AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X Pertanian Organik Menuju Pertanian Berkelanjutan Oleh: Nurlaili Abstract Soil, a three phase system consists of water, air, mineral and organic substance and has physical, chemical, and biological features. It has specific morphology features so that it plays role as growing place for plants. Soil is also a resource that can be use to prosper human because it produces food, clothing, medicine, etc. Animal depends on plant growth on soil. Key words: Soil, environment, plant,organic PENDAHULUAN Meningkatnya kegiatan produksi biomassa (tanaman yang dihasilkan kegiatan pertanian, perkebunan dan hutan tanaman) yang memanfaatkan tanah yang tak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomassa, sehingga menurunkan mutu serta fungsi tanah yang pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Isu pelestarian lingkungan kini begitu kuat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sehingga segala usaha atau tindakan yang berkaitan dengan pembangunan perlu memasukkan unsur pelestarian ke dalamnya. Berkaitan dengan hal itu, teknologi pertanian yang banyak menimbulkan efek negatif terhadap keseimbangan ekosistem perlu ditinjau kembali untuk dicarikan jalan keluar atau penggantinya. Pertanian Organik, Pengendalian hama terpadu, dan biopestisida merupakan cara-cara alternatif dalam menuju pertanian berwawasan lingkungan. Pada mulanya penemuan pestisida disambut penuh harap, seakan pestisida mampu menyelesaikan masalah hama tanaman tanpa menimbulkan dampak merugikan terhadap lingkungan setelah muncul hama yang resisten terhadap pestisida, terbunuhnya organisme bukan sasaran, munculnya hama sekunder, dan terjadinya pencemaran lingkungan, masyarakat baru menyadari bahwa masalah pestisida tidak sesederhana yang dipikirkan. Pestisida merupakan bahan pencemar paling potensial dalam budi daya tanaman. Oleh karena itu, perannya perlu diganti dengan teknologi lain yang lebih berwawasan lingkungan. Pemakaian bibit unggul, pupuk anorganik, dan pestisida memang mampu memberikan hasil yang tinggi. Swasembada beras yang dicapai Indonesia pada beberapa tahun yang lalu tidak terlepas dari ketiga hal tersebut. Namun, tanpa disadari praktek ini telah menimbulkan masalah dalam usaha pertanian itu sendiri maupun terhadap lingkungan. Dosen Tetap Prodi Agronomi FP Universitas Baturaja Nurlaili, Hal; 63 – 70 63 AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X Penyebab Kerusakan Tanah Pertanian 1. Erosi Tanah Kualitas lingkungan merupakan cerminan bahwa komponen-komponennya berada pada keadaan seimbang sehingga dapat berfungsi baik dalam menopang kehidupan, khususnya manusia. Lingkungan yang berkualitas menjamin hubungan yang harmonis antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya serta antara benda hidup dengan benda tak hidup. Erosi didefinisikan sebagai suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut dari suatu tempat ketempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air, angin atau es. Di daerah tropis seperti Indonesia, erosi terutama disebabkan oleh air hujan, ada juga disebabkan oleh angin. Erosi mempunyai dampak yang merugikan, karena terjadi kerusakan lingkungan hidup. Menurut penelitian bahwa 15% permukaan bumi mengalami erosi. Kebanyakan disebabkan oleh erosi air kemudian oleh angin. Jika erosi terjadi di tanah pertanian maka tanah tersebut berangsur-angsur akan menjadi tidak subur, karena lapisan tanah yang subur makin menipis, dan jika terjadi di pantai, maka bentuk garis pantai akan berubah. Dampak lain dari erosi adalah sedimen dan polutan tanah pertanian yang terbawa air akan menumpuk di suatu tempat. hal ini bisa menyebabkan pendangkalan air waduk, kerusakan ekosistem di danau, juga akan terjadi pencemaran air minum. Penggunaan lahan diatas daya dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan akan menyebabkan degradasi lahan. Lahan di daerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim akan rentan terhadap bencana erosi dan tanah longsor. Perubahan penggunaan lahan miring dari vegetasi permanen (hutan) menjadi lahan pertanian intensif menyebabkan tanah menjadi lebih mudah terdegradasi oleh erosi tanah. Praktek penebangan dan perusakan hutan (deforesterisasi) merupakan penyebab utama terjadinya erosi di kawasan daerah aliran sungai (DAS). 