DETEKSI BAKTERI SIMBION PADA LALAT TANGKAI MATA

advertisement
Deteksi Bakteri Simbion pada Lalat…
DETEKSI BAKTERI SIMBION PADA LALAT TANGKAI MATA PANJANG (Cyrtodiopsis
dalmanni) DENGAN ANALISA RIBOSOMAL INTERGENIC SPACER ANALYSIS
Setyo Adiningsih
Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada
[email protected]
ABSTRAK
Cyrtodiopsis dalmanni atau lalat tangkai mata panjang adalah spesies anggota Diopsidae yang
dimanfaatkan sebagai spesies model dalam mempelajari adaptasi lingkungan. Adanya interaksi C.
dalmanni dengan bakteri simbion digunakan sebagai informasi untuk mempelajari biologi C. dalmanni
dan diversitas serta susunan komunitas bakteri simbion dalam inang. Tujuan penelitian adalah mendeteksi
keberadaan bakteri simbion dan menganalisis diversitas serta susunan komunitas simbion pada C.
dalmanni menggunakan teknik Ribosomal Intergenic Spacer Analysis (RISA). Sampel berupa caput,
thorax, dan abdomen dari 33 ekor lalat C. dalmanni yang ditangkap dari habitat tepi sungai Jalan
Kaliurang km12 Yogyakarta. DNA sampel diekstraksi dengan metode Marmur tanpa isoamilalkohol.
DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan PCR RISA. Produk PCR RISA dielektroforesis pada gel
poliakrilamida 10% dan diwarnai dengan perak nitrat. Data DNA dianalisis dengan penghitungan Simple
Matching Coeffisient (SSM) untuk menentukan nilai indeks similaritas antar sampel dan algoritma
Unweighted Paired Group Method with Arithmetic Averages (UPGMA) untuk mengetahui pola
similaritas antar sampel, yang selanjutnya digunakan untuk konstruksi dendogram. Hasil menunjukkan
keberadaan bakteri simbion pada C. dalmanni dapat dideteksi menggunakan RISA. Diversitas dan
susunan komunitas simbion terbanyak di thorax dan paling sedikit di caput. Pola dendogram
menunjukkan bagian thorax dan abdomen lalat C. dalmanni memiliki kemiripan diversitas dan susunan
komunitas bakteri.
Kata kunci: bakteri simbion, Cyrtodiopsis dalmanni, diversitas dan susunan komunitas, PCR RISA
PENDAHULUAN
Banyak spesies insekta bersimbiosis dengan
mikrobia, terutama insekta dengan diet bergantung pada
nutrien tidak lengkap atau terbatas. Mikrobia yang
bersimbiosis dengan insekta dapat berupa bakteri
ektosimbion atau endosimbion. Bakteri ektosimbion
adalah bakteri ekstraselular dan umumnya ditemukan
pada tractus digestivus inang, sedangkan bakteri
endosimbion adalah simbion intraselular di dalam
jaringan inang (Paracer & Ahmadjian, 2000).
Hampir semua ordo insekta termasuk Diptera
berasosiasi dengan mikrobia simbion terutama
endosimbion (Schwemmler & Gassner, 1989).
Cyrtodiopsis dalmanni atau lalat tangkai mata panjang
adalah spesies insekta familia Diopsidae, ordo Diptera.
Spesies ini bersifat seksual dimorfik yaitu C. dalmanni
jantan memiliki tangkai mata lebih panjang daripada C.
dalmanni betina. Spesies C. dalmanni sering dipakai
sebagai model mempelajari proses adaptasi lingkungan
dan genetika kuantitatif (Evenhuis, 1998; Chapman,
2005; Christianson et al., 2005). Saat ini belum diketahui
informasi detail tentang keberadaan mikrobia simbion
khususnya bakteri yang berasosiasi dengan C. dalmanni.
Interaksi pada simbiosis dapat digunakan untuk
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
mempelajari filogenetik inang dan simbion-nya (Paracer
& Ahmadjian, 2000).
