Perbedaan Kinerja Keuangan dan Abnormal Return

advertisement
Trikonomika
Volume 11, No. 2, Desember 2012, Hal. 195–211
ISSN 1411-514X
Perbedaan Kinerja Keuangan dan Abnormal Return
Sebelum dan Sesudah Akuisisi di BEI
Fuji Jaya Lesmana
PT Merck Tbk
Jl. Tb. Simatupang Kav. 88, Pasar Minggu, Jakarta 12520
E-Mail: [email protected]
Ardi Gunardi
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Jl. Tamansari No. 6-8, Bandung 40116
E-Mail: [email protected]
ABSTRACT
This research aimed at knowing the companies’ financial performance before and after acquisition
(comparison study) of both the acquirer and acquired companies. The result showed that the financial
performance of the acquirer companies was not significantly improved. But after performing acquisition,
their financial performance showed an improvement - better than prior to the acquisition. The financial
performance of acquired companies was not significantly improved either. But, after being acquired their
financial performance showed an improvement - better than before being acquired.
Keywords: acquisition, current ratio, quick ratio, debt to total asset, debt to total equity, total asset turn over,
net profit margin, return on investment, return on equity, earning per share, abnormal return.
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kinerja keuangan perusahaan sesudah akuisisi dibanding
dengan sebelum akuisisi pada perusahaan pengakuisisi dan diakuisisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi yang melakukan akuisisi dinyatakan tidak ada peningkatan yang
signifikan, sedangkan kinerja keuangan sesudah akuisisi lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja keuangan
sebelum akuisisi pada perusahaan pengakuisisi. Kinerja keuangan pada perusahaan diakuisisi dinyatakan
dengan tidak ada peningkatan yang signifikan, sedangkan kinerja keuangan sesudah akuisisi lebih tinggi
dibandingkan dengan kinerja keuangan sebelum akuisisi pada perusahaan diakuisisi.
Kata Kunci:akuisisi, current ratio, quick ratio, debt to total asset, debt to total equity, total asset turn over,
net profit margin, return on investment, return on equity, earning per share, abnormal return.
195
PENDAHULUAN
Perubahan
yang signifikan dalam lingkungan
bisnis seperti globalisasi, kemajuan teknologi
komputer dan telekomunikasi, serta fragmentasi
pasar telah menciptakan persaingan yang sangat ketat.
Kondisi demikian menuntut perusahaan untuk selalu
mengembangkan strategi perusahaan agar dapat
bertahan hidup, berkembang, dan berdaya saing.
Salah satu cara agar perusahaan dapat bersaing dan
berusaha mengembangkan (membesarkan) perusahaan
sesuai dengan ukuran besaran yang disepakati untuk
mencapai tujuan jangka panjang perusahaan disebut
strategi pertumbuhan atau ekspansi. Strategi ini dapat
dilaksanakan melalui pertumbuhan internal atau
pertumbuhan eksternal (Muhammad, 2004).
Pertumbuhan internal dilakukan dengan cara
memperluas kegiatan perusahaan yang sudah ada,
misalnya dengan cara menambahkan kapasitas
pabrik, menambah produk atau mencari pasar baru.
Pertumbuhan eksternal dilakukan dengan melibatkan
unit-unit yang berada di luar organisasi perusahaan.
Unit-unit yang dilibatkan dapat berupa pesaing,
pelanggan, perusahaan sejenis ataupun perusahaan
yang tidak mempunyai hubungan operasional.
Pertumbuhan eksternal ini bisa dilakukan dengan
cara melakukan penggabungan usaha.
Penggabungan usaha dapat digolongkan ke dalam
tiga bentuk, yaitu akuisisi, merger, dan konsolidasi.
Merger dan akuisisi merupakan bentuk penggabungan
usaha paling yang banyak berkembang di Indonesia.
Merger dilakukan dengan menggabungkan dua
atau lebih perusahaan yang kemudian hanya
ada perusahaan yang akan tetap hidup sebagai
badan hukum, sementara yang lain menghentikan
aktivitasnya. Akuisisi dilakukan dengan pembelian
seluruh atau sebagian kepemilikan suatu perusahaan.
Merger dan Akuisisi (M&A) merupakan fenomena
bisnis paradoksal. Di satu sisi, intensitasnya terus
meningkat, tetapi di sisi lain tingkat kegagalannya
juga cukup tinggi (Sobirin, 2001). Sebagai gambaran,
Schweiger et al. (1993) mengemukakan bahwa sejak
tahun 1983 penggabungan usaha yang terjadi di
Amerika, setiap tahunnya mencapai angka 2500 lebih.
Angka ini belum termasuk keterlibatan perusahaan
Amerika dalam M&A antar negara yang jumlahnya
juga meningkat drastis.
196
Trikonomika
Vol. 11 No. 2, Desember 2012
Aktivitas merger dan akuisisi merupakan hal
yang biasa terjadi di Amerika Serikat. Aktivitas ini
telah terjadi kira-kira 55.000 kali pada tahun 1980-an,
sehingga pada tahun 1980-an sering disebut sebagai
dekade merger mania (Hitt, 2002). Selain Amerika,
tren yang sama juga terjadi di Eropa, Asia, dan
wilayah negara lain. Di Cina misalnya, antara tahun
1985-1996 terjadi M&A dengan total nilai US $5,3
milyar (Milman, 1999).
Aktivitas merger dan akuisisi mulai marak
dilakukan di Indonesia seiring dengan majunya
pasar modal. Merger dan akuisisi di Indonesia
didominasi oleh perusahaan yang telah go public
dengan target perusahaan yang belum go public,
dengan perbandingan lebih banyak perusahaan yang
melakukan akuisisi daripada merger. Perusahaan
yang melakukan akuisisi memiliki alasan mengapa
akuisisi lebih dipilih daripada merger, karena
walaupun merger sama-sama bentuk penggabungan
usaha, tetapi prosesnya memakan waktu yang cukup
lama daripada akuisisi. Masing-masing pihak perlu
melakukan negosiasi, baik terhadap aspek-aspek
permodalan maupun aspek manajemen, sumber daya
manusia serta aspek hukum dari perusahaan yang
baru tersebut. Hal itu menyebabkan penggabungan
usaha melalui akuisisi lebih banyak dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan yang ingin ekspansi.
Perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang
melakukan akuisisi di antaranya adalah PT Astra
Otoparts yang mengakuisisi PT Anugrah, H. M.
Sampoerna diakuisisi PT Philip Morris Indonesia dan
PT Telkom yang mengakuisisi PT Sigma.
Perusahaan lebih tertarik memilih akuisisi sebagai
strateginya daripada merger dan pertumbuhan internal
adalah karena akuisisi dianggap jalan cepat untuk
mewujudkan tujuan perusahaan di mana perusahaan
tidak perlu memulai dari awal suatu bisnis baru.
Akuisisi dianggap dapat menciptakan sinergi atau
nilai tambah, yaitu nilai keseluruhan perusahaaan
setelah akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan
nilai masing-masing perusahaan sebelum akuisisi.
Keputusan untuk akuisisi juga bukan sekedar
menjadikan dua ditambah dua menjadi empat, tetapi
menjadikan dua ditambah dua sama dengan lima.
Nilai tambah tersebut lebih bersifat jangka panjang
dibanding nilai tambah yang bersifat sementara saja.
Itu berarti ada tidaknya sinergi suatu akuisisi tidak
Fuji Jaya Lesmana
Ardi Gunardi
dapat dilihat beberapa saat setelah akuisisi terjadi,
tetapi diperlukan waktu yang relatif lama. Sinergi yang
terjadi akibat akuisisi ini bisa memberikan banyak
keuntungan bagi perusahaan antara lain peningkatan
kemampuan dalam pemasaran, riset, skill manajerial,
transfer teknologi, dan efisiensi berupa penurunan
biaya produksi (Hitt, 2002).
Akuisisi merupakan salah satu bentuk dari
ekspansi perusahaan, dimana ekspansi adalah
perluasan modal, baik itu perluasan modal kerja saja
atau modal kerja dan modal tetap, yang digunakan
secara tetap dan terus menerus di dalam perusahaan.
Ekspansi dibagi dua apabila didasarkan akan
kebutuhan modalnya, yaitu ekspansi bertahap dan
ekspansi melonjak. Ekspansi bertahap merupakan
ekspansi yang dilakukan pada perusahaan yang belum
bekerja dalam kapasitas penuh. Kegiatan ekspansi ini
dilakukan dengan penggunaan kapasitas yang dulu
masih menganggur tanpa adanya penambahan aktiva
tetap, sehingga hanya memerlukan tambahan modal
kerja saja. Ekspansi melonjak adalah ekspansi yang
dilakukan oleh perusahaan yang telah bekerja dalam
kapasitas penuh, sehingga perlu menambah alat-alat
produksi tahan lama atau aktiva tetap. Ekspansi ini
tidak hanya modal kerjanya saja yang bertambah,
tetapi juga modal tetapnya juga bertambah, sehingga
menyebabkan perubahan pada struktur modal
perusahaan, karena menyangkut perubahan modal
sendiri dan utang jangka panjang. Akuisisi secara
spesifik termasuk ke dalam ekspansi melonjak, karena
pada umumnya dilakukan oleh perusahaan yang ingin
menambah kapasitas produksi perusahaan yang sudah
mencapai kapasitas penuh, sehingga perusahaan dapat
terus tumbuh berkembang menjadi perusahaan yang
lebih besar.
Aktivitas akuisisi dalam kajian keuangan dapat
dikatakan ekspansi, apabila perusahaan tersebut
melakukan peluasan modal, baik modal kerja saja
atau modal kerja dan modal tetap, serta peluasan
tersebut menyebabkan perubahan struktur modal,
tetapi akuisisi bisa menjadi capital split (pembagian
modal) apabila perusahaan tidak melakukan perluasan
modal, baik modal kerja dan modal tetap, dengan
kata lain perusahaan menggunakan dana yang ada
di dalam perusahaan seperti laba ditahan (retained
earning), sehingga tidak menyebabkan perubahan
pada struktur modal.
