BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Keagenan Penjelasan mengenai konsep budgetary slack dimulai dari pendekatan agency theory. Teori keagenan dapat didefinisikan sebagai konsep yang menjelaskan mengenai kontrak antara satu orang atau lebih yang bertindak sebagai principal menunjukkan orang lain sebagai agen untuk melakukan jasa untuk kepentingan principal termasuk mendelegasikan kekuasaan dalam pengambilan keputusan (Jensen dan Meckling, 1976). Praktik budgetary slack dalam perspektif agency theory dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan antara agen dengan principal yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Arifah (2012) mengutip Eisenhard (1989) menyebutkan ada beberapa asumsi yang muncul terkait teori keagenan antaranya : 1. asumsi mengenai sifat manusia yang cenderung mengutamakan kepentingan diri sendiri (self interest). 2. daya pikir terhadap masa depan, dan cenderung untuk menghindari risiko 3. asumsi mengenai keorganisasian, konflik antar anggota organisasi dan efesiensi. Jika agen yang berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran mempunyai informasi khusus tentang kondisi lokal, akan memungkinkan agen memberikan informasi yang dimilikinya untuk membantu kepentingan perusahaan. Keinginan principal tidak sama 1 dengan bawahan sehingga menimbulkan konflik diantara mereka. Hal ini dapat terjadi misalnya, jika dalam melakukan kebijakan pemberian reward perusahaan kepada bawahan didasarkan pada pencapaian anggaran. Bawahan cenderung memberikan informasi yang bias agar anggaran mudah dicapai dan mendapatkan reward berdasarkan pencapaian anggaran tersebut (Darlis, 2000). Kondisi ini jelas akan menyebabkan terjadinya budgetary slack. 2.1.1. Pengertian Anggaran Anggaran merupakan bagian penting dalam perusahaan atau organisasi. Anggaran adalah sebagai alat pengendalian (Suartana, 2010). Anggaran menurut Suharman (2012) merupakan alat manajemen dalam pembuatan suatu program untuk rencana kegiatan yang digunakan dimasa yang akan datang, yang dinyatakan secara kuantitatif yang dapat digunakan untuk pengorganisasian dan pelaksanaan, pengendalian kegiatan operasional, serta mengevaluasi kinerja manajerial. Anggaran menurut Savitri (2014) adalah salah satu alat perencanaan dan juga alat pengendalian organisasi. Sebagai alat perencanaan, anggaran juga dapat dipakai untuk merencanakan semua aktivitas suatu pusat pertanggungjawaban, agar nantinya pelaksanaan aktivitasnya sesuai dengan apa yang telah diharapkan sebelumnya. Anggaran juga merupakan alat perencanaan manajerial dalam bentuk keuangan. Anggaran tersebut berisikan aktivitas-aktivitas yang akan dilaksanakan selama periode waktu tertentu sebagai acuan ataupun pedoman dalam kegiatan organisasi dan menunjukkan tujuan dari perusahaan itu sendiri. 2 Anggaran menurut pendapat Merchant dalam Hariyanto (2010) alat pengendalian, koordinasi, komunikasi, serta penilaian kerja. Sedangkan anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian maksudnya adalah ketika anggaran dapat dipakai sebagai alat ukur dari kinerja pusat pertanggungjawaban. Anggaran dapat pula digunakan sebagai alat untuk memberikan efektivitas yang lebih besar dalam mencapai efesiensi organisasi dengan membatasi dari pengeluaran yang dilakukan pada operasional perusahaan (Tagwireyi, 2012). Anggaran memiliki fungsi yang sama dengan manajemen. Hal demikian disebabkan karena anggaran sebagai alat manajemen dalam pelaksanaan fungsinya (Nafasin, 2009). Fungsi dari anggaran tersebut yakni fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi pengawasan (controlling). Anggaran dapat berfungsi dengan baik sebagai alat perencanaan dan pengukuran kinerja bagi manajer maka penyusunan anggaran harus melibatkan partisipasi bawahan. Keterlibatan bawahan dalam penyusunan anggaran dapat dikatakan juga sebagai penganggaran partisipatif. Proses penyusunan anggaran dengan pola partisipatif pada industri perhotelan mengandung arti bahwa setiap individu terlibat dalam penyusunan anggaran akan berupaya untuk dapat mencapai tujuan anggaran yang telah disepakati. Hal tersebut, menunjukkan bahwa para manajer dan bawahannya telah memiliki komitmen untuk melaksanakan anggaran, dan cenderung berperilaku yang positif agar pelaksanaan anggaran mencapai sasaran (Wiryanata, 2014). 