faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA
SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA
TAHUN 2011
SKRIPSI
Oleh:
LISA ELLIZABET AULA
NIM: 107101001715
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2011
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 September 2011
Lisa Ellizabet Aula
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, 27 September 2011
Lisa Ellizabet Aula, NIM : 107101001715
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA
MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA
TAHUN 2011
xxii + 157 Halaman, 31 tabel, 2 gambar, 5 lampiran
ABSTRAK
Sisa Makanan adalah volume atau persentase makanan yang tidak habis
termakan dan dibuang sebagai sampah dan dapat digunakan untuk mengukur efektivitas
menu. Jika sisa makanan masih dibiarkan, maka dalam jangka waktu yang lama akan
mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian dapat menimbulkan terjadinya
malnutrisi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan disain
cross-sectional study. Sampel penelitian ini sebanyak 58 pasien rawat inap yang diambil
dengan cara purposive sampling. Analisis hubungan antar variabel dependen dengan
variabel independen menggunakan uji t, uji anova, dan uji chi square.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan responden adalah
sebanyak 20,27%. Persentase responden yang tidak menghabiskan makanannya >25%
mencapai 39,7%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara gangguan
pencernaan, aroma makanan, dan makanan dari luar rumah sakit dengan terjadinya sisa
makanan. Sementara itu, keadaan psikis, kebiasaan makan, penampilan makanan yang
meliputi warna makanan, bentuk makanan, porsi makanan, dan penyajian makanan, dan
rasa makanan yang meliputi bumbu makanan, konsistensi makanan, keempukan
makanan, dan temperatur makanan tidak memiliki hubungan dengan terjadinya sisa
makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bagi Rumah sakit Haji Jakarta untuk
memperbaiki mutu makanan, terutama aroma makanan, dengan pemberian bumbu atau
cara memasak yang tepat akan menimbulkan aroma yang sedap, memberikan makanan
yang sesuai dengan kondisi responden, melakukan evaluasi sisa makanan dan status
kesehatan pasien secara rutin dan menyeluruh.
Kata Kunci
: Sisa Makanan, pasien, rumah sakit
Daftar Bacaan : 47 (1987-2011)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
Undergraduated Thesis, 27 September 2011
Lisa Ellizabet Aula, NIM : 107101001715
FACTORS ASSOCIATED WITH THE OCCURRENCE OF PLATE WASTE
AMONG PATIENTS HOSPITALIZED IN RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA IN
2011
xxii + 157 pages, 31 tables, 2 charts, 5 attachements
ABSTRACT
Plate waste is the volume or the percentage of ingested food that`s not discharged
and disposed as waste and can be used to measure the effectiveness of the menu. If plate
wastes are still left, a period of the time, it will affect the nutritional status of patients
and can lead to the occurrence of malnutrition. The purpose of this study is to determine
the factors associated with the occurrence of plate waste in Rumah Sakit Haji Jakarta.
This is a quantitative research by using cross-sectional study design. Sample in
this study is 58 patients hospitalized that was take with purposive sampling. Analysis of
the relationship between the variable use t tes, anova test, and chi square.
The results of this study show that the average of plate waste is 20,27%.
Percentage of responden who didn`t spend their food more than 25% is 39,7%.
Statistical test results that there is a relationship between gastrointestinal disorders, the
smeel of food, and the food from outside hospital with the occurance of plate waste.
Beside that, the psychological status, eating habits, appearance of food such as food
color, food shape, food size, and food presentation, and taste of food such as food
seasoning, food consistency, food terderness, and food temperature doesn`t have a
relationship with the occurance of plate waste in Rumah Sakit Haji Jakarta.
Based on research result, suggested for Rumah Sakit Haji Jakarta to improve the
quality of food, expecially smell of food by add herbs or cook with the right way to
make a good smell of food, provide food in accordance with the conditions of the
respondent, evaluate the occurance of plate waste and patient health status in reoutin and
comprehensive.
Keywords
Refference
: Plate Waste, Patient, Hospital
: 47 (1987- 2011)
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Sidang Skripsi dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA
MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2011
Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi untuk mengikuti sidang skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun oleh:
Lisa Ellizabet Aula
NIM: 107101001715
Jakarta, 27 September 2011
Mengetahui
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Febrianti, MSi
dr. Yuli Prapanca Satar, MARS
v
PANITIA SIDANG SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 27 September 2011
Ir. Febrianti, M.Si.
(Pembimbing 1)
dr. Yuli Prapanca Satar, MARS
(Pembimbing 2)
Wilda Welis, SP. M. Kes.
(Penguji)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Lisa Ellizabet Aula
Tempat/Tgl Lahir
: Lamongan, 21 Oktober 1988
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Jalan Ahmad Yani no.114 RT 01/ 09 Kelurahan Utan Kayu
Utara, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur 13120
No. Contact
: 085883276579
Email
: [email protected]
Riwayat Pendidikan:
1. TK RA
(1994-1995)
2. SD Negeri Utan Kayu Utara 05 Pagi Jakarta
(1995-2001)
3. SMP Negeri 7 Jakarta
(2001-2004)
4. SMA Negeri 22 Jakarta
(2004-2007)
5. S-1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
(2007-2011)
Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat (BEMJ KESMAS)
Tobacco Control (TC)
Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI)
Forum Lingkar Pena (FLP) Ciputat
vii
Lembar Persembahan
6
5
(2) Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. (3) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. (QS. Al Insyiraah; 5-6)
Ketika aku mulai dengan bismillah
Aku sadar aku pasti bisa
Meski akan ada tantangan
Meski aku akan merasa terbang dan dijatuhkan
Tapi aku menyadari inilah perjuangan
Inilah jalan yang harus kutempuh
Dan inilah yang bisa aku persembahkan
Karya ini kupersembahkan untuk
Kedua orang tuaku,
Adikku tercinta,
Sahabatku yang tersayang
Dan orang-orang yang sudah mendukungku dengan tulus
dan ikhlas
viii
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur senantiasa tercurahkan kehadirat Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, yang senantiasa menganugerahkan nikmat dan rahmat
serta karunianya sehingga penulis masih diberi kesempatan dan kemampuan dalam
menjalankan aktifitas dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Shalawat dan salam senantiasa kami curahkan kepada Rasul tercinta, Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa kebenaran yaitu Islam dan telah menjadi suri tauladan bagi
umatnya.
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan dukungan dan bantuan pihak-pihak terkait
sehingga penulis sangat berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
dalam proses penyusunan skripsi ini, diantaranya :
1. Kedua orang tua saya, ayahanda Muallimin dan Ibunda Munasikah, yang
senantiasa memberikan perhatian dan kasih sayang, menyumbangkan fikiran
secara moral, emosional dan finansial yang tak terhingga, mau mendengarkan
semua keluhan dan senantiasa memberikan doa untuk pantang menyerah dan
selalu sabar dalam menyelesaikan semua tugas yang diemban oleh penulis.
2. Adikku tercinta, M. Faizal Ashar yang mendukung penulis baik mental maupun
secara finasial sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengaan baik.
3. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix
4. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku Ketua program studi Kesehatan
Masyarakat dan Pembimbing II dalam pembuatan skripsi ini.
5. Ibu Ir. Febrianti, Msi selaku Pembimbing I, terimakasih atas segala bimbingan,
waktu dan fikiran yang ibu berikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah
memberikan Ilmu Pengetahuan kepada kami.
7. Ibu Cut Kemala Handayani, AMG selaku Kepada Instalasi Gizi di Rumah Sakit
Haji Jakarta yang telah membantu penulis di lapangan, beserta dengan staff dan
karyawan instalasi gizi.
8. GEER TOGETHER FOREVER (Melli Wulandari, Hafifatul Auliya Rahmy,
Karbella Kuantanades Hasti, dan Farida Hidayati) sahabat yang selalu bersama
dalam senang maupun susah, memberi semangat, masukan, arahan, motivasi,
harapan, dan doa untuk hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Terima untuk segala kebaikan yang telah kalian berikan.
9. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2007 tetap semangat dan sukses selalu
untuk kita semua.
10. Untuk Sahabat-sahabatku, Lisanti dan Munawaroh, terima kasih untuk setiap
doa, perhatian, dan kebaikan yang sudah kalian berikan.
11. Rekan-rekan mahasiswa dan segenap pihak yang telah berperan aktif membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan dalam
laporan ini.
x
Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahannya datangnya
dari penulis selaku manusia biasa. Dengan sepenuh hati, penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap, semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Ciputat, September 2011
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan......................................................................................................... ii
Abstrak ........................................................................................................................... iii
Lembar Persetujuan ........................................................................................................ v
Lembar Pengesahan ....................................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup .................................................................................................... vii
Lembar Persembahan ..................................................................................................... viii
Kata Pengantar ............................................................................................................... ix
Daftar Isi......................................................................................................................... xii
Daftar Tabel ................................................................................................................... xviii
Daftar Bagan .................................................................................................................. xxi
Daftar Lampiran ............................................................................................................. xxii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1.Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ............................................................................................ 7
1.3.Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 9
1.4.Tujuan .............................................................................................................. 10
1.4.1. Tujuan Umum ......................................................................................... 10
1.4.2. Tujuan Khusus ........................................................................................ 10
1.5.Manfaat ............................................................................................................ 12
1.5.1. Bagi Mahasiswa...................................................................................... 12
1.5.2. Bagi Rumah Sakit Haji Jakarta............................................................... 12
1.5.3. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .................................................... 13
1.6.Ruang Lingkup ............................................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 14
2.1.Masalah Gizi di Rumah Sakit .......................................................................... 14
2.2.Asupan Makanan Pasien .................................................................................. 16
2.3.Sisa Makanan ................................................................................................... 19
xii
2.3.1. Pengertian Sisa Makanan ....................................................................... 19
2.3.2. Evaluasi Sisa Makanan ........................................................................... 20
2.3.3. Metode Evaluasi Sisa Makanan.............................................................. 20
2.4.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan.............. 24
2.4.1. Faktor Internal ........................................................................................ 24
2.4.2. Faktor Eksternal...................................................................................... 41
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS ... 49
3.1.Kerangka Konsep ............................................................................................. 49
3.2.Definisi Operasional ........................................................................................ 52
3.3.Hipotesis .......................................................................................................... 57
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 58
4.1.Design Penelitian ............................................................................................. 58
4.2.Lokasi dan waktu Penelitian ............................................................................ 58
4.3.Populasi dan Sampel ........................................................................................ 58
4.3.1. Populasi .................................................................................................. 58
4.3.2. Sampel .................................................................................................... 58
4.4.Instrumen Penelitian ........................................................................................ 60
4.4.1. Validitas .................................................................................................. 62
4.4.2. Reliabilitas .............................................................................................. 64
4.5.Pengumpulan data ............................................................................................ 64
4.5.1. Data Primer ............................................................................................. 64
4.5.2. Data Sekunder ........................................................................................ 65
4.6.Pengolahan Data .............................................................................................. 66
4.6.1. Data Coding ............................................................................................ 66
4.6.2. Data Editing ............................................................................................ 73
4.6.3. Data Entry............................................................................................... 73
4.6.4. Data Cleaning ......................................................................................... 73
4.7.Analisis ............................................................................................................ 73
4.7.1. Analisis univariat .................................................................................... 73
xiii
4.7.2. Analisis bivariat ...................................................................................... 74
BAB V HASIL ............................................................................................................... 75
5.1.Gambaran Karakteristik Responden ................................................................ 75
5.2.Analisis Univariat ............................................................................................ 76
5.2.1. Gambaran Sisa Makanan ........................................................................ 76
5.2.2. Gambaran Keadaan Psikis ...................................................................... 79
5.2.3. Gambaran Kebiasaan Makan .................................................................. 80
5.2.4. Gambaran Gangguan Pencernaan........................................................... 81
5.2.5. Gambaran Status Kehamilan .................................................................. 81
5.2.6. Gambaran Penampilan Makanan ............................................................ 82
5.2.6.1. Gambaran Warna Makanan ...................................................... 82
5.2.6.2. Gambaran Bentuk Makanan ..................................................... 83
5.2.6.3. Gambaran Porsi Makanan ........................................................ 84
5.2.6.4. Gambaran Penyajian Makanan ................................................. 84
5.2.7. Gambaran Rasa Makanan ....................................................................... 85
5.2.7.1. Gambaran Aroma Makanan ..................................................... 85
5.2.7.2. Gambaran Bumbu Makanan..................................................... 86
5.2.7.3. Gambaran Konsistensi Makanan .............................................. 86
5.2.7.4. Gambaran Keempukan Makanan ............................................. 87
5.2.7.5. Gambaran Temperatur Makanan .............................................. 88
5.2.7.6. Gambaran Makanan dari Luar Rumah Sakit ............................ 88
5.3.Analisis Bivariat............................................................................................... 89
5.3.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 90
5.3.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 91
5.3.3. Hubungan Gangguan
Pencernaan dengan
Terjadinya
Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2011.... ......................................................................................... 92
xiv
5.3.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011.... .................................................................................................... 93
5.3.4.1. Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 93
5.3.4.2. Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 94
5.3.4.3. Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 94
5.3.4.4. Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 95
5.3.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 96
5.3.5.1. Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 96
5.3.5.2. Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 97
5.3.5.3. Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 97
5.3.5.4. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 97
xv
5.3.5.5. Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 99
5.3.5.6. Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan
Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................................... 100
BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................................. 101
6.1.Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 101
6.2.Sisa Makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011.................................................................................................................. .102
6.3.Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ......................... 106
6.3.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 107
6.3.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 109
6.3.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011..... .. 112
6.3.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011....... 115
6.3.4.1. Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 .......................................................................................... 115
6.3.4.2. Hubungan
Bentuk
Makanan
dengan
Terjadinya
Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 117
6.3.4.3. Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 .......................................................................................... 119
xvi
6.3.4.4. Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 122
6.3.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................ 125
6.3.5.1. Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 .......................................................................................... 126
6.3.5.2. Hubungan
Bumbu
Makanan
dengan
Terjadinya
Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 130
6.3.5.3. Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 133
6.3.5.4. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 134
6.3.5.5. Hubungan temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 .................................................................. 136
6.3.6. Hubungan Makanan dari Luar RS dengan Terjadinya Sisa Makanan
pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011..... .. 138
BAB VII PENUTUP ...................................................................................................... 144
7.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 144
7.2. Saran ................................................................................................................ 148
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 152
Lampiran
xvii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Halaman
Tabel 3.1. Definisi Operasional ..................................................................................... 52
Tabel 4.1.Hasil Uji Validitas.......................................................................................... 63
Tabel 5.1.Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 75
Tabel 5.2.Distribusi Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 ..................................................................................... 77
Tabel 5.3.Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 77
Tabel 5.4.Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 79
Tabel 5.5.Distribusi Frekuensi Keadaan Psikis Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 79
Tabel 5.6.Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 80
Tabel 5.7.Distribusi Frekuensi Gangguan Pencernaan Pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 81
Tabel 5.8.Distribusi Frekuensi Status Kehamilan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 82
Tabel 5.9.Distribusi Frekuensi Warna Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 82
Tabel 5.10.Distribusi Frekuensi Bentuk Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 83
Tabel 5.11.Distribusi Frekuensi Porsi Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 84
Tabel 5.12.Distribusi Frekuensi Penyajian Makanan Pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 84
xviii
Tabel 5.13.Distribusi Frekuensi Aroma Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 85
Tabel 5.14.Distribusi Frekuensi Bumbu Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2011 ............................................................................. 86
Tabel 5.15.Distribusi Frekuensi Konsistensi Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 .................................................................... 87
Tabel 5.16.Distribusi Frekuensi Keempukan Makanan Pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 87
Tabel 5.17.Distribusi Frekuensi Temperatur Makanan Pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................................ 88
Tabel 5.18.Distribusi Frekuensi Makanan dari Luar Rumah Sakit Pada Pasien Rawat
Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ........................................... 89
Tabel 5.19.Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................................ 90
Tabel 5.20.Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 91
Tabel 5.21.Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 92
Tabel 5.22.Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................................ 93
Tabel 5.23.Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 94
Tabel 5.24.Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ................................ 95
Tabel 5.25.Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 95
Tabel 5.26.Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 96
xix
Tabel 5.27.Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 97
Tabel 5.28.Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 98
Tabel 5.29. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 99
Tabel 5.30.Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ..................... 99
Tabel 5.31.Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan Terjadinya Sisa
Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 ............................................................................................................. 100
xx
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Halaman
Bagan 2.1. Kerangka Teori ............................................................................................ 48
Bagan 3.1. Kerangka Konsep ......................................................................................... 51
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Skripsi
Lampiran 2. Surat Balasan Permohonan ijin Skripsi
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
Lampiran 4. Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan
Lampiran 5. Output Penelitian
xxii
BAB I
PENDAHULUAN
1.6.Latar Belakang
Salah satu pelayanan kesehatan dalam rantai sistem rujukan adalah rumah
sakit yang didirikan dan diselenggarakan dengan tujuan utama memberikan
pelayanan kesehatan dalam bentuk asuhan keperawatan, tindakan medis, asuhan
nutrisi dan diagnostik serta upaya rehabilitasi untuk memenuhi kebutuhan pasien
(Moehyi, 1999). Pelayanan paripurna pada pasien yang dirawat di rumah sakit pada
dasarnya harus meliputi tiga hal, asuhan medis, asuhan keperawatan dan asuhan
nutrisi. Ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain dan merupakan bagian
dari pelayanan medis yang tidak dapat dipisahkan. Namun asuhan nutrisi seringkali
diabaikan, padahal dengan asuhan nutrisi yang baik dapat mencegah seorang pasien
menderita malnutrisi rumah sakit (hospital malnutrition) selama dalam perawatan
(Depkes, 2007).
Berdasarkan hasil berbagai penelitian yang dilakukan di negara maju
maupun berkembang, ditemukan angka prevalensi malnutrisi di rumah sakit cukup
tinggi. Di Belanda, prevalensi malnutrisi di rumah sakit mencapai 40%, Swedia
17%-47%, Denmark 28%, dan di negara lain seperti Amerika dan Inggris angkanya
antara 40%-50% (Lipoeto, 2006). Studi di Asia Tenggara seperti di Malaysia
mengungkapkan bahwa 71,4 % pasien mengalami hipoalbuminemia selama periode
rawat inap (Shahar, 2002). Di rumah sakit Vietnam periode 2002-2004, Pham et al
menemukan bahwa 56% pasien prabedah elektif mengalami malnutrisi (Sauer,
1
2009). Studi di Indonesia yang dilakukan di Jakarta, menghasilkan data bahwa dari
sekitar 20-60% pasien yang telah menyandang status malnutrisi dan 69%-nya
mengalami penurunan status gizi selama rawat inap di rumah sakit (Lipoeto, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terlihat bahwa masih ada masalah dengan
asuhan nutrisi di yang ada di rumah sakit.
Malnutrisi merupakan suatu keadaan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak
seimbang yang terkadang sulit untuk dikenali dalam clinical setting (Sauer, 2009).
Timbulnya malnutrisi disebabkan oleh asupan zat gizi makanan dan keadaan
penyakit. Menurut Barker (2011), malnutrisi di rumah sakit (hospital malnutrition)
merupakan gabungan dari berbagai faktor yang saling mempengaruhi secara
kompleks, antara penyakit yang mendasar, penyakit yang berhubungan dengan
perubahan metabolisme, dan berkurangnya persediaan nutrisi yang terjadi karena
berkurangnya jumlah bahan makanan yang dimakan, melemahnya proses
penyerapan, dan proses kehilangan yang semakin meningkat atau kombinasi
ketiganya.
Peranan gizi dalam proses penyembuhan penyakit menjadi sangat penting
pada masa sekarang ini, karena berdasarkan data-data yang ada sekitar 30% dari
pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami penurunan berat badan (Suandi,
1998). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunita Almatsier di beberapa
Rumah sakit di Jakarta Tahun 1991 menunjukkan 20%-60% pasien mengalami gizi
kurang saat dirawat di rumah sakit, dan hal ini disebabkan karena kurangnya asupan
makanan pasien.
2
Menurut Rosary (2002) dalam Ratna (2009), pasien membutuhkan asupan
zat gizi sesuai dengan kondisi atau kebutuhan tubuh pasien. Tubuh manusia
melakukan pemeliharaan kesehatan dengan mengganti jaringan yang rusak untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jika asupan gizi pasien tidak seimbang
atau kurang dari yang seharusnya, maka akan mempengaruhi status gizi pasien
hingga menyebabkan terjadinya malnutrisi.
Untuk mengetahui asupan zat gizi pada pasien dapat dilakukan dengan
melakukan evaluasi terhadap sisa makanan (Barker, 2011). Sisa Makanan adalah
volume atau persentase makanan yang tidak habis termakan dan dibuang sebagai
sampah dan dapat digunakan untuk mengukur efektivitas menu (Komalawati, 2005).
Sisa makanan terjadi karena pasien tidak menghabiskan makanan yang sudah
diberikan. Sisa makanan dikatakan tinggi atau banyak jika pasien meninggalkan sisa
makanan > 25%. Pasien yang tidak menghabiskan makanan dalam atau memiliki
sisa makanan > 25%, maka dalam waktu yang lama akan menyebabkan defisiensi
zat-zat gizi karena kekurangan zat gizi (Renaningtyas, 2004).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan yang ada di
rumah sakit berkisar antara 17% hingga 67% (Zakyah, 2005). Di Indonesia, sisa
makanan masih sering terjadi di berbagai rumah sakit. Hasil penelitian Djuriah
(1986) di RS. Hasan Sadikin Bandung, sebanyak 19,5% pasien di ruang rawat inap
meninggalkan sisa makanan melebihi 25%. Kemudian, hasil penelitian Iswidhani
(1996) dalam penelitiannya di Rumah Sakit Cibinong Jakarta menyatakan bahwa
sisa makanan di ruang rawat inap masih cukup tinggi (32%). Penelitian di Rumah
3
Sakit Dr. Kariadi Semarang (1996) menunjukkan bahwa sisa makanan di ruang
rawat inap rata- rata 33,5% dan jika dilihat menurut kelas perawatan sisa makanan
di kelas I masih cukup tinggi yaitu sebanyak 57% (Sukarti, 2010). Sementara itu,
berdasarkan hasil penelitian Sumiyati (2008), diketahui bahwa masih terjadi sisa
makanan pada pasien di Ruang Anggrek RSU RA. Kartini dalam jumlah banyak
(25%) meliputi semua jenis makanan kecuali untuk jenis sayur termasuk dalam
kategori sedikit. Sedangkan pada waktu makan siang dan sore terdapat sisa
makanan dalam jumlah banyak (25%) kecuali untuk buah.
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan. Sisa
makanan terjadi bukan hanya karena nafsu makan yang ada dalam diri seseorang,
tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain faktor
yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang berasal
dari dalam pasien atau faktor internal. Sementara itu, Faktor eksternal lain yang
berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan adalah sikap petugas ruangan, jadwal
makan atau waktu pembagian makan, suasana lingkungan tempat perawatan,
makanan dari luar RS, dan mutu makanan (Moehyi, 1992).
Berdasarkan hasil penelitian Rijadi (2002) dan Azizah (2005), menunjukkan
ada hubungan yang bermakna antara selera makan dengan sisa makanan. Beberapa
penelitian lain menyebutkan bahwa faktor internal seperti umur, jenis kelamin, dan
pendidikan tidak berhubungan dengan terjadinya sisa makanan. Hal ini terlihat
dalam penelitian Djamaluddin (2005) yang menyebutkan bahwa tidak ada
perbedaan sisa makanan menurut kelompok umur, walaupun dijumpai sisa lauk
4
nabati dan sayur yang banyak pada kelompok umur 17-25 tahun, namun perbedaan
tersebut secara statistik tidak bermakna. Hal yang sama juga terlihat dalam
penelitian Saepuloh (2003), bahwa faktor individu atau karakteristik pasien seperti
umur dan jenis kelamin tidak berhubungan secara bermakna dengan daya terima
pasien yang rendah yang dapat menyebabkan terjadinya sisa makanan.
Berdasarkan hasil penelitian hubungan faktor eksternal terhadap terjadinya
sisa makanan, terlihat ada hubungan mutu makanan yang terdiri dari penampilan
makanan dan rasa makanan dengan terjadinya sisa makanan. Hasil ini terlihat dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Raharjo (1997) di RSU Dr. Soeselo-Slawi dan
RSU Harapan Anda-Tegal yang menunjukkan bahwa berdasarkan uji chi kuadrat
ternyata ada hubungan antara mutu makanan, cara penyajian, suhu hidangan,
makanan dari luar Rumah Sakit dan kebiasaan makan di rumah terhadap sisa
makanan yang terjadi di kedua Rumah Sakit tersebut. Namun, berdasarkan koefisien
kontingensi ternyata ada hubungan yang paling erat dengan terjadinya sisa makanan
adalah variable mutu makanan dan suhu hidangan. Masalah mutu makanan juga
terlihat dalam penelitian Almatsir (1992) bahwa dari 10 rumah sakit di Jakarta, 43%
pasien mempunyai persepsi kurang baik terhadap mutu makanan yang disajikan.
Untuk faktor eksternal lainnya, berdasarkan hasil penelitian Azizah (2005),
diketahui bahwa adanya hubungan yang bermakna antara waktu penyajian makan
dengan sisa makanan. Selain itu, menurut hasil penelitian Priyanto (2009), meski
ada hubungan antara persepsi pasien mengenai makanan luar RS dan jadwal sisa
makanan dengan terjadinya sisa makanan. Priyanto (2009) juga menyebutkan
5
bahwa tidak ada hubungan antara tata cara penyajian dari petugas dan persepsi
pasien mengenai keadaan lingkungan tempat perawatan dengan terjadinya sisa
makanan.
Sisa makanan merupakan salah dari berbagai hal yang ada di rumah sakit
yang harus diperhatikan. Jika sisa makanan masih dibiarkan, maka dalam jangka
waktu yang lama akan mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian
menimbulkan terjadinya malnutrisi. Hal ini kemudian dapat berdampak pada pada
lamanya masa perawatan (length-of-stay) di rumah sakit serta meningkatnya
morbiditas dan mortalitas pasien yang berarti pula meningkatnya biaya yang harus
dikeluarkan (Depkes, 2007).
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Azizah (2005) di RSUD
Banjarnegara yang merupakan rumah sakit tipe C menunjukkan bahwa sisa
makanan pada pasien rawat inap mencapai 52%. Rumah Sakit Haji Jakarta adalah
rumah sakit tipe C yang memiliki kemungkinan untuk mengalani kejadian sisa
makanan yang tinggi. Hal ini juga diperkuat dengan data pengukuran sisa makanan
yang dilakukan oleh rumah sakit haji pada bulan Januari tahun 2011 yang
menyatakan bahwa sisa makanan di RS Haji Jakarta masih ditemukan yakni 18,1%
lauk hewani, 15,9% lauk nabati, dan 18,8% sayur (Instalasi Gizi, 2011).
Sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta juga lebih tinggi jika
dibandingkan dengan rumah sakit lainnya. Berdasarkan studi pendahuluan pada
pasien dengan diet biasa dan diet khusus, diketahui bahwa ada 67% pasien yang
memiliki sisa makanan >25 %. Sisa makanan di rumah sakit Haji Jakarta lebih
6
tinggi jika dibandingkan dengan rumah sakit lain RS Budiasih Serang. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutyana (2010) di RS Budiasih Serang,
ditemukan bahwa jumlah pasien yang memiliki sisa makanan ada sebanyak 51,2%.
Selain itu, sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta juga lebih besar jika
dibandingkan dengan RSUD Banjarnegara yang memiliki sisa makanan sebesar
52%. Berdasarkan kesamaan tipe rumah sakit antara Rumah Sakit Haji Jakarta
dengan RSUD Banjarnegara dan besarnya jumlah sisa makanan di Rumah Sakit
Haji Jakarta, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang sisa makanan di Rumah
Sakit Haji Jakarta.
Kemungkinan penyebab terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta adalah gangguan pencernaan. Hal ini karena hampir
sebagian besar pasien yang dirawat di Rumah Sakit Haji Jakarta mengalami
gangguan pencernaan. Berdasarkan data rekam medis, didapatkan data bahwa
hampir 74% dari 91 pasien dewasa yang dirawat memiliki keluhan gangguan
pencernaan. Gangguan pencernaan merupakan salah satu penyebab terjadinya
asupan makan yang rendah hingga menyebabkan sisa makanan yang tinggi. Namun,
ada faktor lain yang mempengaruh terjadinya sisa makanan. Oleh karena itu,
peneliti ingin meneliti faktor-faktor apa yang berhubungan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.
1.7.Rumusan Masalah
Pasien membutuhkan asupan zat gizi sesuai dengan kondisi atau kebutuhan
tubuh pasien. untuk dapat menjaga, menentukan kesehatan tubuh, dan melakukan
7
pemeliharaan
kesehatan
dengan
mengganti
jaringan
yang
rusak
untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun, jika pasien tidak menghabiskan
makanan dalam jangka waktu tertentu, maka akan mempengaruhi status gizi pasien
yang kemudian menimbulkan terjadinya malnutrisi. Hal ini juga berdampak pada
lamanya masa perawatan (length-of-stay) di rumah sakit serta meningkatnya
morbiditas dan mortalitas pasien yang berarti pula meningkatnya biaya yang harus
dikeluarkan.
Sisa makanan adalah volume atau persentase makanan yang tidak habis
termakan dan dibuang sebagai sampah dan dapat digunakan untuk mengukur
efektivitas menu (Komalawati, 2005). Di Indonesia, sisa makanan masih sering
terjadi di berbagai rumah sakit. Bahkan, sisa makanan di berbagai rumah sakit
tersebut sudah tinggi dengan melihat banyaknya pasien yang meninggalkan sisa
makanan> 25%.
Beberapa hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa sisa makanan masih
terjadi di berbagai rumah sakit di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ada banyak faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa. Berdasarkan
kesamaan tipe dengan RSUD Banjarnegara yang memiliki sisa makanan dan
besarnya masalah sisa makanan jika dibandingkan dengan beberapa rumah sakit
lain, yang diperkuat dengan hasil studi pendahuluan, maka peneliti tertarik untuk
meneliti tentang sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Oleh karena itu, penting
juga untuk mengetahui secara langsung faktor-faktor yang berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan di rumah sakit haji.
8
1.8.Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011?
2. Bagaimana gambaran karakteristik responden (usia, jenis kelamin, jenis diet, dan
lama rawat inap) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011?
3. Bagaimana gambaran keadaan psikis pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011?
4. Bagaimana gambaran kebiasaan makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2011?
5. Bagaimana gambaran gangguan pencernaan pada pasien rawat inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
6. Bagaimana gambaran status kehamilan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2011?
7. Bagaimana gambaran penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi,
dan penyajian pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
8. Bagaimana gambaran rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,
kerenyahan, dan temperatur) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2011?
9. Bagaimana gambaran makanan dari luar rumah sakit pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
9
10. Apakah ada hubungan keadaan psikis terhadap terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
11. Apakah ada hubungan kebiasaan makan terhadap terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
12. Apakah ada hubungan gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa makanan
pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
13. Apakah ada hubungan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi,
dan penyajian terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
14. Apakah ada hubungan rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,
keempukan, dan temperatur terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat
inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?
15. Apakah ada hubungan makanan dari luar rumah sakit terhadap terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011?
1.9.Tujuan
1.9.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan
pada pasien rawat inap di rumah sakit haji Jakarta tahun 2011.
1.9.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011.
10
2. Mengetahui gambaran karakteristik responden (usia, jenis kelamin, jenis diet,
dan lama rawat inap) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011.
3. Mengetahui gambaran keadaan psikis pada pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2011.
4. Mengetahui gambaran kebiasaan makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2011.
5. Mengetahui gambaran gangguan pencernaan pada pasien rawat inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
6. Mengetahui gambaran status kehamilan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2011.
7. Mengetahui gambaran penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi,
dan penyajian pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
8. Mengetahui gambaran rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,
keempukan, dan temperatur pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2011.
9. Mengetahui gambaran makanan dari luar rumah sakit pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
10. Mengetahui ada hubungan keadaan psikis terhadap terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
11. Mengetahui ada hubungan kebiasaan makan terhadap terjadinya sisa makanan
pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
11
12. Mengetahui ada hubungan gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
13. Mengetahui ada hubungan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk,
porsi, dan penyajian terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
14. Mengetahui ada hubungan rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu,
konsistensi, keempukan, dan temperatur terhadap terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
15. Mengetahui ada hubungan makanan dari luar rumah sakit terhadap terjadinya
sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.
