Deteksi Bakteri Simbion pada Lalat… DETEKSI BAKTERI SIMBION PADA LALAT TANGKAI MATA PANJANG (Cyrtodiopsis dalmanni) DENGAN ANALISA RIBOSOMAL INTERGENIC SPACER ANALYSIS Setyo Adiningsih Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada [email protected] ABSTRAK Cyrtodiopsis dalmanni atau lalat tangkai mata panjang adalah spesies anggota Diopsidae yang dimanfaatkan sebagai spesies model dalam mempelajari adaptasi lingkungan. Adanya interaksi C. dalmanni dengan bakteri simbion digunakan sebagai informasi untuk mempelajari biologi C. dalmanni dan diversitas serta susunan komunitas bakteri simbion dalam inang. Tujuan penelitian adalah mendeteksi keberadaan bakteri simbion dan menganalisis diversitas serta susunan komunitas simbion pada C. dalmanni menggunakan teknik Ribosomal Intergenic Spacer Analysis (RISA). Sampel berupa caput, thorax, dan abdomen dari 33 ekor lalat C. dalmanni yang ditangkap dari habitat tepi sungai Jalan Kaliurang km12 Yogyakarta. DNA sampel diekstraksi dengan metode Marmur tanpa isoamilalkohol. DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan PCR RISA. Produk PCR RISA dielektroforesis pada gel poliakrilamida 10% dan diwarnai dengan perak nitrat. Data DNA dianalisis dengan penghitungan Simple Matching Coeffisient (SSM) untuk menentukan nilai indeks similaritas antar sampel dan algoritma Unweighted Paired Group Method with Arithmetic Averages (UPGMA) untuk mengetahui pola similaritas antar sampel, yang selanjutnya digunakan untuk konstruksi dendogram. Hasil menunjukkan keberadaan bakteri simbion pada C. dalmanni dapat dideteksi menggunakan RISA. Diversitas dan susunan komunitas simbion terbanyak di thorax dan paling sedikit di caput. Pola dendogram menunjukkan bagian thorax dan abdomen lalat C. dalmanni memiliki kemiripan diversitas dan susunan komunitas bakteri. Kata kunci: bakteri simbion, Cyrtodiopsis dalmanni, diversitas dan susunan komunitas, PCR RISA PENDAHULUAN Banyak spesies insekta bersimbiosis dengan mikrobia, terutama insekta dengan diet bergantung pada nutrien tidak lengkap atau terbatas. Mikrobia yang bersimbiosis dengan insekta dapat berupa bakteri ektosimbion atau endosimbion. Bakteri ektosimbion adalah bakteri ekstraselular dan umumnya ditemukan pada tractus digestivus inang, sedangkan bakteri endosimbion adalah simbion intraselular di dalam jaringan inang (Paracer & Ahmadjian, 2000). Hampir semua ordo insekta termasuk Diptera berasosiasi dengan mikrobia simbion terutama endosimbion (Schwemmler & Gassner, 1989). Cyrtodiopsis dalmanni atau lalat tangkai mata panjang adalah spesies insekta familia Diopsidae, ordo Diptera. Spesies ini bersifat seksual dimorfik yaitu C. dalmanni jantan memiliki tangkai mata lebih panjang daripada C. dalmanni betina. Spesies C. dalmanni sering dipakai sebagai model mempelajari proses adaptasi lingkungan dan genetika kuantitatif (Evenhuis, 1998; Chapman, 2005; Christianson et al., 2005). Saat ini belum diketahui informasi detail tentang keberadaan mikrobia simbion khususnya bakteri yang berasosiasi dengan C. dalmanni. Interaksi pada simbiosis dapat digunakan untuk Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 mempelajari filogenetik inang dan simbion-nya (Paracer & Ahmadjian, 2000). Ribosomal Intergenic Spacer Analysis (RISA) adalah salah satu metode sidik jari DNA yang relatif mudah. RISA digunakan untuk analisis komunitas mikrobia pada berbagai habitat atau komunitas mikrobia yang dikenai efek perlakuan tertentu. Intergenic Spacer Region (ISR) adalah region gen operon rRNA yang terletak diantara gen subunit 16S dan 23S. ISR diamplifikasi dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan primer oligonukleotida tertentu yang sesuai untuk dapat mencakup semua gen-gen ISR. Mayoritas gen rRNA operon berfungsi sebagai gen struktural yang mengkode tRNA yaitu bagian dari region intergen 16S–23S atau ISR. Panjang dan sekuen nukleotida region intergen 16S–23S bersifat spesifik untuk setiap spesies atau strain bakteri. Nilai taksonomi dari ISR terletak pada heterogenitas panjang dan sekuen nukleotida ISR. Pada teknik RISA dicari heterogenitas panjang ISR yang berada pada kisaran 150–1500 bp. Mayoritas panjang ISR ada diantara 150–500 bp (Anonim, 2004). Skema daerah gen rRNA operon atau ISR ditunjukkan oleh gambar 1. 