2. Pencemaran Agrokimia pada Tanah Pertanian Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan di lingkungan pertanian dapat disebabkan karena penggunaan agrokimia (pupuk kimia dan pestisida) yang tidak proporsional. Dampak negatif dari penggunaan agrokimia antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunnya keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan petani dalam pengadaan bibit, pupuk kimia dan dalam menentukan komoditas yang akan ditanam. Penggunaan pestisida yang berlebih dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah. Nurlaili, Hal; 63 – 70 64 AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah. Penanaman varietas padi unggul secara monokultur tanpa adanya pergiliran tanaman, akan mempercepat terjadinya pengurasan hara sejenis dalam jumlah tinggi dalam kurun waktu yang pendek. Hal ini kalau dibiarkan terus menerus tidak menutup kemungkinan terjadinya defisiensi atau kekurangan unsur hara tertentu dalam tanah. Akibat dari ditinggalkannya penggunaan pupuk organik berdampak pada penyusutan kandungan bahan organik tanah. Sistem pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2%. Bahan organik tanah disamping memberikan unsur hara tanaman yang lengkap juga akan memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah akan semakin remah. Namun jika penambahan bahan organik tidak diberikan dalam jangka panjang kesuburan fisiknya akan semakin menurun. 3. Pencemaran industri Pencemaran dan kerusakan lingkungan pada lingkungan pertanian dapat juga disebabkan karena kegiatan industri. Pada industri-industri yang banyak menggunakan bahan kimia misalnya industri tekstil, industri kertas, industri asam sulfat, soda dan lain sebagainya yang sangat berbahaya bagi lingkungan sekitarnya khususnya lingkungan pertanian, bilamana limbah itu dibuang langsung tanpa mengindahkan peraturan-peraturan yang berlaku maka akan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan pertanian kita, dikarenakan adanya limbah cair, gas dan padatan yang asing bagi lingkungan pertanian. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa gas buang seperti belerang dioksida (SO2) akan menyebabkan terjadinya hujan asam dan akan merusak lahan pertanian. Disamping itu, adanya limbah cair dengan kandungan logam berat beracun (Pb, Ni, Cd, Hg) akan menyebabkan degradasi lahan pertanian dan terjadinya pencemaran. Limbah cair ini apabila masuk ke badan air irigasi, dampak negatifnya akan meluas sebarannya. Penggalakan terhadap program kali bersih dan langit biru perlu dilakukan, dan penerapan sangsi bagi pengusaha yang mengotori tanah, air dan udara. 4. Pertambangan dan Galian C Usaha pertambangan besar sering dilakukan diatas lahan yang subur atau hutan yang permanen. Dampak negatif pertambangan dapat berupa rusaknya permukaan bekas penambangan yang tidak teratur, hilangnya lapisan tanah yang subur, dan residu yang ditimbulkan akan berpengaruh pada reaksi tanah dan komposisi tanah. Residu ini bisa bereaksi sangat asam atau sangat basa pada tanah, sehingga akan berpengaruh pada degradasi kesuburan tanah. Semakin meningkatnya kebutuhan akan bahan bangunan terutama batu bata dan genteng, akan menyebabkan kebutuhan tanah galian juga semakin banyak (galian C). Tanah untuk pembuatan batu bata dan genteng lebih cocok pada tanah-tanah yang subur dan produktif. Dengan rendahnya tingkat keuntungan bertani dan besarnya resiko kegagalan, menyebabkan lahan-lahan pertanian banyak digunakan untuk pembuatan batu bata, Nurlaili, Hal; 63 – 70 65 AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X genteng dan tembikar. Penggalian tanah sawah untuk galian C di samping akan merusak tata air pengairan (irigasi dan drainase) juga akan terjadi kehilangan lapisan tanah bagian atas (top soil) yang relatif lebih subur, dan meninggalkan lapisan tanah bawahan (sub soil) yang kurang subur, sehingga lahan sawah akan menjadi tidak produktif. Pertanian Organik Pertanian oganik sudah sejak lama kita kenal, sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisonal dan menggunakan bahan-bahan alamiah. Sejalan dengan perkembangan ilmu pertanian dan perkembangan populasi manusia maka kebutuhan pangan juga meningkat. Saat itu revolusi hijau di Indonesia memberikan hasil yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan. Di mana penggunaan pupuk kimia sintetis, penanaman varietas unggul berproduksi tinggi (high yield variety), penggunaan pestisida, intensifikasi lahan dan lainnya mengalami peningkatan. Namun belakangan ditemukan berbagai permasalahan akibat kesalahan manajemen di lahan pertanian. Pencemaran pupuk kimia, pestisida dan lainnya akibat kelebihan pemakaian bahan-bahan tersebut, berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia akibat selalu tercemar bahan-bahan sintetis tersebut. Pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis dalam jangka waktu lama mulai disadari sehingga dicari alternatif bercocok tanam yang dapat menghasilkan produk yang bebas dari cemaran bahan kimia sintetis serta menjaga lingkungan yang lebih sehat. Sejak itulah mulai dilirik kembali cara pertanian alamiah (back to nature), namun pertanian organik modern sangat berbeda dengan pertanian alamiah di jaman dulu. Dalam pertanian organik modern dibutuhkan teknologi bercocok tanam, penyediaan pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit menggunakan agen hayati atau mikroba serta manajemen yang baik untuk kesuksesan pertanian organik tersebut. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk kimia, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Pertanian organik juga dapat meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia. Penggunaan masukan di luar pertanian yang menyebabkan degradasi sumber daya alam tidak dapat dikategorikan sebagai pertanian organik. Sebaliknya, sistem pertanian yang tidak menggunakan masukan dari luar, namun mengikuti aturan pertanian organik dapat masuk dalam kelompok pertanian organik, meskipun agroekosistemnya tidak mendapat sertifikasi organik. Bila kita sepenuhnya mengacu kepada pertanian organik natural, tentunya sangatlah sulit bagi petani untuk menerapkannya, oleh karena itu pilihan yang dilakukan adalah melakukan pertanian organik regeneratif, yaitu pertanian dengan prinsip pertanian disertai dengan pengembalian ke alam masukan-masukan yang berasal dari bahan organik. Pengelolaan pertanian yang berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas harus yang menguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis. Nurlaili, Hal; 63 – 70 66 AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X Komponen Pertanian Organik 1. Lahan Lahan yang dapat dijadikan lahan pertanian organik adalah lahan yang bebas cemaran bahan agrokimia dari pupuk kimia dan pestisida. Terdapat dua pilihan lahan: (1) lahan pertanian yang baru dibuka, atau (2) lahan pertanian intensif yang dikonversi untuk lahan pertanian organik. Lama masa konversi tergantung sejarah penggunaan lahan, pupuk, pestisida dan jenis tanaman 2. Budidaya Pertanian Organik Selain aspek lahan, aspek pengelolaan pertanian organik dalam hal ini terkait dengan teknik budidaya juga perlu mendapat perhatian tersendiri. Sebagai salah satu contoh adalah teknik bertani sayuran organik, seperti diuraikan di bawah ini. Tanaman ditanam pada bedengan-bedengan dengan ukuran bervariasi disesuaikan dengan kondisi lahan Menanam strip rumput di sekeliling bedengan untuk mengawetkan tanah dari erosi dan aliran permukaan Mengatur dan memilih jenis tanaman sayuran dan legum yang sesuai untuk sistem tumpang sari atau multikultur seperti contoh lobak, bawang daun dengan kacang tanah dalam satu bedengan. Mengatur rotasi tanaman sayuran dengan tanaman legum dalam setiap musim tanam. Mengembalikan sisa panen/serasah tanaman ke dalam tanah (bentuk segar atau kompos). Memberikan pupuk organik (pupuk hijau, pupuk kandang, dan lainnya), hingga semua unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman menjadi tersedia. Menanam kenikir, kemangi, tephrosia, lavender, dan nimba di antara bedengan tanaman sayuran untuk pengendalian hama dan penyakit. Menjaga kebersihan areal pertanaman. 