pks - UIN Repository

advertisement
MEMBUAT KADER BEKERJA:
DINAMIKA INTERNAL PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
(PKS) DALAM MERESPONS KASUS KORUPSI LUTHFI
HASAN ISHAAQ MENJELANG PEMILU 2014
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Rangga Eka Saputra
109033200017
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
ABSTRAKSI
Skripsi ini membahas dinamika internal Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
dalam merespons kasus korupsi yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq menjelang
pemilu 2014. Penelitian ini menjelaskan pertanyaan: mengapa kader PKS tetap
melakukan aksi-aksi kolektif (collective action), seperti: mengikuti rapat-rapat
kordinasi, menyelenggarakan aksi pelayanan sosial, pengajian bulanan,
pemasangan spanduk/pamflet, direct selling, dan kampanye-kampanye menjelang
pemilu 2014, disaat terjadi kasus korupsi kuota impor daging sapi yang
melibatkan Luthfi Hasan Ishaaq? Dan bagaimana gerakan PKS melakukan
pembingkaian (framing) kepada kadernya untuk tetap melakukan aksi-aksi
kolektif menjelang pemilu 2014, disaat terjadi kasus tersebut?. Penelitian ini
penting karena PKS merupakan partai kader dan merupakan gerakan Islamisme
yang menekankan pelaksanaan prinsip-prinsip ajaran Islam yang ketat bagi para
kader maupun elit partainya. Faktanya, perolehan suara PKS pada pemilu 2014
mengalami peningkatan suara elektoral sebanyak 8.480.204 suara, dibandingkan
suara tahun 2009 sebanyak 8.204.946 suara. Pembahasan ini juga penting untuk
mengetahui faktor framing dalam organisasi gerakan Tarbiyah/ PKS yang
membuat kadernya tetap loyal atau bekerja ketika terjadi kasus tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan pembingkaian (framing) dalam
kajian gerakan sosial (sosial movement). Kemudian, penelitian ini juga
menggunakan metode studi kasus. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang
representatif dan reliable, dalam mendapatkan data penulis menggunkan metode
wawancara mendalam kepada kader PKS di setiap jenjang pengkaderan dan
struktur organisasi PKS serta melakukan studi pustaka. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat mekanisme framing yang dilakukan struktur/elit
PKS dalam menjaga kadernya agar tetap loyal dan bekerja di tengah kasus
tersebut. Usaha yang mereka lakukan seperti: pertama, melakukan interpretasi
ulang kasus tersebut yang menyatakan bahwa Luthfi Hasan Ishaaq tidak bersalah
serta terjadi konspirasi terhadap PKS, kedua, PKS melakukan proses spiral
encapsulation terhadap kadernya terkait kasus tersebut. Terdapat juga faktorfaktor pendukung dalam budaya atau ideologi PKS yang menyebabkan proses
framing berjalan dengan baik, seperti: adanya faktor kewajiban dan insentif,
resonansi pembingkaian (peran aktor), dan pengaruh rukun bai‟at dalam proses
framing.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Swt, yang dengan rahmat dan karunianya telah
memberikan kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
serta salam dilimpahkan kepada Rasulullah Saw yang telah membawa risalah
Islam sebagai salah satu peradaban dunia yang menjunjung tinggi ilmu
pengetahuan bagi umatnya.
Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis merasa banyak pihak yang
membantu. Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu penyusunan skripsi ini, diantaranya:
1. Bapak Prof. Bachtiar Effendi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah, Bapak Dr. Ali Munhanif selaku Ketua
Jurusan Program Studi Ilmu Politik, Bapak M. Zaki Mubarak, M.Si selaku
Sekretaris Jurusan, beserta seluruh staf jajarannya.
2. Bapak Dr. Saiful Mujani, MA selaku dosen pembimbing skripsi. Di tengah
kesibukannya yang padat, beliau bersedia membaca, mengoreksi, dan
memberi saran dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu dosen jurusan Ilmu Politik yang senantiasa memberikan
ilmu dan bimbingannya selama masa penulis berkuliah, antara lain: Bapak
Idris Thaha sebagai dosen pembimbing akademik penulis, Bapak Bakir
Ihsan, Bapak Agus Nugraha, Bapak Sirajudin Aly, Bapak Nawirudin, Ibu
Mutiara Pratiwi, Ibu Gefarina Djohan, dan semua dosen Ilmu Politik yang
tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
ii
4. Secara khusus kepada Kak Ihsan Ali-Fauzi (Direktur PUSAD Paramadina)
dan Ibu Ida Rosyida yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis
dalam penyusunan skripsi ini, terutama ketika membantu penulis untuk
mewawancarai Ibu Aan Rohana selaku Majelis Syuro PKS. Kak Ihsan
adalah sosok yang penting dalam perkembangan akademik saya.
5. Teman-teman Forum Muda Paramadina: Kak Husni Mubarak, Kak Irsyad
Rafsyadi, Kak Syafiq Hasyim, Kak Ali Nursyahid, Siswo Mulyartono,
Ayu Mellisa, Joko Arizal Theofani, Kathi, Adit, dan Joevarian. Kalian
semua menjadi inspirasi bagi saya.
6. Teman-teman FORMACI (Forum Mahasiswa Ciputat): Erwin M.
Simbolon, Muhammad Rafsan, Doddy Iskandar, Indra T Purnama, Didi
Manakara, Amrizal Ulya, Iir Irham Mudzakir, dan lain-lain. Semoga
tradisi membaca, berdiskusi, dan menulis terus berlanjut pada komunitas
ini.
7. Teman-teman Jurusan Ilmu Politik angkatan 2009: Muhdlari, Asep Asyari,
Sam‟an, Eko Indrayadi, Abdi, Ali Wafa, Amizar Isma, Riza Abiwinata, Iir
Irham Muudzakir, Isma Hamdani, Kholil, Imron Ghozali, Elva, Annisa,
Lina, Mutia, Almarhum Selamet, dan lain-lain. Semoga kekompakan dan
persahabatan kita akan berlanjut seiring keterbatan ruang dan waktu
selepas kita lulus.
8. Kepada narasumber yang telah meluangkan waktunya untuk penulis
bertanya kepada mereka mengenai penelitian ini.
iii
9. Ucapan terima kasih kepada istri saya: Pury Cahyani, S.KM yang dengan
sabar dan setia membantu dan menemani saya dalam penyusunan skripsi
ini. Kepada putri-putri saya: Kayyisah Hasna Jannati dan Nizza Ismah
Zayani. Mereka adalah sumber semangat bagi saya dalam menyusun
skripsi ini.
10. Terakhir, ucapan terima kasih kepada keluarga saya: Ayahanda Rahimi
Chandra dan Ibunda Megawati, yang senatiasa memberi doa untuk hidup
saya. Juga kepada adik-adik saya: Putri Bilqish, Maria Qibtia, Haikal
Ibrahim dan Naurah Nazifah.
Jakarta, 22 Oktober 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI............................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR TABEL................................................................................................vii
DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................viii
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ix
BAB I. PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
E.
Pernyataan Masalah...............................................................................1
Pertanyaan Penelitian.............................................................................8
Tujuan dan Manfaat Penelitian..............................................................8
Tinjauan Pustaka..................................................................................10
Metode Penelitian.................................................................................13
E.1. Pendekatan Penelitian...................................................................13
E.2. Jenis Penelitian.............................................................................14
E.3. Teknik Pengumpulan Data...........................................................14
E.4. Analisis Data.................................................................................15
F. Sistematika Penulisan...........................................................................16
BAB II. KERANGKA TEORI
A. Gerakan Sosial : Pembingkaian (Framing)..........................................18
A.1. Bingkai Aksi Kolektif (Collective Action Frame)........................22
A.2. Resonansi Pembingkaian (Framing Resonance)..........................23
A.3. Psikologi Sosial (Social Psychology)...........................................25
B. Islamisme dan Aktivisme Islam...........................................................29
B.1. Definisi Islamisme dan Aktivisme Islam......................................29
B.2. Asal-Usul Gerakan Islamisme......................................................31
B.3. Variasi dalam Gerakan Islamisme................................................34
BAB III. PKS SEBAGAI ORGANISASI GERAKAN SOSIAL DAN
KASUS LUTHFI HASAN ISHAAQ
A. Sejarah PKS: Dari Gerakan Kampus ke Panggung Politik..................36
B. Framing PKS Sebagai Organisasi Gerakan Sosial Islam....................40
B.1. Bingkai Diagnostik.......................................................................40
B.2. Bingkai Prognostik.......................................................................43
B.3. Bingkai Motivasi..........................................................................45
C. Landasan Ideologis Gerakan................................................................47
D. Tarbiyah Sebagai Sarana Kaderisasi Gerakan: Tujuan dan Proses......49
v
E. Urgensi Rukun Bai‟at Dalam Gerakan................................................52
F. Tingkatan/Jenjang Keanggotaan Dalam Gerakan................................55
G. Kasus Kuota Impor Daging Sapi yang Menjerat Luthfi Hasan
Ishaaq...................................................................................................61
BAB IV. FRAMING PKS DAN FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNGNYA
A. Reinterpretasi Masalah: Konspirasi dan Luthfi Hasan Ishaaq Tidak
Bersalah................................................................................................65
B. Bingkai Motivasi: Kewajiban dan Insentif...........................................69
C. Resonansi Pembingkaian (Peran Aktor)...............................................73
D. Pemutusan Informasi yang Berasal dari Luar Gerakan........................77
E. Pengaruh Rukun Bai‟at dalam Proses Framing...................................81
BAB V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan...........................................................................................85
B. Saran-Saran..........................................................................................90
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Perbandingan perolehan suara PKS dan Partai Demokrat tahun 2009 dan
2014............................................................................................................7
Tabel 2: Framing diagnostik gerakan Tarbiyah/PKS...........................................43
Tabel 3: Rukun Bai‟at............................................................................................54
Tabel 4: Jenjang kader dan penugasan dalam struktur PKS..................................57
vii
DAFTAR SINGKATAN
DDII (Dewan Dakwah Islam Indonesia)
DPC (Dewan Pengurus Cabang)
DPD (Dewan Pengurus Daerah)
DPP (Dewan Pengurus Pusat)
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
DPRa (Dewan Pengurus Ranting)
DPW (Dewan Pengurus Wilayah)
FSLDK (Forum Silaturahmi lembaga Dakwah Kampus),
FIS (Forum of Islamic Study)
HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)
ITB (Institut Teknologi Bandung)
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia).
LDK (Lembaga Dakwah Kampus)
NU (Nahdlatul Ulama)
PAN (Partai Amanat Nasional)
PBB (Partai Bulan Bintang)
PD (Partai Demokrat)
PK (Partai Keadilan)
PKS (Partai Keadilan Sejahtera)
PPP (Partai Persatuan Pembanguna)
UI (Universitas Indonesia)
viii
BAB I
PENDAHULUAN
G. Pernyataan Masalah
Skripsi ini membahas dinamika internal Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
dalam merespons kasus korupsi yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq menjelang
pemilu 2014. Penelitian ini menjelaskan pertanyaan: mengapa kader PKS tetap
loyal dan melakukan aksi-aksi kolektif (collective action) ketika terjadi kasus
tersebut dan bagaimana usaha yang dilakukan struktur/elit PKS untuk menjaga
kadernya tetap loyal dan bekerja untuk gerakan. Penelitian ini penting karena PKS
merupakan partai kader dan merupakan gerakan Islamisme yang menekankan
pelaksanaan prinsip-prinsip ajaran Islam yang ketat bagi para kader maupun elit
partainya. Loyalitas dan aksi-aksi kolektif yang dilakukan kader PKS seperti:
memasang atribut (spanduk dan poster) partai, direct selling, kampanye pemilu,
melakukan aksi pelayanan sosial, dan mengikuti rapat-rapat rutin partai.
Sebelumnya ada sebuah peristiwa penting bagi PKS menjelang pemilu
2014, yaitu tertangkap tangannya presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq oleh KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) terkait kasus kuota impor sapi akhir Januari
2013. Bahkan dalam pengadilan yang digelar hari Senin, 9 Desember 2013
terbukti bahwa Luthfi Hasan Ishaaq menerima suap dalam pengurusan kuota
impor daging di Kementerian Pertanian. Dalam kasus ini, Luthfi dinyatakan
terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.1
Yang penting dalam kasus tersebut adalah dinamika internal PKS terkait
kasus hukum Luthfi terutama bagaimana pengaruhnya terhadap mesin partai
(kader). Diketahui bahwa PKS adalah partai yang menjadikan Islam sebagai
ideologi dan menuntut kadernya untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara
kaffah. Ada persoalan penting yaitu seberapa besar kasus Luthfi Hasan Ishaaq
mempengaruhi loyalitas dan soliditas kadernya yang notabene adalah mesin partai
dalam menghadapi pemilu 2014.
Mardani Ali Serra menyatakan bahwa mesin partai (kader) dan struktur
partainya tidak terpengaruh dengan kasus yang menimpa Luthfi Hasan Ishaaq. 2
Lebih lanjut, PKS melalui Anis Matta menyatakan memberi bantuan hukum
kepada Luthfi Hasan Ishaaq terkait kasus kuota impor daging sapi tersebut.3 Hal
ini menjadi paradoks dengan kasus Syamsul Balda (anggota DPR RI dari PK
periode 1999-2004) yang dipecat terkait pelanggaran moral.
Loyalitas kader PKS dapat dilihat dari bagaimana aksi-aksi kolektif
(collective actions) atau kerja-kerja untuk gerakan/partai yang dilakukan kadernya
menjelang pemilu legislatif 2014. Sebagaimana laporan berita di harian Tempo
yang menggambarkan kampanye PKS menjelang pemilu 2014:
1
Tempo.co,
Luthfi
Hasan
Disebut
Terbukti
Menerima
Suap.
Lihat
http://www.tempo.co/read/news/2013/12/09/063535925/Luthfi-Hasan-Disebut-Terbukti-Terima-Suap. Di
Unduh pada Kamis, 1 Mei 2014.
2
Tempo.co, PKS Tak Terima Luthfi Disebut Rusak Citra Partai. Lihat
http://www.tempo.co/read/news/2013/12/10/078536112/PKS-Tak-Terima-Luthfi-Disebut-RusakCitra-Partai. diunduh pada Kamis, 1 Mei 2014.
3
The Jakarta Post Online, PKS Provides Lawyers to Defends Luthfi Hasan. Lihat
http://www.thejakartapost.com/news/2013/02/05/pks-provides-lawyers-defend-luthfi-hasan.html.
diunduh pada Kamis, 1 Mei 2014.
2
“Ribuan kader Partai Keadilan Sejahtera memenuhi tribun Stadion Gelora Bung
Karno, Senayan, Jakarta, Ahad, 16 Maret 2014. Mereka tampak berdesakdesakan di antara kursi tribun sembari menyaksikan juru kampanye partai
berlambang bulan sabit kembar menyampaikan pidatonya.Hampir tidak ada kursi
tribun yang kosong. Bahkan para kader yang kompak mengenakan baju putih
seolah mengubah warna tribun stadion yang bermacam corak dan warna
itu...Dalam pidatonya, Hilmi Aminududdin mengatakan penuhnya massa di
stadion mununjukkan PKS tahan dengan beragam masalah yang menimpa
setahun belakangan (Kasus LHI). "Hari ini mengingatkan langkah perjuangan
kami 30 tahun lalu. Saya tidak pernah yakin bisa menyaksikan massa sebegini
besar,"...Anis Matta mengatakan goncangan hebat terhadap PKS sudah selesai,
ibarat Nabi Yusuf yang keluar dari pembuangan sumur. “Kita sudah keluar dari
goncangan itu dengan iman yang lebih kuat. Dengan tekad itulah, kita putihkan
Jakarta”.4
Fenomena loyalitas dan aksi kolektif kader PKS di atas diperkuat dengan
fakta perolehan suara nasional PKS secara elektoral yang naik dari 8.204.946
suara pada tahun 2009 menjadi 8.480.204 suara pada tahun 2014.5 Kenaikan suara
ini menurut penulis merupakan hasil dari kerja-kerja kolektif kader PKS
menjelang pemilu legislatif 2014. Karena, sebagai salah satu gerakan Islamisme
yang bertansformasi menjadi partai politik, PKS masih mempertahankan karakter
dasarnya dengan memperkuat kapasitas organisasi dan sumber daya kader yang
dimilikinya dalam melakukan mobilisasi aktifitas partai atau gerakannya.6
Artinya, dengan kasus yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq tidak mempengaruhi
loyalitas kader PKS dalam berkerja untuk gerakan/partai.
Fenomena kenaikan suara PKS secara nasional pada tahun 2014 berbeda
dengan yang dialami oleh Partai Demokrat (PD). Partai Demokrat mengalami
4
Tempo.co, Kampanye Perdana, PKS Bersumpah Putihkan Jakarta.
Lihat
http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/03/16/269562686/Kampanye-Perdana-PKS-BersumpahPutihkan-Jakarta--- 10/6/14. Di Unduh pada Kamis, 1 Mei 2014.
5
Wikipedia, Partai Keadilan Sejahtera. Lihat
http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Keadilan_Sejahtera. Diunduh pada Jumat, 23 Agustus 2014.
6
Burhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2012) hal.31.
3
penurunan suara nasional secara drastis pada tahun 2014. Pada pemilu tahun
2009, PD secara elektoral mendapat suara nasional sebanyak 21.703.137,
sedangkan pada pemilu 2014 turun menjadi 12.728.913 suara.7
Sebenarnya pada saat yang sama, PKS dan Partai Demokrat mengalami
masalah yang sama menjelang pemilu 2014, yaitu pimpinan/elit partai keduanya
(Luthfi Hasan Ishaaq sebagai presiden PKS dan Anas Urbaningrum sebagai ketua
umum PD) terjerat kasus korupsi. Dari data perolehan suara PKS dan Partai
Demokrat di atas, kedua partai ini mengalami perbedaan. PKS mengalami
kenaikan, sedangkan Partai Demokrat mengalami penurunan suara elektoral pada
pemilu 2014 jika dibandingkan perolehan suara pada pemilu sebelumnya (lihat
tabel 1).
Tabel 1. Perbandingan perolehan suara PKS dan Partai Demokrat tahun
2009 dan 2014.
Partai Keadilan Sejahtera
Partai Demokrat
2009
8.204.946
21.703.137
2014
8.480.204
12.728.913
Selisih (+) 275.258
(-) 8.974.224
Sebelumnya, kelahiran PKS sebagai partai Islam yang menekankan
sumber daya kader dalam aktivitasnya, tidak lepas dari sejarah gerakan Tarbiyah.
Fenomena politik pada periode Orde Baru yaitu tidak tersalurkannya aktivitas dan
aspirasi gerakan-gerakan yang bersebrangan secara ideologi dan politis dengan
penguasa. Hal ini dapat dipahami karena pada rezim Orde Baru negara melakukan
kontrol yang ketat dan represif kepada organisasi yang berlawanan dengan azas
dan kepentingan penguasa dengan alasan stabilitas dan pembangunan. Banyak
7
Wikipedia, Partai Demokrat
Diunduh pada Jumat, 23 Agustus 2014.
lihat
4
http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Demokrat.
cara yang dilakukan rezim untuk menjinakkan organisasi-organisasi tersebut,
seperti: penculikan, penahanan, pembredelan media, dan sebagainya.
Azas tunggal Pancasila dijadikan legitimasi rezim untuk melakukan
tindakan represif tersebut. Bahkan, rezim secara paksa mengharuskan semua
organisasi memakai azas Pancasila dalam landasan organisasinya. Akibatnya
kelompok-kelompok yang tidak mau memakai azas Pancasila dalam gerakannya
atau bersebrangan secara politis dengan rezim, memilih untuk menjadi organisasi
underground, seperti: komunisme dan beberapa gerakan aktivisme Islam.
Gerakan Tarbiyah merupakan salah satu gerakan yang menjadi
underground pada masa Orde Baru. Gerakan ini memulai aktivisnya pada awal
tahun 1980 dan mengadopsi ideologi gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun dari Mesir
yang didirikan oleh Hasan Al-Banna.8 Pada awal masa Orde Baru gerakan ini
memulai aktifitasnya di kampus-kampus dengan merekrut mahasiswa sebagai
kader-kader gerakan.9
Beberapa kader awal gerakan ini yang direkrut dari
kampus antara lain seperti: Mustafa Kamal, Zulkieflimansyah, Mahfud Siddiq,
dan Rama Pratama, mereka adalah kader gerakan yang direkrut di Universitas
Indonesia. Beberapa organisasi ekstra-kampus yang menjadi basis kader Jamaah
Tarbiyah seperti: FSLDK (Forum Silaturahmi lembaga Dakwah Kampus), FIS
(Forum of Islamic Study), dan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia).
8
Yon Machmudi, Islamising Indonesia : The Rise of Jemaah Tarbiyah and the
Prosperous Justice Party (PKS), (Canberra: ANU E Press, 2006), hal.4.
9
Yon Machmudi, Islamising Indonesia : The Rise of Jemaah Tarbiyah and the
Prosperous Justice Party (PKS), hal.1.
5
Proses pengkaderan yang dilakukan Jamaah Tarbiyah pada rezim Orde
Baru, mereka sebut Mihwar Tanzimi10 atau penguatan organisasi. Pada periode ini
fokus utama gerakan Jamaah Tarbiyah dan yang menjadi kebutuhan mereka
adalah menyiapkan kader-kader yang militan dan loyal terhadap organisasi.
Dalam penguatan organisasi, fokus pembinaan kader pada periode ini meliputi
tashhihul aqidah (meluruskan aqidah), tashhihul fikroh (meluruskan pemikiran),
tashhihul akhlaq (meluruskan akhlak), dan tashhihul „ubudiah (meluruskan
ibadah).11 Pada periode ini aspek pembinaan lebih menekankan pada internalisasi
dan pemurnian ideologi kepada para kadernya. Aspek politik dilihat belum terlalu
penting karena struktur kesempatan politik yang belum memungkinkan.
Munculnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merupakan kelanjutan
dari Jamaah Tarbiyah, membawa ciri tersendiri terhadap gerakan aktivisme Islam
di Indonesia paska Orde Baru. Bebeda dengan NU (Nahdlatul Ulama) atau
Muhammadiyah yang corak ke-Islamannya merupakan hasil adaptasi dengan
konteks budaya ke-Indonesiaan. Jamaah Tarbiyah/PKS corak ke-Islamannya
mengikuti ideologi Al-Ikhwan Al-Muslimun yang berasal dari Timur Tengah.
Kemudian yang membedakan Jamaah Tarbiyah/PKS dari Partai Islam yang
lainnya, seperti: Partai Persatuan Pembanguna (PPP) dan Partai Bulan Bintang
(PBB) adalah bahwa PKS lahir dari sebuah gerakan Islam.
Dengan kata lain, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) selain sebagai sebuah
partai politik juga merupakan gerakan Islamisme. Ciri khusus yang membedakan
PKS dengan gerakan Ismamisme lainnya di Indonesia adalah mereka menempuh
10
KH. Hilmi Aminuddin, Menghilangkan Trauma Persepsi, (Jakarta: ARAH Press,2008)
hal.168.
11
KH. Hilmi Aminuddin, Menghilangkan Trauma Persepsi, hal.168-169.
6
jalur politik formal dengan mengikuti pemilu dan masuk dalam sistem negara,
serta tetap mempertahankan kader sebagai basis gerakannya. Hal tersebut
tercermin dari struktur organisasi PKS yang rigid mulai dari level DPP (Dewan
Pengurus Pusat) sampai pada level DPRa (Dewan Pengurus Ranting) atau tingkat
kelurahan. Selain itu, ciri dari dari sebuah gerakan sosial juga dilihat dari tuntutan
kedisiplinan dan loyalitas para anggotanya terhadap pemimpin dan ideologi partai.
Hadirnya PKS juga mendapat respon positif secara elektoral. Sebelum
menjadi PKS, terlebih dahulu partai ini bernama Partai Keadilan (PK) pada
pemilu tahun 1999. PK pada saat itu hanya mendapat perolehan suara 1,7 %
sehingga tidak lolos elektoral threshold. Pada tahun 2002 PK berubah menjadi
PKS, dan pada pemilu 2004 mendapat perolehan suara 4 %, kemudian pada
pemilu tahun 2009 mendapat perolehan suara elektoral 7,88 %. Ini melebihi
perolehan suara PAN, PPP, dan PKB.
Terakhir, fokus skripsi ini untuk mengetahui faktor-faktor pembingkaian
(framing) dalam organisasi gerakan Tarbiyah/ PKS yang membuat kadernya tetap
loyal atau bekerja ketika terjadi kasus Luthfi tersebut. Terutama framing yang
berasal dari ajaran/ideologi dalam gerakan mereka ataupun framing yang sengaja
dikonstruk oleh gerakan terhadap kasus tersebut. Sehingga, penelitian ini dapat
melihat dengan pendekatan teori-teori framing dalam studi gerakan sosial,
bagaimana PKS sebagai sebuah gerakan sosial Islam keluar dari krisis dan
berusaha untuk membuat kadernya tetap loyal dan bekerja disaat terjadi
pelanggaran ideologi oleh pimpinan/elit mereka.
7
H. Pertanyaan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis mengajukan dua pertanyaan yang terkait
dengan latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas:
1. Mengapa kader PKS tetap melakukan aksi-aksi kolektif (collective action),
seperti: mengikuti rapat-rapat kordinasi, menyelenggarakan aksi pelayanan
sosial, pengajian bulanan, pemasangan spanduk/pamflet, direct selling,
dan kampanye-kampanye menjelang pemilu 2014, disaat terjadi kasus
korupsi kuota impor daging sapi yang melibatkan Luthfi Hasan Ishaaq?
