optimalisasi pengelolaan sumberdaya air tanah

advertisement
J. Tek. Ling
Edisi Khusus “Hari Bumi”
Hal. 141 - 140
Jakarta, April 2012
ISSN 1441-318X
OPTIMALISASI PENGELOLAAN
SUMBERDAYA AIR TANAH
Samsuhadi
Perekayasa di Pusat Teknologi Lingkungan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
[email protected]
Sesungguhnya volume air laut didunia ini menempati 97% dari volume air diseluruh
dunia. Sisanya berupa air tawar yang terdiri atas air permukaan, air angkasa dan air
tanah. Sebagai manusia yang hidup didaratan dan membutuhkan air tawar se hari2nya,
harus memanfaatkan kurang dari 3% dari volume air total. Besaran kuantitatif air tawar
ini masih diganggu dengan ancaman pencemaran air sungai. Demikian juga dengan
kondisi air tanah yang juga rawan pencemaran. Akan tetapi badan air ini mempunyai
kemampuan untuk membersihkan diri secara alami.
Makalah ini menyajikan pemahaman secara matematika proses pemurnian pada sungai
(air permukaan) dan air tanah terhadap pencemaran yang terjadi
Kata kunci : Dissolved oxygen (DO), advection, dispersion, air permukaan, air tanah,
keseimbangan air
Abstract
Indeed, the volume of water in the world ocean occupies 97% of the volume of water in
the world. The rest are comprising freshwater surface water, air and ground water. As
human beings who live on land and in need of fresh water every day, must use less than
3% of the total water volume. Quantitatively freshwater is still plagued by the threat of
river water pollution. Likewise, groundwater conditions are also prone to contamination.
However, this water body has the ability to cleanse itself naturally.
This paper presents a mathematical understanding of the process of purification in rivers
(surface water) and groundwater to contamination that occurred
Key words: Dissolved oxygen (DO), advection, dispersion, surface water, groundwater,
water balance
Optimalisasi Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 141 - 150
141
1.PENDAHULUAN
Air adalah salah satu elemen kebutuhan
yang sangat penting yang diberikan oleh
alam untuk kelangsungan kehidupan, baik
flora, fauna maupun manusia. Secara
kuantitatif, air tawar yang tersedia cukup
untuk memenuhi kebutuhan kehidupan
diatas, masalahnya adalah distribusinya
yang tidak merata. Oleh karena pada
kenyataannya masalah utama pada
distribusi, keadaan ini menjadi isu utama
pada masalah pengelolaan sumber daya air.
Permasalahan air ini berkaitan dengan
masalah sosial, masalah lahan dan juga
masalah organisasi. Apalagi ditambah bahwa
air juga merupakan sumber bencana yang
sangat potensial. Maka tugas-tugas yang
dicakup oleh pengelolaan menjadi kompleks.
Untuk suatu sumber air yang spesifik
seringkali juga digunakan oleh lebih dari satu
macam keperluan dan juga kuantitasnya
pada waktu yang bersamaan. Karena
itu persoalan manajemen pengelolaan
sumber daya air menjadi manajemen multi
guna atau manajemen yang berdasarkan
atas kompromi penggunaan badan air itu
sendiri1).
Terlalu banyak, terlalu sedikit, terlalu
kotor. Itulah kesan yang sering terdengar
terhadap masalah air hampir diseluruh dunia.
Keadaan ini membangkitkan insentip untuk
perencanaan pengelolaan sumber daya
air. Untuk memenuhi kebutuhan terhadap
kuantitas dan kualitas air pada suatu waktu
dan tempat, para teknisi, ekonom, politikus,
ilmuwan, praktisi hukum, perancang dan
konservatoris berusaha untuk mencapai
suatu kesepakatan, pengalaman dalam
merancang, mengkonstruksi, memisahkan
dan mengoperasikan dan menerapkan
sistem dan gagasan yang sedemikian
demi mencapai sistem pengelolaan dan
pendistribusian sumberdaya air yang lebih
baik2).
