PARADIGMA PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS PERSPEKTIF ISLAM (Studi Terhadap Q.S. al-Shaffât ayat 101-112) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh: Musyahid NIM: 111 09025 JURUSAN TARBIYAH PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2014 i ii PARADIGMA PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS PERSPEKTIF ISLAM (Studi Terhadap Q.S. al-Shaffât ayat 101-112) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh: Musyahid NIM: 111 09025 JURUSAN TARBIYAH PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2014 iii iv v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawahini: Nama : Musyahid NIM : 11109025 Jurusan : Tarbiyah Program Studi : Pendidikan Agama Islam Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan karya saya sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga, 25 Juni 2014 Penulis Musyahid NIM: 11109025 vi MOTTO DAN PERSEMBAHAN “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” Q.S. al-Baqarah[2]: 148 (Departemen Agama RI, 2002: 24). PERSEMBAHAN Untuk orang tuaku, para dosen, saudara-saudaraku, sahabat seperjunganku, serta teman spesialku yang selalu setia menungguku. vii KATA PENGANTAR Assalamu’alaikumWr. Wb Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyusun skripsiini dengan sebaik-baiknya, namun mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis, kritikdan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan agar skripsi ini benar-benar dapat menjadi sumbangan pemikiran yang bermanfaat. Dengan selesainya skripsi ini, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku ketua STAIN Salatiga. 2. BapakSuwardi, M.Pd, selakuketuajurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. 3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si, selaku ketua program studi PAI. 4. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag, sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. viii 5. BapakDr. H. Zulfa Machasin, M.Ag, selakupembimbingakademik yang telahbanyakmemberi masukankepadapenulis. 6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Bapak dan ibu serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan dan membantu dalam bentuk materi untuk membiayai penulis dalam menyelesaikan studi di STAIN Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. 8. Mas Muttaqin, mbak Barid, Zazak, Darwanto, Irhamna, Totok, Suko dan Kariim yang telah memberi semangat untuk menyelesaikan sekripsi ini. 9. Teman-teman IMM dan PAI A angkatan 2009 yang telah mendukung sehingga dapat selesai sekripsi ini. Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Salatiga,25 Juni 2014 Penulis ix ABSTRAK Musyahid. 2014. 11109025. Paradigma Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam Perspektif Islam (Studi terhadap Q.S. al-Shaffât 101-112). Program Strata I Jurusan Pendidikan Agama Islam (STAIN) Salatiga, 2014. Pembimbing: Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag. Kata kunci: Paradigma, Pendidikan Partisipatif, Humanis, Perspektif Islam Penelitian ini bertujuan; 1) Bagaimanadeskripsi dan munasabah Q.S. AlShaffât: 101 - 112. 2)Bagaimana konsep pendidikan partisipatif humanis menurut Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112. 3) Bagaiman implemntasi konsep pendidikan partisipatif dalam Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, untuk memberi penjelasan terhadap ayattersebut, menggunakan metode studi pustaka (library research), maka langkah yangditempuh adalah dengan cara membaca, memahami serta menelaah buku-buku, kitab-kitab tafsir serta sumber-sumber yang berkenaandengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa.Sumber data adalah tafsir Al-Qur‟an surat Al-Shaffât ayat 101 -112. Kemudian dilengkapi buku dan ayat - ayat lain yang berhubungan dengan pokok bahasan skripsi ini.Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan pendekatankontekstual, yaitu “mendudukkan keterkaitan antara yang sentral dengan yangperifer adalah terapannya, yang sentral adalah studi tentang ayat-ayat Qur‟aniah, dan yang perifer adalah studi tentang ayat-ayat kauniah. Dalam menganalisis ayat penulis menggunakan metode maudhu’i, yakni menghimpun ayat-ayat Al-Qur‟an yang mempunyai maksud sama.Dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusun berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat tersebut. Kemudianpenafsirmulaimemberikanketerangandanpenjelasansertamengambilkesi mpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan 1)Deskripsi dan munasabah Q.S. AlShaffât ayat 101-112 bercerita mengenai hal ikhwalmimpi Nabi Ibrahim as. Yang sejatinya wahyu dari Allah swt untuk mengorbankan anaknya sebagai bentuk keikhlasan dalam pengabdian. Munasabah dengan surat sebelum dan sesudahnya diantaranya adalah: surat Yasin dan Shad. Surat yasin bagian pertama mengisahkan tentang Nabi Ibrahim dan Isa dengan kaumnya. Bagian kedua tentang keadaan hari kiamat. Dalam surat Shad mengisahkan dua kutub yang saling berlawanan yaitu iman dan kafir serta sejarah nabi-nabi. 2) Konsep pendidikan partisipatif humanis dalam perspektif Islam menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 – 112pendidikan berdasarkan tauhid, mengandung akhlak mulia, bersifat humanis, berkarakter, mempertimbangkan spiritual dan emosional, dialogis bermanfaat bagi umat. 3)Implementasi konsep pendidikan partisipatif humanis dalam persepektif Islam menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 – 112 adalah pendidikan didasarkan tauhid, orientasi pada aspek afektif dan psikomotorik, pola student oriented, paham makna pendidikan, peningkatan motivasi belajar, proces oriented, sistem kejuruan diterapakan pada sekolah umum, perlu dukungan dan partisipatif semua pihak, guru bersifat profesional, prioritas dari pemerintah terhadap pendidikan. x TRANSLITERASI A. Konsonan Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin ء ` ض Dh ب B ط Th ت T ظ Zh ث Ts ع „ ج J غ Gh ح H ف F خ kh ق Q د d ك K ذ dz ل L ر r م M ز z ن N س s و W ش sy ه H ص sh ي Y B. Konsonan Rangkap Konsonan rangkap karena syaddah ditulis rangkap C. Vokal Pendek Vokal pendek fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dhammah ditulis u. xi D. Vokal Panjang Vokal panjang ditulis: a-â, i-î, u-û E. Kata sandang Alif +lam Kata sandang alif+ lam ditulis al- (dengan tanda penghubung) xii DAFTAR ISI SAMPUL..................................................................................................................i HALAMAN BERLOGO.........................................................................................ii HALAMAN JUDUL..............................................................................................iii PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................................................iv LEMBAR PENGESAHAN KELULUSAN………………………………………v DEKLARASI..........................................................................................................vi MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................................................vii KATA PENGANTAR ........................................................................................viii ABSTRAK ...........................................................................................................ix TRANSLITERASI.................................................................................................xi DAFTAR ISI ........................................................................................................xiii BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................... 8 C. Tujuan dan Manfaat ................ ........................................................... 8 D. Metode .................................................................................................9 E. Penegasan Istilah.................................................................................12 G. Sistematika Penulisan........................................................................15 BAB II DESKRIPSIDAN MUNASABAH SURAT AL-SHAFFÂT : 101112.......................................................................................................................17 A. Deskripsi Suratal-Shaffât : 101-112.................................................17 D. Munasabah Ayat.................................................................................24 xiii BAB III PROFIL IBRAHIM DAN ISMAIL SERTA TAFSIR SURAT ALSHAFFÂT AYAT 101 – 112................................................................................27 A. Profil Ibrahim......................................................................................27 B. Profil Ismail.........................................................................................30 C. Tafsir Surat Al-Shaffât 101-112..........................................................31 1. Tafsir surat Al-Shaffât secara umum...............................................31 2. Kabar Gembira ................................................................................32 3. Musyawarah.....................................................................................35 4. Kepasrahan.......................................................................................38 BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS MENURUT SURAT AL-SHAFFÂT AYAT 101-112..............................................................42 A. Pendidikan Prtisipatif Humanis..........................................................42 1. Pengertian Pendidikan....................................................................42 2.Pendidikan Partisipatif.....................................................................44 3.Pendidikan Humanis........................................................................46 4. Pendidikan Partisipatif Humanis ...................................................47 a. Bersifat Dialogis........................................................................48 b. Memberdayakan........................................................................49 c. Tidak Monoton..........................................................................50 B. Nilai-nilai Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam Surat Al-Shaffât Ayat 101-112.......................................................................................50 1. Kabar Gembira Akan Datangnya Anak .........................................51 2. Berdiskusi Tentang Perintah Allah.................................................52 xiv 3. Proses Pelaksanaan Perintah Allah.................................................52 4. Pujian dan Hadiah Kepada Orang yang Taat.................................53 a. Pemberian Hadiah.....................................................................53 b. Pujian ........................................................................................54 C. Bentukan Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam Surat Al-Shaffât Ayat 101-112......................................................................................55 1. Pendidikan Tauhid ........................................................................55 2. Pendidikan Akhlak........................................................................57 3. Pendidikan Humanis.....................................................................57 4. Pendidikan Spiritual dan Emosional.............................................58 5. Pendidikan Karakter.....................................................................58 6. Pendidikan Berlandaskan Metode Dialogis.................................59 7. PendidikanSosial.........................................................................59 D. Implementasi Pendidikan Partispasipatif Humanis dalam Surat AlShaffât Ayat 101-112 Terhadap Pendidikan Global...........................61 1. Tantangan Kemiskinan...................................................................61 2. Jawaban atas Tantangan.................................................................62 BAB V KESIMPULAN........................................................................................68 A. Kesimpulan .......................................................................................68 B. Saran..................................................................................................70 C. Penutup .............................................................................................70 DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP xv 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membicarakan problematika pendidikan, berarti juga membicarakan manusia pada tugas utamanya di muka bumi ini yakni menjadi pemimpin (khalifah fii al-ardhi). Pendidikan merupakan sebuah proses yang akan mengantarkan manusia kepada pribadi yang sempurna, berkarakter dan mampu hidup secara damai bersama masyarakat yang heterogen tanpa saling bermusuhan, karena akhir dari permusuhan mengakibatkan perpecahan dan kehancuran. Pendidikan membuat mereka hidup damai, saling menghormati karena kedewasaanya dalam berinteraksi bukan malah sebaliknya. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menemukan hakikat kemanusiaanya (Umiarso dan Zamroni, 2011: 7). Orang yang berpendidikan diharapkan untuk mampu bersikap dewasa, dalam berpikir, berkarya dan berinteraksi dengan sesama manusia. Dengan adanya pendidikan, manusia bisa menyadari potensi yang ia miliki. Kemudian dengan proses berpikirnya, manusia menemukan eksistensi kehadiran dalam kehidupan di dunia yaitu sebagai pemimpin yang terpercaya Tuhan karena kecerdasannya. 1 2 Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah : 30-33. Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!". Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka namanama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (QS. Al-Baqarah [2]: 30-33). Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang cerdas dibanding malaikat. Malaikat hanya mengetahui apa yang diajarkan oleh Allah tentang bumi sedangkan manusia, dalam ayat ini Adam yang 3 merupakan simbol dari manusia dengan izin Allah mengetahui semuanya ketika ditanya nama - nama benda yang ada di bumi bahkan mampu menjelaskan nama dan teori dari suatu benda yang diminta untuk disebutkannya. Tuhan menciptakan manusia tidak hanya sekedar membentuk jasmani rohani begitu saja, namun Tuhan juga membekalinya dengan potensi melekat dan merupakan sebuah karakter yang dimiliki manusia. Dengan potensi tersebut manusia mampu mengejawantahkan potensinya hingga mampu menjadi wakil Tuhan di muka bumi ini. Manusia dengan potensinya mampu tanggap terhadap semua rangsangan, termasuk rangsangan semua gejala alam semesta ini. Tanggapan ini merupakan suatu pengalaman dan pengalaman itu dari zaman ke zaman akan berakumulasi secara terus menerus terhadap segala sesuatu di alam semesta ini hingga dapat diwariskan ke generasi berikutnya (Maslikhah dan Susapti, 2009: 17). Melihat tugas dan tanggung jawab manusia yang luhur seperti di atas maka perlu adanya suatu konsep pendidikan yang kiranya mampu mengantarkan manusia menuju pribadi yang unggul, mandiri atas permasalahan yang ada di muka bumi. Mampu mengatur dengan bebas sesuai dengan potensi yang melekat akan tetapi penuh dengan tanggung jawab untuk kesejahteraan penduduk alam semesta. Pendidikan partisipatif humanis merupakan pendidikan yang bersifat merdeka, dan memanusiakan manusia. Maksudnya segala elemen yang bersinggungan sama besarnya dalam mempengaruhi akan keberhasilan proses pendidikan, 4 kemudian membebaskan dengan syarat pasti akan kembali kepada fitrahnya yakni berkeinginan baik. Fitrah bukan berarti seperti kertas kosong yang tidak ada setitik pun goresan tulisan akan tetapi memiliki pembawaan atau potensi yang diberikan oleh Tuhan yang bisa berpengaruh dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya manusia berkeinginan baik bagi hidupnya dan tidak ada seorang pun di dunia ini yang menginginkan keburukan terjadi pada diri maupun keluarganya. Seorang preman misalnya, dia tidak mungkin membiarkan anaknya meniru profesi buruk yang diklaimkan oleh orang bahwa dia itu preman yang jahat, meresahkan dan sebagai sampah masyarakat, kecuali orang tersebut memiliki kelainan kejiwaan yang mengharapkan anaknya celaka seperti dia, yang hidupnya tidak tenang sama sekali, selalu merasa waswas, kalau-kalau dia ketahuan melakukan kejahatan dan tertangkap. Kalau tidak kepepet (masalah ekonomi misalnya) dia tidak sudi melakukan kejahatan yang merugikan diri dan orang lain. Pendidikan partisipatif humanis merupakan pendidikan yang mengembangkan karakter seseorang dengan tanpa merusak potensi menonjol yang dimiliki seseorang dengan perasaan bebas tanpa ada ancaman yang membuat pelakunya merasa tidak nyaman karena ancaman tersebut dalam menjalani kehidupanya sehari-hari. Potensi adalah pembawaan menuju pada kebaikan sedangkan yang bisa membuat 5 kehancuran harus dilakukan filter yaitu penyaringan dan pengendalian agar tidak tumbuh subur dalam diri. Potensi yang dimiliki manusia antara satu dengan yang lain berbeda (Q.S. An – Nahl [16]: 71). Perbedaan tersebut tidak berarti yang satu lebih cerdas atau lebih kurang dari yang lain. Setiap kali jika kita diminta menilai siapa yang lebih cerdas diantara tokoh-tokoh nasional tentunya kita akan mengalami kebingungan untuk menjawab dan tentunya sangatlah subyektif. Dalam pendidikan, kita tidak bisa memakasakan untuk menerapkan satu teori yang sama kepada orang yang berbeda. Islam merupakan agama yang membidangi segala bidang sub pokok kajian ilmu pengetahuan. Pendidikan dalam Islam, merupakan salah satu pokok kajian dari ilmu pengetahuan yang memiliki peran penting bagi kemajuan agama dalam eksistensinya di dunia dewasa ini. Al - Qur‟an merupakan salah satu sumber dari agama Islam yang maha tinggi bersumber dari kalam Ilahi terjaga dari kesalahan yang bersifat manusiawi. Hal ini karena Al-Qur‟an bukan karya Muhammad sendiri akan tetapi merupakan sebagai mukjizat yang berasal dari Ilahi Rabbi untuk seluruh umat manusia di dunia ini. Dalam realitasnya, orang yang mengaku dirinya beragamaIslam mereka belum mampu mengamalkannya secara kaffah. Sebagaiman yang diperintahkan Allah dalam surat Al - Baqarah: 208. 6 Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (QS. Al-Baqarah: 208). Jika kita rasakan dewasa ini orang dalam beragama masih pilihpilih ajaran yang sesuai hawa nafsunya. Agama hanya dijadikan tameng ketika butuh namun ketika sengsara kembali ke agama ketika bahagia lupa, mereka lupa bahwa usahanya tidaka hanya berasal dari hasil jerih payahnya sendiri, namun butuh campur tangan orang lain dan bantuan Tuhan yang Maha Esa tentunya. Begitupun negara kita Indonesia yang mayoritas Islam ini, namun belum yakin dan mampu untuk menunjukkan pada dunia bahwa Islam itu adalah satu-satunya agama yang sesuai dengan zaman dan mampu mengatasi segala persoalan mikro maupun yang ada dalam kancah dunia. Islam adalah agama segala generasi, tidak terikat pada ruang dan waktu, ia bersifat universal dan mampu mengatasi segala persoalan umat yang ada di kolong langit ini. Hal ini yang perlu diyakini bagi setiap muslim sehingga mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Dalam perjalanan dunia keilmuan Islam, rasa-rasanya umat Islam mulai jauh dari sumber agamanya. Maka yang terjadi adalah kemunduran dalam hal keilmuan yang relatif lebih jauh. Hal ini justru bertolak belakang dengan bangsa yang tidak menggunakan agama sebagai dasar 7 dalam menapaki kehidupannya. Mereka yang mengaku tidak beragama dalam urusan dunia mereka jauh lebih maju dan sukses daripada negara berpenduduk mayoritas Muslim. Fakta sejarah memperlihatkan bahwa orang – orang Barat telah mencuri karya-karya keilmuan Islam dan membakar hangus karya yang mereka tidak butuhkan saat Islam mengalami kekalahan pada perang salib. Umat Islam saat ini sedang mengalami kebingungan yang mereka sendiri tidak menyadarinya. Banyak diantara mereka yang lari kepada sesuatu yang membuat mereka merasa bebas seperti minuman keras, obat-obatan terlarang, free sex dan hal-hal nyeleneh karena kejenuhan yang mereka alami sebagai bentuk ekspresi diri akibat broken home misalnya atau karena kegagalan dalam meraih cita yang tidak bisa mereka teriman. Faktor utama penyebab dari itu semua adalah : 1. Lupa terhadap sang pencipta yaitu Allah SWT, 2. Tidak menjadikan Al-Qur‟an sebagai pegangan hidup, 3. Sebagian lembaga pendidikan masih ada yang kurang mengapresiasi potensi peserta didik. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat tema tersebut dengan mengambil judul skripsi: PARADIGMA PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS DALAM PERSPEKTIF ISLAM (STUDI TERHADAP AL - QURAN SURAT AL SHAFFÂT AYAT 101 - 112). B. Rumusan Masalah 8 Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana deskripsi dan munasabah Q.S. Al-Shaffât ayat 101-112? 2. Bagaimana konsep pendidikan partisipatif humanis dalam perspektif Islam menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 - 112? 3. Bagaimana implementasi konsep pendidikan partisipatif humanis dalam persepektif Islam menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 - 112? C. Tujuan dan Manfaat Dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan diatas maka tujuan dan manfaatnya adalah sebagai berikut: 1. Tujuan a. Untuk mengetahui deskripsi dan munasabah Q.S. Al-Shaffât: 101 112. b. Untuk mengetahui konsep pendidikan partisipatif humanis menurut Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112. c. Untuk mengimplementasikan pendidikan partisipatif dalam Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112. 2. Manfaat a. Bagi peneliti, meningkatkan wawasan yang lebih komprehensif terhadap pemahaman konsep pendidikan partisipatif humanis menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 - 112 dari berbagai sudut pandang para ulama. 9 b. Bagi subyek dan praktisi pendidikan, dapat diaplikasikan dalam sikap dan perilaku yang Islami di dalam kehidupan nyata. c. Masyarakat, sebagai i‟tibar bagi manusia agar tetap berpegang teguh pada ajaran agama Islam yaitu Al - Qur‟an. D. Metode Usaha untuk memproses data ataupun informasi yang diperlukan dilakukan dalam penulisan ini disusun sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (M. Quraish Shihab, 2003: 312313). Jadi, dalam penelitian ini mencari konsep tentang pendidikan partisipatif humanis dalam surat Al-Shaffât ayat 101 - 112 dari berbagai kitab tafsir yang merupakan interpretasi para mufasir dalam memahami maksud, isi dan kandungan yang ada dalam surat Al-Shaffât ayat 101 112 sehingga akan dapat mempermudah dalam kajian ini. Selanjutnya untuk memberi penjelasan atau penafsiran terhadap ayat tersebut, melalui metode studi pustaka (library research), maka langkah yang ditempuh adalah dengan cara membaca, memahami serta menelaah 10 buku-buku, baik berupa kitab-kitab tafsir maupun sumber-sumber lain yang berkenaan dengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa. 2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini, adalah tafsir Al-Qur‟an surat AlShaffât ayat 101 - 112. Kemudian dilengkapi buku dan ayat - ayat lain yang berhubungan dengan permasalahan dan menjadi pokok bahasan skripsi ini yaitu antara lain : buku yang berjudul “Pendidikan Partisipatif, Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John Dewey” karya Muis Sad Imam, M.Ag., “Pendidikan Pembebasan dalam Perspektif Barat dan Timur ” karya Umiarso, M.Pd.I dan Zamroni, M.Pd, “Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran tentang Paradigma dan Sistem Islam” karya H. Endang Saifudin Anshari,M.A., “Sekolahnya Manusia” karya Munif Chatib, “Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an” karya Syaikh Manna‟ Al-Qaththan dan buku–buku lain yang bersangkutan dengan pembahasan skripsi ini. 3. Pendekatan Penelitian Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan pendekatan kontekstual, yaitu “mendudukkan keterkaitan antara yang sentral dengan yang perifer adalah terapannya, yang sentral adalah studi tentang ayat-ayat Qur‟aniah, dan yang perifer adalah studi tentang ayatayat kauniah (bukti-bukti dalam kehidupan manusia dan alam)” (Al Farmawi, 1996: 12). Dengan pendekatan kontekstual ini diharapkan makna konsep pendidikan partisipatif humanis dalam Al-Shaffât ayat 11 102 tidak hanya dapat dimengerti dan dipahami, akan tetapi dapat juga diterapkan dalam kehidupan nyata. Sehingga dengan konsep pendidikan partisipatif humanis komponen pendidikan yang dalam hal ini adalah seluruh pendidikan benar-benar dapat menjalankan fungsi edukatifnya dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah. 4. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini penulis menganalisis data dengan menggunakan : a. Metode Maudhu‟i 1) Metode Metode diartikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 740),. Jadi, metode adalah serangkain cara yang sistematis untuk mencapai suatu tujuan. 2) Maudhu‟i Kata maudhu‟i berarti tematik, sedang menjadi tren (Atabiak, Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, 2003: 1863),. Sedangkan menurut para ulama kontemporer, maudhu‟i yakni menghimpun ayat-ayat Al-Qur‟an yang mempunyai maksud sama. Dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusun berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat tersebut. Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan 12 penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir melakukan studi tafsirnya ini dengan metode maudhu‟i, dimana ia meneliti ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya, sehingga memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dan dapat menolak segala kritik (Al - Farmawi, 1996:36-37). b. Analisis Isi (Content Analyze) Guna mencari jawaban dari permasalahan yang ada di atas, penulis menggunakan metode Analisis Isi (Content Analyze) dalam penelitian ini. Menurut B. Berelson sebagaimana dikutip oleh Hasan Sadily, metode Analisis Isi (Content Analyze) adalah suatu teknik penyelidikan yang berusaha untuk menguraikan secara objektif, sistematik, dan kuantitatif isi yang termanifestasikan dalam suatu komunikasi (Hasan Sadily, 1980: 207). E. Penegasan Istilah Agar tehindar dari kata-kata yang kabur dan tidak runtut serta menghindari timbulnya salah penafsiran atau misinterpretation serta pengertian yang melebar dalam menafsirkan isi dan juga substansi dari karya ilmiah (penelitian). Maka diperlukan penegasan istilah dalam judul 13 tersebut yang menjelaskan pengertian masing - masing kata yang mendukung dalam judul penelitian ini, yakni sebagai berikut. 1. Paradigma Arti kata paradigma adalah kerangka berpikir (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 828),. Sedangkan menurut Partanto dan Barry dalam buku Pendidikan Pembebasan Perspektif Barat dan Timur, paradigma adalah suatu pedoman yang dipakai untuk menunjukkan gugusan sistem pemikiran atau bentuk kasus dan pemecahannya (Umiarso dan Zamroni, 2011: 39). Jadi, paradigma adalah teori dasar untuk dijadikan pedoman suatu pemikiran. 2. Pendidikan Kata Tarbiyah berarti pendidikan (Atabiak, Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003: 454). Kata tarbiyah/ تربيةberasal dari bahasa Arab yaitu: تربية- يربي- ربىyang berarti: ( الملكraja/penguasa), ( السيدtuan) المدبّر (pengatur) ( القيّمpenanggung jawab) ( المنعمpemberi ni‟mat). Istilah tarbiyah dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau pendampingan (asistenis) terhadap anak yang diampu sehingga dapat mengantarkan masa kanak-kanak tersebut ke arah yang lebih baik, baik anak tersebut anak sendiri maupun anak orang lain (Ahmad Munir, 2008:38-39). Jadi, tarbiyah adalah istilah yang menjelaskan untuk pedagogi. 14 3. Partisipatif Partisipatif berasal dari kata partisipasi yang artinya perihal turut serta dalam suatu kegiatan, keikut sertaan, peran serta (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 831). Jadi dapat dikatakan bahwa partisipatif adalah sebuah kegiatan yang memerlukan keikut sertaan dari seluruh elemen yang mendukung dari kegiatan tersebut baik benda mati maupun hidup, baik konsep maupun teori. 4. Humanis Humanis diartikan sebagai orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 831). Jadi humanis adalah subjek yang mendambakan keadilan. 5. Islam Terminologi atau kata Islam berasal dari bahasa Arab yang berasal dari kata سلم damai dan اُسلمyang artinya menyerahkan (Mahmud Yunus, 1990: 177). Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: هللا, Allah). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa 15 Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah. Jadi paradigma pendidikan partisipatif humanis perspektif Islam adalah teori dasar untuk dijadikan pedoman suatu pemikiran proses penyampaian atau pendampingan (asistenis) terhadap anak yang diampu sehingga dapat mengantarkan masa kanak-kanak tersebut ke arah yang lebih baik,dan memerlukan keikut sertaan dari seluruh elemen yang mendukung dari kegiatan tersebut baik benda mati maupun hidup, baik konsep maupun teori berdasarkan asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia hasilnya diserahan sepenuhnya kepada Tuhan. F. Sistematika Penulisan Untuk dapat dipahami urutan dan pola berpikir dari tulisan ini, maka skripsi disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi yang satu sama lain saling berkesinambungan. Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi dalam lima pokok pikiran yang masing-masing termuat dalam bab yang berbeda-beda. Secara rinci masing-masing bab akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut : Pada bab I, merupakan pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat hasil penelitian, metode, penegasan istilah, dan sistematika penulisan. Pada bab II, merupakan deskripsi surat Al-Shaffât ayat 101 – 112 yang berisi pemaparan hasil penelitian yang berupa telaah terhadap Al – 16 Quran surat Al-Shaffât ayat 101 - 112 yang meliputi : deskripsi surat AlShaffât ayat 101 - 112 yang disertai arti mufradat dan munasabah ayat. Pada bab III , merupakan tafsir surat Ash - Shaffaat ayat 101 - 112. Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang tema penelitian yang meliputi profil Ibrahim dan Isma‟il serta Tafsir surat Al-Shaffât ayat 101 112. Pada bab IV, merupakan analisis pendidikan partisipatif humanis menurut surat Al-Shaffât ayat 101 - 112. Pada bab ini peneliti akan menjelaskan meliputi pengertian pendidikan partisipatif humanis dan hasil analisis tentang pendidikan partisipatif humanis dalam surat Al-Shaffât ayat 101 - 112. Pada bab V, pada bab ini merupakan bagian penutup skripsi yang terdiri dari kesimpulan, saran dan penutup. 17 BAB II DESKRIPSI DAN MUNASABAH SURAT AL – SHAFFÂT : 101-112 A. Deskripsi Surat AL-SHAFFÂT AYAT 101-112 Surat al-Shaffât ayat 101 – 112 berbunyi sebagai berikut : Artinya : 101. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. 102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orangorang yang sabar". 103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). 104. Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, 105. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orangorang yang berbuat baik.17106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu 18 ujian yang nyata. 107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. 108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, 109. (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". 110. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 111. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. 112. Dan Kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh” (QS. al-Shaffât [37]: 101-112). Arti mufrodat dari ayat 101-112 adalah sebagai berikut : بشز: Berasal dari kata بشزا-يبشز- بَشزyang artinya bersuka hati, gembira, menyampaikan kabar baik (Mahmud Yunus, 1989: 65). Budihardjo mengutip dari al-Raghib al-Ashfahani bahwa kata kerja basyara berarti bergembira, mengembirakan, dan menguliti (Budihardjo, 2010: 189). Jadi basyara bisa diartikan sebuah kabar baik yang apabila disampaikan maka penerimanya akan merasa bersuka hati atau gembira. غلم : Berasal dari kata غلما-يغلم- غلمartinya dukana, sudah memiliki syahwat terhadap perempuan (Mahmud Yunus, 1989: 300). Juga bisa diartikan dengan Pemuda (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003: 1356). Dalam kitab tafsir al-Mishbah ghulam adalah seorang pemuda yang telah tumbuh memanjang kumisnya. Biasanya yang mencapai usia tersebut telah tumbuh pesat pula nafsu seksualnya, karena itu nafsu seksual dinamai juga غلمةghulmah (M. Quraish shihab, 2003: 61). Jadi ghulam merupakan anak muda yang secara fisik maupun biologis sudah memasuki usia dewasa. حلم : Terambil dari kata احتلم- حلما- يحلم- حلمyang berarti bermimpi (Mahmud Yunus, 1989: 108). Halima juga bisa diartikan dari 19 akar kata yang terdiri dari huruf ha‟, lam, dan mim, yang mempunyai tiga makna dasar, yaitu tidak tergesa-gesa, lubang karena kerusakan serta mimpi (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003: 793). Budihardjo mengutip dari Ahmad bin Faris bin Zakariya kata halim mempunyai tiga arti dasar, yaitu tidak tergesa-gesa, melubang sesuatu dan melihat sesuatu dalam mimpi (Budihardjo, 2010: 189). Jadi haliim merupakan ciri-ciri anak laki-laki yang memasuki usia dewasa secara psikologi dan akal. بلغ : Berasal dari kata بلوغا- يبلغ- بلغyang artinya sampai, menyampaikan, mendapat, balig, masak (Mahmud Yunus, 1989: 71). Jadi kata balagha diartikan dengan seorang anak yang telah berumur dewasa secara biologi maupun akal karena sudah bisa berargumen. سعي: Berasal dari kata سعيا- يسعي- سعيyang artinya bekerja, berjalan dan berlari (Mahmud Yunus, 1998: 171). Juga bisa berarti عمل amila bertindak, berbuat, berusaha (Ahamad Warson Munawwir, 1984: 634). Jadi sa‟ya diartikan sebuah gambaran tentang ciri bahwa seseorang telah dewasa uang sudah bisa bekerja membantu menafkahi keluarga. َرءى : Berasal dari kata رؤية-رءيا-يزى- رءىyang berarti memperlihatkan pendapat, pikiran, bermimpi (Mahmud Yunus, 1998: 136). Merupakan kata kerja mudhari‟ (masa kini dan datang) ini untuk mengisyaratkan bahwa apa yang beliau lihat itu seakan-akan masih terlihat hingga saat penyampaianya itu (M. Quraish Shihab, 2003: 63). Jadi maksud dari penggunaan kata ini adalah untuk membuat sesuatu yang terjadi seakan-akan masih terasa hinga saat ini. 20 َ َ ب: Dari kata بحاتا/ بحا- يذب- ب artinya menyembelih, memotong ((Mahmud Yunus,1998: 133). Juga berarti menyembelih, membunuh, mencekik/menjerat leher sampai mati dan membelah atau memecahkan (Ahmad Warson Munawwir, 1984: 441). Kata ك ْذبَب َب ا yang artinya saya menyembelihmu merupakan kata kerja mudhari‟ (masa kini dan datang). Penggunaan bentuk tersebut untuk kata menyembelihmu untuk mengisyaratkan bahwa perintah Allah yang dikandung mimpi itu belum selesai dilaksanakan, tetapi hendaknya segera dilaksanakan. Karena itu pula jawaban sang anak menggunakan kata kerja masa kini juga untuk mengisyaratkan bahwa ia siap, dan bahwa hendaknya sang ayah melaksanakan perintah Allah yang sedang maupun yang akan di terimanya (M. Quraish Shihab, 2003: 63). نظز: Berasal dari kata نظزانظز- –ينظزartinya melihat, merenungkan, memikirka, mempertimbangkan (Ahamad Warson Munawwir, 1984: 1433). Terkait dengan ayat diatas nadhara merupakan sebuah kemampuan intelektual yang digunakan untuk mempertimbangkan kemudian memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan hidup dan mati. ْف: Dari kata ئإ َ ْف ئإ لف-إ ال- –يفdiartikan berkerja lebih efektif atau efisien, lebih berdaya guna (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, 2003: 176). Hal ini mengisyaratkan bentuk kepatuhan Nabi Ismail kepada Allah dan orang tuannya dengan mematuhi perintah. 21 ًأ َ َز: Berasal dari kata ارا- زا- يأ ز-ز yang berarti menyuruh (Mahmud Yunus, 1989: 48). Juga bisa berarti memerintahkan (Ahamad Warson Munawwir, 1984: 38). Kata ا تإ ز Apa yang diperintahkan kepadamu, bukan berkata: sembelihlah aku. masih berkaitan dengan kata sebelumnya yakni hal tersebut adalah perintah Allah swt. Bagaimanapun bentuk, cara dan kandungan apa yang diperintahkan-Nya, maka ia sepenuhnya pasrah (M. Quraish Shihab, 2003: 63). Kalimat ini juga dapat merupakan obat pelipur lara bagi keduanya dalam menghadapi ujian berat itu. وجد: Berasal dari kata وجدا-يجد- وجدyang artinya akan mendapatkan sesuatu yang dimaksud (Mahmud Yunus, 1989: 492). Maksudnya anak ini Ismail kelak akan menjadi orang yang ternama atas ketaatan dan kebaikannya. صبز: Berasal dari kata صبزا-يصبىز- صبزyang artinya sabar, tabah hati, berani (Mahmud Yunus, 1998: 211). Juga bisa berarti حبسyang artinya menahan, mencegah (Ahmad Warson Munawir 1984: 760). Mengaitkan kesabarannya dengan kehendak Allah, sambil menyebut terlebih dahulu kehendak-Nya, menunjukkan betapa tinggi akhlak dan sopan santun sang anak kepada Allah swt. tidak dapat diragukan bahwa jauh sebelum peristiwa ini pastilah sang ayah telah menanamkan dalam hati dan benak anaknya tentang ke Esaan Allah dan sifat-sifat-Nya yang indah serat bagaimana seharusnya bersikap kepada-Nya. Sikap dan ucapan 22 sang anak yang di rekam ayat ini adalah buah pendidikan tersebut (M. Quraish Shihab, 2003: 63). سلم: Berasal dari kata ئسال ا- سلم – يسلمyang berarti tunduk, patuh, menerima sesuatu, jika dikembalikan kebentuk tsulatsi mujarrad berasal dari kata سال اسلم-سال ة- –يسلمartinya selamat, sentosa (Mahmud Yunus, 1998: 177). Jadi kata aslama atau salima bisa diartikan apabila seseorang patuh teruma kepada Allah maka hidupnya akan diselamatkanNya. ت َ َّل : Berarti bukit yang rendah (Mahmud Yunus, 1998: 79). Terambil dari kata التat-tall yakni anak bukit, tanah yang lebih tinggi daripada sekitarnya (Ahmad Warson Munawir 1984: 137). Ada juga yang memahaminya dalam arti tumpukan pasir/ tanah yang keras. Kata tallahu dari segi bahasa berarti melempar atau menjatuhkan seseorang keatas tumpukan. Maksudnya adalah membaringkan dan meletakkan pelipisanya dengan mantab pada satu tempat yang mantap dan keras, agar tidak bergerak (M. Quraish Shihab, 2003: 64). ىناد: Berasal dari kata نداء- ينادى- نادىyang artinya menyeru, memanggil, berteriak (Mahmud Yunus, 1998: 447). Jadi nada berarti bahwa ketika Ibrahim sudah bersiap akan menyembelih anaknya maka Allah segera berteriak memanggilnya untuk menghemtikan penyembelihan itu, karena telah nyata ketaatan Ibrahim kepada Allah dan ketaatan Ismail kepada Tuhan dan ayahnya. 