PERAN PENYULUH AGAMA BUDDHA DALAM UPAYA MEMAHAMI MAKNA PUJA BAKTI DI CETIYA DHARMA DVIPA By: Sendri NIM 0250110020374 (Artikel ini merupakan simpulan eksekutif dan skripsi untuk mendapat gelar akademik Sarjana Dharmaduta pada Program Studi Dharmaduta Buddha Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya Tangerang Banten) Abstract: The problems raised in this research is on the role of extension officers of Buddhism in an effort to understand the meaning of filial piety in the Cetiya Dharma puja Dvipa. The lack of extension officers role of Buddhism in an effort to provide insight into the meaning of filial piety, as well as implementation of the puja puja devotional less conducive. As for the purpose of this research is to, (a) describe the role of extension officers of Buddhism in an effort to understand the meaning of filial piety in the Cetiya Dharma puja Dvipa, (b) describes how to outreach in understanding the meaning of puja devotional (c) describes implementation of the puja devotional kind. To achieve the research objectives of the above, the authors are using Qualitative Research methods. Considering the data analyzed in the form of observations, interviews, and documentation. The results of this research show that, the role of extension officers of Buddhism in an effort to understand the meaning of puja devotional is urgently needed, given the routine puja devotional is done people as a means to regenerate confidence in the Buddha Dhamma. Puja devotional significance very important, extension officers can provide an understanding of the meaning, history, meaning, the benefits, and the attitude in the performance of the puja devotional good and true. How about Buddhists counseling mamahami puja devotional with the lecture need to use tools, as well as menggunkaan how can guidance (interview) the individual or personal nature. Implementation of the puja devotional good and truth is, carry out puja devotional based on true understanding, as well as with the implementation of ethical and aesthetic. Finally the author suggests that Buddhism extension officers should do the extension by way of lectures can use tools, and can use other means such as individual or personal guidance in the form of a more effective interview again to give it a look right about puja devotional and other Buddha Dhamma. To Buddhists should be able to learn knowledge about puja service in order to have correct understanding, so that implementation of the puja is not just a routine Act of Buddhists, but really a tribute that had erupted inside accompanied by an understanding is correct. This Thesis may be useful for the readers and other researchers. I. Pendahuluan Indonesia adalah negara majemuk yang memiliki berbagai suku, adat, ras, bahasa, dan agama. Di Indonesia agama yang diakui oleh pemerintah adalah Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Setiap orang diberikan kebebasan untuk memilih salah satu agama yang ada tanpa paksaan dari orang lain. Salah satu tujuan beragama untuk mendapatkan ajaran sebagai pedoman dalam hidup yang mengarahkan tercapainya hidup bahagia. Selain ajaran, suatu agama memiliki kegiatan ibadah yang dilaksanakan oleh umatnya. Peran ibadah dalam agama tidak kalah penting dengan ajaran yang ada di agama tersebut. Di dalam suatu agama, ajaran dan ibadah satu kesatuan yang saling mendukung tercapainya kualitas manusia beragama. Ibadah dilaksanakan di tempat yang menjadi ciri khas dari agama tersebut. Ibadah menjadi pelaksanaan wajib bagi umat beragama, yang memiliki kepercayaan dan memeluk sebuah agama. Manusia yang beragama memiliki kesadaran akan pelaksanaaan ibadah di agama tersebut. Ibadah merupakan wujud penghormatan dalam perilaku yang paling nampak dilakukan oleh umat beragama. Seseorang yang beragama tentu memiliki keyakinan dan menyatakan berlindung kepada tuhan-Nya dengan melaksanakan ibadah. Dalam agama Buddha ibadah keagamaan disebut puja bakti. Umat Buddha yang melaksanakan puja bakti umumnya datang ke vihara dan cetiya. Puja bakti dapat dilaksanakan setiap waktu, bersifat fleksibel sesuai