cost of equity capital/COC

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Cost of Equity Capital
Biaya modal ekuitas (cost of equity capital/COC) merupakan biaya yang
dikeluarkan untuk membiayai sumber pendanaan (source of financing)
(Modigliani dan Miller, 1958). Mereka merupakan pihak yang pertama kali
mendefinisikan cost of equity capital dalam literatur keuangan yang berkaitan
dengan risiko investasi saham perusahaan. Menurut Weston dan Copeland
(1996:86), perusahaan dapat memperoleh modal ekuitasnya dengan dua cara,
yaitu laba ditahan dan mengeluarkan saham baru.
Menurut Riyanto (1996), biaya modal ekuitas adalah bagian yang harus
dikeluarkan perusahaan untuk memberi kepuasan pada investornya pada tingkat
risiko tertentu. Konsep biaya modal dimaksudkan untuk dapat menentukan
besarnya biaya secara riil yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk
memperoleh dana dari suatu sumber atau penggunaan modal dari masing-masing
sumber dana, untuk kemudian menentukan biaya modal rata-rata (average cost of
capital) dari keseluruhan dana yang dipergunakan perusahaan tersebut.
Sedangkan menurut Warsono (1998), dalam menentukan biaya modal
perusahaan atau penentuan biaya modal sendiri adalah yang paling sulit dilakukan
karena yang dijadikan sebagai dasar untuk penentuan biaya modal adalah arus kas
terutama deviden dan pertumbuhannya. Biaya modal sendiri (cost of equity
10
capital) dapat diartikan “Tingkat hasil minimum (minimum rate of return) yang
harus dihasilkan oleh perusahaan atas dana yang diinvestasikan dalam suatu
proyek yang bersumber dari modal sendiri, agar harga saham perusahaan di pasar
saham tidak berubah”.
2.1.1.1 Manfaat Cost Of Equity Capital
Menurut Weston dan Brigham (1994), ada tiga alasan mengapa biaya modal
adalah hal penting, yaitu:
1. Untuk memaksimalkan nilai perusahaan, manajer harus meminimalkan biaya
dari semua masukan, termasuk modal. Agar dapat meminimalkan biaya modal,
manajer harus mampu mengukur biaya modal;
2. Manajer keuangan memerlukan estimasi dari biaya modal agar dapat
mengambil keputusan yang tepat di bidang penganggaran barang modal;
3. Berbagai macam keputusan lainnya yang dapat diambil oleh manajer keuangan,
perlu estimasi biaya modal.
2.1.1.2 Pengukuran Cost of Equity Capital
Pengukuran biaya modal saham biasa (biaya modal ekuitas) dipengaruhi oleh
model penilaian perusahaan yang digunakan. Model penilaian perusahaan antara
lain (Wiwik, 2005):
A. Model penilaian pertumbuhan konstan (constant growth valuation
model)
Model ini dikenal dengan sebutan Gordon Model. Dasar pemikiran yang
digunakan adalah bahwa nilai saham dengan nilai tunai (present value) dari semua
11
deviden yang akan diterima di masa yang akan datang (diasumsikan pada tingkat
pertumbuhan konstan) dalam waktu yang tidak terbatas.
B. Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Biaya modal saham biasa adalah tingkat return yang diharapkan oleh investor
sebagai kompensasi atas risiko yang tidak dapat didiversifikasi yang diukur
dengan beta.
C. Model Edward Bell Ohlson
Model ini digunakan untuk mengestimasi nilai perusahaan dengan mendasarkan
pada nilai buku ekuitas ditambah dengan nilai tunai dari laba abnormal.
Menurut Ohlson dalam Botosan (1997) dan dalam Botosan dan Plumlee (2002),
biaya modal ekuitas dihitung berdasarkan tingkat diskonto yang dipakai investor
untuk menilai tunaikan future cash flow.
r = ( Bt + xt+1 - Pt ) / ( Pt )
Keterangan:
Pt = harga saham pada periode t
Bt = nilai buku per lembar saham pada periode t
xt+1 = laba per lembar saham pada periode t+1
r = biaya modal ekuitas
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model Edward Bell Ohlson.
Alasannya adalah menurut Botosan (1997) penelitian menggunakan CAPM
kurang representatif dan tidak mencerminkan kerterkaitan dengan pengungkapan
yang dilakukan oleh perusahaan.