3. Aspek penting lainnya Dalam pertanian organik yang sesuai dengan standar yang ditetapkan secara umum adalah mengikuti aturan berikut: Menghindari benih/bibit hasil rekayasa genetika. Sebaiknya benih berasal dari kebun pertanian organik, Menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis, zat pengatur tumbuh, pestisida. Pengendalian hama dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman, Peningkatan kesuburan tanah dilakukan secara alami melalui penambahan pupuk organik, sisa tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legum. Nurlaili, Hal; 63 – 70 67 AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X Kosep Pertanian Berkelanjutan Dalam pembangunan pertanian berkelanjutan penggunaan bahan kimia pertanian masih diperbolehkan dalam batas yang tertentu, seperti menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Dalam Grand Strategi Pembagunan Pertanian dinyatakan bahwa pembangunan pertanian harus secara berkelanjutan dengan memadukan antara aspek organisasi, ekonomi, teknologi dan ekologis. Pembangunan agribisnis dilakukan dengan memberdayakan dan melestarikan keanekaragaman sumberdaya hayati, pengembangan produksi dengan tetap menjaga pelestarian dan konservasi sumberdaya alam (hutan, tanah dan air), menumbuh kembangkan kelembagaan lokal dan melegalkan hal ulayat masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam bagi kegiatan pertanian serta dengan meningkatkan nilai tambah dan manfaat hasil pertanian. Pertanian Berkelanjutan adalah keberhasilan dalam mengelola sumberdaya untuk kepentingan pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan serta konservasi sumberdaya alam. Pertanian berwawasan lingkungan selalu memperhatikan nasabah tanah, air, manusia, hewan/ternak, makanan, pendapatan dan kesehatan. Sedang tujuan pertanian yang berwawasan lingkungan adalah mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan dan mempertahankan basil pada batas yang optimal, mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman hayati dan ekosistem, dan yang lebih penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan penduduk dan makhluk hidup lainnya. Sistem pertanian berkelanjutan harus dievaluasi berdasarkan pertimbangan beberapa kriteria, antara lain: 1. Aman menurut wawasan lingkungan, berarti kualitas sumberdaya alam dan vitalitas keseluruhan agroekosistem dipertahankan/mulai dari kehidupan manusia, tanaman dan hewan sampai organisme tanah dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dicapai apabila tanah terkelola dengan baik, kesehatan tanah dan tanaman ditingkatkan, demikian juga kehidupan manusia maupun hewan ditingkatkan melalui proses biologi. Sumberdaya lokal dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat menekan kemungkinan terjadinya kehilangan hara, biomassa dan energi, dan menghindarkan terjadinya polusi. Menitikberatkan pada pemanfaatan sumberdaya yang dapat diperbarui; 2. Menguntungkan secara ekonomi, berarti petani dapat menghasilkan sesuatu yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri/ pendapatan, dan cukup memperoleh pendapatan untuk membayar buruh dan biaya produksi lainnya. Keuntungan menurut ukuran ekonomi tidak hanya diukur langsung berdasarkan hasil usaha taninya, tetapi juga berdasarkan fungsi kelestarian sumberdaya dan menekan kemungkinan resiko yang terjadi terhadap lingkungan; 3. Adil menurut pertimbangan sosial, berarti sumberdaya dan tenaga tersebar sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi, demikian juga setiap petani mempunyai kesempatan yang sama dalam memanfaatkan lahan, memperoleh modal cukup, bantuan teknik dan memasarkan hasil. Semua orang mempunyai kesempatan yang sama berpartisipasi dalam menentukan kebijkan, baik di lapangan maupun dalam lingkungan masyarakat itu sendiri; Nurlaili, Hal; 63 – 70 68 AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X 4. Manusiawi terhadap semua bentuk kehidupan, berarti tanggap terhadap semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia) prinsip dasar semua bentuk kehidupan adalah saling mengenal dan hubungan kerja sama antar makhluk hidup adalah kebenaran, kejujuran, percaya diri, kerja sama dan saling membantu. Integritas budaya dan agama dari