Penggabungan usaha melalui akuisisi merupakan
salah satu bentuk corporate action yang dilakukan
perusahaan yang sudah go public, sehingga akuisisi
menjadi pusat perhatian bagi para investor dan emiten
yang ada di pasar modal, tetapi akuisisi tidak lepas
dari permasalahan. Permasalahan yang dialami dalam
melakukan akuisisi seperti untuk melaksanakan
akuisisi sangat mahal dan hasilnya pun belum tentu
sesuai dengan yang diharapkan. Pelaksanaan akuisisi
juga memberikan pengaruh negatif terhadap posisi
keuangan dari acquiring company apabila pembiayaan
dari akuisisi melibatkan cara pembayaran melalui kas
dan melalui pinjaman. Permasalahan yang lain adalah
kemungkinan adanya corporate culture, sehingga
berpengaruh pada sumber daya manusia yang akan
dipekerjakan.
Perubahan-perubahan yang terjadi setelah
perusahan melakukan akuisisi biasanya akan tampak
pada kinerja perusahaan dan penampilan finansialnya. Pasca akuisisi kondisi dan posisi keuangan perusahaan
mengalami perubahan dan hal ini tercermin dalam
laporan keuangan perusahaan yang melakukan
akuisisi. Keberhasilan akuisisi dapat dilihat dari kinerja
perusahaan setelah melakukan akuisisi terutama kinerja
keuangan, baik bagi perusahaan pengakuisisi maupun
perusahaan diakuisisi. Pengukuran berdasarkan
akuntansi menyatakan bahwa jika skala bertambah
besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari
gabungan aktivitas-aktivitas yang simultan, maka
laba perusahaan juga semakin meningkat, sehingga
kinerja perusahaan pasca akuisisi seharusnya semakin
baik dibandingkan dengan sebelum akuisisi.
Perusahaan yang menjadi contoh keberhasilan
akuisisi, yaitu di antaranya akuisisi PT Astra Otoparts
terhadap PT Anugerah Paramitra Motorpart (APM)
pada tahun 2006, di mana setelah akuisisi PT Astra
Otoparts mengalami kenaikan kinerja keuangan dari
rasio likuiditas yang awalnya 1.71 menjadi 2.16, rasio
leverage mengalami penurunan dari 0.38 menjadi
0.32 (penurunan rasio leverage merupakan cermin
peningkatan kinerja, karena tingkat penggunaan utang
perusahaan menurun), rasio aktivitas meningkat dari
1.11 menjadi 1.22, rasio profitabiltas mengalami
peningkatan yang diwakili oleh net profit margin (dari
0.07 menjadi 0.11), return on investment (dari 9.21
menjadi 13.17), return on equity (dari 17.05 menjadi
Perbedaan Kinerja Keuangan dan Abnormal Return
Sebelum dan Sesudah Akuisisi di BEI
197
20.15), dan earning per share (EPS) mengalami
peningkatan dari Rp 362 menjadi Rp 590 setelah
melakukan akuisisi (ICMD, data yang diolah).
PT United Tractors Tbk mengakuisisi PT
Nusantara Citra Jaya Abadi (NCJA) pada tahun
2006, dari data keuangan PT United Tractors Tbk
menunjukan adanya peningkatan kinerja keuangan
dari rasio profitabilitas, yaitu net profit margin
meningkat dari 0.07 menjadi 0.08, rasio leverage
mengalami penurunan dari 0.61 menjadi 0.55, rasio
aktivitas meningkat dari 1.25 menjadi 1.40, dan EPS
mengalami peningkatan setelah akuisisi dari Rp 326
menjadi Rp 524. PT H M Sampoena Tbk diakuisisi
oleh PT Philip Morris Indonesia pada tahun 2006.
Kinerja keuangan PT H M Sampoena Tbk setelah
akuisisi mengalami peningkatan dari segi rasio
profitabilitas, rasio aktivitas, rasio leverage, dan
earning per share setelah diakuisisi oleh PT Philip
Morris Indonesia (ICMD, data yang diolah).
Pada kegiatan merger dan akuisisi ada dua hal yang
patut dipertimbangkan, yaitu nilai yang dihasilkan
dari kegiatan akuisisi dan siapakah pihak-pihak yang
paling diuntungkan dari kegiatan tersebut. Dengan
adanya akuisisi diharapkan akan menghasilkan
sinergi, sehingga nilai perusahaan akan meningkat.
Akan tetapi jika menyangkut siapa pihak yang paling
diuntungkan dari kegiatan merger tersebut, para
peneliti belum saling sepakat. Ada sebagian yang
berpendapat, pemegang saham perusahaan target
selalu diuntungkan dan pemegang saham perusahaan
yang melakukan akuisisi (acquiring firm) selalu
dirugikan.
Keuntungan pemegang saham dapat diketahui
melalui abnormal return yang mereka terima. Akan
tetapi hasil tersebut hanya untuk jangka pendek di
mana biasanya abnormal return dihitung pada periode
preakuisisi sampai saat tanggal tertentu setelah
tanggal pengumuman atau sebelum tanggal efektif.
Sedangkan untuk pemegang saham acquiring firm
jangka panjang tidak selalu memperoleh return yang
positif jika dibandingkan perusahaan lain yang tidak
melakukan akuisisi (Sutrisno dan Sumarsih, 2004).
Uraian tersebut merupakan sedikit gambaran
fenomena mengenai kondisi pasar modal sesudah
beberapa perusahaan yang go public melakukan
akuisisi. Fenomena-fenomena tersebut perlu adanya
pembuktian, oleh karena itu studi ini bertujuan
untuk memperoleh bukti empiris mengenai perilaku
kinerja keuangan yang dipengaruhi oleh akuisisi bagi
perusahaan yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia.
198
Trikonomika
Vol. 11 No. 2, Desember 2012
Praktik yang dilakukan oleh perusahaan publik
banyak mendapatkan perhatian publik, karena
menyangkut kepentingan berbeda dari banyak pihak,
di antaranya pemerintah, pemegang saham, calon
investor, kreditur, dan masyarakat umum. Masingmasing pihak dapat melihat manfaat akuisisi baik
dari segi ekonomi maupun non ekonomi. Pembatasan
masalah diperlukan agar penelitian menjadi lebih
fokus dan tidak melebar, maka dalam penelitian ini
permasalahan dalam akuisisi dibatasi pada dampak
akuisisi terhadap kinerja perusahaan yang merupakan
bagian dari aspek ekonomi saja.
Aspek-aspek kinerja yang tidak diperhitungkan
dalam penelitian ini yang meliputi aspek ekonomi
dan non ekonomi, yaitu di antaranya dampak terhadap
teknologi, pajak, tenaga kerja, perluasan pasar,
jaringan distribusi, kemampuan manajerial, kepuasan
pelanggan, dan sebagainya yang mungkin sangat
terpengaruh akibat peristiwa akuisisi ini dilakukan.
Uraian tersebut merupakan gambaran fenomena
dan fakta-fakta mengenai akuisisi, berdasarkan
gambaran fenomena dan fakta-fakta tersebut, maka
peneliti tertarik untuk meneliti dampak akuisisi
terhadap kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi
dan yang diakuisisi, yaitu mengenai dampak akuisisi
terhadap kinerja keuangan, baik dari rasio-rasio
keuangan, earning per share maupun return saham,
yaitu dengan membandingkan kinerja keuangan dua
tahun sebelum akuisisi dan dua tahun sesudah akuisisi
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2005-2007 dengan menggunakan data
keuangan tahun 2003-2009. Perusahaan yang diteliti
bukan jenis industri perbankan dan keuangan lainnya
dengan alasan metode untuk menilai kinerja keuangan
industri jenis perbankan dan keuangan lainnya harus
menggunakan metode lain.
Kerangka Pemikiran
Kinerja perusahaan akan menjadi barometer
bagi investor, sehingga perusahaan akan tetap
menjaga posisi keuangan yang terdapat dalam
laporan keuangan perusahaan agar tetap dalam posisi
aman. Posisi aman ini tercermin dalam analisis rasio
keuangan, biasanya dikelompokan ke dalam empat
kelompok rasio (Syamsudin, 2002) yaitu: 1) rasio
likuiditas untuk mengukur kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek,
2) rasio leverage yang mengukur seberapa besar
perusahaan dibiayai dengan utang, 3) rasio aktivitas
untuk mengukur sejauh mana efektivitas perusahaan
Fuji Jaya Lesmana
Ardi Gunardi
dalam menggunakan aktiva, 4) rasio profitabilitas
untuk mengukur efektivitas perusahaan secara
keseluruhan ditujukan oleh besar kecilnya tingkat
keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya
dengan penjualan dan investasi.
Metode abnormal return digunakan untuk
mengevaluasi pengaruh akuisisi terhadap ke­
makmuran pemegang saham. Teori keuangan
modern memberikan justifikasi bahwa cara yang
paling realible dalam mengukur kinerja ekonomi
perusahaan adalah dengan melacak harga sahamnya.
Nilai yang diharapkan dari sebuah akuisisi akan
diestimasi dengan menganalisis perubahan pasar
setelah pengumuman transaksi akuisisi. Pengujian
seperti ini biasanya menggunakan abnormal return
yang merupakan metode untuk meneliti atau menguji
kandungan informasi terhadap reaksi pasar (Moin,
2003).
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan untuk
menginvestigasi pengaruh akuisisi terhadap kinerja
keuangan perusahaan, namun hasilnya tidak selalu
konsisten. Mulherin dan Boone (2000) menemukan
bahwa akuisisi berpengaruh positif terhadap
pemegang saham kedua perusahaan, karena adanya
sinergi dan perubahan kontrol perusahaan dan pangsa
pasarnya.
Penelitian Mantravadi dan Reddy (2008)
yang melakukan pengujian empiris atas analisis
perbandingan tingkat kinerja perusahaan sebelum
dan sesudah akuisisi, menyatakan bahwa akuisisi
berpengaruh secara positif terhadap profitabilitas
operasi bank dan lembaga keuangan lainnya, yang
ditinjau dari rasio return on investment.
Penelitian mengenai pengaruh akuisisi terhadap
kinerja keuangan di Indonesia di antaranya adalah
Payamta dan Setiawan (2004) yang hasil penelitiannya
menunjukkan rasio-rasio keuangan dua tahun sebelum
dan sesudah peristiwa akuisisi tidak mengalami
perubahan yang signifikan, sedangkan abnormal
return saham sebelum pengumuman akuisisi positif,
namun setelah pengumuman akuisisi justru negatif.