keinginan pribadi ataupun kelompok yang telah memiliki kesepakatan bersama. Namun pelaksanaan puja bakti sering dilaksankan dan lebih baik secara bersama-sana. Umat Buddha di Cetiya Dharma Dvipa masih ada yang belum memahami makna puja bakti sehingga umat memaknai puja bakti sebagai waktu yang tepat untuk meminta rezeki, meminta jodoh, serta memohon agar kamma buruk yang dimiliki tidak memberi akibat pada dirinya. Tujuan-tujuan seperti inilah yang dinyatakan sebagai umat Buddha yang belum memahami makna puja bakti, karena pelaksanaan puja bakti tidak seharusnya didasari dengan hal tersebut. Puja bakti di nilai sebagai formalitas beragama Buddha saja, sehingga dalam pelaksanaannya banyak perilaku yang tidak mencerminkan hal baik, seperti mengobrol dengan orang di sebelahnya, bermain-main dengan telepon genggam atau hand phone, sering keluar masuk ruang Dhammasala ketika puja bakti berlangsung. Selain itu ada pula yang tidak melakukan hal-hal yang semestinya dilakukan saat puja bakti seperti saat pembacaan palivacana, melaksanakan meditasi, serta mendengarkan Dhammadesana yang disampaikan oleh penyuluh. Selain itu terdapat lebih banyak jumlah pelajar ketika mendekati ujian sekolah. Mereka melaksanakan puja bakti dengan harapan untuk mendapatkan soal atau nilai agama Buddha untuk nilai agama di sekolah. Demikian pula hal ini membuat rendahnya para pelajar memiliki pengetahuan Dhamma. Hal demikianlah yang menyebabkan umat Buddha memiliki pemahaman tidak baik dalam memaknai puja bakti, karena para pelajar tidak mempelajari Dhamma dengan benar. Pemahaman benar terhadap Dhamma serta puja bakti salah satunya di dapat dari peran penyuluh yang melakukan penyuluhan. Penyuluh melakukan penyuluhan kepada umat Buddha tentang Dhamma agar dapat dipahami serta dijadikan pedoman dalam hidup. Selain itu, penyuluhan memberikan bimbingan untuk melaksanakan peribadatan dalam beragama yaitu dengan puja bakti yang telah menjadi kebiasaan layaknya umat Buddha. Namun kenyataannya masih banyak penyuluh belum efektif dalam penyuluhannya serta status penyuluh hanya dijadikan sebagai formalitas saja sehingga peran penyuluh kurang dirasakan manfaatnya oleh umat Buddha. Dampak dari penyuluh yang kurang melakukan penyuluhannya mengakibatkan umat Buddha kurang mendapatkan penyuluhan terutama tentang pemahaman makna puja bakti. Pemahaman benar terhadap pelaksanaan puja bakti adalah pondasi awal umat Buddha untuk dapat memahami serta mempraktikan Dhamma. Akibatnya umat yang melaksanakan puja bakti dengan tidak memahami makna puja bakti akan menuai kekecewaan, seperti: keluhan terhadap puja bakti yang tidak membawa manfaat sesuai yang diharapkan. Pelaksanaan puja bakti yang dilakukan oleh umat Buddha di Cetiya Dharma Dvipa akan berlangsung tidak efektif. Hal tersebut akan membuat kualitas dan kuantitas umat Buddha di Cetiya Dharma Dvipa akan menurun dratis. Hal tersebut menjadi permasalahan sangat serius yang perlu diselesaikan sejak dini. Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian kualitatif dengan menyajikan informasi dalam bentuk teks tertulis yang bersumber dari dokumentasi atau hasil pengamatan, serta bentuk-bentuk gambar, foto, dan lain-lain. Penelitian dilaksanakan dari Februari sampai dengan Juni 2014 di Cetiya Dharma Dvipa. Peneliti mengambil waktu disaat umat dan penyuluh agama Buddha sebelum dan sesudah melaksanakan puja bakti ataupun aktivitas lainnya sehingga informan tidak merasa terganggu dengan keberadaan peneliti. Subjek penelitian adalah umat Buddha Cetiya Dharma Dvipa dan penyuluh agama Buddha yang melakukan penyuluhan di Cetiya Dharma Dvipa. Peneliti akan menggali informasi data di Cetiya Dharma Dvipa dengan melakukan pendekatan kepada subjek yang berhubungan. Objek penelitian yang dilakukan di Cetiya Dharma Dvipa adalah pemahaman umat Buddha mengenai peran penyuluh agama Buddha dalam upaya memahami makna puja bakti. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti berupa non tes, dalam penelitian ini data dikumpulkan oleh peneliti sendiri. Teknik yang digunakan dengan wawancara dan observasi. Pedoman observasi meliputi actor (Subjek), activity (kegiatan), dan place (tempat). Pemeriksaan keabsahan data penelitian ini harus memenuhi kredibilitas, transferbilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas. Teknik analisis data dengan empat tahap yaitu pengumpulan data, redukasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. II. Pembahasan Pemahaman dalam memaknai secara pribadi umat masing-masing yang mempengaruhi umat datang melaksanakan puja bakti. Paemahaman dalam memaknai puja bakti tidaklah selalu sama, adanya perbedaan, untuk itu perlunya peran dari penyuluh agama Buddha yang memberikan pemahaman makna puja bakti. Peran penyuluh dalam meningkatkan keyakinan umat salah satunya adalah dengan memberikan pemahaman makna puja bakti, karena puja bakti adalah sebuah pelaksanaan yang tujuannya untuk menumbuhkan keyakinan kepada Tiratana. Umat yang memiliki pemahaman benar tentang puja bakti, maka keyakinannya kuat, dengan keyakinan yang kuat maka pelaksanaan Buddha Dhamma akan berjalan dengan baik, yang membawa manfaat bagi umat tersebut. umat yang melaksanakan puja bakti disertai dengan pemahaman benar dalam memaknai puja bakti, maka umat tersebut akan memperoleh manfaat yang baik, dibanding dengan umat yang melaksanakan puja bakti namun tidak didasari pemahaman yang benar. Seorang penyuluh agama Buddha sebelum melakukan penyuluhan, perlu memiliki pengetahuan yang maksimal tentang materi yang akan disampaikan, apabila umat bertanya penyuluh mampu memberikan jawaban dengan penjelasan yang baik dan benar yang berdasarkan Buddha Dhamma serta diimbangi oleh karakter umat. Selanjutnya penyuluh agama Buddha dapat membimbing atau memiliki kemampuan dalam mengajar secara bertingkat serta tidak menyingkat yang mengurangi makna, terpelajar (dapat merenungkan apa yang telah didengarnya), menerangkan secara terperinci, dapat menyesuaikan diri dalam bahasa dan lingkungan dengan umat. Cara yang dilakukan penyuluh agama Buddha dalam upaya memahami makna puja bakti di Cetiya Dharma Dvipa adalah dengan ceramah. Ceramah adalah salah satu cara penyuluhan kelompok, dalam hal ini penyuluh agama Buddha melakukan penyuluhan dengan mendeskripsikan materi saja, hal ini yang sering dilakukan oleh penyuluh di Cetiya Dharma Dvipa. Sebenarnya penyuluhan dengan ceramah adalah salah satu cara terbaik ketika melakukan penyuluhan di kegiatan puja bakti, namun dalam hal ini penyuluh agama Buddha tidak hanya mendeskripsikan materi melalui ucapan saja, dibutuhkannya alat bantu dan hal lain yang perlu dilakukan oleh penyuluh guna meluruskan pandangan umat Buddha tentang puja bakti.. Alat bantu yang dapat digunakan oleh penyuluh untuk menunjang tercapainya tujuan dalam upaya memahami makna puja bakti terdiri atas tiga jenis, yang pertama alat bantu lihat yang bertujuan memberikan stimulus kepada indera mata saat penyuluhan berlangsung, alat bantu lihat dapat menggunkaan gambar, foto, ataupun slide yang berhubungan dengan upaya meluruskan pandangan salah tentang puja bakti. Kedua, alat bantu dengar yang bertujuan untuk dapat lebih memahami penyampaikan ceramah yang disampaikan serta pelatihan cara pembacaan paritta suci, alat bantu yang digunakan dapat berupa radio, rekaman. Ketiga, alat bantu lihat dan dengar, alat bantu ini yang lebih baik karena bertujuan untuk memberikan stimulus kepada telinga dan mata sekaligus, alat bantu yang digunakan dapat berupa televise dan video. Dalam kegiatan penyuluhan adapula yang sudah menggunakan alat bantu seperti menggunakan layar LCD proyektor. keberhasilan penyampaian materi Dhamma lebih berhasil menggunakan alat bantu, karna alat bantu dapat mendukung penyuluh dalam penyampaian materi, serta membantu umat pula untuk dpaat lebih mudah dalam memahami maksud yang disampaikan oleh penyuluh. Selain penyampaikan penyuluhan dengan jenis kelompok dengan berceramah, penyuluh dapat melakukan cara yang sifatnya individual yaitu dengan melakukan wawancara ataupun berupa bimbingan secara pribadi kepada umat tentang pandangan puja bakti. Penyuluh agama Buddha dapat mengetahui pemahaman umat dalam memaknai puja bakti, kemudian penyuluh dapat menyimpulkan