BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Cost of Equity Capital Biaya modal ekuitas (cost of equity capital/COC) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membiayai sumber pendanaan (source of financing) (Modigliani dan Miller, 1958). Mereka merupakan pihak yang pertama kali mendefinisikan cost of equity capital dalam literatur keuangan yang berkaitan dengan risiko investasi saham perusahaan. Menurut Weston dan Copeland (1996:86), perusahaan dapat memperoleh modal ekuitasnya dengan dua cara, yaitu laba ditahan dan mengeluarkan saham baru. Menurut Riyanto (1996), biaya modal ekuitas adalah bagian yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memberi kepuasan pada investornya pada tingkat risiko tertentu. Konsep biaya modal dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya secara riil yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk memperoleh dana dari suatu sumber atau penggunaan modal dari masing-masing sumber dana, untuk kemudian menentukan biaya modal rata-rata (average cost of capital) dari keseluruhan dana yang dipergunakan perusahaan tersebut. Sedangkan menurut Warsono (1998), dalam menentukan biaya modal perusahaan atau penentuan biaya modal sendiri adalah yang paling sulit dilakukan karena yang dijadikan sebagai dasar untuk penentuan biaya modal adalah arus kas terutama deviden dan pertumbuhannya. Biaya modal sendiri (cost of equity 10 capital) dapat diartikan “Tingkat hasil minimum (minimum rate of return) yang harus dihasilkan oleh perusahaan atas dana yang diinvestasikan dalam suatu proyek yang bersumber dari modal sendiri, agar harga saham perusahaan di pasar saham tidak berubah”. 2.1.1.1 Manfaat Cost Of Equity Capital Menurut Weston dan Brigham (1994), ada tiga alasan mengapa biaya modal adalah hal penting, yaitu: 1. Untuk memaksimalkan nilai perusahaan, manajer harus meminimalkan biaya dari semua masukan, termasuk modal. Agar dapat meminimalkan biaya modal, manajer harus mampu mengukur biaya modal; 2. Manajer keuangan memerlukan estimasi dari biaya modal agar dapat mengambil keputusan yang tepat di bidang penganggaran barang modal; 3. Berbagai macam keputusan lainnya yang dapat diambil oleh manajer keuangan, perlu estimasi biaya modal. 2.1.1.2 Pengukuran Cost of Equity Capital Pengukuran biaya modal saham biasa (biaya modal ekuitas) dipengaruhi oleh model penilaian perusahaan yang digunakan. Model penilaian perusahaan antara lain (Wiwik, 2005): A. Model penilaian pertumbuhan konstan (constant growth valuation model) Model ini dikenal dengan sebutan Gordon Model. Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa nilai saham dengan nilai tunai (present value) dari semua 11 deviden yang akan diterima di masa yang akan datang (diasumsikan pada tingkat pertumbuhan konstan) dalam waktu yang tidak terbatas. B. Capital Asset Pricing Model (CAPM) Biaya modal saham biasa adalah tingkat return yang diharapkan oleh investor sebagai kompensasi atas risiko yang tidak dapat didiversifikasi yang diukur dengan beta. C. Model Edward Bell Ohlson Model ini digunakan untuk mengestimasi nilai perusahaan dengan mendasarkan pada nilai buku ekuitas ditambah dengan nilai tunai dari laba abnormal. Menurut Ohlson dalam Botosan (1997) dan dalam Botosan dan Plumlee (2002), biaya modal ekuitas dihitung berdasarkan tingkat diskonto yang dipakai investor untuk menilai tunaikan future cash flow. r = ( Bt + xt+1 - Pt ) / ( Pt ) Keterangan: Pt = harga saham pada periode t Bt = nilai buku per lembar saham pada periode t xt+1 = laba per lembar saham pada periode t+1 r = biaya modal ekuitas Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model Edward Bell Ohlson. Alasannya adalah menurut Botosan (1997) penelitian menggunakan CAPM kurang representatif dan tidak mencerminkan kerterkaitan dengan pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan. 12 2.1.2 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) dikembangkan di tahun 1970-an terutama pada tulisan Jensen dan Meckling (1976) pada tulisan yang berjudul “Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs, and ownership structure”. Teori keagenan dibangun sebagai upaya untuk memecahkan memahami dan memecahkan masalah yang muncul manakala ada ketidaklengkapan informasi pada saat melakukan kontrak (perikatan). Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiaptiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Teori keagenan menyatakan bahwa apabila terdapat pemisahan antara pemilik sebagai principal dan manajer sebagai agen yang menjalankan perusahaan maka akan muncul permasalahan agensi karena masing-masing pihak tersebut akan selalu berusaha untuk memaksimalisasikan fungsi utilitasnya (Jensen dan Meckling, 1976). Agen memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal, sehingga menimbulkan adanya asimetri informasi yaitu suatu kondisi adanya ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi dengan pihak pemegang saham dan stakeholder sebagai pengguna informasi. Eisendhart (1989) mengemukakan beberapa teori yang melandasi teori agensi. Teori-teori tersebut dibedakan menjadi tiga jenis asumsi yaitu asumsi 13 tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan dirinya sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai resiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian menekankan bahwa adanya konflik antar anggota organisasi dan adanya asimetri informasi antara principal dan agent. Sedangkan asumsi informasi menekankan bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan. Jadi yang dimaksud dengan teori keagenan yaitu membahas tentang hubungan keagenan antara principal dan agent. Agency Theory menimbulkan masalah mendasar dalam organisasi "perilaku mementingkan diri sendiri”. Manajer sebuah perusahaan mungkin memiliki tujuan-tujuan pribadi yang bersaing dengan tujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemilik pemegang saham. Karena manajer pemegang saham memiliki hak untuk mengelola aset perusahaan, sebuah potensi konflik kepentingan muncul antara dua kelompok. Untuk mengurangi masalah moral dimana manajemen mengambil untung semata, pemegang saham harus menanggung biaya agen. Biaya agency didefinisikan sebagai biaya yang ditanggung oleh pemegang saham untuk mendorong manajer dalam memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham daripada berperilaku mementingkan diri sendiri. Gagasan biaya agen mungkin dihubungkan dengan Jurnal pada makalah yang berjudul Journal of Finance pada tahun 1976 oleh Michael Jensen dan William Meckling, yang menyarankan 14 bahwa tingkat utang perusahaan dan tingkat manajemen ekuitas baik dipengaruhi oleh keinginan untuk mengendalikan biaya kantor. 2.1.3 Informasi Asimetri Dalam bidang ekonomi, informasi asimetri terjadi jika salah satu pihak dari suatu transaksi memiliki informasi lebih banyak atau lebih baik dibandingkan pihak lainnya, (sering juga disebut dengan istilah informasi asimetrik/informasi asimetris). Kondisi ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1963 oleh Arrow, seorang ahli ekonomi Amerika dan salah satu penerima hadiah Nobel 1972 untuk bidang ekonomi. Pada tahun 1970, Akerlov, dalam artikelnya yang terkenal : “Market for Lemons”, menggunakan istilah informasi asimetri atau asymmetry information untuk menggambarkan kondisi di atas (Rivai, 2013). Untuk risetnya mengenai informasi asimetri Akerlof bersama Spence dan Stiglitz memperoleh hadiah Nobel bidang ekonomi pada tahun 2001. Semenjak saat itu, penelitian mengenai asimetri informasi berkembang semakin pesat (Rivai, 2013) 2.1.3.1 Jenis-Jenis Informasi Asimetri Menurut Scott (2000), terdapat dua macam informasi asimetri yaitu: 1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham. 15 2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. 