Penelitian lain menyebutkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan rata-rata abnormal return
saham sebelum dan setelah merger (Nurussobakh,
2009). Penelitian Widjanarko (2006) menunjukkan
tidak ada perubahan yang signifikan dari kinerja
keuangan perusahaan dua tahun sebelum dan sesudah
akuisisi.
Penelitian lainnya dilakukan Sutrisno dan
Sumarsih (2004) yang meneliti return saham
perusahaan yang melakukan akuisisi dalam jangka
panjang, yaitu dengan jangka waktu pengamatan
satu tahun sebelum dan dua tahun sesudah akuisisi,
menunjukkan hasilnya bahwa akuisisi tidak memberi
pengaruh pada return saham.
Jensen dan Ruback (1983), menemukan
adanya abnormal return yang negatif, karena
ketidakkonsistenan efisiensi pasar dan adanya sugesti
yang membuat perubahan harga pasar yang lebih
tinggi, bahkan return yang negatif selama dua tahun
setelah merger dan akuisisi adalah fakta yang tidak
dapat dipungkiri.
Wibowo dan Pakereng (2001) menemukan bahwa
perusahaan pengakuisisi memperoleh abnormal
return yang negatif di seputar pengumuman merger
dan akuisisi. Dari hasil penelitian ini ditentukan
juga bahwa pengumuman merger dan akuisisi
dapat menunjukkan adanya transfer informasi antar
perusahaan dalam sektor industri manufaktur.
Agrawal et al. (1992) menemukan bahwa tender
offer akan diikuti abnormal return yang signifikan,
tetapi untuk merger akan diikuti abnormal return yang
signifikan sebesar -10% setelah 5 tahun dari tanggal
efektif akuisisi, sedangkan untuk akuisisi/merger
konglomerat dan non konglomerat setelah 5 tahun
juga memberikan hasil yang negatif. Hal tersebut
tidak sesuai dengan pendapat umum yang menyatakan
bahwa merger non konglomerat memberikan hasil
yang lebih rendah dari merger konglomerat.
Ooghe et al. (2006) meneliti tentang apakah
akuisisi dapat menyejahterakan perusahaan yang
melakukannya dan didapatkan kesimpulan bahwa
rasio profitabilitas, solvabilitas, likuiditas tidak
terdapat perbedaan yang signifikan selama 5 tahun
setelah akuisisi, dan untuk variabel gross added
value dan personal expenses per employee terdapat
perbedaan, terjadinya peningkatan pada kedua
variabel tersebut setelah akuisisi.
Rachmawati dan Tendelilin (2001) juga
melakukan penelitian terhadap pengumuman
merger dan akuisisi terhadap return saham yang
diukur dengan besarnya abnormal return. Jumlah
perusahaan yang masuk sampel sebanyak 36, dengan
menggunakan teknik event study dan event period,
yaitu 81 hari bursa (40 hari sebelum dan 40 hari
sesudah pengumuman merger dan akusisi). Hasil
Perbedaan Kinerja Keuangan dan Abnormal Return
Sebelum dan Sesudah Akuisisi di BEI
199
penelitiannya dengan menggunakan uji beda dua ratarata pada periode sebelum dan sesudah pengumuman
merger dan akuisisi menunjukan secara statistik tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata
abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman
M&A.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurdin (1996)
bertujuan untuk menganalisis kinerja perusahaan
sebelum dan sesudah akuisisi pada perusahaan go
public di Indonesia, dari 55 perusahaan yang masuk
kriteria, yaitu sebanyak 40 perusahaan, perusahaan
melakukan akuisisi dari tahun 1989 sampai 1992.
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling dan uji statistiknya menggunakan t-test
sebelum dan setelah akuisisi. Hasil dari penelitian
tersebut adalah terdapat perbedaan antara kinerja
perusahaan yang digambarkan oleh rasio keuangan,
yaitu rasio likuiditas, rasio rentabilitas, rasio
solvabilitas, dan rasio tingkat pengembalian atas total
aktiva yang semakin membaik setelah akuisisi dalam
jangka waktu tiga tahun.
Prasetyo (2007) meneliti mengenai dampak
merger dan akuisisi terhadap cash flow operasi pada
perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi
selama tahun 1998-2000. Dengan sampel penelitian
sebanyak 16 populasi dengan periode 3 tahun sebelum
dan 3 tahun setelah merger dan akuisisi. Penelitian
ini menyimpulkan tidak ada perbedaan kinerja
perusahaan disimpulkan tidak ada perbedaan kinerja
perusahaan yang diukur dari operational cash flow
untuk tahun sebelum dan setelah merger dan akuisisi,
kecuali untuk satu tahun sebelum dan tiga tahun
setelah merger dan akuisisi yang memberikan indikasi
adanya perbedaan yang signifikan, namun perbedaan
tersebut sifatnya temporer dan tidak konsisten.
Hasil negatif dikemukakan oleh Payamta dan
Sholikah (2001) yang menganalisis pengaruh merger
dan akuisisi terhadap kinerja perbankan di Indonesia
terhadap 87 bank dari tahun 1990 sampai 1995 dan
yang masuk sampel adalah 9 bank, metode yang
digunakan adalah purposive sampling. Kinerja
bank dianalisis menggunakan CAMEL (aspek
permodalan, kualitas aktiva, manajemen, rentabilitas,
dan likuiditas), dengan hasil penelitian tidak adanya
perbedaan yang signifikan pada tingkat kinerja bank
yang diukur dengan rasio CAMEL untuk 1 tahun
sebelum dan 1 tahun sesudah merger dan akuisisi.
Suryawijaya (1998), penelitian ini mengambil
kasus di sektor perbankan Amerika Serikat bertujuan
200
Trikonomika
Vol. 11 No. 2, Desember 2012
untuk mengetahui reaksi pemegang saham terhadap
agresivitas perusahaan (bank) dalam melakukan
akuisisi dengan prosedur event study dan ditemukan
bahwa segera setelah event study (yakni setelah
pengumuman akuisisi) timbul abnormal return yang
signifikan, kemudian dengan menggunakan regresi
berganda ditemukan berhubungan positif dengan
besarnya abnormal return.
Gurendrawati dan Sudibyo (1999) melakukan
pengujian terhadap volume perdagangan saham
sebelum dan sesudah pengumuman M&A, ternyata
hasilnya menunjukan tidak ada perbedaan yang
signifikan.
King et al. (2004) meneliti kinerja pasca akuisisi
kinerja dan menggunakan teknik meta analisis untuk
menilai dampak dari variabel dibahas dalam pada
kinerja perusahaan yang telah melakukan merger.
Studi menyimpulkan bahwa M&A tidak menyebabkan
kinerja keuangan yang superior. Hal ini dapat
dikatakan bahwa M&A memiliki efek negatif dalam
jangka panjang pada kinerja keuangan perusahaan.
Cabanda dan Pajara-Pascual (2007) meneliti
dampak merger pada kinerja keuangan dan
operasional perusahaan pelayaran Filipina. Hasil
empiris diperoleh hasil yang beragam pra dan pasca
merger. Beberapa ukuran kinerja perusahaan seperti
acid test ratio, total asset turnover, dan net revenues
secara statistik menunjukkan keuntungan yang
signifikan dalam jangka panjang. Variabel kinerja
lain seperti net income, return on asset, return on
sales, return on equity, net profit margin, capital
expenditure, capital expenditure/sales, dan capital
expenditure/total asset menunjukkan hasil yang tidak
signifikan setelah merger dalam jangka pendek. Studi
menyimpulkan bahwa merger di industri pelayaran
Filipina tidak mengarah pada perbaikan kinerja, baik
jangka pendek dan jangka panjang.
Ismail et al. (2010) meneliti kinerja operasi
dengan sampel perusahaan di Mesir yang terlibat
dalam merger dan akuisisi (M&A) pada periode
1996-2003 di sektor konstruksi dan teknologi. Hasil
empiris menunjukkan bahwa beberapa ukuran kinerja
perusahaan, seperti profitabilitas, menunjukkan
keuntungan yang signifikan secara statistik setelah
M&A terutama di sektor konstruksi. Ukuran kinerja
lainnya seperti efisiensi, likuiditas, solvabilitas, dan
posisi arus kas tidak menunjukkan perbaikan yang
signifikan setelah merger dalam jangka pendek di
kedua sektor.
Fuji Jaya Lesmana
Ardi Gunardi
METODE
HASIL
Metode penelitian yang digunakan adalah
metode deskriptif dengan pendekatan komparatif.
Variabel-variabel penelitian yang digunakan sesuai
dengan konsep sebelumnya, yaitu kinerja keuangan
sebelum dan sesudah akuisisi, earning per share, dan
return saham.
Rasio keuangan yang digunakan meliputi rasio:
current ratio, quick ratio, total asset turnover, debt
to total asset, debt to equity ratio, net profit margin,
return on equity, dan return on investment.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dengan rentang waktu antara tahun 20052007 dengan menggunakan data keuangan tahun
2003-2009. Sampel dibedakan menjadi dua, yaitu
perusahaan pengakuisisi dan perusahaan diakuisisi.
Sampel dari penelitian ini terdiri dari 7 perusahaan
pengakuisisi dan 5 perusahaan diakuisisi:
Kondisi Likuiditas Sebelum dan Sesudah Akuisisi
1) Perusahaan Pengakuisisi
Kondisi current ratio perusahaan pengakuisisi
sebelum akuisisi adalah 1.3008, sedangkan kondisi
current ratio perusahaan sesudah akuisisi adalah
1.3418. itu berarti terdapat peningkatan sebesar 0.041
(3.15%) dan kondisi tersebut mencerminkan terjadinya
peningkatan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang
dimiliki oleh perusahaan tersebut. Kondisi quick
ratio perusahaan sebelum akuisisi adalah 0.8664,
sedangkan sesudah akuisisi adalah sebesar 0.88842
mengalami peningkatan sebesar 0.01785 (2.06%).
Kondisi ini mencerminkan terjadinya peningkatan
kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar yang benar-benar liquid
(lancar).
Tabel 1. Daftar Perusahaan Pengakuisisi dan Perusahaan Diakuisisi Tahun 2005-2007
No.
Kode Saham
Perusahaan Pengakuisisi
Mengakuisisi
Bulan Efektif/
Pengumuman Akuisisi
Daftar Perusahaan Pengakuisisi Tahun 2005-2007
1.
UNTR
PT United Tractors Tbk
PT Nusantara Citra Jaya Abadi (NCJA)
Februari 2006
2.
