PARADIGMA PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS PERSPEKTIF

advertisement
PARADIGMA PENDIDIKAN PARTISIPATIF
HUMANIS PERSPEKTIF ISLAM
(Studi Terhadap Q.S. al-Shaffât ayat 101-112)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
Musyahid
NIM: 111 09025
JURUSAN TARBIYAH
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2014
i
ii
PARADIGMA PENDIDIKAN PARTISIPATIF
HUMANIS PERSPEKTIF ISLAM
(Studi Terhadap Q.S. al-Shaffât ayat 101-112)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
Musyahid
NIM: 111 09025
JURUSAN TARBIYAH
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2014
iii
iv
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawahini:
Nama
: Musyahid
NIM
: 11109025
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan
karya saya sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah.
Salatiga, 25 Juni 2014
Penulis
Musyahid
NIM: 11109025
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
               
      
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya.
Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada
pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” Q.S. al-Baqarah[2]: 148 (Departemen
Agama RI, 2002: 24).
PERSEMBAHAN
Untuk orang tuaku,
para dosen, saudara-saudaraku,
sahabat seperjunganku,
serta teman spesialku yang selalu setia menungguku.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyusun
skripsiini dengan sebaik-baiknya, namun mengingat keterbatasan pengetahuan
dan kemampuan penulis, kritikdan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan agar skripsi ini benar-benar dapat menjadi sumbangan pemikiran yang
bermanfaat.
Dengan selesainya skripsi ini, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku ketua STAIN Salatiga.
2. BapakSuwardi, M.Pd, selakuketuajurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.
3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si, selaku ketua program studi PAI.
4. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag, sebagai dosen pembimbing
skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya
serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
viii
5. BapakDr. H. Zulfa Machasin, M.Ag, selakupembimbingakademik
yang telahbanyakmemberi masukankepadapenulis.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak dan ibu serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan
dan membantu dalam bentuk materi untuk membiayai penulis dalam
menyelesaikan studi di STAIN Salatiga dengan penuh kasih sayang
dan kesabaran.
8. Mas Muttaqin, mbak Barid, Zazak, Darwanto, Irhamna, Totok, Suko
dan Kariim yang telah memberi semangat untuk menyelesaikan
sekripsi ini.
9. Teman-teman IMM dan PAI A angkatan 2009 yang telah mendukung
sehingga dapat selesai sekripsi ini.
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang
setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Salatiga,25 Juni 2014
Penulis
ix
ABSTRAK
Musyahid. 2014. 11109025. Paradigma Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam
Perspektif Islam (Studi terhadap Q.S. al-Shaffât 101-112). Program Strata I
Jurusan Pendidikan Agama Islam (STAIN) Salatiga, 2014. Pembimbing:
Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag.
Kata kunci: Paradigma, Pendidikan Partisipatif, Humanis, Perspektif Islam
Penelitian ini bertujuan; 1) Bagaimanadeskripsi dan munasabah Q.S. AlShaffât: 101 - 112. 2)Bagaimana konsep pendidikan partisipatif humanis menurut
Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112. 3) Bagaiman implemntasi konsep pendidikan
partisipatif dalam Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, untuk memberi penjelasan
terhadap ayattersebut, menggunakan metode studi pustaka (library research),
maka langkah yangditempuh adalah dengan cara membaca, memahami serta
menelaah buku-buku, kitab-kitab tafsir serta sumber-sumber yang
berkenaandengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa.Sumber data adalah
tafsir Al-Qur‟an surat Al-Shaffât ayat 101 -112. Kemudian dilengkapi buku dan
ayat - ayat lain yang berhubungan dengan pokok bahasan skripsi ini.Dalam
melakukan penelitian, penulis menggunakan pendekatankontekstual, yaitu
“mendudukkan keterkaitan antara yang sentral dengan yangperifer adalah
terapannya, yang sentral adalah studi tentang ayat-ayat Qur‟aniah, dan yang
perifer adalah studi tentang ayat-ayat kauniah. Dalam menganalisis ayat penulis
menggunakan metode maudhu’i, yakni menghimpun ayat-ayat Al-Qur‟an yang
mempunyai maksud sama.Dalam arti sama-sama membicarakan satu topik
masalah dan menyusun berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat tersebut.
Kemudianpenafsirmulaimemberikanketerangandanpenjelasansertamengambilkesi
mpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan 1)Deskripsi dan munasabah Q.S. AlShaffât ayat 101-112 bercerita mengenai hal ikhwalmimpi Nabi Ibrahim as. Yang
sejatinya wahyu dari Allah swt untuk mengorbankan anaknya sebagai bentuk
keikhlasan dalam pengabdian. Munasabah dengan surat sebelum dan sesudahnya
diantaranya adalah: surat Yasin dan Shad. Surat yasin bagian pertama
mengisahkan tentang Nabi Ibrahim dan Isa dengan kaumnya. Bagian kedua
tentang keadaan hari kiamat. Dalam surat Shad mengisahkan dua kutub yang
saling berlawanan yaitu iman dan kafir serta sejarah nabi-nabi. 2) Konsep
pendidikan partisipatif humanis dalam perspektif Islam menurut Q.S. Al-Shaffât
ayat 101 – 112pendidikan berdasarkan tauhid, mengandung akhlak mulia, bersifat
humanis, berkarakter, mempertimbangkan spiritual dan emosional, dialogis
bermanfaat bagi umat. 3)Implementasi konsep pendidikan partisipatif humanis
dalam persepektif Islam menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 – 112 adalah
pendidikan didasarkan tauhid, orientasi pada aspek afektif dan psikomotorik, pola
student oriented, paham makna pendidikan, peningkatan motivasi belajar, proces
oriented, sistem kejuruan diterapakan pada sekolah umum, perlu dukungan dan
partisipatif semua pihak, guru bersifat profesional, prioritas dari pemerintah
terhadap pendidikan.
x
TRANSLITERASI
A. Konsonan
Huruf Arab
Huruf Latin
Huruf Arab
Huruf Latin
‫ء‬
`
‫ض‬
Dh
‫ب‬
B
‫ط‬
Th
‫ت‬
T
‫ظ‬
Zh
‫ث‬
Ts
‫ع‬
„
‫ج‬
J
‫غ‬
Gh
‫ح‬
H
‫ف‬
F
‫خ‬
kh
‫ق‬
Q
‫د‬
d
‫ك‬
K
‫ذ‬
dz
‫ل‬
L
‫ر‬
r
‫م‬
M
‫ز‬
z
‫ن‬
N
‫س‬
s
‫و‬
W
‫ش‬
sy
‫ه‬
H
‫ص‬
sh
‫ي‬
Y
B. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap karena syaddah ditulis rangkap
C. Vokal Pendek
Vokal pendek fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dhammah ditulis u.
xi
D. Vokal Panjang
Vokal panjang ditulis: a-â, i-î, u-û
E. Kata sandang Alif +lam
Kata sandang alif+ lam ditulis al- (dengan tanda penghubung)
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL..................................................................................................................i
HALAMAN BERLOGO.........................................................................................ii
HALAMAN JUDUL..............................................................................................iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................................................iv
LEMBAR PENGESAHAN KELULUSAN………………………………………v
DEKLARASI..........................................................................................................vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................................................vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................viii
ABSTRAK ...........................................................................................................ix
TRANSLITERASI.................................................................................................xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................xiii
BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat ................ ........................................................... 8
D. Metode .................................................................................................9
E. Penegasan Istilah.................................................................................12
G. Sistematika Penulisan........................................................................15
BAB II DESKRIPSIDAN MUNASABAH SURAT AL-SHAFFÂT : 101112.......................................................................................................................17
A. Deskripsi Suratal-Shaffât : 101-112.................................................17
D. Munasabah Ayat.................................................................................24
xiii
BAB III PROFIL IBRAHIM DAN ISMAIL SERTA TAFSIR SURAT ALSHAFFÂT AYAT 101 – 112................................................................................27
A. Profil Ibrahim......................................................................................27
B. Profil Ismail.........................................................................................30
C. Tafsir Surat Al-Shaffât 101-112..........................................................31
1. Tafsir surat Al-Shaffât secara umum...............................................31
2. Kabar Gembira ................................................................................32
3. Musyawarah.....................................................................................35
4. Kepasrahan.......................................................................................38
BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS MENURUT
SURAT AL-SHAFFÂT AYAT 101-112..............................................................42
A. Pendidikan Prtisipatif Humanis..........................................................42
1. Pengertian Pendidikan....................................................................42
2.Pendidikan Partisipatif.....................................................................44
3.Pendidikan Humanis........................................................................46
4. Pendidikan Partisipatif Humanis ...................................................47
a. Bersifat Dialogis........................................................................48
b. Memberdayakan........................................................................49
c. Tidak Monoton..........................................................................50
B. Nilai-nilai Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam Surat Al-Shaffât
Ayat 101-112.......................................................................................50
1. Kabar Gembira Akan Datangnya Anak .........................................51
2. Berdiskusi Tentang Perintah Allah.................................................52
xiv
3. Proses Pelaksanaan Perintah Allah.................................................52
4. Pujian dan Hadiah Kepada Orang yang Taat.................................53
a. Pemberian Hadiah.....................................................................53
b. Pujian ........................................................................................54
C. Bentukan Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam Surat Al-Shaffât
Ayat 101-112......................................................................................55
1. Pendidikan Tauhid ........................................................................55
2. Pendidikan Akhlak........................................................................57
3. Pendidikan Humanis.....................................................................57
4. Pendidikan Spiritual dan Emosional.............................................58
5. Pendidikan Karakter.....................................................................58
6. Pendidikan Berlandaskan Metode Dialogis.................................59
7. PendidikanSosial.........................................................................59
D. Implementasi Pendidikan Partispasipatif Humanis dalam Surat AlShaffât Ayat 101-112 Terhadap Pendidikan Global...........................61
1. Tantangan Kemiskinan...................................................................61
2. Jawaban atas Tantangan.................................................................62
BAB V KESIMPULAN........................................................................................68
A. Kesimpulan .......................................................................................68
B. Saran..................................................................................................70
C. Penutup .............................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membicarakan
problematika
pendidikan,
berarti
juga
membicarakan manusia pada tugas utamanya di muka bumi ini yakni
menjadi pemimpin (khalifah fii al-ardhi). Pendidikan merupakan sebuah
proses yang akan mengantarkan manusia kepada pribadi yang sempurna,
berkarakter dan mampu hidup secara damai bersama masyarakat yang
heterogen tanpa saling bermusuhan, karena akhir dari permusuhan
mengakibatkan perpecahan dan kehancuran. Pendidikan membuat mereka
hidup damai, saling menghormati karena kedewasaanya dalam berinteraksi
bukan malah sebaliknya.
Secara umum pendidikan bertujuan untuk menemukan hakikat
kemanusiaanya
(Umiarso
dan
Zamroni,
2011:
7).
Orang
yang
berpendidikan diharapkan untuk mampu bersikap dewasa, dalam berpikir,
berkarya dan berinteraksi dengan sesama manusia. Dengan adanya
pendidikan, manusia bisa menyadari potensi yang ia miliki. Kemudian
dengan proses berpikirnya, manusia menemukan eksistensi kehadiran
dalam kehidupan di dunia yaitu sebagai pemimpin yang terpercaya Tuhan
karena kecerdasannya.
1
2
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah : 30-33.
            
            
      

    
        
             
            
         
Artinya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui". Dan Dia mengajarkan kepada
Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
memang orang-orang yang benar!". Mereka menjawab: "Maha
Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah
Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman:
"Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda
ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka namanama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan
kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit
dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa
yang kamu sembunyikan?" (QS. Al-Baqarah [2]: 30-33).
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang
cerdas dibanding malaikat. Malaikat hanya mengetahui apa yang diajarkan
oleh Allah tentang bumi sedangkan manusia, dalam ayat ini Adam yang
3
merupakan simbol dari manusia dengan izin Allah mengetahui semuanya
ketika ditanya nama - nama benda yang ada di bumi bahkan mampu
menjelaskan nama dan teori dari suatu benda yang diminta untuk
disebutkannya. Tuhan menciptakan manusia tidak hanya sekedar
membentuk jasmani rohani begitu saja, namun Tuhan juga membekalinya
dengan potensi melekat dan merupakan sebuah karakter yang dimiliki
manusia. Dengan potensi tersebut manusia mampu mengejawantahkan
potensinya hingga mampu menjadi wakil Tuhan di muka bumi ini.
Manusia dengan potensinya mampu tanggap terhadap semua rangsangan,
termasuk rangsangan semua gejala alam semesta ini. Tanggapan ini
merupakan suatu pengalaman dan pengalaman itu dari zaman ke zaman
akan berakumulasi secara terus menerus terhadap segala sesuatu di alam
semesta ini hingga dapat diwariskan ke generasi berikutnya (Maslikhah
dan Susapti, 2009: 17).
Melihat tugas dan tanggung jawab manusia yang luhur seperti di
atas maka perlu adanya suatu konsep pendidikan yang kiranya mampu
mengantarkan manusia menuju pribadi yang unggul, mandiri atas
permasalahan yang ada di muka bumi. Mampu mengatur dengan bebas
sesuai dengan potensi yang melekat akan tetapi penuh dengan tanggung
jawab untuk kesejahteraan penduduk alam semesta. Pendidikan partisipatif
humanis
merupakan
pendidikan
yang
bersifat
merdeka,
dan
memanusiakan manusia. Maksudnya segala elemen yang bersinggungan
sama besarnya dalam mempengaruhi akan keberhasilan proses pendidikan,
4
kemudian membebaskan dengan syarat pasti akan kembali kepada
fitrahnya yakni berkeinginan baik. Fitrah bukan berarti seperti kertas
kosong yang tidak ada setitik pun goresan tulisan akan tetapi memiliki
pembawaan atau potensi yang diberikan oleh Tuhan yang bisa
berpengaruh dalam kehidupan manusia.
Pada dasarnya manusia berkeinginan baik bagi hidupnya dan tidak
ada seorang pun di dunia ini yang menginginkan keburukan terjadi pada
diri maupun keluarganya. Seorang preman misalnya, dia tidak mungkin
membiarkan anaknya meniru profesi buruk yang diklaimkan oleh orang
bahwa dia itu preman yang jahat, meresahkan dan sebagai sampah
masyarakat, kecuali orang tersebut memiliki kelainan kejiwaan yang
mengharapkan anaknya celaka seperti dia, yang hidupnya tidak tenang
sama sekali, selalu merasa waswas, kalau-kalau dia ketahuan melakukan
kejahatan dan tertangkap. Kalau tidak kepepet (masalah ekonomi
misalnya) dia tidak sudi melakukan kejahatan yang merugikan diri dan
orang lain.
Pendidikan partisipatif humanis merupakan pendidikan yang
mengembangkan karakter seseorang dengan tanpa merusak potensi
menonjol yang dimiliki seseorang dengan perasaan bebas tanpa ada
ancaman yang membuat pelakunya merasa tidak nyaman karena ancaman
tersebut dalam menjalani kehidupanya sehari-hari. Potensi adalah
pembawaan menuju pada kebaikan sedangkan yang bisa membuat
5
kehancuran harus dilakukan filter yaitu penyaringan dan pengendalian
agar tidak tumbuh subur dalam diri.
Potensi yang dimiliki manusia antara satu dengan yang lain
berbeda (Q.S. An – Nahl [16]: 71). Perbedaan tersebut tidak berarti yang
satu lebih cerdas atau lebih kurang dari yang lain. Setiap kali jika kita
diminta menilai siapa yang lebih cerdas diantara tokoh-tokoh nasional
tentunya kita akan mengalami kebingungan untuk menjawab dan tentunya
sangatlah subyektif. Dalam pendidikan, kita tidak bisa memakasakan
untuk menerapkan satu teori yang sama kepada orang yang berbeda.
Islam merupakan agama yang membidangi segala bidang sub
pokok kajian ilmu pengetahuan. Pendidikan dalam Islam, merupakan salah
satu pokok kajian dari ilmu pengetahuan yang memiliki peran penting bagi
kemajuan agama dalam eksistensinya di dunia dewasa ini. Al - Qur‟an
merupakan salah satu sumber dari agama Islam yang maha tinggi
bersumber dari kalam Ilahi terjaga dari kesalahan yang bersifat
manusiawi. Hal ini karena Al-Qur‟an bukan karya Muhammad sendiri
akan tetapi merupakan sebagai mukjizat yang berasal dari Ilahi Rabbi
untuk seluruh umat manusia di dunia ini. Dalam realitasnya, orang yang
mengaku dirinya beragamaIslam mereka belum mampu mengamalkannya
secara kaffah.
Sebagaiman yang diperintahkan Allah dalam surat Al - Baqarah:
208.
6
         
