Improving Learning Achievement In Education

advertisement
Improving Learning Achievement In Education Lesson Buddhism
Through Problem Solving Methods
ABSTRACT
Ahyar. 2014 Improving Learning Achievement In Education Lesson
Buddhism Through Problem Solving Methods. Thesis State College Buddhist
Srivijaya Tangerang Banten.
This study aimed to determine: (1) Increasing student activity and learning
achievement in the subject of Buddhist education using problem solving methods.
This study uses (action research) junior high school 7.1 grade students. From the
results of direct observation at 7.1 class before action research, it is known that the
method provided by the teacher on the subject matter Buddhism use the lecture
method, the student shows a lack of active and passive tends to follow the lesson.
This can be seen when the learning process is ongoing. During the learning
process, some of these students do not pay attention to material explanations
given by the teacher and also perform other activities, such as drowsiness,
chatting with friends and some even do the work of other subjects. So that
students do not actively participate in the course. Object of this study is the junior
Atisa Dipamkara. This study used a 7.1 grade for the application of learning
through problem solving methods that number of 24 students.
Once implemented through action learning with a method of problem solving by
creating an atmosphere of active learning into the classroom atmosphere lively,
active learning so that students become maximum results. This study was
conducted in three phases: prasiklus, cycle 1 and cycle 2 At this stage of students'
learning activeness prasiklus percentage of 65.71% and has an average value of
67.79 final. In cycle 1 after the implemented measures student learning activeness
increased to 72.86% and the average final test 80.28. while in cycle 2 held after
evaluation of the implementation of action learning activeness increased the
activity of students can diprosentasekan be 81.43% and the average of the
student's final test is 85.45. Of the three phases is clear that there is increased after
learning model applied to the previous problem solving. conclusions can be drawn
under the method of problem solving can improve student achievement.
Based on the results of this study are expected, will be a material and enter the
information for students, faculty, researchers and all those that require in
Tangerang Banten Sriwijaya STABN environment.
I. PENDAHULUAN
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan
merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM), karena penyelenggaraan pendidikan baik di
lingkungan sekolah maupun luar sekolah dapat melahirkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Salah satu sarana untuk memperoleh pendidikan adalah melalui
sekolah. Lembaga pendidikan harus dapat menyelenggarakan proses pembelajaran
yang efektif dan efisien sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam proses pendidikan, pembelajaran merupakan salah satu aktivitas
yang paling utama sehingga keberhasilan dari pendidikan tergantung pada
efektivitas tidaknya pembelajaran tersebut. Apabila seorang guru dapat
menggunakan metode-metode dalam proses pembelajaran dengan tepat, maka
tujuan pembelajaran dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Secara umum
pembelajaran dapat diartikan sebagai satu proses perubahan dalam perilaku
sebagai hasil interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidup. Dari pemahaman mengenai pembelajaran di atas
dapat dipahami bahwa dalam kegiatan pembelajaran dapat menghasilkan
perubahan ke arah yang lebih baik terutama terhadap perkembangan perilaku dan
pengetahuan peserta didik.
Perkembangan pendidikan di Indonesia semakin lama kualitasnya terus
menurun. Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara
berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat sepuluh dari empat
belas negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kualitasnya berada pada level
empat belas dari empat belas negara berkembang (makalah permasalahanpermasalahan di Indonesia). Pada umumnya, pendidikan di Indonesia dewasa ini
masih berorientasi pada satu profesi atau jabatan semata. Hal ini bisa dilihat dari
pemaknaan pendidikan sebagai transfer of knowledge. Akibatnya dalam proses
kegiatan belajar mengajar seorang guru hanya mentransfer pengetahuan yang di
milikinya kepada peserta didik tanpa melibatkan mereka secara aktif dalam proses
kegiatan belajar mengajar.
Apabila pemaknaan pendidikan hanya terbatas pada profesi atau jabatan,
maka proses pembelajaran berlangsung secara monoton dimana seorang guru
memberikan bimbingan dan pengetahuan kepada peserta didik tanpa melibatkan
keaktifan dari peserta didik itu sendiri. Seperti yang terjadi di Yogyakarta dimana
metode pengajaran guru di SMA Yogyakarta masih cenderung membosankan.