Ribosomal Intergenic Spacer Analysis (RISA)
adalah salah satu metode sidik jari DNA yang relatif
mudah. RISA digunakan untuk analisis komunitas
mikrobia pada berbagai habitat atau komunitas mikrobia
yang dikenai efek perlakuan tertentu. Intergenic Spacer
Region (ISR) adalah region gen operon rRNA yang
terletak diantara gen subunit 16S dan 23S. ISR
diamplifikasi dengan teknik Polymerase Chain Reaction
(PCR) menggunakan primer oligonukleotida tertentu
yang sesuai untuk dapat mencakup semua gen-gen ISR.
Mayoritas gen rRNA operon berfungsi sebagai gen
struktural yang mengkode tRNA yaitu bagian dari region
intergen 16S–23S atau ISR. Panjang dan sekuen
nukleotida region intergen 16S–23S bersifat spesifik
untuk setiap spesies atau strain bakteri. Nilai taksonomi
dari ISR terletak pada heterogenitas panjang dan sekuen
nukleotida ISR. Pada teknik RISA dicari heterogenitas
panjang ISR yang berada pada kisaran 150–1500 bp.
Mayoritas panjang ISR ada diantara 150–500 bp
(Anonim, 2004). Skema daerah gen rRNA operon atau
ISR ditunjukkan oleh gambar 1.
227
Deteksi Bakteri Simbion pada Lalat…
teknik molekular, diantaranya dengan teknik RISA
(Ribosomal Intergenic Spacer Analysis).
METODE PENELITIAN
1. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian
dilakukan
di
laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah
Mada. Penelitian dimulai September 2016 sampai
Juni 2007.
Gambar 1.
Skema daerah gen rRNA operon atau ISR
(Anonim, 2004)
Produk PCR RISA merupakan campuran fragmen
DNA dari anggota komunitas mikrobia dominan dalam
sampel. DNA kemudian dielektroforesis pada gel
poliakrilamida, diwarnai dan divisualisasi. Hasil
visualisasi berupa pola pita DNA kompleks yang
merupakan profil komunitas spesifik mikrobia. Setiap
pita DNA menunjukkan satu populasi bakteri tertentu
dalam sampel (Fisher & Triplett, 1999; Anonim, 2004).
Distribusi panjang daerah ISR antara gen rrs di
subunit 16S dan rrl di subunit 23S pada kelompok
Eubakteria bervariasi. Subdivisi α-Proteobakteria
memiliki kisaran ISR antara 500–1500 bp. Subdivisi βProteobakteria memiliki kisaran ISR antara 420–750 bp.
Subdivisi γ-Proteobakteria memiliki kisaran ISR antara
280–730 bp. Subdivisi ε-Proteobakteria memiliki ISR
700 bp. Bakteri gram positip dengan GC tinggi memiliki
kisaran ISR antara 220–600 bp. Bakteri gram positip
dengan GC rendah memiliki kisaran ISR antara 120–400
bp. Chlamydiae memiliki kisaran ISR antara 180–360 bp.
Cyanobakteria memiliki kisaran ISR antara 350–580 bp.
Spirochetes memiliki kisaran ISR antara 280–450 bp.
Cytophagales memiliki kisaran ISR antara 420–650 bp
(Ranjard et al., 2000).
Aplikasi teknik RISA telah banyak dipelajari dan
dipublikasi. Diantaranya, penelitian terhadap diversitas
dan komunitas mikrobia di perairan (Fisher & Triplett,
1999), karakterisasi komunitas bakteri dan fungi di tanah
(Ranjard et al., 2001). Disamping itu, juga dipakai untuk
identifikasi spesifik pada strain Lactobacillus berdasarkan
sekuen dan panjang polimorfisme gen intergenic spacer
region 16S–23S rDNA (Valcheva et al., 2007), analisis
komunitas dan keragaman bakteri tanah dari agrosistem
dengan tingkat intensifikasi yang berbeda (Anyana,
2006), dan juga untuk mengetahui diversitas bakteri pada
limbah penambangan uranium di US dan Jerman (Radeva
et al., 2005).