1.10.
Manfaat
1.10.1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Instalasi Gizi Rumah Sakit
Haji Jakarta.
1.10.2. Bagi Rumah Sakit Haji Jakarta
Sebagai bahan masukan dan informasi untuk pihak rumah sakit dalam
memecahkan masalah yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan
terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta.
12
1.10.3. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dapat memberikan masukan dan referensi ilmu yang berguna dan
sebagai bahan pembelajaran dan memperkaya ilmu pengetahuan dari hasil
penelitian.
1.11.
Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Semester VIII dengan tujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 di Instalasi Gizi Rumah Sakit
Haji Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan
desain penelitian cross sectional.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.5.Masalah Gizi di Rumah Sakit
Gizi adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kesehatan
individu atau masyarakat, dan karenanya merupakan issue fundamental dalam
kesehatan. Gizi memiliki pengaruh langsung terhadap pertumbuhan, perkembangan,
reproduksi, dan kondisi fisik dan mental individu (Nasir, 2008). Gizi juga memiliki
peranan penting dalam proses penyembuhan penyakit. Untuk mencapai serta
memelihara kesehatan dan status gizi optimal, tubuh perlu mengkonsumsi makanan
sehari-hari yang mengandung gizi seimbang. Bila tubuh dapat mencerna,
mengabsorbsi, dan memetabolisme zat-zat gizi tersebut secara baik, maka akan
tercapai keadaan gizi seimbang. Tetapi dalam keadaan sakit, melalui modifikasi diet
diupayakan agar gizi seimbang tetap bisa dicapai (Almatsier, 2006).
Pengaturan makanan dan diit untuk penyembuhan penyakit merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan upaya perawatan untuk penyembuhan
penyakit yang diderita oleh orang sakit. Bagi seorang penderita, baik penderita
kronis maupun akut, diit yang diberikan kepadanya merupakan salah satu komponen
kegiatan dalam upaya penyembuhan penyakitnya. Fungsi makanan dalam upaya
penyembuhan penyakit dapat berupa (Moehyi, 1999):
a. Salah satu bentuk terapi, contohnya pada penderita obesitas, pengaturan
diit merupakan upaya primer bagi penyembuhan penyakit tersebut
14
b. Penunjang obat, contohnya pada penderita penyakit diabetes mellitus,
pemberian suntikan insulin harus dilakukan bersamaan dengan pemberian
makanan agar kadar gula dalam darah penderita tetap dalam batas-batas
normal
c. Tindakan medis, contohnya pada penderita penyakit saluran pencernaan
yang baru selesai di operasi, pemberian makanan cair bertujuan
menunjang tindakan operasi yang telah dilakukan
Pada pelayanan kesehatan paripurna di rumah sakit, terlibat tiga jenis asuhan
(care) yang pelaksanaannya dilakukan melalui berbagai kegiatan. Ketiga asuhan ini
adalah asuhan medik, asuhan keperawatan, dan asuhan gizi (Almatsier, 2006).
Ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain dan merupakan bagian dari
pelayanan medis yang tidak dapat dipisahkan. Pemberian zat gizi optimal sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan pasien merupakan salah satu kegiatan asuhan gizi
(Almatsier, 2006). Namun asuhan nutrisi seringkali diabaikan, padahal dengan
asuhan nutrisi yang baik dapat mencegah seorang pasien menderita malnutrisi rumah
sakit (hospital malnutrition) selama dalam perawatan (Depkes, 2007).
Malnutrisi merupakan suatu keadaan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak
seimbang yang terkadang sulit untuk dikenali dalam clinical setting (Sauer, 2009).
Timbulnya malnutrisi disebabkan oleh asupan zat gizi makanan dan keadaan
penyakit. Malnutrisi di rumah sakit pada pasien biasanya merupakan kombinasi dari
cachexia (yang berhubungan dengan penyakit) dan malnutrisi (konsumsi zat gizi
yang tidak adekuat). Hal ini sesuai dengan pendapat Barker (2011) bahwa malnutrisi
15
di rumah sakit (hospital malnutrition) merupakan gabungan dari berbagai faktor
yang saling mempengaruhi secara kompleks, antara penyakit yang mendasar,
penyakit yang berhubungan dengan perubahan metabolisme, dan berkurangnya
persediaan zat gizi dalam pasien tersebut.
Berkurangnya persediaan zat gizi dalam pasien merupakan salah satu
penyebab terjadinya hospital malnutrition. Berkurangnya persediaan zat gizi dapat
terjadi karena berkurangnya jumlah bahan makanan yang dimakan, melemahnya
proses penyerapan, dan proses kehilangan yang semakin meningkat atau kombinasi
ketiganya (Barker, 2011). Penelitian yang dilakukan Triyani (1999) menunjukkan
bahwa 69,9% pasien hemodialisa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
mengalami asupan makanan yang kurang dari kebutuhan. Menurut hasil penelitian
yang dilakukan oleh Sunita Almatsier di beberapa Rumah sakit di Jakarta Tahun
1991 menunjukkan 20%-60% pasien mengalami gizi kurang saat dirawat di rumah
sakit, dan hal ini disebabkan karena kurangnya asupan makanan pasien.
2.6.Asupan Makanan Pasien
Asupan makanan pada pasien harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi
dalam keadaan sakit. Kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit tergantung jenis dan
berat penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat seperti
umur, gender (jenis kelamin), aktivitas fisik, serta kondisi khusus, yaitu ibu hamil
dan menyusui (Almatsier, 2006). Pasien rawat inap membutuhkan asupan makan
yang adekuat agar kebutuhan dan kecukupan gizi terpenuhi dan terhindar dari
malnutrisi.
16
Karyadi dan Muhilal (1988) membedakan pengertian istilah kebutuhan gizi
dan kecukupan gizi. Kebutuhan gizi (nutrient requirements) adalah banyaknya zat
gizi minimal yang diperlukan oleh seseorang agar hidup sehat. Kecukupan gizi
(recommended dietary allowences) adalah jumlah masing-masing zat gizi yang
sebaiknya dipenuhi seseorang atau rata-rata kelomok agar hampir semua orang
(97,5% populasi) hidup sehat. Jika dalam tubuh terjadi ketidakcukupan gizi, maka
dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi.
Menurut Solon F.S dan Rodolfo (1977) dalam Supariasa (2001), patogenesis
penyakit gizi kurang (malnutrisi) melalui 5 tahapan, yaitu: pertama ketidakcukupan
zat gizi. Jika ketidakcukupan zat gizi ini berlangsung lama, maka persediaan/
cadangan jaringan akan digunakan untuk memenuhi ketidakcukupan itu. Kedua,
apabila ini berlangsung lama, maka akan terjadi kemerosotan jaringan, yang ditandai
dengan penurunan berat badan. Ketiga, terjadi perubahan biokimia yang dapat
dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium. Keempat, terjadi perubahan fungsi yang
ditandai dengan tanda yang khas. Kelima, terjadi perubahan anatomi yang dapat
dilihat dari munculnya tanda yang klasik.
Di rumah sakit, banyak pasien yang mengalami ketidakcukupan zat gizi
sebagai akibat dari rendahnya asupan zat gizi pasien. Hal ini sesuai dengan Berman
(2003) bahwa kekurangan nutrisi adalah insufisien asupan nutrient dalam memenuhi
kebutuhan energi harian karena asupan makanan yang tidak adekuat atau pencernaan
dan absorpsi makanan yang tidak benar. Asupan makanan yang tidak adekuat dapat
disebabkan
oleh
kemampuan
mendapatkan
17
dan
mempersiapkan
makanan,
pengetahuan yang tidak adekuat mengenai nutrisi essensial dan diet seimbang,
ketidaknyamanan selama atau setelah makan, disfagia (kesulitan menelan), anoreksia
(kehilangan selera makan), mual atau muntah dan lain-lain.
Pada pasien rawat inap, beberapa faktor yang secara langsung maupun tidak
langsung menyebabkan asupan makan yang kurang selama rawat inap antara lain
pasien terlalu lama dipuasakan, tidak diperhitungkan penambahan zat gizi, obatobatan yang diberikan, gejala gastrointestinal, serta penyakit yang menyertai
(Soegih, 2004). Selain itu, selera makan juga berperan dalam menyebabkan asupan
makan yang kurang. Ketika seseorang terserang penyakit, penurunan pada selera
makanan biasanya sering terjadi. Dengan menurunnya selera makan menyebabkan
berkurangnya asupan zat gizi sehingga kebutuhan zat gizi tidak dapat dipenuhi, dan
pada gilirannya akan mempengaruhi status gizi pasien (Santoso, 1995).
Pasien yang memiliki asupan makan yang rendah akan meninggalkan sisa
makanan dalam piringnya. Semakin rendah asupan makan, maka sisa makanan
semakin tinggi. Padahal, pasien seharusnya menghabiskan seluruh makanan yang
sudah disajikan. Jika pasien tidak menghabiskan makanannya, berarti asupan makan
pasien tidak adekuat. Hal ini karena makanan yang disediakan oleh instalasi gizi
sudah diperhitungkan jumlah dan mutu gizinya, dan harus dihabiskan pasien agar
penyembuhannya dapat berjalan sesuai dengan program yang ditetapkan.
(Renaningtyas, 2004).
Dengan demikian, salah satu cara untuk menilai asupan makan pasien dapat
dilakukan dengan penilaian sisa makanan. Sisa makanan digunakan untuk menilai
18
konsumsi makan aktual seseorang. Penilaian atau evaluasi sisa makanan secara
umum digunakan dalam pada fasilitas pemeliharaan kesehatan secara jangka panjang
dan merupakan salah satu teknik yang valid untuk menilai asupan makanan dan daya
terima menu (Huang, 2008).
2.7.Sisa Makanan
2.3.1. Pengertian Sisa Makanan
Menurut Hirch (1979) dalam Carr (2001), sisa makanan adalah jumlah
makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan disajikan. Menurut Asosiasi
Dietisien Indonesia (2005), sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak
dimakan oleh pasien dari yang disajikan oleh rumah sakit menurut jenis
makanannya. Menurut JADA (1979) dalam Muhir (1998), secara khusus, istilah sisa
makanan dibagi menjadi dua yaitu:
1. Waste, yaitu bahan makanan yang rusak karena tidak dapat diolah atau hilang
karena tercecer
2. Plate Waste, yaitu makanan yang terbuang karena setelah disajikan tidak
habis dikonsumsi.
Sisa makanan dikatakan tinggi atau banyak jika pasien meninggalkan sisa
makanan > 25%. Pasien yang tidak menghabiskan makanan dalam atau memiliki
sisa makanan > 25%, maka dalam waktu yang lama akan menyebabkan defisiensi
zat-zat gizi karena kekurangan zat gizi (Renaningtyas, 2004). Sisa makanan selain
dapat menyebabkan kebutuhan gizi pasien tidak terpenuhi juga akan menyebabkan
biaya yang terbuang pada sisa makanan (Djamaluddin, 2005). Sisa makanan
19
merupakan suatu dampak dari sistem pelayanan gizi di rumah sakit sehingga
masalah terdapatnya sisa makanan tidak dapat diabaikan karena bila masalah
tersebut diperhitungkan ke menjadi rupiah maka akan menjadi suatu pemborosan
anggaran makanan (Sumiyati, 2008).
2.3.2. Evaluasi Sisa Makanan
Evaluasi sisa makanan secara umum didefinisikan sebagai suatu proses
menilai jumlah kuantitas dari porsi makanan yang sudah disediakan oleh
penyelenggara makanan yang tidak dihabiskan. Ketika sisa makanan tidak dapat
dihindari, maka kelebihan sisa makanan merupakan tanda tidak efisiensinya
pelaksanaan kegiatan dan tidak responnya sistem distribusi (Buzby, 2002).
Evaluasi sisa makanan digunakan untuk menilai biaya, daya terima makanan,
asupan makan, dan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan penyelenggaraan makanan, seperti (Carr, 2001). Evaluasi sisa makanan
juga merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi mutu pelayanan gizi yang dapat
dilakukan dengan mencatat banyaknya makanan yang tersisa. Oleh karena itu, sisa
makanan adalah salah satu indikator keberhasilan pelayanan gizi di ruang rawat inap
(Djamaluddin, dkk, 2005).
2.3.3. Metode Evaluasi Sisa Makanan
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai sisa
makanan. Metode evaluasi sisa makanan yang digunakan harus disesuaikan dengan
tujuan dilakukannya menilai sisa makanan. Ada tiga jenis metode yang dapat
digunakan sisa makanan, yaitu:
20
a. Weight method/ weighed Plate waste
Weight method/ weighed Plate waste digunakan dengan tujuan untuk
mengetahui dengan akurat bagaimana intake zat gizi dari seseorang. Metode ini
yang digunakan untuk mengukur/ menimbang sisa makanan setiap jenis
hidangan atau untuk mengukur total sisa makanan pada individual atau
kelompok (Carr, 2001).
Prinsip dari metode penimbangan makanan adalah mengukur secara langsung
berat dari tiap jenis makanan yang dikonsumsi selanjutnya dihitung presentase
(%) sisa makanannya (Nuryati, 2008). Menurut Komalawati (2005) dalam
Priyanto (2009), data sisa makanan dapat diperoleh dengan cara menimbang
makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien, kemudian dirata-rata menurut jenis
makanan. Prosentase sisa makanan dihitung dengan cara membandingkan sisa
makanan dengan standar porsi makanan rumah sakit kali 100% atau dengan
rumus:
𝛴 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑖𝑠𝑎 (𝑔𝑟)
Sisa makanan (%) = 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡 (𝑔𝑟) x 100%
Kelebihan dari metode ini adalah dapat memberikan informasi lebih akurat/
teliti. Sedangkan kelemahannya adalah karena menggunakan cara penimbangan
maka memerlukan waktu, cukup mahal, karena perlu peralatan dan tenaga
pengumpul data harus terlatih dan terampil (Nuryati, 2008).
21
b. Recall
Recall atau Self Reported Consumption adalah metode yang digunakan
dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dalam 24 jam tentang makanan
yang dikonsumsi oleh seseorang (Carr, 2001). Pengukuran sisa makanan ini
dengan cara menanyakan kepada responden tentang banyaknya sisa makanan.
Pada metode ini responden yang menaksir sisa makan dengan menggunakan
skala taksiran visual (Nuryati, 2008).
c. Visual method
Visual method atau observasional method adalah metode yang digunakan
dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana intake makanan untuk menilai daya
terima makanan, maka dapat menggunakan metode visual method (Carr, 2001).
Pada metode ini, sisa makanan diukur dengan cara menaksir secara visual
banyaknya sisa makanan untuk setiap jenis hidangan. Hasil taksiran ini bisa
dalam bentuk berat makanan yang dinyatakan dalam gram atau dalam bentuk
skor bila menggunakan skala pengukuran (Nuryati, 2008).
Evaluasi sisa makanan menggunakan metode melihat makanan tersisa di
piring dan menilai jumlah yang tersisa. Pengamat yang sudah terlatih
menggunakan skala rating untuk menunjukkan konsumsi. Cornstock, et al.
(1981) menggambarkan metode menggunakan skala 5-point. Skala Enam dan
tujuh-titik juga telah dikembangkan, menunjukkan jika "hampir tidak ada" atau
"hampir semua" makanan tetap (Carr, 2001). Cara taksiran visual yaitu dengan
22
menggunakan skala pengukuran yang dikembangkan oleh Comstock dengan
dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut (Ratnaningrum, 2005):
1. Skala 0 : dikonsumsi seluruhnya oleh pasien (habis dimakan)
2. Skala 1 : tersisa ¼ porsi
3. Skala 2 : tersisa ½ porsi
4. Skala 3 : tersisa ¾ porsi
5. Skala 4 : hanya dikonsumsi sedikit (1/9 porsi)
6. Skala 5 : utuh atau tidak dikonsumsi
Penilaian dengan skor di atas berlaku untuk setiap porsi masing-masing jenis
makanan (contoh: makanan pokok, sayuran, lauk, dll). Setelah menetapkan skor,
kemudian skor tersebut dikonversikan ke bentuk persen dengan cut off.
1. Skor 0 (0% )  Semua makanan dihabiskan
2. Skor 1 (25%)  75% makanan dihabiskan
3. Skor 2 (50%)  50 % makanan dihabiskan
4. Skor 3 (75%)  25% makanan dihabiskan
5. Skor 4 (95%)  5 % makanan dihabiskan
6. Skor 5 (100%)  tidak ada yang dikonsumsi pasien
Menurut Comstock (1991) dalam Murwani, (2001), metode taksiran visual
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari metode taksiran visual
antara lain yaitu memerlukan waktu yang singkat, tidak memerlukan alat yang
banyak dan rumit, menghemat biaya, dapat mengetahui sisa makanan menurut
jenisnya. Sedangkan kekurangan dari metode taksiran visual antara lain yaitu
23
diperlukan penaksir (estimator) yang terlatih, teliti, terampil, memerlukan
kemampuan dalam menaksir (over estimate), atau kekurangan dalam menaksir
(under estimate).
Setelah itu hasilnya diasumsikan berdasarkan taksiran visual comstock
dengan kategori (Sumiyati, 2008):
a) Bersisa, jika sisa makanan banyak (>25%)
b) Tidak bersisa, jika sisa makanan sedikit (≤ 25%)
Keberhasila suatu penyelenggaraan makanan antara lain dikaitkan dengan
adanya sisa makanan, karena sisa makanan yang melebihi 25% menunjukkan
kegagalan suatu penyelenggaraan makanan di rumah sakit, sehingga kegiatan
pencatatan sisa makanan merupakan indikator yang sederhana yang dapat
dipakai untuk mengevaluas keberhasilan pelayanan gizi di rumah sakit
(Depkes, 1991).
2.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Menurut Moehyi (1992) sisa makanan terjadi karena makanan yang
disajikan tidak habis dimakan atau dikonsumsi. Faktor utamanya adalah nafsu
makan, tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain
faktor yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang
berasal dari dalam pasien atau faktor internal.
2.4.3. Faktor Internal
Faktor internal atau faktor individu adalah faktor yang berasal dalam diri
pasien. Seperti yang sudah sebelumnya dijelaskan bahwa faktor utama terjadinya
24
sisa makanan adalah nafsu makan (Moehyi, 1992). Selera makan adalah
keinginan seseorang untuk makan dan ketertarikan pada suatu makanan karena
suatu respon terhadap rangsangan. Menurut Zulfah (2002), selera makan adalah
suatu rangkaian isyarat yang mendorong inisiatif untuk makan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi selera makan antara lain (Utari, 2009):
1) Rasa sua dan enggan, beberapa orang memiliki rasa enggan terhadap
makanan baru atau kerinduan pada suatu makanan.
2) Pengaruh lingkungan orang yang lebih suka makan makanan hangat di
musim dingin atau sebaliknya.
3) Pengaruh sosial, budaya, agama, menentukan makanan yang dapat
diterima oleh seseorang.
4) Pengaruh metabolik, kebutuhan akan energi menimbulkan asupan yang
cukup dan syarat serta hormon ikut mengatur pengiriman ketika selera
untuk makan.
5) Pengaruh obat-obatan, beberapa obat dapat menekan atau merangsang
selera makan.
6) Selera bawaan, rasa haus akan menimbulkan keinginan untuk minum,
suka asin akan menimbulkan untuk makan makanan asin.
7) Pengaruh penyakit, beberapa penyakit akan menimbulkan pengaruh
selera makan atau sensifitas selera makan.
8) Bentuk makanan, rasa, aroma, dan tekstur makanan dapat menekan
atau merangsang selera makan.
25
Selera makan biasanya dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi seseorang.
Pada umumnya, nafsu makan akan menurun pada orang sakit atau dalam
keadaan susah. Begitu pula sebaliknya, nafsu makan akan baik atau bahkan
meningkat pada orang sehat atau dalam keadaan senang (Prakoso, 1982 dalam
Andhika, 2010).
Faktor internal juga berkaitan dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi yang
mempengaruhi asupan makan. Menurut Soegih (2004), beberapa faktor yang
secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan asupan makan yang
kurang selama rawat inap antara lain pasien terlalu lama dipuasakan, tidak
diperhitungkan penambahan zat gizi, obat-obatan yang diberikan, gejala
gastrointestinal, serta penyakit yang menyertai.
Menurut Almatsier (2006), kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit
tergantung jenis dan berat penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam keadaan sehat seperti umur, gender (jenis kelamin), aktivitas fisik, serta
kondisi khusus, yaitu ibu hamil dan menyusui. Seperti yang sebelumnya
dijelaskan, kebutuhan gizi akan mempengaruhi asupan makan. Jika asupan
makan yang diberikan tidak adekuat, dalam hal ini asupan makan yang rendah,
maka pasien akan meninggalkan sisa makanan.
Dengan demikian, selain faktor nafsu makan atau selera makan, faktor
internal lain yang berasal dari dalam diri pasien sendiri meliputi:
26
a. Keadaan Psikis
Faktor keadaan psikis adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan
kejiwaan. Biasanya, perawatan di rumah sakit menyebabkan orang sakit
harus menjalani kehidupan yang berbeda dengan apa yang dialami sehari –
hari di rumah. Apa yang dimakan, dimana orang tersebut makan, bagaimana
makanan disajikan, dengan siapa orang tersebut makan, sangat berbeda
dengan yang telah menjadi kebiasan hidupnya. Hal ini ditambah dengan
hadirnya orang-orang yang masih asing baginya yang mengelilinginya setiap
waktu, seperti dokter, perawat, atau petugas paramedis lainnya. Kesemuanya
itu dapat membuat orang sakit mengalami tekanan psikologis, yang dapat
pula membawa perubahan perangan pada orang sakit (Moehyi, 1999).
Pasien yang menjalani pengobatan di rumah sakit dapat menunjukkan
beragam masalah atau persoalan yang berkaitan dengan kondisi psikologis
mereka. Hal yang paling umum dialami oleh pasien adalah kecemasan dan
depresi. Kegugupan mereka setelah menjalani tes kesehatan dan menantikan
hasilnya membuat pasien seringkali tidak dapat tidur (mengalami insomnia),
mimpi buruk di malam hari dan sulit berkonsentrasi dalam melakukan
aktivitas (Banoliel dalam Caninsti, 2007).
Orang yang sedang menderita penyakit berat akan mempunyai persepsi
yang berbeda terhadap suatu stressor dibandingkan dengan orang yang sehat
(Humris-Pleyte, 2001). Pada umumnya penyakit kronis mempengaruhi
semua aspek kehidupan pasien. Pada pasien penderit kronis, terjadi
27
perubahan sementara dari segi fisik, pekerjaan, dan aktivitas sosial. Secara
psikologis,
seseorang
yang menderita
penyakit
kronis
juga
harus
mengintegrasikan perannya sebagai pasien dalam kehidupan jika ia ingin
beadaptasi dengan penyakitnya (Caninsti, 2007).
Setelah didiagnosis menderita penyakit kronis, pasien sering kali
berada dalam tahap krisis yang identik dengan keseimbangan fisik, sosial dan
psikologis (Moos dalam Caninsti, 2007). Pasien merasa bahwa cara mereka
dalam melakukan coping terhadap masalah ternyata tidak lagi efektif.
Lambat laun pasien akan merasa cemas, takut dan mengalami perubahan
emosi lainnya (Taylor & Aspinwall dalam Caninsti 2007). Keadaan ini dapat
berdampak pada terjadinya sisa makanan. Hal ini karena kondisi psikis yang
terjadi pada pasien dalam bentuk depresi dapat mengurangi asupan makan
(Isselbacher, 1999).
Ricec (1992) dalam Caninsti (2007) mengungkapkan bahwa depresi
adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai
seluruh proses mental (berpikit, berperasaan, dan berperilaku) seseorang.
Depresi adalah gangguan mood dengan karakteristik utamanya adalah adanya
perasaan tertekan, rasa sedih dankosong, hilangnya minat atau aktivitas yang
menyenangkan, perubahan yang besar dalam selera makan, baik selera
makan bertambah ataupun berkurang, insomnia atau hiperinsomnia,
berkurangnya aktivitas fisik atau terjadinya agitasi motorik, kelelahan dan
kehilangan energi, perasaan tidak berharha atau perasaan bersalah berlebihan,
28
berkurangnya
kemampuan
untuk
berpikir
rasionak,
berkurangnya
kemampuan konsentrasi dalam mengambil keputusa, serta muncul pemikiran
untuk mati atau bunuh diri (Neale (1996), dalam Caninsti (2007)).
Depresi berat secara signifikan mempengaruhi seseorang dan
hubungan orang tersebut baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, pekerjaan
atau kehidupan sekolah, tidur dan kebiasaan makan, dan kesehatan umum
(National Institute of Mental Health, 2008). Depresi sering disertai dengan
gangguan fisik umum di kalangan dewasa dan orang tua, seperti stroke,
penyakit kardiovaskular, penyakit Parkinson, dan penyakit paru obstruktif
kronik (Yohannes, 2008).
Seseorang yang berada dalam keadaan depresi biasanya menunjukkan
suasana hati yang rendah atau tidak berminat, yang melingkupi semua aspek
kehidupan, dan ketidakmampuan untuk mengalami kenikmatan dalam
kegiatan yang sebelumnya dinikmati. Orang yang depresi mungkin sibuk
dengan, atau memamah biak di atas, pikiran dan perasaan tidak berharga,
rasa bersalah atau penyesalan yang tidak tepat, tidak berdaya, putus asa, dan
kebencian pada diri sendiri (National Institute of Mental Health, 2008).
Menurut Ekawati (2009), seseorang cenderung lupa akan pemenuhan
kebutuhan dasar, seperti kebutuhan akan makanan, kebersihan diri dan
istirahat. Apabila asupan makanan rendah dan berlangsung dalam jangka
waktu yang relatif panjang, seseorang akan mengalami defisiensi zat gizi
yang berakibat pada penurunan status gizi.
29
Hal ini juga dikemukakan oleh American Psychiatric Asosiation
(2000) bahwa seorang orang yang depresi mungkin melaporkan gejala fisik
beberapa seperti kelelahan, sakit kepala, atau masalah pencernaan; Keluhan
fisik adalah masalah yang diajukan yang paling umum di negara
berkembang, sesuai dengan kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
untuk depresi, appetite atau nafsu makan yang sering berkurang dengan berat
badan sehingga menurun, meskipun kadang-kadang juga terlihat nafsu makan
meningkat dan berat badan kadang-kadang naik, dan terkadang keluarga dan
teman-teman dapat memperhatikan bahwa perilaku seseorang baik gelisah
atau lesu.
Untuk data meneliti kondisi psikis pasien dapat menggunakan hospital
anxiety and depression scale (HADS). HADS didesain dan digunakan untuk
melihat kondisi psikologis terutama kecemasan dan depresi pada individu
yang menderita sakit dan menjadi pasien di rumah sakit. HADS dapat
digunakan pada pasien rumah sakit yang berusia 16-65 tahun.
Kuesioner HADS berisi 2 subskala yaitu, subskala kecemasan, dan
subskala depresi. Pertanyaan pada subskala kecemasan difokuskan pada
aspek emosi dan kognisi dari anxiety, sedangkan pada subskala depresi
difokuskan pada konsep anhedonia, yaitu kehilangan minat untuk melakukan
aktifitas yang menyenangkan. Intepretasi HADS dilakukan dengan
menjumlahkan semua respon subjek dan kemudian mengelompokkannya
30
menjadi normal (skor 0-7), borderline abnormal (skor 8-10), dan abnormal
(skor 11-21) (Caninsti, 2007).
b. Kebiasaan Makan
Menurut Suhardjo (1989) dalam Andhika (2010), kebiasaan makan
adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang
berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata karma makan,
frekuensi makan seseorang, pola makan yang dimakan, kepercayaan tentang
makanan (pantangan), distribusi makanan di antara angota keluarga,
penerimaan terhadap makanan (timbulnya suka atau tidak suka) dan cara
pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan. Kebiasaan makan adalah
ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola
perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih
makanan akan berbeda satu dengan yang lain (Khomsan, 2004).
Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang
berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya. Suatu kebiasaan di
suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Menurut
Suhardjo (1986) dalam pola makan adalah cara yang ditempuh seseorang
atau sekelompok orang untuk memilih, menggunakan bahan makanan dalam
konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan,
dan frekuensi makan sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi,
budaya dan sosial.
31
Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka
ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat
pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status
gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap
serangan dari penyakit (Baliwati, 2004).
Menurut Baliwati (2004), pola makan adalah susunan jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dalam waktu
tertentu. Menurut Sediaoetama (1991), susunan menu atau susunan hidangan
Indonesia meliputi bahan makanan pokok, lauk pauk (hewani dan nabati),
sayur, dan buah. Susunan makanan mengacu pada Pola Menu Seimbang dan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat
(Ratna, 2009). Silitonga (2008) membagi susunan makanan menjadi 4
kategori yaitu:
1. Sangat lengkap : Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk,
sayuran, buah, dan susu
2. Lengkap
: Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk,
sayuran, dan buah
3. Kurang lengkap: Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk,
dan sayuran
4. Tidak lengkap : Jika hanya mengkonsumsi makanan pokok
dengan lauk pauk saja, atau makanan pokok dengan sayuran saja.
32
Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buahbuahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan
kebutuhan (Baliwati, 2004). Menurut Pedoman Umum Gizi Seimbang
(PUGS), untuk orang dewasa dianjurkan untuk mengkonsumsi nasi sebanyak
5 piring, lauk hewani sebanyak 2 sampai 3 potong, lauk nabati 3 potong,
sayur 1 ½ mangkok, dan buah 2 sampai 3 potong (Almatsier, 2006). Selain
itu, frekuensi makan orang indonesia untuk makanan utama juga sebagian
besar sebanyak 3x dalam sehari (Februanti, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Priyanto (2009), perbedaan pola makan di
rumah dan pada saat di RS akan mempengaruhi daya terima pasien terhadap
makanan. Bila pola makan pasien tidak sesuai dengan makanan yang
disajikan RS, akan mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan.
Hal ini terlihat dari penelitian Adlisman (1996) yang menunjukkan bahwa
faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan pada pasien adalah pola
makan pasien terutama untuk susunan menu hidangan dan frekuensi makan.
Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka
ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat
pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status
gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap
serangan dari penyakit (Baliwati, 2004).
33
c. Umur
Semakin tua umur manusia maka kebutuhan energi dan zat – zat gizi
semakin sedikit. Bagi orang yang dalam periode pertumbuhan yang cepat
(yaitu, pada masa bayi dan masa remaja) memiliki peningkatan kebutuhan
nutrisi (Berman, 2003). Pada anak terdapat faktor kesulitan makan yang
dapat mempengaruhi anak untuk tidak menghabiskan makanan yang
disediakan oleh rumah sakit. Faktor kesulitan makan pada anak sering
dialami oleh sekitar 25% pada usia anak, jumlah akan meningkat sekitar 4070% pada anak yang lahir prematur atau dengan penyakit kronik.
Pada usia dewasa, zat gizi diperlukan untuk penggantian jaringan
tubuh yang rusak, meliputi perombakan dan pembentukan sel. Pada masa ini
aktivitas fisik mulai meningkat, yaitu untuk melakukan pekerjaan atau
bekerja. Bekerja memerlukan pengeluaran energi cukup besar sehingga harus
diimbangi dengan masukan energi makanan (Ratna, 2009). Seseorang
dikatakan sampai pada tahap usia dewasa jika orang tersebut memasuki usia
18 tahun hingga 60 tahun. Hal ini sesuai dengan Hurlock (1980) bahwa usia
dewasa dibagi menjadi 2, yaitu:
-
Early Adulthood: 18 tahun sampai 40 tahun.
-
Middle Adulthood: 40 tahun sampai 60 tahun
Pada usia tua (manula) kebutuhan energy dan zat – zat gizi hanya
digunakan untuk pemeliharaan. Setelah usia 20 tahun, proses metabolisme
34
berangsur – angsur turun secara teratur. Pada usia 65 tahun, kebutuhan energi
berkurang 20% dari kebutuhan pada usia 25 tahun (Ratna, 2009).
