BAB I - pps unud

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejak awal kemerdekaan, Indonesia telah bertekad untuk mewujudkan
suatu masyarakat yang dicita - citakan bersama yaitu masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur, baik spiritual maupun material dan hal tersebut
telah tercantum secara jelas dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD NRI 1945
khususnya pada alenia ke IV.
Pada abad ke - 20 terjadi suatu perkembangan di segala bidang
baik bidang sosial budaya, ilmu pengetahuan (informasi dan telekomunikasi),
transportasi, perekonomian dan hukum sehingga diperlukan pemberian
perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap bidang - bidang
berkembang tersebut misalkan untuk Hak Atas Kekayaan Intelektual
selanjutnya disebut HAKI atau HKI.
Zen Umar Purba menyatakan bahwa HKI pada hakekatnya merupakan
pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebab kekayaan intelektual
berhubungan dengan produk dan proses yang terkait dengan pikiran manusia.
Dengan pengembangan sistem HKI diharapkan agar berkembang pula
sumber daya manusia (SDM) terutama terciptanya budaya inovatif dibidang
karya cipta.1
Pada awalnya Indonesia belum memiliki peraturan perundang undangan mengenai Hak Cipta sehingga masih banyak orang tidak tahu
mengenai perlindungan hasil ciptaan yang berupa musik atau lagu,
1
Zen Umar Purba, 2002, ”Wajah Terbaru Hak Kekayaan Intelektual”, Naskah Lengkap
Paper pada Seminar Nasional, Medan, Tanggal 11 - 12 Juni
1
2
namun keikutsertaan Indonesia dalam keanggotaan World Trade Organization
dengan meratifikasi Pengesahan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
(Agreement Establishing The World Trade Organization) yang mencakup
Agreement On Trade Related Aspects Of
Intellectual Property Rights
(TRIPs), maka sebagai konsekuensinya Indonesia harus patuh pada ketentuanketentuan Internasional TRIPs karena ikut menandatanganinya.
Sudargo menguraikan bahwa Persetujuan TRIPs ini memuat berbagai
norma – norma dan standard perlindungan bagi karya intelektual dari manusia
dan merupakan perjanjian internasional di bidang HKI.2
Dalam rangka mewujudkan komitmen terhadap TRIPs tersebut,
maka pengaturan Hak Cipta dimaksudkan untuk memberikan landasan
perlindungan yang efektif terhadap berbagai bentuk penjiplakan, pembajakan
atau peniruan atas karya hasil ciptaan yang telah dikenal secara luas.
Menurut TRIPs Agreement, Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi
sebagai berikut :
1. Hak Cipta (Copy Right and Related Right)
2. Merek (Trademarks)
3. Indikasi Geografis (Geogradhical Indications)
4. Desain Industri (Industrial Designs)
5. Paten (Patent)
6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Lay out Designs (Topographies)
Of Intergrated Circuits)
7. Informasi yang dirahasiakan (Protection Of Udisclosed Information)3
Eddy Damian menguraikan bahwa Copy Right and Related Right,
termasuk didalamnya neighboring rights (hak – hak terkait) Pencipta
atau pemegang Hak Cipta menjadi satu bagian dari Hak Cipta.
Related Right dimaksud adalah ketentuan – ketentuan Hak Cipta di bidang
program – program komputer dan
kompilasi – kompilasi data,
2
Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, 1997, Pembaharuan Undang – Undang Hak
Cipta, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 2.
3
Eddy Damian, 2003, Hukum Hak Cipta, PT. Alumni, Bandung, selanjutnya disebut Eddy
Damian I, hal 12
3
hak penyewaan, pelaku – pelaku pertunjukkan, produser rekaman suara dan
lembaga penyiaran.4
Maryadi berpendapat bahwa faktor sedikitnya orang mendaftarkan
hasil ciptaanya yang termasuk dalam lingkupan HKI selain disebabkan
oleh faktor ketidaktahuan, juga disebabkan oleh konsep budaya hukum yang
berbeda yang melandasi konsep berpikir masyarakat Indonesia yakni dipahami
sebagai karya milik bersama yang dimiliki oleh keluarga atau masyarakat
adatnya. Corak ketimuran masyarakat Indonesia lebih mengedepankan
nilai - nilai kebersamaan, berbeda dengan budaya hukum yang
melatarbelakangi masyarakat negara - negara barat yang lebih mengedepankan
kepentingan atau hak - hak individu (private rights) dengan watak
yang kapitalistik.5
Kurangnya pemahaman tentang pentingnya perlindungan hasil ciptaan
disebabkan oleh berbagai macam faktor salah satunya karena sebagian orang
tidak
mengetahui
adanya
peraturan
tentang
perlindungan
karya
dibidang Hak Cipta sehingga mereka menganggap tidak perlu mendaftarkan
hasil ciptaannya.
Undang - Undang Hak Cipta yang terbaru adalah Undang - Undang
Nomor 19 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 85) selanjutnya disebut UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
Peraturan ini memberikan perlindungan hukum Hak Cipta yang lebih
ditingkatkan dari peraturan perundang - undangan sebelumnya dengan maksud
untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya
semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang akan
sangat diperlukan bagi pembangunan nasional. Disamping itu juga ide dasar
sistem Hak Cipta adalah untuk melindungi wujud hasil karya manusia yang
4
Ibid,
Maryadi, 2000, Transformasi Budaya, Muhammadiyah Universitas Press, Surakarta,
hal 53
5
4
lahir karena kemampuan intelektualnya. Perlindungan hukum ini hanya
berlaku kepada ciptaan yang telah mewujud secara khas sehingga dapat
dilihat, didengar atau dibaca.
Muhamad Djumhana menyatakan pada umumnya Hak Cipta memiliki
ciri - ciri yaitu :
1. Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak
2. Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya ataupun
sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat dan dijadikan milik negara.
3. Hak yang dimiliki oleh Pencipta, Hak Cipta yang
tidak
diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia menjadi milik
ahli warisnya atau penerima wasiat, tidaklah dapat disita. 6
Lahirnya Undang - Undang Hak Cipta yang baru ini tidak lepas
dari kecenderungan masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia
pada
khususnya
untuk
memberikan
perlindungan
hukum
HKI.
Meskipun bagi Indonesia perlindungan hukum HKI merupakan perkembangan
yang baru, tetapi di kalangan negara - negara maju telah berabad - abad
lamanya dikenal dan malah mempunyai manfaat ekonomi atau nilai ekonomi
(economic
value)
yang
cukup
besar
bagi
pendapatan
negara.
Sebab dengan adanya Undang - undang yang mengatur mengenai Hak Cipta
ini diharapkan dapat mengurangi pelanggaran terhadap ciptaan orang lain
yang terkadang menghambat daya kreativitas seseorang dalam berkarya
diberbagai bidang khususnya bidang kesusastraan, seni maupun dalam bidang
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kemajuan perkembangan teknologi
saat ini.
6
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori
dan Prakteknya di Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, selanjutnya disebut
Muhammad Djumhana II, hal 57
5
Dewasa ini komunikasi dapat dikatakan sebagai salah satu organ vital
kehidupan dalam masyarakat karena tanpa komunikasi tidak akan mungkin
ada perubahan sebab dalam setiap aspek kehidupan selalu bersangkutan pada
komunikasi yang berdampak pada perubahan budaya, kemajuan teknologi,
pertahanan nasional, stabilitas ekonomi dan sebagainya. Apabila tidak ada
komunikasi, maka akan menimbulkan suatu perpecahan.
Di jaman yang serba kompleks ini, alat komunikasi yang dianggap
penting salah satunya adalah Hand Phone selanjutnya disebut HP.