AUTO
PT Astra Otoparts Tbk
PT Anugerah Paramitra Motorpart (APM)
Maret 2006
3.
CPIN
PT Charoen Pokphand
Indonesia Tbk
PT Multi sarana Pakanindo
Desember 2006
4.
AKRA
PT AKR Corporindo Tbk
Transhipment Co Ltd
Juni 2006
5.
AALI
PT Astra Agro Lestari Tbk
PT Borneo Indah Marjaya, PT Gelora Dinamika
Abadi dan PT Perkebunan Lembah Bhakti
Oktober 2006
6.
TLKM
PT Telekomunikasi Indonesia PT Sigma Cipta Caraka
Tbk
Januari 2007
7.
TRST
PT Trias Sentosa Tbk
Juli 2007
Tianjin Sunshine Plastics Co. Ltd
Daftar Perusahaan diakuisisi Tahun 2005-2007
Perusahaan Pengakuisisi
Mengakuisisi
Bulan Efektif/
Pengumuman Akuisisi
No.
Kode Saham
1.
MEDC
PT Medco Energy
Internasional Tbk
Encore Ltd
Februari 2005
2.
HMSP
H M Sampoena Tbk
PT Philip Morris Indonesia
Mei 2005
3.
LSIP
PT Perusahaan Perkebunan
London Sumatra Tbk
Indofood Agri Resources Ltd
Mei 2007
4.
FPNI
PT Fatrapolindo Nusa
Industri Tbk
Titan Chemicals Corp
November 2007
5.
ULTJ
PT Ultrajaya Milk Industry &
Trading Company Tbk
PT Unilever Indonesia Tbk (Unilever)
September 2007
Sumber: Indofinandz, detik.com, situs resmi emiten
Perbedaan Kinerja Keuangan dan Abnormal Return
Sebelum dan Sesudah Akuisisi di BEI
201
2) Perusahaan Diakuisisi
Kondisi current ratio perusahaan diakuisisi
sebelum akuisisi adalah 1.5984, sedangkan kondisi
current ratio perusahaan sesudah akuisisi adalah
1.6159. itu berarti terdapat peningkatan sebesar
0.0175 (1.1%) dan kondisi tersebut mencerminkan
terjadinya peningkatan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dengan
aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Kondisi quick ratio perusahaan sebelum akuisisi
adalah 0.9798, sedangkan sesudah akuisisi adalah
sebesar 1.0297 mengalami peningkatan sebesar
0.0499 (5.1%). Kondisi ini mencerminkan terjadinya
peningkatan kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang
benar-benar liquid (lancar).
Kondisi Aktivitas Sebelum dan Sesudah Akuisisi
1) Perusahaan Pengakuisisi
Perhitungan total asset turnover perusahaan
pengakuisisi sebelum akuisisi adalah 1.1608,
sedangkan sesudah akuisisi adalah sebesar 1.3565
mengalami peningkatan sebesar 0.1957 (16.86%).
Kondisi tersebut mencerminkan terjadinya peningkatan
kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva yang
dimiliki untuk menghasilkan penjualan.
2) Perusahaan Diakuisisi
Perhitungan total asset turnover perusahaan
diakuisisi sebelum akuisisi adalah 0.7825, sedangkan
sesudah akuisisi adalah sebesar 1.0742 mengalami
peningkatan sebesar 0.2917 (37.28%). Kondisi
tersebut mencerminkan terjadinya peningkatan
kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva
yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan.
Kondisi Leverage Sebelum dan Sesudah Akuisisi
1) Perusahaan Pengakuisisi
Perhitungan debt to total asset ratio perusahaan
sebelum akuisisi adalah 0.4903, sedangkan sebelum
akuisisi adalah sebesar 0.4781 mengalami penurunan
sebesar 0.01225 (2.5%). Perhitungan debt to
total equity perusahaan sebelum akuisisi adalah
1.2926, sedangkan sesudah akuisisi adalah 1.2753
mengalami penurunan sebesar 0.01737 (1.34%).
Kondisi demikian mencerminkan penggunaan hutang
perusahaan semakin kecil bila dibandingkan dengan
seluruh aktiva perusahaan dan modal sendiri yang
dimiliki perusahaan. Hal tersebut memberi sinyal
positif terhadap kinerja perusahaan, karena beban
perusahaan mengalami penurunan.
202
Trikonomika
Vol. 11 No. 2, Desember 2012
2) Perusahaan Diakuisisi
Perhitungan debt to total asset ratio perusahaan
sebelum akuisisi adalah 0.5545, sedangkan sebelum
akuisisi adalah sebesar 0.4692 mengalami penurunan
sebesar 0.08525 (15.37%). Perhitungan debt to
total equity perusahaan sebelum akuisisi adalah
1.8949, sedangkan sesudah akuisisi adalah 1.1512
mengalami penurunan sebesar 0.7437 (39.24%).
Kondisi demikian mencerminkan penggunaan utang
perusahaan semakin kecil bila dibandingkan dengan
seluruh aktiva perusahaan dan modal sendiri yang
dimiliki perusahaan. Hal tersebut memberi sinyal
positif terhadap kinerja perusahaan karena beban
perusahaan mengalami penurunan.
Kondisi Profitabilitas Sebelum dan Sesudah
Akuisisi
1) Perusahaan Pengakuisisi
Perhitungan net profit margin perusahaan
sebelum akuisisi adalah 0.0931, sedangkan net profit
margin sesudah akuisisi sebesar 0.1332 mengalami
peningkatan sebesar 0.0401 (43.07%). Kondisi return
on investment perusahaan sebelum akuisisi adalah
0.1291, sedangkan sesudah akuisisi adalah sebesar
0.2304 mengalami peningkatan sebesar 0.1013
(78.46%). Kondisi return on equity perusahaan
sebelum akuisisi sebesar 0.2539, sedangkan sesudah
akuisisi adalah sebesar 0.4265 mengalami peningkatan
0.1726 (67.97%). Kondisi tersebut mencerminkan
bahwa profitabilitas atau kemampuan perusahaan
menciptakan laba yang dinilai dari efisiensi penjualan,
penggunaan aktiva dan modal sendiri yang dimiliki
perusahaan sesudah akuisisi secara keseluruhan
menunjukan peningkatan kinerja dibanding dengan
sebelum akuisisi.
2) Perusahaan Diakuisisi
Perhitungan net profit margin perusahaan
sebelum akuisisi adalah 0.0427, sedangkan net profit
margin sesudah akuisisi sebesar 0.1213 mengalami
peningkatan sebesar 0.0786 (184.1%). Kondisi
return on investment perusahaan sebelum akuisisi
adalah 0.0418, sedangkan sesudah akuisisi adalah
sebesar 0.1446 mengalami peningkatan sebesar
0.1028 (246%). Kondisi return on equity perusahaan
sebelum akuisisi sebesar -0.036, sedangkan sesudah
akuisisi adalah sebesar 0.2949 mengalami peningkatan
0.3309 (919%). Kondisi tersebut mencerminkan
bahwa profitabilitas atau kemampuan perusahaan
menciptakan laba yang dinilai dari efisiensi penjualan,
penggunaan aktiva dan modal sendiri yang dimiliki
Fuji Jaya Lesmana
Ardi Gunardi
perusahaan sesudah akuisisi secara keseluruhan
menunjukan peningkatan kinerja dibanding dengan
sebelum akuisisi.
Kondisi Earning per Share Sebelum dan Sesudah
Akuisisi
1) Perusahaan Pengakuisisi
Kondisi earning per share perusahaan sebelum
akuisisi adalah sebesar 225.86, sedangkan sesudah
akuisisi sebesar 546.37 mengalami peningkatan sebesar
320.51 (142%). Kondisi tersebut mencerminkan
adanya peningkatan laba dari tiap lembar saham yang
beredar dan hal ini memberikan sinyal positif kepada
investor.
2) Perusahaan Diakuisisi
Kondisi earning per share perusahaan sebelum
akuisisi adalah sebesar 151.68, sedangkan sesudah
akuisisi sebesar 364.05 mengalami peningkatan
sebesar 153.17 (140.01%). Kondisi tersebut
mencerminkan adanya peningkatan laba dari tiap
lembar saham yang beredar dan hal ini memberikan
sinyal positif kepada investor.
Kondisi Abnormal Return Sebelum dan Sesudah
Akuisisi
1) Perusahaan Pengakuisisi
Perhitungan abnormal return perusahaan
sebelum akuisisi adalah sebesar -0.00465, sedangkan
sesudah akuisisi adalah sebesar -0.0032 mengalami
peningkatan sebesar 0.00145 (31.2%). Hal ini
menunjukan terjadinya lonjakan saham atau harga
saham sesudah akuisisi secara rata-rata mengalami
kenaikan.
2) Perusahaan Diakuisisi
Perhitungan abnormal return perusahaan sebelum
akuisisi adalah sebesar -0.00725, sedangkan sesudah
akuisisi adalah sebesar -0.0179 mengalami penurunan
sebesar 0.0106 (146.2%). Hal ini menunjukan harga
saham sesudah akuisisi secara rata-rata mengalami
penurunan.
Evaluasi Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah
Akusisi pada Perusahaan yang Melakukan
Akuisisi
Semua variabel penelitian yang meliputi current
ratio, quick ratio, total asset turn over, debt to to total
asset, debt to total equity, net profit margin, ROI,
ROE, earning per share, dan abnormal return pada
perusahaan pengakuisisi sesudah akuisisi menunjukan
kinerja yang lebih tinggi dibanding sebelum akuisisi,
dan pada perusahaan diakuisisi indikator kinerja
keuangan yang meliputi current ratio, quick ratio,
total asset turn over, debt to to total asset, debt to
total equity, net profit margin, ROI, ROE, dan earning
per share sesudah akuisisi menunjukkan kinerja yang
lebih tinggi dibanding sebelum akuisisi, sedangkan
abnormal return perusahaan diakuisisi mengalami
penurunan setelah dilakukan akuisisi.
PEMBAHASAN
Perusahaan Pengakuisisi
Pengujian uji beda diperoleh gambaran tentang
kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi yang
melakukan akuisisi pada periode tahun 2005-2007
dapat dilihat pada Tabel 2�.
Tabel 2. Hasil Uji Penelitian Statistik Sepuluh Variabel Keuangan
Sebelum dan Sesudah Akuisisi pada Perusahaan Pengakuisisi
No.