Sebagian besar guru mengajar dengan gaya berceramah dan minim memanfaatkan
media pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, penggunaan satu metode saja
akan
cenderung
menghasilkan
suasana
belajar
yang
menjenuhkan.
(http://edukasi.kompas.com/read/2010/05/25/11123511/AhPegajaran.Guru.Masih.
Membosanka. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar guru dalam memberikan materi pembelajaran kepada peserta didik
belum menggunakan media-media pembelajaran secara maksimal sehingga
mengakibatkan kejenuhan, rasa bosan dalam diri peserta didik. Sehubungan
dengan hal tersebut dalam Payasi Sutta juga yang merupakan salah satu kitab
Ajaran Buddha terlihat bagaimana salah satu siswa Buddha yaitu Maha Kumara
Kasssapa dapat menjawab dan menjelaskan maksud dari pertanyaan-pertanyaan
Pangeran Payasi dengan menggunakan logika dan perumpamaan-perumpamaan
sehingga Pangeran Payasi dapat memahami penjelasan dari Maha Kumara
Kassapa dengan mudah.
Begitu juga sebagai seorang pendidik seharusnya dalam menjelaskan
materi pembelajaran hendaknya pendidik dapat memberikan perumpamaan dan
melatih analisis dari peserta didik melalui pemberian soal-soal yang dapat melatih
analisis peserta didik dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan
materi pembelajaran tersebut. Dalam hubungannya dengan keberhasilan seorang
guru dalam mengajar atau melaksanakan pendidikan, kualitas atau mutu seorang
guru agama Buddha sekarang ini sangatlah diperlukan dalam menunjang
pelayanan pendidikan kepada anak didik sehingga tercapai tujuan yang
diinginkan. Seorang guru hendaknya memberikan pelayanan yang baik kepada
siswa-siswanya. Tanpa pelayanan yang baik, pendidikan yang diinginkan tidak
akan berhasil dengan baik. Dalam hal ini guru haruslah memiliki visi atau
wawasan yang baik, daya juang yang tinggi dan juga memiliki kemampuan dalam
mendukung kualitas pelayanan pendidikan yang baik.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis dapat
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
Masih banyak pendidik yang memberikan materi secara monoton;
Masih banyak peserta didik yang jenuh atau bosan dengan suasana pembelajaran;
Kurangnya perhatian pendidik terhadap perkembangan prestasi peserta didik;
Minimnya pengetahuan dan penguasaan guru terhadap metode pembelajaran;
Kurangnya kreativitas guru dalam memilih metode pengajaran yang dapat
membangun semangat belajar siswa;
Belum di pahamnya peningkatan prestasi belajar mata pelajaran pendidikan
Agama Buddha melalui metode problem solving.
Berdasarkan latar belakang masalah dan indentifikasi masalah di atas,
serta mempertimbaangkan keterbatasan waktu, biaya, tenaga dan literatur yang
tersedia, maka penulis akan membatasi masalah, yaitu ”Belum di pahamnya
peningkatan prestasi belajar mata pelajaran pendidikan Agama Buddha melalui
metode problem solving.
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut. “Bagaimana efektivitas penerapan strategi pembelajaran
problem solving dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di Sekolah menengah
pertama di Atisa Dipamkara.
Peneliti ini bertujuan mendeskripsikan beberapa hal yaitu:
Bagaimana metode problem solving dalam meningkatkan prestasi belajar
pendidikan Agama Buddha di Sekolah Menengah Pertama.