Mikrobia simbion sulit dikultur in vitro dalam
media kultur dengan teknik mikrobiologi aras selular
(Schwemmler & Gassner, 1989; Fukatsu et al., 1998).
Dengan demikian untuk mempelajari biologi bakteri
simbion dapat digunakan pendekatan menggunakan
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
2. Preparasi Sampel
Lalat hidup dimatikan dalam freezer (Toshiba
non CFC/Sharp Plasma Cluster) dan dicuci dengan
akuades. Sampel lalat yang sudah mati dipotong
menjadi 3 bagian yaitu caput, thorax dan abdomen.
Sampel yang akan diekstraksi harus dalam kondisi
masih segar.
3. Ekstraksi
DNA
metode
Marmur
tanpa
isoamilalkohol
Sebanyak 33 ekor lalat C. dalmanni mati
dipisahkan menjadi 3 jenis sampel yaitu caput, thorax,
dan abdomen. DNA bakteri dalam sampel diekstraksi
menggunakan metode Marmur tanpa isoamilalkohol
(Surzycki, 2000). Setiap sampel dihancurkan dengan
mortar dalam cawan porselen steril. Setiap sampel
dimasukkan tabung eppendorf (ukuran 1,5 ml) steril
dan ditambah lisozim (Sigma, Aldrich Co.)
konsentrasi 5 mg/ml sebanyak 100 ul. Kemudian
diinkubasi dalam inkubator (Merck) suhu 37OC
selama 15 menit. Selanjutnya sampel ditambah buffer
lisis sebanyak 400 ul yang terdiri dari campuran 75
mM NaCl (Merck, Darmstadt Jerman); 25 mM EDTA
(AnalaR BDH Chemicals Ltd,Poole England); dan 20
mM Tris-HCl (Promega Woods Hollow, USA).
Sampel diinkubasi lagi dalam inkubator pada suhu
37OC selama 30 menit. Larutan sampel digojog pelan
sampai homogen setiap 10 menit waktu inkubasi.
Kemudian sampel ditambah SDS (Merck, Darmstadt
Jerman) konsentrasi 10% sebanyak 50 ul. Sampel
digojog homogen. Sampel diinkubasi lagi dalam
inkubator suhu 37OC selama 30 menit. Larutan
sampel digojog pelan sampai homogen setiap 10
menit waktu inkubasi. Kemudian dilanjutkan dengan
inkubasi pada suhu 60OC dalam oven (Memmert)
selama 15 menit. Larutan sampel digojog pelan
sampai homogen setiap 5 menit waktu inkubasi.
Larutan sampel diambil dan dimasukkan tabung
eppendorf baru. Lalu ditambahkan kloroform (Merck,
Darmstadt Jerman) sejumlah volume yang sama
dengan larutan sampel (perbandingan volume 1:1).
Campuran larutan digojog pelan sampai homogen.
Kemudian disentrifugasi menggunakan sentrifuge
228
Deteksi Bakteri Simbion pada Lalat…
(Eppendorf Sentrifuge 5804 R, Eppendorf AG 22331
Hamburg Jerman) dengan kecepatan 11.000 rpm
selama 9 menit pada suhu 15OC. Larutan supernatan
diambil dan dimasukkan tabung eppendorf baru.
Supernatan diambil tanpa menyentuh lapisan putih
protein yang ada diantara lapisan supernatan dan
kloroform. Penambahan kloroform diikuti sentrifugasi
dan pengambilan larutan supernatan diulang 2x.
Larutan supernatan dipresipitasi dengan penambahan
isopropanol (Merck, Darmstadt Jerman) sebanyak
0,6x volume larutan supernatan dan disentrifugasi
dengan kecepatan 6.000 rpm selama 10 menit pada
suhu 15OC. Setelah itu, larutan supernatan dibuang
sampai hanya tertinggal pelet DNA di dasar tabung
eppendorf. Pelet DNA dicuci dengan penambahan
ethanol 70% (Merck, Darmstadt Jerman) sebanyak
400 ul. Pelet diresuspensi dalam larutan ethanol 70%.