12
2.1.2 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan (agency theory) dikembangkan di tahun 1970-an terutama pada
tulisan Jensen dan Meckling (1976) pada tulisan yang berjudul “Theory of the
firm: Managerial behavior, agency costs, and ownership structure”. Teori
keagenan dibangun sebagai upaya untuk memecahkan memahami dan
memecahkan masalah yang muncul manakala ada ketidaklengkapan informasi
pada saat melakukan kontrak (perikatan).
Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), teori agensi adalah hubungan
atau kontrak antara principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiaptiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga
menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent.
Teori keagenan menyatakan bahwa apabila terdapat pemisahan antara
pemilik sebagai principal dan manajer sebagai agen yang menjalankan perusahaan
maka akan muncul permasalahan agensi karena masing-masing pihak tersebut
akan selalu berusaha untuk memaksimalisasikan fungsi utilitasnya (Jensen dan
Meckling, 1976). Agen memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan
dengan prinsipal, sehingga menimbulkan adanya asimetri informasi yaitu suatu
kondisi adanya ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen
sebagai penyedia informasi dengan pihak pemegang saham dan stakeholder
sebagai pengguna informasi.
Eisendhart (1989) mengemukakan beberapa teori yang melandasi teori
agensi. Teori-teori tersebut dibedakan menjadi tiga jenis asumsi yaitu asumsi
13
tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat
manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan dirinya
sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality),
dan tidak menyukai resiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian menekankan
bahwa adanya konflik antar anggota organisasi dan adanya asimetri informasi
antara principal dan agent. Sedangkan asumsi informasi menekankan bahwa
informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan. Jadi yang
dimaksud dengan teori keagenan yaitu membahas tentang hubungan keagenan
antara principal dan agent.
Agency Theory menimbulkan masalah mendasar dalam organisasi
"perilaku mementingkan diri sendiri”. Manajer sebuah perusahaan mungkin
memiliki
tujuan-tujuan
pribadi
yang
bersaing
dengan
tujuan
untuk
memaksimalkan kekayaan pemilik pemegang saham. Karena manajer pemegang
saham memiliki hak untuk mengelola aset perusahaan, sebuah potensi konflik
kepentingan muncul antara dua kelompok.
Untuk mengurangi masalah moral dimana manajemen mengambil untung
semata, pemegang saham harus menanggung biaya agen. Biaya agency
didefinisikan sebagai biaya yang ditanggung oleh pemegang saham untuk
mendorong manajer dalam memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham
daripada berperilaku mementingkan diri sendiri. Gagasan biaya agen mungkin
dihubungkan dengan Jurnal pada makalah yang berjudul Journal of Finance pada
tahun 1976 oleh Michael Jensen dan William Meckling, yang menyarankan
14
bahwa tingkat utang perusahaan dan tingkat manajemen ekuitas baik dipengaruhi
oleh keinginan untuk mengendalikan biaya kantor.
2.1.3 Informasi Asimetri
Dalam bidang ekonomi, informasi asimetri terjadi jika salah satu pihak
dari suatu transaksi memiliki informasi lebih banyak atau lebih baik dibandingkan
pihak lainnya, (sering juga disebut dengan istilah informasi asimetrik/informasi
asimetris). Kondisi ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1963 oleh Arrow,
seorang ahli ekonomi Amerika dan salah satu penerima hadiah Nobel 1972 untuk
bidang ekonomi. Pada tahun 1970, Akerlov, dalam artikelnya yang terkenal :
“Market for Lemons”, menggunakan istilah informasi asimetri atau asymmetry
information untuk menggambarkan kondisi di atas (Rivai, 2013). Untuk risetnya
mengenai informasi asimetri Akerlof bersama Spence dan Stiglitz memperoleh
hadiah Nobel bidang ekonomi pada tahun 2001. Semenjak saat itu, penelitian
mengenai asimetri informasi berkembang semakin pesat (Rivai, 2013)
2.1.3.1 Jenis-Jenis Informasi Asimetri
Menurut Scott (2000), terdapat dua macam informasi asimetri yaitu:
1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya
biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan
dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi
keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan
informasinya kepada pemegang saham.
15
2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak
seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga
manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang
melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak
dilakukan.