Kegunaan Penelitian Setiap penelitian yang di laksakan akan memiliki kegunaan ,
penelitian ini memiliki kegunaan:
Kegunaan teoretis dari penelitian ini adalah untuk menambah dan
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya tentang manfaat metode
problem solving dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
Agama Buddha
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran
bagi kemajuan dan perkembangan Agama Buddha di masa sekarang maupun yang
akan datang, khususnya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dalam Agama
Buddha. Memberikan informasi kepada para guru khususnya guru Agama Buddha
dalam meningkatkan kualitas siswa Buddha, memberikan informasi kepada para
guru Agama Buddha tentang penggunaan metode problem solving untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi
kepustakaan Buddhis dan kepustakaan umum lainnya. Sebagai referensi bagi
peneliti selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata,yakni prestasi
dan belajar. Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian prestasi belajar,
peneliti menjabarkan makna dari kedua kata tersebut.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pengertian prestasi adalah hasil yang
telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan,dan sebagainya) (1991: 787).
Saiful Bahri Djamarah (1994: 20-21) dalam bukunya Prestasi Belajar dan
Kompetensi Guru, bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil
pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan
kerja. Dalam buku yang sama Nasrun Harapah, berpendapat bahwa prestasi
adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa
berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada siswa.
Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan berupa
penilaian terhadap proses yang telah dilalui. Prestasi Belajar menurut Winkel
Melalui Sunarto (1996: 162) adalah :“prestasi belajar adalah suatu bukti
keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan
belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya”. Menurut Abu Ahmadi dan
Widodo Supriyono (1990: 130) prestasi belajar merupakan hasil interaksi antara
berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal)
maupun dari luar (faktor eksternal) individu.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “Belajar adalah berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, merubah tingkah laku atau tindakan
yang disebabkan oleh pengalaman” (Depdiknas, 2001: 17). Dari pengertian
tersebut dapat di simpulkan bahwa belajar adalah proses mencari kepandaian atau
ilmu dan mencari pengalaman. Salah satu tanda bahwa telah belajar adalah adanya
perubahan tingkahlaku baik perubahan yang bersifat pengetahuan, keterampilan,
maupun menyangkut nilai dan sikap. Belajar tidak dibatasi oleh usia, dari bayi
hingga meninggal atau dapat disebut belajar seumur hidup.
Dalam ajaran sang Buddha belajar merupakan hal yang sangat penting,
belajar juga dapat diartikan sikkha. Sikkha dalam agama Buddha ada 3 macam
yaitu: (a). Adhisila-sikkha yaitu praktik peraturan-peraturan atau Vinaya yang
lebih tinggi, (b). Adhicitta-sikkha, yaitu praktik meditasi yang lebih tinggi yaitu
praktik kebijaksanaan yang lebih tinggi, (c). Adhipanna-sikkha yaitu praktik
kebijaksanaan yang lebih tinggi (Panjika, 2004: 93).
Sehubungan mengenai prestasi belajar sang Buddha bersabda dalam petikan
Dhammapada Atthakatha, seperti berikut ini:
Avuso, Maha Panthaka tidak mengetahui kemampuan Cula Panthaka, dan
berpikir, selama empat bulan si tolol ini tidak dapat menghafal walaupun hanya
satu ayat saja, mengusirnya dari vihara. Tetapi sang Buddha sebagai Raja
Kebenaran,
hanya
dengan
menggunakan
media
sapu
tangan
dapat
mengarahkannya menjadi arahat, bersamaan dengan mencapai kearahatan tersebut
ia memiliki Patisambhida dan menguasai Tipitaka. O, betapa besar kemampuan
dari Buddha (Aggabalo, 2007: 369).
Berdasarkan kutipan di atas disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa harus
didukung oleh kemampuan pendidik. Seorang pendidik tidak hanya mengusai
materi saja tetapi harus mengusai berbagai macam metode-metode mengajar
sehingga peserta didik mudah memahami dan mengerti materi yang di pelajari.
Anak yang berkemampuan rendah tetapi memiliki minat untuk belajar maka
pendidik harus membantunya dalam memahami materi mata pelajaran.
Seorang pendidik harus mengetahui daya tingkat kemampuan siswa agar
pendidik menggunakan metode pembelajaran yang tepat sesuai materi yang
dipelajari.
Metode berasal dari kata meta dan hodos “meta” berarti melalui
dan
“ho
dos”berarti jalan atau cara. Secara bahasa, metode berarti cara atau jalan yang
dilalui untuk mencapai tujuan tertentu (M.Arifin, 2003:61).
Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan
rencana
yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai
secara optimal Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah
ditetapkan. Metode dalam sistem pembelajaran memegang peranan yang sangat
penting. Implementasi strategi pembelajaran sangat tergantung pada cara guru
menggunakan metode pembelajaran. Suatu strategi pembelajaran dapat di
Implementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran
(Wina Sanjaya,
2007: 147).
Metode
mengajar
adalah
cara
yang
dipergunakan oleh guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.
Melalui metode diharapkan
tumbuh
berbagai kegiatan
belajar siswa
sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Terciptanya interaksi edukatif ini,
guru berperan sebagai penggerak dan pembimbing, sedangkan siswa berperan
sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan baik
kalau
siswa banyak aktif
dibandingkan dengan
guru. Metode
yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan
kegiatan
mengajar
belajar siswa
(Nana Sudjana,1995: 76).
Di dalam Digha Nikaya, Sakkapanha Sutta, tentang pertanyaan Sakka (Dewa
berkonsultasi kepada Sang Buddha).
“Sakka, Raja dari tiga puluh tiga Dewa, mendekati sang Buddha dengan bantuan
Pancasikha. Sakka mengajukan pertanyaan tentang hidup suci kepada Sang
Buddha”. Sakka, raja para dewa, mengajukan pertanyaan pertama “Dengan
belenggu apakah, Yang Mulia, makhluk-makhluk terikat? Sang Bhagavà
menjawab: ‘Raja para Dewa, adalah belenggu kecemburuan dan ketamakan yang
membelenggu makhluk-makhluk.
Apakah yang memunculkan kecemburuan dan ketamakan? Karena kecemburuan
dan ketamakan, Raja para Dewa, muncul dari rasa suka dan tidak suka ketika suka
dan tidak suka ini muncul, maka muncullah kecemburuan dan ketamakan.
Apakah semua Petapa dan Brahmana yang memiliki keterampilan sempurna,
terbebas dari belenggu, sempurna dalam hidup suci, sudahkah mereka dengan
sempurna mencapai tujuan?’ ‘Tidak, Raja para Dewa. Hanya mereka, Raja para
Dewa, yang terbebas melalui hancurnya keinginan, yang memiliki keterampilan
sempurna, terbebas dari belenggu, sempurna dalam hidup suci, dan telah dengan
sempurna mencapai tujuan.(Walshe,2009: 323-326).
Dari sabda Sang Buddha di atas dapat disimpulkan bahwa, ketika peserta
didik
bertanya kepada seorang guru terhadap suatu pelajaran yang belum
dimengerti atau belum paham, maka seorang guru haru menjawab dengan secara
rasional atau masuk akal sesuai dengan pertanyaan tersebut, agar peseta didik
tersebut benar-bener mengerti dan paham tentang suatu pelajaran yang ditanyakan
pada saat itu, sehingga peserta didik merasa puas dan senang atas suatu penjelasan
dari seorang guru tersebut, sehingga pembelajaran dikelas kelihatan aktif dan
inovati karena ada timbal balik antara guru dengan peserta didik.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian
ini disusun untuk memecahkan suatu masalah, diuji cobakan dalam situasi
sebenarnya dengan melihat kekurangan dan kelebihan serta melakukan perubahan
yang berfungsi sebagai peningkatan. Upaya perbaikan ini dilakukan dengan
melaksanakan tindakan untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diangkat
dari kegiatan sehari-hari di kelas.
Data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data skunder.
Teknik pengumpulan data ini menggunakan teknik tes dan nontes yaitu dengan
instrumen, pedoman observasi (pengamatan) dan dokumentasi. Dokumentasi
yaitu dengan mengumpulkan dan pengambilan gambar, buku serta dokumen
untuk mendapatkan data penelitian. Observasi juga dilakukan untuk lebih
mempermudah mendapatkan informasi tentang data penelitian yaitu dengan cara
mengamati subjek dan objek penelitian. Peneliti mengamati objek penelitian
secara langsung dari sebelum, saat, dan setelah penerapan Metode Problem
Solving pada pembelajaran pendidikan agama Buddha.