2. Bagaimana gerakan PKS melakukan pembingkaian (framing) kepada
kadernya untuk tetap melakukan aksi-aksi kolektif menjelang pemilu
2014, disaat terjadi kasus korupsi kuota impor daging sapi yang
melibatkan Luthfi Hasan Ishaaq?
I. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan alasan atau faktor-faktor yang menyebabkan kader-kader
PKS tetap melakukan aksi-aksi kolektif dalam gerakan disaat terjadi kasus
Luthdi Hasan Ishaaq.
2. Mendeskripsikan dan menganalisa proses pembingkaian (framing) yang
dilakukan struktur organisasi PKS dalam menjaga kadernya (mesin partai)
untuk tetap loyal ketika terjadi kasus Luthfi Hasan Ishaaq.
8
3. Menjelaskan faktor-faktor pendukung yang menyebabkan framing yang
dilakukan struktur atau elit PKS berhasil membuat kadernya tetap
melakukan kerja-kerja untuk partai.
Penelitian ini juga memiliki signifikansi manfaat penelitian secara
akademis dan praktis sebagai berikut:
Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi nilai tambah bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dalam kajian tentang partai politik Islam dan gerakan sosial keIslaman, khususnya mengenai dinamika partai politik Islam yang sedang
mengalami persoalan internal. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran dan tambahan wawasan bagi peneliti lain yang
ingin melakukan penelitian yang sejenis, khususnya di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran terhadap dinamika
perkembangan partai Islam di Indonesia. Penelitian ini memberikan gambaran
langkah-langkah
pembingkaian
(framing)
sebuah
gerakan
Islam
dalam
menghadapi persoalan internal, khususnya PKS yang sedang mengalami
persoalan internal yang terkait masalah yang menyangkut pelanggaran ideologi
agar kadernya tetap loyal melakukan aksi-aksi kolektif (collective action).
9
J. Tinjauan Pustaka
Literatur pertama yang penulis bahas adalah disertasi Yon Machmudi yang
berjudul “Islamising Indonesia: The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous
Justice Party (PKS). Dalam disertasinya, Yon Machmudi membahas mengenai
asal usul PKS, ideologi, dan pengaruh mereka terhadap Islamisme di Indonesia.
Penelitian Yon Machmudi bertujuan memberikan kontribusi guna menganalisis
fenomena gerakan Islam dan partai politik Islam di Indonesia, khususnya
kemunculan gerakan Jamaah Tarbiyah dan transformasi mereka menjadi partai
politik (PKS).12
Pada penelitiannya tersebut Yon Machmudi memberikan klasifikasi baru
bagi model aktivisme Islam Jamaah Tarbiyah atau PKS, yaitu “Santri Global”.
Maksudnya adalah kemunculan PKS merupakan sintesa antara orientasi
akomodasi dan purifikasi Islam di Indonesia, sehingga kemunculannya
menyebabkan kaburnya dikotomi antara Islam “tradisionalis” dan “Modernis”.13
Corak khas dari gerakan ini adalah mereka mengadopsi ideologi dari Ihkwanul
Muslimin yang didirikan Hasan Al-Banna di Mesir. Artinya corak atau prinsipprinsip gerakan Islam PKS khas timur tengah (Ikhwanul Muslimin) dan
memberikan warna tersendiri bagi gerakan Islam di Indonesia.
Literatur kedua yang penulis ulas dalam penulisan skripsi ini adalah buku
yang berjudul “Dilema PKS: Suara dan Syariah” karya Burhanudin Muhtadi.
Buku ini secara mendalam membahas dinamika PKS baik sebagai partai politik
12
Yon Machmudi, Islamising Indonesia : The Rise of Jemaah Tarbiyah and the
Prosperous Justice Party (PKS), hal.15.
13
Yon Machmudi, Islamising Indonesia : The Rise of Jemaah Tarbiyah and the
Prosperous Justice Party (PKS), hal.61.
10
maupun salah satu gerakan sosial Keagamaan, disebut “aktivisme Islam” dalam
kerangka gerakan sosial.
Ada beberapa hal yang menarik perhatian Burhanudin mengapa Dia
memilih PKS sebagai objek penelitiannya. Pertama, PKS merupakan satu-satunya
partai poltik Islam yang terlahir dari gerakan sosial keagamaan (Tarbiyah) paska
Orde Baru. Burhanudin melihat ini sebagai hal yang unik karena PKS sebagai
gerakan sosial melakukan transformasi menjadi partai politik, berbeda dengan
gerakan-gerakan Islamis lainnya yang tidak masuk dalam politik praktis
(electoral), seperti: HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), Laskar Jihad, MMI (Majelis
Mujahidin Indonesia), dan sebagainya.
Kedua, PKS adalah partai yang rajin melakukan aksi-aksi turun ke jalan
dan melakukan aktivitas non-elektoral. Isu-isu yang biasa dipakai PKS dalam
melakukan aksi-aksi tersebut adalah isu solidaritas kepada Palestina dan
mengutuk tindakan Israel dan Amerika. Dalam melakukan aksi-aski tersebut,
PKS melakukan mobilisasi kadernya untuk turun ke jalan dan secara kolektif
menyumbang dana untuk rakyat Palestina.
Selain persoalan aktivisme Islam yang dibahas, salah satu hal pokok yang
menjadi pembahasan Burhanudin adalah dilema elektoral PKS. Dari persoalan ini
Burhanudin melihat ada “kegalauan” PKS dalam melakukan strategi elektoral,
yakni
di
satu
sisi
mereka
ingin
menaikkan
suara
elektoral
dengan
mendeklarasikan diri sebagai partai terbuka, dengan melakukan strategi-strategi
yang bergerser dengan pakem ideologi mereka (seperti melakukan Mukernas di
Bali dan iklan Soeharto sebagai bapak bangsa). Kemudian di sisi lain, mereka
11
harus tetap menjaga idealisme mereka terhadap kemurnian ideologi yang
dianutnya sebagai basis soliditas organisasi.
Dari fenomena di atas Burhanudin merumuskan beberapa pertanyaan
terkait PKS dalam bukunya. Pertama, mengapa PKS lahir dan bagaimana proses
kelahirannya? Kedua, bagaimana PKS menyampaikan pesan ideologi dan
diterima oleh kelompok sasaran? Bagaimana strategi elektoral PKS dalam
mengembangkan suara elektoral dengan mendeklarasikan sebagai partai
terbuka?.14
Dalam buku tersebut Burhanudin menggunakan pendekatan gerakan sosial
yang integral untuk menjelaskan fenomena dan pertanyaan di atas. Beberapa teori
gerakan sosial utama yang digunakan Burhanudin yaitu: Teori Mobilisasi Sumber
Daya (Resources Mobilization Theory), Struktur Kesempatan Politik (Political
Opportunity Structure), dan Pembingkaian (Framing).
Hal yang menurut penulis luput dari pembahasan Yon Machmudi dan
Burhanudin Muhtadi dalam risetnya adalah pembahasan mengenai dinamika
internal PKS terkait kasus-kasus particular yang menyangkut pelanggaran atau
penyelewengan ideologi oleh elit/pimpinan PKS (kasus hukum dan pelanggaran
moral) terhadap loyalitas kadernya. Misalnya, Burhanudin dalam bukunya melihat
dilema PKS disebabkan karena faktor strategi elektoral yang menggeser idealisme
ideologi partai. Artinya yang dilihat adalah faktor kebijakan partai dan dinamika
yang terjadi dalam tataran elit.
14
Burhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, hal.6.
12
Sementara itu penelitian mengenai dinamika Internal PKS terkait kasuskasus khusus (hukum dan moralitas) yang mempengaruhi loyalitas kader PKS
dalam setiap level (tingkatan anggota) belum banyak perhatian secara akademis.
Kasus utama seperti pengaruh kasus hukum Luthfi Hasan Ishaaq terhadap
soliditas kader PKS dan bagaimana PKS sebagai sebuah gerakan menanggulangi
persoalan tersebut, belum di bahas oleh penelitian-penelitian sebelumnya.
K. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang tersusun secara
sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan
maksud mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah
tersebut.15 Metode penelitian mencakup: pendekatan penelitian, jenis penelitian,
teknik pengumpulan data, dan analisis data.
E.1. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif untuk
menjawab pertanyaan penelitian. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala secara holistik-kontekstual melalui
pengumpulan data dan latar alami dengan memanfaatkan penelitian sebagai
instrumen kunci. Proses dan pemaknaan (perspekstif subjek) lebih ditonjolkan
dalam penelitian kualitatif, Ciri penelitian kualitatif dapat dilihat dari bentuk
laporannya, yaitu dalam bentuk narasi yang bersifat kreatif dan mendalam.16
15
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), hal. 12.
H. Bahrun Nur Tanjung dan Ardinal, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta:
Kencana, 2005), Hal. 2.
16
13
E.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah Studi
Kasus. Studi kasus merupakan penelitian dimana di dalamnya peneliti menggali
entitas tunggal atau fenomena (kasus) yang dibatasi oleh waktu dan kegiatan
(program, kejadian, proses, institusi, atau kelompok sosial) dalam pengumpulan
informasi terperinci melalui penggunaan berbagai prosedur pengumpulan data
selama periode waktu yang lama.17 Dengan jenis penelitian ini, penulis mencoba
menfokuskan penelitiannya mengenai proses framing dan faktor pendukungnya
yang menyebabkan kadernya agar tetap loyal melakukan aksi-aksi kolektif
(Collective actions) dalam melaksanakan kegiatan partai di tengah kasus hukum
yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq.
E.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah wawancara
mendalam dan studi pustaka. Di sini penulis mewawancarai secara mendalam
beberapa orang kader PKS yang penulis klasifikasi berdasarkan: pertama,
Jenjang keanggotaan, meliputi: kader Tamhidi (pemula), Muayyid (muda),
Muntasib (Madya), Muntazhim (Dewasa) dan Mas‟ulin (Purna). kedua, struktur
organisasi PKS, meliputi: Pengurus DPP (Dewan Pengurus Pusat) PKS, Pengurus
DPD (Dewan Pengurus Daerah) PKS Jakarta, Pengurus DPC (Dewan Pimpinan
Cabang) PKS Kecamatan, DPRa (Dewan Pengurus Ranting) Kelurahan, dan
kader non-struktural. Sedangkan untuk studi pustaka, penulis mendapatkan
sumber dari: buku, jurnal, skripsi, disertasi, berita koran, dan berita internet.
17
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, hal.86.
14
E.4. Analisis Data
Berdasarkan tujuannya, penelitian ini bertujuan deskriptif-analisis
terhadap masalah yang diangkat penulis. Penelitian deskriptif menyajikan satu
gambaran yang terperinci tentang situasi khusus, setting sosial, atau hubungan.18
Setelah data dideskripsikan maka selanjutnya penulis akan melakukan analisis
kristis terhadap temuan-temuan dalam penelitian dan memberikan penilaian
subjektif terhadap hasil temuan dalam penelitian.
Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif, sehingga analisis data
yang digunakan juga merupakan analisis kualitatif. Dalam analisis data kualitatif,
data yang dikumpulkan (observasi, wawancara, dan studi dokumen) dan diproses
sebelum siap digunakan (melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih
tulis), dimana analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata dalam bentuk teks,
dan tidak menggunakan angka-angka matematis atau statistika sebagai alat
analisis.19
Ada beberapa alur kegiatan dalam analisis data kualitatif: reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan.20 Reduksi data diartikan sebagai proses
pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstaksian, dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan di lapangan.21
Sedangakan dalam penyajian data, bentuk yang paling sering digunakan untuk
data kualitatif adalah teks narative.22
18
Ulbe Silalahi, Metode Penelitian Sosial, hal.27.
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial,hal.339.
20
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, hal.339.
21
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, hal.339.
22
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, hal.340.
19
15
L. Sistematika Penulisan
Agar didapatkan penelitian yang fokus dan sistematis, serta mempermudah
dalam penulisan laporan penelitian ini, penulis membagi pembahasan ke dalam
lima bab. Masing-masing bab terdiri dari sub-sub sebagaimana berikut:
BAB. I, membahas Pendahuluan yang berisi antara lain: Latar Belakang
Masalah, Pertanyaan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,
Kerangka Teori, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB. II, pada bab ini akan membahas tentang Landasan Teori Framing
dalan kajian Gerakan Sosial dan Aktivisme Islam atau Islamisme. Teori-teori
Framing yang penulis gunakan meliputi: bingkai aksi kolektif (collective actions
frame), resonansi pembingkaian (framing resonance), dan faktor psikologi sosial
(social psychology). Sedangkan pembahasan mengenai Islamisme dan aktivisme
Islam meliputi:
definisi Islamisme dan aktivisme Islam, asal usul gerakan
Islamisme, dan variasi dalam gerakan Islamisme.
BAB. III, bab ini membahas PKS sebagai organisasi gerakan sosial.
Pembahasan pada bab ini meliputi: sejarah dan latar belakang berdirinya PKS,
framing PKS sebagai organisasi gerakan sosial Islam, landasan ideologis gerakan,
proses kaderisasi melalui tarbiyah: tujuan dan prosesnya, rukun bai‟at, tingkatan
keanggotaan/jenjang dalam gerakan, dan sekilas persoalan hukum yang menjerat
Luthfi Hasan Ishaaq.
BAB. IV, bab ini berisi deskripsi dan analisis komprehensif mengenai
pembingkaian (framing) PKS dan faktor pendukungnya pada kasus Luthfi Hasan
Ishaaq. Bagian ini meliputi: reinterpretasi kasus dengan penjelasan konspirasi dan
16
menilai Luthfi Hasan Ishaaq tidak bersalah, bingkai motivasi: kewajiban dan
insentif, peran aktor dalam resonansi pembingkaian, pemutusan informasi bagi
kader terhadap informasi yang berasal dari luar, dan pengaruh rukun bai‟at
terhadap proses framing.
BAB. V, pada bab ini akan diambil kesimpulan dari uraian yang telah
ditulis pada bab-bab sebelumnya, kemudian akan diberikan saran-saran berkaitan
dengan kesimpulan-kesimpulan tersebut.
17
BAB II
KERANGKA TEORI
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan gerakan sosial
(social movement) untuk menjawab persoalan dan pertanyaan penelitian. Teori
gerakan sosial yang penulis gunakan adalah adalah teori-teori gerakan sosial dari
perspektif pembingkaian (framing). Alasan penulis menggunakan teori framing,
karena penulis melihat PKS sebagai sebuah organisasi gerakan sosial Islam kaya
akan bentuk-bentuk pembingkaian yang ditujukan kepada para kadernya supaya
melakukan aksi-aksi kolektif (collective actions) untuk tujuan gerakan.
A. Gerakan Sosial : Pembingkaian (Framing)
Ihsan Ali Fauzi memberikan rangkuman mengenai definisi gerakan sosial
dari beberapa sarjana gerakan sosial:
“Definisi gerakan sosial menurut Michael Usleem adalah tindakan kolektif
terorganisasi yang dimaksudkan untuk mengadakan perubahan sosial. Lebih jauh
McCarthy dan Mayer Zald merinci definisi gerakan sosial sebagai upaya
terorganisasi untuk mengadakan perubahan di dalam distribusi hal-hal yang
23
bernilai secara sosial”.
Dalam menjelaskan definisi gerakan sosial di atas, Ihsan Ali Fauzi
menyatakan bahwa terdapat dua fitur dalam definisi gerakan sosial, yaitu
“tantangan kolektif” dan “corak politis”. Tantangan kolektif, yakni upaya-upaya
terorganisasi untuk mengadakan perubahan struktur dan kelembagaan sosial
(institusi maupun kebijakan publik). Kedua adalah corak politis yang terdapat
23
Ihsan Ali Fauzi dalam Pengantar terjemahan buku, Quintan
Wiktorowicz
(edt.),
Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial,(Jakarta: Demokrasi Project dan Yayasan
Abad Demokrasi, 2012) hal.4.
18
dalam aksi-aksi gerakan sosial. Corak politis ini sangat erat dengan tujuan-tujuan
politis dari sebuah gerakan sosial. 24
Dalam gerakan sosial terdapat tiga teori utama yang menjadi kesepakatan
dalam studi gerakan sosial. Teori tersebut yaitu: teori mobilisasi sumber daya
(Resource
Mobilization
Theory),
struktur
kesempatan
politik
(political
opportunity structure), dan pembingkaian (framing)25. Ketiga teori ini merupakan
sintesis dari teori gerakan sosial sebelumnya, seperti pendekatan psikologis.
Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan framing dalam
lingkup gerakan sosial untuk menjelaskan aksi-aksi kolektif kader PKS. Bingkai
(frame) merupakan skema-skema yang memberikan sebuah bahasa dan sarana
kognitif untuk memahami pengalaman-pengalaman dan peristiwa-peristiwa “di
dunia luar”, yang skema-skema ini digunakan untuk menghasilkan dan
menyebarkan penafsiran-penafsiran subjektif gerakan yang digunakan untuk
memobilisasi para peserta dan dukungan untuk melakukan aksi-aksi kolektif.26
Pembingkaian juga dapat diartikan sebagai kemampuan sebuah gerakan untuk
mengubah potensi mobilisasi menjadi mobilisasi yang aktual (aksi kolektif), hal
tersebut tergantung pada kemampuan sebuah bingkai untuk mempengaruhi calon
24
Ihsan Ali Fauzi dalam Pengantar terjemahan buku, Quintan
Wiktorowicz
(edt.),
Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal.4-5.
25
Burhanudin Muhtadi, Demokrasi Zonder Toleransi, Disampaikan dalam Diskusi
“Agama dan Sekularisme di Ruang Publik: Pengalaman Indonesia” di Komunitas Salihara, Rabu
26 Januari 2011.
26
Quintan Wiktorowicz, Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial,(Jakarta:
Demokrasi Project dan Yayasan Abad Demokrasi, 2012) hal. 70.
19
anggotanya.27 Sebuah bingkai biasanya berbentuk simbol-simbol, identitas
budaya, maupun ideologi yang berfungsi memperkuat mobilisasi.28
Mengutip Erving Goffman, sarjana gerakan sosial Karl-Dieter Opp
memberikan definisi bingkai (frame) sebagai “skema penafsiran” yang
memungkinkan individu-individu “menempatkan, merasa, dan mengidentifikasi”
kejadian dalam ruang hidup mereka dan dunia pada umumnya. Dengan
memberikan arti dan makna pada setiap kejadian atau peristiwa, bingkai berfungsi
untuk mengorganisasi pengalaman dan pemandu tindakan, apakah pada level
individu atau kolektif. Hal ini bertujuan agar para anggota dan simpatisan gerakan
terlibat langsung dalam aksi-aksi untuk tujuan dan cita-cita gerakan. 29
Teori penting dalam proses pembingkaian (framing process) adalah
bingkai aksi kolektif (collective action frame), resonansi pembingkaian (framing
resonance), dan psikologi sosial (social psychology). Bingkai aksi kolektif
(collective action frame) dan resonansi pembingkaian (framing resonance) penulis
pakai pada penelitian ini karena, mengutip David Snow30 karena topik ini
menggambarkan secara mencolok teori dan analisis empirik tentang gerakan
sosial, dan sebagian lagi karena proses pembingkaian fokus perhatiannya pada
kerja interpretasi oleh aktor gerakan dan pihak lain yang terkait. Sedangkan teori
psikologi sosial penulis pakai untuk menganalisis faktor-faktor keberhasilan
27
Quintan Wiktorowicz, Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal. 71.
Quintan Wiktorowicz, Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal. 71-72.
29
Karl-Dieter Opp, Theoris of Political Protest and Social Movements: A
multidisciplinary introduction, critique, and synthesis, (New York: Routledge, 2009), hal.235.
30
David A. Snow, Framing Processes, Ideology, and Discursive Fields, dalam dalam
David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social
Movements (United Kingdom: Blackwell Publishing, 2004), hal.380.
28
20
framing, yang dalam konteks sosial dapat mempengaruhi aksi-aksi kolektif dan
perilaku peserta gerakan sosial.
Perspektif framing berakar pada interaksi simbolik dan pembangunan
prinsip, bahwa makna tidak secara otomatis atau secara alami menempel pada
objek, peristiwa, atau pengalaman yang kita hadapi, tetapi yang sering
mengemuka justru sebaliknya, yaitu melalui secara interaksi berdarkan proses
interpretasi.31 Artinya orang yang terlibat dalam gerakan sosial, tidak secara alami
memiliki “pemaknaan” atau alasan bahwa terlibat dalam gerakan karena timbul
dengan sendirinya dalam dirinya. Pendekatan framing menekankan bahwa
keterlibatan seseorang dalam gerakan sosial lahir karena adanya proses interaksi
dengan orang lain yang mempengaruhinya.
Kata “framing” juga digunakan untuk mengkonseptualisasi kata yang
berarti sebuah “pekerjaan”, yang mana suatu pekerjaan yang dilakukan pengikut
gerakan sosial atau pemimpin mereka. Itu berarti “pembingkaian” atau
memberikan pemaknaan dan menafsirkan adalah sebuah usaha atau cara yang
berniat untuk mengumpulkan dan memobilisasi pengikut dan konstituen yang
potensial untuk terlibat dalam aksi-aksi gerakan dan untuk mendemobilisasikan
musuh.32
31
David A. Snow, Framing Processes, Ideology,
David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt.
Movements, hal.380.
32
David A. Snow, Framing Processes, Ideology,
David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt.
Movements, hal.384.
21
and Discursive Fields, dalam dalam
The Blackwell Companion to Social
and Discursive Fields, dalam dalam
The Blackwell Companion to Social
A.1. Bingkai Aksi Kolektif (Collective Action Frame)
Terdapat tiga bagian proses utama teori bingkai aksi kolektif (collective
action frame). Pertama, yaitu gerakan membangun bingkai-bingkai yang
mendiagnosis kondisi sebuah persoalan yang perlu ditangani (Diagnostic
Framing), kedua, gerakan memberikan pemecahan terhadap persoalan tersebut,
termasuk strategi pemecahannya (Prognostic Framing), ketiga, gerakan
memberikan alasan dasar untuk memotivasi tumbuhnya dukungan kolektif
(Motivational Framing).33
Pada bingkai diagnostik sebuah gerakan berusaha mengidentifikasi sebuah
masalah yang harus diselesaikan. Masalah-masalah tersebut bisa berupa ancaman
bagi organisasi, budaya, maupun ideologi. Ciri khas bagi gerakan sosial Islam
yang biasanya pada level diagnostik ini adalah berupa ancaman dan masalah yang
ditujukan pada budaya barat, seperti: liberalisme, sekularisme, dan pluralisme.
Ditambah kata-kata seperti konspirasi Yahudi dan Amerika biasa digunakan
aktor-aktor gerakan Islam dalam mendiagnosis masalah umat Islam saat ini.
Pada level bingkai prognostik, gerakan Islam berusaha memberikan solusi
dan cara atas permasalahan yang mereka gambarkan dalam bingkai diagnostik.
Pada level ini terjadi perbedaan antara gerakan Islam yang satu dengan gerakan
Islam yang lain. Dalam konteks Indonesia cohntohnya, gerakan Islam memiliki
perbedaan dalam rangka pemecahan masalah sosial dan mencapai tujuan-tujuan
gerakan. Jamaah Islamiyah memilih jalan radikal dan menggunakan kekerasan,
Jamaah Tabligh memilih jalan tidak masuk dalam sistem politik dan lebih
33
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, (California: Salem Press,2011). Hal 148.
22
menekankan pemurnian kesalehan para anggotanya, Hizbut Tahrir juga memilih
jalan tidak masuk dalam sistem politik tapi berusaha untuk mempengaruhi
kebijakan publik, sedangkan PKS memilih masuk dalam sistem politik dan ikut
sebagai peserta pemilu. Artinya pada level diagnostik mereka mempunyai
kesamaan,
tetapi
pada
level
prognostik
mereka
berbeda
dalam
cara
perjuangannya.
Sedangkan menyangkut bingkai motivasi, penulis mengutip David Snow
dan Robert Benford yang menyatakan bahwa motivasi dalam proses framing
menyediakan alasan untuk orang terlibat aksi-aksi kolektif dalam suatu gerakan,
ini meliputi konstruksi kata-kata yang tepat mengenai motif tertentu. Beberapa
kata-kata mengenai motif yang diidentifikasikan dalam motivasi adalah: Severity,
mengacu pada perasaan adanya bahaya dan ancaman; Urgency, mengacu pada
bahwa masalah harus segera ditangani secepatnya; Efficacy, mengacu pada
pengertian bahwa gerakan tersbut mempunyai solusi (obat mujarab) dan
kemampuan yang dapat menyelesaikan masalah; Propriety, mengacu bahwa aksiaksi mereka adalah sebuah kewajiban dan kemuliaan. 34
A.2. Resonansi Pembingkaian (framing Resonance)
Menurut Jonathan Christiansen ide resonansi pembingkaian (frame
resonance) serupa dengan cakupan penafsiran ide (idea of interpretative).
Asumsinya adalah Jika suatu bingkai beresonansi (bergaung) dengan khalayak,
maka mereka biasanya akan lebih sukses.35 Christiansen dengan mengutip
34
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, hal.150.
35
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, hal.151.
23
Benford & Snow memberikan dua cara menambah resonansi, yaitu: kredibilitas
(credibility) dan arti-penting (salience).36
Kredibiltas (credibility) mencakup tiga faktor. Pertama adalah konsistensi
bingkai. Konsistensi mengacu pada kesenjangan antara apa yang dilakukan oleh
aktor gerakan sosial atau SMO (social movement organization) dan apa yang
mereka katakan. Jika orang merasa bahwa aksi pelaku gerakan sosial konsisten
dengan apa yang dinyatakan sebagai tujuan gerakan, maka anggota atau
simpatisan meraka akan merasa bahwa gerakan tersebut mempunyai kredibilitas
yang tinggi.