2.1.3.2 Estimasi Informasi Asimetris Ada tiga pendekatan dalam estimasi informasi asimetris, yaitu: (1) Menurut metode forecast Analisis ini digunakan oleh Kharisnawaswarmi dan Subramanyam dalam Black dan R. Gilson (1998). Proxy yang digunakan adalah akurasi prediksi analis tentang earning per share (EPS) dan prediksi analis sebagai ukuran dari informasi asimetris. Permasalahan yang sering timbul dari perhitungan ini adalah mereka analis sering menjadi lebih bereaksi terhadap informasi positif dan berada di kurang bereaksi terhadap informasi negatif. (2) Berdasarkan peluang investasi Black dan R. Gilson (1998), berpendapat bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik untuk memprediksi arus kas di masa mendatang. Prediksi ini didasarkan pada aset perusahaan. Beberapa banyak digunakan proxy rasio nilai pasar terhadap nilai buku ekuitas, pasar terhadap nilai buku aset, rasio hargalaba. 16 (3) Berdasarkan teori market microstructure Perhatian luas dari teori ini adalah bagaimana harga dan volume perdagangan dapat dibentuk. Untuk melihat kedua faktor ini terbentuk melalui bid-ask spread yang menyatakan bahwa ada komponen penyebaran yang juga memberikan kontribusi kerugian yang dialami oleh dealer (perusahaan) ketika melakukan transaksi dengan pedagang informasi. Bid-ask spread adalah selisih antara harga pembelian tertinggi yang trader (pedagang saham) bersedia untuk membeli saham dengan harga jual terendah yang pedagang bersedia untuk menjual saham. Stoll (1989) menyatakan bahwa bid-ask spread merupakan fungsi dari tiga komponen biaya dari: 1) memegang persediaan 2) pemrosesan order 3) informasi asimetris Bid-ask spread bisa menjabat sebagai proxy yang baik untuk mengukur informasi asimetris. Dalam penelitian ini penulis menerapkan pendekatan teori mikro dengan proxy penyebaran bid-ask, menggunakan dua proxy, seperti: 1) variabel harga pasar saham diukur dengan rata-rata harga bid-ask pada hari terakhir perdagangan untuk satu tahun tertentu; 2) variabel volatilitas return yang diukur dengan return harian perusahaan. 17 Ada dua mekanisme perdagangan yang berimplikasi terhadap spread. Pertama, model harga seketika (instantaneous quote model) artinya dealer akan menawarkan harga sekuritas, jika ada permintaan pembelian dari investor. Dealer berharap bahwa harga yang ditawarkan akan berubah jika melakukan perdagangan dengan investor berinformasi dan pedagang likuid. Kedua, mekanisme model harga terbuka (open quote interval model) artinya dealer menawarkan harga sekuritas yang dimilikinya selama periode tertentu. Harga tawaran tersebut berlaku sampai adanya informasi baru. Model yang ditawarkan Copeland dan Galai (1983) dapat dipakai untuk memprediksi spread dengan menggunakan varian return saham, harga saham dan volume perdagangan saham. Ada dua bentuk hubungan antara spread dengan volume perdagangan, yaitu (a) hubungan negatif, artinya volume perdagangan yang relatif kecil akan memperbesar spread, sebab kemungkinan pelaku pasar lebih suka memegang sahamnya daripada menjual; (b) hubungan positif, artinya jika terjadi kenaikan informasi maka ukuran transaksi juga meningkat. Penelitian empiris ini didukung oleh Hamilton (1991). 2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Informasi Asimetri Ketika timbul informasi asimetri, keputusan pengungkapan yang dibuat oleh manajer dapat mempengaruhi harga saham sebab informasi asimetri antara investor yang memiliki lebih banyak dan investor yang kurang memiliki informasi menimbulkan biaya transaksi dan mengurangi likuiditas yang diharapkan dalam pasar untuk saham-saham perusahaan (Komalasari, 2000). Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka 18 dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi informasi asimetri. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal kepada pihak luar tentang informasi keuangan yang dapat dipercaya yang akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang (Wolk, 2001). Dengan demikian, penerbitan laporan keuangan akan menyebabkan investor dapat menilai kondisi keuangan perusahaan dan mengurangi informasi asimetris. Informasi asimetris yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai moral hazard dan adverse selection. 