. Waktu pengukuran dilakukan selama aktivitas 24 jam (LSM) dengan cara pada siang hari tingkat aktivitas yang paling tinggi 16 jam (Ls) pada selang waktu pukul 06.00 - 22.00 dan aktivitas malam han selama 8 jam (Lm) pada selang waktu pukul 22.00 - 06.00. Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada slang han dan paling sedikit 3 waktu pengukuran pada malam hari. Contohnya adalah sebagai berikut. - L1 diambil pada jam 07.00, mewakili interval jam 06.00 - 09.00 - L2 diambil pada jam 10.00, mewakili interval jam 09.00 - 11.00 - L3 diambil pada jam 15.00, mewakili interval jam 14.00 - 17.00 - L4 diambil pada jam 20.00, mewakili interval jam 17.00 - 22.00 - L5 diambil pada jam 23.00, mewakili interval jam 22.00 - 24.00 - L6 diambil pada jam 01.00, mewakili interval jam 24.00 - 03.00 - L7 diambil pada jam 04.00, mewakili interval jam 03.00 - 06.00 Keterangan: - Le = Equivalent Continous Noise atau Tingkat Kebisingan Sinambung Setara ialah nilal tingkat kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif) selama waktu tertentu, yang setara dengan tingkat kebisingan dan kebisingan yang ajeg (steady) pada selang waktu yang sama - LTM5 = Leq dengan waktu sampling tiap 5 detik - Ls = Leq selama siang hari - LM = Leq semala malam hari - LSM = Leq selama siang dan malam hari Metoda Evaluasi Nilai LSM yang dihitung dibandingkan dengan nilai baku tingkat kebisingan yang ditetapkan dengan toleransi + 3 dBA. 6. HUTAN KOTA (URBAN FOREST) Definisi Komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitarnya, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk), struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa liar dan menimbulkan kehidupan sehat, suasana nyaman, sejuk, dan estetis (Zoer’aini Djama Irwan, 1994) Suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang (PP No 63 Tahun 2002) Tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan khusus lainnya (Fakuara, 1987) Pendekatan Pembangunan Hutan Kota (lokasi tertentu): 1. Persentase 2. Perhitungan perkapita 3. Isu utama yang muncul Luas satu hamparan kompak 0,25 hektar. Persentase luas paling sedikit 10% dan wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Tujuan membangun hutan kota adalah untuk kelestarian, keserasian, dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya. Adapun fungsi hutan kota antara lain: 1. memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika; 2. meresapkan air; 3. menciptakan keseimbangan dan keserasian Iingkungan fisik kota; dan 4. mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia Keuntungan dan mempunyai hutan kota : 1. Meningkatkan nilai property Keberadaan hutan kota berperan dalam stabilitas ekonomi pada suatu komunitas yaitu dengan meningkatkan niali properti. Banyak orang menganggap bahwa lingkungan dengan pepohonan di sekitarnya akan Iebih menarik untuk ditempati daripada rumah dengan Iingkungan tanpa pepohonan di sekitarnya. Rumah dengan lingkungan seperti ini memiliki nllai atau harga yang lebih tinggi daripada rumah yang di sekitarnya tidak terdapat pepohonan (Morales 1980; Morales et al. 1983; Anderson and Cordell 1988). Keberadaan lingkungan yang hijau atau di sepanjang jalan ditumbuhi pepohonan turut meningkatkan nilai properti benda-benda yang ada di sekitarnya (Kitchen and Hemdon 1967; More et al. 1983; Correl et al. 1978). Para pengembang (developer) akan memberikan harga yang lebih tinggi untuk rumah yang Iingkungan sekitarnya banyak ditumbuhi pepohonan, hal tersebut didasari oleh beberapa hal, salah satunya adalah