23 َ صدَّل ْف َ : Berasal dari kata صد ا- يصدق- صدقyang artinya benar (Mahmud Yunus, 1998: 214). Jadi artinya membenarkan dengan melaksanakan sesuai batas kemampuan apa yang diperintahkan Allah. جزى: Berasal dari kata جزاء- جزى–يجزىyang artinya mencukupi, membagi (Mahmud Yunus, 1998: 87). Jadi jaza‟ merupakan balasan yang sangat banyak bagi orang yang mau berbuat baik dan sabar ketika mendapat ujian. ْذالبَب َبَلء: Berasal dari kata بالء-بلوا- يبلو- بالmencobai, menguji (Mahmud Yunus, 1998: 72). Budihardjo mengutip dari Ahmad bin Faris bin Zakariya kata bala‟ mempunyai dua arti pokok, yaitu buruknya sesuatu dan bagian percobaan (Budihardjo, 2010: 193). Agaknya dapat diketahui dengan membayangkan keadaan Nabi Ibrahim as. ketika itu. Anak yang telah beliau nantikan bertahun-tahun lamanya, kini harus beliau sembelih pada usia remaja. إدى: Berasal dari kata إداء-إدى- إدى – يفدءyang artinya menebus sesuatu dari tawanan (Mahmud Yunus, 1998: 320). Jadi fada diartikan dengan pengganti sesuatu yang tertahan. Tebusan biasanya diwujudkan dalam bentu yang lebih baik dan tepat. B. Munasabah 1. Pengertian 24 Kata munasabah yang berakar kata dari مناسبة- ينا سب-نا سب artinya patut, sesuai (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003: 1878). Secara etimologi, munasabah berarti persesuaian, hubungan atau relevansi sedang secara terminologi, munasabah adalah ilmu untuk mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian al-Qur‟an yang mulia (Abdul Djalal, 2000: 154). Jadi munasabah merupakan hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang sebelum dan sesudahnya. Seperti yang telah dikemukakan di atas, mengenai munasabah, para mufasir mengingatkan agar dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran ilmiah, seseorang dituntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa alQur‟an serta korelasi antar ayat (M. Quraish Shihab, 1998: 135). 2. Munasabah surat al-Shaffât dengan surat sebelum dan sesudahnya. a. Hubungan surat al-Shaffât dengan surat Yasin adalah sebagai berikut: 1) Surat al-Shaffât menjelaskan kisah-kisah Nabi Ibrahim dengan kaumnya berupa dialog-dialog yang bersifat partisipatif dan humanis yang juga kritis terhadap keadaan kaumnya. Hal ini tercermin pada ayat 83-112 . 2) Pada surat Yasin disebut secara umum berisi dialog-dalog anatara utusan-utusan Allah dengan kaumnya yang menentangya. Para utusan berdialog dengan cara yang santun akan tetapi balasan dari 25 kaumnya berupa hinaan dan penentangan. Kemudiaan umat-umat yang menentang para utusa dihancurkan Allah karena ingkar kepada-Nya dan para utusan-Nya terlihat pada ayat 13-24. (Departemen Agama RI, 2009: 258-259). b. Hubungan Surat al-Shaffât dengan Surat Sad adalah sebagai berikut: 1) Dalam Surat al-Shaffât dikisahkan perjuangan nabi-nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Ilyas, Lut, dan Yunus serta nasib umat mereka. 2) Dalam Surat Sad disampaikan nasib umat Nabi Nuh, „Ad, Fir‟aun, dan Ashaab Al - Aikah dan kisah kesabaran nabi-nabi Daud dan Sulaiman, Ayub, Ibrahim, Ismail, Ilyasa‟ dan Zulkifli dalam berjuang.(Departemen Agama RI, 2009: 338). 3. Munasabah ayat 101-112 dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Surat al-Shaffât ayat 101-112 juga memiliki munasabah (korelasi) dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Adapun hubungan antara ayat sebelum dan sesudahnya Dalam ayat ini terjadi keterpaduan jalinan antara ayat – ayat dalam satu tema. Ayat-ayat yang berkaitan dengan tema tersebut dimulai dari 83 yaitu menceritakan tentang perjuangan Nabi Ibrahim di tengah-tengah kaumnya, diawali dengan pendekatan diri kepada Allah pada ayat 84, kemudian menanyakan soal apa yang disembah ayahnya dan kaumnya pada ayat 85, dilanjutkan dengan penghancuran berhala pada ayat 91, perlawanan kaumnya dengan cara berdialog kepadanya. Karena tidak mampu menjawab perntanyaan- 26 pertanyaan yang dilontarkan Ibrahim kemudian sampai pada putusan membakarnya pada ayat 94-95 dan akhirnya beliau hijrah dari negerinya(Departemen Agama RI, 2011: 450). Kemudian dilanjutkan dengan Ayat berikutnya 100-112 yang menceritakan tentang kisah Ibrahim dalam perjalanannya ke negeri asing dengan anaknya Ismail. Diawali dengan do‟a Nabi Ibrahim tentang permohonan anak, kemudian diberi kabar gembira dilanjutkan dengan ketabahan hati ketika diuji oleh Allah dalam hal perintah menyembelih anaknya. Berkat ketabahanya, karena telah membenarkan mimpi dari Allah yang wajib dilaksanakannya, kemudian Ibrahim diberi balasan oleh Allah dengan karunia yang amat besar. Kemudian Ismail ditebus dengan seekor domba yang besar, dan akhirnya Kemudian dilanjutkan dengan karunia Allah lainnya yang besar dengan turunnya ayat sesudahnya kabar gembira tentang akan datangnya anak yang kedua yaitu Ishak (Departemen Agama RI, 2011: 450). Kemudian pada ayat 113-120 menerangkan tentang keberkahan Allah kepada Nabi Ibrahim dan Ishak, serta melimpahkan nikmat serta kesjahteraan kepada Nabi Musa dan Harun (Departemen Agama RI, 2011: 451). BAB III PROFIL IBRAHIM DAN ISMAIL SERTA TAFSIR SURAT AL-SHAFFÂT AYAT 101 – 112 27 A. Profil Ibrahim Sebelum menguak lebih dalam tentang bagaimana proses pendidikan yang dilakunan oleh Ibrahim dan anaknya yaitu Ismail, maka perlu mengenal sosok sang khalilullah tersebut. Ibrahim lahir di kawasan Damaskus. Ayahnya bernama Azar, seorang pembuat patung sekaligus penyembahnya. Ibrahim adalah sosok pencari kebenaran. Sejak muda dia kritis terhadap lingkungan hidupnya (Ahmad Chodjim, 2005: 130). Ketika Ibrahim masih muda, ia telah mendapat hidayah dari Allah sehingga merasa gelisah terhadap keimanan ayahnya. Melihat hal tersebut, kemudian Ibrahim dengan santun mengajak ayahnya dan kaumnya untuk beribadah kepada Allah serta meninggalkan penghambaan terhadap berhala. Akan tetapi, ajakan tersebut tidak mendapat respon yang baik dari kaumnya. Ibrahim pada suatu saat menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah dan menyisakan satu yang paling besar (Syihabudin Qalyubi, 2009: 32). Ketika orang-orang musyrik menjumpai berhala-berhala mereka yang dijadikan sesembahan dalam keadaan hancur, mereka langsung menuduh Ibrahim sebagai pelakunya. Ibrahim kemudian dipanggil untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam pemanggilan tersebut, Ibrahim mengajukan pembelaan bahwa perusakan terhadap sesembahan 27 mereka itu bukan dirinya melainkan berhala yang paling besar. Pembelaan Ibrahim tersebut ternyata tidak diterima oleh kaumnya sehingga berbuah 28 perdebatan yang akhirnya mengantarkan ke dalam hukum bakar. Akibat perbuatan tersebut Allah segera menolong, sehingga Ibrahim selamat dari sengatan api. Ibrahim adalah manusia pertama yang menabuh genderang perang penyembahan berhala (Ali Syari‟ati, 2003: 72). Cobaan beruntun menimpa Ibrahim, namun tidak membuatnya surut dalam berdakwah. Ia juga menyeru raja Namrud supaya menyembah Allah. Perdebatan sengit terjadi antara mereka berdua dan berakhir dengan kekalahan Namrud. Ia bertanya kepada Allah tentang bagaimana cara menghidupkan orang mati. Allah kemudian menyuruh Ibrahim menyembelih burung dan memotong-motongnya menjadi beberapa bagian. Masing-masing bagian diletakkan di gunung yang berbeda. Lantas Ibrahim memanggilnya. Dengan seizin Allah, burung itu hidup kembali dan datang menghampirinya (Q.S. al-Baqarah [2]: 258). Bersama Sarah, istrinya, dan Luth, keponakanya, Ibrahim mengadakan perjalanan dakwah ke Syam (Syiria). Pada waktu itu, penduduk Syam menyembah bintang. Disinilah terjadi Dialog tentang fenomena alam dengan mereka. Dari Syam mereka melanjutkan perjalanan dakwah ke Mesir. Raja Mesir terkenal bengis dan bermaksud menodai Sarah. Akan tetapi, kemudian ia menyadari kesallahannya. Sarah dihadiahi seorang hamba sahaya bernama Hajar yang kemudian dinikahkan kepada suaminya (Ibrahim). Dari Mesir mereka kembali ke Palestina. Pada awalnya, Sarah ikhlas untuk dimadu. Akan tetapi, setelah Hajar melahirkan Ismail, kecemburuan tampak pada dirinya. Untuk 29 menyelamatkan bahtera rumah tangga atas petunjuk Allah, Ibrahim membawa Hajar dan Ismail ke Makkah. Dari situ, mulailah mereka menjalani kehidupan baru di lembah Makkah ini. Berawal dengan perjuangan berat, mereka bertahan untuk hidup. Lantas datang pertolongan Allah dengan munculnya mata air Zam-zam. Melalui mimpi, Ibrahim mendapat ujian keimanan berupa perintah Allah untuk menyembelih Ismail, putera kesayangannya. Setelah lulus ujian, Ibrahim dan Ismail mendapat perintah dari Allah untuk membangun dan memelihara Baitullah. Di Palestina, Sarah mendapat kabar gembira dari Allah melalui malaikat. Dia akan dikaruniai seorang anak yang bernama Ishaq. Sarah sangat senag mendengar berita ini. Akan tetapi, hatinya was-was. Ia menyadari bahwa usianya sudah lanjut dan merasa tidak mungkin lagi mendapat keturunan. Meskipun demikian, bagi Allah hal itu bukanlah hal yang sulit. Ishaq pun lahir. Lebih lanjut, dari Ishaq lahirlah Ya‟qub. Nasab ini berlanjut hingga para nabi dan rasul yang menyeru umat-umatnya untuk beriman dan hanya beribadah kepada Allah (Syihabudin Qalyubi, 2009: 33-34). B. Profil Ismail Sebagaimana telah diketahui, bahwa Ismail adalah anak Ibrahim dari ibunya Hajar. Ismail pada waktu kecil bersama ibunya dibawa oleh Ibrahim ke Mekkah yang diwaktu itu masih belum mempunyai penghuni. 30 Ibrahim berangkat ke tempat lain, sedang Ismail dan ibunya ditinggalkan di Mekkah. Beberapa masa kemudian, barulah bermunculan orang-orang yang datang bermukim di Mekkah. Setelah Ismail mulai dewasa, Ibrahim menerima perintah Tuhan lewat perantara mimpi, supaya menyembelih anak kesayanganya. Ismail besedia untuk disembelih, sesuai dengan perintah Tuhan kepada ayahnya tetapi setelah Ibrahim siap untuk melakukan penyembelihan, datanglah perintah tuhan supaya penyembelihan Ismail itu ditukar dengan penyembelihan seekor domba. Penyembelihan domba ini disebut penyembelihan yang besar, karena di samping memperingati kepatuhan Ibrahim dan Ismail kepada perintah Tuhan, juga pengganti penyembelihan manusia. Ismail adalah sosok generasi muda yang membenarkan cit-cita luhur para bapak pendiri bangsa, founding fathers (Ahmad Chodjim, 2005: 131). Demi kebenaran, Ismail rela menjadi korban (bukan kurban) dan Ibrahim pun rela kehilangan anaknya sebagai kurban penegak kebenaran. Hal ini dilakukan bukan berarti Ibrahim adalah seorang yang edan. Kerelaan putranya untuk menegakkan kebenaran disikapi dengan arif. Sehingga yang dikurbankan bukan putranya, tetapi meterinya. Dalam bahasa al-Qur‟an Ismail ketika akan disembelih , diganti dengan domba dari surga (Ahmad Chodjim, 2005: 131). Dalam kehidupan Ismail, tersebut pula kerja sama Ismail dengan ayahnya Ibrahim membangun Baitullah (Ka‟bah) di Mekkah yang sampai 31 sekarang tetap dikunjungi oleh kaum Muslimin setiap tahun yang datang dari segenap penjuru (Fachruddin Hs, 1992: 530). C. Tafsir Surat Al-Shaffât 101-112 1. Tafsir surat Al-Shaffât secara umum Surat al-Shaffât merupakan satu diantara banyak surat dalam AlQuran yang membahas bukti-bukti tentang kemahakuasaan Allah SWT. Kata al-Shaffât berarti yang berbaris-baris merupakan kalimat dari ayat yang pertama. Adapun yang disebut berbaris-baris itu ialah malaikat-malaikat tuhan dialam malakut yang tidak diketahui berapa jutakah bilanganya kecuali Allah sendiri (Hamka, 1983: 106). Adapun kandungan dari surat al-shaffât diantaranya berisi tentang perlunya manusia beriman terhadap adanya hari kemudian serta menjalankan ajaran-ajaran yang disampaikan dalam al-Qur‟an. Manusia setidaknya terbagi ke dalam dua kelompok yaitu mukmin dan kafir yang masing-masing dari mereka nanti di akhirat memperoleh tempat surga atau neraka. Tergambarkan dalam ayat 11 samapi 19 tentang perinah kepada utusan-Nya untuk menyampaikan pertanyaan kepada manusia yang masih kafir dan tidak mau percaya (Hamka, 1983: 120). Dalam surat al-Shaffât ini dikisahkan perjuangan nabi-nabi terdahulu. Diantaranya : Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Ilyas, Luth, dan Yunus serta nasib umat mereka yang ingkar terhadap apa yang para Nabi ajarkan (Departemen Agama RI, 2009: 339-340).. 32 Surat ini mengajak manusia supaya beriman, jangan menyekutukan Allah serta tidak berpandangan salah terhadap Nabi Muhammad SAW. Selain itu Allah melalui surat al-Shaffât menghimbau untuk mengakui dan menjalankan ajaran al-Qur‟an, mengimani bahwa hidup itu tidak hanya sekarang saja melainkan bersambung sampai di akhirat. Manusi beriman mendapatkan hidup bahagia, sedangkan yang kafir akan sengsara (Q.S. al-Shaffât [37]: 110). Dalam surat ini juga menggambarkan tentang situasi kehidupan di dalam surga dan neraka. Gambaran tersebut dilukiskan dengan bagaimana penghuni-penghuni neraka itu saling menyalahkan tetapi itu tidak ada gunanya (Departemen Agama RI, 2009: 340). 