KORELAKSI ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN DIET DENGAN TERKONTRANYA KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI DESA NYATYONO KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG Diah Sri Unik*) Faridah Aini Skep.,Ns., M.Kep.,Sp.KMB**) Tina Mawardika, S.Kep.,Ns**) *) Mahasiswa PSIK Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo **) Dosen pembimbing Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo ABSTRAK Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat, khususnya kelompok lansia. Tujuan penelitian ini mengetahui korelasi antara tingkat pengetahuan kepatuhan diet dengan terkontrolnya kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe II di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Metode penelitian yang digunakan deskriptif corelatif dengan pendekatan crosssectional. Jumlah populasi 53 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan jumlah sampel 53 orang pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling dan usia data menggunkan uji chisquare. Hasil penelitian menunjukkan 26,4 % responden memiliki pengetahuan yang baik, 45,3% responden patuh menjalankan diet, dan 47,2% glukosa darah responden dengan kadar glukosa darah terkontrol. Dari uji statistic didapatkan kesimpulan yaitu ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan terkontrolnya kadar glukosa darah dengan p-value 0,024 < 0,05 dan x2 = 7,478, dan ada hubungan yang signifikan antara diabetes mellitus tipe II dengan pvalue 0,001 <0,05 dan x2= 11,668. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pasien dan keluarga sehingga diharapkan pasien dan keluarga pengetahuan bertambah dan dapat mematuhi diet diabetes mellitus sehingga kadar glukosa darah dapat tetap terkontrol. Kata Kunci Kepustakaan : Pengetahuan, kepatuhan diet, terkontrolnya kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe II : 29 (2002-2009) PENDAHULUAN Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang akibat peningkatan kemakmuran di negara yang bersangkutan, akhir-akhir banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kotakota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, salah satunya adalah penyakit diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan sumber daya manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan suatu negara ( Suyono, 2007 ). Diabetes mellitus sangat erat kaitannya dengan mekanisme pengaturan kadar gula darah. Diabetes melitus ditandai dengan kadar gula darah yang semakin meningkat akan memicu produksi hormone insulin oleh kelenjar pankreas, diabetes mellitus merupakan penyakit yang paling banyak menyebabkan terjadinya penyakit lain ( komplikasi ). Komplikasi yang sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke. Hal ini berkaitan dengan gula darah meninggi secara terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah , syaraf, dan pembuluh darah internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan Korelaksi Antara Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Diet Dengan Terkontranya Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Nyatyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang 1 pembuluh darah menebal. Akibat penebalan ini, maka aliran darah akan berkurang, terutama yang akan menuju ke kulit dan syaraf ( Badawi, 2009 ). Berdasarkan pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan jumlah penderita diabetes mellitus di dunia tahun 2010 sebanyak 306 juta jiwa, di negaranegara ASEAN 19,4 juta pada tahun 2010 dan di Indonesia pada tahun 2000 berjumlah 8,4 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2030 dapat mencapai 21,3 juta jiwa ( Diabetes Care, 2004 ). Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat (WHO, 2008 ). Jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia sekitar 17 juta atau mencapai 8,6% dari 220 juta populasi negeri ini dan diperkirakan akan terus meningkat. Menurut penelitian epidemiolgi prevalensi diabetes melitus di Indonesia untuk saat ini berkisar 1,5-2,3%. Daerah semi urban seperti jawa tengah melaporkan prevalensi diabetes melitus sebesar 9,2% ( Depkom, 2008). Perserikatan bangsa-bangsa membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes melitus diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang. Selain itu, berdasarkan data departemen kesehatan jumlah pasien diabetes melitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 4% wanita hamil menderita diabetes gestasional (EpidemiologiDM, 2010 ). Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes melitus yang terutama disebabkan peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan diabetes melitus di Indonesia akan meningkat dengan drastis. Diabetes mellitus merupakan penyakit yang berjangka panjang, maka bila diabaikan komplikasi penyakit diabetes melitus dapat menyerang seluruh anggota tubuh yang diakibatkan dari kadar gula darah yang tidak terkontrol pada pengidap diabetes. Komplikasi akut yang paling berbahaya adalah terjadinya hipoglikemia (kadar gula darah sangat rendah), karena dapat mengakibatkan koma (tidak sadar) bahkan kematian bila tidak cepat ditolong. Keadaan hipoglikemia ini biasanya dipicu karena penderita tidak patuh dengan jadwal makanan (diet) yang telah ditetapkan. Komplikasi juga berhubungan dengan perubahan metabolik. Ginjal, misalnya, terjadi gangguan atau perubahan pada sirkulasi serta fungsi