2.1.3.2 Estimasi Informasi Asimetris
Ada tiga pendekatan dalam estimasi informasi asimetris, yaitu:
(1) Menurut metode forecast
Analisis ini digunakan oleh Kharisnawaswarmi dan Subramanyam dalam
Black dan R. Gilson (1998). Proxy yang digunakan adalah akurasi prediksi
analis tentang earning per share (EPS) dan prediksi analis sebagai ukuran
dari informasi asimetris. Permasalahan yang sering timbul dari
perhitungan ini adalah mereka analis sering menjadi lebih bereaksi
terhadap informasi positif dan berada di kurang bereaksi terhadap
informasi negatif.
(2) Berdasarkan peluang investasi
Black dan R. Gilson (1998), berpendapat bahwa perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan yang tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik
untuk memprediksi arus kas di masa mendatang. Prediksi ini didasarkan
pada aset perusahaan. Beberapa banyak digunakan proxy rasio nilai pasar
terhadap nilai buku ekuitas, pasar terhadap nilai buku aset, rasio hargalaba.
16
(3) Berdasarkan teori market microstructure
Perhatian luas dari teori ini adalah bagaimana harga dan volume
perdagangan dapat dibentuk. Untuk melihat kedua faktor ini terbentuk
melalui bid-ask spread yang menyatakan bahwa ada komponen
penyebaran yang juga memberikan kontribusi kerugian yang dialami oleh
dealer (perusahaan) ketika melakukan transaksi dengan pedagang
informasi.
Bid-ask spread adalah selisih antara harga pembelian tertinggi yang trader
(pedagang saham) bersedia untuk membeli saham dengan harga jual
terendah yang pedagang bersedia untuk menjual saham. Stoll (1989)
menyatakan bahwa bid-ask spread merupakan fungsi dari tiga komponen
biaya dari:
1) memegang persediaan
2) pemrosesan order
3) informasi asimetris
Bid-ask spread bisa menjabat sebagai proxy yang baik untuk mengukur
informasi asimetris. Dalam penelitian ini penulis menerapkan pendekatan
teori mikro dengan proxy penyebaran bid-ask, menggunakan dua proxy,
seperti:
1) variabel harga pasar saham diukur dengan rata-rata harga bid-ask pada
hari terakhir perdagangan untuk satu tahun tertentu;
2) variabel volatilitas return yang diukur dengan return harian perusahaan.
17
Ada dua mekanisme perdagangan yang berimplikasi terhadap spread.
Pertama, model harga seketika (instantaneous quote model) artinya dealer akan
menawarkan harga sekuritas, jika ada permintaan pembelian dari investor. Dealer
berharap bahwa harga yang ditawarkan akan berubah jika melakukan perdagangan
dengan investor berinformasi dan pedagang likuid. Kedua, mekanisme model
harga terbuka (open quote interval model) artinya dealer menawarkan harga
sekuritas yang dimilikinya selama periode tertentu. Harga tawaran tersebut
berlaku sampai adanya informasi baru. Model yang ditawarkan Copeland dan
Galai (1983) dapat dipakai untuk memprediksi spread dengan menggunakan
varian return saham, harga saham dan volume perdagangan saham.
Ada dua bentuk hubungan antara spread dengan volume perdagangan, yaitu
(a) hubungan negatif, artinya volume perdagangan yang relatif kecil akan
memperbesar spread, sebab kemungkinan pelaku pasar lebih suka memegang
sahamnya daripada menjual;
(b) hubungan positif, artinya jika terjadi kenaikan informasi maka ukuran
transaksi juga meningkat. Penelitian empiris ini didukung oleh Hamilton (1991).
2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Informasi Asimetri
Ketika timbul informasi asimetri, keputusan pengungkapan yang dibuat
oleh manajer dapat mempengaruhi harga saham sebab informasi asimetri antara
investor yang memiliki lebih banyak dan investor yang kurang memiliki informasi
menimbulkan biaya transaksi dan mengurangi likuiditas yang diharapkan dalam
pasar untuk saham-saham perusahaan (Komalasari, 2000). Kurangnya informasi
pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka
18
dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat
meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi informasi asimetri. Salah satu
cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal
kepada pihak luar tentang informasi keuangan yang dapat dipercaya yang akan
mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang
(Wolk, 2001). Dengan demikian, penerbitan laporan keuangan akan menyebabkan
investor dapat menilai kondisi keuangan perusahaan dan mengurangi informasi
asimetris. Informasi asimetris yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai
moral hazard dan adverse selection.
