BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak awal kemerdekaan, Indonesia telah bertekad untuk mewujudkan suatu masyarakat yang dicita - citakan bersama yaitu masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, baik spiritual maupun material dan hal tersebut telah tercantum secara jelas dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD NRI 1945 khususnya pada alenia ke IV. Pada abad ke - 20 terjadi suatu perkembangan di segala bidang baik bidang sosial budaya, ilmu pengetahuan (informasi dan telekomunikasi), transportasi, perekonomian dan hukum sehingga diperlukan pemberian perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap bidang - bidang berkembang tersebut misalkan untuk Hak Atas Kekayaan Intelektual selanjutnya disebut HAKI atau HKI. Zen Umar Purba menyatakan bahwa HKI pada hakekatnya merupakan pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebab kekayaan intelektual berhubungan dengan produk dan proses yang terkait dengan pikiran manusia. Dengan pengembangan sistem HKI diharapkan agar berkembang pula sumber daya manusia (SDM) terutama terciptanya budaya inovatif dibidang karya cipta.1 Pada awalnya Indonesia belum memiliki peraturan perundang undangan mengenai Hak Cipta sehingga masih banyak orang tidak tahu mengenai perlindungan hasil ciptaan yang berupa musik atau lagu, 1 Zen Umar Purba, 2002, ”Wajah Terbaru Hak Kekayaan Intelektual”, Naskah Lengkap Paper pada Seminar Nasional, Medan, Tanggal 11 - 12 Juni 1 2 namun keikutsertaan Indonesia dalam keanggotaan World Trade Organization dengan meratifikasi Pengesahan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization) yang mencakup Agreement On Trade Related Aspects Of Intellectual Property Rights (TRIPs), maka sebagai konsekuensinya Indonesia harus patuh pada ketentuanketentuan Internasional TRIPs karena ikut menandatanganinya. Sudargo menguraikan bahwa Persetujuan TRIPs ini memuat berbagai norma – norma dan standard perlindungan bagi karya intelektual dari manusia dan merupakan perjanjian internasional di bidang HKI.2 Dalam rangka mewujudkan komitmen terhadap TRIPs tersebut, maka pengaturan Hak Cipta dimaksudkan untuk memberikan landasan perlindungan yang efektif terhadap berbagai bentuk penjiplakan, pembajakan atau peniruan atas karya hasil ciptaan yang telah dikenal secara luas. Menurut TRIPs Agreement, Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi sebagai berikut : 1. Hak Cipta (Copy Right and Related Right) 2. Merek (Trademarks) 3. Indikasi Geografis (Geogradhical Indications) 4. Desain Industri (Industrial Designs) 5. Paten (Patent) 6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Lay out Designs (Topographies) Of Intergrated Circuits) 7. Informasi yang dirahasiakan (Protection Of Udisclosed Information)3 Eddy Damian menguraikan bahwa Copy Right and Related Right, termasuk didalamnya neighboring rights (hak – hak terkait) Pencipta atau pemegang Hak Cipta menjadi satu bagian dari Hak Cipta. Related Right dimaksud adalah ketentuan – ketentuan Hak Cipta di bidang program – program komputer dan kompilasi – kompilasi data, 2 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, 1997, Pembaharuan Undang – Undang Hak Cipta, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 2. 3 Eddy Damian, 2003, Hukum Hak Cipta, PT. Alumni, Bandung, selanjutnya disebut Eddy Damian I, hal 12 3 hak penyewaan, pelaku – pelaku pertunjukkan, produser rekaman suara dan lembaga penyiaran.4 Maryadi berpendapat bahwa faktor sedikitnya orang mendaftarkan hasil ciptaanya yang termasuk dalam lingkupan HKI selain disebabkan oleh faktor ketidaktahuan, juga disebabkan oleh konsep budaya hukum yang berbeda yang melandasi konsep berpikir masyarakat Indonesia yakni dipahami sebagai karya milik bersama yang dimiliki oleh keluarga atau masyarakat adatnya. Corak ketimuran masyarakat Indonesia lebih mengedepankan nilai - nilai kebersamaan, berbeda dengan budaya hukum yang melatarbelakangi masyarakat negara - negara barat yang lebih mengedepankan kepentingan atau hak - hak individu (private rights) dengan watak yang kapitalistik.5 Kurangnya pemahaman tentang pentingnya perlindungan hasil ciptaan disebabkan oleh berbagai macam faktor salah satunya karena sebagian orang tidak mengetahui adanya peraturan tentang perlindungan karya dibidang Hak Cipta sehingga mereka menganggap tidak perlu mendaftarkan hasil ciptaannya. Undang - Undang Hak Cipta yang terbaru adalah Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85) selanjutnya disebut UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Peraturan ini memberikan perlindungan hukum Hak Cipta yang lebih ditingkatkan dari peraturan perundang - undangan sebelumnya dengan maksud untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang akan sangat diperlukan bagi pembangunan nasional. Disamping itu juga ide dasar sistem Hak Cipta adalah untuk melindungi wujud hasil karya manusia yang 4 Ibid, Maryadi, 2000, Transformasi Budaya, Muhammadiyah Universitas Press, Surakarta, hal 53 5 4 lahir karena kemampuan intelektualnya. Perlindungan hukum ini hanya berlaku kepada ciptaan yang telah mewujud secara khas sehingga dapat dilihat, didengar atau dibaca. Muhamad Djumhana menyatakan pada umumnya Hak Cipta memiliki ciri - ciri yaitu : 1. Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak 2. Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya ataupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat dan dijadikan milik negara. 3. Hak yang dimiliki oleh Pencipta, Hak Cipta yang tidak diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat, tidaklah dapat disita. 6 Lahirnya Undang - Undang Hak Cipta yang baru ini tidak lepas dari kecenderungan masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya untuk memberikan perlindungan hukum HKI. Meskipun bagi Indonesia perlindungan hukum HKI merupakan perkembangan yang baru, tetapi di kalangan negara - negara maju telah berabad - abad lamanya dikenal dan malah mempunyai manfaat ekonomi atau nilai ekonomi (economic value) yang cukup besar bagi pendapatan negara. Sebab dengan adanya Undang - undang yang mengatur mengenai Hak Cipta ini diharapkan dapat mengurangi pelanggaran terhadap ciptaan orang lain yang terkadang menghambat daya kreativitas seseorang dalam berkarya diberbagai bidang khususnya bidang kesusastraan, seni maupun dalam bidang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kemajuan perkembangan teknologi saat ini. 6 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, selanjutnya disebut Muhammad Djumhana II, hal 57 5 Dewasa ini komunikasi dapat dikatakan sebagai salah satu organ vital kehidupan dalam masyarakat karena tanpa komunikasi tidak akan mungkin ada perubahan sebab dalam setiap aspek kehidupan selalu bersangkutan pada komunikasi yang berdampak pada perubahan budaya, kemajuan teknologi, pertahanan nasional, stabilitas ekonomi dan sebagainya. Apabila tidak ada komunikasi, maka akan menimbulkan suatu perpecahan. Di jaman yang serba kompleks ini, alat komunikasi yang dianggap penting salah satunya adalah Hand Phone selanjutnya disebut HP. HP merupakan suatu hasil karya penggabungan antara teknologi komunikasi dan teknologi