penyaringan yang akibat lanjutnya adalah gagal ginjal. Komplikasi lainnya ialah gangguan terhadap jantung. Sekitar 75-80% kematian pada diabetes karena kelainan jantung dan pembuluh darah, hal ini karena timbulnya timbunan lemak di pembuluh darah sehingga aliran darah terhambat. Jika itu terjadi di pembuluh darah jantung, dapat menimbulkan serangan jantung. Selain itu, komplikasi juga dapat mengenai pembuluh darah lain di mata (kebutaan), gangguan fungsi seksual, kaki, dan otak (Smeltzer & Bare, 2008). Tindakan pengendalian diabetes untuk mencegah terjadinya komplikasi sangat diperlukan, khususnya dengan menjaga tingkat gula darah sedekat mungkin dengan normal ( Sustrani, Alam dan Hadibroto, 2005). Akan tetapi, kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan. Hal ini disebabkan karena pasien kurang berdisiplin dalam menjalankan diet atau tidak mampu mengurangi jumlah kalori makanannya (Soegondo, 2007). Panduan Federasi Diabetes Internasional (IDF) tentang pengelolaan gula darah sesudah makan merekomendasikan pasien diabetes untuk menjaga kadar gulanya tidak lebih dari 140 mg/dL pada dua jam sesudah makan. Patokan ini dipublikasi pertama kali pada september 2007 di Amsterdam, Belanda. Rekomendasi ini lebih kecil dibanding patokan sebelumnya, yang di batas 200 mg/dL. Panduan IDF ini menekankan pentingnya menjaga gula darah sesudah makan agar terhindar dari resiko komplikasi diabetes. Cara menjaga kadar gula darah tetap terkontrol pada penderita diabetes mellitus Korelaksi Antara Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Diet Dengan Terkontranya Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Nyatyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang 2 tipe II seharusnya menerapkan pola makan seimbang untuk menyesuaikan kebutuhan glukosa sesuai dengan kebutuhan tubuh melalui pola makan sehat. Cara pengendalian kadar glukosa darah diabetes mellitus sebesar 86,2% penderita diabetes mellitus harus mematuhi pola diet diabetes mellitus yang dianjurkan, namun secara faktual jumlah penderita diabetes mellitus yang disiplin menerapkan program diet hanya berkisar 23,9%. Permasalahan ini terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan perilaku pencegahan penyakit. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita akan mengakibatkan tidak terkendalinya proses perkembangan penyakit, termasuk deteksi dini adanya komplikasi penyakit. Hal ini menjadi salah satu faktor resiko memperberat terjadinya gangguan metabolisme tubuh sehingga berdampak terhadap keberlansungan hidup penderita diabets mellitus (Suyono, 2007). Keberhasilan perencanaan makan tergantung pada perilaku dan pengetahuan penderita diabetes mellitus tipe II dalam menjalani anjuran makan yang di berikan, kegagalan dalam perencanaan makan merupakan salah satu kendala dalam pengobatan diabetes mellitus tipe II. Data laporan WHO tahun 2003 menunjukkan hanya 50% pasien diabetes mellitus tipe II di negara maju yang patuh diet dan rutin dalam melakukan pengobatan (WHO, 2003). kepatuhan diet pasien merupakan suatu perubahan perilaku yang positif dan diharapkan, sehingga proses kesembuhan penyakit lebih cepat dan terkontrol. Pengaturan diet yang seumur hidup bagi pasien diabetes mellitus menjadi sesuatu yang sangat membosankan dan menjemukan, jika dalam diri pasien tidak timbul pengertian dan kesadaran yang kuat dalam menjaga kesehatannya, perubahan perilaku diet bagi pasien diabetes mellitus yang diharapkan adalah keinginan melakukan perubahan pada pola makannya dari yang tidak teratur menjadi diet yang terencana (Perkeni, 2006). Kepatuhan Diet adalah penatalaksanaan gizi paling penting pada penderita DM. Prinsip gizi dan perencanaan makan merupakan salah satu kendala pada pelayanan diabetes, terapi gizi merupakan komponen utama keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Tanpa pengaturan jadwal dan jumlah makanan serta kualitas makanan sepanjang hari, sulit mengontrol kadar gula darah agar tetap dalam batas normal. Penderita DM sangat dianjurkan untuk menjalankan diet sesuai yang dianjurkan, yang dapat pengobatan anti diuretik atau insulin, harus mentaati diet secara terus menerus baik dalam jumlah kalori, komposisi dan waktu makan harus diatur. Pengaturan makanan bagi penderita DM secara umum bertujuan menjaga dan memelihara tingkat kesehatan optimal sehingga dapat melakukan aktivitas seperti biasanya dan diet adalah awal untuk mengendalikan diabetes. Menurut studi epidemologi bahwa permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan yang ditemukan paling banyak di masyarakat adalah kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan perilaku pencegahan penyakit. Pengetahuan akan berpengaruh pada sikap seseorang, selanjutnya sikap akan berpengaruh pada perilaku peningkatan derajat kesehatan masyarakat (Notoadmojo, 1997). Berdasarkan studi kasus yang dilakukan oelh Febriana (2005), kadar gula darah buruk (>200mg/dL) dengan presentase terbanyak pada sampel dengan pola makan tidak baik (41,20%). Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus. Pengaturan diet yang sesuai anjuran yaitu 3 (jam, jenis, dan jumlah) mengakibatkan asupan zat gizi akan tersebar sepanjang hari sudah terbukti mampu meningkatkan kestabilan kadar gula darah menjadi lebih baik (Waspadji, 2009). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 15 November 2012. Berdasarkan hasil wawancara dengan rekan medik di Desa Nyatnyono jumlah penderita diabetes mellitus adalah sebanyak 53 penderita diabetes. Hasil wawancara dengan klien pada 6 penderita diabetes mellitus tipe II di Desa Nyatnyono didapatkan bahwa 2 penderita diabetes memiliki kadar gula darah diatas normal Korelaksi Antara Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Diet Dengan Terkontranya Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Nyatyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang 3 (230mg/dL). Pasien mengaku telah membatasi konsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat dan gula, namun kurang memperhatikan keteraturan waktu makan bahkan beberapa mengalami peningkatan nafsu makan terutama pada malam hari, sedangkan 2 penderita diabetes masih mengkonsumsi makanan sesuai dengan menu keluarga namun mempetimbangkan jumlah asupannya dan 2 penderita diabetes tidak pernah menjalankan diet atau menjaga asupan makanannya. Berdasarkan hasil uraian diatas dan mengingat pentingnya peran kepatuhan diet diabetes mellitus untuk pengobatan dan untuk pengontrol kadar gula darah secara non farmakologis pada diabetesi, maka mendorong peneliti untuk mengetahui korelasi antara tingkat pengetahuan kepatuhan diet dengan terkontrolnya kadar gula darah pada penderita DM tipe II di desa Nyatnyono. yang sudah diketahui sebelumnya dengan cara mengidentifikasi semua karateristik populasi. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian inia dalah dengan studi potong lintang (cross-sectional study) yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variable independen dan variable dependen hanya sekali, yaitu pada saat pengukuran (Nursalam, 2003). Pendidikan SD SMP SMA PerguruanTinggi Jumlah Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita Diabetes Mellitus tipe II yang ada di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat sejumlah 53 orang. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Penderita Diabetes Mellitus Pekerjaan IRT Petani Buruh PNS Jumlah Frekuensi 18 6 23 6 53 Persentase (%) 34,0 11,3 43,4 11,3 100,0 Berdasarkan tabel 5.1, dapat diketahui bahwa dari 53 penderita DM di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat, paling banyak bekerja sebagai buruh, yaitu sejumlah 23 orang (43,4%). Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Penderita Diabetes Mellitus Frekuensi 29 15 7 2 53 Persentase (%) 54,7 28,3 13,2 3,8 100,0 Berdasarkan tabel 5.2, dapat diketahui bahwa dari 53 penderita DM di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat, sebagian besar berpendidikan SD, yaitu sejumlah 29 orang (54,7%). Analisis Univariat Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Penderita DM tentang Diabetes Mellitus Tingkat Pengetahuan Kurang Sedang Baik Jumlah Frekuensi 20 19 14 53 Persentase (%) 37,7 35,8 26,5 100,0 Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan penderita DM tentang diet diabetes mellitus di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat, paling banyak dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 20 orang (37,7%). Korelaksi Antara Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Diet Dengan Terkontranya Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Nyatyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang 4 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan Diet pada Penderita DM di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat, 2013 Kepatuhan Diet Tidak Patuh Patuh Jumlah Frekuensi 28 25 53 Persentase (%) 54,7 45,3 100,0 Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa dari 53 penderita DM di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat, lebih banyak yang tidak patuh terhadap diet diabetes mellitus, yaitu sejumlah 29 orang (54,7%). Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Terkontrolnya Kadar Glukosa Darah pada Penderita DM Terkontrolnya Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontrol Terkontrol Jumlah Frekuensi Persentase (%) 52,8 47,2 100,0 28 25 53 Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa dari 53 penderita DM di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat, lebih banyak yang memiliki kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, yaitu sejumlah sejumlah 28 orang (52,8%). Analisis Bivariat Tabel 5.6 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Terkontrolnya Kadar Glukosa Darah pada Penderita DM Terkontrolnya Glukosa Darah Pengetahuan Tidak Terkontrol Terkontrol f % f % Kurang 15 75,0 5 25,0 Sedang 9 47,4 10 52,6 Baik 4 28,6 10 71,4 Jumlah 28 52,8 25 47,2 Total f 20 19 14 53 χ2 pvalue % 100 7,478 0,024 100 100 100 Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa responden dengan pengetahuan kurang lebih besar memiliki kadar glukosa darah yang tidak terkontrol sejumlah 75,0% daripada responden dengan pengetahuan sedang sebagian besar memiliki kadar glukosa darah yang terkontrol sejumlah 52,6%, dan responden dengan pengetahuan baik sebagian besar juta memiliki kadar glukosa darah yang terkontrol sejumlah 71,4%. Tabel 5.7 Hubungan antara Kepatuhan Diet dengan Terkontrolnya Kadar Glukosa Darah pada Penderita DM Terkontrolnya Glukosa Darah Total pTidak χ2 Terkontrol value Terkontrol F % f % f % Tidak Patuh 22 75,9 7 24,1 29 100 11,66 0,001 Patuh 6 25,0 18 75,0 24 100 8 Jumlah 28 52,8 25 47,2 53 100 Kepatuhan Diet Berdasarkan tabel 5.7, dapat diketahui bahwa responden