penggunaan partikel to, ba, tara dan nara sebagai penanda bentuk

advertisement
PENGGUNAAN PARTIKEL TO, BA, TARA DAN NARA SEBAGAI
PENANDA BENTUK KONDISIONAL DALAM BUKU
MINNA NO NIHONGO
TUGAS AKHIR
Diajukan dalam rangka menyelesaikan Studi Diploma III
Untuk mencapai gelar Ahli Madya
Disusun oleh :
Nama
NIM
: Erwan Kasriyanto
: 2353302508
Prodi
: D3 Bahasa Jepang
Jurusan
: Bahasa dan Sastra Asing
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
PERNYATAAN
Dengan ini saya :
Nama
: Erwan Kasriyanto
NIM
: 2353302508
Prodi
: D3 Bahasa Jepang
Jurusan : Bahasa dan Sastra Asing
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang menyatakan sesungguhnya
bahwa tugas akhir yang berjudul :
“PENGGUNAAN PARTIKEL TO, BA, TARA DAN NARA SEBAGAI PENANDA
BENTUK KONDISIONAL DALAM BUKU MINNA NO NIHONGO”
yang saya tulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli
Madya ini benar-benar merupakan karya saya sendiri, yang saya hasilkan melalui
penelitian, pembimbingan dan pemaparan atau ujian. Semua kutipan, baik yang langsung
maupun yang tidak langsung yang diperoleh dari sumber pustaka maupun sumber lainnya,
telah disertai keterangan mengenai identitas sumbernya dengan cara sebagaimana
lazimnya dalam penulisan karya ilmiah.
Dengan demikian, walaupun tim penguji dan pembimbing penulisan tugas akhir ini
membubuhkan tanda tangan sebagai keabsahannya, seluruh karya ilmiah ini tetap
menjadi tanggung jawab saya sendiri. Jika kemudian ditemukan ketidak beresan, saya
bersedia menerima akibatnya.
Demikian, harapan pernyataan ini dapat digunakan seperlunya.
Semarang, Maret 2007
Yang membuat pernyataan,
Erwan Kasriyanto
NIM. 2353302508
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Akhir ini telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Tugas
Akhir Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Semarang, pada :
Hari
: Jum’at
Tanggal : 16 Maret 2007
Panitia Ujian
Ketua,
Sekretaris,
Prof. Dr. Rustono, M. Hum
NIP. 131 281 222
Drs. Sudarwoto, M. Pd
NIP. 131 281 217
Penguji II / Pembimbing II
Penguji III / Pembimbing I,
Dra. Rina Supriatnaningsih, M, Pd
NIP. 131 568 825
Dra. Yuyun Rosliyah, M. Pd
NIP. 132 062 306
Penguji III
Ai Sumirah Setiawati, S.Pd
NIP. 132 303 201
ii
ABSTRAK
Kasriyanto, Erwan. 2007. Penggunaan Partikel To, Ba, Tara dan Nara sebagai
Penanda Bentuk kondisional dalam Buku Minna no Nihongo. Tugas Akhir.
Bahasa Jepang D3. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing Fakultas Bahasa dan Seni.
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Dra. Yuyun Rosliyah, M. Pd.
Pembimbing II Dra. Rina Supriatnaningsih, M. Pd.
Kata Kunci : To, Ba, Tara, Nara, Minna no Nihongo
Partikel-partikel dalam bahasa Jepang yang berfungsi sebagai penanda
bentuk kondisional adalah to, ba, tara dan nara. Partikel-partikel tersebut
mempunyai pengunaan yang berbeda. Hal ini menyebabkan pembelajaran bahasa
Jepang terutama di Indonesia sering mengalami kesulitan.
Tujuan penelitian dalam tugas akhir ini adalah untuk mengetahui kaidah
penggunaan partikel to, ba, tara dan nara sebagai penanda bentuk kondisional
dalam buku Minna no nihongo.
Penulisan tugas akhir ini mengunakan pendekatan diskriptif kualitatif
yaitu mendiskripsikan kaidah pengunaan partikel to, ba, tara dan nara sebagai
penanda bentuk kondisional yang ada dalam buku Minna No Nihongo.
Pengumpulan data yang dipergunakan dalam tugas akhir ini adalah studi pustaka.
Studi pustaka dipergunakan untuk mendapatkan sumber acuan yang ada
hubungannya dengan partikel to, ba, tara dan nara sebagai penanda bentuk
kondisional dalam buku Minna no nihongo.
Kaidah penggunaan partikel to sebagai penanda bentuk kondisional dalam buku
Minna no Nihongo yaitu pada B (kalimat setelah partikel penanda bentuk
kondisional) tidak boleh ada maksud, keinginan, ajakan dan permintaan pembicara.
Kaidah penggunaan partikel ba sebagai penanda bentuk kondisional yaitu A
(kalimat sebelum partikel penanda bentuk kondisional) adalah syarat yang
diperlukan agar B dapat terjadi. Kaidah penggunaan partikel tara sebagai penanda
bentuk kondisional yaitu B adalah keadaan, opini, keinginan dan permintaan
pembicara. Kaidah penggunaan partikel nara sebagai penanda bentuk kondisional
yaitu B adalah ajakan yang ditawarkan oleh pembicara kepada lawan bicara apabila
A terjadi.
iii
RINGKASAN
Kasriyanto, Erwan. 2007. Penggunaan Partikel To, Ba, Tara dan Nara sebagai
Penanda Bentuk kondisional dalam Buku Minna no Nihongo. Tugas
Akhir. Bahasa Jepang D3. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing
Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing I Dra. Yuyun Rosliyah, M. Pd. Pembimbing II Dra.
Rina Supriatnaningsih, M. Pd.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Partikel-partikel dalam bahasa Jepang yang berfungsi sebagai
penanda bentuk kondisional adalah to, ba, tara dan nara. Partikel-partikel
tersebut mempunyai pengunaan yang berbeda. Hal ini menyebabkan
pembelajaran bahasa Jepang terutama di Indonesia sering mengalami kesulitan.
Uraian atau penjelasan partikel diperlukan untuk memberikan gambaran tentang
bentuk dan makna partikel to, ba, tara dan nara. Berdasarkan hal tersebut penulis
memilih “PENGUNAAN PARTIKEL TO, BA, TARA DAN NARA SEBAGAI
PENANDA BENTUK KONDISIONAL DALAM BUKU MINNA NO
NIHONGO ” sebagai judul dalam penulisan tugas akhir ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas terdapat permasalahan yaitu :
1.
2.
3.
4.