Asupan makan juga tergantung dari citarasa yang ditimbulkan oleh
makanan yang meliuti bau, rasa, dan rangsangan mulut. Kepekaan indera
seseorang terhadap bau dan rasa akan berkurang seiring dengan
bertambahnya umur. Dalam Winarno (1992), kepekaan indera penghidung
diperkirakan setia bertambahnya umur satu tahun dan papilla mulai
mengalami atropi bila usia mencapai 45 tahun. Menurunnya kemampuan
dalam merasakan citarasa ini akan mengganggu selera makan sehingga dapat
mempengaruhi rendahnya asupan makan seseorang dan menimbulkan
makanan yang tersisa.
d. Jenis kelamin
Jenis kelamin kemungkinan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya
sisa makanan. Hal ini disebabkan perbedaan kebutuhan energi antara
perempuan dan laki-laki, dimana kalori basal perempuan lebih rendah sekitar
5-10% dari kebutuhan kalori basal laki-laki. Perbedaan ini terlihat pada
susunan tubuh, aktivitas, dimana laki-laki lebih banyak menggunakan kerja
otot daripada perempuan, sehingga dalam mengkonsumsi makanan maupun
pemilihan jenis makanan, perempuan dan laki-laki mempunyai selera yang
berbeda (Priyanto, 2009).
Menurut Suhardjo (1989) dalam Zulfah (2002), Semakin aktif kegiatan
fisik seseorang semakin banyak energi yang digunakan. Tubuh yang besar
35
memerlukan energi yang lebih banyak dibandingkan dengan tubuh yang kecil
untuk melakukan kegiatan fisik yang sama. Dapat dikatakan wanita dengan
ukuran tubuh yang lebih kecil umumnya memerlukan energi yang lebih
sedikit dibandingkan dengan laki-laki pada tingkat kegiatan fisik yang sama.
Menurut hasil penelitian Djamaluddin (2005), pasien perempuan
mengkonsumsi nasi lebih sedikit dariada asien laki-laki. Sisa makanan
lainnya yaitu lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, minuman, dan snack ada
asien dan laki-laki sisanya sedikit. Sisa nasi lebih sedikit ada laki-laki diduga
karena angka kecukuan gizi yang dianjurkan (AKG) ada laki-laki lebih besar
daripada perempuan, sehingga laki-laki memang mampu menghabiskan
makanannya dibanding perempuan.
e. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik berpengaruh terhadap kebutuhan gizi bagi pasien.
Aktifitas fisik pada orang normal berbeda antara tiap individu ada yang
pekerjaan ringan, sedang ataupu berat, di samping itu berbeda pula dalam
jangka waktunya (Suhardjo, 1992). Tidak hanya ada orang normal, pada
orang sakit, aktivitas fisik juga memiliki peranan dalam menetapkan
kebutuhan energi. Dalam perhitungan kebutuhan zat gizi, nilai faktor
aktivitas pada orang sakit dibedakan menjadi dua yaitu istirahat di tempat
tidur dan tidak terikat di tempat tidur (Almatsier, 2006).
Selain dalam kaitannya dengan kebutuhan gizi, aktivitas fisik ini juga
mempengaruhi faktor psikis pasien. Pada pasien terjadi penurunan aktivitas
36
fisik selama dirawat, rasa tidak senang, rasa takut karena sakit,
ketidakbebasan bergerak adanya adanya penyakit yang menimbulkan rasa
putus asa. Manifestasi rasa putus asa ini berupa hilangnya nafsu makan dan
rasa mual. Faktor ini membuat pasien terkadang tidak menghabiskan porsi
makanan yang telah disajikan (Nuryati, 2008).
f. Keadaan Khusus
Keadaan khusus yang dimaksud di sini adalah keadaan di mana pasien
sedang hamil atau sedang dalam masa menyusui. Bagi pasien yang
mengalami kehamilan atau sedang dalam masa menyusui, membutuhkan
asupan makan yang lebih banyak dibandingkan dengan pasien biasa
lainnnya. Hal ini karena pada ibu hamil, asupan zat gizi tidak hanya
dibutuhkan oleh si ibu saja, tetapi juga untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin. Pada ibu menyusui, asupan zat gizi dibutuhkan untuk
dirinya sendiri dan untuk produksi ASI (Poedjiadi, 2006).
Pada pasien dengan kondisi khusus dalam hal ini sedang dalam masa
kehamilan, biasanya mengalami hiperemesis gravidarum. Hiperemesis
gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan sehingga pekerjaan seharihari terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Mual dan muntah
merupakan gangguan yang paling sering dijumpai pada kehamilan trimester
I. kurang lebih 6 minggu setelah haid terakhir selama 10 minggu (Arisman,
2002).
37
Dalam kaitannya dengan terjadinya sisa makanan, kondisi khusus
pasien lebih difokuskan pada status kehamilan. Meskipun memiliki
kebutuhan gizi yang lebih banyak dan memiliki selera makan yang
meningkat, wanita yang memiliki status kehamilan sedang hamil memiliki
peluang untuk meninggalkan sisa makanan lebih banyak. Wanita yang hamil
pada trimester tertentu mengalami gangguan selera makan karena mual dan
muntah sebagai reaksi dari kehamilan. Hal ini dapat mempengaruhi asupan
makan. Selain itu, karakteristik pasien yang memiliki selera makan yang
rendah dapat mempengaruhi asupan makan pasien yang rendah juga yang
dapat menyebabkan terjadinya sisa makanan.
g. Gangguan Pencernaan
Gangguan pencernaan yaitu kumpulan gangguan yang terdiri dari rasa
tidak enak pada perut seperti nyeri ulu hati, heartburn, mual, muntah,
kembung, sendawa, cepat kenyang, konstipasi, diare, nafsu makan berkurang
dan dispesia (Desdiani, 2004). Ketika ada gangguan dalam saluran
pencernaan, maka asupan makan pun menjadi terganggu dan memungkinkan
pasien untuk tidak mampu mengkonsumsi lagi makanannya hingga
menyebabkan terjadinya sisa makanan (Supariasa, 2001).
Jenis penyakit berperan dalam terjadinya sisa makanan. Salah satu
penyakit yang menyebabkan rendahnya konsumsi makanan adalah penyakit
infeksi saluran pencernaan. Saluran cerna adalah saluran yang berfungsi
untuk mencerna makanan, mengabsorbsi zat-zat gizi, dan mengeksresi sisa38
sisa pencernaan. Saluran cerna terdiri atas mulut, kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar dan anus.
Menurut lokasinya, penyakit saluran cerna dibagi dalam dua
kelompok, yaitu penyakit saluran cerna atas atau hematemesis (mual), maka
nafsu makan orang tersebut menurun. Disfagia adalah kesulitan menelan
karena adanya gangguan aliran makanan pada saluran cerna. Hal ini dapat
terjadi karena, kelainan sistem saraf menelan, pasca stroke, dan adanya massa
tumor yang menutupi saluran cerna (Almatsier, 2006).
h. Faktor Pengobatan
Tidak semua pasien mengalami gangguan pencernaan. Kurangnya
asupan makan pada pasien bisa juga disebabkan karena faktor lain yang
berkaitan dengan jenis penyakit pasien seperti penggunaan obat-obatan
seperti pada pasien atau faktor pengobatan. Interaksi antara obat dan
makanan dapat dibagi menjadi :
1. Obat-obatan yang dapat menurunkan nafsu makan, mengganggu
pengecapan dan mengganggu traktus gastrointestinal atau saluran
pencernaan.
2. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi absorbsi, metabolisme dan
eksresi zat gizi
Menurut Moore (1997) dalam Suharyati (2006), obat-obatan adalah
dapat mempengaruhi makanan yang masuk atau absorbsi, metabolisme, dan
sekresi dari zat-at gizi. Beberapa efek khsus obat-obatan dapat menyebabkan
39
perubahan makanan yang masuk akibat perubahan nafsu makan, perubahan
indera pengecap, dan penciuman, atau mual dan muntah.
Obat dapat menekan atau menurunkan selera makan. Obat antiinfeksi
misalnya cefraxon, levofloxain, obat antineoplastik, dan beberapa obat
jantung merupakan salah satu contoh obat-obatan yang dapat menurunkan
selera makan (Suharyati, 2006). Menurut Rosary (2002) dalam Utari (2009,
pemberian pengobatan seperti pemberian sitostatika, radioterapi atau
tindakan pembedahan; pemberian sitostatika dosis tinggi akan menyebabkan
mual, muntah dan nafsu makan menurun.
Banyak
kemampuan
obat
yang
merasakan
dapat
menyebabkan
dysgeusia,
perubahan
menurunkan
terhadap
ketajaman
rasa
hypodysgeusia. Gejala-gejala tersebut dapat mempengaruhi intake makanan.
Obat-obatan
hypodysgeusia
yang
umum
seperti:
obat
digunakan
dan
antihipertensi
diketahui
menyebabkan
(captopril),
antriretroviral
ampenavir, antineoplastik cisplastin, dan antikonvulsan phenytoin (Mahan,
2002).
Menurut hasil penelitian Djamaluddin (2005) terlihat bahwa ada
perbedaan sisa makanan pada beberapa jenis penyakit seperti penyakit
kanker, ginjal, postpartum, saraf, dan bedah. Pada pasien dengan penyakit
ginjal, postpartum, dan saraf memiliki sisa makanan sedikit. Pada penyakit
kanker dan bedah terjadi sisa makanan yang banyak karena pada umumnya
pasien dengan penyakit ini mempunyai tingkat stress yang tinggi yang
40
disebabkan oleh penyakitnya sendiri maupun pengobatan yang dialaminya,
sehingga nafsu makan menurun (Djamaluddin, 2005).
2.4.4. Faktor Eksternal
Menurut Moehyi (1992), faktor eksternal lain selain mutu makanan yang
berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan, antara lain:
a. Sikap petugas ruangan
Sikap petugas ini juga mempengaruhi faktor psikologis pada pasien.
Intervensi keperawatan, termasuk di dalamnya adalah sikap petugas dalam
menyajikan makanan, sangat diperlukan untuk meningkatkan nutrisi yang
optimal bagi pasien rawat inap. Hal ini selain menguatkan program
penyembuhan, juga mampu menciptakan lingkungan yang menguatkan selera
makan (Berman, 2003). Oleh karena itu, sikap petugas ruangan dalam
menyajikan makanan berperan dalam terjadinya sisa makanan.
Berdasarkan hasil survey menyebutkan bahwa faktor utama kepuasan
pasien terletak pada pramusaji. Pramusaji diharapkan dapat berkomunikasi, baik
dalam bersikap, baik dalam berekspresi, wajah, dan senyum. Hal ini penting
karena akan mempengaruhi pasien untuk menikmati makanan dan akhirnya dapat
menimbulkan rasa puas (Nuryati, 2008). Hal ini juga penting untuk
meningkatkan
asupan
makan
pasien
makanannya.
41
agar
pasien
mau
menghabiskan
b. Jadwal makan atau waktu makan
Waktu makan adalah waktu dimana orang lazim makan setiap sehari.
Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3-4 jam makan, sehingga
setelah waktu tersebut sudah harus mendapat makanan, baik dalam bentuk
makanan ringan atau berat. Makanan di rumah sakit harus tepat waktu, tepat diet,
dan tepat jumlah. Berdasarkan hasil penelitian Raharjo (1997), ada perbedaan
antara jadwal makan dengan terjadinya sisa makanan di RSU Dr. Soeselo-Slawi
maupun di RSU Harapan Anda-Tegal, dimana pada makan pagi banyak terjadi
sisa.
Selain itu, waktu pembagian makanan yang tepat dengan jam makan
pasien serta jarak waktu yang sesuai antara makan pagi, siang dan malam hari
dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan. Bila jadual
pemberian makan tidak sesuai maka makanan yang sudah siap akan mengalami
waktu penungguan sehingga pada saat makanan akan disajikan ke pasien,
makanan menjadi tidak menarik karena mengalami perubahan dalam suhu
makanan (Priyanto, 2009).
c. Suasana tempat perawatan
Lingkungan yang menyenangkan pada saat makan dapat memberikan
dorongan pada pasien untuk menghabiskan makanannya. Suasana yang bersih
dan tenang diduga dapat mempengaruhi kenikmatan pasien dalam menyantap
makanan yang disajikan (Priyanto, 2009).
42
d. Makanan dari luar rumah sakit
Asupan makan pasien selama di rumah sakit berasal dari makanan rumah
sakit dan makanan luar rumah sakit. Bila penilaian pasien terhadap mutu
makanan
dari
rumah
sakit
kurang
memuaskan,
kemungkinan
pasien
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit (Siswiyardi, 2005).
Makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari luar RS akan
berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Rasa lapar yang tidak segera
diatasi pada pasien yang sedang dalam perawatan dan timbulnya rasa bosan
karena mengkonsumsi makanan yang kurang bervariasi menyebabkan pasien
mencari makanan tambahan dari luar RS atau jajan. Hal inilah yang
menyebabkan kemungkinan besar makanan yang disajikan kepada pasien tidak
dihabiskan. Bila hal tersebut selalu terjadi maka makanan yang diselenggarakan
oleh pihak RS tidak dimakan sehingga terjadi sisa makanan (Moehyi, 1999).
e. Mutu makanan
Faktor mutu makanan adalah salah satu faktor eksternal penyebab
terjadinya sisa makanan. Mutu makanan dapat dilihat dari cit arasa makanan
yang terdiri dari penampilan, rasa makanan, sanitasi, dan penyajian makanan
(Depkes, 1991). Sementara itu, menurut Moehyi (1992), cita rasa makan dapat
dilihat dari 2 aspek saja, yaitu penampilan dan rasa makanan. Cita rasa yang
tinggi adalah makanan yang disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang
sedap dan memberikan rasa yang lezat (Moehyi, 1992). Cita rasa mampu
mempengaruhi selera makan pasien untuk makan. Ketika selera makan pasien
43
baik, maka asupan makan pasien pun ikut baik. Hal ini akan mampu mengurangi
terjadinya sisa makanan.
1. Penampilan makanan
Faktor yang menentukan penampilan makanan waktu disajikan (Moehyi,
1992):
a. Warna makanan
Warna makanan memegang peran utama dalam penampilan makanan.
Karena bila warnanya tidak menarik akan mengurangi selera orang
yang memakannya. Kadang untuk mendapatkan warna yang
diinginkan digunakan zat perwarna yang berasal dari berbagai bahan
alam dan buatan.
b. Bentuk makanan yang disajikan
Untuk membuat makanan menjadi lebih menarik biasanya disajikan
dalam bentuk – bentuk tertentu. Bentuk makanan yang menarik akan
memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan
c. Porsi makanan
Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan dan
kebutuhan setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan
makannya. Potongan makanan yang terlalu kecil atau besar akan
merugikan penampilan makanan. Pentingnya porsi makanan bukan
saja berkenaan dengan waktu disajikan tetapi juga berkaitan dengan
perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan.
44
d. penyajian makanan
Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses
penyelenggaraan menu makanan. Meskipun makanan diolah dengan
cita rasa yang tinggi tetapi bila dalam penyajiaannya tidak dilakukan
dengan baik, maka nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena
makanan yang ditampilkan waktu disajikan akan merangsang indera
penglihatan sehingga menimbulkan selera yang berkaitan dengan cita
rasa (Moehyi, 1992).
Penyajian makanan memberikan arti khusus bagi penampilan
makanan. penyajian dirancang untung menyediakan makan yang
berkualitas tinggi dan dapat memuaskan pasien, aman serta harga
yang layak. Penggunaan dan pemilihan alat makan yang tepat dalam
penyusunan makanan akan mempengaruhi penampilan makanan yang
disajikan dan terbatasnya perlengkapan alat merupakan faktor
penghambat bagi pasien untuk menghabiskan makanannya (Nuryati,
2008).
2. Rasa Makanan
Rasa makanan mempunyai faktor kedua yang menentukan cita rasa
makanan setelah penampilan makanan. Komponen yang berperan dalam
penentuan rasa makanan adalah (Moehyi, 1992):
45
a. Aroma makanan
Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang
sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga
membangkitkan selera.
b. Bumbu masakan dan bahan penyedap
Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan dengan
maksud untuk mendapatkan rasa makanan yang enak dan rasa yang
tepat setiap kali pemasakan. Dalam setiap resep masakan sudah
ditentukan jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya masingmasing bumbu tersebut. Bau yang sedap, berbagai bumbu yang
digunakan dapat membangkitkan selera karena memberikan rasa
makanan yang khas. Rasa makanan juga dapat diperbaiki atau
dipertinggi dengan menambahkan bahan penyedap.
c. Konsistensi atau tekstur makanan
Konsistensi makanan juga merupakan komponen yang turut
menentukan cita rasa makanan karena sensivitas indera dipengaruhi
oleh konsistensi makanan.
d. Keempukan makanan
Keempukan makanan selain ditentukan oleh mutu bahan makanan
yang digunakan juga ditentukan oleh cara memasak. Keempukan
makanan selain ditentukan oleh mutu bahan makanan yang
digunakan, juga ditentukan oleh cara memasak yang baik, sehingga
46
makanan yang empuk dapat dikunyah dengan sempurna. Sehingga
mempengaruhi daya terima makan.
e. Kerenyahan makanan
Kerenyahan makanan memberikan pengaruh tersendiri pada cita
rasa makanan. Kerenyahan makanan adalah makanan menjadi
kering, tetapi tidak keras sehingga enak untuk dimakan.
f. Tingkat kematangan.
Tingkat kematangan makanan dalam masakan belum mendapat
perhatian
karena umumnya masakan Indonesia harus dimasak
sampai masak benar.
g. Temperatur Makanan
Temperatur makanan waktu disajikan memegang peranan penting
dalam penentuan cita rasa makanan. Namun makanan yang terlalu
panas atau terlalu dingin akan sangat mengurangi sensivitas sarang
pengecap terhadap rasa makanan.
47
Gambar 2.1.
Kerangka Teori









FAKTOR INTERNAL
Selera Makan
Keadaan Psikis
Kebiasaan Makan
Usia
Jenis Kelamin
Aktivitas Fisik
Kondisi Khusus
o Status Kehamilan
Gangguan Pencernaan
Faktor Pengobatan
Sisa Makanan
FAKTOR EKSTERNAL
 Jadwal Makan
 Sikap Petugas
 Suasana Tempat Perawatan
 Mutu Makanan Rumah Sakit
o Penampilan makanan
 Warna
 Bentuk
 Porsi
 Penyajian
o Rasa makanan
 Aroma
 Bumbu
 Konsistensi
 Keempukan
 Kerenyahan
 Kematangan
 temperatur
 Makanan dari luar Rumah
Sakit
Sumber: Modifikasi Moehyi (1992), Almatsier (2006), dan Soegih (2004)
48
BAB III
Kerangka Konsep, Definisi Operasional, dan Hipotesis
3.4.Kerangka Konsep
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
pada tahun 2011. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel
yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen pada penelitian
ini adalah sisa makanan. Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari faktor
internal, dan faktor eksternal.
Faktor internal yang diteliti dalam penelitian ini adalah keadaan
psikis,susunan makanan, jumlah makanan, frekuensi makan, gangguan pencernaan,
dan status kehamilan. Faktor internal pada pasien seperti selera makan, usia, jenis
kelamin, aktivitas fisik, dan faktor pengobatan tidak diteliti dalam penelitian ini.
Faktor selera makan tidak diteliti karena pasien rumah sakit sebagian besar
mengalami penurunan selera makan. Faktor usia dan jenis kelamin dalam penelitian
ini tidak diteliti karena berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya. Faktor aktivitas
fisik tidak diteliti karena populasi dalam penelitian ini diasumsikan melakukan
aktivitas fisik yang sama yaitu istirahat di tempat tidur. Faktor pengobatan dalam
penelitian ini tidak diteliti karena semua pasien yang dirawat di rumah sakit
diasumsikan diberikan obat-obatan.
Faktor eksternal yang diteliti dalam penelitian ini antara lain penampilan
makanan, rasa makanan, dan makanan dari luar rumah sakit. Faktor penampilan
49
makanan yang diteliti dalam penelitian ini meliputi warna, bentuk, porsi dan
penyajian makanan. faktor rasa makanan yang diteliti dalam penelitian ini meliti
aroma, bumbu, konsistensi, dan temperatur. Faktor rasa makanan seperti kerenyahan
dan kematangan tidak diteliti karena berdasarkan studi pendahuluan makanan yang
disajikan kepada responden tidak ada yang memiliki sifat renyah. Selain itu, hasil uji
terhadap variabel kematangan menyatakan bahwa variabel kematangan tidak valid.
Faktor jadwal makan tidak diteliti karena pemberian makanan di rumah sakit
diberikan pada pasien pada waktu yang bersamaan. Faktor suasana tempat perawatan
dan sikap penyaji dalam menyajikan makanan tidak diteliti karena berdasarkan
beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
kedua faktor ini dengan terjadinya sisa makanan. Dengan demikian, kerangka
konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan 3.1.
50
Bagan 3.1.
Kerangka Konsep
Keadaan Psikis
Kebiasaan Makan
Gangguan Pencernaan
Status Kehamilan
Sisa Makanan
Makanan dari luar RS
Penampilan Makanan
- Warna
- Bentuk
- Porsi
- Penyajian
Rasa Maknan
- Aroma
- Bumbu
- Konsistensi
- Keempukan
- Temperatur
51
3.2.Definisi Operasional
Tabel 3.1.
Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Cara Ukur
Variabel
Sisa makanan
Definisi Operasional
Jumlah makanan yang tidak
dimakan pasien dari yang
disajikan oleh rumah sakit.
(Asosiasi Dietiesen Indonesia,
2005)
Keadaan
psikis
Kondisi psikologis terutama
depresi pada individu yang
menderita sakit dan menjadi
pasien di rumah sakit
(Caninsti, 2007)
Cara Ukur
Melakukan
pengukuran
dengan
menimbang
sisa
makanan
Wawancara
52
Alat Ukur
Timbangan
digital dan
lembar
penilaian
Hasil Ukur
% sisa makanan
Skala Ukur
Ratio
Kuesioner
0. Abnormal (total
skor antara 1121)
1. Borderline
Abnormal (tota
skor antara 8-10)
2. Normal (total
skor antara 0-7)
(Caninsti, 2007)
Ordinal
Kebiasaan
Makan
a
Susunan
makanan
b
Jumlah
makanan
Kesesuaian kebiasaan
responden dalam memilih
makanan dan mengkonsumsi
makanan dilihat dari susunan
makanan, jumlah makanan,
dan frekuensi makan yang
dikonsumsi responden
disehari-hari jika dibandingkan
dengan di rumah sakit.
Berbagai jenis bahan makanan
yang dimakan responden, jika
dibandingkan dengan susunan
makanan rumah sakit, dengan
kriteria lengkap jika telah
mencakup makanan pokok,
lauk hewani, lauk nabati,
sayuran, buah-buahan, dan
susu.
Kesesuaian banyaknya jenis
makanan yang dikonsumsi oleh
responden sehari-hari, jika
dibandingkan dengan makanan
yang disajikan oleh rumah
sakit dengan kriteria standar
makanan yang mengikuti
PUGS yang meliputi:
Nasi 5 piring,
lauk hewani 2-3 potong
lauk nabati 3 potong
Wawancara
Kuesioner
0. Tidak sesuai
(jika skor < 3)
1. Sesuai (jika skor
=3)
Ordinal
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
wawancara
kuesioner
0. Tidak Sesuai (jika,
susunan makanan
Tidak lengkap atau
kurang lengkap)
1. Sesuai (jika
susunan makanan
lengkap atau sangat
lengkap)
0.tidak sesuai (jika
total skor < 5)
1.sesuai, (jika skor =
5)
53
Ordinal
c
sayur 1 ½ mangkok
buah 2-3 potong
Frekuensi Kebiasaan responden yang
makan
berhubungan dengan frekuensi
konsumsi makanan utama
dalam sehari-hari
Gangguan
pencernaan
Status
kehamilan
Warna
makanan
Gangguan yang terdiri dari rasa
tidak enak pada perut seperti
nyeri ulu hati, heartburn, mual,
muntah, kembung, sendawa,
cepat kenyang, konstipasi,
diare, nafsu makan berkurang
dan dispesia yang dkeluhkan
oleh pasien (Desdiana, 2004)
Keadaan pasien selama di
rawat di rumah sakit yang
berhubungan dengan
kehamilan
Penilaian responden mengenai
kombinasi warna yang
disajikan
wawancara
kuesioner
Sekunder
(Data
Rekam
Medis)
Kuesoiner
Wawancara
Kuesioner
0.Hamil
1.Tidak hamil
Nominal
wawancara
kuesioner
0.tidak menarik (jika
nilai < mean/ median)
1.menarik (jika nilai≥
mean / median)
Ordinal
54
0.tidak sesuai (jika
frekuensi makan < 3x
atau lebih dari 3x
sehari
1.Sesuai (jika
frekuensi makan = 3x
sehari)
0.Ya, jika pasien
mengalami salah satu
bentuk gangguan
pencernaan
1. Tidak, jika pasien
tidak mengalami
gangguan pencernaan
Ordinal
Nominal
Bentuk
makanan
Penilaian responden mengenai
bentuk potongan/ irisan
makanan yang disajikan
wawancara
kuesioner
Porsi makanan
Penilaian responden mengenai
banyaknya makanan yang
disajikan
wawancara
kuesioner
Penyajian
makanan
wawancara
kuesioner
Aroma
makanan
Penilaian responden mengenai
cara menyajikan
(menggunakan alat saji,
susunan makanan dalam
tempat saji, dan penghias
hidangan)
Penilaian responden mengenai
bau makanan yang disajikan
wawancara
kuesioner
Bumbu
masakan
Penilaian responden mengenai
rasa bumbu/ rasa makanan
wawancara
kuesioner
55
0.tidak menarik (jika
nilai < mean/ median)
1.menarik (jika nilai≥
mean / median)
0.tidak sesuai (jika
nilai < mean/ median)
1.sesuai (jika nilai≥
mean / median)
0.tidak menarik (jika
nilai < mean/ median)
1.menarik (jika nilai≥
mean / median)
Ordinal
0.tidak sedap (jika
nilai < mean/ median)
1.sedap (jika nilai≥
mean / median)
0.tidak terasa/ terlalu
tajam (jika nilai <
mean/ median)
1.terasa (jika nilai≥
mean / median)
ordinal
Ordinal
Ordinal
ordinal
Konsistensi
atau tekstrur
makanan
Keempukan
makanan
Temperature
makanan
Makanan dari
Luar Rumah
Sakit
Penilaian responden mengenai
keadaan yang berkaitan dengan
tingkat kepadatan dan
kekentalan makanan seperti
nasi, bubur, dan lain-lain
Penilaian responden mengenai
keempukan makanan yang
disajikan, seperti tahu, tempe,
ayam, dan daging
Penilaian responden mengenai
suhu makanan yang disajikan
wawancara
kuesioner
0.tidak sesuai (jika
nilai < mean/ median)
1.sesuai (jika nilai≥
mean / median)
Ordinal
wawancara
kuesioner
ordinal
wawancara
kuesioner
Pasien mengkonsumsi
makanan yang bukan disajikan
oleh rumah sakit
(Mutyana, 2011)
Wawancara
Kuesioner
0.tidak sesuai (jika
nilai < mean/ median)
1.sesuai (jika nilai≥
mean / median)
0.tidak hangat (jika
nilai < mean/ median)
1.hangat (jika nilai≥
mean / median)
0.sering (jika skor <
1)
1.tidak sering (jika
skor ≥ 1)
(Mutyana, 2011)
56
ordinal
Ordinal
3.3.Hipotesis
1. Ada hubungan keadaan psikis terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.
2. Ada hubungan kebiasaan makan terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
3. Ada hubungan gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.
4. Ada hubungan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan
penyajian terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah
Sakit Haji Jakarta tahun 2011.
5. Ada hubungan rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,
keempukan, dan temperatur terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat
inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.
6. Ada hubungan makanan dari luar rumah sakit terhadap terjadinya sisa makanan
pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.
57
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.8.Design Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik melalui pendekatan
kuantitatif dengan desain cross sectional karena pengambilan data variabel
independen dan variabel dependen dilakukan pada saat yang bersamaan dan satu
kali, tidak ada periode follow up. Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan,
sederhana, murah, ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan
cepat (Notoatmodjo, 2005).
4.9.Lokasi dan waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Adapun
penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei- Agustus 2011.
4.10.
Populasi dan Sampel
4.10.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin
meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitian ini
merupakan penelitian populasi. Berdasarkan pengertian di atas maka populasi
penelitian ini adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta.
4.10.2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Adapun Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
58
adalah purposive sampling. Sampel diperoleh dengan memperhatikan criteria
inklusi dan ekslusi.
Kriteria inklusi:
1. Pasien dewasa yang berumur sekitar 18- 60 tahun
Pengambilan pasien dewasa dilakukan dengan alasan karena
diharapkan pasien dewasa dapat memberikan pendapatnya secara
langsung.
2. Telah menjalani perawatan minimal 2 hari
Pengambilan pasien yang telah menjalani perawatan minimal 2 hari
dilakukan dengan alasan pasien yang sudah menjalani perawatan
minimal 2 hari telah menjalani waktu makan selama 3 kali di rumah
sakit (pagi, siang, dan malam), dan kondisinya pun sudah semakin
membaik.
3. Pasien diberikan makanan biasa atau makanan lunak, bukan makanan
cair.
4. Pasien bersedia menjadi responden
Jumlah sampel minimal yang dapat diambil dalam penelitian ini dihitung
menggunakan rumus uji hipotesis beda proporsi 2 tail (1-α/2) sebagai berikut :
n = {(Z1-α/2 √2P(1- P ) + Z 1-β√P1(1-P1)+P2(1-P2)}2
(P1-P2)2
n= 26
59
Keterangan:
n
= jumlah sampel
Z 1-α/2 =1,96 (tingkat kepercayaan 95%)
Z 1-β = 1,28 (kekuatan uji 90%)
P
= 0,26 (Proporsi rata-rata hubungan penampilan makanan dengan
kejadian sisa makanan)
P1
= 0,07 (Proporsi penampilan makanan yang baik terhadap terjadinya sisa
makanan pada penelitian terdahulu (Auliya, 2010))
P2
= 0,45 (Proporsi penampilan makanan yang kurang baik terhadap
terjadinya sisa makanan pada penelitian terdahulu(Auliya, 2010))
Dari perhitungan di atas, maka diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan
dalam penelitian ini adalah 26 x 2 = 52 orang pasien. Untuk menghindari data dari
pasien yang missing dalam penelitian ini, maka ditambah 10% dari jumlah sampel
minimal. Dengan demikian jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini
adalah 58 orang pasien.
4.11.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian atau perangkat yang digunakan untuk mengungkapkan
data penelitian adalah kuesioner dan observasi. Kuesioner yaitu cara pengumpulan
data atau suatu masalah yang pada umumnya banyak menyangkut kepentingan
umum. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah langsung tertutup
yang berupa pertanyaan dimana responden harus memilih jawaban yang disediakan.
Kuesioner dalam penelitian ini berisi pertanyaan mengenai faktor psikis, kebiasaan
60
makan, status kehamilan, penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, porsi
dan penyajian makanan, rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,
keempukan, dan temperatur makanan, dan makanan dari luar rumah sakit.
Selain dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner, penelitian ini
juga dilakukan suatu pengukuran dan observasi terhadap data sekunder.
Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan data sisa makanan. Sedangkan observasi
terhadap data sekunder dalam hal ini rekam medis (medical record) digunakan
untuk mendapatkan data mengenai gangguan pencernaan responden.
Untuk mengetahui data tentang sisa makanan dilakukan dengan melakukan
pengukuran sisa makanan dengan metode penimbangan. Prinsip dari metode
penimbangan makanan adalah mengukur secara langsung berat dari tiap jenis
makanan yang dikonsumsi selanjutnya dihitung presentase (%) sisa makanannya
(Nuryati, 2008).
Penimbangan sisa makanan dilakukan pada makanan yang disajikan rumah
sakit dan tidak habis dimakan, meliputi makanan pokok berupa nasi atau bubur,
lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Data sisa makanan dapat diperoleh
dengan cara menimbang makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien, kemudian
dirata-rata menurut jenis makanan untuk mendapatkan data rata-rata sisa makanan
berdasarkan jenis makanan.