2. Kabar Gembira Sebelum membahas ayat 101 perlu kita perhatika ayat sebelumnya yang berkaitan. Dalam surat al-shaffât ayat 100 Ibrahim menunjukkan ketaatanya dalam bertauhid kepada Allah. Dia berdo‟a kepada-Nya sebagai bentuk pengharapan terhadap sesuatu, bentuk kepasrahan dan wujud dalam beriman kepada-Nya. Do‟a yang disampaikan Ibrahim adalah sebagai berikut: Artinya: “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”(Q.S. al-Shaffât [37]: 100). 33 Dari do‟a tersebut Allah menjawab dengan kabar gembira akan datangnya anak yang amat sabar dan penyantun. Do‟a itu dijawab Allah dengan ayat selanjutnya, yaitu pada surat al-Sahffat 101 sebagai berikut: Artinya: “Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar”(Q.S. al-Shaffât [37]: 101). Kabar yang disampaikan itu mengisyaratkan bahwa anak tersebut adalah seorang lelaki. Hal itu di pahami dari kata ghulam. Ayat di atas mengisyaratkan juga bahwa dia akan mencapai usia dewasa. Ini di pahami dari sifatnya yang halîm/penyantun, karena seorang yang belum dewasa tidak dapat menyandang sifat tersebut (M. Quraish Shihab, 2003: 62). Dari ayat diatas terjadilah perbedaan pendapat tentang siapa yang dimaksud anak Ibrahim yang akan dsembelih antara Ismail atau Ishaq. Orang yahudi mendakwakan bahwa yang dimaksud disini adalah Ishaq, sebab Ishaqlah yang merupakan nenenk moyang mereka. Sedang kebanyakan orang muslim berkeyakinan bahwa yang dimaksud anak di sini adalah Ismail karena hanya dialah yang diajak kekota Makah (Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, 2000: 42). Melihat hal itu sebenarnya siapakah yang dimaksud ayat ini dan kemudian akan dikorbankan. Anak yang dimaksud di sini adalah Ismail. Alasannya adalah pengorbanan Ismail dilakukan di Mekkah 34 karena kata Mekkah sudah diketahui orang-orang Yunani sejak lama dengan nama Macroba. Macroba berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat melaksanakan korban. Ismai‟il dan Hajar tinggal di Mekkah, sementara Ishaq tidak pernah sampai ke Mekkah (Budihardjo, 2010: 189). Jadi ada hubungan antara tempat mengorbankan dengan Ismail. Ujian keimanan Ibrahim ini merupakan ujian yang sangat besar. Dimana Ibrahim harus memilih putra yang ia sayangi, sumber kebahagiaan dan memberi arti kepada eksistensi untuk dikorbankan sebagaimana seekor domba. Ibrahim harus merobohkan, menginjak tangan dan kakinya agar tidak terlepas. Jambak rambut dan potong urat nadinya. Ibrahim jatuh pada dua pilihan antara menyelamatkan Ismail atau menaati perintah Allah dengan mengurbankannya (Ali Syariati, 2003: 165-166). Pada akhirnya Ibrahim merelakan Ismail untuk dikorbankan dan dengan ini telah terbukti bahwa keimanan yang dimiliki Ibrahim sangatlah kuat. Dengan beberapa ujian ini Ibrahim dijadikan oleh Allah imam bagi seluruh manusia. Sebagaiman tertuang dalam QS. Al-Baqarah: 124 berikut: Artinya: Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan 35 saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim" (QS. al-Baqarah [2]: 124). 3. Musyawarah Nabi Ibrahim dalam menentukan suatu tindakan, dia mengajarkan kepada anaknya dengan cara yang bijak yaitu berdialog atau bermusyawarah. Meskipun sesuatu itu bersifat wahyu yaitu perintah dari Allah untuk menyembelih anaknya Ibrahim tetap menggunakan perasaan. Dialog ini tergambar dalam surat al-shaffât ayat 102 sebagai berikut: Artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”(Q.S. alShaffât [37]: 102)". Musyawarah berarti rapat, berunding (Kamisa, 1997: 372). Ketika Ismail sudah mencapai usia dewasa, Ibrahim diperintah agar menyembelih anaknya. Perintah itu didapatnya mealalui mimpi. Dia tidak lansung melaksanakannya, namun menanyakan pendat dulu kepada anaknya. Inilah dialog yang begitu menarik, suatu sikap terbuka, partisipatif dan komunikatif antara bapak dan anak. Hal ini dilakukan Ibrahim dengan tujuan agar lebih mudah diterima dan tentunya dengan maksud menguji kesabaran, keteguhan dan 36 keistiqomahan anaknya dikala masih belia dalam menaati Allah dan ayahnya (Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, 2000: 40). Dalam ayat ini, Ibrahim memberi kabar tentang perintah Allah kepadanya untuk menyembelih anaknya dengan cara memberikan tawaran padanya. Cara seperti itu dilakukan agar lebih mudah diterima oleh anaknya dan dengan maksud menguji kesabaran, ketegaran, dan keistiqamahan anaknya di kala masih kecil dalam mentaati Allah dan ayahnya (M. Quraish Shihab, 2003: 63). Kemudian Ismail menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu, niscaya kamu akan mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar”. Dalam Dialog ini Ismail merasa sangat yakin bahwa yang diperintahkan Allah pasti baik bagi hambanya dan tidak mungkin akan membuat celaka. Ismail juga ingin belajar sabar dengan apa yang diperintahkan Allah berupa ujian untuk menyembelihnya. Adapun dalam mengahadapi ujian, Ismail melaluinya dengan sabar (Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, 2000: 40). . Tidak memaksakan kehendak atau memberikan kebebasan kepada anaknya merupakan salah satu hal yang ditempuh Ibrahim dalam menaati perintah Allah. Hal ini tergambarkan dari sikap Nabi Ibrahim ketika mendapatkan perintah Allah melalui mimpi dia tidak langsung Melakukan perintah tersebut melainkan menawarkan terlebih dahulu kepada anaknya. Sebgaimana firman Allah dalam QS. Al-shaffât [37]: 102 sebagai berikut: 37 .... ... Artinya: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!"(QS. alShaffât [37]: 102). Begitu mulianya sikap Ibrahim yang tergambarkan dalam ayat diatas. Ibrahim menawarkan sebuah perintah yang dia dapat dari Tuhan melalui mimpi sebelum melaksanakannya. Ini agaknya Ibrahim memahami bahwa perintah tersebut tidak dinyatakan sebagai harus memaksakan kepada anaknya. Meskipun itu perintah Tuhan yang berarti wahyu dia menawarkan terlebih dahulu kepada anaknya. Bisa saja langsung melakukan tanpa harus meminta persetujuannya. Namun apabila sang anak membangkang maka itu adalah urusan ia dengan Allah. Ia ketika akan di nilai durhaka, tidak ubahnya dengan anak Nabi Nuh as. Yang membangkang nasihat orang tuanya (M. Quraish Shihab, 2003: 63). Hal ini menandakan betapa tingginya akhlaq Ibrahim dengan menghormati kebebasan berkeyakinan. Dalam Islam fitrah bertuhan adalah sebuah doktrin utama, namun dalam hak asasi manusia Islam memfokuskan diri pada persoalan eksistensi setelah dilahirkan ke bumi, berkembang menjadi dewasa dengan akal pikiran yang dipandang cukup untuk menentukan pilihan atas tindakannya (Zakiyyudin Baidhawy, 2011: 18). 4. Kepasrahan Digambarkan dalam QS. Al-shaffât ayat 103-105 berikut: 38 Artinya: “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ) dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”(QS. alShaffât [37]: 103-105). Ayat diatas menggambarkan tentang keimanan dengan bentuk kepasrahan Ibrahim dan kepatuhan Ismail kepada Tuhannya. Ibrahim yakin bahwa Tuhannya tidak mungkin akan menyakiti dirinya dan anaknya. Kesadaran bahwa segala sesuatu itu milik Allah membuat Ibrahim tidak goyah imannya (Achmad Chodjim, 2005: 147). Sekian lama Ibrahim menantikannya kemudian harus dia serahkan kepada Allah sebagai bentuk ketaatan. Kecintaan kepada Tuhan tidak dapat disepadankan dengan kecintaan kepada anak atau sekedar materi. Namun Allah berkehendak lain dengan diselamatkannya Ismail sebagai balasan atas usaha yang Ibrahim lakukan selama hidupnya. Ibrahim adalah nabi yang dijadikan panutan bagi orang-orang setelahnya. Dia menjadi imam dari Nabi Musa, Isa dan Muhamad hal ini sesuai dengan QS. Al-Baqarah ayat 124 sebagai berikut: .... ... Artinya: Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”(QS. al-Baqarah [2]: 124). 39 Kata imam dalam ayat tersebut berarti pemimpin atau teladan (Budihardjo, 2010: 187). Artinya Ibrahim adalah sosok nabi yang dijadikan panutan para nabi-nabi setelahnya. Dia dijadikan teladan karena ujian yang telah ia terima sangatlah dahsyat dansulit untuk dijalankan. Didalam QS. „Ali ‟Imran juga ditunjukkan bahwa kita dianjurkan untuk mengikuti jejaknya. Berikut bunyi ayatnya: Artinya: “ Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman” (QS. „Ali ‟Imran [3]: 68). Ayat diatas menunjukkan bahwa untuk menjadi guru harus bisa dijadikan teladan bagi siswanya. Istilah dalam bahasa Jawa guru itu isa digugu lan ditiru. Keteladanan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan. Bagaimana tidak, pepatah bilang jika guru kencing dengan berdiri misalnya murid pasti kencing dengan berlari. Ibrahim dijadikan panutan karena memiliki keistimewaankeistimewaan yang memang patut dijadikan panutan (Ashad Kusuma Djaya, 2003: 94). Salah satu keistimewaan itu adalah pandangan visionernya yang mampu menembus sekat-sekat zaman. Ibrahim mampu berpikir untuk masa depan tentang suatu tempat berpasir 40 kemudian dia yakin kelak akan menjadi tempat yang banyak penduduknya. Dia melahirkan sebuah kehidupan baru di wilayah gurun tandus bernama Bakkah (Makkah), dimana tidak ada kehidupan sebelumnya disana. Tentu Hajar budak yang dijadikan istri pada waktu itu tidak tahu bahwa di tanah tandus itu kelak akan lahir orang besar dari keturunannya. Kenyataan itu haruslah dipahami bahwa kehadiran Muhammad telah jauh-jauh dipersiapkan oleh Ibrahim ketika membuang istrinya, Hajar dan anaknya, Ismail di gurun tandus itu (Ashad Kusuma Djaya, 2003: 95). Pola pikir yang seperti ini harusnya dijadikan contoh bagi umat Islam dalam mengembangkan potensi yang ada. Ibrahim memiliki keyakinan kuat tentang masa depan. Segala sesuatu bisa berubah menjadi lebih baik dengan cara bersabar dalam berproses dan menyerahkan hasilnya kepada Allah. 41 BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS MENURUT SURAT AL-SHAFFÂT AYAT 101-112 A. Pendidikan Partisipatif Humanis Pendidikan partisipatif humanis terdiri dari tiga suku kata, pertama “pendidikan” yang kedua “partisipatif” dan yang ketiga “humanis”. Untuk lebih memberikan makna secara mendalam, maka perlu di telusuri apa arti dari tiga kata diatas. 1. Pengertian Pendidikan. Orang-orang Yunani, lebih kurang 600 tahun sebelum Masehi, telah menyatakan bahwa pendidikan ialah usaha membantu manusia menjadi manusia (Ahmad Tafsir, 2010: 33). Ada dua kata yang penting dalam kalimat itu, pertama “membantu” dan kedua “manusia.” Manusia perlu dibantu agar ia berhasil menjadi manusia. Seseorang dapat dikatakan telah menjadi manusia bila telah memiliki nilai kemanusiaan. Pada zaman Nabi Muhammmad pengertian pendidikan dapat digambarkan dengan usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi, dan menciptakan lingkungan soaial yang medukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim (Zakiah Darajat, dkk, 2008: 27-28). Orang Arab Mekah yang tadinya penyembah berhala, 42 42 musyrik, kafir, kasar dan sombong maka dengan usaha dan kegiatan Nabi mengislamkan mereka, lalu tingkah laku mereka berubah menjadi penyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa, mukmin, muslim, lemah lembut dan hormat pada orang lain. Dengan perubahan yang lebih baik itu berarti Nabi Muhammad telah mendidik, membentuk kepribadian muslim orang – orang Mekah. Dapat disimpulkan, Nabi Muhammad adalah seorang pendidik yang berhasil. Melihat pemaparan di atas, penulis berpendapat bahwa pendidikan merupakan proses perubahan manusia menjadi manusia yang dewasa sepanjang hidup. Artinya pendidikan itu berlangsung terus hingga manusia itu dewasa, dan proses pendewasaan itu terus berkembang sampai akhirnya manusia itu mati. Orang yang berpendidikan ialah orang yang mampu dalam pengendalian diri, cinta tanah air, dan memiliki pengetahuan luas. Melihat situasi masyarakat saat ini pendidikan kita masih belum berhasil dan perlu pembenahan di semua lini. Aturan yang ada tidak membuat mereka berubah menjadi baik akan tetapi mereka berusaha untuk melanggarnya. Berbagai tindak kecurangan terjadi pada hampir seluruh lini kehidupan. Mulai dari hal terkecil saja sudah teerjadi seperti mencontek ketika ulangan di bangku sekolah, melanggar rambu - rambu lalu lintas ketika di jalanan hingga membuang sampah sembarangan. Ini merupakan bukti betapa remuknya pendidikan kita. Betapapun, pendidikan masih dapat dihraapkan menanamkan dan menyebarkan nilai- 43 nilai antikorupsi kepada para peserta didik sehingga sejak dini mereka memahami bahwa korupsi itu bertentangan dengan norma hukum maupun norma agama (Bambang Widjoyanto dkk, 2010: 52). Dengan ini penulis tawarkan untuk kembali kepada pendidikan yang Islami yakni kembali kepada tuntunan kita Al-Qur‟an yang mulia serta Sunah agar pendidikan kita bisa kembali maju, mampu mandiri dan siap bersaing dengan dunia global. 