1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi bayi sehat adalah indikator penentu kesehatan nasional di suatu negara. Hal ini dapat ditandai dengan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan usia harapan hidup. Hingga kini Angka Kematian Bayi masih menjadi prioritas masalah pada bidang pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia. Tingginya Angka Kematian Bayi serta lambatnya penurunan angka tersebut menunjukkan bahwa pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak sangat mendesak untuk ditingkatkan. Laporan WHO Tahun 2010 menunjukkan bahwa Angka Kematian Bayi di dunia adalah 49 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2012). Bila dilihat dari tujuan Millenium Development Goals/MDGs pada tahun 2015, AKB di dunia masih berada jauh di atas angka 17 per 1000 kelahiran hidup. Oleh karena itu tinginya AKB masih merupakan suatu permasalahan serius yang perlu tanggulangi bersama. Menurunkan jumlah AKB demi mencapai tujuan MDGs adalah tantangan terbesar bagi negara Indonesia. Sementara Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan bahwa sampai saat ini AKB yang terjadi di Indonesia masih sebanyak 34 per 1000 kelahiran hidup (BKKBN, 2007). Tingginya Angka Kematian Bayi di Indonesia, sebagian besar disebabkan karena ibu melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Hal ini telah ditunjukkan dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 yaitu BBLR 1 2 telah menyebabkan kematian bayi sebanyak 29 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2005). Bila dilihat dari proporsi bayi berat lahir rendah di dunia diperkirakan dari seluruh kelahiran bayi di dunia, sebanyak 15% merupakan bayi dengan berat lahir dibawah 2.500 gram. Kejadian ini lebih sering terjadi pada negara yang sedang berkembang dengan tingkat sosial ekonomi rendah, dimana salah satunya adalah negara Indonesia (WHO, 2007). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 prevalensi BBLR di Indonesia secara keseluruhan adalah 11,1% dari seluruh kelahiran di Indonesia. Salah satu Provinsi yang sampai saat ini masih memiliki kasus bayi dengan berat lahir rendah adalah Bali, dimana proporsi kejadiannya sebesar 12,1% dari seluruh kelahiran di Bali (Riskesdas,2010). Bila dilihat perbandingannya, proporsi BBLR di Provinsi Bali masih berada diatas angka proporsi BBLR di Indonesia. Oleh karena itu BBLR merupakan salah satu permasalahan serius yang harus ditangani oleh Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Dampak buruk BBLR terhadap tumbuh kembang anak adalah dampak psikis dan fisik. Dampak psikis menyebabkan masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi terganggu, sulit berkomunikasi, hiperaktif dan tidak mampu beraktifitas seperti anak-anak normal lainnya. Sedangkan dampak fisiknya bayi mengalami penyakit paru kronis, gangguan pengelihatan, gangguan pendengaran, kelainan kongenital, sindroma down, anemia, pendarahan, gangguan jantung, gangguan pada otak, kejang, dan bahkan menyebabkan bayi mengalami kematian (Proverawati, 2012). Laporan Dinas Kesehatan Propinsi Bali tahun 2011 menunjukkan bahwa proporsi bayi berat lahir rendah yang terjadi di Bali 29,4 per 1000 kelahiran 2 3 hidup. Sedangkan pada tahun 2012, proporsi BBLR yang terjadi telah mengalami sedikit penurunan menjadi 24,5 per 1000 kelahiran hidup dan 24 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2013. Meskipun proporsi kejadian bayi berat lahir rendah telah mengalami sedikit penurunan tiap tahunnya, namun kejadian ini masih tetap terjadi dan merupakan permasalahan serius yang perlu ditanggulangi. Kejadian BBLR di Provinsi Bali merupakan penyebab terbanyak kematian bayi di Provinsi Bali yaitu 41,3% dari 373 kasus kematian bayi (Dinkes Propinsi Bali, 2013). Adapun beberapa Kabupaten di Propinsi Bali dengan proporsi BBLR tertinggi pada tahun 2013 yaitu Kabupaten Bangli, Klungkung, Karangasem, dan Gianyar (Dinkes Provinsi Bali, 2013). Kabupaten Gianyar merupakan salah satu kabupaten tertinggi pada urutan keempat sebagai kabupaten dengan proporsi BBLR tertinggi di Provinsi Bali tahun 2013 (Dinkes Provinsi Bali, 2013). Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar tahun 2011 menunjukkan bahwa proporsi BBLR yang terjadi di Gianyar adalah 33,7 per 1000 kelahiran hidup. Bahkan, pada tahun 2012 proporsi BBLR di Kabupaten Gianyar mengalami peningkatan menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup. Namun, pada tahun 2013 BBLR mengalami penurunan menjadi 31 per 1000 kelahiran hidup di Kabupaten Gianyar. Meskipun demikian, kejadian BBLR telah menyebabkan kematian bayi terbanyak yaitu 41,89% dari 74 kasus kematian bayi di Kabupaten Gianyar (Dinkes Kabupaten Gianyar, 2013) dan merupakan penyumbang AKB tertinggi di Provinsi Bali (Dinkes Propinsi Bali, 2013). Faktor risiko terjadinya bayi berat lahir rendah sangat erat kaitannya dengan masalah kesehatan ibu selama kehamilan dan persalinan. Ibu hamil dengan tingkat sosial ekonomi rendah umumnya kurang mampu secara ekonomi 3 4 dalam memenuhi kecukupan gizi pada masa kehamilan. Hal ini berdampak pada kondisi kesehatan ibu dan janin dalam kandungan sehingga mempengaruhi berat badan bayi saat persalinan (Proverawati, 2009). Adanya perilaku merokok di dalam rumah tangga mengakibatkan anggaran belanja keperluan rumah tangga terbagi setiap bulannya untuk biaya keperluan merokok. Kenyataan ini tentu sangat merugikan karena anggaran belanja untuk memenuhi kebutuhan gizi terutama gizi ibu hamil di dalam rumah tangga menjadi berkurang. Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar Tahun 2013 menggambarkan bahwa sesungguhnya pelayanan kesehatan ibu hamil sudah cukup memadai. Diantaranya adalah pelayanan ANC, pelayanan kesehatan neonatal, penanganan komplikasi neonatal, dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Meskipun relatif mengalami sedikit penurunan, tetapi bayi berat lahir rendah masih tetap menjadi permasalahan dari tahun ke tahun. Bahkan telah menyumbang angka kematian terbanyak di Kabupaten Gianyar (Dinkes Kabupaten Gianyar, 2013). Permasalahan ini menunjukkan bahwa masih ada faktor lain yang ikut berperan sebagai penyebab terjadinya BBLR, dimana salah satunya adalah karena pengaruh dari paparan asap rokok. Paparan asap rokok selama kehamilan sangat mempengaruhi perkembangan janin, karena kandungan nikotin dan karbon monoksida di dalam rokok dapat menghambat distribusi nutrisi pada janin. Bila janin dalam kandungan mengalami kekurangan nutrisi maka berpengaruh terhadap kondisi pertumbuhan, perkembangan, dan berat badan lahir bayi pada waktu persalinan (Proverawati, 2009). 4 5 Bila dilihat berdasarkan proporsi perokok di Indonesia, negara Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok terbanyak di dunia, setelah Cina dan India. Saat ini diperkirakan sebanyak 65 juta orang merokok setiap harinya di Indonesia (Riskesdas, 2010). Kenyataan ini dipertegas oleh temuan Global Adult Tobacco Survey bahwa sebanyak 61,4 juta orang dewasa di Indonesia sampai saat ini memiliki kebiasaan merokok, dimana 67,4% diantaranya adalah laki-laki. Ketua Badan Khusus Pengendalian Tembakau-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia menyatakan bahwa saat ini jumlah perokok Indonesia sudah semakin meningkat, bahkan 12,7% telah meninggal akibat penyakit yang berhubungan dengan perilaku merokok (Kartono, 2013). Berdasarkan proporsi perokok di Indonesia saat ini adalah 16 kali lebih tinggi pada laki-laki (65,9%) dibandingkan dengan perempuan (4,2%). Secara nasional rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap perokok setiap hari (52,3% ) adalah 1-10 batang, dimana dua dari lima perokok rata-rata menghisap sebanyak 11-20 batang per harinya. Sedangkan perokok 21-30 batang per hari dan > 30 batang per hari masing-masing sebanyak 2,1% (Riskesdas, 2010). Setiap paparan asap rokok berasal dari satu batang rokok yang dihisap setiap harinya dapat mengurangi hak hidup seseorang selama 8 menit lamanya. Hal ini berarti bahwa semakin banyak batang rokok yang dihisap maka risiko untuk mengurangi hak hidup orang lain semakin meningkat (Kartono, 2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menunjukkan bahwa proporsi penduduk di Provinsi Bali umur 15 tahun keatas yang sedang merokok pada saat survei adalah 31,0%, setelah Sulawesi Tenggara (28,3%), Kalimantan Selatan (30,5%), dan DKI Jakarta (30,8%) (Riskesdas, 2010). Bila dilihat proporsi 5 6 perokok di dalam rumah, sebanyak 76,6% penduduk Indonesia yang merokok memiliki kebiasaan merokok di dalam Rumah. Sedangkan di Provinsi Bali proporsi perokok di dalam rumah adalah 68,1% dari seluruh penduduk yang merokok (Riskesdas, 2010). Perilaku merokok di dalam rumah sangat membahayakan kesehatan anggota keluarga terutama bagi ibu hamil di dalam rumah tangga. Paparan asap rokok dapat mengganggu perkembangan dan pertumbuhan janin di dalam kandungan karena zat-zat berbahaya dari asap rokok menghambat asupan gizi dari ibu untuk janinnya. Keadaan ini berpengaruh pada kondisi dan berat badan lahir bayi pada waktu persalinan. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan maka rumusan masalah yang diperoleh dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah pengaruh paparan asap rokok dari suami perokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar? 2. Bagaimanakah pengaruh paparan asap rokok dari anggota keluarga perokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar? 6 7 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Pengaruh paparan asap rokok dari suami perokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar 2. Pengaruh paparan asap rokok dari anggota keluarga perokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Sebagai masukan dalam upaya pengembangan dan penerapan Ilmu Kesehatan Masyarakat bidang Kesehatan Ibu dan Anak khususnya tentang pengaruh faktor risiko dari paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. 7 8 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar dalam menentukan kebijakan regulasi pembuatan kawasan rumah bebas asap rokok. 2. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, khususnya di bidang Kesehatan Ibu dan Anak dalam penyusunan program untuk pencegahan dan penanggulangan kejaadian bayi berat lahir rendah di wilayah kerjanya. 3. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar dalam menentukan kebijakan, khususnya di bidang Kesehatan Ibu dan Anak untuk mengambil suatu kebijakan menurunkan angka kejadian bayi berat lahir rendah. 4. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, khususnya di bidang Kesehatan Ibu dan Anak untuk melakukan advokasi dalam pembuatan klinik berhenti merokok. 5. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, khususnya integrasi pada program Kesehatan Ibu dan Anak dengan program Gizi dalam rangka klinik berhenti merokok yang dibuat. 1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman pada masyarakat untuk mengetahui tentang pengaruh faktor risiko dari bahaya paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. 