BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 DEFINISI MANAJEMEN KONSTRUKSI Manajemen Konstruksi adalah sebuah layanan yang menggunakan teknik manajemen proyek khusus untuk mengelola perencanaan, perancangan, dan konstruksi sebuah proyek, dari awal sampai akhir. Tujuan Manajemen Konstruksi adalah mengendalikan waktu, biaya dan kualitas proyek. (Construction Management Association of America pada http://cmaanet.org/about-profession). Peran serta Manajemen Konstruksi adalah membantu Owner/ pemberi tugas mengendalikan keseluruhan proses pekerjaan sebuah proyek. Manajemen Konstruksi merupakan representatif Owner di lapangan sehingga dalam pelaksanaannya Owner tidak harus terjun langsung di lapangan. 3.2 PERAN MANAJEMEN KONSTRUKSI Dalam pembangunan sebuah proyek, setidaknya terdiri dari tiga pihak (tidak termasuk Manajemen Konstruksi, yaitu: 1. Owner/ pemberi tugas, pemilik yang mendanai proyek. 2. Main Contractor, yang mengawasi proses pekerjaan sehari-hari dan mengelola subcontractor. 3. Architect (termasuk Konsultan perencana struktur, d.l.l.), perancang proyek. Pihak-pihak diatas memiliki peran yang berbeda satu sama lain. Tugas Manajemen Konstruksi adalah mengelola ketiga pihak tersebut dengan terampil untuk mengantarkan proyek tepat waktu, sesuai anggaran, dan sesuai standar kualitas yang diharapkan Owner. Penting untuk dipahami bahwa Manajemen Konstruksi profesional bukan kontraktor umum atau konstruktor. Mereka 13 biasanya tidak melakukan tugas konstruksi sebenarnya, melainkan bertindak sebagai penasihat atau representatif Owner, yang bertanggung jawab untuk memastikan kemajuan proyek dengan lancar dan mencapai tujuan bisnis Owner. Viera, Management?". G. (September Pada 2008). "What Is Construction Project https://project-management.com/what-is-construction- project-management/. Menyebutkan peran Manajemen Konstruksi umumnya meliputi: 1. Menentukan tujuan dan rencana proyek termasuk pembagian lingkup pekerjaan, penganggaran, penjadwalan, penetapan persyaratan teknis, dan pemilihan peserta proyek. 2. Memaksimalkan efisiensi sumber daya melalui pengadaan tenaga kerja, bahan dan peralatan. 3. Melaksanakan koordinasi dan mengendalikan proses perencanaan, perancangan, estimasi biaya dan konstruksi yang tepat. 4. Membangun komunikasi yang efektif dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul di lapangan. Sedangkan menurut Construction Management Association of America, Manajemen Konstruksi professional yang notabene sebuah asosiasi yang didirikan untuk menetapkan standar pengelolaan proyek pembangunan, menerbitkan Standar Manajemen Konstruksi yang diperbaharui secara berkala sejak tahun 1980-an yang berisi uraian standar layanan dan tanggung jawab yang paling umum dari Manajemen Konstruksi meliputi kategori berikut: 1. Project management planning (perencanaan manajemen proyek) 2. Cost management (manajemen biaya) 3. Time management (manajemen waktu) 4. Quality management (manajemen kualitas) 5. Safety management (manajemen keselamatan), dan 6. Construction Management professional practice (praktik Manajemen Konstruksi professional). Mencakup kegiatan khusus, seperti menentukan tanggung jawab dan struktur manejemen tim manajemen 14 proyek pengorganisasian dengan menerapkan kontrol proyek, mengembangkan protocol komunikasi, dan mengidentifikasi hal-hal yang cenderung menimbulkan perselisihan dan klaim baik dari proses desain maupun proses konstruksi. 