FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2011 SKRIPSI Oleh: LISA ELLIZABET AULA NIM: 107101001715 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 i LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 27 September 2011 Lisa Ellizabet Aula ii FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 27 September 2011 Lisa Ellizabet Aula, NIM : 107101001715 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2011 xxii + 157 Halaman, 31 tabel, 2 gambar, 5 lampiran ABSTRAK Sisa Makanan adalah volume atau persentase makanan yang tidak habis termakan dan dibuang sebagai sampah dan dapat digunakan untuk mengukur efektivitas menu. Jika sisa makanan masih dibiarkan, maka dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian dapat menimbulkan terjadinya malnutrisi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan disain cross-sectional study. Sampel penelitian ini sebanyak 58 pasien rawat inap yang diambil dengan cara purposive sampling. Analisis hubungan antar variabel dependen dengan variabel independen menggunakan uji t, uji anova, dan uji chi square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan responden adalah sebanyak 20,27%. Persentase responden yang tidak menghabiskan makanannya >25% mencapai 39,7%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara gangguan pencernaan, aroma makanan, dan makanan dari luar rumah sakit dengan terjadinya sisa makanan. Sementara itu, keadaan psikis, kebiasaan makan, penampilan makanan yang meliputi warna makanan, bentuk makanan, porsi makanan, dan penyajian makanan, dan rasa makanan yang meliputi bumbu makanan, konsistensi makanan, keempukan makanan, dan temperatur makanan tidak memiliki hubungan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bagi Rumah sakit Haji Jakarta untuk memperbaiki mutu makanan, terutama aroma makanan, dengan pemberian bumbu atau cara memasak yang tepat akan menimbulkan aroma yang sedap, memberikan makanan yang sesuai dengan kondisi responden, melakukan evaluasi sisa makanan dan status kesehatan pasien secara rutin dan menyeluruh. Kata Kunci : Sisa Makanan, pasien, rumah sakit Daftar Bacaan : 47 (1987-2011) iii FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Undergraduated Thesis, 27 September 2011 Lisa Ellizabet Aula, NIM : 107101001715 FACTORS ASSOCIATED WITH THE OCCURRENCE OF PLATE WASTE AMONG PATIENTS HOSPITALIZED IN RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA IN 2011 xxii + 157 pages, 31 tables, 2 charts, 5 attachements ABSTRACT Plate waste is the volume or the percentage of ingested food that`s not discharged and disposed as waste and can be used to measure the effectiveness of the menu. If plate wastes are still left, a period of the time, it will affect the nutritional status of patients and can lead to the occurrence of malnutrition. The purpose of this study is to determine the factors associated with the occurrence of plate waste in Rumah Sakit Haji Jakarta. This is a quantitative research by using cross-sectional study design. Sample in this study is 58 patients hospitalized that was take with purposive sampling. Analysis of the relationship between the variable use t tes, anova test, and chi square. The results of this study show that the average of plate waste is 20,27%. Percentage of responden who didn`t spend their food more than 25% is 39,7%. Statistical test results that there is a relationship between gastrointestinal disorders, the smeel of food, and the food from outside hospital with the occurance of plate waste. Beside that, the psychological status, eating habits, appearance of food such as food color, food shape, food size, and food presentation, and taste of food such as food seasoning, food consistency, food terderness, and food temperature doesn`t have a relationship with the occurance of plate waste in Rumah Sakit Haji Jakarta. Based on research result, suggested for Rumah Sakit Haji Jakarta to improve the quality of food, expecially smell of food by add herbs or cook with the right way to make a good smell of food, provide food in accordance with the conditions of the respondent, evaluate the occurance of plate waste and patient health status in reoutin and comprehensive. Keywords Refference : Plate Waste, Patient, Hospital : 47 (1987- 2011) iv PERNYATAAN PERSETUJUAN Sidang Skripsi dengan Judul FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2011 Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi untuk mengikuti sidang skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Disusun oleh: Lisa Ellizabet Aula NIM: 107101001715 Jakarta, 27 September 2011 Mengetahui Pembimbing I Pembimbing II Ir. Febrianti, MSi dr. Yuli Prapanca Satar, MARS v PANITIA SIDANG SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jakarta, 27 September 2011 Ir. Febrianti, M.Si. (Pembimbing 1) dr. Yuli Prapanca Satar, MARS (Pembimbing 2) Wilda Welis, SP. M. Kes. (Penguji) vi DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Lisa Ellizabet Aula Tempat/Tgl Lahir : Lamongan, 21 Oktober 1988 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Status : Belum Menikah Kewarganegaraan : Indonesia Alamat : Jalan Ahmad Yani no.114 RT 01/ 09 Kelurahan Utan Kayu Utara, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur 13120 No. Contact : 085883276579 Email : [email protected] Riwayat Pendidikan: 1. TK RA (1994-1995) 2. SD Negeri Utan Kayu Utara 05 Pagi Jakarta (1995-2001) 3. SMP Negeri 7 Jakarta (2001-2004) 4. SMA Negeri 22 Jakarta (2004-2007) 5. S-1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran (2007-2011) Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pengalaman Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat (BEMJ KESMAS) Tobacco Control (TC) Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI) Forum Lingkar Pena (FLP) Ciputat vii Lembar Persembahan 6 5 (2) Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (3) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al Insyiraah; 5-6) Ketika aku mulai dengan bismillah Aku sadar aku pasti bisa Meski akan ada tantangan Meski aku akan merasa terbang dan dijatuhkan Tapi aku menyadari inilah perjuangan Inilah jalan yang harus kutempuh Dan inilah yang bisa aku persembahkan Karya ini kupersembahkan untuk Kedua orang tuaku, Adikku tercinta, Sahabatku yang tersayang Dan orang-orang yang sudah mendukungku dengan tulus dan ikhlas viii KATA PENGANTAR Segala Puji syukur senantiasa tercurahkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang senantiasa menganugerahkan nikmat dan rahmat serta karunianya sehingga penulis masih diberi kesempatan dan kemampuan dalam menjalankan aktifitas dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam senantiasa kami curahkan kepada Rasul tercinta, Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kebenaran yaitu Islam dan telah menjadi suri tauladan bagi umatnya. Skripsi ini dapat terselesaikan dengan dukungan dan bantuan pihak-pihak terkait sehingga penulis sangat berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini, diantaranya : 1. Kedua orang tua saya, ayahanda Muallimin dan Ibunda Munasikah, yang senantiasa memberikan perhatian dan kasih sayang, menyumbangkan fikiran secara moral, emosional dan finansial yang tak terhingga, mau mendengarkan semua keluhan dan senantiasa memberikan doa untuk pantang menyerah dan selalu sabar dalam menyelesaikan semua tugas yang diemban oleh penulis. 2. Adikku tercinta, M. Faizal Ashar yang mendukung penulis baik mental maupun secara finasial sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengaan baik. 3. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. ix 4. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku Ketua program studi Kesehatan Masyarakat dan Pembimbing II dalam pembuatan skripsi ini. 5. Ibu Ir. Febrianti, Msi selaku Pembimbing I, terimakasih atas segala bimbingan, waktu dan fikiran yang ibu berikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan Ilmu Pengetahuan kepada kami. 7. Ibu Cut Kemala Handayani, AMG selaku Kepada Instalasi Gizi di Rumah Sakit Haji Jakarta yang telah membantu penulis di lapangan, beserta dengan staff dan karyawan instalasi gizi. 8. GEER TOGETHER FOREVER (Melli Wulandari, Hafifatul Auliya Rahmy, Karbella Kuantanades Hasti, dan Farida Hidayati) sahabat yang selalu bersama dalam senang maupun susah, memberi semangat, masukan, arahan, motivasi, harapan, dan doa untuk hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima untuk segala kebaikan yang telah kalian berikan. 9. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2007 tetap semangat dan sukses selalu untuk kita semua. 10. Untuk Sahabat-sahabatku, Lisanti dan Munawaroh, terima kasih untuk setiap doa, perhatian, dan kebaikan yang sudah kalian berikan. 11. Rekan-rekan mahasiswa dan segenap pihak yang telah berperan aktif membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan dalam laporan ini. x Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahannya datangnya dari penulis selaku manusia biasa. Dengan sepenuh hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Ciputat, September 2011 Penulis xi DAFTAR ISI Lembar Pernyataan......................................................................................................... ii Abstrak ........................................................................................................................... iii Lembar Persetujuan ........................................................................................................ v Lembar Pengesahan ....................................................................................................... vi Daftar Riwayat Hidup .................................................................................................... vii Lembar Persembahan ..................................................................................................... viii Kata Pengantar ............................................................................................................... ix Daftar Isi......................................................................................................................... xii Daftar Tabel ................................................................................................................... xviii Daftar Bagan .................................................................................................................. xxi Daftar Lampiran ............................................................................................................. xxii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1.Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2.Rumusan Masalah ............................................................................................ 7 1.3.Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 9 1.4.Tujuan .............................................................................................................. 10 1.4.1. Tujuan Umum ......................................................................................... 10 1.4.2. Tujuan Khusus ........................................................................................ 10 1.5.Manfaat ............................................................................................................ 12 1.5.1. Bagi Mahasiswa...................................................................................... 12 1.5.2. Bagi Rumah Sakit Haji Jakarta............................................................... 12 1.5.3. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .................................................... 13 1.6.Ruang Lingkup ............................................................................................... 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 14 2.1.Masalah Gizi di Rumah Sakit .......................................................................... 14 2.2.Asupan Makanan Pasien .................................................................................. 16 2.3.Sisa Makanan ................................................................................................... 19 xii 2.3.1. Pengertian Sisa Makanan ....................................................................... 19 2.3.2. Evaluasi Sisa Makanan ........................................................................... 20 2.3.3. Metode Evaluasi Sisa Makanan.............................................................. 20 2.4.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan.............. 24 2.4.1. Faktor Internal ........................................................................................ 24 2.4.2. Faktor Eksternal...................................................................................... 41 BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS ... 49 3.1.Kerangka Konsep ............................................................................................. 49 3.2.Definisi Operasional ........................................................................................ 52 3.3.Hipotesis .......................................................................................................... 57 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 58 4.1.Design Penelitian ............................................................................................. 58 4.2.Lokasi dan waktu Penelitian ............................................................................ 58 4.3.Populasi dan Sampel ........................................................................................ 58 4.3.1. Populasi .................................................................................................. 58 4.3.2. Sampel .................................................................................................... 58 4.4.Instrumen Penelitian ........................................................................................ 60 4.4.1. Validitas .................................................................................................. 62 4.4.2. Reliabilitas .............................................................................................. 64 4.5.Pengumpulan data ............................................................................................ 64 4.5.1. Data Primer ............................................................................................. 64 4.5.2. Data Sekunder ........................................................................................ 65 4.6.Pengolahan Data .............................................................................................. 66 4.6.1. Data Coding ............................................................................................ 66 4.6.2. Data Editing ............................................................................................ 73 4.6.3. Data Entry............................................................................................... 73 4.6.4. Data Cleaning ......................................................................................... 73 4.7.Analisis ............................................................................................................ 73 4.7.1. Analisis univariat .................................................................................... 73 xiii 4.7.2. Analisis bivariat ...................................................................................... 74 BAB V HASIL ............................................................................................................... 75 5.1.Gambaran Karakteristik Responden ................................................................ 75 5.2.Analisis Univariat ............................................................................................ 76 5.2.1. Gambaran Sisa Makanan ........................................................................ 76 5.2.2. Gambaran Keadaan Psikis ...................................................................... 79 5.2.3. Gambaran Kebiasaan Makan .................................................................. 80 5.2.4. Gambaran Gangguan Pencernaan........................................................... 81 5.2.5. Gambaran Status Kehamilan .................................................................. 81 5.2.6. Gambaran Penampilan Makanan ............................................................ 82 5.2.6.1. Gambaran Warna Makanan ...................................................... 82 5.2.6.2. Gambaran Bentuk Makanan ..................................................... 83 5.2.6.3. Gambaran Porsi Makanan ........................................................ 84 5.2.6.4. Gambaran Penyajian Makanan ................................................. 84 5.2.7. Gambaran Rasa Makanan ....................................................................... 85 5.2.7.1. Gambaran Aroma Makanan ..................................................... 85 5.2.7.2. Gambaran Bumbu Makanan..................................................... 86 5.2.7.3. Gambaran Konsistensi Makanan .............................................. 86 5.2.7.4. Gambaran Keempukan Makanan ............................................. 87 5.2.7.5. Gambaran Temperatur Makanan .............................................. 88 5.2.7.6. Gambaran Makanan dari Luar Rumah Sakit ............................ 88 5.3.Analisis Bivariat............................................................................................... 89 5.3.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 90 5.3.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 91 5.3.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.... ......................................................................................... 92 xiv 5.3.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.... .................................................................................................... 93 5.3.4.1. Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 93 5.3.4.2. Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 94 5.3.4.3. Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 94 5.3.4.4. Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 95 5.3.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 96 5.3.5.1. Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 96 5.3.5.2. Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 97 5.3.5.3. Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 97 5.3.5.4. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 97 xv 5.3.5.5. Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 99 5.3.5.6. Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................................... 100 BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................................. 101 6.1.Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 101 6.2.Sisa Makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.................................................................................................................. .102 6.3.Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ......................... 106 6.3.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 107 6.3.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 109 6.3.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011..... .. 112 6.3.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011....... 115 6.3.4.1. Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .......................................................................................... 115 6.3.4.2. Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 117 6.3.4.3. Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .......................................................................................... 119 xvi 6.3.4.4. Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 122 6.3.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 125 6.3.5.1. Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .......................................................................................... 126 6.3.5.2. Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 130 6.3.5.3. Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 133 6.3.5.4. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 134 6.3.5.5. Hubungan temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 136 6.3.6. Hubungan Makanan dari Luar RS dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011..... .. 138 BAB VII PENUTUP ...................................................................................................... 144 7.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 144 7.2. Saran ................................................................................................................ 148 Daftar Pustaka ................................................................................................................ 152 Lampiran xvii DAFTAR TABEL Nomor Tabel Halaman Tabel 3.1. Definisi Operasional ..................................................................................... 52 Tabel 4.1.Hasil Uji Validitas.......................................................................................... 63 Tabel 5.1.Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 75 Tabel 5.2.Distribusi Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................................................................................... 77 Tabel 5.3.Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 77 Tabel 5.4.Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 79 Tabel 5.5.Distribusi Frekuensi Keadaan Psikis Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 79 Tabel 5.6.Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 80 Tabel 5.7.Distribusi Frekuensi Gangguan Pencernaan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 81 Tabel 5.8.Distribusi Frekuensi Status Kehamilan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 82 Tabel 5.9.Distribusi Frekuensi Warna Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 82 Tabel 5.10.Distribusi Frekuensi Bentuk Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 83 Tabel 5.11.Distribusi Frekuensi Porsi Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 84 Tabel 5.12.Distribusi Frekuensi Penyajian Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 84 xviii Tabel 5.13.Distribusi Frekuensi Aroma Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 85 Tabel 5.14.Distribusi Frekuensi Bumbu Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ............................................................................. 86 Tabel 5.15.Distribusi Frekuensi Konsistensi Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 87 Tabel 5.16.Distribusi Frekuensi Keempukan Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 87 Tabel 5.17.Distribusi Frekuensi Temperatur Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 88 Tabel 5.18.Distribusi Frekuensi Makanan dari Luar Rumah Sakit Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................... 89 Tabel 5.19.Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................................ 90 Tabel 5.20.Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 91 Tabel 5.21.Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 92 Tabel 5.22.Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................................ 93 Tabel 5.23.Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 94 Tabel 5.24.Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................................ 95 Tabel 5.25.Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 95 Tabel 5.26.Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 96 xix Tabel 5.27.Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 97 Tabel 5.28.Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 98 Tabel 5.29. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 99 Tabel 5.30.Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 99 Tabel 5.31.Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ............................................................................................................. 100 xx DAFTAR BAGAN Nomor Bagan Halaman Bagan 2.1. Kerangka Teori ............................................................................................ 48 Bagan 3.1. Kerangka Konsep ......................................................................................... 51 xxi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Skripsi Lampiran 2. Surat Balasan Permohonan ijin Skripsi Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Lampiran 4. Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan Lampiran 5. Output Penelitian xxii BAB I PENDAHULUAN 1.6.Latar Belakang Salah satu pelayanan kesehatan dalam rantai sistem rujukan adalah rumah sakit yang didirikan dan diselenggarakan dengan tujuan utama memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk asuhan keperawatan, tindakan medis, asuhan nutrisi dan diagnostik serta upaya rehabilitasi untuk memenuhi kebutuhan pasien (Moehyi, 1999). Pelayanan paripurna pada pasien yang dirawat di rumah sakit pada dasarnya harus meliputi tiga hal, asuhan medis, asuhan keperawatan dan asuhan nutrisi. Ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain dan merupakan bagian dari pelayanan medis yang tidak dapat dipisahkan. Namun asuhan nutrisi seringkali diabaikan, padahal dengan asuhan nutrisi yang baik dapat mencegah seorang pasien menderita malnutrisi rumah sakit (hospital malnutrition) selama dalam perawatan (Depkes, 2007). Berdasarkan hasil berbagai penelitian yang dilakukan di negara maju maupun berkembang, ditemukan angka prevalensi malnutrisi di rumah sakit cukup tinggi. Di Belanda, prevalensi malnutrisi di rumah sakit mencapai 40%, Swedia 17%-47%, Denmark 28%, dan di negara lain seperti Amerika dan Inggris angkanya antara 40%-50% (Lipoeto, 2006). Studi di Asia Tenggara seperti di Malaysia mengungkapkan bahwa 71,4 % pasien mengalami hipoalbuminemia selama periode rawat inap (Shahar, 2002). Di rumah sakit Vietnam periode 2002-2004, Pham et al menemukan bahwa 56% pasien prabedah elektif mengalami malnutrisi (Sauer, 1 2009). Studi di Indonesia yang dilakukan di Jakarta, menghasilkan data bahwa dari sekitar 20-60% pasien yang telah menyandang status malnutrisi dan 69%-nya mengalami penurunan status gizi selama rawat inap di rumah sakit (Lipoeto, 2006). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terlihat bahwa masih ada masalah dengan asuhan nutrisi di yang ada di rumah sakit. Malnutrisi merupakan suatu keadaan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak seimbang yang terkadang sulit untuk dikenali dalam clinical setting (Sauer, 2009). Timbulnya malnutrisi disebabkan oleh asupan zat gizi makanan dan keadaan penyakit. Menurut Barker (2011), malnutrisi di rumah sakit (hospital malnutrition) merupakan gabungan dari berbagai faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks, antara penyakit yang mendasar, penyakit yang berhubungan dengan perubahan metabolisme, dan berkurangnya persediaan nutrisi yang terjadi karena berkurangnya jumlah bahan makanan yang dimakan, melemahnya proses penyerapan, dan proses kehilangan yang semakin meningkat atau kombinasi ketiganya. Peranan gizi dalam proses penyembuhan penyakit menjadi sangat penting pada masa sekarang ini, karena berdasarkan data-data yang ada sekitar 30% dari pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami penurunan berat badan (Suandi, 1998). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunita Almatsier di beberapa Rumah sakit di Jakarta Tahun 1991 menunjukkan 20%-60% pasien mengalami gizi kurang saat dirawat di rumah sakit, dan hal ini disebabkan karena kurangnya asupan makanan pasien. 2 Menurut Rosary (2002) dalam Ratna (2009), pasien membutuhkan asupan zat gizi sesuai dengan kondisi atau kebutuhan tubuh pasien. Tubuh manusia melakukan pemeliharaan kesehatan dengan mengganti jaringan yang rusak untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jika asupan gizi pasien tidak seimbang atau kurang dari yang seharusnya, maka akan mempengaruhi status gizi pasien hingga menyebabkan terjadinya malnutrisi. Untuk mengetahui asupan zat gizi pada pasien dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap sisa makanan (Barker, 2011). Sisa Makanan adalah volume atau persentase makanan yang tidak habis termakan dan dibuang sebagai sampah dan dapat digunakan untuk mengukur efektivitas menu (Komalawati, 2005). Sisa makanan terjadi karena pasien tidak menghabiskan makanan yang sudah diberikan. Sisa makanan dikatakan tinggi atau banyak jika pasien meninggalkan sisa makanan > 25%. Pasien yang tidak menghabiskan makanan dalam atau memiliki sisa makanan > 25%, maka dalam waktu yang lama akan menyebabkan defisiensi zat-zat gizi karena kekurangan zat gizi (Renaningtyas, 2004). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan yang ada di rumah sakit berkisar antara 17% hingga 67% (Zakyah, 2005). Di Indonesia, sisa makanan masih sering terjadi di berbagai rumah sakit. Hasil penelitian Djuriah (1986) di RS. Hasan Sadikin Bandung, sebanyak 19,5% pasien di ruang rawat inap meninggalkan sisa makanan melebihi 25%. Kemudian, hasil penelitian Iswidhani (1996) dalam penelitiannya di Rumah Sakit Cibinong Jakarta menyatakan bahwa sisa makanan di ruang rawat inap masih cukup tinggi (32%). Penelitian di Rumah 3 Sakit Dr. Kariadi Semarang (1996) menunjukkan bahwa sisa makanan di ruang rawat inap rata- rata 33,5% dan jika dilihat menurut kelas perawatan sisa makanan di kelas I masih cukup tinggi yaitu sebanyak 57% (Sukarti, 2010). Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Sumiyati (2008), diketahui bahwa masih terjadi sisa makanan pada pasien di Ruang Anggrek RSU RA. Kartini dalam jumlah banyak (25%) meliputi semua jenis makanan kecuali untuk jenis sayur termasuk dalam kategori sedikit. Sedangkan pada waktu makan siang dan sore terdapat sisa makanan dalam jumlah banyak (25%) kecuali untuk buah. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan. Sisa makanan terjadi bukan hanya karena nafsu makan yang ada dalam diri seseorang, tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain faktor yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang berasal dari dalam pasien atau faktor internal. Sementara itu, Faktor eksternal lain yang berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan adalah sikap petugas ruangan, jadwal makan atau waktu pembagian makan, suasana lingkungan tempat perawatan, makanan dari luar RS, dan mutu makanan (Moehyi, 1992). Berdasarkan hasil penelitian Rijadi (2002) dan Azizah (2005), menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara selera makan dengan sisa makanan. Beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa faktor internal seperti umur, jenis kelamin, dan pendidikan tidak berhubungan dengan terjadinya sisa makanan. Hal ini terlihat dalam penelitian Djamaluddin (2005) yang menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan sisa makanan menurut kelompok umur, walaupun dijumpai sisa lauk 4 nabati dan sayur yang banyak pada kelompok umur 17-25 tahun, namun perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna. Hal yang sama juga terlihat dalam penelitian Saepuloh (2003), bahwa faktor individu atau karakteristik pasien seperti umur dan jenis kelamin tidak berhubungan secara bermakna dengan daya terima pasien yang rendah yang dapat menyebabkan terjadinya sisa makanan. Berdasarkan hasil penelitian hubungan faktor eksternal terhadap terjadinya sisa makanan, terlihat ada hubungan mutu makanan yang terdiri dari penampilan makanan dan rasa makanan dengan terjadinya sisa makanan. Hasil ini terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Raharjo (1997) di RSU Dr. Soeselo-Slawi dan RSU Harapan Anda-Tegal yang menunjukkan bahwa berdasarkan uji chi kuadrat ternyata ada hubungan antara mutu makanan, cara penyajian, suhu hidangan, makanan dari luar Rumah Sakit dan kebiasaan makan di rumah terhadap sisa makanan yang terjadi di kedua Rumah Sakit tersebut. Namun, berdasarkan koefisien kontingensi ternyata ada hubungan yang paling erat dengan terjadinya sisa makanan adalah variable mutu makanan dan suhu hidangan. Masalah mutu makanan juga terlihat dalam penelitian Almatsir (1992) bahwa dari 10 rumah sakit di Jakarta, 43% pasien mempunyai persepsi kurang baik terhadap mutu makanan yang disajikan. Untuk faktor eksternal lainnya, berdasarkan hasil penelitian Azizah (2005), diketahui bahwa adanya hubungan yang bermakna antara waktu penyajian makan dengan sisa makanan. Selain itu, menurut hasil penelitian Priyanto (2009), meski ada hubungan antara persepsi pasien mengenai makanan luar RS dan jadwal sisa makanan dengan terjadinya sisa makanan. Priyanto (2009) juga menyebutkan 5 bahwa tidak ada hubungan antara tata cara penyajian dari petugas dan persepsi pasien mengenai keadaan lingkungan tempat perawatan dengan terjadinya sisa makanan. Sisa makanan merupakan salah dari berbagai hal yang ada di rumah sakit yang harus diperhatikan. Jika sisa makanan masih dibiarkan, maka dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian menimbulkan terjadinya malnutrisi. Hal ini kemudian dapat berdampak pada pada lamanya masa perawatan (length-of-stay) di rumah sakit serta meningkatnya morbiditas dan mortalitas pasien yang berarti pula meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan (Depkes, 2007). Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Azizah (2005) di RSUD Banjarnegara yang merupakan rumah sakit tipe C menunjukkan bahwa sisa makanan pada pasien rawat inap mencapai 52%. Rumah Sakit Haji Jakarta adalah rumah sakit tipe C yang memiliki kemungkinan untuk mengalani kejadian sisa makanan yang tinggi. Hal ini juga diperkuat dengan data pengukuran sisa makanan yang dilakukan oleh rumah sakit haji pada bulan Januari tahun 2011 yang menyatakan bahwa sisa makanan di RS Haji Jakarta masih ditemukan yakni 18,1% lauk hewani, 15,9% lauk nabati, dan 18,8% sayur (Instalasi Gizi, 2011). Sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumah sakit lainnya. Berdasarkan studi pendahuluan pada pasien dengan diet biasa dan diet khusus, diketahui bahwa ada 67% pasien yang memiliki sisa makanan >25 %. Sisa makanan di rumah sakit Haji Jakarta lebih 6 tinggi jika dibandingkan dengan rumah sakit lain RS Budiasih Serang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutyana (2010) di RS Budiasih Serang, ditemukan bahwa jumlah pasien yang memiliki sisa makanan ada sebanyak 51,2%. Selain itu, sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta juga lebih besar jika dibandingkan dengan RSUD Banjarnegara yang memiliki sisa makanan sebesar 52%. Berdasarkan kesamaan tipe rumah sakit antara Rumah Sakit Haji Jakarta dengan RSUD Banjarnegara dan besarnya jumlah sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Kemungkinan penyebab terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta adalah gangguan pencernaan. Hal ini karena hampir sebagian besar pasien yang dirawat di Rumah Sakit Haji Jakarta mengalami gangguan pencernaan. Berdasarkan data rekam medis, didapatkan data bahwa hampir 74% dari 91 pasien dewasa yang dirawat memiliki keluhan gangguan pencernaan. Gangguan pencernaan merupakan salah satu penyebab terjadinya asupan makan yang rendah hingga menyebabkan sisa makanan yang tinggi. Namun, ada faktor lain yang mempengaruh terjadinya sisa makanan. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti faktor-faktor apa yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011. 1.7.Rumusan Masalah Pasien membutuhkan asupan zat gizi sesuai dengan kondisi atau kebutuhan tubuh pasien. untuk dapat menjaga, menentukan kesehatan tubuh, dan melakukan 7 pemeliharaan kesehatan dengan mengganti jaringan yang rusak untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun, jika pasien tidak menghabiskan makanan dalam jangka waktu tertentu, maka akan mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian menimbulkan terjadinya malnutrisi. Hal ini juga berdampak pada lamanya masa perawatan (length-of-stay) di rumah sakit serta meningkatnya morbiditas dan mortalitas pasien yang berarti pula meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan. Sisa makanan adalah volume atau persentase makanan yang tidak habis termakan dan dibuang sebagai sampah dan dapat digunakan untuk mengukur efektivitas menu (Komalawati, 2005). Di Indonesia, sisa makanan masih sering terjadi di berbagai rumah sakit. Bahkan, sisa makanan di berbagai rumah sakit tersebut sudah tinggi dengan melihat banyaknya pasien yang meninggalkan sisa makanan> 25%. Beberapa hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa sisa makanan masih terjadi di berbagai rumah sakit di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Ada banyak faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa. Berdasarkan kesamaan tipe dengan RSUD Banjarnegara yang memiliki sisa makanan dan besarnya masalah sisa makanan jika dibandingkan dengan beberapa rumah sakit lain, yang diperkuat dengan hasil studi pendahuluan, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Oleh karena itu, penting juga untuk mengetahui secara langsung faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan di rumah sakit haji. 8 1.8.Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 2. Bagaimana gambaran karakteristik responden (usia, jenis kelamin, jenis diet, dan lama rawat inap) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 3. Bagaimana gambaran keadaan psikis pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 4. Bagaimana gambaran kebiasaan makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 5. Bagaimana gambaran gangguan pencernaan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 6. Bagaimana gambaran status kehamilan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 7. Bagaimana gambaran penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 8. Bagaimana gambaran rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, kerenyahan, dan temperatur) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 9. Bagaimana gambaran makanan dari luar rumah sakit pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 9 10. Apakah ada hubungan keadaan psikis terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 11. Apakah ada hubungan kebiasaan makan terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 12. Apakah ada hubungan gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 13. Apakah ada hubungan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 14. Apakah ada hubungan rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 15. Apakah ada hubungan makanan dari luar rumah sakit terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011? 1.9.Tujuan 1.9.1. Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di rumah sakit haji Jakarta tahun 2011. 1.9.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 10 2. Mengetahui gambaran karakteristik responden (usia, jenis kelamin, jenis diet, dan lama rawat inap) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 3. Mengetahui gambaran keadaan psikis pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 4. Mengetahui gambaran kebiasaan makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 5. Mengetahui gambaran gangguan pencernaan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 6. Mengetahui gambaran status kehamilan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 7. Mengetahui gambaran penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 8. Mengetahui gambaran rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 9. Mengetahui gambaran makanan dari luar rumah sakit pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 10. Mengetahui ada hubungan keadaan psikis terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 11. Mengetahui ada hubungan kebiasaan makan terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 11 12. Mengetahui ada hubungan gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 13. Mengetahui ada hubungan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 14. Mengetahui ada hubungan rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 15. Mengetahui ada hubungan makanan dari luar rumah sakit terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011. 1.10. Manfaat 1.10.1. Bagi Mahasiswa Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Instalasi Gizi Rumah Sakit Haji Jakarta. 1.10.2. Bagi Rumah Sakit Haji Jakarta Sebagai bahan masukan dan informasi untuk pihak rumah sakit dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta. 12 1.10.3. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dapat memberikan masukan dan referensi ilmu yang berguna dan sebagai bahan pembelajaran dan memperkaya ilmu pengetahuan dari hasil penelitian. 1.11. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Semester VIII dengan tujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 di Instalasi Gizi Rumah Sakit Haji Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.5.Masalah Gizi di Rumah Sakit Gizi adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kesehatan individu atau masyarakat, dan karenanya merupakan issue fundamental dalam kesehatan. Gizi memiliki pengaruh langsung terhadap pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, dan kondisi fisik dan mental individu (Nasir, 2008). Gizi juga memiliki peranan penting dalam proses penyembuhan penyakit. Untuk mencapai serta memelihara kesehatan dan status gizi optimal, tubuh perlu mengkonsumsi makanan sehari-hari yang mengandung gizi seimbang. Bila tubuh dapat mencerna, mengabsorbsi, dan memetabolisme zat-zat gizi tersebut secara baik, maka akan tercapai keadaan gizi seimbang. Tetapi dalam keadaan sakit, melalui modifikasi diet diupayakan agar gizi seimbang tetap bisa dicapai (Almatsier, 2006). Pengaturan makanan dan diit untuk penyembuhan penyakit merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan upaya perawatan untuk penyembuhan penyakit yang diderita oleh orang sakit. Bagi seorang penderita, baik penderita kronis maupun akut, diit yang diberikan kepadanya merupakan salah satu komponen kegiatan dalam upaya penyembuhan penyakitnya. Fungsi makanan dalam upaya penyembuhan penyakit dapat berupa (Moehyi, 1999): a. Salah satu bentuk terapi, contohnya pada penderita obesitas, pengaturan diit merupakan upaya primer bagi penyembuhan penyakit tersebut 14 b. Penunjang obat, contohnya pada penderita penyakit diabetes mellitus, pemberian suntikan insulin harus dilakukan bersamaan dengan pemberian makanan agar kadar gula dalam darah penderita tetap dalam batas-batas normal c. Tindakan medis, contohnya pada penderita penyakit saluran pencernaan yang baru selesai di operasi, pemberian makanan cair bertujuan menunjang tindakan operasi yang telah dilakukan Pada pelayanan kesehatan paripurna di rumah sakit, terlibat tiga jenis asuhan (care) yang pelaksanaannya dilakukan melalui berbagai kegiatan. Ketiga asuhan ini adalah asuhan medik, asuhan keperawatan, dan asuhan gizi (Almatsier, 2006). Ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain dan merupakan bagian dari pelayanan medis yang tidak dapat dipisahkan. Pemberian zat gizi optimal sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien merupakan salah satu kegiatan asuhan gizi (Almatsier, 2006). Namun asuhan nutrisi seringkali diabaikan, padahal dengan asuhan nutrisi yang baik dapat mencegah seorang pasien menderita malnutrisi rumah sakit (hospital malnutrition) selama dalam perawatan (Depkes, 2007). Malnutrisi merupakan suatu keadaan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak seimbang yang terkadang sulit untuk dikenali dalam clinical setting (Sauer, 2009). Timbulnya malnutrisi disebabkan oleh asupan zat gizi makanan dan keadaan penyakit. Malnutrisi di rumah sakit pada pasien biasanya merupakan kombinasi dari cachexia (yang berhubungan dengan penyakit) dan malnutrisi (konsumsi zat gizi yang tidak adekuat). Hal ini sesuai dengan pendapat Barker (2011) bahwa malnutrisi 15 di rumah sakit (hospital malnutrition) merupakan gabungan dari berbagai faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks, antara penyakit yang mendasar, penyakit yang berhubungan dengan perubahan metabolisme, dan berkurangnya persediaan zat gizi dalam pasien tersebut. Berkurangnya persediaan zat gizi dalam pasien merupakan salah satu penyebab terjadinya hospital malnutrition. Berkurangnya persediaan zat gizi dapat terjadi karena berkurangnya jumlah bahan makanan yang dimakan, melemahnya proses penyerapan, dan proses kehilangan yang semakin meningkat atau kombinasi ketiganya (Barker, 2011). Penelitian yang dilakukan Triyani (1999) menunjukkan bahwa 69,9% pasien hemodialisa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengalami asupan makanan yang kurang dari kebutuhan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunita Almatsier di beberapa Rumah sakit di Jakarta Tahun 1991 menunjukkan 20%-60% pasien mengalami gizi kurang saat dirawat di rumah sakit, dan hal ini disebabkan karena kurangnya asupan makanan pasien. 2.6.Asupan Makanan Pasien Asupan makanan pada pasien harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi dalam keadaan sakit. Kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit tergantung jenis dan berat penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat seperti umur, gender (jenis kelamin), aktivitas fisik, serta kondisi khusus, yaitu ibu hamil dan menyusui (Almatsier, 2006). Pasien rawat inap membutuhkan asupan makan yang adekuat agar kebutuhan dan kecukupan gizi terpenuhi dan terhindar dari malnutrisi. 16 Karyadi dan Muhilal (1988) membedakan pengertian istilah kebutuhan gizi dan kecukupan gizi. Kebutuhan gizi (nutrient requirements) adalah banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh seseorang agar hidup sehat. Kecukupan gizi (recommended dietary allowences) adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang atau rata-rata kelomok agar hampir semua orang (97,5% populasi) hidup sehat. Jika dalam tubuh terjadi ketidakcukupan gizi, maka dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi. Menurut Solon F.S dan Rodolfo (1977) dalam Supariasa (2001), patogenesis penyakit gizi kurang (malnutrisi) melalui 5 tahapan, yaitu: pertama ketidakcukupan zat gizi. Jika ketidakcukupan zat gizi ini berlangsung lama, maka persediaan/ cadangan jaringan akan digunakan untuk memenuhi ketidakcukupan itu. Kedua, apabila ini berlangsung lama, maka akan terjadi kemerosotan jaringan, yang ditandai dengan penurunan berat badan. Ketiga, terjadi perubahan biokimia yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium. Keempat, terjadi perubahan fungsi yang ditandai dengan tanda yang khas. Kelima, terjadi perubahan anatomi yang dapat dilihat dari munculnya tanda yang klasik. Di rumah sakit, banyak pasien yang mengalami ketidakcukupan zat gizi sebagai akibat dari rendahnya asupan zat gizi pasien. Hal ini sesuai dengan Berman (2003) bahwa kekurangan nutrisi adalah insufisien asupan nutrient dalam memenuhi kebutuhan energi harian karena asupan makanan yang tidak adekuat atau pencernaan dan absorpsi makanan yang tidak benar. Asupan makanan yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh kemampuan mendapatkan 17 dan mempersiapkan makanan, pengetahuan yang tidak adekuat mengenai nutrisi essensial dan diet seimbang, ketidaknyamanan selama atau setelah makan, disfagia (kesulitan menelan), anoreksia (kehilangan selera makan), mual atau muntah dan lain-lain. Pada pasien rawat inap, beberapa faktor yang secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan asupan makan yang kurang selama rawat inap antara lain pasien terlalu lama dipuasakan, tidak diperhitungkan penambahan zat gizi, obatobatan yang diberikan, gejala gastrointestinal, serta penyakit yang menyertai (Soegih, 2004). Selain itu, selera makan juga berperan dalam menyebabkan asupan makan yang kurang. Ketika seseorang terserang penyakit, penurunan pada selera makanan biasanya sering terjadi. Dengan menurunnya selera makan menyebabkan berkurangnya asupan zat gizi sehingga kebutuhan zat gizi tidak dapat dipenuhi, dan pada gilirannya akan mempengaruhi status gizi pasien (Santoso, 1995). Pasien yang memiliki asupan makan yang rendah akan meninggalkan sisa makanan dalam piringnya. Semakin rendah asupan makan, maka sisa makanan semakin tinggi. Padahal, pasien seharusnya menghabiskan seluruh makanan yang sudah disajikan. Jika pasien tidak menghabiskan makanannya, berarti asupan makan pasien tidak adekuat. Hal ini karena makanan yang disediakan oleh instalasi gizi sudah diperhitungkan jumlah dan mutu gizinya, dan harus dihabiskan pasien agar penyembuhannya dapat berjalan sesuai dengan program yang ditetapkan. (Renaningtyas, 2004). Dengan demikian, salah satu cara untuk menilai asupan makan pasien dapat dilakukan dengan penilaian sisa makanan. Sisa makanan digunakan untuk menilai 18 konsumsi makan aktual seseorang. Penilaian atau evaluasi sisa makanan secara umum digunakan dalam pada fasilitas pemeliharaan kesehatan secara jangka panjang dan merupakan salah satu teknik yang valid untuk menilai asupan makanan dan daya terima menu (Huang, 2008). 2.7.Sisa Makanan 2.3.1. Pengertian Sisa Makanan Menurut Hirch (1979) dalam Carr (2001), sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan disajikan. Menurut Asosiasi Dietisien Indonesia (2005), sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak dimakan oleh pasien dari yang disajikan oleh rumah sakit menurut jenis makanannya. Menurut JADA (1979) dalam Muhir (1998), secara khusus, istilah sisa makanan dibagi menjadi dua yaitu: 1. Waste, yaitu bahan makanan yang rusak karena tidak dapat diolah atau hilang karena tercecer 2. Plate Waste, yaitu makanan yang terbuang karena setelah disajikan tidak habis dikonsumsi. Sisa makanan dikatakan tinggi atau banyak jika pasien meninggalkan sisa makanan > 25%. Pasien yang tidak menghabiskan makanan dalam atau memiliki sisa makanan > 25%, maka dalam waktu yang lama akan menyebabkan defisiensi zat-zat gizi karena kekurangan zat gizi (Renaningtyas, 2004). Sisa makanan selain dapat menyebabkan kebutuhan gizi pasien tidak terpenuhi juga akan menyebabkan biaya yang terbuang pada sisa makanan (Djamaluddin, 2005). Sisa makanan 19 merupakan suatu dampak dari sistem pelayanan gizi di rumah sakit sehingga masalah terdapatnya sisa makanan tidak dapat diabaikan karena bila masalah tersebut diperhitungkan ke menjadi rupiah maka akan menjadi suatu pemborosan anggaran makanan (Sumiyati, 2008). 2.3.2. Evaluasi Sisa Makanan Evaluasi sisa makanan secara umum didefinisikan sebagai suatu proses menilai jumlah kuantitas dari porsi makanan yang sudah disediakan oleh penyelenggara makanan yang tidak dihabiskan. Ketika sisa makanan tidak dapat dihindari, maka kelebihan sisa makanan merupakan tanda tidak efisiensinya pelaksanaan kegiatan dan tidak responnya sistem distribusi (Buzby, 2002). Evaluasi sisa makanan digunakan untuk menilai biaya, daya terima makanan, asupan makan, dan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan makanan, seperti (Carr, 2001). Evaluasi sisa makanan juga merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi mutu pelayanan gizi yang dapat dilakukan dengan mencatat banyaknya makanan yang tersisa. Oleh karena itu, sisa makanan adalah salah satu indikator keberhasilan pelayanan gizi di ruang rawat inap (Djamaluddin, dkk, 2005). 2.3.3. Metode Evaluasi Sisa Makanan Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai sisa makanan. Metode evaluasi sisa makanan yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan dilakukannya menilai sisa makanan. Ada tiga jenis metode yang dapat digunakan sisa makanan, yaitu: 20 a. Weight method/ weighed Plate waste Weight method/ weighed Plate waste digunakan dengan tujuan untuk mengetahui dengan akurat bagaimana intake zat gizi dari seseorang. Metode ini yang digunakan untuk mengukur/ menimbang sisa makanan setiap jenis hidangan atau untuk mengukur total sisa makanan pada individual atau kelompok (Carr, 2001). Prinsip dari metode penimbangan makanan adalah mengukur secara langsung berat dari tiap jenis makanan yang dikonsumsi selanjutnya dihitung presentase (%) sisa makanannya (Nuryati, 2008). Menurut Komalawati (2005) dalam Priyanto (2009), data sisa makanan dapat diperoleh dengan cara menimbang makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien, kemudian dirata-rata menurut jenis makanan. Prosentase sisa makanan dihitung dengan cara membandingkan sisa makanan dengan standar porsi makanan rumah sakit kali 100% atau dengan rumus: 𝛴 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑖𝑠𝑎 (𝑔𝑟) Sisa makanan (%) = 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡 (𝑔𝑟) x 100% Kelebihan dari metode ini adalah dapat memberikan informasi lebih akurat/ teliti. Sedangkan kelemahannya adalah karena menggunakan cara penimbangan maka memerlukan waktu, cukup mahal, karena perlu peralatan dan tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil (Nuryati, 2008). 21 b. Recall Recall atau Self Reported Consumption adalah metode yang digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dalam 24 jam tentang makanan yang dikonsumsi oleh seseorang (Carr, 2001). Pengukuran sisa makanan ini dengan cara menanyakan kepada responden tentang banyaknya sisa makanan. Pada metode ini responden yang menaksir sisa makan dengan menggunakan skala taksiran visual (Nuryati, 2008). c. Visual method Visual method atau observasional method adalah metode yang digunakan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana intake makanan untuk menilai daya terima makanan, maka dapat menggunakan metode visual method (Carr, 2001). Pada metode ini, sisa makanan diukur dengan cara menaksir secara visual banyaknya sisa makanan untuk setiap jenis hidangan. Hasil taksiran ini bisa dalam bentuk berat makanan yang dinyatakan dalam gram atau dalam bentuk skor bila menggunakan skala pengukuran (Nuryati, 2008). Evaluasi sisa makanan menggunakan metode melihat makanan tersisa di piring dan menilai jumlah yang tersisa. Pengamat yang sudah terlatih menggunakan skala rating untuk menunjukkan konsumsi. Cornstock, et al. (1981) menggambarkan metode menggunakan skala 5-point. Skala Enam dan tujuh-titik juga telah dikembangkan, menunjukkan jika "hampir tidak ada" atau "hampir semua" makanan tetap (Carr, 2001). Cara taksiran visual yaitu dengan 22 menggunakan skala pengukuran yang dikembangkan oleh Comstock dengan dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut (Ratnaningrum, 2005): 1. Skala 0 : dikonsumsi seluruhnya oleh pasien (habis dimakan) 2. Skala 1 : tersisa ¼ porsi 3. Skala 2 : tersisa ½ porsi 4. Skala 3 : tersisa ¾ porsi 5. Skala 4 : hanya dikonsumsi sedikit (1/9 porsi) 6. Skala 5 : utuh atau tidak dikonsumsi Penilaian dengan skor di atas berlaku untuk setiap porsi masing-masing jenis makanan (contoh: makanan pokok, sayuran, lauk, dll). Setelah menetapkan skor, kemudian skor tersebut dikonversikan ke bentuk persen dengan cut off. 1. Skor 0 (0% ) Semua makanan dihabiskan 2. Skor 1 (25%) 75% makanan dihabiskan 3. Skor 2 (50%) 50 % makanan dihabiskan 4. Skor 3 (75%) 25% makanan dihabiskan 5. Skor 4 (95%) 5 % makanan dihabiskan 6. Skor 5 (100%) tidak ada yang dikonsumsi pasien Menurut Comstock (1991) dalam Murwani, (2001), metode taksiran visual mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari metode taksiran visual antara lain yaitu memerlukan waktu yang singkat, tidak memerlukan alat yang banyak dan rumit, menghemat biaya, dapat mengetahui sisa makanan menurut jenisnya. Sedangkan kekurangan dari metode taksiran visual antara lain yaitu 23 diperlukan penaksir (estimator) yang terlatih, teliti, terampil, memerlukan kemampuan dalam menaksir (over estimate), atau kekurangan dalam menaksir (under estimate). Setelah itu hasilnya diasumsikan berdasarkan taksiran visual comstock dengan kategori (Sumiyati, 2008): a) Bersisa, jika sisa makanan banyak (>25%) b) Tidak bersisa, jika sisa makanan sedikit (≤ 25%) Keberhasila suatu penyelenggaraan makanan antara lain dikaitkan dengan adanya sisa makanan, karena sisa makanan yang melebihi 25% menunjukkan kegagalan suatu penyelenggaraan makanan di rumah sakit, sehingga kegiatan pencatatan sisa makanan merupakan indikator yang sederhana yang dapat dipakai untuk mengevaluas keberhasilan pelayanan gizi di rumah sakit (Depkes, 1991). 2.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan Menurut Moehyi (1992) sisa makanan terjadi karena makanan yang disajikan tidak habis dimakan atau dikonsumsi. Faktor utamanya adalah nafsu makan, tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain faktor yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang berasal dari dalam pasien atau faktor internal. 2.4.3. Faktor Internal Faktor internal atau faktor individu adalah faktor yang berasal dalam diri pasien. Seperti yang sudah sebelumnya dijelaskan bahwa faktor utama terjadinya 24 sisa makanan adalah nafsu makan (Moehyi, 1992). Selera makan adalah keinginan seseorang untuk makan dan ketertarikan pada suatu makanan karena suatu respon terhadap rangsangan. Menurut Zulfah (2002), selera makan adalah suatu rangkaian isyarat yang mendorong inisiatif untuk makan. Faktor-faktor yang mempengaruhi selera makan antara lain (Utari, 2009): 1) Rasa sua dan enggan, beberapa orang memiliki rasa enggan terhadap makanan baru atau kerinduan pada suatu makanan. 2) Pengaruh lingkungan orang yang lebih suka makan makanan hangat di musim dingin atau sebaliknya. 3) Pengaruh sosial, budaya, agama, menentukan makanan yang dapat diterima oleh seseorang. 4) Pengaruh metabolik, kebutuhan akan energi menimbulkan asupan yang cukup dan syarat serta hormon ikut mengatur pengiriman ketika selera untuk makan. 5) Pengaruh obat-obatan, beberapa obat dapat menekan atau merangsang selera makan. 6) Selera bawaan, rasa haus akan menimbulkan keinginan untuk minum, suka asin akan menimbulkan untuk makan makanan asin. 7) Pengaruh penyakit, beberapa penyakit akan menimbulkan pengaruh selera makan atau sensifitas selera makan. 8) Bentuk makanan, rasa, aroma, dan tekstur makanan dapat menekan atau merangsang selera makan. 25 Selera makan biasanya dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi seseorang. Pada umumnya, nafsu makan akan menurun pada orang sakit atau dalam keadaan susah. Begitu pula sebaliknya, nafsu makan akan baik atau bahkan meningkat pada orang sehat atau dalam keadaan senang (Prakoso, 1982 dalam Andhika, 2010). Faktor internal juga berkaitan dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi yang mempengaruhi asupan makan. Menurut Soegih (2004), beberapa faktor yang secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan asupan makan yang kurang selama rawat inap antara lain pasien terlalu lama dipuasakan, tidak diperhitungkan penambahan zat gizi, obat-obatan yang diberikan, gejala gastrointestinal, serta penyakit yang menyertai. Menurut Almatsier (2006), kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit tergantung jenis dan berat penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat seperti umur, gender (jenis kelamin), aktivitas fisik, serta kondisi khusus, yaitu ibu hamil dan menyusui. Seperti yang sebelumnya dijelaskan, kebutuhan gizi akan mempengaruhi asupan makan. Jika asupan makan yang diberikan tidak adekuat, dalam hal ini asupan makan yang rendah, maka pasien akan meninggalkan sisa makanan. Dengan demikian, selain faktor nafsu makan atau selera makan, faktor internal lain yang berasal dari dalam diri pasien sendiri meliputi: 26 a. Keadaan Psikis Faktor keadaan psikis adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan kejiwaan. Biasanya, perawatan di rumah sakit menyebabkan orang sakit harus menjalani kehidupan yang berbeda dengan apa yang dialami sehari – hari di rumah. Apa yang dimakan, dimana orang tersebut makan, bagaimana makanan disajikan, dengan siapa orang tersebut makan, sangat berbeda dengan yang telah menjadi kebiasan hidupnya. Hal ini ditambah dengan hadirnya orang-orang yang masih asing baginya yang mengelilinginya setiap waktu, seperti dokter, perawat, atau petugas paramedis lainnya. Kesemuanya itu dapat membuat orang sakit mengalami tekanan psikologis, yang dapat pula membawa perubahan perangan pada orang sakit (Moehyi, 1999). Pasien yang menjalani pengobatan di rumah sakit dapat menunjukkan beragam masalah atau persoalan yang berkaitan dengan kondisi psikologis mereka. Hal yang paling umum dialami oleh pasien adalah kecemasan dan depresi. Kegugupan mereka setelah menjalani tes kesehatan dan menantikan hasilnya membuat pasien seringkali tidak dapat tidur (mengalami insomnia), mimpi buruk di malam hari dan sulit berkonsentrasi dalam melakukan aktivitas (Banoliel dalam Caninsti, 2007). Orang yang sedang menderita penyakit berat akan mempunyai persepsi yang berbeda terhadap suatu stressor dibandingkan dengan orang yang sehat (Humris-Pleyte, 2001). Pada umumnya penyakit kronis mempengaruhi semua aspek kehidupan pasien. Pada pasien penderit kronis, terjadi 27 perubahan sementara dari segi fisik, pekerjaan, dan aktivitas sosial. Secara psikologis, seseorang yang menderita penyakit kronis juga harus mengintegrasikan perannya sebagai pasien dalam kehidupan jika ia ingin beadaptasi dengan penyakitnya (Caninsti, 2007). Setelah didiagnosis menderita penyakit kronis, pasien sering kali berada dalam tahap krisis yang identik dengan keseimbangan fisik, sosial dan psikologis (Moos dalam Caninsti, 2007). Pasien merasa bahwa cara mereka dalam melakukan coping terhadap masalah ternyata tidak lagi efektif. Lambat laun pasien akan merasa cemas, takut dan mengalami perubahan emosi lainnya (Taylor & Aspinwall dalam Caninsti 2007). Keadaan ini dapat berdampak pada terjadinya sisa makanan. Hal ini karena kondisi psikis yang terjadi pada pasien dalam bentuk depresi dapat mengurangi asupan makan (Isselbacher, 1999). Ricec (1992) dalam Caninsti (2007) mengungkapkan bahwa depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikit, berperasaan, dan berperilaku) seseorang. Depresi adalah gangguan mood dengan karakteristik utamanya adalah adanya perasaan tertekan, rasa sedih dankosong, hilangnya minat atau aktivitas yang menyenangkan, perubahan yang besar dalam selera makan, baik selera makan bertambah ataupun berkurang, insomnia atau hiperinsomnia, berkurangnya aktivitas fisik atau terjadinya agitasi motorik, kelelahan dan kehilangan energi, perasaan tidak berharha atau perasaan bersalah berlebihan, 28 berkurangnya kemampuan untuk berpikir rasionak, berkurangnya kemampuan konsentrasi dalam mengambil keputusa, serta muncul pemikiran untuk mati atau bunuh diri (Neale (1996), dalam Caninsti (2007)). Depresi berat secara signifikan mempengaruhi seseorang dan hubungan orang tersebut baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, pekerjaan atau kehidupan sekolah, tidur dan kebiasaan makan, dan kesehatan umum (National Institute of Mental Health, 2008). Depresi sering disertai dengan gangguan fisik umum di kalangan dewasa dan orang tua, seperti stroke, penyakit kardiovaskular, penyakit Parkinson, dan penyakit paru obstruktif kronik (Yohannes, 2008). Seseorang yang berada dalam keadaan depresi biasanya menunjukkan suasana hati yang rendah atau tidak berminat, yang melingkupi semua aspek kehidupan, dan ketidakmampuan untuk mengalami kenikmatan dalam kegiatan yang sebelumnya dinikmati. Orang yang depresi mungkin sibuk dengan, atau memamah biak di atas, pikiran dan perasaan tidak berharga, rasa bersalah atau penyesalan yang tidak tepat, tidak berdaya, putus asa, dan kebencian pada diri sendiri (National Institute of Mental Health, 2008). Menurut Ekawati (2009), seseorang cenderung lupa akan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti kebutuhan akan makanan, kebersihan diri dan istirahat. Apabila asupan makanan rendah dan berlangsung dalam jangka waktu yang relatif panjang, seseorang akan mengalami defisiensi zat gizi yang berakibat pada penurunan status gizi. 29 Hal ini juga dikemukakan oleh American Psychiatric Asosiation (2000) bahwa seorang orang yang depresi mungkin melaporkan gejala fisik beberapa seperti kelelahan, sakit kepala, atau masalah pencernaan; Keluhan fisik adalah masalah yang diajukan yang paling umum di negara berkembang, sesuai dengan kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk depresi, appetite atau nafsu makan yang sering berkurang dengan berat badan sehingga menurun, meskipun kadang-kadang juga terlihat nafsu makan meningkat dan berat badan kadang-kadang naik, dan terkadang keluarga dan teman-teman dapat memperhatikan bahwa perilaku seseorang baik gelisah atau lesu. Untuk data meneliti kondisi psikis pasien dapat menggunakan hospital anxiety and depression scale (HADS). HADS didesain dan digunakan untuk melihat kondisi psikologis terutama kecemasan dan depresi pada individu yang menderita sakit dan menjadi pasien di rumah sakit. HADS dapat digunakan pada pasien rumah sakit yang berusia 16-65 tahun. Kuesioner HADS berisi 2 subskala yaitu, subskala kecemasan, dan subskala depresi. Pertanyaan pada subskala kecemasan difokuskan pada aspek emosi dan kognisi dari anxiety, sedangkan pada subskala depresi difokuskan pada konsep anhedonia, yaitu kehilangan minat untuk melakukan aktifitas yang menyenangkan. Intepretasi HADS dilakukan dengan menjumlahkan semua respon subjek dan kemudian mengelompokkannya 30 menjadi normal (skor 0-7), borderline abnormal (skor 8-10), dan abnormal (skor 11-21) (Caninsti, 2007). b. Kebiasaan Makan Menurut Suhardjo (1989) dalam Andhika (2010), kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata karma makan, frekuensi makan seseorang, pola makan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan (pantangan), distribusi makanan di antara angota keluarga, penerimaan terhadap makanan (timbulnya suka atau tidak suka) dan cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan. Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang lain (Khomsan, 2004). Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya. Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Menurut Suhardjo (1986) dalam pola makan adalah cara yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang untuk memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial. 31 Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan dari penyakit (Baliwati, 2004). Menurut Baliwati (2004), pola makan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dalam waktu tertentu. Menurut Sediaoetama (1991), susunan menu atau susunan hidangan Indonesia meliputi bahan makanan pokok, lauk pauk (hewani dan nabati), sayur, dan buah. Susunan makanan mengacu pada Pola Menu Seimbang dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat (Ratna, 2009). Silitonga (2008) membagi susunan makanan menjadi 4 kategori yaitu: 1. Sangat lengkap : Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah, dan susu 2. Lengkap : Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayuran, dan buah 3. Kurang lengkap: Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, dan sayuran 4. Tidak lengkap : Jika hanya mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk pauk saja, atau makanan pokok dengan sayuran saja. 32 Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buahbuahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan (Baliwati, 2004). Menurut Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), untuk orang dewasa dianjurkan untuk mengkonsumsi nasi sebanyak 5 piring, lauk hewani sebanyak 2 sampai 3 potong, lauk nabati 3 potong, sayur 1 ½ mangkok, dan buah 2 sampai 3 potong (Almatsier, 2006). Selain itu, frekuensi makan orang indonesia untuk makanan utama juga sebagian besar sebanyak 3x dalam sehari (Februanti, 2008). Berdasarkan hasil penelitian Priyanto (2009), perbedaan pola makan di rumah dan pada saat di RS akan mempengaruhi daya terima pasien terhadap makanan. Bila pola makan pasien tidak sesuai dengan makanan yang disajikan RS, akan mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan. Hal ini terlihat dari penelitian Adlisman (1996) yang menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan pada pasien adalah pola makan pasien terutama untuk susunan menu hidangan dan frekuensi makan. Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan dari penyakit (Baliwati, 2004). 33 c. Umur Semakin tua umur manusia maka kebutuhan energi dan zat – zat gizi semakin sedikit. Bagi orang yang dalam periode pertumbuhan yang cepat (yaitu, pada masa bayi dan masa remaja) memiliki peningkatan kebutuhan nutrisi (Berman, 2003). Pada anak terdapat faktor kesulitan makan yang dapat mempengaruhi anak untuk tidak menghabiskan makanan yang disediakan oleh rumah sakit. Faktor kesulitan makan pada anak sering dialami oleh sekitar 25% pada usia anak, jumlah akan meningkat sekitar 4070% pada anak yang lahir prematur atau dengan penyakit kronik. Pada usia dewasa, zat gizi diperlukan untuk penggantian jaringan tubuh yang rusak, meliputi perombakan dan pembentukan sel. Pada masa ini aktivitas fisik mulai meningkat, yaitu untuk melakukan pekerjaan atau bekerja. Bekerja memerlukan pengeluaran energi cukup besar sehingga harus diimbangi dengan masukan energi makanan (Ratna, 2009). Seseorang dikatakan sampai pada tahap usia dewasa jika orang tersebut memasuki usia 18 tahun hingga 60 tahun. Hal ini sesuai dengan Hurlock (1980) bahwa usia dewasa dibagi menjadi 2, yaitu: - Early Adulthood: 18 tahun sampai 40 tahun. - Middle Adulthood: 40 tahun sampai 60 tahun Pada usia tua (manula) kebutuhan energy dan zat – zat gizi hanya digunakan untuk pemeliharaan. Setelah usia 20 tahun, proses metabolisme 34 berangsur – angsur turun secara teratur. Pada usia 65 tahun, kebutuhan energi berkurang 20% dari kebutuhan pada usia 25 tahun (Ratna, 2009). Asupan makan juga tergantung dari citarasa yang ditimbulkan oleh makanan yang meliuti bau, rasa, dan rangsangan mulut. Kepekaan indera seseorang terhadap bau dan rasa akan berkurang seiring dengan bertambahnya umur. Dalam Winarno (1992), kepekaan indera penghidung diperkirakan setia bertambahnya umur satu tahun dan papilla mulai mengalami atropi bila usia mencapai 45 tahun. Menurunnya kemampuan dalam merasakan citarasa ini akan mengganggu selera makan sehingga dapat mempengaruhi rendahnya asupan makan seseorang dan menimbulkan makanan yang tersisa. d. Jenis kelamin Jenis kelamin kemungkinan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya sisa makanan. Hal ini disebabkan perbedaan kebutuhan energi antara perempuan dan laki-laki, dimana kalori basal perempuan lebih rendah sekitar 5-10% dari kebutuhan kalori basal laki-laki. Perbedaan ini terlihat pada susunan tubuh, aktivitas, dimana laki-laki lebih banyak menggunakan kerja otot daripada perempuan, sehingga dalam mengkonsumsi makanan maupun pemilihan jenis makanan, perempuan dan laki-laki mempunyai selera yang berbeda (Priyanto, 2009). Menurut Suhardjo (1989) dalam Zulfah (2002), Semakin aktif kegiatan fisik seseorang semakin banyak energi yang digunakan. Tubuh yang besar 35 memerlukan energi yang lebih banyak dibandingkan dengan tubuh yang kecil untuk melakukan kegiatan fisik yang sama. Dapat dikatakan wanita dengan ukuran tubuh yang lebih kecil umumnya memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki pada tingkat kegiatan fisik yang sama. Menurut hasil penelitian Djamaluddin (2005), pasien perempuan mengkonsumsi nasi lebih sedikit dariada asien laki-laki. Sisa makanan lainnya yaitu lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, minuman, dan snack ada asien dan laki-laki sisanya sedikit. Sisa nasi lebih sedikit ada laki-laki diduga karena angka kecukuan gizi yang dianjurkan (AKG) ada laki-laki lebih besar daripada perempuan, sehingga laki-laki memang mampu menghabiskan makanannya dibanding perempuan. e. Aktifitas fisik Aktifitas fisik berpengaruh terhadap kebutuhan gizi bagi pasien. Aktifitas fisik pada orang normal berbeda antara tiap individu ada yang pekerjaan ringan, sedang ataupu berat, di samping itu berbeda pula dalam jangka waktunya (Suhardjo, 1992). Tidak hanya ada orang normal, pada orang sakit, aktivitas fisik juga memiliki peranan dalam menetapkan kebutuhan energi. Dalam perhitungan kebutuhan zat gizi, nilai faktor aktivitas pada orang sakit dibedakan menjadi dua yaitu istirahat di tempat tidur dan tidak terikat di tempat tidur (Almatsier, 2006). Selain dalam kaitannya dengan kebutuhan gizi, aktivitas fisik ini juga mempengaruhi faktor psikis pasien. Pada pasien terjadi penurunan aktivitas 36 fisik selama dirawat, rasa tidak senang, rasa takut karena sakit, ketidakbebasan bergerak adanya adanya penyakit yang menimbulkan rasa putus asa. Manifestasi rasa putus asa ini berupa hilangnya nafsu makan dan rasa mual. Faktor ini membuat pasien terkadang tidak menghabiskan porsi makanan yang telah disajikan (Nuryati, 2008). f. Keadaan Khusus Keadaan khusus yang dimaksud di sini adalah keadaan di mana pasien sedang hamil atau sedang dalam masa menyusui. Bagi pasien yang mengalami kehamilan atau sedang dalam masa menyusui, membutuhkan asupan makan yang lebih banyak dibandingkan dengan pasien biasa lainnnya. Hal ini karena pada ibu hamil, asupan zat gizi tidak hanya dibutuhkan oleh si ibu saja, tetapi juga untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Pada ibu menyusui, asupan zat gizi dibutuhkan untuk dirinya sendiri dan untuk produksi ASI (Poedjiadi, 2006). Pada pasien dengan kondisi khusus dalam hal ini sedang dalam masa kehamilan, biasanya mengalami hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan sehingga pekerjaan seharihari terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Mual dan muntah merupakan gangguan yang paling sering dijumpai pada kehamilan trimester I. kurang lebih 6 minggu setelah haid terakhir selama 10 minggu (Arisman, 2002). 37 Dalam kaitannya dengan terjadinya sisa makanan, kondisi khusus pasien lebih difokuskan pada status kehamilan. Meskipun memiliki kebutuhan gizi yang lebih banyak dan memiliki selera makan yang meningkat, wanita yang memiliki status kehamilan sedang hamil memiliki peluang untuk meninggalkan sisa makanan lebih banyak. Wanita yang hamil pada trimester tertentu mengalami gangguan selera makan karena mual dan muntah sebagai reaksi dari kehamilan. Hal ini dapat mempengaruhi asupan makan. Selain itu, karakteristik pasien yang memiliki selera makan yang rendah dapat mempengaruhi asupan makan pasien yang rendah juga yang dapat menyebabkan terjadinya sisa makanan. g. Gangguan Pencernaan Gangguan pencernaan yaitu kumpulan gangguan yang terdiri dari rasa tidak enak pada perut seperti nyeri ulu hati, heartburn, mual, muntah, kembung, sendawa, cepat kenyang, konstipasi, diare, nafsu makan berkurang dan dispesia (Desdiani, 2004). Ketika ada gangguan dalam saluran pencernaan, maka asupan makan pun menjadi terganggu dan memungkinkan pasien untuk tidak mampu mengkonsumsi lagi makanannya hingga menyebabkan terjadinya sisa makanan (Supariasa, 2001). Jenis penyakit berperan dalam terjadinya sisa makanan. Salah satu penyakit yang menyebabkan rendahnya konsumsi makanan adalah penyakit infeksi saluran pencernaan. Saluran cerna adalah saluran yang berfungsi untuk mencerna makanan, mengabsorbsi zat-zat gizi, dan mengeksresi sisa38 sisa pencernaan. Saluran cerna terdiri atas mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar dan anus. Menurut lokasinya, penyakit saluran cerna dibagi dalam dua kelompok, yaitu penyakit saluran cerna atas atau hematemesis (mual), maka nafsu makan orang tersebut menurun. Disfagia adalah kesulitan menelan karena adanya gangguan aliran makanan pada saluran cerna. Hal ini dapat terjadi karena, kelainan sistem saraf menelan, pasca stroke, dan adanya massa tumor yang menutupi saluran cerna (Almatsier, 2006). h. Faktor Pengobatan Tidak semua pasien mengalami gangguan pencernaan. Kurangnya asupan makan pada pasien bisa juga disebabkan karena faktor lain yang berkaitan dengan jenis penyakit pasien seperti penggunaan obat-obatan seperti pada pasien atau faktor pengobatan. Interaksi antara obat dan makanan dapat dibagi menjadi : 1. Obat-obatan yang dapat menurunkan nafsu makan, mengganggu pengecapan dan mengganggu traktus gastrointestinal atau saluran pencernaan. 2. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi absorbsi, metabolisme dan eksresi zat gizi Menurut Moore (1997) dalam Suharyati (2006), obat-obatan adalah dapat mempengaruhi makanan yang masuk atau absorbsi, metabolisme, dan sekresi dari zat-at gizi. Beberapa efek khsus obat-obatan dapat menyebabkan 39 perubahan makanan yang masuk akibat perubahan nafsu makan, perubahan indera pengecap, dan penciuman, atau mual dan muntah. Obat dapat menekan atau menurunkan selera makan. Obat antiinfeksi misalnya cefraxon, levofloxain, obat antineoplastik, dan beberapa obat jantung merupakan salah satu contoh obat-obatan yang dapat menurunkan selera makan (Suharyati, 2006). Menurut Rosary (2002) dalam Utari (2009, pemberian pengobatan seperti pemberian sitostatika, radioterapi atau tindakan pembedahan; pemberian sitostatika dosis tinggi akan menyebabkan mual, muntah dan nafsu makan menurun. Banyak kemampuan obat yang merasakan dapat menyebabkan dysgeusia, perubahan menurunkan terhadap ketajaman rasa hypodysgeusia. Gejala-gejala tersebut dapat mempengaruhi intake makanan. Obat-obatan hypodysgeusia yang umum seperti: obat digunakan dan antihipertensi diketahui menyebabkan (captopril), antriretroviral ampenavir, antineoplastik cisplastin, dan antikonvulsan phenytoin (Mahan, 2002). Menurut hasil penelitian Djamaluddin (2005) terlihat bahwa ada perbedaan sisa makanan pada beberapa jenis penyakit seperti penyakit kanker, ginjal, postpartum, saraf, dan bedah. Pada pasien dengan penyakit ginjal, postpartum, dan saraf memiliki sisa makanan sedikit. Pada penyakit kanker dan bedah terjadi sisa makanan yang banyak karena pada umumnya pasien dengan penyakit ini mempunyai tingkat stress yang tinggi yang 40 disebabkan oleh penyakitnya sendiri maupun pengobatan yang dialaminya, sehingga nafsu makan menurun (Djamaluddin, 2005). 2.4.4. Faktor Eksternal Menurut Moehyi (1992), faktor eksternal lain selain mutu makanan yang berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan, antara lain: a. Sikap petugas ruangan Sikap petugas ini juga mempengaruhi faktor psikologis pada pasien. Intervensi keperawatan, termasuk di dalamnya adalah sikap petugas dalam menyajikan makanan, sangat diperlukan untuk meningkatkan nutrisi yang optimal bagi pasien rawat inap. Hal ini selain menguatkan program penyembuhan, juga mampu menciptakan lingkungan yang menguatkan selera makan (Berman, 2003). Oleh karena itu, sikap petugas ruangan dalam menyajikan makanan berperan dalam terjadinya sisa makanan. Berdasarkan hasil survey menyebutkan bahwa faktor utama kepuasan pasien terletak pada pramusaji. Pramusaji diharapkan dapat berkomunikasi, baik dalam bersikap, baik dalam berekspresi, wajah, dan senyum. Hal ini penting karena akan mempengaruhi pasien untuk menikmati makanan dan akhirnya dapat menimbulkan rasa puas (Nuryati, 2008). Hal ini juga penting untuk meningkatkan asupan makan pasien makanannya. 41 agar pasien mau menghabiskan b. Jadwal makan atau waktu makan Waktu makan adalah waktu dimana orang lazim makan setiap sehari. Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3-4 jam makan, sehingga setelah waktu tersebut sudah harus mendapat makanan, baik dalam bentuk makanan ringan atau berat. Makanan di rumah sakit harus tepat waktu, tepat diet, dan tepat jumlah. Berdasarkan hasil penelitian Raharjo (1997), ada perbedaan antara jadwal makan dengan terjadinya sisa makanan di RSU Dr. Soeselo-Slawi maupun di RSU Harapan Anda-Tegal, dimana pada makan pagi banyak terjadi sisa. Selain itu, waktu pembagian makanan yang tepat dengan jam makan pasien serta jarak waktu yang sesuai antara makan pagi, siang dan malam hari dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan. Bila jadual pemberian makan tidak sesuai maka makanan yang sudah siap akan mengalami waktu penungguan sehingga pada saat makanan akan disajikan ke pasien, makanan menjadi tidak menarik karena mengalami perubahan dalam suhu makanan (Priyanto, 2009). c. Suasana tempat perawatan Lingkungan yang menyenangkan pada saat makan dapat memberikan dorongan pada pasien untuk menghabiskan makanannya. Suasana yang bersih dan tenang diduga dapat mempengaruhi kenikmatan pasien dalam menyantap makanan yang disajikan (Priyanto, 2009). 42 d. Makanan dari luar rumah sakit Asupan makan pasien selama di rumah sakit berasal dari makanan rumah sakit dan makanan luar rumah sakit. Bila penilaian pasien terhadap mutu makanan dari rumah sakit kurang memuaskan, kemungkinan pasien mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit (Siswiyardi, 2005). Makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari luar RS akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Rasa lapar yang tidak segera diatasi pada pasien yang sedang dalam perawatan dan timbulnya rasa bosan karena mengkonsumsi makanan yang kurang bervariasi menyebabkan pasien mencari makanan tambahan dari luar RS atau jajan. Hal inilah yang menyebabkan kemungkinan besar makanan yang disajikan kepada pasien tidak dihabiskan. Bila hal tersebut selalu terjadi maka makanan yang diselenggarakan oleh pihak RS tidak dimakan sehingga terjadi sisa makanan (Moehyi, 1999). e. Mutu makanan Faktor mutu makanan adalah salah satu faktor eksternal penyebab terjadinya sisa makanan. Mutu makanan dapat dilihat dari cit arasa makanan yang terdiri dari penampilan, rasa makanan, sanitasi, dan penyajian makanan (Depkes, 1991). Sementara itu, menurut Moehyi (1992), cita rasa makan dapat dilihat dari 2 aspek saja, yaitu penampilan dan rasa makanan. Cita rasa yang tinggi adalah makanan yang disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang sedap dan memberikan rasa yang lezat (Moehyi, 1992). Cita rasa mampu mempengaruhi selera makan pasien untuk makan. Ketika selera makan pasien 43 baik, maka asupan makan pasien pun ikut baik. Hal ini akan mampu mengurangi terjadinya sisa makanan. 1. Penampilan makanan Faktor yang menentukan penampilan makanan waktu disajikan (Moehyi, 1992): a. Warna makanan Warna makanan memegang peran utama dalam penampilan makanan. Karena bila warnanya tidak menarik akan mengurangi selera orang yang memakannya. Kadang untuk mendapatkan warna yang diinginkan digunakan zat perwarna yang berasal dari berbagai bahan alam dan buatan. b. Bentuk makanan yang disajikan Untuk membuat makanan menjadi lebih menarik biasanya disajikan dalam bentuk – bentuk tertentu. Bentuk makanan yang menarik akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan c. Porsi makanan Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan dan kebutuhan setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan makannya. Potongan makanan yang terlalu kecil atau besar akan merugikan penampilan makanan. Pentingnya porsi makanan bukan saja berkenaan dengan waktu disajikan tetapi juga berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan. 44 d. penyajian makanan Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses penyelenggaraan menu makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita rasa yang tinggi tetapi bila dalam penyajiaannya tidak dilakukan dengan baik, maka nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena makanan yang ditampilkan waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan sehingga menimbulkan selera yang berkaitan dengan cita rasa (Moehyi, 1992). Penyajian makanan memberikan arti khusus bagi penampilan makanan. penyajian dirancang untung menyediakan makan yang berkualitas tinggi dan dapat memuaskan pasien, aman serta harga yang layak. Penggunaan dan pemilihan alat makan yang tepat dalam penyusunan makanan akan mempengaruhi penampilan makanan yang disajikan dan terbatasnya perlengkapan alat merupakan faktor penghambat bagi pasien untuk menghabiskan makanannya (Nuryati, 2008). 2. Rasa Makanan Rasa makanan mempunyai faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan. Komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan adalah (Moehyi, 1992): 45 a. Aroma makanan Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. b. Bumbu masakan dan bahan penyedap Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan dengan maksud untuk mendapatkan rasa makanan yang enak dan rasa yang tepat setiap kali pemasakan. Dalam setiap resep masakan sudah ditentukan jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya masingmasing bumbu tersebut. Bau yang sedap, berbagai bumbu yang digunakan dapat membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan yang khas. Rasa makanan juga dapat diperbaiki atau dipertinggi dengan menambahkan bahan penyedap. c. Konsistensi atau tekstur makanan Konsistensi makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensivitas indera dipengaruhi oleh konsistensi makanan. d. Keempukan makanan Keempukan makanan selain ditentukan oleh mutu bahan makanan yang digunakan juga ditentukan oleh cara memasak. Keempukan makanan selain ditentukan oleh mutu bahan makanan yang digunakan, juga ditentukan oleh cara memasak yang baik, sehingga 46 makanan yang empuk dapat dikunyah dengan sempurna. Sehingga mempengaruhi daya terima makan. e. Kerenyahan makanan Kerenyahan makanan memberikan pengaruh tersendiri pada cita rasa makanan. Kerenyahan makanan adalah makanan menjadi kering, tetapi tidak keras sehingga enak untuk dimakan. f. Tingkat kematangan. Tingkat kematangan makanan dalam masakan belum mendapat perhatian karena umumnya masakan Indonesia harus dimasak sampai masak benar. g. Temperatur Makanan Temperatur makanan waktu disajikan memegang peranan penting dalam penentuan cita rasa makanan. Namun makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin akan sangat mengurangi sensivitas sarang pengecap terhadap rasa makanan. 47 Gambar 2.1. Kerangka Teori FAKTOR INTERNAL Selera Makan Keadaan Psikis Kebiasaan Makan Usia Jenis Kelamin Aktivitas Fisik Kondisi Khusus o Status Kehamilan Gangguan Pencernaan Faktor Pengobatan Sisa Makanan FAKTOR EKSTERNAL Jadwal Makan Sikap Petugas Suasana Tempat Perawatan Mutu Makanan Rumah Sakit o Penampilan makanan Warna Bentuk Porsi Penyajian o Rasa makanan Aroma Bumbu Konsistensi Keempukan Kerenyahan Kematangan temperatur Makanan dari luar Rumah Sakit Sumber: Modifikasi Moehyi (1992), Almatsier (2006), dan Soegih (2004) 48 BAB III Kerangka Konsep, Definisi Operasional, dan Hipotesis 3.4.Kerangka Konsep Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta pada tahun 2011. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen pada penelitian ini adalah sisa makanan. Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari faktor internal, dan faktor eksternal. Faktor internal yang diteliti dalam penelitian ini adalah keadaan psikis,susunan makanan, jumlah makanan, frekuensi makan, gangguan pencernaan, dan status kehamilan. Faktor internal pada pasien seperti selera makan, usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, dan faktor pengobatan tidak diteliti dalam penelitian ini. Faktor selera makan tidak diteliti karena pasien rumah sakit sebagian besar mengalami penurunan selera makan. Faktor usia dan jenis kelamin dalam penelitian ini tidak diteliti karena berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya. Faktor aktivitas fisik tidak diteliti karena populasi dalam penelitian ini diasumsikan melakukan aktivitas fisik yang sama yaitu istirahat di tempat tidur. Faktor pengobatan dalam penelitian ini tidak diteliti karena semua pasien yang dirawat di rumah sakit diasumsikan diberikan obat-obatan. Faktor eksternal yang diteliti dalam penelitian ini antara lain penampilan makanan, rasa makanan, dan makanan dari luar rumah sakit. Faktor penampilan 49 makanan yang diteliti dalam penelitian ini meliputi warna, bentuk, porsi dan penyajian makanan. faktor rasa makanan yang diteliti dalam penelitian ini meliti aroma, bumbu, konsistensi, dan temperatur. Faktor rasa makanan seperti kerenyahan dan kematangan tidak diteliti karena berdasarkan studi pendahuluan makanan yang disajikan kepada responden tidak ada yang memiliki sifat renyah. Selain itu, hasil uji terhadap variabel kematangan menyatakan bahwa variabel kematangan tidak valid. Faktor jadwal makan tidak diteliti karena pemberian makanan di rumah sakit diberikan pada pasien pada waktu yang bersamaan. Faktor suasana tempat perawatan dan sikap penyaji dalam menyajikan makanan tidak diteliti karena berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua faktor ini dengan terjadinya sisa makanan. Dengan demikian, kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan 3.1. 50 Bagan 3.1. Kerangka Konsep Keadaan Psikis Kebiasaan Makan Gangguan Pencernaan Status Kehamilan Sisa Makanan Makanan dari luar RS Penampilan Makanan - Warna - Bentuk - Porsi - Penyajian Rasa Maknan - Aroma - Bumbu - Konsistensi - Keempukan - Temperatur 51 3.2.Definisi Operasional Tabel 3.1. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Cara Ukur Variabel Sisa makanan Definisi Operasional Jumlah makanan yang tidak dimakan pasien dari yang disajikan oleh rumah sakit. (Asosiasi Dietiesen Indonesia, 2005) Keadaan psikis Kondisi psikologis terutama depresi pada individu yang menderita sakit dan menjadi pasien di rumah sakit (Caninsti, 2007) Cara Ukur Melakukan pengukuran dengan menimbang sisa makanan Wawancara 52 Alat Ukur Timbangan digital dan lembar penilaian Hasil Ukur % sisa makanan Skala Ukur Ratio Kuesioner 0. Abnormal (total skor antara 1121) 1. Borderline Abnormal (tota skor antara 8-10) 2. Normal (total skor antara 0-7) (Caninsti, 2007) Ordinal Kebiasaan Makan a Susunan makanan b Jumlah makanan Kesesuaian kebiasaan responden dalam memilih makanan dan mengkonsumsi makanan dilihat dari susunan makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan yang dikonsumsi responden disehari-hari jika dibandingkan dengan di rumah sakit. Berbagai jenis bahan makanan yang dimakan responden, jika dibandingkan dengan susunan makanan rumah sakit, dengan kriteria lengkap jika telah mencakup makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan, dan susu. Kesesuaian banyaknya jenis makanan yang dikonsumsi oleh responden sehari-hari, jika dibandingkan dengan makanan yang disajikan oleh rumah sakit dengan kriteria standar makanan yang mengikuti PUGS yang meliputi: Nasi 5 piring, lauk hewani 2-3 potong lauk nabati 3 potong Wawancara Kuesioner 0. Tidak sesuai (jika skor < 3) 1. Sesuai (jika skor =3) Ordinal Wawancara Kuesioner Ordinal wawancara kuesioner 0. Tidak Sesuai (jika, susunan makanan Tidak lengkap atau kurang lengkap) 1. Sesuai (jika susunan makanan lengkap atau sangat lengkap) 0.tidak sesuai (jika total skor < 5) 1.sesuai, (jika skor = 5) 53 Ordinal c sayur 1 ½ mangkok buah 2-3 potong Frekuensi Kebiasaan responden yang makan berhubungan dengan frekuensi konsumsi makanan utama dalam sehari-hari Gangguan pencernaan Status kehamilan Warna makanan Gangguan yang terdiri dari rasa tidak enak pada perut seperti nyeri ulu hati, heartburn, mual, muntah, kembung, sendawa, cepat kenyang, konstipasi, diare, nafsu makan berkurang dan dispesia yang dkeluhkan oleh pasien (Desdiana, 2004) Keadaan pasien selama di rawat di rumah sakit yang berhubungan dengan kehamilan Penilaian responden mengenai kombinasi warna yang disajikan wawancara kuesioner Sekunder (Data Rekam Medis) Kuesoiner Wawancara Kuesioner 0.Hamil 1.Tidak hamil Nominal wawancara kuesioner 0.tidak menarik (jika nilai < mean/ median) 1.menarik (jika nilai≥ mean / median) Ordinal 54 0.tidak sesuai (jika frekuensi makan < 3x atau lebih dari 3x sehari 1.Sesuai (jika frekuensi makan = 3x sehari) 0.Ya, jika pasien mengalami salah satu bentuk gangguan pencernaan 1. Tidak, jika pasien tidak mengalami gangguan pencernaan Ordinal Nominal Bentuk makanan Penilaian responden mengenai bentuk potongan/ irisan makanan yang disajikan wawancara kuesioner Porsi makanan Penilaian responden mengenai banyaknya makanan yang disajikan wawancara kuesioner Penyajian makanan wawancara kuesioner Aroma makanan Penilaian responden mengenai cara menyajikan (menggunakan alat saji, susunan makanan dalam tempat saji, dan penghias hidangan) Penilaian responden mengenai bau makanan yang disajikan wawancara kuesioner Bumbu masakan Penilaian responden mengenai rasa bumbu/ rasa makanan wawancara kuesioner 55 0.tidak menarik (jika nilai < mean/ median) 1.menarik (jika nilai≥ mean / median) 0.tidak sesuai (jika nilai < mean/ median) 1.sesuai (jika nilai≥ mean / median) 0.tidak menarik (jika nilai < mean/ median) 1.menarik (jika nilai≥ mean / median) Ordinal 0.tidak sedap (jika nilai < mean/ median) 1.sedap (jika nilai≥ mean / median) 0.tidak terasa/ terlalu tajam (jika nilai < mean/ median) 1.terasa (jika nilai≥ mean / median) ordinal Ordinal Ordinal ordinal Konsistensi atau tekstrur makanan Keempukan makanan Temperature makanan Makanan dari Luar Rumah Sakit Penilaian responden mengenai keadaan yang berkaitan dengan tingkat kepadatan dan kekentalan makanan seperti nasi, bubur, dan lain-lain Penilaian responden mengenai keempukan makanan yang disajikan, seperti tahu, tempe, ayam, dan daging Penilaian responden mengenai suhu makanan yang disajikan wawancara kuesioner 0.tidak sesuai (jika nilai < mean/ median) 1.sesuai (jika nilai≥ mean / median) Ordinal wawancara kuesioner ordinal wawancara kuesioner Pasien mengkonsumsi makanan yang bukan disajikan oleh rumah sakit (Mutyana, 2011) Wawancara Kuesioner 0.tidak sesuai (jika nilai < mean/ median) 1.sesuai (jika nilai≥ mean / median) 0.tidak hangat (jika nilai < mean/ median) 1.hangat (jika nilai≥ mean / median) 0.sering (jika skor < 1) 1.tidak sering (jika skor ≥ 1) (Mutyana, 2011) 56 ordinal Ordinal 3.3.Hipotesis 1. Ada hubungan keadaan psikis terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011. 2. Ada hubungan kebiasaan makan terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 3. Ada hubungan gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011. 4. Ada hubungan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011. 5. Ada hubungan rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011. 6. Ada hubungan makanan dari luar rumah sakit terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011. 57 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.8.Design Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik melalui pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional karena pengambilan data variabel independen dan variabel dependen dilakukan pada saat yang bersamaan dan satu kali, tidak ada periode follow up. Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan, sederhana, murah, ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo, 2005). 4.9.Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Adapun penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei- Agustus 2011. 4.10. Populasi dan Sampel 4.10.1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitian ini merupakan penelitian populasi. Berdasarkan pengertian di atas maka populasi penelitian ini adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta. 4.10.2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Adapun Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini 58 adalah purposive sampling. Sampel diperoleh dengan memperhatikan criteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi: 1. Pasien dewasa yang berumur sekitar 18- 60 tahun Pengambilan pasien dewasa dilakukan dengan alasan karena diharapkan pasien dewasa dapat memberikan pendapatnya secara langsung. 2. Telah menjalani perawatan minimal 2 hari Pengambilan pasien yang telah menjalani perawatan minimal 2 hari dilakukan dengan alasan pasien yang sudah menjalani perawatan minimal 2 hari telah menjalani waktu makan selama 3 kali di rumah sakit (pagi, siang, dan malam), dan kondisinya pun sudah semakin membaik. 3. Pasien diberikan makanan biasa atau makanan lunak, bukan makanan cair. 4. Pasien bersedia menjadi responden Jumlah sampel minimal yang dapat diambil dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus uji hipotesis beda proporsi 2 tail (1-α/2) sebagai berikut : n = {(Z1-α/2 √2P(1- P ) + Z 1-β√P1(1-P1)+P2(1-P2)}2 (P1-P2)2 n= 26 59 Keterangan: n = jumlah sampel Z 1-α/2 =1,96 (tingkat kepercayaan 95%) Z 1-β = 1,28 (kekuatan uji 90%) P = 0,26 (Proporsi rata-rata hubungan penampilan makanan dengan kejadian sisa makanan) P1 = 0,07 (Proporsi penampilan makanan yang baik terhadap terjadinya sisa makanan pada penelitian terdahulu (Auliya, 2010)) P2 = 0,45 (Proporsi penampilan makanan yang kurang baik terhadap terjadinya sisa makanan pada penelitian terdahulu(Auliya, 2010)) Dari perhitungan di atas, maka diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 26 x 2 = 52 orang pasien. Untuk menghindari data dari pasien yang missing dalam penelitian ini, maka ditambah 10% dari jumlah sampel minimal. Dengan demikian jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 58 orang pasien. 4.11. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian atau perangkat yang digunakan untuk mengungkapkan data penelitian adalah kuesioner dan observasi. Kuesioner yaitu cara pengumpulan data atau suatu masalah yang pada umumnya banyak menyangkut kepentingan umum. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah langsung tertutup yang berupa pertanyaan dimana responden harus memilih jawaban yang disediakan. Kuesioner dalam penelitian ini berisi pertanyaan mengenai faktor psikis, kebiasaan 60 makan, status kehamilan, penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, porsi dan penyajian makanan, rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur makanan, dan makanan dari luar rumah sakit. Selain dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner, penelitian ini juga dilakukan suatu pengukuran dan observasi terhadap data sekunder. Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan data sisa makanan. Sedangkan observasi terhadap data sekunder dalam hal ini rekam medis (medical record) digunakan untuk mendapatkan data mengenai gangguan pencernaan responden. Untuk mengetahui data tentang sisa makanan dilakukan dengan melakukan pengukuran sisa makanan dengan metode penimbangan. Prinsip dari metode penimbangan makanan adalah mengukur secara langsung berat dari tiap jenis makanan yang dikonsumsi selanjutnya dihitung presentase (%) sisa makanannya (Nuryati, 2008). Penimbangan sisa makanan dilakukan pada makanan yang disajikan rumah sakit dan tidak habis dimakan, meliputi makanan pokok berupa nasi atau bubur, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Data sisa makanan dapat diperoleh dengan cara menimbang makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien, kemudian dirata-rata menurut jenis makanan untuk mendapatkan data rata-rata sisa makanan berdasarkan jenis makanan. Dalam penelitian ini, dilakukan penimbangan untuk 3x makan, yaitu makan pagi, makan siang, dan makan malam. Setiap jenis makanan ditimbang sisa makanan. setelah itu, semua sisa makanan untuk semua jenis makanan untuk 3x 61 makan dijumlahkan. Kemudian, prosentase sisa makanan dihitung dengan cara membandingkan sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh responden selama 3x makan tersebut dengan standar porsi makanan yang diberikan oleh rumah sakit untuk 3x makan, setelah itu dikalikan 100% atau dengan rumus: 𝛴 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑖𝑠𝑎 (𝑔𝑟) Sisa makanan (%) = 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡 (𝑔𝑟) x 100% 4.11.1. Validitas Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benarbenar mengukur apa yang diukur. Sebuah instumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud. Cara yang dipakai dalam menguji tingkat validitas adalah internal yaitu menguji apakah terdapat kesesuaian antara bagian instrumen secara keseluruhan Kuesioner ini dikatakan valid jika nilai corrected item > nilai r tabel. Dalam penelitian ini, kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan uji coba. Pertanyaan-pertanyaan setiap variabel dalam kuesioner yang telah diisi dilakukan uji validitas. Jika hasil nilai corrected item lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel yang bernilai 0,444 maka pertanyaan dinyatakan valid. Namun, dari hasil uji coba kuesioner masih didapatkan hasil bahwa masih ada pertanyaan yang tidak valid. Hasil dari uji validitas kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.1. 62 Variabel Faktor psikis Kebiasaan makanan Gangguan Pencernaan Status Kehamilan Warna Makanan Bentuk Makanan Porsi Makanan Penyajian Makanan Aroma Makanan Bumbu Makanan Konsistensi Makanan Keempukan makanan Kerenyahan Makanan Kematangan Makanan Temperatur Makanan Makanan dari luar Rumah Sakit Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas No Nilai r r-tabel pertanyaan hitung (df=18, α = 5 %) F1 0,475 0,444 F2 0,477 0,444 F3 0,475 0,444 F4 0,505 0,444 F5 0,481 0,444 F6 0,445 0,444 F7 0,468 0,444 A1 0,559 0,444 B1 0,496 0,444 B2 0,512 0,444 B3 0,459 0,444 B4 0,441 0,444 B5 0,452 0,444 C1 0,545 0,444 D1 0,459 0,444 Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid E1 H1 H2 H3 H4 I1 I2 I3 0,000 0,575 0,459 0,460 0,452 0,447 0,496 0,550 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid I4 0,533 0,444 Valid I5 0,338 0,444 Tidak Valid I6 0,238 0,444 Tidak Valid I7 0,551 0,444 Valid I1 0,476 0,444 Valid 63 Untuk pertanyaan yang tidak valid, seperti pertanyaan B4 tetap dimasukkan ke dalam pertanyaan penelitian. Namun Sebelumnya dilakukan validasi isi dengan cara memperbaiki pertanyaan yang tidak jelas dengan membuat kalimat yang singkat dan jelas sesuai dengan isi atau makna pertanyaan, validitas ini dilakukan dengan membaca literatur atau kepustakaan. Sementara untuk pertanyaan I5 dan I6, tidak dimasukkan karena diasumsikan makanan yang disajikan sudah matang. Sedangkan pertanyaan I5 yang berkaitan dengan kerenyahan makanan, tidak dimasukkan karena makanan yang disajikan kepada responden tidak ada yang bersifat renyah, misalnya kerupuk. 4.11.2. Reliabilitas Berdasarkan hasil uji reliabilitas menggunakan rumus alpha diperoleh koefisien reliabilitas. Jika koefisien reliabilitas (alfa crombach) > nilai r tabel, dapat dinyataan bahwa angket tersebut reliabel dan dapat digunakan untuk pengambilan data penelitian. Dalam penelitian ini, nilai r tabel yang didapat adalah 0,444, sedangkan nilai alfa conbrach yang didapatkan adalah 0,890. Dengan demikian, pertanyaan yang ada dalam kuesioner ini sudah reliable. 4.12. Pengumpulan data 4.12.1. Data Primer Data primer adalah bila pengambilan data dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap sasaran atau obyek penelitian. Data primer diperoleh dari kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner dan lembar observasi yaitu cara pengumpulan data atau suatu masalah yang pada umumnya banyak menyangkut 64 kepentingan umum. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Sisa Makanan diperoleh berdasarkan hasil pengukuran terhadap sisa makanan pasien dengan menggunakan metode food weighing. 2. Kondisi Psikis diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner 3. Kebiasaan Makan yang meliputi susunan makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner 4. Status Kehamilan diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner 5. Penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner 6. Rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner 7. Makanan dari Luar Rumah Sakit diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner 4.12.2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diambil dari suatu sumber dan biasanya sudah dikomplikasi terlebih dahulu oleh instansi atau yang punya data. Data sekunder bila pengambilan data yang diinginkan diperoleh dari orang lain atau tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti sendiri. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mengenai rumah sakit haji Jakarta 65 dan data-data yang berkaitan dengan pelayanan gizi untuk pasien. Selain itu, dalam penelitian ini juga membutuhkan data hasil rekam medis (medical record) untuk mendapatkan data tentang gangguan pencernaan. 4.13. Pengolahan Data 4.13.1. Data Coding Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan dalam pengolahan selanjutnya. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data bentuk angka/ bilangan berfungsi untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengkodean sebagai berikut. 1. Sisa Makanan Pada variabel sisa makanan, hasil ukur berupa persentase dari hasil penimbangan sisa makanan. 2. Keadaan psikis Hasil dari variabel keadaan psikis didapat dari jawaban kuesioner dengan nomor pertanyaan dari F1 hingga F7. Skor berkisar antara 0-3 untuk masing-masing item pertanyaan. Intepretasi untuk masing-masing skor adalah: Skor 0 = subjek tidak pernah mengalami pengalaman yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi Skor 1= subjek kadang-kadnag memiliki pengalaman yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi 66 Skor 2 = subjek sering memiliki pengalaman yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi Skor 3 = subjek selalu memiliki pengalaman yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Setelah menjumlahkan skor pada masing-masing item sesuai jawaban yang diberikan subjek, maka diperoleh total skor untuk masing-masing subskala. Berikut merupakan inetpretasi dari total skor ada masing-masing subskala (Caninsti, 2007). 0-7 = tanda adanya gangguan berupa kecemasan dan depresi (normal) 8-10 = tahap munculnya sugesti pada masing-masing subskala (Borderline Abnormal) 11-21= mengindikasi adanya kecemasan atau depresi (Abnormal) Dengan demikian, hasil ukur variabel keadaan psikis dibagi menjadi 3, yaitu Kode 0 = jika abnormal (memiliki total skor 11-21) Kode 1 = jika borderline abnormal (memiliki total skor 8-10) Kode 2 = jika normal (memiliki total skor 0- 7) 3. Kebiasaan Makan Variabel kebiasaan makan dapat dilihat jawaban pasien terhadap susunan makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makanan yang ada di kuesioner. a. Susunan Makanan Subvariabel susunan makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor A1. Pada variabel susunan makanan, hasil ukur dibagi menjadi 4 dan diberi skor: skor 0 = Tidak lengkap (Jika hanya mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk hewani atau makanan pokok dengan lauk nabati) skor 1 = Kurang lengkap (Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, dan sayuran) 67 skor 2 = Lengkap (Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayuran, dan buah) skor 3 = Sangat lengkap (Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah, dan susu) Selanjutnya, hasil akhir susunan makanan ini kemudian dibagi menjadi 2 kelompok untuk memudahkan analisis, yaitu Kode 0 = tidak sesuai (Jika responden memiliki susunan makanan tidak lengkap atau kurang lengkap atau responden memiliki skor ≤ 1) Kode 1 = sesuai, (jika responden memiliki susunan makanan lengkap atau sangat lengkap atau responden memiliki skor ≥2) b. Jumlah makanan Variabel jumlah makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor B1 hingga B 5. Untuk setiap pertanyaan akan diberi skor 1 jika jawaban sesuai dengan kriteria, dan diberi skor 0 jika jawaban tidak sesuai dengan kriteria. Pada variabel jumlah makanan, hasil ukur dibagi 2 dengan kode: Kode 0 = tidak sesuai, jika total skor < 5 atau jawaban responden tidak sesuai dengan kriteria Kode 1 = sesuai, jika total skor = 5 atau jawaban responden sesuai dengan kriteria c. Frekuensi Makan Variabel frekuensi makanan dilihat dari jawaban kuesioner nomor C1. Pada variabel frekuensi makanan, hasil ukur dibagi menjadi 2 dengan kode: 68 Kode 0 = tidak sesuai, jika frekuensi makan < 3x atau > 3x dalam sehari Kode 1 = sesuai, jika frekuensi makan = 3x sehari Selanjutnya, variabel kebiasan makan responden dikatakan sesuai, jika pasien memiliki susunan makanan yang lengkap, jumlah makanan yang sesuai, dan frekuensi makan sesuai dengan yang ditetapkan oleh rumah sakit. Dengan demikian, dilakukan penjumlahan terhadap sub variabel susunan makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makanan sehingga total skor sama dengan 3. Hasil ukur dari variabel kebiasaan makan ini kemudian dibagi menjadi 2 dan diberi kode: Kode 0 = tidak sesuai, (jika total skor < 3) Kode 1 = sesuai, (jika total skor = 3) 4. Gangguan pencernaan Variabel gangguan pencernaan dilihat berdasarkan hasil rekam medis. Selanjutnya data ini dituliskan ke dalam kuesioner nomor D1. Pada variabel ini, hasil ukur dibagi menjadi 2 dengan kode: Kode 0 = ada, jika pasien mengalami salah satu dari gangguan pencernaan Kode 1 = tidak ada, jika pasien tidak mengalami gangguan pencernaan 5. Status kehamilan Variabel status kehamilan dilihat berdasarkan jawaban kuesioner nomor E1. Pada variabel ini, hasil ukur dibagi menjadi 2 dengan kode: 69 Kode 0 = ya, jika pasien sedang dalam masa kehamilan Kode 1 = tidak, jika pasien tidak dalam masa kehamilan 6. Penampilan makanan Variabel penampilan makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor H1 sampai H4. Setiap pertanyaan memiliki skor. Skor 1 = sesuai, Jika nilai yang diberikan responden ≥ median Skor 0 = tidak sesuai, jika nilai yang diberikan responden < median a) Warna Makanan Variabel rasa makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor H1. Pertanyaan memiliki skor: 1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median 2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median b) Bentuk Makanan Variabel bentuk makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor H2. Pertanyaan memiliki skor: 1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median 2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median c) Porsi Makanan Variabel rasa makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor H4. Pertanyaan memiliki skor: 1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median 2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median 70 d) Penyajian Makanan Variabel penyajian makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor H5. Setiap pertanyaan memiliki skor: 1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median 2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median 7. Rasa makanan Variabel rasa makanan terdiri dari aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur makanan. Variabel ini dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor I1 sampai I5. Setiap pertanyaan memiliki skor. a) Aroma Makanan Variabel armoa makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor I1. Pertanyaan memiliki skor: 1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median 2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median b) Bumbu Makanan Variabel Bumbu makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor I2. Pertanyaan memiliki skor: 1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median 2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median c) Konsistesi Makanan Variabel konsistensi makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor H3. Pertanyaan memiliki skor: 71 1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median 2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median d) Keempukan Makanan Variabel keempukan makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor I3. Setiap pertanyaan memiliki skor: 1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median 2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median e) Temperatur Makanan Variabel temperatur makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor I6. Pertanyaan memiliki skor: 1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median 2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median 8. Makanan dari luar rumah sakit Makanan dari luar rumah sakit di ketahui dengan cara wawancara mengenai konsumsi makanan dari luar rumah sakit selama sehari. Variabel makanan dari luar rumah sakit dilihat dari pertanyaan nomor G1, kemudian diberi skor : skor 0 = Jika mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebanyak 3x skor 1 = Jika mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebanyak 2x skor 2 = Jika mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebanyak 1x skor 3 = Jika tidak mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit Selanjutnya, variabel makanan dari luar rumah sakit dikelompokan menjadi 2 dan diberi kode : 72 Kode 0 = Sering (Jika skor < 1) Kode 1 = Tidak Sering (jika skor ≥ 1) 4.13.2. Data Editing Penyuntingan data yang dilakukan sebelum proses memasukkan data 4.13.3. Data Entry Proses memasukkan data ke dalam program atau fasilitas analisis data. setelah dilakukan pengkodean dan editing, selanjutnya melakukan proses entry data atau proses memasukkan data menggunakan computer sesuai dengan pengkodean yang telah ditetapkan. 4.13.4. Data Cleaning Proses akhir dari pengolahan data yaitu menghilangkan data-data dari proses entry data yang tidak diperlukan, merapihkan semua proses pengolahan data, sebelum dilakukan analisa data. 4.14. Analisis 4.14.1. Analisis univariat Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil tiap penelitian (Notoatmodjo, 2002). Pada analisis ini akan menghasilkan distribusi dan persentase dari masing-masing variabel. Analisa ini digunakan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dengan cara membuat distribusi dan frekuensi dari setiap variabel, hasil analisis ini disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. 73 4.14.2. Analisis bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dari variabel yang diteliti. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta. Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan keadaan psikis, kebiasaan makan, gangguan pencernaan, penampilan makanan (yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian), rasa makanan (yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, kerenyahan, kematangan, dan temperatur), dan makanan dari luar rumah sakit. Variabel status kehamilan tidak dilakukan analisis bivariat karena data yang didapatkan ternyata homogen. Dalam penelitian ini terdapat dua data, yaitu data numerik dan data kategorik. Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji t-test, uji anova, dan uji chi square. Uji T test digunakan untuk mengetahui hubungan kebiasaan makan, gangguan pencernaan, penampilan makanan (yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian), rasa makanan ( yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur), dan makanan dari luar rumah sakit dengan sisa makanan. Uji Anova digunakan untuk mengetahui hubungan keadaan psikis dengan terjadinya sisa makanan. Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square. Uji Chi Square ini dilakukan menguji hubungan antar variabel independen. 74 BAB 5 HASIL 5.4.Gambaran Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta yang berjumlah 58 orang. Responden dalam penelitian ini terdiri dari 6 responden kelas 1 (10,3%), 43 responden kelas 2 (74,1%), dan 9 responden kelas 3 (15,5%). Adapun karakteristik responden dalam penelitian lain dapat dilihat dari tabel 5.1. Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentasi (%) (n=58) Umur < 45 tahun 37 63,8 ≥ 45 tahun 21 36,2 Jenis Kelamin Laki-laki 24 41,4 Perempuan 34 58,6 Lama Rawat ≤ 3 hari 39 67,2 4-6 hari 14 24,1 7-14 hari 5 8,6 .15 hari 0 0 Jenis Diet Diet Khusus 37 63,8 Diet Biasa 21 36,2 Total 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan tabel 5.1. terlihat bahwa persentase terbesar kelompok umur responden adalah kurang dari 45 tahun yakni 63,8%. Responden dalam penelitian ini paling banyak berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 34 orang atau 58,6%. Lama perawatan yang dialami responden ≤ 3 hari dengan persentase responden 75 sebanyak 39 orang atau 67,2%. Responden dalam penelitian ini diberikan makanan sesuai dengan jenis diet. Jenis Diet yang paling banyak diberikan kepada responden dalam penelitian ini adalah diet khusus, yaitu sebanyak 37 orang atau 63,8%. 5.5.Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk menggambaran distribusi frekuensi dari hasil penelitian yang telah diperoleh. Analisis univariat dalam penelitian ini adalah analisis univariat terhadap sisa makanan, keadaan psikis, kebiasaan makan, gangguan pencernaan, status kehamilan, penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, porsi dan penyajian, rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperature, dan makanan dari luar rumah sakit. 5.5.1. Gambaran Sisa Makanan Distribusi sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan melakukan metode food weighing atau penimbangan untuk 3x makan. Skor yang diperoleh kemudian dijadikan nilai persen untuk mengetahui banyak atau sedikitnya sisa makanan. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap sisa makanan didapatkan data sisa makanan, baik secara keseluruhan maupun berdasarkan jenis makanan. Tabel 5.2. Distribusi Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Variabel Rata-rata SD Nilai Nilai 95% CI Terendah Tertinggi Sisa 20,27 11,82 0 57,94 17,16 – Makanan 23,38 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 76 Berdasarkan hasil penelitian pada 58 responden diketahui bahwa rata-rata sisa makanan responden adalah sebanyak 20,27% dengan standar deviasi 11,82. Sisa makanan yang terendah dari responden adalah 0% atau tidak ada sisa makanan. Sementara itu, sisa makanan yang tertinggi adalah 57,94% dengan rentang confidence interval 95% adalah 17,16 sampai 23,38. Selain itu, diketahui sisa makanan berdasarkan jenis makanan, yaitu sisa makanan dilihat dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Sisa makanan berdasarkan jenis makanan dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Jenis RataSD Nilai Nilai 95% CI Makanan rata Terendah Tertinggi Makanan 14, 78 14,35 0 52,88 11,01 – 18,56 pokok Lauk 12,96 18,37 0 86,67 8,12 – 17,79 Hewani Lauk 23,49 24,45 0 100 17,06 – 29,92 Nabati Sayur 47,10 25,82 0 94,12 5,70 – 8,66 Buah 11,07 22,16 0 82,99 5,24 – 16,90 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan hasil penelitian pada 58 responden diketahui bahwa rata-rata sisa makanan responden adalah makanan pokok 14,78%, lauk hewani 12,96%, lauk nabati 23,49%, sayur 47,10 %, dan buah 11,07%. Dengan demikian terlihat bahwa jenis makanan yang paling banyak ditinggalkan sisa makanannya oleh responden adalah sayur. 77 Berdasarkan hasil penilaian terhadap sisa makanan yang dilakukan di rumah sakit Haji Jakarta, diketahui bahwa jenis makanan yang meninggalkan sisa makanan, baik makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Total sisa makanan untuk jenis makanan pokok adalah 14,96%. Jenis makanan pokok yang paling banyak meninggalkan sisa makanan adalah nasi, yaitu 11,50%. Total Sisa Makanan untuk lauk hewani adalah 13,14%. Lauk hewani yang paling banyak meninggalkan sisa makanan adalah Gulai Ayam (3,99%), Rolade Daging (2,27%), dan Pindang Kakap Kecap (2,22%). Sementara itu, total sisa makanan untuk lauk nabati adalah 27,92%. Lauk nabati yang paling banyak meninggalkan sisa makanan adalah Botok Tahu (9,72) dan Pastel Kentang (8,89%). Sisa makanan untuk sayur memiliki jumlah yang tertinggi. Sayur memiliki persentase sisa makanan sebanyak 50,43%. Sayur yang paling banyak meninggalkan sisa makanan adalah bobor ayam (14,62%) dan sup kombinasi (11,93%). Sedangkan, jenis makanan yang memiliki sisa makanan paling sedikit adalah buah. Total Sisa makanan untuk buah adalah 10,79%. Buah yang memiliki sisa makanan tinggi adalah pisang (4,43%). Persentase sisa makanan berdasarkan jenis makanan dapat dilihat pada lampiran 4. Secara keseluruhan, pencapaian akhir dari sisa makanan responden adalah responden dikatakan memiliki sisa makanan banyak jika persentase sisa makanan > 25% dan sisa makanan dikatakan sedikit jika persentase sisa makanan 78 ≤ 25%. Dengan demikian, distribusi sisa makanan pada pasien rawat inap pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Sisa Makanan Jumlah (n) Persentasi (%) > 25% 23 39,7 ≤ 25% 35 60,3 Total 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan tabel 5.5. diatas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa responden yang memiliki sisa makanan banyak lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang memiliki sisa makanan sedikit. Persentase sisa makanan banyak sebesar 39,7 %, sedangkan persentase sisa makanan sedikit ada 60,3%. 5.5.2. Gambaran Keadaan Psikis Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner dengan menggunakan hospital anxiety and depression scale (HADS) didapatkan bahwa gambaran keadaan psikis pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.5. Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Keadaan Psikis Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Keadaan Psikis Jumlah (n) Persentasi (%) Abnormal 3 5,2 Borderline abnormal 14 24,1 Normal 41 70,7 Total 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 79 Berdasarkan tabel 5.5. terlihat bahwa dari 58 responden, didapatkan hasil bahwa responden yang memiliki tingkat keadaan psikis yang abnormal lebih sedikit jika dibandingkan dengan responden yang memiliki keadaan psikis yang borderline abnormal dan normal. Persentase responden yang memiliki keadaan psikis yang abnormal ada 5,2%, sedangkan persentase responden yang memiliki keadaan psikis yang borderline abnormal ada 24,1% dan responden yang memiliki keadaan psikis yang normal ada 70,7%. 5.5.3. Gambaran Kebiasaan Makan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran kebiasaan makan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.6. Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Kebiasaan Makanan Jumlah (n) Persentasi (%) Tidak Sesuai 52 89,7 Sesuai 6 10,3 Total 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan tabel 5.6. di atas, didapatkan dari 58 responden hasil bahwa responden yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai dengan rumah sakit lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan makan sesuai. Persentase responden yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai dengan rumah sakit mencapai 89,7%, sedangkan persentase responden yang memiliki kebiasaan makan sesuai hanya 10,3% . 80 5.5.4. Gambaran Gangguan Pencernaan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari data rekam medis didapatkan bahwa gambaran gangguan pencernaan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Gangguan Pencernaan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Gangguan Pencernaan Jumlah (n) Persentasi (%) Ada 24 41,4 Tidak ada 34 58,6 Total 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan tabel 5.7. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa responden yang mengalami gangguan pencernaan lebih sedikit jika dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami gangguan pencernaan. Persentase responden yang mengalami gangguan pencernaan mencapai 41,4%, sedangkan responden yang tidak memiliki gangguan pencernaan mencapai 58,6%. 5.5.5. Gambaran Status Kehamilan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran status kehamilan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.8. 81 Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Status Kehamilan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Status Kehamilan Jumlah (n) Persentasi (%) Hamil 0 0 Tidak hamil 58 100 Total 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan tabel 5.8. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa responden yang sedang hamil tidak ada atau memiliki persentase 0%. Responden ada dalam penelitian ini hampir semua yang tidak hamil. Persentase responden yang tidak hamil mencapai 100%. 5.5.6. Gambaran Penampilan Makanan Gambaran Penampilan makanan dapat dilihat dari warna, bentuk, porsi, dan penyajian makanan. Data warna, bentuk, porsi dan penyajian makanan yang diperoleh dari jawaban responden pada instrumen kuesioner. 5.5.6.1.Gambaran Warna Makanan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran warna makanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.9. Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Warna Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Warna makanan Jumlah (n) Persentasi (%) Tidak Menarik 20 34,5 Menarik 38 65,5 Total 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 82 Berdasarkan tabel 5.9. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa responden yang menyatakan warna makanan tidak menarik lebih sedikit daripada responden yang menyatakan warna makanan menarik. Persentase responden yang menyatakan warna makanan tidak menarik mencapai hanya 34,5%, sedangkan persentase responden yang menyatakan warna makanan menarik mencapai 65,5%. 5.5.6.2.Gambaran Bentuk Makanan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran bentuk makanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.10. Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Bentuk Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Bentuk makanan Jumlah (n) Persentasi (%) Tidak Menarik 24 41,4 Menarik 34 58,6 Total 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan tabel 5.10. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa responden yang menyatakan bentuk makanan tidak menarik lebih sedikit daripada responden yang menyatakan bentuk makanan menarik. Persentase responden yang menyatakan bentuk makanan tidak menarik mencapai 41,4%, sedangkan persentase responden yang menyatakan bentuk makanan menarik mencapai 58,6%. 83 5.5.6.3.Gambaran Porsi Makanan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran porsi makanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.11. Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Porsi Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Porsi makanan Jumlah (n) Persentasi (%) Tidak Sesuai 29 50,0 Sesuai 29 50,0 Total 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan tabel 5.11. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa responden yang menyatakan porsi makanan tidak sesuai sama dengan responden yang menyatakan porsi makanan sesuai. Persentase responden yang menyatakan penampilan makanan tidak sesuai dan sesuai adalah 50,0%. 