Studi tentang Peran Nyanyian dan Musik Gerejawi di GKMI Pecangan

advertisement
Bab 2
Nyanyian dan Musik Gerejawi dalam Ibadah Kristen
2.1. Pendahuluan
Kehadiran nyanyian dan musik di dalam sebuah ibadah Kristen bukan suatu
hal yang mengherankan. Nyanyian dan musik digunakan sejak masa Perjanjian Baru
hingga sekarang sebagai sarana untuk memuliakan Allah. Di dalam bab ini, penulis
akan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan nyanyian dan musik gerejawi di
dalam sebuah ibadah Kristen. Penjabaran ini dimulai dengan mendefinisikan
pengertian ibadah Kristen, keutamaan ibadah Kristen dan isu tentang perlunya
mewujudkan sebuah ibadah Kristen yang autentik menurut para teolog dan musisi
gerejawi. Selanjutnya penulis akan membahas tentang definisi Nyanyian Jemaat
yang diikuti dengan penjabaran bentuk nyanyian itu sendiri seperti Mazmur, kidung
pujian (himne), nyanyian rohani dan lagu rohani kontemporer, kemudian diakhiri
dengan peran nyanyian dalam membangun suasana ibadah yang tepat. Setelah itu
penulis akan mendefinisikan pengertian Musik Gereja dengan berbagai bentuknya
seperti musik vokal dan musik instrumental, serta peranannya dalam sebuah ibadah.
Pada akhirnya penulis akan memberikan kesimpulan-kesimpulan yang dapat
digunakan sebagai alat untuk menganalisa praktek nyanyian jemaat dan musik gereja
di GKMI Pecangaan.
2.2. Ibadah Kristen
2.2.1. Definisi Ibadah Kristen
Ibadah Kristen dapat diartikan sebagai sebuah pertemuan bersama guna
mengekspresikan iman manusia akan Tuhannya, melalui tindakan puji-pujian,
mendengarkan penyampaian Firman dan merespon kasih Allah dengan berbagai
karunia yang Allah berikan.1 White menggunakan ide Hoon dalam merumuskan
pengertian ibadah Kristen dalam dua kata, yaitu penyataan dan tanggapan. 2 Dua kata
itu dapat diterangkan sebagai berikut, Allah menyatakan kasih dan rahmatNya
melalui Yesus Kristus dan melalui Yesus Kristus pula kita menanggapi penyataan
Allah itu. Jadi sebuah ibadah Kristen merupakan wujud tanggapan manusia dalam
mengimani Yesus Kristus sebagai perwujudan kasih Allah kepada manusia.
Peristiwa penting dalam sebuah Ibadah Kristen adalah puji-pujian dan penyembahan
yang merupakan ungkapan syukur dan tanggapan umat Allah yang telah ditebus dari
dosa. Melalui nyanyian pujian dan doa, manusia tengah menjalin komunikasi dua
arah dengan Allah.3
2.2.2. Keutamaan Ibadah Kristen
Ibadah Kristen merupakan kegiatan yang diutamakan atau diprioritaskan oleh
gereja, oleh sebab itu, ibadah harus dipersiapkan dengan baik dan melibatkan
anggota jemaatnya sebagai pelaku utama dalam ibadah tersebut. Sebagai pelaku
utama maksudnya adalah seluruh anggota jemaat yang beribadah, bukan sebagian
kecil anggota jemaat yang terpilih sebagai pelayan ibadah. Dengan demikian seluruh
anggota jemaat telah berhasil mewujudkan definisi ibadah Kristen yang benar yaitu
menanggapi karya penebusan Allah secara pribadi maupun komunal.
David Ray meminjam ide Søren Kierkegaard yang menganalogikan ibadah
Kristen sebagai sebuah pertunjukan, Allah diposisikan sebagai penonton dan anggota
1
Ray, Gereja yang Hidup, 9.
James F. White, Pengantar Ibadah Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 7.
3
White, Pengantar Ibadah Kristen, 8.
2
jemaat adalah aktornya.4 Sedangkan dalam budaya barat, David menganalogikan
ibadah Kristen sebagai tarian rakyat di mana semua orang menari bersama-sama,
tidak seperti dalam sebuah pertunjukan balet.5 Dua analogi ini hendak
menggambarkan kondisi ibadah Kristen yang ideal, yaitu seluruh anggota jemaat
berpartisipasi aktif untuk mewujudkan ibadah Kristen yang berkenan di hadapan
Allah. Penulis berusaha menganalogikan ibadah Kristen sebagai sebuah tradisi yang
dikenal dengan “gotong royong”. Gotong Royong merupakan bentuk kerja sama
dalam budaya Indonesia yang melibatkan seluruh anggota masyarakat dalam suatu
lokal. Gotong Royong biasa dilakukan ketika ada anggota masyarakat yang memiliki
hajatan, membangun rumah, dan kedukaan. Demikian juga ibadah Kristen, seluruh
anggota jemaat bekerja sama untuk menghasilkan ibadah yang dapat dinikmati Allah
sebagai penonton tunggal.
