BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat karena relatif mudah diperoleh dan harganya terjangkau. Perhatian terhadap ikan berharga murah dan pemprosesannya menjadi bahan makanan yang berharga lebih mahal merupakan hal yang diperlukan oleh negara - negara yang mempunyai sumber perikanan yang besar, terutama di Indonesia. Banyak jenis ikan yang dikembangkan di Indonesia, meliputi perikanan air tawar, air laut dan air payau (Mareta, 2011). Dengan banyaknya jenis ikan di Indonesia yang melimpah ini, masih banyak ikan yang belum dimanfaatkan. Apalagi kesadaran mengkonsumsi ikan pada masyarakat masih rendah. Padahal ikan memiliki kandungan gizi yang baik sehingga mengkonsumsi ikan akan sangat baik bagi kesehatan. Menurut Susanto (2006), ikan memiliki kandungan protein (16-24%), lemak (0,2-2,2%), air (56-80%), dan mineral (2,5-4,5%). Selain itu menurut Hidayati (2012), secara umum ikan segar mempunyai kandungan air sebanyak 76 gram per 100 gram bahan ikan segar. Tingginya kandungan air tersebut dapat mengakibatkan pembusukan pada ikan. Kandungan air pada ikan yang cukup tinggi dapat menyebabkan bakteri atau mikroorganisme tumbuh dengan cepat, sehingga ikan dengan cepat mengalami pembusukan. Kondisi ini sangat merugikan karena banyak ikan tidak dapat dimanfaatkan dan terpaksa harus dibuang, terutama pada saat produksi yang melimpah. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawetan ikan oleh masyarakat sebagai langkah antisipasi mengurangi kerugian tersebut. Pengawetan yang merupakan suatu proses yang dilakukan untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dengan tujuan agar kualitas ikan dapat dipertahankan dalam kondisi baik. Metode pengawetan yang paling sederhana adalah dengan memproses menjadi ikan asin. Ikan ditaburi dengan garam lalu dikeringkan menggunakan metode pengeringan matahari. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain: penggaraman, pengeringan, pindang, pengasapan, peragian ataupun pendinginan. Pengawetan 1 2 ikan dapat juga dilakukan dengan pembuatan bekasam. Bekasam merupakan salah satu produk pengawetan ikan yang diolah secara tradisional dengan proses fermentasi. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), ikan yang dibuat bekasam harus dikelompokkan berdasarkan jenis, ukuran, dan tingkat kesegarannya agar diperoleh ikan bekasam yang yang seragam dengan mutu baik. Ikan yang biasa digunakan untuk pengolahan bekasam adalah ikan lele, ikan mas, wader, nila, mujahir dan ikan sepat, atau ikan air tawar lainnya. Bekasam banyak ditemui di daerah Sumatera, Jawa Tengah, dan Kalimantan walaupun dengan nama yang berbeda. Bekasam ataupun pekasam (sebutan orang Kalimantan) merupakan satu proses pengawetan yang sama yaitu dengan menggunakan ikan, nasi sebagai sumber karbohidrat, dan garam yang dimasukkan ke dalam toples ditutup rapat dan disimpan untuk mengalami proses fermentasi selama beberapa hari. Proses fermentasi pada bekasam ikan ini merupakan fermentasi bakteri asam laktat yang dapat mengubah 95% glukosa menjadi asam laktat. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui cara pengawetan dalam bentuk bekasam. Informasi mengenai cara pembuatan bekasam serta kandungan dari bekasam itu sendiri masih belum banyak diketahui dan dipublikasikan. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kandungan gizi yang terdapat dalam bekasam, khususnya kandungan protein, tingkat keasaman, dan penyebab terjadi pelunakan pada tulang ikan. 1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari melakukan penelitian pada bekasam ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh waktu pada proses pembuatan bekasam terhadap penurunan kadar protein. 2. Untuk mengetahui proses pelunakan pada tulang ikan selama proses pembuatan bekasam. 3. Untuk mengetahui tingkat keasaman yang terbentuk pada bekasam selama proses pembuatan dengan menggunakan alat pH meter. 3 1.3 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang didapat dari penelitian pada bekasam ini adalah: 1. Menambah pemahaman dan wawasan tentang kandungan nilai gizi yang terdapat pada bekasam. 2. Memperkenalkan kepada masyarakat mengenai masakan tradisional bekasam khas Sumatera Selatan. 1.4 Perumusan Masalah Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat karena relatif mudah didapat dan harganya yang terjangkau. Karena banyaknya ikan yang ada sehingga diperlukan cara untuk mengawetkannya salah satunya dengan dibuat bekasam. Bekasam merupakan salah satu cara untuk mengawetkan makanan yang dilakukan dengan cara fermentasi secara tradisional dengan mencampurkan ikan, nasi, dan garam dengan waktu fermentasi sekitar 4-7 hari. Sejauh mana pengaruh proses fermentasi pada bekasam terhadap nilai gizi yang terkandung di dalamnya belum banyak diketahui dan dipublikasikan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui dan menganalisis kandungan gizi pada bekasam terutama proses degradasi protein, pelunakan pada tulang ikan, dan tingkat keasaman dengan kuantitas garam yang berbeda.