PENDAHULUAN Latar Belakang Neoplasma atau yang lazim dikenal sebagai tumor adalah suatu daerah pada jaringan yang pertumbuhannya melebihi normal dan tidak tergantung kepada jaringan di dekatnya. Kelompok paling penting neoplasma adalah kanker yang merupakan pertumbuhan tumor ganas atau neoplasma malignan (Spector dan Spector 1993). Pada peralihan abad ke-20, menurut data penyakit di Amerika Serikat, kanker merupakan penyebab kematian yang berada pada urutan ke delapan, sedangkan penyakit jantung berada pada urutan ke empat. Kematian yang disebabkan oleh kanker mencapai 16% dari total kematian yang terjadi di Amerika Serikat. Sejak tahun 1990, kasus kanker yang telah didiagnosis adalah sekitar 16 juta. Pada tahun 2002 sendiri, 1.284.000 kasus kanker baru berhasil didiagnosis dan 555.500 orang Amerika meninggal karena kanker. Dalam waktu sekejap, kanker menjadi penyebab utama kematian pada urutan ke dua setelah penyakit jantung (Warshawsky dan Landolph 2006). Menurut WHO (1997), jumlah penderita kanker di dunia semakin meningkat. Dari kasus kanker baru yang jumlahnya diperkirakan 9 juta setiap tahun, lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang. Di kebanyakan daerah di dunia, angka kematian penderita kanker diperkirakan terus meningkat. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui pesatnya perkembangan penyakit kanker sehingga menjadi masalah yang penting untuk diatasi. Namun saat ini, belum ada metode pengobatan definitif untuk melawan kanker. Terapi untuk kanker belum memiliki metode yang pasti seperti halnya terapi untuk penyakit infeksius. Meskipun tindakan pengobatan telah dicoba dan pada banyak kasus berhasil menekan kanker secara temporer, namun pada akhirnya, hampir seluruh penderita kanker berakhir dengan kematian (Imaizumi 1982). Ada berbagai cara pengobatan antitumor yang dapat dipilih, diantaranya dengan tindakan pembedahan, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, terapi hormonal, dan lain-lain. Saat ini, kemoterapi merupakan pendekatan terapi yang paling efektif karena bersifat sistemik. Hasil yang diberikan adalah dapat meringankan gejala penyakit, memperpanjang hidup, bahkan menyembuhkan (Theilen dan Madewell 1987). Namun kemoterapi untuk pengobatan kanker masih memiliki kendala, yaitu dapat menyebabkan imunosupresi yang mengarah kepada resiko terjadinya infeksi sekunder maupun menjadi faktor predisposisi meningkatnya keganasan tumor. Hal ini disebabkan obat-obatan yang digunakan untuk kemoterapi memiliki efek sitosidal sehingga tidak hanya merusak sel tumor saja namun juga sel-sel normal lainnya (Abdillah 2006) Hal inilah yang mendasari upaya manusia menemukan pengobatan alternatif yang efektif namun aman bagi tubuh. Penemuan produk alam dalam farmasetik modern menjadi elemen yang krusial. Potensi penggunaan produk alam sebagai agen antitumor pertama kali ditemukan pada sekitar tahun 1950 oleh U.S. National Cancer Institut (NCI) di bawah kepemimpinan Dr. Jonathan Hartwell (Cragg et al. 2005). Salah satu produk alam berasal dari tumbuhan. Beragam jenis tumbuhan dan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya berkorelasi positif dengan khasiat yang dimilikinya. Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial dengan keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Di hutan tropika Indonesia tumbuh sekitar 30.000 spesies tumbuhan berbunga dan diperkirakan sekitar 3.689 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat. Menurut Ditjen POM, baru sebanyak 283 spesies tumbuhan obat yang sudah digunakan dalam industri obat tradisional (Djauhariya dan Hernani 2004), salah satunya adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Tanaman ini banyak dikebunkan secara komersial karena permintaan cukup tinggi (Duryatmo 2003). Selama ini temulawak diketahui antihiperlipidemik, berkhasiat hepatoprotektor, sebagai kholagogum, antiinflamasi, dan antibakteri, lain-lain. Menurut Wijayakusuma (2005a), genus Curcuma selain temulawak, yaitu kunyit (Curcuma longa L.), temu mangga (Curcuma mangga Val.), dan temu putih (Curcuma zedoaria [Berg.] Rosc.) telah diketahui dapat digunakan untuk pengobatan kanker secara tradisional. Hal tersebut mendasari penggalian yang lebih dalam lagi mengenai adanya khasiat yang lain dari temulawak, yaitu kemungkinan adanya aktivitas antitumor. Perumusan Masalah Pengobatan dengan obat modern tidak mampu mengobati semua penyakit. Beberapa penyakit yang cukup berat seperti tumor dan kanker tidak cukup diobati dengan obat modern, tetapi juga diperlukan obat tradisional. Hal ini disebabkan indeks terapi dari obat modern sempit dan biayanya lebih mahal sehingga obat tradisional menjadi alternatif pilihan yang cukup baik. Saat ini penyakit kanker berkembang sangat pesat namun belum ditemukan terapi yang benar-benar optimal untuk mengatasinya. Kemoterapi sebagai terapi yang cukup efektif masih memiliki efek samping yaitu dapat membunuh sel tubuh normal dan menyebabkan imunosupresi. Hal inilah yang menyebabkan penelitian mengenai tanaman obat yang memiliki aktivitas antitumor banyak dilakukan. Salah satu tanaman yang memiliki potensi tersebut adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang sampai sejauh ini diketahui memiliki khasiat yang luas. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2 secara in vitro. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang salah satu khasiat temulawak sebagai bahan yang bersifat antitumor sehingga memiliki kemungkinan untuk dapat dikembangkan menjadi obat antitumor yang aman dan efektif.