2.1.4 Manajemen Laba
Menurut Schipper (1989) dalam Saiful (2004) mendefinisikan manajemen
laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan
keuangan eksternal dengan sengaja memperoleh beberapa keuntungan pribadi.
Sedangkan Saputro dan Setiawati (2004) menyatakan bahwa manajemen laba
adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan
eksternal
guna
mencapai
tingkat
laba
tertentu
dengan
tujuan
untuk
menguntungkan dirinya sendiri (atau perusahaannya sendiri). Hal senada juga
diungkapkan oleh Copeland (1968) dalam Utami (2005) mendefinisikan
manajemen laba sebagai, “some ability to increase or decrease reported net
income at will” ini berarti manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk
memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai
keinginan manajemen. Menurut Scott dalam Saiful (2004), manajemen laba
merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi
19
yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai
pasar.
Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan pertimbangan
atau judgment-nya dalam pelaporan keuangan dan di dalam perancangan transaksi
yang terstruktur untuk mengubah laporan keuangan yang menyesatkan
stakeholder tentang dasar kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi
hasil sesuai kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi
kredibilitas laporan keuangan, dan menambah bias dalam laporan keuangan serta
mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil
rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.
Menurut Sulistyanto (2008), manajemen laba merupakan upaya manajer
untuk mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk
mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan.
Manajemen laba (Earnings management) dilakukan dengan mempermainkan
komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab akrual merupakan
komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan keinginan orang yang
melakukan pencatatan transaksi dan menyusun laporan keuangan. Alasannya,
komponen akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara
fisik sehingga upaya mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak
harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan (Sulistyanto,
2008).
20
2.1.4.1 Bentuk Manajemen Laba
Scott (1997) menyebutkan bahwa ada empat bentuk manajemen laba, yaitu:
1. “Tindakan kepalang basah” (taking a big bath). Tindakan ini dilakukan ketika
keadaan buruk yang tidak menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode
berjalan, dengan cara mengakui biaya-biaya pada periode-periode yang akan
datang dan kerugian periode berjalan;
2. Meminimumkan laba (income minimation), dilakukan saat perusahaan
memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat
perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil bisa berupa pembebanan
pengeluaran iklan, riset dan pengembangan yang cepat dan sebagainya;
3. Memaksimumkan laba (income maximization), yaitu memaksimalkan laba agar
memperoleh bonus yang lebih besar. Demikian pula dengan perusahaan yang
mendekati suatu pelanggaran kontrak utang jangka panjang, manajer perusahaan
tersebut akan cenderung untuk memaksimalkan laba;
4. Perataan laba (income smoothing), merupakan bentuk manajemen laba yang
dilakukan dengan cara menaikkan dan menurunkan laba untuk mengurangi
fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak
berrisiko tinggi.
Menurut Beneish (2001) dalam Meutia (2004), mengungkapkan bahwa
setidaknya terdapat tiga cara dalam mendeteksi adanya praktik manajemen laba,
yaitu:
a) pendekatan yang mengkaji akrual agregat dan menggunakan model regresi
untuk menghitung akrual yang diharapkan dan tidak diharapkan.
21
b) pendekatan yang menekankan pada akrual spesifik seperti cadangan hutang
ragu–ragu, atau akrual pada sektor yang spesifik seperti tuntutan kerugian pada
industri asuransi.
c) pendekatan yang mengkaji ketidaksinambungan dalam pendistribusian
pendapatan.
2.1.4.2 Motif Praktik Manajemen Laba
Menurut Sulistyanto (2008), ada beberapa alasan manajer melakukan
manajemen laba:
a) Motivasi Bonus
Bonus plan hypothesis menegaskan bahwa ceteris paribus, manajer perusahaan
cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser earnings
yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajer
melakukan manajemen laba untuk kepentingan bonusnya.
b) Motivasi Kontraktual Lainnya
Hipotesis debt/equity, suatu perusahaan yang rasio debt/equity besar cenderung
manajer perusahaan memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser
earning yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang.
Manajemen melakukan manajemen laba untuk memenuhi perjanjian perjanjian
utangnya agar meloloskan perusahaan dari kesulitan keuangan.
c) Motivasi Politik
Perusahaan besar cendrung menggunakan metode akuntansi yang dapat
menggurangi laba periodiknya dibanding perusahaan yang kecil. Hal ini dilakukan
untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah.