Bagaimana kaidah pengunaan partikel to
Bagaimana kaidah pengunaan partikel ba
Bagaimana kaidah pengunaan partikel tara dan
Bagaimana kaidah pengunaan partikel nara sebagai penanda bentuk
kondisional dalam buku Minna no Nihongo.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Untuk mengetahui kaidah pengunaan partikel to,
2. Untuk mengetahui kaidah pengunaan partikel ba
3. Untuk mengetahui kaidah pengunaan partikel tara dan
iv
4. Untuk mengetahui kaidah pengunaan partikel nara sebagai penanda
bentuk kondisional dalam buku Minna no Nihongo.
1.4 Metode Penelitian
Penulisan tugas akhir ini mengunakan pendekatan diskriptif kualitatif yaitu
mendiskripsikan kaidah pengunaan partikel to, ba, tara dan nara sebagai
penanda bentuk kondisional yang ada dalam buku Minna No Nihongo dan
metode dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data.
II. LANDASAN TEORI
2.1 Kelas Kata dalam Bahasa Jepang
Dalam bahasa Jepang terdapat sepuluh kelas kata yaitu kata kerja,
kata sifat -i, kata sifat -na, kata benda, prenomina, kata keterangan, kata seru,
kata sambung, kata kerja bantu dan partikel. Masing-masing kelas kata
mempunyai jenis yang berbeda-beda.
2.2 Definisi Partikel
Joshi (partikel) adalah jenis kata yang tidak mengalami
perubahaan, dan tidak bisa berdiri sendiri yang memiliki fungsi membantu,
dan menentukan; arti, hubungan, penekanan, pertanyaan, keraguan dan
lainnya dalam suatu kalimat bahasa Jepang baik dalam ragam lisan maupun
tulisan (Sugihartono, 2001 : viii).
2.3 Jenis dan Fungsi Partikel
Berdasarkan jenisnya partikel dalam bahasa Jepang dibagi menjadi empat
macam sebagai berikut (Hirai dalam Sudjianto dan Ahmad Dahibi, 2004 :
181-182).
1. Kakujoshi
Partikel yang termasuk dalam kakujoshi pada umumnya dipakai setelah
nomina untuk menunjukan hubungan antara nomina tersebut dengan kata
lainnya.
2. Setsuzokujoshi
Partikel yang termasuk setsuzokujoshi dipakai setelah kata kerja, kata
sifat –i, kata sifat –na atau setelah kata kerja bantu untuk melanjutkan
kata-kata yang ada sebelumnya terhadap kata-kata yang ada pada bagian
v
berikutnya.
3. Fukujoshi
Partikel yang termasuk dalam fukujoshi dipakai setelah berbagai macam
kata. Seperti kelas kata fukushi (kata keterangan), fukujoshi berkaitan
erat dengan bagian kata berikutnya.
4. Shuujoshi
Partikel yang termasuk shuujoshi pada umumnya dipakai setelah
berbagai macam kata pada bagian akhir kalimat untuk menyatakan suatu
pertanyaan, larangan, seruan, rasa haru dan sebagainya.
2.4 Partikel Penanda Bentuk Kondisional
Partikel dalam bahasa Jepang yang menjadi penanda bentuk
kondisional yaitu to, ba, tara dan nara. Ke empat partikel tersebut walaupun
mempunyai makna yang sama dalam bahasa Indonesia yaitu apabila, bila,
kalau dan andaikan, tetapi aturan pengunaan dan fungsinya berbeda.
Pengunaan partikel-partikel tersebut dalam kalimat yaitu dengan cara
mengapitnya dengan dua buah bagian kalimat. Bagian kalimat sebelum
partikel-partikel tersebut berperan sebagai syarat-syarat terjadinya sesuatu
atau dilakukannya suatu aktifitas (bentuk kondisional), sedangkan bagian
kalimat setelah partikel-partikel tersebut merupakan hasil yang terjadi atau
hasil yang dilakukan berdasarkan syarat-syarat pada bagian kalimat sebelum
partikel-partikel tersebut.
2.4.1 Partikel To
Menurut Sugihartono (2001 : 18-19) fungsi partikel to sebagai penanda bentuk
kondisional yaitu :
1. Untuk menunjukan kalimat bersyarat.
2. Menunjukkan isi kalimat sebelumnya sebagai syarat dugaan kalimat
sesudahnya.
2.4.2 Partikel Ba
Menurut Sugihartono (2001 : 58-60) fungsi partikel to sebagai penanda bentuk
kondisional yaitu :
vi
1.
Menunjukan kalimat bersyarat atau pengandaian yang menunjukan
arti “apabila suatu kondisi atau lakuan berada atau dilaksanakan
maka, akan….”
2.
Menunjukan syarat utama suatu kejadian, menunjukan arti
“Seandainya ~ tentu ~”
2.4.3 Partikel Tara
Partikel tara sebagai penanda bentuk kondisional memiliki fungsi yaitu
mengungkapkan perkiraan yang akan terjadi (Sugihartono, 2001 : 136).
2.4.4 Partikel Nara
Partikel nara memiliki fungsi untuk mengandaikan suatu kenyataan yang akan
terjadi dan menyatakan sikap terhadap akibat apabila kenyataan itu benar-benar
terjadi (Sudjianto, 2000 : 90).
III. PEMBAHASAN
Dalam pengunaannya partikel penanda bentuk kondisional selalu
diapit oleh dua buah kalimat, yaitu kalimat sebelum partikel tersebut dan
sesudah partikel tersebut. Pada pembahasan ini penulis menyebut kalimat
sebelum partikel penanda bentuk kondisional dengan sebutan A dan kalimat
setelah partikel penanda bentuk kondisional dengan sebutan B, sehingga pola
yang digunakan untuk menyusun kalimat bentuk kondisional adalah A +
partikel penanda bentuk kondisional + B.
3.1 Partikel To
(halaman 190, Minna no Nihongo I)
(Kalau tombol ini ditekan uang kembalian akan keluar)
Pada contoh kalimat tersebut, menunjukan arti bahwa apabila A
{
(tombol ini ditekan)} dilakukan maka B {
(uang kembaliannya akan keluar)} pasti akan terjadi. Kalimat tersebut
menggunakan partikel to sebagai penanda bentuk kondisional karena B {
(uang kembaliannya akan keluar)} bukan merupakan
kehendak, keinginan, ajakan atau permintaan pembicara kepada lawan
bicara melainkan hanya merupakan informasi kepada lawan bicara bahwa
uang kembalianya akan keluar apabila lawan bicara menekan tombol yang
ditunjukan oleh pembicara.
vii
3.2 Partikel Ba
(halaman 76, Minna no Nihongo II)
(Kalau tombol itu ditekan jendela akan terbuka)
Pada contoh kalimat tersebut, menunjukkan arti bahwa syarat agar B {
(jendela membuka)} terjadi maka A {
(tombol ini
ditekan)} harus dilakukan. Kalimat tersebut menggunakan partikel ba
sebagai penanda bentuk kondisional karena tanpa melakukan A {
(tombol ini ditekan)} maka B {
(jendela akan
terbuka)} tidak akan terjadi.