3.3 STANDAR INSTALASI LISTRIK Di Indonesia, Badan Standarisasi Nasional (BSN) bekerja sama dengan beberapa instanasi pemerintah, seperti Deptamben, Depnaker, Depkes, kemudian juga dengan PLN, serta berbagai perguruan tinggi nasional, mengeluarkan sebuah standar yang berjudul PUIL versi tahun 2000. PUIL merupakan akronim dari Peraturan Umum Instalasi Listrik, yang banyak mengacu kepada International Electrotechnical Commision (IEC) 60634. Kemudain pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja pada tanggal 25 April 2002 mengeluarkan Kepmenaker no. 75 tahun 2002 tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesi (SNI) nomor: SNI-04-0225-2000 mengenai PUIL ditempat kerja. Sehingga dengan berlakunya Kepmenaker ini, semua tempat kerja yang ada di wiilayah NKRI dalam perencanaan, pemasangan, penggunaan, pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik di tempat kerja harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam SNI no. SNI-04-0225-2000 mengenai PUIL ditempat kerja tersebut. Kemudian standar PUIL ini direvisi untuk menyesuaikan dengan IEC 60634 yang merilis versi terbarunya pada tahun 2009. PUIL terbaru diterbitkan tahun 2011. BSN merilisnya dengan judul SNI 0225:2011 tentang PUIL 2011. Kemudian dilakukan Amandemen I pada tahun 2013, sehingga judulnya berubah menjadi SNI 0225:2011/Amd 1:2013. Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Manusia (ESDM), mengeluarkan Permen ESDM no. 36 tahun 2014 tentang pemberlakuan SNI 0225:2011 mengenai PUIL 2011 dan SNI 0225:2011/Amd 1:2013 mengenai PUIL 2011 Amandemen 1 sebagai standar wajib. 15 PUIL 2011 memuat ketentuan-ketentuan pemasangan instalasi listrik serta pemilihan peralatan dan perlengkapan instalasi listrik tegangan rendah. Dalam PUIL 2011 juga diperkenalkan penggunaan peralatan dan perlengkapan instalasi dengan teknologi yang lebih maju yang bertujuan meningkatkan keamanan instalasi. Diterbitkannya PUIL 2011 diharapkan keamanan instalasi listrik dapat ditingkatkan guna mengurangi atau mencegah resiko kecelakaan listrik bagi manusia dan lingkungan atau kebakaran yang diakibatkan oleh listrik. Selain itu, diharapkan pula instalasi listrik akan lebih handal dan mampu meningkatkan efisiensi dengan berkurangnya kerugian (losses) arus bocor, sehingga pemanfaatan energi listrik mampu optimal. Gambar 3.1 PUIL 2011 3.3.1 Bagian 1: Pendahuluan, prinsip fundamental, dan definisi Catatan yang harus diperhatikan pada bagian 1 1. Catatatn 1: Bagian 1 merupakan revisi gabungan Bagian 1 dan Bagian 2 PUIL 2000. 16 2. Catatan 2: Bagian 1 merupakan adopsi dari Ayat 11 sampai dengan 20 IEC 60364-1:2005 beserta Cor 1 dengan modifikasi. Modifikasi dapat berupa penambahan, perubahan atau pengurangan. Ayat, subayat, tabel, catatan atau lampiran yang merupakan modifikasi diberi tanda MOD. Untuk memudahkan penelusuran, maka nomor ayat atau subayat PUIL 2000 disertakan dalam tanda kurung. 