HP merupakan suatu hasil karya penggabungan antara teknologi komunikasi
dan teknologi informatika. Para produsen HP saling bersaing dalam
memproduksi HP dengan menawarkan berbagai fasilitas yang tersedia
didalam HP, diantaranya fasilitas kamera (photo dan video), radio, television,
e-mail dan MP3 serta berbagai aplikasi lainnya. Pada HP yang memiliki
fasilitas MP3 dapat menyimpan lagu, memutar lagu bahkan mengirimkan
(transfer) lagu tersebut ke HP orang lain dengan menggunakan fasilitas Blue
Tooth maupun Infrared tanpa dikenai biaya sedikitpun. Hal ini terkadang
banyak membuat masyarakat berlomba - lomba untuk menggunakan fasilitas
HP yang menurut mereka memiliki fasilitas yang dianggap lengkap dan juga
merupakan HP keluaran terbaru tanpa memperdulikan harga produk tersebut.
Menurut Deris Setiawan, Bluetooth adalah suatu teknologi yang
memungkinkan untuk melakukan interkoneksi data tanpa menggunakan media
kabel dengan jarak kurang lebih 10 (sepuluh) meter. Antara satu teknologi
dengan
teknologi yang lain mempunyai standar masing - masing.
Sedangkan
teknologi
Infrared
adalah
teknologi
pertama
dan
paling memasyarakat, sudah sangat umum yang beredar di pasaran,
misalnya remote tv.7
7
Deris Setiawan, 2009, http:/www.wikipedia; hak cipta.org.com.
6
Apabila membahas mengenai lagu maka erat kaitannya dengan
Hak Cipta. Hak Cipta lagu wajib dilindungi dari pihak - pihak yang beritikad
buruk atau yang telah memperbanyak ciptaan seseorang tanpa seijin
penciptanya, sebab Hak Cipta merupakan bagian dari hak milik yang abstrak
(incoporeal property) yang merupakan penguasaan atas hasil kemampuan
kerja dari gagasan serta hasil pikiran namun perlindungan hak terhadap
Hak Cipta mempunyai waktu yang terbatas dalam arti bahwa setelah habis
masa perlindungannya, karya cipta tersebut akan menjadi milik umum.
Namun terkadang kebanyakan orang kurang memahami bahwa pencipta dan
kepemilikan adalah pokok yang terpenting, dimana seorang pencipta harus
mempunyai kualifikasi tertentu agar hasil karyanya dapat dilindungi.
Disamping itu juga seorang pencipta harus memiliki identitas dan status untuk
menentukan kepemilikan hak.
Dalam UUD NRI 1945 mengakui adanya perlindungan terhadap
Hak Asasi Manusia selanjutnya disebut HAM dalam kaitannya dengan HAKI
khususnya
Pasal
mengembangkan
28C
ayat
(1)
diri
melalui
menentukan
Setiap
orang
pemenuhan
kebutuhan
berhak
dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan
demi kesejahteraan umat manusia. Ayat (2) menentukan Setiap orang berhak
untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
7
Jika pasal tersebut dikaji mengandung makna bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh perlindungan HAM khususnya
bagi orang yang menciptakan suatu ciptaan melalui kemampuan yang
dimilikinya. Perlindungan HAM ini merupakan tanggung jawab pemerintah
untuk memenuhinya agar tidak terjadi pelanggaran. Salah satu HAM yang
dilindungi dalam kaitannya dengan tesis ini yaitu hak untuk memperoleh
manfaat dari ciptaan karya lagu yang diciptakan oleh penciptanya.
Manfaat ini salah satunya diperoleh dari adanya penggandaan karya cipta lagu
dari orang lain atas lagu yang diciptakan. Penggandaan karya cipta lagu ini
seyogyanya dilakukan secara legal agar tidak merugikan hak orang lain
sehingga dapat menghindari terjadinya pelanggaran HAM.
Hak untuk memperoleh manfaat atas hasil suatu karya yang diciptakan
yang termasuk bagian dari HAM Generasi II khususnya hak kebudayaan.
Dalam pelaksanaan HAM ini dirasakan banyak terjadi pelanggaran yang
dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab terhadap orang yang
berhak mendapatkan manfaat atas hasil ciptaannya.
Pasal 1 angka 1 UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
menentukan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan – pembatasan menurut
peraturan perundang – undangan yang berlaku. Pasal 1 angka 2 menentukan
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama - sama yang atas
inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,
8
imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam
banyak khas dan bersifat pribadi. Pasal 1 angka 3 menentukan Ciptaan adalah
hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan
ilmu pengetahuan, seni atau sastra.
Seringnya ciptaan yang diperbanyak tanpa seijin pemiliknya telah
mengurangi hasrat untuk mencipta dari para pencipta untuk berkarya karena
merasa trauma dan terancam akan mengalami kerugian. Memperbanyak lagu
melalui HP harus meminta ijin terlebih dahulu kepada pemegang Hak Cipta.
Namun kurangnya pemahaman masyarakat mengenai peraturan Hak Cipta
menyebabkan
masyarakat
cenderung
untuk
terus
melakukannya.
Sedangkan dari pihak produsen HP sendiri, sepertinya tidak peduli dengan
keluhan dari si pencipta lagu tersebut. Bahkan menganggap bahwa
HP yang diciptakannya merupakan sebuah inovasi yang harus terus
ditingkatkan demi kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).
Kerugian yang timbul berkaitan dengan kasus pelanggaran Hak Cipta baik
secara moral dan ekonomi memang sangat besar.
Menurut WIPO (World Intelektual Property Organization) seperti
dikutip oleh Sanusi Bintang menguraikan bahwa pihak - pihak yang dirugikan
akibat dari pelanggaran Hak Cipta adalah:
1) Pencipta, karena tidak mendapatkan pembayaran sejumlah uang
yang seharusnya diperoleh.
2) Penerbit dan Produsen rekaman, karena tidak mendapatkan
9
keuntungan dari investasi financial dan keahlian yang ditanamkan.
3) Penjual dan Distributor, karena tidak dapat bersaing secara sehat
dengan pihak lain yang melakukan pelanggaran.
4) Konsumen, karena membeli ciptaan yang berkualitas rendah.
5) Pemerintah berkaitan dengan pelanggaran hukum perpajakan.8
Telah banyak upaya yang dilakukan oleh pihak - pihak yang terkait
dalam memberantas pembajakan. Namun pelanggaran kasus Hak Cipta masih
tetap tinggi, termasuk dalam bidang karya cipta lagu. Selain faktor yang
diuraikan diatas , maka faktor lain yang menyebabkan masih banyak terjadi
praktek pelanggaran terhadap Hak Cipta adalah adanya anggapan bahwa
persyaratan administrasi yang sangat rumit dan berbelit - belit serta alasan
finansial yang cukup mahal serta proses pendaftaran yang memakan waktu
cukup lama menjadi kendala bagi pencipta untuk mendaftarkan hasil
karya ciptanya.
Dari fenomena - fenomena yang berkaitan dengan realita penegakan
hukum HKI apabila tidak ditangani secara serius dari aspek yuridisnya,
maka akan berdampak negatif tidak hanya dari aspek hukum tetapi juga
aspek ekonomi. Dari segi hukum pencipta tidak mendaftarkan ciptaannya
dapat dianggap bukan sebagai penciptanya dan bahkan dari segi ekonomi
tentunya akan berakibat pada penurunan devisa negara bahkan fatalnya
pencipta akan kehilangan pekerjaan.
8
Sanusi Bintang, 1998, Hukum Hak Cipta, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 59
10
Kepastian hukum dan keadilan merupakan tujuan hukum yang bisa
diwujudkan apabila didukung oleh peraturan yang memadai dan kemampuan
profesional
aparat
pemerintah
sebagai
pembentuk
peraturan.
Pembentukan aturan hukum yang baik harus didahului dengan teknik
perancangan yang memadai dan sesuai dengan asas – asas yang dijadikan
pedoman dalam pembentukan aturan tersebut agar aturan yang terbentuk
nantinya mampu mengatasi setiap persoalan yang timbul dalam kehidupan
masyarakat.