Dalam penelitian ini, dilakukan penimbangan untuk 3x makan, yaitu makan
pagi, makan siang, dan makan malam. Setiap jenis makanan ditimbang sisa
makanan. setelah itu, semua sisa makanan untuk semua jenis makanan untuk 3x
61
makan dijumlahkan. Kemudian, prosentase sisa makanan dihitung dengan cara
membandingkan sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh responden selama 3x
makan tersebut dengan standar porsi makanan yang diberikan oleh rumah sakit
untuk 3x makan, setelah itu dikalikan 100% atau dengan rumus:
𝛴 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑖𝑠𝑎 (𝑔𝑟)
Sisa makanan (%) = 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡 (𝑔𝑟) x 100%
4.11.1. Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benarbenar mengukur apa yang diukur. Sebuah instumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang hendak diukur. Tinggi rendahnya validitas instrumen
menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari
gambaran tentang validitas yang dimaksud. Cara yang dipakai dalam menguji
tingkat validitas adalah internal yaitu menguji apakah terdapat kesesuaian antara
bagian instrumen secara keseluruhan Kuesioner ini dikatakan valid jika nilai
corrected item > nilai r tabel.
Dalam penelitian ini, kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini
terlebih dahulu dilakukan uji coba. Pertanyaan-pertanyaan setiap variabel dalam
kuesioner yang telah diisi dilakukan uji validitas. Jika hasil nilai corrected item
lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel yang bernilai 0,444 maka
pertanyaan dinyatakan valid. Namun, dari hasil uji coba kuesioner masih
didapatkan hasil bahwa masih ada pertanyaan yang tidak valid. Hasil dari uji
validitas kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.1.
62
Variabel
Faktor psikis
Kebiasaan makanan
Gangguan
Pencernaan
Status Kehamilan
Warna Makanan
Bentuk Makanan
Porsi Makanan
Penyajian Makanan
Aroma Makanan
Bumbu Makanan
Konsistensi
Makanan
Keempukan
makanan
Kerenyahan
Makanan
Kematangan
Makanan
Temperatur
Makanan
Makanan dari luar
Rumah Sakit
Tabel 4.1.
Hasil Uji Validitas
No
Nilai r
r-tabel
pertanyaan hitung
(df=18, α
= 5 %)
F1
0,475
0,444
F2
0,477
0,444
F3
0,475
0,444
F4
0,505
0,444
F5
0,481
0,444
F6
0,445
0,444
F7
0,468
0,444
A1
0,559
0,444
B1
0,496
0,444
B2
0,512
0,444
B3
0,459
0,444
B4
0,441
0,444
B5
0,452
0,444
C1
0,545
0,444
D1
0,459
0,444
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
E1
H1
H2
H3
H4
I1
I2
I3
0,000
0,575
0,459
0,460
0,452
0,447
0,496
0,550
0,444
0,444
0,444
0,444
0,444
0,444
0,444
0,444
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
I4
0,533
0,444
Valid
I5
0,338
0,444
Tidak Valid
I6
0,238
0,444
Tidak Valid
I7
0,551
0,444
Valid
I1
0,476
0,444
Valid
63
Untuk pertanyaan yang tidak valid, seperti pertanyaan B4 tetap
dimasukkan ke dalam pertanyaan penelitian. Namun Sebelumnya dilakukan
validasi isi dengan cara memperbaiki pertanyaan yang tidak jelas dengan
membuat kalimat yang singkat dan jelas sesuai dengan isi atau makna
pertanyaan, validitas ini dilakukan dengan membaca literatur atau kepustakaan.
Sementara untuk pertanyaan I5 dan I6, tidak dimasukkan karena diasumsikan
makanan yang disajikan sudah matang. Sedangkan pertanyaan I5 yang berkaitan
dengan kerenyahan makanan, tidak dimasukkan karena makanan yang disajikan
kepada responden tidak ada yang bersifat renyah, misalnya kerupuk.
4.11.2. Reliabilitas
Berdasarkan hasil uji reliabilitas menggunakan rumus alpha diperoleh
koefisien reliabilitas. Jika koefisien reliabilitas (alfa crombach) > nilai r tabel,
dapat dinyataan bahwa angket tersebut reliabel dan dapat digunakan untuk
pengambilan data penelitian. Dalam penelitian ini, nilai r tabel yang didapat
adalah 0,444, sedangkan nilai alfa conbrach yang didapatkan adalah 0,890.
Dengan demikian, pertanyaan yang ada dalam kuesioner ini sudah reliable.
4.12.
Pengumpulan data
4.12.1. Data Primer
Data primer adalah bila pengambilan data dilakukan secara langsung oleh
peneliti terhadap sasaran atau obyek penelitian. Data primer diperoleh dari
kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner dan lembar observasi yaitu cara
pengumpulan data atau suatu masalah yang pada umumnya banyak menyangkut
64
kepentingan umum. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini, antara
lain:
1. Sisa Makanan diperoleh berdasarkan hasil pengukuran terhadap sisa
makanan pasien dengan menggunakan metode food weighing.
2. Kondisi Psikis diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner
3. Kebiasaan Makan yang meliputi susunan makanan, jumlah makanan,
dan frekuensi makan diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari
kuesioner
4. Status Kehamilan diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari
kuesioner
5. Penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan
penyajian diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner
6. Rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan,
dan temperatur diperoleh berdasarkan jawaban pasien dari kuesioner
7. Makanan dari Luar Rumah Sakit diperoleh berdasarkan jawaban
pasien dari kuesioner
4.12.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diambil dari suatu sumber dan biasanya
sudah dikomplikasi terlebih dahulu oleh instansi atau yang punya data. Data
sekunder bila pengambilan data yang diinginkan diperoleh dari orang lain atau
tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti sendiri. Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data mengenai rumah sakit haji Jakarta
65
dan data-data yang berkaitan dengan pelayanan gizi untuk pasien. Selain itu,
dalam penelitian ini juga membutuhkan data hasil rekam medis (medical record)
untuk mendapatkan data tentang gangguan pencernaan.
4.13.
Pengolahan Data
4.13.1. Data Coding
Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode
pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan dalam pengolahan
selanjutnya. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi
data bentuk angka/ bilangan berfungsi untuk mempermudah pada saat analisis
data dan juga mempercepat pada saat entry data. Dalam penelitian ini, peneliti
melakukan pengkodean sebagai berikut.
1. Sisa Makanan
Pada variabel sisa makanan, hasil ukur berupa persentase dari hasil
penimbangan sisa makanan.
2. Keadaan psikis
Hasil dari variabel keadaan psikis didapat dari jawaban kuesioner
dengan nomor pertanyaan dari F1 hingga F7. Skor berkisar antara 0-3 untuk
masing-masing item pertanyaan. Intepretasi untuk masing-masing skor
adalah:
Skor 0 = subjek tidak pernah mengalami pengalaman yang berkaitan
dengan kecemasan dan depresi
Skor 1= subjek kadang-kadnag memiliki pengalaman yang berkaitan
dengan kecemasan dan depresi
66
Skor 2 = subjek sering memiliki pengalaman yang berkaitan dengan
kecemasan dan depresi
Skor 3 = subjek selalu memiliki pengalaman yang berkaitan dengan
kecemasan dan depresi.
Setelah menjumlahkan skor pada masing-masing item sesuai jawaban
yang diberikan subjek, maka diperoleh total skor untuk masing-masing
subskala. Berikut merupakan inetpretasi dari total skor ada masing-masing
subskala (Caninsti, 2007).
0-7 = tanda adanya gangguan berupa kecemasan dan depresi (normal)
8-10 = tahap munculnya sugesti pada masing-masing subskala
(Borderline Abnormal)
11-21= mengindikasi adanya kecemasan atau depresi (Abnormal)
Dengan demikian, hasil ukur variabel keadaan psikis dibagi menjadi 3,
yaitu
Kode 0 = jika abnormal (memiliki total skor 11-21)
Kode 1 = jika borderline abnormal (memiliki total skor 8-10)
Kode 2 = jika normal (memiliki total skor 0- 7)
3. Kebiasaan Makan
Variabel kebiasaan makan dapat dilihat jawaban pasien terhadap susunan
makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makanan yang ada di kuesioner.
a. Susunan Makanan
Subvariabel susunan makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor A1. Pada variabel susunan makanan, hasil ukur dibagi menjadi 4
dan diberi skor:
skor 0 = Tidak lengkap (Jika hanya mengkonsumsi makanan pokok
dengan lauk hewani atau makanan pokok dengan lauk nabati)
skor 1 = Kurang lengkap (Jika mengkonsumsi makanan pokok,
lauk pauk, dan sayuran)
67
skor 2 = Lengkap
(Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk
pauk, sayuran, dan buah)
skor 3 = Sangat lengkap
(Jika
mengkonsumsi
makanan
pokok, lauk pauk, sayuran, buah, dan susu)
Selanjutnya, hasil akhir susunan makanan ini kemudian dibagi
menjadi 2 kelompok untuk memudahkan analisis, yaitu
Kode 0 = tidak sesuai (Jika responden memiliki susunan makanan
tidak lengkap atau kurang lengkap atau responden memiliki skor ≤
1)
Kode 1 = sesuai, (jika responden memiliki susunan makanan
lengkap atau sangat lengkap atau responden memiliki skor ≥2)
b. Jumlah makanan
Variabel jumlah makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor B1
hingga B 5. Untuk setiap pertanyaan akan diberi skor 1 jika jawaban
sesuai dengan kriteria, dan diberi skor 0 jika jawaban tidak sesuai dengan
kriteria. Pada variabel jumlah makanan, hasil ukur dibagi 2 dengan kode:
Kode 0 = tidak sesuai, jika total skor < 5 atau jawaban responden
tidak sesuai dengan kriteria
Kode 1 = sesuai, jika total skor = 5 atau jawaban responden sesuai
dengan kriteria
c. Frekuensi Makan
Variabel frekuensi makanan dilihat dari jawaban kuesioner nomor C1.
Pada variabel frekuensi makanan, hasil ukur dibagi menjadi 2 dengan
kode:
68
Kode 0 = tidak sesuai, jika frekuensi makan < 3x atau > 3x dalam
sehari
Kode 1 = sesuai, jika frekuensi makan = 3x sehari
Selanjutnya, variabel kebiasan makan responden dikatakan sesuai, jika
pasien memiliki susunan makanan yang lengkap, jumlah makanan yang
sesuai, dan frekuensi makan sesuai dengan yang ditetapkan oleh rumah sakit.
Dengan demikian, dilakukan penjumlahan terhadap sub variabel susunan
makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makanan sehingga total skor sama
dengan 3. Hasil ukur dari variabel kebiasaan makan ini kemudian dibagi
menjadi 2 dan diberi kode:
Kode 0 = tidak sesuai, (jika total skor < 3)
Kode 1 = sesuai, (jika total skor = 3)
4. Gangguan pencernaan
Variabel gangguan pencernaan dilihat berdasarkan hasil rekam medis.
Selanjutnya data ini dituliskan ke dalam kuesioner nomor D1. Pada variabel
ini, hasil ukur dibagi menjadi 2 dengan kode:
Kode 0 = ada, jika pasien mengalami salah satu dari gangguan
pencernaan
Kode 1 = tidak ada, jika pasien tidak mengalami gangguan pencernaan
5. Status kehamilan
Variabel status kehamilan dilihat berdasarkan jawaban kuesioner nomor E1.
Pada variabel ini, hasil ukur dibagi menjadi 2 dengan kode:
69
Kode 0 = ya, jika pasien sedang dalam masa kehamilan
Kode 1 = tidak, jika pasien tidak dalam masa kehamilan
6. Penampilan makanan
Variabel penampilan makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor
H1 sampai H4. Setiap pertanyaan memiliki skor.
Skor 1 = sesuai, Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
Skor 0 = tidak sesuai, jika nilai yang diberikan responden < median
a) Warna Makanan
Variabel rasa makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor H1. Pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
b) Bentuk Makanan
Variabel bentuk makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor H2. Pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
c) Porsi Makanan
Variabel rasa makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor H4. Pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
70
d) Penyajian Makanan
Variabel penyajian makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor H5. Setiap pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
7. Rasa makanan
Variabel rasa makanan terdiri dari aroma, bumbu, konsistensi, keempukan,
dan temperatur makanan. Variabel ini dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor I1 sampai I5. Setiap pertanyaan memiliki skor.
a) Aroma Makanan
Variabel armoa makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor I1. Pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
b) Bumbu Makanan
Variabel Bumbu makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor I2. Pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
c) Konsistesi Makanan
Variabel konsistensi makanan dapat dilihat dari jawaban
kuesioner nomor H3. Pertanyaan memiliki skor:
71
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
d) Keempukan Makanan
Variabel keempukan makanan dapat dilihat dari jawaban
kuesioner nomor I3. Setiap pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
e) Temperatur Makanan
Variabel temperatur makanan dapat dilihat dari jawaban kuesioner
nomor I6. Pertanyaan memiliki skor:
1. Skor 1 = Jika nilai yang diberikan responden ≥ median
2. Skor 0 = jika nilai yang diberikan responden < median
8. Makanan dari luar rumah sakit
Makanan dari luar rumah sakit di ketahui dengan cara wawancara mengenai
konsumsi makanan dari luar rumah sakit selama sehari. Variabel makanan dari
luar rumah sakit dilihat dari pertanyaan nomor G1, kemudian diberi skor :
skor 0 = Jika mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebanyak 3x
skor 1 = Jika mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebanyak 2x
skor 2 = Jika mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebanyak 1x
skor 3 = Jika tidak mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit
Selanjutnya, variabel makanan dari luar rumah sakit dikelompokan menjadi 2
dan diberi kode :
72
Kode 0 = Sering (Jika skor < 1)
Kode 1 = Tidak Sering (jika skor ≥ 1)
4.13.2. Data Editing
Penyuntingan data yang dilakukan sebelum proses memasukkan data
4.13.3. Data Entry
Proses memasukkan data ke dalam program atau fasilitas analisis data.
setelah dilakukan pengkodean dan editing, selanjutnya melakukan proses entry
data atau proses memasukkan data menggunakan computer sesuai dengan
pengkodean yang telah ditetapkan.
4.13.4. Data Cleaning
Proses akhir dari pengolahan data yaitu menghilangkan data-data dari
proses entry data yang tidak diperlukan, merapihkan semua proses pengolahan
data, sebelum dilakukan analisa data.
4.14.
Analisis
4.14.1. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil tiap
penelitian (Notoatmodjo, 2002). Pada analisis ini akan menghasilkan distribusi
dan persentase dari masing-masing variabel. Analisa ini digunakan terhadap tiap
variabel dari hasil penelitian dengan cara membuat distribusi dan frekuensi dari
setiap variabel, hasil analisis ini disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
73
4.14.2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dari variabel
yang diteliti. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta.
Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan keadaan psikis, kebiasaan makan, gangguan pencernaan,
penampilan makanan (yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian), rasa
makanan (yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, kerenyahan,
kematangan, dan temperatur), dan makanan dari luar rumah sakit. Variabel status
kehamilan tidak dilakukan analisis bivariat karena data yang didapatkan ternyata
homogen.
Dalam penelitian ini terdapat dua data, yaitu data numerik dan data
kategorik. Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
uji t-test, uji anova, dan uji chi square. Uji T test digunakan untuk mengetahui
hubungan kebiasaan makan, gangguan pencernaan, penampilan makanan (yang
meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian), rasa makanan ( yang meliputi
aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur), dan makanan dari luar
rumah sakit dengan sisa makanan. Uji Anova digunakan untuk mengetahui
hubungan keadaan psikis dengan terjadinya sisa makanan. Dalam penelitian ini
juga dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square. Uji Chi
Square ini dilakukan menguji hubungan antar variabel independen.
74
BAB 5
HASIL
5.4.Gambaran Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta yang berjumlah 58 orang. Responden dalam penelitian ini terdiri dari 6
responden kelas 1 (10,3%), 43 responden kelas 2 (74,1%), dan 9 responden kelas 3
(15,5%). Adapun karakteristik responden dalam penelitian lain dapat dilihat dari
tabel 5.1.
Tabel 5.1.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentasi (%)
(n=58)
Umur
< 45 tahun
37
63,8
≥ 45 tahun
21
36,2
Jenis Kelamin
Laki-laki
24
41,4
Perempuan
34
58,6
Lama Rawat
≤ 3 hari
39
67,2
4-6 hari
14
24,1
7-14 hari
5
8,6
.15 hari
0
0
Jenis Diet
Diet Khusus
37
63,8
Diet Biasa
21
36,2
Total
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.1. terlihat bahwa persentase terbesar kelompok umur
responden adalah kurang dari 45 tahun yakni 63,8%. Responden dalam penelitian ini
paling banyak berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 34 orang atau 58,6%.
Lama perawatan yang dialami responden ≤ 3 hari dengan persentase responden
75
sebanyak 39 orang atau 67,2%. Responden dalam penelitian ini diberikan makanan
sesuai dengan jenis diet. Jenis Diet yang paling banyak diberikan kepada responden
dalam penelitian ini adalah diet khusus, yaitu sebanyak 37 orang atau 63,8%.
5.5.Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menggambaran distribusi frekuensi dari
hasil penelitian yang telah diperoleh. Analisis univariat dalam penelitian ini adalah
analisis univariat terhadap sisa makanan, keadaan psikis, kebiasaan makan,
gangguan pencernaan, status kehamilan, penampilan makanan yang meliputi warna,
bentuk, porsi dan penyajian, rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,
keempukan, dan temperature, dan makanan dari luar rumah sakit.
5.5.1. Gambaran Sisa Makanan
Distribusi sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan melakukan metode food weighing atau
penimbangan untuk 3x makan. Skor yang diperoleh kemudian dijadikan nilai
persen untuk mengetahui banyak atau sedikitnya sisa makanan. Berdasarkan
hasil pengukuran terhadap sisa makanan didapatkan data sisa makanan, baik
secara keseluruhan maupun berdasarkan jenis makanan.
Tabel 5.2.
Distribusi Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Variabel
Rata-rata
SD
Nilai
Nilai
95% CI
Terendah Tertinggi
Sisa
20,27
11,82
0
57,94
17,16 –
Makanan
23,38
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
76
Berdasarkan hasil penelitian pada 58 responden diketahui bahwa rata-rata
sisa makanan responden adalah sebanyak 20,27% dengan standar deviasi 11,82.
Sisa makanan yang terendah dari responden adalah 0% atau tidak ada sisa
makanan. Sementara itu, sisa makanan yang tertinggi adalah 57,94% dengan
rentang confidence interval 95% adalah 17,16 sampai 23,38.
Selain itu, diketahui sisa makanan berdasarkan jenis makanan, yaitu sisa
makanan dilihat dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah.
Sisa makanan berdasarkan jenis makanan dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3.
Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Jenis
RataSD
Nilai
Nilai
95% CI
Makanan
rata
Terendah
Tertinggi
Makanan
14, 78
14,35
0
52,88
11,01 – 18,56
pokok
Lauk
12,96
18,37
0
86,67
8,12 – 17,79
Hewani
Lauk
23,49
24,45
0
100
17,06 – 29,92
Nabati
Sayur
47,10
25,82
0
94,12
5,70 – 8,66
Buah
11,07
22,16
0
82,99
5,24 – 16,90
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan hasil penelitian pada 58 responden diketahui bahwa rata-rata
sisa makanan responden adalah makanan pokok 14,78%, lauk hewani 12,96%,
lauk nabati 23,49%, sayur 47,10 %, dan buah 11,07%. Dengan demikian terlihat
bahwa jenis makanan yang paling banyak ditinggalkan sisa makanannya oleh
responden adalah sayur.
77
Berdasarkan hasil penilaian terhadap sisa makanan yang dilakukan di
rumah sakit Haji Jakarta, diketahui bahwa jenis makanan yang meninggalkan sisa
makanan, baik makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Total
sisa makanan untuk jenis makanan pokok adalah 14,96%. Jenis makanan pokok
yang paling banyak meninggalkan sisa makanan adalah nasi, yaitu 11,50%.
Total Sisa Makanan untuk lauk hewani adalah 13,14%. Lauk hewani yang
paling banyak meninggalkan sisa makanan adalah Gulai Ayam (3,99%), Rolade
Daging (2,27%), dan Pindang Kakap Kecap (2,22%). Sementara itu, total sisa
makanan untuk lauk nabati adalah 27,92%. Lauk nabati yang paling banyak
meninggalkan sisa makanan adalah Botok Tahu (9,72) dan Pastel Kentang
(8,89%).
Sisa makanan untuk sayur memiliki jumlah yang tertinggi. Sayur
memiliki persentase sisa makanan sebanyak 50,43%. Sayur yang paling banyak
meninggalkan sisa makanan adalah bobor ayam (14,62%) dan sup kombinasi
(11,93%). Sedangkan, jenis makanan yang memiliki sisa makanan paling sedikit
adalah buah. Total Sisa makanan untuk buah adalah 10,79%. Buah yang
memiliki sisa makanan tinggi adalah pisang (4,43%). Persentase sisa makanan
berdasarkan jenis makanan dapat dilihat pada lampiran 4.
Secara keseluruhan, pencapaian akhir dari sisa makanan responden
adalah responden dikatakan memiliki sisa makanan banyak jika persentase sisa
makanan > 25% dan sisa makanan dikatakan sedikit jika persentase sisa makanan
78
≤ 25%. Dengan demikian, distribusi sisa makanan pada pasien rawat inap pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4.
Distribusi Frekuensi Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Sisa Makanan
Jumlah (n)
Persentasi (%)
> 25%
23
39,7
≤ 25%
35
60,3
Total
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.5. diatas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa
responden yang memiliki sisa makanan banyak lebih sedikit dibandingkan
dengan responden yang memiliki sisa makanan sedikit. Persentase sisa makanan
banyak sebesar 39,7 %, sedangkan persentase sisa makanan sedikit ada 60,3%.
5.5.2. Gambaran Keadaan Psikis
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner
dengan menggunakan hospital anxiety and depression scale (HADS) didapatkan
bahwa gambaran keadaan psikis pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5.
Distribusi Frekuensi Keadaan Psikis
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Keadaan Psikis
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Abnormal
3
5,2
Borderline abnormal
14
24,1
Normal
41
70,7
Total
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
79
Berdasarkan tabel 5.5. terlihat bahwa dari 58 responden, didapatkan
hasil bahwa responden yang memiliki tingkat keadaan psikis yang abnormal
lebih sedikit jika dibandingkan dengan responden yang memiliki keadaan psikis
yang borderline abnormal dan normal. Persentase responden yang memiliki
keadaan psikis yang abnormal ada 5,2%, sedangkan persentase responden yang
memiliki keadaan psikis yang borderline abnormal ada 24,1% dan responden
yang memiliki keadaan psikis yang normal ada 70,7%.
5.5.3. Gambaran Kebiasaan Makan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran kebiasaan makan pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6.
Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Kebiasaan Makanan
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Tidak Sesuai
52
89,7
Sesuai
6
10,3
Total
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.6. di atas, didapatkan dari 58 responden hasil bahwa
responden yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai dengan rumah sakit
lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan makan
sesuai. Persentase responden yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai
dengan rumah sakit mencapai 89,7%, sedangkan persentase responden yang
memiliki kebiasaan makan sesuai hanya 10,3% .
80
5.5.4. Gambaran Gangguan Pencernaan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari data rekam medis didapatkan
bahwa gambaran gangguan pencernaan pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7.
Distribusi Frekuensi Gangguan Pencernaan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Gangguan Pencernaan
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Ada
24
41,4
Tidak ada
34
58,6
Total
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.7. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa
responden yang mengalami gangguan pencernaan lebih sedikit jika dibandingkan
dengan responden yang tidak mengalami gangguan pencernaan. Persentase
responden yang mengalami gangguan pencernaan mencapai 41,4%, sedangkan
responden yang tidak memiliki gangguan pencernaan mencapai 58,6%.
5.5.5. Gambaran Status Kehamilan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner
didapatkan bahwa gambaran status kehamilan pasien rawat inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.8.
81
Tabel 5.8.
Distribusi Frekuensi Status Kehamilan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Status Kehamilan
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Hamil
0
0
Tidak hamil
58
100
Total
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.8. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil bahwa
responden yang sedang hamil tidak ada atau memiliki persentase 0%. Responden
ada dalam penelitian ini hampir semua yang tidak hamil. Persentase responden
yang tidak hamil mencapai 100%.
5.5.6. Gambaran Penampilan Makanan
Gambaran Penampilan makanan dapat dilihat dari warna, bentuk, porsi,
dan penyajian makanan. Data warna, bentuk, porsi dan penyajian makanan yang
diperoleh dari jawaban responden pada instrumen kuesioner.
5.5.6.1.Gambaran Warna Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran warna makanan pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.9.
Tabel 5.9.
Distribusi Frekuensi Warna Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Warna makanan
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Tidak Menarik
20
34,5
Menarik
38
65,5
Total
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
82
Berdasarkan tabel 5.9. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan warna makanan tidak menarik lebih
sedikit daripada responden yang menyatakan warna makanan menarik.
Persentase responden yang menyatakan warna makanan tidak menarik
mencapai hanya 34,5%, sedangkan persentase responden yang menyatakan
warna makanan menarik mencapai 65,5%.
5.5.6.2.Gambaran Bentuk Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran bentuk makanan pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10.
Distribusi Frekuensi Bentuk Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Bentuk makanan
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Tidak Menarik
24
41,4
Menarik
34
58,6
Total
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.10. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan bentuk makanan tidak menarik lebih
sedikit daripada responden yang menyatakan bentuk makanan menarik.
Persentase responden yang menyatakan bentuk makanan tidak menarik
mencapai 41,4%, sedangkan persentase responden yang menyatakan bentuk
makanan menarik mencapai 58,6%.
83
5.5.6.3.Gambaran Porsi Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran porsi makanan pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.11.
Tabel 5.11.
Distribusi Frekuensi Porsi Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Porsi makanan
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Tidak Sesuai
29
50,0
Sesuai
29
50,0
Total
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.11. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan porsi makanan tidak sesuai sama dengan
responden yang menyatakan porsi makanan sesuai. Persentase responden
yang menyatakan penampilan makanan tidak sesuai dan sesuai adalah 50,0%.
5.5.6.4.Gambaran Penyajian Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran penyajian makanan pasien rawat inap
di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.12.
Tabel 5.12.
Distribusi Frekuensi Penyajian Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Penyajian makanan
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Tidak Menarik
16
27,6
Menarik
42
72,4
Total
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
84
Berdasarkan tabel 5.12. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan penyajian makanan tidak menarik lebih
sedikit daripada responden yang menyatakan penyajian makanan menarik.
Persentase responden yang menyatakan penyajian makanan tidak menarik
hanya 27,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan penyajian
makanan menarik mencapai 72,4%.
5.5.7. Gambaran Rasa Makanan
Gambaran rasa makanan dilihat dari aroma, bumbu, konsistensi,
keempukan, dan temperature. Data aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan
temperature diperoleh dari jawaban responden pada instrumen kuesioner.
5.5.7.1.Gambaran Aroma Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran aroma makanan pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.13.
Tabel 5.13.
Distribusi Frekuensi Aroma Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Aroma makanan
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Tidak Enak
30
51,7
Enak
28
48,3
Jumlah
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.14. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak lebih banyak
daripada responden yang menyatakan aroma makanan enak. Persentase
85
responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak mencapai 51,7%,
sedangkan persentase responden yang menyatakan aroma makanan enak
mencapai 48,3%.
5.5.7.2.Gambaran Bumbu Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran bumbu makanan pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.14.
Tabel 5.14.
Distribusi Frekuensi Bumbu Makanan
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Bumbu makanan
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Tidak Terasa
34
58,6
Terasa
24
41,4
Jumlah
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.14. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan bumbu makanan tidak terasa lebih
banyak daripada responden yang menyatakan bumbu makanan terasa.
Persentase responden yang menyatakan bumbu makanan tidak terasa
mencapai 58,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan bumbu
makanan terasa mencapai 41,4%.
5.5.7.3.Gambaran Konsistensi Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran konsistensi makanan pasien rawat
inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.15.
86
Tabel 5.15.
Distribusi Frekuensi Konsistensi Makanan
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Konsistensi makanan
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Tidak sesuai
27
46,6
Sesuai
31
53,4
Total
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.15. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai lebih
sedikit daripada responden yang menyatakan konsistensi makanan sesuai.
Persentase responden yang menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai
sebesar
46,6%,
sedangkan
persentase
responden
yang
menyatakan
konsistensi makanan sesuai mencapai 53,4%.
5.5.7.4.Gambaran Keempukan Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran keempukan makanan pasien rawat
inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.16.
Tabel 5.16.
Distribusi Frekuensi Keempukan Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Keempukan makanan
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Tidak sesuai
17
29,3
Sesuai
41
70,7
Jumlah
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.16. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan keempukan makanan yang tidak sesuai
87
lebih sedikit daripada responden yang menyatakan keempukan makanan
sesuai. Persentase responden yang menyatakan keempukan makanan tidak
sesuai hanya 29,3%, sedangkan persentase responden yang menyatakan
keempukan makanan sudah sesuai mencapai 70,7%.
5.5.7.5.Gambaran Temperatur Makanan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran temperatur makanan pasien rawat
inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel 5.17.
Tabel 5.17.
Distribusi Frekuensi Temperatur Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Temperatur makanan
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Tidak Sesuai
16
27,6
Sesuai
42
72,4
Jumlah
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.17. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang menyatakan temperatur makanan tidak sesuai lebih
sedikit daripada responden yang menyatakan temperatur makanan sesuai.
Persentase responden yang menyatakan temperatur makanan tidak sesuai
hanya 27,6%, sedangkan persentase responden yang menyatakan temperatur
makanan sesuai mencapai 72,4%.
5.5.8. Gambaran Makanan dari Luar Rumah Sakit
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran makanan dari luar rumah sakit pasien
88
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 yaitu terlihat pada tabel
5.18.
Tabel 5.18.
Distribusi Frekuensi Makanan dari Luar Rumah Sakit
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Penampilan makanan
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Sering
25
43,1
Tidak sering
33
56,9
Total
58
100
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.19. di atas, dari 58 responden didapatkan hasil
bahwa responden yang sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit
lebih sedikit daripada responden yang tidak sering mengkonsumsi makanan
dari luar rumah sakit. Persentase responden yang sering mengkonsumsi
makanan dari luar rumah sakit mencapai 43,1%, sedangkan persentase
responden yang tidak sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit
mencapai 56,9%.
5.6.Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam pengujian hipotesis
penelitian dengan data rasio harus memenuhi syarat uji normalitas distribusi data.
Uji normalitas distribusi variabel sisa makanan dengan jumlah sampel 58 responden.
Adapun hasil uji normalitas terhadap variabel sisa makanan yaitu 0,200. Berdasarkan
hasil tersebut diketahui bahwa variabel sisa makanan dengan hasil analisis taraf
signifikasi 0,200 > 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa
89
penyebaran data distribusi subjek penelitian untuk variabel sisa makanan tersebut
dalam keadaan normal sehingga dapat dilakukan uji parametrik.
Analisis bivariat dalam penelitian digunakan untuk mengetahui hubungan
keadaan psikis, kebiasaan makan, gangguan pencernaan, penampilan makanan yang
meliputi warna, bentuk, porsi dan penyajian makanan, rasa makanan yang meliputi
aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur, dan makanan dari luar
rumah sakit. Dalam penelitian ini tidak dapat dilakukan analisis bivariat untuk
mengetahui hubungan antara status kehamilan dengan terjadinya sisa makanan. hal
ini karena tidak ditemukan responden yang sedang dalam masa kehamilan ketika
penelitian sedang berjalan.
5.6.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan antara keadaan sikis dengan terjadinya sisa makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji anova.
Tabel 5.19.
Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Keadaan Psikis
Rata-rata
SD
P value
12,67
12,58
0,421
Abnormal
22,54
13,80
Borderline abnormal
20,05
11,10
Normal
20,27
11,08
Total
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
90
Responden yang memiliki keadaan psikis abnormal yang rata-rata
meninggalkan sisa makanan sebanyak 12,67% dengan standar deviasi 12,58%,
sedangkan responden yang memiliki keadaan psikis borderline abnormal ratarata meninggalkan sisa makanan sebanyak 22,53% dengan standar deviasi
13,80%, dan responden yang memiliki keadaan psikis normal rata-rata
meninggalkan sisa makanan sebanyak 20,05% dengan standar deviasi 11,10%.
Dari uji statistik diperoleh nilai p value 0,421. Artinya pada α 5% tidak terdapat
hubungan keadaan psikis dengan sisa makanan.
5.6.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan kebiasaan makan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.20.
Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Kebiasaan
Rata-rata
SD
Pvalue
n
Makan
20,60
12,27
52
Tidak Sesuai
0,542
17,45
6,81
6
Sesuai
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Berdasarkan tabel 5.20, iketahui rata-rata sisa makanan pada responden
yang memiliki kebiasaan makan sesuai dengan rumah sakit adalah 20,60%
dengan standar deviasi 12,27%. Sedangkan rata-rata sisa makanan pada
responden yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai dengan rumah sakit
91
adalah 17,45% dengan standar deviasai 6,81%. Dengan uji statistik diperoleh
nilai probabilitas sebesar 0,542. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara
kebiasaan makan dengan sisa makanan.
5.6.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan gangguan pencernaan dengan terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.21.
Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Gangguan
Rata-rata
SD
Pvalue
n
Pencernaan
24,16
11,60
24
Ada
0,034
17, 53
11,35
34
Tidak ada
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden
yang memiliki
gangguan pencernaanadalah 24,16% dengan standar deviasi 11,60%. Sedangkan
rata-rata sisa makanan pada responden yang tidak memiliki gangguan
pencernaan adalah 17, 53% dengan standar deviasai 11,35%. Dengan uji statistik
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,034. Artinya pada α 5% ada hubungan
antara gangguan pencernaan dengan sisa makanan.
92
5.6.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan penampilan makanan meliputi hubungan warna, bentuk, porsi,
dan penyajian makanan dengan terjadinya sisa makan pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan menggunakan uji Tindependent.
5.6.4.1.Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan warna makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.22.
Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Warna Makanan Rata-rata
SD
Pvalue
n
24,43
13,99
20
Tidak menarik
0,051
18,08
10,26
38
Menarik
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden
yang menyatakan
warna makanan menarik adalah 24,43% dengan standar deviasi 13,99%.
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan warna makanan
menarik adalah 18,08% dengan standar deviasai 10,26%. Dengan uji statistik
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,051. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan
antara warna makanan dengan sisa makanan.
93
5.6.4.2.Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan bentuk makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.23.
Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Bentuk Makanan Rata-rata
SD
Pvalue
n
22,69
14,34
24
Tidak menarik
0,194
18,57
9,53
34
Menarik
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden
yang menyatakan
bentuk makanan tidak menarik adalah 22,69% dengan standar deviasi 14,34%.
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan bentuk makanan
menarik adalah 18,56% dengan standar deviasai 9,53%. Dengan uji statistik
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,194. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan
antara bentuk makanan dengan sisa makanan.
5.6.4.3.Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan porsi makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
94
Tabel 5.24.
Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Porsi Makanan
RataSD
Pvalue
n
rata
19,87
12,08
29
Tidak sesuai
0,799
20,67
11,
76
29
Sesuai
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan porsi
makanan tidak sesuai adalah 19,87% dengan standar deviasi 12,08%. Sedangkan
rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan porsi makanan sesuai adalah
20,67% dengan standar deviasai 11,76%. Dengan uji statistik diperoleh nilai
probabilitas sebesar 0,799. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara porsi
makanan dengan sisa makanan.
5.6.4.4.Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan penyajian makanan dengan terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.25.
Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Penyajian
Rata-rata
SD
Pvalue
n
Makanan
19,45
13,18
16
Tidak menarik
0,748
20,58
11,42
42
Menarik
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
95
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden
yang menyatakan
penyajian makanan menarik adalah 19,45% dengan standar deviasi 13,18%.
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan penyajian
makanan menarik adalah 20,58% dengan standar deviasai 11,42%. Dengan uji
statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,748. Artinya pada α 5% tidak ada
hubungan antara penyajian makanan dengan sisa makanan.
5.6.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,
keempukan, kerenyahan, kematangan, dan temperatur dengan terjadinya sisa
makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.
5.6.5.1.Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan aroma makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.26.
Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Aroma Makanan Rata-rata
SD
Pvalue
n
25,04
10,47
30
Tidak enak
0,001
15,16
11,18
28
Enak
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
96
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden
yang menyatakan
aroma makanan tidak enak adalah 25,04% dengan standar deviasi 10,47%.
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan aroma makanan
enak adalah 15,16% dengan standar deviasai 11,18%. Dengan uji statistik
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,001. Artinya pada α 5% ada hubungan
antara aroma makanan dengan sisa makanan.
5.6.5.2.Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan bumbu makanan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.27.
Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Bumbu Makanan Rata-rata
SD
Pvalue
n
22,33
9,92
34
Tidak terasa
0,115
17,35
13,78
24
Terasa
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden
yang menyatakan
bumbu makanan tidak terasa adalah 22,33% dengan standar deviasi 9,92%.
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan bumbu makanan
terasa adalah 17,35% dengan standar deviasai 13,78%. Dengan uji statistik
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,115. Artinya pada α 5% tidak ada hubungan
antara bumbu makanan dengan sisa makanan.
97
5.6.5.3.Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan konsistensi makanan dengan terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.28.
Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Konsistensi
RataSD
Pvalue
n
Makanan
rata
20,72
11,94
27
Tidak sesuai
0,789
19,88
11, 90
31
Sesuai
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden
yang menyatakan
konsistensi makanan tidak sesuai adalah 20,72% dengan standar deviasi 11,94%.
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan konsistensi
makanan sesuai adalah 19,88% dengan standar deviasai 11,90%. Dengan uji
statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,789. Artinya pada α 5% tidak ada
hubungan antara konsistensi makanan dengan sisa makanan.
5.6.5.4.Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan keempukan makanan dengan terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 diketahui dengan
menggunakan uji T- independent.
98
Tabel 5.29.
Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Keempukan
Rata-rata
SD
Pvalue
n
Makanan
20,37
14,37
17
Tidak sesuai
0,983
20,25
10,80
41
Sesuai
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden
yang menyatakan
keempukan makanan tidak sesuai adalah 20,37% dengan standar deviasi 14,37%.
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan keempukan
makanan sesuai adalah 20,25% dengan standar deviasai 10,80%. Dengan uji
statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,983. Artinya pada α 5% tidak ada
hubungan antara keempukan makanan dengan sisa makanan.
5.6.5.5.Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Hubungan temperatur makanan dengan terjadinya sisa makanan diketahui
dengan menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.30.
Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Temperatur
Rata-rata
SD
Pvalue
n
Makanan
21,95
13,66
16
Tidak sesuai
0,510
19,63
11,16
42
Sesuai
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden
yang menyatakan
temperatur makanan tidak sesuai adalah 21,95% dengan standar deviasi 13,66%.
99
Sedangkan rata-rata sisa makanan pada responden menyatakan temperatur
makanan sesuai adalah 19,63% dengan standar deviasai 11,16%. Dengan uji
statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,510. Artinya pada α 5% tidak ada
hubungan antara temperatur makanan dengan sisa makanan.
5.6.6. Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan Terjadinya Sisa
Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011
Hubungan makanan dari luar rumah sakit dengan terjadinya sisa makanan
diketahui dengan menggunakan uji T- independent.
Tabel 5.31.
Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit
dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Makanan dari Luar Rata-rata
SD
Pvalue
n
Rumah Sakit
23,85
10,55
25
Sering
0,044
17,56
12,16
33
Tidak sering
Sumber : data primer yang diolah oleh peneliti, 2011
Diketahui rata-rata sisa makanan pada responden
yang sering
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah 23,85% dengan standar
deviasi 10,55%. Sedangkan rata-rata sisa makanan responden yang tidak sering
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah 17,56% dengan standar
deviasai 12,16%. Dengan uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,044.
Artinya pada α 5%
terdapat hubungan antara porsi makanan dengan sisa
makanan.
100
BAB 6
PEMBAHASAN
6.4. Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti menyadari terdapat keterbatasan dan
kelemahan dalam penelitian ini yaitu :
1.
Peneliti memiliki keterbatasan dalam meneliti faktor kondisi psikis. Kondisi
psikis yang dialami oleh responden ada berbagai macam mulai dari stress,
kecemasan, depresi, dan lainnya. Dalam penelitian ini kondisi psikis yang
diteliti hanya depresi saja. Hal ini karena keterbatasan peneliti untuk menilai
faktor keadaan psikis lainnya yang mungkin dialami responden.
2.
Penelitian ini tidak membatasi faktor preferensi makanan atau membatasi
faktor budaya yang dimiliki oleh responden yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian, seperti penilaian responden terhadap mutu makanan rumah sakit,
baik itu dari penampilan makanan yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan
penyajian makanan, dan rasa makanan yang meliputi aroma, bumbu,
konsistensi, dan temperatur.
3.
Dalam penelitian ini, responden hanya melakukan penilaian dengan metode
food weighting terhadap sisa makanan yang sudah dibawa kembali ke ruang
instalasi gizi. Tidak dilakukan observasi atau pengontrolan terhadap makanan
selama makanan disajikan kepada pasien. Hal ini menimbulkan bias bahwa
makanan yang disajikan oleh rumah sakit yang seharusnya dimakan oleh
101
pasien, memiliki kemungkinan untuk dimakan oleh penunggu atau keluarga
pasien.
4.
Peneliti tidak membatasi jenis penyakit dan tidak melihat secara spesifik
bentuk atau jenis gangguan pencernaan, sehingga dapat mempengaruhi asupan
makan yang akan mempengaruhi jumlah sisa makanan dan menimbulkan bias
dalam melakukan analisis hubungan gangguan pencernaan dan sisa makanan.
5.
Penelitian ini hanya menggunakan kuesioner terstruktur dan penilaian
terhadap mutu makanan hanya dilakukan secara keseluruhan makanan (bukan
per jenis makanan) dan memiliki subjektifitas yang tinggi sehingga dapat
menimbulkan bias dalam memberikan penilaian terhadap mutu makanan, baik
itu dari segi penampilan makanan maupun rasa makanan.
6.
Pengambilan data untuk variabel makanan dari luar rumah sakit hanya
berdasarkan kuesioner saja. Tidak dilakukan observasi secara langsung
sehingga tidak diketahui secara pasti frekuensi dan jumlah makanan dari luar
rumah sakit sesungguhnya yang dimakan dan tidak dapat melihat sejauh mana
makanan dari luar rumah sakit berhubungan dengan terjadinya sisa makanan.
6.5.Sisa Makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011
Sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah
makanan disajikan (Hirch (1979) dalam Carr (2001) ). Penelitian ini membahas
mengenai sisa makanan yang ditinggalkan oleh pasien yang dibandingkan dengan
jumlah makanan yang disajikan oleh rumah sakit yang tidak dikonsumsi. Beberapa
102
penelitian yang dilakukan di rumah sakit memperlihatkan bahwa sisa makanan
berkisar
antara
17-67%
(Zakiah,
2005).
Dalam
Renangningtyas
(2004)
menyebutkan bahwa sisa makanan dikatakan tinggi atau banyak jika pasien
meninggalkan sisa makanan > 25%.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 58 orang pasien rawat inap
di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011 menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan
yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta mencapai 20,27%. Nilai tertinggi sisa
makanan yang ditinggalkan oleh responden adalah 57,94%.
Hasil penelitian memperlihatkan rata-rata sisa makanan responden sebesar
20,27%. Persentase sisa makanan responden paling banyak berasal dari sayur. Hal
ini terlihat dari persentase sisa makanan jenis sayur lebih tinggi jika dibandingkan
dengan dengan jenis lainnya, yaitu sebesar 47,10%. Berdasarkan jenis makanan,
persentase sisa makanan yang paling rendah adalah buah, yaitu sebesar 11,07%.
Menurut Depkes (1990) dalam Supariasa (2001), tingkat konsumsi atau
asupan makan seseorang dikatakan kurang jika asupan yang dimakan hanya 70-80%
dari angka kebutuhan gizi. Rata-rata sisa makanan yang ditinggalkan oleh
responden adalah 20,27%, yang artinya rata-rata daya terima makanan atau asupan
makanan responden adalah 79,73%. Dengan demikian, asupan makan pada
responden dalam penelitian ini masih kurang. Kurangnya kecukupan atau asupan zat
gizi dapat dihubungkan dengan berkurangnya energi dan protein dalam tubuh. Hal
ini karena terjadinya pemakaian cadangan energi dan protein untuk menutupi
kekurangan asupan energi dan protein. Selain itu, pasien membutuhkan asupan zat
103
gizi yang cukup untuk memperbaiki keadaan fisiknya yang menurun sebagai efek
dari penyakit yang diderita.
Namun, banyak penelitian yang menggunakan jumlah sisa makanan
sebanyak >25% sebagai indikator bahwa sisa makanan di sebuah rumah sakit
bermasalah. Hal ini sesuai dengan Peterson (2011) bahwa mengkonsumsi kurang
dari 75% dari kebutuhan sehari-hari di rumah sakit dapat dikaitkan dengan hasil
yang buruk. Salah satu akibat buruk yang ditimbulkan adalah defisiensi zat gizi atau
kekurangan asupan zat gizi seperti yang dikemukakan sebelumnya.
Berdasarkan besar sedikitnya sisa makanan, responden yang meninggalkan
sisa makanan lebih banyak atau >25% memiliki persentase lebih sedikit
dibandingkan dengan responden yang memiliki sisa makanan sedikit. Persentase
sisa makanan lebih banyak (>25%) sebanyak 39,7 %, sedangkan persentase sisa
makanan sedikit sebanyak ≤ 60,3%. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa di
Rumah Sakit Haji Jakarta sisa makanan belum menjadi masalah karena masih
dibawah target jumlah sisa makanan.
Namun, di Rumah Sakit Haji Jakarta, penentuan besarnya masalah untuk
sisa makanan ditentukan dengan cut of point 50%. Instalasi gizi rumah sakit Haji
Jakarta melakukan evaluasi terhadap makanan yang meninggalkan sisa makanan
sebesar 50%. Jika terdapat sisa makanan mencapai 50% untuk setiap jenis makanan
(makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah), dan jumlah sisa
makanan 50% tersebut ditinggalkan oleh separuh dari total pasien di rumah sakit,
104
maka hal tersebut baru dianggap sebagai suatu masalah dan harus dilakukan
perbaikan, misalnya dengan mengganti menu.
Padahal, pada tingkat sisa makanan yang ditinggalkan pasien yang
berjumlah lebih dari 25% sudah dianggap sebagai suatu masalah. Hal ini karena
asupan makanan yang diterima oleh pasien hanya kurang dari 75% sudah dapat
masuk dikategorikan dalam asupan makan kurang. Padahal seperti yang
dikemukanan oleh Renaningtyas (2004) bahwa pasien seharusnya menghabiskan
seluruh makanan yang sudah disajikan. Jika pasien tidak menghabiskan
makanannya, berarti asupan makan pasien tidak adekuat. Hal ini karena makanan
yang disediakan oleh instalasi gizi sudah diperhitungkan jumlah dan mutu gizinya,
dan harus dihabiskan pasien agar penyembuhannya dapat berjalan sesuai dengan
program yang ditetapkan.
Oleh karena itu, paling tidak responden harus dapat mengkonsumsi
makanannya sebanyak lebih dari 75% dari yang disajikan oleh rumah sakit. bila
perlu, asupan makanan yang diberikan lebih dari 80% dari yang disajikan oleh
rumah sakit. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Depkes (1990) dalam Supariasa
bahwa asupan gizi tercukupi jika mengkonsumsi lebih dari 80%. Dengan demikian,
dalam melakukan evaluasi sisa makanan, jumlah sisa makanan maksimal yang
boleh ditinggalkan adalah 20% atau 25%.
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan. Sisa
makanan terjadi bukan hanya karena nafsu makan yang ada dalam diri seseorang,
tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain faktor
105
yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang berasal
dari dalam pasien atau faktor internal. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap
terjadinya sisa makanan adalah sikap petugas ruangan, jadwal makan atau waktu
pembagian makan, suasana lingkungan tempat perawatan, makanan dari luar rumah
sakit, dan mutu makanan (Moehyi, 1992).
Faktor internal juga berkaitan dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi yang
mempengaruhi asupan makan. Menurut Soegih (2004), beberapa faktor yang secara
langsung maupun tidak langsung menyebabkan asupan makan yang kurang selama
rawat inap antara lain pasien terlalu lama dipuasakan, tidak diperhitungkan
penambahan zat gizi, obat-obatan yang diberikan, gejala gastrointestinal, serta
penyakit yang menyertai.
Berdasarkan hasil pengukuran sisa makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit
Haji Jakarta, pasien yang tidak menghabiskan makanan dari segi faktor internalnya
lebih sering dikarenakan terjadinya gangguan pencernaan pada pasien. Dari segi
faktor eksternal, terjadi karena rasa makanan yang disajikan pada pasien memiliki
aroma makanan yang tidak enak dan perilaku pasien yang sering mengkonsumsi
makanan dari luar rumah sakit.
6.6.Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang diteliti berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta antara
lain keadaan psikis, kebiasaan makan pasien, gangguan pencernaan, penampilan
106
makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi dan penyajian, rasa makanan yang
meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur, dan makanan dari
luar rumah sakit. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan pengujian hubungan antara
status kehamilan dengan terjadinya sisa makanan, karena responden dalam
penelitian ini homogen, yaitu tidak dalam masa kehamilan.
6.6.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Keadaan psikis adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan
kejiwaan. Menurut Moehyi (1999), orang sakit mengalami tekanan psikologis
yang diperlihatkan melalui perubahan perangan karena perubahan yang terjadi
pada responden selama di rumah sakit.
Dalam penelitian ini, rata-rata sisa makanan yang ditinggalkan oleh
responden yang memiliki keadaan psikis abnormal atau mengalami depresi
mencapai 12,67%. Responden yang berada dalam keadaan normal meninggalkan
rata-rata sisa makanan lebih besar, yaitu 20,05%. Sementara itu, responden yang
berada dalam keadaan borderline abnormal meninggalkan rata-rata sisa makanan
lebih banyak, yaitu 22,54% .
Responden yang berada dalam keadaan borderline abnormal memiliki
sisa makanan lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berada dalam
keadaan normal atau abnormal. Responden dalam keadaan abnormal dalam hal
ini mengalami depresi meninggalkan sisa makanan lebih sedikit dibandingkan
107
dengan responden yang berada dalam keadaan borderline abnormal maupun
normal.
Berdasarkan uji statistik, diperoleh nilai p value 0,421. Artinya, dalam
penelitian ini tidak ada hubungan antara keadaan psikis dengan terjadinya sisa
makanan. Hal ini berbeda dengan teori Isselbacher (1999) bahwa kondisi psikis
yang terjadi pada pasien dalam bentuk depresi dapat mengurangi asupan makan.
Dalam penelitian ini responden yang berada dalam keadaan normal memiliki
rata-rata sisa makanan lebih tinggi daripada responden yang tidak normal. Hal ini
mungkin karena kondisi psikis responden yang mengalami depresi hanya sedikit.
Sebagian besar responden berada dalam keadaan normal, yakni 70,7% dari total
responden.
Meskipun berada dalam keadaan sakit, keadaan psikis responden
sebagian besar masih normal. Hal ini karena jenis penyakit yang diderita oleh
responden sebagian besar bukanlah penyakit kronis. Meskipun ada, persentase
responden yang menderita penyakit kronis, seperti jantung dan diabetes sebesar
37,9%. Responden yang menderita penyakit kronis yang memiliki keadaan psikis
abnormal atau mengalami depresi hanya 13,6%. Sedangkan, penderita penyakit
kronis yang berada dalam keadaan normal mencapai 77,8%.
Berdasarkan uji chi square antara jenis penyakit dengan keadaan psikis,
nilai p value yang didapat adalah 0,057 yang artinya tidak ada hubungan antara
jenis penyakit dengan kondisi psikis. Hal ini berbeda dengan teori yang
dikemukakan oleh (Moos, dalam Caninsti (2007)) bahwa penyakit kronis akan
108
membawa penderitanya berada dalam tahap krisis yang identik dengan
keseimbangan fisik, sosial dan psikologis. Pasien akan merasa cemas, takut dan
mengalami perubahan emosi lainnya.
Dalam penelitian ini, responden yang menderita penyakit kronis masih
berada dalam keadaan yang normal. Hal ini karena adanya program bimbingan
mental yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien sehingga tekanan
psikologis responden dapat dikurangi dan memungkinkan responden untuk
berada dalam kondisi normal.
6.6.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih
makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Pola makan sehari-hari
merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan
setiap harinya. Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat
konsumsi seseorang. perbedaan pola makan di rumah dan pada saat di RS akan
mempengaruhi daya terima pasien terhadap makanan.
Hasil uji t antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa makanan pada
pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta memperlihatkan bahwa responden
yang memiliki kebiasaan makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa makanan
sebanyak 20,60%, sedangkan responden yang memiliki kebiasaan makanan
sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebanyak 17,45%. Berdasarkan uji
109
statistik diperoleh nilai p value 0,542. Dengan demikian, tidak ada hubungan
antara kebiasaan makanan dengan sisa makanan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mutyana (2010), yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan
makanan di rumah dengan daya terima makan pasien yang terlihat dari sisa
makanan yang banyak, yakni 56,5%. Namun, hasil penelitian ini, tidak sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyani (2003) dalam Priyanto (2009)
yang menyatakan ada hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa
makanan dengan nilai p value 0,023.
Dalam penelitian ini, responden yang memiliki kebiasaan makan tidak
sesuai dengan rumah sakit memiliki sisa makanan lebih banyak daripada
responden yang memiliki kebiasaan makan sesuai dengan rumah sakit. Hal ini
sesuai dengan teori Castonguary (1987) dalam Tanaka (1998) yang menyatakan
bahwa kebiasaan makan seseorang dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan
yang disajikan. Bila makanan yang disajikan, baik susunan menu maupun besar
porsinya, sesuai dengan kebiasaan makan orang tersebut maka makanan tersebut
cenderung akan dihabiskan. Sebaliknya, bila kebiasaan makan tidak sesuai maka
akan
membutuhkan
waktu
penyesuaian
untuk
dapat
menerima
dan
menghabiskan makanan tersebut.
Namun, berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value 0,542 yang
artinya tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa
makanan. Hal ini mungkin dikarenakan ada faktor lain dalam kaitannya dengan
110
kebiasaan makan responden yang menyebabkan responden tidak menghabiskan
sisa makanannya, misalnya saja faktor preferensi makanan.
Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki kebiasaan makan dengan susunan
makanan yang lengkap yakni terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk
nabati, sayur, dan buah, dengan frekuensi makan 3x dan pemberian jumlah
makanan pada pasien yang masih berdasarkan dengan PUGS. Namun, dalam
penelitian ini masih terdapat 39,7% dari 58 responden yang memiliki kebiasaan
makan berbeda dengan rumah sakit.
Dalam penelitian ini, ada 12,1% responden yang memiliki susunan tidak
lengkap dan 27,6% responden yang memiliki susunan makanan kurang lengkap.
Meskipun sebagian besar responden tidak memiliki kebiasaan makan
mengkonsumsi buah, namun jumlah sisa makanan jenis buah hanya 11,07%.
Begitu juga dengan sayur. Meskipun sebagian besar memiliki kebiasaan makan
mengkonsumsi makanan dalam bentuk sayur, namun jumlah sisa makanan dari
sayur lebih besar, yakni mencapai 47,10%. Dengan demikian, ada faktor lain
selain kebiasaan makan yang menyebabkan responden tidak menghabiskan
makanannya, misalnya faktor preferensi makanan.
Faktor preferensi terhadap makanan yang dapat menyebabkan responden
menghabiskan makanannya. Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai
derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap makanan dan preferensi ini akan
berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Suhardjo 1989). Setiap masyarakat
mengembangkan cara yang turun temurun untuk mencari, memilih, menangani,
111
menyiapkan, dan memakan makanan. Adat istiadat menentukan preferensi
seseorang terhadap makanan.
Kesukaan akan makanan berbeda dari satu bangsa ke bangsa lain, dan
dari daerah/suku ke daerah /suku lain. Di Indonesia, kesukaan makanan antar
daerah/suku juga banyak berbeda. Makanan di Sumatera, khususnya di Sumatra
Barat lebih pedas daripada makanan di Jawa, khususnya Jawa Tengah yang suka
makanan manis. Secara umum makanan yang disukai adalah makanan yang
memenuhi selera atau citarasa/inderawi, yaitu dalam hal rupa, warna, bau, rasa,
suhu dan tekstur (Almatsier, 2001). Hasil penelitian Drewnowski (1999)
menyebutkan ada hubungan yang siginifikan preferensi makanan dengan
frekuensi makan. Oleh karena itu, selain kebiasaan makan, preferensi makanan
adalah salah satu hal penting yang bisa saja berkaitan dengan terjadinya sisa
makanan.
6.6.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Jenis penyakit berperan dalam terjadinya sisa makanan. Salah satu
penyakit yang menyebabkan rendahnya konsumsi makanan adalah penyakit
infeksi saluran pencernaan. Gangguan pencernaan merupakan salah satu
penyebab terjadinya sisa makanan banyak. Gangguan pencernaan yaitu
kumpulan gangguan yang terdiri dari rasa tidak enak pada perut seperti nyeri ulu
hati, heartburn, mual, muntah, kembung, sendawa, cepat kenyang, konstipasi,
diare, nafsu makan berkurang dan dispesia (Desdiani, 2004)
112
Berdasarkan uji t antara gangguan pencernaan dengan sisa makanan
diketahui
bahwa
responden
yang
ada
gangguan
pencernaan
rata-rata
meninggalkan sisa makanan sebanyak 24,16%. Sedangkan responden yang tidak
memiliki gangguan pencernaan rata-rata hanya meninggalkan sisa makanan
sebanyak sebesar 17,53%. Dengan uji statistik diperoleh nilai p value 0,034.
Dengan demikian, ada hubungan antara gangguan pencernaan dengan sisa
makanan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukanan oleh Soegih (2004)
bahwa gangguan pencernaan dapat mempengaruhi terjadinya sisa makanan.
Ketika ada gangguan dalam saluran pencernaan, maka asupan makan pun
menjadi
terganggu
dan
memungkinkan
pasien
untuk
tidak
mampu
mengkonsumsi lagi makanannya hingga menyebabkan terjadinya sisa makanan
(Supariasa, 2001).
Sering muntah akan membuat makan menjadi lebih sulit untuk diterima
dan dihabiskan oleh responden. Hal ini karena rasa mual serta muntah sporadis
bisa menyebabkan kehilangan nafsu makan secara total. Jika muntah menjadi
parah, lapisan lambung dan kerongkongan bisa mengalami iritasi dan
peradangan. Kondisi ini akan membuat responden menjadi lebih sering muntah
di kemudian hari karena perut yang menjadi lebih sulit untuk menerima makanan
padat.
Di rumah sakit Haji Jakarta, 41,4% responden mengalami gangguan
pencernaan. Gangguan pencernaan menyebabkan responden kehilangan selera
113
makan yang menyebabkan tidak dihabiskannya makanan. Konsistensi makanan
untuk responden yang mengalami gangguan pencernaan sudah dimodifikasi,
misalnya dengan memberikan makanan dalam bentuk makanan lunak, namun
sisa makanan yang ditinggalkan responden masih tinggi.
Selain perubahan konsistensi, pembatasan pemberian bumbu juga
dilakukan. Responden yang menderita gangguan pencernaan, biasanya makanan
yang diberikan tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik
secara termis, mekanis, maupun kimia. Akibatnya, makanan menjadi kurang
beraroma dan bumbunya tidak terasa dan menyebabkan responden kehilangan
selera makan. Hal ini terlihat dalam uji Chi Square antara gangguan pencernaan
dengan aroma makanan. Berdasarkan uji chi square diketahui bahwa responden
yang memiliki gangguan pencernaan yang menyatakan aroma makanan yang
disajikan tidak enak ada 54,2%.
Dengan demikian, makanan yang disajikan untuk responden yang
mengalami gangguan pencernaan harus diperhatikan lagi, terutama untuk
pemberian bumbu. Prinsip pemberian diet untuk responden yang mengalami
gangguan pencernaan adalah pembatasan bahan makanan atau bumbu yang
tajam, seperti cabai, bawang, merica, cuka, dan sebagainya yang berbau tajam.
Oleh karena itu,untuk memperbaiki rasa makanan menjadi lebih baik, dapat
ditambahkan pemberian bumbu lain yang tidak berbau tajam, seperti gula,
garam, veetsin, kunci, kencur, jahe, terasi, laos, salam, sereh dan sebagainya.
114
6.6.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Penampilan makanan yang menarik dan disajikan dengan baik
menyebarkan ketertarikan sehingga akan memengaruhi seseorang untuk
mengkonsumsi makanan yang disajikan. Pada penelitian ini aspek-aspek yabng
termasuk ke dalam penampilan makanan ialah warna, bentuk, porsi, dan
penyajian.
6.6.4.1.Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Warna makanan merupakan rangsangan pertama pada indera penglihatan.
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan. Warna
daging yang sudah berubah menjadi cokelat kehitaman, warna sayuran yang
sudah berubah menjadi pucat sewaktu disajikan, akan menjadi sangat tidak
menarik dan menghilangkan selera untuk memakannya. Dalam suatu menu yang
baik haruslah terdapat kombinasi warna lebih dari dua macam untuk membuat
penampilan makanan menjadi lebih menarik (Moehyi, 1992).
Hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang menyatakan warna makanan
tidak menarik memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 24,43%. Rata-rata sisa
makanan ini lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata sisa makanan
responden yang menyatakan wana makanan menarik, yaitu 18,08%. Berdasarkan
nilai probabilitas, diperoleh nilai p value 0,051 yang artinya tidak ada hubungan
115
antara warna makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji
Jakarta.
Hal penelitian ini berbeda dengan penelitian lain tentang sisa makanan
pasien rawat inap yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Tangerang oleh Tanaka
(1998), dan di RSIA Budi Asih Tangerang oleh Mutyana (2011) yang
menyatakan bahwa adanya hubungan bermakna antara warna makanan dengan
daya terima makan pasien rawat inap yang dilihat berdasarkan sisa makanan.
Warna makanan yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta tidak
berhubunngan dengan terjadinya sisa makanan. Hal ini karena makanan yang
diberikan kepada responden sudah diperhatikan bagaimana cara mengolah bahan
dan teknik memasak makanan. Hal ini juga terlihat dari persentase responden
yang menyatakan warna makanan sudah menarik sebesar 65,5%.
Di Rumah Sakit Haji Jakarta, warna makanan sudah diperhatikan sejak
pembelian bahan makanan. Bahan makanan yang dibeli, baik itu sayuran,
daging, ikan, buah, dan bahan makanan lainnya telah terlebih dahulu
diperhatikan tingkat kesegarannya. Pada saat pengolahan makanan juga
diperhatikan teknik memasak, seperti merebus sayuran tidak terlalu matang agar
pigmen sayuran tidak hilang dan warna yang ditampilkan tetap menarik dan
masih terlihat segar. Hal yang sama juga dilakukan pada saat menggoreng atau
menumis bahan makanan lainnya.
Selain teknik memasak, pemberian bumbu untuk juga dilakukan oleh
Rumah Sakit Haji Jakarta. Sebagian besar penggunaan warna makanan
116
menggunakan bumbu alami, seperti bumbu kuning dan bumbu putih untuk
memasak lauk pauk, atau bahan makanan lain seperti gula merah untuk membuat
bubur sumsum. Karena warna makanan yang disajikan oleh rumah sakit sudah
baik, maka sisa makanan yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta tidak disebabkan
oleh warna makanan atau tidak ada hubungan antara warna makanan dengan sisa
makanan.
6.6.4.2.Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Bentuk makanan merupakan bagian terpenting dalam penampilan
makanan. Bentuk makanan yang menarik akan menimbulkan ketertarikan bagi
seseorang untuk mengkonsumsi makanan. Hasil uji t menunjukkan bahwa pasien
yang menyatakan bentuk makanan tidak menarik memiliki rata-rata sisa
makanan sebesar 22,69%. Sedangkan rata-rata sisa makanan responden yang
menyatakan bentuk makanan menarik mencapai 18,57%.Rata-rata sisa makanan
ini lebih besar jika dibandingkan dengan responden yang menyatakan bentuk
makanan menarik.
Hal ini sesuai dengan teori Moehyi (1992) bahwa bentuk makanan yang
menarik akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang
disajikan.
Bentuk makanan yang menarik dapat meningkatkan daya terima
makan sehingga responden menghabiskan makanannya. Semakin menarik
bentuk makanan maka, sisa makanan yang ditinggalkan akan semakin sedikit.
117
Dalam penelitian ini diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,194.