3. Catatan 3: Ayat 14 Istilah dan definisi mengacu pada IEV (International Electrotechnical Vocabulary) ditambah istilah dan definisi dari PUIL 2000 (termasuk revisinya). Bagian 1 berisi pendahuluan dan ruang lingkup yang menjelaskan bahwa PUIL memberikan persyaratan untuk desain, pemasangan dan verifikasi instalasi listrik. Persyaratan ini dimaksudkan untuk menetapkan keselamatan manusia, ternak dan harta benda terhadap bahaya dan kerusakan yang dapat timbul pada pemakaian secara wajar instalasi listrik dan untuk menetapkan fungsi yang tepat dari instalasi tersebut. PUIL berlaku untuk desain, pemasangan dan verifikasi instalasi listrik sebagai berikut: 1. Kompleks (premises) perumahan; 2. Kompleks komersial; 3. Kompleks publik; 4. Kompleks industri; 5. Kompleks pertanian dan perkebunan; 6. Bangunan prafabrikasi; 7. Karavan, lokasi karavan dan lokasi serupa; 8. Lokasi pembangunan, pameran, bazar dan instalasi lain untuk keperluan temporer; 9. Marina; 10. Instalasi pencahayaan eksternal dan serupa (namun lihat 11.3e)); 11. Lokasi medik; 12. Unit portabel (mobile) atau dapat diangkut; 17 13. Sistem fotovoltaik; 14. Set pembangkit voltase rendah. PUIL mencakup: 1. Sirkit yang disuplai pada voltase nominal sampai dengan 1000 V a.b. atau 1500 V a.s. Untuk a.b., frekuensi yang diperhitungkan dalam standar ini adalah 50 Hz dan 400 Hz. Penggunaan frekuensi lain untuk keperluan khusus dimungkinkan. 2. Sirkit, selain dari perkawatan internal aparatus, yang beroperasi pada voltase melebihi 1000 V dan didapatkan dari instalasi yang mempunyai voltase tidak melebihi 1000 V a.b., misalnya lampu luah (discharge lighting), presipitator elektrostatik (electrostatic precipitator); 3. Sistem perkawatan dan kabel yang tidak secara spesifik dicakup oleh standar peranti; 4. Semua instalasi pelanggan di luar bangunan; 5. Perkawatan magun (fixed) untuk teknologi informasi dan komunikasi, sinyal, kendali dan serupa (tidak termasuk perkawatan internal aparatus); 6. Perluasan atau perubahan instalasi dan juga bagian instalasi lama yang dipengaruhi oleh perluasan atau perubahan. PUIL tidak berlaku untuk: 1. Perlengkapan traksi listrik, termasuk perlengkapan gelinding (rolling stock) dan sinyal; 2. Perlengkapan listrik kendaraan bermotor, kecuali yang dicakup dalam Bagian 8, jika ada. 3. Instalasi listrik dalam kapal dan anjungan lepas pantai portabel dan magun; 4. Instalasi listrik dalam pesawat udara; 5. Instalasi pencahayaan jalan umum yang merupakan grid daya publik; 6. Instalasi pada tambang dan tempat penggalian; 7. Perlengkapan supresi interferens radio, kecuali jika mempengaruhi keselamatan instalasi; 18 8. Pagar listrik; 9. Sistem proteksi petir eksternal untuk bangunan (LPS); 10. Aspek tertentu instalasi lift; 11. Perlengkapan listrik pada mesin; PUIL tidak dimaksudkan untuk berlaku pada: 1. Sistem untuk distribusi energi ke publik, atau 2. Pembangkitan dan transmisi daya untuk sistem tersebut. Bagian 1 juga berisi acuan normatif yang menyebutkan dokumen acuan untuk penerapan bagian 1 dan 3. Selain itu, pada bagian 1 juga berisi prinsip fundamental. 3.3.2 Bagian 2: Desain instalasi listrik Bagian 2 merupakan revisi Bagian 4 PUIL 2000. 3.3.3 Bagian 3: Asesmen karakteristik umum Bagian 3 merupakan adopsi dari Ayat 30 sampai dengan 36 IEC 60364- 1:2005 beserta Cor 1 dengan modifikasi. 