Tes adalah sebuah alat atau prosedur sistematik bagi pengukuran sebuah contoh
prilaku. Tes yang di berikan berupa soal yang berkaitan dengan materi
pembelajaaran. Hasil dari tes ini merupakan indikator ketercapaian dari
pembelajaran yang di lakukan. Sebelum instrumen di gunakan, terlebih dahulu
diadakan uji coba. Uji coba instrumen di lakukan untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas instrumen. Tes yang di gunakan dengan cara pembelajaran yang
menggunakan metode problem solving yang di awali dengan dilakukannya tes
awal (pre-tes). Setelah itu melakukan pembelajaran menggunakan metode
problem solving (pemecahan masalah) sebagai metode pembelajaran kemudian di
lakukan dengan tes (post tes) untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa
terhadap materi yang di sampaikan (Budiyono, 2003: 58
Teknik analisis data dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah analisis
Kuantitatif dan deskriptif kualitatif, analisi kuatitatif di gunakan untuk mengetahui
peningkatan prestasi belajar siswa setelah di terapkan metode problem solving
sedangkan analisis kualitatif di gunakan mengetahui aktivitas belajar setelah di
terapkan metode problem solving
Tahap ini dinamakan siklus reflektif, yaitu merefleksikan data yang diperoleh dari
hasil tes, dokumentasi, dan pengamatan (observasi), dengan cara mentranskrip
dan mengetik data tersebut agar dapat dibaca oleh siapapun (Prof. Dr. Sugiyono,
2009: 60). Hal ini perlu dilakukan karena pada saat pengambilan data banyak
menggunakan singkatan yang hanya dimengerti oleh peneliti sendiri.
VI. HASIL PENELITIAN
Tabel 4.12 Rata-rata Tes Akhir pada Tahap Prasiklus, Siklus 1 dan Siklus 2.
No.
Pelaksanaan Siklus
Rata-rata
1
Prasiklus
67,79
2
Siklus 1
80.28
3
Siklus 2
85.45
Di skripsi data dan analisis penelitian tentang, Meningkatkan Prestasi Belajar
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha Melalui Metode Problem Solving di
SMP Atisa Dipamkara dari bab 1 sampai IV maka pada akhir skripsi ini dapat di
ambil kesimpulan sebagai berikut:
Penelitian tindakan kelas (PTK) yang di laksanakan oleh peneliti di SMP Atisa
dipamkara. Dengan merapkan model pembelajaran dengan metode problem
solving sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
pendidikan Agama Buddha. Pelaksanaan penelitiaan ini di lakukan melalui
tahapan-tahapan yang disebut siklus yaitu untuk mengetahui perkembangan dan
peningkatan prestasi belajara mata pelajaran pendidikan Agama Buddha melalui
metode problem solving.
Penerapan model pembelajaran dengan metode problem solving dalam penelitian
ini bahwa dampak yang positif terhadap aktivitas belajar peserta didik terutama
mengurangi kejenuhan dan sebagai variasi pembelajaran. Ada beberapa peserta
didik yang sebelumnya mempunyai prestasi dan hasil belajar yang rendah menjadi
lebih berprestasi dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari
perolehan skor yang di persentasekan melalui pengamatan pembelajaran tentang
prestasi belajar peserta didik dengan indikator kesiapan dan keatifan dalam proses
pembelajaran.
Persentase peningkatan prestasi belajar dari prasiklus, siklus 1 sampe siklus 2
yaitu dari 65,71 % meningkat menjadi 72,86 % dan meningkat menjadi 81,43 %
di ats rata-rata yang ditentukan yaitu 70 %. Sedangkan peningkatan tes akhir dari
prasiklus, siklus 1 sampai siklus 2 dapat dilihat dari nilai rata-rata pada masingmasing siklus yaitu 67,79 meningkat menjadi 80,28 dan meningkat menjadi 85,45
dan peningkatan tersebut di atas kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70.