Dorongan untuk merancang dengan
maksud meningkatkan pengendalian dari
setiap sumberdaya air atau badan air sering
142
dilakukan setelah terjadinya bencana,
seperti banjir, kekeringan, semakin beratnya
pencemaran, atau adanya wabah penyakit
karena media air (waterborne disease)
yang epidemik. Terjadinya krisis ini memicu
perancangan badan air, pembentukan
suatu institusi yang menangani persoalan
air, badan perancang, kelompok-kelompok
yang peduli air, dan kampanye yang dapat
membantu untuk merumuskan konsep dan
pengimplementasiannya. Para masyarakat
peduli lingkungan dan para konservatoris
juga bergabung untuk memberikan masukan
atas kebijakan investasi dalam pengelolaan
air ini. Keterlibatan kelompok ini tidak hanya
terbatas pada konservasi dan perlindungan
pada daerah-daerah spesifik, akan tetapi
juga pada skala jangkauan yang lebih luas
yakni nasional dan regional.
Secara substansial, badan air
digolongkan atas dua golongan besar
yakni air permukaan dan air tanah. Pada
skala mikro persoalan badan air ini tidak
hanya menyangkut fisik badan air itu
sendiri, misalnya kurangnya kuantitas dan
kualitas yang rendah, akan tetapi lebih dari
itu menyangkut juga sikap dan kepedulian
masyarakat terhadap air sebagai esensi
penting kebutuhan hidup. Isu yang paling
penting adalah bagaimana penjagaan agar
permasalahan kuantitas dan kualitas dapat
diatasi. Oleh karena itu perlu dipahami
perilaku dari air dari mulai proses penguapan
hingga presipitasi, merembes (infiltrasi)
kebawah tanah untuk menjadi air tanah,
mengalir hingga menjadi satu dengan laut
dan menguap kembali. Siklus ini dapat
digambarkan kedalam siklus hidrologi. Dari
pemahaman siklus hidrologi ini, dapat dilihat
gambaran menyeluruh tentang perjalanan
air, sehingga para perancang, pengambil
keputusan dan kelompok yang berkompeten
dapat menentukan lokasi-lokasi penting perlu
mendapat perhatian lebih atau melakukan
intervensi dan memfokuskan diri pada titiktitik rawan yang kemudian diimplementasikan
kedalam sistem pengelolaan air secara
terpadu.
Samsuhadi., 2012
2.
KESEIMBANGAN AIR GLOBAL
Air menempati bagian terbesar
dipermukaan bumi. Perkiraan jumlah air
dibumi ini seperti diperlihatkan pada tabel 1
dibawah ini3,4).
Jadi secara kuantitas terlihat bahwa
jumlah air dibumi ini mencukupi untuk
k e b u t u h a n k e h i d u p a n d u n i a . Ya n g
menjadi masalah adalah distribusinya dan
pencapaiannya.
Seperti diperlihatkan pada uraian
sebelumnya, bahwa volume air global
selalu tetap. Keseimbangan air ini dapat
diperlihatkan secara matematis seperti
dibawah ini (Baumgartner dan Richer,
1975)5) :
P = E + D (1)
Dimana :
P = presipitasi,
E = penguapan dan
D = runoff
Secara parsial, rumus (1) diatas
diuraikan menjadi keseimbangan air dizona
laut dan zona darat. Untuk zona laut,
keseimbangan air dapat diperlihatkan seperti
dibawah ini :
DS = ES – PS (2)
dimana DS adalah penguapan yang
terjadi dilaut yang ditransfer kedaratan, ES
adalah penguapan yang terjadi dilaut, dan
PS adalah presipitasi yang terjadi dilaut,
sedangkan untuk keseimbangan air didarat
dapat diperlihatkan seperti dobawah ini :
DL = EL – PL (3)
D i m a n a D L a d a l a h r u n o ff p a d a
didaratan, EL adalah penguapan didarat
dan PS adalah presipitasi didarat. Gambar
1 memperlihatkan keseimbangan tata air
secara diagramatis.
Tabel 1 Volume Air Global
Volume (km3)
Laut
Salju kutub, Glacier, Gunung Es
Air Tanah, Soil moisture
Danau dan Sungai
Atmosfer
TOTAL
Air Tawar
%
1.348.000.000
97.39
27.820.000
2.01
8.062.000
0.58
225.000
0.02
13.000
0.001
1.384.120.000
100.00
36.020.000
2.60
Air Tawar secara persentase
Salju kutub, Glacier, Gunung Es
Air Tanah hingga kedalaman 800 m
Air Tanah kedalaman dari 800 hingga 4000 m
77.23
9.86
12.35
Soil Moisture
0.17
Danau (air tawar)
0.35
Sungai
0.003
Mineral bumi
0.001
Tumbuh2an, binatang, manusia
0.003
Atmosfer
0.04
TOTAL
100.00 %
Sumber : Baumgartner dan Reichel (1975:14)
Optimalisasi Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 141 - 150
143
Untuk skala mikro, pengelolaan air
didarat tergantung pada karakteristik tanah.