5.5.6.4.Gambaran Penyajian Makanan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran penyajian makanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.12. Tabel 5.12. Distribusi Frekuensi Penyajian Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Penyajian makanan Jumlah (n) Persentasi (%) Tidak Menarik 16 27,6 Menarik 42 72,4 Total 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 84 Berdasarkan tabel 5.12. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa responden yang menyatakan penyajian makanan tidak menarik lebih sedikit daripada responden yang menyatakan penyajian makanan menarik. Persentase responden yang menyatakan penyajian makanan tidak menarik hanya 27,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan penyajian makanan menarik mencapai 72,4%. 5.5.7. Gambaran Rasa Makanan Gambaran rasa makanan dilihat dari aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperature. Data aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperature diperoleh dari jawaban responden pada instrumen kuesioner. 5.5.7.1.Gambaran Aroma Makanan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran aroma makanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.13. Tabel 5.13. Distribusi Frekuensi Aroma Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Aroma makanan Jumlah (n) Persentasi (%) Tidak Enak 30 51,7 Enak 28 48,3 Jumlah 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan tabel 5.14. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak lebih banyak daripada responden yang menyatakan aroma makanan enak. Persentase 85 responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak mencapai 51,7%, sedangkan persentase responden yang menyatakan aroma makanan enak mencapai 48,3%. 5.5.7.2.Gambaran Bumbu Makanan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran bumbu makanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.14. Tabel 5.14. Distribusi Frekuensi Bumbu Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Bumbu makanan Jumlah (n) Persentasi (%) Tidak Terasa 34 58,6 Terasa 24 41,4 Jumlah 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan tabel 5.14. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa responden yang menyatakan bumbu makanan tidak terasa lebih banyak daripada responden yang menyatakan bumbu makanan terasa. Persentase responden yang menyatakan bumbu makanan tidak terasa mencapai 58,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan bumbu makanan terasa mencapai 41,4%. 5.5.7.3.Gambaran Konsistensi Makanan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran konsistensi makanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.15. 86 Tabel 5.15. Distribusi Frekuensi Konsistensi Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Konsistensi makanan Jumlah (n) Persentasi (%) Tidak sesuai 27 46,6 Sesuai 31 53,4 Total 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan tabel 5.15. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa responden yang menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai lebih sedikit daripada responden yang menyatakan konsistensi makanan sesuai. Persentase responden yang menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai sebesar 46,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan konsistensi makanan sesuai mencapai 53,4%. 5.5.7.4.Gambaran Keempukan Makanan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran keempukan makanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.16. Tabel 5.16. Distribusi Frekuensi Keempukan Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Keempukan makanan Jumlah (n) Persentasi (%) Tidak sesuai 17 29,3 Sesuai 41 70,7 Jumlah 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan tabel 5.16. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa responden yang menyatakan keempukan makanan yang tidak sesuai 87 lebih sedikit daripada responden yang menyatakan keempukan makanan sesuai. Persentase responden yang menyatakan keempukan makanan tidak sesuai hanya 29,3%, sedangkan persentase responden yang menyatakan keempukan makanan sudah sesuai mencapai 70,7%. 5.5.7.5.Gambaran Temperatur Makanan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran temperatur makanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.17. Tabel 5.17. Distribusi Frekuensi Temperatur Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Temperatur makanan Jumlah (n) Persentasi (%) Tidak Sesuai 16 27,6 Sesuai 42 72,4 Jumlah 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan tabel 5.17. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa responden yang menyatakan temperatur makanan tidak sesuai lebih sedikit daripada responden yang menyatakan temperatur makanan sesuai. Persentase responden yang menyatakan temperatur makanan tidak sesuai hanya 27,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan temperatur makanan sesuai mencapai 72,4%. 5.5.8. Gambaran Makanan dari Luar Rumah Sakit Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran makanan dari luar rumah sakit pasien 88 rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.18. Tabel 5.18. Distribusi Frekuensi Makanan dari Luar Rumah Sakit Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Penampilan makanan Jumlah (n) Persentasi (%) Sering 25 43,1 Tidak sering 33 56,9 Total 58 100 Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan tabel 5.19. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa responden yang sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit lebih sedikit daripada responden yang tidak sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Persentase responden yang sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit mencapai 43,1%, sedangkan persentase responden yang tidak sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit mencapai 56,9%. 5.6.Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam pengujian hipotesis penelitian dengan data rasio harus memenuhi syarat uji normalitas distribusi data. Uji normalitas distribusi variabel sisa makanan dengan jumlah sampel 58 responden. Adapun hasil uji normalitas terhadap variabel sisa makanan yaitu 0,200. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa variabel sisa makanan dengan hasil analisis taraf signifikasi 0,200 > 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa 89 penyebaran data distribusi subjek penelitian untuk variabel sisa makanan tersebut dalam keadaan normal sehingga dapat dilakukan uji parametrik. Analisis bivariat dalam penelitian digunakan untuk mengetahui hubungan keadaan psikis, kebiasaan makan, gangguan pencernaan, penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, porsi dan penyajian makanan, rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur, dan makanan dari luar rumah sakit. Dalam penelitian ini tidak dapat dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara status kehamilan dengan terjadinya sisa makanan. hal ini karena tidak ditemukan responden yang sedang dalam masa kehamilan ketika penelitian sedang berjalan. 5.6.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan antara keadaan sikis dengan terjadinya sisa makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji anova. Tabel 5.19. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Keadaan Psikis Rata-rata SD P value 12,67 12,58 0,421 Abnormal 22,54 13,80 Borderline abnormal 20,05 11,10 Normal 20,27 11,08 Total Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 90 Responden yang memiliki keadaan psikis abnormal yang rata-rata meninggalkan sisa makanan sebanyak 12,67% dengan standar deviasi 12,58%, sedangkan responden yang memiliki keadaan psikis borderline abnormal ratarata meninggalkan sisa makanan sebanyak 22,53% dengan standar deviasi 13,80%, dan responden yang memiliki keadaan psikis normal rata-rata meninggalkan sisa makanan sebanyak 20,05% dengan standar deviasi 11,10%. Dari uji statistik diperoleh nilai p value 0,421. Artinya pada α 5% tidak terdapat hubungan keadaan psikis dengan sisa makanan. 5.6.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan kebiasaan makan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji T- independent. Tabel 5.20. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Kebiasaan Rata-rata SD Pvalue n Makan 20,60 12,27 52 Tidak Sesuai 0,542 17,45 6,81 6 Sesuai Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Berdasarkan tabel 5.20, iketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang memiliki kebiasaan makan sesuai dengan rumah sakit adalah 20,60% dengan standar deviasi 12,27%. Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai dengan rumah sakit 91 adalah 17,45% dengan standar deviasai 6,81%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,542. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan sisa makanan. 5.6.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan gangguan pencernaan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji T- independent. Tabel 5.21. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Gangguan Rata-rata SD Pvalue n Pencernaan 24,16 11,60 24 Ada 0,034 17, 53 11,35 34 Tidak ada Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang memiliki gangguan pencernaanadalah 24,16% dengan standar deviasi 11,60%. Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden yang tidak memiliki gangguan pencernaan adalah 17, 53% dengan standar deviasai 11,35%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,034. Artinya pada α 5% ada hubungan antara gangguan pencernaan dengan sisa makanan. 92 5.6.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan penampilan makanan meliputi hubungan warna, bentuk, porsi, dan penyajian makanan dengan terjadinya sisa makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji Tindependent. 5.6.4.1.Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan warna makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji T- independent. Tabel 5.22. Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Warna Makanan Rata-rata SD Pvalue n 24,43 13,99 20 Tidak menarik 0,051 18,08 10,26 38 Menarik Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan warna makanan menarik adalah 24,43% dengan standar deviasi 13,99%. Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan warna makanan menarik adalah 18,08% dengan standar deviasai 10,26%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,051. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara warna makanan dengan sisa makanan. 93 5.6.4.2.Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan bentuk makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji T- independent. Tabel 5.23. Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Bentuk Makanan Rata-rata SD Pvalue n 22,69 14,34 24 Tidak menarik 0,194 18,57 9,53 34 Menarik Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan bentuk makanan tidak menarik adalah 22,69% dengan standar deviasi 14,34%. Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan bentuk makanan menarik adalah 18,56% dengan standar deviasai 9,53%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,194. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara bentuk makanan dengan sisa makanan. 5.6.4.3.Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan porsi makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji T- independent. 94 Tabel 5.24. Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Porsi Makanan RataSD Pvalue n rata 19,87 12,08 29 Tidak sesuai 0,799 20,67 11, 76 29 Sesuai Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan porsi makanan tidak sesuai adalah 19,87% dengan standar deviasi 12,08%. Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan porsi makanan sesuai adalah 20,67% dengan standar deviasai 11,76%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,799. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara porsi makanan dengan sisa makanan. 5.6.4.4.Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan penyajian makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji T- independent. Tabel 5.25. Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Penyajian Rata-rata SD Pvalue n Makanan 19,45 13,18 16 Tidak menarik 0,748 20,58 11,42 42 Menarik Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 95 Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan penyajian makanan menarik adalah 19,45% dengan standar deviasi 13,18%. Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan penyajian makanan menarik adalah 20,58% dengan standar deviasai 11,42%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,748. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara penyajian makanan dengan sisa makanan. 5.6.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, kerenyahan, kematangan, dan temperatur dengan terjadinya sisa makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 5.6.5.1.Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan aroma makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji T- independent. Tabel 5.26. Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Aroma Makanan Rata-rata SD Pvalue n 25,04 10,47 30 Tidak enak 0,001 15,16 11,18 28 Enak Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 96 Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak adalah 25,04% dengan standar deviasi 10,47%. Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan aroma makanan enak adalah 15,16% dengan standar deviasai 11,18%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,001. Artinya pada α 5% ada hubungan antara aroma makanan dengan sisa makanan. 5.6.5.2.Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan bumbu makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji T- independent. Tabel 5.27. Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Bumbu Makanan Rata-rata SD Pvalue n 22,33 9,92 34 Tidak terasa 0,115 17,35 13,78 24 Terasa Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan bumbu makanan tidak terasa adalah 22,33% dengan standar deviasi 9,92%. Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan bumbu makanan terasa adalah 17,35% dengan standar deviasai 13,78%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,115. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara bumbu makanan dengan sisa makanan. 97 5.6.5.3.Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan konsistensi makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji T- independent. Tabel 5.28. Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Konsistensi RataSD Pvalue n Makanan rata 20,72 11,94 27 Tidak sesuai 0,789 19,88 11, 90 31 Sesuai Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai adalah 20,72% dengan standar deviasi 11,94%. Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan konsistensi makanan sesuai adalah 19,88% dengan standar deviasai 11,90%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,789. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara konsistensi makanan dengan sisa makanan. 5.6.5.4.Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan keempukan makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji T- independent. 98 Tabel 5.29. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Keempukan Rata-rata SD Pvalue n Makanan 20,37 14,37 17 Tidak sesuai 0,983 20,25 10,80 41 Sesuai Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan keempukan makanan tidak sesuai adalah 20,37% dengan standar deviasi 14,37%. Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan keempukan makanan sesuai adalah 20,25% dengan standar deviasai 10,80%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,983. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara keempukan makanan dengan sisa makanan. 5.6.5.5.Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan temperatur makanan dengan terjadinya sisa makanan diketahui dengan menggunakan uji T- independent. Tabel 5.30. Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Temperatur Rata-rata SD Pvalue n Makanan 21,95 13,66 16 Tidak sesuai 0,510 19,63 11,16 42 Sesuai Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan temperatur makanan tidak sesuai adalah 21,95% dengan standar deviasi 13,66%. 99 Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan temperatur makanan sesuai adalah 19,63% dengan standar deviasai 11,16%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,510. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara temperatur makanan dengan sisa makanan. 5.6.6. Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Hubungan makanan dari luar rumah sakit dengan terjadinya sisa makanan diketahui dengan menggunakan uji T- independent. Tabel 5.31. Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Makanan dari Luar Rata-rata SD Pvalue n Rumah Sakit 23,85 10,55 25 Sering 0,044 17,56 12,16 33 Tidak sering Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011 Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah 23,85% dengan standar deviasi 10,55%. Sedangkan rata-rata sisa makanan responden yang tidak sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah 17,56% dengan standar deviasai 12,16%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,044. Artinya pada α 5% terdapat hubungan antara porsi makanan dengan sisa makanan. 100 BAB 6 PEMBAHASAN 6.4. Keterbatasan Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti menyadari terdapat keterbatasan dan kelemahan dalam penelitian ini yaitu : 1. Peneliti memiliki keterbatasan dalam meneliti faktor kondisi psikis. Kondisi psikis yang dialami oleh responden ada berbagai macam mulai dari stress, kecemasan, depresi, dan lainnya. Dalam penelitian ini kondisi psikis yang diteliti hanya depresi saja. Hal ini karena keterbatasan peneliti untuk menilai faktor keadaan psikis lainnya yang mungkin dialami responden. 2. Penelitian ini tidak membatasi faktor preferensi makanan atau membatasi faktor budaya yang dimiliki oleh responden yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, seperti penilaian responden terhadap mutu makanan rumah sakit, baik itu dari penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian makanan, dan rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, dan temperatur. 3. Dalam penelitian ini, responden hanya melakukan penilaian dengan metode food weighting terhadap sisa makanan yang sudah dibawa kembali ke ruang instalasi gizi. Tidak dilakukan observasi atau pengontrolan terhadap makanan selama makanan disajikan kepada pasien. Hal ini menimbulkan bias bahwa makanan yang disajikan oleh rumah sakit yang seharusnya dimakan oleh 101 pasien, memiliki kemungkinan untuk dimakan oleh penunggu atau keluarga pasien. 4. Peneliti tidak membatasi jenis penyakit dan tidak melihat secara spesifik bentuk atau jenis gangguan pencernaan, sehingga dapat mempengaruhi asupan makan yang akan mempengaruhi jumlah sisa makanan dan menimbulkan bias dalam melakukan analisis hubungan gangguan pencernaan dan sisa makanan. 5. Penelitian ini hanya menggunakan kuesioner terstruktur dan penilaian terhadap mutu makanan hanya dilakukan secara keseluruhan makanan (bukan per jenis makanan) dan memiliki subjektifitas yang tinggi sehingga dapat menimbulkan bias dalam memberikan penilaian terhadap mutu makanan, baik itu dari segi penampilan makanan maupun rasa makanan. 6. Pengambilan data untuk variabel makanan dari luar rumah sakit hanya berdasarkan kuesioner saja. Tidak dilakukan observasi secara langsung sehingga tidak diketahui secara pasti frekuensi dan jumlah makanan dari luar rumah sakit sesungguhnya yang dimakan dan tidak dapat melihat sejauh mana makanan dari luar rumah sakit berhubungan dengan terjadinya sisa makanan. 6.5.Sisa Makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan disajikan (Hirch (1979) dalam Carr (2001) ). Penelitian ini membahas mengenai sisa makanan yang ditinggalkan oleh pasien yang dibandingkan dengan jumlah makanan yang disajikan oleh rumah sakit yang tidak dikonsumsi. Beberapa 102 penelitian yang dilakukan di rumah sakit memperlihatkan bahwa sisa makanan berkisar antara 17-67% (Zakiah, 2005). Dalam Renangningtyas (2004) menyebutkan bahwa sisa makanan dikatakan tinggi atau banyak jika pasien meninggalkan sisa makanan > 25%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 58 orang pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011 menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta mencapai 20,27%. Nilai tertinggi sisa makanan yang ditinggalkan oleh responden adalah 57,94%. Hasil penelitian memperlihatkan rata-rata sisa makanan responden sebesar 20,27%. Persentase sisa makanan responden paling banyak berasal dari sayur. Hal ini terlihat dari persentase sisa makanan jenis sayur lebih tinggi jika dibandingkan dengan dengan jenis lainnya, yaitu sebesar 47,10%. Berdasarkan jenis makanan, persentase sisa makanan yang paling rendah adalah buah, yaitu sebesar 11,07%. Menurut Depkes (1990) dalam Supariasa (2001), tingkat konsumsi atau asupan makan seseorang dikatakan kurang jika asupan yang dimakan hanya 70-80% dari angka kebutuhan gizi. Rata-rata sisa makanan yang ditinggalkan oleh responden adalah 20,27%, yang artinya rata-rata daya terima makanan atau asupan makanan responden adalah 79,73%. Dengan demikian, asupan makan pada responden dalam penelitian ini masih kurang. Kurangnya kecukupan atau asupan zat gizi dapat dihubungkan dengan berkurangnya energi dan protein dalam tubuh. Hal ini karena terjadinya pemakaian cadangan energi dan protein untuk menutupi kekurangan asupan energi dan protein. Selain itu, pasien membutuhkan asupan zat 103 gizi yang cukup untuk memperbaiki keadaan fisiknya yang menurun sebagai efek dari penyakit yang diderita. Namun, banyak penelitian yang menggunakan jumlah sisa makanan sebanyak >25% sebagai indikator bahwa sisa makanan di sebuah rumah sakit bermasalah. Hal ini sesuai dengan Peterson (2011) bahwa mengkonsumsi kurang dari 75% dari kebutuhan sehari-hari di rumah sakit dapat dikaitkan dengan hasil yang buruk. Salah satu akibat buruk yang ditimbulkan adalah defisiensi zat gizi atau kekurangan asupan zat gizi seperti yang dikemukakan sebelumnya. Berdasarkan besar sedikitnya sisa makanan, responden yang meninggalkan sisa makanan lebih banyak atau >25% memiliki persentase lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang memiliki sisa makanan sedikit. Persentase sisa makanan lebih banyak (>25%) sebanyak 39,7 %, sedangkan persentase sisa makanan sedikit sebanyak ≤ 60,3%. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa di Rumah Sakit Haji Jakarta sisa makanan belum menjadi masalah karena masih dibawah target jumlah sisa makanan. Namun, di Rumah Sakit Haji Jakarta, penentuan besarnya masalah untuk sisa makanan ditentukan dengan cut of point 50%. Instalasi gizi rumah sakit Haji Jakarta melakukan evaluasi terhadap makanan yang meninggalkan sisa makanan sebesar 50%. Jika terdapat sisa makanan mencapai 50% untuk setiap jenis makanan (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah), dan jumlah sisa makanan 50% tersebut ditinggalkan oleh separuh dari total pasien di rumah sakit, 104 maka hal tersebut baru dianggap sebagai suatu masalah dan harus dilakukan perbaikan, misalnya dengan mengganti menu. Padahal, pada tingkat sisa makanan yang ditinggalkan pasien yang berjumlah lebih dari 25% sudah dianggap sebagai suatu masalah. Hal ini karena asupan makanan yang diterima oleh pasien hanya kurang dari 75% sudah dapat masuk dikategorikan dalam asupan makan kurang. Padahal seperti yang dikemukanan oleh Renaningtyas (2004) bahwa pasien seharusnya menghabiskan seluruh makanan yang sudah disajikan. Jika pasien tidak menghabiskan makanannya, berarti asupan makan pasien tidak adekuat. Hal ini karena makanan yang disediakan oleh instalasi gizi sudah diperhitungkan jumlah dan mutu gizinya, dan harus dihabiskan pasien agar penyembuhannya dapat berjalan sesuai dengan program yang ditetapkan. Oleh karena itu, paling tidak responden harus dapat mengkonsumsi makanannya sebanyak lebih dari 75% dari yang disajikan oleh rumah sakit. bila perlu, asupan makanan yang diberikan lebih dari 80% dari yang disajikan oleh rumah sakit. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Depkes (1990) dalam Supariasa bahwa asupan gizi tercukupi jika mengkonsumsi lebih dari 80%. Dengan demikian, dalam melakukan evaluasi sisa makanan, jumlah sisa makanan maksimal yang boleh ditinggalkan adalah 20% atau 25%. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan. Sisa makanan terjadi bukan hanya karena nafsu makan yang ada dalam diri seseorang, tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain faktor 105 yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang berasal dari dalam pasien atau faktor internal. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan adalah sikap petugas ruangan, jadwal makan atau waktu pembagian makan, suasana lingkungan tempat perawatan, makanan dari luar rumah sakit, dan mutu makanan (Moehyi, 1992). Faktor internal juga berkaitan dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi yang mempengaruhi asupan makan. Menurut Soegih (2004), beberapa faktor yang secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan asupan makan yang kurang selama rawat inap antara lain pasien terlalu lama dipuasakan, tidak diperhitungkan penambahan zat gizi, obat-obatan yang diberikan, gejala gastrointestinal, serta penyakit yang menyertai. Berdasarkan hasil pengukuran sisa makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Haji Jakarta, pasien yang tidak menghabiskan makanan dari segi faktor internalnya lebih sering dikarenakan terjadinya gangguan pencernaan pada pasien. Dari segi faktor eksternal, terjadi karena rasa makanan yang disajikan pada pasien memiliki aroma makanan yang tidak enak dan perilaku pasien yang sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. 6.6.Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang diteliti berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta antara lain keadaan psikis, kebiasaan makan pasien, gangguan pencernaan, penampilan 106 makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi dan penyajian, rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur, dan makanan dari luar rumah sakit. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan pengujian hubungan antara status kehamilan dengan terjadinya sisa makanan, karena responden dalam penelitian ini homogen, yaitu tidak dalam masa kehamilan. 6.6.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Keadaan psikis adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan kejiwaan. Menurut Moehyi (1999), orang sakit mengalami tekanan psikologis yang diperlihatkan melalui perubahan perangan karena perubahan yang terjadi pada responden selama di rumah sakit. Dalam penelitian ini, rata-rata sisa makanan yang ditinggalkan oleh responden yang memiliki keadaan psikis abnormal atau mengalami depresi mencapai 12,67%. Responden yang berada dalam keadaan normal meninggalkan rata-rata sisa makanan lebih besar, yaitu 20,05%. Sementara itu, responden yang berada dalam keadaan borderline abnormal meninggalkan rata-rata sisa makanan lebih banyak, yaitu 22,54% . Responden yang berada dalam keadaan borderline abnormal memiliki sisa makanan lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berada dalam keadaan normal atau abnormal. Responden dalam keadaan abnormal dalam hal ini mengalami depresi meninggalkan sisa makanan lebih sedikit dibandingkan 107 dengan responden yang berada dalam keadaan borderline abnormal maupun normal. Berdasarkan uji statistik, diperoleh nilai p value 0,421. Artinya, dalam penelitian ini tidak ada hubungan antara keadaan psikis dengan terjadinya sisa makanan. Hal ini berbeda dengan teori Isselbacher (1999) bahwa kondisi psikis yang terjadi pada pasien dalam bentuk depresi dapat mengurangi asupan makan. Dalam penelitian ini responden yang berada dalam keadaan normal memiliki rata-rata sisa makanan lebih tinggi daripada responden yang tidak normal. Hal ini mungkin karena kondisi psikis responden yang mengalami depresi hanya sedikit. Sebagian besar responden berada dalam keadaan normal, yakni 70,7% dari total responden. Meskipun berada dalam keadaan sakit, keadaan psikis responden sebagian besar masih normal. Hal ini karena jenis penyakit yang diderita oleh responden sebagian besar bukanlah penyakit kronis. Meskipun ada, persentase responden yang menderita penyakit kronis, seperti jantung dan diabetes sebesar 37,9%. Responden yang menderita penyakit kronis yang memiliki keadaan psikis abnormal atau mengalami depresi hanya 13,6%. Sedangkan, penderita penyakit kronis yang berada dalam keadaan normal mencapai 77,8%. Berdasarkan uji chi square antara jenis penyakit dengan keadaan psikis, nilai p value yang didapat adalah 0,057 yang artinya tidak ada hubungan antara jenis penyakit dengan kondisi psikis. Hal ini berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh (Moos, dalam Caninsti (2007)) bahwa penyakit kronis akan 108 membawa penderitanya berada dalam tahap krisis yang identik dengan keseimbangan fisik, sosial dan psikologis. Pasien akan merasa cemas, takut dan mengalami perubahan emosi lainnya. Dalam penelitian ini, responden yang menderita penyakit kronis masih berada dalam keadaan yang normal. Hal ini karena adanya program bimbingan mental yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien sehingga tekanan psikologis responden dapat dikurangi dan memungkinkan responden untuk berada dalam kondisi normal. 6.6.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya. Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. perbedaan pola makan di rumah dan pada saat di RS akan mempengaruhi daya terima pasien terhadap makanan. Hasil uji t antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta memperlihatkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebanyak 20,60%, sedangkan responden yang memiliki kebiasaan makanan sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebanyak 17,45%. Berdasarkan uji 109 statistik diperoleh nilai p value 0,542. Dengan demikian, tidak ada hubungan antara kebiasaan makanan dengan sisa makanan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutyana (2010), yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan makanan di rumah dengan daya terima makan pasien yang terlihat dari sisa makanan yang banyak, yakni 56,5%. Namun, hasil penelitian ini, tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyani (2003) dalam Priyanto (2009) yang menyatakan ada hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa makanan dengan nilai p value 0,023. Dalam penelitian ini, responden yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai dengan rumah sakit memiliki sisa makanan lebih banyak daripada responden yang memiliki kebiasaan makan sesuai dengan rumah sakit. Hal ini sesuai dengan teori Castonguary (1987) dalam Tanaka (1998) yang menyatakan bahwa kebiasaan makan seseorang dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan. Bila makanan yang disajikan, baik susunan menu maupun besar porsinya, sesuai dengan kebiasaan makan orang tersebut maka makanan tersebut cenderung akan dihabiskan. Sebaliknya, bila kebiasaan makan tidak sesuai maka akan membutuhkan waktu penyesuaian untuk dapat menerima dan menghabiskan makanan tersebut. Namun, berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value 0,542 yang artinya tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa makanan. Hal ini mungkin dikarenakan ada faktor lain dalam kaitannya dengan 110 kebiasaan makan responden yang menyebabkan responden tidak menghabiskan sisa makanannya, misalnya saja faktor preferensi makanan. Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki kebiasaan makan dengan susunan makanan yang lengkap yakni terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah, dengan frekuensi makan 3x dan pemberian jumlah makanan pada pasien yang masih berdasarkan dengan PUGS. Namun, dalam penelitian ini masih terdapat 39,7% dari 58 responden yang memiliki kebiasaan makan berbeda dengan rumah sakit. Dalam penelitian ini, ada 12,1% responden yang memiliki susunan tidak lengkap dan 27,6% responden yang memiliki susunan makanan kurang lengkap. Meskipun sebagian besar responden tidak memiliki kebiasaan makan mengkonsumsi buah, namun jumlah sisa makanan jenis buah hanya 11,07%. Begitu juga dengan sayur. Meskipun sebagian besar memiliki kebiasaan makan mengkonsumsi makanan dalam bentuk sayur, namun jumlah sisa makanan dari sayur lebih besar, yakni mencapai 47,10%. Dengan demikian, ada faktor lain selain kebiasaan makan yang menyebabkan responden tidak menghabiskan makanannya, misalnya faktor preferensi makanan. Faktor preferensi terhadap makanan yang dapat menyebabkan responden menghabiskan makanannya. Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap makanan dan preferensi ini akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Suhardjo 1989). Setiap masyarakat mengembangkan cara yang turun temurun untuk mencari, memilih, menangani, 111 menyiapkan, dan memakan makanan. Adat istiadat menentukan preferensi seseorang terhadap makanan. Kesukaan akan makanan berbeda dari satu bangsa ke bangsa lain, dan dari daerah/suku ke daerah /suku lain. Di Indonesia, kesukaan makanan antar daerah/suku juga banyak berbeda. Makanan di Sumatera, khususnya di Sumatra Barat lebih pedas daripada makanan di Jawa, khususnya Jawa Tengah yang suka makanan manis. Secara umum makanan yang disukai adalah makanan yang memenuhi selera atau citarasa/inderawi, yaitu dalam hal rupa, warna, bau, rasa, suhu dan tekstur (Almatsier, 2001). Hasil penelitian Drewnowski (1999) menyebutkan ada hubungan yang siginifikan preferensi makanan dengan frekuensi makan. Oleh karena itu, selain kebiasaan makan, preferensi makanan adalah salah satu hal penting yang bisa saja berkaitan dengan terjadinya sisa makanan. 6.6.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Jenis penyakit berperan dalam terjadinya sisa makanan. Salah satu penyakit yang menyebabkan rendahnya konsumsi makanan adalah penyakit infeksi saluran pencernaan. Gangguan pencernaan merupakan salah satu penyebab terjadinya sisa makanan banyak. Gangguan pencernaan yaitu kumpulan gangguan yang terdiri dari rasa tidak enak pada perut seperti nyeri ulu hati, heartburn, mual, muntah, kembung, sendawa, cepat kenyang, konstipasi, diare, nafsu makan berkurang dan dispesia (Desdiani, 2004) 112 Berdasarkan uji t antara gangguan pencernaan dengan sisa makanan diketahui bahwa responden yang ada gangguan pencernaan rata-rata meninggalkan sisa makanan sebanyak 24,16%. Sedangkan responden yang tidak memiliki gangguan pencernaan rata-rata hanya meninggalkan sisa makanan sebanyak sebesar 17,53%. Dengan uji statistik diperoleh nilai p value 0,034. Dengan demikian, ada hubungan antara gangguan pencernaan dengan sisa makanan. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukanan oleh Soegih (2004) bahwa gangguan pencernaan dapat mempengaruhi terjadinya sisa makanan. Ketika ada gangguan dalam saluran pencernaan, maka asupan makan pun menjadi terganggu dan memungkinkan pasien untuk tidak mampu mengkonsumsi lagi makanannya hingga menyebabkan terjadinya sisa makanan (Supariasa, 2001). Sering muntah akan membuat makan menjadi lebih sulit untuk diterima dan dihabiskan oleh responden. Hal ini karena rasa mual serta muntah sporadis bisa menyebabkan kehilangan nafsu makan secara total. Jika muntah menjadi parah, lapisan lambung dan kerongkongan bisa mengalami iritasi dan peradangan. Kondisi ini akan membuat responden menjadi lebih sering muntah di kemudian hari karena perut yang menjadi lebih sulit untuk menerima makanan padat. Di rumah sakit Haji Jakarta, 41,4% responden mengalami gangguan pencernaan. Gangguan pencernaan menyebabkan responden kehilangan selera 113 makan yang menyebabkan tidak dihabiskannya makanan. Konsistensi makanan untuk responden yang mengalami gangguan pencernaan sudah dimodifikasi, misalnya dengan memberikan makanan dalam bentuk makanan lunak, namun sisa makanan yang ditinggalkan responden masih tinggi. Selain perubahan konsistensi, pembatasan pemberian bumbu juga dilakukan. Responden yang menderita gangguan pencernaan, biasanya makanan yang diberikan tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis, mekanis, maupun kimia. Akibatnya, makanan menjadi kurang beraroma dan bumbunya tidak terasa dan menyebabkan responden kehilangan selera makan. Hal ini terlihat dalam uji Chi Square antara gangguan pencernaan dengan aroma makanan. Berdasarkan uji chi square diketahui bahwa responden yang memiliki gangguan pencernaan yang menyatakan aroma makanan yang disajikan tidak enak ada 54,2%. Dengan demikian, makanan yang disajikan untuk responden yang mengalami gangguan pencernaan harus diperhatikan lagi, terutama untuk pemberian bumbu. Prinsip pemberian diet untuk responden yang mengalami gangguan pencernaan adalah pembatasan bahan makanan atau bumbu yang tajam, seperti cabai, bawang, merica, cuka, dan sebagainya yang berbau tajam. Oleh karena itu,untuk memperbaiki rasa makanan menjadi lebih baik, dapat ditambahkan pemberian bumbu lain yang tidak berbau tajam, seperti gula, garam, veetsin, kunci, kencur, jahe, terasi, laos, salam, sereh dan sebagainya. 114 6.6.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Penampilan makanan yang menarik dan disajikan dengan baik menyebarkan ketertarikan sehingga akan memengaruhi seseorang untuk mengkonsumsi makanan yang disajikan. Pada penelitian ini aspek-aspek yabng termasuk ke dalam penampilan makanan ialah warna, bentuk, porsi, dan penyajian. 6.6.4.1.Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Warna makanan merupakan rangsangan pertama pada indera penglihatan. Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan. Warna daging yang sudah berubah menjadi cokelat kehitaman, warna sayuran yang sudah berubah menjadi pucat sewaktu disajikan, akan menjadi sangat tidak menarik dan menghilangkan selera untuk memakannya. Dalam suatu menu yang baik haruslah terdapat kombinasi warna lebih dari dua macam untuk membuat penampilan makanan menjadi lebih menarik (Moehyi, 1992). Hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang menyatakan warna makanan tidak menarik memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 24,43%. Rata-rata sisa makanan ini lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata sisa makanan responden yang menyatakan wana makanan menarik, yaitu 18,08%. Berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value 0,051 yang artinya tidak ada hubungan 115 antara warna makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Hal penelitian ini berbeda dengan penelitian lain tentang sisa makanan pasien rawat inap yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Tangerang oleh Tanaka (1998), dan di RSIA Budi Asih Tangerang oleh Mutyana (2011) yang menyatakan bahwa adanya hubungan bermakna antara warna makanan dengan daya terima makan pasien rawat inap yang dilihat berdasarkan sisa makanan. Warna makanan yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta tidak berhubunngan dengan terjadinya sisa makanan. Hal ini karena makanan yang diberikan kepada responden sudah diperhatikan bagaimana cara mengolah bahan dan teknik memasak makanan. Hal ini juga terlihat dari persentase responden yang menyatakan warna makanan sudah menarik sebesar 65,5%. Di Rumah Sakit Haji Jakarta, warna makanan sudah diperhatikan sejak pembelian bahan makanan. Bahan makanan yang dibeli, baik itu sayuran, daging, ikan, buah, dan bahan makanan lainnya telah terlebih dahulu diperhatikan tingkat kesegarannya. Pada saat pengolahan makanan juga diperhatikan teknik memasak, seperti merebus sayuran tidak terlalu matang agar pigmen sayuran tidak hilang dan warna yang ditampilkan tetap menarik dan masih terlihat segar. Hal yang sama juga dilakukan pada saat menggoreng atau menumis bahan makanan lainnya. Selain teknik memasak, pemberian bumbu untuk juga dilakukan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta. Sebagian besar penggunaan warna makanan 116 menggunakan bumbu alami, seperti bumbu kuning dan bumbu putih untuk memasak lauk pauk, atau bahan makanan lain seperti gula merah untuk membuat bubur sumsum. Karena warna makanan yang disajikan oleh rumah sakit sudah baik, maka sisa makanan yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta tidak disebabkan oleh warna makanan atau tidak ada hubungan antara warna makanan dengan sisa makanan. 6.6.4.2.Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Bentuk makanan merupakan bagian terpenting dalam penampilan makanan. Bentuk makanan yang menarik akan menimbulkan ketertarikan bagi seseorang untuk mengkonsumsi makanan. Hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang menyatakan bentuk makanan tidak menarik memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 22,69%. Sedangkan rata-rata sisa makanan responden yang menyatakan bentuk makanan menarik mencapai 18,57%.Rata-rata sisa makanan ini lebih besar jika dibandingkan dengan responden yang menyatakan bentuk makanan menarik. Hal ini sesuai dengan teori Moehyi (1992) bahwa bentuk makanan yang menarik akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan. Bentuk makanan yang menarik dapat meningkatkan daya terima makan sehingga responden menghabiskan makanannya. Semakin menarik bentuk makanan maka, sisa makanan yang ditinggalkan akan semakin sedikit. 117 Dalam penelitian ini diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,194. Berdasarkan nilai probabilitas, dalam penelitian ini terlihat bahwa tidak ada hubungan antara bentuk makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang daya terima makan pasien rawat inap yang dilihat berdasarkan sisa makanan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Tangerang oleh Tanaka (1998), dan Mutyana (2011) yang menyatakan bahwa adanya hubungan bermakna antara bentuk makanan dengan sisa makanan pasien rawat inap di rumah sakit. Di Rumah Sakit Haji Jakarta, jumlah responden yang menyatakan bentuk makanan yang disajikan oleh rumah sakit menarik sebanyak 58,6%. Hal ini karena pihak rumah sakit, terutama instalasi gizi telah membuat makanan lebih menarik dengan cara memotong bahan makanan atau membentuk makanan yang sudah jadi, misalnya saja rolade daging atau nasi. Pada saat pengolahan makanan, sayuran, seperti wortel, labu, atau kentang dipotong dan dibentuk menjadi bentuk dadu atau irisan memanjang dengan pinggiran yang bergelombang atau bergerigi. Untuk buah, terutama buah potong seperti semangka atau melon juga diperhatikan pemotongannya sehingga dapat menciptakan kesan semenarik mungkin. Namun, untuk buah seperti jeruk dan pisang tetap disajikan utuh. Selain itu, cara membentuk jenis makanan seperti lauk nabati dan hewani juga diperhatikan potongannya. Untuk lauk nabati, biasanya tempe atau tahu diiris memanjang kecil atau dadu, tergantung dengan menu yang akan dibuat. 118 Begitu juga dengan memotong lauk hewani seperti sosis yang dipotong oval dan agak miring. Cara penyajian nasi juga menggunakan cetakan agar tampat lebih menarik. Dengan membuat bentuk makanan yang semenarik mungkin, maka dapat meningkatkan penampilan makanan dan meningkatkan selera makan. Hal inilah yang menyebabkan 58,6% responden menilai bahwa bentuk makanan yang disajikan oleh rumah sakit sudah menarik. Dengan demikian, bentuk makanan tidak berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta. 6.6.4.3.Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan dan kebutuhan setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan makannya. Besar porsi makanan bukan hanya berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan makanan, tetapi juga berkaitan dengan penampilan makanan. Hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan bentuk makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 19,87%. Rata-rata sisa makanan ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan responden yang menyatakan porsi makanan sesuai. Dalam penelitian ini diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,799. Berdasarkan nilai probabilitas, dalam penelitian ini terlihat bahwa tidak ada hubungan antara porsi makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit 119 Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang daya terima makan pasien rawat inap yang dilakukan di RSIA Budiasih oleh Mutyana (2011) yang menyatakan bahwa adanya tidak hubungan bermakna antara porsi makanan dengan daya terima makan yang dilihat berdasarkan sisa makanan. Responden yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki kebutuhan gizi yang berbeda-beda. Porsi makanan yang diberikan kepada pasien juga berbeda tergantung pada usia, jenis kelamin, dan jenis penyakit yang diderita oleh responden. Berdasarkan uji chi square antara jenis kelamin dengan porsi makanan, terlihat bahwa responden yang menyatakan porsi makanan tidak sesuai ada 62,5% sedangkan responden perempuan yang menyatakan porsi makanan tidak sesuai mencapai 41,2%. Nilai probabilitas dari uji ini adalah 0,110 yang artinya tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kesesuaian porsi makanan. Dengan demikian, jenis kelamin tidak ada kaitannya dengan kesesuaian porsi makanan yang memiliki kemungkinan untuk menyebabkan terjadinya sisa makanan sehingga tidak dibedakan porsi makanan untuk laki-laki dan perempuan. Meskipun di RS Haji Jakarta, porsi makanan tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin, namun porsi makanan yang diberikan kepada responden harus dihitung terlebih dahulu dengan membuat standar porsi. Karena responden dalam penelitian ini adalah orang dewasa, maka sebagian besar memiliki porsi yang 120 sama. Selain itu, porsi makanan yang disajikan juga memperhatikan jenis diet sesuai dengan jenis penyakit yang diderita oleh pasien. Untuk jenis penyakit, pembatasan porsi dilakukan pada saat pewadahan makanan. Misalnya saja, pemorsian nasi pasien DM, penambahan jumlah lauk hewani untuk untuk pasien diet TKTP atau pengurangan lauk hewani untuk mengurangi asupan kolesterol, lemak, asam, urat, dan lain sebagainya. Di Rumah Sakit Haji Jakarta, pemorsian sudah dilakukan pada saat pengadaan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, bahkan pada saat memasak bahan makanan. Namun, pada saat pewadahan makanan, pemorsian makanan yang sudah matang akan dilakukan kembali. Rumah sakit akan memberikan porsi makanan yang sesuai dengan jenis diet atau jenis penyakit responden. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Tanaka (1998) bahwa makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah atau porsi yang telah ditentukan. Besar porsi makanan menjadi sangat penting terutama pada penyelenggaraan makanan bagi orang sakit dimana makanan juga berperan dalam memberikan terapi. Oleh karena itu, pemorsian yang dilakukan oleh RS Haji Jakarta juga sudah berdasarkan pada kebutuhan tubuh terhadap zat gizi. Pemorsian yang dilakukan oleh RS Haji Jakarta sudah direncanakan dan diperhitungkan kebutuhan bahan makanan dan disesuaikan dengan kebutuhan zat gizi. Hasilnya kemudian dimasukkan ke dalam standar porsi. Selanjutnya standar porsi ini kemudian dijadikan sebagai acuan untuk mengolah bahan makanan. 121 Standar porsi juga memudahkan pemorsian makanan ke dalam wadah makanan. Pemorsian kembali ke wadah makanan amat penting. Hal ini karena pemorsian kembali pada saat pewadahan makanan harus berdasarkan jenis diet atau jenis penyakit responden. Hal inilah yang membuat 50% dari total responden mengganggap bahwa porsi makanan yang disajikan oleh rumah sakit sudah sesuai. Penelitian yang dilakukan oleh Sukmaningrum (2005) di Rumah Sakit Haji Jakarta juga menyebutkan bahwa porsi yang disajikan oleh rumah sakit sudah cukup. Dengan demikian, tidak ada hubungan antara porsi makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. 6.6.4.4.Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses penyelenggaraan menu makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita rasa yang tinggi tetapi bila dalam penyajiaannya tidak dilakukan dengan baik, maka nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena makanan yang ditampilkan waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan sehingga menimbulkan selera yang berkaitan dengan cita rasa (Moehyi, 1992). Hasil uji t menunjukkan bahwa responden yang melakukan menyatakan penyajian makanan tidak menarik memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 19,45%. Rata-rata sisa makanan ini lebih kecil jika dibandingkan dengan responden yang menyatakan bentuk makanan menarik. responden yang 122 melakukan menyatakan penyajian makanan menarik memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 20,58%. Berdasarkan nilai probabilitas, dalam penelitian ini terlihat bahwa tidak ada hubungan antara bentuk makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang sisa makanan yang dilakukan oleh Sulistyani (2003) di RSUD Kraton Pekalongan yang menyatakan tidak ada hubungan antara penyajian makanan dengan terjadinya sisa makanan. Namun, hasil penelitian berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Raharjo (1997) di RSU Dr. Soeselo Slawi dan RSU Harapan Anda Tegal yang menyatakan ada hubungan antara penyajian makanan dengan terjadinya sisa makanan. Responden yang menyatakan penyajian makanan tidak menarik memiliki sisa makanan lebih sedikit daripada responden yang menyatakan penyajian menarik. Padahal semakin menarik penyajian makanan maka sisa makanan akan semakin lebih sedikit. Penyajian makanan memberikan arti khusus bagi penampilan makanan. penyajian dirancang untung menyediakan makan yang berkualitas tinggi dan dapat memuaskan pasien, aman serta harga yang layak. Penggunaan dan pemilihan alat makan yang tepat dalam penyusunan makanan akan mempengaruhi penampilan makanan yang disajikan dan terbatasnya perlengkapan alat merupakan faktor menghabiskan makanannya (Nuryati, 2008). 123 penghambat bagi pasien untuk Di Rumah Sakit Haji Jakarta, 72,4% responden menyatakan penyajian makanan yang dilakukan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta sudah menarik. Karena sebagian besar responden menyatakan bahwa makanan yang disajikan oleh pihak Rumah Sakit Haji Jakarta sudah menarik, maka penyajian makanan tidak berhubungan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Hal ini terlihat dari bagaimana peralatan makan yang digunakan di Rumah Sakit Haji Jakarta yang lengkap dan terjaga kebersihannya serta cara penyajian pramusaji kepada responden. Rumah Sakit Haji Jakarta menggunakan wadah makanan yang dengan bahan wadah makanan yang cukup menarik. Selain itu juga, makanan yang disajikan oleh instalasi gizi Rumah Sakit Haji Jakarta, sudah dihias dan ditata sebaik mungkin. Hal tersebut juga sesuai dengan Tanaka (1998) yang menyatakan bahwa tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam penyajian, yaitu pemilihan alat makan yang digunakan, cara menyusun makanan ke dalam tempat sajian atau wadah makan, dan cara menghias hidangan. Dalam penyajian makanan, memang ada perbedaan antara responden yang dirawat di ruang perawatan kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Responden yang berada di ruang rawat kelas 1 mendapatkan penyajian makanan yang menarik dengan pemberian garnish pada wadah makanan. namun, berdasarkan uji chi square antara ruang kelas perawatan dengan penyajian makanan, didapat nilai p value sebesar 0,410. Artinya, tidak terdapat hubungan antara kelas perawatan dengan penyajian makanan. 124 Uji anova antara kelas perawatan dengan sisa makanan juga menunjukkan tidak ada hubungan antara kelas perawatan dengan sisa makanan. Hal ini karena nilai p value yang didapat adalah 0,153 (>0,005). Responden yang dirawat di kelas 1 memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 13,66%. Sisa makanan yang ditinggalkan oleh responden yang berada di kelas 1 lebih sedikit daripada responden yang dirawat di kelas 2 dan 3. Sisa makanan pada responden di kelas 1 lebih sedikit mungkin karena wadah makanan yang digunakan adalah piring beling dengan tambahan garnish untuk hiasan. Responden yang dirawat di kelas 2 makan dengan menggunakan wadah makanan yang terbuat dari melamin, sedagkan responden yang dirawat di kelas 3 menggunakan plato sebagai wadah makanan. Rata-rata sisa makanan pada responden yang dirawat di kelas 2 memiliki rata-rata sisa makanan yang lebih banyak, yaitu 22,00%. Rata-rata responden yang dirawat di kelas 3 hanya meninggalkan sisa makanan sebesar 16,41%. Padahal penyajian yang diberikan kepada responden yang berada di kelas 2 lebih baik dari pada di kelas 3, yakni kelas 2 menggunakan piring melamin dan kelas 3 menggunakan plato. Dengan demikian, tidak ada hubungan antara penyajian makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. 6.6.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Selain penampilan makanan, faktor utama yang menentukan citarasa adalah rasa makanan. Apabila penampilan makanan merangsang syaraf melalui 125 indera penglihatan mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap berikutnya, makanan tersebut akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera pengecap dan pembau. Rasa makanan meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur. 6.6.5.1.Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera (Moehyi, 1992). Aroma makanan yang enak dapat menimbulkan atau meningkatkan selera makan sehingga dapat mengurangi sisa makanan. Hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan aroma makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 25,04%. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang menyatakan aroma makanan enak. Hal ini sesuai dengan teori Moehyi (1992), bahwa aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera pencium sehingga membangkitkan selera. Dengan demikian, responden pun akan menghabiskan makanannya. Dalam penelitian ini, didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,001. Berdasarkan nilai probabilitas tersebut maka dapat diketahui bahwa ada hubungan antara aroma makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang 126 daya terima makan pasien rawat inap yang dilakukan di RSIA Budiasih oleh Mutyana (2011) yang menyatakan bahwa adanya hubungan bermakna antara aroma makanan dengan sisa makanan pasien rawat inap di rumah sakit. Aroma makanan berhubungan dengan terjadinya sisa makanan di rumah sakit haji jakarta. Hal ini karena aroma memegang peranan yang penting di awal sebelum responden mengkonsumsi makanan. Ada 51,70% dari 58 responden yang menyatakan aroma makanan belum sesuai. aroma makanan yang ditawarkan tidak menarik responden untuk mengkonsumsi makanan, maka responden memiliki kemungkinan untuk tidak menghabiskan makanannya. Makanan yang disajikan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki aroma yang berbeda-beda tergantung dengan jenis makanan dan cara memasaknya. Makanan yang dimasak di Rumah Sakit Haji Jakarta ada yang digoreng, direbus, ditumis, dan dipanggang. Responden yang mendapatkan makanan yang pengolahannnya dengan cara direbus dan ditumis, maka akan menilai bahwa aroma makanan yang disajikan tidak enak. Hal ini karena makanan yang dimasak dengan cara seperti akan pada saat disajikan kurang beraroma. Hal ini seperti teori yang dikemukakan oleh Tanaka (1998) bahwa aroma yang dikeluarkan oleh setiap makanan berbeda-beda. Demikian pula cara memasak makanan akan menimbulkan aroma yang berbeda pula. Penggunaan panas yang tinggi dalam proses pemasakan makanan akan lebih menghasilkan aroma yang kuat, seperti pada makanan yang digoreng, dibakar, atau dipanggang. Lain halnya dengan makanan yang direbus yang hampir-hampir 127 tidak mengeluarkan aroma yang merangsang, dalam hal ini karena senyawa yang memancarkan aroma sedap itu terlarut ke dalam air. Alasan lainnya mengapa makanan dinilai tidak beraroma atau tidak memiliki aroma yang enak adalah kebiasaan responden yang tidak langsung mengkonsumsi makanan yang disajikan oleh rumah sakit. Menurut Winarno (1992), aroma makanan adalah senyawa yang mudah menguap. Hal ini berpengaruh pada hilangnya aroma makanan sehingga aroma makanan tidak dapat tercium lagi pada saat akan dimakan. Dalam penelitian ini, responden dalam penelitian ini adalah pasien rumah sakit yang kemungkinan sedang dalam keadaan seperti flu, pilek, dan sebagainya, atau juga sedang mengalami gangguan pencernaan seperti mual dan muntah. Hal inilah yang memungkinkan responden untuk memberikan penilaian bahwa makanan yang disajikan oleh Rumah Sakit memiliki aroma yang tidak sedap atau tidak enak. Selain itu, mungkin juga karena jenis diet yang diberikan kepada responden. Hampir 63,8% dari 58 responden diberikan diet khusus, sisanya sebanyak 36,2% dari 58 responden diberikan diet biasa. Aroma makanan yang tidak sesuai mungkin karena responden diberikan diet khusus. Biasanya responden dengan diet khusus jenis makanan dan cara memasaknya lebih diperhatikan. Misalnya saja, seperti cara memasak yang direbus untuk diet rendah kolesterol atau penggunaan bumbu yang dibatasi untuk yang sedang menjalani diet rendah garam atau diet lambung. 128 Padahal, cara memasak makanan dengan direbus dapat mengurangi aroma makanan. Begitu juga dengan pembatasan bumbu yang merupakan salah satu sumber aroma makanan. Berdasarkan umur responden, terlihat bahwa 66,67% responden yang memiliki umur >45 tahun menyatakan bahwa makanan yang disajikan oleh rumah sakit memiliki aroma yang tidak enak. Sementara itu, 43,2% responden yang memiliki usia < 45 tahun menyatakan bahwa makanan yang disajikan oleh rumah sakit memiliki aroma yang tidak enak. Dari uji chi square antara umur dengan aroma makanan, diketahui bahwa responden yang memiliki umur >45 tahun berpeluang 2,6 kali untuk menyatakan bahwa aroma yang disajikan tidak enak. Hal ini sesuai dengan Winarno (1992), kepekaan indera penghidung diperkirakan setia bertambahnya umur satu tahun dan papilla mulai mengalami atropi bila usia mencapai 45 tahun. Menurunnya kemampuan dalam merasakan citarasa ini akan mengganggu selera makan sehingga dapat mempengaruhi rendahnya asupan makan seseorang dan menimbulkan makanan yang tersisa. Namun, berdasarkan uji chi square antara umur dengan aroma makanan didapatkan nilai value sebesar 0,86 yang artinya tidak ada hubungan antara umur dengan aroma makanan yang tidak enak. Sehingga, dapat diambil kesimpulan bahwa umur tidak berpengaruh terjadinya sisa makanan, tetapi aroma makanannya yang tidak enak yang menyebabkan terjadinya sisa makanan. Menurut Prajinto (2003) dalam Andhika (2006), flavor atau rasa merupakan hal yang sangat sulit untuk dapat dartikan secara tepat karena penilaiannya seseoranng terhadap suka dan tidak suka suatu jenis makanan 129 berbeda-beda. Bila suatu makanan dapat merangsang timbulnya rasa nikmat pada seseorang berarti rasa, bau, tekstrur, oleh penilaian indera pada makanan dapat diterima. Dengan demikian, pemberian bumbu atau rempah-rempah dalam makanan tetaplah harus diperhatikan. Hal ini penting untuk menciptakan aroma yang enak. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Tanaka (1998) bahwa timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya suatu senyawa yang mudah menguap. Terbentuknya senyawa yang mudah menguap tersebut merupakan akibat dari reaksi kerja enzim, tetapi dapat juga tanpa reaksi enzim. Aroma rempah-rempah yang ditimbulkan oleh minyak atsiri mudah nenukuju reaksi enzimatik dan mudah menguap (Tanaka, 1998). Selain itu, dengan mensiasati cara memasak, dengan memadukan teknik memasak dan penggunaan bumbu, mungkin dapat menciptakan aroma yang enak. Untuk memperbaiki rasa makanan menjadi lebih baik, dapat ditambahkan pemberian bumbu lain yang tidak berbau tajam, seperti gula, garam, veetsin, kunci, kencur, jahe, terasi, laos, salam, sereh dan sebagainya. Sehingga makanan yang disajikan tetap bisa dinikmati, meski responden diberikan makanan dengan diet khusus. 6.6.5.2.Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan yang enak dan rasa yang tepat setiap kali pemasakan. Dalam setiap jenis masakan sudah 130 ditentukan jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya masing-masing jenis bumbu itu. Di samping aroma atau bau yang sedap, berbagai bumbu yang digunakan dapat pula membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan yang khas (Moehyi, 1992). Dalam penelitian ini, hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan bumbu makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 22,33%. Rata-rata sisa makanan ini lebih banyak pada responden yang menyatakan bumbu makanan tidak terasa jika dibandingkan dengan responden yang menyatakan bumbu makanan terasa. Selain itu, berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar 0,115 yang artinya tidak ada hubungan antara bumbu makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Hal ini tidak sejalan dengan teori Moehyi (1992) yang menyatakan bahwa disamping bumbu yang sedap, berbagai bumbu yang digunakan dapat pula membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan yang khas dan dapat mempengaruhi daya terima makan yang akhirnya meninggalkan sisa makanan. Berbagai macam rempah-remah yang digunakan sebagai bumbu biasanya cabai, bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan bumbu lainnya. Rasa yang diberikan oleh setiap bumbu akan berinteraksi dengan komonen rasa primer yang digunakan dalam masakan sehingga menghasilkan rasa baru yang lebih nikmat (Tanaka, 1998). Di Rumah Sakit Haji Jakarta, pemberian bumbu pada makanan 131 yang diberikan pada pasien memang dilakukan. Namun terkadang dibatasi tergantung dengan jenis diet yang diberikan. Ketika responden diberikan diet khusus tertentu dengan pembatasan bumbu makanan, maka bumbu makanan akan dikurangi sehingga rasa bumbu menjadi tidak terlalu terasa. Hal ini mungkin akan berbeda dengan responden yang memiliki kebiasaan makan dengan bumbu masakan yang banyak. Namun, sisa makanan yang terjadi di rumah sakit tidak berhubungan dengan bumbu. Hal ini karena meskipun tidak diberi bumbu, makanan yang diberikan kepada responden tetap memiliki rasa yang enak. Ada banyak cara yang dilakukan untuk meningkatkan selera makan meski bumbu dikurangi, salah satunya dengan memperhatikan teknik memasak atau menggunakan bumbu lain. Hal inilah yang memungkinkan responden untuk tetap mengkonsumsi dan menghabiskan makanannya. Dalam penelitian, tidak dilakukan pembatasan atau tidak diteliti lebih dalam bagaimana latar belakang budaya dari responden. Hal ini erat kaitannya dengan kebiasaan makan responden di rumah terutama untuk pemakaian bumbu. Hal ini juga telah diungkapkan Almatsier (2001) sebelumnya bahwa di Indonesia, kesukaan makanan antar daerah/suku juga banyak berbeda, misalnya saja bumbu makanan di Sumatra yang terasa lebih pedas daripada makanan di Jawa, khususnya Jawa Tengah yang suka makanan manis. Hal ini juga yang mungkin mempengaruhi penilaian responden terhadap bumbu makanan yang disajikan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta. 132 Responden memiliki kebiasaan mengkonsumsi bumbu makanan tidak sesuai dengan yang disajikan oleh rumah sakit, maka akan mengurangi asupan makan. Hal ini juga terkait dengan preferensi makanan. Namun, ketika bumbu makanan yang disajikan oleh rumah sakit masih sesuai dengan bumbu makanan yang di makan di rumah sehari-hari, maka akan membuat respoden lebih menghabiskan makanannya. 