bab iii pola komunikasi antarbudaya etnis lampung dan bali dalam

advertisement
BAB III
POLA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS LAMPUNG DAN BALI
DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN HIDUP BERMASYARAKAT DI
DESA BUKIT BATU
A. Gambaran Umum Desa Bukit Batu
1. Sejarah Desa Bukit Batu
Desa Bukit Batu merupakan desa yang terletak di Kecamatan Kasui
Kabupaten Way Kanan. Desa Bukit Batu merupakan desa hasil pemekaran
dari Desa Jaya Tinggi yang diresmikan oleh Bupati Way Kanan H. Bustami
Zainudin, S.Pd., MM., pada tahun 2013. Jarak Desa Bukit Batu dari pusat
pemerintahan Kecamatan Kasui adalah 5 km ke arah timur.1
Menurut Bapak Jainabun (sesepuh Desa Bukit Batu), nama Bukit
Batu diambil dari nama sebuah bukit yang terletak di kampung tersebut yang
dipenuhi dengan bebatuan besar. Sehingga masyarakat setempat memberi
daerah tersebut dengan nama Desa Bukit Batu.2
Desa ini dahulunya merupakan perkampungan yang mayoritas
bersuku Lampung, pada tahun 1980 datanglah seorang dari suku Bali yang
bernama Pan Giri yang datang langsung dari desa Bali Sadhar Kecamatan
Banjit Kabupaten Way Kanan dengan tujuan untuk membasmi hama berkaki
empat (Babi). Akan tetapi dalam perjalanannya Bapak Pan Giri mendirikan
sebuah tempat usaha penggilingan padi, sehingga membutuhkan banyak
1
Dokumentasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Bukit Batu Tahun 20162021, dicatat pada tanggal 12 Juni 2016.
2
Jainabun, Sesepuh Desa Bukit Batu, Wawancara dengan Penulis, Senin, 18 Juli 2016.
73
karyawan dalam pekerjaannya. Sekitar tahun 1985 Bapak Pan Giri mengajak
saudara-saudaranya untuk bermukim di Desa Bukit Batu ini dengan alasan
disini mereka dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Lampung
setempat. Dalam perjanjiannya, antara Bapak Pan Giri (sesepuh adat Bali)
dan Bapak Jainabun (sesepuh adat Lampung) ketika itu tertuang dalam
sebuah kesepakatan yang masih sangat melekat dalam ingatan mereka
berdua, yang isinya kurang lebih:“Kehidupan sosial harus selalu dijaga,
kehidupan beragama dijaga dan dibatasi”. Hal inilah yang menjadi dasar
masyarakat dua suku ini dapat hidup berdampingan dengan rukun.3
Desa Bukit Batu dahulunya merupakan salah satu dusun dari Desa
Jaya Tinggi, pada tahun 2013 atas berkat musyawarah dari sesepuh dan
tokoh masyarakat serta aparat Desa Jaya Tinggi, maka dianggap perlu
diadakannya pemekaran untuk dapat mengefisiensi dalam meningkatkan
pembangunan. Hingga akhirnya pada tahun yang sama Bupati Way Kanan
H. Bustami Zainudin, S.Pd. MM. Secara resmi memekarkan dan meresmikan
dusun Bukit Batu menjadi Desa Bukit Batu.4
Salah satu alasan dari diadakannya pemekaran tersebut juga adalah
agar masyarakat Bukit Batu dapat dipimpin langsung oleh orang yang benarbenar paham dengan kondisi budaya masyarakat Bukit Batu. Hal ini tidak
terlepas dari perbedaan budaya yang sangat berpotensi sekali untuk
3
4
Pan Giri, Sesepuh adat Bali, Wawancara, Minggu, 17 Juli 2016.
Hartono, Kepala Desa Bukit Batu, Wawancara, Selasa, 20 Juni 2016.
74
timbulnya konflik. Hingga saat ini Desa Bukit Batu mayoritas berpenduduk
Lampung & Bali.5
2. Struktur Kepengurusan Aparatur Desa Bukit Batu
Organisasi Desa Bukit Batu menganut sistem kelembagaan
pemerintah kampung dengan pola minimalis. Desa Bukit Batu dipimpin oleh
Bapak Hartono sejak 17 April 2013, dalam tugasnya Kepala Desadibantu
oleh aparat kampung lainnya. Bapak Rustam sebagai Sekretaris Desa
bertugas menertibkan bidang administrasi. Dalam melaksanakan tugasnya
Kepala Desa juga dibantu oleh 3 (tiga) Kepala Urusan (KAUR). Diantaranya
yaitu Kaur Pemerintahan oleh Bapak Irawanto, Kaur Pembangunan oleh
Bapak Edi Supli dan sebagai Kaur Umum oleh Bapak I Komang Mastre.
Desa Bukit Batu terdiri dari 6 Dusun yang masing-masing dipimpin
oleh Kepala Dusun (Kadus). Kadus 1 dipimpin oleh Bapak Hamdani, Dusun
II dipimpin oleh Bapak Joni, Dusun III dipimpin oleh Bapak Tarjuki, Dusun
IV dipimpin oleh Bapak Junaidi, Dusun V dipimpin oleh Bapak Sugana dan
Dusun VI dipimpin oleh Bapak Kateni. Sebagaimana dapat dilihat dalam
tabel ini.