Struktur geologi menentukan perilaku air
permukaan permukaan maupun air tanah.
Tanah yang mempunyai morfologi yang
berbatu dan kedap air, menghasilkan
runoff yang lebih tinggi daripada tanah
yang berpasir. Demikian juga dengan air
tanahnya. Untuk aquifer yang mengandung
pasir yang tinggi menghasilkan aliran air
tanah yang cepat dan mempunyai daya
tampung yang lebih banyak, sehingga air
dapat disimpan lebih lama.
Pada skala daerah tangkapan, dimana
daya simpan air sangat tergantung pada
tutupan lahan, maka modifikasi lahan
menjadi sangat sensitif terhadap pola tata air.
Perbedaan yang ekstrim dapat diperlihatkan
pada hutan yang lebat dan yang gundul.
Gambar 1 : Keseimbangan Tata Air Global
(Baumgartner dan Reichel, 1975)4,5)
3.
C ) - k1 B - kn N (4)
u dC
= u2( C5 -
dx
PENGARUH AKTIVITAS MANUSIA
PADA TATA AIR
Keseimbangan tata air tidak lepas
dari keseimbangan lingkungan secara
menyeluruh. Air merupakan bagian dari
lingkungan. Perilaku air selain dari pengaruh
fisik alam, seperti hujan, gempa, musim
panas dan musim dingin, tata air juga
sensitip terhadap perilaku manusia yang
C ( x) = C S (1 − e − k x / u ) + C 0 e − k x / u −
2
144
karena tuntutan jaman, aktivitas manusia
semakin beragam baik kuantitas maupun
kualitas.
Keadaan ini juga diperberat
dengan adanya pertumbuhan manusia
itu sendiri. Manusia berkembang biak
disertai dengan penggunaan lahan yang
bertambah. Pertambahan penduduk yang
juga penggunaan lahan dengan membuka
hutan, memotong bukit, menimbun lembah,
ini semua membawa dampak bagi proses
keseimbangan alam. Alam mempunyai
daya pemurnian secara diri sendiri apabila
terganggu keseimbangannya. Dalam proses
pemurnian diri ini alam membutuhkan waktu
dan tempat atau jarak. Sebelum populasi
manusia menjadi sebanyak sekarang ini,
alam cukup mempunyai ruang dan waktu
untuk memurnikan dirinya sendiri bila
keseimbangannya terganggu. Sehingga
persoalan lingkungan karena gangguan
badan air tidak menjadi kendala bagi aktivitas
alam dan mahluk lainnya. Alam punya banyak
waktu untuk pemurnian dirinya sendiri.
Streeter dan Pelph dalam model
pemurnian air sungai, merumuskan daya
pemurnian alam dengan menggunakan
indikator oksigen, yang terkenal dengan
konsep oxygen-sag nya. Sungai steady state
dengan DO C(x) pada jarak x km hilir, aliran
dengan sumber pencemar tunggal dapat
ditentukan dari persamaan diferensial6)
2
B0 k1
(e − k x / u
k 2 − k1
1
bila B dan N didefinisikan sebagai
B = B0 e k1x/u1 (5)
N= N0 e knx/u1 (6)
dan substitusikan persamaan (5) dan (6)
kedalam persamaan (4) untuk B dan N, maka
persamaan baru (7) ini dapat menjawab DO,
C(x) :
N k
−k x / u
−e
) − 0 n (e − k x / u − e − k x / u ) (7)
k2 − kn
2
Samsuhadi., 2012
n
2
Hasil perhitungan persamaan (7)
diatas diplotkan kedalam suatu grafik yang
diperlihatkan seperti dibawah ini
secara vertikal menembus pori pori tanah
kedalam lapisan tak jenuh (unsaturated
zone). Kepekatan konsentrasi larutan
selama aliran dikendalikan oleh faktor-faktor
fisik, yakni proses pencampuran dalam
pori-pori tanah dan proses kimiawi yakni
penurunan konsentrasi akibat sebagian
larutan diserap oleh butir-butir tanah. Dalam
perjalanannya larutan mengalir vertikal
kebawah hingga menyentuh permukaan air
tanah dangkal (unconfined aquifer). Begitu
menyentuh permukaan air tanah dangkal,
larutan bergerak bersama dengan air tanah
mengikuti arah aliran air tanah.