8 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bayi Berat Lahir Rendah Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan dibawah 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Bayi yang berada di bawah persentil 10 dinamakan ringan untuk umur kehamilan. Sebelumnya neonatus dengan berat lahir dibawah 2.500 gram disbut prematur. Namun selanjutnya WHO menyatakan bahwa semua bayi baru lahir dengan berat lahir dibawah 2.500 gram disebut Low Birt Weight Infant, karena tidak semua bayi berat dibawah 2.500 gram pada waktu lahir adalah prematur (Proverawati, 2012). Dalam Proverawati (2012) dijelaskan bahwa Kongres European Perinatal Medicine II yang diadakan di London mendefinisikan tentang maturitas bayi lahir. Diantaranya adalah kurang bulan yaitu masa kehamilannya sebelum 37 minggu (259 hari); cukup bulan yaitu masa kehamilannya dimulai dari 37-42 minggu (259-293 hari); dan lebih bulan yaitu masa kehamilannya mulai 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih). Sedangkan menurut Manuaba (2012) klasifikasi berat badan lahir bayi terdiri dari bayi berat lahir normal dimulai dari 2.500-4.000 gram; bayi berat lahir lebih diatas 4.000 gram; bayi berat lahir rendah dibawah 2.500 gram atau 1.500-2.500 gram; bayi berat lahir sangat rendah dibawah 1.500 gram; dan bayi berat lahir ekstrim rendah dibawah 1.000 gram. Bayi berat lahir rendah dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dan bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR). Bayi berat lahir sangat rendah adalah bayi dengan berat lahir dari 9 10 1000-1500 gram, sedangkan bayi berat lahir amat sangat rendah adalah bayi dengan berat lahir dibawah 1000 gram. Keadaan bayi berat lahir rendah berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur), yaitu bayi lahir cukup bulan (dismaturitas) tetapi berat badan lahirnya lebih kecil dibandingkan masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Menurut Manuaba (2012) klasifikasi bayi berat lahir rendah dapat dibedakan berdasarkan masa gestasi dan dihitung dari hari pertama haid terakhir sampai saat kelahiran. Diantaranya bayi kurang bulan (preterm) adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari); bayi cukup bulan (aterm) adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu (259-293 hari); dan bayi lebih bulan (posterm) adalah bayi dengan masa kehamilan lebih dari 42 minggu (294 hari atau lebih). 2.2 Manifestasi Klinis Bayi Berat Lahir Rendah Secara umum gambaran klinis dari bayi berat lahir rendah yang Kecil Masa Kehamilannya (KMK) menurut Proverawati (2012) adalah umur bayi yang kehamilannya cukup bulan tetapi beratnya dibawah 2500 gram, gerakan bayi aktif, menangis cukup kuat, kulit bayi keriput, lemak bawah kulit tipis. Pada bayi perempuan bagian labia minora ditutupi oleh bagian labia mayora, sedangkan pada bayi laki-laki testis menurun dan bayi menghisap cukup kuat. 2.3 Masalah Jangka Pendek dan Jangka Panjang Bayi Berat Lahir Rendah Pada bayi berat lahir rendah banyak sekali risiko yang dihadapi pada perkembangan dan kesehatan bayi tersebut kedepannya, hal ini dikarenakan kondisi tubuh yang tidak stabil. Permasalahan bayi berat lahir rendah ada dua 10 11 yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Masalah jangka pendek yang pertama adalah gangguan metabolik seperti hipotermia; hipoglekimia; hiperglikemia; dan masalah pada pemberian ASI. Kedua adalah gangguan imunitas seperti gangguan imunologik; kejang saat dilahirkan; dan ikterus. Ketiga, gangguan pernapasan seperti sindroma gangguan pernafasan; asfiksia; apneu periodik; paru yang belum berkembang; dan retrolental fibroplasia. Keempat adalah gangguan sistem peredaran darah seperti perdarahan; anemia; gangguan jantung; gangguan pada otak; bayi berat lahir rendah dengan ikterus; kejang; dan hipoglikemia. Kelima adalah gangguan cairan dan elektrolit seperti gangguan eliminasi, distensi abdomen, gangguan pencernaan, dan gangguan elektrolit. Masalah jangka panjang yang pertama adalah psikis seperti gangguan perkembangan dan pertumbuhan, gangguan berbicara dan berkomunikasi, gangguan neurologi dan kognisi, gangguan proses belajar, serta gangguan atensi dan hiperaktif. Kedua adalah fisik seperti penyakit paru kronis, gangguan pengelihatan (retinopati) dan pendengaran, kelainan bawaan (kelainan kongenital), celebral palsy, clubfoot, dislokasi panggul bawaan, hipotiroidisme kongenital, fibrosis kistik, defek saluran pernafasan, sindroma down, fenilketonuria, sindroma X yang rapuh, distrofi otot, anemia sel sabit, penyakit tay-sachs, dan sindroma alcohol pada janin. 2.4 Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Terjadinya Bayi Berat Lahir Rendah Secara umum penyebab terjadinya bayi berat lahir rendah bersifat multifactor sehingga tindakan pencegahan seringkali lebih sulit untuk dilakukan. Semakin muda usia kehamilan ibu maka resiko jangka pendek dan jangka panjang 11 12 yang disebabkan bayi berat lahir rendah semakin besar. Beberapa faktor penyebab terjadinya bayi berat lahir rendah secara umum (Manuaba, 2012) adalah : 1. Faktor Ibu a. Umur Ibu Umur 20-35 tahun adalah umur reproduksi yang optmal bagi seorang wanita, karena pada umur tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan, mental sudah matang, sudah mampu merawat bayi dan dirinya sendiri sebagai seorang ibu (Manuaba, 2012). Sedangkan pada umur dibawah 20 tahun, organ-organ reproduksi wanita tidak dapat berfungsi dengan sempurna. Bila rahim dan panggul wanita belum mencapai ukuran dewasa akan mempermudah terjadinya komplikasi pada masa kehamilan dan persalinan. Demikian pula pada wanita dengan usia lebih dari 35 tahun, organ reproduksinya mengalami penurunan kesehatan karena proses degeneratif sudah mulai bermunculan (Prawirohardjo, 2010). Salah satu efek dari proses reproduksi adalah sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium yang menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata dan mempengaruhi penyaluran nutrisi dari ibu ke janin. Dampaknya adalah terganggunya pertumbuhan janin di dalam rahim (Prawirohardjo, 2010). Sesuai dengan hasil penelitian Jaya (2009) bahwa ibu yang berumur dibawah dari 20 tahun atau diatas 35 tahun berisiko 6,924 kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang berumur diatas 20 tahun atau dibawah 35 tahun. 12 13 b. Pendidikan Ibu Pendidikan yang dimiliki oleh ibu adalah salah satu faktor penentu terjadinya bayi berat lahir rendah. semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki bu maka semakin mudah memahami kiat-kiat dalam menjaga kesehatan selama kehamilan (Proverawati, 2012). Salah satu hal penting yang harus diketahui ibu adalah melakukan kunjungan antenatal pada tenaga kesehatan yang professional, misalnya di Puskesmas. Sebaliknya bila seorang ibu pendidikannya rendah akan lebih sulit mengetahui dan memahami kiatkiat dalam menjaga kesehatan selama kehamilan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan rendah umumnya memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi (Merzalia, 2012). Sesuai dengan penelitian Festy (2010) bahwa ibu yang berpendidikan rendah memiliki kecenderungan untuk melahirkan bayi berat lahir rendah 4,346 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rochadi (2005) bahwa pendidikan ibu yang rendah bukan merupakan faktor risiko terjadinya bayi berat lahir rendah (OR = 0,595). c. Pekerjaan Ibu Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mencari nafkah (menghasilkan uang). Menurut Notoatmojdo (2007) ibu yang sibuk bekerja, terutama melakukan pekerjaan fisik memiliki sedikit waktu untuk memperoleh informasi berkaitan dengan kondisi kesehatan. Selain itu, ibu hamil yang mengambil pekerjaan berat dan melelahkan dapat mengganggu 13 14 kondisi kesehatan dirinya dan kandungannya. Hal tersebut berdampak pada perkembangan janin, bahkan menyebabkan lahirnya bayi berat lahir rendah karena ibu terlalu lelah dengan pekerjaannya (Proverawati, 2012). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Widiyastuti (2008) bahwa ibu yang sibuk bekerja berisiko 3,47 kali lebih tinggi melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Demikian pula pada penelitian yang dilakukan Oktovina (2011) bahwa pekerjaan ibu ada hunungannya dengan kejadian bayi berat lahir rendah. ibu yang bekerja berisiko 3,1 kali lebih tinggi melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. d. Status Gizi Ibu Status gizi ibu pada masa kehamilan berkaitan erat dengan terjadinya bayi berat lahir rendah karena status gizi pada masa kehamilan dapat mempengaruhi perkembangan janin dalam kandungan (Manuaba, 2012). Apabila status gizi pada masa kehamilan tidak tercukupi maka dapat menghambat perkembangan otak pada janin, anemia bayi baru lahir, mudah terinfeksi penyakit, dan terjadi abortus (Merzalia, 2012). Selain berdampak pada perkembangan janin, gizi kurang juga memberi dampak buruk bagi kesehatan ibu, yaitu menyebabkan anemia gizi, anemia zat besi, osteomalasia, gangguan kesehatan gigi, turunnya daya tahan tubuh, dan penyulit saat persalinan. Dalam keadaan normal biasanya rata-rata berat badan ibu hamil mengalami peningkatan sebanyak 12,5 kg, tetapi seringkali terjadi peningkatan berat badan pada masa kehamilan mencapai 6,5 kg sampai 16 kg (Merzalia, 2012). 14 15 Untuk mengetahui keadaan status gizi ibu hamil dapat dilakukan melalui pemeriksaan antropometri yang meliputi penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, indeks masa tubuh, dan pengukuran lingkar lengan atas (LILA). Diantara cara-cara tersebut yang paling efektif digunakan adalah melalui pengukuran LILA (Proverawati, 2012). Standar LILA yang digunakan di Indonesia adalah bila pita LILA menunjukkan angka dibawah 23,5 cm maka ibu hamil tersebut mengalami status gizi kurang. Sebaliknya bila pita LILA menunjukkan angka diatas 23,5 cm maka ibu hamil tersebut mengalami status gizi baik (Merzalia, 2012). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Jaya (2009) bahwa ibu yang memiliki status gizi kurang berisiko 9,94 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang memiliki status gizi baik. e. Paritas Paritas menjelaskan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh ibu. Paritas merupakan salah satu faktor risiko penting menentukan nasib ibu selama kehamilan maupun persalinan (Prawirohardjo, 2010). Risiko gangguan kesehatan ibu dan anak mengalami peningkatan pada persalinan pertama, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya (Proverawati, 2012). Kehamilan dan persalinan pertama dapat meningkatakan resiko gangguan kesehatan dikarenakan ibu belum pernah mengalami kehamilan sebelumnya. Selain itu, jalan lahir baru pertama kali dicoba dan dilalui oleh janin. Sebaliknya bila seorang ibu terlalu sering melakukan persalinan maka kondisi rahim menjadi semakin melemah karena adanya jaringan parut uterus yang disebabkan hamil yang berulang-ulang. 15 16 Jaringan parut uterus menyebabkan tidak adekuatnya ketersediaan darah dari ibu ke plasenta, sehingga aliran darah yang disalurkan melalui plasenta tidak cukup untuk menyalurkan nutrisi ke janin. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan janin di dalam rahim menjadi terganggu (Depkes RI, 2005). Sesuai penelitian Suriani (2010) yang menganalisis data hasil survei SDKI tahun 2007 bahwa ibu yang memiliki paritas lebih dari 4 kali berisiko 1,24 kali lebih besar untuk melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan ibu yang memiliki paritas kurang dari 4 kali. f. Jarak Kehamilan Jarak kehamilan sebelum 2 tahun menyebabkan pertumbuhan janin kurang baik. Persalinan yang berlangsung terlalu lama dan terjadinya perdarahan diakibatkan karena kondisi rahim belum pulih sepenuhnya (Proverawati, 2012). Pertumbuhan janin kurang baik diakibatkan karena jarak kelahiran anak dibawah dua tahun, kondisi rahim lemah, dan kesehatan ibu yang belum pulih sepenuhnya. Keadaan seperti ini perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan kondisi janin melemah dan bayi yang lahir memiliki berat badan kurang (Manuaba, 2010). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sistiarani (2008) bahwa ibu yang memiliki jarak kelahiran dibawah dua tahun berisiko 5,11 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang memiliki jarak kelahiran diatas dua tahun. g. Tingkat Sosial Ekonomi Kejadian bayi berat lahir rendah sering terjadi pada ibu dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Sosial ekonomi masyarakat sering dinyatakan dengan 16 17 pendapatan keluarga yang mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan, kesehatan, dan pemenuhan gizi dalam keluarganya (Proverawati, 2012). Kondisi sosial ekonomi seseorang mempengaruhi kemampuannya mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai, misalnya melakukan kunjungan prenatal untuk mengetahui kondisi kesehatan ibu hamil, kondisi perkembangan janin, ada gangguan pada janin, komplikasi pada kehamilan, dan memperoleh informasi tentang cara menjaga kesehatan ibu dan perkembangan janin selama kehamilan. Wanita pada tingkat sosial ekonomi rendah mempunyai kemungkinan 50% lebih tinggi mengalami kelahiran kurang bulan sehingga menyebabkan bayi yang lahir memiliki berat badan kurang (Manuaba, 2010). Sesuai dengan penelitian Amalia (2009) bahwa ibu yang status ekonominya rendah berisiko 4,354 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang status ekonomi tinggi. Demikian juga pada penelitian Torres (2005) di Kota Mexico bahwa ibu hamil yang memiliki tingkat sosial ekonomi rendah berisiko 2,19 kali melahirkan bayi dalam keadaan berat lahir rendah dibandingan dengan ibu yang memiliki tingkat sosial ekonomi tinggi. 2. Faktor Lingkungan a. Paparan Asap Rokok Paparan zat-zat beracun adalah paparan asap yang dihirup berasal dari rokok maupun udara tercemar oleh gas-gas berbahaya. Ibu hamil yang terpapar asap rokok memiliki risiko lebih besar melahir bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Kondisi ibu 17 18 yang terpapar asap rokok dapat mempengaruhi perkembangan janin dalam kandungan karena berbagai senyawa yang terkandung di dalam rokok dapat mengganggu suplai oksigen dari ibu ke bayinya sehingga sangat berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah. Sesuai dengan penelitian Amalia (2009) bahwa ibu yang terpapar asap rokok berisiko 5,516 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan ibu yang tidak terpapar asap rokok. Demikian juga penelitian Lewis (2007) di Kota Inggris bahwa ibu yang selama kehamilannya terpapar asap rokok dalam lingkungan berisiko 1,23 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan ibu yang tidak terpapar asap rokok. Paparan dari udara yang tercemar oleh gas-gas beracun, seperti karbon monoksida, amonia, aseton, formaldehid, sianida hydrogen, piren dan vinilklorida sangat berbahaya bagi kesehatan terutama bagi ibu hamil. Bila gas-gas berbahaya ini dihirup oleh ibu hamil dan beredar ke pembuluh darah dapat menyebabkan pertumbuhan janin di dalam kandungan menjadi terganggu. Bahkan, hal ini dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen di dalam tubuh ibu hamil sehingga menimbulkan kelainan kongenital pada bayi (Proverawati, 2012). b. Sosial Budaya Sosial budaya merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya bayi berat lahir rendah. Latar belakang budaya mempunyai pengaruh yang penting terhadap bermacam-macam aspek kehidupan manusia, diantaranya kepercayaan, tanggapan, emosi, bahasa, agama, bentuk keluarga, pola makan, diet, pakaian, dan bahasa tubuh. Budaya tentang cara atau pola makan yang salah dapat mempengaruhi status gizi ibu hamil yang secara langsung ikut 18 19 memberi pengaruh pada janinnya. Kesalahan pola makan yang sering dijumpai di masyarakat adalah kepercayaan tentang larangan mengkonsumsi makanan pantangan dan pembagian makanan dalam keluarga yang tidak tepat, dimana kecukupan gizi suami selalu menjadi yang lebih diutamakan karena suami dianggap sebagai kepala keluarga. Ibu yang sedang hamil memerlukan aupan gizi yang lebih dibandingkan dengan wanita lain pada umumnya. Namun pada kenyataannya sebagian besar wanita yang telah berumah tangga meskipun dalam keadaan hamil yang diperhatikan adalah kecukupan gizi anggota keluarga, bukan kecukupan gizi untuk dirinya. Seharusnya yang mendapatkan perhatian serius mengenai kecukupan gizi adalah ibu hamil karena asupan gizi yang cukup bukan hanya diperlukan oleh ibu saja tetapi janin di dalam kandungan juga ikut memerlukan. Ibu hamil harus teratur mengkonsumsi makanan yang bergizi demi menjaga kesehatan dirinya maupun menjaga pertumbuhan dan perkembangan janin yang dikandungan (Proverawati, 2009). 2.5 Asap Rokok dan Kehamilan Rokok adalah salah satu zat adiktif yang berbahaya bagi kesehatan. Rokok terbuat dari hasil olahan tembakau Nicotiana Tobacum, Nicotiana Rustica yang dibungkus dengan cerutu mengandung zat nikotin, tar, karbon monoksida (CO), dan timah hitam (Pb). Tanaman Nicotiana Tabacum adalah tembakau yang dipergunakan sebagai bahan untuk membuat sigaret, cerutu, tembakau pipa, dan rokok. Di Indonesia tembakau, cengkeh, dan bahan-bahan lain diolah sebagai bahan dasar pembuatan rokok kretek. Tembakau juga bisa digunakan sebagai 19 20 rokok linting, cerutu, rokok putih, rokok pipa, tembakau tanpa asap, dan tembakau kunyah. Rokok mengandung beberapa bahan-bahan berbahaya yang dapat merusak kesehatan tubuh, diantaranya adalah tar, nikotin, karbon monoksida (CO), dan timah hitam (Pb). Tar adalah bagian partikel rokok yang mengandung zat kimia karsinogenik yaitu zat pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh manusia. Tar terdiri dari ribuan zat kimia yang terkumpul dalam komponen padat pada asap rokok. Zat ini dapat merusak permukaan gigi sehingga gigi berwarna coklat, merusak saluran pernapasan, merusak paru-paru dan menyebabkan kanker. Nikotin adalah senyawa alkaloid toksik bersifat adiktif sehingga menyebabkan ketergantungan bagi penggunanya. Efek dari penggunaan nikotin dapat merusak sistem syaraf, mempersempit pembuluh darah, dan meningkatkan tekanan darah. Jumlah nikotin yang masuk ke dalam tubuh tergantung dari jumlah tembakau yang terkandung di dalam rokok, kualitas rokok, menggunakan filter, lama dan dalamnya isapan. Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun yang berpengaruh kuat terhadap kerja hemoglobin pada darah. Ikatan CO dengan haemoglobin menyebabkan haemoglobin tidak mampu melepaskan ikatan CO. Akibatnya adalah fungsi haemoglobin sebagai pengangkut oksigen mulai berkurang, sehingga hemoglobin yang terbentuk hanya mampu mencapai tingkat tertentu saja, bahkan bisa menyebabkan kematian. Timah hitam (Pb) yang terkandung dalam sebatang rokok menghasilkan polutan sebanyak 0,5 mikro gram, maka dapat diperkirakan bila seseorang mengkonsumsi satu bungkus (20 batang) rokok dalam satu hari polutan yang 20 21 dihasilkan adalah 10 mikro gram. Batas ukuran timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 mikro gram per hari. Bila 40 batang rokok rata-rata dikonsumai oleh perokok berat setiap harinya, maka jumlah polutan berbahaya yang masuk ke dalam tubuh adalah dua kali lipat dari 20 batang rokok. Berdasarkan asap rokok yang dihirup dapat dibedakan menjadi dua kategori perokok yaitu perokok pasif dan perokok aktif. Perokok pasif adalah seseorang yang tidak merokok (pasif smoker) tetapi menghirup asap rokok dari orang lain. Asap rokok tersebut bisa menjadi polutan bagi orang lain disekitarnya. Asap rokok yang terhirup oleh orang bukan perokok tetapi karena terpapar asap rokok dari orang yang merokok bisa menimbulkan scone handsmoke (Bustan, 2000). Sedangkan perokok aktif adalah orang yang memiliki kebiasaan merokok dan menghirup asap rokok yang berasal dari isapan rokoknya. Penelitian yang dilakukan oleh Rasyid (2012) menunjukkan bahwa keterpaparan asap rokok selama kehamilan memberi pengaruh sebesar 4,2 kali terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Perokok aktif dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu perokok ringan dan perokok berat. Perokok ringan adalah perokok yang menghisap < 10 batang perhari dan perokok berat adalah orang yang menghisap ≥ 10 batang perhari (Nindriani, 2013). Bila dilihat dari riwayat lamanya merokok, perokok aktif dapat dibagi menjadi dua, yaitu perokok ringan dan perokok berat. Perokok ringan adalah perokok yang mengkonsumsi rokok < 10 tahun, sedangkan perokok berat adalah orang yang mengkonsumsi rokok ≥ 10 tahun (Bustan, 2000). Bila dilihat dari kebiasaan merokok, perokok aktif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perokok ringan dan perokok berat. Perokok ringan adalah perokok yang merokok 21 22 tidak setiap hari, sedangkan perokok berat adalah orang yang merokok tidak setiap hari (Riskesdas, 2010). Bila ada ibu hamil yang berada dekat dengan suami atau keluarga, bahkan orang lain yang sedang merokok setiap hari (perokok aktif), maka semakin berisiko mengalami gangguan kesehatan, terutama penyakit yang berhubungan dengan kehamilan. Paparan asap rokok yang dihirup ibu hamil menyebabkan terganggunya kesehatan ibu dan pertumbuhan janin di dalam kandungan, sehingga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan dan berat badan bayi pada saat persalinan. Penelitian Amiruddin (2007) menunjukkan bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok berisiko 3,7 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar. Demikian pula pada penelitian yang dilakukan oleh Jauniaux (2007) di London. Jauniaux menemukan bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok sejak awal kehamilan dapat menurunkan berat plasenta dan menyebabkan penurunan berat badan lahir bayi pada saat persalinan. 2.6 Bahaya Asap Rokok Selama Kehamilan Merokok selama kehamilan adalah perilaku berisiko yang harus dihindari. Banyak orang kesulitan berhenti dari kebiasaan merokok. Ibu hamil yang terpapar asap rokok memberi pengaruh buruk pada kondisi janin yang dikandungnya. Karbon monoksida dari asap rokok yang dihirup ibu hamil akan terbawa ke aliran darah menuju ke janin. Hal ini mengakibatkan penyaluran oksigen dan nutrisi untuk bayi menjadi terhambat, sehingga berat plasenta menjadi berkurang. Pengaruh buruk yang lain dari asap rokok adalah menyebabkan gangguan pada plasenta. Plasenta memperluas wilayah di dalam rahim untuk memenuhi 22 23 kebutuhan oksigen dan nutrisi pada janin. Hal ini mengakibatkan lapisan plasenta semakin menipis dan kemungkinan letak plasenta menjadi lebih rendah atau plasenta previa (plasenta ada pada mulut rahim). Ibu hamil yang terpapar asap rokok mempunyai kemungkinan 80% mengalami keguguran dibandingkan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Hal ini disebabkan karena berkurangnya kadar hormon kehamilan akibat terpapar asap rokok, padahal hormon kehamilan sangat diperlukan untuk menjaga kehamilannya hingga masa persalinan. Merokok selama kehamilan, baik aktif maupun pasif berpengaruh langsung pada kondisi perkembangan dan pertumbuhan janin, terutama pada trimester pertama sampai usia kehamilan cukup bulan. Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia yaitu tar, karbon monoksida, nikotin, sianida, timah hitam merupakan senyawa pemicu terjadinya kanker (Bustan, 2000). Bila senyawa kimia ini masuk ke dalam aliran darah ibu hamil dan memasuki sirkulasi oksigen, maka dapat menghambat asupan gizi pada ibu hamil dan janinnya. Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Indah (2010) bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok memiliki risiko 7,36 kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu hamil yang tidak terpapar oleh asap rokok. Asap rokok mengandung beraneka macam zat kimia berbahaya seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO), asam sianida (HCN), amonia (NH4OH), acrolein, acetilen, benzaldehyde, urethane, benzene, methanol, coumarin, etilkatehol-4, dan ortokresol. Selain komponen gas, ada juga komponen padat atau disebut partikel yang terdiri dari nikotin dan tar (Bustan, 2000). Bahanbahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya berbagai macam kelainan dan penyakit pada tubuh. Diantaranya adalah penyakit jantung koroner, penyakit paru23 24 paru kronis, tumor paru, impotensi, dan gangguan sistem reproduksi, termasuk gangguan pada kehamilan dan janin (Bustan, 2000). Penelitian BMA Tobacco Control Resource Centre menggambarkan bahwa ibu yang terpapar asap rokok selama kehamilan berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah sebesar 1,5 kali hingga 9,9 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar asap rokok rokok (Kartono, 2013). Kondisi bayi berat lahir rendah sangatlah merugikan, karena bayi yang memiliki berat lahir rendah sering disertai dengan komplikasi seperti sindrom gangguan pernapasan idiopatik, pneumonia aspirasi, dan perdarahan. Bayi yang terlahir dari ibu terpapar asap rokok pada umumnya memiliki ukuran dan berat badan lahir lebih rendah dibandingkan berat badan bayi normal lainnya, bahkan sering disertai masalah pada gangguan paruparu. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sirajuddin (2011) bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok berisiko 1,2 kali lebih tinggi melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingan ibu yang tidak terpapar asap rokok selama kehamilannya. Ibu hamil yang tidak memiliki perilaku merokok harus menghindari diri dari paparan asap rokok, karena kandungan zat-zat berbahaya dari paparan asap rokok secara teratur dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin tersebut di dalam kandungan. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Torres (2005) di Kota Mexico bahwa paparan asap rokok memberi pengaruh secara signifikan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Mexico. Ibu hamil yang terpapar asap rokok berisiko 2,68 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Beberapa bahaya yang ditimbulkan akibat perilaku merokok bagi ibu hamil dan janin adalah menyebabkan keguguran, mengalami kehamilan ektopik, 24 25 bayi lahir prematur, kematian bayi saat dilahirkan, komplikasi kehamilan, risiko tinggi terkena sindrom, penurunan pada fungsi paru, dan bayi mengalami berat lahir yang lebih rendah dari rata-rata normal. Penyebab utama bayi berat lahir rendah adalah terhambatnya aliran darah menuju ke janin sehingga asupan gizi ibu untuk janin menjadi berkurang. Profesor Peter Hindmarsh ahli endokrin anak dari University College Hospital di London Inggris menyatakan bahwa pertumbuhan bayi yang lahir dari ibu perokok berat dapat memepengaruhi berat, panjang, dan lingkar kepala pada bayi. Bahkan tidak menutup kemungkinan efek dari asap rokok dapat mempengaruhi fungsi organ tubuh pada bayi seperti hati, jantung, otak, dan pertumbuhan tulang (Hindmarsh, 2008). 25 26 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1.1 Kerangka Berpikir Bayi berat lahir rendah adalah neonatus dengan berat badan lahir dibawah 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Salah satu faktor sebagai penyebab utama terjadinya BBLR adalah pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga. Selain faktor dari paparan asap rokok, masih ada faktor lain yang ikut berperan menyebabkan terjadinya bayi berat lahir rendah yaitu karakteristik ibu. Karakteristik ibu diantaranya adalah umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status gizi ibu, paritas, jarak kehamilan, dan tingkat sosial ekonomi. Rokok adalah salah satu zat adiktif yang berbahaya bagi kesehatan ibu hamil. Rokok mengandung bahan-bahan berbahaya yang dapat merusak kesehatan tubuh ibu dan janin di dalam kandungan, diantaranya adalah tar, nikotin, karbon monoksida, dan timah hitam. Merokok selama kehamilan, baik merokok aktif maupun pasif memberikan pengaruh secara langsung terhadap kondisi pertumbuhan dan perkembangan janin, terutama pada trimester pertama sampai pada usia kehamilan cukup bulan. Ibu hamil yang terpapar asap rokok menyebabkan terganggunya kesehatan dan kecukupan gizi pada ibu dan janin. Zat-zat berbahaya di dalam rokok yang mengalir ke dalam darah dapat mengganggu proses sirkulasi oksigen dan distribusi makanan dari ibu ke janin, sehingga janin tidak memperoleh nutrisi yang cukup untuk bertahan hidup. Keadaan ini dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam kandungan karena kecukupan gizi dari ibu 26 27 untuk janin yang tidak terpenuhinya. Paparan dari asap rokok berisiko sebagai penyebab lahirnya bayi dengan keadaan berat lahir rendah. 1.2 Konsep Penelitian Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan suatu konsep penelitian tentang pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah sebagai berikut : PAPARAN ASAP ROKOK DI RUMAH TANGGA BAYI BERAT LAHIR RENDAH - Suami Perokok - Anggota Keluarga Perokok FAKTOR KARAKTERISTIK IBU - Umur Ibu - Pendidikan Ibu - Pekerjaan Ibu - Status Gizi Ibu - Paritas - Jarak Kehamilan - Tingkat Sosial Ekonomi Gambar 3.1 Konsep Penelitian 27 28 1.3 Hipotesis Penelitian 1. Ada pengaruh paparan asap rokok dari suami perokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar. 2. Ada pengaruh paparan asap rokok dari anggota keluarga perokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar. 28 29 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian case control yang bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar. Penelitian case control adalah suatu penelitian yang mempelajari bagaimana pengaruh faktor risiko (paparan asap rokok) terhadap terjadinya suatu penyakit (BBLR) yang dilakukan dengan cara membagi sampel menjadi dua kelompok yaitu kelompok kasus (BBLR) dan kelompok control (tidak BBLR). Selanjutnya ditelusuri secara retrospektif mengenai status paparan diantara kelompok kasus (BBLR) dan kontrol (tidak BBLR) (Notoatmodjo, 2010). Terpapar asap rokok (+) Kasus : BBLR Terpapar asap rokok (-) Terpapar asap rokok (+) Kontrol : Tidak BBLR Terpapar asap rokok (-) Gambar 4.1 Rancangan Penelitian case control 29 30 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gianyar dengan waktu penelitian selama 3 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Juli Tahun 2014. Penelitian dimulai dengan tahap persiapan penelitian hingga tahap pelaporan hasil penelitian. 4.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian epidemiologis analitik pada bidang gizi yang bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara terhadap responden mengenai adanya pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga sebagai faktor risiko terjadinya bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar. 4.4 Penentuan Sumber Data 4.4.1 Populasi 1. Populasi Kasus Populasi kasus pada penelitian ini adalah semua ibu yang melahirkan bayi dengan berat kurang dari 2.500 gram (BBLR) dan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu (cukup bulan /aterm) di seluruh wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Gianyar dari bulan Januari sampai Desember tahun 2013. Jumlah ibu yang melahirkan bayi BBLR dengan masa kehamilan “aterm” di Kabupaten Gianyar pada bulan Januari sampai Desember tahun 2013 adalah 98 ibu. 30 31 2. Populasi Kontrol Populasi kontrol dalam penelitian ini adalah semua ibu yang melahirkan bayi dengan keadaan tidak BBLR di seluruh wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Gianyardari bulan Januari sampai Desember tahun 2013. Jumlah ibu yang melahirkan bayi dengan keadaan tidak BBLR di Kabupaten Gianyar pada bulan Januari sampai Desember tahun 2013 adalah 6.450 ibu. 4.4.2 Cara Pengambilan Sampel 1. Sampel Kasus Sampel kasus dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi kasus yang ada, dimana sampel kasus diambil dari data register kohort ibu hamil yang melahirkan bayi dengan berat kurang dari 2.500 gram (BBLR) dan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu (cukup bulan /aterm) di seluruh wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Gianyar Bulan Januari sampai Desember Tahun 2013. Cara pengambilan sampel kasus adalah sistematik random sampling dengan prosedur sebagai berikut : 1. Membuat kerangka sampel yang merupakan daftar anggota populasi kasus. 2. Menentukan banyaknya sampel yang diperlukan. 3. Menentukan jumlah interval yang ditentukan dengan cara membangi jumlah populasi dengan jumlah sampel. 4. Memilih sampel pertama secara acak, dimana nomor yang diperoleh dari pengundian tersebut adalah sampel pertama. 31 32 5. Untuk pemilihan sampel berikutnya, sampel pertama ditambah dengan interval dan dilakukan secara berulang-ulang hingga jumlah sampel terpenuhi. 2. Sampel Kontrol Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi kontrol yang ada, dimana sampel kontrol diambil dari data register kohort ibu hamil yang melahirkan bayi dengan keadaan tidak BBLR di seluruh wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Gianyar pada bulan Januari sampai Desember tahun 2013. Cara pengambilan sampel kontrol adalah sistematik random sampling dengan prosedur sebagai berikut : 1. Membuat kerangka sampel yang merupakan daftar anggota populasi kontrol. 2. Menentukan banyaknya sampel yang diperlukan. 3. Menentukan jumlah interval yang ditentukan dengan cara membangi jumlah populasi dengan jumlah sampel. 4. Memilih sampel pertama secara acak, dimana nomor yang diperoleh dari pengundian tersebut adalah sampel pertama. 5. Untuk pemilihan sampel berikutnya, sampel pertama ditambah dengan interval dan dilakukan secara berulang-ulang hingga jumlah sampel terpenuhi. 32 33 4.4.3 Besar Sampel Besar sampel dihitung dengan rumus (WHO, 2000) : n= {Z1-α/2 √ 2P2 (1-P2) + Z1-β √ (P1 (1- P1) + P2 (1- P2) }2 (P1- P2)2 Keterangan : n = jumlah sampel Zα = Tingkat kemaknaan = 1,96 (untuk α = 0,05 adalah 1,96) Zβ = Tingkat kekuatan (power) yang diinginkan = 0,20 = 80% c = jumlah kontrol = 1 p = proporsi yang terpapar asap rokok = 66,7% (Ramadhan, 2012) OR = 4,2 (Rasyid, 2012) Berdasarkan perhitungan besar sampel dari penelitian diatas maka besar sampel dalam penelitian ini adalah 58 sampel. Karena perbandingan sampel kasus dan kontrol yang digunakan adalah 1 : 1, maka perbandingan jumlah sampel kasus dan kontrol adalah 58 : 58. Total jumlah sampel yang digunakan adalah 58 x 2 = 116 sampel 4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel Variabel dalam penelitian ini ada tiga yaitu variabel terikat, variabel bebas, dan variabel confounding. Variabel terikat adalah kejadian bayi berat lahir rendah. Variabel bebasnya adalah paparan asap rokok dari suami dan anggota keluarga 33 34 perokok di rumah tangga. Sedangkan variabel confoundingnya adalah karakteristik ibu yaitu umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status gizi ibu, paritas, jarak kehamilan, dan tingkat sosial ekonomi. 