      
Artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang
nyata bagimu” (QS. Al-Baqarah: 208).
Jika kita rasakan dewasa ini orang dalam beragama masih pilihpilih ajaran yang sesuai hawa nafsunya. Agama hanya dijadikan tameng
ketika butuh namun ketika sengsara kembali ke agama ketika bahagia
lupa, mereka lupa bahwa usahanya tidaka hanya berasal dari hasil jerih
payahnya sendiri, namun butuh campur tangan orang lain dan bantuan
Tuhan yang Maha Esa tentunya. Begitupun negara kita Indonesia yang
mayoritas Islam ini, namun belum yakin dan mampu untuk menunjukkan
pada dunia bahwa Islam itu adalah satu-satunya agama yang sesuai dengan
zaman dan mampu mengatasi segala persoalan mikro maupun yang ada
dalam kancah dunia. Islam adalah agama segala generasi, tidak terikat
pada ruang dan waktu, ia bersifat universal dan mampu mengatasi segala
persoalan umat yang ada di kolong langit ini. Hal ini yang perlu diyakini
bagi setiap muslim sehingga mampu mengaplikasikannya dalam
kehidupan nyata.
Dalam perjalanan dunia keilmuan Islam, rasa-rasanya umat Islam
mulai jauh dari sumber agamanya. Maka yang terjadi adalah kemunduran
dalam hal keilmuan yang
relatif
lebih jauh. Hal ini justru bertolak
belakang dengan bangsa yang tidak menggunakan agama sebagai dasar
7
dalam menapaki kehidupannya. Mereka yang mengaku tidak beragama
dalam urusan dunia mereka jauh lebih maju dan sukses daripada negara
berpenduduk mayoritas Muslim. Fakta sejarah memperlihatkan bahwa
orang – orang Barat telah mencuri karya-karya keilmuan Islam dan
membakar hangus karya yang mereka tidak butuhkan saat Islam
mengalami kekalahan pada perang salib. Umat Islam saat ini sedang
mengalami kebingungan yang mereka sendiri
tidak menyadarinya.
Banyak diantara mereka yang lari kepada sesuatu yang membuat mereka
merasa bebas seperti minuman keras, obat-obatan terlarang, free sex dan
hal-hal nyeleneh karena kejenuhan yang mereka alami sebagai bentuk
ekspresi diri akibat broken home misalnya atau karena kegagalan dalam
meraih cita yang tidak bisa mereka teriman. Faktor utama penyebab dari
itu semua adalah : 1. Lupa terhadap sang pencipta yaitu Allah SWT, 2.
Tidak menjadikan Al-Qur‟an sebagai pegangan hidup, 3. Sebagian
lembaga pendidikan masih ada yang kurang mengapresiasi potensi peserta
didik.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
mengangkat
tema
tersebut
dengan
mengambil
judul
skripsi:
PARADIGMA PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS DALAM
PERSPEKTIF ISLAM (STUDI TERHADAP AL - QURAN SURAT AL SHAFFÂT AYAT 101 - 112).
B. Rumusan Masalah
8
Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini. Rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana deskripsi dan munasabah Q.S. Al-Shaffât ayat 101-112?
2. Bagaimana konsep pendidikan partisipatif humanis dalam perspektif
Islam menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 - 112?
3. Bagaimana implementasi konsep pendidikan partisipatif humanis dalam
persepektif Islam menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 - 112?
C. Tujuan dan Manfaat
Dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan diatas maka
tujuan dan manfaatnya adalah sebagai berikut:
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui deskripsi dan munasabah Q.S. Al-Shaffât: 101 112.
b. Untuk mengetahui konsep pendidikan partisipatif humanis menurut
Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112.
c. Untuk mengimplementasikan pendidikan partisipatif dalam Q.S.
Al-Shaffât: 101 - 112.
2. Manfaat
a. Bagi peneliti, meningkatkan wawasan yang lebih komprehensif
terhadap pemahaman konsep pendidikan partisipatif humanis
menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 - 112 dari berbagai sudut
pandang para ulama.
9
b. Bagi subyek dan praktisi pendidikan, dapat diaplikasikan dalam
sikap dan perilaku yang Islami di dalam kehidupan nyata.
c. Masyarakat, sebagai i‟tibar bagi manusia agar tetap berpegang
teguh pada ajaran agama Islam yaitu Al - Qur‟an.
D. Metode
Usaha untuk memproses data ataupun informasi yang diperlukan
dilakukan dalam penulisan ini disusun sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah (M. Quraish Shihab, 2003: 312313). Jadi, dalam penelitian ini mencari konsep tentang pendidikan
partisipatif humanis dalam surat Al-Shaffât ayat 101 - 112 dari berbagai
kitab tafsir yang merupakan interpretasi para mufasir dalam memahami
maksud, isi dan kandungan yang ada dalam surat Al-Shaffât ayat 101 112 sehingga akan dapat mempermudah dalam kajian ini. Selanjutnya
untuk memberi penjelasan atau penafsiran terhadap ayat tersebut,
melalui metode studi pustaka (library research), maka langkah yang
ditempuh adalah dengan cara membaca, memahami serta menelaah
10
buku-buku, baik berupa kitab-kitab tafsir maupun sumber-sumber lain
yang berkenaan dengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini, adalah tafsir Al-Qur‟an surat AlShaffât ayat 101 - 112. Kemudian dilengkapi buku dan ayat - ayat lain
yang berhubungan dengan permasalahan dan menjadi pokok bahasan
skripsi ini yaitu antara lain : buku yang berjudul “Pendidikan
Partisipatif, Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John
Dewey” karya Muis Sad Imam, M.Ag., “Pendidikan Pembebasan dalam
Perspektif Barat dan Timur ” karya Umiarso, M.Pd.I dan Zamroni,
M.Pd, “Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran tentang Paradigma dan
Sistem Islam” karya H. Endang Saifudin Anshari,M.A., “Sekolahnya
Manusia” karya Munif Chatib, “Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an” karya
Syaikh Manna‟ Al-Qaththan dan buku–buku lain yang bersangkutan
dengan pembahasan skripsi ini.
3. Pendekatan Penelitian
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan pendekatan
kontekstual, yaitu “mendudukkan keterkaitan antara yang sentral
dengan yang perifer adalah terapannya, yang sentral adalah studi
tentang ayat-ayat Qur‟aniah, dan yang perifer adalah studi tentang ayatayat kauniah (bukti-bukti dalam kehidupan manusia dan alam)” (Al Farmawi, 1996: 12). Dengan pendekatan kontekstual ini diharapkan
makna konsep pendidikan partisipatif humanis dalam Al-Shaffât ayat
11
102 tidak hanya dapat dimengerti dan dipahami, akan tetapi dapat juga
diterapkan dalam kehidupan nyata. Sehingga dengan konsep pendidikan
partisipatif humanis
komponen
pendidikan yang dalam hal ini adalah seluruh
pendidikan
benar-benar
dapat
menjalankan
fungsi
edukatifnya dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah.
4. Metode Analisis Data
Dalam
penelitian
ini
penulis
menganalisis
data
dengan
menggunakan :
a. Metode Maudhu‟i
1) Metode
Metode diartikan sebagai cara teratur yang digunakan
untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan
yang dikehendaki (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 740),.
Jadi, metode adalah serangkain cara yang sistematis untuk
mencapai suatu tujuan.
2) Maudhu‟i
Kata maudhu‟i berarti tematik, sedang menjadi tren
(Atabiak, Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, 2003: 1863),.
Sedangkan menurut para ulama kontemporer, maudhu‟i yakni
menghimpun ayat-ayat Al-Qur‟an yang mempunyai maksud
sama. Dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah
dan menyusun berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat
tersebut. Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan
12
penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir
melakukan studi tafsirnya ini dengan metode maudhu‟i, dimana ia
meneliti ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan
analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas
untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat
memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul
menguasainya,
sehingga
memungkinkan
baginya
untuk
memahami maksud yang terdalam dan dapat menolak segala
kritik (Al - Farmawi, 1996:36-37).
b. Analisis Isi (Content Analyze)
Guna mencari jawaban dari permasalahan yang ada di atas,
penulis menggunakan metode Analisis Isi (Content Analyze) dalam
penelitian ini. Menurut B. Berelson sebagaimana dikutip oleh Hasan
Sadily, metode Analisis Isi (Content Analyze) adalah suatu teknik
penyelidikan yang berusaha untuk menguraikan secara objektif,
sistematik, dan kuantitatif isi yang termanifestasikan dalam suatu
komunikasi (Hasan Sadily, 1980: 207).
E. Penegasan Istilah
Agar tehindar dari kata-kata yang kabur dan tidak runtut serta
menghindari timbulnya salah penafsiran atau misinterpretation serta
pengertian yang melebar dalam menafsirkan isi dan juga substansi dari
karya ilmiah (penelitian). Maka diperlukan penegasan istilah dalam judul
13
tersebut yang menjelaskan pengertian masing - masing kata yang
mendukung dalam judul penelitian ini, yakni sebagai berikut.
1. Paradigma
Arti kata paradigma adalah kerangka berpikir (Departemen
Pendidikan Nasional, 2007: 828),. Sedangkan menurut Partanto dan
Barry dalam buku Pendidikan Pembebasan Perspektif Barat dan Timur,
paradigma adalah suatu pedoman yang dipakai untuk menunjukkan
gugusan sistem pemikiran atau bentuk kasus dan pemecahannya
(Umiarso dan Zamroni, 2011: 39). Jadi, paradigma adalah teori dasar
untuk dijadikan pedoman suatu pemikiran.
2. Pendidikan
Kata Tarbiyah berarti pendidikan (Atabiak, Ali dan Ahmad Zuhdi
Muhdlor 2003: 454). Kata tarbiyah/ ‫ تربية‬berasal dari bahasa Arab yaitu:
‫ تربية‬-‫ يربي‬-‫ ربى‬yang berarti: ‫( الملك‬raja/penguasa), ‫( السيد‬tuan) ‫المدبّر‬
(pengatur) ‫( القيّم‬penanggung jawab) ‫( المنعم‬pemberi ni‟mat). Istilah
tarbiyah
dapat
diartikan
sebagai
proses
penyampaian
atau
pendampingan (asistenis) terhadap anak yang diampu sehingga dapat
mengantarkan masa kanak-kanak tersebut ke arah yang lebih baik, baik
anak tersebut anak sendiri maupun anak orang lain (Ahmad Munir,
2008:38-39). Jadi, tarbiyah adalah istilah yang menjelaskan untuk
pedagogi.
14
3. Partisipatif
Partisipatif berasal dari kata partisipasi yang artinya perihal turut
serta dalam suatu kegiatan, keikut sertaan, peran serta (Departemen
Pendidikan Nasional, 2007: 831). Jadi dapat dikatakan bahwa
partisipatif adalah sebuah kegiatan yang memerlukan keikut sertaan dari
seluruh elemen yang mendukung dari kegiatan tersebut baik benda mati
maupun hidup, baik konsep maupun teori.
4. Humanis
Humanis diartikan sebagai orang yang mendambakan dan
memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik,
berdasarkan asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat
manusia (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 831). Jadi humanis
adalah subjek yang mendambakan keadilan.
5. Islam
Terminologi atau kata Islam berasal dari bahasa Arab yang
berasal dari kata ‫سلم‬
damai dan
‫ اُسلم‬yang artinya menyerahkan
(Mahmud Yunus, 1990: 177). Islam memiliki arti "penyerahan", atau
penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: ‫هللا‬, Allah). Pengikut
ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang
tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi
laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa
Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan
rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa
15
Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh
Allah.
Jadi paradigma pendidikan partisipatif humanis perspektif Islam
adalah teori dasar untuk dijadikan pedoman suatu pemikiran proses
penyampaian atau pendampingan (asistenis) terhadap anak yang
diampu sehingga dapat mengantarkan masa kanak-kanak tersebut ke
arah yang lebih baik,dan memerlukan keikut sertaan dari seluruh
elemen yang mendukung dari kegiatan tersebut baik benda mati
maupun
hidup, baik konsep
maupun
teori
berdasarkan
asas
kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia hasilnya
diserahan sepenuhnya kepada Tuhan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk dapat dipahami urutan dan pola berpikir dari tulisan ini,
maka skripsi disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi
yang satu sama lain saling berkesinambungan.
Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi dalam lima pokok
pikiran yang masing-masing termuat dalam bab yang berbeda-beda. Secara
rinci masing-masing bab akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut :
Pada bab I, merupakan pendahuluan yang membahas mengenai
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat hasil
penelitian, metode, penegasan istilah, dan sistematika penulisan.
Pada bab II, merupakan deskripsi surat Al-Shaffât ayat 101 – 112
yang berisi pemaparan hasil penelitian yang berupa telaah terhadap Al –
16
Quran surat Al-Shaffât ayat 101 - 112 yang meliputi : deskripsi surat AlShaffât ayat 101 - 112 yang disertai arti mufradat dan munasabah ayat.
Pada bab III , merupakan tafsir surat Ash - Shaffaat ayat 101 - 112.
Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang tema penelitian yang
meliputi profil Ibrahim dan Isma‟il serta Tafsir surat Al-Shaffât ayat 101 112.
Pada bab IV, merupakan analisis pendidikan partisipatif humanis
menurut surat Al-Shaffât ayat 101 - 112. Pada bab ini peneliti akan
menjelaskan meliputi pengertian pendidikan partisipatif humanis dan hasil
analisis tentang pendidikan partisipatif humanis dalam surat Al-Shaffât
ayat 101 - 112.
Pada bab V, pada bab ini merupakan bagian penutup skripsi yang
terdiri dari kesimpulan, saran dan penutup.
17
BAB II
DESKRIPSI DAN MUNASABAH SURAT AL – SHAFFÂT : 101-112
A. Deskripsi Surat AL-SHAFFÂT AYAT 101-112
Surat al-Shaffât ayat 101 – 112 berbunyi sebagai berikut :
            