Kemudian disentrifugasi kecepatan 6000 rpm selama
10 menit pada suhu 15OC. Setelah itu ethanol 70%
dibuang pelan hingga tertinggal pelet DNA di dasar
tabung. Pelet DNA dicuci dengan ethanol 70%,
diulang sekali lagi. Pelet di dasar tabung eppendorf
dikeringanginkan semalam pada suhu ruang dengan
cara tutup tabung eppendorf dibuka dan tabung
diletakkan terbalik di atas permukaan kertas tissue
kering. Setelah keringangin, pelet diresuspensi dalam
akuabides steril (Otsuka, Bogor Indonesia) sebanyak
50–100 ul dan disimpan pada suhu 4OC atau freezer
(Toshiba non CFC/Sharp Plasma Cluster). DNA hasil
ekstraksi
diukur
nilai
absorbansi
dengan
spektrofotometer UV (Beckman DU-65) pada λ 260
nm dan λ 280 nm. Akuabides steril digunakan sebagai
blanko. Blanko sebanyak 100 ul diukur absorbansinya
untuk kaliberasi. Kemudian, diikuti pengukuran
absorbansi dari setiap DNA sampel yang sudah
diencerkan sebanyak 100 ul. Setelah itu, keberadaan
DNA dicek dengan elektroforesis pada gel agarosa
0,8%.
4. Polymerase Chain Reaction (PCR) RISA
Komposisi reagen untuk volume total reagen
PCR RISA 12 ul yaitu template DNA (DNA hasil
ekstraksi) sebanyak 1 ul, primer reverse 23S rRNA
(Invitrogen, San Diego) diencerkan 8x dalam
akuabides steril (Otsuka, Bogor Indonesia) sebanyak
1 ul, primer forward 16S rRNA 968F (Invitrogen, San
Diego) diencerkan 8x dalam akuabides steril
sebanyak 1 ul, akuabides steril sebanyak 3 ul dan
reagen kit Master Mix Royal/MMR (Microzone Ltd,
Inggris) sebanyak 6 ul. Primer reverse 23S rRNA
yaitu primer bakteri spesifik dengan urutan nukleotida
5’ GGGTTBCCCCATTCRG 3’. Primer forward
968F yaitu primer universal 16S rRNA dengan urutan
nukleotida 5’ AACGCGAAGAACCTTAC 3’. Notasi
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
basa pada primer degenerated menunjukkan B = C,
G, atau T; R = A atau G. PCR RISA menggunakan
thermocycler (Thermocycler GeneAmp® PCR System
9700 Version 3.08 Applied Biosystems, Roche USA)
dimulai dengan denaturasi awal pada suhu 94OC
selama 2 menit. Kemudian, diikuti 30 siklus reaksi
amplifikasi yaitu denaturasi suhu 94OC selama 15
detik, penempelan primer suhu 50OC selama 15 detik,
dan polimerisasi suhu 72OC selama 45 detik. Setelah
30 siklus reaksi, PCR RISA diakhiri dengan
polimerisasi akhir suhu 72OC selama 2 menit. Produk
PCR RISA disimpan dalam freezer sebelum dicek
dengan elektroforesis gel agarosa 2%.
5. Elektroforesis DNA hasil PCR RISA pada gel
poliakrilamida 10%
Gel poliakrilamida 10% dibuat sebanyak 20
ml. Bahan untuk gel dicampur secara berurutan yaitu
akuades steril 11,2 ml; akrilamida (Sigma, Aldrich
Co) konsentrasi 30% sebanyak 6,6 ml; TBE 10x
sebanyak 2 ml. Ketiga bahan diaduk homogen.