5
Jainabun, Sesepuh Desa Bukit Batu, Wawancara, Senin, 18 Juli 2016.
75
Tabel 1
Struktrur Aparatur Kepemerintahan Desa Bukit Batu Periode 2013-2018
Kepala Desa
Hartono
Sekretaris Desa
Rustam
Kaur Pemerintahan
Irawanto
Kaur Pembangunan
Edi Supli
Kaur Umum
I Komang Mastre
Kadus 01
Hamdani
Kadus 02
Joni
Kadus 03
Tarjuki
Kadus 04
Junaidi
Kadus 05
Sugana
Kadus 06
Kateni
Sumber Data: RPJM Desa Bukit Batu Tahun 2016-2021
3. Letak dan Luas Wilayah Desa Bukit Batu
Desa Bukit Batu mempunyai luas wilayah ± 520 Ha atau 52 km2,
dengan batas wilayah:
 Sebelah timur berbatasan dengan Kampung Tanjung Bulan
 Sebelah barat berbatasan dengan Kampung Jaya Tinggi
 Sebelah selatan berbatasan dengan Kampung Talang Mangga
76
 Sebelah utara berbatasan dengan Kampung Gelombang Panjang.6
4. Visi & Misi Desa Bukit Batu
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Desa Bukit Batu
Kecamatan Kasui mengacu pada visi dan misi pemerintah Kabupaten Way
Kanan, yaitu:
a. Visi
Visi Desa Bukit Batu yaitu: “ Meningkatkan taraf hidup
masyarakat yang cerdas, sejahtera, bertaqwa dan berbudaya”.
b. Misi
Misi merupakan langkah-langkah untuk mencapai visi, misi Desa
Bukit Batu adalah:
1) Mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih baik dan
sejahtera;
2) Melaksanakan pembangunan infrastruktur sesuai kebutuhan
masyarakat;
3) Mensejahterakan masyarakat dengan pembangunan sumber daya
manusia;
4) Mewujudkan masyarakat yang sehat, harmonis, agamis dan
berbudaya.7
6
Ibid.
77
5. Nilai-Nilai Budaya Desa Bukit Batu
Dalam mewujudkan visi dan misi Desa Bukit Batu, maka dibutuhkan
kondisi masyarakat yang aman dan terpelihara. Kondisi ini telah tercipta
melalui proses sejarah yang tercermin dari nilai-nilai budaya masyarakat
Desa Bukit Batu, nilai-nilai ini meliputi:
a. Gotong royong
Masyarakat di Desa Bukit Batu pada umumnya adalah
masyarakat yang majemuk yang terdiri dari suku dan adat istiadat,
gotong
royong
merupakan
nilai
budaya
yang
masih
sangat
dikembangkan dan dipelihara dalam penerapannya, karena budaya
gotong royong akan memperoleh hasil yang lebih baik dan adanya sikap
kebersamaan dalam keberagaman budaya.
b. Efektif & efisien
Pembangunan di Bukit Batu akan berhasil apabila aspek efektif
dan efisien selalu diperhatikan baik dalam penggunaan sumber daya
maupun dalam proses pemanfaatan hasil.
c. Akuntabilitas
Merupakan salah satu aspek atau nilai penting dalam
pelaksanaan kebijakan program pembangunan sehingga hasil kinerjanya
harus dapat dipertanggung jawabkan kepada semua pihak.
7
Dokumentasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Bukit Batu Tahun 20162021, dicatat pada tanggal 12 Juni 2016.
78
d. Transparansi
Dengan adanya reformasi pembangunan disegala bidang, maka
aspek/nilai keterbukaan dari setiap program kegiatan pembangunan
perlu disosialisasikan, sehingga program kegiatan dapat diketahui oleh
masyarakat luas.
e. Etos kerja
Etos kerja merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan,
dimana etos kerja dibutuhkan bagi semua stakeholder program
pembangunan.
f. Religius
Nilai religius memegang peran penting dalam pembangunan
mental dan spiritual masyarakat, serta besarnya peran pimpinan
golongan umat beragama maupun tokoh adat dalam membina kerukunan
hidup bermasyarakat.8
6. Jumlah Penduduk Desa Bukit Batu
Berdasarkan data pada tahun 2016, jumlah penduduk Desa Bukit
Batu adalah 1.560 jiwa yang berasal dari 401 kepala keluarga, dengan
perbandingan penduduk pria sebanyak 895 jiwa dan penduduk wanita
8
Ibid.
79
berjumlah 665 jiwa.9 Berikut tabel data penduduk Kampung Bukit Batu
berdasarkan usia, latar belakang pendidikan dan suku.
a. Jumlah penduduk Desa Bukit Batu berdasarkan usia
Tabel 2
Jumlah penduduk Desa Bukit Batu berdasarkan usia.