3.3 Partikel Tara
(halaman 206, Minna no Nihongo I)
(Kalau hujan turun, tidak dapat pergi keluar)
Pada contoh kalimat tersebut, menunjukkan arti bahwa apabila A {
(hujan turun)} terjadi maka B {
(tidak dapat pergi keluar)} adalah
keadaan yang akan dialami oleh pembicara. Kalimat tersebut menggunakan
partikel tara sebagai penanda bentuk kondisional karena B {
(tidak dapat pergi keluar)} merupakan keadaan pembicara apabila A {
(hujan turun)} terjadi.
1.4 Partikel Nara
(halaman 78, Minna no Nihongo II)
(Kalau hari sabtu ada waktu senggang, maukah pergi ke laut)
Pada contoh kalimat tersebut, menunjukkan arti bahwa apabila A {
(hari sabtu ada waktu luang)} terjadi maka B {
(maukah
pergi ke laut)} adalah ajakan dari pembicara kepada lawan bicara. Kalimat
tersebut mengunakan partikel nara sebagai penanda bentuk kondisional
karena B {
(maukah pergi ke laut)} jelas merupakan ajakan
pembicara kepada lawan bicara untuk pergi ke laut apabila A {
(hari sabtu ada waktu luang)} terjadi.
IV. PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan analisis yang dibahas pada bab III maka dapat diambil
viii
kesimpulan :
1. kaidah penggunaan partikel to sebagai penanda bentuk kondisional
dalam buku Minna no Nihongo yaitu pada B (kalimat setelah partikel
penanda bentuk kondisional) tidak boleh ada maksud, keinginan, ajakan
dan permintaan pembicara dan apabila A (kalimat sebelum partikel
penanda bentuk kondisional)dilakukan maka B pasti terjadi.
2. kaidah penggunaan partikel ba sebagai penanda bentuk kondisional yaitu
A adalah syarat yang diperlukan agar B dapat terjadi. Artinya tanpa
melakukan A maka B tidak akan terjadi. B yang mengandung keinginan
pembicara tidak dapat digunakan apabila subjek dari A dan B sama dan
mengandung keinginan.
3. kaidah penggunaan partikel tara sebagai penanda bentuk kondisional
yaitu B adalah keadaan, opini, keinginan dan permintaan pembicara.
Apabila A adalah sesuatu yang pasti akan terjadi maka B adalah
perbuatan yang kemudian akan berlangsung setelah A terjadi.
4. kaidah penggunaan partikel nara sebagai penanda bentuk kondisional
yaitu B adalah ajakan yang ditawarkan oleh pembicara kepada lawan
bicara apabila A terjadi. Aturan pengunaan partikel nara sama dengan
partikel ba hanya saja partikel nara ditambahkan pada kata benda dan
kata sifat –na, sedangkan partikel ba ditambahkan pada kata kerja dan
kata sifat –i. Partikel nara juga digunakan untuk memberikan informasi
atas topik yang diangkat oleh lawan bicara.
4.2 Saran
Perbedaan penggunaan partikel to, ba, tara dan nara bukan hanya terletak
pada konjugasi kata kerja dan kata sifat saja, melainkan lebih menekankan pada
perbedaan situasi yang terjadi. Oleh karena itu, penulis memberikan saran untuk
pembelajar bahasa Jepang supaya lebih memahami penggunaan partikel to, ba, tara
dan nara sebagai penanda bentuk kondisioal yang ada dalam buku Minna no
Nihongo. Pertama, pembelajar harus memahami kosakata dan konjugasi kata kerja
serta kata sifat yang ada dalam kalimat. Setelah itu pembelajar harus memahami
dan mengerti situasi yang diungkapkan dalam kalimat tersebut.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, syukur kepada Allah SWT penulis panjatkan, atas
limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tugas akhir ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian
akhir Diploma III Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Program Studi Diploma III
Bahasa Jepang.
Untuk penyusunan tugas akhir ini penulis menyampaikan terimakasih
kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin untuk
penulisan tugas akhir ini.
2. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Prof. Dr. Rustono, M. Hum yang telah
memberikan izin untuk penulisan tugas akhir ini.
3. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Drs. Sudarwoto, M. Pd yang telah
memberikan izin untuk penulisan tugas akhir ini.
4. Dra. Yuyun Rosliyah, M. Pd selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
dengan sabar dan bijaksana sampai terselesaikan tugas akhir ini.
5. Dra. Rina Supriatnaningsih, M. Pd selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan sabar dan bijaksana sampai terselesaikan tugas akhir ini.
6.
yang telah menularkan ilmu yang bermanfaat. Semoga menjadi amal
yang soleh. Amin.
7. Ai Sumirah S, S. Pd yang telah memberikan saran, masukan bimbingan dan
motivasi sehingga penulis mampu menggambil judul TA yang membanggakan
hati.
8.
yang telah memberikan penjelasan mengenai partikel to, ba, tara
dan nara dengan sangat jelas.
9. Drs. Y Tohari dan Dra. Halimah Ilyas selaku Kepala SMAN 1 Ambarawa atas
motivasi, kesempatan dan kebijakan-kebijakannya sehingga terselesaikan tugas
akhir ini.
x
10. Bapak-ibu guru, karyawan dan staf Tata Usaha SMAN 1 Ambarawa yang terus
memberikan motivasi sehingga terselesaikan tugas akhir ini.
11. Drs. H Amir Mahmud, MM selaku Kepala SMA Islam Sudirman Ambarawa
atas motivasi, kesempatan dan kebijakan-kebijakannya sehingga terselesaikan
tugas akhir ini.
12. Bapak-ibu guru, karyawan dan staf Tata Usaha SMA Islam Sudirman
Ambarawa yang terus memberikan motivasi sehingga terselesaikan tugas akhir
ini.
13. Bapak, Ibu dan keluarga yang telah memberikan doa dan motivasi selama
penulisan tugas akhir ini.
14. Teman-teman se-angkatan (Ipuk, Anggit, Atun, Mei, Ana, Ratna, Amat, Oka,
Arista, Retno, Rina, Nurul, Muning, Agus, Nurani, Aida, Vera, Dimas) yang
telah memberikan dukungan selama penulisan tugas akhir ini.
15. Kakak kelas dan adik kelas yang telah memberikan dukungan selama penulisan
tugas akhir ini.
Dalam penulisan tugas akhir ini penulis menyadari masih banyak
kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, segala kritik dan saran dari
pembaca akan penulis terima dengan senang hati.
Akhirnya penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi
banyak pihak.
Penulis
xi
MOTTO dan PERSEMBAHAN
Motto
1. Yang terpenting bukan seberapa besar masalah yang kuhadapi, tapi seberapa
besar iman-ku kepada Allah SWT yang dahsyat. Sebab jika aku masih memiliki
iman, aku masih mempunyai harapan dan kemenangan.
