BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana komunikasi yang digunakan manusia dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol dengan aturan untuk mengombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang universal yang mempunyai peranan penting. Melalui bahasa dapat dilihat tinggi rendahnya suatu bangsa. Komunikasi menggunakan bahasa merupakan pemahaman dan pemberian respon terhadap hal yang dikerjakan orang lain. Bahasa merupakan medium atau sarana bagi manusia yang berpikir dan berkata tentang suatu gagasan sehingga boleh dikatakan bahwa pengetahuan itu adalah bahasa. Apa yang diungkapkan melalui bahasa merupakan lambang dari dunia nyata, dunia yang dapat dilihat secara kongkret maupun penggambaran konsep-konsep lain yang abstrak. Bagi manusia, bahasa, merupakan faktor utama yang menghasilkan persepsi, pendapat, dan pengetahuan (Suwondo, 1978:2). Anderson (1972:1) menyatakan bahwa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa adalah sistem lambang. Dikatakan demikian karena lambang adalah tanda yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial berdasarkan perjanjian dan untuk memahaminya harus dipelajari. Universitas Sumatera Utara Bahasa memiliki dua aspek. Aspek bentuk dan aspek makna. Aspek bentuk merujuk pada wujud visual suatu bahasa, sedangkan aspek makna merujuk pada pengertian yang ditimbulkan oleh wujud visual bahasa itu. Hal ini berkaitan dengan kajian semiotika sebagaimana semiotika merupakan salah satu cabang ilmu bahasa. Van Zoest (1992:16) menyatakan bahwa semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimnya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Sebaliknya, menurut Wiryaatmadja (dalam Santosa, 1993:3) semiotika adalah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda dan maknanya yang luas di dalam masyarakat, baik yang lugas (literal) maupun yang kias (figuratif), baik yang menggunakan bahasa maupun yang nonbahasa. Pateda (dalam Sobur, 2004:122) menyatakan tanda dalam kehidupan manusia terdiri dari berbagai macam, seperti gerak atau isyarat dan bunyi. Tanda yang ditimbulkan oleh menusia dapat dibedakan atas yang bersifat verbal dan yang bersifat nonverbal. Yang bersifat verbal adalah tanda-tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi yang dihasilkan oleh alat ucap bicara, sedangkan yang bersifat nonverbal dapat berupa (i) tanda yang menggunakan anggota badan, lalu diikuti dengan lambang, misalnya “mari” (ii) suara, misalnya bersiul atau membunyikan “ssst...” yang bermakna memanggil seseorang; (iii) tanda yang diciptakan manusia untuk menghemat waktu, tenaga dan menjaga kerahasiaan, misalnya rambu-rambu lalu lintas, bendera, tiupan terompet; dan (iv) benda-benda yang bermakna kultural dan ritual, misalnya buah pinang muda yang menandakan daging, gambir yang menandakan darah, bibit pohon kelapa menandakan bahwa pengantin harus mendatangkan manfaat bagi sesama manusia dan alam sekitar. Benda-benda yang baru disebutkan ini merupakan tanda yang bermakna kultural dan ritual bagi masyarakat Gorontalo (Sobur, 2004:122). Universitas Sumatera Utara Demikian juga dengan masyarakat suku Jawa yang ada di Sumatera Utara khususnya di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu selatan menjadikan pernikahan sebagai upacara adat dan kebudayaan. Pernikahan yang bermakna kultural dan ritual ini memberi makna tersendiri bagi masyarakat Jawa. Pernikahan menyampaikan banyak pesan atau petuah yang bermanfaat bagi orang yang menikah. Desa Hajoran adalah daerah yang terletak di Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara. Daerah ini memiliki batas batas daerah yaitu Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Silang Kitang Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Torgamba Riau, Sebelah Selatan berbatas dengan Padang Lawas Utara Tapanuli Selatan Sebelah Utara berbatas dengan Kecamatan Kampung Rakyat Labuhan Batu Selatan. Di daerah ini banyak terdapat masyarakat suku Jawa yang hidup dan menetap serta tetap menjalankan adat istiadat Jawa sebagai tradisi turun temurun. Contohnya dalam upacara pernikahan. Upacara pernikahan dilakukan sesuai dengan adat-istiadat suku Jawa sebagaimana mestinya. Hal ini bertujuan untuk menjaga kebudayaan suku Jawa sebagai warisan nenek moyang. Suatu kebudayaan yang dimiliki suatu masyarakat mempunyai nilai-nilai dan normanorma kultural yang diperoleh melalui warisan nenek moyang mereka dan bisa juga malalui kontak-kontak sosiokultural dengan manusia lain. Setiap manusia memiliki kebudayaan masingmasing sesuai dengan suku dan adat istiadat yang dimilikinya. Salah satu adat yang dimiliki oleh setiap suku adalah