22
d) Motivasi Pajak
Manajer termotivasi melakukan manajemen laba karena income taxation. Karena
semakin tinggi labanya maka semakin besar pajak yang dikenakannya.Sehingga
manajer melakukan manajemen laba untuk mengurangi pajak tersebut.
e) Pergantian CEO
Motivasi manajemen laba ada di sekitar pergantian CEO. Hipotesis rencana bonus
menjelaskan bahwa CEO yang akan diganti melakukan pendekatan strategi untuk
memaksimalisasi laba agar menaikan bonusnya.
f) Motivasi Pasar Modal
Motivasi ini muncul karena informasi akuntansi digunakan secara luas oleh
investor dan para analis keuangan untuk menilai saham. Dengan begitu, kondisi
ini menciptakan kesempatan bagi manajer untuk memanipulasi earnings dengan
cara mempengaruhi performa harga saham jangka pendek (Sanjaya, 2008).
2.1.4.3 Pengukuran Manajemen Laba
Peasnell et al. (2000) menguji keakuratan model deteksi manajemen laba dengan
memakai data cross-sectional. Ada tiga model yang diuji, yaitu model Jones
(1991) dan model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al. 1995), serta model
yang lain yang dirumuskan oleh Peasnel et al. yaitu margin model. Margin model
lebih menekankan pada pengukuran current accruals, yaitu accruals yang berasal
dari piutang, beban operasi (tidak termasuk bad debt) dan bad debt. Alasan untuk
mengabaikan non current accruals karena pada umumnya akrual yang berasal
dari aktiva tetap lebih mudah diamati dan mempunyai keterbatasan waktu. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa ketiga model tersebut cukup baik dalam
23
mendeteksi manajemen laba dalam jumlah yang wajar (sekitar 1% sampai 5% dari
asset). Jika dilihat secara lebih cermat lagi ternyata model Jones dan modifikasi
Jones lebih baik dalam mendeteksi manipulasi pendapatan dan bad debt,
sedangkan margin model lebih baik dalam mendeteksi manipulasi beban.
Dari hasil penelitian di atas, maka manajemen laba dapat di ukur melalui
discreationary accrual yang dihitung dengan cara menselisihkan total akrual
dengan non discreationary accrual. Model ini menggunakan Total Accrual (TA)
yang
diklasifikasikan
menjadi
discreationary
accrual
(DA)
dan
non
discreationary accrual (NDA). Dalam menghitung discreationary accrual
digunakan Modified Jones model (Dechow et all, 1995).
2.2 Review Penelitian Terdahulu
Khomsiyah (2005) menguji hubungan antara pengungkapan, informasi
asimetri dan biaya modal. Sampel penelitian ini mencakup seluruh 73 perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2002. Analisi yang digunakan
adalah regresi sederhana untuk menguji hubungan antara pengungkapan, asimetri
informasi, dan biaya modal secara parsial. Hasil pertama dari penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengungkapan dan informasi
asimetri. Hasil kedua memberikan mendukung hipotesis bahwa ada hubungan
positif antara informasi asimetri dan biaya modal
Utami (2005) menguji pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal
ekuitas (studi perusahaan publik sektor manufaktur ). Data yang digunakan dalam
penelitian adalah data sekunder. Pemilihan sampel dengan menetapkan kriteria
tertentu dan sampel yang memenuhi kriteria adalah sebanyak 92 perusahaan yang
24
terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2001-2002. Analisis yang digunakan
adalah regresi linear berganda dengan beta risk. Hasil penelitian ini adalah
manajemen laba berpengaruh positif terhadap biaya modal.
Rahmawati,dkk (2006) menguji pengaruh informasi asimetri tentang
manajemen laba. Sampel penelitian ini adalah perusahaan perbankan Indonesia
publik pada tahun 2000 sampai tahun 2004. Hasil penelitian informasi asimetri
berpengaruh secara positif signifikan terhadap manajemen laba.
Fitriasih (2008) menguji pengaruh informasi asimetri dan disclosure
terhadap cost of capital (studi pada seluruh perusahaan yang listing di BEI).
Sampel penelitian adalah 74 perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia
periode 2006. Metode analisa data yang digunakan adalah analisa regresi linear
berganda. Berdasarkan analisa seluruh sampel yang telah dilakukan maka didapat
hasil penelitian sebagai berikut: Terdapat hubungan negatif signifikan antara
informasi asimetri dengan cost of capital.
