Karakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma Akresi

advertisement
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Karakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma Akresi Subduksi
Kapur Awal dan Implikasinya Terhadap Eksplorasi Migas
Al Gracia de Rahmanov1), Johanes Hutabarat2), Agung Mulyo3)
1)
Mahasiswa S1 Prodi Teknik Geologi, Fakultas Teknis Geologi, UNPAD
([email protected])
2) Departemen Geologi Sains, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
([email protected])
3) Departemen Geologi Terapan, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
([email protected])
Abstrak
Daerah penelitian merupakan bagian dari zona subduksi kapur awal kompleks Luk Ulo. Penelitian
difokuskan pada formasi Totogan yang sebagian besar terdiri dari debrite. Debrite adalah endapan
yang terbentuk dari mekanisme aliran debris. Secara letak paleogeografinya formasi totogan berada
pada prisma akresi yang memiliki zona-zona sesar thrust dimana cekungan-cekungan piggy-back
terbentuk. Proses subduksi yang memiliki tingkat strain dan stress yang tinggi mengakibatkan blokblok yang dibatasi oleh sesar-sesar thrust memiliki batuan yang mengalami overfractured yang
kemudian diikuti oleh disintegrasi batuan. Pecahan-pecahan batuan ini diendapkan pada cekungancekungan piggy-back dengan mekanisme gravity-driven mass transport termasuk aliran debris.
Metode utama yang digunakan adalah penampang stratigrafi terukur yang dilakukan di Kali
Panawangan dan analisis petrografi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa debrite tersebut
memiliki deskripsi yang bersortasi sangat buruk – buruk, sebagian matrix-supported dan sebagian
grain-supported, mixed-grade stratification, subangular-very angular, dengan gradasi ukuran butir
yang bersifat osilasi. Ukuran komponen sekitar 0,15 – 80 cm yang terdiri dari batulempung, rijang,
konglomerat, basalt, batupasir, batugamping dan olistolit batupasir berukuran kurang lebih 6 m.
Walaupun eksplorasi pada prisma akresi masih belum signifikan, tetapi dengan meneliti
karakteristik batuannya dapat membantu dalam pemahaman yang lebih baik tentang prisma akresi
dan implikasinya terhadap eksplorasi migas.
Kata Kunci: Debrite, Formasi Totogan, Prisma Akresi, Implikasi Migas
Abstract
The research area is part of Early Cretaceous subduction zone of Luk Ulo Complex. The main focus
of the research is the Totogan Formation which predominantly consist of debrite. Debrite is a
deposit formed by debris flow mechanism. Paleogeographically, Totogan formation is located in
accretionary prism which has thrust fault zones where piggy-back basins were formed. Subduction
process has a high level of strain and stress caused the blocks bounded by thrust faults to have
overfractured rock and subsequently followed by disintegration of the rock. The fragments of the
rock sedimented in the piggy-back basins by gravity-driven mass transport mechanism including
debris flow. The primary methods used in this study is stratigraphic measuring section which held
in Panawangan river and petrography analysis. From the result of the research that debrite has the
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
descriptions of poorly sorted, half matrix-supported and half grain-supported, mixed-grade
stratification, subangular-very angular with oscilated gradation of grain size. The size of the clasts is
0.15 – 80 centimeters which consist of mudstones, cherts, conglomerates, basalts, sandstones,
limestones and a sandstone olistolith with the size of 8 meters. Although oil and gas exploration in
acrretionary prism is not significant, but with the research on the characteristics of the rock this
paper could help in better understanding of accretionary prism and its petroleum implication.
Keywords: Debrite, Totogan Formation, accretionary prism, petroleum implication
Pendahuluan
Secara geologi Jawa Tengah menjadi daerah
di pulau jawa yang sangat unik. Jawa Tengah
menjadi zona transisi perubahan antara batuan
dasar benua dengan batuan dasar samudra
yang terakresikan dan juga menjadi zona
transisi perubahan orientasi struktur yang
berarah Sumatra di barat dan berarah Meratus
di timur. Dalam hal migas, Jawa Tengah
masih belum banyak dieksploitasi walaupun
telah banyak ditemukan rembesan minyak
pada batuan vulkanik Cekungan Serayu Utara
dan pada Cekungan Serayu Selatan (Satyana,
2007). Dengan kondisi geologi yang berbeda
inilah Jawa Tengah telah memberikan
tantangan tersendiri dalam eksplorasi migas.
Daerah penelitian berada pada Cekungan
serayu Selatan. Formasi-formasi yang
terbentuk pada cekungan ini adalah Formasi
Karangsambung, Formasi Totogan, Formasi
Waturanda dan Formasi Penosogan yang
merupakan formasi-formasi yang terbentuk di
bawah laut sehingga memiliki mekanisme
pengendapan
tertentu
dan
memiliki
karakteristik tersendiri.