dipengaruhi oleh biaya yang telah dikeluarkan selama masa perbaikan untuk memelihara pepohonan tersebut adalah lebih rendah daripada untuk membersihkan daerah tersebut (Seile and Anderson 1982). Faktor-faktor yang perlu untuk diperhatikan adalah waktu tambahan untuk merencanakan dan teknik khusus untuk memellharanya agar dapat diperoleh keuntungan yaitu dapat meningkatkan nilai properti untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Keberadaan pepohonan yang umurnya telah cukup dewasa atau tua menyebabkan rumah atau bangunan tua yang tidak bernilai lagi menjadi lebih bernilai atau berharga. 2. Menurunkan biaya pengeluaran energi Pepohonan dapat menurunkan energi yang diperlukan untuk memanaskan atau mendinginkan ruangan. Hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan penanaman pohon yang bertujuan untuk menurunkan biaya energi adalah jenis pohon, lokasi pohon, tipe bangunan, dan kondisi iklim yang terjadi sepanjang tahun pada daerah tersebut. Penurunan kebutuhan listrik juga turut menurunkan emisi karbon yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar fosil. Namun apabila penanaman pohon yang salah kemungkinan justru akan meningkatkan biaya energi. 3. Memperbaiki kualitas udara Polusi udara yang terjadi menyebabkan beberapa gangguan kesehatan manusia, berkurangnya jarak pandang, dan kerusakan pada vegetasi dan benda-benda buatan manusia. Beberapa jenis pohon melepaskan senyawa kimia (emisi biogenik) yang dapat menjadi sumber pencemar (polutan). Jumlah senyawa kimia yang dihasilkan tergantung pada jenis dan ukuran pohon. Suhu udara yang tinggi dapat meningkatkan produksi senyawa kimia ini. Terjadinya fenomena “heat island” juga meningkatkan terjadinya polusi tipe ini. Walaupun keberadaan pepohonan di kota memberi sumbangan terhadap total emisi polusi sebanyak 10 persen (Nowak 1992), namun terdapat keuntungan yang diperoleh yaitu dapat menurunkan polusi udara lebih banyak. Pepohonan dan vegetasi dapat meningkatkan kualitas udara dalam tiga cara, yaitu : 1. Menyerap dan menurunkan zat pencemar udara 2. Menyerap karbon 3. Menurunkan emisi karbon 4. Mengurangi water runoff (aliran permukaan) 5. Menurunkan erosi tanah 6. Memperbaiki kualitas air Saluran air dan danau/kolam di daerah sekitar kota mengalami pencemaran akibat terjadinya erosi tanah dan aliran air permukaan (water runoff) yang mengandung pupuk dan pestisida yang digunakan pada tanaman, minyak, dan sampah. Pepohonan dan tanaman dapat membantu menanggulangi permasalahan kualitas air yaitu dengan menurunkan koefisien aliran air permukaan dan erosi tanah. Masyarakat dapat memperoleh air yang lebih bersih dengan cara mengatur keberdaan vegetasi alami, menambah tanaman atau pepohonan yang telah ada, dan mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk. Di beberapa daerah rata-rata dan volume aliran air permukaan (water runoff) mengalami peningkatan sehingga melebihi daya tampung (kapasitas) DAS (daerah aliran sungai) nya. Hal tersebut berkembang dengan cepat seiring dengan pembangunan yang banyak dilakukan, antara lain adalah pengerasan jalan dan permukaan tanah, sehingga menyebabkan kelebihan air tersebut tidak meresap ke dalam tanah dan menjadi aliran air permukaan. Banjir merupakan salah satu masalah yang sering terjadi selama musim hujan, yang disebabkan oleh meluapnya saluran air karena saluran tersebut sudah tidak mampu lagi untuk menampungnya. Salah satu akibat yang ditimbulkan adalah meningkatnya bakteri yang ada di dalam air. Maka untuk mengatasinya, masyarakat harus membuat sistem sanitasi yang baik dan memadai dan untuk memeliharanya. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan biaya yang tidak sedikit. Namun apabila pada terdapat pepohonan atau vegetasi dan daerah yang basah dapat membantu untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan menyerap aliran air permukaan (water runoff) tersebut. 7. Sebagai tempat hidup satwa liar Hutan kota menyediakan tempat hidup, makanan dan air. bagi satwa liar antara lain kijang, kelinci, tupai, reptil, dan berbagai jenis burung. Keberadaan satwa liar tersebut secara tidak langsung meningkatkan kesempatan untuk rekreasi dan belajar bagi masyarakat. Selain itu juga membantu dalam perkembangbiakan satwa liar tersebut. 8. Meningkatkan rasa bangga (community pride) Keberadaan pepohonan pada suatu daerah memiliki beberapa keuntungan yang tak terukur, salah satunya adalah meningkatkan rasa bangga bagi masyarakat atau orang-orang yang tinggal di daerah tersebut. Lingkungan dengan pemandangan yang menarik dapat meningkatkan rasa memiliki bagi orang yang tinggal di tempat tersebut (Dwyer et al. 1991). Pohon dapat dihubungkan dengan tempat-tempat yang khusus, sehingga dapat menjadi kenangan bagi orang yang mengalaminya. Selain bernilai sejarah keberadaan pohon juga dapat menurunkan tingkat kejahatan pada suatu daerah, sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh Sullivan dan Kuo (1996), ia memperkirakan bahwa suatu lingkungan yang ditumbuhi pepohonan akan menurunkan tingkat kejahatan yang terjadi, karena di sekitar pohon yang ada biasanya banyak digunakan untuk bertemu oleh masyarakat yang bertetangga sehingga mereka saling mengenal dan mengeratkan persahabatan. 9. Meningkatkan kesempatan untuk rekreasi Di beberapa daerah keberadaan hutan kota dapat dijadikan sebagai tempat untuk rekreasi. Pepohonan tersebut di sekitarnya dapat ditambah dengan berbagai fasilitas, misalnya dibangun kolam dan jalan-jalan setapak, sehingga akan tercipta suatu taman kota yang menarik. Taman tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas, misalnya untuk bersepeda, bermain, atau sekedar jalan-jalan untuk melepas lelah dan kesibukan yang telah dilalui. 10. Memperbaiki gaya hidup menjadi Iebih sehat Menetap di kota dengan tingkat kesibukan yang tinggi dapat meningkatkan tekanan (stress) fisik dan mental. Namun dengan adanya pepohonan dapat membantu untuk mengatasinya, sehingga kesehatan dapat terjaga dengan baik, karena sebagaimana telah dijelaskan di depan bahwa adanya hutan kota (pepohonan) dapat meningkatkan kualitas udara dan kualitas air. Keberadaan hutan kota juga dapat digunakan sebagal media untuk membantu penyembuhan (terapi) bagi orang-orang yang baru saja mengalami operasi. Berdasarkan suatu penelitian di Ultrich (1984) menunjukkan bahwa pasien yang baru saja dioperasi akan sembuh lebih cepat apabila ditempatkan pada ruangan yang terbuka (melalui jendala dapat melihat secara langsung pemandangan atau pepohonan yang ada di luar) daripada pasien yang ditempatkan di ruang yang tertutup oleh dinding. 11. Mengurangi kebisingan Pepohonan dan vegetasi dapat menurunkan tingkat kebisingan apabila pohon dan vegetasi tersebut tinggi, ditanam secara rapat, pada area luas dan dekat dengan sumber kebisingan. 