Notohamidjodjo mengutip pendapat Karl Larenz mengungkapkan
bahwa asas – asas hukum ialah ukuran – ukuran hukumiah yang memberikan
arah kepada pembentukan hukum. Bellefroid juga berpendapat seperti dikutip
oleh Notohamidjodjo bahwa asas – asas hukum umum ialah norma dasar yang
dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak diperasalkan
dari aturan – aturan yang lebih umum. Asas – asas hukum umum itu
merupakan pengendapan daripada hukum positif dalam suatu masyarakat.9
Ada 4 (empat) fungsi asas – asas hukum bagi pembentukan hukum
yaitu :
3.
1. asas hukum adalah pedoman bagi pengundang – undang:
2. asas hukum menolong untuk mencermatkan interpretasi;
asas hukum membantu dalam pengenaan analogi;
4. asas hukum menolong memberikan koreksi terhadap peraturan
undang – undang, apabila peraturan undang – undang itu terancam
kehilangan maknanya10.
9
Notohamidjodjo, 1975, Demi Keadilan dan Kemanusiaan, BPK Gunung Mulia, Jakarta,
hal 50
10
Ibid, hal 52
11
Terkait dengan penulisan Tesis ini akan diadakan studi perbandingan
antara Undang – Undang Hak Cipta Indonesia dengan Undang – Undang
Hak Cipta Singapura khususnya akan dikaji dari segi pengaturan penggandaan
karya cipta lagu.
Dari
berbagai
peraturan
yang
telah
dijelaskan
diatas,
dalam perspektif politik legislasi di Indonesia tidak ada pengaturan yang
mengatur mengenai sarana untuk menggandakan karya cipta lagu.
Ketentuan ini merupakan norma kosong ( leemten van normen) karena tidak
ada
pengaturan
tegas
tentang
sarana
yang
bisa
digunakan
untuk
menggandakan karya cipta lagu khususnya melalui HP agar sesuai dengan
peraturan tentang Hak Cipta sehingga tidak merugikan pihak lain terkait
dengan penggandaan karya cipta lagu tersebut.
Dalam Intellectual Property Law Of Singapore khususnya
Chapter 12 Section 1 mengatur tentang Copyright and Neighbouring Rights
atau Hak Cipta dan Hak Tetangga. Pasal 12.1.1 menentukan copyright is the
term used to describe the bundle of rights that is granted by statute in respect
of original works and other subject-matter for limited periods of time and
subject to certain permitted exceptions. In Singapore, that statute is the
Copyright Act ’CA’. Unlike registered designs and patents, copyright is not a
monopoly. This means that if two identical works were in fact produced
independently of one another, there is no infringement of copyright by one of
the other.
Jika diterjemahkan ketentuan tersebut bermakna Hak Cipta adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan ikatan hak – hak yang diberikan
oleh undang – undang sehubungan dengan karya – karya asli dan
subyek-materi lainnya untuk periode waktu yang terbatas dan tunduk pada
pengecualian tertentu yang diizinkan. Di Singapura, bahwa undang – undang
adalah Copyright Act (CA). Tidak seperti terdaftar desain dan hak paten,
12
Hak Cipta bukan merupakan monopoli. Ini pada dasarnya adalah hak negatif
untuk mencegah penyalinan. Ini berarti bahwa jika dua karya – karyanya
identik
sebenarnya
diproduksi
secara
independen
satu
sama
lain,
tidak ada pelanggaran Hak Cipta oleh salah satu dari yang lain.
1.2. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan tersebut diatas maka
dapat diidentifikasi beberapa masalah yang akan diteliti dalam Tesis ini.
Masalah - masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
1)
Bagaimanakah pengaturan Hak Cipta terkait dengan
penggandaan karya cipta lagu di Negara Indonesia dan Negara
Singapura?
2)
Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan untuk
mengatasi penggandaan Karya Cipta lagu melalui Hand Phone (HP)?
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum diadakannya penelitian ini adalah memberikan
sumbangan pemikiran konseptual kepada pembentuk peraturan di Indonesia
tentang pentingnya pengaturan mengenai Hak Cipta khususnya tentang
penggandaan karya cipta lagu agar pencipta lagu tidak dirugikan dengan
tindakan penggandaan tersebut.
13
1.3.2. Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan Hak cipta
terkait dengan penggandaan karya cipta lagu di Negara Indonesia
dan Negara Singapura.
2.
Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan dalam
mengatasi penggandaan Karya Cipta lagu melalui Hand Phone (HP).
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis diadakannya penelitian ini adalah :
1. Memberikan kontribusi pemikiran kepada pemerintah Indonesia
tentang
pentingnya
pengaturan
Hak
Cipta
khususnya
penggandaan karya cipta lagu.
2. Memberikan informasi tentang upaya hukum yang dilakukan
dalam menegakkan aturan terkait dengan adanya tindakan
penggandaan karya cipta lagu melalui Hand Phone (HP).
1.4.2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis diadakannya penelitian ini adalah memberikan
bahan
masukan
kepada
pihak
yang
terkait
khususnya
pemerintah
selaku pembuat kebijakan agar produk hukum yang telah dibentuk
dapat diterapkan secara tegas berkaitan dengan adanya pelanggaran Hak Cipta
dan begitu pula dengan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual selaku
14
intansi yang berwenang dalam proses pendaftaran agar dapat memperbaiki
prosedur kebijakan yang berkaitan dengan Hak Cipta.
1.5. Landasan Teoritis
Untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini digunakan
Teori Hak Asasi Manusia (Teori HAM), Teori Perbandingan Hukum dan
Reward Theory. Ketiga teori ini diperlukan untuk membantu memecahkan
masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini. Teori HAM digunakan karena
pemenuhan hak atas perlindungan terhadap kepentingan – kepentingan
material dan moral dari
karya ilmiah, kesusastraan atau kesenian
yang diciptakan merupakan kewajiban pemerintah untuk menjaminnya.
Teori ini terdiri dari Teori Hukum Alam dan Teori Hukum Positif.
Selain itu digunakan Teori Perbandingan Hukum dan Reward Theory.
1.5.1. Teori Hak Asasi Manusia (Teori HAM)
Teori Hukum Alam mengakui bahwa setiap manusia dilahirkan
sebagai individu yang mempunyai hak alamiah yang tidak boleh dilanggar
oleh siapapun juga, hak alamiah ini salah satunya mencakup hak untuk
mengembangkan diri.
Max Boli Sabon menyatakan bahwa hukum kodrat artinya
hukum alamiah. Dalam pendekatan manusia sebagai ciptaan Tuhan, hakikat
manusia ada 3 (tiga) yaitu :
1. HAM bukanlah sesuatu yang baru, melainkan melekat dengan
keberadaan manusia sejak manusia itu diciptakan (dalam kandungan),
bukan sejak lahir;
2. HAM bersumber dari karunia Tuhan bukan dari penguasa atau
pimpinan atau dari peraturan perundang – undangan manapun;
3. HAM melekat pada manusia sepanjang hayat dan disetiap tempat,
sehingga disebut bersifat kodrati dan universal.11
11
Max Boli Sabon, 2008, Hak Asasi Manusia, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya,
Jakarta, hal 9
15
Pendapat A.V. Dicey dikutip oleh Max Boli Sabon mengungkapkan
perlindungan HAM diseluruh dunia terdapat dua konsep yang berbeda.
Menurut sistem hukum Eropa Kontinental, HAM dilindungi sepanjang HAM
itu terdapat didalam konstitusi. Jika tidak ditetapkan dalam konstitusi maka
HAM
tidak
mendapat
perlindungan
di
negara
yang
bersangkutan.
Menurut sistem hukum Anglo Saxon perlindungan HAM tidak tergantung
pada konstitusi. Bahkan konstitusi harus diubah jika ada HAM yang belum
tertampung didalam kostitusi negara yang bersangkutan untuk mendapat
perlindungan, karena konstitusi bukan sumber bagi HAM, melainkan
konsekuensi dari adanya pengakuan HAM.12
Teori
Hukum
Positif
juga
digunakan
karena
hak
untuk
mengembangkan diri termasuk didalamnya hak untuk memperjuangkan
pengembangan dirinya perlu diatur secara tegas dalam konstitusi suatu negara
agar dalam pemenuhan hak tersebut mempunyai kepastian hukum.