2.1.4 Manajemen Laba Menurut Schipper (1989) dalam Saiful (2004) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Sedangkan Saputro dan Setiawati (2004) menyatakan bahwa manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal guna mencapai tingkat laba tertentu dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri (atau perusahaannya sendiri). Hal senada juga diungkapkan oleh Copeland (1968) dalam Utami (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai, “some ability to increase or decrease reported net income at will” ini berarti manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai keinginan manajemen. Menurut Scott dalam Saiful (2004), manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi 19 yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar. Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan pertimbangan atau judgment-nya dalam pelaporan keuangan dan di dalam perancangan transaksi yang terstruktur untuk mengubah laporan keuangan yang menyesatkan stakeholder tentang dasar kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil sesuai kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, dan menambah bias dalam laporan keuangan serta mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa. Menurut Sulistyanto (2008), manajemen laba merupakan upaya manajer untuk mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Manajemen laba (Earnings management) dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan transaksi dan menyusun laporan keuangan. Alasannya, komponen akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga upaya mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan (Sulistyanto, 2008). 20 2.1.4.1 Bentuk Manajemen Laba Scott (1997) menyebutkan bahwa ada empat bentuk manajemen laba, yaitu: 1. “Tindakan kepalang basah” (taking a big bath). Tindakan ini dilakukan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode berjalan, dengan cara mengakui biaya-biaya pada periode-periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan; 2. Meminimumkan laba (income minimation), dilakukan saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil bisa berupa pembebanan pengeluaran iklan, riset dan pengembangan yang cepat dan sebagainya; 3. Memaksimumkan laba (income maximization), yaitu memaksimalkan laba agar memperoleh bonus yang lebih besar. Demikian pula dengan perusahaan yang mendekati suatu pelanggaran kontrak utang jangka panjang, manajer perusahaan tersebut akan cenderung untuk memaksimalkan laba; 4. Perataan laba (income smoothing), merupakan bentuk manajemen laba yang dilakukan dengan cara menaikkan dan menurunkan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak berrisiko tinggi. Menurut Beneish (2001) dalam Meutia (2004), mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat tiga cara dalam mendeteksi adanya praktik manajemen laba, yaitu: a) pendekatan yang mengkaji akrual agregat dan menggunakan model regresi untuk menghitung akrual yang diharapkan dan tidak diharapkan. 21 b) pendekatan yang menekankan pada akrual spesifik seperti cadangan hutang ragu–ragu, atau akrual pada sektor yang spesifik seperti tuntutan kerugian pada industri asuransi. c) pendekatan yang mengkaji ketidaksinambungan dalam pendistribusian pendapatan. 2.1.4.2 Motif Praktik Manajemen Laba Menurut Sulistyanto (2008), ada beberapa alasan manajer melakukan manajemen laba: a) Motivasi Bonus Bonus plan hypothesis menegaskan bahwa ceteris paribus, manajer perusahaan cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser earnings yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajer melakukan manajemen laba untuk kepentingan bonusnya. b) Motivasi Kontraktual Lainnya Hipotesis debt/equity, suatu perusahaan yang rasio debt/equity besar cenderung manajer perusahaan memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser earning yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajemen melakukan manajemen laba untuk memenuhi perjanjian perjanjian utangnya agar meloloskan perusahaan dari kesulitan keuangan. c) Motivasi Politik Perusahaan besar cendrung menggunakan metode akuntansi yang dapat menggurangi laba periodiknya dibanding perusahaan yang kecil. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah. 22 d) Motivasi Pajak Manajer termotivasi melakukan manajemen laba karena income taxation. Karena semakin tinggi labanya maka semakin besar pajak yang dikenakannya.Sehingga manajer melakukan manajemen laba untuk mengurangi pajak tersebut. e) Pergantian CEO Motivasi manajemen laba ada di sekitar pergantian CEO. Hipotesis rencana bonus menjelaskan bahwa CEO yang akan diganti melakukan pendekatan strategi untuk memaksimalisasi laba agar menaikan bonusnya. f) Motivasi Pasar Modal Motivasi ini muncul karena informasi akuntansi digunakan secara luas oleh investor dan para analis keuangan untuk menilai saham. Dengan begitu, kondisi ini menciptakan kesempatan bagi manajer untuk memanipulasi earnings dengan cara mempengaruhi performa harga saham jangka pendek (Sanjaya, 2008). 2.1.4.3 Pengukuran Manajemen Laba Peasnell et al. (2000) menguji keakuratan model deteksi manajemen laba dengan memakai data cross-sectional. Ada tiga model yang diuji, yaitu model Jones (1991) dan model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al. 1995), serta model yang lain yang dirumuskan oleh Peasnel et al. yaitu margin model. Margin model lebih menekankan pada pengukuran current accruals, yaitu accruals yang berasal dari piutang, beban operasi (tidak termasuk bad debt) dan bad debt. Alasan untuk mengabaikan non current accruals karena pada umumnya akrual yang berasal dari aktiva tetap lebih mudah diamati dan mempunyai keterbatasan waktu. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ketiga model tersebut cukup baik dalam 23 mendeteksi manajemen laba dalam jumlah yang wajar (sekitar 1% sampai 5% dari asset). Jika dilihat secara lebih cermat lagi ternyata model Jones dan modifikasi Jones lebih baik dalam mendeteksi manipulasi pendapatan dan bad debt, sedangkan margin model lebih baik dalam mendeteksi manipulasi beban. Dari hasil penelitian di atas, maka manajemen laba dapat di ukur melalui discreationary accrual yang dihitung dengan cara menselisihkan total akrual dengan non discreationary accrual. Model ini menggunakan Total Accrual (TA) yang diklasifikasikan menjadi discreationary accrual (DA) dan non discreationary accrual (NDA). Dalam menghitung discreationary accrual digunakan Modified Jones model (Dechow et all, 1995). 2.2 Review Penelitian Terdahulu Khomsiyah (2005) menguji hubungan antara pengungkapan, informasi asimetri dan biaya modal. Sampel penelitian ini mencakup seluruh 73 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2002. Analisi yang digunakan adalah regresi sederhana untuk menguji hubungan antara pengungkapan, asimetri informasi, dan biaya modal secara parsial. Hasil pertama dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengungkapan dan informasi asimetri. Hasil kedua memberikan mendukung hipotesis bahwa ada hubungan positif antara informasi asimetri dan biaya modal Utami (2005) menguji pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas (studi perusahaan publik sektor manufaktur ). Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Pemilihan sampel dengan menetapkan kriteria tertentu dan sampel yang memenuhi kriteria adalah sebanyak 92 perusahaan yang 24 terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2001-2002. Analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan beta risk. Hasil penelitian ini adalah manajemen laba berpengaruh positif terhadap biaya modal. Rahmawati,dkk (2006) menguji pengaruh informasi asimetri tentang manajemen laba. Sampel penelitian ini adalah perusahaan perbankan Indonesia publik pada tahun 2000 sampai tahun 2004. Hasil penelitian informasi asimetri berpengaruh secara positif signifikan terhadap manajemen laba. Fitriasih (2008) menguji pengaruh informasi asimetri dan disclosure terhadap cost of capital (studi pada seluruh perusahaan yang listing di BEI). Sampel penelitian adalah 74 perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia periode 2006. Metode analisa data yang digunakan adalah analisa regresi linear berganda. Berdasarkan analisa seluruh sampel yang telah dilakukan maka didapat hasil penelitian sebagai berikut: Terdapat hubungan negatif signifikan antara informasi asimetri dengan cost of capital. Adriani (2013) menguji pengaruh tingkat disclosure, manajemen laba, informasi asimetri terhadap biaya modal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Pemilihan sampel dengan menetapkan kriteria tertentu dan sampel yang memenuhi kriteria adalah sebanyak 33 perusahaan manufaktur di BEI periode 2009-2013. Analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda dan uji t untuk melihat pengaruh tingkat disclosure, manajemen laba, asimetri informasi terhadap biaya modal. 25 Hasil penelitian ini adalah 1) tingkat disclosure tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap biaya modal, 2) manajemen laba tidak berpengaruh signifikan positif terhadap biaya modal, 3) asimetri informasi berpengaruh signifikan positif terhadap biaya modal. Firdaus (2013) meneliti pengaruh informasi asimetri dan capital adequacy ratio terhadap manajemen laba. Jenis penelitian ini digolongkan pada penelitian yang bersifat kausatif. Populasi dalam penelitian ini adalah bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Berdasarkan kriteria diatas dari 34 perusahaan manufaktur yang dijadikan populasi, maka yang dapat dijadikan sampel adalah sebanyak 23 perusahaan selama 3 tahun, sehingga terdapat 69 observasi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa asimetri informasi tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba sedangkan Capital Adequacy Ratio berpengaruh signifikan negatif terhadap manajemen laba, artinya semakin rendah nilai Capital Adequacy Ratio perusahaan maka perusahaan tersebut cenderung untuk melakukan manajemen laba. Nuryaman (2014) meneliti pengaruh asimetri informasi terhadap cost of equity capital dengan manajemen laba sebagai variabel intervening. Populasi dan sampel dari penelitian ini adalah perusahaan publik sektor yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia manufaktur selama tahun 2010. Hipotesis pengujian dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: informasi asimetris memiliki pengaruh positif terhadap biaya modal ekuitas; informasi asimetris memiliki 26 pengaruh positif pada manajemen laba; dan penelitian tidak membuktikan bahwa peran manajemen laba sebagai variabel intervening pada hubungan antara informasi asimetris dan cost of equity capital Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti Khomsiyah (2005) Utami,Wiwik (2005) Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Pengungkapan, Asimetri Informasi, dan Cost of Capital -Variabel Dependen: Asimetri informasi Cost of Capital berpengaruh positif terhadap biaya modal -Variabel Independen: -Saran untuk penelitian Pengungkapan selanjutnya: Asimetri Informasi Penelitian di masa yang akan datang perlu untuk menggunakan beberapa alternatif yang diajukan oleh Botosan (1997). Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Biaya Modal Ekuitas (Studi Perusahaan Publik Sektor Manufaktur) -Variabel Dependen: Manajemen Laba Biaya Modal berpengaruh positif Ekuitas terhadap biaya modal -Variabel Independen: Manajemen Laba 27 -Saran untuk penelitian selanjutnya: Keakuratan model Ohlson yang dimodifikasi oleh peneliti perlu dikaji lagi dengan menggunakan model alternatif penilaian perusahaan yang lain. Lanjutan Tabel 2.2 Rahmawati, dkk (2006) Fitriasih (2008) Adriani (2013) Pengaruh Asimetri Informasi terhadap Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan Publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta -Variabel Dependen: Manajemen Laba Pengaruh Asimetri Informasi dan Disclosure