12. Menciptakan area penyangga Keberadaan pepohonan tersebut dapat digunakan untuk menutupi obyek-obyek yang kurang menarik, misalnya area yang dipenuhi oleh tumpukan sampah. Selain itu pepohonan juga dapat digunakan sebagai pelindung suatu area agar tidak terkena sinar matahari secara langsung. Pembiayaan yang harus dikeluarkan untuk hutan kota: 1. Penanaman (planting) Biaya penanaman tergantung pada jenis, ukuran, penyiapan tempat, dan upah untuk pekerja. Penanaman pohon biasanya berdasarkan banyaknya persentase dan total biaya (McPherson I 994a). Biasanya semakin besar pohon maka biaya penanamannya makin besar. 2. Perawatan dan peremajaan pohon (maintenance and removal) Biaya perawatan sangat tergantung pada jenis dan lokasi. Dengan menyediakan perawatan yang teratur, biaya dapat diantisipasi jika terjadi peningkatan nilai/harga pohon di masa mendatang. Hal-hal lain yang dilakukan dalam perawatan antara lain adalah irigasi, dan pengontrolan penyakit yang disebabkan oleh insekta, peremajaan pohon dan pencegahan dan bahaya kebakaran. 3. Perbaikan infrastruktur (infrastructure repair) Pertumbuhan tanaman dapat menyebabkan kerusakan pada infrastruktur misalnya kerusakan pada jalan dan pipa air. Kadang-kadang biaya yang diperlukan untuk memperbaiki infrastuktur tersebut adalah lebih rendah daripada biaya untuk memindahkan pohon tersebut. Pemilihan tempat dan jenis pohon yang tepat akan meminimalkan kemungkinan terjadinya permasalahan terhadap infrastruktur di masa mendatang. 4. ligitation and liability 5. storms Badai yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada pepohonan dan fasilitas (properti) di sekitarnya. Biaya yang diperlukan untuk membersihkan dan memperbaiki kerusakan yang terjadi setelah terjadi badai dapat diminimalkan dengan perawatan yang teratur atau rajin. 6. Administrasi program (program administration) Dalam pengelolaan hutan kota diperlukan perencanaan program-program yang dapat menunjang sehingga perlu untuk dilakukan perencanaan dan inventarisasi secara baik. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan partisipasi masyarakat baik berupa dana maupun bahan-bahan yang lain. Jenis pepohonan tertentu yang dapat menyebabkan alergi bagi beberapa orang, maka diperlukan adanya suatu pengontrolan mengenal jenis pepohonan yang ditanam. Pengelompokan Hutan Kota a. Bentuk: bergerombol, menyebar dan manjalur b. Struktur: berstrata dua dan berstrata banyak Kenyamanan dan Kenikmatan Kenyamanan Indeks Ketidaknyamanan (Dl) atau THI: Dl = 0,4 (T+Td) + 15 Dl = T - 0,05 (1 - 0,01 Rh) (T - 58) Adapun Dl = indeks ketidaknyamanan T temperatur udara dalam °F = Td = Temteratur titik embun dalam °F Rh = kelembaban udara dalam % Kriteria IT ARTI <70 Orang merasa nyaman 70 - 75 Beberapa orang merasa tidak nyaman 75 50%orang merasa tidak nyaman > 75 80%orang menunjukkan tanda ketidaknyamanan Sumber: US. National Weather Service (1967) Kenikmatan RN = RH +T+S+ D+ E+JV+TV+JB+TB Adapun RN = rasa nikmat, RH = kelembaban, T = suhu, S = kebisingan, D = debu, E = estetika JV = jumlah jenis vegetasi, TV = jumlah vegetasi, JB = jumlah jenis burung, TB = jumlah burung Kriteria: KLAS I II III IV V Tidak nikmat Kurang nikmat Cukup nikmat Nikmat Sangat nikmat ARTI SKOR < 15 16 - 22 23 - 29 30 - 36 >37 DAFTAR PUSTAKA Bell, PA, 1996, Environmental Psychology: Fourth Edition, Harcourt Brace College Publishers, Fort Worth. Lansberg, HE, 1981, The Urban Climate, Academic Press, New York. Oke, TR, 1978, Boundary Layer Climate, Methuen & Go, London. Prawiro, RH, 1983, Ekologi Lingkungan Pencemaran, Satya Wacana, Salatiga. Sasongko, DP, 2000, Kebisingan Lingkungan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Thompson, RD & Perry, A, 1997, Applied Climatology, Routledge, kondon. http://www. us-epa.com http://www.nasa.com