Karena pengembangan diri merupakan hak, jadi setiap manusia dibolehkan
untuk mengembangkan dirinya dan berhak memperjuangkan apa yang
menjadi haknya.
Pendapat Theo Huijbers dikutip oleh Majda El- Muhtaj menguraikan
bahwa HAM merupakan hak yang melekat kuat didalam diri manusia.
Keberadaannya
diyakini
sebagai
bagian
yang
tak
terpisahkan
dari kehidupan manusia. Meskipun kemunculan HAM adalah sebagai respons
dan reaksi atas berbagai tindakan yang mengancam kehidupan manusia,
12
Ibid, hal 10
16
namun sebagai hak maka HAM pada hakekatnya telah ada ketika manusia itu
ada dimuka bumi.13
Majda El- Muhtaj berpendapat bahwa hak – hak asasi merupakan
suatu perangkat asas – asas yang timbul dari nilai – nilai yang kemudian
menjadi kaidah – kaidah yang mengatur perilaku manusia dalam hubungan
dengan sesama manusia. Pentingnya pengaturan HAM dalam konstitusi
menggambarkan komitmen atas upaya penegakan hukum dan HAM.
Selain itu, beragamnya muatan HAM dalam konstitusi secara maksimal
telah diupayakan untuk mengakomodasi hajat dan kebutuhan perlindungan
HAM, baik dalam konteks pribadi, keluarga, masyarakat dan sebagai
warga negara Indonesia.14
Pasal 27 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia selanjutnya
disebut DUHAM menentukan Setiap orang berhak berpartisipasi secara bebas
dalam kehidupan budaya suatu masyarakat, menikmati kesenian dan ikut serta
dalam kemajuan ilmu dan manfaat – manfaatnya.
Ayat (2) menentukan
Setiap orang berhak atas perlindungan terhadap keuntungan moral dan
materiil yang diperoleh dari karya ilmiah, sastra atau seni yang diciptakannya.
Pasal
13
Undang
–
Undang
Nomor
39
Tahun
1999
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165) selanjutnya
disebut UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM menentukan Setiap orang
berhak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya sesuai dengan martabat manusia
demi
kesejahteraan
pribadinya,
bangsa
dan
umat
manusia.
Pasal 15 menentukan Setiap orang berhak untuk memperjuangkan
13
Majda El-Muhtaj, 2007, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia : Dari UUD 1945
Sampai Dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, Prenada Media Group, Jakarta,
hal 6.
14
Ibid, hal 65
17
hak
pengembangan
dirinya,
baik
secara
pribadi
maupun
kolektif,
untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Jika dikaji dari ketentuan tersebut, maka karya cipta lagu termasuk
hak mengembangkan diri yang wajib dilindungi oleh pemerintah dan
orang
yang
menciptakan
lagu
tersebut
berhak
memperjuangkan
pengembangan dirinya.
Richard P. Claude menyatakan bahwa penelitian Hak Asasi Manusia
dapat membuat tiga kontribusi khusus dalam usaha memahami fungsi legal
sebagai satu segi pengalaman manusia. Pertama adalah untuk mengarahkan
perhatian pada pertanyaan utama dari pengembangan kelembagaan dengan
melihat hubungan antara bentuk – bentuk kelembagaan, konsep yang
diformulasikan dan dikembangkan serta struktur hukum dan penyusunan
institusional
fungsi
legal
struktur
mana
usaha
–
usaha
manusia
untuk menyediakan fungsi yang dapat bekerja dari isu – isu manusia.
Kedua adalah membawa pemahaman masalah – masalah kebijakan umum
yang khusus yang memiliki suatu sikap pada hak asasi manusia. Ketiga adalah
untuk menjelaskan beberapa pertanyaan yang susah sehubungan dengan
dimensi kelakuan dari interaksi hukum dan masyarakat. Pernyataan ini
dikemukakan dalam pernyataan sebagai berikut :
Comparative human rights research can make three particular
contributions to efforts to understand the legal order as one facet of the
human experience. The first is to direct attention to the basic questions of
institutional development by clarifying the relationship between intitutional
forms - the formulated and developed concepts and structures of law and the
legal order’s institutional arrangements which structure man’s efforts to
provide a just and workable ordering of human affairs. The second is to
forward understanding of specific problems of public policy that have a
18
bearing on human rights. The third is to clarify some of the difficult questions
relating to the behavioral dimensions of the interaction of law and society.15
Ancaman terhadap HAM bukan sekedar ancaman atas Hak Sipil dan
Politik, melainkan juga ancaman terhadap hak – hak sosial,
maupun hak – hak budaya. Oleh karena itu, Komisi Hak – hak Asasi Manusia
mengadopsi DUHAM dan kemudian melengkapinya dengan dokumen yang
diadopsi dari sejumlah kovenan dan protokol, menjadi Kovenan Internasional
tentang Hak – hak Ekonomi, Sosial dan Kebudayaan, diadopsi pada
16 Desember 1975 dan berlaku 3 Januari 1976. 16
Berkaitan dengan adanya perlindungan terhadap HAM dalam bidang
ekonomi, sosial dan budaya yang salah satunya mencakup perlindungan
terhadap HAM untuk memperoleh manfaat atas hasil karya cipta khususnya
karya cipta lagu, maka dipandang perlu untuk menumbuhkan kesadaran pada
masyarakat akan arti pentingnya perlindungan hukum terhadap pengetahuan
tradisional yang apabila dikembangkan dapat menghasilkan karya cipta
yang bermanfaat.
Perlindungan
terhadap
pengetahuan
tradisional
termuat
dalam
Kovenan Internasional Tentang Hak – hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
khususnya dalam Pasal 15 menentukan :
(1) Negara peserta Kovenan ini mengakui hak tiap orang :
a.
Untuk ikut mengambil bagian dalam kehidupan kultural;
b. Untuk menikmati manfaat kemajuan ilmiah dan aplikasinya;
15
Richard P. Claude, “Comparative Rights Research : Some Intersections Between Law And
The Social Sciences, dalam Richard P. Claude, Edited, Comparative Human Rights,
The Johns Hopkins University Press, London, hal 384
16
Raditya Permana, 2007, “Perlindungan Hak Asasi Manusia Terhadap Pengetahuan
Tradisional Di Indonesia”, dalam H. Muladi, Editor, Hak Asasi Manusia (Hakekat, Konsep
dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat), PT. Refika Aditama, Bandung,
hal 191
19
c.
Untuk mendapat keuntungan dari perlindungan kepentingan
moral dan material yang berasal dari hasil ilmiah, pemberantasan
buta huruf ataupun benda artistik apapun yang ia ciptakan.
(2) Langkah – langkah yang diambil negara peserta dalam kovenan ini
adalah untuk mencapai realisasi penuh dari hak ini, sebaiknya meliputi
langkah – langkah penting untuk konservasi, perkembangan dan
penyebaran ilmu dan budaya;
(3) Negara peserta dalam kovenan ini berusaha untuk menghargai
kebebasan yang sangat diperlukan untuk penelitian ilmiah dan aktivitas
kreatif;
(4) Negara peserta dalam kovenan ini mengakui manfaat yang timbul dari
dorongan dan perkembangan kontak internasional dan kerja sama dalam
bidang ilmiah dan kultural.
Pasal 15 menjamin HKI terhadap penemu, seniman, dan penulis,
sehingga mereka mendapatkan keuntungan dari nilai ekonomi dan kultural
yang berasal dari ciptaan dan inovasi mereka. Tujuan dari Pasal 15 ini dapat
dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1 dan Pasal 25 Kovenan.
Pasal 1 memuat hak penduduk untuk menentukan nasib sendiri.
Pasal ini menentukan :
(1)
Semua
penduduk
memiliki
hak
menentukan
nasib
sendiri.