Khususnya untuk Formasi Totogan secara
paleogeografi terendapkan pada cekungan
piggy-back pada prisma akresi Kapur dan
merupakan endapan olistostrom dari hasil
subduksi zona Karangsambung. Paper ini
ditujukan untuk meneliti Formasi Totogan
berdasarkan sedimentologi formasi batuan
sehingga didapatkan karakteristik lithofasies
dari Formasi Totogan. Lokasi penelitian
berada di Kali Panawangan, Desa Binangun
dengan koordinat 109 34’48.9” BT 7 31’
52,1” LS.
Geologi Regional
Pulau Jawa terletak di bagian tenggara kraton
Sundaland yang terbentuk dari batuan yang
berasosiasi dengan konvergensi lempeng
sejak dari masa Kapur. Dengan kondisi
geologi tersebut Pulau Jawa terbuat dari
kompleks busur magmatik, prisma akresi,
zona subduksi dan batuan sedimen yang
berasosiasi dengannya. (Cipi Armandita,
2011).
Secara fisiografis, Jawa Tengah dikontrol
oleh dua sesar mendatar regional yaitu Sesar
Pamanukan-Cilacap
yang
berorientasi
Sumatra dan Sesar Kebumen-Muria yang
berorientasi Meratus yang menyebabkan
indentasi sehingga bagian pantai utara dan
selatan Jawa Tengah menjorok ke darat dan
pada titik potong dari dua sesar ini (Triangle
Zone) mengalami uplift yang sangat tinggi
sehingga menyingkapkan batuan dasar
Kompleks
Luk
Ulo
(Satyana
dan
Purwaningsih,
2002).
Karangsambung
merupakan satu dari tiga daerah di Pulau Jawa
yang memiliki singkapan batuan metamorf.
Daerah ini menjadi salah satu kunci dari
sejarah pembentukan Pulau Jawa. Sejarah
tektonik dari karangsambung dimulai dari
munculnya subduksi Kapur Akhir yang
diketahui dari terdapatnya Kompleks Luk-Ulo
yang terdiri dari batuan sikuen ofiolit,
metamorf dan greywacke. Pada saat proses
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
subduksi tersebut, terjadi pengendapan slope
trench olistostromal deposits yaitu Formasi
karangsambung dan Formasi Totogan yang
berumur lebih muda. Secara berturut – turut
berumur Eosen Awal – Oligosen Akhir dan
Oligosen Awal – Miosen Awal.
Secara stratigrafi Cekungan Serayu Selatan
memiliki batuan dasar Kompleks Luk Ulo
yang berumur Kapur akhir – Paleosen.
Mélange Kompleks Luk Ulo merupakan
pecahan sikuen ofiolit yang terakresikan pada
batas kerak benua (Asikin, 1992). Kompleks
Luk Ulo terdiri dari pecahan sikuen ofiolit,
metamorf dan greywacke yang dilingkupi
oleh matriks scaly clay dengan fragmen terdiri
dari rijang, basalt, gabbro, diabas, serpentinit,
skis, filit, batusabak, gneis, eklogit, kuarsit,
dan marmer. Secara tidak selaras di atas
Kompleks Luk Ulo terdapat Formasi
Karangsambung yang berumur Eosen Tengah
– Eosen Akhir yang merupakan batulempung
dengan pecahan – pecahan batugamping,
konglomerat, batupasir dan basalt Kemudian
pada Oligosen Awal –Miosen Awal
terendapkan
Formasi
Totogan
yang
merupakan
breksi
dengan
komponen
batulempung, batugamping, konglomerat,
batupasir dan basalt dengan matriks lempung
dan pasir.
Pada Miosen Awal terjadi vulkanisme
Waturanda yang merupakan bagian dari busur
magmatik Serayu Selatan subduksi Oligosen
– Miosen (Hall, 2012). Formasi Waturanda
terdiri dari batupasir kasar, breksi vulkanik
dan tuf. Pada masa Miosen Tengah
vulkanisme Serayu Selatan berakhir yang
ditandai dengan pengendapan Formasi
Penosogan berupa batupasir gampingan, tuf,
batulempung dan batugamping dengan
mekanisme pengendapan arus turbidit.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah
melakukan observasi lapangan dengan
menggunakan penampang stratigrafi terukur
lalu dilanjutkan dengan analisis fasies dan
analisis petrografi. Semua data diintegrasikan
untuk menginterpretasi sifat endapan debrite
dan hubungannya dengan implikasi migas.