Variabel
t-hitung
t-tabel
Tingkat Signifikansi
Kriteria Uji
Kesimpulan
1.
Current ratio
–0.363
1,782
0.729
t hitung < t tabel
H0 diterima
2.
Quick ratio
–0.194
1,782
0.853
t hitung < t tabel
H0 diterima
3.
Total asset turn over
2.598
1,782
0.041
t hitung > t tabel
H0 ditolak
4.
Debt to total asset ratio
–0.381
1,782
0.716
t hitung < t tabel
H0 diterima
5.
Debt to total equity ratio
–0.117
1,782
0.911
t hitung < t tabel
H0 diterima
6.
Net profit margin
3.386
1,782
0.015
t hitung > t tabel
H0 ditolak
7.
Return on investment
3.210
1,782
0.018
t hitung > t tabel
H0 ditolak
8.
Return on equity
2.849
1,782
0.029
t hitung > t tabel
H0 ditolak
9.
Earning per share
2.464
1,782
0.049
t hitung > t tabel
H0 ditolak
0.067
1.717
0.948
t hitung < t tabel
H0 diterima
10. Abnormal return
Sumber : data yang diolah
Perbedaan Kinerja Keuangan dan Abnormal Return
Sebelum dan Sesudah Akuisisi di BEI
203
Pengujian hipotesis variabel keuangan current
ratio menyatakan H0 diterima yang artinya current
ratio sesudah akuisisi lebih rendah atau sama dengan
current ratio sebelum akuisisi pada perusahaan
pengakuisisi. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena peningkatan currrent ratio sesudah akuisisi
tidak begitu besar dibanding dengan sebelum
akuisisi, walaupun secara keseluruhan atau rata-rata
current ratio setelah akuisisi meningkat, tetapi jika
dilihat masing-masing perusahaan, ada perusahaan
yang mengalami penurunan current ratio, yaitu
United Tractor. Peningkatan yang tidak signifikan
perusahaan pengakuisisi sesudah akuisisi ini menjadi
indikasi bahwa sinergi akuisisi dalam jangka waktu
dua tahun belumlah cukup untuk meningkatkan
aset lancar perusahaan guna mengimbangi atau
melebihi kenaikan kewajiban lancar perusahaan.
Kesimpulannya walaupun rata-rata current ratio
perusahaan pengakuisisi mengalami peningkatan
setelah akuisisi tetapi tidak signifikan secara
statistik.
Pengujian hipotesis variabel keuangan quick
ratio menyatakan H0 diterima yang artinya quick
ratio sesudah akuisisi lebih rendah atau sama
dengan quick ratio sebelum akuisisi pada perusahaan
pengakuisisi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
kenaikan inventory tidak dimbangi oleh kenaikan
aktiva lancar, sehingga sebagian besar perusahaan,
peningkatan quick ratio-nya tidak terlalu besar dan
juga menyebabkan ada perusahaan yang mengalami
penurunan quick ratio. Kesimpulannya walaupun ratarata quick ratio perusahaan pengakuisisi mengalami
peningkatan setelah akuisisi, tetapi tidak signifikan
secara statistik.
Pengujian hipotesis variabel keuangan total asset
turnover menyatakan H0 ditolak yang artinya total asset
turnover sesudah akuisisi lebih tinggi dibandingkan
dengan total asset turnover sebelum akuisisi pada
perusahaan pengakuisisi. Hal ini disebabkan karena
terjadinya peningkatan yang signifikan pada angka
penjualan perusahaan pengakuisisi pasca akuisisi.
Peningkatan penjualan ini diduga sebagai efek
sinergi akuisisi, yaitu peningkatan pangsa pasar dan
peningkatan produksi perusahaan yang melakukan
akuisisi, sehingga penjulan perusahaan dapat
terdorong meningkat dengan adanya efek simbiosis
mutualisme antara perusahaan pengakuisisi dan
diakuisisi. Kesimpulannya terjadi peningkatan total
asset turnover pada perusahaan pengakuisisi dan
peningkatannya signifikan secara statistik.
204
Trikonomika
Vol. 11 No. 2, Desember 2012
Pengujian hipotesis variabel keuangan debt to
total asset ratio menyatakan H0 diterima yang artinya
debt to total asset sesudah akuisisi lebih tinggi atau
sama dengan debt to total asset sebelum akuisisi
pada perusahaan pengakuisisi. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena kenaikan total utang perusahaan
lebih tinggi dan tidak diimbangi oleh kenaikan
total aktiva perusahaan, sehingga menyebabkan
penurunan debt to total asset tidak terlalu besar dan
menyebabkan beberapa perusahaan debt to total
asset-nya lebih tinggi dibanding sebelum akuisisi.
Hal itu menunjukkan penurunan kinerja keuangan
karena pada instrumen ini rasio yang lebih kecil lebih
menunjukkan penggunaan utang perusahaan semakin
menurun. Kesimpulannya terjadi penurunan debt
to total asset pada perusahaan pengakuisisi paska
akuisisi, tetapi tidak penurunannya signifikan secara
statistik.
Pengujian hipotesis variabel keuangan debt to
total equity ratio menyatakan H0 diterima yang artinya
debt to total equity sesudah akuisisi lebih tinggi atau
sama dengan debt to total equity sebelum akuisisi
pada perusahaan pengakuisisi. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena kenaikan total utang perusahaan
lebih tinggi dan tidak dimbangi oleh kenaikan total
modal sendiri perusahaan, sehingga menyebabkan
penurunan debt to total equity tidak terlalu besar dan
juga menyebabkan beberapa perusahaan debt to total
equity-nya lebih tinggi dibanding sebelum akuisisi.
Hal itu menunjukkan penurunan kinerja keuangan
karena pada instrumen ini rasio yang lebih kecil lebih
menunjukkan penggunaan utang perusahaan semakin
menurun. Kesimpulannya terjadi penurunan debt
to total equity pada perusahaan pengakuisisi paska
akuisisi, tetapi penurunannya tidak signifikan secara
statistik.
Pengujian hipotesis variabel keuangan net profit
margin menyatakan H0 ditolak yang artinya net profit
margin sesudah akuisisi lebih tinggi dibandingkan
dengan net profit margin sebelum akuisisi pada
perusahaan pengakuisisi. Hal ini disebakan karena
meningkatkannya penjualan seluruh perusahaan
pengakuisisi pasca akuisisi. Peningkatan tersebut
menyebabkan terjadinya peningkatan laba bersih
perusahaan setelah pajak, hal tersebut menunjukan
bahwa setelah akuisisi kemampuan perusahaan
menciptakan laba dibanding dengan penjualannya
meningkat. Peningkatan net profit margin tersebut
merupakan indikasi bahwa tujuan akuisisi untuk
memperbesar volume penjulan dan laba telah terbukti.
Fuji Jaya Lesmana
Ardi Gunardi
Kesimpulanya terjadi peningkatan net profit margin
pada perusahaan pengakuisisi dan peningkatannya
signifikan secara statistik.
Pengujian hipotesis variabel keuangan return
on invesment menyatakan H0 ditolak yang artinya
return on invesment sesudah akuisisi lebih tinggi
dibandingkan dengan return on invesment sebelum
akuisisi pada perusahaan pengakuisisi. Hal ini
disebabkan karena peningkatan laba perusahaan
yang signifikan dari satu hingga dua tahun setelah
akuisisi dan peningkatan laba tersebut melebihi
peningkatan total aktiva perusahaan. Ini berarti
kemapuan perusahaan untuk menciptakan laba
dari sejumlah aktiva semakin besar dan ciri bahwa
perusahaan tersebut sangat efektif dalam penggunaan
aktivanya. Kesimpulannya terjadi peningkatan return
on investment pada perusahaan pengakuisisi dan
peningkatannya signifikan secara statistik.
Pengujian hipotesis variabel keuangan return on
equity menyatakan H0 ditolak yang artinya return on
equity sesudah akuisisi lebih tinggi dibandingkan
dengan return on equity sebelum akuisisi pada
perusahaan pengakuisisi. Hal ini disebabkan karena
peningkatan laba perusahaan yang signifikan dari satu
hingga dua tahun setelah akuisisi dan peningkatan laba
tersebut melebihi peningkatan total modal sendiri
perusahaan. Ini berarti kemapuan perusahaan untuk
menciptakan laba dari modal yang dimiliki semakin
besar dan ciri bahwa perusahaan tersebut sangat
efektif dalam penggunaan modalnya. Kesimpulannya
terjadi peningkatan return on equity pada perusahaan
pengakuisisi dan peningkatannya itu signifikan secara
statistik.
Pengujian hipotesis variabel keuangan earning
per share menyatakan H0 ditolak yang artinya
earning per share sesudah akuisisi lebih tinggi
dibandingkan dengan earning per share sebelum
akuisisi pada perusahaan pengakuisisi. Earning per
share merupakan hasil bagi antara laba bersih dengan
jumlah saham yang beredar. Peningkatan earning
per share tersebut kemungkinan disebabkan oleh
karena peningkatan laba perusahaan yang signifikan
dari satu hingga dua tahun setelah akuisisi sehingga
keuntungan per lembar saham pun meningkat.
Kesimpulannya terjadi peningkatan Earning per share
pada perusahaan pengakuisisi dan peningkatannya itu
signifikan secara statistik.
Pengujian hipotesis variabel keuangan abnormal
return menyatakan H0 diterima yang artinya
abnormal return sesudah akuisisi lebih rendah atau
sama dengan abnormal return sebelum akuisisi
pada perusahaan pengakuisisi. Hal ini disebabkan
karena peningkatan harga saham sesudah akuisisi
tidak cukup tinggi dibanding dengan harga sebelum
akuisisi. Ini terjadi karena bebarapa perusahaan
melakukan beberapa kali stock split pada periode
setelah akuisisi, sehingga terjadi penurunan yang
signifikan terhadap harga saham sesudah akuisisi
dengan sebelum akuisisi. Kesimpulannya walaupun
rata-rata abnormal return perusahaan pengakuisisi
mengalami peningkatan setelah akuisisi tetapi tidak
signifikan secara statistik.