3 2.1.2. Penganggaran Partisipatif Penganggaran merupakan suatu proses dari adanya pengambilan keputusan yang diperoleh dari keputusan bersama yang dilakukan oleh dua bagian atau lebih dimana keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan terhadap mereka yang membuatnya. Penganggaran partisipatif merupakan proses penyusunan anggaran yang melibatkan bawahan untuk berpartisipasi secara signifikan dalam pembentukan anggaran mereka (bottom up). Keikutsertaan manajer-manajer pusat bertanggung jawab dalam hal yang berkaitan dengan penetapan anggaran (Islahuzzaman, 2012). Penyusunan anggaran ini menunjukkan tingkat seberapa jauh keterlibatan dan pengaruh individu (bawahan) dalam proses penyusunan anggaran. Menurut Tintri (2015) anggaran partisipatif merupakan pendekatan manajerial yang pada umumnya diharapkan untuk dapat meningkatkan kinerja manajerial. Menurut Ompusunggu (2006) menyebutkan bahwa penganggaran partisipatif merupakan proses dimana bawahan ataupun dari pihak pelaksana anggaran diberikan kesempatan untuk dapat terlibat dalam proses pembuatan dari penyusunan anggaran dari perusahaan tersebut. Penganggaran partisipatif bertujuan untuk menciptakan suatu anggaran yang lebih objektif, karena anggaran diharapkan dapat disusun sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh setiap departemen ataupun perusahaan (Basri, 2010). Keterlibatan para pelaksana anggaran dalam penyusunan anggaran perusahaan akan berdampak pada adanya pencapaian tujuan secara keseluruhan. Dengan adanya penyusunan anggaran secara partisipatif diharapkan kinerja dari para manajer dan bawahannya akan meningkat, karena pada dasarnya bahwa ketika suatu 4 tujuan dan standar sudah disusun secara baik dan sudah disepakati bersama, karyawan harusnya memiliki rasa tanggung jawab dan rasa memiliki dari perusahaan tersebut agar apa yang diharapkan dapat berjalan sesuai dengan yang telah disepakati bersama. Menurut Brownell (a) (1982) dalam Hapsari (2015) dalam konteks yang lebih spesifik, partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan proses dimana individu, yang kinerjanya dievaluasi dan memperoleh penghargaan dari pencapaian target anggaran, terlibat dan mampu berpengaruh dalam penyusunan target anggaran : Secara garis besar, penyusunan anggaran dapat dibagi menjadi 3 kelompok , yakni : a) Top down approach (bersifat dari atas ke bawah) Penyusunan anggaran dimulai dari manajer puncak. Anggaran disusun dan ditetapkan sendiri oleh pimpinan dan anggaran harus dilaksanakan bawahan tanpa keterlibatan dari bawahan dalam penyusunan anggaran. Metode ini cocok diterapkan dalam kasus yang mana bawahan tidak mampu untuk menyusun anggaran atau dianggap akan terlalu lama selesai jika diserahkan penyusunannya pada bawahan. Keunggulan dari pendekatan ini adalah adanya dukungan yang kuat dari manajer puncak dalam pengembangan anggaran dan prosesnya menjadi lebih mudah dikendalikan oleh manajer puncak. Kelemahan dari pendekatan ini adalah bawahan menjadi merasa tertekan oleh pekerjaannya dan berperilaku tidak semestinya. b) Bottom up approach (bersifat dari bawah ke atas) Anggaran disusun berdasarkan keputusan bawahan. Anggaran yang disusun dimulai dari bawah sampai atas. Bawahan diserahkan sepenuhnya untuk menyusun anggaran yang akan dicapainya dimasa yang akan datang. Metode ini tepat dilaksanakan jika 5 bawahan sudah memiliki kemampuan yang memadai untuk