Berdasarkan hak tersebut, mereka bebas menentukan status politik dan
mengembangkan hak ekonomi, sosial dan kultural mereka;
20
(2)
Semua orang dapat mengatur dengan bebas kekayaan alam dan sumber
mereka tanpa perasaan takut terhadap kewajiban apapun yang muncul
dari kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan pada prinsip
keuntungan timbal balik dan hukum internasional. Dalam kasus
apapun, manusia tidak boleh dicabut dari sarana subsistensinya sendiri;
(3)
Negara peserta dalam kovenan ini hendaknya mendorong realisasi
hak penentuan nasib sendiri, dan sebaiknya menghargai hak tersebut,
sesuai dengan ketetapan Piagam PBB.
Pasal 25 menentukan Hak tiap orang untuk mengendalikan
penggunaan sumber – sumber alam, bahwa tidak ada isi dalam Kovenan ini
dapat diinterpretasikan sebagai penghalangan hak yang melekat pada semua
orang untuk menikmati dan memanfaatkan kekayaan alam secara penuh dan
bebas. Ketiga pasal ini mendukung pengenalan dan pemeliharaan pengetahuan
tradisional yang telah dibentuk dari generasi ke generasi oleh penduduk
pribumi dan minoritas.
Sularto menyatakan keberhasilan pelaksanaan upaya hukum sebagai
instrumen pemberdayaan budaya hukum dalam perlindungan HAM
di Indonesia ditentukan oleh kesinergisan beberapa aspek yang ada
didalamnya baik berupa aspek substansial, struktural, maupun kultural.
Penghormatan dan perlindungan HAM melalui penyelesaian pelanggaran
HAM dapat dilaksanakan tidak saja mengedepankan Institusi Pengadilan,
tetapi pemberdayaan institusi lain seperti Komisi Nasional HAM, Komisi
Kebenaran Dan Rekonsiliasi serta berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat
yang ada. Terpenuhinya peran berbagai institusi tersebut merupakan wujud
dari perlindungan HAM sebagai prakondisi dari pembangunan masyarakat.17
17
R.B. Sularto, 2007, “Upaya Hukum Sebagai Instrumen Pemberdayaan Budaya Hukum
(Dalam Perlindungan HAM Di Indonesia, dalam H. Muladi, Editor, Hak Asasi Manusia
(Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat), PT. Refika
Aditama, Bandung, hal 273
21
Keberhasilan suatu peraturan perundang – undangan bergantung
kepada penerapan dan penegakannya. Penegakan hukum akan berjalan dengan
baik apabila didukung oleh peraturan perundang – undangan yang mampu
mengatasi setiap persoalan hukum yang dihadapi masyarakat sehingga dari
ketentuan tersebut diharapkan mampu mewujudkan tujuan hukum.
Dalam setiap peraturan perundang – undangan di Indonesia,
asas hukum menjadi landasan lahirnya suatu peraturan. Asas hukum ini
sifatnya abstrak sehingga perlu dikonkretkan dalam bentuk norma agar bisa
diterapkan dalam kehidupan masyarakat.
Herlien mengemukakan bahwa asas – asas hukum adalah pandangan
yang harus diperhitungkan dalam menerapkan perundang – undangan.
Asas ini membentuk lingkup pemikiran dalam aturan hukum yang
diberlakukan. Asas hukum terikat pada masyarakat tertentu dan pada
pengejawantahan historisnya.18
Pendapat J.J.H.Bruggink diterjemahkan oleh Arief Sidharta
mengemukakan bahwa asas hukum berfungsi baik didalam maupun
dibelakang sistem hukum positif. Asas hukum dapat berfungsi demikian
karena berisi ukuran nilai. Sebagai kaidah penilaian, asas hukum mewujudkan
kaidah hukum tertinggi dari suatu sistem hukum positif. Asas – asas hukum
itu adalah fondasi dari sistem tersebut. Asas hukum mengemban fungsi ganda
yaitu sebagai fondasi dari sistem hukum positif dan sebagai batu uji kritis
terhadap sistem hukum positif.19
Salah satu nilai – nilai yang diyakini kebenarannya oleh bangsa
Indonesia adalah nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila. Setiap nilai –
nilai tersebut termuat dalam sila – silanya yang bisa dijadikan pedoman
bertindak oleh penyelenggara negara agar dalam bertindak tetap sesuai dengan
aturan yang ada.
18
Herlien Budiono, 2006, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, hal 91
19
J.J.H. Bruggink terjemahan Arief Sidharta, 1999, Refleksi Tentang Hukum, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, hal 132
22
Kaelan beranggapan bahwa Pancasila sebagai dasar filsafat Negara
Indonesia mengandung konsekuensi setiap aspek penyelenggaraan negara dan
semua sikap serta tingkah laku bangsa Indonesia dalam bermasyarakat dan
bernegara harus berdasarkan pada nilai – nilai Pancasila. Nilai – nilai tersebut
perlu dijabarkan lebih lanjut menjadi norma – norma kenegaraan maupun
norma – norma moral yang harus dilaksanakan dan diaktualisasikan
oleh setiap warga negara Indonesia.20
Setiap sila – sila Pancasila merupakan kesatuan yang saling berkaitan
satu dengan lainnya dan tidak dapat dipisahkan. Keberlakuan Pancasila dalam
penyelenggaraan negara harus didukung oleh sikap mental aparatur negara
agar dalam penerapan nilai – nilai tersebut tidak menyimpang dari ketentuan.
Pancasila merupakan produk hukum tertinggi yang seyogyanya dijadikan
landasan dalam setiap pembentukan produk hukum dibawahnya agar selalu
mengedepankan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi atau golongan
Todung Mulya Lubis menyatakan : It is evident from such statements
that Pancasila has been used both to support and to undermine human rights
in Indonesia. Regrettably, references to Pancasila have not been followed by
substansive discussions on what Pancasila does in fact mean in relation to
human rights. The lack of an authoritative definition lends it self to the
conclusion that what has been happening is a process of mystification of
Pancasila.21
Jika diterjemahkan pernyataan tersebut bermakna adalah suatu
kenyataan dari pernyataan bahwa Pancasila telah digunakan baik untuk
mendukung dan untuk merusak hak – hak asasi manusia di Indonesia.
Disesalkan, referensi – referensi pada Pancasila tidak diikuti oleh diskusi
substansif pada apa yang Pancasila kerjakan atau lakukan pada kenyataan
pada hubungan terhadap hak asasi manusia. Kelemahan dari definisi autoritatif
20
Kaelan, 2002, Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, Paradigma,
Yogyakarta, hal 240
21
Todung Mulya Lubis, 1993, In Search Of Human Rights, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, hal 8
23
memberi kemungkinan untuk kesimpulan yang mana telah terjadi adalah suatu
proses mistifikasi/membingungkan Pancasila.
Terkait dengan pembentukan produk hukum dalam bidang Hak Cipta
maka diperlukan kesesuaian dengan sistem hukum yang dianut oleh suatu
negara agar mampu mengatasi setiap persoalan yang terjadi dalam bidang
karya cipta. Sistem hukum negara yang satu belum tentu dapat diterapkan
dalam sistem hukum negara lain karena masing – masing negara mempunyai
sistem hukum yang memiliki ciri khas sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan masyarakat dinegara yang bersangkutan.
Pendapat Kees Schuit dikutip oleh J.J.H.Bruggink dan diterjemahkan
oleh Arief Sidharta menyatakan sistem hukum terdiri atas tiga unsur yang
memiliki kemandirian tertentu (memiliki identitas dengan batas – batas yang
relatif) yang saling berkaitan. Unsur – unsur yang mewujudkan sistem hukum
itu adalah :
1. Unsur idiil, terbentuk oleh sistem makna dari hukum yang terdiri atas
aturan, kaidah dan asas. Unsur inilah yang oleh para yuris disebut
sistem hukum.
2. Unsur operasional terdiri atas keseluruhan organisasi dan lembaga,
yang didirikan dalam suatu sistem hukum.