            
          
          
         
          
         
     
Artinya :
101. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak
yang amat sabar. 102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai
anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia
menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orangorang yang sabar". 103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan
Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah
kesabaran keduanya). 104. Dan Kami panggillah dia: "Hai
Ibrahim, 105. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu",
sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orangorang yang berbuat baik.17106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu
18
ujian yang nyata. 107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar. 108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu
(pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang
kemudian, 109. (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim".
110. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik. 111. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba
Kami yang beriman. 112. Dan Kami beri dia kabar gembira
dengan kelahiran Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang
yang saleh” (QS. al-Shaffât [37]: 101-112).
Arti mufrodat dari ayat 101-112 adalah sebagai berikut :
‫ بشز‬: Berasal dari kata ‫بشزا‬-‫يبشز‬-‫ بَشز‬yang artinya bersuka hati,
gembira, menyampaikan kabar baik (Mahmud Yunus, 1989: 65).
Budihardjo mengutip dari al-Raghib al-Ashfahani bahwa kata kerja
basyara berarti bergembira, mengembirakan, dan menguliti (Budihardjo,
2010: 189). Jadi basyara bisa diartikan sebuah kabar baik yang apabila
disampaikan maka penerimanya akan merasa bersuka hati atau gembira.
‫غلم‬
: Berasal dari kata ‫غلما‬-‫يغلم‬-‫ غلم‬artinya dukana, sudah
memiliki syahwat terhadap perempuan (Mahmud Yunus, 1989: 300). Juga
bisa diartikan dengan Pemuda (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor
2003: 1356). Dalam kitab tafsir al-Mishbah ghulam adalah seorang
pemuda yang telah tumbuh memanjang kumisnya. Biasanya yang
mencapai usia tersebut telah tumbuh pesat pula nafsu seksualnya, karena
itu nafsu seksual dinamai juga ‫ غلمة‬ghulmah (M. Quraish shihab, 2003:
61). Jadi ghulam merupakan anak muda yang secara fisik maupun biologis
sudah memasuki usia dewasa.
‫حلم‬
: Terambil dari kata
‫احتلم‬-‫ حلما‬-‫ يحلم‬-‫ حلم‬yang berarti
bermimpi (Mahmud Yunus, 1989: 108). Halima juga bisa diartikan dari
19
akar kata yang terdiri dari huruf ha‟, lam, dan mim, yang mempunyai tiga
makna dasar, yaitu tidak tergesa-gesa, lubang karena kerusakan serta
mimpi (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003: 793). Budihardjo
mengutip dari Ahmad bin Faris bin Zakariya kata halim mempunyai tiga
arti dasar, yaitu tidak tergesa-gesa, melubang sesuatu dan melihat sesuatu
dalam mimpi (Budihardjo, 2010: 189). Jadi haliim merupakan ciri-ciri
anak laki-laki yang memasuki usia dewasa secara psikologi dan akal.
‫بلغ‬
: Berasal dari kata ‫ بلوغا‬-‫ يبلغ‬- ‫ بلغ‬yang artinya sampai,
menyampaikan, mendapat, balig, masak (Mahmud Yunus, 1989: 71). Jadi
kata balagha diartikan dengan seorang anak yang telah berumur dewasa
secara biologi maupun akal karena sudah bisa berargumen.
‫ سعي‬: Berasal dari kata ‫ سعيا‬-‫ يسعي‬-‫ سعي‬yang artinya bekerja,
berjalan dan berlari (Mahmud Yunus, 1998: 171). Juga bisa berarti ‫عمل‬
amila bertindak, berbuat, berusaha (Ahamad Warson Munawwir, 1984:
634). Jadi sa‟ya diartikan sebuah gambaran tentang ciri bahwa seseorang
telah dewasa uang sudah bisa bekerja membantu menafkahi keluarga.
‫َرءى‬
:
Berasal
dari
kata
‫رؤية‬-‫رءيا‬-‫يزى‬-‫ رءى‬yang berarti
memperlihatkan pendapat, pikiran, bermimpi (Mahmud Yunus, 1998:
136). Merupakan kata kerja mudhari‟ (masa kini dan datang) ini untuk
mengisyaratkan bahwa apa yang beliau lihat itu seakan-akan masih terlihat
hingga saat penyampaianya itu (M. Quraish Shihab, 2003: 63). Jadi
maksud dari penggunaan kata ini adalah untuk membuat sesuatu yang
terjadi seakan-akan masih terasa hinga saat ini.
20
َ َ‫ ب‬: Dari kata ‫ بحاتا‬/ ‫ بحا‬- ‫ يذب‬-
‫ب‬
artinya menyembelih,
memotong ((Mahmud Yunus,1998: 133). Juga berarti menyembelih,
membunuh, mencekik/menjerat leher sampai mati dan membelah atau
memecahkan (Ahmad Warson Munawwir, 1984: 441). Kata ‫ك‬
‫ْذبَب َب‬
‫ا‬
yang
artinya saya menyembelihmu merupakan kata kerja mudhari‟ (masa kini
dan datang). Penggunaan bentuk tersebut untuk kata menyembelihmu
untuk mengisyaratkan bahwa perintah Allah yang dikandung mimpi itu
belum selesai dilaksanakan, tetapi hendaknya segera dilaksanakan. Karena
itu pula jawaban sang anak menggunakan kata kerja masa kini juga untuk
mengisyaratkan bahwa ia siap, dan bahwa hendaknya sang ayah
melaksanakan perintah Allah yang sedang maupun yang akan di terimanya
(M. Quraish Shihab, 2003: 63).
‫ نظز‬: Berasal dari kata ‫نظزانظز‬-‫ –ينظز‬artinya melihat, merenungkan,
memikirka, mempertimbangkan (Ahamad Warson Munawwir, 1984:
1433). Terkait dengan ayat diatas nadhara merupakan sebuah kemampuan
intelektual
yang
digunakan
untuk
mempertimbangkan
kemudian
memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan hidup dan mati.
‫ ْف‬: Dari kata
‫ئإ َ ْف‬
‫ئإ لف‬-‫إ ال‬- ‫–يف‬diartikan berkerja lebih efektif atau
efisien, lebih berdaya guna (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor,
2003: 176). Hal ini mengisyaratkan bentuk kepatuhan Nabi Ismail kepada
Allah dan orang tuannya dengan mematuhi perintah.
21
‫ ًأ َ َز‬: Berasal dari kata ‫ ارا‬-‫ زا‬-‫ يأ ز‬-‫ز‬
yang berarti menyuruh
(Mahmud Yunus, 1989: 48). Juga bisa berarti memerintahkan (Ahamad
Warson Munawwir, 1984: 38). Kata ‫ا تإ ز‬
Apa yang diperintahkan
kepadamu, bukan berkata: sembelihlah aku. masih berkaitan dengan kata
sebelumnya yakni hal tersebut adalah perintah Allah swt. Bagaimanapun
bentuk, cara dan kandungan apa yang diperintahkan-Nya, maka ia
sepenuhnya pasrah (M. Quraish Shihab, 2003: 63). Kalimat ini juga dapat
merupakan obat pelipur lara bagi keduanya dalam menghadapi ujian berat
itu.
‫وجد‬: Berasal dari kata ‫وجدا‬-‫يجد‬-‫ وجد‬yang artinya akan
mendapatkan sesuatu yang dimaksud (Mahmud Yunus, 1989: 492).
Maksudnya anak ini Ismail kelak akan menjadi orang yang ternama atas
ketaatan dan kebaikannya.
‫ صبز‬: Berasal dari kata ‫صبزا‬-‫يصبىز‬-‫ صبز‬yang artinya sabar, tabah
hati, berani (Mahmud Yunus, 1998: 211). Juga bisa berarti ‫ حبس‬yang
artinya menahan, mencegah (Ahmad Warson Munawir 1984: 760).
Mengaitkan kesabarannya dengan kehendak Allah, sambil menyebut
terlebih dahulu kehendak-Nya, menunjukkan betapa tinggi akhlak dan
sopan santun sang anak kepada Allah swt. tidak dapat diragukan bahwa
jauh sebelum peristiwa ini pastilah sang ayah telah menanamkan dalam
hati dan benak anaknya tentang ke Esaan Allah dan sifat-sifat-Nya yang
indah serat bagaimana seharusnya bersikap kepada-Nya. Sikap dan ucapan
22
sang anak yang di rekam ayat ini adalah buah pendidikan tersebut (M.
Quraish Shihab, 2003: 63).
‫ سلم‬: Berasal dari kata ‫ ئسال ا‬- ‫ سلم – يسلم‬yang berarti tunduk,
patuh, menerima sesuatu, jika dikembalikan kebentuk tsulatsi mujarrad
berasal dari kata ‫سال اسلم‬-‫سال ة‬-‫ –يسلم‬artinya selamat, sentosa (Mahmud
Yunus, 1998: 177). Jadi kata aslama atau salima bisa diartikan apabila
seseorang patuh teruma kepada Allah maka hidupnya akan diselamatkanNya.
‫ت َ َّل‬
: Berarti bukit yang rendah (Mahmud Yunus, 1998: 79).
Terambil dari kata ‫ الت‬at-tall yakni anak bukit, tanah yang lebih tinggi
daripada sekitarnya (Ahmad Warson Munawir 1984: 137). Ada juga yang
memahaminya dalam arti tumpukan pasir/ tanah yang keras. Kata tallahu
dari segi bahasa berarti melempar atau menjatuhkan seseorang keatas
tumpukan. Maksudnya adalah membaringkan dan meletakkan pelipisanya
dengan mantab pada satu tempat yang mantap dan keras, agar tidak
bergerak (M. Quraish Shihab, 2003: 64).
‫ ىناد‬: Berasal dari kata ‫ نداء‬-‫ ينادى‬- ‫ نادى‬yang artinya menyeru,
memanggil, berteriak (Mahmud Yunus, 1998: 447). Jadi nada berarti
bahwa ketika Ibrahim sudah bersiap akan menyembelih anaknya maka
Allah
segera
berteriak
memanggilnya
untuk
menghemtikan
penyembelihan itu, karena telah nyata ketaatan Ibrahim kepada Allah dan
ketaatan Ismail kepada Tuhan dan ayahnya.
23
َ ‫صدَّل ْف‬
َ : Berasal dari kata ‫ صد ا‬-‫ يصدق‬-‫ صدق‬yang artinya benar
(Mahmud Yunus, 1998: 214). Jadi artinya membenarkan dengan
melaksanakan sesuai batas kemampuan apa yang diperintahkan Allah.
‫ جزى‬: Berasal dari kata ‫جزاء‬-‫ جزى–يجزى‬yang artinya mencukupi,
membagi (Mahmud Yunus, 1998: 87). Jadi jaza‟ merupakan balasan yang
sangat banyak bagi orang yang mau berbuat baik dan sabar ketika
mendapat ujian.
‫ ْذالبَب َبَلء‬: Berasal dari kata ‫بالء‬-‫بلوا‬-‫ يبلو‬-‫ بال‬mencobai, menguji
(Mahmud Yunus, 1998: 72). Budihardjo mengutip dari Ahmad bin Faris
bin Zakariya kata bala‟ mempunyai dua arti pokok, yaitu buruknya
sesuatu dan bagian percobaan (Budihardjo, 2010: 193). Agaknya dapat
diketahui dengan membayangkan keadaan Nabi Ibrahim as. ketika itu.
Anak yang telah beliau nantikan bertahun-tahun lamanya, kini harus beliau
sembelih pada usia remaja.
‫ إدى‬: Berasal dari kata ‫ إداء‬-‫إدى‬-‫ إدى – يفدء‬yang artinya menebus
sesuatu dari tawanan (Mahmud Yunus, 1998: 320). Jadi fada diartikan
dengan pengganti sesuatu yang tertahan. Tebusan biasanya diwujudkan
dalam bentu yang lebih baik dan tepat.
B. Munasabah
1. Pengertian
24
Kata munasabah yang berakar kata dari ‫ مناسبة‬-‫ ينا سب‬-‫نا سب‬
artinya patut, sesuai (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003:
1878). Secara etimologi, munasabah berarti persesuaian, hubungan atau
relevansi sedang secara terminologi, munasabah adalah ilmu untuk
mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian al-Qur‟an yang
mulia (Abdul Djalal, 2000: 154). Jadi munasabah merupakan hubungan
persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang
sebelum dan sesudahnya.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, mengenai munasabah,
para mufasir mengingatkan agar dalam memahami atau menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur‟an, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran
ilmiah, seseorang dituntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa alQur‟an serta korelasi antar ayat (M. Quraish Shihab, 1998: 135).
2. Munasabah surat al-Shaffât dengan surat sebelum dan sesudahnya.
a. Hubungan surat al-Shaffât dengan surat Yasin adalah sebagai
berikut:
1) Surat al-Shaffât menjelaskan kisah-kisah Nabi Ibrahim dengan
kaumnya berupa dialog-dialog yang bersifat partisipatif dan
humanis yang juga kritis terhadap keadaan kaumnya. Hal ini
tercermin pada ayat 83-112 .
2) Pada surat Yasin disebut secara umum berisi dialog-dalog anatara
utusan-utusan Allah dengan kaumnya yang menentangya. Para
utusan berdialog dengan cara yang santun akan tetapi balasan dari
25
kaumnya berupa hinaan dan penentangan. Kemudiaan umat-umat