3.3.4 Bagian 4: Proteksi untuk keselamatan Pada Bagian 4 dibagi menjadi 4 sub-bagian yang masing-masing menjelaskan proteksi dari berbagai variabel 1. Bagian 4-41 merupakan adopsi dari IEC 60364-4-41:2005 dengan modifikasi. Bagian 4-41 PUIL menentukan persyaratan penting mengenai proteksi terhadap kejut listrik, termasuk proteksi dasar (proteksi terhadap sentuh langsung) dan proteksi gangguan (proteksi terhadap sentuh tak langsung) dari manusia dan ternak. Standar ini juga mencakup penerapan dan koordinasi persyaratan ini yang berkaitan dengan pengaruh eksternal. 2. Bagian 4-42 merupakan adopsi dari IEC 60364-4-42:2001 dengan modifikasi. 19 3. Bagian 4-43 merupakan adopsi dari IEC 60364-4-43:2008 dengan modifikasi. Bagian 4-43 memberikan persyaratan untuk proteksi konduktor aktif dari efek arus lebih. Standar ini menjelaskan bagaimana konduktor aktif diproteksi dari satu atau lebih gawai untuk diskoneksi otomatis suplai dalam kejadian beban lebih (Ayat 433) dan hubung pendek (Ayat 434) kecuali pada kasus dimana arus lebih dibatasi sesuai dengan Ayat 436 atau dimana kondisi yang dinyatakan dalam 433.3 (peniadaan gawai proteksi terhadap beban lebih) atau 434.3 (peniadaan gawai proteksi terhadap hubung pendek) terpenuhi. Koordinasi proteksi beban lebih dan proteksi hubung pendek juga tercakup (Ayat 435). 4. Bagian 4-44 merupakan adopsi dari IEC 60364-4-44:2007 dengan modifikasi. Persyaratan standar ini dimaksudkan untuk memberikan persyaratan untuk keselamatan instalasi listrik saat gangguan voltase dan gangguan elektromagnetik yang timbul karena alasan berbeda yang ditentukan. Persyaratan standar ini tidak dimaksudkan untuk berlaku pada sistem distribusi energi ke publik, atau pembangkitan dan transmisi tenaga listrik untuk sistem tersebut, walaupun gangguan tersebut dapat dihantarkan ke atau antara instalasi listrik melalui sistem suplai ini. 3.3.5 Bagian 5: Pemilihan dan pemasangan peralatan 1. Bagian 5-51 Persyaratan umum Bagian 5-51 mencakup pemilihan perlengkapan dan pemasangannya. Standar ini menyiapkan persyaratan umum agar sesuai dengan tindakan proteksi untuk keselamatan, persyaratan agar berfungsi dengan benar untuk penggunaan instalasi yang dimaksudkan, dan persyaratan yang sesuai terhadap pengaruh eksternal yang akan dihadapi. 2. Bagian 5-52 Sistem perkawatan Merupakan adopsi dari IEC 60364-5-52:2001 dengan modifikasi yang berkaitan dengan pemilihan dan pemasangan sistem perkawatan. 20 3. Bagian 5-53 Isolasi, penyakelaran dan kendali Bagian 5-53 berkaitan dengan persyaratan umum untuk isolasi, penyakelaran dan kendali serta dengan persyaratan untuk pemilihan dan pemasangan gawai yang disediakan untuk memenuhi fungsi tersebut. 4. Bagian 5-54 Susunan pembumian, konduktor proteksi dan konduktor ikatan proteksi Bagian 5-54 menunjukkan susunan pembumian, konduktor proteksi dan konduktor ikatan proteksi guna memenuhi keselamatan instalasi listrik. 5. Bagian 5-55 Perlengkapan lain Bagian 5-55 mencakup persyaratan untuk pemilihan dan pemasangan set pembangkit voltase rendah dan untuk pemilihan dan pemasangan luminer dan instalasi pencahayaan yang dimaksudkan merupakan bagian instalasi magun. 