Setelah itu, dimasukkan APS (Sigma, Aldrich Co.)
konsentrasi 10% sebanyak 180 ul dan TEMED
(Sigma, Aldrich Co.) sebanyak 20 ul. Semua bahan
gel diaduk homogen dan segera dimasukkan dalam
cetakan yang sudah dipasang sisiran untuk sumuran
gel. Larutan menjendal menjadi gel dalam waktu 1
sampai 2 jam. Setelah sisiran diambil, gel dipindah ke
tangki elektroforesis (Power Pac Universal™ BIORAD). Produk PCR RISA sebanyak 10 ul
dimasukkan ke sumuran gel. Marker DNA yaitu Wide
Range DNA Marker (DirectLoad™ Wide Range
DNA Marker D7058, Sigma) sebanyak 3 ul
dimasukkan sumuran di samping sumuran DNA
sampel. Wide Range DNA Marker terdiri 16 fragmen
dengan ukuran 50 – 10.000 bp. DNA dielektroforesis
dengan running buffer TBE 1x pada tegangan 100
Volt selama 4,5 jam. Selesai running, gel direndam
dalam wadah berisi larutan asam asetat (Merck,
Darmstadt Jerman) konsentrasi 10% pada suhu 4OC
selama semalam. Selanjutnya adalah pewarnaan DNA
dengan perak nitrat. Gel poliakrilamida yang
direndam asam asetat 10% dikeluarkan dari almari es
suhu 4OC. Suhu gel disesuaikan dengan suhu ruang
dengan cara wadah gel dishaker (shaker Waterbath
KotterMann, skala 1) selama ± 30 menit. Setelah
selesai, asam asetat 10% dituang dari gel. Lalu, gel
dicuci dengan direndam dalam akuades sambil tetap
dishaker selama 5 menit. Setelah itu, akuades dibuang
dan diganti akuades baru. Pencucian dilakukan 3x
masing-masing selama 5 menit. Pada 5 menit terakhir
disiapkan larutan pewarna perak nitrat terdiri dari
AgNO3 (Merck, Darmstadt Jerman) sebanyak 0,1 g,
Formaldehida 37% (Merck, Darmstadt Jerman)
229
Deteksi Bakteri Simbion pada Lalat…
sebanyak 151 ul, dan akuades steril sampai volume
akhir 100 ml. Setelah akuades dibuang, gel direndam
larutan perak nitrat pada wadah tertutup. Wadah berisi
gel di shaker selama ± 45 menit. Ketika gel direndam
larutan perak nitrat, disiapkan larutan pengembang
terdiri dari Na2CO3 (Merck, Darmstadt Jerman)
sebanyak 3 g, Formaldehida (Merck, Darmstadt
Jerman) sebanyak 151 ul, Sodiumthiosulfat (Merck,
Darmstadt Jerman) sebanyak 2 ul dari stok
Sodiumthiosulfat 261 mg/ml, dan akuades steril
sampai volume akhir 100 ml. Setelah selesai
perendaman, larutan perak nitrat dibuang dari wadah
gel. Gel dicuci 1x memakai akuades sambil wadah
dishaker selama ± 20 detik. Akuades dibuang dan ke
dalam wadah dituang larutan pengembang
secukupnya (gel terendam) sambil wadah tetap
dishaker sampai mulai tampak pita DNA. Larutan
pengembang dibuang dan diganti larutan pengembang
baru. Wadah tetap dishaker sampai kelihatan jelas
pita DNA yang diinginkan. Setelah itu, larutan asam
asetat 10% dituang ke gel untuk menghentikan reaksi.
Asam asetat 10% dalam wadah segera dibuang dan
diganti asam asetat 10% yang baru. Gel yang sudah
diwarnai perak nitrat kemudian dibungkus dengan
plastik kaca yang sudah dibasahi dengan air. Saat
pembungkusan gel, dihindari adanya gelembung
udara diatas permukaan gel dalam plastik kaca. Gel
dikeringkan pada suhu ruang sebelum pita DNA yang
terlihat dianalisis.
6. Analisa Data
Analisis data DNA produk PCR RISA hasil
elektroforesis gel poliakrilamida 10% menggunakan
penghitungan berdasarkan indeks similaritas Simple
Matching Coeffisient (Ssm) dan Algoritma UPGMA
(Unweighted Paired Group Method with Arithmetic
Averages) untuk mengetahui pola similaritas antar
sampel. Selanjutnya, data similaritas antar sampel
digunakan untuk konstruksi dendogram.