Berdasarkan nilai probabilitas, dalam penelitian ini terlihat bahwa tidak ada
hubungan antara bentuk makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah
Sakit Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang
daya terima makan pasien rawat inap yang dilihat berdasarkan sisa makanan
yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Tangerang oleh Tanaka (1998), dan
Mutyana (2011) yang menyatakan bahwa adanya hubungan bermakna antara
bentuk makanan dengan sisa makanan pasien rawat inap di rumah sakit.
Di Rumah Sakit Haji Jakarta, jumlah responden yang menyatakan bentuk
makanan yang disajikan oleh rumah sakit menarik sebanyak 58,6%. Hal ini
karena pihak rumah sakit, terutama instalasi gizi telah membuat makanan lebih
menarik dengan cara memotong bahan makanan atau membentuk makanan yang
sudah jadi, misalnya saja rolade daging atau nasi.
Pada saat pengolahan makanan, sayuran, seperti wortel, labu, atau
kentang dipotong dan dibentuk menjadi bentuk dadu atau irisan memanjang
dengan pinggiran yang bergelombang atau bergerigi. Untuk buah, terutama buah
potong seperti semangka atau melon juga diperhatikan pemotongannya sehingga
dapat menciptakan kesan semenarik mungkin. Namun, untuk buah seperti jeruk
dan pisang tetap disajikan utuh.
Selain itu, cara membentuk jenis makanan seperti lauk nabati dan hewani
juga diperhatikan potongannya. Untuk lauk nabati, biasanya tempe atau tahu
diiris memanjang kecil atau dadu, tergantung dengan menu yang akan dibuat.
118
Begitu juga dengan memotong lauk hewani seperti sosis yang dipotong oval dan
agak miring. Cara penyajian nasi juga menggunakan cetakan agar tampat lebih
menarik.
Dengan membuat bentuk makanan yang semenarik mungkin, maka dapat
meningkatkan penampilan makanan dan meningkatkan selera makan. Hal inilah
yang menyebabkan 58,6% responden menilai bahwa bentuk makanan yang
disajikan oleh rumah sakit sudah menarik. Dengan demikian, bentuk makanan
tidak berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta.
6.6.4.3.Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan dan kebutuhan
setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan makannya. Besar porsi makanan
bukan hanya berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan
makanan, tetapi juga berkaitan dengan penampilan makanan. Hasil uji t
menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan bentuk makanan tidak
sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 19,87%. Rata-rata sisa makanan
ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan responden yang menyatakan porsi
makanan sesuai.
Dalam penelitian ini diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,799.
Berdasarkan nilai probabilitas, dalam penelitian ini terlihat bahwa tidak ada
hubungan antara porsi makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit
119
Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang daya
terima makan pasien rawat inap yang dilakukan di RSIA Budiasih oleh Mutyana
(2011) yang menyatakan bahwa adanya tidak hubungan bermakna antara porsi
makanan dengan daya terima makan yang dilihat berdasarkan sisa makanan.
Responden yang ada di Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki kebutuhan
gizi yang berbeda-beda. Porsi makanan yang diberikan kepada pasien juga
berbeda tergantung pada usia, jenis kelamin, dan jenis penyakit yang diderita
oleh responden.
Berdasarkan uji chi square antara jenis kelamin dengan porsi makanan,
terlihat bahwa responden yang menyatakan porsi makanan tidak sesuai ada
62,5% sedangkan responden perempuan yang menyatakan porsi makanan tidak
sesuai mencapai 41,2%. Nilai probabilitas dari uji ini adalah 0,110 yang artinya
tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kesesuaian porsi makanan.
Dengan demikian, jenis kelamin tidak ada kaitannya dengan kesesuaian porsi
makanan yang memiliki kemungkinan untuk menyebabkan terjadinya sisa
makanan sehingga tidak dibedakan porsi makanan untuk laki-laki dan
perempuan.
Meskipun di RS Haji Jakarta, porsi makanan tidak dibedakan berdasarkan
jenis kelamin, namun porsi makanan yang diberikan kepada responden harus
dihitung terlebih dahulu dengan membuat standar porsi. Karena responden dalam
penelitian ini adalah orang dewasa, maka sebagian besar memiliki porsi yang
120
sama. Selain itu, porsi makanan yang disajikan juga memperhatikan jenis diet
sesuai dengan jenis penyakit yang diderita oleh pasien.
Untuk jenis penyakit, pembatasan porsi dilakukan pada saat pewadahan
makanan. Misalnya saja, pemorsian nasi pasien DM, penambahan jumlah lauk
hewani untuk untuk pasien diet TKTP atau pengurangan lauk hewani untuk
mengurangi asupan kolesterol, lemak, asam, urat, dan lain sebagainya.
Di Rumah Sakit Haji Jakarta, pemorsian sudah dilakukan pada saat
pengadaan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, bahkan
pada saat
memasak bahan makanan. Namun, pada saat pewadahan makanan, pemorsian
makanan yang sudah matang akan dilakukan kembali. Rumah sakit akan
memberikan porsi makanan yang sesuai dengan jenis diet atau jenis penyakit
responden.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Tanaka
(1998) bahwa makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah atau porsi
yang telah ditentukan. Besar porsi makanan menjadi sangat penting terutama
pada penyelenggaraan makanan bagi orang sakit dimana makanan juga berperan
dalam memberikan terapi. Oleh karena itu, pemorsian yang dilakukan oleh RS
Haji Jakarta juga sudah berdasarkan pada kebutuhan tubuh terhadap zat gizi.
Pemorsian yang dilakukan oleh RS Haji Jakarta sudah direncanakan dan
diperhitungkan kebutuhan bahan makanan dan disesuaikan dengan kebutuhan zat
gizi. Hasilnya kemudian dimasukkan ke dalam standar porsi. Selanjutnya standar
porsi ini kemudian dijadikan sebagai acuan untuk mengolah bahan makanan.
121
Standar porsi juga memudahkan pemorsian makanan ke dalam wadah makanan.
Pemorsian kembali ke wadah makanan amat penting. Hal ini karena pemorsian
kembali pada saat pewadahan makanan harus berdasarkan jenis diet atau jenis
penyakit responden.
Hal inilah yang membuat 50% dari total responden mengganggap bahwa
porsi makanan yang disajikan oleh rumah sakit sudah sesuai. Penelitian yang
dilakukan oleh Sukmaningrum (2005) di Rumah Sakit Haji Jakarta juga
menyebutkan bahwa porsi yang disajikan oleh rumah sakit sudah cukup. Dengan
demikian, tidak ada hubungan antara porsi makanan dengan terjadinya sisa
makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta.
6.6.4.4.Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Penyajian
makanan
merupakan
faktor
terakhir
dari
proses
penyelenggaraan menu makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita rasa
yang tinggi tetapi bila dalam penyajiaannya tidak dilakukan dengan baik, maka
nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena makanan yang ditampilkan
waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan sehingga menimbulkan
selera yang berkaitan dengan cita rasa (Moehyi, 1992).
Hasil uji t menunjukkan bahwa responden yang melakukan menyatakan
penyajian makanan tidak menarik memiliki rata-rata sisa makanan sebesar
19,45%. Rata-rata sisa makanan ini lebih kecil jika dibandingkan dengan
responden yang menyatakan bentuk makanan menarik. responden yang
122
melakukan menyatakan penyajian makanan menarik memiliki rata-rata sisa
makanan sebesar 20,58%.
Berdasarkan nilai probabilitas, dalam penelitian ini terlihat bahwa tidak
ada hubungan antara bentuk makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah
Sakit Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang sisa
makanan yang dilakukan oleh Sulistyani (2003) di RSUD Kraton Pekalongan
yang menyatakan tidak ada hubungan antara penyajian makanan dengan
terjadinya sisa makanan. Namun, hasil penelitian berbeda dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Raharjo (1997) di RSU Dr. Soeselo Slawi dan RSU Harapan
Anda Tegal yang menyatakan ada hubungan antara penyajian makanan dengan
terjadinya sisa makanan.
Responden yang menyatakan penyajian makanan tidak menarik memiliki
sisa makanan lebih sedikit daripada responden yang menyatakan penyajian
menarik. Padahal semakin menarik penyajian makanan maka sisa makanan akan
semakin lebih sedikit. Penyajian makanan memberikan arti khusus bagi
penampilan makanan. penyajian dirancang untung menyediakan makan yang
berkualitas tinggi dan dapat memuaskan pasien, aman serta harga yang layak.
Penggunaan dan pemilihan alat makan yang tepat dalam penyusunan makanan
akan mempengaruhi penampilan makanan yang disajikan dan terbatasnya
perlengkapan
alat
merupakan
faktor
menghabiskan makanannya (Nuryati, 2008).
123
penghambat
bagi
pasien
untuk
Di Rumah Sakit Haji Jakarta, 72,4% responden menyatakan penyajian
makanan yang dilakukan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta sudah menarik. Karena
sebagian besar responden menyatakan bahwa makanan yang disajikan oleh pihak
Rumah Sakit Haji Jakarta sudah menarik, maka penyajian makanan tidak
berhubungan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta.
Hal ini terlihat dari bagaimana peralatan makan yang digunakan di
Rumah Sakit Haji Jakarta yang lengkap dan terjaga kebersihannya serta cara
penyajian pramusaji kepada responden. Rumah Sakit Haji Jakarta menggunakan
wadah makanan yang dengan bahan wadah makanan yang cukup menarik. Selain
itu juga, makanan yang disajikan oleh instalasi gizi Rumah Sakit Haji Jakarta,
sudah dihias dan ditata sebaik mungkin.
Hal tersebut juga sesuai dengan Tanaka (1998) yang menyatakan bahwa
tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam penyajian, yaitu pemilihan alat
makan yang digunakan, cara menyusun makanan ke dalam tempat sajian atau
wadah makan, dan cara menghias hidangan. Dalam penyajian makanan, memang
ada perbedaan antara responden yang dirawat di ruang perawatan kelas 1, kelas
2, dan kelas 3. Responden yang berada di ruang rawat kelas 1 mendapatkan
penyajian makanan yang menarik dengan pemberian garnish pada wadah
makanan. namun, berdasarkan uji chi square antara ruang kelas perawatan
dengan penyajian makanan, didapat nilai p value sebesar 0,410. Artinya, tidak
terdapat hubungan antara kelas perawatan dengan penyajian makanan.
124
Uji anova antara kelas perawatan dengan sisa makanan juga
menunjukkan tidak ada hubungan antara kelas perawatan dengan sisa makanan.
Hal ini karena nilai p value yang didapat adalah 0,153 (>0,005). Responden yang
dirawat di kelas 1 memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 13,66%. Sisa
makanan yang ditinggalkan oleh responden yang berada di kelas 1 lebih sedikit
daripada responden yang dirawat di kelas 2 dan 3. Sisa makanan pada responden
di kelas 1 lebih sedikit mungkin karena wadah makanan yang digunakan adalah
piring beling dengan tambahan garnish untuk hiasan. Responden yang dirawat di
kelas 2 makan dengan menggunakan wadah makanan yang terbuat dari melamin,
sedagkan responden yang dirawat di kelas 3 menggunakan plato sebagai wadah
makanan.
Rata-rata sisa makanan pada responden yang dirawat di kelas 2 memiliki
rata-rata sisa makanan yang lebih banyak, yaitu 22,00%. Rata-rata responden
yang dirawat di kelas 3 hanya meninggalkan sisa makanan sebesar 16,41%.
Padahal penyajian yang diberikan kepada responden yang berada di kelas 2 lebih
baik dari pada di kelas 3, yakni kelas 2 menggunakan piring melamin dan kelas 3
menggunakan plato. Dengan demikian, tidak ada hubungan antara penyajian
makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta.
6.6.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Selain penampilan makanan, faktor utama yang menentukan citarasa
adalah rasa makanan. Apabila penampilan makanan merangsang syaraf melalui
125
indera penglihatan mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu,
maka pada tahap berikutnya, makanan tersebut akan ditentukan oleh rangsangan
terhadap indera pengecap dan pembau. Rasa makanan meliputi aroma, bumbu,
konsistensi, keempukan, dan temperatur.
6.6.5.1.Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat
kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera
(Moehyi, 1992). Aroma makanan yang enak dapat menimbulkan atau
meningkatkan selera makan sehingga dapat mengurangi sisa makanan. Hasil uji t
menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan aroma makanan tidak
sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 25,04%.
Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan aroma
makanan tidak enak lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang
menyatakan aroma makanan enak. Hal ini sesuai dengan teori Moehyi (1992),
bahwa aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat
kuat dan mampu merangsang indera pencium sehingga membangkitkan selera.
Dengan demikian, responden pun akan menghabiskan makanannya.
Dalam penelitian ini, didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,001.
Berdasarkan nilai probabilitas tersebut maka dapat diketahui bahwa ada
hubungan antara aroma makanan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah
Sakit Haji Jakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain tentang
126
daya terima makan pasien rawat inap yang dilakukan di RSIA Budiasih oleh
Mutyana (2011) yang menyatakan bahwa adanya hubungan bermakna antara
aroma makanan dengan sisa makanan pasien rawat inap di rumah sakit.
Aroma makanan berhubungan dengan terjadinya sisa makanan di rumah
sakit haji jakarta. Hal ini karena aroma memegang peranan yang penting di awal
sebelum responden mengkonsumsi makanan. Ada 51,70% dari 58 responden
yang menyatakan aroma makanan belum sesuai. aroma makanan yang
ditawarkan tidak menarik responden untuk mengkonsumsi makanan, maka
responden memiliki kemungkinan untuk tidak menghabiskan makanannya.
Makanan yang disajikan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki aroma
yang berbeda-beda tergantung dengan jenis makanan dan cara memasaknya.
Makanan yang dimasak di Rumah Sakit Haji Jakarta ada yang digoreng, direbus,
ditumis, dan dipanggang. Responden yang mendapatkan makanan yang
pengolahannnya dengan cara direbus dan ditumis, maka akan menilai bahwa
aroma makanan yang disajikan tidak enak. Hal ini karena makanan yang dimasak
dengan cara seperti akan pada saat disajikan kurang beraroma.
Hal ini seperti teori yang dikemukakan oleh Tanaka (1998) bahwa aroma
yang dikeluarkan oleh setiap makanan berbeda-beda. Demikian pula cara
memasak makanan akan menimbulkan aroma yang berbeda pula. Penggunaan
panas yang tinggi dalam proses pemasakan makanan akan lebih menghasilkan
aroma yang kuat, seperti pada makanan yang digoreng, dibakar, atau
dipanggang. Lain halnya dengan makanan yang direbus yang hampir-hampir
127
tidak mengeluarkan aroma yang merangsang, dalam hal ini karena senyawa yang
memancarkan aroma sedap itu terlarut ke dalam air.
Alasan lainnya mengapa makanan dinilai tidak beraroma atau tidak
memiliki aroma yang enak adalah kebiasaan responden yang tidak langsung
mengkonsumsi makanan yang disajikan oleh rumah sakit. Menurut Winarno
(1992), aroma makanan adalah senyawa yang mudah menguap. Hal ini
berpengaruh pada hilangnya aroma makanan sehingga aroma makanan tidak
dapat tercium lagi pada saat akan dimakan.
Dalam penelitian ini, responden dalam penelitian ini adalah pasien rumah
sakit yang kemungkinan sedang dalam keadaan seperti flu, pilek, dan
sebagainya, atau juga sedang mengalami gangguan pencernaan seperti mual dan
muntah. Hal inilah yang memungkinkan responden untuk memberikan penilaian
bahwa makanan yang disajikan oleh Rumah Sakit memiliki aroma yang tidak
sedap atau tidak enak.
Selain itu, mungkin juga karena jenis diet yang diberikan kepada
responden. Hampir 63,8% dari 58 responden diberikan diet khusus, sisanya
sebanyak 36,2% dari 58 responden diberikan diet biasa. Aroma makanan yang
tidak sesuai mungkin karena responden diberikan diet khusus. Biasanya
responden dengan diet khusus jenis makanan dan cara memasaknya lebih
diperhatikan. Misalnya saja, seperti cara memasak yang direbus untuk diet
rendah kolesterol atau penggunaan bumbu yang dibatasi untuk yang sedang
menjalani diet rendah garam atau diet lambung.
128
Padahal, cara memasak
makanan dengan direbus dapat mengurangi aroma makanan. Begitu juga dengan
pembatasan bumbu yang merupakan salah satu sumber aroma makanan.
Berdasarkan umur responden, terlihat bahwa 66,67% responden yang
memiliki umur >45 tahun menyatakan bahwa makanan yang disajikan oleh
rumah sakit memiliki aroma yang tidak enak. Sementara itu, 43,2% responden
yang memiliki usia < 45 tahun menyatakan bahwa makanan yang disajikan oleh
rumah sakit memiliki aroma yang tidak enak. Dari uji chi square antara umur
dengan aroma makanan, diketahui bahwa responden yang memiliki umur >45
tahun berpeluang 2,6 kali untuk menyatakan bahwa aroma yang disajikan tidak
enak. Hal ini sesuai dengan Winarno (1992), kepekaan indera penghidung
diperkirakan setia bertambahnya umur satu tahun dan papilla mulai mengalami
atropi bila usia mencapai 45 tahun. Menurunnya kemampuan dalam merasakan
citarasa ini akan mengganggu selera makan sehingga dapat mempengaruhi
rendahnya asupan makan seseorang dan menimbulkan makanan yang tersisa.
Namun, berdasarkan uji chi square antara umur dengan aroma makanan
didapatkan nilai value sebesar 0,86 yang artinya tidak ada hubungan antara umur
dengan aroma makanan yang tidak enak. Sehingga, dapat diambil kesimpulan
bahwa umur tidak berpengaruh terjadinya sisa makanan, tetapi aroma
makanannya yang tidak enak yang menyebabkan terjadinya sisa makanan.
Menurut Prajinto (2003) dalam Andhika (2006), flavor atau rasa
merupakan hal yang sangat sulit untuk dapat dartikan secara tepat karena
penilaiannya seseoranng terhadap suka dan tidak suka suatu jenis makanan
129
berbeda-beda. Bila suatu makanan dapat merangsang timbulnya rasa nikmat pada
seseorang berarti rasa, bau, tekstrur, oleh penilaian indera pada makanan dapat
diterima.
Dengan demikian, pemberian bumbu atau rempah-rempah dalam
makanan tetaplah harus diperhatikan. Hal ini penting untuk menciptakan aroma
yang enak. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Tanaka (1998) bahwa
timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya suatu senyawa yang
mudah menguap. Terbentuknya senyawa yang mudah menguap tersebut
merupakan akibat dari reaksi kerja enzim, tetapi dapat juga tanpa reaksi enzim.
Aroma rempah-rempah yang ditimbulkan oleh minyak atsiri mudah nenukuju
reaksi enzimatik dan mudah menguap (Tanaka, 1998).
Selain itu, dengan mensiasati cara memasak, dengan memadukan teknik
memasak dan penggunaan bumbu, mungkin dapat menciptakan aroma yang
enak. Untuk memperbaiki rasa makanan menjadi lebih baik, dapat ditambahkan
pemberian bumbu lain yang tidak berbau tajam, seperti gula, garam, veetsin,
kunci, kencur, jahe, terasi, laos, salam, sereh dan sebagainya. Sehingga makanan
yang disajikan tetap bisa dinikmati, meski responden diberikan makanan dengan
diet khusus.
6.6.5.2.Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan yang enak dan
rasa yang tepat setiap kali pemasakan. Dalam setiap jenis masakan sudah
130
ditentukan jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya masing-masing jenis
bumbu itu. Di samping aroma atau bau yang sedap, berbagai bumbu yang
digunakan dapat pula membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan
yang khas (Moehyi, 1992).
Dalam penelitian ini, hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang
melakukan menyatakan bumbu makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa
makanan sebesar 22,33%. Rata-rata sisa makanan ini lebih banyak pada
responden yang menyatakan bumbu makanan tidak terasa jika dibandingkan
dengan responden yang menyatakan bumbu makanan terasa. Selain itu,
berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar 0,115 yang artinya
tidak ada hubungan antara bumbu makanan dengan terjadinya sisa makanan di
Rumah Sakit Haji Jakarta.
Hal ini tidak sejalan dengan teori Moehyi (1992) yang menyatakan
bahwa disamping bumbu yang sedap, berbagai bumbu yang digunakan dapat
pula membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan yang khas dan
dapat mempengaruhi daya terima makan yang akhirnya meninggalkan sisa
makanan.
Berbagai macam rempah-remah yang digunakan sebagai bumbu biasanya
cabai, bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan bumbu lainnya. Rasa yang
diberikan oleh setiap bumbu akan berinteraksi dengan komonen rasa primer yang
digunakan dalam masakan sehingga menghasilkan rasa baru yang lebih nikmat
(Tanaka, 1998). Di Rumah Sakit Haji Jakarta, pemberian bumbu pada makanan
131
yang diberikan pada pasien memang dilakukan. Namun terkadang dibatasi
tergantung dengan jenis diet yang diberikan. Ketika responden diberikan diet
khusus tertentu dengan pembatasan bumbu makanan, maka bumbu makanan
akan dikurangi sehingga rasa bumbu menjadi tidak terlalu terasa. Hal ini
mungkin akan berbeda dengan responden yang memiliki kebiasaan makan
dengan bumbu masakan yang banyak.
Namun, sisa makanan yang terjadi di rumah sakit tidak berhubungan
dengan bumbu. Hal ini karena meskipun tidak diberi bumbu, makanan yang
diberikan kepada responden tetap memiliki rasa yang enak. Ada banyak cara
yang dilakukan untuk meningkatkan selera makan meski bumbu dikurangi, salah
satunya dengan memperhatikan teknik memasak atau menggunakan bumbu lain.
Hal inilah yang memungkinkan responden untuk tetap mengkonsumsi dan
menghabiskan makanannya.
Dalam penelitian, tidak dilakukan pembatasan atau tidak diteliti lebih
dalam bagaimana latar belakang budaya dari responden. Hal ini erat kaitannya
dengan kebiasaan makan responden di rumah terutama untuk pemakaian bumbu.
Hal ini juga telah diungkapkan Almatsier (2001) sebelumnya bahwa di
Indonesia, kesukaan makanan antar daerah/suku juga banyak berbeda, misalnya
saja bumbu makanan di Sumatra yang terasa lebih pedas daripada makanan di
Jawa, khususnya Jawa Tengah yang suka makanan manis. Hal ini juga yang
mungkin mempengaruhi penilaian responden terhadap bumbu makanan yang
disajikan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta.
132
Responden memiliki kebiasaan mengkonsumsi bumbu makanan tidak
sesuai dengan yang disajikan oleh rumah sakit, maka akan mengurangi asupan
makan. Hal ini juga terkait dengan preferensi makanan. Namun, ketika bumbu
makanan yang disajikan oleh rumah sakit masih sesuai dengan bumbu makanan
yang di makan di rumah sehari-hari, maka akan membuat respoden lebih
menghabiskan makanannya.
6.6.5.3.Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Konsistensi makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan
citarasa makanan karena sensitivitas indera rasa dipengaruhi oleh konsistensi
makanan. makanan yang berkonsistensi pada atau kental akan memberikan
rangsang lebih lambat terhadap indera. Konsistensi makanan juga mempengaruhi
penampilan makanan yang dihidangkan.
Dalam penelitian ini, hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang
melakukan menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa
makanan sebesar 20,72%. Rata-rata sisa makanan ini lebih banyak pada
responden yang menyatakan konsistensi makanan tidak sesuai jika dibandingkan
dengan responden yang menyatakan konsistensi makanan sesuai. Selain itu,
berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar 0,789 yang artinya
tidak ada hubungan antara konsistensi makanan dengan terjadinya sisa makanan
di Rumah Sakit Haji Jakarta.
133
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tanaka
(1998) yang menyatakan tidak ada hubungan antara konsistensi makanan dengan
daya terima makan yang dilihat dari sisa makanan. Hal ini dimungkinkan karena
bahan makanan yang disajikan mengalami proses pengolahan yang kurang baik
sehingga merusak tekstur atau konsistensi makanan.
Selain itu, responden tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan
konsistensi makanan, antara makanan di rumah sakit dengan di rumah seharihari. Di RS Haji Jakarta, perbedaan konsistensi makanan terlihat pada
konsistensi nasi. Konsistensi nasi dibagi menjadi dua, yaitu makanan biasa (MB)
atau makanan lunak (ML). Ketika responden masih bisa diberikan makanan
biasa, maka pihak rumah sakit akan memberikan makanan biasa. Namun, ketika
responden responden sedang menjalani pengobatan atau lainnya hingga
mengalami gangguan pencernaan atau kesulitan memakan, maka rumah sakit
akan memberikan bentuk diet sesuai dengan konsistensi yang seharusnya.
Dengan demikian, meskipun ada perbedaan dengan kebiasaan responden,
responden tidak akan kesulitan mengkonsumsi makanan karena sudah
disesuaikan konsistensi makanannya. Hal inilah yang menyebabkan tidak ada
hubungan antara konsistensi dengan sisa makanan di rumah sakit.
6.6.5.4.Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Menurut Moehyi (1992), keempukan makanan selain ditentukan oleh
mutu bahan makanan yang digunakan, juga ditentukan oleh cara memasak yang
134
baik, sehingga makanan yang empuk dapat dikunyah dengan sempurna. Hal
inilah yang mempengaruhi daya terima makan pasien yang kemudian dapat
memicu terjadinya sisa makanan.
Dalam penelitian ini, hasil uji t menunjukkan bahwa pasien yang
melakukan menyatakan keempukan makanan tidak sesuai memiliki rata-rata sisa
makanan sebesar 20,37%. Rata-rata sisa makanan ini lebih banyak pada
responden yang menyatakan keempukan makanan tidak sesuai jika dibandingkan
dengan responden yang menyatakan keempukan makanan sesuai. Selain itu,
berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar 0,983 yang artinya
tidak ada hubungan antara keempukan makanan dengan terjadinya sisa makanan
di Rumah Sakit Haji Jakarta.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mutyana (2011) dan Tanaka (1998) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara keempukan makanan dengan terjadinya sisa makanan. Namun, hal ini
berbeda dengan teori Moehyi (1992) yang menyatakan bahwa keempukan
makanan mempengaruhi daya terima seseorang yang terlihat dari terjadinya sisa
makanan.
Makanan yang empuk merupakan makanan yang mudah dicerna dan
salah satu ketentuan makanan ialah makanan yang mudah dicerna. Dengan
makanan yang empuk, maka dapat memudahkan pasien dalam mengunyah
makan dan juga usus dapat mencerna dengan mudah. Hal ini juga dikemukakan
oleh Auliya (2008) dalam penelitiannya yang berjudul faktor-faktor yang
135
berhubungan dengan daya terima makan pasien dewasa dengan diet ETPT di
Brawijaya Women and Children Hospital.
Di Rumah Sakit Haji Jakarta, makanan sudah dimasak dengan
sedemikian rupa, baik memasak lauk hewani maupun lauk nabati. Memasak
daging dengan memperhatikan lama memasak menjadikan bahan makanan yang
dimasak sesuai tingkat keempukannya. Hal ini juga terlihat dari jawaban
responden yang sebagian besar (70,7%) responden menyatakan bahwa makanan
yang disajikan oleh rumah sakit sudah sesuai tingkat keempukannya. Hal ini juga
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Beck (1995) dalam Tanaka (1998) bahwa
makanan yang disajikan di rumah sakit-rumah sakit sebaiknya dalam keadaan
empuk. Hal inilah yang menyebabkan keempukan tidak berhubungan dnegan
terjadinya sisa makanan.
6.6.5.5.Hubungan temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Temperatur makanan atau suhu makanan waktu dihidangkan dapat
mempengaruhi selera makan seseorang. Jika makanan yang dihidangkan dalam
keadaan hangat, maka hal ini akan menimbulkan keinginan pasien untuk
menyantap makanan tersebut (Moehyi, 1992). Namun, berdasarkan hasil uji t
menunjukkan bahwa pasien yang melakukan menyatakan temperatur makanan
tidak sesuai memiliki rata-rata sisa makanan sebesar 19,95%. Rata-rata sisa
makanan pada responden yang menyatakan temperatur makanan tidak sesuai
136
lebih banyak daripada responden yang menyatakan temperatur makanan yang
sesuai.
Selain itu, berdasarkan nilai probabilitas, diperoleh nilai p value sebesar
0,510 yang artinya tidak ada hubungan antara temperatur makanan dengan
terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Penelitian ini tidak sejalan
dengan teori Moehyi (1992) yang menyatakan bahwa temperatur makanan waktu
disajikan memegang peranan penentuan cita rasa makanan. Winarno (1992)
menambahkan suhu makanan dapat mempengaruhi daya terima seseorang
terhadap makanan yang disajikan dan menyebabkan sisa makanan.
Seseorang mungkin tidak akan terlalu mempermasalahkan suhu bila
selera makannya sudah bisa ditimbulkan melalui rangsangan panca indera mata
yaitu penyajian yang menarik, arona yang sedap serta bentuk makanan yang
menarik (Tanaka, 1998). Hampir 72,4% responden menyatakan bahwa
temperatur makanan yang dinerikan sesuai.
Kesesuaian temperatur di Rumah Sakit Haji Jakarta terjadi karena adanya
manajemen waktu yang baik di instalasi gizi. Proses pengolahan bahan mentah,
pemasakan bahan mentah, hingga pewadahan makanan dan distribusi kepada
responden sangat diperhatikan. Makanan yang sudah dimasukan ke dalam wadah
makanan kemudian ditutu dengan menggunakan plastik warpping untuk menjaga
tingkat kehangatan makanan. Selain itu, dalam distribusi makanan dari instalasi
gizi ke ruang rawat inap juga menggunakan troli atau lemari penghangat,
sehingga tetap bisa menjaga temperatur makanan.
137
6.6.6. Hubungan Makanan dari Luar RS dengan Terjadinya Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011
Berdasarkan hasil uji t antara makanan dari luar rumah sakit dengan
terjadinya sisa makanan terlihat bahwa responden yang sering mengkonsumsi
makanan dari luar rumah sakit memiliki rata-rata sebanyak 23,85%, sedangkan
responden yang tidak sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit yang
meninggalkan sisa makanan sebanyak 17,56%. Dengan melihat nilai probabilitas
yang mencapai 0,044, terlihat bahwa ada hubungan antara makanan dari luar
rumah sakit dengan sisa makanan.
Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian lain seperti penelitian yang
dilakukan oleh Raharjo (1997), Priyanto (2009), dan Mutyana (2011) yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara makanan dari luar rumah sakit dengan
terjadinya sisa makanan. Hal ini juga sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh
Moehji (1992) bahwa makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari luar
RS akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Berdasarkan hasil
jawaban kuesioner responden, jenis makanan dari luar rumah sakit yang biasa
dikonsumsi oleh responden adalah buah (34,5%), cemilan (36,2%) seperti
biskuit, kue, dan aneka snack lainnya, atau makan buah atau cemilan (12,1%).
Rasa lapar yang tidak segera diatasi pada pasien yang sedang dalam
perawatan, timbulnya rasa bosan karena mengkonsumsi makanan yang kurang
bervariasi menyebabkan pasien mencari makanan tambahan dari luar RS atau
jajan, sehingga kemungkinan besar makanan yang disajikan kepada pasien tidak
138
dihabiskan. Bila hal tersebut selalu terjadi maka makanan yang diselenggarakan
oleh pihak RS tidak dimakan sehingga terjadi sisa makanan (Moehyi, 1992).
Ada berbagai jenis alasan yang dikemukakan oleh responden sebagai
alasan untuk mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit antara lain tidak
terbiasa dengan makanan yang disajikan rumah sakit (20,7%), kebiasaan ngemil
di rumah atau sekedar keinginan untuk makan sesuatu (19,0%), penampilan
makanan yang disajikan tidak menarik (17,2%), dan rasa makanan makanan
yang disajikan tidak enak(43,1%).
Dalam penelitian ini, ada sebanyak 20,7% responden yang tidak
menghabiskan makanannya dengan alasan tidak terbiasa dengan makanan yang
disajikan dengan rumah sakit. Pada variabel sebelumnya, yaitu kebiasaan makan,
memang dijelaskan bahwa 89,7% responden memiliki kebiasaan makan yang
berbeda dengan kebiasaan makan di rumah sakit. Hasil uji chi square antara
kebiasaan makan dengan seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah
sakit menunjukkan bahwa 44,2% responden yang kebiasaan makanannya tidak
sesuai dengan rumah sakit sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit.