No
Kategori
Umur
Jumlah Penduduk
1 Masa Balita
0-5 Tahun
241 Orang
2 Masa Kanak-Kanak
5-11 Tahun
119 Orang
3 Masa Remaja
12-17 Tahun 339 Orang
4 Masa Dewasa Awal
18-40 Tahun 413 Orang
5 Masa Dewasa Madya
40-60 Tahun 398 Orang
6 Masa Lanjut Usia
61 Tahun
50 Orang
keatas
Jumlah Total
1.560 Orang
Sumber: RPJM Kampung Bukit Batu tahun 2016-2021
b. Jumlah penduduk Desa Bukit Batu berdasarkan latar belakang
pendidikan.
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Bukit Batu tergolong
cukup, hal ini dibuktikan dengan banyaknya lulusan SLTA dan bahkan
Perguruan Tinggi. Namun demikian, masih banyak penduduk yang
hanya lulusan SD bahkan tidak tamat SD atau tidak sekolah. Berikut
jumlah penduduk Desa Bukit Batu berdasarkan data monografi tahun
2016.
9
Dokumentasi Desa Bukit Batu, dicatat pada tanggal 20 Juni 2016.
80
Tabel 3
Jumlah penduduk Desa Bukit Batu berdasarkan latar belakang
pendidikan.
No
Pendidikan Terakhir
Jumlah
1 Tidak tamat SD/ tidak sekolah sekolah
428 Orang
2 Lulusan SD
537 Orang
3 Lulusan SLTP
342 Orang
4 Lulusan SLTA
246 Orang
5 Lulusan S1- keatas
7 Orang
Jumlah Penduduk
1.560 Orang
Sumber: RPJM Desa Bukit Batu tahun 2016-2021
Dari tabel diatas penulis dapat menyimpulkan bahwasanya
tingkat pendidikan masyarakat Desa Bukit Batu masih dapat dikatakan
rendah. Terbukti masih sedikitnya masyarakat Desa Bukit Batu yang
berpendidikan tinggi, hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi sehingga
orang tua mereka memilih untuk tidak menyekolahkan anak-anaknya
hingga ke jenjang yang lebih tinggi dan untuk membantu pekerjaan
mereka, seperti berdagang dan bertani atau merantau ke kota.
c. Jumlah penduduk Desa Bukit Batu berdasarkan suku
Mayoritas masyarakat Desa Bukit Batu bersuku Lampung dan
Bali dan ada juga sebagian kecil terdapat suku Jawa, Sunda & Semendo.
Menurut keterangan yang diberikan oleh sekretaris Desa Bukit Batu
jumlah penduduk berdasarkan suku yaitu:
Tabel 4
Jumlah penduduk Desa Bukit Batu berdasarkan suku
NO
Suku
Jumlah penduduk
1 Lampung
820 Orang
2 Bali
614 Orang
81
3 Jawa
72 Orang
4 Sunda
37 Orang
5 Semendo
17 Orang
Jumlah Penduduk 1.560 Orang
Sumber: RPJM Desa Bukit Batu tahun 2016-2021
7. Kondisi Agama dan Kepercayaan Desa Bukit Batu
Desa Bukit Batu mayoritas beragama Islam dengan jumlah
penganutnya yaitu 1.038 orang disusul dengan beragamakan Hindu sebanyak
614 orang dan hanya 1 keluarga kecil yang beragamakan Kristen yaitu 8
orang. Kehidupan keagamaan Desa Bukit Batu masih sangat kental, serta
beberapa kepercayaan takhayyul yang dibawa oleh masyarakat Bali.
Dalam pelaksanaan ibadah masing-masing agama tidaklah ada yang
mengusik, mereka beribadah menurut keyakinan masing-masing dengan
tenang. Bagi masyarakat Bali sebagai pendatang pun tidak ada halangan
dalam melaksanakan ibadah menurut kepercayaannya.
8. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Etnis Lampung dan Bali di Desa
Bukit Batu
Desa Bukit Batu merupakan sebuah pedesaan yang mayoritas
beretnis Lampung dan Bali. Potensi konflik sangatlah besar dalam kehidupan
bermasyarakat, mengingat dibeberapa wilayah sering sekali terjadi konflik
antara etnis Lampung dan Bali. Seperti di Desa Bali Sadhar yang hanya
berjarak kurang lebih 10 km dari desa ini, sering kali terjadinya konflik
antara desa Bali Sadhar dan desa Baradatu yang mayoritas bersuku
82
Lampung. Konflik tersebut disebabkan oleh hal yang sangat sepele, yaitu
hanya konflik antar pribadi yang berujung menjadi konflik antar suku.
Masyarakat etnis Lampung di Desa Bukit Batu merupakan
masyarakat pribumi yang ada di desa ini sejak tahun 1917. Masyarakat
Lampung adalah masyarakat pertama yang bermukim di daerah ini.
Kehidupan sosial dan budaya masyakat Lampung di Desa Bukit Batu
sangatlah kental dan masih sangat memegang teguh adat istiadat, hal ini
dibuktikan masih diadakannya upacara-upacara adat dalam acara pernikahan,
aqiqahan dan lain-lain.