4.5.2 Definisi Operasional Variabel Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Alat Skala Variabel Ukur Pengukuran Variabel Variabel Terikat BBLR Bayi baru lahir dengan Data berat badan lahir Kohort dibawah 2.500 gram, bayi diukur mmenggunakan timbangan bayi yang ada di Puskesmas dan tercatat di data kohort bayi bulan JanuariDesember tahun 2013 Skala Dalam Analisis Kategorikal 1. BBLR 2. Tidak BBLR Kategorikal 1. Terpapar 2. Tidak Terpapar 1. Terpapar 2. Tidak Terpapar Variabel Bebas Paparan Asap Rokok di Rumah Tangga Paparan asap Paparan asap rokok Kuesioner rokok yang menyertai ibu hamil Paparan asap Paparan asap rokok dari Kuesioner rokok suami suami perokok yang menyertai ibu hamil Paparan asap rokok anggota keluarga Kualitas merokok Paparan asap rokok dari Kuesioner anggota keluarga perokok yang menyertai ibu hamil Perilaku konsumsi Kuesioner rokok suami dan anggota keluarga 34 Kategorikal Kategorikal 1. Terpapar 2. Tidak Terpapar Kategorikal 1. Merokok setiap hari 2. Merokok 35 perokok (hari) Kuantitas merokok Banyaknya rokok yang Kuesioner dikonsumsi suami dan anggota keluarga perokok dalam 1 hari Interval Durasi/ Lama Waktu yang dihabiskan Kuesioner merokok suami dan anggota keluarga perokok untuk mengkonsumsi rokok (tahun) Interval Variabel Confounding Umur Ibu Umur ibu pada saat ibu Kuesioner melakukan persalinan (tahun) Pendidikan Ibu Kategorikal Pendidikan (formal) Kuesioner terakhir yang telah ditamatkan oleh ibu Kategorikal Pekerjaan Ibu Kategorikal Status Ibu Kegiatan yang Kuesioner dilakukan oleh ibu di luar atau di dalam rumah yang menghasilkan uang untuk menambah pendapatan keluarga Gizi Status gizi ibu pada Kuesioner kehamilan Trimester III yang diukur menggunakan pita LILA menurut catatan kohort ibu hamil yang ada di Puskesmas pada bulan Kategorikal 35 tidak setiap hari 1. Berat bila Merokok ≥ 10 batang/hari 2. Ringan bila Merokok < 20 batang/hari 1. Berat bila merokok ≥ 10 tahun 2. Ringan bila merokok < 10 tahun 1. Berisiko bila umur < 20 tahun atau > 35 tahun 2. Tidak berisiko bila umur 2035 tahun 1. Tidak Sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. PT 1. Bekerja 2. Tidak Bekerja 1. Kurang bila LILA < 23,5 cm 2. Baik bila LILA ≥ 23,5 cm 36 Paritas Januari-Desember tahun 2013 Jumlah anak yang hidup Kuesioner dilahirkan oleh ibu Jarak Kehamilan Jarak antara waktu sejak Kuesioner ibu hamil sampai terjadi kehamilan berikutnya Tingkat Sosial Ekonomi Kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan ibu hamil yang dinilai berdasarkan pendapatan keluarga per bulan UMR Interval Kategorikal Interval 1. Berisiko bila paritas ≥ 4 kali 2. Tidak Berisiko bila paritas < 4 kali 1. Berisiko bila jarak kehamilan < 2 tahun dan > 4 tahun 2. Tidak Berisiko bila jarak kehamilan 2-4 tahun 1. Rendah bila pendapatan per bulan < Rp. 1.405.000 (UMR Kab. Gianyar) 2. Tinggi bila pendapatan per bulan ≥ Rp. 1.405.000 (UMR Kab. Gianyar) 4.6 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner sebagai pedoman wawancara terhadap responden. Kuesioner telah diujucobakan terlebih dahulu sebelum peneliti melakukan pengumpulan data kelapangan. 36 37 4.7 Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Gianyar bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti mengurus ijin penelitian terlebih dahulu sehingga mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data. Selanjutnya peneliti melakukan pendekatan melalui tatap muka terhadap responden dan petugas kesehatan dari masing-masing puskesmas. Melalui tatap muka tersebut peneliti menyampaikan kepada responden mengenai maksud dan tujuan penelitian, memberikan lembar persetujuan sebagai responden (inform consent) untuk ditandatangani jika responden bersedia untuk diwawancarai. Data primer ini diperoleh dengan melakukan wawancara secara langsung ke masing-masing rumah responden menggunakan kuesioner sebagai pedoman wawancara. 4.8 Pengumpulan Data dan Pengolahan Data 4.8.1 Cara Pengumpulan Data 1. Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung terhadap responden menggunakan kuesioner sesuai dengan variabel yang diteliti. Adapaun variabel tersebut meliputi paparan asap rokok, umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan tingkat sosial ekonomi. 2. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar dan dari data register kohort bayi dan ibu hamil yang tercatat di masingmasing Puskesmas di Kabupaten Gianyar pada bulan Januari sampai 37 38 Desember tahun 2013 meliputi kejadian BBLR, status gizi ibu, paritas, dan jarak kehamilan. 4.8.2 Sumber Data Sumber data yang digunakan ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap responden dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui data register kohort bayi dan ibu hamil yang tercatat di masing-masing Puskesmas Kabupaten Gianyar pada bulan Januari sampai Desember tahun 2013. 4.8.3 Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan setelah semua data hasil wawancara terhadap responden terkumpul. Data yang terkumpul selanjutnya diolah melalui beberapa tahap yaitu tahap editing, coding, scoring, entry data, dan tabulasi data. 4.9 Analisis Data 4.9.1 Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan uji statistik sehingga diperoleh nilai p. Bila nilai p ≤ 0,05 maka berpengaruh signifikan. Selanjutnya dianalisis menggunakan uji chi-square sehingga diperoleh ukuran asosiasi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang ditunjukkan dari nilai Crude Odds Ratio (OR), dengan interpretasi nilai OR sebagai berikut: 38 39 1. Bila nilai OR = 1 maka paparan asap rokok sebagai variabel independent bukan merupakan faktor risiko terjadinya BBLR 2. Bila nilai OR > 1 maka paparan asap rokok sebagai variabel independent merupakan faktor risiko terjadinya BBLR 3. Bila OR < 1 maka paparan asap rokok sebagai variabel independent memberikan efek protektif terhadap terjadinya BBLR 4.9.2 Analisis Multivariat Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh murni dari variabel bebas terhadap variabel terikat yang menggunakan uji regresi logistic bila nilai uji p < 0,25. Pada analisis ini diperoleh ukuran asosiasi nilai Adjusted Odds Ratio (OR), 95% CI, dan nilai p, dengan interpretasi nilai OR sebagai berikut: 1. Bila nilai OR = 1 maka paparan asap rokok sebagai variabel independent bukan merupakan faktor risiko terjadinya BBLR 2. Bila nilai OR > 1 maka paparan asap rokok sebagai variabel independent merupakan faktor risiko terjadinya BBLR 3. Bila OR < 1 maka paparan asap rokok sebagai variabel independent memberikan efek protektif terhadap terjadinya BBLR Untuk mengetahui tingkat kemaknaan dari variabel yang diteliti sebagai faktor risiko terhadap variabel yang terpengaruh dapat dilihat dari nilai p-value kurang dari α atau p ≤ 0,05. 39 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Sosio-Demografi Kabupaten Gianyar Kabupaten Gianyar merupakan salah satu Kabupaten dari 9 (sembilan) Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Bali. Kabupaten Gianyar terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 64 (enam puluh empat) desa, 6 (enam) kelurahan, 504 (lima ratus empat) Banjar/Dusun, dan 42 (empat puluh dua) Lingkungan. Jumlah penduduk Kabupaten Gianyar pada tahun 2013 adalah 488.500 jiwa yang terdiri dari 246.600 penduduk laki-laki dan 241.900 penduduk perempuan. Kabupaten Gianyar memiliki luas wilayah 368 km2 atau 6,53% dari luas wilayah Propinsi Bali. Adapun batas-batas wilayah dari Kabupaten Gianyar, yaitu sebelah Utara adalah Kabupaten Bangli; sebelah Timur adalah Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Bangli; sebelah Selatan adalah Selat Badung dan Samudra Indonesia; dan Sebelah Barat adalah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Berdasarkan situasi derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Gianyar pada tahun 2013, Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Gianyar tahun 2013 adalah 10,1 per 1000 kelahiran hidup, dimana AKB yang terjadi di Kabupaten Gianyar telah melebihi AKB di Propinsi Bali yaitu 5,5 per 1000 kelahiran hidup. Bila dilihat dari Angka kematian Balita (AKABA), pada tahun 2013 AKABA yang terjadi di Kabupaten Gianyar adalah 11,55 per 1000 kelahiran hidup. Kejadian ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 11,2 per 1000 kelahiran hidup. Demikian pula dengan Angka Kematian Ibu (AKI) yang terjadi di Kabupaten Gianyar mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun 40 41 sebelumnya yaitu dari yaitu 60,4 per 1000 kelahiran hidup menjadi 93,0 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2013. Upaya kesehatan pada ibu hamil yang telah dilakukan di Kabupaten Gianyar terdiri dari kunjungan ibu hamil (K1 dan K4) dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Cakupan kunjungan ibu hamil di Kabupaten Gianyar pada tahun 2013 telah mengalami penurunan yaitu dari 99% dan 91,3% menjadi 94,4% dan 87,52% pada tahun 2013. Demikian pula pada cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan telah mengalami penurunan yaitu dari 94,7% menjadi 93,36%. Dari 13 puskesmas yang ada di Kabupaten Gianyar, puskesmas yang mencapai cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan tertinggi adalah Puskesmas Gianyar 1 (108,4%) sedangkan yang terendah adalah Puskesmas Blahbatuh II (86,2). Berdasarkan pemantauan status gizi yang telah dilakukan di Kabupaten Gianyar, beberapa permasalahan gizi yang sering dijumpai pada ibu hamil yaitu anemia gizi besi dan kekurangan vitamin A. Puskesmas yang mencapai cakupan tertinggi dalam hal pemberian tablet penambah darah (Fe) pada Ibu hamil di Kabupaten Gianyar tahun 2013 adalah Puskesmas Gianyar 1 (110,1%), sedangkan yang terendah adalah Puskesmas Gianyar II (73,5%). Bila dilihat dari cakupan ibu hamil yang mendapatkan vitamin A pada tahun 2013, cakupan ini masih dibawah standar yaitu 52,46%, padahal seharusnya capaiannya adalah 80%. Puskesmas yang mencapai cakupan tertinggi adalah Puskesmas Gianyar II sedangkan yang terendah adalah Puskesmas tegallalang I. Dalam melaksanakan berbagai upaya kesehatan, terutama pada ibu hamil tentu tidak terlepas dari ketersediaan tenaga kesehatan seperti dokter, bidan dan 41 42 perawat. Secara keseluruhan jumlah tenaga kesehatan yang ada di Kabupaten Gianyar pada tahun 2013 adalah sebanyak 1083 orang yang terdiri dari 210 dokter, 393 bidan, dan 480 tenaga keperawatan. Bila dilihat rasio antara jumlah dokter dengan jumlah penduduk di Kabupaten Gianyar adalah 1 : 2.326 maka dapat diketahui bahwa setiap 1 orang dokter bertanggung jawab untuk melayani sebanyak 2.326 penduduk di Kabupaten Gianyar. Bila dilihat rasio antara jumlah bidan dengan jumlah penduduk di Kabupaten Gianyar adalah 1 : 1.243 maka dapat diketahui bahwa setiap 1 orang bidan bertanggung jawab untuk melayani sebanyak 1.243 penduduk di Kabupaten Gianyar. Bila dilihat rasio antara jumlah tenaga keperawatan dengan jumlah penduduk di Kabupaten Gianyar adalah 1 : 1.017 maka dapat diketahui bahwa setiap 1 orang tenaga keperawatan bertanggung jawab untuk melayani sebanyak 1.017 penduduk di Kabupaten Gianyar. 5.2 Karakteristik Sampel Kasus dan Kontrol Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 116 sampel yang terdiri dari 58 ibu yang melahirkan bayi BBLR dengan masa kehamilan cukup bulan (aterm) sebagai sampel kasus dan 58 ibu yang melahirkan bayi tidak BBLR sebagai sampel kontrol di Kabupaten Gianyar pada tahun 2013. Data diperoleh dan dikumpulkan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di rumah responden dan berdasarkan data yang diperoleh dari data kohort ibu hamil pada masing-masing Puskesmas di Kabupaten Gianyar bulan Januari sampai Desember Tahun 2013. 