pemahaman umat tersebut benar atau salah tentang puja bakti, bila pemahaman umat benar dalam memaknai puja bakti, penyuluh dapat memberikan motivasi kepada umat, dan bila pamahaman umat salah penyuluh dapat memberikana pemahaman dalam memaknai dengan benar, dengan cara seperti ini adanya keterbukaan yang baik, bila dalam penyuluhan dengan ceramah kurang efektif dalam upaya memehami makna, karena tidak semua umat berani untuk mengemukakan pendapatnya yang bersumber pada pemahaman pribadinya kepada orang banyak. Kelebihan dalam penyuluhan individual ini, penyuluh dapat lebih mudah membangkitkan emosi umat untuk memberanikan diri mengemukakan pandangannya, berbeda dengan ceramah yang mengeluarkan pandangan dari penyuluh saja. Kegiatan penyuluhan yang dilakukan penyuluh agama Buddha lebih kepada komunikasi satu arah, yaitu penyuluh agama Buddha yang memberikan informasi kepada umat, tanpa adanya respon dari umat. Hal ini dapat menjadi salah satu pertimbangan oleh penyuluh untuk dapat memberikan penyuluhan dengan menggunakan alat bantu, serta teknik dalam memberikan penyuluhan. Selain itu penyuluhan secara individu dapat dijadikan sebagai pilihan dalam upayamemahami makna puja bakti, karena dengan hal ini dapat memberikan kondisi nyaman kepada umat untuk mengemukakan pendangannya. Selain itu, pelaksanaan dari kegiatan penyuluh agama Buddha ada pula penyuluh yang memberikan contoh baik, yaitu penyuluh dapat hadir sebelum kegiatan puja bakti berlangsung. Hal ini memberikan pengaruh positif kepada umat untuk dapat mencontoh penyuluh, yaitu dengan datang sebelum puja bakti di mulai, sehingga dapat mengikuti kegiatan puja bakti dari awal, serta memberikan kesempatan kepada umat untuk berdiskusi Dhamma dan menjalin hubungan baik dengan penyuluh bila pelakasanaan puja bakti belum dimulai. Selain itu, penyuluh ikut membaur dalam pelaksanaan puja bakti dengan umat, sehingga adanya kedekatan antara umat dengan penyuluh, serta umat dapat melihat penyuluh dalam pelaksanaan puja bakti, yang dapat dicontoh. Penyuluh tidak hanya memberikan penyuluhan dengan teori-teori saja, namun wujud nyata yang lebih dibutuhkan. Panyuluh harus memiliki nilai-nilai yang dapat menyentuh hati nurani umat daripada memberikan informasi atau pengetahuan yang ada, dengan upaya yang dilakukan penyuluh dengan datang sebelum kegiatan puja bakti berlangsung (disiplin waktu), serta ikut membaur dalam kegiatan puja bakti. Ketika umat telah melihat sikap atau prilaku penyuluh maka ucapannya akan mudah didengar serta untuk memberikan pemahaman lebih mudah serta kenyamanan umat pula dalam mengungkapkan pendapatnya dari pemahaman tentang puja bakti kepada penyuluh, sehingga hal tersebut dapat memberi efek guna memberikan pemahaman benar dalam memaknai puja bakti. Pelaksanaan puja bakti di Cetiya Dharma Dvipa dilakukan dengan beberapa kegiatan yaitu pembacaan palivacana, meditasi, Dhammadesana, Vihara Gita, dan pelimpahan jasa (Paṭṭidana). Puja bakti dilaksanakan setiap selasa malam yang menajdi kegiatan rutin di Cetiya Dharma Dvipa, jumlah umat setiap pelaksanaan puja bakti tidak kurang dari empat puluh orang. Hal ini menunjukan bahwa umat Buddha Cetiya Dharma Dvipa rajin melaksanakan puja bakti. Sebagai umat Buddha yang baik, sudah seharusnya dapat meluangkan waktu untuk ke cetiya melaksankan puja bakti minimal satu kali dalam seminggu. Dalam rangkaian pelaksanaan puja bakti di Cetiya Dharma Dvipa setiap kegiatan memiliki maksud tersendiri, pertama kali umat membaca palivacana secara bersama-sama dengan lantang. Pembacaan palivacana harus dilakukan dengan khidmat dan penuh perhatian. Pembacaan palivacana secara benar sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ada di dalam kitab Suci Tipiṭaka (Pali Text). Pembacaan palivacana sebaiknya tidak dinyanyikan sebab bila umat membaca palivacana dinyanyikan umat merasa senang (bangga) pada dirinya dengan suara yang didengarnya, ataupun orang lain yang senang mendengar suaranya, menghindari umat lain untuk tidak mencemooh, agar tidak mengganggu konsentrasi saat membacaa paritta karena akan sibuk mengatur suaranya, serta tidak