Pengujian hipotesis di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa kinerja keuangan perusahaan
pengakuisisi yang melakukan akuisisi pada tahun
2005 dan 2007 dengan menggunakan variabel
current ratio, quick ratio, debt to total asset, debt to
total equity, dan abnormal return dinyatakan dengan
H0 diterima yang artinya bahwa kinerja keuangan
sesudah akuisisi lebih rendah atau sama dengan
kinerja keuangan sebelum akuisisi pada perusahaan
pengakuisisi. Hasil pembahasan dan penelitian ini
menguatkan penelitian yang sudah dilakukan oleh
Widjanarko (2006) yang menyatakan bahwa tidak
ada perubahan yang signifikan dari kinerja keuangan
perusahaan yang diproyeksikan dari rasio-rasio
keuangan dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah
akuisisi.
Ooghe et al. (2006) meneliti tentang apakah
akuisisi dapat menyejahterakan perusahaan yang
melakukannya dan didapatkan kesimpulan bahwa
rasio, solvabilitas dan likuiditas tidak terdapat
perbedaan yang signifikan selama 5 tahun setelah
akuisisi.
Jensen dan Ruback (1983), menemukan
adanya abnormal return yang negatif, karena
ketidakkonsistenan efisiensi pasar dan adanya sugesti
yang membuat perubahan harga pasar yang lebih
tinggi, bahkan return yang negatif selama dua tahun
setelah merger dan akuisisi adalah fakta yang tidak
dapat dipungkiri.
Wibowo dan Pakereng (2001) menemukan bahwa
perusahaan pengakuisisi memperoleh abnormal
return yang negatif di seputar pengumuman merger
dan akuisisi. Dari hasil penelitian ini ditentukan
juga bahwa pengumuman merger dan akuisisi
dapat menunjukkan adanya transfer informasi antar
perusahaan dalam sektor industri manufaktur.
Perbedaan Kinerja Keuangan dan Abnormal Return
Sebelum dan Sesudah Akuisisi di BEI
205
Rachmawati dan Tendelilin (2001) hasil
penelitiannya juga dengan menggunakan uji beda
dua rata-rata pada periode sebelum dan sesudah
pengumuman merger dan akuisisi menunjukan secara
statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara rata-rata abnormal return sebelum dan sesudah
pengumuman M&A.
Pengujian hipotesis variabel keuangan lainnya
seperti total asset turn over, net profit margin,
return on investment, return on equity, dan earning
per share menyatakan bahwa H0 ditolak, artinya
bahwa kinerja keuangan sesudah akuisisi lebih
tinggi dibandingkan dengan kinerja keuangan
sebelum akuisisi pada perusahaan pengakuisisi.
Hasil pembahasan dan penelitian ini menguatkan
penelitian yang sudah dilakukan oleh Mulherin dan
Boone (2000) di mana penelitian tersebut menyatakan
akuisisi dapat berdampak positif dan meningkatkan
kemakmuran pemegang saham kedua perusahaan.
Efek kemakmuran tersebut disebabkan karena adanya
sinergi antara perusahaan yang melakukan akuisisi.
Hasil dari penelitian Nurdin (1996) menyatakan
terdapat perbedaan antara kinerja perusahaan yang
digambarkan oleh rasio keuangan, yaitu rasio
rentabilitas dan rasio tingkat pengembalian atas total
aktiva yang semakin membaik setelah akuisisi dalam
jangka waktu tiga tahun.
Perusahaan Diakuisisi
Pengujian uji beda diperoleh gambaran tentang
kinerja keuangan perusahaan diakuisisi yang
melakukan akuisisi pada periode tahun 2005-2007
dapat dilihat pada Tabel 3�.
Pengujian hipotesis variabel keuangan current
ratio menyatakan H0 diterima yang artinya current
ratio sesudah akuisisi lebih rendah atau sama dengan
current ratio sebelum akuisisi pada perusahaan
diakuisisi. Hal itu disebabkan karena peningkatan
aktiva lancar perusahaan diakuisisi tidak bisa
mengimbangi peningkatan keawajiban lancarnya
sehingga menyebabkan rata-rata peningkatan current
ratio perusahaan diakuisisi tidak terlalu besar,
juga beberapa perusahaan seperti Medco Energi
International dan HM Sampoerna kinerja current ratio
sebelum akuisisi lebih besar dibanding sesudah akuisisi,
ini juga menjadi faktor current ratio perusahaan
diakuisisi tidak meningkat secara signifikan. Keadaan
ini mencerminkan bahwa akuisisi dalam jangka waktu
1 hingga 2 tahun tidak bisa mendatangkan sinergi
yang signifikan terhadap penambahan aktiva lancar
perusahaan diakuisisi. Kesimpulannya rata-rata kinerja
current ratio sesudah akuisisi mengalami peningkatan
tetapi tidak signifikan.
Pengujian hipotesis variabel keuangan quick
ratio menyatakan H0 diterima yang artinya quick ratio
sesudah akuisisi lebih rendah atau sama dengan quick
ratio sebelum akuisisi pada perusahaan diakuisisi. Hal
ini kemungkinan disebabkan karena kenaikan inventory
tidak dimbangi oleh kenaikan aktiva lancar sehingga
sebagian besar perusahaan, peningkatan quick rationya tidak terlalu besar dan juga menyebabkan ada
perusahaan yang mengalami penurunan quick ratio,
yaitu di antranya Medco Energi International, HM
Sampoerna, dan PP London Sumatra. Kesimpulannya
rata-rata kinerja quick ratio sesudah akuisisi mengalami
peningkatan, tetapi tidak signifikan.
Tabel 3. Hasil Uji Penelitian Statistik Sepuluh Variabel Keuangan
Sebelum dan Sesudah Akuisisi pada Perusahaan Diakuisisi
No.
Rasio Keuangan
t-hitung
t-tabel
Tingkat Signifikansi
Kriteria Uji
Kesimpulan
1.
Current ratio
0.04
1,860
0.97
t hitung < t tabel
H0 diterima
2.
Quick ratio
0.165
1,860
0.877
t hitung < t tabel
H0 diterima
3.
Total asset turn over
2.436
1,860
0.072
t hitung > t tabel
H0 diterima
4.
Debt to total asset ratio
-1.056
1,860
0.351
t hitung < t tabel
H0 diterima
5.
Debt to total equity ratio
-0.0859
1,860
0.439
t hitung < t tabel
H0 diterima
6.
Net profit margin
2.815
1,860
0.048
t hitung > t tabel
H0 ditolak
7.
Return on investment
8.031
1,860
0.001
t hitung > t tabel
H0 ditolak
8.
Return on equity
2.127
1,860
0.101
t hitung > t tabel
H0 diterima
9.
Earning per share
3.080
1,860
0.037
t hitung > t tabel
H0 ditolak
10
Abnormal return
-1.086
1.717
0.301
t hitung < t tabel
H0 diterima
Sumber: data yang diolah
206
Trikonomika
Vol. 11 No. 2, Desember 2012
Fuji Jaya Lesmana
Ardi Gunardi
Pengujian hipotesis variabel keuangan total asset
turnover menyatakan H0 diterima yang artinya total
asset turnover ratio sesudah akuisisi lebih rendah
atau sama dengan quick ratio sebelum akuisisi
pada perusahaan diakuisisi. Keadaan ini disebabkan
karena peningkatan penjualan perusahaan diakuisisi
tidak terlalu besar sehingga peningkatan tersebut
tidak memberikan hasil yang signifikan. Hal ini
juga disebabkan karena terjadinya peningkatan
aktiva perusahaan, tetapi peningkatan tersebut tidak
dibarengi dengan peningkatan penjualan, sehingga
menyebabkan penggunaan aktiva perusahaan kurang
efisien dalam menciptakan penjualan, tetapi walaupun
tidak signifikan secara statistik, peningkatan secara
rata-rata total asset turnover menunjukkan adanya
dampak positif akuisisi terhadap perusahaan diakuisisi.
Kesimpulannya rata-rata kinerja total asset turnover
sesudah akuisisi mengalami peningkatan, tetapi tidak
signifikan.
Pengujian hipotesis variabel keuangan debt to
total asset ratio menyatakan H0 diterima yang artinya
debt to total asset sesudah akuisisi lebih tinggi atau
sama dengan debt to total asset sebelum akuisisi
pada perusahaan diakuisisi. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena kenaikan total utang perusahaan
lebih tinggi dan tidak dimbangi oleh kenaikan
total aktiva perusahaan, sehingga menyebabkan
penurunan debt to total asset tidak terlalu besar dan
menyebabkan beberapa perusahaan debt to total
asset-nya lebih tinggi dibanding sebelum akuisisi.
Hal itu menunjukkan penurunan kinerja keuangan
karena pada instrumen ini rasio yang lebih kecil lebih
menunjukkan penggunaan utang perusahaan semakin
menurun. Kesimpulannya terjadi penurunan debt to
total asset pada perusahaan diakuisisi pasca akuisisi,
tetapi tidak penurunannya signifikan secara statistik.
Pengujian hipotesis variabel keuangan debt to
total equity ratio menyatakan H0 diterima yang artinya
debt to total equity sesudah akuisisi lebih tinggi atau
sama dengan debt to total equity sebelum akuisisi
pada perusahaan diakusisi. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena kenaikan total utang perusahaan
lebih tinggi dan tidak dimbangi oleh kenaikan total
modal sendiri perusahaan, sehingga menyebabkan
penurunan debt to total equity tidak terlalu besar dan
juga menyebabkan beberapa perusahaan debt to total
equity-nya lebih tinggi dibanding sebelum akuisisi.
Hal itu menunjukkan penurunan kinerja keuangan
karena pada instrumen ini rasio yang lebih kecil lebih
menunjukan penggunaan utang perusahaan semakin
menurun. Kesimpulannya terjadi penurunan debt to
total equity pada perusahaan diakusisi paska akuisisi,
tetapi penurunannya tidak signifikan secara statistik.
Pengujian hipotesis variabel keuangan net profit
margin menyatakan H0 ditolak yang artinya net profit
margin sesudah akuisisi lebih tinggi dibandingkan
dengan net profit margin sebelum akuisisi pada
perusahaan diakuisisi. Hal ini disebakan karena
meningkatkannya penjualan seluruh perusahaan
diakuisisi pasca akuisisi. Peningkatan tersebut
menyebabkan terjadinya peningkatan laba bersih
perusahaan setelah pajak, hal tersebut menunjukkan
bahwa setelah akuisisi kemampuan perusahaan
menciptakan laba dibanding dengan penjualannya
meningkat. Keadaan ini mencerminkan akuisisi
memberi efek positif bagi perusahaan diakuisisi dalam
memamfaatkan kekuatan pengakuisisinya dalam
citra dan menjaring pangsa pasar guna memperbesar
penjualan dan laba. Kesimpulanya terjadi peningkatan
net profit margin pada perusahaan diakuisisi dan
peningkatannya itu signifikan secara statistik.