informatika. Para produsen HP saling bersaing dalam memproduksi HP dengan menawarkan berbagai fasilitas yang tersedia didalam HP, diantaranya fasilitas kamera (photo dan video), radio, television, e-mail dan MP3 serta berbagai aplikasi lainnya. Pada HP yang memiliki fasilitas MP3 dapat menyimpan lagu, memutar lagu bahkan mengirimkan (transfer) lagu tersebut ke HP orang lain dengan menggunakan fasilitas Blue Tooth maupun Infrared tanpa dikenai biaya sedikitpun. Hal ini terkadang banyak membuat masyarakat berlomba - lomba untuk menggunakan fasilitas HP yang menurut mereka memiliki fasilitas yang dianggap lengkap dan juga merupakan HP keluaran terbaru tanpa memperdulikan harga produk tersebut. Menurut Deris Setiawan, Bluetooth adalah suatu teknologi yang memungkinkan untuk melakukan interkoneksi data tanpa menggunakan media kabel dengan jarak kurang lebih 10 (sepuluh) meter. Antara satu teknologi dengan teknologi yang lain mempunyai standar masing - masing. Sedangkan teknologi Infrared adalah teknologi pertama dan paling memasyarakat, sudah sangat umum yang beredar di pasaran, misalnya remote tv.7 7 Deris Setiawan, 2009, http:/www.wikipedia; hak cipta.org.com. 6 Apabila membahas mengenai lagu maka erat kaitannya dengan Hak Cipta. Hak Cipta lagu wajib dilindungi dari pihak - pihak yang beritikad buruk atau yang telah memperbanyak ciptaan seseorang tanpa seijin penciptanya, sebab Hak Cipta merupakan bagian dari hak milik yang abstrak (incoporeal property) yang merupakan penguasaan atas hasil kemampuan kerja dari gagasan serta hasil pikiran namun perlindungan hak terhadap Hak Cipta mempunyai waktu yang terbatas dalam arti bahwa setelah habis masa perlindungannya, karya cipta tersebut akan menjadi milik umum. Namun terkadang kebanyakan orang kurang memahami bahwa pencipta dan kepemilikan adalah pokok yang terpenting, dimana seorang pencipta harus mempunyai kualifikasi tertentu agar hasil karyanya dapat dilindungi. Disamping itu juga seorang pencipta harus memiliki identitas dan status untuk menentukan kepemilikan hak. Dalam UUD NRI 1945 mengakui adanya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia selanjutnya disebut HAM dalam kaitannya dengan HAKI khususnya Pasal mengembangkan 28C ayat (1) diri melalui menentukan Setiap orang pemenuhan kebutuhan berhak dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Ayat (2) menentukan Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. 7 Jika pasal tersebut dikaji mengandung makna bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh perlindungan HAM khususnya bagi orang yang menciptakan suatu ciptaan melalui kemampuan yang dimilikinya. Perlindungan HAM ini merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhinya agar tidak terjadi pelanggaran. Salah satu HAM yang dilindungi dalam kaitannya dengan tesis ini yaitu hak untuk memperoleh manfaat dari ciptaan karya lagu yang diciptakan oleh penciptanya. Manfaat ini salah satunya diperoleh dari adanya penggandaan karya cipta lagu dari orang lain atas lagu yang diciptakan. Penggandaan karya cipta lagu ini seyogyanya dilakukan secara legal agar tidak merugikan hak orang lain sehingga dapat menghindari terjadinya pelanggaran HAM. Hak untuk memperoleh manfaat atas hasil suatu karya yang diciptakan yang termasuk bagian dari HAM Generasi II khususnya hak kebudayaan. Dalam pelaksanaan HAM ini dirasakan banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab terhadap orang yang berhak mendapatkan manfaat atas hasil ciptaannya. Pasal 1 angka 1 UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta menentukan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan – pembatasan menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku. Pasal 1 angka 2 menentukan Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama - sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, 8 imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam banyak khas dan bersifat pribadi. Pasal 1 angka 3 menentukan Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Seringnya ciptaan yang diperbanyak tanpa seijin pemiliknya telah mengurangi hasrat untuk mencipta dari para pencipta untuk berkarya karena merasa trauma dan terancam akan mengalami kerugian. Memperbanyak lagu melalui HP harus meminta ijin terlebih dahulu kepada pemegang Hak Cipta. Namun kurangnya pemahaman masyarakat mengenai peraturan Hak Cipta menyebabkan masyarakat cenderung untuk terus melakukannya. Sedangkan dari pihak produsen HP sendiri, sepertinya tidak peduli dengan keluhan dari si pencipta lagu tersebut. Bahkan menganggap bahwa HP yang diciptakannya merupakan sebuah inovasi yang harus terus ditingkatkan demi kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Kerugian yang timbul berkaitan dengan kasus pelanggaran Hak Cipta baik secara moral dan ekonomi memang sangat besar. Menurut WIPO (World Intelektual Property Organization) seperti dikutip oleh Sanusi Bintang menguraikan bahwa pihak - pihak yang dirugikan akibat dari pelanggaran Hak Cipta adalah: 1) Pencipta, karena tidak mendapatkan pembayaran sejumlah uang yang seharusnya diperoleh. 2) Penerbit dan Produsen rekaman, karena tidak mendapatkan 9 keuntungan dari investasi financial dan keahlian yang ditanamkan. 3) Penjual dan Distributor, karena tidak dapat bersaing secara sehat dengan pihak lain yang melakukan pelanggaran. 4) Konsumen, karena membeli ciptaan yang berkualitas rendah. 5) Pemerintah berkaitan dengan pelanggaran hukum perpajakan.8 Telah banyak upaya yang dilakukan oleh pihak - pihak yang terkait dalam memberantas pembajakan. Namun pelanggaran kasus Hak Cipta masih tetap tinggi, termasuk dalam bidang karya cipta lagu. Selain faktor yang diuraikan diatas , maka faktor lain yang menyebabkan masih banyak terjadi praktek pelanggaran terhadap Hak Cipta adalah adanya anggapan bahwa persyaratan administrasi yang sangat rumit dan berbelit - belit serta alasan finansial yang cukup mahal serta proses pendaftaran yang memakan waktu cukup lama menjadi kendala bagi pencipta untuk mendaftarkan hasil karya ciptanya. Dari fenomena - fenomena yang berkaitan dengan realita penegakan hukum HKI apabila tidak ditangani secara serius dari aspek yuridisnya, maka akan berdampak negatif tidak hanya dari aspek hukum tetapi juga aspek ekonomi. Dari segi hukum pencipta tidak mendaftarkan ciptaannya dapat dianggap bukan sebagai penciptanya dan bahkan dari segi ekonomi tentunya akan berakibat pada penurunan devisa negara bahkan fatalnya pencipta akan kehilangan pekerjaan. 8 Sanusi Bintang, 1998, Hukum Hak Cipta, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 59 10 Kepastian hukum dan keadilan merupakan tujuan hukum yang bisa diwujudkan apabila didukung oleh peraturan yang memadai dan kemampuan profesional aparat pemerintah sebagai pembentuk peraturan. Pembentukan aturan hukum yang baik harus didahului dengan teknik perancangan yang memadai dan sesuai dengan asas – asas yang dijadikan pedoman dalam pembentukan aturan tersebut agar aturan yang terbentuk nantinya mampu mengatasi setiap persoalan yang timbul dalam kehidupan masyarakat. Notohamidjodjo mengutip pendapat Karl Larenz mengungkapkan bahwa asas – asas hukum ialah ukuran – ukuran hukumiah yang memberikan arah kepada pembentukan hukum. Bellefroid juga berpendapat seperti dikutip oleh Notohamidjodjo bahwa asas – asas hukum umum ialah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak diperasalkan dari aturan – aturan yang lebih umum. Asas – asas hukum umum itu merupakan pengendapan daripada hukum positif dalam suatu masyarakat.9 Ada 4 (empat) fungsi asas – asas hukum bagi pembentukan hukum yaitu : 3. 