227 Deteksi Bakteri Simbion pada Lalat… teknik molekular, diantaranya dengan teknik RISA (Ribosomal Intergenic Spacer Analysis). METODE PENELITIAN 1. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Penelitian dimulai September 2016 sampai Juni 2007. Gambar 1. Skema daerah gen rRNA operon atau ISR (Anonim, 2004) Produk PCR RISA merupakan campuran fragmen DNA dari anggota komunitas mikrobia dominan dalam sampel. DNA kemudian dielektroforesis pada gel poliakrilamida, diwarnai dan divisualisasi. Hasil visualisasi berupa pola pita DNA kompleks yang merupakan profil komunitas spesifik mikrobia. Setiap pita DNA menunjukkan satu populasi bakteri tertentu dalam sampel (Fisher & Triplett, 1999; Anonim, 2004). Distribusi panjang daerah ISR antara gen rrs di subunit 16S dan rrl di subunit 23S pada kelompok Eubakteria bervariasi. Subdivisi α-Proteobakteria memiliki kisaran ISR antara 500–1500 bp. Subdivisi βProteobakteria memiliki kisaran ISR antara 420–750 bp. Subdivisi γ-Proteobakteria memiliki kisaran ISR antara 280–730 bp. Subdivisi ε-Proteobakteria memiliki ISR 700 bp. Bakteri gram positip dengan GC tinggi memiliki kisaran ISR antara 220–600 bp. Bakteri gram positip dengan GC rendah memiliki kisaran ISR antara 120–400 bp. Chlamydiae memiliki kisaran ISR antara 180–360 bp. Cyanobakteria memiliki kisaran ISR antara 350–580 bp. Spirochetes memiliki kisaran ISR antara 280–450 bp. Cytophagales memiliki kisaran ISR antara 420–650 bp (Ranjard et al., 2000). Aplikasi teknik RISA telah banyak dipelajari dan dipublikasi. Diantaranya, penelitian terhadap diversitas dan komunitas mikrobia di perairan (Fisher & Triplett, 1999), karakterisasi komunitas bakteri dan fungi di tanah (Ranjard et al., 2001). Disamping itu, juga dipakai untuk identifikasi spesifik pada strain Lactobacillus berdasarkan sekuen dan panjang polimorfisme gen intergenic spacer region 16S–23S rDNA (Valcheva et al., 2007), analisis komunitas dan keragaman bakteri tanah dari agrosistem dengan tingkat intensifikasi yang berbeda (Anyana, 2006), dan juga untuk mengetahui diversitas bakteri pada limbah penambangan uranium di US dan Jerman (Radeva et al., 2005). Mikrobia simbion sulit dikultur in vitro dalam media kultur dengan teknik mikrobiologi aras selular (Schwemmler & Gassner, 1989; Fukatsu et al., 1998). Dengan demikian untuk mempelajari biologi bakteri simbion dapat digunakan pendekatan menggunakan Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 2. Preparasi Sampel Lalat hidup dimatikan dalam freezer (Toshiba non CFC/Sharp Plasma Cluster) dan dicuci dengan akuades. Sampel lalat yang sudah mati dipotong menjadi 3 bagian yaitu caput, thorax dan abdomen. Sampel yang akan diekstraksi harus dalam kondisi masih segar. 