6.6.5.3.Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Konsistensi makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan citarasa makanan karena sensitivitas indera rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. makanan yang berkonsistensi pada atau kental akan memberikan rangsang lebih lambat terhadap indera. Konsistensi makanan juga mempengaruhi penampilan makanan yang dihidangkan. Dalam penelitian ini, hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 20,72%. Rata-rata sisa makanan ini lebih banyak pada responden yang menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai jika dibandingkan dengan responden yang menyatakan konsistensi makanan sesuai. Selain itu, berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar 0,789 yang artinya tidak ada hubungan antara konsistensi makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. 133 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tanaka (1998) yang menyatakan tidak ada hubungan antara konsistensi makanan dengan daya terima makan yang dilihat dari sisa makanan. Hal ini dimungkinkan karena bahan makanan yang disajikan mengalami proses pengolahan yang kurang baik sehingga merusak tekstur atau konsistensi makanan. Selain itu, responden tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan konsistensi makanan, antara makanan di rumah sakit dengan di rumah seharihari. Di RS Haji Jakarta, perbedaan konsistensi makanan terlihat pada konsistensi nasi. Konsistensi nasi dibagi menjadi dua, yaitu makanan biasa (MB) atau makanan lunak (ML). Ketika responden masih bisa diberikan makanan biasa, maka pihak rumah sakit akan memberikan makanan biasa. Namun, ketika responden responden sedang menjalani pengobatan atau lainnya hingga mengalami gangguan pencernaan atau kesulitan memakan, maka rumah sakit akan memberikan bentuk diet sesuai dengan konsistensi yang seharusnya. Dengan demikian, meskipun ada perbedaan dengan kebiasaan responden, responden tidak akan kesulitan mengkonsumsi makanan karena sudah disesuaikan konsistensi makanannya. Hal inilah yang menyebabkan tidak ada hubungan antara konsistensi dengan sisa makanan di rumah sakit. 6.6.5.4.Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Menurut Moehyi (1992), keempukan makanan selain ditentukan oleh mutu bahan makanan yang digunakan, juga ditentukan oleh cara memasak yang 134 baik, sehingga makanan yang empuk dapat dikunyah dengan sempurna. Hal inilah yang mempengaruhi daya terima makan pasien yang kemudian dapat memicu terjadinya sisa makanan. Dalam penelitian ini, hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan keempukan makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 20,37%. Rata-rata sisa makanan ini lebih banyak pada responden yang menyatakan keempukan makanan tidak sesuai jika dibandingkan dengan responden yang menyatakan keempukan makanan sesuai. Selain itu, berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar 0,983 yang artinya tidak ada hubungan antara keempukan makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutyana (2011) dan Tanaka (1998) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara keempukan makanan dengan terjadinya sisa makanan. Namun, hal ini berbeda dengan teori Moehyi (1992) yang menyatakan bahwa keempukan makanan mempengaruhi daya terima seseorang yang terlihat dari terjadinya sisa makanan. Makanan yang empuk merupakan makanan yang mudah dicerna dan salah satu ketentuan makanan ialah makanan yang mudah dicerna. Dengan makanan yang empuk, maka dapat memudahkan pasien dalam mengunyah makan dan juga usus dapat mencerna dengan mudah. Hal ini juga dikemukakan oleh Auliya (2008) dalam penelitiannya yang berjudul faktor-faktor yang 135 berhubungan dengan daya terima makan pasien dewasa dengan diet ETPT di Brawijaya Women and Children Hospital. Di Rumah Sakit Haji Jakarta, makanan sudah dimasak dengan sedemikian rupa, baik memasak lauk hewani maupun lauk nabati. Memasak daging dengan memperhatikan lama memasak menjadikan bahan makanan yang dimasak sesuai tingkat keempukannya. Hal ini juga terlihat dari jawaban responden yang sebagian besar (70,7%) responden menyatakan bahwa makanan yang disajikan oleh rumah sakit sudah sesuai tingkat keempukannya. Hal ini juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Beck (1995) dalam Tanaka (1998) bahwa makanan yang disajikan di rumah sakit-rumah sakit sebaiknya dalam keadaan empuk. Hal inilah yang menyebabkan keempukan tidak berhubungan dnegan terjadinya sisa makanan. 6.6.5.5.Hubungan temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Temperatur makanan atau suhu makanan waktu dihidangkan dapat mempengaruhi selera makan seseorang. Jika makanan yang dihidangkan dalam keadaan hangat, maka hal ini akan menimbulkan keinginan pasien untuk menyantap makanan tersebut (Moehyi, 1992). Namun, berdasarkan hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan temperatur makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 19,95%. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan temperatur makanan tidak sesuai 136 lebih banyak daripada responden yang menyatakan temperatur makanan yang sesuai. Selain itu, berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar 0,510 yang artinya tidak ada hubungan antara temperatur makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Penelitian ini tidak sejalan dengan teori Moehyi (1992) yang menyatakan bahwa temperatur makanan waktu disajikan memegang peranan penentuan cita rasa makanan. Winarno (1992) menambahkan suhu makanan dapat mempengaruhi daya terima seseorang terhadap makanan yang disajikan dan menyebabkan sisa makanan. Seseorang mungkin tidak akan terlalu mempermasalahkan suhu bila selera makannya sudah bisa ditimbulkan melalui rangsangan panca indera mata yaitu penyajian yang menarik, arona yang sedap serta bentuk makanan yang menarik (Tanaka, 1998). Hampir 72,4% responden menyatakan bahwa temperatur makanan yang dinerikan sesuai. Kesesuaian temperatur di Rumah Sakit Haji Jakarta terjadi karena adanya manajemen waktu yang baik di instalasi gizi. Proses pengolahan bahan mentah, pemasakan bahan mentah, hingga pewadahan makanan dan distribusi kepada responden sangat diperhatikan. Makanan yang sudah dimasukan ke dalam wadah makanan kemudian ditutu dengan menggunakan plastik warpping untuk menjaga tingkat kehangatan makanan. Selain itu, dalam distribusi makanan dari instalasi gizi ke ruang rawat inap juga menggunakan troli atau lemari penghangat, sehingga tetap bisa menjaga temperatur makanan. 137 6.6.6. Hubungan Makanan dari Luar RS dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 Berdasarkan hasil uji t antara makanan dari luar rumah sakit dengan terjadinya sisa makanan terlihat bahwa responden yang sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit memiliki rata-rata sebanyak 23,85%, sedangkan responden yang tidak sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit yang meninggalkan sisa makanan sebanyak 17,56%. Dengan melihat nilai probabilitas yang mencapai 0,044, terlihat bahwa ada hubungan antara makanan dari luar rumah sakit dengan sisa makanan. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian lain seperti penelitian yang dilakukan oleh Raharjo (1997), Priyanto (2009), dan Mutyana (2011) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara makanan dari luar rumah sakit dengan terjadinya sisa makanan. Hal ini juga sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Moehji (1992) bahwa makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari luar RS akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Berdasarkan hasil jawaban kuesioner responden, jenis makanan dari luar rumah sakit yang biasa dikonsumsi oleh responden adalah buah (34,5%), cemilan (36,2%) seperti biskuit, kue, dan aneka snack lainnya, atau makan buah atau cemilan (12,1%). Rasa lapar yang tidak segera diatasi pada pasien yang sedang dalam perawatan, timbulnya rasa bosan karena mengkonsumsi makanan yang kurang bervariasi menyebabkan pasien mencari makanan tambahan dari luar RS atau jajan, sehingga kemungkinan besar makanan yang disajikan kepada pasien tidak 138 dihabiskan. Bila hal tersebut selalu terjadi maka makanan yang diselenggarakan oleh pihak RS tidak dimakan sehingga terjadi sisa makanan (Moehyi, 1992). Ada berbagai jenis alasan yang dikemukakan oleh responden sebagai alasan untuk mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit antara lain tidak terbiasa dengan makanan yang disajikan rumah sakit (20,7%), kebiasaan ngemil di rumah atau sekedar keinginan untuk makan sesuatu (19,0%), penampilan makanan yang disajikan tidak menarik (17,2%), dan rasa makanan makanan yang disajikan tidak enak(43,1%). Dalam penelitian ini, ada sebanyak 20,7% responden yang tidak menghabiskan makanannya dengan alasan tidak terbiasa dengan makanan yang disajikan dengan rumah sakit. Pada variabel sebelumnya, yaitu kebiasaan makan, memang dijelaskan bahwa 89,7% responden memiliki kebiasaan makan yang berbeda dengan kebiasaan makan di rumah sakit. Hasil uji chi square antara kebiasaan makan dengan seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit menunjukkan bahwa 44,2% responden yang kebiasaan makanannya tidak sesuai dengan rumah sakit sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Namun, hal ini sebenarnya tidak terlalu berhubungan secara signifikan. Hal ini terlihat dari nilai p value sebesar 0,610 yang artinya tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan seringnya responden mengkonsumsi makanan. Mungkin ada alasan lain yang lebih berpengaruh pada seringnya responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, misalnya saja kebiasaan mengkonsumsi cemilan 139 atau jajanan di rumah. Kebiasaan mengkonsumsi cemilan atau jajanan dapat mempengaruhi responden untuk makan makanan yang disajikan oleh pihak rumah sakit Moehyi (2003) dalam Marwati (2010) menyatakan bahwa terlalu sering mengkonsumsi makanan jajanan dapat membuat seseorang cepat kenyang. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Khomsan (2003) dalam marwati (2010) sebagian besar jajanan hanya mengandung karbohidrat yang membuat cepat kenyang dan dapat mengganggu nafsu makan. Responden yang sering mengkonsumsi makanan jajanan atau cemilan akan lebih cepat kenyang. Dengan demikian, responden akan mengurangi asupan makanan yang disajikan oleh pihak rumah sakit. Selain itu, alasan penampilan makanan dan rasa makanan juga dapat mempengaruhi seringnya responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Berdasarkan uji chi square antara rasa makanan, yang dilihat dari aroma makanan ada 56,7% responden yang sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit karena aroma makanan yang disajikan tidak enak. Berdasarkan uji statistik juga diperoleh nilai p value sebesar 0,031. Yang artinya, ada hubungan antara aroma makanan dengan seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Untuk variabel lain yang kaitannya dengan rasa makanan seperti bumbu, konsistensi, keempukan dan temperatur, tidak ditemukan adanya hubungan antara variabel-variabel tersebut dengan seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Hal ini dilihat dari nilai p value bumbu (0,72), konsistensi 140 (0,847), keempukan (0,439), dan temperatur (0,261) yang lebih dari nilai α (0,05). Sementara itu, untuk penampilan makanan, dari beberapa poin penampilan, seperti warna, bentuk, porsi, dan penyajian makanan, tidak ditemukan adanya hubungan antara penampilan makanan dengan seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Hal ini terlihat dari nilai p value dari variabel warna (0,442), bentuk (0,207), porsi (0,791), dan penyajian makanan makanan (0,951) yang lebih dari α (0,05). Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Siswiyardi (2005) bahwa asupan makan pasien selama di rumah sakit berasal dari makanan rumah sakit dan makanan luar rumah sakit. Bila penilaian pasien terhadap mutu makanan dari rumah sakit kurang memuaskan, kemungkinan pasien mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Dengan demikian, alasan yang berhubungan dengan seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah rasa makanan, terutama untuk aroma makanan. Namun, aroma yang disajikan oleh pihak rumah sakit masih belum enak. Ada 51,7% responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak. Pembahasan sebelumnya juga menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak mencapai 25,05%. Hasil uji juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara aroma makanan dengan terjadinya sisa makanan. Jika dikaitkan dengan seringnya responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, aroma makanan yang 141 tidak enak membuat responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit dan tidak menghabiskan makanan yang disajikan oleh pihak rumah sakit. Seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit dapat meningkatkan rata-rata sisa makanan. Berdasarkan penjelasan pada paragraf sebelumnya, terlihat bahwa aroma makanan memang berpengaruh terhadap seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Oleh karena itu, rasa makanan, terutama aroma makanan, harus diperhatikan dan diperbaiki lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan menyajikan makanan yang lebih beraroma dengan memperhatikan cara memasak makanan dan pemberian bumbu yang akan meningkatkan aroma. Dengan memberikan makanan yang memiliki aroma enak, maka akan meningkatkan selera makan pasien sehingga responden tidak sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Adanya makanan dari luar rumah sakit yang dimakan oleh pasien disebabkan oleh budaya membawa oleh-oleh ketika membesuk pasien di rumah sakit dan tidak adanya manajemen yang jelas untuk mengendalikan diet terai di rumah sakit seperti larangan membawa makanan atau minuman tertentu pada pasien yang belum tentu sama dengan nilai gizi yang dikandung oleh makanan yang disajikan di rumah sakit tersebut (Budiyanto, 2002). Oleh karena itu, dibutuhkan pengontrolan yang baik terhadap makanan yang diberikan kepada pasien. Meskipun ada makanan dari luar rumah sakit yang dapat masuk ke rumah sakit dan dikonsumsi oleh responden, bagi instalagi gizi mungkin perlu untuk melakukan penilaian terhadap status kesehatan pasien, misalnya dengan 142 melakukan tes laboratorium atau pemeriksaan fisik. Dengan demikian, dapat dikontrol efek makanan, baik yang disediakan oleh rumah sakit maupun dari luar rumah sakit, terhadap tubuh pasien. 143 BAB VII PENUTUP 7.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa: a) Dengan menggunakan Uji Univariat diketahui dari 58 responden didapatkan hasil bahwa rata-rata sisa makanan responden adalah sebanyak 20,27% dengan standar deviasi 11,82%. Sisa makanan yang terendah dari responden adalah 0% sedangkan sisa makanan yang tertinggi adalah 57,94%. b) Jika dilihat dari banyak sedikitnya sisa makanan, ada 39,7 % responden yang memiliki sisa makanan banyak atau memiliki sisa makanan >25%, sedangkan persentase sisa makanan sedikit atau ≤ 25% mencapai 60,3%. c) Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa: 1. Rata-rata meninggalkan sisa makanan pada responden dalam keadaan psikis abnormal 12,67%, borderline abnormal 22,54%, dan normal 20,05%. 2. Tidak ada hubungan antara keadaan psikis dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,421 (p > 0,05). 3. Rata-rata sisa makanan pada responden yang memiliki kebiasaan makan sesuai dengan rumah sakit adalah 20,60% dan tidak sesuai dengan rumah sakit adalah 17,45%. 144 4. Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,542 (p > 0,05). 5. Rata-rata sisa makanan pada responden yang memiliki gangguan pencernaanadalah 24,16% dan tidak ada gangguan pencernaan 17, 53%. 6. Ada hubungan antara gangguan pencernaan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,034 (p < 0,05). 7. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan warna makanan menarik adalah 24,43%, dan tidak menarik adalah 18,08%. 8. Tidak ada hubungan antara warna makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,051 (p > 0,05). 9. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan bentuk makanan tidak menarik adalah 22,69% dan menarik adalah 18,57%. 10. Tidak ada hubungan antara bentuk makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,194 (p > 0,05). 11. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan porsi makanan tidak sesuai adalah 19,87% dan sesuai adalah 20,67%. 145 12. Tidak ada hubungan antara porsi makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,799 (p > 0,05). 13. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan penyajian makanan menarik adalah 19,45% dan menarik adalah 20,58%. 14. Tidak ada hubungan antara penyajian makan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,748 (p > 0,05). 15. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak adalah 25,04% dan enak adalah 15,16% 16. Ada hubungan antara aroma makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,001 (p < 0,05). 17. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan bumbu makanan tidak terasa adalah 22,33% dan terasa adalah 17,35%. 18. Tidak ada hubungan antara bumbu makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,115 (p > 0,05). 19. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai adalah 20,72% dan sesuai adalah 19,88%. 146 20. Tidak ada hubungan antara konsistensi makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,789 (p > 0,05). 21. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan keempukan makanan tidak sesuai adalah 20,37% dan sesuai adalah 20,25%. 22. Tidak ada hubungan antara keempukan makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,983 (p > 0,05) 23. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan temperatur makanan tidak sesuai adalah 21,95% da sesuai adalah 19,63%. 24. Tidak ada hubungan antara temperatur makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,510 (p > 0,05). 25. Rata-rata sisa makanan pada responden yang sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah 23,85% dan tidak sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah 17,56% . 26. Ada hubungan antara makanan dari luar rumah sakit dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,044 (p < 0,05) 147 d) Dengan demikian, dalam penelitian ini variabel yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan antara lain gangguan pencernaan, aroma makanan, dan makanan dar luar rumah sakit. 7.2.Saran a) Bagi Instalasi Gizi Rumah Sakit Haji Jakarta 1. Karena pada penelitian ini variabel yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan adalah aroma makanan, maka sebaiknya dilakukan adalah lebih memperhatikan kembali makanan yang akan diberikan kepada pasien dengan pemberian bumbu untuk meningkatkan aroma masakan, misalnya dengan dapat ditambahkan pemberian bumbu lain yang tidak berbau tajam, seperti gula, garam, veetsin, kunci, kencur, jahe, terasi, laos, salam, sereh dan sebagainya. 2. Memberikan makanan yang sesuai dengan kondisi responden atau memberikan makanan yang dapat dikonsumsi oleh responden pada saat responden sedang menderita gangguan pencernaan, seperti memperbaiki rasa makanan, terutama aroma makanan menjadi lebih baik. 3. Lebih memperhatikan kembali makanan yang akan disajikan kepada pasien, terutama untuk aroma makanannya. Hal ini penting agar responden tidak mengkonsumsi makanan dari rumah sakit terlalu sering. Pemberian bumbu atau cara memasak yang tepat akan menimbulkan aroma yang sedap. Selain itu, perlu juga dilakukan 148 kunjungan oleh ahli gizi untuk mengetahui perkembangan status gizi pasien dan mengontrol makanan yang dikonsumsi oleh responden, baik makanan yang disajikan oleh rumah sakit maupun makanan dari luar rumah sakit. 4. Melakukan evaluasi sisa makanan secara rutin dan menyeluruh terhadap seluruh pasien untuk mengetahui jenis makanan atau menu yang disukai dan tidak disukai atau makanan yang tidak dihabiskan oleh responden, serta memperbaiki indikator penentuan jumlah sisa makanan dari 50% menjadi 20% atau 25%. 5. Bagi rumah sakit dan peneliti lain untuk penelitian selanjutnya, perlu dilakukan penilaian status gizi dan evaluasi terhadap status kesehatan pasien. Untuk mengetahui apakah makanan yang disajikan memberikan efek terhadap pasien. Dengan demikian, dapat diperkirakan apakah pasien memang menghabiskan makanannya atau tidak sekaligus mengontrol adanya makanan lain yang dikonsumsi oleh responden yang berasal dari luar rumah sakit. b) Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam lagi atau memperbaiki keterbatasan- keterbatasan yang ada dalam penelitian ini seperti: a. meneliti faktor preferensi makanan dan faktor budaya untuk melihat lebih jelas bagaimana hubungan preferensi makanan dan faktor budaya terhadap sisa makanan atau pengaruh dari preferensi makanan 149 dan faktor budaya terhadap penilaian responden terhadap mutu makanan, seperti penampilan dan sisa makanan. b. melakukan metode penelitian lain, seperti case control dengan membandingkan bagaimana sisa makanan antara pasien dengan diet khusus atau diet biasa. Hal ini terkait dengan penilaian mutu makanan yang diberikan oleh responden yang juga dipengaruhi oleh jenis diet yang dimakan oleh responden c. meneliti faktor psikologi lainnya terhadap terjadinya sisa makanan dan menggunakan metode yang lebih baik lagi untuk menilai keadaan psikis responden d. Sebaiknya dilakukan observasi dengan melakukan pertanyaan mendalam mengenai frekuensi makanan yang dikonsumsi oleh responden dalam sehari, atau menggunakan metode food recall 24 jam untuk mengurangi bias terhadap frekuensi makanan yang dikonsumsi oleh responden. Selain itu, dengan metode food recall juga dapat diketahui berapa jumlah asupan zat gizi makanan yang masuk ke dalam tubuh yang berasal dari luar rumah sakit sehingga dapat menunjang pembahasan hubungan antara makanan dari luar rumah sakit dengan terjadinya sisa makanan. e. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya membatasi jenis penyakit. Jika memang ingin meneliti gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa makanan, maka variabel gangguan pencernaan dispesifikan 150 kembali. Hal ini karena adanya pengaruh yang berbeda antara jenis gangguan pencernaan, misalnya gangguan pencernaan dalam bentuk dispesia akan berbeda dengan responden yang mengalami gangguan pencernaan dalam bentuk mual atau muntah. f. Dalam pembuatan kuesioner untuk wawancara, sebaiknya lebih dispesifikan kembali pertanyaan untuk variabel penampilan makanan dan rasa makanan, misalnya lebih spesifik jenis makanan yang dinilai penampilan dan rasa makanannya. 151 DAFTAR PUSTAKA Almatsier Sunita, dkk. 1992. Persepsi Pasien Terhadap Makanan di Rumah Sakit (Survey pada 10 Rumah Sakit di DKI Jakarta) dalam Gizi Indonesia Vol. XIII. 1992: 87. Almatsier, Sunita. 2006. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Auliya, Firda. 2008. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Daya Terima Makan Pasien dewasa Dengan Diet Energi Tinggi Protein Tinggi (ETPT) di Brawijaya Women and Children Hospital Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Azizah, Umi. 2005. Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Pasien Dengan Sis Makanan (Studi Pada Pasien Rawat Inap Non Diit Brsud Banjarnegara). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Baliwati, YF. Khomsan A. , Driwiani, CM. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Barker, A. Lisa. et. al. 2011. Hospital Malnutrition: Prevalence, Identification and Impact on Patients and the Health care System. (online). www.mdpi.com/journal.ijerph yang diakses pada tanggal 16 Februari 2011. Berman, Audrey. Et. al. 2003. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier Erb. Jakarta: EGC. Budiyanto M. AK. 2002. Gizi dan Kesehatan. Penerbit Malang. 152 Caninsti, Riselligia. 2007. Gambaran Kecemasan dan Depresi Pada Penderita Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa. Tesis. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Carr, Deborah. et. al. 2001. Plate Waste Studies. National Food Service Management. Depkes, 1991. Buku Pedoman Pengelolaan Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes, 2007. Skrining Malnutrisi Pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Djamaluddin, Muhir. Et al. 2005. Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan Pada Pasien dengan Makanan Biasa. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Volume 1. Nomor 3. Maret 2005: 108-112. Ekawati, Fransisca Indah. 2009. Hubungan antara Keadaan Depresi dengan Status Gizi Pada Pengguna Opiat di Pusat Rehabilitasi Narkoba. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Huang, Hui Chun. dan Shanklin Carol W. 2008. An Integrated Model to Measure Service Management and Physical Constraints` Effect On Food Consumption in Assisted Living Facilities. Journal of The American Dietetic Association. (online).http://usda.portalxm.com/eal/files/images/File/Huang_et_al_2008_US DA_Train.pdf. yang diakses pada 6 Juni 2011. Lipoeto, N.I., N.Megasari, dan A.E.Putra. 2006.Malnutrisi dan Asupan Kalori Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit.Majalah Kedokteran Indonesia, vol. 56. No.11: 3. Komalawati, Dewi. dkk., 2005, Pengaruh Lama Rawat Inap Terhadap SisaMakanan Pasien Anak di Rumah Sakit Umum Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Nutrisia Vol. 6. 2005:1. 153 Marwati, eka. 2010. Hubungan Kebiasaan Makan, Konsumsi Makanan, dan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Kurang Siswa Kelas IV, V, fan VI di SDN Wargasetra 2 Kecamatan Tegal Waru Karawang Jawa Barat tahun 2010. Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Moehyi, Sjahmien. 1999. Pengaturan Makanan dan Diet untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta. Gramedia. Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Penerbit Bhratara. Muhir, Halidun. 1998. Tinjauan Faktor-faktor penyebab sisa makanan penderita rawat inap di rumah sakit Moh. Ridwan Meuraksa Kesdam Jaya. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Mutyana, Leni. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan daya terima pasien rawat inap di Rumah Sakit Ibu dan Anak Budiasih Serang tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Muwarni. 2001. Penentuan Sisa Makanan Pasien Rawat Inap dengan Metode Taksiran Visual Comstock di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Thesis. Universitas Gadjah Mada. Nuryati, Puji. 2008. Hubungan Antara Waktu Penyajian, Penampilan Dan Rasa Makanan Dengan Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap Dewasa Di Rs Bhakti Wira Tamtama Semarang. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamamadiyah Semarang. Peterson, SJ. Et al. 2011. Orally Fed Patients are at High Risk of Calorie and Protein deficit in The ICU. Curr Opin Clin Nutr.Metab Care. Vol2. March, 14. 2011: 154 182-185 (online). http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21178611. yang diakses pada tanggal 2 Oktober 2011. Priyanto, Oki Hadi. 2009. Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap Kelas III di RSUD Kota Semarang. Skrispsi. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universias Negeri Semarang. Raharjo, Toto. 1997. Mutu Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit DI RSU Dr. Soeselo Slawi Dan Rsu Harapan Anda Tegal Ditinjau Dari Sisa Makanan Biasa Pasien Rawat Inap. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Ratnaningrum, candrasari. 2004. Hubungan Antara Persepsi Pasien Dan Sisa Makanan Dengan Diit Biasa Yang Disajikan Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Tipe D (Rumah Sakit Banyumanik Semarang). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Ratna, Maya Riqi. 2009. Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan Makanan Institusi Di Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Renangtyas, Dewi. et. al. 2004. Pengaruh Penggunaan Modifikasi Standar Resep Lauk Nabati Tempe terhadap Daya Terima dan Persepsi Pasien Rawat Inap. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol.1. no.1. Saepuloh. 2003. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Terima Pasien Dewasa Diit Makanan Biasa (Studi Di Ruang Rawat Inap Kelas II Dan III Rumah Sakit Immanuel Bandung). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Santoso, S dan Ranti AL. 1995. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta. 155 Sauer, Abby. 2011. Hospital Malnutrition: Assesment and Intervention Methods. (Online). www.abbottNutritionHealthInstitute.org yang diakses pada tanggal 2 April 2011. Sediaoetama. A. 1987. Ilmu Gizi I. Jakarta: Dian Rakyat. Shahar, Suzana, Fun, W.S., dan Chik, W.C.2002. A Prospective Study on Malnutrition and Duration of Hospitalisation among Hospitalised Geriatric Patients Admitted to Surgical and Medical Wards of Hospital Universiti Kebangsaan Malaysia. Mal J Nutr 8(1). 2002: 55-62. (online). http://nutriweb.org.my/publications/mjn008_1/mjn8n1_art4.pdf yang diakses pada tanggal 2 April 2011. Siswiyardi. 2005. Beberapa Faktor Pelayanan Gizi Rumah Sakit Yang Berhubungan Dengan Tingkat Konsumsi Energi Dan Protein Pasien Dari Makanan Luar Rumah Sakit (Studi pada pasien rawat inap RSU Sragen ). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Suandi, I.K.G. 1999. Diet Pada Anak Sakit. Jakarta: EGC Suharyati, 2006. Hubungan Asupan makan dengan Status Gizi Pasien Dewasa Penyakit Dalam Rumah Sakt Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2006.Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Sukarti, 2010. Hubungan Variasi Menu Dan Rasa Makanan Dengan Sisa Makanan Pasien Rawat Inap Di Paviliun Wijaya Kusuma BPRSUD Kota Salatiga. Skrisi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang. Sumiyati. 2006. Gambaran Sisa Makanan Pasien Dan Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Sisa Makanan Pasien Di Ruang Anggrek Rsu Ra Kartini 156 Jepara. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang. The British Dietetic Asosiation. 2011. Delivering Nutritional Care Through Food And Beverage Services. Food Counts Specialist Group of The British Dietetic Association. Tanaka, Meis Larissa. 1998. Faktor Eksternal Yang Berhubungan dengan Daya Terima Makan Pasien Rawat Inap Dewasa di Rumah Sakit Umum Tangerang Tahun 2008. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Utari, Retno. 2009. Evaluasi Pelayanan Makanan Pasien Rawat Inap di Puskesmas Gondangrejo Karanganyar. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. William, P.G. 2009. Foodservice perspective in institutions. Faculty of Health and Behavioral Sciences. University of Wollongong. (online). http://ro.uow.edu.au/hbspapers/109 yang diakses pada tanggal 12 April 2011. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Zakiyah, Lili. et. al. 2005. Plate Waste among Hospital Inpatient. Malaysian Journal of Public Health Medicine. Vol.2. no.5. Zulfah, Oktarina. 2002. Mempelajari Konsumsi dan Persepsi Pasien Rawat Inap Terhadap Diit Rendah Garam dan Diit non Rendah Garam di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. 