Dalam keadaan hujan, larutan yang
terdapat dipermukaan tanah sebagian
mengalir bersama dengan aliran permukaan
dan sebagian lagi mengalir kebawah,
merembes kedalam tanah melewati lapisan
tak jenuh (unsaturated zone). Bila hujan
berlangsung lama, lapisan tak jenuh ini
menjadi jenuh dan menjadi satu dengan
lapisan air tanah dangkal.
Untuk memahami proses
berlangsungnya aliran suatu larutan didalam
sistem air tanah baik larutan itu berupa
senyawa kimiawi, zat warna ataupun larutan
pencemar lainnya, maka larutan dianggap
sebagai suatu aliran masuk atau keluar dalam
suatu volume didalam suatu domain aliran
air tanah. Secara matematik pernyataan
konservasi masa untuk elemen volume
larutan ini dapat dituliskan sebagai berikut :
Proses fisik yang mengendalikan aliran
masuk atau keluar dari elemen volume
adalah proses advection dan hydrodynamic
dispersion 5). Kehilangan atau penambahan
masa larutan dalam elemen volume dapat
terjadi karena reaksi kimia atau biokimia atau
dekomposisi radioaktif.
Gambar 2 : DO sag yang terjadi pada titik outlet
pembuangan limbah pada sungai
(Chapra, 1997)6)
Dari gambar grafik diatas, dapat
disimpulkan bahwa zat pencemar yang
dibuang kesungai, DO dilokasi pembuangan
menurun drastis dititik kritis. Begitu tingkat
oksigen turun, oksigen dari atmosfer masuk
kedalam air untuk mengimbangi kehilangan
oksigen dalam air. Pada mulanya konsumsi
oksigen dalam air dan dalam sedimen memicu
reaerasi. Akan tetapi, setelah zat organik
berasimilasi dan tingkat oksigen jatuh, akan
terjadi dimana pengurangan oksigen dan
reaerasi menjadi seimbang. Pada titik ini,
titik terrendah tingkat oksigen akan dicapai.
Setelah itu reaerasi mendominasi dan tingkat
oksigen mulai naik. Disuatu tempat (x) dan
pada suatu waktu (t) konsentrasi oksigen
yang hilang akibat pencemaran itu akan pulih
kembali (recovery).
Peristiwa yang sama terjadi juga pada
sistem air tanah. Suatu larutan yang dibuang
secara sengaja atau tidak dipermukaan
tanah akan merembes masuk kedalam tanah
Perubahan masa
larutan dalam
elemen
=
Aliran larutan
keluar dari
elemen
−
Aliran larutan
masuk kedalam
elemen
±
Tambah/kurang
larutan akibat
reaksi
Optimalisasi Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 141 - 150
145
Advection adalah komponen pergerakan
larutan disebabkan transport aliran air tanah.
Diskripsi matematik dari dispersion hanya
terbatas pada material yang bersifat isotropis
terhadap property dispersi dari mediumnya.