Kedua adalah faktor kredibiltas empiris (empirical credibility). Mengutip
Benford & Snow, menjelaskan bahwa “ini merujuk pada kecocokan antara
pembingkaian dan kejadian nyata di dunia”. Jika merekrut calon anggota gerakan
tidak memperhatikan bingkai dan keadaan sebenarnya yang terjadi, maka sebuah
gerakan sosial kemungkinan terlihat tidak kredibel. Frame harus menjelaskan
berbagai hal di sekitar dunia mereka dan menyediakan solusi jitu. Ketiga, cara
bingkai menjadi bergaung adalah jika orang mengekspresikan bingkai itu terlihat
kredibel.37 Pada yang ketiga ini, diperlukan aktor atau elit gerakan yang
kharismatik dan kredibel untuk menggaungkan persoalan yang dihadapi dan
solusi jitu yang ditawarkan gerakan, agar orang tertarik terlibat dalam aksi-aksi
kolektif gerakan.
36
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, hal 151.
37
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, hal 151.
24
Arti Penting (salience) juga berpengaruh pada resonansi pembingkaian.
Salience dipengaruhi tiga faktor utama: sentralitas (centrality),
kesepadanan
pengalaman (experiential commensurability), and kesetiaan narasi (narrative
fidelity). Sentralitas merujuk pada pentingnya sebuah kepercayaan (beliefs)
tertentu dalam hidup manusia. Jadi jika persoalan frame dipandang penting dalam
kepercayaan dan keyakinan hidup sesorang, frame ini dikatakan memiliki
sentralitas. Kesepadanan pengalaman (experiential commensurability) mengacu
pada cara dimana sebuah frame sesuai dengan pengalaman hidup seseorang. Jika
cara persoalan dibingkai sesuai dengan pengalaman hidup seseorang, maka frame
dikatakan sangat kredibel. Terakhir, kesetiaan naratif mengacu pada apakah ya
atau tidaknya frame sesuai dengan narasi budaya atau ideologi yang dianut dalam
diri seseorang atau komunitas. 38
A.3. Psikologi Sosial (Social Psychology)
Teori yang juga berkaitan dengan pembingkaian (framing) adalah teori
psikologi sosial (social psychology). Inti dari teori psikologi sosial adalah
membahas bagaimana konteks sosial dapat mempengaruhi perilaku. 39 Dua unsur
penting dalam proses aksi-aksi kolektif suatu gerakan dalam skala sikap dan
tindakan adalah bagaimana suatu gerakan melakukan “mobilisasi konsensus” dan
“mobilisasi aksi”. Mobilisasi konsensus adalah “proses di mana organisasi
gerakan sosial berusaha memperoleh dukungan bagi pandangan-pandangannya.”
38
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, hal 151-152.
39
Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A
Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook
of Social Movements Across Disciplines (New York: Springer, 2007). Hal 157.
25
Sementara itu, mobilisasi aksi berhubungan dengan persoalan psikologi sosial
klasik mengenai hubungan antara sikap dan perilaku.40
Teori psikologi sosial diambil dari kajian studi psikologi. Psikologi sosial
memberikan tipe proses psikologi seperti: identitas, kognisi, motivasi, dan emosi
kepada kajian-kajian gerakan sosial. Asumsi dari keempat tipe proses psikologi
gerakan adalah bahwa orang hidup dalam dunia perasaan. Mereka merespon dunia
atas apa yang mereka rasa dan interpretasi. Maka apabila kita ingin mengetahui
kognisi, motivasi, dan emosi mereka, kita harus mengetahui persepsi dan
interpretasi mereka.41
Hal yang juga penting dalam teori ini adalah identifikasi grup dalam
gerakan sosial. Identifikasi grup merupakan hal fundamental dalam psikologi
sosial untuk menjawab pertanyaan apa yang menggerakkan orang untuk terlibat
dalam aksi-aksi kolektif. Identifikasi dengan grup merupakan alasan yang kuat
untuk berpartisipasi dalam gerakan.42 Orang tidak akan terlibat dalam sebuah
gerakan apabila mereka tidak merasa bagian (identifikasi) dari gerakan tersebut.
Contoh seorang buruh akan cenderung bergabung dengan gerakan buruh,
begitupun gerakan feminisme, Islamisme, dan lainnya.
Selain itu, partisipasi dalam gerakan merupakan partisipasi dalam aksiaksi bersama (collective action). Setiap collective action biasanya mengambil akar
40
Burhanudin Muhtadi, Demokrasi Zonder Toleransi, Disampaikan dalam Diskusi
“Agama dan Sekularisme di Ruang Publik: Pengalaman Indonesia” di Komunitas Salihara, Rabu
26 Januari 2011.
41
Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A
Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook
of Social Movements Across Disciplines. Hal 157.
42
Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A
Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook
of Social Movements Across Disciplines. Hal 163.
26
atau dasar dari identitas kolektif (collective identity). Terdapat empat mekanisme
dasar (sama dengan proses psikologi) dalam psikologi sosial, yaitu: identitas
sosial, kognisi, emosi, dan motivasi, yang menghubungkan antara identitas
kolektif dan aksi kolektif.43
Dinamika partisipasi dalam gerakan berdasarkan atas asumsi bahwa kita
dapat membedakan tiga alasan fundamental mengapa seorang terlibat dalam
sebuah gerakan sosial. Keikutsertaan dalam gerakan menarik seseorang: ingin
merubah keadaan mereka, mereka ingin “berbuat” sebagai anggota kelompok
mereka, atau mereka ingin memberikan arti untuk dunia mereka dan
mengekspresikan pandangan dan perasaan mereka.44 Tiga alasan inilah yang
membuat orang berpatisipasi dalam sebuah gerakan sosial.
Bert Klandermans memberikan tiga tipe transaksi mengenai unsur-unsur
keterlibatan seseorang dalam sebuah gerakan, yaitu: perantara (instrumentality),
identitas (identity), dan ideologi (ideology). Instrumentality merujuk bahwa
partisipasi dalam gerakan sebagai usaha untuk mempengaruhi lingkungan sosial
dan politik; identitas merujuk bahwa partisipasi dalam gerakan sebagai
manifestasi dari identifikasi dengan kelompok mereka; dan ideologi merujuk
43
Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A
Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook
of Social Movements Across Disciplines. Hal 160-161.
44
Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological
Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan
Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements (United Kingdom:
Blackwell Publishing, 2004), hal.361.
27
bahwa
partisipasi
gerakan
sebagai
pengejaran
untuk
memaknai
dan
mengekspresikan perasaan dan keyakinan mereka. 45
Pertama Instrumentality. Tuntutan untuk perubahan dimulai dengan
ketidakpuasan, perasaan deprivasi relatif, perasaan ketidakadilan, kemarahan
moral tentang beberapa urusan negara, atau menentukan segala keluhan. Teori
keluhan dalam psikologi sosial seperti teori deprivasi relatif atau teori keadilan
sosial berusaha untuk menetapkan bagaimana dan mengapa keluhan dibangun.46
Dalam instrumentality, aspek pertama yang harus dibangun adalah perasaan
“keluhan” terhadap fenomena sosial.
Anggota gerakan adalah orang yang percaya bahwa mereka dapat
mengubah lingkungan politik untuk keuntungan mereka dan paradigma
instrumentality yang menyatakan bahwa perilaku mereka dikontrol oleh perasaan
untung dan rugi dalam berpartisipasi. Hal Itu diambil untuk memberi lebel bahwa
mereka yang dirugikan atau dizolimi, bukan banyaknya keluhan yang bersifat
sendiri-sendiri, Tetapi percaya bahwa situasi dapat berubah dengan biaya yang
terjangkau jika mereka berpartisipasi. Mereka mempunyai sumber daya dan
kesempatan untuk membuat pengaruh yang kuat.47 Dengan keterlibatan mereka
dalam gerakan, maka akan menambah sumber daya gerakan dan mempermudah
tujuan gerakan.
45
Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological
Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan
Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.361.
46
Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological
Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan
Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.362.
47
Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological
Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan
Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.363.
28
Kedua identity. Bahwa instrumentality bukanlah satu-satunya alasan orang
untuk berpartisipasi. Setelah semuanya, banyak tujuan gerakan hanya bisa dicapai
dalam jangka panjang. Dengan cara yang sama, ketika datang keuntungan
material, pengorbanan sering lebih besar dari pada keuntungan. Yang nampak
adalah lebih baik menjadi bagian dari gerakan daripada merasakan biaya dan
manfaat.48 Artinya anggota gerakan mungkin menyadari bahwa keuntungan
mereka tidak lebih besar dari pada pengorbanan mereka. Tapi rasa solidaritas
mereka tehadap identitas memberikan alasan mereka terlibat dalam suatu gerakan.
Ketiga Ideology. Ideologi memainkan peran yang penting dalam konteks
psikologi sosial. Orang bergabung dalam gerakan sosial tidak hanya mendesak
perubahan politik, tetapi untuk mendapatkan kemuliaan dalam hidup mereka
melalui perjuangan dan ekspresi moral.49 Faktor ideologi memberikan alasan
bahwa ikut terlibat dalam suatu gerakan sosial merupakan suatu kewajiban dan
hal yang mulia. Sehingga mereka menganggap bahwa keterlibatannya
mengangkat derajat mereka yang bersifat sacred (suci).
B. Islamisme dan Aktivisme Islam
B.1. Definisi Islamisme dan Aktivisme Islam
Quintan Wiktorowicz memberikan definisi yang luas terhadap aktivisme
Islam. Menurut Wiktorowicz, aktivisme Islam sebagai :
48
Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological
Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan
Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.364.
49
Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological
Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan
Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.365.
29
“beragam perseteruan yang muncul berdasar atas nama “Islam”, termasuk
gerakan-gerakan dakwah, kelompok-kelompok teroris, tindakan kolektif yang
bersumber dari simbol dan identitas Islam, gerakan-gerakan politik yang
bertujuan mendirikan negara Islam, dan kelompok-kelompok yang mengusung
spriritualitas Islam melalui usaha-usaha kolektif.”50
Dari definisi tersebut, dapat diambil dua syarat mengapa suatu gerakan dapat
dikatakan sebagai gerakan aktivisme Islam. Pertama adanya tujuan-tujuan yang
berorientasi pada nilai-nilai Islam, dan kedua tujuan tersebut dilakukan secara
kolektif.
Salah satu unsur dalam gerakan aktivisme Islam yaitu orientasi mereka
pada nilai Islam, biasa disebut Islamisme. Burhanudin Muhtadi mengatakan
bahwa Islamisme merupakan keyakinan bahwa Islam memiliki seperangkat norma
atau ajaran yang komprehensif dan unggul, yang dapat dijadikan pedoman untuk
ketertiban dan aturan sosial.51 Sehingga tampak dalam definsi Islamisme dan
aktivisme Islam, Burhanudin membedakan keduanya. Merujuk pada definisi di
atas, aktivisme Islam dipandang sebagai sebuah gerakan/aktivitas kolektif yang
berorientasi pada nilai-nilai Islam, sedangkan Islamisme sebagai ideologi yang
meyakini bahwa Islam merupakan seperangkat ajaran yang menyeluruh dan
menjadi solusi bagi seluruh persoalan hidup manusia.
Lebih jauh Valentine M. Moghadam memberikan definisi yang lebih
bercorak orientasi politis. Islamisme menurut Moghadam melingkupi tujuan dan
cita-cita bersama untuk pembentukan dan penguatan hukum dan norma-norma
50
Quintan Wictorowicz, (edt). “Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial”
hal.38-39.
51
Burhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, hal.48-49.
30
Islam sebagai solusi untuk krsis
ekonomi, politik, dan budaya. 52 Definisi
Islmamisme menurut Moghadam menekankan adanya tujuan dan cita-cita
bersama dalam menerapkan ideologi Islam dalam mengatasi krisis di dunia
maupun Islam sebagai intrumen untuk ketertibah sosial. Corak kolektif inilah
yang khas dari sebuah gerakan sosial.
Cara lain dalam mendefinisikan Islamis adalah dengan cara melihat orangorang yang berada di luar mereka. Istilah “muslim abangan” dan “muslim
sekuler” bukanlah termasuk bagian dari kelompok Islamis. Pemikiran mereka
(bukan Islmis) tentang Islam terangkum bahwa Islam tidak boleh menjadi sebuah
ideologi yang didesakkan ke dalam ruang publik.53 Kelompok atau gerakan
Islamis menganggap bahwa jalan untuk mengislamisasi masyarakat dilakukan
hanya melalui aksi sosial dan politik.54
A.2. Asal Usul Gerakan Islamisme
Menurut Oliver Roy, asal mula pemikiran dan organisasi Islamisme dapat
diruntut pada gerakan al-Ikhwan al-Muslimun yang didirikan oleh Hasan AlBanna tahun 1928 dan Jamaat Islami oleh Abul „Ala Maududi tahun 1941.55
Walaupun berbeda dalam organisasi, tetapi mereka mempunyai kesamaan tema
dalam revivalisme Islam. Pada generasi setelahnya, Islamisme diatributkan
dengan Sayyid Quthb, terutama pemikirannya dalam buku Milestone. Mengenai
spirit Islamisme dalam orientasi kepemimpinan Islam, Sayyid Quthb menulis:
52
Valentine M. Moghadam, Globalization and Social Movements : Islamism, Feminism,
and the Global Justice Movement, (Maryland: Rowman & Littlefield Publishers, 2009). Hal. 37.
53
Ihsan Ali-Fauzi, Warna- Warni “Islamisme”. Diakses pada 1 Oktober 2014, lihat:
http://www.paramadina-pusad.or.id/publikasi/warna-warni-islamisme.html.
54
Oliver Roy, The Failure of Political Islam, (Massachusetts: 1994, Harvard University
Press). Hal. 36.
55
Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal.35.
31
“Umat Islam dewasa ini memerlukan identitas kepribadian tersendiri, tidak
tercampur dengan kepribadian-kepribadian jahiliyah yang berkembang, identitas
tujuan dan kepentingan yang sesuai dengan kepribadian dan konsepsi; identitas
panji yang membawa nama Allah semata... Mereka harus memiliki kekhasan
komunitas tersendiri: akidah sebagai jalinannya dan kepemimpinan Islam
(Qiyadah Islamiyah) sebagai lambangnya.56
Anggota dan kader dalam gerakan Islamisme biasanya direkrut dari
kalangan intelektual (universitas) dan masyarakat perkotaan. Mereka adalah
kelompok yang secara sosiologis adalah modern dan isu-isu mereka berangkat
dari persoalan kalangan modernis pada sektor masyarakat, terlebih reaksi mereka
melawan modernisasi di dalam mayarakat muslim.57 Lebih lanjut, alasan
masyarakat perkotaan dan kalangan intelektual muda muslim yang bergabung
dengan gerakan Islamisme karena kurangnya kesempatan mereka untuk masa
depan yang lebih baik dalam negara. Hal ini membuat mereka hanya mempunyai
sedikit harapan untuk menemukan ambisi masa depan mereka dan menyalahkan
sistem nasional yang kapitalis.58
Untuk merangkum argumen tentang gerakan Islamisme, Valentine M.
Moghadam memperlihatkan beberapa hal mengenai penyebab kemunculan dan
karakteristik gerakan Islamisme59:
1. Gerakan Islamisme muncul dalam konteks pergeseran dari sistem ekonomi
Keynesianisme ke arah sistem Neoliberalisme di seluruh dunia. Konsekuensi dari
pergeseran ini adalah meningkatnya hutang negara, pengangguran, dan masalah
yang timbul dari penghematan dan rekonstruksi ekonomi pada tahun 1980-an di
negara-negara muslim atau mayoritas muslim. Ini berhubungan dengan
56
Sayyid Quthb, dalam Sa‟id Hawwa dan Sayyid Quthb, Al-Wala‟:Loyalitas Tunggal
Seorang Muslim. (Jakarta: Al-I‟tishom Cahaya Umat, 2001), hal. 73-74.
57
Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal.50.
58
Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal.51.
59
Valentine M. Moghadam, Globalization and social Movements : Islamism, Feminism,
and the Global Justice Movement, hal. 44-46.
32
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
restrukturisasi dan resesi global. Runtuhnya harga minyak dunia yang
mempunyai efek merugikan bagi pembangunan dan standar hidup khususnya
bagi negara-negara mayoritas penduduk muslim.
Secara politis, banyak negara-negara mayoritas muslim adalah rezim autoritarian
dan patriarki, yang dipimpin oleh kekuatan gerakan kiri dan sekuler, kemudian
mereka mengembangkan institusi agama dalam mencari legitimasi politik untuk
mereka. Ini menciptakan kesenjangan antara ideologi dan politik yang dapat diisi
oleh kelompok Islamis dengan sumber daya dan bingkai resonansi budaya yang
mereka miliki.
Gerakan Islmisme juga muncul dalam konteks transisi demografi. Gerakan
Islamisme juga pengaruh dari cepatnya pertumbuhan populasi dan menimbulkan
beban sosial yang besar. Keluarga dalam negara mayoritas muslim cenderung
memiliki banyak anak, sehingga mereka banyak ketergantungan pada negara dan
menimbulkan permasalahan sosial lainnya, seperti: pengangguran dan
kemiskinan. Banyak anak-anak menemukan diri mereka tanpa kepastian masa
depan, dan ini yang menjadikan mereka mudah direkruit dalam gerakan
Islamisme.
Tidak tejadinya resolusi dalam masalah Palestina-Israel dan meresapnya rasa
ketidakadilan dikarenakan oleh aksi Israel dan Amerika, merupakan faktor
penting yang membantu timbulnya gerakan Islmamisme. Kegagalan proyek
demokrasi sekuler oleh PLO, mendorong Islamisme sebagai alternatif di
Palestina dan melalui agama. Invasi dan pendudukan AS di Iraq juga
membangitkan lebih banyak gerakan Islamisme.
Dengan absenya secara penuh pembangunan dan artikulasi gerakan, institusi, dan
wacana dari liberalisme dan sosialisme, Islam menjadi wacana yang universal,
dan gerakan Islamisme mengirimkan pesan yang luas bahwa “Islam adalah
solusi”. Untuk sebagian muslim, ideologi Islam baru mengurangi kegelisahan
mereka karena mampu menawarkan bentuk jaminan baru dan gerakan Islmisme
menyediakan bentuk solidaritas kolektif baru.
Dalam konteks krisis ekonomi, politik, dan ideologi-termasuk rezim negarakekosongan harus diisi oleh pemimpin dan wacana Islamis, apakah itu
fundamentalis atau ekstrimis.
Dalam pembentukan ideologi yang baru, tradisi adalah suatu yang mulia/agung
dan sering ditemukan. Contoh adalah cara berpaian. Meskipun ada bentuk-bentuk
pakaian tradisional di seluruh dunia Islam yang sering merefleksikan budaya dan
sejarah lokal, Islamisme pada tahun 1980-an mulai mempromosikan jilbab
sebagai seragam , sebagian besar pakaian berwarna gelap. Sebuah tema yang
sering muncul adalah bahwa identitas ke-Islaman berada dalam bahaya; muslim
harus kembali ke tradisi yang telah ditetapkan; identitas adalah kewajiban wanita
dalam perilaku, pakaian, penampilan; dan hukum Islam secara personal menjadi
penting pada level negara (dalam kasus masyarakat mayoritas muslim) atau
dalam komunitas (dalam kasus masyarakat minoritas muslim).
Gerakan Islamisme adalah hasil hasil kontradiksi dari transisi dan modernisasi;
mereka juga merupakan hasil dari ketegangan Utara-Timur hegemoni dalam
dunia Islam; dan mereka adalah proyek politik terkait dengan kekuasaan yang
mereka gambarkan sebagai penindasan, ketidakadilan, dan tidak-Islami. Budaya,
agama, dan identitas gerakan Islamisme menjadi acuan mereka bertindak sebagai
mekanisme pertahanan dan pembentukan tatanan baru yang ingin dibentuk.
33
A.3. Variasi dalam Gerakan Islamisme
Gerakan Islamisme merupakan bukanlah suatu entitas yang tunggal.
Moghadam mengatakan bahwa Gerakan Islamisme merupakan gerakan heterogen
dan beraneka ragam, pembedaannya adalah antara Gerakan Islamisme “moderat”
dan Gerakan Islamisme “ekstrimis”.60 Secara umum, gerakan Islamis moderat
menggunakan cara-cara yang nir-kekerasan dalam berorganisasi dan mendukung
civil society. Mereka bisa berbentuk atau bergabung dengan partai politik dan
masuk dalam parlemen melalui mekanisme pemilu, dengan begitu mereka bisa
mengkritik dan merubah keadaan politik dengan pandangan-pandangan mereka.61
Sedangkan gerakan Islamisme ekstrimis merupakan sebutan untuk gerakan
Islamisme yang cara-cara untuk mencapai tujuan mereka dengan cara kekerasan.
Lebih jauh Moghadam mengatakan bahwa cara mereka mencapai tujuan atau citacita gerakan secara politik dengan cara menggulingkan sistem politik yang antiIslam, berasal dari Barat, dan diktator, dengan menggunakan jaringan mereka
antar negara dengan bentuk kekerasan dalam mencapai tujuan politis mereka.62
Mereka tidak berpartisipasi dalam pemilu, karena menganggap pemilu itu tidak
Islami.
Oliver Roy juga memberikan variasi dalam gerakan Islmaisme berupa tiga
model gerakan Islamis. Tiga model tersebut berdasarkan pada strategi mereka
dalam melakukan penetrasi politik dalam rangka mencapai agenda Islamis
60
Valentine M. Moghadam, Globalization and Social Movements : Islamism, Feminism,
and the Global Justice Movement, hal. 27.
61
Valentine M. Moghadam, Globalization and Social Movements : Islamism, Feminism,
and the Global Justice Movement, hal. 27.
62
Valentine M. Moghadam, Globalization and Social Movements : Islamism, Feminism,
and the Global Justice Movement, hal. 28.
34
mereka. Tidak seperti para ulama dan salafis, orang-orang Islmamis memberikan
perhatian utama pada aktifitas politik, dan mereka tetap menjalankan aktifitas
agama dengan keras.63 Tiga model gerakan Islamisme menurut Oliver Roy antara
lain:
1. A Lenninst-type party, kelompok ini memperlihatkan diri mereka sebagai
kalangan perintis Islmisme yang mempunyai tujuan menaklukkan kekuasaan dan
melolak legitimasi semua partai lain. Contoh dari model ini adalah Hizb-i Islami
di Afganistan.
2. A Western-style political party, kelompok Islamis ini masuk dalam pemilu
demokratis di suatu negara, tujuannya adalah mendapatkan suara terbanyak dan
menang pemilu untuk mengimplementasikan program dan agenda Islamis
mereka. Contoh dari kelompok ini adalah Prosperity Party di Turki.
3. A Religious militant organization, kelompok ini mempunyai tujuan
mempromosikan nilai-nilai Islam dan mengubah masyarakat, serta melakukan
penetrasi di kalangan elit negara, tetapi secara langsung tidak mempunyai ambisi
politis. Contoh yang masuk dalam model ini adalah Ikhwanul Muslimin di Mesir,
Jamaat Islami di Pakistan.64
Dengan kata lain terdapat variasi dalam organisasi-organisasi pada studi
gerakan Islamisme. Perbedaan-perbedaan itu terlihat dari cara-cara mereka
mencapai tujuan gerakan: moderat atau ektrimis dan tiga model gerakan
Islamisme Oliver Roy, semuanya memperlihatkan variasi yang bersifat
akomodatif atau konfrontatif dengan sistem politik yang ada. Dengan memakai
variasi gerakan Islamisme Moghadam, perbedaan ini kita bisa lihat bahwa
organisasi seperti Al-Qaeda, Hizbullah, Jamaah Tabliq, Jamaah Islamiah, dan
Hizbut Tahrir masuk dalam kategori ekstrimis. Sedangkan organisasi seperti PKS
di Indonesia, partai AKP di Turki, dan Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Jordania
masuk dalam kategori gerakan Islamisme yang moderat.
63
Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal. 46.
Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal. 46.
64
35
BAB III
PKS SEBAGAI ORGANISASI GERAKAN SOSIAL DAN KASUS
KORUPSI LUTHFI HASAN ISHAAQ
H. Sejarah PKS: Dari Gerakan Kampus ke Panggung Politik
Dalam konteks gerakan sosial, penulis mencatat setidaknya ada dua alasan
mengapa model gerakan Tarbiyah atau PKS bisa muncul di Indonesia. Pertama
adalah munculnya generasi baru Indonesia pada tahun 1980-an, yang disebut oleh
Yon Machmudi sebagai Global Santri.65 Mereka adalah pemuda Indonesia yang
belajar di Timur Tengah, dan bersentuhan dengan ideologi Ikhwanul Muslimin,
khususnya di Arab Saudi dan Mesir. Alasan kedua adalah adanya tekanan politik
pada rezim Orde Baru dan terbukanya ruang kesempatan politik pada era
Reformasi. Artinya ada konteks global secara ideologi dan konteks lokal, yaitu
terbukanya struktur kesempatan politik yang mempengaruhi kemunculan Gerakan
Tarbiyah atau PKS di Indonesia.