3. Unsur aktual adalah keseluruhan putusan dan perbuatan konkret yang
berkaitan dengan sistem makna dari hukum, baik dari pengemban
jabatan maupun dari para warga masyarakat yang didalamnya terdapat
sistem hukum.22
22
J.J.H. Bruggink terjemahan Arief Sidharta, 1999, Op. Cit, hal 140
24
Hukum merupakan sarana yang dapat menghalangi penguasa untuk
bertindak sewenang – wenang karena mengatur batas – batas kebebasan antara
individu dan penguasa dalam berinteraksi. Dengan adanya pembatasan yang
tegas terkait tindakan apa yang dibolehkan dan tindakan apa yang dilarang
diharapkan dapat mewujudkan tujuan hukum yaitu kepastian hukum,
keadilan dan kemanfaatan.
Menurut Friedman seperti dikutip oleh Ade Maman menyatakan
sistem hukum merupakan suatu sistem yang meliputi substansi, struktur
dan budaya hukum. Struktur hukum merupakan institusionalisasi kedalam
entitas – entitas hukum. Hukum memiliki elemen pertama dari sistem hukum,
tatanan kelembagaan dan kinerja lembaga. Yang dimaksud dengan substansi
adalah aturan, norma dan pola perilaku manusia yang berada dalam sistem itu.
Substansi tidak hanya terbatas pada persoalan hkum yang tertulis (law books),
tetapi juga termasuk living law atau hukum yang berlaku dan hidup dalam
masyarakat. Budaya hukum adalah sikap – sikap dan nilai – nilai yang
berhubungan dengan hukum.23
Pengertian sistem hukum dalam konteks Indonesia dinyatakan oleh
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dikutip oleh Satya Arinanto
menyatakan sistem hukum terdiri dari elemen – elemen sebagai berikut :
23
Ade Maman Suherman, 2004, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hal 11
25
1. Materi hukum (tatanan hukum) terdiri dari perencanaan hukum,
pembentukan hukum, penelitian hukum, pengembangan hukum.
2. Aparatur hukum, mereka yang memiliki tugas dan fungsi penyuluhan
hukum, penerapan hukum, penegakan hukum dan pelayanan hukum.
3. Sarana dan prasarana hukum yang meliputi hal – hal bersifat fisik.
4. Budaya hukum yang dianut oleh masyarakat termasuk para pejabatnya.
5. Pendidikan hukum.24
Fungsi
sistem
hukum
adalah
menjaga
atau
mengusahakan
keseimbangan tatanan dalam masyarakat. Didalam sistem hukum terjadi
interaksi antara
unsur – unsur atau bagian – bagian. Interaksi ini
memungkinkan timbulnya konflik. Konflik ini bisa terjadi antara peraturan
perundang – undangan yang satu dengan peraturan perundang – undangan
yang lain, antara peraturan perundang – undangan dengan putusan pengadilan,
antara
peraturan
perundang
–
undangan
dengan
hukum
kebiasaan
dan lain sebagainya.
Sudikno menyatakan sistem hukum tidak menghendaki adanya konflik
antara unsur – unsur atau bagian – bagian, kalau terjadi konflik tidak akan
dibiarkan berlarut – larut. Hal ini secara konsisten diatasi oleh sistem hukum
dengan menyediakan asas – asas hukum. Sistem hukum bersifat lengkap,
yaitu melengkapi kekosongan, kekurangan dan ketidakjelasan hukum
dengan cara penemuan hukum. Jadi setiap sistem hukum mempunyai
konsep fundamental.25
Sudikno juga berpendapat bahwa penemuan hukum lazimnya adalah
proses pembentukan hukum oleh hakim, atau aparat hukum lainnya
yang ditugaskan untuk penerapan peraturan hukum umum pada peristiwa
hukum konkrit. Penemuan hukum adalah proses konkretisasi atau
individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan
mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu. Menemukan hukum
24
Ibid, hal 14
Sudikno Mertokusumo, 2007, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
hal 26
25
26
merupakan karya manusia dan ini berarti antara lain bahwa setiap penerapan
hukum selalu didahului oleh seleksi subyektif mengenai peristiwa – peristiwa
dan peraturan – peraturan yang relevan. Penerapan berarti merumus ulang
suatu peraturan abstrak untuk peristiwa konkrit.
Dalam konteks sistem hukum di Indonesia dikenal tiga sistem hukum
yaitu hukum nasional, hukum Islam dan hukum adat. Seyogyanya ketiga
sistem hukum tersebut memuat norma yang saling bersesuaian agar tidak
terjadi pertentangan. Termasuk dalam hal pembentukan pengaturan tentang
HAKI khususnya Hak Cipta.
1.5.2. Teori Perbandingan Hukum
Dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu negara, diperlukan adanya
peraturan tegas dan jelas yang mengatur mengenai hak – hak dan kewajiban kewajiban yang dimiliki oleh penguasa sebagai pihak yang menjalankan
roda pemerintahan. Setiap peraturan yang dibentuk tidak boleh bertentangan
dengan konstitusi di negara tersebut. Substansi konstitusi berisi hal – hal yang
diyakini kebenarannya sehingga wajib ditaati oleh seluruh masyarakat yang
bersangkutan.
Konstitusi antara negara yang satu berbeda dengan konstitusi negara
lain karena terbentuknya konstitusi dalam suatu negara merupakan cerminan
dari keadaan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan, baik bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. Namun secara garis besar
substansi pokok setiap konstitusi suatu negara sama yaitu mengedepankan
jaminan perlindungan HAM masyarakat dinegara tersebut.
Membandingkan hukum negara yang satu dengan negara yang lain
tidak hanya bertujuan membahas mengenai perbedaan dan persamaan
27
sistem hukumnya saja, namun juga mempunyai manfaat untuk membantu
memberikan masukan dalam rangka pembentukan hukum nasional agar
lebih baik kedepannya.
Pendapat Tim Koopmans seperti dikutip oleh Dewa Atmadja
mengemukakan empat manfaat studi perbandingan yaitu :
1. Dengan mempelajari sistem hukum negara lain akan dapat
memperbaiki kualitas sistem hukum negara kita sendiri;
2. Melalui studi perbandingan hukum akan dapat dijelaskan konsep –
konsep yang tidak dipahami atau pengertian yang kurang jelas;
3. Visi yang idealis melalui perbandingan hukum sebagai instrumen
yang akan menumbuhkan saling pengertian antar bangsa yang
bermanfaat untuk mewujudkan perdamaian dunia;
4. Berdasar pada pertimbangan pendidikan, seseorang hanya akan
dapat mengerti suatu sistem hukum apabila memahami pula sistem
hukum yang berbeda – beda melalui studi perbandingan.26
Salah
satu
manfaat
yang
diperoleh
dari
mempelajari
studi
perbandingan hukum negara lain yaitu dapat memotivasi pembentuk peraturan
di negara kita untuk lebih selektif di dalam pembentukan hukum dengan tetap
mengutamakan perlindungan HAM. Karena salah satu ciri dianutnya
konsep Negara Hukum ialah adanya jaminan perlindungan HAM terhadap
warga negaranya. Mengadopsi ketentuan hukum negara lain untuk diterapkan
26
I Dewa Gede Atmadja, 2006, Hukum Konstitusi (Perubahan Konstitusi Sudut Pandang
Perbandingan), Bali Aga, Denpasar, hal 4
28
di Indonesia bisa saja dilakukan, namun tetap harus disesuaikan dengan
nilai – nilai yang berlaku di Indonesia.