menyusun anggaran. Kelebihan dari pendekatan ini teletak pada mekanisme negosiasi yang terjadi antara penyusunan anggaran dengan komite anggaran. Kelemahan dari pendekatan ini adalah dengan partisipasi yang terlalu luas sering menimbulkan konflik dan memakan waktu yang panjang dalam prosesnya. c) Kombinasi top down dan bottom up Kombinasi antara kedua pendekatan inilah yang paling efektif. Pendekatan ini menekankan perlunya interaksi antara atasan dan bawahan secara bersama-sama menetapkan anggaran yang terbaik bagi perusahaan. Manfaat anggaran Menurut Hansen & Mowen (2006), manfaat anggaran sebagai berikut: 1) Memaksa manajer untuk melakukan perencanaan. Dalam rangka menyusun anggaran, maka manajer bawah harus melakukan perencanaan mengenai kegiatan apa saja yang akan dilakukan perusahaan di masa depan. 2) Menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk memperbaiki pembuatan keputusan. Anggaran digunakan untuk memperbaiki pembuatan keputusan berdasarkan hasil realiasasi anggaran. Jika realisasi anggaran kurang memuaskan maka akan dilakukan perbaikan mengenai keputusan yang akan diambil selanjutnya. 3) Mengevaluasi kinerja Anggaran digunakan untuk mengevaluasi kinerja dengan membandingkan realisasi anggaran. Jika terdapat perbedaan yang menyimpang maka perlunya melakukan pengecekan ulang untuk menindaklanjuti. 6 4) Memperbaiki komunikasi dan koordinasi. Anggaran mencakup semua unit fungsional di perusahaan, sehingga dibutuhkan komunikasi dan koordinasi dalam menyusun anggaran sehingga selaras dengan tujuan perusahaan. Penganggaran partisipastif mempunyai banyak manfaat, bukan berarti partisipasi anggaran tidak mempunyai kelemahan dan permasalahan. Masalah yang biasa muncul yang berkaitan dengan penganggaran partisipatif ada tiga hal yakni : 1). Adanya kemungkinan manajer untuk menimbulkan budgetary slack. Slack merupakan perbedaan (selisih) sumber daya yang sebenarnya yang diperlukan dalam proses yang efesiensi, dengan jumlah yang lebih besar yang ditambahkan pada suatu kegiatan tersebut. 2). Partisipasi semu, yakni terlihat berpartisipasi padahal dalam kenyataannya tidak, artinya para manajer ini berpartisipasi tetapi tidak diberikan wewenang dalam penentuan anggaran, 3). Status dan pengaruh di dalam organisasi mengurangi efektivitas partisipasi. Hal ini disebabkan karena orang yang mempunyai kedudukan pada perusahaan tersebut. 2.1.3. Budgetary Slack Budgetary slack adalah proses penganggaran yang ditemukan adanya distorsi secara sengaja dengan menurunkan pendapatan yang dianggarkan dan meningkatkan biaya yang dianggarkan (Suartana, 2010). Kesenjangan anggaran (budgetary slack) merupakan perbedaan antara jumlah anggaran yang diajukan oleh bawahan dengan jumlah estimasi yang terbaik dari suatu organisasi atau perusahaan tertentu Anthony dan Govindarajan (2007) dalam Hapsari (2015). Kesenjangan anggaran atau yang lebih 7 dikenal dengan sebutan budgetary slack dilakukan oleh bawahan yaitu dengan cara menyajikan anggaran dengan tingkat kesulitan yang rendah agar hal demikian lebih mudah dicapai, dan kesenjangan ini cenderung dilakukan oleh bawahan karena mengetahui kinerja dari mereka diukur berdasarkan tingkat pencapaian anggaran yang telah ditetapkan bersama. Menurut Dunk (1993) dalam Apriwandi (2012) mengemukakan bahwa budgetary slack yang dimana bawahan lebih cendrung untuk mengungkapkan ataupun menyusun anggaran-anggaran yang mudah untuk dicapai. Kesenjangan anggaran (budgetary slack) dapat terjadi dikarenakan informasi yang dimiliki oleh bawahan lebih banyak daripada informasi yang dimiliki oleh atasan mengenai suatu pertanggungjawaban. Kesenjangan anggaran dapat dilakukan dengan cara menetapkan pendapatan lebih rendah daripada estimasi terbaik yang bisa dicapai dan menetapkan biaya yang terlalu tinggi dari estimasi yang seharusnya. 