1. asas hukum adalah pedoman bagi pengundang – undang: 2. asas hukum menolong untuk mencermatkan interpretasi; asas hukum membantu dalam pengenaan analogi; 4. asas hukum menolong memberikan koreksi terhadap peraturan undang – undang, apabila peraturan undang – undang itu terancam kehilangan maknanya10. 9 Notohamidjodjo, 1975, Demi Keadilan dan Kemanusiaan, BPK Gunung Mulia, Jakarta, hal 50 10 Ibid, hal 52 11 Terkait dengan penulisan Tesis ini akan diadakan studi perbandingan antara Undang – Undang Hak Cipta Indonesia dengan Undang – Undang Hak Cipta Singapura khususnya akan dikaji dari segi pengaturan penggandaan karya cipta lagu. Dari berbagai peraturan yang telah dijelaskan diatas, dalam perspektif politik legislasi di Indonesia tidak ada pengaturan yang mengatur mengenai sarana untuk menggandakan karya cipta lagu. Ketentuan ini merupakan norma kosong ( leemten van normen) karena tidak ada pengaturan tegas tentang sarana yang bisa digunakan untuk menggandakan karya cipta lagu khususnya melalui HP agar sesuai dengan peraturan tentang Hak Cipta sehingga tidak merugikan pihak lain terkait dengan penggandaan karya cipta lagu tersebut. Dalam Intellectual Property Law Of Singapore khususnya Chapter 12 Section 1 mengatur tentang Copyright and Neighbouring Rights atau Hak Cipta dan Hak Tetangga. Pasal 12.1.1 menentukan copyright is the term used to describe the bundle of rights that is granted by statute in respect of original works and other subject-matter for limited periods of time and subject to certain permitted exceptions. In Singapore, that statute is the Copyright Act ’CA’. Unlike registered designs and patents, copyright is not a monopoly. This means that if two identical works were in fact produced independently of one another, there is no infringement of copyright by one of the other. Jika diterjemahkan ketentuan tersebut bermakna Hak Cipta adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan ikatan hak – hak yang diberikan oleh undang – undang sehubungan dengan karya – karya asli dan subyek-materi lainnya untuk periode waktu yang terbatas dan tunduk pada pengecualian tertentu yang diizinkan. Di Singapura, bahwa undang – undang adalah Copyright Act (CA). Tidak seperti terdaftar desain dan hak paten, 12 Hak Cipta bukan merupakan monopoli. Ini pada dasarnya adalah hak negatif untuk mencegah penyalinan. Ini berarti bahwa jika dua karya – karyanya identik sebenarnya diproduksi secara independen satu sama lain, tidak ada pelanggaran Hak Cipta oleh salah satu dari yang lain. 1.2. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan tersebut diatas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang akan diteliti dalam Tesis ini. Masalah - masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : 1) Bagaimanakah pengaturan Hak Cipta terkait dengan penggandaan karya cipta lagu di Negara Indonesia dan Negara Singapura? 2) Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan untuk mengatasi penggandaan Karya Cipta lagu melalui Hand Phone (HP)? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum diadakannya penelitian ini adalah memberikan sumbangan pemikiran konseptual kepada pembentuk peraturan di Indonesia tentang pentingnya pengaturan mengenai Hak Cipta khususnya tentang penggandaan karya cipta lagu agar pencipta lagu tidak dirugikan dengan tindakan penggandaan tersebut. 13 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan Hak cipta terkait dengan penggandaan karya cipta lagu di Negara Indonesia dan Negara Singapura. 2. Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan dalam mengatasi penggandaan Karya Cipta lagu melalui Hand Phone (HP). 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Adapun manfaat teoritis diadakannya penelitian ini adalah : 1. Memberikan kontribusi pemikiran kepada pemerintah Indonesia tentang pentingnya pengaturan Hak Cipta khususnya penggandaan karya cipta lagu. 2. Memberikan informasi tentang upaya hukum yang dilakukan dalam menegakkan aturan terkait dengan adanya tindakan penggandaan karya cipta lagu melalui Hand Phone (HP). 1.4.2. Manfaat Praktis Manfaat praktis diadakannya penelitian ini adalah memberikan bahan masukan kepada pihak yang terkait khususnya pemerintah selaku pembuat kebijakan agar produk hukum yang telah dibentuk dapat diterapkan secara tegas berkaitan dengan adanya pelanggaran Hak Cipta dan begitu pula dengan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual selaku 14 intansi yang berwenang dalam proses pendaftaran agar dapat memperbaiki prosedur kebijakan yang berkaitan dengan Hak Cipta. 1.5. Landasan Teoritis Untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini digunakan Teori Hak Asasi Manusia (Teori HAM), Teori Perbandingan Hukum dan Reward Theory. Ketiga teori ini diperlukan untuk membantu memecahkan masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini. Teori HAM digunakan karena pemenuhan hak atas perlindungan terhadap kepentingan – kepentingan material dan moral dari karya ilmiah, kesusastraan atau kesenian yang diciptakan merupakan kewajiban pemerintah untuk menjaminnya. Teori ini terdiri dari Teori Hukum Alam dan Teori Hukum Positif. Selain itu digunakan Teori Perbandingan Hukum dan Reward Theory. 1.5.1. Teori Hak Asasi Manusia (Teori HAM) Teori Hukum Alam mengakui bahwa setiap manusia dilahirkan sebagai individu yang mempunyai hak alamiah yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga, hak alamiah ini salah satunya mencakup hak untuk mengembangkan diri. Max Boli Sabon menyatakan bahwa hukum kodrat artinya hukum alamiah. Dalam pendekatan manusia sebagai ciptaan Tuhan, hakikat manusia ada 3 (tiga) yaitu : 1. HAM bukanlah sesuatu yang baru, melainkan melekat dengan keberadaan manusia sejak manusia itu diciptakan (dalam kandungan), bukan sejak lahir; 2. HAM bersumber dari karunia Tuhan bukan dari penguasa atau pimpinan atau dari peraturan perundang – undangan manapun; 3. HAM melekat pada manusia sepanjang hayat dan disetiap tempat, sehingga disebut bersifat kodrati dan universal.11 11 Max Boli Sabon, 2008, Hak Asasi Manusia, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, hal 9 15 Pendapat A.V. Dicey dikutip oleh Max Boli Sabon mengungkapkan perlindungan HAM diseluruh dunia terdapat dua konsep yang berbeda. Menurut sistem hukum Eropa Kontinental, HAM dilindungi sepanjang HAM itu terdapat didalam konstitusi. Jika tidak ditetapkan dalam konstitusi maka HAM tidak mendapat perlindungan di negara yang bersangkutan. Menurut sistem hukum Anglo Saxon perlindungan HAM tidak tergantung pada konstitusi. Bahkan konstitusi harus diubah jika ada HAM yang belum tertampung didalam kostitusi negara yang bersangkutan untuk mendapat perlindungan, karena konstitusi bukan sumber bagi HAM, melainkan