menumbulkan pandangan-pandangan salah seperti menimbulkan persaingan dari umat satu ke umat yang lain. Selain ini ketika membaca palivacana lebih menekankan kepada makna palivacana yang dibacakan. Kegiatan kedua yaitu umat melaksanakan meditasi. Pelaksanaan meditasi di Cetiya Dharma Dvipa berjalan dengan baik, umat melaksanakan meditasi sepuluh sampai lima belas menit, objek cinta kasih (mettā) yang sering digunakan. Umat dalam kegiatan meditasi harus memiliki pandangan benar tentang meditasi, sehingga waktu yang telah digunkan oleh umat dalam meditasi membawa manfaat. Kegiatan ketiga yaitu Dhammadesana, waktu dimana penyuluh melakukan perannya untuk menyampaikan Buddha Dhamma. Kegiatan ketika penyuluh melakukan penyuluhan umat antusias untuk mendengarkan, waktu yang dimiliki penyuluh tidaklah banyak, sekitar satu jam, setelah beberapa menit umat dapat menanggapi penyuluh melalui sikapnya, ketika penyuluh disenangi oleh umat, maka umat akan terus mendengarkan dengan antusias, namun masih ada umat yang sibuk dengan hand phone, ngobrol dengan umat disampingnya, atau keluar tidak mendengarkan Dhammadesana, alasan ini dipengaruhi pula dengan penyuluh serta pemahaman umat yang kurang baik. Untuk itu penyuluh harus mampu mengerti sesuatu secara jelas, sehingga dapat menghubungkan suatu hal dengan hal lainnya yang disertai contoh-contoh yang tepat, dapat mengira-ngira apakah topik yang disampaikan dapat dimengerti atau tidak, terampil memanfaatkan kesempatan yang ada, yang sifatnya menguntungkan. Kemudian setelah umat mendengarkan Dhammadesana atau penyuluhan yang diberikan oleh penyuluh, umat melakukan Vihara Gita yaitu menyanyikan beberapa lagu-lagu Buddhis. Bernyanyi lagu-lagu Buddhis selain merasakan indahnya alunan irama lagu serta mengekpresikan emosi terhadap maksud lagu, sehingga makna yang terkandung dalam lagu dapat dirasakan. Pelaksanaan puja bakti yang terakhir adalah melakukan pelimpahan jasa (paṭṭidana), umat yang telah melaksanakan puja bakti bersama-sama melimpahkan jasa untuk kebahagian semua makhluk. III. Simpulan dan Saran Peran penyuluh agama Buddha dalam upaya memahami puja bakti sangat penting, penyuluh agama Buddha dapat memberikan pemahaman benar tentang pengertian, sejarah, makna, manfaat, serta sikap dalam pelaksanaan puja bakti yang baik dan benar. Cara dalam upaya memahami makna puja bakti dengan ceramah perlu menggunakan alat bantu, serta dapat menggunkaan cara bimbingan (wawancara) yang sifatnya individual atau pribadi. Pelaksanaan puja bakti yang baik dan benar adalah, melaksanakan puja bakti yang didasari dengan pemahaman benar, serta pelaksanaan yang beretika dan estetika. Penyuluh agama Buddha dapat melakukan penyuluhan dengan cara ceramah dengan menggunakan alat bantu, serta dapat menggunakan cara lain seperti bimbingan individual atau pribadi berupa wawancara yang lebih efektif lagi untuk memberikan pemahaman benar tentang makna puja bakti maupun Buddha Dhamma lainnya kepada umat Buddha. Kepada umat Buddha hendaknya dapat mempelajari pengetahuan tentang puja bakti agar memiliki pemahaman benar dalam mekmaknai puja bakti, sehingga pelaksanaan puja bakti bukan sekedar rutinitas umat Buddha, melainkan benar-benar sebuah penghormatan yang tercetus dalam diri yang disertai pemahaman benar. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, serta para peneliti lain. IV. Penutup Demikian dari sebuah pemaparan yang telah penulis sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi, dan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut serta dalam mendukung pembuatan artikel ini. Daftar Pustaka Hendra. 2009. Peranan Praktik Kebaktian Terhadap Upaya Peningkatan Pemahaman Dhamma. Skripsi tidak diterbitkan. Tangerang: Program Sarjana STAB Negeri Sriwijaya. Herwidanto, Dody. 2004. Pokok-Pokok Dasar Buddha Dhamma. Bogor: Dhamma Study Group Bogor. Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Suwarni, Iin. 2008. Peranan Dharmaduta terhadap Peningkatan Saddha Umat Buddha. Skripsi tidak diterbitkan. Tangerang: Program Sarjana STAB Negeri Sriwijaya. Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.