2. Telah berapa banyak malam yang engkau gunakan untuk mempelajari ilmu
sampai kau haramkan dirimu tidur. Jika semangatmu dalam belajar untuk
tujuan mencari materi atau menarik kebutuhan duniawi atau meraih kedudukan
dalam hal pangkat keduniaan atau digunakan untuk kebanggaan diri dihadapan
teman-temanmu, maka kerusakan diri pasti akan kau rasakan.
3. Barang siapa mendo’akan panjang umur bagi para penguasa yang dzalim,
berarti dirinya senang jika Allah didurhakai di bumi-Nya.
PERSEMBAHAN
Tugas akhir ini penulis persembahkan untuk :
1. Bapak dan Ibuku yang selalu menyayangiku.
2. Istriku yang selalu mencintaiku.
3. Anakku ”Nadya Ermita K” yang selalu kusayang, kucinta dan
kubanggakan.
4. Adik dan kakakku.
5. Para pembelajar dan pengajar bahasa Jepang di UNNES.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………….. i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………
RINGKASAN…………………………………………………………………
KATA PENGANTAR .......................................................................................
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN...............................................
ii
iii
x
xii
DAFTAR ISI..................................................................................................... xiii
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Permasalahan ..........................................................................
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................
1.4 Metode Penelitian....................................................................
1.5 Penegasan Istilah.....................................................................
2
2
2
3
1.6 Sistematika Tugas Akhir..........................................................
LANDASAN TEORI.....................................................................
2.1 Kelas Kata dalam Bahasa Jepang............................................
2.2 Definisi Partikel.......................................................................
3
4
4
5
2.3 Jenis dan Fungsi Partikel.........................................................
2.4 Partikel penanda Bentuk Kondisional.....................................
2.4.1 Partikel to.....................................................................
2.4.2 Partikel ba....................................................................
6
7
8
9
2.4.3 Partikel tara.................................................................
2.4.4 Partikel nara.................................................................
PEMBAHASAN............................................................................
3.1 Partikel to................................................................................
10
11
13
13
3.2 Partikel ba...............................................................................
3.3 Partikel tara............................................................................
3.4 Partikel nara...........................................................................
PENUTUP......................................................................................
16
17
20
23
4.1 Simpulan.................................................................................. 23
4.2 Saran........................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam bahasa Jepang terdapat sepuluh kelas kata yaitu kata kerja (
kata sifat -i (
), kata sifat -na (
), kata keterangan (
bantu (
), dan partikel (
), kata benda (
), kata seru (
), kata sambung (
),
), prenomina (
), kata kerja
).
Penggunaan partikel dalam bahasa Jepang memiliki peranan yang sangat
penting, karena kedudukan partikel dalam bahasa Jepang adalah untuk
melengkapi antara kata dengan kata, kata dengan frasa, maupun frasa dengan
frasa. Dalam bahasa Jepang partikel berfungsi kompleks, antara lain sebagai
penanda kalimat tanya, pelengkap dan penanda bentuk kondisional.
Partikel-partikel dalam bahasa Jepang yang berfungsi sebagai penanda
bentuk kondisional adalah to, ba, tara dan nara. Partikel-partikel tersebut
mempunyai penggunaan yang berbeda. Hal ini menyebabkan pembelajaran bahasa
Jepang terutama di Indonesia sering mengalami kesulitan. Uraian atau penjelasan
partikel diperlukan untuk memberikan gambaran tentang bentuk dan makna
partikel to, ba, tara dan nara. Berdasarkan hal tersebut penulis memilih
“PENGGUNAAN PARTIKEL TO, BA, TARA DAN NARA SEBAGAI
PENANDA BENTUK KONDISIONAL DALAM BUKU MINNA NO NIHONGO
” sebagai judul dalam penulisan tugas akhir ini.
1.2 Permasalahan
1
Berdasarkan latar belakang di atas terdapat permasalahan yaitu :
1. Bagaimana kaidah penggunaan partikel to
2. Bagaimana kaidah penggunaan partikel ba
3. Bagaimana kaidah penggunaan partikel tara dan
4. Bagaimana kaidah penggunaan partikel nara sebagai penanda bentuk
kondisional dalam buku Minna no Nihongo.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Untuk mengetahui kaidah penggunaan partikel to,
2. Untuk mengetahui kaidah penggunaan partikel ba
3. Untuk mengetahui kaidah penggunaan partikel tara dan
4. Untuk mengetahui kaidah penggunaan partikel nara sebagai penanda bentuk
kondisional dalam buku Minna no Nihongo.
1.4 Metode Penelitian
Penulisan tugas akhir ini menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif
yaitu mendiskripsikan kaidah penggunaan partikel to, ba, tara dan nara sebagai
penanda bentuk kondisional yang ada dalam buku Minna No Nihongo dan metode
dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data.
1.5 Penegasan Istilah
2
Untuk membantu memahami istilah dan menghindari penafsiran yang
berbeda maka dalam Tugas Akhir ini dijelaskan batasan istilah sebagai berikut.
Minna no Nihongo yang digunakan dalam judul adalah bahan ajar bahasa
Jepang dasar yang berisi 50 bab dan dibagi dalam 2 buku yaitu Minna no Nihongo
I dan Minna no Nihongo II dan digunakan sebagai buku pegangan mahasiswa.
1.6 Sistematika Tugas Akhir
Tugas akhir ini terdiri dari 4 bab yaitu :
BAB I Pendahuluan yaitu latar belakang permasalahan, tujuan penulisan,
penegasan istilah dan sistematika tugas akhir.
BAB II Landasan teori yaitu kelas kata dalam bahasa Jepang, definisi partikel,
jenis dan fungsi partikel dan partikel penanda bentuk kondisional.
BAB III Pembahasan yaitu menjelaskan kaidah penggunaan partikel to, ba, tara
dan nara sebagai penanda bentuk kondisional dalam buku Minna No
Nihongo.
BAB IV Berupa penutup yang berisi simpulan dan saran.
BAB II
3
LANDASAN TEORI
2.1 Kelas Kata dalam Bahasa Jepang
Dalam bahasa Jepang terdapat sepuluh kelas kata. Masing-masing kelas
kata mempunyai jenis yang berbeda-beda. Menurut Sudjianto dan Ahmad Dahidi
(2004 :149-182) Jenis-jenis dari masing-masing kelas kata dalam bahasa Jepang
tersebut adalah :
1.
Dooshi (kata kerja). Jenis-jenisnya antara lain jidooshi, tadooshi dan
shodooshi.
2.
I-keiyooshi (kata sifat-i). Jenis-jenisnya yaitu zokusei keiyooshi dan kanjoo
keiyooshi.
3.
Na-keiyooshi (kata sifat-na) atau sering disebut juga keiyoodooshi dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu yang menyatakan sifat dan yang
menyatakan keadaan.