Namun, hal ini sebenarnya tidak terlalu berhubungan secara signifikan. Hal ini
terlihat dari nilai p value sebesar 0,610 yang artinya tidak ada hubungan antara
kebiasaan makan dengan seringnya responden mengkonsumsi makanan.
Mungkin ada alasan lain yang lebih berpengaruh pada seringnya
responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, misalnya saja
kebiasaan
mengkonsumsi
cemilan
139
atau
jajanan
di
rumah.
Kebiasaan
mengkonsumsi cemilan atau jajanan dapat mempengaruhi responden untuk
makan makanan yang disajikan oleh pihak rumah sakit Moehyi (2003) dalam
Marwati (2010) menyatakan bahwa terlalu sering mengkonsumsi makanan
jajanan dapat membuat seseorang cepat kenyang. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Khomsan (2003) dalam marwati (2010) sebagian besar
jajanan hanya mengandung karbohidrat yang membuat cepat kenyang dan dapat
mengganggu nafsu makan. Responden yang sering mengkonsumsi makanan
jajanan atau cemilan akan lebih cepat kenyang. Dengan demikian, responden
akan mengurangi asupan makanan yang disajikan oleh pihak rumah sakit.
Selain itu, alasan penampilan makanan dan rasa makanan juga dapat
mempengaruhi seringnya responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah
sakit. Berdasarkan uji chi square antara rasa makanan, yang dilihat dari aroma
makanan ada 56,7% responden yang sering mengkonsumsi makanan dari luar
rumah sakit karena aroma makanan yang disajikan tidak enak. Berdasarkan uji
statistik juga diperoleh nilai p value sebesar 0,031. Yang artinya, ada hubungan
antara aroma makanan dengan seringnya mengkonsumsi makanan dari luar
rumah sakit.
Untuk variabel lain yang kaitannya dengan rasa makanan seperti bumbu,
konsistensi, keempukan dan temperatur, tidak ditemukan adanya hubungan
antara variabel-variabel tersebut dengan seringnya mengkonsumsi makanan dari
luar rumah sakit. Hal ini dilihat dari nilai p value bumbu (0,72), konsistensi
140
(0,847), keempukan (0,439), dan temperatur (0,261) yang lebih dari nilai α
(0,05).
Sementara itu, untuk penampilan makanan, dari beberapa poin
penampilan, seperti warna, bentuk, porsi, dan penyajian makanan, tidak
ditemukan adanya hubungan antara penampilan makanan dengan seringnya
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Hal ini terlihat dari nilai p value
dari variabel warna (0,442), bentuk (0,207), porsi (0,791), dan penyajian
makanan makanan (0,951) yang lebih dari α (0,05). Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Siswiyardi (2005) bahwa asupan makan pasien selama di
rumah sakit berasal dari makanan rumah sakit dan makanan luar rumah sakit.
Bila penilaian pasien terhadap mutu makanan dari rumah sakit kurang
memuaskan, kemungkinan pasien mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit.
Dengan
demikian,
alasan
yang
berhubungan
dengan
seringnya
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah rasa makanan, terutama
untuk aroma makanan. Namun, aroma yang disajikan oleh pihak rumah sakit
masih belum enak. Ada 51,7% responden yang menyatakan aroma makanan
tidak enak.
Pembahasan sebelumnya juga menunjukkan bahwa rata-rata sisa
makanan pada responden yang menyatakan aroma makanan tidak enak mencapai
25,05%. Hasil uji juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara aroma
makanan dengan terjadinya sisa makanan. Jika dikaitkan dengan seringnya
responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, aroma makanan yang
141
tidak enak membuat responden mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit
dan tidak menghabiskan makanan yang disajikan oleh pihak rumah sakit.
Seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit dapat
meningkatkan rata-rata sisa makanan. Berdasarkan penjelasan pada paragraf
sebelumnya, terlihat bahwa aroma makanan memang berpengaruh terhadap
seringnya mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Oleh karena itu, rasa
makanan, terutama aroma makanan, harus diperhatikan dan diperbaiki lagi. Hal
ini bisa dilakukan dengan menyajikan makanan yang lebih beraroma dengan
memperhatikan cara memasak makanan dan pemberian bumbu yang akan
meningkatkan aroma. Dengan memberikan makanan yang memiliki aroma enak,
maka akan meningkatkan selera makan pasien sehingga responden tidak sering
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit.
Adanya makanan dari luar rumah sakit yang dimakan oleh pasien
disebabkan oleh budaya membawa oleh-oleh ketika membesuk pasien di rumah
sakit dan tidak adanya manajemen yang jelas untuk mengendalikan diet terai di
rumah sakit seperti larangan membawa makanan atau minuman tertentu pada
pasien yang belum tentu sama dengan nilai gizi yang dikandung oleh makanan
yang disajikan di rumah sakit tersebut (Budiyanto, 2002). Oleh karena itu,
dibutuhkan pengontrolan yang baik terhadap makanan yang diberikan kepada
pasien. Meskipun ada makanan dari luar rumah sakit yang dapat masuk ke rumah
sakit dan dikonsumsi oleh responden, bagi instalagi gizi mungkin perlu untuk
melakukan penilaian terhadap status kesehatan pasien, misalnya dengan
142
melakukan tes laboratorium atau pemeriksaan fisik. Dengan demikian, dapat
dikontrol efek makanan, baik yang disediakan oleh rumah sakit maupun dari luar
rumah sakit, terhadap tubuh pasien.
143
BAB VII
PENUTUP
7.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa:
a) Dengan menggunakan Uji Univariat diketahui dari 58 responden didapatkan
hasil bahwa rata-rata sisa makanan responden adalah sebanyak 20,27%
dengan standar deviasi 11,82%. Sisa makanan yang terendah dari responden
adalah 0% sedangkan sisa makanan yang tertinggi adalah 57,94%.
b) Jika dilihat dari banyak sedikitnya sisa makanan, ada 39,7 % responden yang
memiliki sisa makanan banyak atau memiliki sisa makanan >25%, sedangkan
persentase sisa makanan sedikit atau ≤ 25% mencapai 60,3%.
c) Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa:
1. Rata-rata meninggalkan sisa makanan pada responden dalam keadaan
psikis abnormal 12,67%, borderline abnormal 22,54%, dan normal
20,05%.
2. Tidak ada hubungan antara keadaan psikis dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,421 (p > 0,05).
3. Rata-rata sisa makanan pada responden yang memiliki kebiasaan
makan sesuai dengan rumah sakit adalah 20,60% dan tidak sesuai
dengan rumah sakit adalah 17,45%.
144
4. Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,542 (p > 0,05).
5. Rata-rata sisa makanan pada responden yang memiliki gangguan
pencernaanadalah 24,16% dan tidak ada gangguan pencernaan 17,
53%.
6. Ada hubungan antara gangguan pencernaan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,034 (p < 0,05).
7. Rata-rata sisa makanan pada responden
yang menyatakan warna
makanan menarik adalah 24,43%, dan tidak menarik adalah 18,08%.
8. Tidak ada hubungan antara warna makanan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,051 (p > 0,05).
9. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan bentuk
makanan tidak menarik adalah 22,69% dan menarik adalah 18,57%.
10. Tidak ada hubungan antara bentuk makanan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,194 (p > 0,05).
11. Rata-rata sisa makanan pada responden
yang menyatakan porsi
makanan tidak sesuai adalah 19,87% dan sesuai adalah 20,67%.
145
12. Tidak ada hubungan antara porsi makanan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,799 (p > 0,05).
13. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan penyajian
makanan menarik adalah 19,45% dan menarik adalah 20,58%.
14. Tidak ada hubungan antara penyajian makan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,748 (p > 0,05).
15. Rata-rata sisa makanan pada responden
yang menyatakan aroma
makanan tidak enak adalah 25,04% dan enak adalah 15,16%
16. Ada hubungan antara aroma makanan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,001 (p < 0,05).
17. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan bumbu
makanan tidak terasa adalah 22,33% dan terasa adalah 17,35%.
18. Tidak ada hubungan antara bumbu makanan dengan terjadinya sisa
makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun
2011 dengan nilai p value sebesar 0,115 (p > 0,05).
19. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan konsistensi
makanan tidak sesuai adalah 20,72% dan sesuai adalah 19,88%.
146
20. Tidak ada hubungan antara konsistensi makanan dengan terjadinya
sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,789 (p > 0,05).
21. Rata-rata sisa makanan pada responden
yang menyatakan
keempukan makanan tidak sesuai adalah 20,37% dan sesuai adalah
20,25%.
22. Tidak ada hubungan antara keempukan makanan dengan terjadinya
sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,983 (p > 0,05)
23. Rata-rata sisa makanan pada responden yang menyatakan temperatur
makanan tidak sesuai adalah 21,95% da sesuai adalah 19,63%.
24. Tidak ada hubungan antara temperatur makanan dengan terjadinya
sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,510 (p > 0,05).
25. Rata-rata sisa makanan pada responden yang sering mengkonsumsi
makanan dari luar rumah sakit adalah 23,85% dan tidak sering
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit adalah 17,56% .
26. Ada hubungan antara makanan dari luar rumah sakit dengan
terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011 dengan nilai p value sebesar 0,044 (p < 0,05)
147
d) Dengan demikian, dalam penelitian ini variabel yang berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan antara lain gangguan pencernaan, aroma makanan,
dan makanan dar luar rumah sakit.
7.2.Saran
a) Bagi Instalasi Gizi Rumah Sakit Haji Jakarta
1. Karena pada penelitian ini variabel yang berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan adalah aroma makanan, maka sebaiknya
dilakukan adalah lebih memperhatikan kembali makanan yang akan
diberikan
kepada
pasien
dengan
pemberian
bumbu
untuk
meningkatkan aroma masakan, misalnya dengan dapat ditambahkan
pemberian bumbu lain yang tidak berbau tajam, seperti gula, garam,
veetsin, kunci, kencur, jahe, terasi, laos, salam, sereh dan sebagainya.
2. Memberikan makanan yang sesuai dengan kondisi responden atau
memberikan makanan yang dapat dikonsumsi oleh responden pada
saat responden sedang menderita gangguan pencernaan, seperti
memperbaiki rasa makanan, terutama aroma makanan menjadi lebih
baik.
3. Lebih memperhatikan kembali makanan yang akan disajikan kepada
pasien, terutama untuk aroma makanannya. Hal ini penting agar
responden tidak mengkonsumsi makanan dari rumah sakit terlalu
sering. Pemberian bumbu atau cara memasak yang tepat akan
menimbulkan aroma yang sedap. Selain itu, perlu juga dilakukan
148
kunjungan oleh ahli gizi untuk mengetahui perkembangan status gizi
pasien dan mengontrol makanan yang dikonsumsi oleh responden,
baik makanan yang disajikan oleh rumah sakit maupun makanan dari
luar rumah sakit.
4. Melakukan evaluasi sisa makanan secara rutin dan menyeluruh
terhadap seluruh pasien untuk mengetahui jenis makanan atau menu
yang disukai dan tidak disukai atau makanan yang tidak dihabiskan
oleh responden, serta memperbaiki indikator penentuan jumlah sisa
makanan dari 50% menjadi 20% atau 25%.
5. Bagi rumah sakit dan peneliti lain untuk penelitian selanjutnya, perlu
dilakukan penilaian status gizi dan evaluasi terhadap status kesehatan
pasien.
Untuk
mengetahui
apakah
makanan
yang
disajikan
memberikan efek terhadap pasien. Dengan demikian, dapat
diperkirakan apakah pasien memang menghabiskan makanannya atau
tidak sekaligus mengontrol adanya makanan lain yang dikonsumsi
oleh responden yang berasal dari luar rumah sakit.
b) Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam lagi atau
memperbaiki keterbatasan- keterbatasan yang ada dalam penelitian ini
seperti:
a. meneliti faktor preferensi makanan dan faktor budaya untuk melihat
lebih jelas bagaimana hubungan preferensi makanan dan faktor
budaya terhadap sisa makanan atau pengaruh dari preferensi makanan
149
dan faktor budaya terhadap penilaian responden terhadap mutu
makanan, seperti penampilan dan sisa makanan.
b. melakukan metode penelitian lain, seperti case control dengan
membandingkan bagaimana sisa makanan antara pasien dengan diet
khusus atau diet biasa. Hal ini terkait dengan penilaian mutu makanan
yang diberikan oleh responden yang juga dipengaruhi oleh jenis diet
yang dimakan oleh responden
c. meneliti faktor psikologi lainnya terhadap terjadinya sisa makanan
dan menggunakan metode yang lebih baik lagi untuk menilai keadaan
psikis responden
d. Sebaiknya dilakukan observasi dengan melakukan pertanyaan
mendalam mengenai frekuensi makanan yang dikonsumsi oleh
responden dalam sehari, atau menggunakan metode food recall 24
jam untuk mengurangi bias terhadap frekuensi makanan yang
dikonsumsi oleh responden. Selain itu, dengan metode food recall
juga dapat diketahui berapa jumlah asupan zat gizi makanan yang
masuk ke dalam tubuh yang berasal dari luar rumah sakit sehingga
dapat menunjang pembahasan hubungan antara makanan dari luar
rumah sakit dengan terjadinya sisa makanan.
e. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya membatasi jenis penyakit.
Jika memang ingin meneliti gangguan pencernaan terhadap terjadinya
sisa makanan, maka variabel gangguan pencernaan dispesifikan
150
kembali. Hal ini karena adanya pengaruh yang berbeda antara jenis
gangguan pencernaan, misalnya gangguan pencernaan dalam bentuk
dispesia akan berbeda dengan responden yang mengalami gangguan
pencernaan dalam bentuk mual atau muntah.
f. Dalam pembuatan kuesioner untuk wawancara, sebaiknya lebih
dispesifikan kembali pertanyaan untuk variabel penampilan makanan
dan rasa makanan, misalnya lebih spesifik jenis makanan yang dinilai
penampilan dan rasa makanannya.
151
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier Sunita, dkk. 1992. Persepsi Pasien Terhadap Makanan di Rumah Sakit
(Survey pada 10 Rumah Sakit di DKI Jakarta) dalam Gizi Indonesia Vol. XIII.
1992: 87.
Almatsier, Sunita. 2006. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Auliya, Firda. 2008. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Daya Terima Makan
Pasien dewasa Dengan Diet Energi Tinggi Protein Tinggi (ETPT) di
Brawijaya Women and Children Hospital Tahun 2008. Skripsi. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Azizah, Umi. 2005. Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Pasien Dengan Sis
Makanan (Studi Pada Pasien Rawat Inap Non Diit Brsud Banjarnegara).
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Baliwati, YF. Khomsan A. , Driwiani, CM. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta:
Penerbit Penebar Swadaya.
Barker, A. Lisa. et. al. 2011. Hospital Malnutrition: Prevalence, Identification and
Impact
on
Patients
and
the
Health
care
System.
(online).
www.mdpi.com/journal.ijerph yang diakses pada tanggal 16 Februari 2011.
Berman, Audrey. Et. al. 2003. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier Erb.
Jakarta: EGC.
Budiyanto M. AK. 2002. Gizi dan Kesehatan. Penerbit Malang.
152
Caninsti, Riselligia. 2007. Gambaran Kecemasan dan Depresi Pada Penderita Gagal
Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa. Tesis. Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Carr, Deborah. et. al. 2001. Plate Waste Studies. National Food Service Management.
Depkes, 1991. Buku Pedoman Pengelolaan Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta:
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes, 2007. Skrining Malnutrisi Pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Djamaluddin, Muhir. Et al. 2005. Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan Pada
Pasien dengan Makanan Biasa. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Volume 1.
Nomor 3. Maret 2005: 108-112.
Ekawati, Fransisca Indah. 2009. Hubungan antara Keadaan Depresi dengan Status Gizi
Pada Pengguna Opiat di Pusat Rehabilitasi Narkoba. Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
Huang, Hui Chun. dan Shanklin Carol W. 2008. An Integrated Model to Measure
Service Management and Physical Constraints` Effect On Food Consumption
in Assisted Living Facilities. Journal of The American Dietetic Association.
(online).http://usda.portalxm.com/eal/files/images/File/Huang_et_al_2008_US
DA_Train.pdf. yang diakses pada 6 Juni 2011.
Lipoeto, N.I., N.Megasari, dan A.E.Putra. 2006.Malnutrisi dan Asupan Kalori Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit.Majalah Kedokteran Indonesia, vol. 56. No.11: 3.
Komalawati, Dewi. dkk., 2005, Pengaruh Lama Rawat Inap Terhadap SisaMakanan
Pasien Anak di Rumah Sakit Umum Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Nutrisia
Vol. 6. 2005:1.
153
Marwati, eka. 2010. Hubungan Kebiasaan Makan, Konsumsi Makanan, dan
Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Kurang Siswa Kelas IV, V, fan VI di
SDN Wargasetra 2 Kecamatan Tegal Waru Karawang Jawa Barat tahun
2010. Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Moehyi, Sjahmien. 1999. Pengaturan Makanan dan Diet untuk Penyembuhan Penyakit.
Jakarta. Gramedia.
Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta:
Penerbit Bhratara.
Muhir, Halidun. 1998. Tinjauan Faktor-faktor penyebab sisa makanan penderita rawat
inap di rumah sakit Moh. Ridwan Meuraksa Kesdam Jaya. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Mutyana, Leni. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan daya terima pasien
rawat inap di Rumah Sakit Ibu dan Anak Budiasih Serang tahun 2011. Skripsi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Muwarni. 2001. Penentuan Sisa Makanan Pasien Rawat Inap dengan Metode Taksiran
Visual Comstock di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Thesis. Universitas Gadjah
Mada.
Nuryati, Puji. 2008. Hubungan Antara Waktu Penyajian, Penampilan Dan Rasa
Makanan Dengan Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap Dewasa Di Rs
Bhakti Wira Tamtama Semarang. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhamamadiyah Semarang.
Peterson, SJ. Et al. 2011. Orally Fed Patients are at High Risk of Calorie and Protein
deficit in The ICU. Curr Opin Clin Nutr.Metab Care. Vol2. March, 14. 2011:
154
182-185
(online).
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21178611.
yang
diakses pada tanggal 2 Oktober 2011.
Priyanto, Oki Hadi. 2009. Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap Kelas III di RSUD Kota Semarang. Skrispsi. Fakultas
Ilmu Keolahragaan Universias Negeri Semarang.
Raharjo, Toto. 1997. Mutu Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit DI RSU Dr. Soeselo
Slawi Dan Rsu Harapan Anda Tegal Ditinjau Dari Sisa Makanan Biasa
Pasien Rawat Inap. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro.
Ratnaningrum, candrasari. 2004. Hubungan Antara Persepsi Pasien Dan Sisa Makanan
Dengan Diit Biasa Yang Disajikan Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit
Tipe D (Rumah Sakit Banyumanik Semarang). Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro.
Ratna, Maya Riqi. 2009. Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan Makanan Institusi Di
Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Renangtyas, Dewi. et. al. 2004. Pengaruh Penggunaan Modifikasi Standar Resep Lauk
Nabati Tempe terhadap Daya Terima dan Persepsi Pasien Rawat Inap. Jurnal
Gizi Klinik Indonesia. Vol.1. no.1.
Saepuloh. 2003. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Terima Pasien Dewasa Diit
Makanan Biasa (Studi Di Ruang Rawat Inap Kelas II Dan III Rumah Sakit
Immanuel Bandung). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro.
Santoso, S dan Ranti AL. 1995. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.
155
Sauer, Abby. 2011. Hospital Malnutrition: Assesment and Intervention Methods.
(Online). www.abbottNutritionHealthInstitute.org yang diakses pada tanggal 2
April 2011.
Sediaoetama. A. 1987. Ilmu Gizi I. Jakarta: Dian Rakyat.
Shahar, Suzana, Fun, W.S., dan Chik, W.C.2002. A Prospective Study on Malnutrition
and Duration of Hospitalisation among Hospitalised Geriatric Patients
Admitted to Surgical and Medical Wards of Hospital Universiti Kebangsaan
Malaysia.
Mal
J
Nutr
8(1).
2002:
55-62.
(online).
http://nutriweb.org.my/publications/mjn008_1/mjn8n1_art4.pdf yang diakses
pada tanggal 2 April 2011.
Siswiyardi. 2005. Beberapa Faktor Pelayanan Gizi Rumah Sakit Yang Berhubungan
Dengan Tingkat Konsumsi Energi Dan Protein Pasien Dari Makanan Luar
Rumah Sakit (Studi pada pasien rawat inap RSU Sragen ). Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro.
Suandi, I.K.G. 1999. Diet Pada Anak Sakit. Jakarta: EGC
Suharyati, 2006. Hubungan Asupan makan dengan Status Gizi Pasien Dewasa Penyakit
Dalam Rumah Sakt Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2006.Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Sukarti, 2010. Hubungan Variasi Menu Dan Rasa Makanan Dengan Sisa Makanan
Pasien Rawat Inap Di Paviliun Wijaya Kusuma BPRSUD Kota Salatiga.
Skrisi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
Sumiyati. 2006. Gambaran Sisa Makanan Pasien Dan Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi Sisa Makanan Pasien Di Ruang Anggrek Rsu Ra Kartini
156
Jepara. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Semarang.
The British Dietetic Asosiation. 2011. Delivering Nutritional Care Through Food And
Beverage Services. Food Counts Specialist Group of The British Dietetic
Association.
Tanaka, Meis Larissa. 1998. Faktor Eksternal Yang Berhubungan dengan Daya Terima
Makan Pasien Rawat Inap Dewasa di Rumah Sakit Umum Tangerang Tahun
2008. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Utari, Retno. 2009. Evaluasi Pelayanan Makanan Pasien Rawat Inap di Puskesmas
Gondangrejo
Karanganyar.
Fakultas
Ilmu
Kesehatan
Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
William, P.G. 2009. Foodservice perspective in institutions. Faculty of Health and
Behavioral
Sciences.
University
of
Wollongong.
(online).
http://ro.uow.edu.au/hbspapers/109 yang diakses pada tanggal 12 April 2011.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Zakiyah, Lili. et. al. 2005. Plate Waste among Hospital Inpatient. Malaysian Journal of
Public Health Medicine. Vol.2. no.5.
Zulfah, Oktarina. 2002. Mempelajari Konsumsi dan Persepsi Pasien Rawat Inap
Terhadap Diit Rendah Garam dan Diit non Rendah Garam di Rumah Sakit
Fatmawati Jakarta. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB.
157
KUISIONER WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA
MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA
TAHUN 2011
(Salam), Saya Lisa Ellizabet Aula dari Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta,Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program Studi
Kesehatan Masyarakat, ingin meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di rumah sakit haji Jakarta tahun 2011.
Saya akan bertanya mengenai beberapa hal tentang hal tersebut. Wawancara ini akan
berlangsung tidak lebih dari 20 menit. Anda boleh menolak atau berhenti menjawab
kapan saja bapak mau.
Jawaban anda akan kami rahasiakan sehingga tidak seorangpun akan
mengetahuinya. Kemudian akan dibawa dan diolah dalam penelitian ini dan hasilnya
akan kami generalisir untuk kemudian mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan
solusi yang akan diberikan terhadap permasalahan tersebut.
158
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA
MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA
TAHUN 2011
IDENTITAS RESPONDEN
1. Nomor Responden
: _________________________________________
2. Nama Ruangan Rawat
: ___________________________________________
3. Nomor Kamar
: ___________________________________________
4. Nama Pasien
: ___________________________________________
5. Lama Perawatan
: ___________________________________________
6. Jenis Kelamin
: L / P (lingkari yang dipilih)
7. Umur
: _______________ Tahun
8. Diagnosa Penyakit
:__________________________________________ *)
9. Jenis Diet
: _________________________________________ *)
Cat: *) (diisi oleh peneliti)
159
A. Susunan Makanan
i.
Bagaimansusunan makanan anda sehari-hari?
a. Nasi + Lauk hewani + lauk nabati + sayur + buah + susu
b. Nasi + Lauk hewani + lauk nabati + sayur + buah
c. Nasi + Lauk hewani + lauk nabati + sayur
d. Nasi + lauk hewani + lauk hewani
e. Nasi + sayur
f. Lainnya………………………………………
B. Jumlah makanan
1. Berapa banyak nasi yang anda makan sehari-hari?
a. 1 piring
b. 2 piring
c. 3 piring
d. 4 piring
e. 5 piring
f. Lainnya…………………………
ii.
Berapa banyak lauk hewani yang anda makan sehari-hari?
a. 1 potong
b. 2 potong
c. 3 potong
d. 4 potong
e. 5 potong
f. Lainnya……………………..
iii.
Berapa banyak lauk nabati yang anda makan sehari-hari?
a. 1 potong
b. 2 potong
c. 3 potong
d. 4 potong
e. 5 potong
f. Lainnya……………………..
iv.
Berapa banyak sayur yang anda makan sehari-hari?
a. 1 mangkong
b. 1 ½ mangkok
c. 2 mangkok
d. 2 ½ mangkok
e. 3 mangkok
f. Lainnya………………….
v.
Berapa banyak buah yang anda makan sehari-hari?
a. 1 potong
160
Diisi oleh
peneliti
A1 [ ]
Diisi oleh
peneliti
B1 [ ]
B2 [ ]
B3 [ ]
B4 [ ]
b.
c.
d.
e.
f.
C.
2 potong
3 potong
4 potong
5 potong
Lainnya……………………..
Frekuensi makan
B5 [ ]
1. Dalam sehari, biasanya anda makan berapa kali?
a. 1x
b. 2x
c. 3x
d. >3x
D. Gangguan Pencernaan
1. Apakah pasien mengalami gangguan pencernaan?
Tidak
b. Ya
E. Status Kehamilan
1. Apakah saat ini anda sedang dalam masa kehamilan?
Tidak
b. Ya
2. Jika ya, berapa usia kehamilan anda saat ini?_______ (minggu/bulan)
F. Keadaan Psikis
Bagaimana keadaan diri anda selama satu minggu ini?
1. Apakah anda pernah merasa bahwa anda tidak pernah lagi menikmati
sesuatu yang biasanya anda nikmati?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
2. Apakah anda pernah merasa sudah tidak dapat tertawa dan melihat sisi
yang menyenangkan dari setiap hal?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
3. Apakah anda akhir-akhir ini pernah merasa tidak gembira?
a. Tidak Pernah
b. Jarang
c. Kadang-kadang
d. Selalu
4. Apakah anda pernah merasa seolah-olah anda tidak bersemangat?
161
Diisi oleh
peneliti
C1[ ]
Diisi oleh
peneliti
D1[ ]
Diisi oleh
peneliti
E1[ ]
Diisi oleh
peneliti
F1 [ ]
F2 [ ]
F3 [ ]
F4 [ ]
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. selalu
5. Apakah anda pernah merasa kehilangan minat terhadap penampilan
anda?
a. Tidak Pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
6. Apakah anda pernah merasa bahwa anda tidak pernah lagi menantikan
hal-hal yang menarik dan menyenangkan akan terjadi?
a. Tidak Pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
7. Apakah anda pernah merasa bahwa anda tidak dapat lagi menikmati
membaca buku, mendengarkan radio atau menonton televisi?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Selalu
G. Makanan dari Luar Rumah Sakit
1. Berapa kali anda makan makan makanan selain dari yang disajikan
rumah sakit pada selama sehari?
a. 1x
b. 2x
c. 3x
d.Tidak pernah
2. Jenis makanan dari luar rumah sakit apa saja yang anda makan?
a.
d.
b.
e.
c.
f.
3. Apa alasan anda makan makanan dari luar rumah sakit?
a. Tidak terbiasa dengan makanan rumah sakit
b. Penampilan makanan rumah sakit tidak menarik
c. Rasa makanan rumah sakit tidak enak
d. Lain-lain………………………………
162
F5 [ ]
F6 [ ]
F7 [ ]
Diisi oleh
peneliti
G1 [ ]
Berikanlah penilaian terhadap makanan yang disajikan oleh rumah sakit. Anda dapat
memberi tanda lingkaran pada poin penilaian sesuai dengan penilaian anda.
Contoh: Anda memberi nilai 7 terhadap warna makanan, maka anda melingkari angka 7
warna makanan
Tidak sedap
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
sedap
H. Penampilan Makanan
No
Bagaimana pendapat anda terhadap penampilan makanan dari segi:
1
Warna makanan
Tidak menarik
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
menarik
Diisi
peneliti
H1 [ ]
2
Bentuk makanan
Tidak menarik
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
menarik
H3 [
]
3
Porsi makanan
makin kecil
2
3
4
5
6
7
8
9
10 makin besar
H4 [
]
4
Penyajian makanan
Tidak menarik
1
2
3
4
5
6
7
8
9
H5 [
]
1
10
menarik
I. Rasa Makanan
No
Bagaimana pendapat anda terhadap rasa makanan dari segi:
1
Aroma makanan
2
Tidak enak
Diisi
peneliti
I1 [ ]
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
enak
Bumbu makanan
Tidak terasa 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
terasa
I2 [
]
3
Konsistensi makanan
Tidak sesuai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
sesuai
I3 [
]
4
Keempukan makanan
Tidak sesuai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
sesuai
I4 [
]
6
Temperature/ suhu
Tidak sesuai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 sesuai
I5 [
]
163
STANDAR PORSI MAKANAN
Hari / Tanggal :
Menu ke
:
Waktu Makan : Pagi/ Siang/ Sore
No.
Nama Bahan Makanan
164
Berat Per Porsi (gr)
PORSI MAKANAN RESPONDEN
Hari / Tanggal :
Menu ke
:
Waktu Makan : Pagi/ Siang/ Sore
No.
kamar
Makanan yang diberikan
Nama Pasien
Jenis Diet
Nasi
165
Lauk
Lauk
Hewani
Nabati
Sayur
Buah
Lembar Pengukuran Sisa Makanan
Hari / Tanggal :
Menu ke
:
Waktu Makan : Pagi/ Siang/ Sore
No.
kamar
Makanan yang diberikan
Nama Pasien
Jenis Diet
Nasi
166
Lauk
Lauk
Hewani
Nabati
Sayur
Buah
Lembar Penilaian Sisa Makanan
1. Nama Pasien
:
2. No. Ruangan
:
3. Diagnosa Penyakit
:
4. Jenis Diit
:
Makan pagi
Jenis Makanan
Standar Porsi (gr)
Sisa Makanan (gr)
Makan Siang
Jenis Makanan
Standar Porsi (gr)
Sisa Makanan (gr)
Makan Sore
Jenis Makanan
Standar Porsi (gr)
Sisa Makanan (gr)
TOTAL
𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒔𝒊𝒔𝒂 𝒎𝒂𝒌𝒂𝒏𝒂𝒏
% Sisa Makanan = 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒔𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 𝒑𝒐𝒓𝒔𝒊 𝒙 𝟏𝟎𝟎% =
Hasil :  > 25% = ada sisa makanan
 ≤25%= tidak ada sisa makanan
167
SISA MAKANAN BERDASARKAN JENIS MAKANAN
1. Sisa Makanan dari Makanan Pokok
Sisa Makanan dari Makanan Pokok
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00
11,50
Makanan Pokok
2,31
Bubur
Ayam
0,59
0,24
0,33
Bubur
Nasi
Sumsum Goreng
bubur
nasi
2. Sisa Makanan dari Lauk Hewani
Sisa Makanan dari Lauk Hewani
4,50
4,00
3,50
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
3,99
2,27
2,22
1,66
0,67
0,00
1,00
Lauk Hewani
0,11 0,00 0,00
0,55 0,44 0,00
168
0,22 0,00
3. Sisa Makanan dari Lauk Nabati
Sisa Makanan dari Lauk Nabati
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00
8,89 9,72
1,32 2,22 1,39 2,01 1,39 0,97 0,00
0,00
Lauk Nabati
4. Sisa Makanan dari Sayuran
Sisa Makanan dari Sayuran
16,00
14,00
12,00
14,62
10,00
11,93
8,00
6,00
4,00
0,670,000,080,250,250,253,533,11
2,00 2,614,451,642,981,682,35
0,00
5. Sisa Makanan dari Buah
Sisa Makanan dari Buah
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
4,43
3,11
3,26
Pepaya
Jeruk
169
Buah
pisang
Sayuran
Reliability
Warnings
The space saver method is used. That is, the covariance matrix is not calculated or
used in the analysis.
Scale has zero variance items.