konsekuensi dari adanya pengakuan HAM.12 Teori Hukum Positif juga digunakan karena hak untuk mengembangkan diri termasuk didalamnya hak untuk memperjuangkan pengembangan dirinya perlu diatur secara tegas dalam konstitusi suatu negara agar dalam pemenuhan hak tersebut mempunyai kepastian hukum. Karena pengembangan diri merupakan hak, jadi setiap manusia dibolehkan untuk mengembangkan dirinya dan berhak memperjuangkan apa yang menjadi haknya. Pendapat Theo Huijbers dikutip oleh Majda El- Muhtaj menguraikan bahwa HAM merupakan hak yang melekat kuat didalam diri manusia. Keberadaannya diyakini sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Meskipun kemunculan HAM adalah sebagai respons dan reaksi atas berbagai tindakan yang mengancam kehidupan manusia, 12 Ibid, hal 10 16 namun sebagai hak maka HAM pada hakekatnya telah ada ketika manusia itu ada dimuka bumi.13 Majda El- Muhtaj berpendapat bahwa hak – hak asasi merupakan suatu perangkat asas – asas yang timbul dari nilai – nilai yang kemudian menjadi kaidah – kaidah yang mengatur perilaku manusia dalam hubungan dengan sesama manusia. Pentingnya pengaturan HAM dalam konstitusi menggambarkan komitmen atas upaya penegakan hukum dan HAM. Selain itu, beragamnya muatan HAM dalam konstitusi secara maksimal telah diupayakan untuk mengakomodasi hajat dan kebutuhan perlindungan HAM, baik dalam konteks pribadi, keluarga, masyarakat dan sebagai warga negara Indonesia.14 Pasal 27 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia selanjutnya disebut DUHAM menentukan Setiap orang berhak berpartisipasi secara bebas dalam kehidupan budaya suatu masyarakat, menikmati kesenian dan ikut serta dalam kemajuan ilmu dan manfaat – manfaatnya. Ayat (2) menentukan Setiap orang berhak atas perlindungan terhadap keuntungan moral dan materiil yang diperoleh dari karya ilmiah, sastra atau seni yang diciptakannya. Pasal 13 Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165) selanjutnya disebut UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM menentukan Setiap orang berhak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya sesuai dengan martabat manusia demi kesejahteraan pribadinya, bangsa dan umat manusia. Pasal 15 menentukan Setiap orang berhak untuk memperjuangkan 13 Majda El-Muhtaj, 2007, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia : Dari UUD 1945 Sampai Dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, Prenada Media Group, Jakarta, hal 6. 14 Ibid, hal 65 17 hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. Jika dikaji dari ketentuan tersebut, maka karya cipta lagu termasuk hak mengembangkan diri yang wajib dilindungi oleh pemerintah dan orang yang menciptakan lagu tersebut berhak memperjuangkan pengembangan dirinya. Richard P. Claude menyatakan bahwa penelitian Hak Asasi Manusia dapat membuat tiga kontribusi khusus dalam usaha memahami fungsi legal sebagai satu segi pengalaman manusia. Pertama adalah untuk mengarahkan perhatian pada pertanyaan utama dari pengembangan kelembagaan dengan melihat hubungan antara bentuk – bentuk kelembagaan, konsep yang diformulasikan dan dikembangkan serta struktur hukum dan penyusunan institusional fungsi legal struktur mana usaha – usaha manusia untuk menyediakan fungsi yang dapat bekerja dari isu – isu manusia. Kedua adalah membawa pemahaman masalah – masalah kebijakan umum yang khusus yang memiliki suatu sikap pada hak asasi manusia. Ketiga adalah untuk menjelaskan beberapa pertanyaan yang susah sehubungan dengan dimensi kelakuan dari interaksi hukum dan masyarakat. Pernyataan ini dikemukakan dalam pernyataan sebagai berikut : Comparative human rights research can make three particular contributions to efforts to understand the legal order as one facet of the human experience. The first is to direct attention to the basic questions of institutional development by clarifying the relationship between intitutional forms - the formulated and developed concepts and structures of law and the legal order’s institutional arrangements which structure man’s efforts to provide a just and workable ordering of human affairs. The second is to forward understanding of specific problems of public policy that have a 18 bearing on human rights. The third is to clarify some of the difficult questions relating to the behavioral dimensions of the interaction of law and society.15 Ancaman terhadap HAM bukan sekedar ancaman atas Hak Sipil dan Politik, melainkan juga ancaman terhadap hak – hak sosial, maupun hak – hak budaya. Oleh karena itu, Komisi Hak – hak Asasi Manusia mengadopsi DUHAM dan kemudian melengkapinya dengan dokumen yang diadopsi dari sejumlah kovenan dan protokol, menjadi Kovenan Internasional tentang Hak – hak Ekonomi, Sosial dan Kebudayaan, diadopsi pada 16 Desember 1975 dan berlaku 3 Januari 1976. 16 Berkaitan dengan adanya perlindungan terhadap HAM dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang salah satunya mencakup perlindungan terhadap HAM untuk memperoleh manfaat atas hasil karya cipta khususnya karya cipta lagu, maka dipandang perlu untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat akan arti pentingnya perlindungan hukum terhadap pengetahuan tradisional yang apabila dikembangkan dapat menghasilkan karya cipta yang bermanfaat. Perlindungan terhadap pengetahuan tradisional termuat dalam Kovenan Internasional Tentang Hak – hak Ekonomi, Sosial dan Budaya khususnya dalam Pasal 15 menentukan : (1) Negara peserta Kovenan ini mengakui hak tiap orang : a. Untuk ikut mengambil bagian dalam kehidupan kultural; b. Untuk menikmati manfaat kemajuan ilmiah dan aplikasinya; 15 Richard P. Claude, “Comparative Rights Research : Some Intersections Between Law And The Social Sciences, dalam Richard P. Claude, Edited, Comparative Human Rights, The Johns Hopkins University Press, London, hal 384 16 Raditya Permana, 2007, “Perlindungan Hak Asasi Manusia Terhadap Pengetahuan Tradisional Di Indonesia”, dalam H. Muladi, Editor, Hak Asasi Manusia (Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat), PT. Refika Aditama, Bandung, hal 191 19 c. Untuk mendapat keuntungan dari perlindungan kepentingan moral dan material yang berasal dari hasil ilmiah, pemberantasan buta huruf ataupun benda artistik apapun yang ia ciptakan. (2) Langkah – langkah yang diambil negara peserta dalam kovenan ini adalah untuk mencapai realisasi penuh dari hak ini, sebaiknya meliputi langkah – langkah penting untuk konservasi, perkembangan dan penyebaran ilmu dan budaya; (3) Negara peserta dalam kovenan ini berusaha untuk menghargai kebebasan yang sangat diperlukan untuk penelitian ilmiah dan aktivitas kreatif; (4) Negara peserta dalam kovenan ini mengakui manfaat yang timbul dari dorongan dan perkembangan kontak internasional dan kerja sama dalam bidang ilmiah dan kultural. Pasal 15 menjamin HKI terhadap penemu, seniman, dan penulis, sehingga mereka mendapatkan keuntungan dari nilai ekonomi dan kultural yang berasal dari ciptaan dan inovasi mereka. Tujuan dari Pasal 15 ini dapat dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1 dan Pasal 25 Kovenan. Pasal 1 memuat hak penduduk untuk menentukan nasib sendiri. Pasal ini menentukan : (1) Semua penduduk memiliki hak menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut, mereka bebas menentukan status politik dan mengembangkan hak ekonomi, sosial dan kultural mereka; 20 (2) Semua orang dapat mengatur dengan bebas kekayaan alam dan sumber mereka tanpa perasaan takut terhadap kewajiban apapun yang muncul dari kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan pada prinsip keuntungan timbal balik dan hukum internasional. Dalam kasus apapun, manusia tidak boleh dicabut dari sarana subsistensinya sendiri; (3) Negara peserta dalam kovenan ini hendaknya mendorong realisasi hak penentuan nasib sendiri, dan sebaiknya menghargai hak tersebut, sesuai dengan ketetapan Piagam PBB. Pasal 25 menentukan Hak tiap orang untuk mengendalikan penggunaan sumber – sumber alam, bahwa tidak ada isi dalam Kovenan ini dapat diinterpretasikan sebagai penghalangan hak yang melekat pada semua orang untuk menikmati dan memanfaatkan kekayaan alam secara penuh dan bebas. Ketiga pasal ini mendukung pengenalan dan pemeliharaan pengetahuan tradisional yang telah dibentuk dari generasi ke generasi oleh penduduk pribumi dan minoritas. Sularto menyatakan keberhasilan pelaksanaan upaya hukum sebagai instrumen pemberdayaan budaya hukum dalam perlindungan HAM di Indonesia ditentukan oleh kesinergisan beberapa aspek yang ada didalamnya baik berupa aspek substansial, struktural, maupun kultural. Penghormatan dan perlindungan HAM melalui penyelesaian pelanggaran HAM dapat dilaksanakan tidak saja mengedepankan Institusi Pengadilan, tetapi pemberdayaan institusi lain seperti Komisi Nasional HAM, Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi serta berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada. Terpenuhinya peran berbagai institusi tersebut merupakan wujud dari perlindungan HAM sebagai prakondisi dari pembangunan masyarakat.17 17 R.B. Sularto, 2007, “Upaya Hukum Sebagai Instrumen Pemberdayaan Budaya Hukum (Dalam Perlindungan HAM Di Indonesia, dalam H. Muladi, Editor, Hak Asasi Manusia (Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat), PT. Refika Aditama, Bandung, hal 273 21 Keberhasilan suatu peraturan perundang – undangan bergantung kepada penerapan dan penegakannya. Penegakan hukum akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh peraturan perundang – undangan yang mampu mengatasi setiap persoalan hukum yang dihadapi masyarakat sehingga dari ketentuan tersebut diharapkan mampu mewujudkan tujuan hukum. Dalam setiap peraturan perundang – undangan di Indonesia, asas hukum menjadi landasan lahirnya suatu peraturan. Asas hukum ini sifatnya abstrak sehingga perlu dikonkretkan dalam bentuk norma agar bisa diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Herlien mengemukakan bahwa asas – asas hukum adalah pandangan yang harus diperhitungkan dalam menerapkan perundang – undangan. Asas ini membentuk lingkup pemikiran dalam aturan hukum yang diberlakukan. Asas hukum terikat pada masyarakat tertentu dan pada pengejawantahan historisnya.18 Pendapat J.J.H.Bruggink diterjemahkan oleh Arief Sidharta mengemukakan bahwa asas hukum berfungsi baik didalam maupun dibelakang sistem hukum positif. Asas hukum dapat berfungsi demikian karena berisi ukuran nilai. Sebagai kaidah penilaian, asas hukum mewujudkan kaidah hukum tertinggi dari suatu sistem hukum positif. Asas – asas hukum itu adalah fondasi dari sistem tersebut. Asas hukum mengemban fungsi ganda yaitu sebagai fondasi dari sistem hukum positif dan sebagai batu uji kritis terhadap sistem hukum positif.19 Salah satu nilai – nilai yang diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia adalah nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila. Setiap nilai – nilai tersebut termuat dalam sila – silanya yang bisa dijadikan pedoman bertindak oleh penyelenggara negara agar dalam bertindak tetap sesuai dengan aturan yang ada. 18 Herlien Budiono, 2006, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 91 19 J.J.H. Bruggink terjemahan Arief Sidharta, 1999, Refleksi Tentang Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 132 22 Kaelan beranggapan bahwa Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia mengandung konsekuensi setiap aspek penyelenggaraan negara dan semua sikap serta tingkah laku bangsa Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara harus berdasarkan pada nilai – nilai Pancasila. Nilai – nilai tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut menjadi norma – norma kenegaraan maupun norma – norma moral yang harus dilaksanakan dan diaktualisasikan oleh setiap warga negara Indonesia.20 Setiap sila – sila Pancasila merupakan kesatuan yang saling berkaitan satu dengan lainnya dan tidak dapat dipisahkan. Keberlakuan Pancasila dalam penyelenggaraan negara harus didukung oleh sikap mental aparatur negara agar dalam penerapan nilai – nilai tersebut tidak menyimpang dari ketentuan. Pancasila merupakan produk hukum tertinggi yang seyogyanya dijadikan landasan dalam setiap pembentukan produk hukum dibawahnya agar selalu mengedepankan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi atau golongan Todung Mulya Lubis menyatakan : It is evident from such statements that Pancasila has been used both to support and to undermine human rights in Indonesia. Regrettably, references to Pancasila have not been followed by substansive discussions on what Pancasila does in fact mean in relation to human rights. The lack of an authoritative definition lends it self to the conclusion that what has been happening is a process of mystification of Pancasila.21 Jika diterjemahkan pernyataan tersebut bermakna adalah suatu kenyataan dari pernyataan bahwa Pancasila telah digunakan baik untuk mendukung dan untuk merusak hak – hak asasi manusia di Indonesia. Disesalkan, referensi – referensi pada Pancasila tidak diikuti oleh diskusi substansif pada apa yang Pancasila kerjakan atau lakukan pada kenyataan pada hubungan terhadap hak asasi manusia. Kelemahan dari definisi autoritatif 20 Kaelan, 2002, Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, Paradigma, Yogyakarta, hal 240 21 Todung Mulya Lubis, 1993, In Search Of Human Rights, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal 8 23 memberi kemungkinan untuk kesimpulan yang mana telah terjadi adalah suatu proses mistifikasi/membingungkan Pancasila. Terkait dengan pembentukan produk hukum dalam bidang Hak Cipta maka diperlukan kesesuaian dengan sistem hukum yang dianut oleh suatu negara agar mampu mengatasi setiap persoalan yang terjadi dalam bidang karya cipta. Sistem hukum negara yang satu belum tentu dapat diterapkan dalam sistem hukum negara lain karena masing – masing negara mempunyai sistem hukum yang memiliki ciri khas sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat dinegara yang bersangkutan. Pendapat Kees Schuit dikutip oleh J.J.H.Bruggink dan diterjemahkan oleh Arief Sidharta menyatakan sistem hukum terdiri atas tiga unsur yang memiliki kemandirian tertentu (memiliki identitas dengan batas – batas yang relatif) yang saling berkaitan. Unsur – unsur yang mewujudkan sistem hukum itu adalah : 1. Unsur idiil, terbentuk oleh sistem makna dari hukum yang terdiri atas aturan, kaidah dan asas. Unsur inilah yang oleh para yuris disebut sistem hukum. 