3. Ekstraksi DNA metode Marmur tanpa isoamilalkohol Sebanyak 33 ekor lalat C. dalmanni mati dipisahkan menjadi 3 jenis sampel yaitu caput, thorax, dan abdomen. DNA bakteri dalam sampel diekstraksi menggunakan metode Marmur tanpa isoamilalkohol (Surzycki, 2000). Setiap sampel dihancurkan dengan mortar dalam cawan porselen steril. Setiap sampel dimasukkan tabung eppendorf (ukuran 1,5 ml) steril dan ditambah lisozim (Sigma, Aldrich Co.) konsentrasi 5 mg/ml sebanyak 100 ul. Kemudian diinkubasi dalam inkubator (Merck) suhu 37OC selama 15 menit. Selanjutnya sampel ditambah buffer lisis sebanyak 400 ul yang terdiri dari campuran 75 mM NaCl (Merck, Darmstadt Jerman); 25 mM EDTA (AnalaR BDH Chemicals Ltd,Poole England); dan 20 mM Tris-HCl (Promega Woods Hollow, USA). Sampel diinkubasi lagi dalam inkubator pada suhu 37OC selama 30 menit. Larutan sampel digojog pelan sampai homogen setiap 10 menit waktu inkubasi. Kemudian sampel ditambah SDS (Merck, Darmstadt Jerman) konsentrasi 10% sebanyak 50 ul. Sampel digojog homogen. Sampel diinkubasi lagi dalam inkubator suhu 37OC selama 30 menit. Larutan sampel digojog pelan sampai homogen setiap 10 menit waktu inkubasi. Kemudian dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 60OC dalam oven (Memmert) selama 15 menit. Larutan sampel digojog pelan sampai homogen setiap 5 menit waktu inkubasi. Larutan sampel diambil dan dimasukkan tabung eppendorf baru. Lalu ditambahkan kloroform (Merck, Darmstadt Jerman) sejumlah volume yang sama dengan larutan sampel (perbandingan volume 1:1). Campuran larutan digojog pelan sampai homogen. Kemudian disentrifugasi menggunakan sentrifuge 228 Deteksi Bakteri Simbion pada Lalat… (Eppendorf Sentrifuge 5804 R, Eppendorf AG 22331 Hamburg Jerman) dengan kecepatan 11.000 rpm selama 9 menit pada suhu 15OC. Larutan supernatan diambil dan dimasukkan tabung eppendorf baru. Supernatan diambil tanpa menyentuh lapisan putih protein yang ada diantara lapisan supernatan dan kloroform. Penambahan kloroform diikuti sentrifugasi dan pengambilan larutan supernatan diulang 2x. Larutan supernatan dipresipitasi dengan penambahan isopropanol (Merck, Darmstadt Jerman) sebanyak 0,6x volume larutan supernatan dan disentrifugasi dengan kecepatan 6.000 rpm selama 10 menit pada suhu 15OC. Setelah itu, larutan supernatan dibuang sampai hanya tertinggal pelet DNA di dasar tabung eppendorf. Pelet DNA dicuci dengan penambahan ethanol 70% (Merck, Darmstadt Jerman) sebanyak 400 ul. Pelet diresuspensi dalam larutan ethanol 70%. Kemudian disentrifugasi kecepatan 6000 rpm selama 10 menit pada suhu 15OC. Setelah itu ethanol 70% dibuang pelan hingga tertinggal pelet DNA di dasar tabung. Pelet DNA dicuci dengan ethanol 70%, diulang sekali lagi. Pelet di dasar tabung eppendorf dikeringanginkan semalam pada suhu ruang dengan cara tutup tabung eppendorf dibuka dan tabung diletakkan terbalik di atas permukaan kertas tissue kering. Setelah keringangin, pelet diresuspensi dalam akuabides steril (Otsuka, Bogor Indonesia) sebanyak 50–100 ul dan disimpan pada suhu 4OC atau freezer (Toshiba non CFC/Sharp Plasma Cluster). DNA hasil ekstraksi diukur nilai absorbansi dengan spektrofotometer UV (Beckman DU-65) pada λ 260 nm dan λ 280 nm. Akuabides steril digunakan sebagai blanko. Blanko sebanyak 100 ul diukur absorbansinya untuk kaliberasi. Kemudian, diikuti pengukuran absorbansi dari setiap DNA sampel yang sudah diencerkan sebanyak 100 ul. Setelah itu, keberadaan DNA dicek dengan elektroforesis pada gel agarosa 0,8%. 4. Polymerase Chain Reaction (PCR) RISA Komposisi reagen untuk volume total reagen PCR RISA 12 ul yaitu template DNA (DNA hasil ekstraksi) sebanyak 1 ul, primer reverse 23S rRNA (Invitrogen, San Diego) diencerkan 8x dalam akuabides steril (Otsuka, Bogor Indonesia) sebanyak 1 ul, primer forward 16S rRNA 968F (Invitrogen, San Diego) diencerkan 8x dalam akuabides steril sebanyak 1 ul, akuabides steril sebanyak 3 ul dan reagen kit Master Mix Royal/MMR (Microzone Ltd, Inggris) sebanyak 6 ul. Primer reverse 23S rRNA yaitu primer bakteri spesifik dengan urutan nukleotida 5’ GGGTTBCCCCATTCRG 3’. Primer forward 968F yaitu primer universal 16S rRNA dengan urutan nukleotida 5’ AACGCGAAGAACCTTAC 