yang menentang para utusa dihancurkan Allah karena ingkar
kepada-Nya dan para utusan-Nya terlihat pada ayat 13-24.
(Departemen Agama RI, 2009: 258-259).
b. Hubungan Surat al-Shaffât dengan Surat Sad adalah sebagai berikut:
1) Dalam Surat al-Shaffât dikisahkan perjuangan nabi-nabi Nuh,
Ibrahim, Musa, Harun, Ilyas, Lut, dan Yunus serta nasib umat
mereka.
2) Dalam Surat Sad disampaikan nasib umat Nabi Nuh, „Ad,
Fir‟aun, dan Ashaab Al - Aikah dan kisah kesabaran nabi-nabi
Daud dan Sulaiman, Ayub, Ibrahim, Ismail, Ilyasa‟ dan Zulkifli
dalam berjuang.(Departemen Agama RI, 2009: 338).
3. Munasabah ayat 101-112 dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
Surat al-Shaffât ayat 101-112 juga memiliki munasabah (korelasi)
dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Adapun hubungan antara ayat
sebelum dan sesudahnya Dalam ayat ini terjadi keterpaduan jalinan
antara ayat – ayat dalam satu tema. Ayat-ayat yang berkaitan dengan
tema tersebut dimulai dari 83 yaitu menceritakan tentang perjuangan
Nabi Ibrahim di tengah-tengah kaumnya, diawali dengan pendekatan
diri kepada Allah pada ayat 84, kemudian menanyakan soal apa yang
disembah ayahnya dan kaumnya pada ayat 85, dilanjutkan dengan
penghancuran berhala pada ayat 91, perlawanan kaumnya dengan cara
berdialog kepadanya. Karena tidak mampu menjawab perntanyaan-
26
pertanyaan yang dilontarkan Ibrahim kemudian sampai pada putusan
membakarnya pada ayat 94-95 dan akhirnya beliau hijrah dari
negerinya(Departemen Agama RI, 2011: 450).
Kemudian dilanjutkan dengan Ayat berikutnya 100-112 yang
menceritakan tentang kisah Ibrahim dalam perjalanannya ke negeri
asing dengan anaknya Ismail. Diawali dengan do‟a Nabi Ibrahim
tentang permohonan anak, kemudian diberi kabar gembira dilanjutkan
dengan ketabahan hati ketika diuji oleh Allah dalam hal perintah
menyembelih anaknya. Berkat ketabahanya, karena telah membenarkan
mimpi dari Allah yang wajib dilaksanakannya, kemudian Ibrahim diberi
balasan oleh Allah dengan karunia yang amat besar. Kemudian Ismail
ditebus dengan seekor domba yang besar, dan akhirnya Kemudian
dilanjutkan dengan karunia Allah lainnya yang besar dengan turunnya
ayat sesudahnya kabar gembira tentang akan datangnya anak yang
kedua yaitu Ishak (Departemen Agama RI, 2011: 450).
Kemudian pada ayat 113-120 menerangkan tentang keberkahan
Allah kepada Nabi Ibrahim dan Ishak, serta melimpahkan nikmat serta
kesjahteraan kepada Nabi Musa dan Harun (Departemen Agama RI,
2011: 451).
BAB III
PROFIL IBRAHIM DAN ISMAIL SERTA TAFSIR SURAT AL-SHAFFÂT
AYAT 101 – 112
27
A. Profil Ibrahim
Sebelum menguak lebih dalam tentang bagaimana proses
pendidikan yang dilakunan oleh Ibrahim dan anaknya yaitu Ismail, maka
perlu mengenal sosok sang khalilullah tersebut. Ibrahim lahir di kawasan
Damaskus. Ayahnya bernama Azar, seorang pembuat patung sekaligus
penyembahnya. Ibrahim adalah sosok pencari kebenaran. Sejak muda dia
kritis terhadap lingkungan hidupnya (Ahmad Chodjim, 2005: 130). Ketika
Ibrahim masih muda, ia telah mendapat hidayah dari Allah sehingga
merasa gelisah terhadap keimanan ayahnya. Melihat hal tersebut,
kemudian Ibrahim dengan santun mengajak ayahnya dan kaumnya untuk
beribadah kepada Allah serta meninggalkan penghambaan terhadap
berhala. Akan tetapi, ajakan tersebut tidak mendapat respon yang baik dari
kaumnya. Ibrahim pada suatu saat menghancurkan berhala-berhala yang
mereka sembah dan menyisakan satu yang paling besar (Syihabudin
Qalyubi, 2009: 32).
Ketika orang-orang musyrik menjumpai berhala-berhala mereka
yang dijadikan sesembahan dalam keadaan hancur, mereka langsung
menuduh Ibrahim sebagai pelakunya. Ibrahim kemudian dipanggil untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam pemanggilan tersebut,
Ibrahim mengajukan pembelaan bahwa perusakan terhadap sesembahan
27
mereka itu bukan dirinya melainkan berhala yang paling besar. Pembelaan
Ibrahim tersebut ternyata tidak diterima oleh kaumnya sehingga berbuah
28
perdebatan yang akhirnya mengantarkan ke dalam hukum bakar. Akibat
perbuatan tersebut Allah segera menolong, sehingga Ibrahim selamat dari
sengatan api. Ibrahim adalah manusia pertama yang menabuh genderang
perang penyembahan berhala (Ali Syari‟ati, 2003: 72).
Cobaan beruntun menimpa Ibrahim, namun tidak membuatnya
surut dalam berdakwah. Ia juga menyeru raja Namrud supaya menyembah
Allah. Perdebatan sengit terjadi antara mereka berdua dan berakhir dengan
kekalahan Namrud. Ia bertanya kepada Allah tentang bagaimana cara
menghidupkan
orang
mati.
Allah
kemudian
menyuruh
Ibrahim
menyembelih burung dan memotong-motongnya menjadi beberapa bagian.
Masing-masing bagian diletakkan di gunung yang berbeda. Lantas Ibrahim
memanggilnya. Dengan seizin Allah, burung itu hidup kembali dan datang
menghampirinya (Q.S. al-Baqarah [2]: 258).
Bersama Sarah, istrinya, dan Luth, keponakanya, Ibrahim
mengadakan perjalanan dakwah ke Syam (Syiria). Pada waktu itu,
penduduk Syam menyembah bintang. Disinilah terjadi Dialog tentang
fenomena alam dengan mereka. Dari Syam mereka melanjutkan perjalanan
dakwah ke Mesir. Raja Mesir terkenal bengis dan bermaksud menodai
Sarah. Akan tetapi, kemudian ia menyadari kesallahannya. Sarah dihadiahi
seorang hamba sahaya bernama Hajar yang kemudian dinikahkan kepada
suaminya (Ibrahim). Dari Mesir mereka kembali ke Palestina.
Pada awalnya, Sarah ikhlas untuk dimadu. Akan tetapi, setelah
Hajar melahirkan Ismail, kecemburuan tampak pada dirinya. Untuk
29
menyelamatkan bahtera rumah tangga atas petunjuk Allah, Ibrahim
membawa Hajar dan Ismail ke Makkah. Dari situ, mulailah mereka
menjalani kehidupan baru di lembah Makkah ini. Berawal dengan
perjuangan berat, mereka bertahan untuk hidup. Lantas datang pertolongan
Allah dengan munculnya mata air Zam-zam. Melalui mimpi, Ibrahim
mendapat ujian keimanan berupa perintah Allah untuk menyembelih
Ismail, putera kesayangannya. Setelah lulus ujian, Ibrahim dan Ismail
mendapat perintah dari Allah untuk membangun dan memelihara
Baitullah.
Di Palestina, Sarah mendapat kabar gembira dari Allah melalui
malaikat. Dia akan dikaruniai seorang anak yang bernama Ishaq. Sarah
sangat senag mendengar berita ini. Akan tetapi, hatinya was-was. Ia
menyadari bahwa usianya sudah lanjut dan merasa tidak mungkin lagi
mendapat keturunan. Meskipun demikian, bagi Allah hal itu bukanlah hal
yang sulit. Ishaq pun lahir. Lebih lanjut, dari Ishaq lahirlah Ya‟qub. Nasab
ini berlanjut hingga para nabi dan rasul yang menyeru umat-umatnya
untuk beriman dan hanya beribadah kepada Allah (Syihabudin Qalyubi,
2009: 33-34).
B. Profil Ismail
Sebagaimana telah diketahui, bahwa Ismail adalah anak Ibrahim
dari ibunya Hajar. Ismail pada waktu kecil bersama ibunya dibawa oleh
Ibrahim ke Mekkah yang diwaktu itu masih belum mempunyai penghuni.
30
Ibrahim berangkat ke tempat lain, sedang Ismail dan ibunya ditinggalkan
di Mekkah. Beberapa masa kemudian, barulah bermunculan orang-orang
yang datang bermukim di Mekkah.
Setelah Ismail mulai dewasa, Ibrahim menerima perintah Tuhan
lewat perantara mimpi, supaya menyembelih anak kesayanganya. Ismail
besedia untuk disembelih, sesuai dengan perintah Tuhan kepada ayahnya
tetapi setelah Ibrahim siap untuk melakukan penyembelihan, datanglah
perintah tuhan supaya penyembelihan Ismail itu ditukar dengan
penyembelihan seekor domba. Penyembelihan domba ini disebut
penyembelihan yang besar, karena di samping memperingati kepatuhan
Ibrahim dan Ismail kepada perintah Tuhan, juga pengganti penyembelihan
manusia. Ismail adalah sosok generasi muda yang membenarkan cit-cita
luhur para bapak pendiri bangsa, founding fathers (Ahmad Chodjim, 2005:
131).
Demi kebenaran, Ismail rela menjadi korban (bukan kurban) dan
Ibrahim pun rela kehilangan anaknya sebagai kurban penegak kebenaran.
Hal ini dilakukan bukan berarti Ibrahim adalah seorang yang edan.
Kerelaan putranya untuk menegakkan kebenaran disikapi dengan arif.
Sehingga yang dikurbankan bukan putranya, tetapi meterinya.
Dalam
bahasa al-Qur‟an Ismail ketika akan disembelih , diganti dengan domba
dari surga (Ahmad Chodjim, 2005: 131).
Dalam kehidupan Ismail, tersebut pula kerja sama Ismail dengan
ayahnya Ibrahim membangun Baitullah (Ka‟bah) di Mekkah yang sampai
31
sekarang tetap dikunjungi oleh kaum Muslimin setiap tahun yang datang
dari segenap penjuru (Fachruddin Hs, 1992: 530).
C. Tafsir Surat Al-Shaffât 101-112
1. Tafsir surat Al-Shaffât secara umum
Surat al-Shaffât merupakan satu diantara banyak surat dalam AlQuran yang membahas bukti-bukti tentang kemahakuasaan Allah
SWT. Kata al-Shaffât berarti yang berbaris-baris merupakan kalimat
dari ayat yang pertama. Adapun yang disebut berbaris-baris itu ialah
malaikat-malaikat tuhan dialam malakut yang tidak diketahui berapa
jutakah bilanganya kecuali Allah sendiri (Hamka, 1983: 106).
Adapun kandungan dari surat al-shaffât diantaranya berisi
tentang perlunya manusia beriman terhadap adanya hari kemudian
serta menjalankan ajaran-ajaran yang disampaikan dalam al-Qur‟an.
Manusia setidaknya terbagi ke dalam dua kelompok yaitu mukmin
dan kafir yang masing-masing dari mereka nanti di akhirat
memperoleh tempat surga atau neraka. Tergambarkan dalam ayat 11
samapi 19 tentang perinah kepada utusan-Nya untuk menyampaikan
pertanyaan kepada manusia yang masih kafir dan tidak mau percaya
(Hamka, 1983: 120).
Dalam surat al-Shaffât ini dikisahkan perjuangan nabi-nabi
terdahulu. Diantaranya : Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Ilyas, Luth,
dan Yunus serta nasib umat mereka yang ingkar terhadap apa yang
para Nabi ajarkan (Departemen Agama RI, 2009: 339-340)..
32
Surat
ini
mengajak
manusia
supaya
beriman,
jangan
menyekutukan Allah serta tidak berpandangan salah terhadap Nabi
Muhammad SAW. Selain itu Allah melalui surat al-Shaffât
menghimbau untuk mengakui dan menjalankan ajaran al-Qur‟an,
mengimani bahwa hidup itu tidak hanya sekarang saja melainkan
bersambung sampai di akhirat. Manusi beriman mendapatkan hidup
bahagia, sedangkan yang kafir akan sengsara (Q.S. al-Shaffât [37]:
110).
Dalam surat ini juga menggambarkan tentang situasi kehidupan
di dalam surga dan neraka. Gambaran tersebut dilukiskan dengan
bagaimana penghuni-penghuni neraka itu saling menyalahkan tetapi
itu tidak ada gunanya (Departemen Agama RI, 2009: 340).
2. Kabar Gembira
Sebelum membahas ayat 101 perlu kita perhatika ayat
sebelumnya yang berkaitan. Dalam surat al-shaffât ayat 100 Ibrahim
menunjukkan ketaatanya dalam bertauhid kepada Allah. Dia berdo‟a
kepada-Nya sebagai bentuk pengharapan terhadap sesuatu, bentuk
kepasrahan dan wujud dalam beriman kepada-Nya. Do‟a yang
disampaikan Ibrahim adalah sebagai berikut:
    
Artinya:
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang
termasuk orang-orang yang saleh”(Q.S. al-Shaffât [37]: 100).
33
Dari do‟a tersebut Allah menjawab dengan kabar gembira akan
datangnya anak yang amat sabar dan penyantun. Do‟a itu dijawab
Allah dengan ayat selanjutnya, yaitu pada surat al-Sahffat 101 sebagai
berikut:
  