2. Unsur operasional terdiri atas keseluruhan organisasi dan lembaga, yang didirikan dalam suatu sistem hukum. 3. Unsur aktual adalah keseluruhan putusan dan perbuatan konkret yang berkaitan dengan sistem makna dari hukum, baik dari pengemban jabatan maupun dari para warga masyarakat yang didalamnya terdapat sistem hukum.22 22 J.J.H. Bruggink terjemahan Arief Sidharta, 1999, Op. Cit, hal 140 24 Hukum merupakan sarana yang dapat menghalangi penguasa untuk bertindak sewenang – wenang karena mengatur batas – batas kebebasan antara individu dan penguasa dalam berinteraksi. Dengan adanya pembatasan yang tegas terkait tindakan apa yang dibolehkan dan tindakan apa yang dilarang diharapkan dapat mewujudkan tujuan hukum yaitu kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Menurut Friedman seperti dikutip oleh Ade Maman menyatakan sistem hukum merupakan suatu sistem yang meliputi substansi, struktur dan budaya hukum. Struktur hukum merupakan institusionalisasi kedalam entitas – entitas hukum. Hukum memiliki elemen pertama dari sistem hukum, tatanan kelembagaan dan kinerja lembaga. Yang dimaksud dengan substansi adalah aturan, norma dan pola perilaku manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi tidak hanya terbatas pada persoalan hkum yang tertulis (law books), tetapi juga termasuk living law atau hukum yang berlaku dan hidup dalam masyarakat. Budaya hukum adalah sikap – sikap dan nilai – nilai yang berhubungan dengan hukum.23 Pengertian sistem hukum dalam konteks Indonesia dinyatakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dikutip oleh Satya Arinanto menyatakan sistem hukum terdiri dari elemen – elemen sebagai berikut : 23 Ade Maman Suherman, 2004, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 11 25 1. Materi hukum (tatanan hukum) terdiri dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penelitian hukum, pengembangan hukum. 2. Aparatur hukum, mereka yang memiliki tugas dan fungsi penyuluhan hukum, penerapan hukum, penegakan hukum dan pelayanan hukum. 3. Sarana dan prasarana hukum yang meliputi hal – hal bersifat fisik. 4. Budaya hukum yang dianut oleh masyarakat termasuk para pejabatnya. 5. Pendidikan hukum.24 Fungsi sistem hukum adalah menjaga atau mengusahakan keseimbangan tatanan dalam masyarakat. Didalam sistem hukum terjadi interaksi antara unsur – unsur atau bagian – bagian. Interaksi ini memungkinkan timbulnya konflik. Konflik ini bisa terjadi antara peraturan perundang – undangan yang satu dengan peraturan perundang – undangan yang lain, antara peraturan perundang – undangan dengan putusan pengadilan, antara peraturan perundang – undangan dengan hukum kebiasaan dan lain sebagainya. Sudikno menyatakan sistem hukum tidak menghendaki adanya konflik antara unsur – unsur atau bagian – bagian, kalau terjadi konflik tidak akan dibiarkan berlarut – larut. Hal ini secara konsisten diatasi oleh sistem hukum dengan menyediakan asas – asas hukum. Sistem hukum bersifat lengkap, yaitu melengkapi kekosongan, kekurangan dan ketidakjelasan hukum dengan cara penemuan hukum. Jadi setiap sistem hukum mempunyai konsep fundamental.25 Sudikno juga berpendapat bahwa penemuan hukum lazimnya adalah proses pembentukan hukum oleh hakim, atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapan peraturan hukum umum pada peristiwa hukum konkrit. Penemuan hukum adalah proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu. Menemukan hukum 24 Ibid, hal 14 Sudikno Mertokusumo, 2007, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hal 26 25 26 merupakan karya manusia dan ini berarti antara lain bahwa setiap penerapan hukum selalu didahului oleh seleksi subyektif mengenai peristiwa – peristiwa dan peraturan – peraturan yang relevan. Penerapan berarti merumus ulang suatu peraturan abstrak untuk peristiwa konkrit. Dalam konteks sistem hukum di Indonesia dikenal tiga sistem hukum yaitu hukum nasional, hukum Islam dan hukum adat. Seyogyanya ketiga sistem hukum tersebut memuat norma yang saling bersesuaian agar tidak terjadi pertentangan. Termasuk dalam hal pembentukan pengaturan tentang HAKI khususnya Hak Cipta. 1.5.2. Teori Perbandingan Hukum Dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu negara, diperlukan adanya peraturan tegas dan jelas yang mengatur mengenai hak – hak dan kewajiban kewajiban yang dimiliki oleh penguasa sebagai pihak yang menjalankan roda pemerintahan. Setiap peraturan yang dibentuk tidak boleh bertentangan dengan konstitusi di negara tersebut. Substansi konstitusi berisi hal – hal yang diyakini kebenarannya sehingga wajib ditaati oleh seluruh masyarakat yang bersangkutan. Konstitusi antara negara yang satu berbeda dengan konstitusi negara lain karena terbentuknya konstitusi dalam suatu negara merupakan cerminan dari keadaan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan, baik bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. Namun secara garis besar substansi pokok setiap konstitusi suatu negara sama yaitu mengedepankan jaminan perlindungan HAM masyarakat dinegara tersebut. Membandingkan hukum negara yang satu dengan negara yang lain tidak hanya bertujuan membahas mengenai perbedaan dan persamaan 27 sistem hukumnya saja, namun juga mempunyai manfaat untuk membantu memberikan masukan dalam rangka pembentukan hukum nasional agar lebih baik kedepannya. Pendapat Tim Koopmans seperti dikutip oleh Dewa Atmadja mengemukakan empat manfaat studi perbandingan yaitu : 1. Dengan mempelajari sistem hukum negara lain akan dapat memperbaiki kualitas sistem hukum negara kita sendiri; 2. Melalui studi perbandingan hukum akan dapat dijelaskan konsep – konsep yang tidak dipahami atau pengertian yang kurang jelas; 3. Visi yang idealis melalui perbandingan hukum sebagai instrumen yang akan menumbuhkan saling pengertian antar bangsa yang bermanfaat untuk mewujudkan perdamaian dunia; 4. Berdasar pada pertimbangan pendidikan, seseorang hanya akan dapat mengerti suatu sistem hukum apabila memahami pula sistem hukum yang berbeda – beda melalui studi perbandingan.26 Salah satu manfaat yang diperoleh dari mempelajari studi perbandingan hukum negara lain yaitu dapat memotivasi pembentuk peraturan di negara kita untuk lebih selektif di dalam pembentukan hukum dengan tetap mengutamakan perlindungan HAM. Karena salah satu ciri dianutnya konsep Negara Hukum ialah adanya jaminan perlindungan HAM terhadap warga negaranya. Mengadopsi ketentuan hukum negara lain untuk diterapkan 26 I Dewa Gede Atmadja, 2006, Hukum Konstitusi (Perubahan Konstitusi Sudut Pandang Perbandingan), Bali Aga, Denpasar, hal 4 28 di Indonesia bisa saja dilakukan, namun tetap harus disesuaikan dengan nilai – nilai yang berlaku di Indonesia. Ade Maman Suherman menyatakan perbandingan sistem hukum ditujukan untuk memperoleh suatu pemahaman yang comprehensive tentang semua sistem hukum yang eksis secara global yaitu : a. Manfaat Internal yaitu dengan mempelajari perbandingan sistem hukum dapat memahami potret budaya hukum negaranya sendiri dan mengadopsi hal – hal yang positif dari sistem hukum asing guna pembangunan hukum nasional; b. Manfaat