4.
Meishi (kata benda). Jenis-jenisnya yaitu futsu meishi, koyuu meishi, suushi,
keishiki meishi dan daimeishi.
5.
Rentaishi (prenomina). Dapat diklasifikasikan dengan melihat polanya yaitu
yang berpola ‘…no’ atau ‘…ga’, ‘…ru’, ‘…na’ dan yang berpola ‘…ta’ atau
‘…da’.
6.
Fukushi (kata keterangan). Jenis-jenisnya antara lain jootai no fukushi, teido
no fukushi dan chinjutsu no fukushi.
7.
Kandooshi (kata seru). Jenis-jenisnya antara lain yang menyatakan rasa
haru, yang menyatakan panggilan dan yang menyatakan jawaban.
4
8.
Setsuzokushi (kata sambung). Terdapat tujuh jenis setsuzokishi yaitu yang
menyatakan hubungan setara, yang menyatakan pilihan yang menyatakan
hubungan tambahan, yang menyatakan hubungan yang berlawanan, yang
menyatakan hubungan sebab-akibat atau hubungan persyaratan, yang
menyatakan suatu perubahan atau peralihan
dan yang menyatakan
hubungan penjelasan.
9.
Jodooshi (kata kerja bantu). Jenis-jenisnya yaitu :
a. Reru dan rareru.
g. Mai.
b. Suru dan saseru.
h. Rashii.
c. Da dan desu.
i. Sooda.
d. Nai dan nu.
j.
e. Ta.
k. Tai.
f. U, yoo dan daroo.
l. Masu.
Yooda.
10. Joshi (partikel). Jenis-jenisnya yaitu kakujoshi, setsuzokujoshi, fukujoshi
dan shuujoshi.
2.2 Definisi Partikel
Joshi (partikel) adalah jenis kata yang tidak mengalami perubahaan, dan
tidak bisa berdiri sendiri yang memiliki fungsi membantu, dan menentukan; arti,
hubungan, penekanan, pertanyaan, keraguan dan lainnya dalam suatu kalimat
bahasa Jepang baik dalam ragam lisan maupun tulisan (Sugihartono, 2001 : viii).
Partikel dalam bahasa Jepang mempunyai jenis dan fungsi yang berbeda-beda.
5
2.3 Jenis dan Fungsi Partikel
Berdasarkan jenisnya partikel dalam bahasa Jepang dibagi menjadi empat
macam sebagai berikut (Hirai dalam Sudjianto dan Ahmad Dahidi, 2004 : 181182).
1. Kakujoshi
Partikel yang termasuk dalam kakujoshi pada umumnya dipakai setelah
nomina untuk menunjukan hubungan antara nomina tersebut dengan kata
lainnya. Partikel yang termasuk dalam kelompok ini misalnya ga, no, o, ni, e,
to, yori, kara, de, dan ya.
2. Setsuzokujoshi
Partikel yang termasuk setsuzokujoshi dipakai setelah kata kerja, kata sifat –i,
kata sifat –na atau setelah kata kerja bantu untuk melanjutkan kata-kata yang
ada sebelumnya terhadap kata-kata yang ada pada bagian berikutnya. Partikel
yang termasuk kelompok ini misalnya ba, to, keredo, keredomo, ga, kara, shi,
temo (demo), te (de), nagara, tari (dari), noni dan node.
3. Fukujoshi
Partikel yang termasuk dalam fukujoshi dipakai setelah berbagai macam kata.
Seperti kelas kata fukushi (kata keterangan), fukujoshi berkaitan erat dengan
bagian kata berikutnya. Partikel yang termasuk kelompok ini misalnya wa,
mo, koso, sae, demo, shika, made, bakari, dake, hodo, kurai (gurai), nado,
nari, yara, ka, dan zutsu.
4. Shuujoshi
6
Partikel yang termasuk shuujoshi pada umumnya dipakai setelah berbagai
macam kata pada bagian akhir kalimat untuk menyatakan suatu pertanyaan,
larangan, seruan, rasa haru dan sebagainya. Partikel yang termasuk dalam
kelompok ini misalnya ka. kashira, na, naa, zo, tomo, yo, ne, wa, dan sa.
2.4 Partikel Penanda Bentuk Kondisional
Partikel dalam bahasa Jepang yang menjadi penanda bentuk kondisional
yaitu to, ba, tara dan nara. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjianto (2000 : 86)
yang mengatakan bahwa dalam bahasa Jepang terdapat empat macam partikel
yang dipakai untuk menyatakan bentuk pengandaian. Keempat partikel tersebut
walaupun mempunyai makna yang sama dalam bahasa Indonesia yaitu apabila,
bila, kalau dan andaikan, tetapi aturan penggunaan dan fungsinya berbeda.
Penggunaan partikel-partikel tersebut dalam kalimat yaitu dengan cara
mengapitnya dengan dua buah bagian kalimat. Bagian kalimat sebelum partikelpartikel tersebut berperan sebagai syarat-syarat terjadinya sesuatu atau
dilakukannya suatu aktifitas (bentuk kondisional), sedangkan bagian kalimat
setelah partikel-partikel tersebut merupakan hasil yang terjadi atau hasil yang
dilakukan berdasarkan syarat-syarat pada bagian kalimat sebelum partikel-partikel
tersebut.
Drohan (1992 : 13,177,241 dan 251) menyatakan bahwa to, dan ba
termasuk dalam jenis kata setsuzokujoshi, sedangkan tara dan nara termasuk
dalam kelas kata jodooshi. Walaupun berbeda dalam mengolongkannya tetapi
syarat dan aturan penggunaannya tetap sama.
7
2.4.1 Partikel To
Menurut Sugihartono (2001 : 18-19) fungsi partikel to sebagai penanda bentuk
kondisional yaitu :
1. Untuk menunjukan kalimat bersyarat.
Contoh : a.
(Apabila musim hujan, setiap hari hujan terus menerus)
b.
(Apabila pukul lima kerja selesai)
2. Menunjukkan isi kalimat sebelumnya sebagai syarat dugaan kalimat
sesudahnya.
Contoh : a.
(Apabila barangnya jelek, kami semua tidak akan membeli)
b.
(Apabila cuaca jelek, mungkin tidak bisa mendaki gunung)
Dalam mengunakan partikel to, bagian kalimat sebelum to harus dalam
bentuk sekarang dan tidak boleh dalam bentuk lampau. Permintaan, perintah,
keinginan, peringatan dan larangan pembicara tidak disampaikan dalam bagian
kalimat setelah to (Matsumoto dan Keiko Hoshino, 1993 : 24).
Contoh ;
(X)
1.
2.
(X)
Kalimat pada contoh nomor satu di atas tidak benar karena kata sebelum to dalam
bentuk lampau, dan kalimat nomor dua tidak benar karena kalimat setelah to
menyatakan perintah.