terhadap Cost of Capital -Variabel Dependen: Cost of Capital Pengaruh Tingkat Disclosure, Manajemen Laba, Asimetri Informasi Terhadap Biaya Modal -Variabel Independen: Asimetri Informasi -Variabel Independen: Asimetri Informasi Disclosure Asimetri informasi berpengaruh secara positif signifikan terhadap manajemen laba -Saran untuk penelitian selanjutnya: Dalam penelitian selanjutnya bisa meneliti seluruh perusahaan yang terdaftar di BEJ, tidak hanya perusahaan perbankan dan meneliti bukan hanya laporan keuangan tahunan tetapi laporan keuangan triwulan. Terdapat hubungan negatif signifikan antara asimetri informasi dengan cost of capital. -Saran untuk penelitian selanjutnya: Sebaiknya menggunakan variable lain untuk mengukur Cost of Equity Capital -Variabel Dependen: Biaya Modal Ekuitas Manajemen laba tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya modal atas saham. -Variabel Independen: Tingkat Disclosure, Manajemen Laba Asimetri Informasi -Saran untuk penelitian selanjutnya: Sebaiknya menggunakan proksi lain untuk menilai tingkat biaya modal. 28 Lanjutan Tabel 2.2 Firdaus, Ilham (2013) Nuryaman (2014) Pengaruh Asimetri Informasi dan Capital Adequacy terhadap Manajemen Laba -Variabel Dependen: Manajemen Laba Asimetri informasi tidak berpengaruh terhadap manajemen laba -Variabel Independen: Asimetri informasi Capital Adequacy Saran untuk penelitian selanjutnya: Agar variabel asimetri informasi sebaiknya menggunakan pengukuran dispersi dan volatilitas forecast analisis, karena menunjukkan suatu pengukuran yang tepat bagi asimetri informasi dibandingkan relative bid ask spread The Influence of Asymmetric Information on the Cost of Capital with the Earnings Management as Intervening Variable Variabel Dependen: -Cost of Capital -Earning Managment -Informasi asimetri memiliki pengaruh terhadap Cost of Equity Capital Variabel Independen: -Asymmetric Information -Informasi asimetri memiliki pengaruh terhadap Manajemen Laba -Manajemen Laba tidak terbukti memiliki efek terhadap Cost of Equity Capital dan tidak terbukti memiliki pengaruh sebagai variabel intervening antara hubungan informasi asimetri terhadap Cost of Equity Capital -Saran untuk penelitian selanjutnya: Penelitian selanjutkan dapat dilakukan dengan menggunakan proksi lain 29 dalam mengukur informasi asimetris dan manajemen laba . Selain menggunakan accrual discretion , manajemen laba juga bisa menggunakan proksi aktivitas nyata. Sumber: Diolah dari berbagai sumber, 2015 2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1 Kerangka Konseptual Berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya dan untuk pengembangan hipotesis, maka untuk menggambarkan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dikemukakan suatu kerangka konseptual. Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Manajemen Laba (Z) H2 Informasi Asimetri H3 H1 (X) Cost of Equity Capital (Y) 2.3.1.1 Informasi Asimetri dan Cost of Equity Capital Informasi asimetris terjadi ketika salah satu pihak transaksi mengetahui informasi lebih banyak tentang perusahaan daripada orang lain. Dalam konteks 30 teori agensi ketika manajer (agen) lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa depan dibandingkan dengan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya (principal) akan menyebabkan terjadinya informasi asimetris. Ketika kondisi informasi asimetris terjadi, maka setiap pengungkapan yang dibuat oleh seorang manajer dapat mempengaruhi harga saham, karena informasi asimetris antara investor yang memiliki informasi lebih dan investor yang kurang memiliki informasi. Hal tersebut menimbulkan biaya transaksi dan mengurangi likuiditas yang diharapkan di pasar untuk saham perusahaan. Semakin besar informasi asimetris antara pelaku pasar akan menghasilkan biaya transaksi yang lebih besar dan likuiditas yang lebih rendah, return yang diharapkan oleh investor naik dan harga saham menurun. Diamond et al (1991) menunjukkan bahwa dengan pengungkapan