3’. Notasi Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 basa pada primer degenerated menunjukkan B = C, G, atau T; R = A atau G. PCR RISA menggunakan thermocycler (Thermocycler GeneAmp® PCR System 9700 Version 3.08 Applied Biosystems, Roche USA) dimulai dengan denaturasi awal pada suhu 94OC selama 2 menit. Kemudian, diikuti 30 siklus reaksi amplifikasi yaitu denaturasi suhu 94OC selama 15 detik, penempelan primer suhu 50OC selama 15 detik, dan polimerisasi suhu 72OC selama 45 detik. Setelah 30 siklus reaksi, PCR RISA diakhiri dengan polimerisasi akhir suhu 72OC selama 2 menit. Produk PCR RISA disimpan dalam freezer sebelum dicek dengan elektroforesis gel agarosa 2%. 5. Elektroforesis DNA hasil PCR RISA pada gel poliakrilamida 10% Gel poliakrilamida 10% dibuat sebanyak 20 ml. Bahan untuk gel dicampur secara berurutan yaitu akuades steril 11,2 ml; akrilamida (Sigma, Aldrich Co) konsentrasi 30% sebanyak 6,6 ml; TBE 10x sebanyak 2 ml. Ketiga bahan diaduk homogen. Setelah itu, dimasukkan APS (Sigma, Aldrich Co.) konsentrasi 10% sebanyak 180 ul dan TEMED (Sigma, Aldrich Co.) sebanyak 20 ul. Semua bahan gel diaduk homogen dan segera dimasukkan dalam cetakan yang sudah dipasang sisiran untuk sumuran gel. Larutan menjendal menjadi gel dalam waktu 1 sampai 2 jam. Setelah sisiran diambil, gel dipindah ke tangki elektroforesis (Power Pac Universal™ BIORAD). Produk PCR RISA sebanyak 10 ul dimasukkan ke sumuran gel. Marker DNA yaitu Wide Range DNA Marker (DirectLoad™ Wide Range DNA Marker D7058, Sigma) sebanyak 3 ul dimasukkan sumuran di samping sumuran DNA sampel. Wide Range DNA Marker terdiri 16 fragmen dengan ukuran 50 – 10.000 bp. DNA dielektroforesis dengan running buffer TBE 1x pada tegangan 100 Volt selama 4,5 jam. Selesai running, gel direndam dalam wadah berisi larutan asam asetat (Merck, Darmstadt Jerman) konsentrasi 10% pada suhu 4OC selama semalam. Selanjutnya adalah pewarnaan DNA dengan perak nitrat. Gel poliakrilamida yang direndam asam asetat 10% dikeluarkan dari almari es suhu 4OC. Suhu gel disesuaikan dengan suhu ruang dengan cara wadah gel dishaker (shaker Waterbath KotterMann, skala 1) selama ± 30 menit. Setelah selesai, asam asetat 10% dituang dari gel. Lalu, gel dicuci dengan direndam dalam akuades sambil tetap dishaker selama 5 menit. Setelah itu, akuades dibuang dan diganti akuades baru. Pencucian dilakukan 3x masing-masing selama 5 menit. Pada 5 menit terakhir disiapkan larutan pewarna perak nitrat terdiri dari AgNO3 (Merck, Darmstadt Jerman) sebanyak 0,1 g, Formaldehida 37% (Merck, Darmstadt Jerman) 229 Deteksi Bakteri Simbion pada Lalat… sebanyak 151 ul, dan akuades steril sampai volume akhir 100 ml. Setelah akuades dibuang, gel direndam larutan perak nitrat pada wadah tertutup. Wadah berisi gel di shaker selama ± 45 menit. Ketika gel direndam larutan perak nitrat, disiapkan larutan pengembang terdiri dari Na2CO3 (Merck, Darmstadt Jerman) sebanyak 3 g, Formaldehida (Merck, Darmstadt Jerman) sebanyak 151 ul, Sodiumthiosulfat (Merck, Darmstadt Jerman) sebanyak 2 ul dari stok Sodiumthiosulfat 261 mg/ml, dan akuades steril sampai volume akhir 100 ml. Setelah selesai perendaman, larutan perak nitrat dibuang dari wadah gel. Gel dicuci 1x memakai akuades sambil wadah dishaker selama ± 20 detik. Akuades dibuang dan ke dalam wadah dituang larutan pengembang secukupnya (gel terendam) sambil wadah tetap dishaker sampai mulai tampak pita DNA. Larutan pengembang dibuang dan diganti larutan pengembang baru. Wadah tetap dishaker sampai kelihatan jelas pita DNA yang diinginkan. Setelah itu, larutan asam asetat 10% dituang ke gel untuk menghentikan reaksi. Asam asetat 10% dalam wadah segera dibuang dan diganti asam asetat 10% yang baru. Gel yang sudah diwarnai perak nitrat kemudian dibungkus dengan plastik kaca yang sudah dibasahi dengan air. Saat pembungkusan gel, dihindari adanya gelembung udara diatas permukaan gel dalam plastik kaca. Gel dikeringkan pada suhu ruang sebelum pita DNA yang terlihat dianalisis. 