Artinya:
“Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak
yang amat sabar”(Q.S. al-Shaffât [37]: 101).
Kabar yang disampaikan itu mengisyaratkan bahwa anak
tersebut adalah seorang lelaki. Hal itu di pahami dari kata ghulam.
Ayat di atas mengisyaratkan juga bahwa dia akan mencapai usia
dewasa. Ini di pahami dari sifatnya yang halîm/penyantun, karena
seorang yang belum dewasa tidak dapat menyandang sifat tersebut
(M. Quraish Shihab, 2003: 62).
Dari ayat diatas terjadilah perbedaan pendapat tentang siapa
yang dimaksud anak Ibrahim yang akan dsembelih antara Ismail atau
Ishaq. Orang yahudi mendakwakan bahwa yang dimaksud disini
adalah Ishaq, sebab Ishaqlah yang merupakan nenenk moyang
mereka. Sedang kebanyakan orang muslim berkeyakinan bahwa yang
dimaksud anak di sini adalah Ismail karena hanya dialah yang diajak
kekota Makah (Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, 2000: 42).
Melihat hal itu sebenarnya siapakah yang dimaksud ayat ini dan
kemudian akan dikorbankan. Anak yang dimaksud di sini adalah
Ismail. Alasannya adalah pengorbanan Ismail dilakukan di Mekkah
34
karena kata Mekkah sudah diketahui orang-orang Yunani sejak lama
dengan nama Macroba. Macroba berasal dari bahasa Arab yang
berarti tempat melaksanakan korban. Ismai‟il dan Hajar tinggal di
Mekkah, sementara Ishaq tidak pernah sampai ke Mekkah
(Budihardjo, 2010: 189). Jadi ada hubungan antara tempat
mengorbankan dengan Ismail.
Ujian keimanan Ibrahim ini merupakan ujian yang sangat besar.
Dimana Ibrahim harus memilih putra yang ia sayangi, sumber
kebahagiaan dan memberi arti kepada eksistensi untuk dikorbankan
sebagaimana seekor domba. Ibrahim harus merobohkan, menginjak
tangan dan kakinya agar tidak terlepas. Jambak rambut dan potong
urat nadinya. Ibrahim jatuh pada dua pilihan antara menyelamatkan
Ismail atau menaati perintah Allah dengan mengurbankannya (Ali
Syariati, 2003: 165-166). Pada akhirnya Ibrahim merelakan Ismail
untuk dikorbankan dan dengan ini telah terbukti bahwa keimanan
yang dimiliki Ibrahim sangatlah kuat. Dengan beberapa ujian ini
Ibrahim dijadikan oleh Allah imam bagi seluruh manusia. Sebagaiman
tertuang dalam QS. Al-Baqarah: 124 berikut:
            
        
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan
beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim
menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan
menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan
35
saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini)
tidak mengenai orang yang zalim" (QS. al-Baqarah [2]: 124).
3. Musyawarah
Nabi
Ibrahim
dalam
menentukan
suatu
tindakan,
dia
mengajarkan kepada anaknya dengan cara yang bijak yaitu berdialog
atau bermusyawarah. Meskipun sesuatu itu bersifat wahyu yaitu
perintah dari Allah untuk menyembelih anaknya Ibrahim tetap
menggunakan perasaan. Dialog ini tergambar dalam surat al-shaffât
ayat 102 sebagai berikut:
             
             
Artinya:
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya
aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu
akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”(Q.S. alShaffât [37]: 102)".
Musyawarah berarti rapat, berunding (Kamisa, 1997: 372).
Ketika Ismail sudah mencapai usia dewasa, Ibrahim diperintah agar
menyembelih anaknya. Perintah itu didapatnya mealalui mimpi. Dia
tidak lansung melaksanakannya, namun menanyakan pendat dulu
kepada anaknya. Inilah dialog yang begitu menarik, suatu sikap
terbuka, partisipatif dan komunikatif antara bapak dan anak. Hal ini
dilakukan Ibrahim dengan tujuan agar lebih mudah diterima dan
tentunya dengan maksud menguji kesabaran, keteguhan dan
36
keistiqomahan anaknya dikala masih belia dalam menaati Allah dan
ayahnya (Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, 2000: 40).
Dalam ayat ini, Ibrahim memberi kabar tentang perintah Allah
kepadanya untuk menyembelih anaknya dengan cara memberikan
tawaran padanya. Cara seperti itu dilakukan agar lebih mudah diterima
oleh anaknya dan dengan maksud menguji kesabaran, ketegaran, dan
keistiqamahan anaknya di kala masih kecil dalam mentaati Allah dan
ayahnya (M. Quraish Shihab, 2003: 63).
Kemudian Ismail menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa
yang
telah
diperintahkan
kepadamu,
niscaya
kamu
akan
mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar”. Dalam Dialog ini
Ismail merasa sangat yakin bahwa yang diperintahkan Allah pasti baik
bagi hambanya dan tidak mungkin akan membuat celaka. Ismail juga
ingin belajar sabar dengan apa yang diperintahkan Allah berupa ujian
untuk menyembelihnya. Adapun dalam mengahadapi ujian, Ismail
melaluinya dengan sabar (Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, 2000: 40). .
Tidak memaksakan kehendak atau memberikan kebebasan
kepada anaknya merupakan salah satu hal yang ditempuh Ibrahim
dalam menaati perintah Allah. Hal ini tergambarkan dari sikap Nabi
Ibrahim ketika mendapatkan perintah Allah melalui mimpi dia tidak
langsung Melakukan perintah tersebut melainkan menawarkan
terlebih dahulu kepada anaknya. Sebgaimana firman Allah dalam QS.
Al-shaffât [37]: 102 sebagai berikut:
37
....          ...
Artinya:
"Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!"(QS. alShaffât [37]: 102).
Begitu mulianya sikap Ibrahim yang tergambarkan dalam ayat
diatas. Ibrahim menawarkan sebuah perintah yang dia dapat dari
Tuhan melalui mimpi sebelum melaksanakannya. Ini agaknya Ibrahim
memahami bahwa perintah tersebut tidak dinyatakan sebagai harus
memaksakan kepada anaknya. Meskipun itu perintah Tuhan yang
berarti wahyu dia menawarkan terlebih dahulu kepada anaknya. Bisa
saja langsung melakukan tanpa harus meminta persetujuannya.
Namun apabila sang anak membangkang maka itu adalah urusan ia
dengan Allah. Ia ketika akan di nilai durhaka, tidak ubahnya dengan
anak Nabi Nuh as. Yang membangkang nasihat orang tuanya (M.
Quraish Shihab, 2003: 63). Hal ini menandakan betapa tingginya
akhlaq Ibrahim dengan menghormati kebebasan berkeyakinan. Dalam
Islam fitrah bertuhan adalah sebuah doktrin utama, namun dalam hak
asasi manusia Islam memfokuskan diri pada persoalan eksistensi
setelah dilahirkan ke bumi, berkembang menjadi dewasa dengan akal
pikiran yang dipandang cukup untuk menentukan pilihan atas
tindakannya (Zakiyyudin Baidhawy, 2011: 18).
4. Kepasrahan
Digambarkan dalam QS. Al-shaffât ayat 103-105 berikut:
38
          
      
Artinya:
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim
membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran
keduanya ) dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya
kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”(QS. alShaffât [37]: 103-105).
Ayat diatas menggambarkan tentang keimanan dengan bentuk
kepasrahan Ibrahim dan kepatuhan Ismail kepada Tuhannya. Ibrahim
yakin bahwa Tuhannya tidak mungkin akan menyakiti dirinya dan
anaknya. Kesadaran bahwa segala sesuatu itu milik Allah membuat
Ibrahim tidak goyah imannya (Achmad Chodjim, 2005: 147). Sekian
lama Ibrahim menantikannya kemudian harus dia serahkan kepada
Allah sebagai bentuk ketaatan. Kecintaan kepada Tuhan tidak dapat
disepadankan dengan kecintaan kepada anak atau sekedar materi.
Namun Allah berkehendak lain dengan diselamatkannya Ismail
sebagai balasan atas usaha yang Ibrahim lakukan selama hidupnya.
Ibrahim adalah nabi yang dijadikan panutan bagi orang-orang
setelahnya. Dia menjadi imam dari Nabi Musa, Isa dan Muhamad hal
ini sesuai dengan QS. Al-Baqarah ayat 124 sebagai berikut:
....      ...
Artinya:
Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam
bagi seluruh manusia”(QS. al-Baqarah [2]: 124).
39
Kata imam dalam ayat tersebut berarti pemimpin atau teladan
(Budihardjo, 2010: 187). Artinya Ibrahim adalah sosok nabi yang
dijadikan panutan para nabi-nabi setelahnya. Dia dijadikan teladan
karena ujian yang telah ia terima sangatlah dahsyat dansulit untuk
dijalankan.
Didalam QS. „Ali ‟Imran juga ditunjukkan bahwa kita
dianjurkan untuk mengikuti jejaknya. Berikut bunyi ayatnya:
          