2. Pendidikan Partisipatif Pendidikan partispatif merupakan proses pendidikan yang melibatkan semua komponen pendidikan, khususnya peserta didik (Muis Sad Iman, 2004: 4). Model pendidikan seperti ini bertumpu dengan mengutamakan nilai-nilai demokrasi, pluralisme, dan kemerdekaan manusia (peserta didik). Dengan landasan nilai-nilai tersebut, guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan ruang seluas-luasnya bagi peserta didik untuk berekspresi, berdialog, dan berdiskusi. Menurut Munif Chatib pendidikan itu disebut dengan pendidikan dua arah. Dengan demikian, suasana akan lebih cair, fleksibel, menyenangkan dan efektif. Model pendidikan ini ia lihat dari negara Finlandia. Negara Finlanda merupakan salah satu negara yang memilki model pendidikan yang baik ditingka dunia. Ia mendapatkannya menmelalui hasil video conference Dewan Guru di Finlandia pada Januari hingga Mei 2008 (Munif Chatib, 2012: 27). Salah satu bentuk praktis dari pendidikan negara tersebut adalah siwa diarahkan mampu 44 mengevaluasi secara mandiri hasil belajar masing-masing. Mereka didorong supaya bekerja secara individu, tak peduli apa pun hasilnya. Ini akan membantu peserta didik untuk belajar bertanggung jawab atas pekerjaan mereka sendiri. Pendidikan ini dijalankan sangat demokratis dan penekananya pada proses bukan pada hasil belajar. Dalam konteks inilah pendidikan lebih berfungsi untuk memberikan kebebasan dan kemerdekaan peserta didik, sehingga potensi yang dimiliki dapat berkembang dengan baik (the learners-centered teaching). Para pendidik hendaknya memandang peserta didik sebagai kumpulan individu yang selalu khas dan unik, sehingga pendidik dituntut mampu mengeksplorasi kemampuan, kecerdasan, kecnderungan, minat dan bakat peserta didik yang sangat beragam tersebut. Setiap insan terlahir kedunia ini dalam keadaan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya (Munif Chatib, 2010: 12). Perbedaan dari genetik juga ditambah dengan pengaruh lingkugan yang melingkupi pengalaman hidup manusia, baik lingkungan keluarga, masyarakat, teman sepermainan, sekolah maupun lingkungan lainnya. Salah satu ukuran untuk menilai keberhasilan pendidikan adalah sejauh mana proses itu mampu mengeksplorasi kecerdasan minat dan bakat peserta didik serta mengembangkannya secara maksimal. 3. Pendidikan Humanis Humanis diartikan sebagai orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik, 45 berdasarkan asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia (Departemen Pendidikan Nasional 2007: 412). Humanis adalah sebuah proyek utopia (dalam arti yang positif) untuk kaum tertindas dan terjajah (Paulo Freire, 2007: 189). Sebuah pemberian ruang bagi kaum yang memiliki keterbatasan agar mampu bangkit dari kekurangan dengan pemberian kebebasan untuk menentukan kemajuannya. Nampaknya pendidikan kita telah mengalami proses dehumanisasi (Moh. Syakur, 2011: 86). kemunduran Dikatakan dengan demikian menurunnya karena pendidikan nilai-nilai mengalami kemanusian yang dikandungnya. Selama ini kita lihat pendidikan hanya sebagai formalitas saja, apalagi menghasilkan insan-insan pendidikan yang berkarakter manusiawi. Pendidikan kita belum mampu menghasilkan jaminan atas perbaikan kondisi sosial yang ada. Korupsi, nepotisme dan budaya non manusiawi menjamur di negara kita. Hal ini tak lain karena proses pendidikan kita yang belum baik. Tujuan dari pendidikan sejati adalah pertumbuhan dan perkembangan diri peserta didik secara utuh sehingga mereka menjadi pribadi dewasa yang matang dan mapan, mampu menghadapi berbagai masalah dan konflik dalam kehidupan sehari-hari. Agar tujuan ini dapat tercapai maka diperlukan sistem pembelajaran dan pendidikan yang humanis serta mengembangkan cara berpikir aktif - positif dan keterampilan yang memadai. 4. Pendidikan Partisipatif Humanis 46 Pendidikan partisipatif humanis merupakan gabungan dua macam pendidikan yang memiliki makna yang saling menguatkan antara satu dengan lainnya. Yakni gabungan antara betapa pentingnya peran seluruh komponen pendidikan subjek maupun objek didik dengan yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia. Pendidikan ini dilakukan dengan tanpa kekerasan dan juga paksaan, lebih bersifat demokratis, tidak membunuh karakter peserta didik dan lebih manusiawi. Bagi pendidiknya tidak semata-mata penentu dalam keberhasilan belajar. Semua komponen pendidikan bertanggung jawab atas sukses tidakanya proses pendidikan. Hal ini dalam tataran berusaha membentuk sosok manusia yang daapat memberikan kontribusi bagi manusia menuju terciptanyahakikat kehidupannya, sesuai dengan transfer pengetahuan yang dialami (Firdaus M. Yunus, 2007: 7). Kata cinta mungkin merupakan sebuah kata yang bisa untuk memaknai paradigma pendidikan partisipatif humanis. Yakni mendidik dengan cinta. Pendidikan yang demikian ini juga bisa disebut pendidikan pembebasan. Pembebasan berasal dari kata dasar bebas yang bermakna tidak terhalang terganggu dan sebagainya sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat dan sebagainya dengan luas (Kamisa, 1997: 68). Dari pengertian diatas, secara sederhana bisa dipahami bahwa bebas merupakan situasi atau keadaan yang memungkinkan bergeraknya suatu 47 hal sesuai dengan yang dikehendaki tanpa adanya bayang-bayang pemaksaan dan diktatorisasi dari pihak manapun (Umiarso dan Zamroni, 2011: 52). Bentuk pendidikan partisipatif humanis diantaranya sebagai berikut: a. Bersifat Dialogis Idealnya, hubungan antara guru dan peserta didik adalah sebagai fasilitator dan subjek didik sehingga ada keharmonisan. Pendidikan tidak hanya top-down tetapi bottom up. Artinya pendidikan berjalan dengan komunikasi dua arah. Oleh karena itu satu-satunya alat paling efektif dalam sebuah pendidikan pemanusiaan adalah adanya hubungan timbal balik permanen berbentuk dialog (Firdaus M. Yunus, 2007: 46). Peran orang tua sebagai orang yang bertanggung jawab mendidik anaknya di rumah dan juga pemerintah yang dalam hal ini juga bertanggung jawab atas kemajuan bangsanya. Proses ini merupakan kebutuhan untuk menuju keberhasilan pendidikan. Jadi, dari sini akan timbul kesadaran bersama untuk mensukseskan pendidikan. Peserta didik merasa perlu mendapat pengetahuan, sedangkan guru berusaha untuk memantapkan diri dalam rangka membuka wawasan peserta didik dengan penegtahuan yang lebih. Sedangkan tugas orang tua dan pemerintah memberi fasilitas dan support untuk terwujudnya pendidikan yang lebih baik. Dengan model dialogis pendidikan lebih memanusiakan bukan seperti pendidikan tradisional gaya bank dimana guru mentransfer 48 pengetahuan kepada murid. Guru sebagai subjek sedangkan murid sebagai objek, guru mengajar, murid diajar, guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa, guru berpikir, murid dipikrkan, guru bercerita, murid mendengarkan, guru mengatur murid diatur dan seterusnya (Firdaus M. Yunus, 2007: 17). Pendidikan tradisonal juga tidak melibatkan orang tua, orang tua pun tidak ingin dilibatkan dalam ungkapan jawa wes masa bodhoa manut pak guru. b. Memberdayakan Pendidikan yang tepat perlu dilakukan lewat pemberdayaan terhadap peserta didik melalui sekolah. Pemberdayaan tersebut harus melalui transparansi dan kemauan untuk selalu memperbaiki dan mengevaluasi secara terus menerus. Sedangkan dalam melihat input sekolah perlu menegaskan tentang kebijakan, tujuan dan mutu dengan jelas kepada warga sekolah. Demikian pula dengan sumberdaya yang dimiliki harus dimanfaatkan. c. Tidak Monoton Selalu diadakan pembenahan agar memberikan perubahan yang terus membaik. Salah satu bentuk pembenahannya sekolah membuat kurikulum yang sesuaikan dengan realitas peserta didik. Pembenahan tersebut tidak akan berarti jika tidak diikuti dengan pembenahan manajemen sekolah. Sebab sekolah merupakan unit pelaksana tugas yang paling depan dan strategis dalam pendidikan. 49 Maka perlu adanya perubahan sistem manajemen pendidikan yang bertumpu pada sekolah. B. Nilai-nilai Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam Surat Al-Shaffât Ayat 101-112 Tuhan mendidik manusia agar menjadi manusia yang sebenarbenarnya. Salah satu bentuk pendidikan-Nya adalah melalui al-Qur‟an. Tuhan mendidik manusia di gambarkan dengan bentuk susunan al-Qur‟an, dimulai dari al-Fatihah yang merupakan pembukaan, berisi tentang kandungan al-Quran dilanjutkan al-Baqarah (sapi betina) hingga di akhiri dengan An-Nas (manusia). Menurut penulis ini merupakan sebuah hikmah oleh Allah yang merupakan tantangan bagi manusia untuk di nyatalaksanakan dalam kehidupan. Manusia berasal segumpal darah kemudian diperintah untuk membaca dan Allah mengajarkan apa yang tidak manusia mengetahuinya (Al-„Alaq:1-5). Itulah salah satu bentuk Tuhan mendidk manusia dalam al-Qur‟an. Disini penulis akan membahas nilainilai pendidikan partisipatif humanis menurut al-Qur‟an dalam surat ashShafaat sebagai berikut: 1. Kabar Gembira Akan Datangnya Anak Diawali dengan ini, perjalanan panjang perjuangan seorang kekasih Allah yaitu Ibrahim yang sangat melelahkan telah menemui titik terang. Ujian datang bertubi-tubi mulai dari usahanya mendakwahi ayahnya yang bekerja sebagai pembuat patung kemudian menyembahnya. Ujian yang selanjutnya adalah Usaha Ibrahim untuk menyadarkan 50 kaumnya dari kesesatan dengan balasan tidak menyenangkan yaitu di bakar oleh kaumnya. Karena peristiwa itulah kemudian Ibrahim harus hijrah ke negeri lain demi keberlangsungan dakwahnya. Bertahun tahun lamanya Ibrahim hidup tanpa diberi keturunan namun tidak membuat hatinya goyah dalam beriman kepada Allah. Dengan selalu berdoa meminta keturunan untuk melanjutkan misinya. Akhirnya Tuhan memberinya kabar gembira tersebut (Q.S. al-Saffât[37]: 101). Hal ini berarti bahwa, dalam proses untuk mencapai keberhasilan itu berjalan tidak instan, perlu pengorbanan dan kegigihan serta kesabaran. Pendidikan juga seperti itu mangalami proses panjang untuk mencapai pendidikan yang lebih manusiawi. Untuk sampai pada tujuan tersebut tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Artinya untuk mencapai pendidikan lebih maju diperlukan usaha yang maksimal disertai keikutsertaan atas seluruh komponen yang terkait dengannya dan ini berjalan sepanjang masa hingga kiamat tiba. Pembenahan harus selalu dilakukan untuk mencapai pendidikan yang berkemajuan. 2. Berdiskusi Tentang Perintah Allah Setelah Ibrahim diberi kabar gembira kemudian Ibrahim diperintah Allah untuk menyembelih anaknya (Q.S. al-Saffât[37]: 102). Hal ini beliau lakukan dengan cara berdialog, agar lebih bisa diterima dengan hati yang ikhlas. Sebagai anaknya pun Ismail menjawab dengan santun dan hormat agar tidak menyakiti hati orang tuanya. Ismail memikirkan matang-matang tentang perintah Allah tersebut. Dari sisi lain, 51 peristiwa pengorbanan tersebut menyiratkan prinsip konsultasi atau musyawarah dalam pengambilan keputusan (Munzir Hitami, 2009: 1162). Oleh sebab itu orang Islam sebaiknya sering melakukan diskusi dan pengkajian tentang agamanya agar Islam selalu terbarukan dan memberi pencerahan sehingga menarik untuk diikuti tidak membuat manusia sulit untuk mengerjakan. 3. Proses Pelaksanaan Perintah Allah Dalam mentaati perintah Allah dan orang tuanya Ismail melaluinya dengar sabar (Q.S. al-Saffât[37]: 102). Karena dia yakin bahwa apa yang diperintahkan Allah pasti memilki tujuan yang baik dan tidak akan merugikan dirinya. Maka Allah pasti memberikan yang terbaik bagi hambanya. Meski perintah itu berupa pengorbanan dirinya pada akhirnya penngorbana tersebut memberikan hikmah yang sangat luar biasa bagi diri maupu umat manusia. 4. Pujian dan Hadiah Kepada Orang yang Taat a. Pemberian Hadiah Disini Allah memberi hadiah dalam bentuk mengganti Ismail dengan seekor domba besar, putih bulunya dan bagus untuk disembelih sebagaimana yang tertuang dalam QS. Al-shaffât ayat 107 sebagai berikut: Artinya: “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”(QS. al-Shaffât [37]: 107). 52 Hadiah yang diberikan Allah tidak hanya itu nama baik yang hingga sekarang dijadikan tauladan atas kesabarannya. Dalam pendidikan hadiah juga sangat penting untuk memberikan semangat bagi peserta didik. Hadiah sebaiknya diberikan karena prestasi yang diraih dari peserta didik. Dengan demikian akan memberikan sebuah pemahaman bahwa untuk bisa menerima sesuatu perlu adanya usaha yang sesuai. Pengorbanan disini juga sebagai bentuk transformasi budaya dari budaya sebelumnya yaitu dari mengorbankan manusia sebagai bentuk kepasrahan dan ketaatan kepada Tuhan, menjadi pengorbanan harata benda yang di sisni diwujudkan dengan domba. Budaya seperti ini kemudian menurut perkembangan perjalanan dalam Islam juga masih dilakukan dalam bentuk Aqiqoh atau Qurban sebgai bentuk ketaatan dan kepasrahan. b. Pujian Dengan ketaatan yang dilakukan Ibrahim kepada Allah, Ibrahim diberi pujian dari orang-orang sesudahnya. Sebagaimana firman Allah QS. al-Shaffât ayat 108 berikut: Artinya: “Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian”(QS. alShaffât[37]: 108). 