2.2.3. Ibadah Kristen yang Autentik
Dewasa ini, penyajian sebuah ibadah yang autentik atau kontekstual
disuarakan oleh para teolog yang menyadari bahwa sudah seharusnya gereja
bertumbuh dalam rumusan teologi yang berasal dari kearifan lokal masing-masing.
Pemikiran menciptakan teologi yang autentik dan kontekstual ini juga telah memacu
pemimpin gereja untuk membuat suatu ibadah yang autentik dan kontekstual pula.
Kontekstualisasi dalam dimensi peribadatan gereja tidak berhenti pada tataran
teologis saja, tetapi juga berimplikasi pada dimensi liturgi dan musik gerejawi.6
Agastya menyetujui ide I-to Loh dan D.T Niles yang menyatakan bahwa Gereja-
4
Ray, Gereja yang Hidup, 42.
Ray, Gereja yang Hidup, 68.
6
Agastya Rama Listya, Kontekstualisasi Musik Gereja: Sebuah Keniscayaan dalam Jurnal Ilmiah
Seni Musik Volume 1 No. 3, (Salatiga: Fak. Seni Pertunjukan UKSW, 2010), 165.
5
gereja di Asia telah kehilangan jati dirinya karena melestarikan “bejana Kekristenan”
yang memuat teologi, liturgi dan nyanyian jemaat dari barat.7
Pada mulanya liturgi berasal dari bahasa Yunani leituorgia yang terdefinisi
dalam kata “ergon” yang berarti bekerja dan “laos” yang berarti umat atau rakyat,
sehingga makna kata liturgi pada awalnya adalah suatu pekerjaan yang dilakukan
oleh rakyat untuk kepentingan kota atau negara, seperti membayar pajak. 8 Di masa
kemudian, liturgi diadaptasi oleh gereja untuk menyatakan suatu aktivitas pelayanan
bagi Allah. Liturgi yang baik adalah liturgi yang mampu membuat tiap anggota
jemaat merefleksikan kasih Allah yang telah menyatakan cintaNya melalui kematian
Yesus Kristus bagi dosa manusia. Namun liturgi yang baik tidak hanya berdasarkan
liturgi yang dikenalkan oleh misionaris barat dan diturunkan kepada anak-cucu
sampai sekarang. Liturgi sebaiknya disusun dengan rumusan teologi yang
memperhatikan konteksnya sehingga dapat membuat anggota jemaat memaknai
kasih Allah secara mendalam.9 Liturgi dengan menggunakan “bahasa” yang dikenal
oleh jemaat, akan membuat sebuah ibadah yang biasa menjadi ibadah yang berkesan
dan penuh penghayatan.
2.3. Nyanyian Jemaat
2.3.1. Definisi Nyanyian Jemaat
Dalam sebuah ibadah Kristen, nyanyian jemaat adalah aktivitas penting yang
sudah melekat bagi umat Kristen sebagai sebuah identitas. Bukan sebuah keanehan
jika orang Kristen bernyanyi, bahkan Kenneth W. Osbeck memberi pernyataan
7
Listya, Kontekstualisasi Musik Gereja, 168.
White, Pengantar Ibadah Kristen, 14.
9
Clemens Sedmak, Doing Local Theology: A Guidefor Artisans of a New Humanity, (New York:
Orbis Books, 2002), 74.
8
bahwa iman Kristen adalah iman yang bernyanyi. 10 Nyanyian Jemaat merupakan
pencerminan dari vitalitas spiritual suatu jemaat dan menjadi respon atas anugerah
yang diberikan Tuhan.11 Dengan demikian Nyanyian Jemaat tidak dapat digantikan
oleh pemimpin ibadah, pemimpin pujian dan paduan suara yang mendominasi,
karena ini merupakan bentuk ekspresi pujian dan penyembahan seluruh anggota
jemaat.
Secara psikologis, bernyanyi merupakan kemampuan alami dari setiap
manusia dan yang dapat dinikmati. Jemaat yang bernyanyi tidak hanya
mendatangkan keuntungan bagi tiap pribadi, tetapi nyanyian jemaat merupakan
karakteristik utama yang membedakan Kekristenan dari kepercayaan lain. Fakta
mencengangkan bahwa anggota jemaat yang datang dalam ibadah Minggu memiliki
tujuan utama untuk bernyanyi, sedangkan hal teologis berada di urutan kedua,12
maksudnya adalah banyak anggota jemaat yang datang ke gereja untuk bernyanyi
bersama-sama daripada memperhatikan hal-hal teologis yang ada lewat liturgi dan
khotbah. Melihat pentingnya nyanyian dalam sebuah ibadah, tugas gereja adalah
memilih nyanyian yang bukan merupakan nyanyian kesukaan pendeta, pemimpin
pujian, pemain musik atau paduan suara, tetapi menjadi nyanyian kesukaan jemaat.13
2.3.2. Bentuk Nyanyian Jemaat
Bentuk nyanyian di masa Kekristenan mula-mula dapat kita temukan di surat Rasul
Paulus untuk Jemaat Kolose 3:16, yaitu mazmur, kidung pujian dan nyanyian rohani.