Kemunculan Jamaah Tarbiyah juga tidak bisa dilepaskan dari gerakan
revivalisme Islam akibat dari ketegangan antara Sunni dan Syiah paska terjadinya
revolusi Iran tahun 1979. Hal ini berpengaruh pada persaingan dominasi pengaruh
ideologi antara Iran dan Arab Saudi di dunia Islam.66 Di satu sisi menguatnya
65
Santri Global adalah sebuah fenomena baru yang dalam klasifikasi kelompok Islam di
Indonesia berdasarkan garis budaya. Santri global merupakan tipologi baru kelompok Islam
“santri” yang dipengaruhi oleh paham atau ideologi yang berasal dari timur tengah. Yang termasuk
dalam tipologi santri global ini adalah: Jamaah Tarbiyah/PKS, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan
kelompok Salafi. Sehingga memudahkan untuk mengenal tipologi kelompok Islam di Indonesia,
seperti: tradisionalis, modernis, radical, dan santri global. Lihat selengkapnya di: Yon Machmudi,
Islamising Indonesia : The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous Justice Party (PKS).
66
Burhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, hal.96.
36
hubungan antara Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dengan Arab Saudi,
dimanfaatkan oleh Arab Saudi untuk membendung dominasi Iran di Indonesia.
Salah satu cara membendung pengaruh Iran di Indonesia adalah dengan bekerja
sama melalui pemberian beasiswa kepada pelajar atau santri di Indonesia yang
dekat dengan DDII untuk belajar di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi.67
Melalui jalur beasiswa inilah perkenalan antara pelajar Islam Indonesia
dengan ideologi Ikhwanul Muslimin terjadi. Tokoh-tokoh seperti Hilmi
Aminuddin, Salim Segaf Al-Jufri, Abdullah Said Baharmus, dan Acep Abdul
Syukur yang ketika kembali ke Indonesia menjadi pelopor gerakan Ikhwanul
Muslimin.68 Pada tahun 1980-an para alumni baru dari Timur Tengah ini
bekerjasama dengan tokoh DDII (Dewan Dakwah Islam Indonesia) seperti Abu
Ridho dan Rahman Zainuddin menterjemahkan tulisan-tulisan utama tokoh
Ikhwanul Muslimin seperti: Hasan Al-Banna dan Sayyid Quthb ke dalam bahasa
Indonesia.69 inilah yang memungkinkan para aktivis gerakan dakwah kampus
bersentuhan dengan karya-karya tokoh Ihkwanul Muslimin dalam kajian studi
Islam yang mereka pelajari.
Gerakan Tarbiyah tumbuh sekitar tahun 1980-an yang mengambil basis
gerakannya di masjid-masjid Universitas yang tersebar di Indonesia.70 Salah
seorang pelopor Gerakan Tarbiyah di kampus yang merupakan tokoh dari DDII
adalah Ir. Imaduddin Abdul Rahim, yang memprakarsai pola pengkaderan model
67
Buhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, hal.38.
Ahmad Norma Permata, Ideology, Institutions, Political Actions: Prosperous Justice
Party (PKS) in Indonesia, (Jurnal: ASIEN 109 (Oktober 2008), S. 22-36), hal.25.
69
Buhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, hal.38.
70
Ahmad Norma Permata, Ideology, Institutions, Political Actions: Prosperous Justice
Party (PKS) in Indonesia, (Journal: ASIEN 109 (Oktober 2008), S. 22-36).
68
37
Ikhwanul Muslimin yang dikenal dengan “usrah” atau “halaqoh/Liqo‟at”.71
Program halaqoh/liqo ini berawal di Masjid Salman ITB (Institut Teknologi
Bandung) yang kemudian menyebar ke universitas sekuler lainnya seperti: UI,
IPB, UGM, UNDIP, dan lain-lain.
Kemudian gerakan dakwah kampus atau Tarbiyah ini menegaskan bentuk
ideologi dan idealisme mereka dalam bentuk oraganisasi-organisasi mahasiswa
baik intra maupun ekstra. Di kalangan internal kampus, gerakan ini membentuk
LDK (Lembaga Dakwah Kampus), sedangkan secara eksternal mereka membuat
KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Organisasi inilah yang
menjadi basis dari Gerakan Tarbiyah dalam merekrut dan mengkader mahasiswa
sampai sekarang. Tokoh-tokoh PKS seperti Fahri Hamzah, Rama Pratama,
Zulkieflimansyah, dan Mahfud Shiddiq lahir dari kedua organisasi tersebut.
Alasan kedua, yakni Gerakan Tarbiyah/PKS muncul dari kebijakan politik
rezim orde baru yang represif khususnya terhadap “Islam politik”. Dibubarkannya
Masyumi pada tahun 1970 merupakan bukti bahwa rezim Orde Baru tidak
mengizinkan Islam secara politik tampil ke publik yang berpotensi menjadi lawan
pemerintah. Lebih jauh diterapkannya azas tunggal Pancasila sebagai landasan
dari semua organisasi yang ada, menjadi pemicu sakit hati kalangan Islam
terhadap rezim, terutama kalangan Masyumi yang kemudian membentuk DDII.
Otoritarianisme rezim Orde Baru tidak memungkinkan sebuah gerakan,
seperti Gerakan Tarbiyah muncul ke publik. Mereka, pada rezim Orde Baru
melakukan aktivitasnya secara sembunyi-sembunyi atau underground. Dengan
71
Miftahuddin, Pengaruh Ideologi Ikhwanul Muslimin terhadap Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) di Indonesia, (Jakarta: Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2008), hal.3.
38
kaderisasi menggunakan sistem halaqoh/liqo, mereka mempunyai keuntungan
dibawah rezim yang tertutup tersebut, yaitu menguatnya soliditas organisasi dan
terjaganya kemurnian ideologi. Hal ini terjadi karena sistem tarbiyah atau
kaderisasi yang mereka lakukan pada saat itu berada pada tahap mihwar tanzimi72
atau pembentukan organisasi.
Setelah rezim Soeharto tumbang dan beralih ke era Reformasi, maka ada
ruang kesempatan politik bagi Gerakan Tarbiyah untuk memperjuangkan dan
mengekspresikan idealisme dan cita-cita gerakan mereka ke ruang publik. Ini
tercermin dengan dideklarasikannya Partai Keadilan (PK) pada 20 Juli 1998 di
Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, dengan presidennya yang pertama
yaitu Nurmahmudi Ismail.73 Kemudian pada pemilu 1999 PK memperoleh suara
nasional sebanyak 1.436.565 atau 1,7 % dan menurut Undang-Undang Nomer 3
tahun 1999 tentang electoral threshold, maka PK dinyatakan tidak memenuhi
electoral threshold sebesar 2 % menurut Undang-Undang tersebut.
Karena Partai Keadilan tidak lolos electoral threshold pada pemilu 1999,
maka pada tanggal 2 Juli 2003 dideklarasikan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
yang merupakan transformasi dari Partai Keadilan. Kehadiran PKS mendapat
respon baik secara elektoral, hal ini terbukti dari perolehan suara PKS yang naik
secara signifikan pada pemilu 2004, yaitu sebanyak 8.325.020 suara nasional atau
72
Jamaah Tarbiyah atau PKS mempunyai tahapan-tahapan perkembangan dalam
dakwahnya. 1. Mihwar Tanzimi (pembentukan organisasi), 2. Mihwar Sya‟bi (bermasyarakat), 3.
Mihwar Muassasi (berpolitik), 4. Mihwar Daulah (negara atau kawasan Islam), 5. Uztazul Alam
(soko guru dunia atau khilafah). Bagian ini akan penulis bahas pada bagian berikutnya. Lihat:
Ahmad Norma Permata, Ideology, Institutions, Political Actions: Prosperous Justice Party (PKS)
in Indonesia, (Journal: ASIEN 109 (Oktober 2008), S. 22-36), hal.25.
73
Sejarah Partai Keadilan Sejahtera, lihat: http://www.pks.or.id/content/sejarah-ringkas,
diakses pada tanggal 16 Juli 2014.
39
7,34 %, kemudian pada tahun 2009 mendapat 8.204.946 suara atau 7,88%, dan
pada pemilu 2014 mendapat 8.480.204 suara atau 6,79%.74 Data ini menunjukkan
perolehan suara PKS secara elektoral dari tahun 2004 sampai 2014 cenderung
stabil.
I. Framing PKS Sebagai Organisasi Gerakan Sosial Islam
B.1. Bingkai Diagnostik
Pada level framing diagnostik, PKS mengidentifikasi masalah umat Islam
sebagai akibat dari apa yang mereka disebut dengan ghazwul fikri75 atau perang
pemikiran. Melalui ghazwul fikri ini, mereka merasa bahwa umat Islam sedang
diserang oleh pihak lawan, bukan hanya melalui jalan militer, tetapi juga diserang
dari segi budaya, ekonomi, dan politik. Sebagaimana yang dituliskan Irwan
Prayitno salah seorang kader PKS:
“Kekalahan pihak kafir, khususnya Nasrani, dari umat Islam melalui perang fisik
dan senjata (pada perang salib), menjadikan mereka berfikir mencari jalan lain
yang dapat mengalahkan umat Islam. Al-Ghazw Al-Fikr adalah serangan
pemikiran secara bertubi-tubi yang tersusun secara sistematik, teratur dan
terancang dengan baik yang dilakukan oleh umat yang kuat kepada umat yang
lemah untuk merubah kepribadiannya sehingga kemudian menjadi pengikut umat
yang kuat tersebut. Umat jahiliyah senantiasa memerangi umat Islam. Perang
tersebut dilaksanakan dalam tiga bentuk, yaitu: politik, militer, dan ekonomi. AlGhazw Al-Fikr akan menghasilkan berbagai kerusakan di kalangan umat Islam
dengan cara merusak akhlak, menghancurkan fikrah, melarutkan pribadi, dan
menumbangkan aqidah. Dengan cara tersebut, akan dihasilkan umat yang rusak
akhlak dan kepribadiannya, kotor pemikirannya, keluar dari Islam, serta
memberikan loyalitasnya kepada orang kafir.”76
74
Data selengkapnya lihat:
http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Keadilan_Sejahtera#Sejarah, diakses pda tanggal 16 Juli 2014.
75
Ghazwul Fikri atau perang pemikiran dalam konsepsi gerakan PKS adalah upaya dari
musuh-musuh Islam yang berupaya untuk memperlemah umat Islam dengan cara melarutkan umat
Islam dari ajaran Islam yang murni. Sarana yang biasa dilakukan dalam Ghazwul Fikri seperti:
budaya, politik, dan militer. Lebih jauh dapat dilihat dalam: Irwan Prayitno, Kepribadian Dai,
(Bekasi: Pustaka Tarbiyatuna, 2003).
76
Irwan Prayitno, Kepribadian Dai, (Bekasi: Pustaka Tarbiyatuna, 2003), hal.5.
40
Pernyataan Irwan Prayitno itu merupakan bentuk bingkai diagnostik yang
berusaha merumuskan adanya ancaman kepada umat Islam yang berasal dari
pihak luar Islam. Ancaman itu, menurut mereka datang dari musuh-musuh Islam.
Yang di maksud dengan musuh-musuh Islam yaitu: Al-Laa Diiniyuun (Ateis), AlYahuud (Yahudi), Al-Musyrikun (Musyrik), An-Nashaara (Kristen), dan AlMunafiquun (Munafik).77 Selanjutnya, para musuh Islam tersebut dianggap
melakukan usaha yang terus-menerus dan sistematis sampai pada rusaknya umat
Islam dari segi akidah, akhlak, dan fikrah (pemikiran).
Setelah mendiagnosis musuh dan tujuannya terhadap umat Islam yang
diinterpretasikan oleh gerakan, maka selanjutnya mereka melakukan diagnostik
pada kondisi umat Islam secara faktual. Menurut mereka, umat Islam saat ini
sedang mengalami kemunduran sejak jatuhnya Khilafah Islam pada tahun 1924
dan banyak dari negeri-negeri berpenduduk moyoritas Islam yang dijajah oleh
Barat (Eropa). Tentang ini Irwan Prayitno menulis:
“Keadaan muslimin sekarang ini amatlah hina dan berada di bawah kekuasaan
musuh-musuh Islam. Muslim sebagai umat yang baik dan mulia ternyata tidak
lagi nampak kemuliaannya di tengah manusia lain....Bukti yang nyata adalah
banyaknya negara Islam di bawah kekuasaan musuh-musuh Islam.”78
Dari penjelasan pada level diagnostik, gerakan PKS memberikan beberapa
bingkai penting kepada kadernya. Pertama adalah mereka mendefinisikan
ancaman dari musuh-musuh Islam, yaitu: Ateis, Yahudi, Musyrik, Kristen, dan
Munafik yang selalu berusaha merusak umat Islam dari segi akidah, akhlak, dan
pemikiran. Kedua, menggambarkan kondisi umat Islam saat ini yang sedang
“hina”, sebagai contoh adalah runtuhnya Khilafah Islam dan penjajahan negara77
Irwan Prayitno, Kepribadian Dai, hal.21.
Irwan Prayitno, Kepribadian Dai, hal.155.
78
41
negara Barat (Eropa dan Amerika Serikat) terhadap negara-negara Islam. Kasus
konflik di Palestina menjadi bingkai yang menguatkan framing diagnostik
mereka, karena pada konteks itu, antara ancaman/musuh dan keadaan faktual
menjadi semakin nyata. Ancaman dari musuh gerakan, yaitu Yahudi (Israel) yang
menjajah negara Palestina.
Lebih lanjut Salim Segaf Al-Jufri mengatakan bahwa puncak kemerosotan
politik Islam adalah ketika runtuhnya Khilafah Islam tahun 1924 oleh Kemal AtTaturk dan tercabik-cabiknya dunia Islam karena kolonialisme Barat.79 Hal ini
memperlihatkan bahwa ancaman lain dari luar Islam bukan hanya orang-orang
ateis, Kristen, munafik, dan musrik, tapi juga ideologi atau faham yang berasal
dari “Barat” seperti sekularisme, liberalisme, dan kolonialisme. Gerakan
sekularisme Kemal At-Taturk dianggap sebagai penyebab keruntuhan Khilafah
Islam di Turki.
Menurut gerakan Tarbiyah/PKS, sekularisme dan liberalisme merupakan
produk Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Menurut mereka,
fenomena yang dialami umat Islam adalah mundurnya moralitas dan akhlak umat
Islam oleh usaha-usaha musuh-musuh Islam. Maksudnya, bahwa umat Islam
mengikuti budaya yang tidak berasal dari ajaran atau tradisi Islam. Misalnya,
umat Islam banyak yang suka terhadap musik atau film yang berasal dari “Barat”,
cara berpakaian yang tidak menutup aurat, pergaulan bebas, dan lain-lain.80
Fenomena ini menurut mereka juga merupakan buah dari Ghouzul Fikr.
79
Salim Segaf al-Jufri dalam pengantar Hussain bin Muhammad bin Ali-Jabir, Menuju
Jama‟atul Muslimin: Telaah Sistem Jamaah dalam Gerakan Islam. (Jakarta: Rabbani Press, 2001),
hal.1.
80
Irwan Prayitno, Kepribadian Dai, hal.10
42
Tabel 2. Framing diagnostik gerakan Tarbiyah/PKS
Musuh Gerakan
Ancaman/ Tujuan Musuh
Sarana
Hasil
Ateis, Yahudi, Musyrik, Kristen, Munafik, Barat,
Sekularisme, dan Liberalisme
Musuh-musuh Islam berupaya melemahkan umat
Islam melalui merusak akidah, akhlak, dan fikrah
umat Islam. agar umat Islam mengikuti dan loyal
kepada sistem dan budaya musuh-musuh Islam dari
segi politik dan budaya.
Sarana yang musuh-musuh Islam lakukan adalah
dengan melakukan ghowzul fikri, melalui: media,
pendidikan, percetakan, hiburan, klub, olah raga,
yayasan, dan lain-lain
Runtuhnya Khalifah Islam, banyaknya negaranegara Islam/berpenduduk muslim yang dijajah
atau tunduk pada barat, dan umat Islam mengukuti
budaya atau gaya hidup “Barat” yang menurut
gerakan tidak Islami.
B.2. Bingkai Prognostik
Pada level prognostik, sebuah gerakan berusaha menawarkan “obat
mujarab” atau “solusi jitu” dalam rangka mengatasi masalah yang telah
diinterpretasikan pada level diagnostik. Pada level ini, gerakan PKS secara ide
atau narasi menawarkan solusi melaui jalan harakah Islamiyah (gerakan Islam),
yang menekankan pada pengamalan ajaran Islam (Syariah) yang kaffah
(menyeluruh)
mulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, dan negara.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, menurut mereka hanya bisa dilakukan
melalui gerakan Islam (harakah Islamiyah). Irwan Prayitno menulis:
“Setelah mendiskusikan muslim yang terkena penyakit, kemudian kita pun
melihat bagaimana dakwah Islam yang dilaksanakan juga mempunyai beberapa
kelemahan dan kekurangan. Umumnya dakwah yang dijalankan oleh umat Islam
berjalan sendiri dan tidak melalui jamaah. Akibatnya, dakwah kemudian hanya
menghasilkan sesuatu yang kurang berpengaruh. Da‟i ataupun Ustadz dan ulama
yang berdakwah secara sendirian akan mengalami keletihan dari segi perjalanan
dakwahnya. Secara ringkasnya penyakit infiraadiyah ini disebabkan oleh keadaan
ma‟nawi dan beban aktifitas. Keadaan ini perlu diobati dengan dakwah yang
melandaskan dirinya kepada amal jama‟i. Beberapa solusi yang diperlukan untuk
mengatasi masalah ini adalah perlunya kesadaran yang bersumber kepada
43
pengetahuan, berorientasi Islami, berjiwa rendah hati, menyeluruh, modern,
minhaji, dan perubahan secara total.”81
Dari uraian Irwan Prayitno di atas, secara narasi atau ide, solusi untuk
memperbaiki dan mengembalikan kejayaan Islam harus melalui harakah
Islamiyah atau gerakan Islam yang menerapkan Islam secara kaffah dalam
berbagai aspek kehidupan. Solusi ini berangkat dari realitas gerakan para pemikir
Islam seperti Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Iqbal, Muhammad Rasyid
Ridha, dan Muhammad Abduh menjelang jatuhnya Khilafah Islam, mereka
muncul secara individual dengan corak pemikiran yang berbeda sebagai akibat
dari demoralisasi berbagai bidang kehidupan umat Islam, baik akidah, akhlaq, dan
pemikiran umat Islam akibat dari ghouzul fikri yang dilakukan oleh musuh-musuh
Islam.82
Kemudian solusi
taktik dan strategi gerakan secara teknis pada level
prognostik, yaitu gerakan Tarbiyah/PKS menempuh jalur politik secara formal
dalam negara dengan mengikuti pemilu yang demokratis. Untuk mencapai tujuantujuan ideologis gerakan, PKS ikut masuk dalam sistem politik negara, yaitu ikut
pemilu dan mengambil bagian dari pemerintahan. Dengan masuk dalam sistem
politik formal, mereka dapat memperjuangkan tujuan gerakannya dengan cara
yang efektif dan tidak selalu bermusuhan dengan rezim. Seperti memperjuangkan
81
Irwan Prayitno, Kepribadian Dai, hal.152.
Salim Segaf al-Jufri dalam pengantar Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir, Menuju
Jama‟atul Muslimin: Telaah Sistem Jamaah dalam Gerakan Islam. (Jakarta: Rabbani Press, 2001),
hal.3.
82
44
Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi di parlemen dan mendukung
munculnya perda-perda syari‟ah di berbagai daerah.83
Masuknya PKS dalam sistem politik formal, secara strategi inilah yang
membedakan mereka dengan gerakan-gerakan Islam lain yang ada di Indonesia.
Misanya, gerakan Salafi atau Jama‟ah Tabligh yang lebih menekankan pada aspek
pembentukan ketaatan bagi para anggotanya dengan tidak masuk ke ranah politik,
HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) lebih menekankan pada aspek mempengaruhi opini
publik untuk mencapai tujuan gerakannya tetapi tidak masuk dalam ranah politik
formal (pemilu).
B.3. Bingkai Motivasi
Pada level ini gerakan berusaha untuk memberikan alasan untuk
memotivasi tumbuhnya dukungan dari anggota gerakan untuk melakukan aksiaksi kolektif (collective actions). Pada level ini gerakan Islam biasanya
memberikan justifikasi Ideologis untuk memotivasi anggotanya untuk melakukan
aksi dalam sebuah gerakan. Pada gerakan PKS, bingkai motivasi dapat dilihat dari
tulisan Hasan Al-Banna:
“Allah telah mewajibkan jihad secara tegas kepada setiap muslim. Tidak ada
alasan bagi orang Islam untuk meninggalkan kewajiban ini. Islam mendorong
umatnya untuk berjihad dan melipatgandakan pahala orang-orang yang
berpartisipasi di dalamnya, apalagi yang mati Syahid. Tidak ada yang mampu
menandingi dalam besarnya pahala, kecuali orang-orang yang mengikuti jejak
mereka di medan jihad. Allah mengkaruniai mereka berbagai kelebihan ruhiah
dan amaliah, baik di dunia maupun di akhirat, yang tidak diberikan kepada selain
mereka. Allah menjadikan darah mereka yang suci sebagai harga bagi
kemenangan dunia serta lambang kemuliaan bagi keuntungan dan kejayaan hari
akhir”84
83
Wawancara dengan Aan Rohana. Anggota Majelis Syuro PKS. Wawancara dilakukan di
Bogor, Jawa Barat tanggal 7 Agustus 2014.
84
Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, (Solo: Era Intermedia, 2005),
hal. 15-16.
45
Dari tulisan Hasan Al-Banna di atas terdapat dua unsur motivasi kepada
anggota untuk melakukan aksi-aksi dalam gerakan. Pertama, bahwa aksi-aksi
dalam gerakan (jihad) merupakan kewajiban dari Tuhan. Artinya, bawa aktifitas
yang dilakukan merupakan aktifitas yang “suci atau sakral” yang mendapat
perintah langsung dari Tuhan, sehingga menimbulkan kebanggaan dan keberanian
dari anggota untuk terlibat dalam agenda-agenda gerakan.
Kedua, adanya insentif yang Tuhan berikan kepada mereka berupa pahala
dan surga. Adanya insentif berupa pahala dan kenikmatan surga merupakan alasan
bagi anggota untuk lebih termotivasi terlibat secara total dalam gerakan. Inilah
yang bisa menjelasakan mengapa anggota-anggota gerakan PKS rela melakukan
aksi-aksi kolektif gerakan berupa: memasang atribut partai, rapat-rapat rutin,
kampanye, dan lain-lain, tanpa dibayar secara materi (uang), justru memberikan
materi (uang) mereka untuk kegiatan gerakan.85
Setelah memotivasi secara ideologis dengan bingkai kewajiban dari Tuhan
dan insentif berupa pahala dan syurga, maka gerakan PKS juga memberikan
motivasi berupa ancaman secara ideologis. Yaitu, ancaman dan hukuman dari
Tuhan berupa siksa yang pedih. Ancaman ini ditujukan bagi anggota yang tidak
terlibat dalam gerakan. Sebagaiman Hasan Al-Banna menjelaskan:
“Allah mengancam orang-orang yang tidak turut dalam jihad dengan ancaman
siksa yang sangat pedih. Allah menghinakan mereka dengan berbagai gelar dan
sebutan yang buruk, menganggap mereka pengecut, pemalas, lemah, dan
tertinggal dibelakang. Allah menjanjikan untuk mereka kehinaan di dunia.
Kehinaan yang tidak dapat dihapuskan kecuali dengan berangkat ke medan jihad.
Sedangkan di akhirat, Allah menyiapkan mereka sisksa yang pedih. Mereka tidak
dapat melepaskan diri dari siksa itu meskipun menebusnya dengan emas sebesar
85
Wawancara dengan Rahmat Aziz. Ketua Bidang Kaderisasi DPD PKS Jakarta Barat.
Wawancara dilakukan di Kelurahan Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat tanggal 23 Juli
2014.
46
gunung uhud. Islam menganggap duduk-duduk, tidak mengikuti jihad, dan lari
meninggalkan medan perang sebagai salah satu dosa besar, bahkan termasuk
salah satu di antara tujuh hal yang membinasakan amal”86
Sebagaimana disebutkan bahwa aktifitas gerakan adalah aktifitas suci yang
merupakan perintah dari Tuhan, maka bagi anggota gerakan yang tidak
melaksanakannya merupakan sesuatu yang menyimpang. Dari uraian Hasan AlBanna di atas jelas bahwa ancaman bagi orang yang tidak melakukan aktifitas
gerakan akan mendapatkan siksa dari Tuhan dan akan dianggap sebagai orang
yang tercela (pengecut, pemalas, dan lemah) oleh para anggota gerakan. Ancaman
ini memberikan motivasi bagi para angggota gerakan untuk terlibat dalam agenda
gerakan secara total. Keterlibatannya dalam aksi-aksi gerakan bukan hanya bagian
dari motivasi melaksanakan perintah Tuhan dan ingin mendapatkan insentif
pahala dan surga, tapi juga motivasi untuk menghindari hukuman yang berasal
dari gerakan, seperti stigma: pengecut, pemalas, dan lemah yang dialamatkan bagi
seorang kader yang tidak bekerja untuk gerakan.
J. Landasan Ideologis Gerakan
Sebagaimana gerakan Islamisme lainnya, landasan ideologis gerakan
tarbiyah adalah Al-Qur‟an dan Al-Hadits.87 Gerakan tarbiyah mendasarkan
seluruh kegiatannyya berdasarkan dua azas tersebut. Gerakan Islamisme, seperti
PKS memandang bahwa Al-Qur‟an dan Hadits merupakan panduan hidup utama
bagi umat Islam. Menurut mereka, Karena di dalam Al-Qur‟an terkandung secara
lengkap yang mengatur hidup manusia, mulai dari aspek: ibadah, ilmu
86
Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, hal. 16.
Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Manhaj Tarbiyah 1433, hal.26.
87
47
pengetahuan, masyarakat, politik, sampai aspek negara atau kepemimpinan,
semuanya diatur dan ada panduannya dalam Al-Qur‟an dan Hadits. Mengenai
urgensi Al-Qur‟an dan Hadits dalam gerakan PKS, sebagaimana dikemukakan
oleh Salim Segaf Al-Jufri:
“Sebagai sistem ajaran (value system), Islam tetap menjadi alternatif satu-satunya
bagi manusia yang ingin selamat dunia maupun akhirat. Islam juga akan tetap
menjadi satu-satunya alternatif peradaban modern umat manusia, pada hari ini
dan hari depan. Secara konseptual, Islamlah yang paling layak untuk
menggantikan seluruh konsepsi spiritual yang telah ada. Hujjah tekstual tak perlu
dipertanyakan lagi. Semuanya bisa lihat dan dikaji dalam kebenarannya dari
sumber-sumber pokok ajaran Islam, yaitu al-Qur‟an dan as-Sunnah.”88
Sedangkan secara landasan operasional, gerakan tarbiyah banyak
mengambil dari pemikiran-pemikiran Hasan Al-Banna yang merupakan pendiri
gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Adapaun beberapa landasan operasional
tersebut yang penulis kutip dalam Manhaj Tarbiyah 1433, seperti: Sepuluh Rukun
Bai‟at oleh Hasan Al-Banna, Sepuluh wasiat oleh Hasan Al-Banna, Tiga puluh
delapan wajibatul akh shadiq oleh Hasan Al-Banna, dan semua yang terdapat
dalam buku Risalah Ta‟lim (Risalah Pergerakan) yang merupakan kumpulah
pidato dan tulisan Hasan Al-Banna.89
Buku Majmu‟ah Rasa‟il (buku Risalah Pergerakan) Hasan Al-Banna
adalah materi tarbiyah yang sangat penting dalam gerakan Tarbiyah/PKS,
sehingga masuk di dalam kurikulum tarbiyah.90 Buku ini secara khusus
diterjemahkan oleh Abu Ridho, seorang ideolog gerakan PKS yang juga
merupakan
anggota
Majelis
Syuro
88
PKS.
Buku
“Risalah
Pergerakan”
Salim Segaf al-Jufri dalam pengantar Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir, Menuju
Jama‟atul Muslimin: Telaah Sistem Jamaah dalam Gerakan Islam. (Jakarta: Rabbani Press, 2001),
hal.5.
89
Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Manhaj Tarbiyah 1433, hal.29.
90
Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Manhaj Tarbiyah 1433, hal.103.
48
menjelasakan pemikiran-pemikiran Hasan Al-Banna yang isinya banyak diadopsi
oleh gerakan PKS. Buku ini memberikan penjelasan tentang ideologi PKS,
seperti: Tujuan dan sarana gerakan, Rukun bai‟at (yang akan dijelaskan
kemudian), tahapan dakwah, dan kewajiban seorang anggota gerakan PKS.
K. Tarbiyah Sebagai Sarana Kaderisasi Gerakan: Tujuan dan Proses
Tujuan
tarbiyah
adalah pembentukan kader-kader gerakan
yang
mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari dan bekerja melakukan
Islamisasi pada level masyarakat dan negara. Sebagaimana tarbiyah didefinisikan
sebagai proses pembentukan seseorang untuk mempunyai kepribadian yang
syakhshiyyah Islamiyah (memahami dan menjalankan ajaran/syari‟at Islam secara
kaffah atau menyeluruh), syakhshiyyah da‟iyah (bekerja mendakwahkan Islam),
syakhshiyyah Ijtima‟iyah (berinteraksi dan berkiprah positif dalam masyarakat),
dan syakhshiyyah Dauliyah (mampu berperan dalam mengurus negara).91 Jadi,
fokus unit yang diperhatikan dalam proses tarbiyah adalah terbentunya individuindividu gerakan yang Islami dan mampu meng-Islamiasasi masyarakat dan
negara.
Berangkat dari penjelasan Greg Fealy92 yang menggungkapkan bahwa
PKS mempunyai dua agenda atau tujuan dalam aktifitas gerakannya. Pertama
agenda elektoral yang difokuskan pada kinerja pelayanan sosial, wacana anti
korupsi, dan wacana penciptaan good governance. Di sisi lain dalam training91
Arief Munandar, Antara Jamaah dan Politik: Dinamika Habitus Kader Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) dalam Arena Politik Indonesia Paska Pemilu 2004, (Depok: Disertasi,
Universitas Indonesia, 2011), Hal.175.
92
Greg Fealy dalam Zachary Abuza, Political Islam and Violence in Indonesia, (New
York: Routledge, 2007), hal.25.
49
training (proses tarbiyah) yang mereka lakukan, terlihat bahwa PKS mempunyai
agenda internal (private agenda) yang menekankan pada pemurnian ajaran Islam,
disiplin internal, dan penerapan syariah.
Menurut gerakan PKS tidak ada dikotomi antara agama dan politik
(negara) dalam Islam. Menurut mereka Islam adalah agama yang universal dan
integral, yang mencakup seluruh aspek kehidupan, mulai dari aspek akidah,
ibadah, politik, hukum, pendidikan, jihad, militer, dan pemikiran. 93 Ini merupakan
manfestasi dari ideologi Islamisme yang memandang bahwa Islam adalah agama
yang Kaffah dan mencakup seluruh bidang kehidupan manusia.
Secara eksplisit kader PKS tidak membantah kalau tujuan dari gerakan
mereka adalah untuk menerapakan nilai atau syariah Islam. Menurut mereka
dakwah secara umum adalah proses mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam
kehidupan sehari-hari manusia di segala bidang.94 Mereka menganggap bahwa
proses tarbiyah merupakan proses yang dilakukan para nabi dan rasul, sehingga
aktivitas yang dilakukan dalam proses dakwah ini adalah proses yang mulia.95
Penulis melakukan wawancara dengan Aan Rohana yang sekarang
menjadi salah satu anggota Majelis Syuro PKS berkaitan dengan tujuan dan
agenda ideologis PKS tersebut. Penulis bertanya mengenai strategi dakwah PKS
yang disebut empat mihwar (orbit) dakwah. Mihwar tersebut meliputi: tanzhimi
(pembentukan organisasi) , sya‟bi (berinteraksi dengan masyarakat), muassasi
93
Cahyadi Takariawan, Rekayasa Masa Depan Menuju Kemenangan Dakwah Islam,
(Jakarta: Pustaka Tarbiatuna,2003), hal.85.
94
Cahyadi Takariawan, Rekayasa Masa Depan Menuju Kemenangan Dakwah Islam,
hal.1.
95
Cahyadi Takariawan, Rekayasa Masa Depan Menuju Kemenangan Dakwah Islam,
hal.1.
50
(masuk dalam institusi-institusi politik), daulah (pendirian negara/regional),
ustazatul alam (soko guru dunia). Menyangkut hal ini terutama pada mihwar
daulah, Aan Rohana menjelaskan “bahwa yang dimaksud adalah agar masyarakat
Indonesia menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari”.96 Usaha
PKS, lanjut Aan Rohana, seperti “mendukung perda-perda syari‟ah atau undangundang yang “berbau” nilai Islam, seperti UU Pornografi & Pornoaksi yang PKS
perjuangkan di parlemen”.97 Dari jawaban Aan Rohana tersebut, jelas bahwa PKS
mempunyai agenda internal untuk penerapan syariah Islam atau melakukan
Islamisasi di Indonesia.
Tarbiyah merupakan proses yang terencana dalam gerakan Tarbiyah/PKS,
dalam konteks menguatkan disiplin dan kapasitas kader. Proses tarbiyah
mempunyai beberapa sarana, antara lain: halaqoh/usrah/liqo, mabit (malam bina
iman dan taqwa), tasqif (tarbiyah tsaqofiyah) atau pendidikan untuk memperluas
wawasan ke-Islaman kader, daurah (pelatihan), ta‟lim, rihlah (liburan),
mukhayyam (berkemah), dan lain-lain.98 Sarana-sarana tersebut merupakan suatu
hal yang wajib diikuti oleh para kader-kader PKS. Melalui proses terbiyah ini,
proses kaderisasi dan pembentukan kader yang loyal terhadap gerakan
berlangsung.
Sarana tarbiyah yang terpenting bagi gerakan PKS dalam pengkaderan
adalah halaqoh/liqo. Halaqoh/liqo merupakan sebuah aktifitas inti dari gerakan
PKS, dan menjadi pembatas antara anggota gerakan dan bukan anggota gerakan.
Melalui keterlibatannya dalam halaqoh/liqo seseorang dikatakan sebagai bagian
96
Wawancara dengan Aan Rohana.
Wawancara dengan Aan Rohana.
98
Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Manhaj Tarbiyah 1433, hal.157-158.
97
51
dari gerakan. Sehingga, proses halaqoh merupakan kewajiban bagi setiap anggota
gerakan Tarbiyah/PKS.
Halaqoh/liqo rutin dilakukan setiap sepekan sekali oleh seluruh kader
gerakan. Di dalam halaqoh/liqo, anggota gerakan mengkaji ajaran Islam yang
telah disusun kurikulumnya oleh struktur PKS. Selain mengkaji Islam,
halaqoh/liqo juga sebagai sarana PKS untuk memberikan intruksi atau penjelasan
yang berkaitan dengan politik atau gerakan. Anggota dalam setiap kelompok
halaqoh/liqo biasanya antara delapan sampai dua belas orang.
Dalam halaqoh/liqo, terdapat seorang guru atau ustad yang disebut
murabbi. Murabbi merupakan orang yang menjadi guru dalam halaqoh/liqo, baik
menyampaikan materi atau melanjutkan memberikan instruksi atau penjelasan
dari struktur PKS. Dalam budaya gerakan Tarbiyah/PKS terdapat penghormatan
yang luar biasa terhadap guru atau murabbi.99 Sebagaimana dijelaskan bahwa hak
murabbi/naqib: didengar dan ditaati, diminta pendapat, dihargai dan dihormati,
mengajukan permintaan bantuan untuk melaksanakan tugas, memutuskan
kebijakan, membentuk kepengurusan halaqoh, mendapat pelatihan-pelatihan, dan
mengajukan peserta tarbiyahnya untuk dinaikkkan ke jenjang tarbiyah yang lebih
tinggi.100
L. Urgensi Rukun Bai’at Dalam Gerakan
Rukun bai‟at
merupakan suatu hal
yang wajib dipahami
dan
diimplemtasikan bagi para anggota kader PKS. Rukun bai‟at disebut juga janji
99
Arief Munandar, Antara Jamaah dan Politik: Dinamika Habitus Kader Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) dalam Arena Politik Indonesia Paska Pemilu 2004, hal.212.
100
Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Manhaj Tarbiyah 1433, hal.85-86.
52
setia anggota kepada gerakan Tarbiyah/PKS. Rukun ini sebenarnya dibuat oleh
Hasan Al-Banna sebagai janji setia setiap anggota gerakan Ikhwanul Muslimin.
Ada sepuluh rukun baiat: fahm (pemahaman), ikhlas, amal, jihad, tadhiyyah
(pengorbanan), taat (ketaatan), tsabat (keteguhan), tajarrud (kemurnian), ukhwah
(persaudaraan), dan tsiqoh (kepercayaan). Sebagaimana yang diungkapkan
Suhada, seorang Ketua DPRa (Dewan Pengurus Ranting) Kelurahan Duri
Kosambi, yang menjelaskan pemahamannya tentang rukun bai‟at:
“Yang namanya rukun adalah kewajiban dan harus dipegang teguh. Kalau ada
salah satu rukun tidak dilaksanakan, maka dia belum sempurna sebagai kader,
apabila dia belum menjalankan kesepuluh rukun baiat itu. Kalau dia melanggar
itu, sebaiknya dia harus mempelajari kembali rukun baiat itu”101
Sebagai manifestasi dari pemahaman Islam yang kaffah, rukun baiat
merupakan syarat utama bagi kader dalam gerakan Tarbiyah/PKS. Lebih jauh,
rukun bai‟at menurut Hasan Al-Banna merupakan sebuah keniscayaan dan harus
dipenuhi oleh setiap kader gerakan agar dapat menunaikan tugasnya dalam
jamaah (gerakan), dan tidak terpenuhinya salah satu rukun ini akan membuat
seorang kader menjadi cacat, dan selanjutnya cacat pula gerakan oleh kader
tersebut.102
Rukun bai‟at menjadi keharusan bagi gerakan PKS untuk disampaikan
kepada kadernya. Rukun bai‟at disampaikan pada halaqoh/liqo dan secara khusus
ada penugasan dari murabbi kepada binaannya untuk membaca dan menghapal
rukun baiat ini. Menurut Said Hawwa, tanggung jawab pertama gerakan adalah
101
Wawancara dengan Suhada. Kader Jenjang Muntasib dan Ketua DPRa PKS Kelurahan
Duri Kosambi, Jakarta. Wawancara dilakukan di Jakarta tanggal 25 Juli 2014.
102
Sa‟id Hawwa, Membina Angkatan Mujahid: Studi Analisis atas Konsep Dakwah
Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta‟lim, (Solo: Era Intermedia, 2000), hal. 135.
53
mewujudkan rukun-rukun bai‟at yang sepuluh kepada setiap individu, sebagai
jalan untuk membangun gerakan Islam yang komprehensif (kaffah).103
Misalnya kader gerakan PKS sangat ditekankan untuk tsiqoh (percaya)
dan taat (patuh) kepada pemimpin dan murabbi meraka. Percaya dan patuh
kepada murabbi merupakan rukun bai‟at yang wajib dilaksanakan oleh setiap
anggota gerakan. Menyangkut tsiqoh kepada pemimpin, Rahmat Abdullah
mengatakan ”pemimpin menduduki posisi sebagai bapak dalam ikatan hati, posisi
guru dalam suplai ilmu, syeikh dalam pembinaan ruhiyah dan panglima dalam
kebijakan umum dakwah.”104 Sehingga, percaya dan patuh kepada pemimpin dan
murabbi menjadi budaya dan tuntutan perilaku bagi setiap anggota gerakan
Tarbiyah/PKS.
Tabel 3: Rukun Bai‟at105
Rukun Bai’at
Penjelasan
Fahm (Pemahaman)
Yang dimaksud dengan pemahaman yaitu bahwa
seorang kader harus yakin dan mengerti bahwa fikrah
(ideologi) gerakan merupakan fikrah Islam yang bersih.
Bahwa setiap kader dalam setiap kata-kata, aktivitas,
dan jihadanya, semua semata-mata bertujuan untuk
mencari ridha Allah dan pahalanya, tanpa
mempertimbangkan apapun selain itu, seperti: harta,
jabatan, gelar, dan lain-lain, sehingga dia menjadi
pejuang gerakan, dan bukan menjadi pejuang
kepentingan dan ambisi pribadi.
Amal (aktivitas) merupakan buah dari ilmu dan
keikhlasan. Beberapa tingkatan amal bagi seorang
kader: perbaikan diri sendiri, pembentukan keluarga
muslim, membimbing masyarakat, pembebasan tanah
air dari penguasa asing, memperbaiki keadaaan
Ikhlas
Amal
103
Sa‟id Hawwa, Membina Angkatan Mujahid: Studi Analisis atas Konsep Dakwah
Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta‟lim, (Solo: Era Intermedia, 2000), hal. 135.
104
Rahmat Abdullah, Untukmu Kader Dakwah,(Jakarta: Pustaka Dakwatuna, 2004),
hal.102.
105
Diolah dari Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, (Solo: Era
Intermedia, 2005).
54
Jihad
Tadhiyyah (Pengorbanan)
Taat (Kepatuhan)
Tsabat (Keteguhan)
Tajarrud (Kemurnian)
Ukhwah (Persaudaraan)
Tsiqoh (Kepercayaan)
pemerintah, menegakkan kepemimpinan dunia dengan
penyebaran dakwah Islam di seantero negeri.
Jihad adalah sebuah kewajiban yang tetap hukumnya
hingga hari kiamat. Peringkat pertama jihad adalah
pengingkaran dalam hati, dan peringkat terakhirnya
adalah perang di jalan Allah. Sedangkan di antara
keduanya terdapat jihad dengan lisan, pena, tangan, dan
kata-kata yang benar dihadapan penguasa yang zalim.
Tadhhiyyah adalah pengorbanan jiwa, harta, waktu,
kehidupan, dan segala sesuatu yang dipunyai oleh
seorang kader untuk meraih tujuan.
Yang dimaksud dengan taat adalah menjalankan
perintah dan merealisasikannya dengan serta merta,
baik dalam keadaan sulit maupun mudah, saat
bersemangat maupun malas
Hasan Al-Banna menjelaskan bahwa seorang kader
hendaknya menjadi seorang mujahid di jalan yang akan
mengantarkan pada tujuan (tujuan gerakan atau mati
syahid), walaupun jauh jangkauannya dan lama
waktunya, sampai bertemu dengan Allah.
Hasan Al-Banna memberikan penjelasan mengenai
Tajarrud yaitu bahwa seorang kader harus
membersihkan pola pikirnya dari berbagai prinsip nilai
lain (yang di luar gerakan) dan pengaruh pribadi.
Uhkwah dalam konsepsi Hasan Al-Banna adalah
terikatnya hati dan nurani dengan ikatan aqidah,
sehingga seorang kader gerakan melihat saudarasaudaranya lebih utama dari diri sendiri.
Tsiqoh adalah rasa puasnya seorang tentara (kader) atas
komandannya (pemimpinnya), dalam hal kapasitas
kepemimpinannya maupun keikhlasannya, dengan
kepuasan yang mendalam yang menghasilkan perasaan
cinta, penghargaan, penghormatan, dan ketaatan.
M. Tingkatan/Jenjang Keanggotaan Dalam Gerakan
Sebagai sebuah organisasi kader, ada tingkatan keanggotaan dalam
gerakan PKS. Ada enam tingkatan keanggotaan gerakan tarbiyah, yaitu: pemula
(tamhidi), muda (muayyid), madya (muntasib), dewasa (muntazhim), ahli („amil),
purna (mas‟ulin). Setiap jenjang memiliki kriteria dan kewajiban yang berbeda.
Semakin tinggi jenjang keanggotaan, maka kriteria dan kewajibannya akan
semakin berat.
55
Dari keenam tingkatan tersebut dibagi lagi menjadi dua, yaitu kader
pendukung dan kader inti. Kader pendukung adalah mereka yang berada di tingkat
pemula (tamhidi) dan muda (muayyid), sedangkan kader inti adalah mereka yang
berada pada tingkat madya (muntasib), dewasa (muntazhim), ahli („amil), purna
(mas‟ulin).
Para
kader
dibina
melalui
halaqoh/liqo
yang
anggotanya
dikelompokkan berdasarkan tingkatan/jenjang yang sama dalam gerakan.
Pada jenjang keanggotaan, seorang kader bisa naik ke jenjang yang lebih
tinggi. Seorang kader yang akan naik ke jenjang yang lebih tinggi terlebih dahulu
harus melewati atau melaksanakan kriteria atau standar yang telah ditetapkan oleh
gerakan, yang disebut muasshofat tarbiyah. Setelah kader tersebut melaksanakan
muasshofat dijenjangnya, maka dia akan mengikuti ujian kenaikan, yang disebut
dauroh tarqiyah. Ketika seorang kader lulus dalam dauroh tarqiyah, maka dia
akan naik ke jenjang di atasnya.
Ada konsekuensi bagi kader di setiap jenjangnya terhadap penugasan
mereka di struktur partai PKS. Bagi kader pendukung (pemula dan muda), mereka
menjadi anggota biasa dalam struktur DPRa (Dewan Pengurus Ranting) setingkat
kelurahan. Pada level madya seorang kader ditugaskan menjadi pimpinan dalam
struktur DPRa atau menjadi anggota dalam struktur di atasnya yaitu DPC (Dewan
Pengurus Cabang) tingkat kecamatan.
Selanjutnya pada level dewasa, biasanya mereka ditugaskan menjadi
pimpinan tingkat DPC atau menjadi pimpinan pada tingkat DPD (Dewan
Pengurus Daerah) setingkat kota madya atau kabupaten atau anggota pada tingkat
DPW (Dewan Pengurus Daerah) setingkat provinsi. Kemudian jenjang ahli, kader
56
pada level ini menjadi pimpinan pada level DPW atau anggota pada level DPP
(Dewan Pengurus Pusat). Pada level kader Purna, seorang kader ditugaskan
menjadi pimpinan DPP dan/atau Majelis Syuro.106
Tabel 4: Jenjang kader dan penugasan dalam struktur PKS107
Jenjang
Keanggotaan
Pemula (Tamhidi)
Seseorang yang
memiliki sifat terpuji,
perangai Islam asasi,
tidak terkotori syirik
dan tidak memiliki
hubungan dengan
institusi yang
memusuhi Islam.
Tujuan atau Muasshofat Tarbiyah
Jabatan dalam
Struktur PKS
1. Memperkenalkan prinsip-prinsip
umum Islam, baik aqidah, syariah,
maupun akhlaq.
2. Memunculkan lingkungan yang
sesuai untuk berkomitmen kepada
prinsip-prinsip Islam.
3. Memperkokoh kecenderungan
peserta untuk berkomitmen kepada
prinsip-prinsip Islam.
4. Mengembangkan sifat-sifat terpuji
dan perangai Islam asasi yang ada
pada perserta melalui kajian
terhadap ilmu-ilmu marhalah
(bidang studi)
5. Membentuk berbagai kecenderungan
dan orientasi-orientasi positif
menuju penyebarluasan fikrah (pola
pikir) Islam, dan memberi perhatian
kepada berbagai problematika dunia
Islam.
6. Meneliti tingkat kredibilitas berbagai
kecendrungan dan orientasi-orientasi
positif yang dimiliki oleh peserta
tersebut.
Anggota dalam
struktur DPRa
PKS (Dewan
Pengurus
Ranting) setingkat
Kelurahan.
1. Menguasai ilmu-ilmu dan nilai-nilai
yang diambil dari Qur‟an, sunnah,
dan sirah salafush shalih sesuai
dengan marhalahnya.
2. Mengenal sejumlah tokoh-tokoh
Anggota dalam
struktur DPRa
PKS (Dewan
Pengurus
Ranting) setingkat
Muda (Muayyid)
Seorang tamhidi yang
mendukung fikrah,
memiliki perhatian
untuk
menyebarluaskannya,
106
Diolah melalui hasil wawancara dengan Aan Rohana, Sugianto, dan Rahmat Aziz.
Diolah dari Arief Munandar, Antara Jamaah dan Politik: Dinamika Habitus Kader
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Arena Politik Indonesia Paska Pemilu 2004, hal.177-179,
buku Manhaj Tarbiyah 1427 H, dan hasil wawancara dengan Aan Rohana, Sugianto, dan Rahmat
Aziz.
107
57
memiliki perhatian
terhadap problematika
kaum muslimin secara
umum, dan
mempelajari sebagian
daripada konsepkonsep asasi dakwah.
3.
4.
5.
6.
7.
Islam, ulama, dan mujahid yang
Kelurahan.
berkhidmat untuk Islam.
Mengetahui urgensi dan keharusan
beramal jama‟i untuk berkhidmat
demi Islam dan kaum muslimin.
Memiliki kemampuan untuk
memilih jamaah yang dapat
mewujudkan pemahaman Islam yang
benar.
Menghiasi diri dengan akhlaq Islam
dan bertata krama dengan adabadabnya, baik lahir maupun batin.
Menanamkan perhatian untuk
menyebarluaskan fikrah Islam dan
perhatian kepada berbagai
problematika kaum muslimin.
Menanamkan kebiasaan untuk
indibath (disiplin) dan tidak menyianyiakan waktu.
Madya (Muntasib)
Seseorang yang
memenuhi segala
persyaratan muayyid
dan berada di dalam
barisan pada tangga
pertama keterikatan di
mana ia melaksanakan
berbagai tugas dakwah
yang dibebankan
kepadanya dan
membela dakwah.
1. Memperkokoh pengetahuan peserta
mengenai urgensi dan kemestian
komitmen ilmiah dan manajerial.
2. Memperhatikan berbagai hakikat dan
nilai-nilai yang ada dalam manhaj
pada aspek pemahaman dan
penguasaan.
3. Membekali peserta dengan berbagai
kemahiran yang menjadi sasaran
pada ilmu-ilmu marhalah, kegiatankegiatannya, serta pelatihanpelatihannya.
4. Mengembangkan berbagai orientasi
dan kecenderungan positif berupa
perhatian, obsesi, semangat, dan
pengorbanan untuk dakwah.
5. Memikul tanggung jawab dan tugas
kerja-kerja dakwah yang dibebankan
kepada peserta dengan
memperhatikan aspek ketelitian dan
itqan (profesionalisme).
6. Berperan serta aktif dalam
membentuk rumah tangga dan
masyarakat yang Islami.
7. Merealisasikan rukun-rukun dan
adab-adab usrah.
Pimpinan dalam
struktur DPRa
atau menjadi
anggota dalam
struktur di atasnya
yaitu DPC
(Dewan Pengurus
Cabang) tingkat
kecamatan.
1. Memperkokoh berbagai kemahiran
Pimpinan tingkat
Dewasa (Muntazhim)
Muntasib yang
58
melaksanakan semua
tugas dan beban yang
diminta, disertai
pengenalan terhadap
berbagai keadaan
gerakan dakwah dan
sejarahnya, dan ia
merupakan batu bata
asasi di dalamnya.
yang diperoleh pada marhalah
muntasib dan meningkatkan
profesionalismenya.