53 Dalam pendidikan reward sangatlah penting diberikan kepada siawa. Sering guru atau orang tua kurang peduli terhadap prestasi anak meskipun kecil bentuknya. Ayat diatas merupakan contoh pendidikan dalam bentuk pemberian pujian terhadap hambanya yang taat. Disini bagi pendidik ataupun orang tua selaiknya mencontoh apa yang ada dalam surat itu. Memberi pujian kepada anak terhadap prestasi yangmereka raih. Bagi kita manusia, Allah juga akan memberi kabar gembira, bahwa oarang yang memiliki prestasi akan mendapatkan pujian dari orang-orang sesudahnya. Teori-teori kita dipakai dan dikembangkan oleh generasi setesudah kita. Maka dari itu berbuatlah sebaik mungkin ahsanu „amal buakan sekedar berbuat banyak tapi tanpa makna. Apa yang kita lakukan tentunya harus mengandung nilai yang bermanfaat bagi kehidupan selanjutnya. C. Bentukan Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam Surat Al-Shaffât Ayat 101-112 Sebagaimana kita ketahui pendidikan merupakan suatu yang sangat penting bagi manusia. Islam menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang sangat penting juga dalam kehidupan umat manusia. Pendidikan harus ditempuh bahkan merupakan sebuah kewajiban dari ayunan samapai liang lahad. Pendidikan partisipatif humanis merupakan pendidikan yang memberi kebebasan kemudian tanggung jawab peserta didik merupakan sebuah konskuensinya. 54 Allah SWT telah menjadikan Ibrahim dan anaknya Ismail sebagai contoh proses pendidikan dari seorang bapak kepada anaknya dan contoh tersebut dikemukakan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada segenap umatnya. Dalam surat Al-shaffât ayat 101-112 pendidikan partisipatif humanis yang terdapat didalamnya diantaranya sebagai berikut : 1. Pendidikan Tauhid Pendidikan tauhid merupakan pendidikan yang paling dasar untuk memperkuat spiritual dalam kehidupan. Dasar bukan berarti sesuatu yang tidak memilki peran penting, akan tetapi untuk mengupayakan terciptanya keadaan yang lebih baik diperlukan dasar yang kuat. Ibarat bangunan, pendidikan tauhid merupakan pondasi yang ditanam didalam tanah berisi batu-batu besar dan besi yang di rangkai sedemikian rupa, model rangkaian cakar ayam misalnya yang terkenal kuat. Pondasi sering tidak terlihat akan tetapi fungsinya sangat urgen. Dalam Islam tauhid juga dijadikan sesuatu yang paling mendasar dan dijadikan patokan dari bidang lainnya. Bagi umat Islam sudah sepatutnya berkeyakinan bahwa agama Islam dijadikan satu-satunya agama yang diterima disisi Allah. Sebagaimana firman-Nya: Artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, 55 dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi”(Q.S. Ali‟Imran: 85). Kemiskinan dan kebodohan merupakan faktor penyebab seseorang berubah agama atau keyakinan. Dengan adanya ujian banyak orang yang menjual keyakinannya. Mereka merasa bahwa Tuhan yang selama ini sembah adalah Tuhan yang salah. Namun tidak semuanya seperti itu ada yang karena kemiskinan membuat mereka sadar, merasa masih kurangnya mereka dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal itu bisa membuat mereka bisa tambah imannya. Adapun harta dan kecerdasan adalah salah satu alat yang paling mujarab untuk proselitysme (Pemurtadan). Dengan harta banyak orang yang terjerat karenanya. Seperti Qarun yang diazab terrkubur bersama hartanya karena lalai dengan kewajiban pada Tuhan setelah menjadi kaya. Nilai-nilai pendidikan akidah dari keimanan Nabi Ibrahim terhadap Nabi Ismail dan Siti Hajar kepada Allah dapat menjadi contoh betapa mahalnya harga sebuah keimanan. Nilai – nilai tersebut tidak hanya diteladani tapi juga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari – hari. 2. Pendidikan Akhlak Terlihat dari ucapan Ismail, “insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”(QS. al-Shaffât[37]: 102). Hal ini menunjukkan betapa tinggi akhlak dan sopan santunnya kepada Allah dan orangtuanya. Tidak dapat diragukan bahwa jauh sebelum peristiwa ini pastilah ibunya, Siti Hajar dan ayahnya, Ibrahim telah menanamkan 56 dalam hati dan benaknya tentang keesaan Allah. Sikap dan ucapan Ismail ini yang direkam oleh ayat sebagai buah dari pendidikan. 3. Pendidikan Humanis Pendidikan memanusiakan manusia dengan patuh kepada Allah, meskipun perintah pengorbanan itu irrasional namun keyakinan mengalahkan fikiran. Pendidikan humanis berisi nilai-nilai keutamaan atau kebajikan yang dapat mengangkat kemuliaan manusia. Dalam kontek humanis, Ibrahim mengajarkan Ismail bagaimana membangun harkat dan martabat manusia di sisi Allah. Nilai kemanusiaan ditegakkan diatas sifat-sifat luhur budaya manusia dengan membebaskan diri dari sifat-sifat kebinatangan. Simbolisme mengorbankan binatang dipahami sebagai upaya untuk memanusiakan manusia melalui pendidikan. Dengan pendidikan ini menjadikan anak mampu mengembangkan potensi dirinya dan mampu memilih dan mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan. Upaya inilah yang terlihat dalam konsep pendidikan Ibrahim terhadap Ismail ini. 4. Pendidikan Spiritual dan Emosional Kematangan spiritual yang didasarkan pada keimanan dan ketaatan serta kepatuhan terhadap perintah Allah, disamping kesiapan emosional yang diekspresikan dalam bentuk ketegaran dan kesiapan mental dalam menghadapi perintah. Hal ini merupakan hasil pendidikan yang ditanamkan Ibrahim dan ibunya Siti Hajar kepada anaknya sejak kecil. 5. Pendidikan Karakter 57 Sikap demokrasi Ibrahim kepada Ismail menunjukkan kedewasaan pendidik, artinya Ibrahim tidak otoriter (pemaksaan) dan diktator terhadap Ismail ketika menyampaikan perintah untuk menyembelihnya, tetapi lebih kepada syura‟. Hal ini terjadi karena Ibrahim berusaha memahami siapa dan bagaimana kesanggupan anak yang dihadapinya. Demokratisasi Ibrahim dalam mendidik Ismail merupakan kearifan pendidik yang profesional. Kearifan ini muncul karena mempertimbangkan sikap mental dan kejiwaan peserta didik. Dengan pertimbangan dan kearifan dari pendidik yang professional akan mewujudkan dan yakin dengan keberhasilannya. 6. Pendidikan Berlandaskan Metode Dialogis Ibrahim memberitahukan Ismail tentang mimpinya agar dapat dipahami oleh Ismail yang masih remaja. Cara berdialog ini melatih untuk berargumentasi, ketangguhan dan keteguhan untuk patuh kepada Allah dan orang tuanya. Begitu juga istrinya yang dengan rela memenuhi perintah Allah biarpun putra satu-satunya yang sudah bertahun-tahun didambakan harus siap dikorbankan. Ini merupakan keberhasilan Ibrahim dengan kecerdasan akal tetapi lebih mendahulukan wahyu sebagai seorang suami dan bapak dalam mendidik mereka. Sikap kepatuhan ini dapat dipahami sebagai kunci keberhasilan pendidikan. Proses dialog ini mengandung makna filosofis yang begitu dalam pemahamannya akan nilai dan kesadaran kedua pihak yang terlibat. Apabila dikaitkan dengan dengan kurun waktu terjadi peristiwa kira-kira sekitar 2000 tahun SM 58 yang lalu dan dihubungkan dengan era kekinian, sungguh kejadian tersebut sangat konstektual dalam penerapan sampai sekarang. 7. Pendidikan Sosial Pengorbanan yang dilakukan nabi Ibrahim mengandung nilai pendidikan sosial. Pertama, merelakan apa yang dicintai dikorbankan untuk kepentingan yang lebih bermanfaat. Ibrahim berhasil membunuh berhala rasa cinta kepada anaknya demi memperoleh ridha Allah, yang kemudian Allah mengganti kurban tersebut dengan seekor kibas. Kalau pada masa nabi Ibrahim harus mengorbankan Ismail yang dicintainya, saat sekarang bentuk Ismail bisa berwujud dengan harta benda, jabatan, istri, dan keluarga. Kedua, mewujudkan kepekaan sosial terhadap kondisi sekitar. Hal ini bisa dilihat ketika Nabi Ibrahim mau menyembelih Ismail ternyata Allah menggantinya dengan kibas. Kemudian dagingnya dibagikan kepada sesama manusia yang membutuhkan. Sesuai dengan firman Allah berikut ini: "Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat). kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur". (QS. Al-Hajj: 36). 59 Demikian konsep pendidikan yang tersirat dalam kisah Nabi Ibrahim dan Ismail yang bertujuan untuk memanusiakan manusia melalui proses pendidikan. Dialog dan demokratis sebagai upaya untuk membuka jalur informasi antara pendidik dan peserta didik jelas terlihat dalam kisah tersebut. Pendidik dapat mengukur kemampuan peserta didik sehingga akan ditemukan kesamaan persepsi tentang visi dan misi pendidikan yang dilakukan. Bila interaksi dan sinergi ini terjalin dengan harmonis maka kesuksesan dalam pendidikan akan berhasil. D. Implementasi Pendidikan Partispasipatif Humanis dalam Surat AlShaffât Ayat 101-112 Terhadap Pendidikan Global 1. Tantangan Kekinian Mengamati pendidikan di Indonesia tentunya masih banyak sisi kekurangan daripada kelebihan dibanding dengan negara lainnya. Dari segi kurikulum, managemen, bahan ajar, samapai kepada konsep dalam pengejawantahan pendidikan. Menurut Arief Rahman (2002), setidaknya ada sembilan titik lemah dalam aplikasi sistem pendidikan di Indonesia: a. Titik berat pendidikan pada aspek kognitif. b. Pola evaluasi yang meninggalkan pola pikir kreatif, imajinatif, dan inovatif. c. Sistem pendidikan yang bergeser (tereduksi) ke pengajaran d. Kurangnya pembinaan minat belajar pada siswa. e. Kultur mengejar gelar (title) atau budaya mengejar kertas (ijazah). f. Praktik dan teori kurang berimbang. 60 g. Tidak melibatkan semua stake holder, masyarakat, institusi pendidikan, dan pemerintah. h. Profesi guru/ustadz sekedar profesi ilmiah, bukan kemanusiaan. i. Problem nasional yang multidimensional dan lemahnya political will pemerintah. 2. Jawaban atas Tantangan Untuk mengantisipasi berbagai kelemahan pendidikan tersebut, perlu adanya konsep yang tepat untuk mengatasinya. Sesuai dengan konsep yang ada diata maka pendidikan perlu adanya kerjasama pelbagai pihak. Tidak hanya institusi pendidikan tetapi pemerintah serta masyarakat juga harus serius dalam menangani permasalahan ini agar SDM Indonesia memperoleh rating kualitas pendidikan yang memadai dan Islami. Untuk itu hendaknya dilakukan hal-hal sebagai berikut: a. Pendidikan harus didasarkan dengan pemahaman ketauhidan secara mendalam, sehingga pendidikan akan lebih kuat dengan disertai keyakinan yang tinggi kepada Allah. Para pelaku pendidikan dalam menjalankan tugasnya akan merasa diawasi oleh Tuhan sehingga terciptalah kedisiplian sesuai kesadaran. b. Orientasi pendidikan harus lebih ditekankan kepada aspek afektif dan psiko motorik. Artinya, pendidikan lebih menitikberatkan pada pembentukan karakter peserta didik dan pembekalan keterampilan atau skill, agar setelah lulus mereka tidak mengalami kesulitan 61 dalam mencari pekerjaan daripada hanya sekadar mengandalkan aspek kognitif (pengetahuan). c. Dalam proses belajar mengajar guru harus mengembangkan pola student oriented sehingga terbentuk karakter kemandirian, tanggung jawab, kreatif dan inovatif pada diri peserta didik. Peserta didik bisa lebih bebas dalam mengespresikan tujuan dari. d. Guru harus benar-benar memahami makna pendidikan dalam arti sebenarnya. Tidak mereduksi sebatas pengajaran belaka. Artinya, proses pembelajaran peserta didik bertujuan untuk membentuk kepribadian dan mendewasakan siswa bukan hanya sekedar transfer of knowledge tapi pembelajaran harus meliputi transfer of value and skill, serta pembentukan karakter (caracter building). e. Perlunya pembinaan dan pelatihan-pelatihan tentang peningkatan motivasi belajar kepada peserta didik sehingga anak akan memiliki minat belajar yang tinggi. f. Harus ditanamkan pola pendidikan yang berorientasi proses (process oriented), di mana proses lebih penting daripada hasil. Pendidikan harus berjalan di atas rel ilmu pengetahuan yang substantif. Oleh karena itu, budaya pada dunia pendidikan yang berorientasi hasil (formalitas), seperti mengejar gelar atau titel di kalangan praktisi pendidikan dan pendidik hendaknya ditinggalkan. Yang harus dikedepankan dalam pembelajaran kita sekarang adalah penguasaan 62 pengetahuan, kadar intelektualitas, dan kompetensi keilmuan dan keahlian yang dimilikinya. g. Sistem pembelajaran pada sekolah kejuruan mungkin diterapkan pada menyeimbangkan sekolah-sekolah antara teori umum. dengan bisa Yaitu dengan praktek dalam implementasinya. Sehingga peserta didik tidak mengalami titik kejenuhan berfikir, dan siap manakala dituntut mengaplikasikan pengetahuannya dalam masyarakat dan dunia kerja. h. Perlunya dukungan dan partisipasi komprehensif terhadap praktek pendidikan, dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap dunia pendidikan terutama masyarakat sekitar sekolah, sehingga memudahkan akses pendidikan secara lebih luas ke kalangan masyarakat. i. Profesi guru seharusnya bersifat ilmiah dan benar-benar “profesional”, bukan berdasarkan kemanusiaan. Maksudnya, guru memang pahlawan tanpa tanda jasa namun guru juga seyogianya dihargai setimpal dengan perjuangannya, karena itu gaji dan kesejahteraan