10
Kenneth W. Osbeck, 101 Hymns Stories, (Michigan: Kregel Publications, 1982), xi.
Listya, Nyanyian Jemaat dan Perkembangannya, (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 1999), 1.
12
Ray, Gereja yang Hidup, 146.
13
Ray, Gereja yang Hidup, 151.
11
2.3.2.1. Mazmur
Nyanyian Mazmur merujuk kepada sebuah kitab yang ada di Perjanjian Lama
yang pada awalnya kitab ini merupakan kumpulan dari syair lagu dengan berbagai
tema. Mengetahui Kitab Mazmur adalah kumpulan syair lagu, maka di masa gereja
mula-mula cara membaca kitab ini adalah dengan melagukannya serta dengan
berbalas-balasan antara pemimpin ibadah atau paduan suara dan jemaat (antiphonal
psalmody). Pada masa kini, kita menyanyikan mazmur yang merupakan ayat-ayat
Alkitab yang digubah ke dalam lagu-lagu kontemporer.14 Ada pula cara lain dalam
menyanyikan Mazmur yaitu dinyanyikan oleh seorang solis (direct psalmody),
dinyanyikan bergantian antara solis dan paduan suara (responsorial psalmody), dan
beberapa ayat yang merupakan pengulangan dinyanyikan oleh paduan suara
(litanical psalmody).15
2.3.2.2. Kidung Pujian (Himne)
Istilah ini pada awalnya digunakan untuk menyebut himne. Tetapi pada masa
kemudian, pengertian himne dibatasi pada semua pujian yang digubah menggunakan
syair puitis baru yang membedakannya dengan Mazmur.16 Himne merupakan salah
satu ciri khas Kekristenan mula-mula, karena himne dinyanyikan pertama kali ketika
peristiwa Pentakosta dan setelah jemaat merasa bahwa Mazmur sudah tidak relevan
untuk dinyanyikan pada masa itu. Dalam perkembangannya tidak hanya himne yang
disebut sebagai Kidung Pujian, tetapi nyanyian-nyanyian pendek berupa pujian dan
14
Bob Sorge, Mengungkap Segi Pujian dan Penyembahan, (Yogyakarta: Andi, 1991), 41.
Listya, Nyanyian Jemaat dan Perkembangannya, 3.
16
Listya, Nyanyian Jemaat dan Perkembangannya, 4.
15
penyembahan yang dibuat berdasarkan urapan Roh Kudus juga disebut sebagai
Kidung Pujian.17
Pada masa kini, himne dapat kita temukan sebagai nyanyian jemaat yang
dibukukan dalam Kidung Jemaat, Pelengkap Kidung Jemaat dan Nyanyikanlah
Kidung Baru yang diterbitkan oleh Yayasan Musik Gereja (YAMUGER) atau bukubuku lainnya seperti Puji-pujian Rohani (PPR) yang digunakan GKMI. Oleh banyak
gereja di masa kini, himne mulai banyak ditinggalkan dan digantikan oleh nyanyian
rohani kontemporer yang dinilai lebih kontekstual dan mudah dipelajari. Tetapi Bob
Sorge menyanggah anggapan tersebut dengan mengutarakan beberapa kelebihan dari
himne, antara lain himne memuat banyak tema yang dapat digunakan dalam tiap
peribadatan, himne memiliki syair yang lebih mendalam daripada nyanyian rohani
kontemporer yang ada di masa kini, himne memiliki usia untuk bertahan lebih lama
daripada nyanyian rohani kontemporer, kidung Pujian atau himne lebih efektif
digunakan untuk mengajarkan Kekristenan kepada generasi penerus, dan himne
merupakan warisan Kekristenan yang penting karena digubah oleh teolog-teolog
yang lebih memahami Firman Tuhan dan mengekspresikannya lewat himne yang
dibuat.18
2.3.2.3. Nyanyian Rohani
Nyanyian rohani merupakan nyanyian yang diciptakan tanpa bersumber pada
ayat-ayat Alkitab. Nyanyian ini merupakan ekspresi individual yang mencerminkan
pengalaman bersama Allah. Di masa kini, nyanyian rohani banyak dikenal melalui
nyanyian gospel yang liriknya lebih sederhana. Nyanyian ini pada mulanya
17
18
Sorge, Mengungkap Segi Pujian, 142.