42 43 Berikut data karakteristik ibu berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, status gizi, paritas, dan jarak kehamilan, dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini : Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Kasus dan Kontrol Variabel Umur < 20 tahun atau > 35 tahun 20-35 tahun Pendidikan ≤ SMP > SMP Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja Pendapatan keluarga < Rp. 1.405.000 ≥ Rp. 1.405.000 Status gizi ibu LILA < 23,5 cm LILA ≥ 23,5 cm Paritas ≥ 4 kali < 4 kali Jarak kehamilan < 2 tahun dan > 4 tahun 2-4 tahun Kasus (n = 58) n % Kontrol (n = 58) n % Nilai p 32 26 55,2 44,8 11 47 19,0 81,0 < 0,001 31 27 53,4 46,6 16 42 27,6 72,4 0,005 36 22 62,1 37,9 25 33 43,1 56,9 0,041 34 24 58,6 41,4 14 44 24,1 75,9 < 0,001 39 19 67,2 32,8 11 47 19,0 81,0 < 0,001 10 48 17,2 82,8 4 54 6,9 93,1 0,087 45 13 77,6 22,4 26 32 44,8 55,2 < 0,001 Pada tabel 5.1 diatas, dapat dilihat hasil analisis karakteristik sampel kasus dan kontrol berdasarkan sosio-demografi. Bila dilihat dari variabel umur, sebagian besar umur ibu pada sampel kasus adalah < 20 atau > 35 tahun (55,2%), sedangkan umur ibu pada sampel kontrol sebagian besar adalah 20-35 tahun (81,0%). Bila dilihat berdasarkan variabel pendidikan, sebagian besar pendidikan ibu pada sampel kasus adalah ≤ SMP (53,4%), sedangkan pendidikan ibu pada sampel kontrol sebagian besar adalah > SMP (72,4%). 43 44 Berdasarkan variabel pekerjaan, ibu yang bekerja lebih banyak pada sampel kasus dibandingkan ibu pada sampel kontrol. Ibu pada sampel kasus yang bekerja adalah sebanyak 62,1% sedangkan ibu pada sampel kontrol lebih banyak yang tidak bekerja sebanyak 56,9%. Bila dilihat berdasarkan variabel pendapatan keluarga, ibu dengan pendapatan keluarga < Rp. 1.405.000 lebih banyak pada sampel kasus dibandingkan ibu pada sampel kontrol. Sebanyak 58,6% ibu pada sampel kasus memiliki pendapatan keluarga < Rp. 1.405.000 sedangkan ibu pada sampel kontrol lebih banyak (75,9%) memiliki pendapatan keluarga ≥ Rp. 1.405.000. Berdasarkan variabel status gizi ibu yang diukur berdasarkan ukuran LILA ibu pada masa kehamilan. Ibu yang memiliki ukuran LILA < 23,5 cm lebih banyak pada sampel kasus dibandingkan pada sampel kontrol. Sebanyak 67,2% ibu pada sampel kasus memiliki ukuran LILA < 23,5 cm sedangkan ibu pada sampel kontrol lebih banyak (81,0%) memiliki ukuran LILA ≥ 23,5 cm. Bila dilihat berdasarkan variabel paritas, sebagian besar ibu pada sampel kasus maupun kontrol memiliki paritas < 4 kali. Proporsinya adalah sebanyak 82,8% ibu pada sampel kasus dan 93,1% ibu pada sampel kontrol yang sama-sama memiliki paritas < 4 kali. Bila dilihat berdasarkan jarak kehamilan, ibu yang memiliki jarak kehamilan < 2 tahun dan > 4 tahun lebih banyak pada sampel kasus dibandingkan sampel kontrol. Sebanyak 77,6% ibu pada sampel kasus memiliki jarak kehamilan < 2 tahun dan > 4 tahun sedangkan ibu pada sampel kontrol lebih banyak (55,2%) memiliki jarak kehamilan 2-4 tahun. 44 45 5.3 Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Berdasarkan Analisis Bivariat Variabel paparan asap rokok dari suami dan paparan asap rokok dari anggota keluarga pada ibu hamil dianalisis dengan analisis bivariat karena variabel-variabel ini dianggap sebagai faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya bayi berat lahir rendah. Hasil analisis faktor risiko berdasarkan analisis bivariat akan ditunjukkan dengan nilai crude OR berdasarkan masing-masing faktor risiko.yang disajikan pada tabel 5.2 berikut ini: Tabel 5.2 Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Berdasarkan Analisis Bivariat Faktor risiko Kasus n (%) Kontrol n (%) Crude OR 95%CI Nilai P 40 (69,0) 18 (31,0) 15 (25,9) 43 (74,1) 6,370 2,836-14,309 < 0,001 38 (65,5) 20 (34,5) 13 (22,4) 45 (77,6) 6,577 2,894-14,948 < 0,001 Paparan asap rokok suami Terpapar Tidak terpapar Paparan asap rokok anggota keluarga Terpapar Tidak terpapar Berdasarkan hasil dari analisis bivariat pada tabel 5.2 diatas, dapat dilihat bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok dari suami lebih banyak pada sampel kasus dibandingkan sampel kontrol. Sebanyak 69% ibu hamil pada sampel kasus terpapar asap rokok dari suami perokok sedangkan pada sampel kontrol hanya 25,9% ibu hamil yang terpapar asap rokok dari suami perokok. Pada hasil uji statistik diperoleh nilai OR sebesar 6,370 maka ibu yang terpapar asap rokok dari suami selama kehamilannya berisiko 6,370 kali melahirkan bayi berat lahir rendah 45 46 dibandingkan ibu yang tidak terpapar asap rokok dari suami selama kehamilannya dan hubungan ini signifikan secara statistik (OR: 6,370; 95% CI: 2,836-14,309). Berdasarkan hasil analisis paparan asap rokok anggota keluarga menunjukkan bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok dari anggota keluarga lebih banyak pada sampel kasus dibandingkan sampel kontrol. Sebanyak 65,5% ibu hamil pada sampel kasus terpapar asap rokok dari anggota keluarga merokok sedangkan pada sampel kontrol hanya 22,4% ibu hamil yang terpapar asap rokok dari anggota keluarga merokok. Pada hasil uji statistik diperoleh nilai OR sebesar 6,577 maka dapat diketahui bahwa ibu yang terpapar asap rokok dari anggota keluarga selama kehamilannya berisiko 6,577 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan ibu yang tidak terpapar asap rokok dari anggota keluarga selama kehamilannya (OR: 6,577; 95% CI: 2,894-14,948). 5.4 Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Berdasarkan Analisis Multivariat Pada hasil analisis bivariat terhadap variabel paparan asap rokok suami dan paparan asap rokok anggota keluarga diperoleh bahwa kedua variabel ini memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah, dimana nilai p ≤ 0,05 dan p < 0,25. Selanjutnya kedua variabel bebas ini akan diuji secara bersamaan menggunakan uji regresi logistic dengan analisis multivariat dan metode Backward LR. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh murni dari paparan asap rokok suami dan paparan asap rokok anggota keluarga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Namun sebelum dilakukan 46 47 analisis multivariat terhadap kedua variabel bebas ini maka perlu dilakukan uji korelasi terlebih dahulu. Uji korelasi adalah suatu uji analisis yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui adanya efek multikolinearitas antara dua variabel bebas terhadap variabel terikat. Sedangkan efek multikolinearitas adalah suatu efek yang terjadi akibat antara dua variabel bebas memiliki korelasi kuat (r ≥ 0,7) terhadap variabel terikat. Untuk itu sebelum dilakukan analisis multivariat, penting dilakukan uji korelasi terlebih dahulu terhadap variabel paparan asap rokok suami dengan variabel paparan asap rokok anggota keluarga. Hasil uji korelasi pada paparan asap rokok suami dengan paparan asap rokok anggota keluarga dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini : Tabel 5.3 Hasil Uji Korelasi Kendall’s Taw-B Antara Paparan Asap Rokok Suami dengan Paparan Asap Rokok Anggota keluarga Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Paparan Asap Rokok Nilai r Nilai p 0,724 < 0,001 Paparan asap rokok suami Paparan asap rokok anggota keluarga Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa dari hasil uji korelasi antara paparan asap rokok suami dengan paparan asap rokok anggota keluarga, diperoleh nilai koefisien korelasi yaitu nilai r = 0,724 atau nilai r ≥ 0,7 dan p < 0,001. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada hubungan korelasi yang kuat antara paparan asap rokok suami dengan paparan asap rokok anggota keluarga dan 47 48 hubungan ini bermakna secara statistik. Demikian juga sebaliknya pada hasil uji korelasi antara paparan asap rokok anggota keluarga dengan paparan asap rokok suami, diperoleh nilai r = 0,724 atau nilai r ≥ 0,7 dan p < 0,001. Maka dapat diketahui bahwa antara paparan asap rokok anggota keluarga dengan paparan asap rokok suami, sama-sama memiliki hubungan korelasi yang kuat dan hubungan ini bermakna secara statistik. Melihat adanya hubungan korelasi kuat antara paparan asap rokok suami dengan paparan asap rokok anggota keluarga, telah menggambarkan bahwa memang benar antara dua variabel bebas ini terdapat efek multikolinearitas, dimana diperoleh r ≥ 0,7 dan p < 0,001. Karena adanya efek multikolinearitas antara paparan asap rokok suami dengan paparan asap rokok anggota keluarga, maka kedua variabel bebas ini tidak dapat dianalisis bersama-sama ke dalam analisis multivariat. Tujuannya adalah untuk menghindari adanya pengaruh dominan dari salah satu variabel bebas terhadap variabel terikat. Pada analisis multivariat ini variabel karakteristik ibu tetap ikut dianalisis secara bersamaan ke dalam model sebagai pengontrol adanya pengaruh dari paparan asap rokok suami dan paparan asap rokok anggota keluarga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR). Hasil analisis ini dapat dilihat pada tabel 5.4 dan 5.5 berikut ini : 48 49 Tabel 5.4 Pengaruh Paparan Asap Rokok Suami Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Berdasarkan Analisis Multivariat 95% CI Adjusted Faktor Risiko BBLR Nilai p OR Lower Upper Paparan asap rokok suami 7,479 2,058 27,175 0,002 Umur ibu < 20 tahun atau > 35 tahun 5,538 1,325 23,138 0,019 Ibu yang bekerja 10,892 2,715 43,692 0,001 Status gizi ibu yang kurang (LILA < 23,5 cm) 7,398 1,938 28,246 0,003 Paritas ibu ≥ 4 kali 5,700 0,775 41,937 0,087 Jarak kehamilan ibu < 2 tahun dan > 4 tahun 7,306 1,847 28,904 0,005 Tingkat sosial ekonomi ibu yang rendah (pendapatan per bulan < Rp. 1.405.000) 7,742 2,174 27,569 0,002 Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa dari hasil uji statistik terhadap variabel paparan asap rokok suami diperoleh nilai OR sebesar 7,479 maka dapat diketahui bahwa paparan asap rokok suami pada ibu hamil berpengaruh murni terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Ibu yang terpapar asap rokok suami selama kehamilannya memiliki risiko 7,479 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar asap rokok dari suami selama kehamilannya dan hubungan ini signifikan secara statistik (OR: 7,479; 95% CI: 2,058-27,175). 49 50 Tabel 5.5 Pengaruh Paparan Asap Rokok Anggota Keluarga Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Berdasarkan Analisis Multivariat 95% CI Adjusted Faktor Risiko BBLR Nilai p OR Lower Upper Paparan asap rokok anggota keluarga 9,002 2,434 33,286 0,001 Umur ibu < 20 tahun atau > 35 tahun 4,222 0,933 19,105 0,061 Ibu yang bekerja 9,321 2,351 36,953 0,001 Status gizi ibu yang kurang (LILA < 23,5 cm) 9,243 2,322 36,791 0,002 Paritas ibu ≥ 4 kali 8,501 0,987 73,202 0,051 Jarak kehamilan ibu < 2 tahun dan > 4 tahun 9,168 2,245 37,444 0,002 Tingkat sosial ekonomi ibu yang rendah (pendapatan per bulan < Rp. 1.405.000) 9,229 2,496 34,130 0,001 Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat dilihat bahwa hasil uji statistik terhadap variabel paparan asap rokok anggota keluarga, diperoleh nilai OR sebesar 9,002 maka dapat diketahui bahwa paparan asap rokok anggota keluarga pada ibu hamil berpengaruh murni terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Ibu yang terpapar asap rokok dari anggota keluarga selama kehamilannya berisiko 9,002 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar asap rokok dari anggota keluarga selama kehamilannya (OR: 9,002; 95% CI: 2,434-33,286). Dari hasil analisis multivariat terhadap variabel paparan asap rokok suami dan paparan asap rokok anggota keluarga pada tabel 5.4 dan 5.5 diatas, telah 50 51 menggambarkan bahwa paparan asap rokok suami maupun paparan asap rokok anggota keluarga sama-sama memiliki pengaruh murni terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Masing-masing besar risiko yang ditimbulkan adalah 7,479 kali karena terpapar dari asap rokok suami dan 9,002 kali karena terpapar asap rokok dari anggota keluarga. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah melakukan analisis stratifikasi terhadap kedua variabel bebas tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui adanya pengaruh dari variabel paparan asap rokok suami pada ibu hamil terhadap kejadian bayi berat lahir rendah setelah distrata dengan paparan asap rokok anggota keluarga, demikian juga sebaliknya. Hasil analisis stratifikasi ini dapat dilihat pada tabel 5.6 dan 6.7 berikut ini : Tabel 5.6 Hasil Analisis Stratifikasi Pengaruh Paparan Asap Rokok Suami Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Berdasarkan Strata Paparan Asap Rokok Anggota Keluarga Strata (Paparan Asap Rokok Anggota keluarga) Kelompok Paparan Asap Rokok Suami Kasus n (%) Kontrol n (%) Terpapar 35 (77,8) 10 (22,2) Tidak terpapar 3 (50,0) 3 (50,0) Terpapar 5 (50,0) 5 (50,0) Tidak terpapar 15 (27,3) 40 (72,7) Terpapar Tidak Terpapar 51 Crude OR Adjusted OR 95% CI Nilai p 2,948 1,000-8,678 0,050 3,500 2,667 52 Berdasarkan tabel 5.6 diatas dapat dilihat nilai Adjusted OR sebesar 2,948 maka dapat diketahui bahwa paparan asap rokok suami pada ibu hamil yang distrata dengan paparan asap rokok anggota keluarga berisiko 2,948 kali menyebabkan terjadinya bayi berat lahir rendah. Hasil uji statistik juga telah menggambarkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok suami yang distrata dengan paparan asap rokok anggota keluarga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah, namun dengan nilai presisi yang rendah yaitu mendekati angka satu (OR: 2,948; 95% CI: 1,000-8,678). Tabel 5.7 Hasil Analisis Stratifikasi Pengaruh Paparan Asap Rokok Anggota Keluarga Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Berdasarkan Strata Paparan Asap Rokok Suami Strata (Paparan Asap Rokok Suami) Paparan Asap Rokok Anggota Keluarga Kasus n (%) Kontrol n (%) Terpapar 35 (87,5) 10 (66,7) Tidak terpapar 5 (12,5) 5 (33,3) Terpapar 3 (16,7) Terpapar Tidak Terpapar Kelompok Crude OR Adjusted OR 95% CI Nilai p 3,127 1,049-9,323 0,041 3,500 3 (7,0) 2,667 Tidak terpapar 15 (83,3) 40 (93,0) Berdasarkan tabel 5.7 diatas dapat dilihat nilai Adjusted OR sebesar 3,127 maka dapat diketahui bahwa paparan asap rokok anggota keluarga pada ibu hamil yang distrata dengan paparan asap rokok suami berisiko 3,127 kali menyebabkan terjadinya bayi berat lahir rendah. Hasil uji statistik juga telah menggambarkan 52 53 bahwa ada hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok anggota keluarga yang distrata dengan paparan asap rokok suami terhadap kejadian bayi berat lahir rendah, namun dengan nilai presisi yang rendah yaitu mendekati angka satu (OR: 3,127; 95% CI: 1,049-9,323). Setelah dilakukan analisis bivariat, uji korelasi, analisis multivariat dan uji strata diatas maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap variabel paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga secara keseluruhan. Tujuannya adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh paparan asap rokok seluruh anggota keluarga bila dilihat dari banyaknya anggota keluarga yang merokok di dalam rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Hasil analisis ini dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini : Tabel 5.8 Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Paparan Asap Rokok di Rumah Tangga Kelompok Nilai OR 95% CI P 8 (50) 6,370 2,643-15,562 < 0,001 10 (22,2) 9,333 3,417-26,201 < 0,001 Kasus n (%) Kontrol n (%) 15 (27,3) 40 (72,7) Salah satu merokok 8 (50) Keduanya merokok 35 (77,8) Sama sekali tidak merokok Berdasarkan tabel 5.8 diatas dapat dilihat pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga secara keseluruhan. Dari variabel sama sekali tidak merokok menggambarkan bahwa bila di dalam suatu rumah tangga tidak ada sama sekali anggota keluarga yang merokok maka tidak berpengaruh menyebabkan terjadinya bayi berat lahir rendah. Sedangkan bila dilihat dari 53 54 variabel salah satu merokok, diperoleh nilai OR sebesar 6,444 maka bila di dalam suatu rumah tangga ada salah satu saja anggota keluarga merokok maka risiko yang ditimbulkan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah adalah 6,370 kali berisiko dibandingkan dengan tidak ada anggota keluarga yang merokok dan hubungan ini signifikan secara statistik (OR: 6,370; 95% CI: 2,643-15,562). Bahkan bila dilihat dari variabel keduanya merokok, diperoleh OR sebesar 9,333 maka risiko yang ditimbulkan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah semakin meningkat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa semakin banyak anggota keluarga yang merokok di dalam rumah tangga maka kencenderungan risiko yang ditimbulkan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah juga semakin meningkat dan hubungan ini signifikan secara statistik (OR: 9,333; 95% CI: 3,417-26,201). 54 55 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu Hamil di Rumah Tangga Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Paparan asap rokok pada ibu hamil merupakan asap rokok yang berasal dari orang lain yang dihirup oleh ibu hamil. Ibu hamil yang terpapar asap rokok dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan selama kehamilan, hal ini dapat menyebabkan bayi yang dilahirkan memiliki berat lahir rendah. Berdasarkan analisis multivariat pada variabel paparan asap rokok suami pada ibu hamil di rumah tangga yang dikontrol variabel karakteristik ibu menunjukkan bahwa paparan asap rokok suami merupakan faktor penyebab terjadinya bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar (OR: 7,479; 95% CI: 2,058-27,175;). Hasil uji statistik telah menunjukkan nilai Adjusted OR paparan asap rokok suami sebesar 7,479 berarti bahwa paparan asap rokok suami pada ibu hamil memiliki pengaruh murni sebesar 7,479 kali sebagai penyebab lahirnya bayi berat lahir rendah dan hubungan ini signifikan secara statistik. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Indah (2010) bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok berisiko 7,36 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Besarnya pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil sebagai penyebab terjadinya bayi berat lahir rendah dalam penelitian ini dipengaruhi oleh jumlah batang rokok yang dihisap, waktu mulai terpapar, dan lamanya paparan asap rokok dari suami yang dihirup oleh ibu hamil. 55 56 Kebiasaan merokok baik aktif maupun pasif merupakan perilaku berisiko yang patut dihindari. Rokok dapat membahayakan kesehatan terutama ibu hamil karena zat-zat berbahaya yang terkandung di dalam rokok seperti tar, nikotin, karbon monoksida (CO), dan timah hitam (Pb) dapat mengganggu pertumbuhan janin di dalam kandungan. Dampak dari kebiasaan merokok pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran, komplikasi kehamilan, penurunan fungsi paru pada bayi, bayi berat lahir rendah, bahkan kematian bayi pada saat dilahirkan (Hindmarsh, 2008). Penelitian Khattar (2011) di India yang menunjukkan bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok memiliki peluang lebih besar melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Semakin banyak jumlah paparan asap rokok dari batang rokok yang dihisap maka semakin tinggi pula risiko ibu melahirkan bayi berat lahir rendah. Bila ibu hamil terpapar asap rokok dari suami yang mengkonsumsi rokok antara 11-20 batang setiap hari berisiko 4,06 kali menyebabkan terjadinya bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan yang tidak sama sekali menghisap rokok, bahkan meningkat 17,62 kali lebih berisiko bila terpapar terpapar asap rokok dari suami yang mengkonsumsi rokok > 20 batang setiap harinya. Kandungan timah hitam (Pb) dalam rokok mampu menghasilkan polutan sebanyak 0,5 mikro gram, maka dapat diperkirakan bila seseorang mengkonsumsi satu bungkus (20 batang) rokok dalam satu hari polutan yang dihasilkan adalah 10 mikro gram. Batas ukuran timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 mikro gram per hari. Bila 40 batang rokok rata-rata dikonsumai oleh perokok berat setiap harinya, maka jumlah polutan berbahaya yang masuk ke dalam tubuh 56 57 adalah dua kali lipat dari 20 batang rokok. Bila senyawa timah hitam ini dihirup oleh ibu hamil yang selanjutnya beredar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dapat mengganggu proses sirkulasi oksigen dan asupan gizi dari ibu untuk bayi menjadi terhambat (Manuaba, 2012). Penelitian Abusalah (2011) di Kota Gaza menunjukkaan bahwa ibu yang selama kehamilan terpapar asap rokok di dalam lingkungan berisiko 3,4 kali lebih besar melahirkan bayi dalam keadaan berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar asap rokok selama kehamilan. Karbon monoksida adalah gas beracun yang berpengaruh kuat terhadap kerja hemoglobin pada darah. Ikatan karbon monoksida dengan haemoglobin menyebabkan fungsi haemoglobin menjadi terganggu. Ibu yang terpapar asap rokok selama kehamilan memiliki peluang lebih besar melahirkan bayi berat lahir rendah karena kandungan karbon monoksida dalam rokok dapat mengurangi kerja haemoglobin dalam mengikat oksigen yang diedarkan ke seluruh tubuh, sehingga janin di dalam kandungan mengalami kekurangan oksigen dan gizi. Berdasarkan hasil analisis multivariat pada variabel paparan asap rokok anggota keluarga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah yang juga dikontrol variabel karakteristik ibu, menggambarkan bahwa paparan asap rokok anggota keluarga merupakan faktor risiko yang berpengaruh murni sebagai penyebab terjadinya bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar (OR: 9,002; 95% CI: 2,434-33,286). Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa paparan asap rokok suami maupun paparan asap rokok anggota keluarga sama-sama memberi pengaruh signifikan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar. 57 58 Sejalan dengan penelitian Amalia (2009) bahwa ibu yang terpapar asap rokok berisiko 5,516 kali lebih besar melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar asap rokok. Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia, termasuk nikotin di dalamnya (Bustan, 2000). Nikotin adalah senyawa alkaloid toksik bersifat adiktif sehingga menyebabkan ketergantungan bagi penggunanya. Efek dari penggunaan nikotin dapat merusak sistem syaraf, mempersempit pembuluh darah, dan meningkatkan tekanan darah. Jumlah nikotin yang masuk ke dalam tubuh tergantung dari jumlah tembakau yang terkandung di dalam rokok, kualitas rokok, menggunakan filter, lama dan dalamnya isapan (Manuaba, 2012). Kandungan nikotin pada rokok dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pembuluh darah yang berakibat terhambatnya aliran darah dan suplai makanan ke janin sehingga menyebabkan terjadinya berat badan lahir rendah. Penelitian Rasyid (2012) menunjukkan bahwa keterpaparan asap rokok selama kehamilan berpengaruh signifikan sebesar 4,2 kali lebih berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar asap rokok. Pengaruh buruk dari asap rokok adalah menyebabkan gangguan pada plasenta. Plasenta memperluas wilayah di dalam rahim untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi pada janin. Hal ini mengakibatkan lapisan plasenta semakin menipis dan kemungkinan letak plasenta menjadi lebih rendah atau plasenta previa (plasenta ada pada mulut rahim). Ibu hamil yang terpapar asap rokok mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami keguguran dibandingkan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Hal ini disebabkan karena berkurangnya 58 59 kadar hormon kehamilan akibat terpapar asap rokok, padahal hormon kehamilan sangat diperlukan untuk menjaga kehamilannya hingga masa persalinan. Penelitian Mumbare (2009) di India menunjukkan bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok berisiko 4,10 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan ibu yang tidak terpapar asap rokok dan hubungan ini signifikan secara statistik. Kandungan nikotin dari paparan asap rokok pada ibu hamil dapat mengganggu proses distribusi makanan dari ibu pada janin. Sedangkan karbon monoksida akan mengikat hemoglobin di dalam darah, akibatnya kerja hemoglobin untuk menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu dan menghambat proses penyaluran sari-sari makanan pada janin. Bila distribusi zat makanan pada janin mengalami hambatan maka dapat mempengaruhi perkembangan janin di dalam kandungan dan berdampak pada berat badan lahir bayi pada saat persalinan. Berdasarkan hasil analisis paparan asap rokok suami dan anggota keluarga pada ibu hamil di rumah tangga menggambarkan bahwa ada kecenderungan peningkatan risiko terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Bila di dalam suatu rumah tangga tidak ada sama sekali anggota keluarga yang merokok maka tidak ada risiko untuk menyebabkan terjadinya bayi berat lahir rendah. Namun bila di dalam rumah tangga ada salah satu saja anggota keluarga yang merokok, baik itu suami maupun anggota keluarga maka risiko yang ditimbulkan untuk kejadian bayi berat lahir rendah adalah 6,370 kali berisiko dibandingan dengan rumah tangga yang anggota keluarganya sama sekali tidak ada yang merokok (OR: 6,370; 95% CI: 2,643-15,562). 