upacara pernikahan. Universitas Sumatera Utara Pernikahan merupakan bagian manusia untuk melangsungkan keturunannya. Upacara pernikahan adat merupakan unsur budaya yang hayati dari masa ke masa yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang sangat luas dan kuat, mengatur dan mengarahkan tingkah laku setiap individu dalam masyarakat (Suwondo, 1978:2). Dalam pelaksanaannya, pernikahan adat Jawa terbagi atas tiga bagian yaitu upacara sebelum pernikahan, upacara pelaksanaan pernikahan, dan upacara sesudah pernikahan. Upacara sebelum pernikahan meliputi serangkaian upacara yang yang akan dilakukan sebelun pernikahan. Upacara pelaksnaan pernikahan meliputi serangkaian upacara yang diawali dengan upacara panggi (nemokke manten) atau upacara keluarnya pengantin yang didahului dengan kembar mayang, balangan atau lempar sirih, wiji dadi atau injak telur, sindur binayang, upacara tanem, dahar kembul dan sungkeman. Sedangkan upacara sesudah perniakahan meliputi upacara yang dilakukan setelah upacara pernikahan selesai. Dalam upacara pernikahan adat Jawa banyak hal yang dilakukan, mulai dari persiapan sampai akhir acara. Hal ini menyangkut tata cara yang digunakan baik secara verbal maupun nonverbal. Dalam melangsungkan upacara tersebut tentunya digunakan alat komunikasi yang disebut dengan bahasa. Bahasa verbal digunakan secara lisan, sedangkan bahasa nonverbal tidak digunakan secara lisan, melainkan secara tulisan atau gerakan tubuh. Segala yang dilakukan secara verbal tentunya dapat dipahami oleh semua orang yang mendengar bahasa yang diucapkan. Hal yang nonverbal tidak bisa dipahami oleh semua orang, karena bahasa nonverbal dapat berbeda bentuk dan maknanya bergantung pada nilai-nilai dan kesepakatan suatu masyarakat tersebut. Hal ini dapat dilihat dari salah satu acara pada upacara pernikahan adat Jawa yaitu keluarnya pengantin yang didahului oleh kembar mayang. Pengantin pria datang besertakan seluruh anggota keluarganya diiringi dengan musik gamelan dan berhenti tepat di Universitas Sumatera Utara depan rumah pengantin wanita. Pengantin wanita keluar dari kamar pengantin dengan seluruh anggota keluarganya. Kedua orang tua pengantin wanita berjalan dibelakang pengantin wanita. Di hadapan pengantin wanita dan pengantin pria ada wanita dan pria yang membawa kembar mayang yang tingginya sekitar satu meter atau lebih. Dengan dibantu dukun manten atau pamaes kembar mayang ditukar. Kembar mayang yang dibawa pengantin pria ditukar dengan kembar mayang dari pihak wanita. Selama upacara pernikahan kembar mayang dibawa ke luar rumah dan diletakkan di persimpangan jalan. Ada juga kembar mayang yang diletakkan di sisi kanan dan kiri kursi pengantin. Semua itu mengandung maksud dan simbol tertentu. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lain berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Simbol meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal dan objek yang maknanya disepakati bersama (Sobur, 2004:157). Berdasarkan konsep dan realitas di atas peneliti merasa tertarik untuk mengkaji makna dari simbol-simbol upacara pernikahan adat Jawa yang merupakan lambang adat Jawa yang memiliki nilai yang tinggi. 1.2 Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok masalah yang akan dibicarakan adalah sebagai berikut: 1. Apa sajakah simbol yang terdapat pada upacara pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan? 2. Bagaimanakah makna simbolik pada upacara pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan? Universitas Sumatera Utara 1.3 Batasan masalah Untuk menghindari pengkajian yang terlalu luas, maka peneliti membatasi penelitian ini pada upacara pernikahan adat Jawa yang ada di Hajoran Kacamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan yang meliputi upacara panggi, balangan, wiji dadi, sindur binayang, dahar kembul, upacara tanem, sungkeman dan benda-benda yang terdapat selama upacara berlangsung. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan simbol-simbol apa saja yang digunakan pada upacara pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan. 2. Mendeskripsikan makna simbolik yang terdapat pada upacara pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan. 1.4.1 Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat baik untuk diri peneliti sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan masukan tentang makna simbolik pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan. 2. Menambah pengetahuan peneliti dan peneliti lainnya tentang simbol apa saja yang digunakan pada upacara pernikahan adat Jawa di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Universitas Sumatera Utara