Ade Maman Suherman menyatakan perbandingan sistem hukum
ditujukan untuk memperoleh suatu pemahaman yang comprehensive tentang
semua sistem hukum yang eksis secara global yaitu :
a. Manfaat Internal yaitu dengan mempelajari perbandingan sistem
hukum dapat memahami potret budaya hukum negaranya sendiri dan
mengadopsi hal – hal yang positif dari sistem hukum asing guna
pembangunan hukum nasional;
b. Manfaat Eksternal yaitu dengan mempelajari perbandingan sistem
hukum, baik individu, organisasi maupun negara dapat mengambil
sikap yang tepat dalam melakukan hubungan hukum dengan negara
lain yang berlainan sistem hukumnya;
c. Untuk kepentingan harmonisasi hukum dalam pembentukan
hukum supranasional.27
Soeroso berpendapat bahwa hukum adalah gejala sosial dan
merupakan bagian dari kebudayaan bangsa. Tiap bangsa mempunyai
kebudayaan sendiri yang berbeda dengan kebudayaan bangsa lainnya dan
akhirnya membuahkan hukum tersendiri, sehingga sistem hukum dari negara
yang satu akan berbeda dengan sistem hukum negara yang lain.28
Menurut Tahir Tungadi seperti dikutip oleh Soeroso dalam
perbandingan hukum dapat dipergunakan:
1. Metode perbandingan hukum penalaran (Descriptive Comparative Law)
yaitu memberikan suatu ilustrasi deskriptif tentang bagaimana suatu
peraturan hukum itu diatur di dalam berbagai sistem hukum tanpa
adanya penganalisaan lebih lanjut;
2. Metode perbandingan hukum terapan (Applied Comparative Law) yaitu
mempergunakan hasil perbandingan hukum deskriptif untuk memilih
mana dari pranata – pranata hukum yang diteliti itu paling baik serta
cocok untuk diterapkan. Metode ini digunakan untuk kepentingan
27
28
Ade Maman Suherman, 2004, Op. Cit, hal 19
Soeroso, 2007, Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, hal 21
29
lembaga – lembaga legislatif untuk menyusun rancangan undang –
undang, oleh pengacara dan notaris untuk pembuatan kontrak,
oleh hakim untuk menjatuhkan keputusan – keputusan yang tepat atau
oleh pemerintah untuk mengambil putusan yang adil.
3. Metode perbandingan hukum sejarah (Comparative History Of Law)
berkaitan dengan sejarah sosiologi hukum, antropologi hukum dan
filsafat hukum;
4. Perbandingan hukum modern telah menggunakan metode kritis, realitis
dan tidak dogmatis. Kritis bermakna tidak mementingkan perbedaan atau
persamaan dari berbagai sistem hukum semata, realistis bermakna
perbandingan hukum bukan saja meneliti perundang – undangan,
keputusan pengadilan atau doktrin, tidak dogmatis bermakna karena
perbandingan hukum tidak hendak terkekang dalam kekakuan dogma –
dogma seperti yang sering terjadi pada tiap – tiap tata hukum.29
Hans Kelsen diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien berpendapat bahwa
ciri pertama yang lazim dijumpai pada hukum ialah bahwa semua tatanan itu
merupakan tata perilaku manusia. Ciri kedua adalah bahwa semua tatanan itu
merupakan tatanan pemaksa. Ini berarti bahwa semua tatanan itu bereaksi
terhadap kejadian – kejadian tertentu yang dianggap sebagai sesuatu yang
tidak dikehendaki karena merugikan masyarakat.30
Teori perundang – undangan mengajarkan bahwa dalam suatu proses
pembangunan atau masa transisi maka misi pokok suatu rancangan undang –
undang (RUU) terletak pada penyaluran perilaku pihak yang dituju.
Oleh karena itu, undang – undang berfungsi sebagai alat utama pemerintah.
Suatu RUU pada dasarnya bertujuan untuk mengubah suatu perilaku
bermasalah dengan menginstruksikan pihak yang dituju tentang bagaimana
mereka harus berperilaku.31
29
Ibid, hal 40
Hans Kelsen diterjemahkan Raisul Muttaqien, 2007, Teori Hukum Murni : Dasar – dasar
Ilmu Hukum Normatif, Nusamedia dan Nuansa, Bandung, hal 37
30
30
Menurut Ann Seidman seperti diterjemahkan Johannes Usfunan dkk
menyatakan wewenang penyusunan RUU harus berhati – hati dalam
menangani RUU yang bertujuan memberikan wewenang kepada lembaga –
lembaga selain badan legislatif untuk membuat peraturan, sehingga diperlukan
kecerdikan agar dapat memastikan bahwa terdapat ketentuan yang pasti dalam
membatasi keleluasaan lembaga dalam memutuskan kapan dan bagaimana
membuat peraturan, dan mewajibkan lembaga tersebut membuat peraturan –
peraturan melalui prosedur yang terbuka, transparan dan dapat dipertanggung
jawabkan.32
1.5.3. Reward Theory
Reward Theory yaitu pengakuan terhadap karya intelektual yang
telah dihasilkan oleh seseorang sehingga kepada penemu atau pencipta
ataupun pendesain harus diberi penghargaan sebagai imbalan atas
upaya – upaya kreatif dalam menemukan atau menciptakan karya – karya
intelektual tersebut.33
Eddy Damian mengungkapkan suatu ciptaan mempunyai manfaat bagi
kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi sehingga menimbulkan
adanya tiga macam konsepsi :
1. Konsepsi kekayaan;
2. Konsepsi hak;
3. Konsepsi perlindungan hukum.34
Tamotzu menguraikan meski ada orang yang mengatakan bahwa
Hak Cipta sulit dipahami, Hak Cipta itu sebenarnya sangat sederhana.
Undang - Undang Hak Cipta, yang terdiri dari aturan - aturan yang wajar,
masuk akal dan dapat diterima setiap orang, misalnya aturan bahwa kita harus
menghormati apa yang telah dihasilkan orang lain dengan susah payah,
bahwa kita meminta ijin terlebih dahulu jika hendak menggunakan suatu
ciptaan dan bahwa kita setuju untuk membayar sejumlah uang tertentu untuk
penggunaan suatu ciptaan.35
Dengan menghargai hasil karya seseorang tentu kita sudah
menghormati HAM orang lain khususnya hak untuk memperoleh manfaat dari
31
Ann Seidman dkk diterjemahkan oleh Johanes Usfunan, 2002, Penyusunan Rancangan
Undang – Undang Dalam Perubahan Masyarakat Yang Demokratis : Sebuah Panduan Untuk
Pembuat Rancangan Undang – Undang, Business Advisory Indonesia University of San
Fransisco School of Law Indonesia Program,hal 289
32
Ibid, hal 359
33
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desai Industri Di Indonesia, PT. Garuda Widiasarana
Indonesia, Jakarta, hal 44
34
Eddy Damian I, 2003, Op.Cit, hal 18
35
Tamotzu Hozumi, 2006, Asian Copyright Handbook, Asian Cultural Centre for UNESCO
dan Ikatan Penerbit Indonesia, Jakarta, hal 5
31
hasil ciptaannya. Setiap orang yang mempunyai karya cipta seyogyanya
diberikan penghargaan berupa pengakuan atas hasil ciptaannya baik dalam
bentuk materi ataupun dalam bentuk piagam penghargaan. Penghargaan ini
merupakan salah satu bentuk manfaat yang layak diperoleh oleh pencipta atas
hasil usahanya selama ini untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi
orang lain maupun untuk dirinya sendiri.