6. Analisa Data Analisis data DNA produk PCR RISA hasil elektroforesis gel poliakrilamida 10% menggunakan penghitungan berdasarkan indeks similaritas Simple Matching Coeffisient (Ssm) dan Algoritma UPGMA (Unweighted Paired Group Method with Arithmetic Averages) untuk mengetahui pola similaritas antar sampel. Selanjutnya, data similaritas antar sampel digunakan untuk konstruksi dendogram. HASIL Cyrtodiopsis dalmanni Gambar 2. Spesies lalat Cyrtodiopsis dalmanni Gambar 3. Produk PCR RISA dari sampel caput (C), thorax (T), abdomen (A) lalat Cyrtodiopsis dalmanni dan DNA marker (M) pada elektroforesis gel poliakrilamida 10% (kamera digital FinePix A203). Gambar 2. Spesies lalat Cyrtodiopsis dalmanni Male fly Female fly Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 Gambar 4. Pola dendogram diversitas dan susunan komunitas bakteri antara sampel caput (C), thorax (T), dan abdomen (A) lalat Cyrtodiopsis dalmanni. 230 Deteksi Bakteri Simbion pada Lalat… PEMBAHASAN Cyrtodiopsis dalmanni relatif mudah dikembangbiakkan dalam skala laboratorium. Lalat ini memiliki perkembangan dan siklus hidup lebih lama dibandingkan Drosophila melanogaster. Kehidupan C. dalmanni di habitat alami belum banyak dipublikasikan. Sejauh ini C. dalmanni dimanfaatkan sebagai spesies model untuk mempelajari proses adaptasi lingkungan dan genetika kuantitatif, terutama tentang penyesuaian bentuk ornamen sekunder terhadap perubahan lingkungan. Hasil elektroforesis produk PCR RISA dengan gel poliakrilamida 10% pada gambar 3 menunjukkan bahwa dalam lalat C. dalmanni terdapat bakteri. Keberadaan bakteri dalam sampel ditunjukkan dengan adanya bands atau pita DNA yang tampak pada gel. Satu pita DNA tertentu pada gel merupakan ISR milik populasi bakteri tertentu. Pada umumnya, satu pita DNA digunakan untuk menunjukkan satu populasi bakteri tertentu. Ukuran fragmen DNA sampel yang tampak pada gel memiliki panjang berkisar antara 100–10.000 bp berdasarkan ukuran DNA marker. Panjang fragmen DNA sampel yang dianalisis sebagai gen ISR yaitu pita DNA yang memiliki ukuran berkisar antara 100–3.000 bp. Hal ini untuk menghindari adanya kesalahan dalam membedakan antara produk PCR RISA dengan DNA template dari sampel. Populasi bakteri yang paling besar tampak sebagai pita DNA tebal pada sampel thorax dan abdomen dengan ukuran fragmen berkisar diantara 1550–2000 bp. Populasi bakteri ini diduga sebagai bakteri simbion primer karena keberadaannya selain mendominasi juga ditemukan pada sampel caput. Diversitas dan susunan komunitas bakteri di setiap sampel tampak berbeda. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah dan susunan pita DNA yang terlihat berbeda di setiap sampel. Diversitas bakteri paling banyak ada di sampel thorax, kemudian di abdomen dan paling sedikit di caput. Susunan pita DNA yang terlihat pada thorax dan abdomen memiliki kemiripan. Hal ini menunjukkan susunan komunitas bakteri di bagian thorax mirip dengan di bagian abdomen. Dari gambar 4 pola dendogram dapat diketahui bahwa diversitas dan susunan komunitas bakteri yang ada pada sampel thorax dan abdomen memiliki indeks similaritas 87,5%, sedangkan keseluruhan sampel memiliki indeks similaritas 18,75%. Nilai indeks similaritas 87,5% pada thorax dengan abdomen menunjukkan bahwa diversitas dan susunan komunitas bakteri yang ada di bagian thorax memiliki kemiripan 87,5% dengan di bagian abdomen. Nilai indeks similaritas pada caput dengan thorax dan abdomen sebesar 18,75% menunjukkan