Memberikan perhatian terhadap
berbagai hakikat, nilai, dan
kemahiran yang menjadi target pada
ilmu-ilmu marhalah serta pelatihanpelatihannya.
Memberikan berbagai kemahiran
yang ditargetkan pada marhalah ini
dengan cara melaksanakan berbagai
kegiatan, dan ikut serta secara aktif
dalam berbagai pelatihan.
Berkorban secara maksimal dalam
melaksanakan berbagai tugas dan
beban yang diminta darinya.
Istifadah (mengambil manfaat)
berdasarkan pemahaman, isti‟ab
(penguasaan), analisis, dan
penggalian dari sejarah gerakan
dakwah dan berbagai kondisi yang
dilaluinya.
Berkomitmen terhadap berbagai
pedoman dan keputusan yang
dikeluarkan oleh berbagai institusi
gerakan dakwah.
Bekerja dengan sungguh-sungguh
untuk menyempurnakan berbagai
unsur keteladanan pada diri dan
rumah tanggganya.
DPC (Dewan
Pengurus Cabang)
setingkat
kecamatan,
pimpinan pada
tingkat DPD
(Dewan Pengurus
Daerah) setingkat
kota madya atau
kabupaten, dan
anggota tingkat
DPW (Dewan
Pengurus Daerah)
setingkat
Provinsi.
1. Memperkokoh segala hal yang telah
dipelajari pada marhalah
muntazhim.
2. Memberikan perhatian terhadap
berbagai hakikat, nilai, dan
kemahiran, berikut dalil-dalil syar‟inya.
3. Memberikan berbagai kemahiran
yang ditargetkan pada ilmu-ilmu dan
kegiatan-kegiatan marhalah ini
dengan berbagai pelatihannya.
4. Berkomitmen dengan sempurna
kepada sasaran nilai-nilai marhalah
yang berupa mazahir sulukiyah
(tampilan perilaku).
5. Mengembangkan berbagai
kecenderungan dan orientasi positif
untuk hal-hal yang menjadi
Pimpinan pada
level DPW
(Dewan Pengurus
Wilayah)
setingkat provinsi
atau anggota pada
level DPP
(Dewan Pengurus
Pusat).
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Ahli (‘Amil)
Seorang muntazhimin
yang telah memiliki
keahlian dan berjanji
setia untuk bekerja
sesuai dengan nizham
asasi (pedoman
pokok) gerakan
dakwah, serta
mengerahkan secara
efektif diri dan
hartanya.
59
konsekuensi marhalah, baik berupa
beban, tanggung jawab, maupun
pengorbanan.
6. Menyiapkan dan memberikan
keahliah untuk menjadi da‟i yang
teladan yang mencerminkan dakwah,
baik pada aspek pemikiran maupun
pengamalan, baik pada dirinya
sendiri, maupun dalam rumah
tangganya, dengan cara
merealisasikan rukun-rukun bai‟at
dan segala hal yang terkandung di
dalamnya, yang berupa pokokpokok, maupun kewajibankewajiban.
7. Membantu peserta dengan segala hal
yang memberinya ruang penuh
untuk berkontribusi, efektifitas
pelaksanaan, dan produktifitas.
8. Melatih dan memberikan keahlian
kepada peserta, serta membekalinya
dengan berbagai kemahiran
leadership dan manajemen rabbani
(yang berorientasi ketuhanan).
Purna (Mutakhasis/Mas’ulin)
Seorang „amil yang
memiliki keahlian
ilmiah dan syar‟iyah
(syariat Islam), dan
kesiapan untuk
memimpin serta
melaksanakan bebanbeban kepemimpinan
itu.
1. Menghiasi peserta dengan sifat-sifat
pemimpin yang menjadi teladan, dan
berbagai seni kepemimpinan yang
termaktub dalam risalah-risalah yang
khusus untuk itu.
2. Melakukan pekerjaan-pekerjaan
yang bernilai tinggi dan berpengaruh
besar untuk berkhidmat kepada
gerakan dakwah dengan penuh
keikhlasan dan totalitas.
3. Membekali diri dengan berbagai
ilmu yang bermanfaat dalam rangka
menunaikan amal-amal yang dituntut
oleh syari‟at untuk merealisasikan
tujuan-tujuan gerakan dakwah.
4. Membekali diri dengan berbagai
hakikat, nilai, dan kemahiran yang
termaktub dalam manhaj marhalah
mutakhasis.
5. Mewakafkan kehidupan umum dan
khususnya untuk dakwah, dan
menyiapkan rumah tangganya untuk
itu secara kontinyu dan
berkesinambungan.
60
Pimpinan DPP
(Dewan Pengurus
Pusat) dan/atau
Majelis Syuro.
N. Kasus Kuota Impor Daging Sapi yang Menjerat Luthfi Hasan
Ishaaq
Diketahui bahwa Luthfi Hasan Ishaaq terlibat dalam korupsi kuota impor
daging sapi di Kementrian Pertanian. Luthfi ditangkap karena terbukti menerima
suap dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 ayat 1 atau Pasal 11
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1
ke-1 KUHP.108
Sebelum Luthfi Hasan Ishaaq ditetapkan sebagai tersangka, KPK terlebih
dahulu menangkap tangan tiga orang yang juga terlibat kasus tersebut, yaitu:
Ahmad Fatanah, Arya Abdi Effendi, dan Juard Effendi. Ahmad Fatanah adalah
orang dekat dari Luthfi Hasan Ishaaq, sedangkan Arya Abdi Effendi dan Juard
Effendi adalah direktur PT. Indoguna Utama, sebuah perusahaan yang bergerak di
bidang impor daging sapi.
Kronologi penangkapan ketiganya bermula dari laporan masyarakat
kepada KPK terkait adanya serah-terima suap terkait pengaturan kuota impor
daging sapi di Kementrian Pertanian. Ketiga orang tersebut (Ahmad Fatanah,
Arya Abdi Effendi, dan Juard Effendi) diketahui mengadakan pertemuan di kantor
PT. Indoguna Utama pada hari Selasa, 29 Januari 2013 untuk melakukan serahterima suap.109 Setelah serah-terima suap di kantor PT. Indoguna Utama, Ahmad
108
Kompas.com, Kronologi Tangkap Tangan Kasus yang Diduga Libatkan Luthfi. Lihat:
http://nasional.kompas.com/read/2013/01/30/22182591/Kronologi.Tangkap.Tangan.Kasus.yang.D
iduga.Libatkan.Luthfi. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2014.
109
Antara News, Kronologi Penangkapan Tersangka Suap Impor Daging. Lihat:
http://www.antaranews.com/berita/355857/kronologi-penangkapan-tersangka-suap-impor-daging.
Diunduh pada tanggal 13 Juli 2014.
61
Fatanah pergi ke Hotel Le Meridien dan ditangkap pada saat itu juga oleh KPK
pada pukul 22.20 WIB. Dari tangan Ahmad Fatanah KPK mendapatkan barang
bukti uang Rp.1 Milyar dan beberapa buku tabungan yang digunakan dalam
serah-terima suap tersebut.110
Dalam gelar perkara yang dilakukan, KPK menetapkan bahwa Luthfi
Hasan Ishaaq terlibat dalam suap kuota impor daging sapi tersebut.111 Luthfi
didakwa karena kapasitasnya sebagai penyelenggara negara, yaitu anggota Komisi
I DPR-RI periode 2009-2014. Sebagaimana diketahui, Luthfi Hasan Ishaaq pada
saat itu juga menjabat sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Keterlibatan Luthfi Hasan Ishaaq terbukti dari kaitannya dengan Maria
Elizabeth Liman. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Maria
Elizabeth Liman sebagai Direktur Utama PT. Indoguna Utama yang terbukti
menyuap Luthfi Hasan Ishaaq sebesar Rp.1,3 Milyar melalui Ahmad Fatanah.112
Elizabeth meminta kepada Luthfi untuk mengurus penambahan kuota impor sapi
yang diajukan PT. Indoguna Utama di Kementrian Pertanian. Pembahasan ini
berlangsung dan dihadiri oleh Maria Elizabeth Liman, Luthfi Hasan Ishaaq,
110
Kompas.com, Kronologi Tangkap Tangan Kasus yang Diduga Libatkan Luthfi. Lihat:
http://nasional.kompas.com/read/2013/01/30/22182591/Kronologi.Tangkap.Tangan.Kasus.yang.D
iduga.Libatkan.Luthfi. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2014.
111
Antara News, Kronologi Penangkapan Tersangka Suap Impor Daging. Lihat:
http://www.antaranews.com/berita/355857/kronologi-penangkapan-tersangka-suap-impor-daging.
Diunduh pada tanggal 13 Juli 2014.
112
Tempo.Co, Bos PT. Indoguna Didakwa Menyuap Luthfi Hasan. Lihat:
http://www.tempo.co/read/news/2014/03/11/063561375/Bos-PT-Indoguna-Didakwa-MenyuapLuthfi-Hasan-. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2014.
62
Ahmad Fathanah, dan Elda Devianne Adiningrat di Restoran Angus Steak House
at Chase Plaza, Jakarta Selatan pada tanggal 10 Januari 2013.113
Dalam dakwaan Jaksa penuntut umum di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi disebutkan bahwa keterlibatan Maria Elizabeth Liman dan Luthfi Hasan
Ishaaq. Sebagaimana dikutip oleh Tempo:
"Pemberian uang atau janji tersebut agar Luthfi menggunakan kedudukannya
untuk mempengaruhi pejabat Kementerian Pertanian agar memberi persetujuan
permohonan penambahan kuota impor daging sapi tahun 2013," kata jaksa
Supardi saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Jakarta, Selasa, 11 Maret 2013.114
Akhirnya pada pada tanggal 30 Januari 2013, sehari setelah ditangkapnya
Fatanah, Arya, dan Juard, Luthfi Hasan Ishaaq ditangkap oleh KPK di kantor DPP
PKS di Jalan TB. Simatupang, Jakarta Selatan. Kemudian melalui pengadilan
Tindak Pidana Korupsi, Luthfi Hasan Ishaaq divonis hukuman 16 tahun penjara
dan denda sebesar Rp. 1 Milyar. Putusan ini dibacakan oleh hakim Gusrizal hari
Senin 9 Desember 2013.
Menurut hakim, Luthfi Hasan Ishaaq terbukti melanggar dua pasal terkait
tindak pidana korupsi. Pertama, Luthfi terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf
a Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.115 Dia terbukti mengupayakan penambahan
113
Tempo.Co, Bos PT. Indoguna Didakwa Menyuap Luthfi Hasan. Lihat:
http://www.tempo.co/read/news/2014/03/11/063561375/Bos-PT-Indoguna-Didakwa-MenyuapLuthfi-Hasan-. diunduh pada tanggal 13 Juli 2014.
114
Tempo.Co, Bos PT. Indoguna Didakwa Menyuap Luthfi Hasan. Lihat:
http://www.tempo.co/read/news/2014/03/11/063561375/Bos-PT-Indoguna-Didakwa-MenyuapLuthfi-Hasan-. diunduh pada tanggal 13 Juli 2014.
115
Tempo.Co,
Luthfi
Hasan
Divonis
16
Tahun
Penjara.
Lihat:
HTTP://WWW.TEMPO.CO/READ/NEWS/2013/12/09/063535962/LUTHFI-HASAN-DIVONIS16-TAHUN-PENJARA-. diunduh pada tanggal 13 Juli 2014.
63
kuota impor untuk PT. Indoguna Utama dan dengan kewenangannya sebagai
anggota DPR-RI menggerakkan Menteri Pertanian Suswono untuk bertemu
dengan Maria Elizabeth Liman dengan imbalan Rp. 40 Milyar apabila berhasil.
Kedua, Luthfi juga di jerat karena terbukti melanggar Pasal 3 huruf a,b,c
dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pencegahan Tindak
Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian uang.116 Menurut hakim, jumlah
kekayaan Luthfi tidak sesuai dengan pendapatannya sebagai anggota DPR-RI.
116
Tempo.Co,
Luthfi
Hasan
Divonis
16
Tahun
Penjara.
Lihat:
HTTP://WWW.TEMPO.CO/READ/NEWS/2013/12/09/063535962/LUTHFI-HASAN-DIVONIS16-TAHUN-PENJARA-. diunduh pada tanggal 13 Juli 2014.
64
BAB IV
FRAMING PKS DAN FAKTOR PENDUKUNGNYA
A. Reinterpretasi Masalah: Konspirasi dan Luthfi Hasan Ishaaq
Tidak Bersalah
“Pada kesempatan ini, kalau dia (Luthfi Hasan Ishaaq) menonton acara ini, saya
ingin mengatakan kepadanya bahwa saya “mencintainya”, dan seluruh pegurus,
pimpinan, dan kader PKS “mencintai” beliau. Kita juga percaya kepada integritas
beliau, kita sepenuhnya tsiqoh (percaya). Tetapi yang dihadapi oleh PKS hari ini
adalah sebuah konspirasi besar yang bertujuan ingin menghancurkan partai ini.
Dan menurut saya, peristiwa besar ini insya-Allah akan menjadi hentakkan
sejarah yang akan membangunkan macan tidur PKS. Saya yakin Allah SWT
mengirimkan sebuah isyarat besar kepada kita semuanya bahwa ini adalah
momentum pembenahan diri sekaligus momentum kebangkitan PKS. “Saya
yakin ini bukanlah hari-hari mudah yang akan kita lalui, tapi kita pasti bisa
melaluinya Insya-Allah. Kita pasti bisa melalui hari-hari yang sulit ini asalkan
kita mengetahui tiga syarat untuk bisa melaluinya. Pertama adalah memohon
pertolongan kepada Allah Swt.... Syarat yang kedua Ihkwah sekalian adalah
kebersamaan kita semuanya, ukhwah, persaudaraan, soliditas itu yang harus kita
jaga.... Kita pasti bisa melalui ini apabila kita bergandengan tangan, kalau kita
saling bersatu, kalu kita saling menyatukan diri kita atas nama cinta kepada Allah
Swt.... Syarat ketiga adalah kerja keras. Hari ini saya ingin katakan kepada
antum semuanya dan seluruh kader-kader PKS yang menonton acara ini....
Bahwa berlaku ayat Allah Swt “lambung mereka tidak bersahabat dengan tempat
tidur”, tidak ada waktu tidur sejak saat ini saudara-saudar sekalian....Dan saya
percaya dengan pertolongan Allah dan dengan kebersamaan kita, tidak akan ada
satupun kekuatan di dunia maupun di negeri ini yang akan menghancurkan
gerakan ini.”117
Pidato di atas merupakan orasi politik pertama Anis Matta setelah
ditetapkan
sebagai
Presiden
PKS
menggantikan
Luthfi
Hasan
Ishaaq.
Penunjukkan Anis Matta sebagai Presiden PKS terjadi satu hari setelah Luthfi
Hasan Ishaaq ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dan mengundurkan diri
sebagai Presiden PKS. Pidato tersebut, menjadi salah satu poin utama dalam
117
Pidato Politik Perdana Anis Matta sebagai Presiden PKS menggantikan Luthfi Hasan
Ishaaq di kantor DPP PKS Jl. Sisingamangaraja, Jakarta Selatan, tanggal 1 Februari 2013. Dapat
diakses di http://www.youtube.com/watch?v=DL_xGMLcStE. Diunduh pada tanggal 10 Agustus
2014.
65
proses framing PKS kepada kadernya dalam kasus kuota impor daging sapi di
Kementrian Pertanian yang melibatkan Luthfi Hasan Ishaaq.
Pidato tersebut merupakan bentuk framing yang sengaja diciptakan oleh
elit/pimpinan PKS untuk menjaga soliditas dan mencegah kegaduhan dalam
intenal kader PKS. Berdasarkan pengakuan Supriadi, seorang narasumber jenjang
muntasib/madya, bahwa pidato Anis Matta sengaja disiarkan di beberapa televisi
swasta. Narasumber ini mengatakan:
“PKS sengaja mengundang TV One dan Metro TV dan membayar kedua stasiun
televisi tersebut untuk menyiarkan pidato Ustad Anis Matta tersebut. Tujuannya
agar semua kader di Indonesia bisa mendengar langsung orasi Ustad Anis
Matta”.118
Bukti lain, bahwa pidato tersebut sengaja dilakukan untuk mem-framing
kader mereka adalah dengan melihat bahasa yang digunakan Anis Matta. Anis
Matta dalam pidato tersebut menggunakan bahasa dan istilah-istilah yang sering
dipakai dalam Gerakan Tarbiyah/PKS. Misalnya menggunakan kata “Ikhwah
(saudara) dan antum” untuk menyebut audiens dalam pidato, tsiqoh (percaya), dan
ukhwah (persaudaraan). Tujuannya adalah agar framing tersebut secara maksimal
bisa diterima oleh kader, karena bahasa yang digunakan adalah bahasa ideologis
dan mencerminkan identitas mereka.
Dalam pidato tersebut, pada level diagnostik terdapat dua framing yang
disampaikan oleh Anis Matta. Pertama, bahwa adanya ancaman yang ditujukan
kepada gerakan PKS melalui konspirasi. Mengenai konspirasi ini, Suhada,
seorang kader jenjang muntasib (madya) mengatakan:
118
Wawancara dengan Supriadi. Kader Jenjang Muntasib dan tidak masuk dalam struktur
PKS, karena statusnya sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil), Jakarta. Wawancara dilakukan di
Jakarta, tanggal 7 Juli 2014.
66
“Berkali-kali presiden, Ustad Anis Matta memberikan penjelasan terkait
konsprirasi kasus Ustad Luthfi, bahwa itu adalah benar-benar konspirasi yang
ingin menjatuhkan PKS. Bahkan target dari musuh kita adalah membubarkan
PKS, supaya partai dakwah ini tidak lagi berkecimpung di politik Indonesia,
karena partai ini merupakan ancaman bagi musuh-musuh PKS”119
Kedua, framing yang menyatkan bahwa Luthfi Hasan Ishaaq tidak
bersalah. Pada pembukaan pidato tersebut Anis Matta mengatakan “bahwa saya
mencintainya (Luthfi Hasan Ishaaq), dan seluruh pegurus, pimpinan, dan kader
PKS “mencintai” beliau”. Ini memperlihatkan bahwa struktur PKS melakukan
framing bahwa Luthfi Hasan Ishaaq tidak bersalah. Menurut penulis, hal ini
bertujuan agar para kader tetap percaya pada gerakan atau pimpinannya.
Mengenai
ini,
Rahmat
Aziz,
seorang
kader
level
muntazhim/dewasa
mengungkapkan:
“Tujuan Ustad Luthfi dijadikan tersangka sangat banyak kejanggalan. Nanti
kamu akan lihat sendirilah kejanggalan-kejanggalannya, saya sendiri juga tau dari
media dan pengamat yang kemudian benar. Contoh, kasus Ustad Luthfi dibilang
ketangkap tangan. Kasus ketangkap tangan itu apa? Kan definisinya tidak jelas.
Yang ketangkap tangan Fathanah, itu kan hanya pengakuan Fathanah. Kamu bisa
saja dijebak begitu juga. Misalnya kamu di rumah dan yang ketangkap tangan
teman kamu. Yang ketangkap tangan siapa, kemudian kamu dihubunghubungkan”120
Pengakuan yang sama terjadi pada level kader yang lebih rendah, bahwa
mereka percaya bahwa kasus korupsi Luthfi Hasan Ishaaq merupakan sebuah
konspirasi. Suhada menjelaskan bahwa dia memberikan penjelasan dan intruksi
kepada kader-kadernya di DPRa Duri Kosambi terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq.
Suhada menjelaskan pengalamannya ketika memberikan penjelasan kasus Luthfi
Hasan Ishaaq kepada kader-kader di kelurahannya:
119
Wawancara dengan Suhada. Kader Jenjang Muntasib dan Ketua DPRa PKS Kelurahan
Duri Kosambi, Jakarta. Wawancara dilakukan di Jakarta tanggal 25 Juli 2014.
120
Wawancara dengan Rahmat Aziz.
67
“Mengadakan pertemuan rutin kader setiap sebulan sekali, kemudian pada
moment itu kita sampaikan bahwa musibah atau hal yang menimpa Ustad Luthfi
merupakan sesuatu hal yang direncanakan oleh musuh-musuh kita atau disebut
konspirasi, informasi ini kita dapat dari pemimpin kita yang lebih tinggi, dan
kami sampakan kepada kader, bahwa informasi yang diberitakan oleh media
terkait kasus Ustad Luthfi itu tidak benar dan menghimbau kepada seluruh kader
untuk tidak mempercayai pemberitaan yang ada di media cetak atau elektonik.
Informasi yang utama dikonsumsi oleh kader adalah informasi yang berasal dari
struktur, selain itu (media) adalah informasi yang “abangan””.121
Penulis menemukan bahwa framing terhadap kasus Luthfi Hasan Ishaaq
tidak berhenti setelah pidato Anis Matta. PKS melakukan apa yang disebut
dengan LT3Besar (Liqo Tarbawi menuju kemenangan 3 Besar) paska terjadinya
kasus Luthfi Hasan Ishaaq. LT3Besar diadakan setiap satu bulan sekali.
Kegiatannya seperti pengajian di mana seluruh kader tingkat DPRa wajib
mengikutinya. Materi yang sampaikan dalam LT3Besar berupa tausiah dan
intruksi/penjelasan terkait isu-isu yang berkaitan dengan gerakan (PKS).
Forum LT3Besar selain tempat memobilisasi kader dalam merancang
kegiatan partai, juga menjadi tempat di mana framing itu ditransformasikan dari
pemimpin gerakan ke kadernya. Artinya, LT3Besar menjadi tempat untuk
“menjaga” kader PKS dari informasi luar, khususnya media yang mereka anggap
telah salah dalam memberitakan kasus Luthfi Hasan Ishaaq. LT3Besar menjadi
salah satu (selain halaqoh/liqo) tempat resmi partai dalam menjelaskan hal yang
terkait dengan PKS pada umumnya dan kasus Luthfi Hasan Ishaaq khusunya.
Menurut mereka informasi yang benar adalah informasi yang disampaikan oleh
struktur gerakan/partai bukan oleh media, dan LT3Besar menjadi salah satu
tempatnya.122
121
Wawancara dengan Suhada.
Diolah dari wawancara dengan Rahmat Aziz, Suhada, Sugianto, dan Sutrisna.
122
68
Yang mengherankan, ketika penulis bertanya mengenai konspirasi. Aan
Rohana yang kapasitasnya sebagai anggota Majelis Syuro PKS menjelaskan “ini
adalah konspritasi dari pihak luar yang tidak senang dengan dakwah yang PKS
lakukan”. Lebih jauh penulis bertanya mengenai siapa menurut PKS pelaku
konspirasi tersebut? Aan Rohana menjawab “Di kalangan kami tidak ada
pembahasan tentang itu (pelaku konspirasi)”.123 Artinya, secara faktual framing
tentang konspirasi sebenarnya tidak kredibel, karena gerakan tidak mampu
menjelasakan siapa pelaku konspirasi tersebut kepada kadernya.
Terkait dengan framing konspirasi yang dikatakan Anis Matta, penulis
menemukan bahwa tidak ada isu-isu konspirasi global, konspirasi yang dimengerti
oleh kader PKS adalah bersifat lokal. Sejauh kader-kader PKS yang penulis
wawancara, mereka tidak menyinggung adanya konspirasi secara global, misalnya
ada: konspirasi Yahudi, Kristen, atau Barat. Framing diagnostik dalam gerakan
Islamis biasanya ditujukan pada ketiga entitas tersebut (Yahudi, Kristen, atau
Barat).
Konspirasi yang dimengerti oleh kader-kader PKS pada kasus ini bersifat
lokal. Misalnya merujuk pada lawan-lawan politik PKS yang mereka anggap
berlawan secara ideologis dengan PKS. Suhada mengatakan:
“Bahwa pergerakan PKS, tujuan politiknya cukup bagus menurut saya: ingin
memperbaiki negeri dengan ajaran Islam secara menyeluruh, ini diketahui oleh
lawan-lawan politik kita yang bersebrangan dengan ideologi, dan ini mengancam
eksistensi ideologi mereka. Dan mereka berusaha untuk menghentikan gerakan
dakwah kita”.124
123
Wawancara dengan Aan Rohana.
Wawancara dengan Suhada.
124
69
B. Bingkai Motivasi: Kewajiban dan Insentif
Pada bingkai motivasi, penulis menemukan dua alasan mengapa kader
PKS masih ikut terlibat dalam aksi-aksi kolektif gerakan PKS, yaitu faktor
kewajiban ideologis dan adanya insentif. Pertama, kewajiban ideologis mengacu
bahwa aksi-aksi mereka adalah sebuah kewajiban dan kemuliaan. Bahwa
keterlibatan seorang kader dalam gerakan merupakan sebuah kewajiban dan
kemuliaan karena kerja yang mereka lakukan dalam rangka berjuang menegakkan
agama Tuhan (dakwah).
Pada kasus korupsi yang menimpa Luthfi Hasan Ishaaq, struktur atau elit
PKS melakukan motivasi ulang kepada kadernya agar tidak terpengaruh dan tetap
bekerja atau loyal kepada partai. Misalnya, dengan memotivasi bahwa kader harus
tetap melanjutkan kerja-kerja dakwah yang bertujuan untuk memperbaiki
masyarakat dengan nilai-nilai Islam. Sebagaimana dijelaskan Suhada:
“Tujuan dakwah adalah memperbaiki umat agar sesuai dengan pemikiran kita....
Bagaimana memperbaiki negeri ini dengan Islam yang rahmatan lil alamin...