informasi, tuntutan penurunan kompensasi finansial sebagai biaya transaksi menurun, sehingga bid-ask spread berkurang dan akhirnya biaya modal ekuitas turun. Selanjutnya, Kim dan Varencia dalam Komalasari (2000) menunjukkan pengumuman laba pada masyarakat telah mengurangi biaya proses transaksi secara individual atau institusional sebagai informasi yang sama yang diterima oleh peserta. Tingginya biaya proses transaksi akan mengurangi likuiditas pasar. Likuiditas pasar yang rendah dan informasi asimetris tinggi akan menyebabkan permintaan akan saham menurun, harga saham menurun dan biaya modal ekuitas akan meningkat. Pengurangan informasi asimetris akan mengurangi biaya transaksi, dimana biaya transaksi yang diwakili oleh bid-ask spread. 31 2.3.1.2 Infomasi Asimetri dan Manajemen Laba Ujiyantho (2007) menyatakan bahwa agen dalam posisi untuk memiliki informasi lebih lanjut tentang lingkungan kerja, kapasitas, dan perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan prinsipal. Dengan asumsi bahwa individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri, maka dengan informasi asimetris bahwa ia akan mendorong agen untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui oleh prinsipal. Dalam kondisi ini, prinsipal sering pada posisi yang tidak menguntungkan. Dalam penyajian informasi akuntansi, khususnya penyusunan laporan keuangan, agen juga memiliki informasi asimetris agar lebih fleksibel untuk mempengaruhi pelaporan keuangan untuk memaksimalkan kepentingan mereka. Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi mengenai kinerja keuangan. Namun, karena kondisi asimetris, maka agen bisa memanipulasi angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan dengan melakukan manajemen laba. Novianty (2009) melakukan penelitian pengaruh informasi asimetri terhadap manajemen laba dan pengaruh keduanya terhadap cost of equity capital. Hasil dari penelitian ini adalah informasi asimetri memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba dan manajemen laba secara simultan memiliki pengaruh terhadap cost of equity capital. Hal ini membuktikan semakin tinggi asimetri informasi maka, stakeholder tidak memiliki suatu informasi untuk memonitor dan mengetahui aktivitas manajer, ini menyebabkan meningkatnya praktik manajemen laba. 32 2.3.1.3 Manajemen Laba dan Cost of Equity Capital Stolowy dan Breton (2000) melakukan penelitian tentang untuk manipulasi rekening, meliputi pendapatan manajemen. Mereka menjelaskan bahwa manipulasi akuntansi dilakukan hanya berdasarkan keinginan manajemen untuk mempengaruhi persepsi investor atas risiko perusahaan. Semakin tinggi tingkat manajemen laba menunjukkan semakin tinggi resiko return saham dan akibatnya investor akan menaikkan cost of equity capital. 2.3.1.4 Peran Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening Richardson (1998) menemukan bahwa informasi asimetris memiliki hubungan positif dengan manajemen laba. Tindakan manajemen laba secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada integritas laporan keuangan, sehingga informasi laba yang dilaporkan tidak memenuhi syarat, dan berdampak pada peningkatan risiko. Pada saham berisiko tinggi perdagangan akan berdampak pada harga saham dan biaya modal ekuitas. Semakin tinggi tingkat manajemen laba menunjukkan semakin tinggi resiko return saham dan akibatnya investor akan menaikkan biaya tingkat modal. Ketika investor menyadari bahwa praktik manajemen laba yang dilakukan oleh emiten maka dia akan mengantisipasi risiko dengan cara menaikkan tingkat pengembalian yang diminta dari saham. 2.3.2 Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah : H1: Informasi Asimetri memiliki pengaruh terhadap Cost of Equity Capital H2: Informasi Asimetri memiliki pengaruh terhadap Manajemen Laba 33 H3: Manajemen Laba memiliki pengaruh terhadap Cost of Equity Capital H4: Informasi Asimetri memiliki pengaruh terhadap Cost of Equity Capital melalui Manajemen Laba sebagai Variabel Intervening 34