Sorge, Mengungkap Segi Pujian, 143-144.
diciptakan untuk membantu kaum muda untuk mengekspresikan keinginan mereka
memuji Tuhan dengan bentuk yang lebih mudah dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi
Saragih berpendapat bahwa nyanyian rohani merupakan nyanyian dilantunkan
berdasarkan tuntunan Roh Kudus secara spontan.19
2.3.2.4. Lagu Rohani Kontemporer
Di masa kini banyak ditemukan lagu rohani kontemporer yang digunakan
gereja sebagai nyanyian jemaat. Nyanyian rohani kontemporer pada dasarnya
merupakan nyanyian rohani yang dimaskud oleh Rasul Paulus dalam Kolose 3:16.
Yang membedakan nyanyian rohani ini adalah penggunaan lirik yang lebih lugas,
kontekstual, dan struktur melodi yang lebih mudah diingat dengan irama pop yang
bersifat kekinian. Tak jarang penggunaan lagu kontemporer rohani ini dilandaskan
pada kaum muda yang menggemari lagu-lagu berirama pop.
Istilah kontemporer merujuk pada pengertian mengikuti zamannya, sesuatu
yang bersifat modern, atau hadir pada masa yang sama, sehingga istilah lagu
kontemporer adalah lagu yang bersifat kekinian.20 Lagu rohani kontemporer lahir
dalam konteks Jesus Movement di California, yaitu orang-orang yang mencari jalan
keluar dari masalah yang menimpa.21 Dengan bahasa yang lebih mudah untuk
dipahami oleh orang-orang yang hidup di masa kini, musisi gerejawi berusaha
menyajikan musik yang merepresentasikan kerinduan kaum muda yang ingin memuji
Tuhan.
19
Sorge, Mengungkap Segi Pujian, 148.
Agastya Rama Listya, Menyanyi dan Memuji Tuhan dengan Roh dan Akal Budi dalam Kritis:
Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin, (Salatiga: Program Pasca Sarjana UKSW, 2004), 220.
21
Saragih, Misi Musik, 76.
20
Kemunculan lagu rohani kontemporer sebagai nyanyian yang dipilih dalam
peribadatan tidak bebas dari hambatan. Kritik dari pihak yang skeptis terhadap
kehadiran lagu kontemporer rohani pun bermunculan,22 misalnya adanya unsur
subyektivitas yang tinggi, humanisme yang menonjol, sifat anti keintelektualitas,
psikologisme, profesionalisme, konsumerisme, dan pragmatisme. Lagu Rohani
Kontemporer dikritik hanya sebagai sarana untuk menarik minat orang untuk masuk
ke dalam gereja, sehingga lebih nampak sebagai sebuah tontonan atau sarana
promosi gereja.23
Kesegaran memang diperlukan bagi tiap jemaat untuk memuji Tuhan lewat
nyanyian, tetapi sebagai generasi penerus, meninggalkan apa yang telah diwariskan
oleh pendahulu bukanlah hal yang bijak. Kecenderungan gereja Kharismatik dalam
menyingkirkan buku Kidung Pujian dan Mazmur dengan anggapan bahwa
penggubah nyanyian di masa lalu kuang menikmati wahyu yang disampaikan Allah
dan menyatakan bahwa lagu kontemporer lebih relevan untuk membuka hati jemaat
saat beribadah.24 Harus diperhatikan bahwa jika gereja sudah mulai menentukan
bentuk nyanyian mana yang paling baik dan yang tidak baik maka gereja sudah tidak
berada dalam upaya menyenangkan Allah lewat ibadah dan nyanyian disampaikan.
Gereja seyogyanya dapat memfasilitasi kebutuhan seluruh anggota jemaat, bukan
sekelompok anggota jemaat. Di tengah-tengah jemaat yang heterogen, gereja harus
mampu mempersembahkan suatu ibadah sebagai persembahan yang homogen bagi
Allah.
22
Listya, Menyanyi dan Memuji Tuhan, 224.
Listya, Menyanyi dan Memuji Tuhan, 225.
24
Sorge, Mengungkap Segi Pujian, 142-143.
23
2.3.3. Peran Nyanyian Jemaat
Nyanyian jemaat dalam sebuah ibadah merupakan ungkapan hidup beriman
umat yang tak tergantikan. Nyanyian jemaat menyatakan kesiapan jemaat dalam
menghadap Tuhan dan menyambut kehadiranNya di tengah peribadatan, sehingga
nyanyian jemaat bukanlah sarana hiburan tetapi refleksi iman secara personal
maupun komunal untuk menanggapi penyataan kasih Allah. Nyanyian dapat
mewakili isi hati jemaat yang tak terucap ketika mengakui perbuatan dosa yang
dilakukan atau luapan ungkapan syukur.
Nyanyian juga berperan sebagai doa yang dilagukan. Seseorang yang
bernyanyi dengan indah/baik pada dasarnya sedang berdoa dua kali, sebab seseorang
yang bernyanyi lebih menyadari kata demi kata yang dikeluarkan daripada ketika ia
sedang berbicara.25 Bagi penulis, doa yang dilagukan lebih bermakna dan mendalam
sebab diikuti dengan kesungguhan hati pelantun nyanyian itu daripada ketika ia
berdoa dengan berbicara.