  
Artinya:
“ Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah
orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta
orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah
pelindung semua orang-orang yang beriman” (QS. „Ali ‟Imran [3]:
68).
Ayat diatas menunjukkan bahwa untuk menjadi guru harus bisa
dijadikan teladan bagi siswanya. Istilah dalam bahasa Jawa guru itu
isa digugu lan ditiru. Keteladanan merupakan salah satu aspek penting
dalam pendidikan. Bagaimana tidak, pepatah bilang jika guru kencing
dengan berdiri misalnya murid pasti kencing dengan berlari.
Ibrahim dijadikan panutan karena memiliki keistimewaankeistimewaan yang memang patut dijadikan panutan (Ashad Kusuma
Djaya, 2003: 94). Salah satu keistimewaan itu adalah pandangan
visionernya yang mampu menembus sekat-sekat zaman. Ibrahim
mampu berpikir untuk masa depan tentang suatu tempat berpasir
40
kemudian dia yakin kelak akan menjadi tempat yang banyak
penduduknya.
Dia melahirkan sebuah kehidupan baru di wilayah gurun tandus
bernama Bakkah (Makkah), dimana tidak ada kehidupan sebelumnya
disana. Tentu Hajar budak yang dijadikan istri pada waktu itu tidak
tahu bahwa di tanah tandus itu kelak akan lahir orang besar dari
keturunannya. Kenyataan itu haruslah dipahami bahwa kehadiran
Muhammad telah jauh-jauh dipersiapkan oleh Ibrahim ketika
membuang istrinya, Hajar dan anaknya, Ismail di gurun tandus itu
(Ashad Kusuma Djaya, 2003: 95).
Pola pikir yang seperti ini harusnya dijadikan contoh bagi umat
Islam dalam mengembangkan potensi yang ada. Ibrahim memiliki
keyakinan kuat tentang masa depan. Segala sesuatu bisa berubah
menjadi lebih baik dengan cara bersabar dalam berproses dan
menyerahkan hasilnya kepada Allah.
41
BAB IV
ANALISIS PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS MENURUT
SURAT AL-SHAFFÂT AYAT 101-112
A. Pendidikan Partisipatif Humanis
Pendidikan partisipatif humanis terdiri dari tiga suku kata, pertama
“pendidikan” yang kedua “partisipatif” dan yang ketiga “humanis”. Untuk
lebih memberikan makna secara mendalam, maka perlu di telusuri apa arti
dari tiga kata diatas.
1. Pengertian Pendidikan.
Orang-orang Yunani, lebih kurang 600 tahun sebelum Masehi,
telah menyatakan bahwa pendidikan ialah usaha membantu manusia
menjadi manusia (Ahmad Tafsir, 2010: 33). Ada dua kata yang penting
dalam kalimat itu, pertama “membantu” dan kedua “manusia.” Manusia
perlu dibantu agar ia berhasil menjadi manusia. Seseorang dapat
dikatakan telah menjadi manusia bila telah memiliki nilai kemanusiaan.
Pada zaman Nabi Muhammmad pengertian pendidikan dapat
digambarkan dengan usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah,
menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat,
memberi motivasi, dan menciptakan lingkungan soaial yang medukung
pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim (Zakiah Darajat, dkk,
2008: 27-28). Orang Arab Mekah yang tadinya penyembah berhala,
42
42
musyrik, kafir, kasar dan sombong maka dengan usaha dan kegiatan Nabi
mengislamkan mereka, lalu tingkah laku mereka berubah menjadi
penyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa, mukmin, muslim, lemah
lembut dan hormat pada orang lain. Dengan perubahan yang lebih baik
itu berarti Nabi Muhammad telah mendidik, membentuk kepribadian
muslim orang – orang Mekah. Dapat disimpulkan, Nabi Muhammad
adalah seorang pendidik yang berhasil.
Melihat pemaparan di atas, penulis berpendapat bahwa pendidikan
merupakan proses perubahan manusia menjadi manusia yang dewasa
sepanjang hidup. Artinya pendidikan itu berlangsung terus hingga
manusia itu dewasa, dan proses pendewasaan itu terus berkembang
sampai akhirnya manusia itu mati. Orang yang berpendidikan ialah orang
yang mampu dalam pengendalian diri, cinta tanah air, dan memiliki
pengetahuan luas.
Melihat situasi masyarakat saat ini pendidikan kita masih belum
berhasil dan perlu pembenahan di semua lini. Aturan yang ada tidak
membuat mereka berubah menjadi baik akan tetapi mereka berusaha
untuk melanggarnya. Berbagai tindak kecurangan terjadi pada hampir
seluruh lini kehidupan. Mulai dari hal terkecil saja sudah teerjadi seperti
mencontek ketika ulangan di bangku sekolah, melanggar rambu - rambu
lalu lintas ketika di jalanan hingga membuang sampah sembarangan. Ini
merupakan bukti betapa remuknya pendidikan kita. Betapapun,
pendidikan masih dapat dihraapkan menanamkan dan menyebarkan nilai-
43
nilai antikorupsi kepada para peserta didik sehingga sejak dini mereka
memahami bahwa korupsi itu bertentangan dengan norma hukum
maupun norma agama (Bambang Widjoyanto dkk, 2010: 52). Dengan ini
penulis tawarkan untuk kembali kepada pendidikan yang Islami yakni
kembali kepada tuntunan kita Al-Qur‟an yang mulia serta Sunah agar
pendidikan kita bisa kembali maju, mampu mandiri dan siap bersaing
dengan dunia global.
2. Pendidikan Partisipatif
Pendidikan
partispatif
merupakan
proses
pendidikan
yang
melibatkan semua komponen pendidikan, khususnya peserta didik (Muis
Sad Iman, 2004: 4). Model pendidikan seperti ini bertumpu dengan
mengutamakan nilai-nilai demokrasi, pluralisme, dan kemerdekaan
manusia (peserta didik). Dengan landasan nilai-nilai tersebut, guru
berperan sebagai fasilitator yang memberikan ruang seluas-luasnya bagi
peserta didik untuk berekspresi, berdialog, dan berdiskusi.
Menurut Munif Chatib pendidikan itu disebut dengan pendidikan
dua arah. Dengan demikian, suasana akan lebih cair, fleksibel,
menyenangkan dan efektif. Model pendidikan ini ia lihat dari negara
Finlandia. Negara Finlanda merupakan salah satu negara yang memilki
model pendidikan yang baik ditingka dunia. Ia mendapatkannya
menmelalui hasil video conference Dewan Guru di Finlandia pada
Januari hingga Mei 2008 (Munif Chatib, 2012: 27). Salah satu bentuk
praktis dari pendidikan negara tersebut adalah siwa diarahkan mampu
44
mengevaluasi secara mandiri hasil belajar masing-masing. Mereka
didorong supaya bekerja secara individu, tak peduli apa pun hasilnya. Ini
akan membantu peserta didik untuk belajar bertanggung jawab atas
pekerjaan mereka sendiri. Pendidikan ini dijalankan sangat demokratis
dan penekananya pada proses bukan pada hasil belajar.
Dalam
konteks
inilah
pendidikan
lebih
berfungsi
untuk
memberikan kebebasan dan kemerdekaan peserta didik, sehingga potensi
yang dimiliki dapat berkembang dengan baik (the learners-centered
teaching). Para pendidik hendaknya memandang peserta didik sebagai
kumpulan individu yang selalu khas dan unik, sehingga pendidik dituntut
mampu mengeksplorasi kemampuan, kecerdasan, kecnderungan, minat
dan bakat peserta didik yang sangat beragam tersebut. Setiap insan
terlahir kedunia ini dalam keadaan yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya (Munif Chatib, 2010: 12). Perbedaan dari genetik juga ditambah
dengan pengaruh lingkugan yang melingkupi pengalaman hidup
manusia, baik lingkungan keluarga, masyarakat, teman sepermainan,
sekolah maupun lingkungan lainnya. Salah satu ukuran untuk menilai
keberhasilan pendidikan adalah sejauh mana proses itu mampu
mengeksplorasi kecerdasan minat dan bakat peserta didik serta
mengembangkannya secara maksimal.
3. Pendidikan Humanis
Humanis diartikan sebagai orang yang mendambakan dan
memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik,
45
berdasarkan asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat
manusia (Departemen Pendidikan Nasional 2007: 412). Humanis adalah
sebuah proyek utopia (dalam arti yang positif) untuk kaum tertindas dan
terjajah (Paulo Freire, 2007: 189). Sebuah pemberian ruang bagi kaum
yang memiliki keterbatasan agar mampu bangkit dari kekurangan dengan
pemberian kebebasan untuk menentukan kemajuannya. Nampaknya
pendidikan kita telah mengalami proses dehumanisasi (Moh. Syakur,
2011:
86).
kemunduran
Dikatakan
dengan
demikian
menurunnya
karena
pendidikan
nilai-nilai
mengalami
kemanusian
yang
dikandungnya. Selama ini kita lihat pendidikan hanya sebagai formalitas
saja, apalagi menghasilkan insan-insan pendidikan yang berkarakter
manusiawi. Pendidikan kita belum mampu menghasilkan jaminan atas
perbaikan kondisi sosial yang ada. Korupsi, nepotisme dan budaya non
manusiawi menjamur di negara kita. Hal ini tak lain karena proses
pendidikan kita yang belum baik.
Tujuan
dari
pendidikan
sejati
adalah
pertumbuhan
dan
perkembangan diri peserta didik secara utuh sehingga mereka menjadi
pribadi dewasa yang matang dan mapan, mampu menghadapi berbagai
masalah dan konflik dalam kehidupan sehari-hari. Agar tujuan ini dapat
tercapai maka diperlukan sistem pembelajaran dan pendidikan yang
humanis serta mengembangkan cara berpikir aktif - positif dan
keterampilan yang memadai.
4. Pendidikan Partisipatif Humanis
46
Pendidikan partisipatif humanis merupakan gabungan dua macam
pendidikan yang memiliki makna yang saling menguatkan antara satu
dengan lainnya. Yakni gabungan antara betapa pentingnya peran seluruh
komponen pendidikan subjek maupun objek didik dengan yang
mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang
lebih baik, berdasarkan asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama
umat manusia. Pendidikan ini dilakukan dengan tanpa kekerasan dan
juga paksaan, lebih bersifat demokratis, tidak membunuh karakter peserta
didik dan lebih manusiawi. Bagi pendidiknya tidak semata-mata penentu
dalam keberhasilan belajar. Semua komponen pendidikan bertanggung
jawab atas sukses tidakanya proses pendidikan. Hal ini dalam tataran
berusaha membentuk sosok manusia yang daapat memberikan kontribusi
bagi manusia menuju terciptanyahakikat kehidupannya, sesuai dengan
transfer pengetahuan yang dialami (Firdaus M. Yunus, 2007: 7). Kata
cinta mungkin merupakan sebuah kata yang bisa
untuk memaknai
paradigma pendidikan partisipatif humanis. Yakni mendidik dengan
cinta.
Pendidikan yang demikian ini juga bisa disebut pendidikan
pembebasan. Pembebasan berasal dari kata dasar bebas yang bermakna
tidak terhalang terganggu dan sebagainya sehingga dapat bergerak,
berbicara, berbuat dan sebagainya dengan luas (Kamisa, 1997: 68). Dari
pengertian diatas, secara sederhana bisa dipahami bahwa bebas
merupakan situasi atau keadaan yang memungkinkan bergeraknya suatu
47
hal sesuai dengan yang dikehendaki tanpa adanya bayang-bayang
pemaksaan dan diktatorisasi dari pihak manapun (Umiarso dan Zamroni,
2011: 52). Bentuk pendidikan partisipatif humanis diantaranya sebagai
berikut:
a. Bersifat Dialogis
Idealnya, hubungan antara guru dan peserta didik adalah
sebagai fasilitator dan subjek didik sehingga ada keharmonisan.
Pendidikan tidak hanya top-down tetapi bottom up. Artinya
pendidikan berjalan dengan komunikasi dua arah. Oleh karena itu
satu-satunya alat paling efektif dalam sebuah pendidikan pemanusiaan
adalah adanya hubungan timbal balik permanen berbentuk dialog
(Firdaus M. Yunus, 2007: 46). Peran orang tua sebagai orang yang
bertanggung jawab mendidik anaknya di rumah dan juga pemerintah
yang dalam hal ini juga bertanggung jawab atas kemajuan bangsanya.
Proses ini merupakan kebutuhan untuk menuju keberhasilan
pendidikan. Jadi, dari sini akan timbul kesadaran bersama untuk
mensukseskan pendidikan. Peserta didik merasa perlu mendapat
pengetahuan, sedangkan guru berusaha untuk memantapkan diri
dalam rangka membuka wawasan peserta didik dengan penegtahuan
yang lebih. Sedangkan tugas orang tua dan pemerintah memberi
fasilitas dan support untuk terwujudnya pendidikan yang lebih baik.
Dengan model dialogis pendidikan lebih memanusiakan bukan
seperti pendidikan tradisional gaya bank dimana guru mentransfer
48
pengetahuan kepada murid. Guru sebagai subjek sedangkan murid
sebagai objek, guru mengajar, murid diajar, guru mengetahui segala
sesuatu, murid tidak tahu apa-apa, guru berpikir, murid dipikrkan,
guru bercerita, murid mendengarkan, guru mengatur murid diatur dan
seterusnya (Firdaus M. Yunus, 2007: 17). Pendidikan tradisonal juga
tidak melibatkan orang tua, orang tua pun tidak ingin dilibatkan dalam
ungkapan jawa wes masa bodhoa manut pak guru.
b. Memberdayakan
Pendidikan yang tepat perlu dilakukan lewat pemberdayaan
terhadap peserta didik melalui sekolah. Pemberdayaan tersebut harus
melalui transparansi dan kemauan untuk selalu memperbaiki dan
mengevaluasi secara terus menerus. Sedangkan dalam melihat input
sekolah perlu menegaskan tentang kebijakan, tujuan dan mutu
dengan jelas kepada warga sekolah. Demikian pula dengan
sumberdaya yang dimiliki harus dimanfaatkan.
c. Tidak Monoton
Selalu diadakan pembenahan agar memberikan perubahan
yang terus
membaik. Salah satu bentuk pembenahannya sekolah
membuat kurikulum yang sesuaikan dengan realitas peserta didik.
Pembenahan tersebut tidak akan berarti jika tidak diikuti dengan
pembenahan manajemen sekolah. Sebab sekolah merupakan unit
pelaksana tugas yang paling depan dan strategis dalam pendidikan.
49
Maka perlu adanya perubahan sistem manajemen pendidikan yang
bertumpu pada sekolah.
B. Nilai-nilai Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam Surat Al-Shaffât
Ayat 101-112
Tuhan mendidik manusia agar menjadi manusia yang sebenarbenarnya. Salah satu bentuk pendidikan-Nya adalah melalui al-Qur‟an.
Tuhan mendidik manusia di gambarkan dengan bentuk susunan al-Qur‟an,
dimulai dari al-Fatihah yang merupakan pembukaan, berisi tentang
kandungan al-Quran dilanjutkan al-Baqarah (sapi betina) hingga di akhiri
dengan An-Nas (manusia). Menurut penulis ini merupakan sebuah hikmah
oleh
Allah
yang
merupakan
tantangan
bagi
manusia
untuk
di
nyatalaksanakan dalam kehidupan. Manusia berasal segumpal darah
kemudian diperintah untuk membaca dan Allah mengajarkan apa yang tidak
manusia mengetahuinya (Al-„Alaq:1-5). Itulah salah satu bentuk Tuhan
mendidk manusia dalam al-Qur‟an. Disini penulis akan membahas nilainilai pendidikan partisipatif humanis menurut al-Qur‟an dalam surat ashShafaat sebagai berikut:
1. Kabar Gembira Akan Datangnya Anak
Diawali dengan ini, perjalanan panjang perjuangan seorang
kekasih Allah yaitu Ibrahim yang sangat melelahkan telah menemui titik
terang. Ujian datang bertubi-tubi mulai dari usahanya mendakwahi
ayahnya yang bekerja sebagai pembuat patung kemudian menyembahnya.
Ujian yang selanjutnya adalah Usaha Ibrahim untuk menyadarkan
50
kaumnya dari kesesatan dengan balasan tidak menyenangkan yaitu di
bakar oleh kaumnya. Karena peristiwa itulah kemudian Ibrahim harus
hijrah ke negeri lain demi keberlangsungan dakwahnya. Bertahun tahun
lamanya Ibrahim hidup tanpa diberi keturunan namun tidak membuat
hatinya goyah dalam beriman kepada Allah. Dengan selalu berdoa
meminta keturunan untuk melanjutkan misinya. Akhirnya Tuhan
memberinya kabar gembira tersebut (Q.S. al-Saffât[37]: 101). Hal ini
berarti bahwa, dalam proses untuk mencapai keberhasilan itu berjalan
tidak instan, perlu pengorbanan dan kegigihan serta kesabaran.
Pendidikan juga seperti itu mangalami proses panjang untuk
mencapai pendidikan yang lebih manusiawi. Untuk sampai pada tujuan
tersebut tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Artinya untuk
mencapai pendidikan lebih maju diperlukan usaha yang maksimal disertai
keikutsertaan atas seluruh komponen yang terkait dengannya dan ini
berjalan sepanjang masa hingga kiamat tiba. Pembenahan harus selalu
dilakukan untuk mencapai pendidikan yang berkemajuan.
2. Berdiskusi Tentang Perintah Allah
Setelah Ibrahim diberi kabar gembira kemudian Ibrahim
diperintah Allah untuk menyembelih anaknya (Q.S. al-Saffât[37]: 102).
Hal ini beliau lakukan dengan cara berdialog, agar lebih bisa diterima
dengan hati yang ikhlas. Sebagai anaknya pun Ismail menjawab dengan
santun dan hormat agar tidak menyakiti hati orang tuanya. Ismail
memikirkan matang-matang tentang perintah Allah tersebut. Dari sisi lain,
51
peristiwa pengorbanan tersebut menyiratkan prinsip konsultasi atau
musyawarah dalam pengambilan keputusan (Munzir Hitami, 2009: 1162).
Oleh sebab itu orang Islam sebaiknya sering melakukan diskusi dan
pengkajian tentang agamanya agar Islam selalu terbarukan dan memberi
pencerahan sehingga menarik untuk diikuti tidak membuat manusia sulit
untuk mengerjakan.
3. Proses Pelaksanaan Perintah Allah
Dalam mentaati perintah Allah dan orang tuanya Ismail
melaluinya dengar sabar (Q.S. al-Saffât[37]: 102). Karena dia yakin bahwa
apa yang diperintahkan Allah pasti memilki tujuan yang baik dan tidak
akan merugikan dirinya. Maka Allah pasti memberikan yang terbaik bagi
hambanya. Meski perintah itu berupa pengorbanan dirinya pada akhirnya
penngorbana tersebut memberikan hikmah yang sangat luar biasa bagi diri
maupu umat manusia.
4. Pujian dan Hadiah Kepada Orang yang Taat
a. Pemberian Hadiah
Disini Allah memberi hadiah dalam bentuk mengganti Ismail
dengan seekor domba besar, putih bulunya dan bagus untuk disembelih
sebagaimana yang tertuang dalam QS. Al-shaffât ayat 107 sebagai
berikut:
  
Artinya:
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar”(QS. al-Shaffât [37]: 107).
52
Hadiah yang diberikan Allah tidak hanya itu nama baik yang
hingga sekarang dijadikan tauladan atas kesabarannya. Dalam
pendidikan hadiah juga sangat penting untuk memberikan semangat
bagi peserta didik. Hadiah sebaiknya diberikan karena prestasi yang
diraih dari peserta didik. Dengan demikian akan memberikan sebuah
pemahaman bahwa untuk bisa menerima sesuatu perlu adanya usaha
yang sesuai.
Pengorbanan disini juga sebagai bentuk transformasi budaya
dari budaya sebelumnya yaitu dari mengorbankan manusia sebagai
bentuk kepasrahan dan ketaatan kepada Tuhan, menjadi pengorbanan
harata benda yang di sisni diwujudkan dengan domba. Budaya seperti
ini kemudian menurut perkembangan perjalanan dalam Islam juga
masih dilakukan dalam bentuk Aqiqoh atau Qurban sebgai bentuk
ketaatan dan kepasrahan.
b. Pujian
Dengan ketaatan yang dilakukan Ibrahim kepada Allah, Ibrahim
diberi pujian dari orang-orang sesudahnya.
Sebagaimana firman Allah QS. al-Shaffât ayat 108 berikut:
   