HASIL
Cyrtodiopsis dalmanni
Gambar 2. Spesies lalat Cyrtodiopsis dalmanni
Gambar 3. Produk PCR RISA dari sampel caput (C),
thorax (T), abdomen (A) lalat Cyrtodiopsis
dalmanni dan DNA marker (M) pada
elektroforesis
gel poliakrilamida 10%
(kamera digital FinePix A203).
Gambar 2. Spesies lalat
Cyrtodiopsis dalmanni
Male fly
Female fly
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
Gambar 4. Pola dendogram diversitas dan susunan
komunitas bakteri antara sampel caput (C),
thorax (T), dan abdomen (A) lalat
Cyrtodiopsis dalmanni.
230
Deteksi Bakteri Simbion pada Lalat…
PEMBAHASAN
Cyrtodiopsis
dalmanni
relatif
mudah
dikembangbiakkan dalam skala laboratorium. Lalat ini
memiliki perkembangan dan siklus hidup lebih lama
dibandingkan Drosophila melanogaster. Kehidupan C.
dalmanni di habitat alami belum banyak dipublikasikan.
Sejauh ini C. dalmanni dimanfaatkan sebagai spesies
model untuk mempelajari proses adaptasi lingkungan dan
genetika kuantitatif, terutama tentang penyesuaian bentuk
ornamen sekunder terhadap perubahan lingkungan.
Hasil elektroforesis produk PCR RISA dengan gel
poliakrilamida 10% pada gambar 3 menunjukkan bahwa
dalam lalat C. dalmanni terdapat bakteri. Keberadaan
bakteri dalam sampel ditunjukkan dengan adanya bands
atau pita DNA yang tampak pada gel. Satu pita DNA
tertentu pada gel merupakan ISR milik populasi bakteri
tertentu. Pada umumnya, satu pita DNA digunakan untuk
menunjukkan satu populasi bakteri tertentu.
Ukuran fragmen DNA sampel yang tampak pada
gel memiliki panjang berkisar antara 100–10.000 bp
berdasarkan ukuran DNA marker. Panjang fragmen DNA
sampel yang dianalisis sebagai gen ISR yaitu pita DNA
yang memiliki ukuran berkisar antara 100–3.000 bp. Hal
ini untuk menghindari adanya kesalahan dalam
membedakan antara produk PCR RISA dengan DNA
template dari sampel.
Populasi bakteri yang paling besar tampak sebagai
pita DNA tebal pada sampel thorax dan abdomen dengan
ukuran fragmen berkisar diantara 1550–2000 bp.
Populasi bakteri ini diduga sebagai bakteri simbion
primer karena keberadaannya selain mendominasi juga
ditemukan pada sampel caput.
Diversitas dan susunan komunitas bakteri di setiap
sampel tampak berbeda. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah
dan susunan pita DNA yang terlihat berbeda di setiap
sampel. Diversitas bakteri paling banyak ada di sampel
thorax, kemudian di abdomen dan paling sedikit di caput.
Susunan pita DNA yang terlihat pada thorax dan
abdomen memiliki kemiripan. Hal ini menunjukkan
susunan komunitas bakteri di bagian thorax mirip dengan
di bagian abdomen.
Dari gambar 4 pola dendogram dapat diketahui
bahwa diversitas dan susunan komunitas bakteri yang ada
pada sampel thorax dan abdomen memiliki indeks
similaritas 87,5%, sedangkan keseluruhan sampel
memiliki indeks similaritas 18,75%. Nilai indeks
similaritas 87,5% pada thorax dengan abdomen
menunjukkan bahwa diversitas dan susunan komunitas
bakteri yang ada di bagian thorax memiliki kemiripan
87,5% dengan di bagian abdomen. Nilai indeks
similaritas pada caput dengan thorax dan abdomen
sebesar 18,75% menunjukkan bahwa diversitas dan
susunan komunitas bakteri yang ada di bagian caput
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
memiliki kemiripan 18,75% dengan di bagian thorax dan
abdomen. Berdasarkan nilai indeks similaritas dapat
dinyatakan bagian thorax dan abdomen lalat C. dalmanni
memiliki kemiripan potensi dalam mendukung
keberadaan berbagai spesies bakteri untuk hidup
dibandingkan bagian caput lalat.