yang tidak patuh dalam melakukan diet DM lebih besar memiliki kadar glukosa darah yang tidak terkontrol sejumlah 75,9% dari pada responden yang patuh dalam melakukan diet DM sebagian besar memiliki kadar glukosa darah yang terkontrol sejumlah 75,0%. PEMBAHASAN Analisis Univariat Gambaran Tingkat Pengetahuan pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Hasil penelitian menggunakan kuesioner menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan penderita DM tentang diet diabetes mellitus di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat, dalam kategori kurang sejumlah 20 orang (37,7%). Pengetahuan responden dalam kategori kurang di mana mereka tidak mengetahui bahwa kadar glukosa darah pada waktu puasa > 120 mg/dL dan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL disebut dengan diabetes mellitus, penyakit Diabetes Mellitus dapat mengakibatkan gangguan pendengaran, cara pencegahan penyakit Diabetes Mellitus adalah dengan diet gizi sehat dan seimbang, berolahraga, dan mengontrol kadar glukosa darah, untuk pencegahan penyakit Diabetes Mellitus juga diperlukan pemeriksaan kadar glukosa darah berkala atau teratur, pengaturan pola makan merupakan pilar utama dalam pengelolaan penyakit Diabetes Mellitus. Hal tersebut disebabkan oleh faktor pendidikan. Pendidikan responden tamat SD sejumlah 29 orang (54,7%), tamat SMP sejumlah 15 orang (28,3%), tamat SMA sejumlah 7 orang (13,2%) dan tamat Korelaksi Antara Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Diet Dengan Terkontranya Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Nyatyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang 5 perguruan tinggi sejumlah 2 orang (3,8%). Hal tersebut menunjukkan sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah rendah (SD dan SMP). Pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan mereka sukar menerima informasi dari luar, termasuk tentang diabetes mellitus. Mereka juga pasif untuk menggali informasi yang berkaitan dengan penyakit tersebut, sehingga pengetahuan mereka tentang diabetes rendah. Hasil penelitian menggunakan kuesioner menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan penderita DM tentang diet diabetes mellitus di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat dalam kategori sedang sejumlah 19 orang (35,8%). Pengetahuan responden dalam kategori sedang dimana mereka mengetahui bahwa penyakit Diabetes Melitus yang tergantung insulin yaitu tipe I, penglihatan kabur, mulut kering, dan berat badan menurun merupakan gejala-gejalanya, sering kali merasakan lapar sehingga banyak makan (polypagia) merupakan gejala yang lain. Faktor usia, pola makan yang salah dan kegemukan menjadi salah satu penyebab penyakit Diabetes Mellitus tipe II. Diabetes Mellitus dapat mengakibatkan gangguan pendengaran, cara pencegahan penyakit Diabetes Mellitus adalah dengan diet gizi sehat dan seimbang, berolahraga dan mengontrol kadar glukosa darah. Tingkat pengetahuan penderita DM tentang diet diabetes mellitus di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat dalam kategori sedang disebabkan oleh faktor pekerjaan. Penderita DM tipe II di Desa Nyatnyono Kecamatam Ungaran Barat yang berkerja sebagai PNS sebanyak 6 orang (11,3%), yang bekerja sebagai buruh sebanyak 23 orang (43,4%), yang bekerja sebagai petani sebanyak 6 orang (11,3%) dan hanya sebagai ibu rumah tangga sebanyak 18 orang (34,0%). Hal tersebut menunjukkan sebagian besar responden adalah pekerja. Lingkungan tempat mereka bekerja mendukung bertambahnya interaksi dengan orang lain yaitu teman bekerja. Mereka bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman khususnya yang berkaitan dengan diabetes mellitus. Semakin banyak mereka menggali informasi dari lingkungan bekerja maka pengetahua mereka tentang diabetes semakin baik. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan oleh Rusimah (2010) dapat diketahui bahwa responden dengan tingkat pengetahuan tinggi sebanyak 32,1% patuh dengan dietnya. Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan rendah sebanyak 44,4% tidak patuh dengan dietnya. Hal ini menggambarkan bahwa semakin rendah tingkat pengetahuan maka semakin rendah pula persentase responden yang patuh terhadap dietnya. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan diet. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Ditinjau dari jenis pekerjaan yang sering berinteraksi dengan orang lain lebih banyak pengetahuannya bila dibandingkan dengan orang tanpa ada interaksi dengan orang lain. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar dalam bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan yang merupakan keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik (Ratnawati, 2009). Hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan penderita DM tentang diet diabetes mellitus di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat dalam kategori baik sejumlah 14 orang (26,4%). Pengetahuan responden dalam kategori baik di mana mereka mengetahui penyakit diabetes mellitus adalah penyakit kelebihan kadar glukosa dalam darah, disebut juga dengan penyakit kencing manis, penyakit diabetes melitus yang tidak tergantung insulin merupakan diabetes mellitus tipe II, salah satu gejala penyakit diabetes mellitus adalah sering buang air kecil, jika kadar glukosa darah pada waktu puasa > 120 mg/dl dan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl disebut Korelaksi Antara Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Diet Dengan Terkontranya Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Nyatyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang 6 dengan diabetes mellitus. Hal tersebut disebabkan oleh faktor informasi Informasi adalah data yang telah diproses ke dalam suatu bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima dan mempunyai nilai nyata dan terasa bagi keputusan saat ini atau keputusan mendatang, informasi yang datang dari pengirim pesan yang ditujukan kepada penerima pesan. Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam penyambungan informasi baik media maupun non media (Maulana, 2009). Responden mendapat informasi tentang diabetes melitus dari tenaga kesehatan yaitu dokter atau bidan desa. Mereka mendapat informasi dari dokter ketika melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah atau ketika menjalani perawatan kesehatan. Informasi yang diterima dari bidan desa diperoleh ketika mengikuti posyandu lansia. Salah satu kegiatan posyandu lansia adalah memberikan bimbingan perawatan kesehatan untuk lansia. Seumber informasi yang lain bagi penderita diabetes adalah penyuluhan yang diadakan oleh petugas penyuluh kesehatan yang diberikan ketika pelaksanaan posyandu lansia. Semakin banyak informasi yang diperoleh maka semakin baik pengetahuan responden tentang diabetes mellitus. Gambaran Kepatuhan Diet pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 53 penderita DM di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat yang tidak patuh terhadap diet diabetes mellitus, yaitu sejumlah 29 orang (54,7%). Responden tidak patuh dalam melakukan diet ditunjukkan dengan perilaku mereka apabila diberikan semangka, pisang, sawo oleh anggota keluarga maka akanmemakannya, apabila lapar maka langsung makan tetapi memperhatikan jadwal makan, sering lapar dan ingin makan pada malam hari serta makan 1 piring penuh setiap kali makan. Hal tersebut disebabkan kurangnya dukungan sosial keluarga. Keluarga kurang mendukung pelaksanaan diet yang dilakukan oleh responden di mana keluarga kurang memberikan dukungan informasi Mereka kurang dalam memberi nasehat, petunjukpetunjuk, sarana-sarana atau umpan balik. Keluarga kurang memberi semangat, pemberian nasehat atau mengawasi tentang pola makan sehari-hari dan pengobatan sehingga responden tidak patuh dalam melakukan diet terutama jumlah karbohidrat yang dikonsumsi. Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan bagi individu serta memainkan peran penting dalam program perawatan dan pengobatan. Pengaruh normatif pada keluarga dapat memudahkan atau menghambat perilaku kepatuhan, selain dukungan keluarga, dukungan tenaga kesehatan diperlukan untuk mempertinggi tingkat kepatuhan, dimana tenaga kesehatan adalah seseorang yang berstatus tinggi bagi kebanyakan pasien, sehingga apa yang dianjurkan akan dilaksanakan (Bart, 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 53 penderita DM di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat yang patuh terhadap diet diabetes mellitus, yaitu sejumlah 25 orang (45,3%). Responden patuh dalam melakukan diet ditunjukkan dengan mengkonsumsi glukosa khusus, mengkonsumsi makanan pengganti seperti kentang dan ubi, menepati jadwal makan yaitu 3 kali sehari, memperhatikan jumlah makanan setiap kali makan, banyak mengkonsumsi asupan serat larut air seperti buah-buahan dan sayur-sayuran. Responden patuh dalam melakukan diet di dukung oleh pengetahuan mereka yang baik tentang diabetes mellitus. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan oelh Febriana (2005), kadar glukosa darah buruk (>200mg/dL) dengan presentase terbanyak pada sampel dengan pola makan tidak baik (41,20%). Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus. Pengaturan diet yang sesuai anjuran yaitu 3 (jam, jenis, dan jumlah) mengakibatkan asupan zat gizi akan tersebar sepanjang hari sudah terbukti mampu meningkatkan Korelaksi Antara Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Diet Dengan Terkontranya Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Nyatyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang 7 kestabilan kadar glukosa darah menjadi lebih baik (Waspadji, 2009). Responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang diabetes mellitus dimana mereka mengetahui penyakit diabetes mellitus adalah penyakit kelebihan kadar glukosa dalam darah, disebut juga dengan penyakit kencing manis, penyakit diabetes melitus yang tidak tergantung insulin merupakan diabetes mellitus tipe II, salah satu gejala penyakit diabetes mellitus adalah sering buang air kecil, jika kadar glukosa darah pada waktu puasa > 120 mg/dl dan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl disebut dengan diabetes mellitus. Pengetahuan mereka yang baik tentang diabetes tersebet mendukung kepatuhan mereka dalam menjalani diet dan lebih hatihati dalam mengkonsumsi makanan seharihari. Pengetahuan tentang penyakit diabetes melitus pada penderita diabtes melitus, akan mendukung dalam penatalaksanaan diet diabetes melitus terhadap normalnya glukosa darah. Apabila tingkat pengetahuan tinggi maka diharapkan pasien taat dalam melaksanakan dietnya dan apabila pengetahuan pasien kurang maka pasien kurang taat dalam melaksanakan dietnya. Dari kepatuhan atau ketaatan diharapkan dapat