Eksternal yaitu dengan mempelajari perbandingan sistem hukum, baik individu, organisasi maupun negara dapat mengambil sikap yang tepat dalam melakukan hubungan hukum dengan negara lain yang berlainan sistem hukumnya; c. Untuk kepentingan harmonisasi hukum dalam pembentukan hukum supranasional.27 Soeroso berpendapat bahwa hukum adalah gejala sosial dan merupakan bagian dari kebudayaan bangsa. Tiap bangsa mempunyai kebudayaan sendiri yang berbeda dengan kebudayaan bangsa lainnya dan akhirnya membuahkan hukum tersendiri, sehingga sistem hukum dari negara yang satu akan berbeda dengan sistem hukum negara yang lain.28 Menurut Tahir Tungadi seperti dikutip oleh Soeroso dalam perbandingan hukum dapat dipergunakan: 1. Metode perbandingan hukum penalaran (Descriptive Comparative Law) yaitu memberikan suatu ilustrasi deskriptif tentang bagaimana suatu peraturan hukum itu diatur di dalam berbagai sistem hukum tanpa adanya penganalisaan lebih lanjut; 2. Metode perbandingan hukum terapan (Applied Comparative Law) yaitu mempergunakan hasil perbandingan hukum deskriptif untuk memilih mana dari pranata – pranata hukum yang diteliti itu paling baik serta cocok untuk diterapkan. Metode ini digunakan untuk kepentingan 27 28 Ade Maman Suherman, 2004, Op. Cit, hal 19 Soeroso, 2007, Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, hal 21 29 lembaga – lembaga legislatif untuk menyusun rancangan undang – undang, oleh pengacara dan notaris untuk pembuatan kontrak, oleh hakim untuk menjatuhkan keputusan – keputusan yang tepat atau oleh pemerintah untuk mengambil putusan yang adil. 3. Metode perbandingan hukum sejarah (Comparative History Of Law) berkaitan dengan sejarah sosiologi hukum, antropologi hukum dan filsafat hukum; 4. Perbandingan hukum modern telah menggunakan metode kritis, realitis dan tidak dogmatis. Kritis bermakna tidak mementingkan perbedaan atau persamaan dari berbagai sistem hukum semata, realistis bermakna perbandingan hukum bukan saja meneliti perundang – undangan, keputusan pengadilan atau doktrin, tidak dogmatis bermakna karena perbandingan hukum tidak hendak terkekang dalam kekakuan dogma – dogma seperti yang sering terjadi pada tiap – tiap tata hukum.29 Hans Kelsen diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien berpendapat bahwa ciri pertama yang lazim dijumpai pada hukum ialah bahwa semua tatanan itu merupakan tata perilaku manusia. Ciri kedua adalah bahwa semua tatanan itu merupakan tatanan pemaksa. Ini berarti bahwa semua tatanan itu bereaksi terhadap kejadian – kejadian tertentu yang dianggap sebagai sesuatu yang tidak dikehendaki karena merugikan masyarakat.30 Teori perundang – undangan mengajarkan bahwa dalam suatu proses pembangunan atau masa transisi maka misi pokok suatu rancangan undang – undang (RUU) terletak pada penyaluran perilaku pihak yang dituju. Oleh karena itu, undang – undang berfungsi sebagai alat utama pemerintah. Suatu RUU pada dasarnya bertujuan untuk mengubah suatu perilaku bermasalah dengan menginstruksikan pihak yang dituju tentang bagaimana mereka harus berperilaku.31 29 Ibid, hal 40 Hans Kelsen diterjemahkan Raisul Muttaqien, 2007, Teori Hukum Murni : Dasar – dasar Ilmu Hukum Normatif, Nusamedia dan Nuansa, Bandung, hal 37 30 30 Menurut Ann Seidman seperti diterjemahkan Johannes Usfunan dkk menyatakan wewenang penyusunan RUU harus berhati – hati dalam menangani RUU yang bertujuan memberikan wewenang kepada lembaga – lembaga selain badan legislatif untuk membuat peraturan, sehingga diperlukan kecerdikan agar dapat memastikan bahwa terdapat ketentuan yang pasti dalam membatasi keleluasaan lembaga dalam memutuskan kapan dan bagaimana membuat peraturan, dan mewajibkan lembaga tersebut membuat peraturan – peraturan melalui prosedur yang terbuka, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan.32 1.5.3. Reward Theory Reward Theory yaitu pengakuan terhadap karya intelektual yang telah dihasilkan oleh seseorang sehingga kepada penemu atau pencipta ataupun pendesain harus diberi penghargaan sebagai imbalan atas upaya – upaya kreatif dalam menemukan atau menciptakan karya – karya intelektual tersebut.33 Eddy Damian mengungkapkan suatu ciptaan mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi sehingga menimbulkan adanya tiga macam konsepsi : 1. Konsepsi kekayaan; 2. Konsepsi hak; 3. Konsepsi perlindungan hukum.34 Tamotzu menguraikan meski ada orang yang mengatakan bahwa Hak Cipta sulit dipahami, Hak Cipta itu sebenarnya sangat sederhana. Undang - Undang Hak Cipta, yang terdiri dari aturan - aturan yang wajar, masuk akal dan dapat diterima setiap orang, misalnya aturan bahwa kita harus menghormati apa yang telah dihasilkan orang lain dengan susah payah, bahwa kita meminta ijin terlebih dahulu jika hendak menggunakan suatu ciptaan dan bahwa kita setuju untuk membayar sejumlah uang tertentu untuk penggunaan suatu ciptaan.35 Dengan menghargai hasil karya seseorang tentu kita sudah menghormati HAM orang lain khususnya hak untuk memperoleh manfaat dari 31 Ann Seidman dkk diterjemahkan oleh Johanes Usfunan, 2002, Penyusunan Rancangan Undang – Undang Dalam Perubahan Masyarakat Yang Demokratis : Sebuah Panduan Untuk Pembuat Rancangan Undang – Undang, Business Advisory Indonesia University of San Fransisco School of Law Indonesia Program,hal 289 32 Ibid, hal 359 33 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desai Industri Di Indonesia, PT. Garuda Widiasarana Indonesia, Jakarta, hal 44 34 Eddy Damian I, 2003, Op.Cit, hal 18 35 Tamotzu Hozumi, 2006, Asian Copyright Handbook, Asian Cultural Centre for UNESCO dan Ikatan Penerbit Indonesia, Jakarta, hal 5 31 hasil ciptaannya. Setiap orang yang mempunyai karya cipta seyogyanya diberikan penghargaan berupa pengakuan atas hasil ciptaannya baik dalam bentuk materi ataupun dalam bentuk piagam penghargaan. Penghargaan ini merupakan salah satu bentuk manfaat yang layak diperoleh oleh pencipta atas hasil usahanya selama ini untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain maupun untuk dirinya sendiri. Menurut David I Bain Bridge seperti dikutip oleh Muhamad Djumhana menyatakan bahwa (Intelectual Property) Hak Kekayaan Intelektual adalah hak atas kekayaan yang berasal dari karya intelektual manusia, yaitu hak yang berasal dari hasil kreatif yaitu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk karya, yang bermanfaat serta berguna untuk menunjang kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi.36 Hak kekayaan intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda bersumber dari hasil kerja otak dan hasil kerja rasio.37 Budi Agus Riswandi mengungkapkan suatu Hak Cipta eksis pada saat pencipta mewujudkan idenya dalam suatu bentuk berwujud. Dengan adanya wujud dari suatu ide, suatu ciptaan lahir. Ciptaan yang dilahirkan dapat diumumkan (to make publik/openbaarmaken). Suatu ciptaan yang tidak diumumkan, Hak Ciptanya tetap pada pencipta.38 Doktrin perlindungan Hak Cipta yang dikemukakan pada Tahun 1996 oleh WIPO melahirkan WIPO Copyright Treaty. Dalam doktrin tersebut 36 Muhamad Djumhana II, 2003, Op. Cit, hal 21 OK.Saidin, 2004, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 9 38 