Kenapa masih terlibat di PKS, sebelum dibentuk partai, jamaah kita adalah
jamaah dakwah, yang menjadi tugas kita adalah memberikan kesadaran kepada
masyarakat tentang pentingnya menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan,
baik dalam diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan negara.... Karena kami sangat
yakin, bahwa aturan Islam yang berasal dari al-Quran sangat tepat diterapkan
untuk seluruh kompnen dunia. Jadinya, berdakwah pada diri, masyarakat dan
keluarga sudah kita lakukan, maka kita juga perlu berdakwah di pemerintahan
atau negara, untuk memperbaiki negeri ini, maka kami membuat partai karena
efektifitasnya cukup besar. Sehingga kita bisa membuat aturan atau nilai-nilai
yang sesuai dengan tujuan dakwah”125
Suhada melanjutkan bahwa gerakan PKS tidak mengenal figuritas. Artinya
kerja-kerja kader-kader PKS merupakan kerja dakwah. Ada ataupun tidaknya
kasus Luthfi Hasan Ishaaq, dia akan tetap terlibat dalam gerakan PKS. Sugianto
125
Wawancara dengan Suhada.
70
juga menjelaskan bahwa “pemasangan atribut partai dilakukan dengan sukarela,
ikhlas karena Allah, karena kerja-kerja kita adalah kerja dakwah”.126
Framing motivasi dengan merujuk pada kewajiban dan kemuliaan
ideologis merupakan faktor yang signifikan dalam menjaga kader PKS untuk
terlibat dalam gerakan. Dari penjelasan di atas, faktor kewajiban untuk berdakwah
dan menerapkan nilai-nilai Islam dalam masyarakat dianggap oleh anggota
gerakan sebagai sebuah kemuliaan. Kerja-kerja dakwah dianggap mereka sebagai
aktifitas yang mulia, karena untuk menerapkan nilai-nilai Tuhan dan
mengharapkan balasan pahala dari Tuhan. Sehingga timbul kebanggaan dan
pengorbanan pada diri mereka untuk tetap terlibat dalam gerakan. Sebagaimana
penuturan Sugianto:
“PKS adalah partai dakwah, jadi kader-kader PKS adalah kader dakwah, adalah
kader yang sudah menginfaqkan dirinya untuk dakwah atau untuk umat, jadi
tujuan utama kader dakwah adalah mardhatillah, atau untuk mendapatkan
pahala.... Apa yang kita berikan untuk dakwah, bukan apa yang kita terima oleh
dakwah.”127
Faktor kedua yang memotivasi kader PKS untuk tetap terlibat dalam kerjakerja gerakan adalah adanya insentif-insentif yang mereka dapatkan. Insentif
dibagi menjadi dua yaitu insentif selektif dan insentif solider. Insentif selektif
berupa keuntungan-keuntungan material yang di dapatkan ketika bergabung atau
menjadi anggota gerakan. Sedangakan insentif solider, partisipasi dalam gerakan
memberikan imbalan psikologis dan emosional.128
126
Wawancara dengan Sugianto.
Wawancara dengan Suhada.
128
Carrie Rosefsky Wickham dalam Quintan Wiktorowicz (edt), Aktivisme Islam:
Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal.518-519.
127
71
Alasan mengapa kader PKS tetap terlibat dalam kerja-kerja gerakan karena
alasan adanya insentif selektif yang mereka dapatkan. Misalnya, anggota gerakan
PKS yang belum menikah menginginkan mendapatkan pasangan hidup/ jodoh
dengan sesama anggota gerakan. Karena menurut mereka, kader PKS merupakan
orang-orang yang baik dalam pemahaman ke-Islaman dan pengaplikasiannya.
Jadi, kalau mereka keluar dari gerakan, akan menutup kemungkinan mereka
mendapatkan jodoh kader PKS yang menurut mereka mempunyai kelebihan
dalam pemahaman dan pengaplikasian nilai-nilai ke-Islaman.
Menurut penemuan penulis, Insentif selektif kedua adalah adanya jaringan
pertemanan. Jaringan pertemanan ini dalam beberapa hal membantu mereka untuk
mendapatkan pekerjaan dan keterampilan.129 Jaringan dalam gerakan ini juga
mempermudah mereka ketika berada di tempat yang jauh (luar kota atau luar
negeri), artinya kader di tempat lain memungkinkan membantu mereka dalam
berbagai hal. Hal ini menurut mereka karena adanya kesamaan fikrah/pemikiran
sesama anggota gerakan.130
Sedangkan insentif solider yang mereka dapatkan berupa kepuasan secara
psikologis karena diberdayakan dan menjalin hubungan emosional yang intim
sesama anggota gerakan. Misalnya ketika bertemu, mereka berjabat tangan dan
berpelukan, kemudian memanggil dengan sebutan khusus seperti akhi, atau ukhti.
Artinya, partisipasi juga mendorong suatu kepuasan perasaan menjadi bagian dan
129
Wawancara dengan Obi Alim. Kader Jenjang Muayyid/muda dan mengurusi dakwah
sekolah di kecamatan Cengkareng. Wawancara dilakukan di Jakarta, tanggal 21 Agustus 2014.
130
Diolah melalui wawancara dengan Sutrisna. Kader Jenjang Muayyid/muda dan anggota
DPRa PKS Duri Kosambi, Jakarta. Wawancara dilakukan di Bekasi, tanggal 21 Agustus 2014.
72
keintiman dengan teman-teman yang didasarkan pada komitmen dan rutinitas
bersama.131
Faktor insentif solider lainnya yaitu, mereka secara psikologis merasa
diberdayakan sebagai seorang kader. Biasanya, setiap kader PKS diberikan tugas
untuk melakukan dakwah di sekto-sektor tertentu, misalnya: menjadi pengurus
partai, mengurus dakwah sekolah, dan mengurus yayasan-yayasan milik kader
PKS. Pemberdayaan untuk mengurus sektor-sektor dakwah tertentu membuat
seorang anggota gerakan PKS merasa dibutuhkan dan diberdayakan. Sehingga ada
perasaan penghargaan dan pengakuan mereka sebagai manusia.
Konsekuensi dari insentif solider yang dialami kader PKS berupa
perasaaan diberdayakan dan keintiman menjalin hubungan yang intens sesama
anggota gerakan, pada akhirnya menimbulkan kenyamanan dan kekhwatiran bagi
kader PKS. Bahwa mereka menjadi semakin nyaman berada dalam gerakan dan
mereka akan merasa khawatir tidak memdapatkan keintiman hubungan dan rasa
diberdayakan ketika keluar dari gerakan. Sebagaimana penuturan Obi Alim
seorang kader muayyid/muda yang ditugaskan di dakwah sekolah:
“Alasan saya mengapa masih di PKS karena alasan aktifitas di dakwah sekolah
dan banyak teman (dalam gerakan).... Dengan teman-teman, saya banyak diskusi
tentang pekerjaan dan keterampilan.... Saya sedih (kalau keluar dari jamaah PKS)
karena –nanti- tidak berkontribusi lagi dalam aktifitas dakwah di sekolah dan
jauh dari teman-teman”132
131
Carrie Rosefsky Wickham dalam Quintan Wiktorowicz (edt), Aktivisme Islam:
Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal.518-519.
132
Wawancara dengan Obi Alim.
73
C. Resonansi Pembingkaian (Peran Aktor)
Sebagaimana dijelaskan pada Bab IV bagian A, bahwa sebenarnya
framing mengenai adanya konsprirasi tidak terlalu kredibel secara faktual. Karena
elit/pimpinan atau struktur PKS tidak bisa menjelaskan siapa pelaku konspirasi
yang ingin menghancurkan PKS. Misalnya, dari level muayyid (muda), muntasib
(Madya), muntazhim (Dewasa), dan Mutakhasis (purna) yang penulis wawancara,
mereka tidak mengetahui dan tidak bisa menjelasakan siapa pelaku atau aktor di
balik konspirasi tersebut. Jawaban mereka hanya normatif, misalnya lawan-lawan
politik yang berseberangan dengan ideologi mereka yang melakukan konspirasi
tersebut. Artinya walaupun bingkai yang dilakukan PKS sebenarnya tidak
kredibel secara faktual, tetapi beresonansi secara maksimal dikalangan kader
gerakan.
Menurut penulis, faktor pendukung mengapa para anggota gerakan
percaya dengan adanya konspirasi dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq tanpa
menjelaskan siapa pelakunya adalah karena framing yang dilakukan PKS
beresonansi dengan baik. Asumsinya adalah Jika suatu bingkai beresonansi
(bergaung) dengan khalayak maka mereka biasanya akan lebih sukses dan
diperlukan aktor atau elit gerakan yang kharismatik dan kredibel untuk
menggaungkan persoalan yang dihadapi dan solusi jitu yang ditawarkan gerakan,
agar orang tertarik untuk terlibat dalam aksi-aksi kolektif gerakan.133
Dalam teori frame resonance atau resonansi pembingkaian, cara
bingkai/frame menjadi bergaung adalah jika orang mengekspresikan bingkai itu
133
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, hal 150-151.
74
terlihat kredibel (credibility).134 Diperlukan aktor atau elit gerakan yang
kharismatik dan kredibel untuk menggaungkan persoalan yang dihadapi dan
solusi jitu yang ditawarkan gerakan, tujuannya agar orang tertarik terlibat dalam
aksi-aksi kolektif gerakan.
Menurut penulis, Anis Matta merupakan aktor yang mempunyai
kredibilitas, sehingga framing PKS terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq beresonansi
atau bergaung dengan baik di internal kader PKS. Pidato Anis Matta yang
pertama kali, mendapatkan respon yang positif dari para kader PKS dan dijadikan
rujukan utama para elit/pimpinan di setiap level struktur untuk menjelaskan
kepada kader di bawahnya terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq seperti apa yang
disampaikan Anis Matta.
Terkait pidato Anis tersebut, Aan Rohana menjelaskan bahwa “pidato
Ustad Anis Matta sangat berpengaruh bagi–soliditas-kader PKS, dan pidatopidato beliau disampaikan kembali pada setiap halaqoh-halaqoh kader”.135
Pernyataan Aan Rohana memberikan bukti bahwa pidato Anis Matta beresonasi
dengan baik dikalangan kader PKS, terutama melalui media halaqoh yang
disampaikan melaui murabbi/ustad dalam kelompok-kelompok halaqoh tersebut.
Kredibilitas Anis Matta dalam frame resonance diungkapkan juga oleh
Suhada yang merupakan Ketua DPRa Duri Kosambi. Suhada menjelaskan
bagaimana respon dia mengenai pidato Anis Matta yang membuat dia dan kader
lainnya bersemangat kembali dalam melakukan kerja-kerja untuk gerakan. Pidato
134
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, hal 151.
135
Wawancara dengan Aan Rohana.
75
Anis Matta tersebut juga disampaikan dalam setiap LT3Besar menjelang pemilu
2014. Sebagaimana Suhada menjelaskan:
“Semenjak pergantian langsung pimpinan PKS, memberikan perubahan yang
cukup banyak. Ustad Anis matta langsung memberikan ghiroh/semangat baru
kepada kader, bahwa partai kami adalah partai yang tidak mudah digoyahkan,
apalagi dengan kasus-kasus yang belum jelas seperti yang disampaikan
KPK....Kalau presiden anis matta sudah menyampaikan sesuatu, terkait dengan
semangat kader, itu langsung di share kepada seluruh kader, maka kader akan
langsung bersemangat kembali. 136
Sosok Anis Matta dipandang kredibel oleh para kader PKS juga karena
dianggap orang yang berkorban demi gerakan. Artinya, ada konsistensi antara
perilaku yang dilakukan Anis Matta dalam penerapan ideologi gerakan, dia dinilai
memenuhi rukun bai‟at yaitu tadhiyyah (pengorbanan). Terlebih ketika Anis
Matta mengundurkan diri sebagai anggota DPR-RI, resonansi pembingkaian
menjadi semakin bergaung. Selanjutnya Anis Matta berkeliling Indonesia untuk
memberikan semangat (framing) kepada para kader PKS di seluruh Indonesia.
Mengenai sosok Anis Matta, Rahmat Aziz memaparkan:
“Setelah partai menentukan sikap dan Ustad Anis Matta ditunjuk sebagai
penggantinya (Luthfi Hasan Ishaaq). Kemudian Ustad Anis bilang mengundurkan
diri (dari anggota DPR-RI). Kan luar biasa! ada gak orang yang begitu sekarang?
Ustad Anis tahu bahwa ini konspirasi dan ada orang yang bermain di dalamnya.
Ustad Anis menyampaikan“saya akan fokus untuk partai”. Maka sejak itu-Anis
Matta- keliling, Dan kelilingnya Ustad Anis itu luar biasa, itu menjadikan
kesolidan bertambah....Alhamdulillah dengan muternya Ustad Anis. Maka solid.
Dan saya merasakan bahwa kesolidannya sama seperti zaman membangun PK
pertama. Orang mengumpulkan uang dan turun lebih banyak bahu membahu.”137
Pidato Anis Matta menjadi sangat berpengaruh di kognisi para kader PKS,
selain karena sosoknya yang kredibel, juga karena pesan yang disampaikan
memiliki sentralitas (centrality). Dalam teori frame resonance, sentralitas merujuk
136
Wawancara dengan Suhada.
Wawancara dengan Rahmat Aziz.
137
76
pada pentingnya sebuah kepercayaan (beliefs) tertentu dalam hidup manusia.138
Dalam hal ini Anis Matta banyak memberikan bingkai yang menjadi tujuan
ideologis PKS, bahwa keterlibatan dalam gerakan merupakan bertujuan untuk
memperbaiki negeri dan kasus Luthfi Hasan Ishaaq dianggap sebagai rintangan
dalam berdakwah sama seperti yang dialami Rasulullah, sehingga kader harus
bersatu dan menjaga soliditas.139
Sentralitas dan kredibilitas Anis Matta menimbulkan kepercayaan yang
lebih bagi kader-kader PKS kepada elit/struktur PKS. Sebagaimana penuturan
Sugianto:
“Dalam organisasi PKS, apa yang dilakukan oleh kader-kader di bawah ini
adalah sesuai dengan instruksi dan arahan dari pemimpin-pemimpin kita di
tingkat pusat sampai di tingkat ranting. Jadi kader yang berkerja di bawah ini
sesuai dengan instruksi dari struktur yang ada di atas.”140
D. Pemutusan Informasi yang Berasal dari Luar Gerakan
Untuk menjaga kadernya untuk tetap melakukan tetap loyal dalam
gerakan, PKS melakukan sebuah proses yang disebut Spiral of Encapsulation.
Yaitu, gerakan melakukan proses menarik diri dan mengisolasi anggota gerakan
dari-informasi- dunia luar, sehingga mereka memandang tujuan dan strategi
gerakan dalam kerangka yang lebih emosional.141 Hal ini dapat di buktikan,
bahwa kader gerakan diintruksikan untuk tidak berinteraksi dan mempercayai
media massa terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq.
138
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, hal 151-152.
139
Lihat Pidato Politik Perdana Anis Matta sebagai Presiden PKS menggantikan Luthfi
Hasan Ishaaq di kantor DPP PKS Jl. Sisingamangaraja, Jakarta Selatan. Dapat diakses di
http://www.youtube.com/watch?v=DL_xGMLcStE. Diunduh pada 10 Agustus 2014.
140
Wawancara dengan Sugianto.
141
Mohammad M. Hafez dalam Quintan Wiktorowicz (edt), Aktivisme Islam: Pendekatan
Teori Gerakan Sosial, hal. 120.
77
Menurut Aan Rohana, dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq, Pada level
Majelis Syuro PKS atau DPP (Dewan Pengurus Pusat) PKS, mereka diintruksikan
untuk tidak menjawab pertanyaan atau membuat pernyataan di media.142 Menurut
penulis, fenomena ini bertujuan: (1) agar penjelasan kasus Luthfi Hasan Ishaaq
terhadap kader hanya melalui mekanisme internal gerakan, seperti dalam halaqoh
atau satu arah (top-down), (2) menghindari pernyataan kader yang mengeluarkan
pernyataan “dipelintir (bad news is good news)” oleh media, yang akan membuat
gaduh anggota gerakan.
Hal di atas berbeda pada level bawah, seperti tingkat DPD, DPC, dan
DPRa. Dari ketiga level struktur PKS yang penulis wawancara, semuanya di
intruksikan untuk tidak mempercayai berita oleh media massa. Mereka
berpandangan bahwa berita dari media terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq sudah
“digoreng” dan tidak menggambarkan kebenaran. Untuk itu, semua penjelasan
(framing) tentang kasus Luthfi Hasan Ishaaq, mewajibkan setiap kader PKS
menunggu penjelasan dari struktur dalam gerakan yang lebih tinggi, dalam hal ini
Majelis Syuro. Suhada menjelaskan:
“Saya sebagai penanggung jawab, maka dalam kasus Ustad Luthfi ini semua
kader menanyakan kepada saya, karena saya tidak punya jawaban sendiri, saya
harus menunggu informasi dari struktur yang di atas saya, dan informasi dari
struktur itu, baru saya sampaikan kepada kader-kader dibawah saya. Yang saya
sampaikan kepada kader-kader dibawah saya: jangan nonton berita dulu, berita
bukan menjadi rujukan utama atau hanya sebagai hiburan, jangan jadi konsumsi
utama mereka, terimalah informasi dari saya, yang saya terima dari struktur yang
lebih tinggi”143
142
Wawancara dengan Aan Rohana.
Wawancara dengan Suhada. Ketua Dpra (Dewan Pengurus Ranting) PKS Kelurahan
Duri Kosambi, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat tanggal 25 Juli 2014.
143
78
Untuk memastikan proses encapsulation berjalan baik, penulis mencatat
bahwa halaqoh/liqo menjadi sarana yang efektif. Karena menurut para informan
di setiap level, bahwa keterlibatan dalam halaqoh/liqo itu merupakan bukti bahwa
seorang adalah kader gerakan PKS.144 Artinya apabila seorang kader sudah tidak
terlibat lagi dalam aktifitas halaqoh/liqo, maka dia sudah dianggap keluar dari
gerakan.
Keterlibatan dalam halaqoh mempunyai konsekuensi tertentu bagi seorang
kader. Pada bab IV poin A penulis menjelaskan adanya insentif selektif dan
insentif solider yang didapatkan seorang kader ketika terlibat dalam gerakan.
Selain mendapatkan insentif-insentif tersebut, anggota gerakan diwajibkan untuk
mengikuti ideologi dan aturan perilaku yang ditetapkan oleh gerakan. Fenomena
ini dalam kajian gerakan sosial disebut organisasi yang ekslusif. Yaitu organisasi
yang menetapkan kriteria yang sangat ketat bagi anggotanya, dan orang-orang
yang meyakini sebuah keyakinan yang sama dan memenuhi tuntutan standar
perilaku tertentu yang bisa diterima sebagai anggota.145
Sebagai organisasi yang ekslusif terdapat konsekuensi apabila seorang
anggota keluar dari gerakan PKS. Alasan yang umum adalah mereka tidak bisa
lagi berhubungan secara emosional yang intim dengan teman-teman mereka
sesama anggota gerakan. Selain itu apabila seorang kader dikeluarkan dari
gerakan karena melanggar ideologi atau aturan perilaku dalam gerakan, ada
mekanisme pemutusan hubungan secara total dengan kader yang dianggap
bermasalah tersebut. Obi Alim menjelaskan pengalamannya tentang hal ini:
144
Hasil wawancara dengan Aan Rohana, Rahmat Aziz, Sugianto, Suhada, dan Sutrisna.
Hohammad M. Hafez dalam Quintan Wiktorowicz (edt), Aktivisme Islam: Pendekatan
Teori Gerakan Sosial, hal. 118.
145
79
“Misalkan ada orang yang sudah keluar karena bermasalah, maka ada intruksi
(dari struktur PKS) untuk tidak bermuamalah atau berhubungan secara sosial
kepada dia (kader yang bermasalah). Ane tau itu waktu terjadi di LT3Besar
(Liqo Tarbawi 3 Besar)....Tidak dijelaskan alasannya...Yang menyampaikan
adalah Akh Ero Sukarna; Ketua DPRa PKS Semanan, Kalideres”146
Melalui halaqoh/liqo, proses framing dapat berjalan dengan efektif.
Halaqoh juga menjadi sarana spiral of encapsulation (spiral pengucilan diri),
dimana hubungan para aktivis dengan dunia luar sepenuhnya terputus seiring
dengan semakin kuatnya ikatan di dalam kelompok.147 Halaqoh/liqo digunakan
sebagai sarana mobilisasi oleh struktur/elit PKS untuk mem-framing kadernya
dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq. Sugianto menjelasakan bagaimana halaqoh
menjadi tempat framing dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq:
“Memang kasus tersebut sudah di sampaikan oleh pimpinan-pimpinan partai dan
juga melalui halaqoh-halaqoh, bahwa itu merupakan bagian dari upaya
pendeskriditkan PKS, karena pada saat ini Islam secara umum dan PKS sedang
mengalami peningkatan dalam hal kedekatan dengan masyarakat dalam
menghadapi pemilu, sehingga ada upaya-upaya dari pihak luar PKS untuk
menjatuhkan PKS.”148
Beberapa alasan psikologis juga menjadikan halaqoh/liqo dianggap
penting bagi kehidupan kader gerakan PKS. Kader gerakan PKS merasa bahwa
dengan mengikuti halaqoh/liqo, mereka merasa terbentengi dari perilaku-perilaku
yang buruk. Selain itu, kepercayaan dan kepatuhan penuh kepada murabbi/ustad
dalam halaqoh/liqo menjadi kewajiban bagi setiap anggota gerakan, karena
terdapat rukun bai‟at yaitu tsiqoh (percaya) dan taat (patuh). Sehingga informasi
yang kader PKS dapatkan dalam halaqoh/liqo menjadi sangat berpengaruh
146
Wawancara dengan Obi Alim.
Hohammad M. Hafez dalam Quintan Wiktorowicz (edt), Aktivisme Islam: Pendekatan
Teori Gerakan Sosial, hal. 120.
148
Wawancara dengan Sugianto.
147
80
terhadap kognisi anggota gerakan. Mengenai hal ini, Sutrisna memaparkan
pengalamannya:
“Kalau bisa dibilang liqo itu merupakan benteng terakhir untuk menjaga dari halhal yang kurang baik. Karena kalau kita orang Islam biasa, kan benteng
terakhirnya sholat, kalau kita disini benteng terakhirnya di liqo-an. Karena kalau
lepas dari liqo berarti kan dia akan mencari informasi dari mana
saja....Maksudnya kalau orang liqo itu kan informasi yang didapatkan bisa di
filter lagi, kemudian bisa ditanyakan ke ustad yang lebih paham tentang
informasi-informasi yang didapat. Jadi jangan mentah-mentah ditelan semua,
karena kan informasi juga ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang
membangun dan ada yang merusak, kita tahu itu bahwa tidak mungkinlah
informasi yang datang ke kita benar semua.... Untuk itulah, karena kekurangan
ilmu kita, kita membutuhkan orang lain yang lebih paham –yaitu murabbi/ustad”.149
Faktor pemutusan informasi dari dunia luar dan didukung pengaruh
halaqoh/liqo, membuat framing menjadi sangat berpengaruh terhadap kader
gerakan. Keduanya membuat kognisi/pengetahuan anggota gerakan sepenuhnya
dikendalikan oleh gerakan (struktur/elit) PKS. Interpretasi terhadap kasus Luthfi
Hasan Ishaaq, menjadi sah menurut versi gerakan, dan menganggap informasi
selain dari gerakan menjadi tidak benar. Ini menyebabkan kader PKS tidak
terpengaruh secara kognisi terhadap kasus Luthfi Hasan Ishaaq, dan tetap
melaksanakan kerja-kerja untuk gerakan.
E. Pengaruh Rukun Bai’at dalam Proses Framing
Faktor ideologi yang penulis temukan berpengaruh dalam proses framing
gerakan PKS agar kadernya tetap melakukan kerja-kerja untuk gerakan adalah
rukun bai‟at. Aan Rohana berkata mengenai rukun bai‟at: “yang namanya rukun
maka itu wajib dilaksanakan oleh setiap kader PKS, kalau tidak maka kader itu
149
Wawancara dengan Sutrisna.
81
kurang sempurna pemahamannya terhadap gerakan dakwah PKS”.150 Urgensi
rukun bai‟at merupakan salah satu framing ideasional/ ideologi dari gerakan PKS
yang diajarkan dalam halaqoh-halaqoh gerakan mereka.
Dua rukun bai‟at yang penulis tekankan dalam penelitian ini adalah taat
(kepatuhan) dan tadhiyyah (pengorbanan), karena sesuai dengan pertanyaan
penelitian penulis. Mengenai taat, Hasib, Lc. menjelaskan “dalam halaqohhalaqoh yang ada di PKS, setiap kader diberikan pemahaman bahwa ketaatan
pertama adalah untuk Allah, kedua Rasul, dan ketiga adalah taat kepada
pemimpin”.151 Kemudian mengenai Tadhiyyah, Aan Rohana melanjutkan “bahwa
setiap kader mngeluarkan seluruh apa yang mereka punya untuk dakwah, dan
bertujuan untuk mendapat Ridho Allah. Jadi dengan kasus Ustad Luhfi, tidak
terlalu berpengaruh terhadap kesolidan kader, karena tidak ada figuritas dalam
PKS”.152
Dengan pemaparan konsep ideasional mengenai rukun bai‟at, terutama
konsep taat dan tadhiyyah yang dijelaskan Hasib Lc dan Aan Rohana, PKS
mempunyai mekanisme ideologis untuk tetap memperkuat soliditas anggotanya di
tengah kasus Luthfi Hasan Ishaaq. Konsep taat dan tadhiyyah menjadi penawar
bagi PKS apabila terjadi permasalahan ataupun perubahan strategi gerakan, agar
kadernya tetap setia dan terlibat dalam gerakan tanpa banyak “kegaduhan”. Pada
akhirnya, ketaatan kepada pemimpin tampak terinternalisasi pada kader gerakan
150
Wawancara dengan Aan Rohana.