6. Bagian 5-510 Perlengkapan listrik 7. Bagian 5-511 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHBK) serta komponennya Bagian ini mengatur persyaratan PHBK yang meliputi, pemasangan, sirkit, ruang pelayanan, penandaan untuk semua jenis PHBK, baik tertutup, terbuka, dan pasangan dalam, maupun pasangan luar. 3.3.6 Bagian 6: Verifikasi 1. Bagian 6 memberikan persyaratan untuk verifikasi awal dan periodik dari instalasi listrik. 2. Ayat 61 memberikan persyaratan untuk verifikasi awal dengan inspeksi dan pengujian dari instalasi listrik, untuk menentukan apakah persyaratan pada Bagian lain PUIL telah dipenuhi dan menentukan persyaratan untuk pelaporan hasil verifikasi awal, sejauh dapat dipraktikkan dengan wajar. Verifikasi awal dilakukan setelah selesainya instalasi baru atau selesainya tambahan atau perubahan pada instalasi yang telah ada. 21 3. Ayat 62 memberikan persyaratan untuk verifikasi periodik pada instalasi listrik untuk menentukan apakah instalasi dan semua bagian perlengkapannya berada dalam kondisi yang memuaskan untuk digunakan dan menentukan persyaratan untuk pelaporan hasil verifikasi periodik, sejauh dapat dipraktikkan dengan wajar. 3.3.7 Bagian 7: Pemilihan dan pemasangan perlengkapan listrik Bagian 7 merupakan revisi Bagian 7 PUIL 2000 dan tambahan Bagian 5- 52. 3.3.8 Bagian 8: Ketentuan untuk berbagai ruang dan instalasi khusus Untuk instalasi dalam ruang khusus dan instalasi listrik khusus berlaku juga ketentuan dalam bab lain persyaratan ini, sepanjang dalam bab ini tidak ditetapkan lain. Ruang khusus adalah ruang dengan sifat dan keadaan tertentu seperti ruang lembab, ruang berdebu, ruang dengan bahaya kebakaran dan ledakan, atau ruang yang memerlukan pengaturan lebih khusus untuk instalasinya. Instalasi khusus adalah instalasi listrik dengan karakteristik tertentu sehingga penyelenggaraannya memerlukan ketentuan tersendiri, mis alnya instalasi derek, instalasi lampu pencahayaan tanda dan bentuk, dan lain-lain. 3.3.9 Bagian 9: Pengusahaan instalasi listrik Bab ini mengatur pengusahaan instalasi listrik yang meliputi desain, pembangunan, pemasangan, pelayanan, pemeliharaan, pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik serta pengamanannya. 3.4 PERHITUNGAN DAN PENGUKURAN PENERANGAN Kuat penerangan baik yang tinggi maupun rendah berpengaruh terhadap kelelahan mata maupun ketegangan syaraf. Untuk memperoleh kualitas penerangan yang optimal IES (Illumination Engineering Society) menetapkan standar kuat penerangan. 22 IES mendefinisikan cahaya sebagai pancaran energi yang dapat dievaluasi secara visual. Secara sederhana, cahaya adalah bentuk energi yang memungkinkan mahluk hidup dapat mengenali sekelilingnya dengan mata. Cahaya bersifat gelombang dan partikel, Maxwell (1831-1874) mengemukakan pendapatnya bahwa cahaya dibangkitkan oleh gejala kelistrikkan dan kemagnetan sehingga tergolong gelombang elektomagnetik. Jika Cahaya merupakan bagian gelombang elektromagnetik, kedudukan cahaya pada spektrum gelombang elektromagnetik dapat dilihat pada Gambar 3.2: Gambar 3.2 Spektrum gelombang elektromagnetik Hubungan kecepatan cahaya (v) dalam Km/detik, dengan panjang gelombang (λ) dalam meter, dan ferkuensi (f) dalam Hertz