bahwa diversitas dan susunan komunitas bakteri yang ada di bagian caput Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 memiliki kemiripan 18,75% dengan di bagian thorax dan abdomen. Berdasarkan nilai indeks similaritas dapat dinyatakan bagian thorax dan abdomen lalat C. dalmanni memiliki kemiripan potensi dalam mendukung keberadaan berbagai spesies bakteri untuk hidup dibandingkan bagian caput lalat. SIMPULAN DAN SARAN Keberadaan bakteri yang berasosiasi dengan lalat Cyrtodiopsis dalmanni dapat dideteksi dengan teknik RISA. Diversitas dan komunitas bakteri tertinggi pada bagian thorax, kemudian pada bagian abdomen dan paling rendah pada bagian caput lalat. Diversitas dan susunan komunitas bakteri yang ada di thorax dan abdomen lalat memiliki kemiripan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui spesies bakteri dan protein yang terlibat dalam proses asosiasi simbiosis antara lalat C. dalmanni dengan simbionnya. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004. Ribosomal intergenic spacer analysis. Laboratory for microbial ecology. Department of Earth, Ecology and Environmental Sciences. University of Toledo. Anyana, Roswidya. 2006. Analisis komunitas dan keragaman bakteri tanah dari agrosistem dengan tingkat intensifikasi yang berbeda di Sumatra bagian selatan. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. Chapman, T. 2005. Evolution biology: stalk-eyed flies and sexual selection. ScienceWeek. Christianson, S. J., J. G. Swallow, and G. S. Wilkinson. 2005. Rapid evolution of postzygotic reproductive isolation in stalk-eyed flies. Evol. 59(4): 849– 857. Evenhuis, N. L. 1998. Australian/Oceanian Diptera Catalog-web version. http:// hbs.bishopmuseum.org/ aocat/ diopsidae. html. Diakses tanggal 14 Maret 2006. Fisher, M. M., and E. W. Triplett. 1999. Automated approach for ribosomal intergenic spacer analysis of microbial diversity and it’s application to freshwater bacterial communities. Appl. Environ. Microbiol. 65(10): 4630–4636. Fukatsu, T., K. Watanabe, and Y. Sekiguchi. 1998. Specific detection of intracellular symbiotic bacteria of aphids by oligonucleotide-probed in situ hybridization. Appl. Entomol. Zool. 33(3): 461–472. Paracer, S., and V. Ahmadjian. 2000. Symbiosis, an Introduction to Biological Associations, Second edition. Oxford University Press. USA. pp.213, 12– 13. 231 Deteksi Bakteri Simbion pada Lalat… Radeva, G., Selenska, and Pobell S. 2005. Bacterial diversity in water samples from uranium wastes as demonstrated by 16S rDNA and ribosomal intergenic spacer amplification retrieval. Microbiol. 51(11): 910–923. Ranjard, L., E. Brothier, and S. Nazaret. 2000. Sequencing bands of ribosomal intergenic spacer analysis fingerprints for characterization and microscale distribution of soil bacterium populations responding to mercury spiking. Appl. Environ. Microbiol. 66: 5334–5339. Ranjard, L., F. Poly, J. C. Lata, C. Mougel, J. Thioulouse, and S. Nazaret. 2001. Characterization of bacterial and fungal soil communities by automated ribosomal intergenic spacer analysis fingerprints: Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 biological and methodological variability. Appl. Environ. Microbiol. 67: 4479–4487. Schwemmler, W., and G. Gassner. 1989. Insect Endocytobiosis: Morphology, Physiology, Genetics, Evolution. CRC Press, Inc. USA. Surzycki, Stevan. 2000. Basic Techniques in Molecular Biology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Jerman. Valcheva, R., Kabodjova P., Rachman C., Ivanova C., Onno B., Prevost H., and Doussetx. 2007. A rapid PCR procedure for the specific identification of Lactobacillus sanfranciscensis, based on the 16S– 23S intergenic spacer regions. Appl. Microbiol. 102(1): 290–302. 232