Secara keseluruhan model transport (satu
dimensi) dari aliran larutan didalam sistem
air tanah dapat dituliskan sebagai berikut7)
∂C(8)
∂ 2C
∂C p ∂S
=D
−u
+
∂t
∂x 2
∂x
∈ ∂t
dimana :
C = konsentrasi larutan
S = larutan yang diserap (sorbed)
t = waktu
x = jarak
D = koefisien dispersi (hydrodynamic dispersion
coefficient)
u = kecepatan aliran advective
p = densitas dari sorbent
ε = porositas sorbent
Karena didalam air tanah larutan
bergerak secara vertikal, horizontal dua
arah (sumbu-x dan sumbu-y), seharusnya
persamaan (8) diatas harus dilengkapi
faktor-faktor arah gerakan diatas. Apabila
penurunan konsentrasi akibat reaksi kimia
juga diabaikan (kenyataannya kecil sekali),
maka model matematik aliran larutan dalam
tanah yang dituliskan dalam persamaan (8)
diatas ini menjadi :
aliran yang terus menerus dan uniform. Pada
gambar 3b larutan dituangkan secara berkala
(putus-putus). Begitu larutan mengalir
bersama aliran air, larutan ini menyebar
kesemua arah secara horizontal. Total masa
dari larutan tidak mengalami perubahan,
akan tetapi masa larutan yang menempati
volume pori-pori pasir meningkat. Gambar
3b ini juga menunjukkan bahwa zona larutan
membentuk bulatan elip begitu larutan
berjalan melewati sistem. Bentuk elip ini
terjadi karena proses mekanisme dispersi
terjadi secara anisotropies. Dispersi lebih
kuat pada arah aliran (dispersi longitudinal)
daripada arah berpotongan dengan garis
aliran (dispersi transversal)
Dispersi mekanik untuk arah transversal
adalah sangat lemah dibandingkan dengan
arah longitudinal. Akan tetapi untuk
kecepatan rendah dimana penyebaran
molekul (molecular diffusion) lebih dominan
dalam mekanisme dispersi, koefisien
longitudinal dan transversal hampir sama.
Keadaan ini bisa diilustrasikan pada gambar
4, yang menggambarkan koefisien dispersi
yang kecil dalam kecepatan aliran yang
rendah. Oleh karena dispersi mekanik dalam
arah transversal lebih lemah daripada arah
longitudinal, koefisien dispersi transversal
dibawah kendali penyebaran (diffusion)
hingga kecepatan aliran naik.
∂C
∂ 2C
∂C
=D
−u
2
∂t
∂x
∂x
(9)
Salah satu karakteristik dari proses
dispersif adalah menyebabkan penyebaran
larutan dalam arah aliran yang transversal
dan longitudinal. Ilustrasi secara skematik
untuk dua dimensi aliran horizontal
dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3a
mengilustrasikan pola aliran horizontal dua
dimensi yang dihasilkan dari eksperimentasi
dengan menggunakan kotak yang berisi
pasir. Dalam kotak berisi pasir ini diteteskan
larutan zat warna yang non reaktif didalam
146
Gambar 3. Pola penyebaran larutan dalam media
pasir isotropic3).
a. Penyuntikan secara terus menerus
b. Penyuntikan secara berkala (instantaneous)
Samsuhadi., 2012
Gambar 4 : Koefisien dispersi longitudinal dan
transversal untuk transport dalam
pasir homogen pada kecepatan
yang bervariasi (Crane dan Gardner,
1961)1)
Formulasi persamaan transport yang
diuraikan diatas didasarkan atas asumsi
bahwa tidak ada perbedaan densitas yang
besar antara larutan dan air tanah dalam
domain aliran disekelilingnya. Persamaan
dimana memperhitungkan perbedaan
densitas menjadi sangat kompleks. Contoh
kualitatif dari akibat perbedaan densitas
diilustrasikan pada gambar 5 dibawah
ini. Apabila larutan memasuki aliran yang
mempunyai densitas yang sama dengan
air tanah, larutan ini akan menyebar dalam
zona yang dangkal dekat dengan muka air
tanah (gambar 5a). Bila larutan mempunyai
densitas lebih tinggi daripada densitas air
tanah, larutan ini akan tenggelam tajam
kebawah kedalam sistem aliran air tanah
(gambar 5c). Prediksi pola migrasi larutan
(kontaminan atau senyawa kimia lainnya)
membutuhkan penelitian dan pengetahuan
yang mendalam tentang larutannya.