Masyarakat etnis Bali merupakan masyarakat pendatang yang datang
ke daerah ini sekitar pada tahun 1980-an yang dibawa oleh seorang
wiraswasta yang bernama Bapak Pan Giri, beliau adalah mantan Kepala
Desa Bali Sadhar Kecamatan Banjit Kabupaten Way Kanan. Pada saat
kedatangannya, beliau disambut dengan tangan terbuka oleh masyarakat
Lampung setempat. Keberagaman suku dan budaya bukanlah menjadi suatu
penghalang bagi mereka untuk saling kenal-mengenal.10
Dalam kehidupan sosial antara masyarakat etnis Lampung dan Bali,
sekilas tidak ada perbedaan diantara mereka, tidak ada diskriminasi dan
intimidasi serta kesenjangan antarbudaya. Hidup berdampingan membaur
bersama dalam satu lingkungan, hidup rukun, damai dan tentram merupakan
10
Rustam, Sekretaris Desa Bukit Batu, Wawancara dengan Penulis, Kamis, 23 Juni 2016.
83
keadaan yang sangat dijaga oleh masyarakat Lampung dan Bali di kampung
ini.
Kerukunan antara masyarakat etnis Lampung dan Bali ini sangat
terlihat ketika upacara adat atau hari-hari besar masing-masing budaya.
Seperti dalam upacara begawi adat Lampung atau upacara pernikahan
masyarakat Lampung. Terlihat sekali kehangatan kerukunan antar suku ini,
masyarakat Bali ikut membantu dan ikut serta dalam prosesi acara begawi
adat tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika masyarakat Bali melaksanakan
suatu acara pernikahan, masyarakat Lampung pun ikut serta dalam prosesi
upacara adat tersebut. Contoh lainnya yaitu dalam hari-hari besar masingmasing agama seperti hari raya Nyepi, masyarakat Lampung sangat
menghormati dan menghargai hari raya tersebut, dibuktikan dengan
partisipasi mereka untuk mengingatkan pengguna jalan agar tidak terlalu
memacu kendaraannya dengan kuat dan mereka pun sepakat untuk
mengurangi aktifitas di luar rumah, tidak membuka warung dan lain-lain.
Begitu pula jika sedang berlangsung nya hari-hari besar Islam yang dianut
oleh masyarakat Lampung, masyarakat Bali pun ikut merayakannya
bersama-sama.11
Menurut tokoh adat Lampung yaitu Bapak Joni, masyarakat
Lampung dan Bali merupakan dua suku yang sangat susah untuk disatukan.
Berbeda halnya dengan masyarakat di desa ini, yang hidup rukun dan
11
I Komang Mastre, Tokoh Adat Bali, Wawancara dengan Penulis, Kamis, 21 Juli 2016.
84
berdampingan membaur dalam satu desa tanpa adanya diskriminasi, saling
terbuka dan memahami lah yang menjadi kunci sebuah kerukunan antar etnis
Lampung dan Bali ini.12
B. Pola Komunikasi Antarbudaya Etnis Lampung dan Etnis Bali dalam
Memelihara Kerukunan Hidup Bermasyarakat di Desa Bukit Batu
Pola komunikasi identik dengan proses komunikasi. Jika kita ingin
mengetahui pola komunikasi maka kita terlebih dahulu harus mengkaji tentang
proses komunikasinya. Maka dari itu, penulis akan terlebih dahulu menjelaskan
hasil temuan di lapangan tentang proses komunikasi antarbudaya etnis Lampung
dan Bali di Desa Bukit Batu.
Proses komunikasi antarbudaya yang terjadi antara etnis Lampung dan
Bali hampir terjadi setiap hari dengan intensitas komunikasi yang cukup tinggi,
hal tersebut dikarenakan letak rumah mereka yang bertetanggaan dan membaur.
Proses komunikasi yang cukup intensif dilakukan oleh kedua etnis ini, ada
waktu-waktu tertentu dan tempat-tempat tertentu terjadinya komunikasi yang
intens dikarenakan mayoritas etnis Lampung dan Bali di Desa Bukit Batu ini
bermata pencaharian sebagai petani. Seperti di sore hari, malam hari, acara-acara
12
Joni, Tokoh Adat Lampung, Wawancara dengan Penulis, Rabu, 20 Juli 2016.
85
kampung, musyawarah desa, di warung, di poskamling, upacara adat, hari-hari
besar dan di lapangan olahraga.13
Proses komunikasi yang sangat sering sekali dilakukan yaitu ketika
terjadinya acara perayaan di desa, seperti HUT RI, hari-hari besar agama dan
ketika pelaksanaan musyawarah tingkat desa. Dalam situasi dan kondisi
tersebutlah penulis dapat mengetahui pola komunikasi yang terjadi antar kedua
etnis ini.
Terkait proses komunikasi yang sering dilakukan oleh masyarakat etnis
Lampung dan Bali adalah dengan langsung tatap muka, komunikasi bermedia juga
terjadi akan tetapi lebih cenderung dalam komunikasi langsung. Komunikasi
bermedia biasanya sering dilakukan oleh pemuda dengan pemudi dari dua etnis
tersebut yang mempunyai hubungan tersendiri. Hal tersebut diungkapkan oleh
Kadek Suhendra (Pemuda Etnis Bali).
Kalau terkait komunikasi yang sering kami lakukan adalah langsung tatap
muka, seperti di lapangan, warung, tempat nongkrong lah gitu. Sedangkan
kalok komunikasi bermedia seperti Handphone gitu ya mungkin ada juga
sih, tapi sekedarnya saja. Kalok yang sering komunikasi pakek Hp ya itu
mereka yang punya hubungan spesial orang Bali dengan orang Lampung.