2.1.4. Locus Of Control Locus of control merupakan suatu variabel kepribadian tentang keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib dirinya sendiri. Locus of control merupakan keyakinan bahwa seorang individu dapat atau tidak dapat untuk mengendalikan kejadian yang mempengaruhi mereka. Rotter (1966) dalam Nanda (2010) mengemukakan bahwa setiap individu menerima kekuatan yang berbeda pada beberapa kondisi. Sifat dari locus of control terdiri-dari : a). bersifat internal, dimana orang-orang berpendapat bahwa mereka mengendalikan nasib mereka sendiri. 8 b). bersifat eksternal, dimana orang-orang yakin bahwa kehidupan mereka dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan luar. Teori internal locus of control, bahwa perilaku seorang manajer dalam penyusunan anggaran akan dipengaruhi oleh karakteristik locus of control-nya. Ciri pembawaan internal locus of control adalah mereka yang yakin bahwa suatu kejadian selalu berada dalam kendalinya dan akan selalu mengambil peran dan tanggung jawab dalam penentuan benar atau salah. Sebaliknya dengan eksternal locus of control percaya bahwa kejadian dalam hidupnya berada diluar kontrolnya dan percaya bahwa hidupnya dipengaruhi oleh takdir, keberuntungan, dan kesempatan serta lebih mempercayai kekuatan di luar dirinya. Pemimpin yang berorientasi pada internal locus of control menampakkan keyakinan yang besar terhadap kemampuan mereka untuk mempengaruhi lingkungan, lebih mampu dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, lebih banyak mengandalkan cara pemberian pengaruh yang terbuka dan secara supportif. Menekankan strategi organisasi yang lebih beresiko dan inovatif serta menghasilkan kinerja kelompok dan organisasi yang lebih tinggi daripada yang dilakukan oleh pimpinan yang berorintasi pada eksternal locus of control (Nanda, 2010). Internal locus of control memiliki tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan eskternal locus of control dalam sebuah lingkungan organisasi dalam memberikan kinerja yang lebih memuaskan. Internal locus of control, individu meyakini bahwa mereka memegang kendali atas peristiwa-peristiwa atau segala sesuatu yang berhubungan pada mereka. Internal locus of control ditentukan dengan pandangan 9 peristiwa baik atau buruk yang terjadi diakibatkan oleh tindakan sesorang. Oleh karena itu terjadinya suatu peristiwa berada dalam kendali seseorang (Silmilian, 2013). Dengan demikian maka seseorang yang memiliki internal locus of control memiliki tingkat keyakinan yang lebih kuat. Seseorang dengan memiliki internal locus of control akan menjadi lebih aktif dan mampu untuk memilih dan memilah informasi yang baik yang dibutuhkan. Dengan kemampuannya sendiri ia mampu untuk membuat keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan yang telah diambilnya tersebut. Individu dengan memiliki internal locus of control yang tinggi juga memiliki pengendalian diri yang baik, dan juga lebih cenderung untuk menunjukkan sifat yang baik terhadap sesamanya dibandingkan dengan eksternal locus of control. Elemen yang dapat dijadikan indikator untuk internal locus of control adalah : 1. Kepercayaan diri Karyawan tidak percaya pada kemampuan dari dirinya sendiri maka karyawan tersebut memiliki eksternal locus of control, jika karyawan percaya akan kemampuan dirinya sendiri maka ia memiliki internal locus of control. 2. Usaha / kerja keras Karyawan tidak bekerja dengan sekuat tenaga, maka karyawan tersebut memiliki external locus of control, dan jika mereka bekerja dengan sekuat tenaga maka karyawan tersebut memiliki internal locus of control. 3. Kepercayaan akan adanya takdir Karyawan memiliki kepercayaan akan adanya takdir yang menentukan dan mengiringi setiap aktivitasnya, maka karyawan tersebut memiliki internal locus 10 of control, dan jika mereka tidak memiliki kepercayaan bahwa takdir dapat menentukan semua aktivitasnya maka karyawan tersebut memiliki ekternal locus of control. 