Kasus Intrusi Air Laut pada Sistem
Air tanah
Pada kondisi normal, pengaliran air
(tanah) tawar menuju laut membatasi
aliran air laut menuju daratan. Dengan
adanya pemakaian air tanah, dimana para
pengguna air tanah memanfaatkan sebagai
sumber air bersih, maka pemakaian menjadi
bertambah baik volume airnya maupun
sumur bornya. Keadaan ini mengakibatkan
menurunnya muka air tanah atau permukaan
piezometer. Dengan menurunnya muka
tanah ini dinamika keseimbangan antara
air tawar dan air laut terganggu, yang lebih
lanjut menyebabkan masuknya air laut
kedalam akuifer yang memproduksi air
bersih. Fenomena ini telah dipaparkan pada
beberapa lokasi didunia termasuk Negeri
Belanda (Ernst, 1969)5), Israel (Schmorak,
1967) 5) . Dokumentasi terlengkap yang
pernah ditemui adalah kasus yang terjadi
di Amerika Serikat, yaitu di Long Island
(Lusczynski dan Swarzenski, 1966)5), Miami
(Kohout, 1961)5) dan beberapa lokasi di
California (California Department Water
Resources, 1958)5). Air tawar dan air asin
adalah dua jenis cairan yang berbeda
yang jika bertemu satu dengan lainnya
akan membentuk suatu interface. Pada
kenyataannya interface ini merupakan suatu
garis yang tebal dan tidak sejelas yang
dibayangkan.
Akan tetapi untuk keperluan
penyelidikan dan pemahaman perilaku air
tawar – air asin, interface ini diasumsikan
sebagai suatu garis yang tegas yang
membedakan antara air tawar dan air asin.
Gambar 5: Efek densitas terhadap migrasi larutan dalam aliran uniform (a) densitas yang sedikit lebih
tinggi daripada air tanah (b) dan (c) densitas yang jauh lebih tinggi daripada air tanah.
(Freeze dan Cherry, 1979)3)
Optimalisasi Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 141 - 150
147
(10)
ρ s gz = ρ g ( h + z )
f
f
atau
ρ
f
z = hf (11)
ρs − ρ f
dimana z kedalaman dibawah muka
laut hingga interface. Bila kerapatan masa
air tawar sama dengan 1,0 dan air laut sama
dengan 1,025 sesuai dengan konfirmasi dari
obervasi oleh Ghyben dan Herzberg, maka
persamaan (11) menjadi
z = 40hf
(12)
Gambar 6. Kondisi hidrolis akuifer pesisir,
(a) tidak terjadi Intrusi air laut,
(b) terjadi intrusi air laut karena pemompaan sebesar Q
(Domenico dan Schwartz, 1990)5)
Pada awalnya, tinggi muka air asin
di areal pesisir sama dengan tinggi muka
air laut. Dua orang peneliti (Ghyben, 1889
dan Herzberg, 1901) yang bekerja secara
terpisah membuktikan bahwa keberadaan
air laut pada akuifer sebenarnya berada
dibawah air muka air laut. Kedalaman muka
air laut ini ± 40 kali dibawah muka air tawar.
Fenomena ini terkenal dengan sebutan
rumus Ghyben-Herzberg dan diturunkan
dari hubungan hidrostatik sederhana. Untuk
dua macam cairan dengan lapisan pemisah
(interface) diantaranya, berat kolom air
tawar dari muka air tawar hingga interface
berada dalam keseimbangan dengan berat
kolom air laut dari muka air laut hingga
interface. Secara visual hubungan ini dapat
dilihat pada gambar 7 dibawah ini. Dalam
penjabaran secara matematis hubungan
ini dapat ditampilkan dalam bentuk formula
sebagai berikut; bila berat dari kolom air
tawar sepanjang hf + z sama dengan tinggi
kolom air laut sepanjang z, , dan ρf dan ρs
sebagai kerapatan masa air tawar dan air
asin, maka dalam kondisi keseimbangan
hidrostatis dirumuskan sebagai berikut3,5) :
148
Gambar 7. Kondisi Hidrostatik hubungan Ghyben
– Herzberg (Domenico dan Schwartz,
1990)5).
4. USAHA – USAHA YANG TELAH
DILAKUKAN
Dibidang pencemaran air permukaan
telah banyhak dilakukan oleh beberapa
negara terutama negara maju. Mereka
mengimplementasikan teknologi pemurnian
untuk mengolah air sungai. Dan tidak hanya
itu, untuk menghindari terjadinya pencemaran
lebih jauh, perangkat proteksinyapun banyak
sudah yang dicapai, mulai dari penerapan
peraturan atau undang-undang maupun
perangkat pengolahan fisik badan air.
Dari segi lain, percobaan modeling
telah banyak dilakukan. Pemodelan
ditujukan untuk membantu para pembuat
keputusan dalam mengaplikasikan metoda
yang paling tepat. Pemodelan ini telah
Samsuhadi., 2012
banyak dilakukan, terutama pemodelan air
tanah. Pemodelan system akuifer air tanah
dapat dilakukan dengan cara membuatn
replika fisik dengan memperkecil skala.