Tapi kan disini kita membatasi diri, seperti ya itu kalau kita punya
hubungan gitu biasanya orang Lampung kan mayoritas Islam. Nah kita
Bali kan Hindu, jadi ya kemungkinan ada rasa takut dari ajaran masingmasing buat menaruh hubungan tersebut.14
Proses komunikasi yang terjadi antar dua etnis ini dilakukan secara
interpersonal atau antarpribadi maupun kelompok. Pernyataan penulis ini
13
I Gede Sulaksana, Tokoh Pemuda Etnis Bali, Wawancara dengan Penulis, Sabtu, 23
Juli 2016.
14
Kadek Suhendra, Pemuda Etnis Bali, Wawancara dengan Penulis, Sabtu, 23 Juli 2016.
86
diperkuat dengan dialog yang penulis dapatkan dari kejadian antar dua orang
remaja yang bernama Deki (Etnis Lampung) dengan Kadek Agung Prasetyo
(Etnis Bali), pada saat itu Deki sedang duduk-duduk di depan rumahnya dan lewat
lah si Kadek.
Deki
Kadek
Deki
Kadek
: “Bli, mau kemana kau siang-siang bolong gini?”
: “Mau ke Kasui sebentar, beli cat disuruh sama bapak, yay”.
: “Oh, coba nanti tolong tanyain harga semen sekarang
berapa ya”.
: “ Oke yay, aku berangkat dulu ya takut ujan”.15
Dari percakapan kedua orang tersebut, bisa dilihat adanya feedback
dimana Deki (Etnis Lampung) menegur dan bertanya kepada Kadek (Etnis
Lampung) dan si Kadek pun memberikan respon berupa jawaban begitu juga
seterusnya.
Dari pengamatan tersebut juga diperkuat dengan pernyataan dari Rani
Sagita (warga etnis Lampung) yang menyatakan bahwa komunikasi yang terjadi
antara dua orang Lampung dengan Bali selama ini terjadi dengan tatap muka dan
berlangsung seperti komunikasi dengan sesama warga Lampung.
Gini ya kak, kita ya kalok ngobrol atau berkomunikasi, ya sama aja dengan
kita ngobrol dengan orang Lampung sendiri, mereka ya gak kami bedain,
selalu ada tanggapan, dan juga banyak komunikasinya secara langsung.
Saling tegur dan saling sapa itu ya memang udah kebiasaan kita lah.
Pokoknya gak ada perbedaan antara kami ngobrol atau bergaul dengan
orang Bali dengan orang Lampung, semua sama kak.16
Dari komunikasi yang terjadi diatas juga terlihat adanya sapaan
menggunakan bahasa Bali seperti Bli yaitu bahasa sapaan bagi orang yang lebih
15
16
Observasi Penulis di Desa Bukit Batu pada tanggal 25 Juli 2016.
Rani Sagita, Warga Etnis Lampung, Wawancara dengan Penulis, Kamis, 28 Juli 2016.
87
tua begitu juga ada sapaan yang menggunakan bahasa Lampung seperti Yay atau
Kiyay yang merupakan panggilan sapaan kepada masyarakat Lampung yang telah
berkeluarga atau orang tua. Hal tersebut juga menunjukkan adanya rasa saling
menghargai dan menghormati yang diwujudkan dengan saling sapa dengan bahasa
sapaan penghormatan.
Komunikasi interpersonal juga penulis dapatkan ketika etnis Bali sedang
membeli es campur kepada etnis Lampung, yaitu antara Pak Wayan dan Bapak
Muhlisi:
Wayan: “ Yay, beli es campurnya yay”.
Muhlisi: “ Ya Bli, berapa bungkus Bli?”
Wayan: “ 2 bungkus aja yay, cuman saya sama istri itu lah juga yang di
rumah, hehehe”.
Muhlisi: “ Ini Bli es campurnya”.
Wayan: “ Berapa yay?”
Muhlisi: “ Sepuluh ribu Bli, biasa.”
Wayan: “ Ini Bli, makasih yay.”
Muhlisi: “ Iya sama-sama.”17
Dari beberapa pendapat dan pengamatan penulis diatas terlihat bahwa
komunikasi yang sering sekali terjadi antara kedua etnis ini adalah komunikasi
interpersonal atau antarpribadi dengan berlangsung secara tatap muka dan adanya
respon balik.
Selain komunikasi interpersonal, penulis juga menemukan adanya
komunikasi kelompok yang terjadi antara etnis Lampung dan Bali. Misalnya pada
saat musyawarah yang diadakan oleh tokoh adat Lampung dan Bali ketika adanya
suatu permasalahan. Dalam musyawarah tersebut juga adanya komunikasi secara
17
Observasi Penulis di Desa Bukit Batu pada tanggal 19 Juli 2016.