menjaga kadar glukosa darah dan terjadinya komplikasi lebih lanjut (Notoatmodjo, 2003). Gambaran Kadar Glukosa Darah Puasa Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner menunjukkan bahwa dari 53 penderita DM di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat yang memiliki kadar glukosa darah yang tidak terkontrol sejumlah 28 orang (52,8%). Kadar glukosa darah dapat dikontrol dengan tiga cara yakni menjaga berat badan ideal, diet makanan seimbang dan melakukan olahraga atau latihan fisik. Seiring dengan berjalannya waktu, ketiga cara tersebut sering kali kurang memadai lagi. Kadar glukosa darah mungkin tidak terkontrol dengan baik. Pada keadaan yang seperti inilah baru diperlukan Obat Anti Diabetes (OAD). Jadi, pada dasarnya obat baru diperlukan jika dengan cara diet dan olahraga glukosa darah belum terkontrol dengan baik. Responden tidak dapat mengontrol kadar glukosa darahnya, sehingga glukosa darahnya meningkat atau tidak bisa mendekati kadar normalnya. Hal tersebut disebabkan mereka tidak dapar mengendalikan asupan makanan setiap harinya. Asupan karbohidrat dalam jumlah yang berlebihan dengan glycemic index (GI) yang tinggi akan dapat mengganggu kesehatan tubuh dalam hal ini adalah penyakit diabetes mellitus. Ketika karbohidrat di pecah dan glukosa dilepaskan ke dalam darah, kehadiran glukosa ini memberi tanda pancreas untuk mengeluarkan insulin, yaitu suatu hormone yang menagangkat glukosa ke dalam sel-sel tubuh. Jika karbohidrat mempunyai glycemic index yang tinggi maka glukosa akan menyebar ke dalam system tubuh dan insulin, juga akan dikeluarkan dengan cepat, sehingga akan berdampak meningkatnya hormone insulin, jika terjadi berulang kali dapat menaikkan kadar glukosa dalam darah (Wirakusumah, 2004). Kelebihan asupan lemak terutama jenis lemak jenuh juga dapat menurunkan efektifitas insulin. Semakin tinggi kadar asam lemak jenuh di dalam sel maka resistensi insulin semakin tinggi pula. Disamping itu, asupan lemak yang tinggi, juga dapat menyebabkan kegemukan. Akibatnya, jumlah insulin tidak cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam batas normal. Selain itu, lemak jenuh harus diwaspadai karena berhubungan dengan komplikasi klinis yang biasanya ditemui pada penderita diabetes mellitus (Wirakusumah, 2004). Hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner menunjukkan bahwa dari 53 penderita DM di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat yang memiliki kadar glukosa darah yang terkontrol sejumlah 25 orang (47,2%). Responden dapat mengontrol kadar glukosa darah dengan baik dimana mereka patuh menjalankan diet, menghindari cemas dan stres. Upaya yang responden lakukan untuk menjaga kadar glukosa darah diantaranya Korelaksi Antara Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Diet Dengan Terkontranya Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Nyatyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang 8 melakukan tes glukosa darah sebelum makan dan 2 jam setelah makan. Tes ini dapat menentukan seberapa baik obat untuk mengontrol glukosa darah. Tes ini juga akan menjelaskan jenis-jenis makanan yang meningkatkan kadar glukosa darah dan karena itu harus dihindari. Mereka juga memeriksa makanan dan minuman yang dikonsumsi Jika menemukan yang mungkin menjadi pemicu, maka mereka menghindari makanan tersebut serta rajin melakukan konsultasi dengan tenaga kesehatan yaitu dokter. Analisis Bivariat Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Terkontrolnya Kadar Glukosa Darah pada Penderita DM di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat, 2013 Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan pengetahuan kurang sebagian besar memiliki kadar glukosa darah yang tidak terkontrol sejumlah 15 orang (75,0%). Responden tidak mengetahui bahwa penyakit Diabetes Mellitus disebut juga dengan penyakit kencing manis dengan gejala sering buang air kecil, penglihatan kabur, mulut kering, dan berat badan. Mereka juga tidak mengetahui bahwa berat badan berlebih atau kegemukan merupakan faktor resiko terjadinya Diabetes Mellitus tipe II. Responden tidak mengetahui bahwa diabetes menyebabkan terganggu penglihatanya (matanya), gangguan pendengaran, menyebabkan luka menjadi sukar sembuh. Mereka tidak mengetahui bahwa cara pencegahan penyakit diabetes mellitus adalah dengan diet gizi sehat dan seimbang, berolahraga dan mengontrol kadar glukosa darah sehingga mereka tidak menghindari makanan yang manis seperti es krim, durian dan sawo dan tidak memperhatikan jadwal makan. Hal tersebut disebabkan oleh faktor umur dari responden. Umur adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan menjadi pengalaman dan kematangan jiwa. Menurut WHO, umur merupakan salah satu faktor penyebab kenaikan kadar glukosa darah. Tiap penambahan umur, kadar glukosa darah akan naik 5,6-13 mg/dl pada 2 jam sesudah makan (Fox & Kilvert, 2010). Hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner menunjukkan bahwa responden dengan pengetahuan sedang sebagian besar memiliki kadar glukosa darah yang terkontrol sejumlah 10 orang (52,6%). Responden mempunyai pengetahuan yang cukup baik tentang penyakit Diabetes Melitus, di mana mereka tahu Diabetes Mellitus tipe I tergantung insulin, berat badan berlebih atau kegemukan merupakan faktor resiko, pola makan yang salah merupakan faktor penyebab. Mereka juga mengetahui rajin berolahraga dapat mengontrol kadar glukosa darah penderita diabetes melitus, pengetahuan yang cukup baik tersebut mendorong mereka untuk mengkonsumsi makanan yang disediakan oleh keluarga sesuai dengan proporsi dan terjadwal dengan baik. Hasil tersebut dipengaruhi oleh pengalaman mereka selama menderita diabetes mellitus. Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experient is the best teacher), pepatah tersebut bisa diartikan bahwa pemngalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat dijadikan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara menglukosang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan persoalan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2002). Pengalaman akan menghasilkan pemahaman yang berbeda bagi tiap individu, maka pengalaman mempunyai kaitan dengan pengetahuan. seseorang yang mempunyai pengalaman banyak akan menambah pengetahuan (Cherin, 2009). Hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner menunjukkan bahwa responden dengan pengetahuan baik sebagian besar juta memiliki kadar glukosa darah yang Korelaksi Antara Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Diet Dengan Terkontranya Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Nyatyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang 9 terkontrol sejumlah 10 orang (71,4%). Responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang diabetes mellitus di mana mereka mengetahui penyakit Diabetes Mellitus adalah penyakit kelebihan kadar glukosa dalam darah, disebut juga dengan penyakit kencing manis, yang tergantung insulin untuk tipe I, penglihatan kabur, mulut kering, dan berat badan menurun merupakan gejala-gejala penyakit Diabetes Mellitus., pola makan yang salah merupakan faktor penyebab timbulnya penyakit Diabetes Mellitus tipe II sehingga mereka menghindari makanan yang manis seperti es krim, durian, dan sawo, memakai glukosa khusus, sering mengkonsumsi makanan yang disediakan oleh keluarga, memperhatikan jadwal makan. Hal ini didukung oleh lingkungan keluarga yang baik. Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Nursalam, 2003). Lingkungan merupakan segala sesuatu yang berada disekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luas yang mempengaruhi perkembangan manusia. Menurut berbagai penelitian, lingkungan akan membentuk kepribadian seseorang dimana lingkungan yang banyak menyediakan informasi akan menambah pengetahuan seseorang (Notoatmojo, 2003) Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai χ2 = 7,478 dengan p-value 0,024. Terlihat bahwa p-value = 0,024 < α (0,05), maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan terkontrolnya kadar glukosa darah pada penderita DM di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat. Pengetahuan tentang definisi diabetes mellitus, penyebab, tanda dan gejala diabetes mellitus, pencegahan serta penatalaksanaan atau pengobatan diabetes mellitus agar glukosa darah tetap terkontrol dapat menimbulkan respon batin dalam bentuk perubahan. Peningkatan pengetahuan sendiri tidak selalu menyebabkan terjadinya suatu perubahan secara langsung sebagai respon terhadap kesadran, tetapi efek komulatif dari peningkatan kesadaran, pengetahuan berkaitan dengan nilai, keyakinan, kepercayaan, minat, disiplin serta taat dalam berperilaku, termasuk perilaku yang berkaitan dengan bagaimana menjaga kadar glukosa darah agar tetap terkontrol. Hubungan antara Kepatuhan Diet dengan Terkontrolnya Kadar Glukosa Darah pada Penderita DM di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat, 2013 Hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner menunjukkan bahwa responden yang tidak patuh dalam melakukan diet DM memiliki kadar glukosa darah yang tidak terkontrol sejumlah 22 orang (75,9%). Responden yang tidak patuh dalam melakukan diet DM ditunjukkan dengan tidak menghindari makanan yang manis seperti es krim, durian, dan sawo, mengkonsumsi makanan yang disediakan oleh keluarga tidak sesuai jadwal, makan pada malam hari, tidak memperhatikan jumlah makanan setiap kali makan sehingga kadar glukosa darah tidak terkontrol. Hal tersebut disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat dan sikap yang negative terhadap diabetes. Hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner menunjukkan bahwa responden yang patuh dalam melakukan diet DM memiliki kadar glukosa darah yang terkontrol sejumlah 18 orang (75,0%). Responden yang patuh dalam melakukan diet DM ditunjukkan dengan memakai glukosa khusus, jadwal makan saya adalah 3 kali sehari, makan 1 piring penuh setiap kali makan, banyak mengkonsumsi asupan serat larut air seperti buah-buahan dan sayursayuran sehingga kadar glukosa darahnya terkontrol. Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai χ2 = 11,668 dengan p-value 0,001. Terlihat bahwa p-value = 0,001 < α (0,05), maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan diet diabetes mellitus dengan terkontrolnya kadar glukosa darah pada penderita DM di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat. Korelaksi Antara Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Diet Dengan Terkontranya Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Nyatyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang 10 PENUTUP Kesimpulan Gambaran tingkat pengetahuan penderita DM tentang diet diabetes mellitus di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat setelah dilakukan penelitian dengan pengisian kuesioner didapatkan jawaban bahwa pengetahuan responden paling banyak dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 20 orang (37,7%), sedangkan yang sedang sejumlah 19 orang (35,8%), dan responden dengan pengetahuan baik sejumlah 14 orang (26,4%). Gambaran Kepatuhan diet pada penderita diabetes mellitus tipe II di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan kuesioner yang dijawab oleh responden didapatkan data bahwa lebih banyak responden yang tidak patuh yaitu sejumlah 29 orang (54,7%) daripada yang patuh sejumlah 25 orang (45,3%). Gambaran Kadar glukosa darah puasa penderita diabetes melitus tipe II di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat setelah dilakukan penelitian dengan dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa didapatkan data bahwa lebih banyak responden yang memiliki kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, yaitu sejumlah 28 orang (52,8%) dari pada yang terkontrol sejumlah 25 orang (47,2%). Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan terkontrolnya kadar glukosa darah pada penderita DM di Desa Nyatnyono Kec. Ungaran Barat, dengan p-value = 0,024 < α (0,05) Ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan diet diabetes mellitus dengan terkontrolnya kadar glukosa darah pada penderita DM di Desa Nyatnyono Kec. Ungaran Barat, p-value = 0,001 < α (0,05). Saran Penelitian dapat memberikan informasi kepada pasien dan keluarga sehingga diharapkan pasien dan keluarga pengetahuan bertambah dan dapat mematuhi diet DM sehingga kadar glukosa darah dapat tetap terkontrol serta bagi para penderita hendaknya lebih aktif dalam menggali dan mencari informasi khususnya tentang diabetes mellitus kaitannya dengan diet dan cara pengontrolan glukosa darah dengan cara membaca, melihat, mendengarkan dari media elektronik ataupun rajin mengikuti seminar tentang diabetes mellitus. DAFTAR PUSTAKA Adam, J. M. F. (2011). Klasifikasi Dan Criteria Diagnosis Diabetes Mellitus Yang Baru, cermin dunia kedokteran, Juli 2012, from http://www.kompas.com/kesehatan/new s/.htm. Anne Kilvert, (2010). Bersahabat Dengan Diabetes Tipe II,diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Jakarta : Niaga Swadaya. Almatsier S, (2007). Penuntun Diet. Jakarta : Ikrar Mandiriabadi. Arikunto. (2006). Metodologi penelitian suatu pendektan praktek edisi 5. Jakarta: Rineka Cipta. Askandar.(2000). Penyakit diabetes mellitus. Jakrta : Bumi Aksara. Aziz, A.H. (2008). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Brunner &Suddarth, (2001).Buku Ajar KeperawatanMedikalBedah.Jakarta :BukuKedokteran EGC. Corwin. (2007). , Handbook Of Pathophysiology 3rd Ed. Lippincott Williams & Wilkins: USA. DKK, (2010). Profil dinas kesehatan kabupaten semarang. Jawa tengah. Fox Charles, (2010). Bersahabat Dengan Diabetes Tipe I,diabetes yang tergantung pada insulin. Jakarta : Niaga Swadaya. Fox & Kilvert. (2010). Bershabat dengan diabetes tipe II. Jakarta : Penebar Plus. Garnadi Y, (2012). Hidup Nyaman Dengan Diabetes Mellitus. Jakarta : AgroMedia Pustaka. Korelaksi Antara Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Diet Dengan Terkontranya Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Nyatyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang 11 Grover, J.K. Dan Yadan S.P. (2004). “Medicinal Plants Of India With Anti-Diabetes Potensial” journal of ethnopharmacology juli 2012. From http://www.kompas.com kesehatan/news/htm. Sugiyono. (2009). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Gunawan, sulistia. (2001). “Farmakologi Dan Terapi”. Jakarta : Universitas Indonesia. Sulisno. (2009). Dasar-dasar Etika Dalam Praktik Keperawatan dan Kebidanan. Semarang : Hasani. Hasan Badawi. (2009). Melawan dan Mencegah Diabetes Mellitus. Yogyakarta : Araska. Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo. (2005). Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta : EGC. Notoatmodjo S, (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Asdi Mahasatya. Sukardji. (2009). Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Wawan A. Dewi M. (2010). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika. Waspadji. (2009). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Jakarta : Penerbit FKUI. Wilson & Price. (2002). Patofisiologi. Jilid 2. Jakarta: EGC. Nugroho T, (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika. Nursalam, P.S. (2003). Pendekatan praktis metodologi riset keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Nurrahman U, (2012). Stop Diabetes Mellitus, Mengenal Diabetes Mellitus Dalam Keluarga Sejak Dini. Yogyakarta : Familia. Perkeni. (2006). konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Perkeni. Pinzon,R. (2011), Diabetes di Indonesia, Retrived, Juli 10, 2012, from : http://www.sehatbebaspenyakit.com/diabetes-diindonesia. Suyono S, Soegondo S. ( 2007 ). Penatalaksanaan Diadetes Mellitus Terpadu, Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Smeltzer & Bare. (2002). Buku keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC. Sugiyono. (2006). Statistika untuk penelitian, Cekatan 9, Bandung: Alfabeta. Korelaksi Antara Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Diet Dengan Terkontranya Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Nyatyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang 12