Wawancara dengan Ust. Hasib, Lc. Pendiri Partai Keadilan (PK) dan PKS, mantan
anggota Majelis Syuro, Dewan Syariah, dan Kaderisasi DPP PKS. Wawancara dilakukan di
Bogor, Jawa Barat pada 7 Agustus 2014.
152
Wawancara dengan Aan Rohana.
151
82
PKS. Ketika penulis menanyakan kepada Suhada, mengapa dia taat kepada
pimpinan PKS di atasnya secara struktural. Dia menjelaskan:
“Kami di PKS ada istilah taat kepada pimpinan, itulah yang ditarbiyah kepada
kami untuk tsiqoh atau percaya kepada pimpinan, karena itu menjadi rukun baiat.
Walaupun saya tidak mengenal secara langsung, begitupun sebaliknya, ada
keyakinan dalam diri saya bahwa beliau adalah orang-orang baik dan semua yang
ada di PKS adalah orang-orang yang baik dan shaleh. Mereka (pemimpin) jauh
lebih kebaikannya daripada saya di level bawah, inilah yang mendasari keyakinan
saya kepada Ustad Anis Matta. ”153
Dalam teori psikologi sosial dinamika partisipasi dalam gerakan
berdasarkan atas asumsi bahwa kita dapat membedakan tiga alasan fundamental
mengapa seorang terlibat dalam sebuah gerakan sosial. Keikutsertaan dalam
gerakan menarik seseorang: ingin merubah keadaan mereka, mereka ingin
“berbuat” sebagai anggota kelompok mereka, atau mereka ingin memberikan arti
untuk dunia mereka dan mengekspresikan pandangan dan perasaan mereka.154
Dalam kaitannya dengan motif keterlibatan dalam gerakan, faktor
psikologi sosial menjadi penting untuk menganalisa keterlibatan kader PKS dalam
kerja-kerja untuk gerakan menjelang pemilu 2014. Pidato Anis Matta di bawah ini
menggambarkan terdapat alasan untuk seorang kader berkerja untuk gerakan
menurut teori psikologi sosial:
"Jadi kalau ada diantara Antum nanti yang memasang bendera di sudut kota
Medan, atau di Binjai, atau di Sipirok atau di Nias, Antum memasang bendera,
membagikan stiker, melakukan direct selling, Antum jangan menganggap itu
pekerjaan yang kecil, tapi satu pekerjaan yang terhubung dalam satu rangkaian
kerja besar membangun kembali peradaban Islam ini. Dan memberikan semangat
baru bagi dunia Islam yang sekarang sedang mengalami pukulan berat."155
153
Wawancara dengan Suhada.
Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological
Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan
Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements (United Kingdom:
Blackwell Publishing, 2004), hal.361.
155
Pidato Anis Matta, “Apel Siaga Pemenangan Pemilu 2014” Selasa, 4 Februari 2014.
Lihat http://www.kabarpks.com/2014/02/taujih-presiden-pks-anis-matta.html. Diunduh pada
Senin, 25 Agustus 2014.
154
83
Pidato Anis Matta tersebut menggambarkan alasan keterlibatan seorang
kader dalam gerakan. Bahwa keterlibatan mereka dalam gerakan merupakan
sebuah kerja besar untuk membangun kembali peradaban Islam yang telah runtuh.
Pada pidato tersebut terdapat alasan ideologis dan identitas gerakan yang
memungkinkan kader PKS terlibat dalam kerja-kerja untuk gerakan.
Pada akhirnya, kasus Luthfi Hasan Ishaaq bukan lagi dipandang sebagai
pelanggaran terhadap ideologi dan idealisme gerakan. Bahkan, dianggap sebagai
ujian dan rintangan dalam berjuang menegakkan cita-cita gerakan, dan semakin
menambah semangat kader untuk tetap melakukan kerja-kerja untuk gerakan.
Karena aktifitas dalam gerakan dianggap sebagai sebuah aktifitas yang mulia,
yaitu bertujuan untuk mendirikan kejayaan Islam. sebagaimana diungkapkan
Suhada mengenai hal ini:
“Bahwa ujian dalam dakwah adalah sesuatu yang niscaya, seperti kasus Ustad
Luthfi. Kita percaya ini adalah sebuah ujian bagi PKS. Dengan ujian seperti itu,
disampaikan bahwa di dalam dakwah banyak terjangan topan dan badai tidak
menurunkan semangat kader, artinya apabila itu bagian dari ujian, bahwa kita
harus mampu melalui ujian itu”156
156
Wawancara dengan Suhada.
84
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Terdapat beberapa jawaban pertanyaan penelitian mengenai mengapa
kader PKS tetap melakukan aksi-aksi kolektif (kampanye, rapat rutin, direct
selling, memasang atribut partai, dan lain-lain) menjelang pemilu 2014 di tengah
kasus yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq. Jawabannya PKS melakukan framing
terhadap kader mereka. Framing tersebut ada yang bersifat konstruk (dibuat)
maupun
yang
bersifat
ideologis.
Secara
konstruk
gerakan
melakukan
reinterpretasi kasus Luhfi Hasan Ishaaq yang ditujukan kepada kader mereka,
seperti: framing melalui pidato perdana Anis Matta ketika menjadi presiden PKS,
memberikan framing motivasi, dan melakukan spiral of encapsulation dengan
memutus informasi kader dari dunia luar terkait kasus tersebut.
Setelah Luthfi Hasan Ishaaq ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada
tanggal 30 Januari 2013, Gerakan Tarbiyah/PKS dengan cepat melakukan
reinterpretasi kasus tersebut yang ditujukan kepada kadernya. Reinterpretasi itu
berupa framing yang dilakukan pada tanggal 1 Februari 2013 oleh Anis Matta
ketika pidato pertama kali setelah ditunjuk sebagai presiden PKS menggantikan
Luthfi Hasan Ishaaq.
Dalam pidato tersebut, Anis menyampaikan dua framing penting dan
berpengaruh terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq.
85
Pertama, bahwa kasus yang
menimpa Luthfi Hasan Ishaaq adalah sebuah konspirasi. Menurut Anis Matta,
konspirasi itu dilakukan oleh musuh-musuh gerakan untuk menghancurkan PKS.
Kedua, framing yang menyatakan bahwa Luthfi Hasan Ishaaq tidak
bersalah. Dengan ucapan Anis Matta dalam pidatonya yang menyatakan “cinta”
dan “percaya” kepada Luthfi Hasan Ishaaq secara eksplisit memperlihatkan bahwa
menurut gerakan, Luthfi Hasan Ishaaq tidak bersalah. Ditangkapnya Luthfi Hasan
Ishaaq dianggap sebagai bentuk penzoliman dan ujian terhadap Gerakan
Tarbiyah/PKS.
Berdasarkan penemuan penulis, pidato Anis Matta tersebut sengaja
disampaikan kepada kader gerakan sebagai sebuah framing terhadap kasus
tersebut. Gerakan Tarbiyah/PKS sengaja mengundang dan membayar dua stasiun
tv swasta (TV One dan Metro TV) untuk menyiarkan pidato tersebut. Tujuannya
agar semua kader gerakan di seluruh Indonesia mendengar dan melihat pidato
tersebut. Selanjutnya, bahasa yang digunakan Anis Matta adalah bahasa gerakan,
seperti: antum, taat, tsiqoh, dan lain-lain. Hal ini bertujuan agar framing yang
disampaikan gerakan melalui Anis Matta bisa diterima dengan baik dan massif
oleh para kader gerakan.
Selanjutnya, framing yang dilakukan gerakan berupa bingkai motivasi
meliputi: kewajiban dan insentif yang didapat kader yang terlibat dalam kerjakerja untuk gerakan. Bingkai motivasi yang pertama menyatakan bahwa kerjakerja dalam gerakan adalah aktivitas yang dakwah yang mulia. Karena, aktivitas
yang dilakukan dalam gerakan bertujuan untuk menerapkan nilai-nilai Islam dan
mendapat perintah langsung dari Tuhan. Mereka juga menganggap bahwa dalam
86
gerakan mereka tidak mengenal figuritas atau ketokohan. Sehingga, kasus Luthfi
Hasan Ishaaq tidak terlalu berpengaruh bagi militansi kader Gerakan
Tarbiyah/PKS untuk tetap melakukan kerja-kerja dalam gerakan.
Motivasi selanjutnya adalah adanya insentif-insentif yang didapat anggota
gerakan ketika terlibat dalam aktivitas gerakan. Pertama, mereka mendapatkan
insentif selektif, misalnya keterlibtannya dalam gerakan memungkinkan mereka
mendapatkan jodoh/pasangan dalam gerakan, yang menurut mereka-para kader
dalam gerakan mereka- baik dalam hal pemahaman agama. Insentif selektif
lainnya berupa mendapatkan jaringan pertemanan dan mendapatkan akses-akses
dalam pekerjaan dan keterampilan tertentu.
Insentif kedua yang memotivasi seorang kader gerakan Tarbiyah/PKS
tetap terlibat dalam gerakan adalah adanya insentif solider. Insentif solider berupa
kepuasan emosional dan psikologis yang didapatkan anggota gerakan karena
merasa diberdayakan dan menjalin keintiman pertemanan. Seorang anggota
gerakan merasa diberdayakan karena dalam Gerakan Tarbiyah/PKS terdapat
penugasan dalam bidang dakwah tertentu, misalnya menjadi pengurus partai,
dakwah sekolah, maupun yayasan-yasasan yang berafiliasi dengan gerakan.
Alasan pemberdayaan inilah yang membuat mereka merasa diakui eksistensinya
sebagai manusia.
Insentif solider lainnya berupa keintiman dalam menjalin pertemanan
sesama anggota gerakan. Hal ini bisa dilihat ketika mereka bertemu dengan teman
mereka sesama dalam gerakan, mereka akan berjabat tangan dan berpelukan.
Keintiman pertemanan ini juga dapat dilihat dari panggilan khusus kepada sesama
87
anggota gerakan seperti “akhi”,”ukhti”,dan “antum” yang juga membuat mereka
semakin ekslusif. Sehingga, hal tersebut membuat mereka semakin nyaman dalam
gerakan dan merasa khawatir apabila terputus dari insentif-insentif tersebut.
Faktor-faktor insentif inilah yang membuat mereka tetap terlibat dalam gerakan
walaupun ada kasus korupsi yang menjerat pimpinan mereka.
Faktor pendukung lain mengapa framing yang disampaikan Anis Matta
sangat berpengaruh bagi anggota gerakan adalah karena framing tersebut
beresonansi dengan baik. Sebuah bingkai akan beresonansi dengan baik apabila
aktor yang menyampaikan frame tersebut terlihat kredibel (credibility). Anis
Matta dipandang oleh anggota gerakan sebagai sosok yang kredibel sebagai
personal, baik secara ideologis maupun kepemimpinan dalam gerakan.
Kredibilitas Anis Matta dipandang semakin maksimal oleh anggota gerakan
ketika dia mengundurkan diri sebagai anggota DPR-RI dan memilih untuk fokus
mengurus gerakan/partai.
Faktor pendukung lainnya dalam keberhasilan proses framing di dalam
Gerakan Tarbiyah/PKS yaitu adanya pemutusan informasi yang berasal dari luar
gerakan. Pada jenjang keanggotaan yang tinggi dalam gerakan, seperti level kader
Ahli dan Purna, kader gerakan tidak diperbolehkan mengeluarkan pernyataan ke
media massa. Tujuannya agar informasi yang didapatkan kader hanya melalui
mekanisme resmi dalam internal gerakan, seperti melalui halaqoh/liqo atau
LT3Besar dan menghindari pernyataan tersebut “dipelintir” oleh media yang
dapat menyebabkan kegaduhan dalam gerakan.
88
Proses pemutusan informasi juga terjadi pada level kader di bawah Ahli
dan Purna. Pada level kader Dewasa, Madya, Muda, dan Pendukung tidak
diperbolehkan mengakses dan mempercayai pemberitaan media terkait kasus
Luthfi Hasan Ishaaq. Hal ini dimaksudkan agar kader hanya menerima informasi
yang berasal dari gerakan. Media yang paling efektif dalam proses ini yaitu
melalui halaqoh/liqo dan pertemuan-pertemuan rutin kader di setiap jenjang
struktur partai. Proses pemutusan informasi ini dalam gerakan sosial biasa disebut
spiral of encapsulation.
Secara ideologi PKS mempunyai sumber daya yang memungkinkan
kadernya tetap loyal disaat terjadi permasalahan di internal gerakan, seperti yang
terlihat dalam rukun bai‟at yang menjadi materi wajib di halaqoh-halaqoh.
Sebenarnya Aan Rohana mengungkapkan kekecewaannya terhadap kasus
tersebut: “kami kecewa dengan Luthfi Hasan Ishaaq. Kami telah membina kader
di bawah dengan baik, tetapi di atasnya (Luthfi Hasan Ishaaq) berperilaku seperti
itu.”157 Walaupun demikan, kekecewaan itu tidak sampai meluap dalam bentuk
protes, mogok, atau berhenti dari gerakan.
Rukun bai‟at menjadi faktor pendukung proses framing yang dilakukan
Gerakan Tarbiyah/PKS dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq. Rukun bai‟at
merupakan sepuluh janji setia yang wajib dipahami dan dilaksanakan setiap
anggota gerakan. Tiga rukun bai‟at yang berpengaruh dalam keberhasilan framing
di gerakan Tarbiyah/PKS menurut penulis yaitu, taat (patuh) dan tsiqoh
(percaya),dan tadhiyyah (pengorbanan).
157
Wawancara dengan Aan Rohana.
89
Rukun bai‟at juga menjadi salah satu standar perilaku bagi semua anggota
gerakan. Melalui rukun bai‟at, anggota gerakan dituntut untuk percaya dan taat
kepada murabbi atau pemimpin mereka. Sehingga kepatuhan dan kepecayaan
anggota gerakan kepada murabbi/pemimpin inilah yang membuat framing
berjalan dengan maksimal di internal kader gerakan PKS.
B. Saran
Penulis memberikan saran kepada peneliti-peneliti yang ingin melakukan
penelitian tentang gerakan sosial Islam, khususnya Gerakan Tarbiyah/PKS untuk
mengkaji lebih mendalam aspek framing gerakan. Framing pada gerakan sosial
Islam berguna untuk memahami idelologi, budaya, dan tujuan politik sebuah
gerakan. Khusus dalam skripsi ini, framing juga berfungsi untuk menjelaskan dan
memprediksi pola perilaku sebuah gerakan ketika terjadi permasalahan,
khususnya kasus yang berkaitan dengan pelanggaran ideologi oleh elit/pimpinan
gerakan.
Penulis juga memberikan saran kepada peneliti-peneliti yang melakukan
penelitian
serupa
untuk
menggunakan
pendekatan
mobilisasi
atau
menggabungkan antara pendekatan mobiliasasi dengan framing. Aspek-aspek
strategi kebijakan pada Gerakan Tarbiyah/PKS dalam pendekatan mobilisasi
dapat melengkapi pendekatan framing yang bersifat ideasional. Tujuan
penggabungan menggunakan pendekatan framing dan mobilisasi dimaksudkan
agar didapat informasi yang lebih komprehensif terhadap masalah yang diteliti.
90
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdullah, Rahmat. 2004. Untukmu Kader Dakwah. Jakarta: Pustaka Dakwatuna.
Abuza, Zachary. 2007. Political Islam and Violence in Indonesia. New York:
Routledge.
Al-Banna, Hasan. 2005. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. Solo: Era
Intermedia.
Ali-Jabir, Hussain bin Muhammad. 2001. Menuju Jama‟atul Muslimin: Telaah
Sistem Jamaah dalam Gerakan Islam. Jakarta: Rabbani Press.
Aminuddin, KH. Hilmi. 2008. Menghilangkan Trauma Persepsi. Jakarta: ARAH
Press.
Christiansen, Jonathan. 2011. Framing Theory, dalam “Sociology Reference
Guide: Theories of Social Movements”. California: Salem Press.
Hawwa, Sa‟id. 2000. Membina Angkatan Mujahid: Studi Analisis atas Konsep
Dakwah Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta‟lim. Solo: Era Intermedia.
Hawwa, Sa‟id dan Sayyid Quthb. 2001. Al-Wala‟:Loyalitas Tunggal Seorang
Muslim. Jakarta: Al-I‟tishom Cahaya Umat.
Klandermans, Bert dan Conny Roggeband, edt. 2007. Handbook of Social
Movements Across Disciplines .New York: Springer.
Moghadam, Valentine M. 2009. Globalization and Social Movements : Islamism,
Feminism, and the Global Justice Movement. Maryland: Rowman &
Littlefield Publishers.
Muhtadi, Burhanudin. 2012. Dilema PKS: Suara dan Syariah. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia.
Opp, Karl-Dieter. 2009. Theoris of Political Protest and Social Movements: A
multidisciplinary introduction, critique, and synthesis. New York:
Routledge.
Prayitno, Irwan. 2003. Kepribadian Dai. Bekasi: Pustaka Tarbiyatuna.
Roy, Oliver. 1994. The Failure of Political Islam. Massachusetts: Harvard
University Press.
ix
Silalahi, Ulber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.
Snow, David, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt.2004. The Blackwell
Companion to Social Movements. United Kingdom: Blackwell Publishing
Takariawan, Cahyadi. 2003. Rekayasa Masa Depan Menuju Kemenangan
Dakwah Islam. Jakarta: Pustaka Tarbiatuna.
Tanjung, Bahrun Nur dan Ardinal. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Jakarta: Kencana.
Tim Penyusun Panduan Akademik FISIP UIN Jakarta. 2012. Panduan
Penyusunan Proposal & Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik UIN syarif Hidayatullah.
Wiktorowicz, Quintan(ed.). 2012. Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan
Sosial. Jakarta: Demokrasi Project dan Yayasan Abad Demokrasi.
Skripsi, Disertasi, Makalah, dan Jurnal
Miftahuddin. 2008. Pengaruh Ideologi Ikhwanul Muslimin terhadap Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia. Jakarta: Skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah.
Muhtadi, Burhanudin. 2011. Demokrasi Zonder Toleransi. Makalah disampaikan
dalam Diskusi “Agama dan Sekularisme di Ruang Publik: Pengalaman
Indonesia” di Komunitas Salihara, Rabu 26 Januari 2011
Machmudi, Yon. 2006. Islamising Indonesia : The Rise of Jemaah Tarbiyah and
the Prosperous Justice Party (PKS). Canberra: ANU E Press
Munandar, Arief. 2011. Antara Jamaah dan Politik: Dinamika Habitus Kader
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Arena Politik Indonesia Paska
Pemilu 2004. Depok: Disertasi, Universitas Indonesia.
Permata, Ahmad Norma. 2008. Ideology, institutions, political actions:
Prosperous Justice Party (PKS) in Indonesia. Journal ASIEN 109, S. 2236.
Dokumen
Lembaga Kajian Mahnaj Tarbiyah. 2012. Mahhaj Tarbiyah 1433.
Pidato Politik Perdana Anis Matta sebagai Presiden PKS menggantikan Luthfi
Hasan Ishaaq di kantor DPP PKS Jl. Sisingamangaraja, Jakarta Selatan.
x
Dapat diakses di http://www.youtube.com/watch?v=DL_xGMLcStE.
Diunduh pada 10 Agustus 2014
Koran Internet
Antara News, Kronologi Penangkapan Tersangka Suap Impor Daging. Lihat:
http://www.antaranews.com/berita/355857/kronologi-penangkapantersangka-suap-impor-daging. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2014.
Kompas.com, Disahkan KPU, Ini Perolehan Suara Pemilu Legislatif 2014, Lihat
http://nasional.kompas.com/read/2014/05/09/2357075/Disahkan.KPU.Ini.
Perolehan.Suara.Pemilu.Legislatif.2014 . Diunduh pada Minggu 11 Mei
2014.
Kompas.com, Kronologi Tangkap Tangan Kasus yang Diduga Libatkan Luthfi.
Lihat:
http://nasional.kompas.com/read/2013/01/30/22182591/Kronologi.Tangka
p.Tangan.Kasus.yang.Diduga.Libatkan.Luthfi, Diunduh pada 13 Juli 2014
Tempo.Co, Bos PT. Indoguna Didakwa Menyuap Luthfi Hasan. Lihat:
http://www.tempo.co/read/news/2014/03/11/063561375/Bos-PTIndoguna-Didakwa-Menyuap-Luthfi-Hasan-. Diunduh pada tanggal 13 Juli
2014.
Tempo.co, Kampanye Perdana, PKS Bersumpah Putihkan Jakarta. Lihat
http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/03/16/269562686/KampanyePerdana-PKS-Bersumpah-Putihkan-Jakarta--- 10/6/14. Di Unduh pada
Kamis, 1 Mei 2014.
Tempo.co, Luthfi Hasan Disebut Terbukti Menerima Suap. Lihat
http://www.tempo.co/read/news/2013/12/09/063535925/Luthfi-Hasan-DisebutTerbukti-Terima-Suap. Diunduh pada Kamis 2 Mei 2014.
Tempo.Co,
Luthfi
Hasan
Divonis
16
Tahun
Penjara.
Lihat:
HTTP://WWW.TEMPO.CO/READ/NEWS/2013/12/09/063535962/LUTH
FI-HASAN-DIVONIS-16-TAHUN-PENJARA-. diunduh pada 13 Juli
2014.
Tempo.co, PKS Tak Terima Luthfi Disebut Rusak Citra Partai. Lihat
http://www.tempo.co/read/news/2013/12/10/078536112/PKS-Tak-TerimaLuthfi-Disebut-Rusak-Citra-Partai. diunduh pada Kamis 1 Mei 2014.
The Jakarta Post Online, PKS Provides Lawyers to Defends Luthfi Hasan. Lihat
http://www.thejakartapost.com/news/2013/02/05/pks-provides-lawyersdefend-luthfi-hasan.html. diunduh pada Kamis 1 Mei 2014.
xi
Website Internet
DPP
PKS.
Sejarah
Partai
Keadilan
Sejahtera,
lihat:
http://www.pks.or.id/content/sejarah-ringkas. Diakses pada tanggal 16 Juli
2014.
Ihsan Ali-Fauzi, Warna- Warni “Islamisme”, lihat: http://www.paramadinapusad.or.id/publikasi/warna-warni-islamisme.html. Diakses pada 1
Oktober 2014,
Wikipedia,
Partai
Keadilan
Sejahtera.
http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Keadilan_Sejahtera. Diakses
Jumat, 23 Agustus 2014
Lihat
pada
Wikipedia, Partai Demokrat lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Demokrat.
Diakses pada Jumat, 23 Agustus 2014
Wawancara
Aan Rohana (Kader Jenjang Purna/Mas‟ulin dan Anggota Majelis Syuro PKS).
Bogor, 7 Agustus 2014.
Ust. Hasib Hasan, Lc. (Kader Jenjang Purna/Mas‟ulin, Pendiri Partai Keadilan
(PK) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mantan Anggota Majelis Syuro
DPP PKS, Mantan Bidang Kaderisasi DPP PKS, dan Mantan Bidang
Dewan Syariah DPP PKS). Bogor, 7 Agustus 2014.
Rahmat Aziz, S.Pdi (Kader Jenjang Dewasa/Muntazhim dan Ketua Bidang
Kaderisasi DPD PKS Jakarta Barat). Jakarta, 23 Juli 2014.
Suhada (Kader Jenjang Madya/Muntasib dan Ketua DPRa PKS Kelurahan Duri
Kosambi, Jakarta). Jakarta, 25 Juli 2014
Sugianto (Kader Jenjang Madya/Muntasib dan Bidang Kepanduan DPC PKS
Kecamatan Cengkareng, Jakarta). Jakarta, 5 Juli 2014.
Supriadi (Kader Jenjang Madya/Muntasib dan tidak masuk dalam struktur PKS,
karena statusnya sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil)). Jakarta, 7 Juli
2014.
Sutrisna, S.Pd (Kader Jenjang Muda/Muayyid dan Anggota DPRa PKS Kelurahan
Duri Kosambi, Jakarta). Bekasi, 21 Agustus 2014
Obi Alim (Kader Jenjang Muda/Muayyid. Membina Rohani Islam (Rohis) di
Sebuah Sekolah Menengah Atas di Jakarta). Jakarta, 21 Agustus 2014.
xii
Lampiran
Pidato Anis Matta yang dijadikan poster di media sosial.
Lampiran 2
Foto bersama informan, Rahmat Aziz, kader PKS jenjang Dewasa dan
Ketua Bidang Kaderisasi DPD PKS Jakarta Barat.
Foto Bersama Informan, Suhada, kader PKS jenjang Madya dan Ketua
DPRa PKS Kelurahan Duri Kosambi, Jakar
Foto Bersama Informan, Sugianto, kader PKS jenjang Madya dan Bidang
Kepanduan DPC PKS Cengkareng, Jakarta.
Foto Bersama Informan, Sutrisna, kader PKS jenjang Muda dan Anggota
DPRa PKS Kelurahan Duri Kosambi, Jakarta.
Foto Bersama Informan, Obi Alim, kader PKS jenjang Muda dan pengurus
dakwah sekolah, DPD PKS Jakarta Barat.
Download