157 KUISIONER WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2011 (Salam), Saya Lisa Ellizabet Aula dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, ingin meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di rumah sakit haji Jakarta tahun 2011. Saya akan bertanya mengenai beberapa hal tentang hal tersebut. Wawancara ini akan berlangsung tidak lebih dari 20 menit. Anda boleh menolak atau berhenti menjawab kapan saja bapak mau. Jawaban anda akan kami rahasiakan sehingga tidak seorangpun akan mengetahuinya. Kemudian akan dibawa dan diolah dalam penelitian ini dan hasilnya akan kami generalisir untuk kemudian mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan solusi yang akan diberikan terhadap permasalahan tersebut. 158 KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2011 IDENTITAS RESPONDEN 1. Nomor Responden : _________________________________________ 2. Nama Ruangan Rawat : ___________________________________________ 3. Nomor Kamar : ___________________________________________ 4. Nama Pasien : ___________________________________________ 5. Lama Perawatan : ___________________________________________ 6. Jenis Kelamin : L / P (lingkari yang dipilih) 7. Umur : _______________ Tahun 8. Diagnosa Penyakit :__________________________________________ *) 9. Jenis Diet : _________________________________________ *) Cat: *) (diisi oleh peneliti) 159 A. Susunan Makanan i. Bagaimansusunan makanan anda sehari-hari? a. Nasi + Lauk hewani + lauk nabati + sayur + buah + susu b. Nasi + Lauk hewani + lauk nabati + sayur + buah c. Nasi + Lauk hewani + lauk nabati + sayur d. Nasi + lauk hewani + lauk hewani e. Nasi + sayur f. Lainnya……………………………………… B. Jumlah makanan 1. Berapa banyak nasi yang anda makan sehari-hari? a. 1 piring b. 2 piring c. 3 piring d. 4 piring e. 5 piring f. Lainnya………………………… ii. Berapa banyak lauk hewani yang anda makan sehari-hari? a. 1 potong b. 2 potong c. 3 potong d. 4 potong e. 5 potong f. Lainnya…………………….. iii. Berapa banyak lauk nabati yang anda makan sehari-hari? a. 1 potong b. 2 potong c. 3 potong d. 4 potong e. 5 potong f. Lainnya…………………….. iv. Berapa banyak sayur yang anda makan sehari-hari? a. 1 mangkong b. 1 ½ mangkok c. 2 mangkok d. 2 ½ mangkok e. 3 mangkok f. Lainnya…………………. v. Berapa banyak buah yang anda makan sehari-hari? a. 1 potong 160 Diisi oleh peneliti A1 [ ] Diisi oleh peneliti B1 [ ] B2 [ ] B3 [ ] B4 [ ] b. c. d. e. f. C. 2 potong 3 potong 4 potong 5 potong Lainnya…………………….. Frekuensi makan B5 [ ] 1. Dalam sehari, biasanya anda makan berapa kali? a. 1x b. 2x c. 3x d. >3x D. Gangguan Pencernaan 1. Apakah pasien mengalami gangguan pencernaan? Tidak b. Ya E. Status Kehamilan 1. Apakah saat ini anda sedang dalam masa kehamilan? Tidak b. Ya 2. Jika ya, berapa usia kehamilan anda saat ini?_______ (minggu/bulan) F. Keadaan Psikis Bagaimana keadaan diri anda selama satu minggu ini? 1. Apakah anda pernah merasa bahwa anda tidak pernah lagi menikmati sesuatu yang biasanya anda nikmati? a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering d. Selalu 2. Apakah anda pernah merasa sudah tidak dapat tertawa dan melihat sisi yang menyenangkan dari setiap hal? a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering d. Selalu 3. Apakah anda akhir-akhir ini pernah merasa tidak gembira? a. Tidak Pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Selalu 4. Apakah anda pernah merasa seolah-olah anda tidak bersemangat? 161 Diisi oleh peneliti C1[ ] Diisi oleh peneliti D1[ ] Diisi oleh peneliti E1[ ] Diisi oleh peneliti F1 [ ] F2 [ ] F3 [ ] F4 [ ] a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering d. selalu 5. Apakah anda pernah merasa kehilangan minat terhadap penampilan anda? a. Tidak Pernah b. Kadang-kadang c. Sering d. Selalu 6. Apakah anda pernah merasa bahwa anda tidak pernah lagi menantikan hal-hal yang menarik dan menyenangkan akan terjadi? a. Tidak Pernah b. Kadang-kadang c. Sering d. Selalu 7. Apakah anda pernah merasa bahwa anda tidak dapat lagi menikmati membaca buku, mendengarkan radio atau menonton televisi? a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering d. Selalu G. Makanan dari Luar Rumah Sakit 1. Berapa kali anda makan makan makanan selain dari yang disajikan rumah sakit pada selama sehari? a. 1x b. 2x c. 3x d.Tidak pernah 2. Jenis makanan dari luar rumah sakit apa saja yang anda makan? a. d. b. e. c. f. 3. Apa alasan anda makan makanan dari luar rumah sakit? a. Tidak terbiasa dengan makanan rumah sakit b. Penampilan makanan rumah sakit tidak menarik c. Rasa makanan rumah sakit tidak enak d. Lain-lain……………………………… 162 F5 [ ] F6 [ ] F7 [ ] Diisi oleh peneliti G1 [ ] Berikanlah penilaian terhadap makanan yang disajikan oleh rumah sakit. Anda dapat memberi tanda lingkaran pada poin penilaian sesuai dengan penilaian anda. Contoh: Anda memberi nilai 7 terhadap warna makanan, maka anda melingkari angka 7 warna makanan Tidak sedap 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sedap H. Penampilan Makanan No Bagaimana pendapat anda terhadap penampilan makanan dari segi: 1 Warna makanan Tidak menarik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 menarik Diisi peneliti H1 [ ] 2 Bentuk makanan Tidak menarik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 menarik H3 [ ] 3 Porsi makanan makin kecil 2 3 4 5 6 7 8 9 10 makin besar H4 [ ] 4 Penyajian makanan Tidak menarik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 H5 [ ] 1 10 menarik I. Rasa Makanan No Bagaimana pendapat anda terhadap rasa makanan dari segi: 1 Aroma makanan 2 Tidak enak Diisi peneliti I1 [ ] 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 enak Bumbu makanan Tidak terasa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 terasa I2 [ ] 3 Konsistensi makanan Tidak sesuai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sesuai I3 [ ] 4 Keempukan makanan Tidak sesuai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sesuai I4 [ ] 6 Temperature/ suhu Tidak sesuai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sesuai I5 [ ] 163 STANDAR PORSI MAKANAN Hari / Tanggal : Menu ke : Waktu Makan : Pagi/ Siang/ Sore No. Nama Bahan Makanan 164 Berat Per Porsi (gr) PORSI MAKANAN RESPONDEN Hari / Tanggal : Menu ke : Waktu Makan : Pagi/ Siang/ Sore No. kamar Makanan yang diberikan Nama Pasien Jenis Diet Nasi 165 Lauk Lauk Hewani Nabati Sayur Buah Lembar Pengukuran Sisa Makanan Hari / Tanggal : Menu ke : Waktu Makan : Pagi/ Siang/ Sore No. kamar Makanan yang diberikan Nama Pasien Jenis Diet Nasi 166 Lauk Lauk Hewani Nabati Sayur Buah Lembar Penilaian Sisa Makanan 1. Nama Pasien : 2. No. Ruangan : 3. Diagnosa Penyakit : 4. Jenis Diit : Makan pagi Jenis Makanan Standar Porsi (gr) Sisa Makanan (gr) Makan Siang Jenis Makanan Standar Porsi (gr) Sisa Makanan (gr) Makan Sore Jenis Makanan Standar Porsi (gr) Sisa Makanan (gr) TOTAL 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒔𝒊𝒔𝒂 𝒎𝒂𝒌𝒂𝒏𝒂𝒏 % Sisa Makanan = 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒔𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 𝒑𝒐𝒓𝒔𝒊 𝒙 𝟏𝟎𝟎% = Hasil : > 25% = ada sisa makanan ≤25%= tidak ada sisa makanan 167 SISA MAKANAN BERDASARKAN JENIS MAKANAN 1. Sisa Makanan dari Makanan Pokok Sisa Makanan dari Makanan Pokok 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 11,50 Makanan Pokok 2,31 Bubur Ayam 0,59 0,24 0,33 Bubur Nasi Sumsum Goreng bubur nasi 2. Sisa Makanan dari Lauk Hewani Sisa Makanan dari Lauk Hewani 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 3,99 2,27 2,22 1,66 0,67 0,00 1,00 Lauk Hewani 0,11 0,00 0,00 0,55 0,44 0,00 168 0,22 0,00 3. Sisa Makanan dari Lauk Nabati Sisa Makanan dari Lauk Nabati 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 8,89 9,72 1,32 2,22 1,39 2,01 1,39 0,97 0,00 0,00 Lauk Nabati 4. Sisa Makanan dari Sayuran Sisa Makanan dari Sayuran 16,00 14,00 12,00 14,62 10,00 11,93 8,00 6,00 4,00 0,670,000,080,250,250,253,533,11 2,00 2,614,451,642,981,682,35 0,00 5. Sisa Makanan dari Buah Sisa Makanan dari Buah 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 4,43 3,11 3,26 Pepaya Jeruk 169 Buah pisang Sayuran Reliability Warnings The space saver method is used. That is, the covariance matrix is not calculated or used in the analysis. Scale has zero variance items. Case Processing Summary N Cases Valid Excluded( a) Total 20 % 100,0 0 ,0 20 100,0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha ,890 N of Items 28 Item Statistics Mean 1,55 Std. Deviation 1,050 nasi ,50 ,513 20 lauk hewani ,60 ,503 20 lauk nabati ,50 ,513 20 sayur ,65 ,489 20 buah ,55 ,510 20 frekuensi makan ,50 ,513 20 susunan makanan gangguan pencernaan N 20 ,50 ,513 20 1,00 ,000 20 ,65 ,988 20 F2 ,95 ,686 20 F3 1,15 ,813 20 F4 ,80 ,768 20 F5 ,80 ,834 20 F6 ,65 ,671 20 F7 ,35 ,489 20 penampilan_warna ,55 ,510 20 penampilan_konsistensi ,60 ,503 20 penampilan_bentuk ,50 ,513 20 penampilan_porsi ,45 ,510 20 Penampilan_penyajian ,55 ,510 20 rasa_aroma ,50 ,513 20 rasa_bumbu ,50 ,513 20 status kehamilan F1 170 rasa_keempukan ,70 ,470 20 rasa_kerenyahan ,60 ,503 20 rasa_kematangan ,80 ,410 20 rasa_temperatur ,55 ,510 20 1,85 1,182 20 makanan dari luar rumah sakit Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted susunan makanan 18,30 67,589 ,559 ,885 nasi 19,35 73,713 ,496 ,886 lauk hewani 19,25 73,671 ,512 ,885 lauk nabati 19,35 74,029 ,459 ,886 sayur 19,20 74,379 ,441 ,887 buah 19,30 74,116 ,452 ,886 frekuensi makan 19,35 73,292 ,545 ,885 gangguan pencernaan 19,35 74,029 ,459 ,886 status kehamilan 18,85 78,345 ,000 ,891 F1 19,20 69,537 ,475 ,887 F2 18,90 72,305 ,477 ,886 F3 18,70 71,168 ,475 ,886 F4 19,05 71,208 ,505 ,885 F5 19,05 70,892 ,481 ,886 F6 19,20 72,800 ,445 ,886 F7 19,50 74,158 ,468 ,886 penampilan_warna 19,30 73,063 ,575 ,884 penampilan_konsistensi 19,25 73,355 ,550 ,885 penampilan_bentuk 19,35 74,029 ,459 ,886 penampilan_porsi 19,40 74,042 ,460 ,886 Penampilan_penyajian 19,30 74,116 ,452 ,886 rasa_aroma 19,35 74,134 ,447 ,886 rasa_bumbu 19,35 73,713 ,496 ,886 rasa_keempukan 19,15 73,818 ,533 ,885 rasa_kerenyahan 19,25 75,145 ,338 ,888 rasa_kematangan 19,05 76,471 ,238 ,890 rasa_temperatur 19,30 73,274 ,551 ,885 makanan dari luar rumah sakit 18,00 67,684 ,476 ,889 Scale Statistics Mean 19,85 Variance 78,345 Std. Deviation N of Items 8,851 28 171 Karakteristik Responden Frequencies Statistics umur_kelompok N Valid Mis sing Mean Median Std. Dev iation Minimum Max imum 58 0 ,6379 1,0000 ,48480 ,00 1,00 um ur_k elom pok Valid Frequenc y 21 37 58 >=45 <45 Total Percent 36,2 63,8 100,0 Valid Percent 36,2 63,8 100,0 Cumulativ e Percent 36,2 100,0 Frequencies Statistics jenis_kelamin N Valid Mis sing 58 0 ,59 1,00 1 ,497 0 1 Mean Median Mode Std. Dev iation Minimum Max imum jenis_ke lam in Valid laki-laki perempuan Total Frequenc y 24 34 58 Percent 41,4 58,6 100,0 Valid Percent 41,4 58,6 100,0 Explore 172 Cumulativ e Percent 41,4 100,0 Cas e Proces s ing Sum m ary Cases Mis sing N Percent 0 ,0% V alid N lama_raw at 58 Percent 100,0% Total N 58 Percent 100,0% Des criptives lama_raw at Mean 95% Conf idence Interval f or Mean Statistic 3,55 3,02 Low er Bound Upper Bound Std. Error ,267 4,09 5% Trimmed Mean Median Varianc e Std. Dev iation Minimum Max imum Range Interquartile Range Skew nes s Kurtosis 3,30 3,00 4,146 2,036 2 10 8 2 1,724 2,664 ,314 ,618 Tes ts of Nor mality a lama_raw at Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. ,279 58 ,000 Shapiro-Wilk Statistic df ,755 58 a. Lillief ors Signif icance Correc tion lama_rawat lama_rawat Stem-and-Leaf Plot Frequency Stem & 23,00 2 ,00 2 16,00 3 ,00 3 5,00 4 ,00 4 6,00 5 ,00 5 3,00 6 5,00 Extremes . . . . . . . . . Leaf 00000000000000000000000 0000000000000000 00000 000000 000 (>=7,0) 173 Sig. ,000 Stem width: Each leaf: 1 1 case(s) Frequencies Statistics lama raw at kelompok N Valid Mis sing Mean Median Mode Std. Dev iation Minimum Max imum 58 0 1,4138 1,0000 1,00 ,64982 1,00 3,00 lam a raw at ke lom pok Valid <=3 hari 4 - 6 hari 7 - 14 hari Total Frequenc y 39 14 5 58 Percent 67,2 24,1 8,6 100,0 Valid Percent 67,2 24,1 8,6 100,0 Frequencies Statistics jenis_diet N Mean Median Mode Std. Dev iation Minimum Max imum Valid Mis sing 58 0 ,36 ,00 0 ,485 0 1 174 Cumulativ e Percent 67,2 91,4 100,0 jenis_die t Valid diet khusus diet biasa Total Frequenc y 37 21 58 Percent 63,8 36,2 100,0 Valid Percent 63,8 36,2 100,0 Cumulativ e Percent 63,8 100,0 Frequencies Statistics Hasil_sisa_makanan N Valid 58 Missing 0 Mean 20,2726 Median 20,3000 Std. Deviation 11,82359 Minimum ,00 Maximum 57,94 Hasil_sisa_makanan Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent ,00 3 5,2 5,2 5,2 1,83 1 1,7 1,7 6,9 3,77 1 1,7 1,7 8,6 5,20 1 1,7 1,7 10,3 5,96 1 1,7 1,7 12,1 6,37 1 1,7 1,7 13,8 8,51 1 1,7 1,7 15,5 8,65 1 1,7 1,7 17,2 9,21 1 1,7 1,7 19,0 9,78 1 1,7 1,7 20,7 10,56 1 1,7 1,7 22,4 10,90 1 1,7 1,7 24,1 12,76 1 1,7 1,7 25,9 12,86 1 1,7 1,7 27,6 13,05 1 1,7 1,7 29,3 13,17 1 1,7 1,7 31,0 13,69 1 1,7 1,7 32,8 14,28 1 1,7 1,7 34,5 14,70 1 1,7 1,7 36,2 16,30 1 1,7 1,7 37,9 175 16,40 1 1,7 1,7 39,7 16,95 1 1,7 1,7 41,4 17,04 1 1,7 1,7 43,1 19,39 1 1,7 1,7 44,8 19,61 1 1,7 1,7 46,6 20,11 1 1,7 1,7 48,3 20,21 1 1,7 1,7 50,0 20,39 1 1,7 1,7 51,7 22,40 1 1,7 1,7 53,4 22,62 1 1,7 1,7 55,2 24,01 1 1,7 1,7 56,9 25,00 1 1,7 1,7 58,6 25,16 1 1,7 1,7 60,3 25,17 1 1,7 1,7 62,1 25,22 2 3,4 3,4 65,5 25,34 1 1,7 1,7 67,2 25,61 1 1,7 1,7 69,0 25,73 1 1,7 1,7 70,7 26,08 2 3,4 3,4 74,1 26,60 1 1,7 1,7 75,9 26,96 1 1,7 1,7 77,6 27,85 1 1,7 1,7 79,3 28,03 1 1,7 1,7 81,0 28,66 1 1,7 1,7 82,8 29,24 1 1,7 1,7 84,5 29,47 1 1,7 1,7 86,2 30,33 1 1,7 1,7 87,9 31,62 1 1,7 1,7 89,7 33,25 1 1,7 1,7 91,4 34,26 1 1,7 1,7 93,1 35,08 1 1,7 1,7 94,8 36,05 1 1,7 1,7 96,6 55,18 1 1,7 1,7 98,3 57,94 1 1,7 1,7 100,0 Total 58 100,0 100,0 Frequencies 176 Statistics N Sisa_Makanan _Pokok 58 Valid Missing Mean Median Std. Deviation Sisa_Lauk_He wani 58 Sisa_Lauk_Na bati 58 Sisa_Sayur 58 Sisa_Buah 58 0 0 0 0 0 14,7895 12,9567 23,4941 47,1022 11,0722 11,1400 6,4600 19,6150 40,4550 ,0000 14,35817 18,37590 24,45132 25,82442 22,16782 Minimum ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 Maximum 52,88 86,67 100,00 94,12 82,99 Frequencies Statistics sisa makanan N Valid 58 Missing 0 Mean ,60 Median 1,00 Std. Deviation ,493 Minimum 0 Maximum 1 sisa makanan Valid Percent 39,7 Valid Percent 39,7 Cumulative Percent 39,7 100,0 >25% Frequency 23 ≤ 25% 35 60,3 60,3 Total 58 100,0 100,0 Frequencies 177 Statistics Keadaan_psikis N Valid 58 Missing 0 Mean 1,66 Median 2,00 Std. Deviation ,579 Minimum 0 Maximum 2 Keadaan_psikis Frequency Valid abnormal Percent Valid Percent Cumulative Percent 3 5,2 5,2 borderline abnormal 5,2 14 24,1 24,1 29,3 normal 41 70,7 70,7 100,0 Total 58 100,0 100,0 Frequencies Statistics kebiasaan makan N Valid 58 Missing 0 Mean ,10 Median ,00 Std. Deviation ,307 Minimum 0 Maximum 1 kebiasaan makan Valid tidak sesuai sesuai Total Frequency 52 Percent 89,7 Valid Percent 89,7 Cumulative Percent 89,7 100,0 6 10,3 10,3 58 100,0 100,0 Frequencies 178 Statistics gangguan pencernaan N Valid 58 Missing 0 Mean ,59 Median 1,00 Std. Deviation ,497 Minimum 0 Maximum 1 gangguan pencernaan Frequency Valid ada 24 tidak ada 34 Total 58 Percent Valid Percent 41,4 Cumulative Percent 41,4 41,4 58,6 58,6 100,0 100,0 100,0 Frequencies Statistics status kehamilan N Valid 58 Missing 0 Mean 1,00 Median 1,00 Std. Deviation ,000 Minimum 1 Maximum 1 status kehamilan Valid tidak hamil Frequency 58 Percent 100,0 Valid Percent 100,0 Frequencies 179 Cumulative Percent 100,0 Statistics penampilan_warna N Valid 58 Missing 0 Mean ,66 Median 1,00 Std. Deviation ,479 Minimum 0 Maximum 1 penampilan_warna Frequency Valid tidak menarik 20 menarik 38 Total 58 Percent Valid Percent 34,5 Cumulative Percent 34,5 34,5 65,5 65,5 100,0 100,0 100,0 Frequencies Statistics penampilan_bentuk N Valid 58 Missing 0 Mean ,59 Median 1,00 Std. Deviation ,497 Minimum 0 Maximum 1 penampilan_bentuk Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent tidak menarik 24 41,4 41,4 41,4 menarik 34 58,6 58,6 100,0 Total 58 100,0 100,0 Frequencies 180 Statistics penampilan_porsi N Valid 58 Missing 0 Mean ,50 Median ,50 Std. Deviation ,504 Minimum 0 Maximum 1 penampilan_porsi Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent tidak sesuai 29 50,0 50,0 50,0 sesuai 29 50,0 50,0 100,0 Total 58 100,0 100,0 Frequencies Statistics Penampilan_penyajian N Valid 58 Missing 0 Mean ,72 Median 1,00 Std. Deviation ,451 Minimum 0 Maximum 1 Penampilan_penyajian Valid tidak menarik Frequency 16 Percent 27,6 Valid Percent 27,6 Cumulative Percent 27,6 100,0 menarik 42 72,4 72,4 Total 58 100,0 100,0 Frequencies 181 Statistics rasa_aroma N Valid 58 Missing 0 Mean ,48 Median ,00 Std. Deviation ,504 Minimum 0 Maximum 1 rasa_aroma Valid Frequency 30 tidak enak Percent 51,7 Valid Percent 51,7 Cumulative Percent 51,7 100,0 enak 28 48,3 48,3 Total 58 100,0 100,0 Frequencies Statistics rasa_bumbu N Valid 58 Missing 0 Mean ,41 Median ,00 Std. Deviation ,497 Minimum 0 Maximum 1 rasa_bumbu Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent tidak terasa 34 58,6 58,6 58,6 terasa 24 41,4 41,4 100,0 Total 58 100,0 100,0 182 Frequencies Statistics rasa_konsistensi N Valid 58 Missing 0 Mean ,53 Median 1,00 Std. Deviation ,503 Minimum 0 Maximum 1 rasa_konsistensi Frequency Valid tidak sesuai 27 sesuai 31 Total 58 Percent Valid Percent 46,6 Cumulative Percent 46,6 46,6 53,4 53,4 100,0 100,0 100,0 Frequencies Statistics rasa_keempukan N Valid 58 Missing 0 Mean ,71 Median 1,00 Std. Deviation ,459 Minimum 0 Maximum 1 rasa_keempukan Valid tidak sesuai Frequency 17 Percent 29,3 Valid Percent 29,3 Cumulative Percent 29,3 100,0 sesuai 41 70,7 70,7 Total 58 100,0 100,0 Frequencies 183 Statistics rasa_temperatur N Valid 58 Missing 0 Mean ,72 Median 1,00 Std. Deviation ,451 Minimum 0 Maximum 1 rasa_temperatur Valid Frequency 16 tidak sesuai Percent 27,6 Valid Percent 27,6 Cumulative Percent 27,6 100,0 sesuai 42 72,4 72,4 Total 58 100,0 100,0 Frequencies Statistics Makanan_Luar_RS N Valid 58 Missing 0 Mean ,57 Median 1,00 Std. Deviation ,500 Minimum 0 Maximum 1 Makanan_Luar_RS Frequency Valid sering 25 tidak sering 33 Total 58 Percent Valid Percent 43,1 Cumulative Percent 43,1 43,1 56,9 56,9 100,0 100,0 100,0 184 Analisis bivariat Oneway Des criptives Hasil_sisa_makanan N abnormal borderline abnormal normal Total 3 14 41 58 Mean 12,6733 22,5371 20,0554 20,2726 Std. Deviation 12,58104 13,80454 11,09905 11,82359 Std. Error 7,26367 3,68942 1,73338 1,55251 95% Conf idence Interval f or Mean Low er Bound Upper Bound -18,5797 43,9264 14,5666 30,5076 16,5521 23,5587 17,1637 23,3814 F ,880 Sig. ,421 ANOV A Hasil_sis a_makanan Betw een Groups Within Groups Total Sum of Squares 246,976 7721,470 7968,446 df 2 55 57 Mean Square 123,488 140,390 185 Minimum ,00 ,00 ,00 ,00 Max imum 25,16 55,18 57,94 57,94 T-Test Group Statis tics Hasil_sis a_makanan kebiasaan makan tidak ses uai sesuai N Mean 20,5983 17,4500 52 6 Std. Deviation 12,27415 6,80780 Std. Error Mean 1,70212 2,77927 Inde pe nde nt Sam ples Te st Levene's Test f or Equality of Variances F Hasil_sis a_makanan Equal variances as sumed Equal variances not assumed 1,602 Sig. ,211 t-test f or Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Dif f erence Std. Error Dif f erence 95% Conf idence Interval of the Dif f erence Low er Upper ,614 56 ,542 3,14827 5,12592 -7,12018 13,41672 ,966 9,326 ,358 3,14827 3,25907 -4,18522 10,48176 186 T-Test Group Statis tics Hasil_sis a_makanan gangguan pencernaan ada tidak ada N Mean 24,1629 17,5265 24 34 Std. Deviation 11,60112 11,35293 Std. Error Mean 2,36807 1,94701 Inde pe nde nt Sam ples Te st Levene's Test f or Equality of Variances F Hasil_sis a_makanan Equal variances as sumed Equal variances not assumed ,135 Sig. ,715 t-test f or Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Dif f erence Std. Error Dif f erence 95% Conf idence Interval of the Dif f erence Low er Upper 2,173 56 ,034 6,63645 3,05410 ,51834 12,75455 2,165 49,000 ,035 6,63645 3,06571 ,47566 12,79723 187 T-Test Group Statis tics Hasil_sisa_makanan penampilan_w arna tidak menarik menarik N 20 38 Mean 24,4305 18,0842 Std. Deviation 13,99518 10,02600 Std. Error Mean 3,12942 1,62643 Inde pe nde nt Sam ples Te st Levene's Test f or Equality of Variances F Hasil_sis a_makanan Equal variances as sumed Equal variances not assumed ,451 Sig. ,505 t-test f or Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Dif f erence Std. Error Dif f erence 95% Conf idence Interval of the Dif f erence Low er Upper 1,993 56 ,051 6,34629 3,18434 -,03272 12,72530 1,799 29,544 ,082 6,34629 3,52683 -,86113 13,55371 188 T-Test Group Statis tics Hasil_sisa_makanan penampilan_bentuk tidak menarik menarik N 24 34 Mean 22,6871 18,5682 Std. Deviation 14,34523 9,52937 Std. Error Mean 2,92821 1,63427 Inde pe nde nt Sam ples Te st Levene's Test f or Equality of Variances F Hasil_sis a_makanan Equal variances as sumed Equal variances not assumed 1,529 Sig. ,221 t-test f or Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Dif f erence Std. Error Dif f erence 95% Conf idence Interval of the Dif f erence Low er Upper 1,315 56 ,194 4,11885 3,13226 -2,15583 10,39352 1,228 37,054 ,227 4,11885 3,35339 -2,67544 10,91313 189 T-Test Group Statis tics Hasil_sisa_makanan penampilan_porsi tidak sesuai sesuai N 29 29 Mean 19,8721 20,6731 Std. Deviation 12,07880 11,76255 Std. Error Mean 2,24298 2,18425 Inde pe nde nt Sam ples Te st Levene's Test f or Equality of Variances F Hasil_sis a_makanan Equal variances as sumed Equal variances not assumed ,004 Sig. ,948 t-test f or Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Dif f erence Std. Error Dif f erence 95% Conf idence Interval of the Dif f erence Low er Upper -,256 56 ,799 -,80103 3,13080 -7,07278 5,47071 -,256 55,961 ,799 -,80103 3,13080 -7,07287 5,47081 190 T-Test Group Statis tics Hasil_sisa_makanan Penampilan_penyajian tidak menarik menarik N Mean 19,4525 20,5850 16 42 Std. Deviation 13,18220 11,41995 Std. Error Mean 3,29555 1,76214 Inde pe nde nt Sam ples Te st Levene's Test f or Equality of Variances F Hasil_sis a_makanan Equal variances as sumed Equal variances not assumed ,115 Sig. ,736 t-test f or Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Dif f erence Std. Error Dif f erence 95% Conf idence Interval of the Dif f erence Low er Upper -,323 56 ,748 -1,13250 3,50120 -8,14624 5,88124 -,303 24,083 ,764 -1,13250 3,73708 -8,84405 6,57905 191 T-Test Group Statis tics Hasil_sisa_makanan ras a_aroma tidak enak enak N Mean 25,0417 15,1629 30 28 Std. Error Mean 1,91235 2,11239 Std. Deviation 10,47437 11,17769 Inde pe nde nt Sam ples Te st Levene's Test f or Equality of Variances F Hasil_sis a_makanan Equal variances as sumed Equal variances not assumed ,185 Sig. ,668 t-test f or Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Dif f erence Std. Error Dif f erence 95% Conf idence Interval of the Dif f erence Low er Upper 3,475 56 ,001 9,87881 2,84295 4,18370 15,57392 3,467 54,998 ,001 9,87881 2,84943 4,16842 15,58920 192 T-Test Group Statis tics Hasil_sisa_makanan ras a_bumbu tidak terasa teras a N Mean 22,3353 17,3504 34 24 Std. Deviation 9,92440 13,78177 Std. Error Mean 1,70202 2,81319 Inde pe nde nt Sam ples Te st Levene's Test f or Equality of Variances F Hasil_sis a_makanan Equal variances as sumed Equal variances not assumed 2,953 Sig. ,091 t-test f or Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Dif f erence Std. Error Dif f erence 95% Conf idence Interval of the Dif f erence Low er Upper 1,603 56 ,115 4,98488 3,10971 -1,24461 11,21437 1,516 39,254 ,138 4,98488 3,28800 -1,66435 11,63410 193 T-Test Group Statis tics Hasil_sisa_makanan ras a_kons is tensi tidak sesuai sesuai N 27 31 Mean 20,7244 19,8790 Std. Deviation 11,94089 11,90368 Std. Error Mean 2,29802 2,13796 Inde pe nde nt Sam ples Te st Levene's Test f or Equality of Variances F Hasil_sis a_makanan Equal variances as sumed Equal variances not assumed ,085 Sig. ,771 t-test f or Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Dif f erence Std. Error Dif f erence 95% Conf idence Interval of the Dif f erence Low er Upper ,269 56 ,789 ,84541 3,13807 -5,44090 7,13172 ,269 54,864 ,789 ,84541 3,13876 -5,44515 7,13597 194 T-Test Group Statis tics Hasil_sis a_makanan ras a_keempukan tidak ses uai sesuai N 17 41 Mean 20,3247 20,2510 Std. Deviation 14,37051 10,79837 Std. Error Mean 3,48536 1,68642 Inde pe nde nt Sam ples Te st Levene's Test f or Equality of Variances F Hasil_sis a_makanan Equal variances as sumed Equal variances not assumed 1,403 Sig. ,241 t-test f or Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Dif f erence Std. Error Dif f erence 95% Conf idence Interval of the Dif f erence Low er Upper ,021 56 ,983 ,07373 3,44103 -6,81948 6,96694 ,019 23,846 ,985 ,07373 3,87192 -7,92025 8,06771 195 T-Test Group Statis tics Hasil_sis a_makanan ras a_temperatur tidak ses uai sesuai N Mean 21,9494 19,6338 16 42 Std. Deviation 13,65822 11,16191 Std. Error Mean 3,41455 1,72232 Inde pe nde nt Sam ples Te st Levene's Test f or Equality of Variances F Hasil_sis a_makanan Equal variances as sumed Equal variances not assumed ,214 Sig. ,646 t-test f or Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Dif f erence Std. Error Dif f erence 95% Conf idence Interval of the Dif f erence Low er Upper ,663 56 ,510 2,31557 3,49078 -4,67731 9,30844 ,605 23,058 ,551 2,31557 3,82434 -5,59459 10,22572 196 T-Test Group Statis tics Hasil_sisa_makanan Makanan_Luar_RS sering tidak sering N 25 33 Mean 23,8512 17,5615 Std. Deviation 10,54685 12,16561 Std. Error Mean 2,10937 2,11776 Inde pe nde nt Sam ples Te st Levene's Test f or Equality of Variances F Hasil_sis a_makanan Equal variances as sumed Equal variances not assumed ,612 Sig. ,437 t-test f or Equality of Means t df Sig. (2-tailed) Mean Dif f erence Std. Error Dif f erence 95% Conf idence Interval of the Dif f erence Low er Upper 2,063 56 ,044 6,28968 3,04914 ,18153 12,39784 2,104 54,919 ,040 6,28968 2,98904 ,29932 12,28005 197 Output Tambahan Frequencies Statistics jenis_penyakit N Valid Mis sing Mean Median Mode Minimum Max imum 58 0 ,67 1,00 1 0 1 jenis_pe nyak it Valid kronis non-kronis Total Frequenc y 19 39 58 Percent 32,8 67,2 100,0 Valid Percent 32,8 67,2 100,0 cxcviii Cumulativ e Percent 32,8 100,0 Crosstabs Cas e Proces s ing Sum m ary Cases Mis sing N Percent Valid N jenis_penyakit * Keadaan_psikis Percent 58 100,0% 0 Total N ,0% Percent 58 100,0% jenis_pe nyak it * Ke adaan_ps ik is Cross tabulation jenis_ penyakit kronis abnormal 2 10,5% 1 2,6% 3 5,2% Count % w ithin jenis_penyakit Count % w ithin jenis_penyakit Count % w ithin jenis_penyakit non-kronis Total Keadaan_psikis borderline abnormal 2 10,5% 12 30,8% 14 24,1% Chi-Square Te s ts Value 4,007a 4,212 Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by -Linear Ass ociation N of Valid Cases ,071 2 2 Asy mp. Sig. (2-s ided) ,135 ,122 1 ,790 df 58 a. 3 cells (50,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum ex pec ted count is ,98. Ris k Estimate Value Odds Ratio f or jenis_penyakit (kronis / non-kronis) a a. Risk Estimate s tatistic s cannot be computed. They are only computed f or a 2*2 table w ithout empty cells. cxcix normal 15 78,9% 26 66,7% 41 70,7% Total 19 100,0% 39 100,0% 58 100,0% Crosstabs Cas e Proce ss ing Sum m ary N umur_kat * rasa_aroma Valid Percent 58 100,0% Cases Mis sing N Percent 0 ,0% um ur_k at * ras a_arom a Cros stabulation umur_kat >45 <45 Total ras a_aroma tidak enak enak 14 7 66,7% 33,3% 16 21 43,2% 56,8% 30 28 51,7% 48,3% Count % w ithin umur_kat Count % w ithin umur_kat Count % w ithin umur_kat Total 21 100,0% 37 100,0% 58 100,0% Chi-Square Te s ts Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Ass ociation N of Valid Cas es Value 2,944b 2,080 2,987 df 2,893 1 1 1 Asy mp. Sig. (2-s ided) ,086 ,149 ,084 1 Ex ac t Sig. (2-s ided) Ex ac t Sig. (1-s ided) ,107 ,074 ,089 58 a. Computed only f or a 2x 2 table b. 0 cells (,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is 10,14. Ris k Estim ate Value Odds Ratio f or umur_kat (>45 / <45) For c ohort ras a_ aroma = tidak enak For c ohort ras a_ aroma = enak N of Valid Cas es 95% Conf idence Interval Low er Upper 2,625 ,860 8,016 1,542 ,957 2,485 ,587 ,301 1,144 58 cc N Total Percent 58 100,0% Frequencies Statistics N Valid Mis sing susunan makanan 58 0 f rekuensi makan 58 0 jumlah_ makanan 58 0 Frequency Table s us unan m akanan Valid tidak lengkap kurang lengkap lengkap sangat lengkap Total Frequenc y 7 16 22 13 58 Percent 12,1 27,6 37,9 22,4 100,0 Valid Percent 12,1 27,6 37,9 22,4 100,0 Cumulativ e Percent 12,1 39,7 77,6 100,0 fre kuens i m ak an V alid tidak ses uai sesuai Total Frequenc y 22 36 58 Percent 37,9 62,1 100,0 V alid Percent 37,9 62,1 100,0 Cumulativ e Percent 37,9 100,0 jum lah_m akanan Valid tidak ses uai sesuai Total Frequenc y 49 9 58 Percent 84,5 15,5 100,0 cci Valid Percent 84,5 15,5 100,0 Cumulativ e Percent 84,5 100,0 Crosstabs Cas e Proces s ing Sum m ary Cases Mis sing N Percent V alid N gangguan pencernaan * ras a_bumbu Percent 58 100,0% 0 Total N ,0% Percent 58 gangguan pence rnaan * r as a_bum bu Cross tabulation gangguan pencernaan ada Count % w ithin gangguan penc ernaan Count % w ithin gangguan penc ernaan Count % w ithin gangguan penc ernaan tidak ada Total ras a_bumbu tidak teras a teras a 13 11 54,2% 45,8% 100,0% 21 13 34 61,8% 38,2% 100,0% 34 24 58 58,6% 41,4% 100,0% Chi-Square Te s ts Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Ass ociation N of Valid Cas es Value ,335 b ,095 ,334 ,329 df 1 1 1 1 Asy mp. Sig. (2-s ided) ,563 ,758 ,563 Ex ac t Sig. (2-s ided) Ex ac t Sig. (1-s ided) ,598 ,378 ,566 58 a. Computed only f or a 2x 2 table b. 0 cells (,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is 9,93. ccii Total 24 100,0% Ris k Estim ate 95% Conf idence Interval Low er Upper V alue Odds Ratio f or gangguan pencernaan (ada / tidak ada) For c ohort ras a_bumbu = tidak teras a For c ohort ras a_bumbu = teras a N of V alid Cas es ,732 ,254 2,111 ,877 ,557 1,380 1,199 ,652 2,205 58 Crosstabs Cas e Proces s ing Sum m ary Valid Percent N jenis_kelamin * penampilan_pors i Cases Mis sing N Percent 58 100,0% 0 N ,0% Total Percent 58 jenis_ke lam in * penam pilan_por si Cr os stabulation jenis_ kelamin laki-laki perempuan Total penampilan_pors i tidak sesuai sesuai 15 9 62,5% 37,5% 14 20 41,2% 58,8% 29 29 50,0% 50,0% Count % w ithin jenis_kelamin Count % w ithin jenis_kelamin Count % w ithin jenis_kelamin Total 24 100,0% 34 100,0% 58 100,0% Chi-Square Te s ts Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Ass ociation N of Valid Cas es Value 2,559b 1,777 2,580 2,515 df 1 1 1 Asy mp. Sig. (2-s ided) ,110 ,183 ,108 1 Ex ac t Sig. (2-s ided) Ex ac t Sig. (1-s ided) ,182 ,091 ,113 58 a. Computed only f or a 2x 2 table b. 0 cells (,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is 12,00. cciii 100,0% Ris k Estim ate 95% Conf idence Interval Low er Upper V alue Odds Ratio f or jenis _ kelamin (laki-laki / perempuan) For c ohort penampilan_ porsi = tidak sesuai For c ohort penampilan_ porsi = s esuai N of V alid Cas es 2,381 ,815 6,956 1,518 ,914 2,521 ,638 ,354 1,148 58 Frequencies Statistics N Valid Mis sing jenis_ makanan_ Luar 58 0 Alasan_ makanan_ luar 58 0 Frequency Table jenis_m ak anan_Luar V alid buah cemilan cemilan, buah tidak makan Total Frequenc y 20 21 7 10 58 Percent 34,5 36,2 12,1 17,2 100,0 V alid Percent 34,5 36,2 12,1 17,2 100,0 Cumulativ e Percent 34,5 70,7 82,8 100,0 Alas an_m ak anan_luar Valid ras a makanan tidak enak tidak terbiasa penampilan makanan tidak menarik ingin makan ses uatu Total Frequenc y 25 12 Percent 43,1 20,7 Valid Percent 43,1 20,7 Cumulativ e Percent 43,1 63,8 10 17,2 17,2 81,0 11 58 19,0 100,0 19,0 100,0 100,0 cciv