2.1.5 Pemberian Reward Reward adalah orang yang ditargetkan patuh agar dapat memperoleh imbalan yang diyakini yang dimiliki oleh seorang pemimpin, orang yang patuh akan mendapatkan imbalan (Usman, 2013). Partisipasi salah satunya dapat dilakukan dengan partisipasi anggaran yang berguna untuk meningkatkan kinerja. Partisipasi anggaran diterapkan dengan benar dan efektif maka dapat meningkatkan prestasi, produktivitas, dan kepuasan kerja. Menurut pendapat Ivancevich (1998) dalam Suryo (2007) imbalan ataupun kompensasi merupakan penghargaan yang telah dijanjikan yang akan diterima karyawan sebagai imbalan dari pelaksanaan tugas dalam upaya pencapaian tujuan dari perusahaan yang telah disepakati. Reward dapat diartikan sebagai ganjaran, hadiah, dan upah. Reward merupakan suatu sistem yang kebijakannya dibuat oleh sebuah organisasi untuk memberikan penghargaan kepada bawahannya (karyawan) atas usaha, keterampilan, dan tanggung jawab yang sudah diberikan kepada perusahaan demi memajukan perusahaan. Menurut Enni (2011) reward pada suatu perusahaan ialah cara orang-orang untuk dapat diberikan penghargaan sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam perusahaan ataupun organisasi tersebut. Reward yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada bawahannya (karyawan) merupakan suatu kebijakan yang telah dibuat oleh 11 perusahaan, proses dari pembuatannya serta prakteknya terhadap karyawan dibuat sesuai dengan nilai-nilai kontribusi, skill, serta kompetensi mereka terhadap kemajuan perusahaan ataupun organisasi. Tujuan dari adanya reward pada setiap perusahaan adalah untuk dapat memberikan support atau dukungan strategi yang dijalankan oleh perusahaan, membantu dengan keyakinan memiliki tenaga kerja yang bermotivasi tinggi. Hal demikian dapat meliputi financial reward dan non financial reward. Reward meliputi financial reward yaitu yang berupa gaji tetap dan komponen gaji lain serta insentif, yang akan diberikan seluruhnya dalam pembayaran bulanannya. Sistem non financial reward yang dapat diberikan berupa penghargaan, pemberian wewenang, dapat diberikan kesempatan untuk berkembang ketahap yang lebih tinggi, serta adanya pemberian bekal untuk dapat meningkatkan keterampilan dan pengembangan diri. Menurut bahasa, kata reward berarti ganjaran, hadiah dan upah. Sedangkan dalam kamus lengkap psikologi reward merupakan sebagai perangsang situasi, atau pernyataan lisan yang biasanya dapat menghasilkan kepuasan. Dapat juga disimpulkan bahwa reward (imbalan) merupakan rangsangan yang dapat menghasilkan kepuasan dan memperkuat suatu perbuatan dengan memberikan suatu variabel sehingga terjadinya secara berulang-ulang. Ganjaran dapat dibedakan menjadi dua, yakni ganjaran negatif dan ganjaran positif. Ganjaran dalam positif disebut dengan reward, ganjaran dalam bentuk negatif disebut punishment. Karena dengan adanya reward menjadi salah satu motivasi bagi karyawan (pekerja) dalam melakukan segala pekerjaannya, bahwa motivasi dasar pekerja (karyawan) yaitu: kebutuhan akan adanya 12 kekuasaan, serta kebutuhan akan prestasi. Karena kebutuhan berprestasi mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitasnya dan dapat mengaktualisasikan kemampuannya untuk dapat mencapai prestasi yang maksimal. Seseorang menyadari jika seseorang dengan prestasi yang tinggi akan memperoleh reward yang besar. Kebutuhan akan kekuasaan mendorong orang untuk lebih dapat berkembang karena pada dasarnya manusia ingin lebih berkuasa, dihormati, dan merasa dirinya penting dihadapan orang lain (Enni, 2011). 2.2. Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai pengaruh penganggaran partisipatif, locus of control, dan pemberian reward terhadap budetary slack sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti, diantaranya : Afiani (2010) dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh Partisipasi Anggaran, Penekanan Anggaran, dan Asimetri Informasi terhadap Senjangan Anggaran pada Instansi Pemerintah Daerah. Menyebutkan bahwa manajer tingkat bawah mengaharapkan mendapatkan keuntungan melalui senjangan anggaran mereka, maka mereka harus meningkatkan partisipasinya dalam proses penyusunan anggaran. Partisipasi rendah, maka kesempatan bagi manajer bawah untuk menciptakan senjangan dalam anggarannya sangat kecil dengan mengabaikan penyajian penekanan anggaran. Hasil dari hipotesis adalah adanya pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran (budgetary slack). 13 Siegel dan Marconi (1989) menyatakan bahwa partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran memiliki korelasi positif dengan pencapaian tujuan organisasi. Sesuai dengan teori keagenan bawahan akan membuat target yang lebih mudah untuk dicapai dengan membuat target anggaran yang lebih rendah disisi pencapaian dan membuat pengajuan biaya yang lebih tinggi di sisi biaya. Young (1985) menyatakan pengaruh penganggaran partisipatif terhadap budgetary slack. Karena yang terlibat dalam penyusunan anggaran cenderung melonggarkan anggaran yang disusun agar mudah dicapai. Triana dkk (2012) menyatakan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh terhadap budgetary slack. Artinya semakin tinggi partisipasi anggaran yang dilakukan manajer maka akan meningkatkan slack anggaran. Sinaga (2013) pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran dengan locus of control dan budaya organisasi sebagai variabel pemoderasi. Mendapatkan hasil hipotesis penganggaran partisipatif berpengaruh negatif pada budgetary slack. Karena partisipasi yang tinggi dalam proses penyusunan angaran akan menurunkan senjangan anggaran, hal ini terjadi karena tingkat partisipasi pegawai dipengaruhi oleh beberapa perilaku pegawai yang aktif dalam memberikan opini dan pemikirannya dalam mencapai tujuan perusahaan. Hapsari (2015) dalam tesisnya yang berjudul Pengaruh Penganggaran Partisipatif pada Budgetary Slack dengan Asimetri Informasi, Self Esteem, Locus Of Control, dan Kapasitas Individu sebagai Variabel Moderasi (Studi pada SKPD Kabupaten Jembrana, Bali). Populasi dalam penelitian ini adalah SKPD Kabupaten 14 Jembrana. Teknik pengumpulan data adalah teknik survey dengan menyebarkan kuisioner berdasarkan jabatan struktural Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah Jembrana yang ikut serta dalam penganggaran daerah. Hapsari memperoleh hasil penganggaran partisipatif berpengaruh positif pada budgetary slack, karena bawahan melakukan budget slack dengan merendahkan pendapatan atau menaikkan biaya dibandingkan dengan estimasi terbaik dari yang sudah diajukan, sehingga target anggaran akan lebih mudah dicapai. Budget slack timbul karena keinginan dari atasan dan bawahan yang tidak sama terutama jika kinerja dinilai berdasarkan target anggaran. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi partisipasi bawahan dalam penganggaran maka akan dapat menciptakan budgetary slack yang tinggi pula. Nanda (2010) dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Komitmen Organisasi Dan Locus Of Control Sebagai Variabel Moderating (studi kasus pada PT. Adhi Karya (Persero) Tbk, Divisi Konstruksi I). Populasi dalam penelitian ini adalah manajer yang bekerja di PT Adhi Karya (Persero) Tbk, Divisi Konstruksi I di Jakarta yang berjumlah 45 orang. Pengumpulan data yang digunakan ialah metode kuisioner. Locus of control juga diindentifikasi sebagai faktor penguat dalam hubungan antara partisipasi dalam penyusunan anggaran dengan budgetary slack. Partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat dihubungkan dengan sumber control karena pada saat muncul partisipasi dalam penyusunan anggaran mengizinkan manajer mempengaruhi penyusunan tujuan