adalah: 𝑉 = λ. f Pancaran cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda menghasilkan warna yang berbeda terhadap mata. Sensitivitas maksimum mata manusia adalah 5550˚A (0,55µm) yaitu warna hijau kekuning-kuningan. Cahaya tampak dibatasi oleh sinar Ultra Violet (UV) dan sinar Infra Merah (IM). Sinar UV dapat dilihat secara langsung oleh mata manusia, tetapi dapat menggunakan substansi fluoresen 23 agar diperoleh cahaya yang dapat dilihat oleh manusia. Contoh penggunaan fluoresen adalah pada lampu. 3.4.1 Fotometri dan besaran pokok Fotonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran kuantitas cahaya. Pembahasan lebih jauh tentang perhitungan kuantitas cahaya diperlukan pemahaman terhadap definisi-definisi yang relevan meliputi: arus cahaya (φ), energi cahaya (Q), intensitas cahaya (I), kuat penerangan (E), luminasi (L), dan beberapa faktor lain. 1. Arus cahaya/ flux cahaya Arus cahaya (φ) didefinisikan sebagai jumlah total cahaya yang dipancarkan sumber cahaya setiap satu satuan waktu (detik). Satuan arus cahaya adalah lumen (lm). Definisi satu lumen adalah arus cahaya yang dipancarkan dari sumber cahaya sekuat 1 kandela steradial atau arus cahaya yang dipancarkan dari sumber cahaya yang menubus bidang seluas 1 m2 dari kulit bola yang berjari-jari 1 m. Dinyatakan dengan persamaan: 𝚽= 𝐐 𝒕 Keterangan: Φ = Arus cahaya (lm) Q = Energi cahaya (lm.dt) t = Waktu (s) Energi cahaya atau kuantitas cahaya (Q) merupakan produk radiasi visual (arus cahaya) pada selang waktu tertentu, dinyatakan dengan lumen detik (lm.dt). 𝐐 = ∫ 𝚽. (𝐭) 24 Energi cahaya ini penting dinyatakan untuk menentukan banyaknya energi listrik yang digunakan pada suatu instalasi penerangan. Setiap lampu listrik memiliki efikasi yaitu besarnya lumen yang dihasilkan suatu lampu setiap watt (lm/W). Beberapa contoh besarnya arus cahaya yang dihasilkan suatu sumber cahaya dapat dilihat dari table berikut: Tabel 3.1 Arus cahaya beberapa sumber 2. Intensitas Cahaya Intensitas cahaya (I) dengan satuan kandela (cd) adalah arus cahaya dalam lumen yang dapat dipancarkan dari sumber cahaya setiap satuan sudut ruang (pada arah tertentu). Kata kendela berasal dari candle (lilin). 1 lilin internasional adalah kuat cahaya yang memberikan cahaya sebanyak 1/20 kali banyaknya cahaya yang dipancarkan oleh 1cm 2 platina pada titik lebur. Intensitas cahaya (I) dapat dinyatakan sebagai perbandingan diferential arus cahaya (lm) dengan diferensial sudut ruang (sr). 𝑰= 𝒅𝚽 𝒍𝒎 ( ) 𝒅𝛚 𝒔𝒓 𝒄𝒅 3. Kuat Penerangan Kuat penerangan (E) adalah pernyataan kuantitatif untuk arus cahaya (Φ) yang menimpa atau sampai pada permukaan bidang. Kuat penerangan disebut pula intensitas penerangan merupakan perbandingan 25 antara intensitas cahaya (I) dengan permukaan luas (A) yang mendapat penerangan. Satuan penarangan adalah lux. 1 Lux didefinisikan sebagai kuat penerangan bidang yang tiap 1m2 bidang tersebut menerima arus cahaya 1 lumen. 