Adriani (2013) menguji pengaruh tingkat disclosure, manajemen laba,
informasi asimetri terhadap biaya modal. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder. Pemilihan sampel dengan menetapkan kriteria tertentu
dan sampel yang memenuhi kriteria adalah sebanyak 33 perusahaan manufaktur di
BEI periode 2009-2013. Analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda
dan uji t untuk melihat pengaruh tingkat disclosure, manajemen laba, asimetri
informasi terhadap biaya modal.
25
Hasil penelitian ini adalah 1) tingkat disclosure tidak berpengaruh
signifikan negatif terhadap biaya modal, 2) manajemen laba tidak berpengaruh
signifikan positif terhadap biaya modal, 3) asimetri informasi berpengaruh
signifikan positif terhadap biaya modal.
Firdaus (2013) meneliti pengaruh informasi asimetri dan capital adequacy
ratio terhadap manajemen laba. Jenis penelitian ini digolongkan pada penelitian
yang bersifat kausatif. Populasi dalam penelitian ini adalah bank yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Berdasarkan
kriteria diatas dari 34 perusahaan manufaktur yang dijadikan populasi, maka yang
dapat dijadikan sampel adalah sebanyak 23 perusahaan selama 3 tahun, sehingga
terdapat 69 observasi.
Hasil
pengujian
menunjukkan
bahwa
asimetri
informasi
tidak
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba sedangkan Capital Adequacy
Ratio berpengaruh signifikan negatif terhadap manajemen laba, artinya semakin
rendah nilai Capital Adequacy Ratio perusahaan maka perusahaan tersebut
cenderung untuk melakukan manajemen laba.
Nuryaman (2014) meneliti pengaruh asimetri informasi terhadap cost of
equity capital dengan manajemen laba sebagai variabel intervening. Populasi dan
sampel dari penelitian ini adalah perusahaan publik sektor yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia manufaktur selama tahun 2010. Hipotesis pengujian dilakukan
dengan menggunakan analisis regresi berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: informasi asimetris memiliki
pengaruh positif terhadap biaya modal ekuitas; informasi asimetris memiliki
26
pengaruh positif pada manajemen laba; dan penelitian tidak membuktikan bahwa
peran manajemen laba sebagai variabel intervening pada hubungan antara
informasi asimetris dan cost of equity capital
Tabel 2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Peneliti
Khomsiyah
(2005)
Utami,Wiwik
(2005)
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Pengungkapan,
Asimetri
Informasi, dan
Cost of Capital
-Variabel Dependen: Asimetri informasi
Cost of Capital
berpengaruh positif
terhadap biaya modal
-Variabel
Independen:
-Saran untuk penelitian
Pengungkapan
selanjutnya:
Asimetri Informasi
Penelitian di masa yang
akan datang perlu untuk
menggunakan beberapa
alternatif yang diajukan
oleh Botosan (1997).
Pengaruh
Manajemen Laba
Terhadap Biaya
Modal Ekuitas
(Studi Perusahaan
Publik Sektor
Manufaktur)
-Variabel Dependen: Manajemen Laba
Biaya Modal
berpengaruh positif
Ekuitas
terhadap biaya modal
-Variabel
Independen:
Manajemen Laba
27
-Saran untuk penelitian
selanjutnya:
Keakuratan model
Ohlson yang
dimodifikasi oleh
peneliti
perlu dikaji lagi dengan
menggunakan model
alternatif penilaian
perusahaan
yang lain.
Lanjutan Tabel 2.2
Rahmawati,
dkk
(2006)
Fitriasih
(2008)
Adriani
(2013)
Pengaruh Asimetri
Informasi terhadap
Praktik
Manajemen Laba
pada Perusahaan
Perbankan Publik
yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta
-Variabel
Dependen:
Manajemen Laba
Pengaruh Asimetri
Informasi dan
Disclosure
terhadap Cost of
Capital
-Variabel
Dependen:
Cost of Capital
Pengaruh Tingkat
Disclosure,
Manajemen Laba,
Asimetri Informasi
Terhadap Biaya
Modal
-Variabel
Independen:
Asimetri Informasi
-Variabel
Independen:
Asimetri Informasi
Disclosure
Asimetri informasi
berpengaruh secara
positif signifikan
terhadap manajemen laba
-Saran untuk penelitian
selanjutnya:
Dalam penelitian
selanjutnya bisa
meneliti seluruh
perusahaan yang
terdaftar di BEJ, tidak
hanya perusahaan
perbankan dan meneliti
bukan hanya laporan
keuangan tahunan tetapi
laporan keuangan
triwulan.