88
tatap muka dan berlangsung dialogis dalam proses komunikasi yang terjadi. Hal
ini diungkapkan oleh tokoh adat Lampung, Bapak Joni:
Iya biasanya kita kalok ada permasalahan sekecil apapun, pasti di
musyawarahkan dulu dengan masing-masing tokoh adat, sehingga apa kata
tokoh adat, alhamdulillah masyarakat kita mentaati, sehingga bisa-bisa lah
saya sebagai tokoh adat untuk mengambil kebijakan yang paling bijak.18
Hal senada juga diungkapkan oleh dari Bapak I Komang Mastre selaku
tokoh adat Bali:
Gini dek, setiap ada persoalan apa saja yang menyangkut kerukunan antar
masyarakat Bali dan Lampung selalu kita pecahkan dulu bersama tokoh
adat, nah nanti baru saya dengan Pak Joni bertemu dan mengambil jalan
yang terbaik dan tetap mengutamakan kerukunan.19
Dalam komunikasi yang terjadi pada proses musyawarah ini terjadi dua
tahap. Pertama Kepala Desa akan terlebih dahulu mengadakan musyawarah
dengan para sesepuh dan tokoh adat dari kedua etnis tersebut. Setelah terjadinya
kesimpulan dan kesepakatan dari hasil musyawarah tersebut, maka akan
dilanjutkan kepada masyarakat etnis Lampung maupun Bali.
Pada saat terjadinya proses musyawarah antara Kepala Desa atau Aparatur
Desa dengan tokoh adat Bali dan Lampung, terjadinya proses komunikasi dengan
adanya tanggapan dari masing-masing pihak. Setelah mendapati kesepakatan yang
bulat, maka selanjutnya akan dibawa ke masyarakat. Hal tersebut sebagaimana
diungkapkan oleh Bapak Hartono selaku Kepala Desa Bukit Batu:
Kita biasanya ada musyawarah desa yang terkait dengan permasalahan
antar kedua etnis ini, dari proses nya pertama kita panggil dulu sesepuh
18
19
Joni, Tokoh Adat Lampung, Wawancara dengan Penulis, Kamis, 21 Juli 2016.
I Komang Mastre, Tokoh adat Bali, Wawancara dengan Penulis, Rabu, 20 Juli 2016.
89
dan tokoh adat Lampung dan Bali. kita mintai pendapat dan kita
musyawarah kan bersama. Ya sama seperti kita musyawarah lah, adanya
tanggapan dan keputusan yang masing-masing disepakati oleh kedua belah
pihak. Nah setelah adanya kesepakatan antar tokoh dan sesepuh itu, lalu
dibawa lah ke masyarakat. Alhamdulillah nya masyarakat sini baik orang
Lampung maupun Bali itu patuh dan nurut semua dengan apa yang
disampaikan oleh sesepuh dan tokoh adatnya masing-masing.20
Dalam penyampaian hasil keputusan atau kesepakatan dalam musyawarah
antar sesepuh dan tokoh adat yang dijembatani oleh Aparatur Desa tersebut,
terjadilah proses komunikasi satu arah atau komunikasi pasif sebelum
dipersilahkan oleh tokoh adat maupun aparat desa. Hal tersebut diungkapkan oleh
Kadek Suhendra (warga etnis Bali).
Pada waktu pak Kades dan tokoh-tokoh adat menyampaikan hasil
keputusan musyawarah, kami hanya melaksanakan dari hasil keputusan
tersebut, karena semua sudah percaya dengan para tokoh dan sesepuh
kami. Ketika mereka bilang begini ya kami ikut mas. Kami tidak akan
menyampaikan tanggapan sebelum mereka persilahkan. Dan biasanya
kami pun tidak menyampaikan tanggapan selagi masalah tersebut sudah
jelas dan baik menurut kami.21
Dari beberapa hasil wawancara dan observasi tersebut, penulis mendapati
adanya proses komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok yang terjadi
antara etnis Lampung dan Bali. Dari proses komunikasi itu juga penulis akan
mengetahui pola komunikasi yang terjadi.
20
Bapak Hartono, Kepala Desa Bukit Batu, Wawancara dengan Penulis, Sabtu, 23 Juni
21
Kadek Suhendra, Warga Etnis Bali, Wawancara dengan Penulis, 30 Juli 2016.
2016.
90
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi Antarbudaya Etnis
Lampung
dan
Bali
dalam
Memelihara
Kerukunan
Hidup
Bermasyarakat.
1. Faktor Pendukung
Perbedaan budaya antara etnis Lampung dan etnis Bali di
Kampung Bukit Batu bukanlah menjadi alasan untuk berpecah belah dan
konflik. Justru dengan adanya perbedaan tersebut mereka bisa saling
belajar dan memahami budaya lain. Seperti contohnya perbedaan bahasa,
disamping menggunakan
bahasa
Indonesia
ketika
berkomunikasi,
masyarakat etnis Lampung dan Bali juga sering menggunakan bahasa
masing-masing yang tujuannya untuk saling belajar. Hal itu dinyatakan
oleh Meli Purnamasari (masyarakat etnis Lampung):
Nah malah kadang kita bisa saling belajar mas, misalnya kita selalu
nanya-nanya sama orang Bali, apa bahasa Bali sendal misalnya
atau apalah, kadang asyik juga mas. Kita juga kan gak tau kalok aja
sewaktu-waktu nanti kita kerja di Bali atau di lingkungan yang
mayoritas Bali kan. Ya jadi kita juga perlu sebenernya buat belajar
semua bahasa itu.22
Begitu pula dengan masyarakat Bali, merekapun sering sekali
bertanya-tanya atau ingin mengetahui bahasa Lampung. Dalam beberapa
percakapan masyarakat Bali sedikit demi sedikit mulai memahami bahasa
etnis Lampung, walaupun terkadang masih susah dalam pengucapannya
akan tetapi paham dalam makna dan maksudnya.