Case Processing Summary
N
Cases
Valid
Excluded(
a)
Total
20
%
100,0
0
,0
20
100,0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
,890
N of Items
28
Item Statistics
Mean
1,55
Std. Deviation
1,050
nasi
,50
,513
20
lauk hewani
,60
,503
20
lauk nabati
,50
,513
20
sayur
,65
,489
20
buah
,55
,510
20
frekuensi makan
,50
,513
20
susunan makanan
gangguan pencernaan
N
20
,50
,513
20
1,00
,000
20
,65
,988
20
F2
,95
,686
20
F3
1,15
,813
20
F4
,80
,768
20
F5
,80
,834
20
F6
,65
,671
20
F7
,35
,489
20
penampilan_warna
,55
,510
20
penampilan_konsistensi
,60
,503
20
penampilan_bentuk
,50
,513
20
penampilan_porsi
,45
,510
20
Penampilan_penyajian
,55
,510
20
rasa_aroma
,50
,513
20
rasa_bumbu
,50
,513
20
status kehamilan
F1
170
rasa_keempukan
,70
,470
20
rasa_kerenyahan
,60
,503
20
rasa_kematangan
,80
,410
20
rasa_temperatur
,55
,510
20
1,85
1,182
20
makanan dari luar rumah
sakit
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
susunan makanan
18,30
67,589
,559
,885
nasi
19,35
73,713
,496
,886
lauk hewani
19,25
73,671
,512
,885
lauk nabati
19,35
74,029
,459
,886
sayur
19,20
74,379
,441
,887
buah
19,30
74,116
,452
,886
frekuensi makan
19,35
73,292
,545
,885
gangguan pencernaan
19,35
74,029
,459
,886
status kehamilan
18,85
78,345
,000
,891
F1
19,20
69,537
,475
,887
F2
18,90
72,305
,477
,886
F3
18,70
71,168
,475
,886
F4
19,05
71,208
,505
,885
F5
19,05
70,892
,481
,886
F6
19,20
72,800
,445
,886
F7
19,50
74,158
,468
,886
penampilan_warna
19,30
73,063
,575
,884
penampilan_konsistensi
19,25
73,355
,550
,885
penampilan_bentuk
19,35
74,029
,459
,886
penampilan_porsi
19,40
74,042
,460
,886
Penampilan_penyajian
19,30
74,116
,452
,886
rasa_aroma
19,35
74,134
,447
,886
rasa_bumbu
19,35
73,713
,496
,886
rasa_keempukan
19,15
73,818
,533
,885
rasa_kerenyahan
19,25
75,145
,338
,888
rasa_kematangan
19,05
76,471
,238
,890
rasa_temperatur
19,30
73,274
,551
,885
makanan dari luar rumah
sakit
18,00
67,684
,476
,889
Scale Statistics
Mean
19,85
Variance
78,345
Std. Deviation
N of Items
8,851
28
171
Karakteristik Responden
Frequencies
Statistics
umur_kelompok
N
Valid
Mis sing
Mean
Median
Std. Dev iation
Minimum
Max imum
58
0
,6379
1,0000
,48480
,00
1,00
um ur_k elom pok
Valid
Frequenc y
21
37
58
>=45
<45
Total
Percent
36,2
63,8
100,0
Valid Percent
36,2
63,8
100,0
Cumulativ e
Percent
36,2
100,0
Frequencies
Statistics
jenis_kelamin
N
Valid
Mis sing
58
0
,59
1,00
1
,497
0
1
Mean
Median
Mode
Std. Dev iation
Minimum
Max imum
jenis_ke lam in
Valid
laki-laki
perempuan
Total
Frequenc y
24
34
58
Percent
41,4
58,6
100,0
Valid Percent
41,4
58,6
100,0
Explore
172
Cumulativ e
Percent
41,4
100,0
Cas e Proces s ing Sum m ary
Cases
Mis sing
N
Percent
0
,0%
V alid
N
lama_raw at
58
Percent
100,0%
Total
N
58
Percent
100,0%
Des criptives
lama_raw at
Mean
95% Conf idence
Interval f or Mean
Statistic
3,55
3,02
Low er Bound
Upper Bound
Std. Error
,267
4,09
5% Trimmed Mean
Median
Varianc e
Std. Dev iation
Minimum
Max imum
Range
Interquartile Range
Skew nes s
Kurtosis
3,30
3,00
4,146
2,036
2
10
8
2
1,724
2,664
,314
,618
Tes ts of Nor mality
a
lama_raw at
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
df
Sig.
,279
58
,000
Shapiro-Wilk
Statistic
df
,755
58
a. Lillief ors Signif icance Correc tion
lama_rawat
lama_rawat Stem-and-Leaf Plot
Frequency
Stem &
23,00
2
,00
2
16,00
3
,00
3
5,00
4
,00
4
6,00
5
,00
5
3,00
6
5,00 Extremes
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Leaf
00000000000000000000000
0000000000000000
00000
000000
000
(>=7,0)
173
Sig.
,000
Stem width:
Each leaf:
1
1 case(s)
Frequencies
Statistics
lama raw at kelompok
N
Valid
Mis sing
Mean
Median
Mode
Std. Dev iation
Minimum
Max imum
58
0
1,4138
1,0000
1,00
,64982
1,00
3,00
lam a raw at ke lom pok
Valid
<=3 hari
4 - 6 hari
7 - 14 hari
Total
Frequenc y
39
14
5
58
Percent
67,2
24,1
8,6
100,0
Valid Percent
67,2
24,1
8,6
100,0
Frequencies
Statistics
jenis_diet
N
Mean
Median
Mode
Std. Dev iation
Minimum
Max imum
Valid
Mis sing
58
0
,36
,00
0
,485
0
1
174
Cumulativ e
Percent
67,2
91,4
100,0
jenis_die t
Valid
diet khusus
diet biasa
Total
Frequenc y
37
21
58
Percent
63,8
36,2
100,0
Valid Percent
63,8
36,2
100,0
Cumulativ e
Percent
63,8
100,0
Frequencies
Statistics
Hasil_sisa_makanan
N
Valid
58
Missing
0
Mean
20,2726
Median
20,3000
Std. Deviation
11,82359
Minimum
,00
Maximum
57,94
Hasil_sisa_makanan
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
,00
3
5,2
5,2
5,2
1,83
1
1,7
1,7
6,9
3,77
1
1,7
1,7
8,6
5,20
1
1,7
1,7
10,3
5,96
1
1,7
1,7
12,1
6,37
1
1,7
1,7
13,8
8,51
1
1,7
1,7
15,5
8,65
1
1,7
1,7
17,2
9,21
1
1,7
1,7
19,0
9,78
1
1,7
1,7
20,7
10,56
1
1,7
1,7
22,4
10,90
1
1,7
1,7
24,1
12,76
1
1,7
1,7
25,9
12,86
1
1,7
1,7
27,6
13,05
1
1,7
1,7
29,3
13,17
1
1,7
1,7
31,0
13,69
1
1,7
1,7
32,8
14,28
1
1,7
1,7
34,5
14,70
1
1,7
1,7
36,2
16,30
1
1,7
1,7
37,9
175
16,40
1
1,7
1,7
39,7
16,95
1
1,7
1,7
41,4
17,04
1
1,7
1,7
43,1
19,39
1
1,7
1,7
44,8
19,61
1
1,7
1,7
46,6
20,11
1
1,7
1,7
48,3
20,21
1
1,7
1,7
50,0
20,39
1
1,7
1,7
51,7
22,40
1
1,7
1,7
53,4
22,62
1
1,7
1,7
55,2
24,01
1
1,7
1,7
56,9
25,00
1
1,7
1,7
58,6
25,16
1
1,7
1,7
60,3
25,17
1
1,7
1,7
62,1
25,22
2
3,4
3,4
65,5
25,34
1
1,7
1,7
67,2
25,61
1
1,7
1,7
69,0
25,73
1
1,7
1,7
70,7
26,08
2
3,4
3,4
74,1
26,60
1
1,7
1,7
75,9
26,96
1
1,7
1,7
77,6
27,85
1
1,7
1,7
79,3
28,03
1
1,7
1,7
81,0
28,66
1
1,7
1,7
82,8
29,24
1
1,7
1,7
84,5
29,47
1
1,7
1,7
86,2
30,33
1
1,7
1,7
87,9
31,62
1
1,7
1,7
89,7
33,25
1
1,7
1,7
91,4
34,26
1
1,7
1,7
93,1
35,08
1
1,7
1,7
94,8
36,05
1
1,7
1,7
96,6
55,18
1
1,7
1,7
98,3
57,94
1
1,7
1,7
100,0
Total
58
100,0
100,0
Frequencies
176
Statistics
N
Sisa_Makanan
_Pokok
58
Valid
Missing
Mean
Median
Std. Deviation
Sisa_Lauk_He
wani
58
Sisa_Lauk_Na
bati
58
Sisa_Sayur
58
Sisa_Buah
58
0
0
0
0
0
14,7895
12,9567
23,4941
47,1022
11,0722
11,1400
6,4600
19,6150
40,4550
,0000
14,35817
18,37590
24,45132
25,82442
22,16782
Minimum
,00
,00
,00
,00
,00
Maximum
52,88
86,67
100,00
94,12
82,99
Frequencies
Statistics
sisa makanan
N
Valid
58
Missing
0
Mean
,60
Median
1,00
Std. Deviation
,493
Minimum
0
Maximum
1
sisa makanan
Valid
Percent
39,7
Valid Percent
39,7
Cumulative
Percent
39,7
100,0
>25%
Frequency
23
≤ 25%
35
60,3
60,3
Total
58
100,0
100,0
Frequencies
177
Statistics
Keadaan_psikis
N
Valid
58
Missing
0
Mean
1,66
Median
2,00
Std. Deviation
,579
Minimum
0
Maximum
2
Keadaan_psikis
Frequency
Valid
abnormal
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
3
5,2
5,2
borderline abnormal
5,2
14
24,1
24,1
29,3
normal
41
70,7
70,7
100,0
Total
58
100,0
100,0
Frequencies
Statistics
kebiasaan makan
N
Valid
58
Missing
0
Mean
,10
Median
,00
Std. Deviation
,307
Minimum
0
Maximum
1
kebiasaan makan
Valid
tidak sesuai
sesuai
Total
Frequency
52
Percent
89,7
Valid Percent
89,7
Cumulative
Percent
89,7
100,0
6
10,3
10,3
58
100,0
100,0
Frequencies
178
Statistics
gangguan pencernaan
N
Valid
58
Missing
0
Mean
,59
Median
1,00
Std. Deviation
,497
Minimum
0
Maximum
1
gangguan pencernaan
Frequency
Valid
ada
24
tidak ada
34
Total
58
Percent
Valid Percent
41,4
Cumulative
Percent
41,4
41,4
58,6
58,6
100,0
100,0
100,0
Frequencies
Statistics
status kehamilan
N
Valid
58
Missing
0
Mean
1,00
Median
1,00
Std. Deviation
,000
Minimum
1
Maximum
1
status kehamilan
Valid
tidak hamil
Frequency
58
Percent
100,0
Valid Percent
100,0
Frequencies
179
Cumulative
Percent
100,0
Statistics
penampilan_warna
N
Valid
58
Missing
0
Mean
,66
Median
1,00
Std. Deviation
,479
Minimum
0
Maximum
1
penampilan_warna
Frequency
Valid
tidak menarik
20
menarik
38
Total
58
Percent
Valid Percent
34,5
Cumulative
Percent
34,5
34,5
65,5
65,5
100,0
100,0
100,0
Frequencies
Statistics
penampilan_bentuk
N
Valid
58
Missing
0
Mean
,59
Median
1,00
Std. Deviation
,497
Minimum
0
Maximum
1
penampilan_bentuk
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
tidak menarik
24
41,4
41,4
41,4
menarik
34
58,6
58,6
100,0
Total
58
100,0
100,0
Frequencies
180
Statistics
penampilan_porsi
N
Valid
58
Missing
0
Mean
,50
Median
,50
Std. Deviation
,504
Minimum
0
Maximum
1
penampilan_porsi
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
tidak sesuai
29
50,0
50,0
50,0
sesuai
29
50,0
50,0
100,0
Total
58
100,0
100,0
Frequencies
Statistics
Penampilan_penyajian
N
Valid
58
Missing
0
Mean
,72
Median
1,00
Std. Deviation
,451
Minimum
0
Maximum
1
Penampilan_penyajian
Valid
tidak menarik
Frequency
16
Percent
27,6
Valid Percent
27,6
Cumulative
Percent
27,6
100,0
menarik
42
72,4
72,4
Total
58
100,0
100,0
Frequencies
181
Statistics
rasa_aroma
N
Valid
58
Missing
0
Mean
,48
Median
,00
Std. Deviation
,504
Minimum
0
Maximum
1
rasa_aroma
Valid
Frequency
30
tidak enak
Percent
51,7
Valid Percent
51,7
Cumulative
Percent
51,7
100,0
enak
28
48,3
48,3
Total
58
100,0
100,0
Frequencies
Statistics
rasa_bumbu
N
Valid
58
Missing
0
Mean
,41
Median
,00
Std. Deviation
,497
Minimum
0
Maximum
1
rasa_bumbu
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
tidak terasa
34
58,6
58,6
58,6
terasa
24
41,4
41,4
100,0
Total
58
100,0
100,0
182
Frequencies
Statistics
rasa_konsistensi
N
Valid
58
Missing
0
Mean
,53
Median
1,00
Std. Deviation
,503
Minimum
0
Maximum
1
rasa_konsistensi
Frequency
Valid
tidak sesuai
27
sesuai
31
Total
58
Percent
Valid Percent
46,6
Cumulative
Percent
46,6
46,6
53,4
53,4
100,0
100,0
100,0
Frequencies
Statistics
rasa_keempukan
N
Valid
58
Missing
0
Mean
,71
Median
1,00
Std. Deviation
,459
Minimum
0
Maximum
1
rasa_keempukan
Valid
tidak sesuai
Frequency
17
Percent
29,3
Valid Percent
29,3
Cumulative
Percent
29,3
100,0
sesuai
41
70,7
70,7
Total
58
100,0
100,0
Frequencies
183
Statistics
rasa_temperatur
N
Valid
58
Missing
0
Mean
,72
Median
1,00
Std. Deviation
,451
Minimum
0
Maximum
1
rasa_temperatur
Valid
Frequency
16
tidak sesuai
Percent
27,6
Valid Percent
27,6
Cumulative
Percent
27,6
100,0
sesuai
42
72,4
72,4
Total
58
100,0
100,0
Frequencies
Statistics
Makanan_Luar_RS
N
Valid
58
Missing
0
Mean
,57
Median
1,00
Std. Deviation
,500
Minimum
0
Maximum
1
Makanan_Luar_RS
Frequency
Valid
sering
25
tidak sering
33
Total
58
Percent
Valid Percent
43,1
Cumulative
Percent
43,1
43,1
56,9
56,9
100,0
100,0
100,0
184
Analisis bivariat
Oneway
Des criptives
Hasil_sisa_makanan
N
abnormal
borderline abnormal
normal
Total
3
14
41
58
Mean
12,6733
22,5371
20,0554
20,2726
Std. Deviation
12,58104
13,80454
11,09905
11,82359
Std. Error
7,26367
3,68942
1,73338
1,55251
95% Conf idence Interval f or
Mean
Low er Bound Upper Bound
-18,5797
43,9264
14,5666
30,5076
16,5521
23,5587
17,1637
23,3814
F
,880
Sig.
,421
ANOV A
Hasil_sis a_makanan
Betw een Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares
246,976
7721,470
7968,446
df
2
55
57
Mean Square
123,488
140,390
185
Minimum
,00
,00
,00
,00
Max imum
25,16
55,18
57,94
57,94
T-Test
Group Statis tics
Hasil_sis a_makanan
kebiasaan makan
tidak ses uai
sesuai
N
Mean
20,5983
17,4500
52
6
Std. Deviation
12,27415
6,80780
Std. Error
Mean
1,70212
2,77927
Inde pe nde nt Sam ples Te st
Levene's Test f or
Equality of Variances
F
Hasil_sis a_makanan
Equal variances
as sumed
Equal variances
not assumed
1,602
Sig.
,211
t-test f or Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Dif f erence
Std. Error
Dif f erence
95% Conf idence
Interval of the
Dif f erence
Low er
Upper
,614
56
,542
3,14827
5,12592
-7,12018
13,41672
,966
9,326
,358
3,14827
3,25907
-4,18522
10,48176
186
T-Test
Group Statis tics
Hasil_sis a_makanan
gangguan pencernaan
ada
tidak ada
N
Mean
24,1629
17,5265
24
34
Std. Deviation
11,60112
11,35293
Std. Error
Mean
2,36807
1,94701
Inde pe nde nt Sam ples Te st
Levene's Test f or
Equality of Variances
F
Hasil_sis a_makanan
Equal variances
as sumed
Equal variances
not assumed
,135
Sig.
,715
t-test f or Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Dif f erence
Std. Error
Dif f erence
95% Conf idence
Interval of the
Dif f erence
Low er
Upper
2,173
56
,034
6,63645
3,05410
,51834
12,75455
2,165
49,000
,035
6,63645
3,06571
,47566
12,79723
187
T-Test
Group Statis tics
Hasil_sisa_makanan
penampilan_w arna
tidak menarik
menarik
N
20
38
Mean
24,4305
18,0842
Std. Deviation
13,99518
10,02600
Std. Error
Mean
3,12942
1,62643
Inde pe nde nt Sam ples Te st
Levene's Test f or
Equality of Variances
F
Hasil_sis a_makanan
Equal variances
as sumed
Equal variances
not assumed
,451
Sig.
,505
t-test f or Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Dif f erence
Std. Error
Dif f erence
95% Conf idence
Interval of the
Dif f erence
Low er
Upper
1,993
56
,051
6,34629
3,18434
-,03272
12,72530
1,799
29,544
,082
6,34629
3,52683
-,86113
13,55371
188
T-Test
Group Statis tics
Hasil_sisa_makanan
penampilan_bentuk
tidak menarik
menarik
N
24
34
Mean
22,6871
18,5682
Std. Deviation
14,34523
9,52937
Std. Error
Mean
2,92821
1,63427
Inde pe nde nt Sam ples Te st
Levene's Test f or
Equality of Variances
F
Hasil_sis a_makanan
Equal variances
as sumed
Equal variances
not assumed
1,529
Sig.
,221
t-test f or Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Dif f erence
Std. Error
Dif f erence
95% Conf idence
Interval of the
Dif f erence
Low er
Upper
1,315
56
,194
4,11885
3,13226
-2,15583
10,39352
1,228
37,054
,227
4,11885
3,35339
-2,67544
10,91313
189
T-Test
Group Statis tics
Hasil_sisa_makanan
penampilan_porsi
tidak sesuai
sesuai
N
29
29
Mean
19,8721
20,6731
Std. Deviation
12,07880
11,76255
Std. Error
Mean
2,24298
2,18425
Inde pe nde nt Sam ples Te st
Levene's Test f or
Equality of Variances
F
Hasil_sis a_makanan
Equal variances
as sumed
Equal variances
not assumed
,004
Sig.
,948
t-test f or Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Dif f erence
Std. Error
Dif f erence
95% Conf idence
Interval of the
Dif f erence
Low er
Upper
-,256
56
,799
-,80103
3,13080
-7,07278
5,47071
-,256
55,961
,799
-,80103
3,13080
-7,07287
5,47081
190
T-Test
Group Statis tics
Hasil_sisa_makanan
Penampilan_penyajian
tidak menarik
menarik
N
Mean
19,4525
20,5850
16
42
Std. Deviation
13,18220
11,41995
Std. Error
Mean
3,29555
1,76214
Inde pe nde nt Sam ples Te st
Levene's Test f or
Equality of Variances
F
Hasil_sis a_makanan
Equal variances
as sumed
Equal variances
not assumed
,115
Sig.
,736
t-test f or Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Dif f erence
Std. Error
Dif f erence
95% Conf idence
Interval of the
Dif f erence
Low er
Upper
-,323
56
,748
-1,13250
3,50120
-8,14624
5,88124
-,303
24,083
,764
-1,13250
3,73708
-8,84405
6,57905
191
T-Test
Group Statis tics
Hasil_sisa_makanan
ras a_aroma
tidak enak
enak
N
Mean
25,0417
15,1629
30
28
Std. Error
Mean
1,91235
2,11239
Std. Deviation
10,47437
11,17769
Inde pe nde nt Sam ples Te st
Levene's Test f or
Equality of Variances
F
Hasil_sis a_makanan
Equal variances
as sumed
Equal variances
not assumed
,185
Sig.
,668
t-test f or Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Dif f erence
Std. Error
Dif f erence
95% Conf idence
Interval of the
Dif f erence
Low er
Upper
3,475
56
,001
9,87881
2,84295
4,18370
15,57392
3,467
54,998
,001
9,87881
2,84943
4,16842
15,58920
192
T-Test
Group Statis tics
Hasil_sisa_makanan
ras a_bumbu
tidak terasa
teras a
N
Mean
22,3353
17,3504
34
24
Std. Deviation
9,92440
13,78177
Std. Error
Mean
1,70202
2,81319
Inde pe nde nt Sam ples Te st
Levene's Test f or
Equality of Variances
F
Hasil_sis a_makanan
Equal variances
as sumed
Equal variances
not assumed
2,953
Sig.
,091
t-test f or Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Dif f erence
Std. Error
Dif f erence
95% Conf idence
Interval of the
Dif f erence
Low er
Upper
1,603
56
,115
4,98488
3,10971
-1,24461
11,21437
1,516
39,254
,138
4,98488
3,28800
-1,66435
11,63410
193
T-Test
Group Statis tics
Hasil_sisa_makanan
ras a_kons is tensi
tidak sesuai
sesuai
N
27
31
Mean
20,7244
19,8790
Std. Deviation
11,94089
11,90368
Std. Error
Mean
2,29802
2,13796
Inde pe nde nt Sam ples Te st
Levene's Test f or
Equality of Variances
F
Hasil_sis a_makanan
Equal variances
as sumed
Equal variances
not assumed
,085
Sig.
,771
t-test f or Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Dif f erence
Std. Error
Dif f erence
95% Conf idence
Interval of the
Dif f erence
Low er
Upper
,269
56
,789
,84541
3,13807
-5,44090
7,13172
,269
54,864
,789
,84541
3,13876
-5,44515
7,13597
194
T-Test
Group Statis tics
Hasil_sis a_makanan
ras a_keempukan
tidak ses uai
sesuai
N
17
41
Mean
20,3247
20,2510
Std. Deviation
14,37051
10,79837
Std. Error
Mean
3,48536
1,68642
Inde pe nde nt Sam ples Te st
Levene's Test f or
Equality of Variances
F
Hasil_sis a_makanan
Equal variances
as sumed
Equal variances
not assumed
1,403
Sig.
,241
t-test f or Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Dif f erence
Std. Error
Dif f erence
95% Conf idence
Interval of the
Dif f erence
Low er
Upper
,021
56
,983
,07373
3,44103
-6,81948
6,96694
,019
23,846
,985
,07373
3,87192
-7,92025
8,06771
195
T-Test
Group Statis tics
Hasil_sis a_makanan
ras a_temperatur
tidak ses uai
sesuai
N
Mean
21,9494
19,6338
16
42
Std. Deviation
13,65822
11,16191
Std. Error
Mean
3,41455
1,72232
Inde pe nde nt Sam ples Te st
Levene's Test f or
Equality of Variances
F
Hasil_sis a_makanan
Equal variances
as sumed
Equal variances
not assumed
,214
Sig.
,646
t-test f or Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Dif f erence
Std. Error
Dif f erence
95% Conf idence
Interval of the
Dif f erence
Low er
Upper
,663
56
,510
2,31557
3,49078
-4,67731
9,30844
,605
23,058
,551
2,31557
3,82434
-5,59459
10,22572
196
T-Test
Group Statis tics
Hasil_sisa_makanan
Makanan_Luar_RS
sering
tidak sering
N
25
33
Mean
23,8512
17,5615
Std. Deviation
10,54685
12,16561
Std. Error
Mean
2,10937
2,11776
Inde pe nde nt Sam ples Te st
Levene's Test f or
Equality of Variances
F
Hasil_sis a_makanan
Equal variances
as sumed
Equal variances
not assumed
,612
Sig.
,437
t-test f or Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Dif f erence
Std. Error
Dif f erence
95% Conf idence
Interval of the
Dif f erence
Low er
Upper
2,063
56
,044
6,28968
3,04914
,18153
12,39784
2,104
54,919
,040
6,28968
2,98904
,29932
12,28005
197
Output Tambahan
Frequencies
Statistics
jenis_penyakit
N
Valid
Mis sing
Mean
Median
Mode
Minimum
Max imum
58
0
,67
1,00
1
0
1
jenis_pe nyak it
Valid
kronis
non-kronis
Total
Frequenc y
19
39
58
Percent
32,8
67,2
100,0
Valid Percent
32,8
67,2
100,0
cxcviii
Cumulativ e
Percent
32,8
100,0
Crosstabs
Cas e Proces s ing Sum m ary
Cases
Mis sing
N
Percent
Valid
N
jenis_penyakit *
Keadaan_psikis
Percent
58
100,0%
0
Total
N
,0%
Percent
58
100,0%
jenis_pe nyak it * Ke adaan_ps ik is Cross tabulation
jenis_
penyakit
kronis
abnormal
2
10,5%
1
2,6%
3
5,2%
Count
% w ithin jenis_penyakit
Count
% w ithin jenis_penyakit
Count
% w ithin jenis_penyakit
non-kronis
Total
Keadaan_psikis
borderline
abnormal
2
10,5%
12
30,8%
14
24,1%
Chi-Square Te s ts
Value
4,007a
4,212
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by -Linear
Ass ociation
N of Valid Cases
,071
2
2
Asy mp. Sig.
(2-s ided)
,135
,122
1
,790
df
58
a. 3 cells (50,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The
minimum ex pec ted count is ,98.
Ris k Estimate
Value
Odds Ratio f or
jenis_penyakit
(kronis / non-kronis)
a
a. Risk Estimate s tatistic s cannot be computed. They
are only computed f or a 2*2 table w ithout empty cells.
cxcix
normal
15
78,9%
26
66,7%
41
70,7%
Total
19
100,0%
39
100,0%
58
100,0%
Crosstabs
Cas e Proce ss ing Sum m ary
N
umur_kat * rasa_aroma
Valid
Percent
58
100,0%
Cases
Mis sing
N
Percent
0
,0%
um ur_k at * ras a_arom a Cros stabulation
umur_kat
>45
<45
Total
ras a_aroma
tidak enak
enak
14
7
66,7%
33,3%
16
21
43,2%
56,8%
30
28
51,7%
48,3%
Count
% w ithin umur_kat
Count
% w ithin umur_kat
Count
% w ithin umur_kat
Total
21
100,0%
37
100,0%
58
100,0%
Chi-Square Te s ts
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by -Linear
Ass ociation
N of Valid Cas es
Value
2,944b
2,080
2,987
df
2,893
1
1
1
Asy mp. Sig.
(2-s ided)
,086
,149
,084
1
Ex ac t Sig.
(2-s ided)
Ex ac t Sig.
(1-s ided)
,107
,074
,089
58
a. Computed only f or a 2x 2 table
b. 0 cells (,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is
10,14.
Ris k Estim ate
Value
Odds Ratio f or
umur_kat (>45 / <45)
For c ohort ras a_
aroma = tidak enak
For c ohort ras a_
aroma = enak
N of Valid Cas es
95% Conf idence
Interval
Low er
Upper
2,625
,860
8,016
1,542
,957
2,485
,587
,301
1,144
58
cc
N
Total
Percent
58
100,0%
Frequencies
Statistics
N
Valid
Mis sing
susunan
makanan
58
0
f rekuensi
makan
58
0
jumlah_
makanan
58
0
Frequency Table
s us unan m akanan
Valid
tidak lengkap
kurang lengkap
lengkap
sangat lengkap
Total
Frequenc y
7
16
22
13
58
Percent
12,1
27,6
37,9
22,4
100,0
Valid Percent
12,1
27,6
37,9
22,4
100,0
Cumulativ e
Percent
12,1
39,7
77,6
100,0
fre kuens i m ak an
V alid
tidak ses uai
sesuai
Total
Frequenc y
22
36
58
Percent
37,9
62,1
100,0
V alid Percent
37,9
62,1
100,0
Cumulativ e
Percent
37,9
100,0
jum lah_m akanan
Valid
tidak ses uai
sesuai
Total
Frequenc y
49
9
58
Percent
84,5
15,5
100,0
cci
Valid Percent
84,5
15,5
100,0
Cumulativ e
Percent
84,5
100,0
Crosstabs
Cas e Proces s ing Sum m ary
Cases
Mis sing
N
Percent
V alid
N
gangguan pencernaan *
ras a_bumbu
Percent
58
100,0%
0
Total
N
,0%
Percent
58
gangguan pence rnaan * r as a_bum bu Cross tabulation
gangguan pencernaan
ada
Count
% w ithin gangguan
penc ernaan
Count
% w ithin gangguan
penc ernaan
Count
% w ithin gangguan
penc ernaan
tidak ada
Total
ras a_bumbu
tidak teras a
teras a
13
11
54,2%
45,8%
100,0%
21
13
34
61,8%
38,2%
100,0%
34
24
58
58,6%
41,4%
100,0%
Chi-Square Te s ts
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by -Linear
Ass ociation
N of Valid Cas es
Value
,335 b
,095
,334
,329
df
1
1
1
1
Asy mp. Sig.
(2-s ided)
,563
,758
,563
Ex ac t Sig.
(2-s ided)
Ex ac t Sig.
(1-s ided)
,598
,378
,566
58
a. Computed only f or a 2x 2 table
b. 0 cells (,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is
9,93.
ccii
Total
24
100,0%
Ris k Estim ate
95% Conf idence
Interval
Low er
Upper
V alue
Odds Ratio f or
gangguan pencernaan
(ada / tidak ada)
For c ohort ras a_bumbu
= tidak teras a
For c ohort ras a_bumbu
= teras a
N of V alid Cas es
,732
,254
2,111
,877
,557
1,380
1,199
,652
2,205
58
Crosstabs
Cas e Proces s ing Sum m ary
Valid
Percent
N
jenis_kelamin *
penampilan_pors i
Cases
Mis sing
N
Percent
58
100,0%
0
N
,0%
Total
Percent
58
jenis_ke lam in * penam pilan_por si Cr os stabulation
jenis_
kelamin
laki-laki
perempuan
Total
penampilan_pors i
tidak sesuai
sesuai
15
9
62,5%
37,5%
14
20
41,2%
58,8%
29
29
50,0%
50,0%
Count
% w ithin jenis_kelamin
Count
% w ithin jenis_kelamin
Count
% w ithin jenis_kelamin
Total
24
100,0%
34
100,0%
58
100,0%
Chi-Square Te s ts
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by -Linear
Ass ociation
N of Valid Cas es
Value
2,559b
1,777
2,580
2,515
df
1
1
1
Asy mp. Sig.
(2-s ided)
,110
,183
,108
1
Ex ac t Sig.
(2-s ided)
Ex ac t Sig.
(1-s ided)
,182
,091
,113
58
a. Computed only f or a 2x 2 table
b. 0 cells (,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is
12,00.
cciii
100,0%
Ris k Estim ate
95% Conf idence
Interval
Low er
Upper
V alue
Odds Ratio f or jenis _
kelamin (laki-laki /
perempuan)
For c ohort penampilan_
porsi = tidak sesuai
For c ohort penampilan_
porsi = s esuai
N of V alid Cas es
2,381
,815
6,956
1,518
,914
2,521
,638
,354
1,148
58
Frequencies
Statistics
N
Valid
Mis sing
jenis_
makanan_
Luar
58
0
Alasan_
makanan_
luar
58
0
Frequency Table
jenis_m ak anan_Luar
V alid
buah
cemilan
cemilan, buah
tidak makan
Total
Frequenc y
20
21
7
10
58
Percent
34,5
36,2
12,1
17,2
100,0
V alid Percent
34,5
36,2
12,1
17,2
100,0
Cumulativ e
Percent
34,5
70,7
82,8
100,0
Alas an_m ak anan_luar
Valid
ras a makanan tidak enak
tidak terbiasa
penampilan makanan
tidak menarik
ingin makan ses uatu
Total
Frequenc y
25
12
Percent
43,1
20,7
Valid Percent
43,1
20,7
Cumulativ e
Percent
43,1
63,8
10
17,2
17,2
81,0
11
58
19,0
100,0
19,0
100,0
100,0
cciv
Download