59 60 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Krstev (2008) di Kota Serbia yang menemukan bahwa ibu hamil yang secara teratur terpapar asap rokok berisiko 2,68 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Ibu hamil yang setiap hari berada dekat suami, anggota keluarga, dan orang lain yang sedang merokok menyebabkan risiko untuk mengalami gangguan kesehatan terutama penyakit yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan semakin meningkat. Kandungan zat-zat berbahaya pada paparan asap rokok setiap hari secara signifikan dapat mempengaruhi panjang bayi, lingkar kepala bayi, dan mengurangi berat badan bayi sehingga bayi yang lahir memiliki berat lebih rendah dibandingkan berat badan lahir bayi pada umumnya. Penelitian Amiruddin (2007) menunjukkan bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok berisiko 3,7 kali lebih besar melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah jumlah rokok yang dihisap, lama merokok, dan kadar nikotin dalam rokok. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin panjang waktu yang dihabiskan untuk merokok, dan semakin tinggi kadar nikotin dalam rokok yang dihisap maka bahaya yang ditimbulkan dari paparan asap rokok pada ibu hamil semakin meningkat. Kandungan nikotin dalam rokok yang dihirup oleh ibu hamil dapat meningkatkan tekanan darah dan adrenalin sehingga nafsu makan dari ibu hamil menjadi menurun. Bila nafsu makan menurun maka asupan makanan bergizi pada ibu hamil menjadi berkurang, begitu juga untuk bayinya. Bila asupan gizi untuk bayi tidak tercukupi maka dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi di dalam kandungan. 60 61 Risiko yang ditimbulkan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah lebih meningkat lagi bila dalam suatu rumah tangga semua anggota keluarganya merokok, baik suami maupun anggota keluarga yang lain. Pada penelitian ini ditemukan bahwa di dalam rumah tangga yang suami dan anggota keluarganya merokok meningkatkan risiko ibu hamil untuk melahirkan bayi berat lahir rendah menjadi 9,333 kali lebih berisiko dibandingkan dengan rumah tangga yang hanya salah satu anggota keluarganya merokok dan rumah tangga yang sama sekali anggota keluarganya tidak ada yang merokok (OR: 9,333; 95% CI: 3,417-26,201). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari BMA Tobacco Control Resource Centre bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok selama kehamilan berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah sebesar 1,5 kali hingga 9,9 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok (Kartono, 2013). Hal ini telah menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga yang merokok maka semakin banyak paparan asap rokok yang diterima oleh ibu hamil, sehingga risiko yang ditimbulkan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah juga semakin meningkat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok yang berasal dari jumlah anggota keluarga perokok di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar. Paparan asap rokok di rumah tangga secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi ibu hamil yang berdampak pada rendahnya kecukupan gizi janin di dalam kandungan. Selain kandungan zat-zat berbahaya di dalam rokok, biaya yang dikeluarkan untuk keperluan merokok juga ikut mempengaruhi pemenuhan gizi pada ibu hamil. Seringkali kecukupan gizi ibu hamil di dalam 61 62 rumah tangga tidak terpenuhi karena anggaran belanja di dalam rumah tangga selalu terbagi dengan anggaran belanja rokok pada anggota keluarga. Selain berdampak pada perkembangan janin, gizi kurang juga dapat memberi dampak buruk bagi kesehatan ibu, yaitu dapat menyebabkan terjadinya anemia gizi, anemia zat besi, osteomalasia, gangguan kesehatan gigi, turunnya daya tahan tubuh, dan penyulit dalam persalinan. Selain status gizi ibu yang kurang, analisis multivariat telah menunjukkan bahwa masih ada beberapa variabel dari karekteristik ibu yang ikut memberi pengaruh signifikan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah. Variabel tersebut adalah ibu yang bekerja, status gizi, jarak kehamilan, dan tingkat sosial ekonomi. Menurut Notoatmojdo (2007) ibu yang sibuk bekerja, terutama melakukan pekerjaan fisik memiliki sedikit waktu untuk memperoleh informasi berkaitan dengan kondisi kesehatan. Bahkan ibu hamil yang mengambil pekerjaan berat dan melelahkan dapat mengganggu kondisi kesehatan dirinya dan kandungannya, sehingga berdampak pada perkembangan janin yang menyebabkan terjadinya lahirnya bayi berat lahir rendah (Proverawati, 2012). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Widiyastuti (2008) bahwa ibu yang sibuk bekerja berisiko 3,47 kali lebih tinggi melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Jarak kehamilan juga merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian bayi berat lahir rendah di dalam penelitian ini. Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan kondisi rahim menjadi lemah karena kesehatan ibu yang belum pulih sepenuhnya. Hal ini menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam kandungan Keadaan seperti ini perlu 62 63 diwaspadai karena dapat menyebabkan kondisi janin melemah dan bayi yang dilahirkan memiliki berat badan kurang dari rata-rata normal (Manuaba, 2010). Sejalan dengan penelitian Sistiarani (2008) bahwa ibu yang memiliki jarak kelahiran dibawah dua tahun berisiko 5,11 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang memiliki jarak kelahiran diatas dua tahun. Kejadian bayi berat lahir rendah sering terjadi pada ibu dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Wanita pada tingkat sosial ekonomi rendah mempunyai kemungkinan 50% lebih tinggi melahirkan bayi berat lahir rendah (Manuaba, 2010). Sejalan dengan penelitian Amalia (2009) bahwa ibu yang status ekonominya rendah berisiko 4,354 kali melahirkan bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan ibu yang status ekonominya tinggi. Dalam penelitian ini ibu yang memiliki tingkat sosial ekonomi rendah lebih banyak pada kasus dibandingkan kontrol. Selain itu anggaran belanja untuk pemenuhan gizi harus terbagi dengan anggaran belanja rokok pada anggota keluarga. Hal ini menyebabkan terganggunya perkembangan dan pertumbuhan janin di dalam kandungan karena asupan gizi ibu selama kehamilan yang tidak terpenuhi. 6.2 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan yang terjadi dalam penelitian ini dapat terjadi karena keterbatasan dari segi desain, keterbatasan dari perbandingan jumlah sampel kasus dan kontrol yang sama. Kelemahan dari segi desain berawal dari sampel kasus dan kontrol serta riwayat paparan asap rokok yang diukur setelah terjadi kasus, sehingga data yang diperoleh hanya berdasarkan ingatan responden saja dan pencatatan di Puskesmas. Adanya perbedaan waktu yang cukup lama antara 63 64 riwayat paparan dengan waktu wawancara. Dalam penelitian ini riwayat paparan asap rokok sebagai penyebab bayi berat lahir rendah diukur melalui wawancara pada bulan Mei sampai Juli tahun 2014, sementara bayi lahir yang memiliki berat lahir rendah adalah pada bulan Januari samai Desember tahun 2013. Adanya perbedaan waktu dalam satu tahun lebih antara riwayat paparan asap rokok dengan waktu wawancara menyebabkan responden harus mengingat kembali riwayat yang telah terjadi pada satu tahun sebelumnya. Hai ini dapat menyebabkan terjadi bias pada hasil penelitian karena kelemahan dalam pengendalian recall bias. Perbandingan jumlah sampel kasus dan kontrol yang sama menyebabkan terjadinya bias pada hasil penelitian karena tidak ada perbedaan antara jumlah sampel kasus maupun kontrol. Hal ini menyebabkan nilai asosiasi yang ditimbulkan lebih kecil dan tidak sebanding antara kasus maupun kontrol. Selain itu beberapa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari data kohort bayi dan ibu hamil di Puskesmas, kemungkinan pencatatan data tersebut ada yang kurang lengkap sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian yang dilakukan di lapangan. 64 65 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh setelah dilakukannya penelitian tentang pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar, yaitu : 1. Paparan asap rokok dari suami perokok pada ibu hamil di rumah tangga merupakan faktor risiko yang berpengaruh signifikan sebesar 7,479 kali terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar. 2. Paparan asap rokok dari anggota keluarga perokok pada ibu hamil di rumah tangga merupakan faktor risiko yang berpengaruh signifikan sebesar 9,002 kali terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar. 3. Paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga secara keseluruhan merupakan faktor risiko yang berpengaruh signifikan sebesar 9,333 kali terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar. 7.2 Saran Adapun saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil di rumah tangga terhadap kejadian bayi berat lahir rendah di Kabupaten Gianyar, yaitu : 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar dalam menentukan kebijakan melalui advokasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar untuk regulasi pembuatan kawasan 65 66 rumah bebas asap rokok di Kabupaten Gianyar. Pembuatan kawasan rumah bebas asap rokok ini diharapkan dapat menurunkan angka kejadian bayi berat lahir rendah, karena sebagian besar kejadian ini disebabkan oleh adanya pengaruh paparan asap rokok di rumah tangga. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, khususnya di bidang Kesehatan Ibu dan Anak untuk melakukan integrasi dengan program Gizi dalam rangka advokasi pembuatan klinik berhenti merokok pada Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar dan melaksanakan penyuluhan tentang bahaya merokok setiap memberikan pelayanan ANC yang sasarannya adalah ibu hamil dan suami. Pembuatan klinik berhenti merokok dan penyuluhan ini diharapkan dapat menurunkan angka kejadian bayi berat lahir rendah, karena sebagian besar kejadian ini disebabkan oleh adanya pengaruh paparan asap rokok di rumah tangga. 66