kinerja, karena locus of control merupakan pengendalian diri maka dalam penyusunan anggaran 15 diperlukan hubungan yang baik antara atasan dan bawahan agar dapat mencapai hasil yang baik dan mencapai keputusan bersama dalam penyusunan dan penetapan anggaran yang akan digunakan pada tahapan selanjutnya. Namun hal demikian tidak sering dijumpai dalam lapangan karena biasanya yang terjadi hubungan atasan dan bawahan akan saling menjatuhkan untuk bisa mendapatkan apa yang diinginkannya seperti untuk mendapakatkan wewenang yang lebih tinggi, ataupun sanjunga dari atasan, yang biasanya muncul ialah ekternal locus of contol. Rotter (1966) dalam Nanda (2010) dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Komitmen Organisasi Dan Locus Of Control Sebagai Variabel Moderating (studi kasus pada PT. Adhi Karya (Persero) Tbk, Divisi Konstruksi I). Mengemukakan bahwa setiap individu menerima kekuatan yang berbeda pada beberapa kondisi. Dengan kata lain berarti locus of control merupakan keyakinan bahwa seorang individu dapat atau tidak dapat untuk mengendalikan kejadian yang mempengaruhi mereka. Untuk, variabel locus of control tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap budgetary slack. Yang artinya, semakin tinggi locus of control maka akan menurunkan budgetary slack. Maka hasil hipotesisnya locus of control berpengaruh terhadap budgetary slack. Triana dkk (2012) menyatakan bahwa locus of control berpengaruh secara simultan terhadap slack anggaran, artinya semakin tinggi locus of control seorang manajer maka akan semakin meningkatkan slack anggaran yang terjadi. Pello (2014) pengaruh asimetri informasi dan locus of control pada hubungan antara penganggaran partisipatif dengan senjangan anggaran. Menyebutkan 16 bahwa locus of control internal lebih memiliki peluang lebih besar untuk mengontrol dirinya sendiri agar tidak melakukan senjangan anggaran. Namun tidak semua manajer pada perusahaan tersebut memiliki locus of control yang baik. Maka hasil hipotesis ini adalah locus of control berpengaruh negatif terhadap budgetary slack. Enni Nurmiati (2011) dalam skripsinya yang berjudul Hubungan Pemberian Reward dan Punisment dengan Kinerja Karyawan pada BPRS Harta Insan Karimah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif. Pendekatan penelitian ini adalah dengan metode survey dengan menggunakan kuisioner. Populasi dan sampel dari penelitian ini adalah karyawan BPRS Harta Insan Karimah. Yang menggunakan populasi berjumlah 80 orang. Metode yang digunakan dalam pengambilan pada sampel penelitian ini adalah metode sampling jenuh (sensus). Reward (penghargaan) yang diberikan harus sesuai dengan skill atau kontribusi yang telah diberikan dalam perusahaan. Turut serta dalam pembuatan anggaran, dapat memberikan solusi terbaik dalam rapat jika terjadi kendala dalam pembuatan anggaran, bertanggaung jawab dalam pekerjaannya, dapat menjalankan visi dan misi dari perusahaan, maka akan layak untuk diberikan penghargaan dari perusahaan. Menurut pendapat Ivancevich (1998) dalam Suryo (2007) imbalan ataupun kompensasi merupakan pengahargaan yang telah dijanjikan yang akan diterima karyawan sebagai imbalan dari pelaksanaan tugas dalam upaya pencapaian tujuan dari perusahaan yang telah disepakati. Reward dapat diartikan sebagai ganjaran, hadiah, dan upah. Kompensasi (reward) yang diberikan pada atasan ataupun bawahan dapat memotivasi terjadinya moral yang baik. Apabila bawahan merasa reward-nya 17 tergantung pada pencapaian sasaran anggaran, maka mereka akan membuat kesenjangan anggaran (budgetary slack) melalui proses partisipatif (Chow dkk, 1988 dalam N. Siwi, 2015). Rizky (2008) dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh Asimetri Informasi dan Sistem Imbalan terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dan budgetary slack, mengemukakan bahwa insentif yang diberikan atas