suatu masyarakat perlu dipertahankan dan dilestarikan, dan; 5. Dapat dengan mudah diadaptasi, berarti masyarakat pedesaan/petani mampu dalam menyesuaikan dengan perubahan kondisi usahatani: pertambahan penduduk, kebijakan dan permintaan pasar. Hal ini tidak hanya berhubungan dengan masalah perkembangan teknologi yang sepadan, tetapi termasuk juga inovasi sosial dan budaya. Konservasi merupakan faktor yang penting dalam pertanian berwawasan lingkungan. Konservasi sumberdaya yang dapat diperbarui berarti sumberdaya tersebut harus dapat difungsikan secara berkelanjutan (continous). Sekarang kita sudah mulai sadar tentang potensi teknologi, kerapuhan lingkungan, dan kemampuan budi daya manusia untuk merusak lingkungan tersebut. Suatu hal yang perlu dicatat bahwa ketersediaan sumberdaya adalah terbatas. Pada dasarnya konservasi lahan diarahkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hidrologis, menjaga kelestarian sumber air, meningkatkan sumber daya alam serta memperbaiki kualitas lingkungan hidup yang akhirnya dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui usaha tani yang berkelanjutan. Pola usaha tani konservasi merupakan suatu bentuk pengusahaan lahan yang mengkombinasikan teknik konservasi secara mekanik/sipil teknik, vegetatif maupun kimiawi. Metode mekanik/sipil teknik, suatu bentuk metode konservasi tanah dengan menggunakan sarana fisik (tanah, batu dan lain-lain ) sebagai sarana bangunan konservasi tanah. Metode ini berfungsi untuk: a). memperlambat aliran permukaan, b). menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak. Beberapa cara yang diajurkan: (1) pengolahan tanah minimum, (2) pengolahan tanah menurut kontur, (3) pembuatan guludan dan teras, (4) pembuatan terjunan air, (5) pembuatan rorak / saluran buntu. Metode Vegetatif merupakan suatu metode konservasi tanah dengan menggunakan tanaman atau tumbuhan dan serasah untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan daya rusak aliran permukaan erosi. Metode ini berfungsi: a) Melindungi tanah terhadap daya rusak yang diakibatkan oleh butir-butir hujan yang jatuh, serta melindungi tanah terhadap daya perusakan aliran air; b) Memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahan air yang mempengaruhi besarnya aliran permukaan; c) Memperbaiki struktur dan kesuburan tanah. Beberapa cara yang digunakan: sistem pertanaman lorong, strip rumput, tanaman penutup tanah (mulsa), pembuatan teras guludan, teras bangku, rorak, dan parit. Sedangkan metode kimia dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah melalui pemberian bahan kimia pembenah tanah (soil Conditioner), misalnya pemberian terra cottem pada tanah pertanian. KESIMPULAN Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk kimia, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Sedangkan Pertanian Berkelanjutan adalah keberhasilan dalam mengelola Nurlaili, Hal; 63 – 70 69 AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X sumberdaya untuk kepentingan pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan serta konservasi sumberdaya alam. Konservasi lahan diarahkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hidrologis, menjaga kelestarian sumber air, meningkatkan sumber daya alam serta memperbaiki kualitas lingkungan hidup yang akhirnya dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui usaha tani yang berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Nurlaili dan Novriani. 2004. Diktat Mata Kuliah Dasar-dasar Ilmu Tanah. Baturaja: Fakultas Pertanian Universitas Baturaja Rahim, S.E. 1995. Pelestarian Lingkungan Hidup melalui Pengendalian Erosi Tanah. Universitas Sriwijaya. 136 hal. Rahim, S.E. 1999. Meningkatkan Daya Dukung Sumberdaya Lahan. Palembang: Universitas Sriwijaya Husnain dan Syahbuddin, H. 2007. Mungkinkah Pertanian Organik di Indonesia? Peluang dan Tantangan. 16 Desember 2007. http://klipingout.wordpress.com Rusli, I. 2009. Pertanian Organik atau Pertanian Berkelanjutan. Rabu, 6 Mei 2009 13:47. http://padang-today.com Sihotang, B. 2009. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dengan Pertanian Organik. Senin, 15 Juni 2009 19:16. http://www.benss.co.cc Nurlaili, Hal; 63 – 70 70