22
2016.
Meli Purnamasari, Warga Etnis Lampung, Wawancara dengan Penulis, Kamis, 28 Juli
91
Dari pernyataan diatas, dapat dipahami perbedaan bahasa juga bisa
menjadi pendukung proses komunikasi antarbudaya, perbedaan bahasa
menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka untuk saling mempelajari.
Di lain hal, sudah menjadi karakteristik khas bagi masyarakat
perkampungan bahwa suasana kekeluargaan dan persaudaraan yang sudah
mendarah daging walaupun terdiri berbagai kebudayaan. Karena mereka
menyadari bahwa tetangga lah yang akan membantunya nanti ketika ada
musibah atau membutuhkan pertolongan. Suasana kekeluargaan ini juga
dapat kita lihat pada saat ada dari masyarakat etnis Lampung dan Bali
ketika mempunyai hajat atau menikahkan anak-anaknya mereka langsung
dapat memberikan bantuan tanpa harus diminta terlebih dahulu. Seperti
yang diungkapkan oleh Ibu Duriah dan Ibu Ni Nyoman Srimin:
Iya dek, disini kalok kita ada hajatan kayak nikahan gitu, kita ya
sama-sama dateng buat ikut bantu dan hadiri undangannya.
Terkadang ya tanpa harus diminta dulu ya buk Srimin?
Senada dengan pernyataan tersebut Ibu Ni Nyoman Srimin pun
mengungkapkan:
Iya mas, sama kok dengan masyarakat-masyarakat di daerah laen,
gak ada bedanya kita itu, mau Bali mau Lampung kami anggep ini
adalah sebagai sikap kekeluargaan kami.23
Dari
pernyataan
tersebut,
sangatlah
jelas
adanya
sikap
kekeluargaan yang terjalin dalam lingkungan yang berbudaya, hal tersebut
23
Juli 2016.
Duriah dan Ni Nyoman Srimin, Ibu-Ibu PKK, Wawancara dengan Penulis, Senin,18
92
sangat susah kita ketemui di daerah lain. Khususnya kekeluargaan antara
etnis Lampung dan Bali dalam satu kampung. Sikap kekeluargaan tersebut
juga dapat kita temui ketika terjadinya suatu masalah antara pribadi
masyarakat Lampung dan Bali semua dipecahkan dengan jalan
kekeluargaan dengan lebih mengedepankan kepentingan bersama dan
sikap rukun.
Sikap sopan santun yang diterapkan dalam kehidupan sosial
masyarakat etnis Lampung dan Bali ini juga menjadi faktor pendukung
dalam proses komunikasi antarbudaya yang berlangsung. Hal tersebut
dapat dilihat ketika dalam berkomunikasi, mereka saling menggunakan
sapaan dan bahasa yang sopan dan santai. Seperti penggunaan kata Bli dan
Yay, kata-kata tersebut memang sepele tetapi dapat menjadi nilai tersendiri
bagi pelaku komunikasi.
Sikap sopan santun antara mereka tidak hanya dalam bentuk
ucapan, tetapi juga dalam bentuk perbuatan atau tindakan. Misalnya ketika
masyarakat Lampung lewat di sekerumunan warga Bali yang sedang
duduk-duduk di depan rumah, mereka selalu bertegur sapa dan sesekali
mampir untuk sekedar silaturahim dan bersalaman menanyakan kabar dan
lain-lain.24 Hal tersebut juga diperkuat dengan informasi yang penulis
dapatkan dari Agung Putra Wijaya (Tokoh Pemuda Lampung) yang
menjelaskan.
24
Observasi Penulis di Desa Bukit Batu pada tanggal 18 Juli 2016.
93
Alhamdulillah mas disini orang Bali juga sopan-sopan sama kita,
gak neko-neko, jadi ya kita juga sopan sama mereka. Dari segi
bicara, tingkah laku pun mereka sopan dengan kita. Jadi ya itu, kita
sopan sama mereka, mereka pun seperti itu. Jadi kalok mau ricuhricuh gitu rasanya susah mas. Udah kita anggap saudara lah
mereka, sama kayak kita sesama orang Lampung.25
Hal senada diungkapkan oleh I Gede Sulaksana (Tokoh Pemuda
Bali) yang mengatakan bahwa sikap sontan yang mereka utamakan
menjadi salah satu faktor pendukung dari kerukunan yang selama ini
terjaga.