Terdapat hubungan
negatif signifikan antara
asimetri informasi
dengan cost of capital.
-Saran untuk penelitian
selanjutnya:
Sebaiknya menggunakan
variable lain untuk
mengukur Cost of Equity
Capital
-Variabel
Dependen:
Biaya Modal
Ekuitas
Manajemen laba tidak
berpengaruh signifikan
terhadap biaya modal
atas saham.
-Variabel
Independen:
Tingkat Disclosure,
Manajemen Laba
Asimetri Informasi
-Saran untuk penelitian
selanjutnya:
Sebaiknya menggunakan
proksi lain untuk menilai
tingkat biaya modal.
28
Lanjutan Tabel 2.2
Firdaus,
Ilham
(2013)
Nuryaman
(2014)
Pengaruh Asimetri
Informasi dan
Capital Adequacy
terhadap
Manajemen Laba
-Variabel
Dependen:
Manajemen Laba
Asimetri informasi tidak
berpengaruh terhadap
manajemen laba
-Variabel
Independen:
Asimetri informasi
Capital Adequacy
Saran untuk penelitian
selanjutnya:
Agar variabel asimetri
informasi sebaiknya
menggunakan
pengukuran dispersi dan
volatilitas forecast
analisis, karena
menunjukkan suatu
pengukuran yang tepat
bagi asimetri informasi
dibandingkan relative bid
ask spread
The Influence of
Asymmetric
Information on the
Cost of Capital
with the Earnings
Management as
Intervening
Variable
Variabel Dependen:
-Cost of Capital
-Earning
Managment
-Informasi asimetri
memiliki pengaruh
terhadap Cost of Equity
Capital
Variabel
Independen:
-Asymmetric
Information
-Informasi asimetri
memiliki pengaruh
terhadap Manajemen
Laba
-Manajemen Laba tidak
terbukti memiliki efek
terhadap Cost of Equity
Capital dan tidak terbukti
memiliki pengaruh
sebagai variabel
intervening antara
hubungan informasi
asimetri terhadap Cost of
Equity Capital
-Saran untuk penelitian
selanjutnya:
Penelitian selanjutkan
dapat dilakukan dengan
menggunakan proksi lain
29
dalam mengukur
informasi asimetris dan
manajemen laba . Selain
menggunakan accrual
discretion , manajemen
laba juga bisa
menggunakan proksi
aktivitas nyata.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber, 2015
2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis
2.3.1 Kerangka Konseptual
Berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya dan untuk pengembangan hipotesis,
maka untuk menggambarkan hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen dikemukakan suatu kerangka konseptual.
Gambar 2.3
Kerangka Konseptual
Manajemen Laba
(Z)
H2
Informasi Asimetri
H3
H1
(X)
Cost of Equity Capital
(Y)
2.3.1.1 Informasi Asimetri dan Cost of Equity Capital
Informasi asimetris terjadi ketika salah satu pihak transaksi mengetahui
informasi lebih banyak tentang perusahaan daripada orang lain. Dalam konteks
30
teori agensi ketika manajer (agen) lebih mengetahui informasi internal dan
prospek perusahaan di masa depan dibandingkan dengan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya (principal) akan menyebabkan terjadinya
informasi asimetris. Ketika kondisi informasi asimetris terjadi, maka setiap
pengungkapan yang dibuat oleh seorang manajer dapat mempengaruhi harga
saham, karena informasi asimetris antara investor yang memiliki informasi lebih
dan investor yang kurang memiliki informasi. Hal tersebut menimbulkan biaya
transaksi dan mengurangi likuiditas yang diharapkan di pasar untuk saham
perusahaan. Semakin besar informasi asimetris antara pelaku pasar akan
menghasilkan biaya transaksi yang lebih besar dan likuiditas yang lebih rendah,
return yang diharapkan oleh investor naik dan harga saham menurun.