guru harus diperhatikan pemerintah. j. Pemerintah harus memiliki formula kebijakan dan konsistensi untuk mengakomodasi semua kebutuhan pendidikan. Salah satunya adalah memperhatikan fasilitas pendidikan dengan cara menaikan anggaran untuk pendidikan minimal 20-25 % dari total APBN. Di sini 63 diperlukan political will kuat dari pemerintah dalam menangani kebijakan pendidikan. Jika kita mau jujur, berbagai kelemahan pendidikan kita seperti disebutkan di atas, pada dasarnya bertitik tolak pada lemahnya sumber daya manusia (SDM) yang ada. Padahal, SDM merupakan faktor utama yang menjadi indikator kemajuan suatu bangsa, di samping faktor sumber daya alam (SDA) (hayati, non hayati, buatan), serta sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi. Keberhasilan negara-negara Barat adalah didukung oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan hal itu berhubungan dengan pendidikan sebagai wahana pembentukan SDM. Jadi, permasalahan lemahnya SDM Indonesia pada dasarnya berawal dari rendahnya tingkat pendidikan, lemahnya keahlian dan manajemen serta kurangnya penguasaan teknologi. Lemahnya SDM menyebabkan Indonesia kurang mampu bersaing dengan negara-negara lain, padahal secara fisiografis Indonesia termasuk negara yang memiliki kekayaan alam melimpah tetapi sayangnya tidak dikelola dengan baik karena kualitas SDM-nya yang kurang mendukung. Sistem pendidikan sangat bergantung pada mutunya, seperti juga halnya barang dikatakan berkualitas dan mempunyai nilai jual yang tinggi karena memiliki mutu yang bagus. Ironis memang jika kita melihat nasib institusi pendidikan di Indonesia berdasarkan mutu pendidikan yang berada pada urutan terakhir di antara 12 negara Asia yang diteliti oleh The Political 64 and Eonomic Risk Consultancy (PERC) tahun 2001, jauh di bawh Vietnam (6). Hasil survei PERC itu mengacu pada tingkat kualitas lulusan pendidikan kita, dengan argumentasi, untuk mendapatkan tenaga kerja berkualitas tentunya sistem pendidikannya pun harus berkualitas. Sistem pendidikan yang tidak berkualitas mempengaruhi rendahnya SDM yang dihasilkan, yang pada gilirannya tidak mampu membawa bangsa ini “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi” dengan bangsa lain. Lemahnya SDM pendidikan sebagai ekses sistem pendidikan yang tidak berkualitas, memunculkan fenomena masyarakat pekerja (worker society) bak jamur di musim hujan. Ini tentu berbeda dengan sistem pendidikan yang baik, yang memproduksi employee society. Kita seharusnya belajar dari Jepang dan Korea Selatan. Walaupun kedua negara tersebut miskin sumber daya alam (SDA), tetapi karena dukungan SDM yang kuat, kedua negara Asia Timur itu menjadi pioneer ekonomi dunia, khususnya di kawasan Asia. Dalam konteks ini, masyarakat Jepang menurut H.D. Sudjana (2000) memiliki lima karakteristik khusus dalam sikap dan prilaku yang dipandang sebagai akar kekuatan bangsanya, yaitu: Pertama, emulasi. Yaitu hasrat dan upaya untuk menyamai atau melebihi orang lain. Orang Jepang, baik selaku perorangan atau sebagai warga negara memiliki dorongan untuk tidak ketinggalan oleh orang, kelompok, atau bangsa lain. 65 Kedua, consensus. Yaitu kebiasaan masyarakat Jepang untuk berkompromi, bukan konfrontasi. Budaya kompromi ini menimbulkan rasa keterlibatan masyarakat yang kuat terhadap kepentingan bersama. Budaya inilah yang menjadi pengikat kuat yang menjadi pengikat dasar (root bindting) kehidupan masyarakat Jepang. Ketiga, futurism. Yaitu mempeunyai pandangan jauh ke depan, masyarakat Jepang mempunyai keyakinan bahwa harkat individu akan naik apabila seluruh kelompok atau bangsa naik. Oleh karena itu kemajuan dan keberhasilan kelompok, masyarakat dan bangsa sangat diutamakan dalam upaya meningkatkan kemajuan individu. Keempat, kualitas. Mutu adalah jaminan kualitas. Artinya dalam setiap proses dan hasil produksi di Jepang, mutu menjadi faktor penarik (full factors). Kelima, kompetisi. Artinya sumber daya manusia dan produk bangsa Jepang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam tata kehidupan dan tata ekonomi global. 66 BAB V KESIMPULAN Al-Qur‟an surat al-Shaffât ayat 101-112 mempunyai paradigma tentang pendidikan partisipatif humanis yang meliputi sebagai berikut: A. Kesimpulan 1. Deskripsi dan munasabah surat al-Shaffât ayat 101-112. Pembahasan mengenai Q.S. al-Shaffât ayat 101-112 bermula bercerita mengenai hal ikhwal mimpi Nabi Ibrahim as. yang sejatinya wahyu dari Allah swt untuk mengorbankan anaknya sebagai bentuk keikhlasan dalam pengabdian. Al-Qur‟an al-Shaffât mempunyai hubungan (munasabah) dengan surat sebelum dan sesudahnya diantaranya adalah: surat Yasin dan Shad. Surat yasin bagian pertama mengisahkan tentang Nabi Ibrahim dan Isa dengan kaumnya. Bagian kedua tentang keadaan hari kianmat. Dalam surat Shad mengisahkan dua kutub yang saling berlawanan yaitu iman dan kafir serta sejarah nabi-nabi. 2. Konsep pendidikan pendidikan partisipatif humanis dalam surat al-Shaffât ayat 101-112. Setelah membahas Q.S. al-Shaffât ayat 101-112 maka penulis menemukan pendidikan partisipatif humanis perspektif Islam meliputi: Pendidikan berdasarkan tauhid, mengandung akhlak mulia, bersifat humanis, berkarakter, mempertimbangkan sepiritual dan emosional, dialogis, bermanfaat bagi umat. 68 67 3. Implementasi konsep pendidikan partisipatif humanis dalam surat al-Shaffât ayat 101-112. k. Pendidikan harus didasarkan dengan pemahaman ketauhidan secara mendalam, sehingga pendidikan akan lebih kuat dengan disertai keyakinan yang tinggi kepada Allah. l. Orientasi pendidikan harus lebih ditekankan kepada aspek afektif dan psiko motorik. m. Dalam proses belajar mengajar guru harus mengembangkan pola student oriented sehingga terbentuk karakter kemandirian, tanggung jawab, kreatif dan inovatif pada diri peserta didik. n. Guru harus benar-benar memahami makna pendidikan dalam arti sebenarnya. o. Perlunya pembinaan dan pelatihan-pelatihan tentang peningkatan motivasi belajar kepada peserta didik. p. Harus ditanamkan pola pendidikan yang berorientasi proses (process oriented), di mana proses lebih penting daripada hasil. q. Sistem pembelajaran pada sekolah kejuruan mungkin bisa diterapkan pada sekolah-sekolah umum. r. Perlunya dukungan dan partisipasi komprehensif terhadap praktek pendidikan, dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap dunia pendidikan. s. Profesi guru seharusnya bersifat ilmiah dan benar-benar profesional. 68 t. Pemerintah harus memiliki formula kebijakan dan konsistensi untuk mengakomodasi semua kebutuhan pendidikan. B. Saran 1. Bagi pendidik Dari konsep paradigma pendidikan partisipatif humanis perspektif Islam (studi terhadapa Q.S. al-Shaffât ayat 101-112) diharapkan menjadi wahana yang konstruktif bagi peningkatan guru Pendidikan Agama Islam kedepan. 2. Bagi lembaga pendidikan Lembaga pendidikan sebagai fasilitas dimana terdapat interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam proses pembelajaran, maka dalam hal ini lembaga pendidikan dituntut untuk bersikap terbuka terhadap lingkungan sekitarnya, baik dari perkembangan zaman maupun dari tuntutan masyarakat, karena lembaga sekolah disebut sebagai lembaga investasi manusia. 3. Bagi peneliti Bahwa hasil dari analisis tentang paeadigma pendidikan partisipatif humanis perspektif Islam (studi terhadapa Q.S. al-Shaffât ayat 101-112) ini masih banyak kekurangannya, maka dari itu diharapkan ada peneliti baru yang mengkaji ulang dari hasil penulisan ini. C. Penutup Puji syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, rakhmat, taufiq dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, akhirnya 69 penulis dapat menyelesaikan skripsi yang sederhana ini. Penulis menyadari meskipun dalam penelitian ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun dalam penulisan ini tidak lepas dari kesalahan dan kekeliruan. Hal itu sematamata merupakan keterbatasan ilmu dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif dari berbagai pihak demi perbaikan yang akan datang untuk mencapai kesempurnaan. Akhirnya penulis hanya berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi sumbangsih kepada penulis, baik berupa tenaga maupun do‟a. Semoga mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin. DAFTAR PUSTAKA Al-Farmawi, Abdul al Hayy.1996. Metode Tafsir Mawdhu’iy; Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Al-Nuquib Al- Attas, Syed Muhammad. Tanpa tahun. Konsep Pendidikan dalam Islam. Terjemahan oleh Haidar Bagir. 1994. Cet. 5. Jakarta: Mizan. Ali, Atabiak dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. 2003. Kamus Kontemporer Arab Indonesia. Yogyakarta: Multi Karya Grafika. Anshari, Endang Saifudin. 2004. Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran Tentang Paradigma dan Sistem Islam. Jakarta: Gema Insani Press. Baidan, Nashruddin. 2000. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baidhawy, Zakiyuddin. 2011. Kebebasan Beragama Perspektif Ham dan Islam. Salatiga: STAIN Salatiga Press. Budihardjo. 2010. Pendidikan Nabi Ibrahim dan Anaknya dalam Perspektif Al-Qur’an (Q.S Al-Shafat[37] 102-107). Millah, 9 (2): 181-196. Chatib, Munif. 2010. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelegensces di Indonesia. Cet. VII . Bandung: Kaifa. 2012. Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Juara. Cet. 9. Bandung: Kaifa. Chodjim, Achmad. 2005. MEANINGFUL LIFE: Memberdayakan Diri demi Menghadapi Tantangan Zaman. Jakarta: Hikmah. Darajad, Zakiah, dkk. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. VII. Jakarta: Bumi Aksara. Departemen Agama RI. 2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Cet. III. Jakarta: CV Darus Sunnah. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Djalal, Abdul. 2000. Ulumul Qur’an I. Surabaya: Dunia Ilmu. Djaya, Ashad Kusuma. 2006. Pewaris Ajaran Syekh Siti Jenar Membuka Pintu Makrifat. Cet. XI. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Fachruddin Hs. 1992. Ensiklopedia Al-Qura’an- Jilid I (A-L). Jakarta: PT Rineka Cipta. Freire, Paulo. 2007. Politik Pendidikan Kebudayaan, Kekuasaan, Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hamka. 1983. Tafsir Al Azhar Juz XXIII. Jakarta: PT Pustaka Panjimas. Hitami, Munzir. 2009. Revolusi Sejarah Manusia: Peran Rasul Sebagai Agen Perubahan. Yogyakarta: LKIS. Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika Maslikhah dan Peni Susapti. 2009. Modul Ilmu Alamiah Dasar. Yogyakarta : Mitra Cendikia. Muhadjir, Noeng. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Munawir, Ahmad Warson. 1984. Al Munawir Kamus Arab Indonesia. Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al Munawir. Munir, Ahmad. 2008. TAFSIR TARBAWI Mengungkap Pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan. Yogyakarta: TERAS. Qalyubi, Syihabudin. 2009. Stilistik Al-Quran Makna di Balik Kisah Ibrahim. Yogyakarta: PT LkiS. Rachman, Arief, 2002. Kualitas Pendidikan Harus Dimaksimalkan. Media Indonesia. Sadily, Hasan. 1980. Ensiklopedia, Ikhtiar Baru Van Hoeva. Jakarta: tanpa penerbit. Shihab, Quraish. 2003. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an. Jakarta: Lentera Hati. 1998. Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran dalam Kehidupan. Cet. VI. Bandung. Mizan. Sudjana, HD., Manajemen Program Pendidikan, Bandung: Falah Production, 2000 Suwito. 2004. Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih. Yogyakarta: Belukar. Syakur, Moh. 2011. Liberal Art Sebagai Kritik Pendidikan Vokasional. Edukasi, 8: 85-104. Syari’ati, Ali. 2003. Menjadi Manusia Haji: Panduan Memahami Filosofi dan Makna Soaial di Balik Ritual-ritual Haji. Yogyakarta: Jalasutra. Tafsir, Ahmad. 2010. FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAMI: Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Umiarso dan Zamroni. 2011. Pendidikan Pembebasan Perspektif Timur dan Barat. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media. Widjoyanto, Bambang dkk. 2010. KORUPTOR ITU KAFIR: Telaah Fiqih Korupsi Muhammdaiyah dan NU. Jakarta: Mizan. Yunus, M. Firdaus. 2007. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial Paulo Freire dan YB. Mangunwijaya. Cet. III. Yogyakarta: Logung Pustaka. Yunus, Mahmud. 1998. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. DAFTAR RIWAYAT HIDUP Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Musyahid Tempat/Tanggal lahir : Grobogan, 16 Maret 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki Bangsa : Indonesia Agama : Islam Alamat : Ds. Padas RT 02 RW 01, Kec. Kedungjati, Kab. Grobogan. Menerangkan dengan sesungguhnya PENDIDIKAN 1. Tamatan TK PGRI Padas 1997 2. Tamatan SD Negeri 1 Padas tahun 2003 3. Tamatan SMP Negeri 1 Kedungjati tahun 2006 4. Tamatan SMA Islam Sudirman Kedungjati 2009 Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya. Salatiga, 25 Juni 2014 Saya yang bersangkutan, Musyahid