Menurut David I Bain Bridge seperti dikutip oleh Muhamad Djumhana
menyatakan bahwa (Intelectual Property) Hak Kekayaan Intelektual adalah
hak atas kekayaan yang berasal dari karya intelektual manusia, yaitu hak yang
berasal dari hasil kreatif yaitu kemampuan daya pikir manusia yang
diekspresikan dalam berbagai bentuk karya, yang bermanfaat serta berguna
untuk menunjang kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi.36
Hak kekayaan intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda
bersumber dari hasil kerja otak dan hasil kerja rasio.37
Budi Agus Riswandi mengungkapkan suatu Hak Cipta eksis pada saat
pencipta mewujudkan idenya dalam suatu bentuk berwujud. Dengan adanya
wujud dari suatu ide, suatu ciptaan lahir. Ciptaan yang dilahirkan
dapat diumumkan (to make publik/openbaarmaken). Suatu ciptaan yang
tidak diumumkan, Hak Ciptanya tetap pada pencipta.38
Doktrin perlindungan Hak Cipta yang dikemukakan pada Tahun 1996
oleh WIPO melahirkan WIPO Copyright Treaty. Dalam doktrin tersebut
36
Muhamad Djumhana II, 2003, Op. Cit, hal 21
OK.Saidin, 2004, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right),
Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 9
38
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, 2005, Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya
Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,selanjutnya disebut Budi Agus Riswandi III, hal 9
37
32
terdapat Making Available Right sebagai salah satu hak yang dimiliki
oleh pencipta disamping hak ekonomi, hak moral, dan hak eksklusif lainnya.39
Muhamad Djumhana mengungkapkan Making Available Right adalah
hak eksklusif seorang pencipta, performence, dan produsen phonogram.
Hak milik memiliki kewenangan melarang disiarkannya suatu karya
serta produknya dalam jaringan interaktif, seperti internet yang bersifat umum
ataupun jaringan terbatas yang untuk mendapatkan aksesnya harus membayar.
Alasan diperkenalkannya hak ini selain untuk melawan pembajakan,
juga disebabkan berkembangnya penayangan musik atau karya cipta lainnya
dalam bentuk digital yang ditayangkan dalam suatu jaringan, seperti internet
atau dalam bentuk ringtone yang dipakai pada hand phone. Tumbuhnya hak
ini dirasakan penting bagi si pemilik atau pemegang hak cipta untuk dapat
mengontrol serta untuk mendapatkan nilai ekonomis dari hak yang
dimilikinya40.
Meskipun telah ada peraturan yang mengatur mengenai Hak Kekayaan
Intelektual namun pelanggaran tetap saja terjadi, padahal setiap negara sudah
mempunyai sistem perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual yang
telah diatur dalam undang - undang nasional. Di sisi lain, konvensi - konvensi
Internasioanl yang terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual seperti
Konvensi Paris dan traktat - traktat yang memiliki prinsip Hak Kekayaan
Intelektual yang bersifat independen, juga diadopsi oleh undang - undang
nasional yang berlaku di negara bersangkutan.
Pada saat ini persetujuan TRIPs telah mewajibkan negara - negara
anggotanya untuk mengambil langkah - langkah hukum atau penegakan atas
pelanggaran - pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual sebagai standar minimal
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Walaupun begitu sejumlah kerugian
sebagai akibat dari masalah perbanyakan lagu tanpa sepengetahuan
penciptanya yang dianggap sebagai salah satu jenis kasus pelanggaran
39
Muhamad Djumhana, 2006, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, selanjutnya disebut Muhammad Djumhana I, hal 40
40
Ibid, hal 41
33
Hak Kekayaan Intelektual telah menunjukan peningkatan yang sangat berarti
belakangan ini diseluruh dunia.
Jadi perlindungan Hak Cipta ini diberikan terhadap ciptaan yang
berwujud atau berupa ekspresi yang dapat dilihat, dibaca, didengar
dan sebagainya. Hak Cipta tidak melindungi ciptaan yang masih berupa ide.
Oleh karena itu agar suatu ciptaan dapat dilindungi, maka ciptaan itu harus
diekspresikan terlebih dahulu dan sejak telah diekspresikan dalam bentuk
yang khas dan bersifat pribadi, sejak saat itu pula ciptaan itu sudah dilindungi.
1.6. Metode Penelitian
Kartini Hartono mengungkapkan, metode penelitian adalah cara – cara
berpikir dan berbuat yang dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan
penelitian guna mencapai tujuan penelitian.41
Menyimak pendapat tersebut diatas, dapat dikaji bahwa penelitian
merupakan
kegiatan
yang
bertujuan
menemukan
kebenaran
dengan
menggunakan bahan – bahan hukum yang berkaitan dengan penelitian
yang ditulis. Kegiatan penelitian ini dilakukan secara sistematis dan terencana
agar
mampu
menemukan
kebenaran
ilmiah
yang
akan bermanfaat
sebagai bahan masukan khususnya bagi pembuat kebijakan agar kebijakan
yang dibentuk nantinya sesuai dengan perasaan keadilan masyarakat.
1.6.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif yaitu hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam
peraturan perundang – undangan ( law in books ) atau hukum dikonsepkan
sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang
dianggap pantas.42
41
Kartini Hartono, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum, dalam
Hilman Hadikusuma, Mandar Maju, Bandung, hal 58
34
Dalam penelitian ini dilakukan penelitian terhadap UUD NRI 1945,
UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM, UU No 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta dan UU Hak Cipta Singapura. Kajian terhadap
UU No 19 Tahun 2002 tersebut karena ada permasalahan hukum yang timbul
yaitu norma kosong. Kekosongan norma ini diteliti dengan menggunakan
perbandingan hukum dengan UU Hak Cipta Singapura khususnya tentang
penggandaan karya cipta lagu.
1.6.2. Jenis Pendekatan
Dalam penelitian ini, jenis pendekatan yang digunakan adalah sebagai
berikut :
1. Pendekatan perundang – undangan (statute approach), maksudnya adalah
pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah peraturan perundang –
undangan43 yang berkaitan dengan hak cipta khususnya penggandaan
karya cipta lagu.
2. Pendekatan analisis konsep hukum (analytical and conceptual approach),
maksudnya adalah mempelajari pandangan dan doktrin yang berkembang
di dalam ilmu hukum sehingga akan melahirkan konsep hukum yang
relevan dengan isu yang dihadapi.44
3. Pendekatan perbandingan ( comparative approach) yaitu dengan memakai
unsur – unsur sistem hukum sebagai titik tolak perbandingan.
Sistem hukum mencakup tiga unsur pokok, yakni :
a. struktur hukum yang mencakup lembaga – lembaga hukum
b. substansi hukum yang mencakup perangkat kaidah atau perilaku
teratur.
42
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hal 118
43
Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, hal 93
44
Ibid, hal 95
35
c. Budaya hukum yang mencakup perangkat nilai – nilai yang dianut.
1.6.3. Sumber Bahan Hukum
Soerjono Soekanto menyatakan bahan hukum yang digunakan dalam
penelitian hukum normatif terdiri dari dua bentuk, yaitu bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder.45
Terkait dengan penelitian ini digunakan bahan hukum primer yaitu
peraturan perundang – undangan yang terdiri dari UU No 39 Tahun 1999
Tentang HAM dan UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Disamping itu
akan dilakukan kajian dengan menganalisis UU Hak Cipta Singapura untuk
bisa melakukan studi komparatif dalam kaitan dengan pengaturan hak cipta
khususnya penggandaan karya cipta lagu. Bahan hukum sekunder yang
digunakan berupa hasil karya dari kalangan ahli hukum.
1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan menggunakan
metode sistematis (sistem kartu), yaitu setelah mendapat semua bahan yang
diperlukan kemudia dibuat catatan mengenai hal – hal yang dianggap penting
bagi penelitian yang dilakukan.46
Sistem kartu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu kutipan
untuk mencatat atau mengutip sumber bahan hukum yang digunakan yang
45
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, selanjutnya disebut Soerjono Soekanto I, hal 13
46
Ibid, hal 52
36
berisi nama pengarang/penulis, judul buku, halaman dan mengutip hal – hal
yang dianggap penting agar bisa menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
1.6.5. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Teknik
konstruksi
yaitu
pembentukan
konstruksi
yuridis
dengan melakukan analogi dan pembalikan proposisi (acontario).
Dalam penelitian ini akan dikaji apakah penggandaan karya cipta
lagu melalui HP merupakan tindakan yang melanggar HAM.
2. Teknik argumentasi bahan hukum yaitu penilaian harus didasarkan
pada
alasan
Penalaran
–
hukum
dalam kenyataan.
alasan
yang
digunakan
bersifat
untuk
penalaran
hukum.
menerapkan
hukum
Download