Di sisi lain, nyanyian jemaat memberikan kesempatan bagi tiap anggota
jemaat untuk mempersembahkan suara terbaik yang dapat diberikan bagi Allah.26 Ini
dapat diartikan bahwa nyanyian dapat menjadi bentuk persembahan tiap individu
untuk memuji dan menyembah Tuhan, sebab dalam sebuah ibadah terkandung unsur
pujian dan penyembahan.27 Melalui nyanyian, seseorang memuji dan menyembah
Tuhan yang diimani telah memberikan hidup dan anugerah dalam kehidupannnya.
Inilah yang disebut dengan dimensi vertikal. Sedangkan dimensi horisontal adalah
25
White, Pengantar Ibadah Kristen, 102.
White, Pengantar Ibadah Kristen, 104.
27
Sorge, Mengungkap Segi Pujian dan Penyembahan, 21.
26
nyanyian dapat membangun kehidupan bersama umat Allah.28 Melalui nyanyian
jemaat dapat dibangun dalam kesatuan yang solid dan dikuatkan satu sama lain.
Ayat-ayat dalam Alkitab yang disandarkan pada melodi lagu dapat menjadi
nyanyian yang mengajarkan pokok-pokok ajaran Kekristenan yang lebih efektif,
sebab ini akan lebih mudah untuk diingat daripada ajaran yang disampaikan lewat
khotbah atau kata-kata.29 Nyanyian yang merupakan kutipan ayat memberikan
kesempatan bagi tiap orang untuk merefleksikan pengalaman iman dan
spiritualitasnya pada Firman Tuhan. Tak jarang sebuah nyanyian dapat memberikan
pengaruh yang baik atau yang buruk secara emosional, rasional, kepribadian
seseorang.
Fungsi lain dari nyanyian yang penulis berikan adalah sebagai bentuk
penginjilan. Nyanyian memiliki keuntungan untuk mengenalkan sosok Yesus kepada
orang yang belum mengenal Dia. Melalui nyanyian seseorang lebih mudah
memahami siapakah Yesus dan ajaran yang Ia sampaikan pada masa pelayanan di
dunia. Dengan demikian nyanyian sangat membantu misi Gereja dalam mengenalkan
Yesus bagi dunia.
2.4. Musik Gerejawi
2.4.1. Definisi Musik Gerejawi
Pada mulanya musik gerejawi dipahami sebatas instrumen yang digunakan
untuk mengiringi nyanyian jemaat dan paduan suara di sebuah gereja. Tetapi harus
dipahami bahwa musik gerejawi adalah baik musik instrumental, nyanyian, maupun
28
David F. Detwiler, Church Music and Colossian 3:16 dalam Bibliotecha Sacra Volume 158 No.
631 (USA: Dallas Theological Seminary, 2001), 365.
29
Listya, Nyanyian Jemaat dan Perkembangannya, 5.
paduan suara yang menjadi bagian dalam sebuah ibadah.30 Tidak semua musik dapat
disebut sebagai musik gerejawi jika tidak menjadi bagian dari ibadah atau liturgi
yang ada. Musik membantu seseorang menghayati perasaannya termasuk
perasaannya tentang Tuhan. Ester Gunawan Nasrani mengutip suatu pernyataan
Martin Luther dalam artikelnya yaitu musik sebagai anugerah yang diberikan oleh
Tuhan, oleh karena itu setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk
mengupayakan musik sebagai sarana untuk mengembangkannya secara kreatif dalam
ibadah kita.31
Tak jarang musik disebut sebagai kunci untuk membangkitkan atau justru
melemahkan semangat (mendemotivasi jemaat) sebuah ibadah. Jika musik itu bisa
membuat jemaat merasa berada di sebuah panggung dan mendapatkan porsinya
untuk
bernyanyi,
maka
semangat
jemaat
dalam
menyanyikan
pujiannya
dibangkitkan. Tetapi jika musik yang ada membuat jemaat merasa di sebuah padang
gurun (bernyanyi seorang diri), justru melemahkan semangat ibadah yang sudah
dibawa oleh jemaat. Oleh karena itu tantangan bagi keberadaan musik gereja adalah
membuat suatu ibadah menjadi pertunjukan bersama (semua orang), bukan sebagai
pertunjukan sekelompok orang yang bisa memainkan alat musik dan bernyanyi
dalam paduan suara.
Musik gereja yang baik atau tidak tergantung dari kesepakatan bersama
seluruh anggota gereja, apakah mereka menganggap bahwa musik itu penting atau
sekedar menjadi pengiring nyanyian jemaat. Ketika seluruh anggota gereja
berpikiran bahwa musik gerejawi membuat jemaat dapat menghayati unsur liturgi,
nyanyian dan ibadah, serta telah menjadi nyanyian jiwa atau doa hati, maka akan
30
Agastya Rama Listya, Kontekstualisasi Musik Gereja, (Salatiga: Fak. Teologi UKSW, 1999), 1.