Diamond et al (1991) menunjukkan bahwa dengan pengungkapan
informasi, tuntutan penurunan kompensasi finansial sebagai biaya transaksi
menurun, sehingga bid-ask spread berkurang dan akhirnya biaya modal ekuitas
turun. Selanjutnya, Kim dan Varencia dalam Komalasari (2000) menunjukkan
pengumuman laba pada masyarakat telah mengurangi biaya proses transaksi
secara individual atau institusional sebagai informasi yang sama yang diterima
oleh peserta. Tingginya biaya proses transaksi akan mengurangi likuiditas pasar.
Likuiditas pasar yang rendah dan informasi asimetris tinggi akan menyebabkan
permintaan akan saham menurun, harga saham menurun dan biaya modal ekuitas
akan meningkat. Pengurangan informasi asimetris akan mengurangi biaya
transaksi, dimana biaya transaksi yang diwakili oleh bid-ask spread.
31
2.3.1.2 Infomasi Asimetri dan Manajemen Laba
Ujiyantho (2007) menyatakan bahwa agen dalam posisi untuk memiliki
informasi lebih lanjut tentang lingkungan kerja, kapasitas, dan perusahaan secara
keseluruhan dibandingkan dengan prinsipal. Dengan asumsi bahwa individu
bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri, maka dengan informasi
asimetris bahwa ia akan mendorong agen untuk menyembunyikan beberapa
informasi yang tidak diketahui oleh prinsipal. Dalam kondisi ini, prinsipal sering
pada posisi yang tidak menguntungkan. Dalam penyajian informasi akuntansi,
khususnya penyusunan laporan keuangan, agen juga memiliki informasi asimetris
agar
lebih
fleksibel
untuk
mempengaruhi
pelaporan
keuangan
untuk
memaksimalkan kepentingan mereka. Tujuan laporan keuangan adalah untuk
memberikan informasi mengenai kinerja keuangan. Namun, karena kondisi
asimetris, maka agen bisa memanipulasi angka-angka yang disajikan dalam
laporan keuangan dengan melakukan manajemen laba.
Novianty (2009) melakukan penelitian pengaruh informasi asimetri terhadap
manajemen laba dan pengaruh keduanya terhadap cost of equity capital. Hasil dari
penelitian ini adalah informasi asimetri memiliki pengaruh signifikan terhadap
manajemen laba dan manajemen laba secara simultan memiliki pengaruh terhadap
cost of equity capital. Hal ini membuktikan semakin tinggi asimetri informasi
maka, stakeholder tidak memiliki suatu informasi untuk memonitor dan
mengetahui aktivitas manajer, ini menyebabkan meningkatnya praktik manajemen
laba.
32
2.3.1.3 Manajemen Laba dan Cost of Equity Capital
Stolowy dan Breton (2000) melakukan penelitian tentang untuk
manipulasi rekening, meliputi pendapatan manajemen. Mereka menjelaskan
bahwa manipulasi akuntansi dilakukan hanya berdasarkan keinginan manajemen
untuk mempengaruhi persepsi investor atas risiko perusahaan. Semakin tinggi
tingkat manajemen laba menunjukkan semakin tinggi resiko return saham dan
akibatnya investor akan menaikkan cost of equity capital.
2.3.1.4 Peran Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening
Richardson (1998) menemukan bahwa informasi asimetris memiliki
hubungan positif dengan manajemen laba. Tindakan manajemen laba secara
langsung atau tidak langsung berpengaruh pada integritas laporan keuangan,
sehingga informasi laba yang dilaporkan tidak memenuhi syarat, dan berdampak
pada peningkatan risiko. Pada saham berisiko tinggi perdagangan akan berdampak
pada harga saham dan biaya modal ekuitas. Semakin tinggi tingkat manajemen
laba menunjukkan semakin tinggi resiko return saham dan akibatnya investor
akan menaikkan biaya tingkat modal. Ketika investor menyadari bahwa praktik
manajemen laba yang dilakukan oleh emiten maka dia akan mengantisipasi risiko
dengan cara menaikkan tingkat pengembalian yang diminta dari saham.
2.3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis
penelitian ini adalah :
H1: Informasi Asimetri memiliki pengaruh terhadap Cost of Equity Capital
H2: Informasi Asimetri memiliki pengaruh terhadap Manajemen Laba
33
H3: Manajemen Laba memiliki pengaruh terhadap Cost of Equity Capital
H4: Informasi Asimetri memiliki pengaruh terhadap Cost of Equity Capital
melalui Manajemen Laba sebagai Variabel Intervening
34
Download