Pengujian hipotesis variabel keuangan return
on investment menyatakan H0 ditolak yang artinya
return on investment sesudah akuisisi
lebih
tinggi dibandingkan dengan return on investment
sebelum akuisisi pada perusahaan diakuisisi. Hal ini
disebabkan karena peningkatan laba perusahaan yang
signifikan dari satu hingga dua tahun setelah akuisisi
dan peningkatan laba tersebut melebihi peningkatan
total aktiva perusahaan. Ini berarti kemampuan
perusahaan untuk menciptakan laba dari sejumlah
aktiva semakin besar dan ciri bahwa perusahaan
tersebut sangat efektif dalam penggunaan aktivanya.
Perhitungan tersebut memberikan cerminan bahwa
akuisisi memberikan dorongan bagi perusahaan
diakusisi untuk menciptakan laba dengan bantuan
perusahaan pengakuisisi. Kesimpulannya terjadi
peningkatan return on investment pada perusahaan
diakuisisi dan peningkatannya itu signifikan secara
statistik.
Pengujian hipotesis variabel keuangan return on
equity menyatakan H0 diterima yang artinya return on
equity sesudah akuisisi lebih rendah atau sama dengan
return on equity sebelum akuisisi pada perusahaan
diakuisisi. Hal ini disebabkan karena peningkatan
laba bersih tidak dibisa mengimbangi atau lebih kecil
dari peningkatan modal sendiri, sehingga menjadikan
peningkatan return on investment tidak begitu besar.
Keadaan ini memberikan cerminan bahwa walaupun
peningkatan return on equity tidak begitu signifikan,
Perbedaan Kinerja Keuangan dan Abnormal Return
Sebelum dan Sesudah Akuisisi di BEI
207
tetapi memberikan dampak positif terhadap kinerja
return on equity perusahaan diakuisisi. Kesimpulannya
terjadi peningkatan return on equity pada perusahaan
diakuisisi, tetapi peningkatannya itu tidak signifikan
secara statistik.
Pengujian hipotesis variabel keuangan earning
per share menyatakan H0 ditolak yang artinya earning
per share sesudah akuisisi lebih tinggi dibandingkan
dengan earning per share sebelum akuisisi pada
perusahaan diakuisisi. Earning per share merupakan
hasil bagi antara laba bersih dengan jumlah saham
yang beredar. Peningkatan earning per share tersebut
kemungkinan disebabkan oleh karena peningkatan
laba perusahaan yang signifikan dari satu hingga
dua tahun setelah akuisisi, sehingga keuntungan per
lembar saham pun meningkat. Kesimpulannya terjadi
peningkatan Earning per share pada perusahaan
diakuisisi dan peningkatannya itu signifikan secara
statistik.
Pengujian hipotesis variabel keuangan abnormal
return menyatakan H0 diterima yang artinya
abnormal return sesudah akuisisi lebih rendah atau
sama dengan abnormal return sebelum akuisisi
pada perusahaan diakuisisi. Hal ini disebabkan
karena peningkatan harga saham sesudah akuisisi
tidak cukup tinggi dibanding dengan harga sebelum
akuisisi. Ini terjadi karena selain bebarapa perusahaan
melakukan stock split juga saham-saham perusahaan
diakuisisi cenderung tidak stabil karena pada
dasarnya perusahaan yang diakuisisi itu mempunyai
permintaan yang kurang bagus di bursa, karena kondisi
teknikal dan fundamentalnya kurang begitu bagus.
Kesimpulannya rata-rata abnormal return perusahaan
pengakuisisi mengalami penurunan setelah akuisisi
dan tidak signifikan secara statistik.
Pengujian hipotesis di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa kinerja keuangan perusahaan
diakuisisi yang melakukan akuisisi pada tahun 2005
sampai dengan tahun 2007 dengan menggunakan
variabel current ratio, quick ratio, total asset turn
over, debt to total asset, debt to total equity, return
on equity dan abnormal return dinyatakan dengan
H0 diterima yang artinya bahwa kinerja keuangan
sesudah akuisisi lebih rendah atau sama dengan
kinerja keuangan sebelum akuisisi pada perusahaan
diakuisisi. Hasil pembahasan dan penelitian ini
menguatkan penelitian yang sudah dilakukan oleh
Widjanarko (2006) yang menyatakan bahwa tidak
ada perubahan yang signifikan dari kinerja keuangan
208
Trikonomika
Vol. 11 No. 2, Desember 2012
perusahaan yang diproyeksikan dari rasio-rasio
keuangan dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah
akuisisi.
Penelitian mengenai pengaruh akuisisi terhadap
kinerja keuangan di Indonesia di antaranya adalah
Payamta dan Setiawan (2004) yang hasil penelitiannya
menunjukkan rasio-rasio keuangan dua tahun sebelum
dan sesudah peristiwa akuisisi tidak mengalami
perubahan yang signifikan, sedangkan abnormal
return saham sebelum pengumuman akuisisi positif,
namun setelah pengumuman akuisisi justru negatif.
Penelitian lain menyebutkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan rata-rata abnormal return
saham sebelum dan setelah merger (Nurussobakh,
2009).
Penelitian lainnya dilakukan Sutrisno dan
Sumarsih (2004) yang meneliti return saham
perusahaan yang melakukan akuisisi dalam jangka
panjang, yaitu dengan jangka waktu pengamatan
satu tahun sebelum dan dua tahun sesudah akuisisi,
menunjukkan hasilnya bahwa akuisisi tidak memberi
pengaruh pada return saham.
Hasil empiris Ismail et al. (2010) menunjukkan
bahwa efisiensi, likuiditas, solvabilitas tidak
menunjukkan perbaikan yang signifikan setelah
merger dalam jangka pendek di kedua sektor.
Ismail et al. (2010) meneliti kinerja operasi
dengan sampel perusahaan di Mesir yang terlibat
dalam merger dan akuisisi (M&A) pada periode
1996-2003 di sektor konstruksi dan teknologi. Hasil
empiris menunjukkan bahwa beberapa ukuran kinerja
perusahaan, seperti profitabilitas, menunjukkan
keuntungan yang signifikan secara statistik setelah
M&A terutama di sektor konstruksi. Ukuran kinerja
lainnya seperti efisiensi, likuiditas, solvabilitas, dan
posisi arus kas tidak menunjukkan perbaikan yang
signifikan setelah merger dalam jangka pendek di
kedua sektor.
Pengujian hipotesis variabel keuangan lainnya
seperti net profit margin, return on investment, dan
earning per share menyatakan bahwa H0 ditolak,
artinya bahwa kinerja keuangan sesudah akuisisi
lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja keuangan
sebelum akuisisi pada perusahaan diakuisisi. Hasil
pembahasan dan penelitian ini menguatkan penelitian
yang sudah dilakukan oleh Mulherin dan Boone
(2000) di mana penelitian tersebut menyatakan
akuisisi dapat berdampak positif dan meningkatkan
kemakmuran pemegang saham kedua perusahaan.
Fuji Jaya Lesmana
Ardi Gunardi
Efek kemakmuran tersebut disebabkan karena adanya
sinergi antara perusahaan yang melakukan akuisisi.
Penelitian Mantravadi dan Reddy (2008)
yang melakukan pengujian empiris atas analisis
perbandingan tingkat kinerja perusahaan sebelum
dan sesudah akuisisi, menyatakan bahwa akuisisi
berpengaruh secara positif terhadap profitabilitas
operasi bank dan lembaga keuangan lainnya, yang
ditinjau dari rasio return on investment.
Evaluasi Hasil Penelitian Berdasarkan Uji Beda
(Hipotesis) pada Perusahaan yang Melakukan
Akuisisi
Penelitian ini dapat disimpulkan secara umum
akuisisi tidak memberikan peningkatan secara
signifikan pada kinerja keuangan yang diproyeksikan
dengan rasio keuangan, earning per share dan
abnormal return pada perusahaan pengakuisisi dan
perusahaan diakuisisi, peningkatan kinerja keuangan
yang signifikan hanya terjadi pada beberapa variabel
saja baik pada perusahaan pengakuisisi dan diakuisisi.
Keadaan ini menggambarkan bahwa akuisisi hanya
berdampak positif terhadap rasio aktivitas dan
profitabilitas bagi perusahaan pengakuisisi sedangkan
bagi perusahaan diakuisisi hanya rasio profitabilitas.
Sinergi yang diharapkan belum tercapai
sepenuhnya. Hal ini mungkin dikarenakan lemahnya
strategi, kurangnya pengalaman akuisisi pada
perusahaan pengakuisisi, waktu pengamatan yang
relatif singkat, sehingga tidak mencerminkan kondisi
perusahaan pengakuisisi dan diakuisisi.
KESIMPULAN
Kondisi likuiditas sebelum dan sesudah akuisisi
pada perusahaan yang melakukan akuisisi dapat
dilihat dari variabel current ratio dan quick ratio.
Kondisi current ratio dan quick ratio pada perusahaan
pengakuisisi setelah akuisisi mengalami peningkatan
dibanding dengan sebelum akuisisi, begitu juga
pada perusahaan diakuisisi kondisi current ratio dan
quick ratio setelah akuisisi sama-sama mengalami
peningkatan dibanding dengan sebelum akuisisi.
Kondisi aktivitas sebelum dan sesudah akuisisi
pada perusahaan yang melakukan akuisisi dapat
dilihat dari variabel total asset turnover. Perhitungan
total asset turnover pada perusahaan pengakuisisi
dan diakuisisi setelah akuisisi sama-sama mengalami
peningkatan kinerja dari pada sebelum melakukan
akuisisi.