Ester Gunawan Nasrani, Suatu Tinjauan Teologis dan Historis, diunduh resmi dari
http://www.gpdiworld.us tanggal 30 Januari 2012 pukul 13.07 WIB
31
muncul usaha-usaha untuk menghasilkan suatu musik gerejawi yang lebih baik.
Musik yang baik, akan mengubah suatu ibadah yang rata-rata menjadi ibadah yang
luar biasa dan kemudian menjadi wahana anugerah Allah.32
Ketika Allah menganugerahkan musik bagi manusia, tentu memiliki maksud
dan tujuan. Tujuan ini tidak lain adalah untuk membantu manusia dalam memuji
Dia.33 Namun demikian musik tidak boleh menjadi satu pertunjukan yang ditonton
oleh jemaat. Musik harus bisa menjadi suatu tempat di mana emosi dirasakan. Jika
tidak ada perasaan berbeda ketika musik digunakan dan tidak, maka fungsi utama
dari musik gerejawi tidak terpenuhi. Musik gereja harus diusahakan sebaik mungkin,
tetapi tidak boleh membawa kesan sebuah konser dalam peribadatan.
2.4.2. Bentuk Musik Gerejawi
2.4.2.1. Musik Instrumentalia
Bentuk dari musik gerejawi yang pertama adalah musik instrumentalia. Jenis
musik ini didefinisikan sebagai berbagai instrumen musik yang digunakan untuk
mendukung penyelenggaraan sebuah ibadah. Dalam prakteknya biasa diwujudkan
dalam fungsi mengiringi nyanyian jemaat dan fungsi liturgis. Di dalam Alkitab
banyak sekali instrumen musik yang digunakan dalam peribadatan, misalnya
gambus, kecapi, harpa, seruling, sangkakala, dsb. Tidak ada satu ayat pun di dalam
Alkitab yang membatasi jenis musik instrumentalia yang boleh digunakan dalam
kebaktian. Pada perkembangannya organ dipilih sebagai salah satu instrumen yang
digunakan, meskipun demikian, organ bukan dibuat oleh orang barat, tetapi oleh
seorang ahli teknik berkebangsaan Yunani bernama Ktesibios pada abad ke 3 SM.
32
33
Ray, Gereja yang Hidup, 151.
Lamar Boshman, Musik Bangkit Kembali, (Jakarta: Pekabaran Injil Imanuel, 2001), 19.
Seiring dengan perkembangan jaman, musik pun turut berkembang dengan
sebutan musik kontemporer. Begitu juga halnya dengan musik gerejawi. Banyak
Gereja Protestan yang mulai menggunakan jenis musik rohani kontemporer dalam
peribadatan, seperti halnya nyanyian. Lagu bergenre pop banyak yang digunakan
sebagai pengganti himne yang dinilai sudah tidak relevan bagi kaum muda. 34 Usaha
gereja untuk menarik perhatian kaum muda dengan mengadopsi musik kontemporer
agar tidak berpindah ke gereja lain.
Penyajian musik di dalam gereja sering menjadi penyebab bentrokan antar
generasi.35 Tidak semua orang dapat mengikuti nyanyian dan merasa nyaman dengan
instrumen yang digunakan oleh gereja di masa kini. Namun demikian, musik kristen
kontemporer sudah menjadi satu bagian dari Pekabaran Injil yang berusaha menarik
perhatian kaum muda. Tanggapan yang muncul antara lain protes yang diajukan oleh
pemimpin gereja. Mereka menilai musik kristen kontemporer bukanlah musik yang
diberkati oleh Tuhan, karena menimbulkan dampak yang negatif melalui syair dan
penampilan penyanyinya, sangat duniawi, kurang rohani dan dipakai untuk mencari
popularitas pribadi.36
Dilema yang dialami gereja masa kini harus dapat disikapi dengan bijaksana.
Musik kristen kontemporer memang menarik perhatian kaum muda, tetapi juga harus
memperhatikan kebutuhan generasi sebelumnya dan memberikan penghargaan
kepada himne dan mazmur yang menjadi warisan Kekristenan sejak masa lalu.
34
Winnardo Saragih, Misi Musik: Menyembah atau Menghujat Allah, (Yogyakarta: Andi, 2008), 90.
Saragih, Misi Musik, 90.
36
Saragih, Misi Musik, 91.
35
2.4.2.2. Musik Vokal
Bentuk musik yang termasuk dalam musik gerejawi adalah musik vokal.