Artinya:
“Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di
kalangan orang-orang yang datang Kemudian”(QS. alShaffât[37]: 108).
53
Dalam pendidikan reward sangatlah penting diberikan kepada
siawa. Sering guru atau orang tua kurang peduli terhadap prestasi anak
meskipun kecil bentuknya. Ayat diatas merupakan contoh pendidikan
dalam bentuk pemberian pujian terhadap hambanya yang taat. Disini
bagi pendidik ataupun orang tua selaiknya mencontoh apa yang ada
dalam surat itu. Memberi pujian kepada anak terhadap prestasi
yangmereka raih.
Bagi kita manusia, Allah juga akan memberi kabar gembira,
bahwa oarang yang memiliki prestasi akan mendapatkan pujian dari
orang-orang sesudahnya. Teori-teori kita dipakai dan dikembangkan
oleh generasi setesudah kita. Maka dari itu berbuatlah sebaik mungkin
ahsanu „amal buakan sekedar berbuat banyak tapi tanpa makna. Apa
yang kita lakukan tentunya harus mengandung nilai yang bermanfaat
bagi kehidupan selanjutnya.
C. Bentukan Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam Surat Al-Shaffât
Ayat 101-112
Sebagaimana kita ketahui pendidikan merupakan suatu yang sangat
penting bagi manusia. Islam menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang
sangat penting juga dalam kehidupan umat manusia. Pendidikan harus
ditempuh bahkan merupakan sebuah kewajiban dari ayunan samapai liang
lahad. Pendidikan partisipatif humanis merupakan pendidikan yang
memberi kebebasan kemudian tanggung jawab peserta didik merupakan
sebuah konskuensinya.
54
Allah SWT telah menjadikan Ibrahim dan anaknya Ismail sebagai
contoh proses pendidikan dari seorang bapak kepada anaknya dan contoh
tersebut dikemukakan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
untuk disampaikan kepada segenap umatnya. Dalam surat Al-shaffât ayat
101-112 pendidikan partisipatif humanis yang terdapat didalamnya
diantaranya sebagai berikut :
1. Pendidikan Tauhid
Pendidikan tauhid merupakan pendidikan yang paling dasar untuk
memperkuat spiritual dalam kehidupan. Dasar bukan berarti sesuatu yang
tidak memilki peran penting, akan tetapi untuk mengupayakan
terciptanya keadaan yang lebih baik diperlukan dasar yang kuat. Ibarat
bangunan, pendidikan tauhid merupakan pondasi yang ditanam didalam
tanah berisi batu-batu besar dan besi yang di rangkai sedemikian rupa,
model rangkaian cakar ayam misalnya yang terkenal kuat.
Pondasi sering tidak terlihat akan tetapi fungsinya sangat urgen.
Dalam Islam tauhid juga dijadikan sesuatu yang paling mendasar dan
dijadikan patokan dari bidang lainnya. Bagi umat Islam sudah sepatutnya
berkeyakinan bahwa agama Islam dijadikan satu-satunya agama yang
diterima disisi Allah. Sebagaimana firman-Nya:
           
 
Artinya:
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya,
55
dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi”(Q.S. Ali‟Imran: 85).
Kemiskinan dan kebodohan merupakan faktor penyebab seseorang
berubah agama atau keyakinan. Dengan adanya ujian banyak orang yang
menjual keyakinannya. Mereka merasa bahwa Tuhan yang selama ini
sembah adalah Tuhan yang salah. Namun tidak semuanya seperti itu ada
yang karena kemiskinan membuat mereka sadar, merasa masih
kurangnya mereka dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal itu bisa
membuat mereka bisa tambah imannya. Adapun harta dan kecerdasan
adalah salah satu alat yang paling mujarab untuk proselitysme
(Pemurtadan). Dengan harta banyak orang yang terjerat karenanya.
Seperti Qarun yang diazab terrkubur bersama hartanya karena lalai
dengan kewajiban pada Tuhan setelah menjadi kaya.
Nilai-nilai pendidikan akidah dari keimanan Nabi Ibrahim terhadap
Nabi Ismail dan Siti Hajar kepada Allah dapat menjadi contoh betapa
mahalnya harga sebuah keimanan. Nilai – nilai tersebut tidak hanya
diteladani tapi juga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari –
hari.
2. Pendidikan Akhlak
Terlihat dari ucapan Ismail, “insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar”(QS. al-Shaffât[37]: 102). Hal ini
menunjukkan betapa tinggi akhlak dan sopan santunnya kepada Allah
dan orangtuanya. Tidak dapat diragukan bahwa jauh sebelum peristiwa
ini pastilah ibunya, Siti Hajar dan ayahnya, Ibrahim telah menanamkan
56
dalam hati dan benaknya tentang keesaan Allah. Sikap dan ucapan Ismail
ini yang direkam oleh ayat sebagai buah dari pendidikan.
3. Pendidikan Humanis
Pendidikan memanusiakan manusia dengan patuh kepada Allah,
meskipun perintah pengorbanan itu irrasional namun keyakinan
mengalahkan fikiran. Pendidikan humanis berisi nilai-nilai keutamaan
atau kebajikan yang dapat mengangkat kemuliaan manusia. Dalam
kontek humanis, Ibrahim mengajarkan Ismail bagaimana membangun
harkat dan martabat manusia di sisi Allah. Nilai kemanusiaan ditegakkan
diatas sifat-sifat luhur budaya manusia dengan membebaskan diri dari
sifat-sifat kebinatangan. Simbolisme mengorbankan binatang dipahami
sebagai upaya untuk memanusiakan manusia melalui pendidikan.
Dengan pendidikan ini
menjadikan anak mampu mengembangkan
potensi dirinya dan mampu memilih dan mempertanggungjawabkan apa
yang telah dilakukan. Upaya inilah yang terlihat dalam konsep
pendidikan Ibrahim terhadap Ismail ini.
4. Pendidikan Spiritual dan Emosional
Kematangan spiritual yang didasarkan pada keimanan dan ketaatan
serta kepatuhan terhadap perintah Allah, disamping kesiapan emosional
yang diekspresikan dalam bentuk ketegaran dan kesiapan mental dalam
menghadapi perintah. Hal ini merupakan hasil pendidikan yang
ditanamkan Ibrahim dan ibunya Siti Hajar kepada anaknya sejak kecil.
5. Pendidikan Karakter
57
Sikap demokrasi Ibrahim kepada Ismail menunjukkan kedewasaan
pendidik, artinya Ibrahim tidak otoriter (pemaksaan) dan diktator
terhadap Ismail ketika menyampaikan perintah untuk menyembelihnya,
tetapi lebih kepada syura‟. Hal ini terjadi karena Ibrahim berusaha
memahami siapa dan bagaimana kesanggupan anak yang dihadapinya.
Demokratisasi Ibrahim dalam mendidik Ismail merupakan kearifan
pendidik
yang
profesional.
Kearifan
ini
muncul
karena
mempertimbangkan sikap mental dan kejiwaan peserta didik. Dengan
pertimbangan dan kearifan dari pendidik yang professional akan
mewujudkan dan yakin dengan keberhasilannya.
6. Pendidikan Berlandaskan Metode Dialogis
Ibrahim memberitahukan Ismail tentang mimpinya agar dapat
dipahami oleh Ismail yang masih remaja. Cara berdialog ini melatih
untuk berargumentasi, ketangguhan dan keteguhan untuk patuh kepada
Allah dan orang tuanya. Begitu juga istrinya yang dengan rela memenuhi
perintah Allah biarpun putra satu-satunya yang sudah bertahun-tahun
didambakan harus siap dikorbankan. Ini merupakan keberhasilan Ibrahim
dengan kecerdasan akal tetapi lebih mendahulukan wahyu sebagai
seorang suami dan bapak dalam mendidik mereka. Sikap kepatuhan ini
dapat dipahami sebagai kunci keberhasilan pendidikan. Proses dialog ini
mengandung makna filosofis yang begitu dalam pemahamannya akan
nilai dan kesadaran kedua pihak yang terlibat. Apabila dikaitkan dengan
dengan kurun waktu terjadi peristiwa kira-kira sekitar 2000 tahun SM
58
yang lalu dan dihubungkan dengan era kekinian, sungguh kejadian
tersebut sangat konstektual dalam penerapan sampai sekarang.
7. Pendidikan Sosial
Pengorbanan yang dilakukan nabi Ibrahim mengandung nilai
pendidikan sosial. Pertama, merelakan apa yang dicintai dikorbankan
untuk kepentingan yang lebih bermanfaat. Ibrahim berhasil membunuh
berhala rasa cinta kepada anaknya demi memperoleh ridha Allah, yang
kemudian Allah mengganti kurban tersebut dengan seekor kibas. Kalau
pada masa nabi Ibrahim harus mengorbankan Ismail yang dicintainya,
saat sekarang bentuk Ismail bisa berwujud dengan harta benda, jabatan,
istri, dan keluarga. Kedua, mewujudkan kepekaan sosial terhadap kondisi
sekitar. Hal ini bisa dilihat ketika Nabi Ibrahim mau menyembelih Ismail
ternyata Allah menggantinya dengan kibas. Kemudian dagingnya
dibagikan kepada sesama manusia yang membutuhkan. Sesuai dengan
firman Allah berikut ini:
             
           
    
"Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari
syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka
sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam
Keadaan berdiri (dan telah terikat). kemudian apabila telah roboh
(mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang
rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan
orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta
itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur". (QS. Al-Hajj: 36).
59
Demikian konsep pendidikan yang tersirat dalam kisah Nabi
Ibrahim dan Ismail yang bertujuan untuk memanusiakan manusia
melalui proses pendidikan. Dialog dan demokratis sebagai upaya untuk
membuka jalur informasi antara pendidik dan peserta didik jelas terlihat
dalam kisah tersebut. Pendidik dapat mengukur kemampuan peserta
didik sehingga akan ditemukan kesamaan persepsi tentang visi dan misi
pendidikan yang dilakukan. Bila interaksi dan sinergi ini terjalin dengan
harmonis maka kesuksesan dalam pendidikan akan berhasil.
D. Implementasi Pendidikan Partispasipatif Humanis dalam Surat AlShaffât Ayat 101-112 Terhadap Pendidikan Global
1. Tantangan Kekinian
Mengamati pendidikan di Indonesia tentunya masih banyak sisi
kekurangan daripada kelebihan dibanding dengan negara lainnya. Dari
segi kurikulum, managemen, bahan ajar, samapai kepada konsep dalam
pengejawantahan pendidikan. Menurut Arief Rahman (2002), setidaknya
ada sembilan titik lemah dalam aplikasi sistem pendidikan di Indonesia:
a. Titik berat pendidikan pada aspek kognitif.
b. Pola evaluasi yang meninggalkan pola pikir kreatif, imajinatif, dan
inovatif.
c. Sistem pendidikan yang bergeser (tereduksi) ke pengajaran
d. Kurangnya pembinaan minat belajar pada siswa.
e. Kultur mengejar gelar (title) atau budaya mengejar kertas (ijazah).
f. Praktik dan teori kurang berimbang.
60
g. Tidak
melibatkan
semua
stake
holder,
masyarakat,
institusi
pendidikan, dan pemerintah.
h. Profesi guru/ustadz sekedar profesi ilmiah, bukan kemanusiaan.
i. Problem nasional yang multidimensional dan lemahnya political will
pemerintah.
2. Jawaban atas Tantangan
Untuk mengantisipasi berbagai kelemahan pendidikan tersebut,
perlu adanya konsep yang tepat untuk mengatasinya. Sesuai dengan
konsep yang ada diata maka pendidikan perlu adanya kerjasama pelbagai
pihak. Tidak hanya institusi pendidikan tetapi pemerintah serta
masyarakat juga harus serius dalam menangani permasalahan ini agar
SDM Indonesia memperoleh rating kualitas pendidikan yang memadai
dan Islami. Untuk itu hendaknya dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Pendidikan harus didasarkan dengan pemahaman ketauhidan secara
mendalam, sehingga pendidikan akan lebih kuat dengan disertai
keyakinan yang tinggi kepada Allah. Para pelaku pendidikan dalam
menjalankan tugasnya akan merasa diawasi oleh Tuhan sehingga
terciptalah kedisiplian sesuai kesadaran.
b. Orientasi pendidikan harus lebih ditekankan kepada aspek afektif dan
psiko motorik. Artinya, pendidikan lebih menitikberatkan pada
pembentukan karakter peserta didik dan pembekalan keterampilan
atau skill, agar setelah lulus mereka tidak mengalami kesulitan
61
dalam mencari pekerjaan daripada hanya sekadar mengandalkan
aspek kognitif (pengetahuan).
c. Dalam proses belajar mengajar guru harus mengembangkan pola
student oriented sehingga terbentuk karakter kemandirian, tanggung
jawab, kreatif dan inovatif pada diri peserta didik. Peserta didik bisa
lebih bebas dalam mengespresikan tujuan dari.
d. Guru harus benar-benar memahami makna pendidikan dalam arti
sebenarnya. Tidak mereduksi sebatas pengajaran belaka. Artinya,
proses pembelajaran peserta didik bertujuan untuk membentuk
kepribadian dan mendewasakan siswa bukan hanya sekedar transfer
of knowledge tapi pembelajaran harus meliputi transfer of value and
skill, serta pembentukan karakter (caracter building).
e. Perlunya pembinaan dan pelatihan-pelatihan tentang peningkatan
motivasi belajar kepada peserta didik sehingga anak akan memiliki
minat belajar yang tinggi.
f. Harus ditanamkan pola pendidikan yang berorientasi proses (process
oriented), di mana proses lebih penting daripada hasil. Pendidikan
harus berjalan di atas rel ilmu pengetahuan yang substantif. Oleh
karena itu, budaya pada dunia pendidikan yang berorientasi hasil
(formalitas), seperti mengejar gelar atau titel di kalangan praktisi
pendidikan dan pendidik hendaknya ditinggalkan. Yang harus
dikedepankan dalam pembelajaran kita sekarang adalah penguasaan
62
pengetahuan, kadar intelektualitas, dan kompetensi keilmuan dan
keahlian yang dimilikinya.
g. Sistem pembelajaran pada sekolah kejuruan mungkin
diterapkan
pada
menyeimbangkan
sekolah-sekolah
antara
teori
umum.
dengan
bisa
Yaitu
dengan
praktek
dalam
implementasinya. Sehingga peserta didik tidak mengalami titik
kejenuhan berfikir, dan siap manakala dituntut mengaplikasikan
pengetahuannya dalam masyarakat dan dunia kerja.
h. Perlunya dukungan dan partisipasi komprehensif terhadap praktek
pendidikan, dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan
terhadap dunia pendidikan terutama masyarakat sekitar sekolah,
sehingga memudahkan akses pendidikan secara lebih luas ke
kalangan masyarakat.
i. Profesi
guru
seharusnya
bersifat
ilmiah
dan
benar-benar
“profesional”, bukan berdasarkan kemanusiaan. Maksudnya, guru
memang pahlawan tanpa tanda jasa namun guru juga seyogianya
dihargai setimpal dengan perjuangannya, karena itu gaji dan
kesejahteraan guru harus diperhatikan pemerintah.
j. Pemerintah harus memiliki formula kebijakan dan konsistensi untuk
mengakomodasi semua kebutuhan pendidikan. Salah satunya adalah
memperhatikan fasilitas pendidikan dengan cara menaikan anggaran
untuk pendidikan minimal 20-25 % dari total APBN. Di sini
63
diperlukan political will kuat dari pemerintah dalam menangani
kebijakan pendidikan.
Jika kita mau jujur, berbagai kelemahan pendidikan kita seperti
disebutkan di atas, pada dasarnya bertitik tolak pada lemahnya sumber daya
manusia (SDM) yang ada. Padahal, SDM merupakan faktor utama yang
menjadi indikator kemajuan suatu bangsa, di samping faktor sumber daya
alam (SDA) (hayati, non hayati, buatan), serta sumber daya ilmu
pengetahuan dan teknologi. Keberhasilan negara-negara Barat adalah
didukung oleh peningkatan
kualitas sumber daya manusia, dan hal itu
berhubungan dengan pendidikan sebagai wahana pembentukan SDM.
Jadi, permasalahan lemahnya SDM Indonesia pada dasarnya berawal
dari rendahnya tingkat pendidikan, lemahnya keahlian dan manajemen serta
kurangnya penguasaan teknologi. Lemahnya SDM menyebabkan Indonesia
kurang
mampu bersaing dengan negara-negara lain, padahal secara
fisiografis Indonesia termasuk negara yang memiliki kekayaan alam
melimpah tetapi sayangnya tidak dikelola dengan baik karena kualitas
SDM-nya yang kurang mendukung.
Sistem pendidikan sangat bergantung pada mutunya, seperti juga
halnya barang dikatakan berkualitas dan mempunyai nilai jual yang tinggi
karena memiliki mutu yang bagus. Ironis memang jika kita melihat nasib
institusi pendidikan di Indonesia berdasarkan mutu pendidikan yang berada
pada urutan terakhir di antara 12 negara Asia yang diteliti oleh The Political
64
and Eonomic Risk Consultancy (PERC) tahun 2001, jauh di bawh Vietnam
(6).
Hasil survei PERC itu mengacu pada tingkat kualitas lulusan
pendidikan kita, dengan argumentasi, untuk mendapatkan tenaga kerja
berkualitas tentunya sistem pendidikannya pun harus berkualitas.
Sistem pendidikan yang tidak berkualitas mempengaruhi rendahnya
SDM yang dihasilkan, yang pada gilirannya tidak mampu membawa bangsa
ini “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi” dengan bangsa lain.
Lemahnya SDM pendidikan sebagai ekses sistem pendidikan yang
tidak berkualitas, memunculkan fenomena masyarakat pekerja (worker
society) bak jamur di musim hujan. Ini tentu berbeda dengan sistem
pendidikan yang baik, yang memproduksi employee society.
Kita seharusnya belajar dari Jepang dan Korea Selatan. Walaupun
kedua negara tersebut miskin sumber daya alam (SDA), tetapi karena
dukungan SDM yang kuat, kedua negara Asia Timur itu menjadi pioneer
ekonomi dunia, khususnya di kawasan Asia.
Dalam konteks ini, masyarakat Jepang menurut H.D. Sudjana (2000)
memiliki lima karakteristik khusus dalam sikap dan prilaku yang dipandang
sebagai akar kekuatan bangsanya, yaitu:
Pertama, emulasi. Yaitu hasrat dan upaya untuk menyamai atau
melebihi orang lain. Orang Jepang, baik selaku perorangan atau sebagai
warga negara memiliki dorongan untuk tidak ketinggalan oleh orang,
kelompok, atau bangsa lain.
65
Kedua, consensus. Yaitu kebiasaan masyarakat Jepang untuk
berkompromi, bukan konfrontasi. Budaya kompromi ini menimbulkan rasa
keterlibatan masyarakat yang kuat terhadap kepentingan bersama. Budaya
inilah yang menjadi pengikat kuat yang menjadi pengikat dasar (root
bindting) kehidupan masyarakat Jepang.
Ketiga, futurism. Yaitu mempeunyai pandangan jauh ke depan,
masyarakat Jepang mempunyai keyakinan bahwa harkat individu akan naik
apabila seluruh kelompok atau bangsa naik. Oleh karena itu kemajuan dan
keberhasilan kelompok, masyarakat dan bangsa sangat diutamakan dalam
upaya meningkatkan kemajuan individu.
Keempat, kualitas. Mutu adalah jaminan kualitas. Artinya dalam
setiap proses dan hasil produksi di Jepang, mutu menjadi faktor penarik (full
factors).
Kelima, kompetisi. Artinya sumber daya manusia dan produk bangsa
Jepang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam tata
kehidupan dan tata ekonomi global.
66
BAB V
KESIMPULAN
Al-Qur‟an surat al-Shaffât ayat 101-112 mempunyai paradigma tentang
pendidikan partisipatif humanis yang meliputi sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Deskripsi dan munasabah surat al-Shaffât ayat 101-112.
Pembahasan mengenai Q.S. al-Shaffât ayat 101-112 bermula
bercerita mengenai hal ikhwal mimpi Nabi Ibrahim as. yang sejatinya
wahyu dari Allah swt untuk mengorbankan anaknya sebagai bentuk
keikhlasan dalam pengabdian. Al-Qur‟an al-Shaffât mempunyai hubungan
(munasabah) dengan surat sebelum dan sesudahnya diantaranya adalah:
surat Yasin dan Shad. Surat yasin bagian pertama mengisahkan tentang
Nabi Ibrahim dan Isa dengan kaumnya. Bagian kedua tentang keadaan hari
kianmat. Dalam surat Shad mengisahkan dua kutub yang saling berlawanan
yaitu iman dan kafir serta sejarah nabi-nabi.
2. Konsep pendidikan pendidikan partisipatif humanis dalam surat al-Shaffât
ayat 101-112.
Setelah membahas Q.S. al-Shaffât ayat 101-112 maka penulis
menemukan pendidikan partisipatif humanis perspektif Islam meliputi:
Pendidikan berdasarkan tauhid, mengandung akhlak mulia, bersifat
humanis, berkarakter, mempertimbangkan sepiritual dan emosional,
dialogis, bermanfaat bagi umat.
68
67
3. Implementasi konsep pendidikan partisipatif humanis dalam surat al-Shaffât
ayat 101-112.
k. Pendidikan harus didasarkan dengan pemahaman ketauhidan secara
mendalam, sehingga pendidikan akan lebih kuat dengan disertai
keyakinan yang tinggi kepada Allah.
l. Orientasi pendidikan harus lebih ditekankan kepada aspek afektif dan
psiko motorik.
m. Dalam proses belajar mengajar guru harus mengembangkan pola student
oriented sehingga terbentuk karakter kemandirian, tanggung jawab,
kreatif dan inovatif pada diri peserta didik.
n. Guru harus benar-benar memahami makna pendidikan dalam arti
sebenarnya.
o. Perlunya pembinaan dan pelatihan-pelatihan tentang peningkatan
motivasi belajar kepada peserta didik.
p. Harus ditanamkan pola pendidikan yang berorientasi proses (process
oriented), di mana proses lebih penting daripada hasil.
q. Sistem pembelajaran pada sekolah kejuruan mungkin bisa diterapkan
pada sekolah-sekolah umum.
r. Perlunya dukungan dan partisipasi komprehensif terhadap praktek
pendidikan, dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan
terhadap dunia pendidikan.
s. Profesi guru seharusnya bersifat ilmiah dan benar-benar profesional.
68
t. Pemerintah harus memiliki formula kebijakan dan konsistensi untuk
mengakomodasi semua kebutuhan pendidikan.
B. Saran
1. Bagi pendidik
Dari konsep paradigma pendidikan partisipatif humanis perspektif Islam
(studi terhadapa Q.S. al-Shaffât ayat 101-112) diharapkan menjadi wahana
yang konstruktif bagi peningkatan guru Pendidikan Agama Islam kedepan.
2. Bagi lembaga pendidikan
Lembaga pendidikan sebagai fasilitas dimana terdapat interaksi antara
pendidik dengan peserta didik dalam proses pembelajaran, maka dalam hal
ini lembaga pendidikan dituntut untuk bersikap terbuka terhadap
lingkungan sekitarnya, baik dari perkembangan zaman maupun dari
tuntutan masyarakat, karena lembaga sekolah disebut sebagai lembaga
investasi manusia.
3. Bagi peneliti
Bahwa hasil dari analisis tentang paeadigma pendidikan partisipatif
humanis perspektif Islam (studi terhadapa Q.S. al-Shaffât ayat 101-112) ini
masih banyak kekurangannya, maka dari itu diharapkan ada peneliti baru
yang mengkaji ulang dari hasil penulisan ini.
C. Penutup
Puji syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan kekuatan, rakhmat, taufiq dan hidayah-Nya. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, akhirnya
69
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang sederhana ini. Penulis menyadari
meskipun dalam penelitian ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun
dalam penulisan ini tidak lepas dari kesalahan dan kekeliruan. Hal itu
sematamata merupakan keterbatasan ilmu dan kemampuan yang penulis miliki.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif
dari berbagai pihak demi perbaikan yang akan datang untuk mencapai
kesempurnaan. Akhirnya penulis hanya berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi
sumbangsih kepada penulis, baik berupa tenaga maupun do‟a. Semoga
mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Farmawi, Abdul al Hayy.1996. Metode Tafsir Mawdhu’iy; Sebuah
Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Al-Nuquib Al- Attas, Syed Muhammad. Tanpa tahun. Konsep Pendidikan
dalam Islam. Terjemahan oleh Haidar Bagir. 1994. Cet. 5.
Jakarta: Mizan.
Ali, Atabiak dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. 2003. Kamus Kontemporer Arab
Indonesia. Yogyakarta: Multi Karya Grafika.
Anshari, Endang Saifudin. 2004. Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran
Tentang Paradigma dan Sistem Islam. Jakarta: Gema Insani
Press.
Baidan, Nashruddin. 2000. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Baidhawy, Zakiyuddin. 2011. Kebebasan Beragama Perspektif Ham dan
Islam. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Budihardjo. 2010. Pendidikan Nabi Ibrahim dan Anaknya dalam
Perspektif Al-Qur’an (Q.S Al-Shafat[37] 102-107). Millah, 9
(2): 181-196.
Chatib, Munif. 2010. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple
Intelegensces di Indonesia. Cet. VII . Bandung: Kaifa.
2012. Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak
Istimewa dan Semua Juara. Cet. 9. Bandung: Kaifa.
Chodjim, Achmad. 2005. MEANINGFUL LIFE: Memberdayakan Diri
demi Menghadapi Tantangan Zaman. Jakarta: Hikmah.
Darajad, Zakiah, dkk. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. VII. Jakarta:
Bumi Aksara.
Departemen Agama RI. 2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan). Cet. III. Jakarta: CV Darus Sunnah.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Djalal, Abdul. 2000. Ulumul Qur’an I. Surabaya: Dunia Ilmu.
Djaya, Ashad Kusuma. 2006. Pewaris Ajaran Syekh Siti Jenar Membuka
Pintu Makrifat. Cet. XI. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Fachruddin Hs. 1992. Ensiklopedia Al-Qura’an- Jilid I (A-L). Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Freire, Paulo. 2007. Politik Pendidikan Kebudayaan, Kekuasaan,
Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamka. 1983. Tafsir Al Azhar Juz XXIII. Jakarta: PT Pustaka Panjimas.
Hitami, Munzir. 2009. Revolusi Sejarah Manusia: Peran Rasul Sebagai
Agen Perubahan. Yogyakarta: LKIS.
Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika
Maslikhah dan Peni Susapti. 2009. Modul Ilmu Alamiah Dasar.
Yogyakarta : Mitra Cendikia.
Muhadjir, Noeng. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasin.
Munawir, Ahmad Warson. 1984. Al Munawir Kamus Arab Indonesia.
Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan
Pondok Pesantren Al Munawir.
Munir, Ahmad. 2008. TAFSIR TARBAWI Mengungkap Pesan Al-Qur’an
Tentang Pendidikan. Yogyakarta: TERAS.
Qalyubi, Syihabudin. 2009. Stilistik Al-Quran Makna di Balik Kisah
Ibrahim. Yogyakarta: PT LkiS.
Rachman, Arief, 2002. Kualitas Pendidikan Harus Dimaksimalkan. Media
Indonesia.
Sadily, Hasan. 1980. Ensiklopedia, Ikhtiar Baru Van Hoeva. Jakarta: tanpa
penerbit.
Shihab, Quraish. 2003. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an. Jakarta: Lentera Hati.
1998. Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran
dalam Kehidupan. Cet. VI. Bandung. Mizan.
Sudjana, HD., Manajemen Program Pendidikan, Bandung: Falah
Production, 2000
Suwito. 2004. Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih. Yogyakarta:
Belukar.
Syakur, Moh. 2011. Liberal Art Sebagai Kritik Pendidikan Vokasional.
Edukasi, 8: 85-104.
Syari’ati, Ali. 2003. Menjadi Manusia Haji: Panduan Memahami Filosofi
dan Makna Soaial di Balik Ritual-ritual Haji. Yogyakarta:
Jalasutra.
Tafsir, Ahmad. 2010. FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAMI: Integrasi
Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Umiarso dan Zamroni. 2011. Pendidikan Pembebasan Perspektif Timur
dan Barat. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Widjoyanto, Bambang dkk. 2010. KORUPTOR ITU KAFIR: Telaah Fiqih
Korupsi Muhammdaiyah dan NU. Jakarta: Mizan.
Yunus, M. Firdaus. 2007. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial Paulo
Freire dan YB. Mangunwijaya. Cet. III. Yogyakarta: Logung
Pustaka.
Yunus, Mahmud. 1998. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidakarya
Agung.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
: Musyahid
Tempat/Tanggal lahir : Grobogan, 16 Maret 1991
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
: Ds. Padas RT 02 RW 01, Kec. Kedungjati, Kab.
Grobogan.
Menerangkan dengan sesungguhnya
PENDIDIKAN
1.
Tamatan TK PGRI Padas 1997
2.
Tamatan SD Negeri 1 Padas tahun 2003
3.
Tamatan SMP Negeri 1 Kedungjati tahun 2006
4.
Tamatan SMA Islam Sudirman Kedungjati 2009
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.
Salatiga, 25 Juni 2014
Saya yang bersangkutan,
Musyahid
Download