SIMPULAN DAN SARAN
Keberadaan bakteri yang berasosiasi dengan lalat
Cyrtodiopsis dalmanni dapat dideteksi dengan teknik
RISA. Diversitas dan komunitas bakteri tertinggi pada
bagian thorax, kemudian pada bagian abdomen dan paling
rendah pada bagian caput lalat. Diversitas dan susunan
komunitas bakteri yang ada di thorax dan abdomen lalat
memiliki kemiripan.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui spesies bakteri dan protein yang terlibat
dalam proses asosiasi simbiosis antara lalat C. dalmanni
dengan simbionnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Ribosomal intergenic spacer analysis.
Laboratory for microbial ecology. Department of
Earth, Ecology and Environmental Sciences.
University of Toledo.
Anyana, Roswidya. 2006. Analisis komunitas dan
keragaman bakteri tanah dari agrosistem dengan
tingkat intensifikasi yang berbeda di Sumatra
bagian selatan. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana
UGM. Yogyakarta.
Chapman, T. 2005. Evolution biology: stalk-eyed flies
and sexual selection. ScienceWeek.
Christianson, S. J., J. G. Swallow, and G. S. Wilkinson.
2005. Rapid evolution of postzygotic reproductive
isolation in stalk-eyed flies. Evol. 59(4): 849– 857.
Evenhuis, N. L. 1998. Australian/Oceanian Diptera
Catalog-web
version.
http://
hbs.bishopmuseum.org/ aocat/ diopsidae. html.
Diakses tanggal 14 Maret 2006.
Fisher, M. M., and E. W. Triplett. 1999. Automated
approach for ribosomal intergenic spacer analysis
of microbial diversity and it’s application to
freshwater bacterial communities. Appl. Environ.
Microbiol. 65(10): 4630–4636.
Fukatsu, T., K. Watanabe, and Y. Sekiguchi. 1998.
Specific detection of
intracellular symbiotic
bacteria of aphids by oligonucleotide-probed in
situ hybridization. Appl. Entomol. Zool. 33(3):
461–472.
Paracer, S., and V. Ahmadjian. 2000. Symbiosis, an
Introduction to Biological Associations, Second
edition. Oxford University Press. USA. pp.213,
12– 13.
231
Deteksi Bakteri Simbion pada Lalat…
Radeva, G., Selenska, and Pobell S. 2005. Bacterial
diversity in water samples from uranium wastes as
demonstrated by 16S rDNA and ribosomal
intergenic
spacer
amplification
retrieval.
Microbiol. 51(11): 910–923.
Ranjard, L., E. Brothier, and S. Nazaret. 2000.
Sequencing bands of ribosomal intergenic spacer
analysis fingerprints for characterization and
microscale distribution of soil bacterium
populations responding to mercury spiking. Appl.
Environ. Microbiol. 66: 5334–5339.
Ranjard, L., F. Poly, J. C. Lata, C. Mougel, J. Thioulouse,
and S. Nazaret. 2001. Characterization of bacterial
and fungal soil communities by automated
ribosomal intergenic spacer analysis fingerprints:
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
biological and methodological variability. Appl.
Environ. Microbiol. 67: 4479–4487.
Schwemmler, W., and G. Gassner. 1989. Insect
Endocytobiosis: Morphology,
Physiology,
Genetics, Evolution. CRC Press, Inc. USA.
Surzycki, Stevan. 2000. Basic Techniques in Molecular
Biology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Jerman.
Valcheva, R., Kabodjova P., Rachman C., Ivanova C.,
Onno B., Prevost H., and Doussetx. 2007. A rapid
PCR procedure for the specific identification of
Lactobacillus sanfranciscensis, based on the 16S–
23S intergenic spacer regions. Appl. Microbiol.
102(1): 290–302.
232
Download