Data dan Analisis
Dari hasil deskripsi penampang stratigrafi
terukur diketahui bahwa batuan didominasi
oleh breksi dengan ukuran butir dari kerikil
sampai bongkah dengan komponen berupa
basalt, batulempung, batupasir, rijang,
konglomerat, batugamping dan matriks
batupasir sangat kasar. Terdapat mineral –
mineral hijau yang cukup signifikan sehingga
warna batuan secara keseluruhan berwarna
abu-abu gelap kehijauan. Sebagian besar
menunjukkan kemas yang clast-supported dan
sebagian matrix-supported, level sortasi dari
yang sangat buruk sampai buruk, kontak
erosional dengan struktur secara keseluruhan
menunjukkan mixed-grade stratification atau
graded stratified yang bersifat normal
maupun reverse dan perubahan ukuran butir
dari setiap bedding yang mengalami osilasi
atau perulangan yang menunjukkan terjadi
proses aliran debris yang terus-menerus.
Pembagian litofasies berdasarkan ukuran butir
sehingga didapatkan enam litofasies yaitu
bdrGm, cbGm, pbGm, Gm, vcSm dan Fm.
•
bdrGm
Ukuran butir bongkah, bentuk butir angular –
very angular, sortasi sangat buruk, clastsupported, ketebalan 0,5 – 3,2 m, masif
•
cbGm
Ukuran butir berangkal, bentuk butir angular
– very angular, sortasi sangat buruk, clastsupported, ketebalan 0,5 – 7 m, masif
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
•
pbGm
Ukuran butir kerakal, bentuk butir angular –
very angular, sortasi sangat buruk, clastsupported, ketebalan 0,3 – 6 m, masif
•
Gm
Ukuran butir kerikil, bentuk butir subangular
– angular sortasi buruk, matrix-supported,
ketebalan 0,2 – 6 m, masif
•
vcSm
Ukuran butir pasir sangat kasar, bentuk butir
subangular – angular, sortasi buruk, matrixsupported, ketebalan 0,2 – 8 m, masif
•
Fm
Ukuran butir lempung, ketebalan 1,5 – 4 m,
masif
Analisis petrografi dilakukan pada komponen
batupasir sangat kasar, batupasir halus dan
batugamping. Dari hasil analisis pada
batupasir sangat kasar secara keseluruhan
komposisi didominasi oleh fragmen litik yaitu
rijang dan basalt yang mengalami kloritisasi,
batupasir dan batulempung. Terdapat juga
mineral-mineral seperti kuarsa, plagioklas,
karbonat dan mineral opak dengan semen
lempung. Batuan ini diklasifikasikan sebagai
lithic arenite (Pettijohn, 1975). Pada
batugamping hasil analisis menunjukkan
jumlah sparit yang mendominasi dengan
sedikit mineral-mineral kuarsa dan plagioklas
tanpa adanya fragmen skeletal maupun non
skeletal
sehingga
batugamping
ini
diklasifikasikan sebagai mudstone (Dunham,
1962). Pada batupasir halus, batuan
didominasi oleh matriks dengan sedikit
mineral kuarsa dan plagioklas dan fragmen
litik. Batuan tersebut diklasifikasikan sebagai
lithic wacke (Pettijohn, 1975).
Pembahasan
Prisma akresi adalah zona subduksi yang
dibentuk dari akresi material-material dari
overriding plate dan subducting slab yang
memiliki variasi berbagai jenis batuan
sedimen, beku dan metamorf yang bercampur
sehingga membentuk tubuh dimana pecahanpecahan berbagai jenis batuan tersebut
dilingkupi oleh matriks halus atau disebut
juga mélange. Dengan adanya deformasi yang
sangat kuat, zona prisma akresi dikontrol oleh
sesar-sesar thrust yang membentuk imbrikasi
dan mengalami uplift pada blok-blok tertentu
sehingga membentuk cekungan-cekungan
piggy-back yang diisi oleh sedimen dari
pecahan-pecahan batuan prisma akresi.
Daerah prisma akresi menjadi zona yang
mengalami deformasi paling kuat pada proses
subduksi sehingga batuan yang berada di
dalamnya mengalami proses fracturing yang
tinggi bahkan sampai pada tingkat
overfractured yang menyebabkan disintegrasi
batuan. Struktur tubuh prisma akresi dikontrol
oleh karakteristik batuan, tekanan pori dan
kekuatan dari sesar-sesar yang terbentuk.