Musik vokal biasanya berupa nyanyian yang dilagukan oleh jemaat. Syair akan lebih
menyentuh dan mudah dimaknai jika disandarkan pada sebuah rangkaian melodi
menjadi sebuah lagu. Kita sudah mengenal penggunaan Mazmur, himne dan
nyanyian rohani. Pada masa kini nyanyian rohani kontemporer berupa lagu-lagu pop
juga sudah banyak digunakan gereja. Tetapi yang harus diingat adalah terlalu banyak
nyanyian baru dapat membuat jemaat membisu karena nyanyian yang sulit.37
Musik instrumentalia berfungsi untuk mengiringi nyanyian jemaat, tetapi
tidak semua nyanyian harus dibawakan dengan iringan musik. Inilah yang disebut
musik acapella (berasal dari kata alla dan capella) yang merujuk kepada jenis musik
yang digunakan di dalam gereja atau kapel, yaitu bernyanyi tanpa iringan. Beberapa
nyanyian tetap terdengar merdu meskipun dibawakan tanpa iringan.
Paduan Suara merupakan bagian dari musik vokal dalam musik gerejawi.
Fungsi utama paduan suara yang benar pada dasarnya adalah untuk membantu
jemaat dalam bernyanyi, misalnya dalam mengenalkan lagu baru atau lagu yang
sulit, sehingga bukan justru berfungsi sebagai tontonan yang dilihat di depan jemaat.
Ini juga membawa pengaruh pada penempatan paduan suara yang sebenarnya, yaitu
di belakang atau di tengah-tengah jemaat sehingga paduan suara turut bernyanyi
bersama jemaat.38 Suatu kesalahan jika Paduan Suara hanya menjadi tontonan atau
mengambil alih semua nyanyian jemaat seperti di abad-abad sebelum reformasi,
37
38
Ray, Gereja yang Hidup, 89.
White, Pengantar Ibadah Kristen, 106.
nyanyian jemaat sempat kehilangan perannya, karena diambil oleh pengaruh Roma,
nyanyian jemaat diserahkan kepada paduan suara.39
2.4.3. Peran Musik Gerejawi
Musik merupakan medium yang lebih ekspresif untuk menyampaikan
intensitas perasaan daripada mengucapkan kata-kata melalui kepelbagaian kecepatan,
pola titi nada, keras lembut, melodi dan ritme.40 Ini tidak dapat diraih melalui
aktivitas berkata-kata atau berbicara, meskipun bentuk pujian dapat diberikan berupa
kata-kata, musik menjadi satu media yang lebih efektif dalam menyampaikan makna
kata-kata tersebut. Tetapi musik yang menyulitkan akan kehilangan fungsinya karena
menjadi penghalang bagi jemaat mengekspresikan isi hatinya.
Adapun peranan musik dalam ibadah dengan meminjam ide Anton Ampu
Lembang adalah sebagai berikut,41 pertama adalah sebagai sarana memuji Tuhan,
sebab tujuan utama dari sebuah ibadah adalah untuk memuji Tuhan. Kedua, sebagai
sarana persekutuan. Sarana ini digunakan untuk menyebutkan dimensi horisontal dari
Musik Gerejawi, yaitu mempersatukan jemaat dalam pujian dan penyembahan.
Ketiga, sebagai
sarana pembinaan,
yaitu
untuk
menasehati, menguatkan,
memberikan dorongan, memerintah, menghibur satu sama lain untuk menghadapi
kenyataan dan tantangan hidup sebagai pengikut Kristus. Keempat, sebagai sarana
pengajaran, sebab pengajaran menjadi lebih efektif dan mudah dimengerti melalui
rangkaian melodi, harmoni dan ritme daripada pendekatan verbal (kata-kata).
39
J.L. Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgia: yang Dipakai Gereja-gereja di Indonesia, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia), 107.
40
White, Pengantar Ibadah Kristen, 103.
41
Anton Ampu Lembang, Musik Rock dalam Konteks Ibadah dan Keketatan Teologis dalam Jurnal
Amanat Agung Volume 2 No. 2 (Jakarta: STT Amanat Agung, 2006), 252-255.
Fungsi lain dari Musik Gerejawi sebagai musik liturgis yaitu mengantarkan
jemaat untuk menghayati tiap unsur liturgi yang sedang dijalani. Tidak semua
nyanyian harus diiringi oleh musik instrumen. Tak jarang nyanyian a capella
menjadi sangat menyentuh daripada diiringi oleh instrumen apapun tetapi tidak
memberikan suasana yang tepat. Ini salah satu tujuan penting dari Musik Gerejawi
yaitu membangun suasana ibadah yang tepat.42
2.5. Penutup
Ibadah merupakan aktivitas penting sebuah gereja yang perlu dipersiapkan
secara serius dan diprioritaskan. Ibadah Kristen sebagai bentuk tanggapan atas
penyataan kasih Allah yang diwujudkan dalam karya penebusan oleh Kristus
diharapkan mampu membuat seluruh anggota jemaatnya merasa sebagai aktor utama
dalam ibadah, bukan sekelompok pelayan ibadah. Kontekstualisasi pada masa kini
banyak diserukan oleh para teolog yang juga membuat kesadaran para pemimpin
gereja untuk mewujudkan suatu ibadah yang kontekstual dan autentik. Ibadah yang
kontekstual dan autentik ini diharapkan mampu menyentuh kehidupan anggota
jemaat karena menggunakan liturgi dan nyanyian dengan bahasa yang mereka kenal
dalam kehidupan sehari-hari.