8
2.4.2 Partikel Ba
Menurut Sugihartono (2001 : 58-60) fungsi partikel to sebagai penanda
bentuk kondisional yaitu :
1. Menunjukan kalimat bersyarat atau pengandaian yang menunjukan arti
“apabila suatu kondisi atau lakuan berada atau dilaksanakan maka, akan….”
Contoh : a.
(Apabila tidak dingin, saya hendak pergi)
b.
(Apabila pergi, mungkin akan tau)
2. Menunjukan syarat utama suatu kejadian, menunjukan arti “Seandainya ~
tentu ~”
Contoh : a.
(Apabila datang musim semi, tentu bunga sakura akan mekar)
b.
(Apabila angin bertiup kencang, bunga sakura akan gugur semua)
Menurut Tomomatsu dan Wakuri Masako (2006 : 89) bentuk partikel ba
sebagai penanda kondisional adalah sebagai berikut :
Kata kerja
golongan 1
Kata kerja
golongan 2
→
→
→
+
+
→
→
+
→
Kata kerja
+
→
+
→
golongan 3
+
→
+
→
9
Kata sifat-i
+
+
→
→
Contoh : 1.
(Kalau banyak membaca akan mengerti)
2.
(Besok, kalau cuaca bagus akan bermain tenis, tapi kalau tidak bagus
akan melihat vidio di rumah)
2.4.3 Partikel Tara
Partikel tara sebagai penanda bentuk kondisional memiliki fungsi yaitu
mengungkapkan perkiraan yang akan terjadi (Sugihartono, 2001 : 136).
Contoh : a.
(Apabila hujan turun, kita tunda naik gunung)
b.
(Apabila dari stasiun agak jauh, lebih baik naik taksi)
Menurut Tomomatsu dkk (2004 : 155) pembentukan tara ialah kata dalam
bentuk ta + ra, atau dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Kelas Kata
Bentuk Kamus
Bentuk ta + ra (+)
Kata Kerja
Kata Sifat –i
Kata Sifat –na
Kata Benda
Contoh : 1.
10
Bentuk ta +ra (-)
(kalau ada majalah yang bagus, tolong belikan)
2.
(kalau tidak enak badan, lebih baik pulang)
2.4.4 Partikel Nara
Partikel nara memiliki fungsi untuk mengandaikan suatu kenyataan yang
akan terjadi dan menyatakan sikap terhadap akibat apabila kenyataan itu benarbenar terjadi (Sudjianto, 2000 : 90). Dengan mengunakan nara pembicara
mempertimbangkan suatu simpulan dari apa yang dikatakan oleh lawan bicara dan
memberikan nasihat, niat atau pendapatnya mengenai apa yang diutarakan oleh
lawan bicara. Bagian kalimat sebelum nara adalah simpulan dari maksud lawan
bicara, sedangkan bagian kalimat setelah nara adalah nasehat niat atau pendapat
yang diberikan oleh pembicara (Tomomatsu dkk, 2000 : 161).
Contoh : 1. P :
(Sekarang saya akan pergi ke perpustakaan)
L :
(Oh, kalau akan ke perpustakaan, saya juga akan pergi untuk
mengembalikan buku)
2. P :
(Lho, sdr. Hayashi, sudah akan pulang ya ? Saya masih ada
pekerjaan)
L :
(oh ya, kalau masih ada pekerjaan, saya belikan teh panas
11
dan makanan ya ?)
BAB III
PARTIKEL TO, BA, TARA DAN NARA SEBAGAI PENANDA BENTUK
KONDISIONAL DALAM BUKU MINNA NO NIHONGO
Dalam buku Minna no Nihongo terdapat partikel-partikel penanda bentuk
kondisional yaitu partikel to, ba, tara dan nara. Partikel-partikel tersebut
12
mempunyai makna yang sama dalam bahasa Indonesia yaitu kalau, apabila, bila
atau andaikan. Pada bab ini penulis menganalisis kalimat-kalimat yang
mengunakan partikel-partikel penanda bentuk kondisional yang ada dalam buku
tersebut.
Dalam pengunaannya partikel penanda bentuk kondisional selalu diapit
oleh dua buah kalimat, yaitu kalimat sebelum partikel tersebut dan sesudah
partikel tersebut. Pada pembahasan ini penulis menyebut kalimat sebelum partikel
penanda bentuk kondisional dengan sebutan A dan kalimat setelah partikel
penanda bentuk kondisional dengan sebutan B, sehingga pola yang digunakan
untuk menyusun kalimat bentuk kondisional adalah A + partikel penanda bentuk
kondisional + B.
3.1 Partikel To
Partikel to sebagai penanda bentuk kondisional dalam buku Minna no
Nihongo dipelajari pada pelajaran 23. Beberapa contoh kalimat yang mengunakan
partikel to sebagai penanda bentuk kondisional dalam buku Minna no Nihongo
yaitu :
(halaman 190, Minna no Nihongo I)
a.
(Kalau tombol ini ditekan uang kembalian akan keluar)
(halaman 192, Minna no Nihongo I)
b.
(Kalau belok ke kanan disitu ada kantor pos)
(halaman 190, Minna no
c.
Nihongo I)
13
(Kalau tombol ini diputar ke kanan suara akan menjadi keras)
Pada contoh kalimat di atas digunakan partikel to sebagai penanda bentuk
kondisional maksudnya apabila A dilakukan maka keadaan yang ditunjukkan B
pasti terjadi dan B tidak mengandung maksud, keinginan, ajakan atau permintaan
pembicara, melainkan berupa informasi yang disampaikan kepada lawan bicara.
Secara terperinci alasan-alasan pengunaan partikel to sebagai penanda bentuk
kondisional pada contoh-contoh kalimat di atas adalah :
), menunjukan arti
1. Pada contoh kalimat a (
bahwa apabila A {
(tombol ini ditekan)} dilakukan maka B {
(uang kembaliannya akan keluar)} pasti akan terjadi. Kalimat
tersebut menggunakan partikel to sebagai penanda bentuk kondisional karena
B {
(uang kembaliannya akan keluar)} bukan merupakan
kehendak, keinginan, ajakan atau permintaan pembicara kepada lawan bicara
melainkan hanya merupakan informasi kepada lawan bicara bahwa uang
kembalianya akan keluar apabila lawan bicara menekan tombol yang
) pasti akan terjadi apabila A {
ditunjukan oleh pembicara. B (
(menekan tombol)} dilakukan, bukan hanya kemungkinan atau
dugaan pembicara.