Dari model ini pola perilaku air tanah dapat
diobservasi8). Kegiatan didalam pemodelan
akuifer ini dapat dilakukan seperti layaknya
keadaan atau kejadian fisik yang sebenarnya
dialam. Macam dari pemodelan ini meliputi
skenario pemompaan seperti keadaan
sebenarnya, dimana selanjutnya dilakukan
pengamatan terhadap reaksi dari akuifer air
tanahnya. Dari skenario pemompaan dapat
diobservasi bagaimana responnya terhadap
muka air tanah (untuk air tanah dangkal),
muka piezometrik (untuk air tanah dalam)
, penurunan muka tanah (land subsidence)
akibat pemompaan yang berlebihan. Lebih
jauh pemodelan fisik ini juga bias dilakukan
untuk melihat perilaku zat pencemar didalam
akuifer. Misalnya pola penyebaran zat
pencemar yang merupakan fungsi dari
densitas, pola aliran air tanah dan jenis
zat pencemarnya. Dari hasil pengamatan
ini bias dilakukan analisa yang selanjutnya
dipakai sebagai bahan untuk mencari solusi
terhadap masalah air tanah sebagai akibat
pemompaan maupun pencemaran diatas.
Keuntungan dari pemodelan fisik ini, hasilnya
dapat langsung dilihat, bentuk fisik dapat
terbayangkan dan dapat dilakukan oleh
lebih banyak orang dan tidak membutuhkan
kahlian matematik yang rumit.
Kerugiannya adalah dalam pemodelan
fisik ini membutuhkan biaya yang besar
dalam pembuatan alat dan ruangan yang
cukup.
Pemodelan air tanah ini juga bisa
dengan menggunakan metode matematik.
Seperti juga halnya dengan pemodelan fisik,
dalam pemodelan matematik juga dilakukan
pembuatan replica keadaan fisik akuifer,
hanya bedanya dalam pemodelan matematik
ini dalam bentuk numerik. Kelebihan dari
pemodelan matematik ini dari segi biaya lebih
murah, karena peralatan yang digunakan
hanya berupa mesin komputer personal
dan tidak membutuhkan ruangan yang
besar. Lebih lanjut kelebihan pemodelan
matematik ini dapat dilakukan prediksi –
prediksi, optimisasi dan peramalan yang
bersifat statistik (stokastik) dan deterministik.
Kelemahannya adalah visualisasi sangat
terbatas, hasil modeling masih harus
dilakukan kalibrasi dan validasi sebelum
dijadikan sebagai acuan.
Dalam pemodelan matematik, solusi
yang dikehendaki dapat diperoleh dari
solusi secara analitik maupun solusi secara
numerik. Solusi analitik merupakan solusi
yang sebenarnya, yang murni berasal dari
penyederha-naan formulasi matematiknya.
Cara ini disebut juga dengan solusi eksak.
Namun tidak semua formula matematik dialam
ini bisa diselesaikan secara analitik. Untuk
kasus air tanah, hampir seluruh formulasi
yang ditemukan merupakan persamaan
diferensial parsiil, non linear dan hampir
tidak mungkin untuk dipecahkan secara
analitik. Maka untuk memperoleh solusi yang
mendekati, persamaan diferensial parsiil ini
dipecahkan menjadi persamaan aljabar yang
lebih sederhana, dengan menggunakan
pendekatan Finite Different atau Finite
Elemen. Dua pendekatan ini sangat populer
dipakai dalam menyelesaikan persamaan
air tanah yang rumit. Karena ini merupakan
solusi pendekatan (approximation solution),
maka diperlukan faktor kalibrasi yang disebut
parameter model. Model parameter ini yang
mendekatkan antara solusi numerik dengan
kenyataan.
Sebelum model dijalankan, terlebih
dahulu daerah studi didiskretisasi menjadi
beberapa kotak atau elemen. Jumlah
kotak yang diinginkan disesuaikan dengan
kebutuhan. Semakin banyak kotak atau
elemennya, semakin banyak waktu CPU
komputer yang dipergunakan dan juga
semakin lama solusi outputnya keluar.
Kemudian juga ditentukan kondisi batas
daerah studinya (boundary condition).