Kita sebagai orang pendatang juga ngerasa kak tau diri lah ya, kita
disini status nya numpang, pendatang gitu. Jadi ya kita harus
menghormati dengan bersikap sopan kepada mereka. Sudah
menjadi sifat kami sebenarnya, karena Bali itu adat nya gak jauh
beda dengan Jawa yang sangat menjunjung tinggi sikap sopan
santun. Ya syukur mereka juga warga Lampung bisa menerima
kami dan mereka juga sangat sopan kepada kami baik dari tingkah
laku maupun ucapan.26
Sikap sopan santun dalam hal perbuatan dan perkataan ini juga
menjadi salah satu faktor yang dapat memperlancar proses komunikasi
antar kedua etnis ini. Perkataan yang sopan dan perbuatannya dapat
meminimalisir kesalahpahaman dan menjadikan suasana yang lebih dingin
diatas ketegangan yang terjadi di wilayah lain antar kedua etnis ini.
Perbedaan budaya merupakan ciri khas tersendiri bagi masyarakat
Indonesia, negara dengan jumlah kebudayaan terbanyak di dunia menjadi
25
Agung Putra Wijaya, Tokoh Pemuda Lampung, Wawancara dengan Penulis, Senin, 25
Juli 2016.
26
2016.
I Gede Sulaksana, Tokoh Pemuda Bali, Wawancara dengan Penulis, Sabtu, 23 Juli
94
sebuah kekayaan yang tiada nilainya. Dalam kehidupan berbudaya bagi
masyarakat etnis Lampung dan Bali di Desa Bukit Batu ini menjadi
sebuah kekayaan yang dapat menyatukan tujuan.
Sikap toleransi antarbudaya yang dijaga dalam kehidupan
berbudaya ini dapat kita lihat ketika pelaksanaan upacara-upacara adat
bagi warga Bali maupun Lampung, pada saat itu mereka tidak saling
menutup diri atau bahkan mencela budaya lain. Dengan adanya perbedaan
budaya tersebut menjadi sebuah pengetahuan atau wawasan bagi mereka.
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Bapak Joni (tokoh adat
Lampung).
Ketika masyarakat Bali mengadakan upacara-upacara adat, kami
biasanya diundang oleh mereka untuk ikut meramaikan dan
menghadiri adat kebudayaan mereka. Karena sering nya kami ikut
menyaksikan upacara adat mereka, kami pun hapal dan paham
dengan kebudayaan mereka. Dari kami warga Lampung khususnya
tidak pernah menutup diri atau bahkan mengganggu mereka untuk
melaksanakan upacara adat kebudayaan mereka.27
Senada dengan hal tersebut juga disampaikan oleh tokoh adat Bali,
Bapak I Komang Mastre yang menyatakan bahwa perbedaan budaya yang
terjadi menjadi sebuah pembelajaran bagi masing-masing suku untuk
memperkaya wawasan budaya.28
Demikianlah beberapa faktor yang penulis dapatkan selama dalam
proses penelitian di Kampung Bukit Batu. Beberapa faktor itulah yang
27
28
Joni, Tokoh Adat Lampung, Wawancara dengan penulis, Selasa, 26 Juli 2016.
I Komang Mastre, Tokoh Adat Bali, Wawancara dengan penulis, Rabu, 20 Juli 2016.
95
menjadi pendukung masyarakat etnis Lampung dan Bali dalam
berkomunikasi sehingga menghasilkan sebuah kerukunan yang terjaga
diatas perbedaan yang ada.
2. Faktor Penghambat
Ada faktor pendukung dalam sebuah proses komunikasi, berarti ada
pula faktor yang menjadi penghambat dalam berkomunikasi dengan dua
budaya yang berbeda.
Komunikasi yang terjadi antara etnis Lampung dan Bali di Kampung
Bukit Batu dapat berjalan lancar. Selama ini mereka berkomunikasi
menggunakan bahasa Indonesia, akan tetapi ada beberapa orang dari etnis
Lampung yang tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia secara baik.
Sehingga ketika berkomunikasi dengan warga etnis Bali, terjadilah suatu
hambatan dalam penyampaian maksud pesan. Seperti yang terjadi pada bapak
Suban (etnis Lampung) yang berumur 54 tahun, hal ini diungkapan oleh
Bapak I Komang Mastre:
Ada dek disini orang Lampung yang dia ndak bisa bahasa Indonesia.
Kan biasanya kita kalok bicara sama orang Lampung itu pakek bahasa
Indonesia. Nah pak Suban itu karena mungkin dia udah tua juga ya, ya
jadi kurang paham sama bahasa Indonesia. Jadi ya kalok saya sendiri
agak ke ganggu, walaupun kadang gak pas sama yang dimaksud.29
Selain hambatan bahasa, logat bicara pun menjadi hambatan dalam
proses komunikasi antarbudaya etnis Lampung dan Bali ini. Logat bicara
29
Ibid.
96
etnis Lampung yang cenderung keras dan juga logat bicara etnis Bali,
terkadang diawal-awal menjadi sebuah masalah kecil. Akan tetapi seiring
waktu lama kelamaan menjadi sebuah hal yang lumrah dan bisa saling
memaklumi.30
Beberapa faktor tersebutlah yang penulis dapatkan sebagai hambatan
komunikasi antarbudaya etnis Lampung dan Bali dalam memelihara
kerukunan hidup bermasyarakat di Desa Bukit Batu. Akan tetapi seiring
berjalannya waktu faktor tersebut telah diminimalisir, sehingga mampu
memperoleh kesamaan dalam proses komunikasi.
30
Ibid.
Download