), menunjukkan arti
2. Pada contoh kalimat b (
bahwa apabila A {
(belok ke kanan)} dilakukan maka B {
(di sebelah kanan akan ada kantor pos)} pasti akan ditemukan. Kalimat
tersebut mengunakan partikel to sebagai penanda bentuk kondisional karena
apabila belok ke kanan maka pasti di sebelah kanan akan menemukan kantor
14
pos. B {
(ada kantor pos)} bukan merupakan kehendak,
keinginan, ajakan atau permintaan pembicara kepada lawan bicara melainkan
hanya merupakan informasi kepada lawan bicara bahwa apabila lawan bicara
belok ke kanan maka di belokan sebelah kanan akan ditemukan kantor pos.
),
3. Pada contoh kalimat c (
menunjukkan arti bahwa apabila A {
(tombol diputar
ke kanan)} dilakukan maka B {
(suara akan menjadi besar)}
pasti akan terjadi. Kalimat tersebut mengunakan partikel to sebagai penanda
bentuk kondisional karena suara pasti akan menjadi besar apabila tombol
diputar ke kanan. B {
(suara akan menjadi besar)} bukan
merupakan kehendak, keinginan, ajakan atau permintaan pembicara kepada
lawan bicara melainkan hanya merupakan informasi kepada lawan bicara
bahwa apabila lawan bicara memutar tombol ke arah kanan maka suara akan
menjadi besar.
3.2 Partikel Ba
Partikel ba sebagai penanda bentuk kondisional dalam buku Minna no
Nihongo dipelajari pada pelajaran 35. Beberapa contoh kalimat yang mengunakan
partikel ba sebagai penanda bentuk kondisional dalam buku Minna no Nihongo
yaitu :
a.
(halaman 76, Minna no Nihongo II)
(Kalau tombol itu ditekan jendela akan terbuka)
b.
(halaman 78, Minna no Nihongo II)
15
(Kalau melihat gambar akan mengerti cara pengunaannya)
(halaman 78, Minna no Nihongo II)
c.
(Kalau hari ini sibuk silahkan datang besok)
Dengan mengunakan partikel ba pada contoh kalimat di atas maka A adalah
syarat yang diperlukan agar B dapat terjadi. Secara terperinci alasan-alasan
pengunaan partikel ba sebagai penanda bentuk kondisional pada contoh-contoh
kalimat di atas adalah :
), menunjukkan arti
1. Pada contoh kalimat a (
bahwa syarat agar B {
(jendela membuka)} terjadi maka A {
(tombol ini ditekan)} harus dilakukan. Kalimat tersebut
menggunakan partikel ba sebagai penanda bentuk kondisional karena tanpa
melakukan A {
(tombol ini ditekan)} maka B {
(jendela akan terbuka)} tidak akan terjadi.
), menunjukkan arti
2. Pada contoh kalimat b (
bahwa syarat agar B {
terjadi maka A {
(mengerti cara penggunaannya)}
(melihat gambar)} harus dilakukan. Kalimat tersebut
menggunakan partikel ba sebagai penanda bentuk kondisional karena tanpa
melakukan A {
(melihat gambar)} maka B {
(akan
mengerti cara penggunaannya)} tidak akan terjadi.
), menunjukkan arti
3. Pada contoh kalimat c (
bahwa seandainya A {
maka B {
(hari ini sibuk)} terjadi pada lawan bicara
(silahkan datang besok)} adalah konsekwensi yang
diberikan kepada lawan bicara. Kalimat tersebut menggunakan partikel ba
16
sebagai penanda bentuk kondisional karena syarat utama agar B {
(silahkan datang besok)} dapat terjadi maka lawan bicara harus
mengalami A {
(hari ini sibuk)}.
3.3 Partikel Tara
Partikel tara sebagai penanda bentuk kondisional dalam buku Minna no
Nihongo dipelajari pada pelajaran 25. Beberapa contoh kalimat yang mengunakan
partikel tara sebagai penanda bentuk kondisional dalam buku Minna no Nihongo
yaitu :
(halaman 206, Minna no Nihongo I)
a.
(Kalau hujan turun, tidak dapat pergi keluar)
(halaman 206, Minna no Nihongo I)
b.
(Kalau murah ingin membeli)
(halaman 208, Minna no Nihongo I)
c.
(Kalau ada waktu senggang, akan pergi bermain)
(halaman 208, Minna no Nihongo I)
d.
(Kalau cuacanya bagus, akan jalan-jalan)
e. 10
(halaman 208, Minna no Nihongo I)
(Kalau sudah jam 10, mari kita berangkat)
(halaman 208, Minna no Nihongo I)
f.
(Kalau sudah pulang ke rumah, akan segera mandi)
Ketika menambahkan tara pada A yang merupakan kata kerja dan kata
sifat bentuk waktu lampau biasa seperti pada contoh kalimat a, b, c dan d maka
17
terbentuk anak kalimat persyaratan berupa suatu hal atau gerakan. Dengan
mengunakan tara pembicara dapat menunjukan keadaan, opini, keinginan dan
permintaannya yang diutarakan lewat B. Ketika ditambahkan pada A yang berupa
kata kerja bentuk ta seperti pada contoh kalimat e dan f maka B merupakan
perbuatan atau keadaan yang kemudian akan berlangsung yang akan dilakukan
pelaku setelah A yang berupa hal, perbuatan atau keadaan yang pasti akan terjadi.
Secara terperinci alasan-alasan pengunaan partikel tara sebagai penanda
bentuk kondisional pada contoh-contoh kalimat di atas adalah :
), menunjukkan arti bahwa
1. Pada contoh kalimat a (
apabila A {
(hujan turun)} terjadi maka B {
(tidak dapat
pergi keluar)} adalah keadaan yang akan dialami oleh pembicara. Kalimat
tersebut menggunakan partikel tara sebagai penanda bentuk kondisional
karena B {
(tidak dapat pergi keluar)} merupakan keadaan
pembicara apabila A {
(hujan turun)} terjadi.
2. Pada contoh kalimat b (
A {
) menunjukkan arti bahwa apabila
(murah)} terjadi maka B {
(ingin membeli)} adalah
keinginan yang akan dilakukan oleh pembicara. Kalimat tersebut mengunakan
partikel tara sebagai penanda bentuk kondisional karena B {
(ingin
membeli)} jelas merupakan kehendak atau keinginan pembicara untuk
membeli apabila A {
(murah)} terjadi.
3. Pada contoh kalimat c (
apabila A {
) menunjukkan arti bahwa
(ada waktu senggang)} ter-realisasikan maka pembicara
berkeinginan melakukan B {
(akan pergi bermain)}. Kalimat
18
tersebut mengunakan partikel tara sebagai penanda bentuk kondisional karena
(akan pergi bermain)} merupakan kehendak atau
B {
keinginan pembicara untuk pergi bermain apabila A {
(ada waktu
senggang)} ter-realisasikan.