𝑬 = 𝑰 𝒍𝒙 𝑨 Karena arus cahaya Φ = ω.I dan karena penyebaran cahaya meruang sehingga luas daerah penerangan A = ω.R2. Dengan menganggap sumber penerangan sebagai titik yang jaraknya (h) dari bidang penerangan maka Kuat penerangan (E) dalam lux (lx) pada suatu titik pada bidang penerangan adalah: 𝑬 = 𝑰 𝒍𝒙 𝒉𝟐 4. Luminansi Luminansi (L) merupakan besaran penerangan yang erat kaitannya dengan kuat penerangan (E). Luminansi adalah pernyataan kuantitatif jumlah cahaya yang dipantulkan oleh permukaan pada suatu arah. Luminansi suatu permukaan ditentukan oleh kuat penerangan dan kemampuan memantulkan cahaya oleh permukaan Kemampuan memantulkan cahaya oleh permukaan disebut faktor refleksi atau reflektansi (δ). Luminansi didefinisikan sebagai intensitas cahaya dibagi dengan luas permukaan (As) bidang yang mendapatkan cahaya (cd/m 2). 𝑳= 26 𝑰 𝑨𝒔 3.4.2 Jenis dan karakteristik lampu 1. Lampu Pijar Prinsip kerja lampu pijar adalah ketika ada arus listrik mengalir melalui filamen yang mempunyai resistivitas tinggi sehingga menyebabkan kerugian tegangan, selanjutnya menyebabkan kerugian daya yang menyebabkan panas pada filamen sehingga filamen berpijar. Filamen lampu pijar terbuat dari tungsten (wolfram), sedangkan dalam bola lampu diisi gas. Lampu pijar terbagi atas 3 jenis yaitu: a). Lampu filamen karbon, b). Lampu wolfram, dan c). Lampu halogen Gambar 3.3 Berbagai bentuk standar lampu pijar 2. Lampu Fluoresen Lampu fluoresen umum disebut TL (tubelair lamp) termasuk lampu merkuri rendah (0,4 Pa) yang dilengkapi dengan bahan fluoresen. Cahaya yang dipancarkan dari lampu adalah UV (termasuk sinar tak tampak). Untuk itu bagian dalam tabung lampu dilapisi dengan bahan fluoresen yang berfungsi mengubah UV menjadi sinar tampak. Disamping itu pada bahan fluoresen ditambahkan senyawa lain yang disebut aktivator. Didalam tabung lampu fluoresen terdapat merkuri dan gas inert seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4. Fungsinya adalah memperpanjang 27 umur elektroda karena keberadaan gas tersebut dapat mengurangi evaporasi, pengendali kecepatan lintasan elektron bebas sehingga lebih memungkinkan terjadinya ionisasi merkuri, dan memudahkan lewatnya arus didalam tabung khususnya pada temperatur rendah. Gambar 3.4 Konstruksi tabung lampu fluoresen Pada awal kerja, arus mengalir melalui dan memanaskan elektroda sehingga mengemisikan elektron bebas, Disamping melalui elektroda, arus juga melalui balast dan starter. Fenomena resistansi pada pelepasan gas adalah negatif. Berarti jika arus lampu bertambah tegangan lampu berkurang. Untuk itu perlu perangkat pembatas arus yang terpasang seri dengan TL, perangkat tersebut bisa berupa resistor (pada sumber DC), balast elektris atau elektronik. Kemampuan arus mengalir melalui tabung dikarenakan balast menghasilkan tegangan induksi yang tinggi. Namun tegangan induksi yang tinggi ini akan kembali normal ketika arus sudah mengalir melalui tabung. Sesaat setelah waktu kerja awal starter (yang berupa bimetal) memutuskan rangkaian. Tegangan kembali normal dan lampu menyala normal. Efikesi lampu fluoresen umumnya 3 hingga 4 kali lampu pijar. Fungsi balast ada 2 yaitu sebagai : 1. Pembangkit tegangan induksi yang tinggi agar terjadi pelepasan elektron didalam tabung. 28 2. Membatasi arus yang melalui tabung setelah lampu bekerja normal. 