Seperti peserta didik tes akhirnya di bawah kriteria ketuntasan minimal menjadi
meningkat sampa di atas KKM yaitu dari prasiklus yang tidak memenuhi KKM
sebanyak 16 peserta didik, siklus 1 sebanyak 5 peserta didik, dan siklus 2 peserta
didik didik tuntas semua.
Mengingat pentingnya metode pembelajaran problem solving untuk meningkatkan
prestasi peserta didik, maka peneliti mengharapkan beberapa hal yang
berhubungan dengan maslah tersebut di ats sebagai berikut:.
Hendaknya dalam proses belajar mengajar, guru pendidikan Agama Buddha harus
benar-benar paham menyiapkan pembelajaran dengan sebaik mungkin, agar
materi dapat tersampaikan secara maksimal.
Hendaknya pembelajaran dirancang sedemikian rupa dan memperkaya variasi
mengajar. Hal ini untuk mengantisipasi kejenuhan yang di alami oleh peserta
didik. Dan selalu memantau perkembangannya terutama prilaku, pemikiran dan
pemahaman terhadap materi yang di ajarkan. Pelaksanaan pembelajaran dengan
metode problem solving pada mata pelajaran pendidikan Agama Buddha agar
dapat dilakukan tidak hanya sampai pada selesainya penelitian ini saja, akan
tetapu dilanjutkan dan dilaksanakan
secara kontinu sebagai program untuk meningkatkan prestasi dan mengurangi
kejenuhan pada waktu melaksanakan pembelajaran.Hendaknya seluruh pihak
sekolah
mendukung
dalam
kegiatan
pembelajaran
yang
berlangsung.
Memfasilitasi proses pembelajaran dengan melengkapi sarana prasaran yang di
butuhkan. Kepada semua pihak sekolah terutama para guru, sudah seharusnya
meningkatkan kompetensi termasuk kompetensi profesional serta membekali diri
dengan
pengetahuan
yang
luas,
dan
harus
menguasai
metode-meotde
pembelajaran agar siswa tidak meras jenuh saat jam pembelajaran, oleh karena itu
sesungguhnya kompetensi yang dimiliki oleh guru sangat mempengaruhi
keberhasilan peserta didik yang berprestasi, berbudi pekerti luhur, dan berahlak
mulia yang mampu berdampak dimiliki oleh guru sangat
mempengaruhi
keberhasilan proses pembelajaran yang akhirnya akan dapat.
Anggabalo. 2007. Dhammapada Atthakatha. Jakarta: Rineka Cipta.
Arifin, M. 2003. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto,suharsimi.2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Bhikkhu Nanamoli dan Bhikkhu Bodhi.2004. “Majjhima Nikaya”. Klaten: Vihara
Bodhivansa dan Wisma Dhamaguna.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1991.
Indonesia.Jakarta: sinar Harapah.
Kamus
Besar
Bahasa
Ismail.S.M. 2008. Semarang : Rasail Media Grup.
Kaharudin, P.J. 2004. Kamus Umum Buddha Dharma. Jakarta: Tri Sattva
Buddhist Centre.
M. Joko Susilo.2006.”Gaya Belajar Menjadikan Makin Pintar”.Yogyakarta:
PINUS.
Muslich, Masnur. 2010. Melaksanakan PTK Itu Mudah (Classroom Action
Research). Jakarta: Bumi Aksara.
Margono, S. 2000. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Renika Cipta
Maurice Walshe. Penerjemah Tim Dhammacitta Press.2009.”Digha Nikaya”.
Jakarta : Dhammacitta Press.
NK, Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Nurdin, Syiful. 2002. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: PT
Inter Masa.
Nanamoli dan Bodhi. 2008. Majjhima Nikaya. Klanten: Wisma Sambodhi.
Panha, Milinda. 2002. Kitab Suci Agama Buddha: Wisma Meditasi Dhamaguna.
Rasid, T.S.M. 1997. Sila dan winaya. Buddhis Bodhi. Jakarta.
Syah, Muhibin. 1995.Psikologi Pendidikan dengan pendekatan baru. Rosda.
Bandung.
Download