) menunjukkan arti bahwa
4. Pada contoh kalimat d (
apabila A {
(cuaca bagus)} terjadi maka pembicara berkeinginan
melakukan B {
(akan pergi bejalan-jalan)}. Kalimat tersebut
mengunakan partikel tara sebagai penanda bentuk kondisional karena B {
(akan pergi berjalan-jalan)} merupakan kehendak atau keinginan
pembicara untuk berjalan-jalan apabila A {
(cuaca bagus)} terjadi.
5. Pada contoh kalimat e (10
setelah A {10
), menunjukkan arti bahwa
(sudah jam 10)} terjadi maka B {
(mari
kita berangkat)} adalah perbuatan yang kemudian akan berlangsung. Kalimat
tersebut mengunakan partikel tara sebagai penanda bentuk kondisional karena
B{
(mari kita berangkat)} merupakan perbuatan yang kemudian
akan berlangsung setelah A {10
{10
(sudah jam 10)} terjadi dan A
(sudah jam 10)} adalah keadaan yang pasti akan terjadi.
) menunjukkan
6. Pada contoh kalimat f (
arti bahwa setelah A {
B {
(sudah pulang ke rumah)} terjadi maka
(akan segera mandi)} adalah perbuatan yang
kemudian akan berlangsung. Kalimat tersebut mengunakan partikel tara
sebagai penanda bentuk kondisional karena B {
19
(akan
segera mandi)} adalah perbuatan yang kemudian akan berlangsung setelah A
{
(sudah pulang ke rumah)} terjadi dan A {
(sudah pulang ke rumah)} adalah sesuatu yang pasti akan terjadi.
3.4 Partikel Nara
Partikel nara sebagai penanda bentuk kondisional dalam buku Minna no
Nihongo dipelajari pada pelajaran 35. Beberapa contoh kalimat yang
menggunakan partikel nara sebagai penanda bentuk kondisional dalam buku
Minna no Nihongo yaitu :
a. P :
(apakah saya harus menyerahkan laporannya sampai batas waktu besok)
L:
(halaman 76, Minna no Nihongo II)
(kalau tidak mungkin, silahkan serahkan sampai hari Jum’at)
(halaman 78, Minna no Nihongo II)
b.
(Kalau hari sabtu ada waktu senggang, maukah pergi ke laut)
Partikel nara biasanya digunakan saat memberi informasi atas topik yang
diangkat oleh lawan bicara, namun dapat digunakan pula untuk menyusun kalimat
yang mengandung ajakan. Secara terperinci penjelasan-penjelasan pengunaan
partikel nara sebagai penanda bentuk kondisional pada contoh-contoh kalimat di
atas adalah :
1. Pada contoh kalimat a “P” bertanya pada ”L” tentang batas waktu penyerahan
laporan apakah harus besok, kemudian menurut jawaban ”L” kalau tidak
mungkin diselesaikan sampai besok, boleh diserahkan sampai batas waktu hari
20
Jum’at. Kalimat tersebut menggunakan partikel nara sebagai penanda bentuk
kondisional karena ”L” menanggapi topik dari ”P”.
) menunjukkan arti bahwa
2. Pada contoh kalimat b (
apabila A {
(hari sabtu ada waktu luang)} terjadi maka B {
(maukah pergi ke laut)} adalah ajakan dari pembicara kepada lawan
bicara. Kalimat tersebut mengunakan partikel nara sebagai penanda bentuk
kondisional karena B {
(maukah pergi ke laut)} jelas
merupakan ajakan pembicara kepada lawan bicara untuk pergi ke laut apabila
A{
(hari sabtu ada waktu luang)} terjadi.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan analisis yang dibahas pada bab III maka dapat diambil
kesimpulan :
1. kaidah penggunaan partikel to sebagai penanda bentuk kondisional dalam
buku Minna no Nihongo yaitu pada B (kalimat setelah partikel penanda
bentuk kondisional) tidak boleh ada maksud, keinginan, ajakan dan
permintaan pembicara, dan apabila A (kalimat sebelum partikel penanda
bentuk kondisional) dilakukan, maka B pasti terjadi.
2. kaidah penggunaan partikel ba sebagai penanda bentuk kondisional yaitu A
adalah syarat yang diperlukan agar B dapat terjadi. Artinya tanpa melakukan
A maka B tidak akan terjadi. B yang mengandung keinginan pembicara tidak
dapat digunakan apabila subjek dari A dan B sama dan mengandung
keinginan.
22
3. kaidah penggunaan partikel tara sebagai penanda bentuk kondisional yaitu B
adalah keadaan, opini, keinginan dan permintaan pembicara. Apabila A adalah
sesuatu yang pasti akan terjadi maka B adalah perbuatan yang kemudian akan
berlangsung setelah A terjadi.
4. kaidah penggunaan partikel nara sebagai penanda bentuk kondisional yaitu B
adalah ajakan yang ditawarkan oleh pembicara kepada lawan bicara apabila A
terjadi. Aturan pengunaan partikel nara sama dengan partikel ba hanya saja
partikel nara ditambahkan pada kata benda dan kata sifat –na, sedangkan
partikel ba ditambahkan pada kata kerja dan kata sifat –i. Partikel nara juga
digunakan untuk memberikan informasi atas topik yang diangkat oleh lawan
bicara.
4.2 Saran
Perbedaan penggunaan partikel to, ba, tara dan nara bukan hanya terletak
pada konjugasi kata kerja dan kata sifat saja, melainkan lebih menekankan pada
perbedaan situasi yang terjadi. Oleh karena itu, penulis memberikan saran untuk
pembelajar bahasa Jepang supaya lebih memahami penggunaan partikel to, ba,
tara dan nara sebagai penanda bentuk kondisioal yang ada dalam buku Minna no
Nihongo. Pertama, pembelajar harus memahami kosakata dan konjugasi kata kerja
serta kata sifat yang ada dalam kalimat. Setelah itu pembelajar harus memahami
dan mengerti situasi yang diungkapkan dalam kalimat tersebut.
23
DAFTAR PUSTAKA
Drohan, Francis G. 1992. A Handbook of Japanese Usage. Tokyo: Charle E. Tuttle
Company
Matsumoto dan Keiko Hoshino. 1993. The Preparatori Course for the Japanese
Proficiency Test. Tokyo: Unicom Inc
Sudjianto. 2000. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Jakarta: Kesaint Blanc
Sudjianto dan Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang.
Jakarta: Kesaint Blanc
Sugihartono. 2001. Partikel Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press
Suriieenettowaaku. 1998. Minna no Nihongo Shokyuu I. Tokyo: 3A Corporation
Suriieenettowaaku. 1998. Minna no Nihongo Shokyuu II. Tokyo: 3A Corporation
Tomomatsu dan Masako Wakuri. 2006. Tanki Suuchuu Shokuu Nihongo Bunpou
Sou Matome Pointo 20. Tokyo: 3A Corporation
Tomomatsu, Etsuko dkk. 2004. 200 Esential Japanese Expressions. Tokyo: ALC
Press
Download