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, 2005, Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,selanjutnya disebut Budi Agus Riswandi III, hal 9 37 32 terdapat Making Available Right sebagai salah satu hak yang dimiliki oleh pencipta disamping hak ekonomi, hak moral, dan hak eksklusif lainnya.39 Muhamad Djumhana mengungkapkan Making Available Right adalah hak eksklusif seorang pencipta, performence, dan produsen phonogram. Hak milik memiliki kewenangan melarang disiarkannya suatu karya serta produknya dalam jaringan interaktif, seperti internet yang bersifat umum ataupun jaringan terbatas yang untuk mendapatkan aksesnya harus membayar. Alasan diperkenalkannya hak ini selain untuk melawan pembajakan, juga disebabkan berkembangnya penayangan musik atau karya cipta lainnya dalam bentuk digital yang ditayangkan dalam suatu jaringan, seperti internet atau dalam bentuk ringtone yang dipakai pada hand phone. Tumbuhnya hak ini dirasakan penting bagi si pemilik atau pemegang hak cipta untuk dapat mengontrol serta untuk mendapatkan nilai ekonomis dari hak yang dimilikinya40. Meskipun telah ada peraturan yang mengatur mengenai Hak Kekayaan Intelektual namun pelanggaran tetap saja terjadi, padahal setiap negara sudah mempunyai sistem perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual yang telah diatur dalam undang - undang nasional. Di sisi lain, konvensi - konvensi Internasioanl yang terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual seperti Konvensi Paris dan traktat - traktat yang memiliki prinsip Hak Kekayaan Intelektual yang bersifat independen, juga diadopsi oleh undang - undang nasional yang berlaku di negara bersangkutan. Pada saat ini persetujuan TRIPs telah mewajibkan negara - negara anggotanya untuk mengambil langkah - langkah hukum atau penegakan atas pelanggaran - pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual sebagai standar minimal perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Walaupun begitu sejumlah kerugian sebagai akibat dari masalah perbanyakan lagu tanpa sepengetahuan penciptanya yang dianggap sebagai salah satu jenis kasus pelanggaran 39 Muhamad Djumhana, 2006, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, selanjutnya disebut Muhammad Djumhana I, hal 40 40 Ibid, hal 41 33 Hak Kekayaan Intelektual telah menunjukan peningkatan yang sangat berarti belakangan ini diseluruh dunia. Jadi perlindungan Hak Cipta ini diberikan terhadap ciptaan yang berwujud atau berupa ekspresi yang dapat dilihat, dibaca, didengar dan sebagainya. Hak Cipta tidak melindungi ciptaan yang masih berupa ide. Oleh karena itu agar suatu ciptaan dapat dilindungi, maka ciptaan itu harus diekspresikan terlebih dahulu dan sejak telah diekspresikan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi, sejak saat itu pula ciptaan itu sudah dilindungi. 1.6. Metode Penelitian Kartini Hartono mengungkapkan, metode penelitian adalah cara – cara berpikir dan berbuat yang dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan penelitian guna mencapai tujuan penelitian.41 Menyimak pendapat tersebut diatas, dapat dikaji bahwa penelitian merupakan kegiatan yang bertujuan menemukan kebenaran dengan menggunakan bahan – bahan hukum yang berkaitan dengan penelitian yang ditulis. Kegiatan penelitian ini dilakukan secara sistematis dan terencana agar mampu menemukan kebenaran ilmiah yang akan bermanfaat sebagai bahan masukan khususnya bagi pembuat kebijakan agar kebijakan yang dibentuk nantinya sesuai dengan perasaan keadilan masyarakat. 1.6.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang – undangan ( law in books ) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas.42 41 Kartini Hartono, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum, dalam Hilman Hadikusuma, Mandar Maju, Bandung, hal 58 34 Dalam penelitian ini dilakukan penelitian terhadap UUD NRI 1945, UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM, UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan UU Hak Cipta Singapura. Kajian terhadap UU No 19 Tahun 2002 tersebut karena ada permasalahan hukum yang timbul yaitu norma kosong. Kekosongan norma ini diteliti dengan menggunakan perbandingan hukum dengan UU Hak Cipta Singapura khususnya tentang penggandaan karya cipta lagu. 1.6.2. Jenis Pendekatan Dalam penelitian ini, jenis pendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Pendekatan perundang – undangan (statute approach), maksudnya adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah peraturan perundang – undangan43 yang berkaitan dengan hak cipta khususnya penggandaan karya cipta lagu. 2. Pendekatan analisis konsep hukum (analytical and conceptual approach), maksudnya adalah mempelajari pandangan dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum sehingga akan melahirkan konsep hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.44 3. Pendekatan perbandingan ( comparative approach) yaitu dengan memakai unsur – unsur sistem hukum sebagai titik tolak perbandingan. Sistem hukum mencakup tiga unsur pokok, yakni : a. struktur hukum yang mencakup lembaga – lembaga hukum b. substansi hukum yang mencakup perangkat kaidah atau perilaku teratur. 42 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 118 43 Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, hal 93 44 Ibid, hal 95 35 c. Budaya hukum yang mencakup perangkat nilai – nilai yang dianut. 1.6.3. Sumber Bahan Hukum Soerjono Soekanto menyatakan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum normatif terdiri dari dua bentuk, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.45 Terkait dengan penelitian ini digunakan bahan hukum primer yaitu peraturan perundang – undangan yang terdiri dari UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Disamping itu akan dilakukan kajian dengan menganalisis UU Hak Cipta Singapura untuk bisa melakukan studi komparatif dalam kaitan dengan pengaturan hak cipta khususnya penggandaan karya cipta lagu. Bahan hukum sekunder yang digunakan berupa hasil karya dari kalangan ahli hukum. 1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan menggunakan metode sistematis (sistem kartu), yaitu setelah mendapat semua bahan yang diperlukan kemudia dibuat catatan mengenai hal – hal yang dianggap penting bagi penelitian yang dilakukan.46 Sistem kartu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu kutipan untuk mencatat atau mengutip sumber bahan hukum yang digunakan yang 45 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, selanjutnya disebut Soerjono Soekanto I, hal 13 46 Ibid, hal 52 36 berisi nama pengarang/penulis, judul buku, halaman dan mengutip hal – hal yang dianggap penting agar bisa menjawab permasalahan dalam penelitian ini. 1.6.5. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Teknik konstruksi yaitu pembentukan konstruksi yuridis dengan melakukan analogi dan pembalikan proposisi (acontario). Dalam penelitian ini akan dikaji apakah penggandaan karya cipta lagu melalui HP merupakan tindakan yang melanggar HAM. 2. Teknik argumentasi bahan hukum yaitu penilaian harus didasarkan pada alasan Penalaran – hukum dalam kenyataan. alasan yang digunakan bersifat untuk penalaran hukum. menerapkan hukum