dasar anggaran adalah lebih kuat jika para manajer berpartisipasi dalam penetapan jumlah anggaran. Artinya keterkaitan antara partisipasi anggaran dan sistem pemberian reward dalam organisasi dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Namun, sering keinginan atasan tidak sama dengan bawahan sehingga menimbulkan konflik. Jika konflik kepentingan terjadi pemberian reward justr dapat memicu timbulnya slack dalam penentuan anggaran. Darlis (2000) menyebutkan perusahaan biasanya memberlakukan kebijakan pemberian reward kepada bawahan berdasarkan pencapaian anggaran. Bawahan cenderung memberikan informasi yang bias agar anggaran mudah dicapai sehingga bawahan mendapatkan reward atas pencapaian mereka. 2.3. Hipotesis Penelitian 2.3.1. Pengaruh Penganggaran Partisipatif terhadap Budgetary Slack Penilaian kinerja berdasarkan tercapai atau tidaknya target anggaran, menimbulkan terjadinya budgetary slack. Bawahan cenderung mengajukan anggaran dengan merendahkan pendapatan dan menaikkan biaya dibandingkan dengan estimasi terbaik yang diajukan, sehingga target akan mudah dicapai. Hal ini didiorong oleh 18 keinginan untuk mendapatkan penghargaan atas target yang telah dicapai ( Hapsari, 2015). Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian Afiani (2010), Siegel dan Marconi (1989), Young (1985), Triana dkk (2012) dan Sinaga (2013). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesisi alternatif yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H1 : Penganggaran partisipatif berpengaruh positif terhadap budgetary slack 2.3.2. Pengaruh Locus Of Control terhadap Budgetary Slack Berdasarkan pada teori locus of control bahwa perilaku seorang manager dalam penyusunan anggaran akan dipengaruhi oleh karakteristik locus of control-nya. Ciri pembawaan internal locus of control adalah mereka yang yakin bahwa suatu kejadian selalu berada dalam kendalinya dan akan selalu mengambil peran dan tanggung jawab dalam penentuan benar atau salah. Sebaliknya, orang dengan eksternal locus of control percaya bahwa kejadian dalam hidupnya berada diluar kontrolnya, dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan tidak percaya akan kemampuan diri sendiri. Namun, dalam prakteknya orang yang memiliki ekternal locus of control yang lebih dominan turut serta dalam pembuatan penyusunan anggaran, sehingga menimbulkan slack anggaran ( Hapsari, 2015). Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian Nanda (2010), Triana dkk (2012), Pello (2014), Singer (2001). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis alternatif yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H2 : Locus of control berpengaruh positif terhadap budgetary slack. 19 2.3.3. Pengaruh Pemberian Reward terhadap Budgetary Slack Reward diartikan sebagai hadiah atau upah. Reward merupakan suatu system yang kebijakannya dibuat oleh sebuah organisasi untuk memberikan penghargaan kepada bawahan atas usaha, keterampilan, dan tanggung jawab dalam memajukan perusahaan ( Suryo, 2007). Kebutuhan berprestasi mendorong seseorang untuk mengambangkan kreatifitasnya dan dapat menunjukkan kemampuannya untuk mencapai hasil yang maksimal. Seseorang menyadari jika memiliki prestasi yang tinggi maka akan mendapatkan reward yang besar, adanya reward yang besar menimbulkan budgetary slack meningkat (Enni, 2011). Perusahaan biasanya memberlakukan kebijakan pemberian reward kepada bawahan berdasarkan pencapaian anggaran. Bawahan cenderung memberikan informasi yang bias agar anggaran mudah dicapai sehingga bawahan mendapatkan reward atas pencapaian anggaran mereka (Darlis, 2000) dan Rizky (2008). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesisi alternatif yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H3 : Pemberian reward berpengaruh postif terhadap budgetary slack pada hotel-hotel berbintang di Kota Denpasar. 20