3. Lampu Natrium Lampu Natrium dibedakan berdasarkan tekanan gas didalam tabung pelepasannya menjadi 2 yaitu lampu natrium tekanan rendah (SOX) dan lampu natrium tekanan tinggi (SON). Konstruksi lampu natrium seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5. Natrium padat dan gas neon diisikan pada tabung U (pada gambar dibawah). Natrium akan menjadi gas setelah mendapat pemanasan pada waktu kerja awal. Gambar 3.5 Konstruksi lampu natrium 4. Lampu Merkuri Tekanan Tinggi Lampu merkuri tekanan rendah cahaya yang sebagian besar dihasilkan adalah UV. Jika tekanan gas didalamnya diperbesar hingga menjadi 2 atm barulah dihasilkan sinar tanpak. Konstruksi lampu merkuri tekanan tinggi (MBF atau HPL) seperti tampak pada Gambar 3.6 terdiri dari 2 tabung yaitu tabung dalam yang berisi gas neon dan argon bertekanan rendah yang dilengkapi 2 elektroda, dan tabung luar yang berfungsi mereduksi panas yang dipancarkan. 29 Gambar 3.6 Konstruksi lampu merkuri tekanan tinggi (MBF) Lampu merkuri takanan tinggi menggunakan balast sebagai pembatas arus pelepasan. Karena itu faktor daya relatif rendah, yaitu 0,5. 5. Lampu Metal Halida Lampu metal halida (MBI atau HPI) dikategorikan menjadi 3, yaitu: lampu tiga warna menggunakan metal : Na, TI, In. Lampu jenis ini memancarkan 3 warna yaitu hijau, kuning dan biru yang komposisinya tergantung jumlah ionida dan temperatur kerja. 6. Lampu LED (light emitting diode) Light emitting diode adalah komponen elektronika yang dapat memancarkan cahaya monokromatik ketika diberikan tegangan maju. LED terbuat dari bahan semikonduktor. Sifat LED berbeda dengan filamen yang harus dipijarkan (dibakar) atau lampu TL yang merupakan pijaran partikel. Lampu LED memancarkan cahaya lewat aliran listrik yang relatif tidak menghasilkan banyak panas. 3.4.3 Perhitungan penerangan Dalam merencanakan penerangan dalam ruangan yang harus diperhatikan partama kali adalah kuat penerangan, warna cahaya yang diperlukan dan arah pencahayaan sumber penerangan. Kuat penerangan 30 akan menghasilkan luminansi karena pengaruh faktor pantulan dinding maupun lantai ruangan. Tabel 3.2 Kategori kuat pecahayaan No. Kategori Kuat penerangan 1 Penerangan ekstra rendah < 50 lux 2 Penerangan rendah < 150 lux 3 Penerangan sedang 150 – 175 lux 4 Penerangan tinggi a. Penerangan tinggi I 200 lux b. Penerangan tinggi II 300 lux c. Penerangan tinggi III 450 lux 5 Penerangan sangat tinggi 700 lux 6 Penerangan ekstra tinggi > 700 lux Sedangkan tingkat pencahayaan rata-rata berdasarkan SNI 036197-2000 tentang konservasi energi pada sistem pencahayaan adalah sebagai berikut: Tabel 3.3 Tingkat pencahayaan rata-rata No. 1 Fungsi ruangan Tingka pencahayaan (lux) Rumah tinggal a. Teras b. Ruang tamu 120 ~ 150 c. Ruang makan 120 ~ 250 d. Ruang kerja 120 ~ 250 e. Kamar tidur 120 ~ 250 f. 2 60 Kamar mandi 250 g. Dapur 250 h. Garasi 60 Hotel 100 a. Lobi/ koridor 3 Umum 50 a. Parkir 60 31 Jumlah lampu pada suatu ruangan dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: N= ExLxW ∅ x LLF x CU x n N = Jumlah titik lampu E = Kuat penerangan (lux) L = Panjang (length) ruangan dalam satuan meter W = Lebar (width) ruangan dalam satuan meter Ø = Total nilai pencahayaan lampu dalam satuan lumen LLF = (light loss factor) atau faktor kerugian cahaya, biasa nilainya antara 0,7 ~ 0,8 Cu = Coeffesien of utillization n = Jumlah lampu dalam 1 armatur 32