Konsep critical tapers menjelaskan proses ini
dimana prisma akresi memiliki sudut kritis
yang akan semakin tinggi jika struktur
internalnya lebih kuat terjadi daripada basal
detachmentnya dan akan terjadi sebaliknya
jika deformasi pada basal detachment lebih
kuat maka sudut kritis akan semakin kecil
(Davis, 1983). Proses critical tapers inilah
yang mengakibatkan disintegrasi batuan yang
kemudian akan menjadi muatan-muatan yang
dibawa oleh mekanisme gravity-driven mass
transport pada cekungan-cekungan piggyback.
Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis
deskripsi lapangan dan petrografi dimana
ditemukan pecahan batuan basalt, rijang,
batulempung, batupasir dan batugamping dan
olistolith batupasir berukuran 8 m. Proses
sedimentasi yang terus-menerus dengan
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
mekanisme yang sama menghasilkan suatu
perulangan atau osilasi endapan debrite.
Dengan sifat sortasinya yang sangat buruk
sampai buruk dapat menjadi indikasi bahwa
porositas
batuannya
kecil
sehingga
menghasilkan sedikit ruang kosong bagi
fluida. Terdapatnya ukuran komponenkomponen dari berangkal hingga bongkah
disertai dengan adanya olistolit menunjukan
transportasinya tidak terlalu jauh dan
provenansnya dekat dari zona pengendapan.
Dari hasil observasi lapangan Formasi
Totogan tidak memiliki sistem kekar yang
kuat sehingga tidak memiliki porositas
sekunder yang baik. Dari hasil petrografi
porositas batuan tidak memperlihatkan
kondisi yang signifikan. Porositas tidak hanya
dikontrol oleh sortasi yang buruk tetapi juga
oleh deformasi yang kuat sehingga
mengakibatkan reduksi pori yang semakin
kuat seiring dengan kedalaman dari batuan
tersebut (Bray dan Karig, 1983). Porositas
pun semakin berkurang pada saat proses
diagenesis terutama saat sementasi. Tetapi
pertimbangan yang lain pada endapan debrite
adalah mekanisme pengendapan aliran debris
mampu untuk mengendapkan sejumlah besar
sedimen pasir (Shanmugam, 2000). Dengan
didukung oleh deformasi batuan yang cukup
kuat dan mekanisme pengendapan yang dapat
menghasilkan pengendapan batuan sedimen
yang tebal dapat menjadi potensi dalam
pembentukan reservoir yang baik.
Kesimpulan
Formasi-formasi batuan yang terbentuk di
bawah laut mengalami proses sedimentasi
yang khas dimana umumnya transportasi
sedimen dilakukan oleh mekanisme aliran
gravitasi.
Formasi
Totogan
memiliki
karakteristik batuan yang terbentuk melalui
endapan
aliran
debris.
Mekanisme
pengendapan ini memiliki potensi suatu
batuan untuk memiliki endapan yang tebal.
Dengan
memiliki
komponen-komponen
batuan yang non kristalin dan matriks pasiran
Formasi Totogan memiliki potensi untuk
menjadi reservoir.
Daftar Pustaka
Satyana, A.H., Purwaningsih, M.E.M., 2002.
Lekukan Struktur Jawa Tengah: Suatu
Segmentasi Sesar Mendatar. Proc. Indonesian
Association
of
Geologists
(IAGI),
Yogyakarta– Central Java Section
Asikin, S., Handoyo, A., Hendrobusono, dan
Gafoer, S. (1992) Geologi Lembar Kebumen,
Jawa Tengah, skala 1: 100.000, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Armandita, C., A.H. Satyana, M. M. Mukti, I.
Yuliandri, 2011. Trace of the Translated
Subduction in Central Java and its Role on
the Paleogene Basins and Petroleum System
Development. Proc. JCM IAGI-HAGI
Makassar 2011
Tucker, M.E., 2003, Sedimentary Rock In the
Field 3rd edition, John Willey & Son, New
York, 16.
Shanmugam G.2005. Deep-Water Processes
and Facies Models: Implications for
Sandstone Petroleum Reservoirs. Department
of Earth and Environmental sciences The
University of Texas at Arlington U.S.A.
Davis, D.; Suppe, J. & Dahlen F.A.; 1983:
Mechanics of Fold-and-Thrust Belts and
Accretionary Wedges, Journal of Geophysical
Research 88(B2), pp 1153–1178.
Bray, C. J. and Karig, D. E., 1985, Porosity of
sediments in accretionary prisms and some
implications for dewatering processes,
Journal of Geophysical Research, 90, 1, 768778
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 1. Penampang Terukur dan Litofasies
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 2. Penampang Terukur dan Litofasies
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 3. Petrografi Komponen Debrite
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 4. Proses Disintegrasi Batuan dan Pengendapan Debrite
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Download