Didalam sistem air tanah, dikenal dua
jenis boundary condition, yakni no flow
boundary dan constant head boundary.
No flow boundary digunakan untuk batas
Optimalisasi Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 141 - 150
149
kedap air, sedangkan constant head
boundary digunakan pada batas akuifer
yang permeabel (biasanya diidentifikasikan
sebagai daerah rechargenya).
5. KESIMPULAN
Air merupakan bagian terbesar yang
menempati bumi. ± 99.99 % permukaan
bumi terisi dengan air. Dengan kuantitas
sebesar ini, air seharusnya dapat memenuhi
kebutuhan seluruh kehidupan bumi.
Persoalan utama adalah pada pendistribusian
dan pencapaiannya. Permasalahan
distribusi dan pencapaian ini memicu adanya
konsep-konsep pengelolaan badan air yang
bertujuan untuk memudahkan manusia
untuk mengendalikan air. Karena disamping
sumber kehidupan, air juga merupakan
sumber bencana yang potensial.
Permasalahan air juga terletak pada
segi kualitas. Kualitas air ini terganggu akibat
kegiatan manusia. Manusia berkembang
biak membutuhkan lahan, pembukaan lahanlahan baru dibutuhkan untuk pemukiman
dan ruang gerak manusia. Pembukaan
lahan dan meningkatnya aktivitas manusia
mengakibatkan penurunan kualitas air.
Air yang sebenarnya mempunyai daya
pemurnian alam dan membutuhkan waktu
dan tempat untuk melakukan proses
pemurniannya, menjadi terganggu karena
keterbatasan tempat. Sungai-sungai dan
badan air tidak mempunyai waktu cukup
untuk memurnikan dirinya sendiri. Proses
pemurnian harus dibantu dengan pengolahan
buatan agar pendeknya jarak tidak menjadi
kendala pada proses pemurnian yang
dibutuhkan sungai untuk kembali seperti
semula.
Sebelum diimplementasikan, suatu
sistem pengelolaan, pemodelan dapat
dilakukan terlebih dahulu. Pemodelan
dilakukan dengan membuat replika keadaan
aslinya dengan memperkecil skala sehingga
dapat dilakukan dilaboratorium. Selain
model fisik, model matematikpun juga
dapat dibuat. Dengan kekurangan dan
150
kelebihannya, para peneliti dan pengambil
keputusan dapat bekerja bersama-sama
dalam menelaah, menganalisa, memantau
badan air dengan cara pemodelan fisik atau
pemodelan matematik sehingga didapat
suatu keputusan yang dapat meminimumkan
dampak negatip dari akibat kegiatan manusia
yang berdampak negatip pada badan air.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Haith, Douglas A. 1982. Environmental
Systems Optimization. John Wiley &
Sons. New York.
2. McDonald, Adrian T., David Kay. 1988.
Water Resources: Issues and Strategies.
Longman Scientific & Technical. John
Wiley & Sons, Inc. New York.
3. Freeze, Allan R., John A. Cherry.
1979. Groundwater.Prentice-Hall, Inc.
Englewood Cliffs, New Jersey.
4. Mays, Larry W., Yeuo-Koung Tung.
1992. Hydrosystems Engineering &
Management. McGraw-Hill, Inc. New
York.
5. Domenico, Patrick A., Franklin
W.Schwartz. 1990. Physical and
Chemical Hydrogeology. John Wiley &
Sons. Toronto. Canada
6. Chapra, Steven C. 1997. Surface
Water Quality Modeling. McGraw Hill
International Edition. Civil Engineering
Series. New York.
7. Va n G e n u c h t e n , M . 1 9 8 1 . N o n Equilibrium Transport Parameter from
Miscible Displacements. Research
Report Number 119 (USDA, Salinity
Lab, Riverside, California)
8. Loucks, Daniel P., Jery Stedinger,
Douglas Haith. 1981. Water Resource
Systems Planning and Analysis. Prentice
Hall. Englewood Cliffs, New Jersey
9. Lindstrom, F.T., W.T. Piver. 1991.
Mathematical Models for Describing
Transport in the Unsaturated Zone
of Soils. Handbook of Environmental
Chemistry. Vol 5. Part A. Water
Pollution. Springer – Verlag. Germany
Samsuhadi., 2012
Download