Nyanyian yang dipilih dalam sebuah peribadatan sebaiknya merupakan
nyanyian kesukaan jemaat, bukanlah kesukaan pemimpin ibadah, pemimpin pujian
atau musisi gerejawi. Hal ini dikarenakan nyanyian jemaat merupakan bagian
penting dalam sebuah peribadatan untuk membantu jemaat menghayati unsur liturgi
42
Listya, Kontekstualisasi Musik Gereja, 6.
yang tengah dilalui. Nyanyian juga membantu jemaat merefleksikan pengalaman
iman dan spiritualitasnya terhadap ajaran Kekristenan yang terkandung di dalamnya.
Baik Mazmur, kidung pujian/himne, nyanyian rohani atau lagu rohani
kontemporer memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk memuliakan nama Tuhan.
Terlepas dari perdebatan yang muncul atas lagu kontemporer rohani, gereja perlu
menyeleksi nyanyian ini secara bijak. Pemilihan lagu yang tematis mungkin dapat
dijadikan sebagai salah satu solusi yang baik dengan memperhatikan kesulitan yang
ada di dalam melodinya. Menolak kehadiran lagu kontemporer rohani bukan suatu
pilihan yang tepat mengingat usaha kontekstualisasi diperlukan untuk menjamah
orang-orang yang hidup di masa kini, tetapi menyingkirkan Mazmur dan kidung
pujian/himne juga bukan tindakan yang bijaksana sebab nyanyian yang sudah
digubah sejak masa lalu terbukti dapat bertahan ratusan tahun untuk digunakan
sebagai sarana memuji Tuhan.
Fungsi nyanyian dalam sebuah ibadah antara lain, dapat mewakili doa
anggota jemaat yang tak tersampaikan lewat kata-kata, membantu jemaat
mempersembahkan suara terbaik bagi Tuhan dalam pujian dan penyembahan
(dimensi vertikal), menguatkan saudara seiman dalam komunitas umat Allah
(dimensi horisontal), menyampaikan ajaran Kekristenan dan sebagai sarana
penginjilan. Fungi ini tidak akan tercapai jika masih ada asumsi tentang nyanyian
mana yang lebih baik dan yang tidak baik, sebab semua nyanyian dapat digunakan
sesuai dengan kebutuhan tema dan jenis ibadahnya.
Musik gereja terbagi dalam dua jenis, yaitu musik instrumentalia dan musik
vokal. Semua jenis musik ini dapat membangkitkan atau justru melemahkan
semangat (mendemotivasi) beribadah. Musik sangat berguna jika membuat seluruh
anggota jemaat merasa berada di panggung untuk memuji Tuhan. Inilah yang disebut
dengan fungsi menambah dimensi keterlibatan jemaat dalam ibadah. Musik menjadi
medium yang lebih efektif untuk membantu jemaat mengekspresikan imannya akan
Yesus Kristus. Tetapi ketika paduan suara atau musik yang hingar bingar telah
mengambil alih dalam pujian dan penyembahan, maka ini fungsi ini tidak akan
tercapai.
Adapun peran penting musik dalam sebuah ibadah antara lain sebagai sarana
memuji Tuhan, sarana persekutuan, sarana pembinaan, dan sarana pengajaran. Musik
Liturgis membantu sebuah ibadah untuk mencapai suasana yang tepat dalam tiap
unsur liturginya. Meskipun demikian, tidak semua nyanyian harus dibawakan dengan
musik instrumen, sebab beberapa nyanyian acapella juga memiliki kekuatan untuk
membentuk suasana ibadah yang sakral dan hikmat.
Jenis musik yang digunakan dalam sebuah ibadah tak jarang mendatangkan
perdebatan. Jemaat tua merasa lebih hikmat dan teduh ketika nyanyian diiringi oleh
organ atau piano, sedangkan jemaat muda menghendaki penggunaan instrumen
musik yang lebih variatif sehingga membangkitkan semangat dalam memuji Tuhan.
Langkah bijak yang dapat diambil gereja menurut penulis adalah memilih jenis
instrumen yang tepat sesuai dengan kebutuhan atau disusun secara terjadwal
sehingga semua kalangan mendapatkan kesempatan untuk memuji dan menyembah
Tuhan dengan tepat, misalnya dengan menjadwal tim musik atau musisi yang
bertugas tiap Minggunya secara bergantian, sehingga tidak monoton dengan
permainan solo synthesizer atau band.
Download