Kondisi leverage sebelum dan sesudah akuisisi
pada perusahaan yang melakukan akuisisi dapat
dilihat dari variabel debt to total asset ratio dan debt
to total equity. Perhitungan debt to total asset ratio
dan debt to total equity pada perusahaan pengakuisisi
dan diakuisisi menunjukkan peningkatan kinerja
setelah melakukan akuisisi, hal ini bisa dilihat setelah
melakukan akuisisi kedua variabel ini mengalami
penurunan. Kondisi demikian menjelaskan bahwa
setelah akuisisi terjadi penurunan rasio leverage
pada perusahaan pengakuisisi dan diakuisisi yang
disebabkan karena penggunaan hutang perusahaan
setelah akuisisi semakin kecil bila dibandingkan
dengan seluruh aktiva perusahaan dan modal sendiri
yang dimiliki perusahaan sebelum akuisisi.
Kondisi profitabilitas sebelum dan sesudah
akuisisi pada perusahaan yang melakukan akuisisi
dapat dilihat dari variabel net profit margin, return
on invesment dan return on equity. Perhitungan
net profit margin, return on invesment dan return
on equity perusahaan pengakuisisi dan diakuisisi
secara berturut-turut mengalami peningkatan setelah
melakukan akuisisi. Kondisi tersebut mencerminkan
bahwa setelah akuisisi kondisi profitabilitas atau
kemampuan perusahaan menciptakan laba yang
dinilai dari efisiensi penjualan, penggunaan aktiva
dan modal sendiri yang dimiliki perusahaan sesudah
akuisisi secara keseluruhan menunjukan peningkatan
kinerja dibanding dengan sebelum akuisisi pada
perusahaan yang melakukan akuisisi.
Kondisi earning per share sebelum dan sesudah
akuisisi pada perusahaan yang melakukan akuisisi
dapat dijelaskan sebagai berikut di mana kondisi
earning per share perusahaan pengakuisisi dan
diakuisisi setelah akuisisi mengalami peningkatan
daripada sebelum melakukan akuisisi. Kondisi
tersebut mencerminkan bahwa setelah akuisisi, kondisi
earning per share meningkat yang disebabkan karena
adanya peningkatan laba dari tiap lembar saham yang
beredar pada perusahaan yang melakukan akuisisi.
Kondisi abnormal return sebelum dan sesudah
akuisisi pada perusahaan yang melakukan akuisisi
dapat dijelaskan sebagai berikut dimana kondisi
abnormal return perusahaan pengakuisisi mengalami
peningkatan setelah melakukan akuisisi, sedangkan
pada perusahaan diakuisisi kinerja abnormal return
setelah akuisisi justru mengalami penurunan.
Hal ini dikarenakan pada perusahaan diakuisisi
setelah akuisisi harga sahamnya justru mengalami
penurunan.
Perbedaan Kinerja Keuangan dan Abnormal Return
Sebelum dan Sesudah Akuisisi di BEI
209
Kinerja keuangan perusahaan sesudah akuisisi
dibanding dengan sebelum akuisisi pada perusahaan
yang melakukan akuisisi dapat diketahui dengan
menggunakan uji t atau uji signifikansi. Uji t atau uji
signifikansi menyatakan kinerja keuangan perusahaan
pengakuisisi sesudah akuisisi dengan menggunakan
current ratio, quick ratio, debt to total asset ratio,
debt to total equity ratio, dan abnormal return lebih
rendah atau sama dengan kinerja sebelum melakukan
akuisisi. Pada perusahaan diakuisisi variabel yang
dinyatakan lebih rendah atau sama dengan sebelum
melakukan akuisisi adalah current ratio, total asset
turn over, quick ratio, debt to total asset ratio, debt
to total equity ratio, return on equity dan abnormal
return. Pengujian hipotesis variabel keuangan lainnya
pada perusahaan pengakuisisi seperti total asset turn
over, net profit margin, return on investment, return on
equity dan earning per share menyatakan bahwa H0
ditolak, artinya bahwa kinerja keuangan sesudah akuisisi
lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja keuangan
sebelum akuisisi pada perusahaan pengakuisisi. Pada
perusahaan diakuisisi hanya tiga dari sepuluh variabel
yang menyatakan H0 ditolak yaitu net profit margin,
return on investment, dan earning per share.
Penelitian ini dapat disimpulkan secara umum
akuisisi tidak memberikan peningkatan secara
signifikan pada kinerja keuangan yang diproyeksikan
dengan rasio keuangan, earning per share dan
abnormal return pada perusahaan pengakuisisi dan
perusahaan diakuisisi, peningkatan kinerja keuangan
yang signifikan hanya terjadi pada beberapa variabel
saja baik pada perusahaan pengakuisisi dan diakuisisi.
Sinergi yang diharapkan belum tercapai sepenuhnya.
Hal ini mungkin dikarenakan lemahnya strategi,
kurangnya pengalaman akuisisi pada perusahaan
pengakuisisi, waktu pengamatan yang relatif singkat
sehingga tidak mencerminkan kondisi perusahaan
pengakuisisi dan diakuisisi.
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, Anup, Jeffrey F. Jaffe dan Gershon N.
Mandelker. 1992. The Post-Merger Performance
of Acquiring Firms: A Re-examination of an
Anomaly. Journal of Finance, 47 (4): 1605-1621.
Cabanda, Emilyn dan Marianne Pajara-Pascual.
2007. Merger in the Philippines: Evidence in the
Corporate Performance of William, Gothong, and
Aboitiz (WG&A) Shipping Companies. Journal
of Business Case Studies, 3 (4): 87-100.
210
Trikonomika
Vol. 11 No. 2, Desember 2012
Gurendrawati, Etty dan Bambang Sudibyo. 1999.
Studi Empiris tentang Pengaruh Pemilihan Metode
Akuntansi untuk Merjer dan Akuisisi terhadap
Volume Perdagangan Saham Perusahaan Publik
di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2
(2): 196-210.
Hitt, Michael A., Jeffrey S. Harrison, R. Duane Ireland.
2002. Merger dan Akuisisi: Penduan Meraih
Laba Bagi Para Pemegang Saham. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Ismail, Tariq Hassaneen, Abdulati A. Abdou, and
Radwa Magdy. 2011. Exploring Improvements of
Post-Merger Corporate Performance: The Case of
Egypt. The IUP Journal of Business Strategy, 8
(1): 7-24.
Jensen, Michael C. dan Richard S. Ruback. 1983.
The Market For Corporate Control: The Scientific
Evidence. Journal of Financial Economics, 11: 550.
King, David R., Dan R. Dalton, Catherine M. Daily,
dan Jeffrey G. Covin. 2004. Meta-analyses of
Post-acquisition Performance: Indications of
Unidentified Moderators. Strategic Management
Journal, 25(2): 187-200.
Mantravadi, Pramod dan A. Vidyadhar Reddy. 2008.
Post-Merger Performance of Acquiring Firms
from Different Industries in India. International
Research Journal of Finance and Economics, 22
(3): 192-203.
Milman, Claudio D. 1999. Merger and acquisition
activity in China: 1985-1996. Multinational
Business Review, 7 (2): 106-110.
Moin, Abdul. 2003. Merger, Akuisisi dan Divestasi.
(edisi ke-1). Yogyakarta: Ekonisia.
Muhammad, Suwarsono. 2004. Manajemen Strategik:
Konsep dan Kasus (edisi ke-3). Yogyakarta: AMPYKPN.
Mulherin, J. Harold, dan Audra L. Boone. 2000.
Comparing Acquisitions and Divestitures. Journal
of Corporate Finance, 6 (2): 117-139.
Nurdin, Djayani. 1996. Analisis Kinerja Keuangan
Sebelum dan Sesudah Akuisisi pada Perusahaan
Go Public di Indonesia. Jurnal Siasat Bisnis, 3
(1): 54-61.
Nurussobakh. 2009. Perbedaan Actual Return,
Abnormal Return, Trading Volume Activity, dan
Security Return Variability Saham Sebelum dan
Setelah Merger. Jurnal Keuangan dan Perbankan,
13 (1): 62-77.
Fuji Jaya Lesmana
Ardi Gunardi
Ooghe, Hubert, Elisabeth van Laere, dan Tine de
Langhe. 2006. Are Acquisition Worthwhile?
An Empirical Study of the Post-Acquisition
Performance of Privately Held Belgian Companies.
Small Business Economics, 27 (2/3): 223-243.
Payamta dan Doddy Setiawan. 2004. Analisis
Pengaruh Merger dan Akuisisi terhadap Kinerja
Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, 7 (3): 265-282.
Payamta dan Sholikah. 2001. Pengaruh Merger dan
Akuisisi Terhadap Kinerja Perusahaan Perbankan
Publik di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Manajemen:
1 (1): 17-41.
Prasetyo, Januar Eko. 2007. Dampak Merger dan
Akuisisi Terhadap Cash Flow Operasi. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, 5 (2): 158-165.
Rachmawati, Eka dan Eduardus Tandelilin. 2001.
Pengaruh Pengumuman Merger dan Akuisisi
Terhadap Return Saham Perusahaan Target di
Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi,
Manajemen, dan Ekonomi, 1 (2): 153-170.
Schweiger, David M., Ernst N. Csiszar, Nancy K.
Napier. 1993. Implementing International Mergers
and Acquisitions, Human Resource Planning, 16
(1): 53-70.
Sobirin, Achmad. 2001. Merger dan Akuisisi: Sebuah
Perkawinan Paradoksal. Jurnal Siasat Bisnis, 6
(1): 39-59.
Suryawijaya, Marwan Asri. 1998. Banking
Acquisition: Acquirers Aggresiveness and Stock
Return (A Case Study in the American Banking
System). Jurnal Riset Akuntansi, 1 (2): 208-218.
Sutrisno dan Sumarsih. 2004. Dampak Jangka
Panjang Merger dan Akuisisi terhadap Pemegang
Saham di BEJ Perbandingan Akusisi Internal dan
Eksternal, 8 (2): 189-210.
Syamsudin, Lukman. 2002. Manajemen Keuangan
Perusahaan (edisi baru). Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Wibowo, Amin dan Yulita Milla Pakereng. 2001.
Pengaruh Pengumuman Merger dan Akuisisi
terhadap Return Saham Perusahaan Akuisitor dan
Non Akuisitor dalam Sektor Industri yang Sama
di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, 16 (4): 372-387.
Widjanarko, Hendro. 2006. Merger, Akuisisi dan
Kinerja Perusahaan Studi atas Perusahaan
Manufaktur Tahun 1998-2002. Jurnal Manajemen
Bisnis, 14 (1): 39-49.
Perbedaan Kinerja Keuangan dan Abnormal Return
Sebelum dan Sesudah Akuisisi di BEI
211
Download