BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur atom Struktur atom

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur atom
Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan
elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom mengandung campuran
proton yang bermuatan positif dan neutron yang bermuatan netral (terkecuali pada
Hidrogen-1 yang tidak memiliki neutron). Elektron-elektron pada sebuah atom terikat
pada inti atom oleh gaya elektromagnetik. Demikian pula sekumpulan atom dapat
berikatan satu sama lainnya membentuk sebuah molekul. Atom yang mengandung
jumlah proton dan elektron yang sama bersifat netral, sedangkan yang mengandung
jumlah proton dan elektron yang berbeda bersifat positif atau negatif dan merupakan
ion. Atom dikelompokkan berdasarkan jumlah proton dan neutron pada inti atom
tersebut. Jumlah proton pada atom menentukan unsur kimia atom tersebut, dan jumlah
neutron menentukan isotop unsur tersebut.
Relatif terhadap pengamatan sehari-hari, atom merupakan objek yang sangat
kecil dengan massa yang sama kecilnya pula. Atom hanya dapat dipantau menggunakan
peralatan khusus seperti mikroskop penerowongan payaran. Lebih dari 99,9% massa
atom berpusat pada inti atom, dengan proton dan neutron yang bermassa hampir sama.
Setiap unsur paling tidak memiliki satu isotop dengan inti yang tidak stabil yang dapat
mengalami peluruhan radioaktif. Hal ini dapat mengakibatkan transmutasi yang
mengubah jumlah proton dan neutron pada inti. Elektron yang terikat pada atom
mengandung sejumlah aras energi, ataupun orbital, yang stabil dan dapat mengalami
transisi di antara aras tersebut dengan menyerap ataupun memancarkan foton yang
sesuai dengan perbedaan energi antara aras. Elektron pada atom menentukan sifat-sifat
kimiawi sebuah unsur dan mempengaruhi sifat-sifat magnetis atom tersebut. (Beiser
Arthur,1987).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Sifat Dasar Elektron
Elektron adalah partikel subatomik yang bermuatan negatif. Seperti semua partikel,
elektron dapat berperilaku seperti gelombang. Pernyataan De Broglie yang menyatakan
bahwa partikel dapat bersifat sebagai gelombang telah menginspirasi Schrodinger untuk
menyusun model atomnya dengan memperhatikan sifat elektron bukan hanya sebagai
partikel tetapi juga sebagai gelombang, artinya dia menggunakan dualisme sifat
elektron.
Perilaku elektron seperti gelombang dideskripsikan menggunakan fungsi
matematika yang disebut orbital elektron. Tiap-tiap orbital atom memiliki satu set
bilangan kuantumnya sendiri, yaitu energi, momentum sudut, dan proyeksi momentum
sudut. Tiap orbital hanya dapat diduduki oleh dua elektron, yang harus berbeda dalam
bilangan kuantum spinnya.
Untuk menentukan kedudukan suatu elektron di dalam atom digunakan 4
bilangan kuantum:
1. Bilangan kuantum utama (n)
Bilangan kuantum utama menyatakan kulit tempat ditemukannya electron yang
dinyatakan dalam bilangan bulat positif. Nilai bilangan itu dimulai dari 1,2,3 dan
sampai ke-n.
2. Bilangan kuantum azimuth (l)
Bilangan kuantum azimuth menyatakan subkulit tempat elektron berada dan
bentuk orbital, serta menentukan besarnya momentum sudut elektron terhadap
inti. Banyaknya sub kulit tempat electron berada bergantung pada nilai bilangan
kuantum utama (n). Nilai bilangan kuantum azimuth dari 0 sampai n-1.
Analisis mekanika kuantum menunjukkan bahwa besarnya momentum sudut
orbital sebuah electron dalam sebuah atom adalah:
3. Bilangan kuantum magnetik (m)
Bilangan kuantum magnetik menyatakan orbital tempat ditemukannya elektron
pada subkulit tertentu dan arah momentum sudut elektron terhadap inti.
Sehingga nilai bilangan kuantum magnetik berhubungan dengan bilangan
kuantum azimuth. Nilai bilangan kuantum magnetik antara – sampai
.
Universitas Sumatera Utara
4. Bilangan kuantum spin (s)
Bilangan kuantum spin menyatakan arah rotasi elektron pada porosnya.
Selanjutnya penyelesaian Schrodinger khusus untuk atom hidrogen yang
menampilkan keadaan kuantum, sehingga membantu kita memahami sifat-sifat dasar
atom. Atom hidrogen terdiri dari inti bermuatan +e dan sebuah elektron (partikel yang
bermuatan –e). Untuk memudahkan, inti atom dianggap diam dan elektron mengelilingi
inti karena pengaruh gaya coulumb dari inti. Persamaan schrodinger untuk elektron
dalam sistim koordinat kartesian tiga dimensi sebagai berikut:
(2.1)
Dengan energi potensial listrik,
(2.2)
Karena energi potensial hanya merupakan fungsi dari
maka persamaan
schrodinger lebih mudah diselesaikan dengan menggunakan sistem koordinat bola.
Persamaan Schrodinger dalam sistem koordinat bola berbentuk,
(2.3)
Dan telah diketahui bahwa operator Laplacian adalah:
Dan dalam koordinat bola menjadi,
Dengan
, yang dapat ditulis berbentuk,
Jika persamaan (2.3) diselesaikan, ternyata terdapat tiga bilangan kuantum yang
diperlukan untuk memerikan elektron dalam atom, sebagai pengganti dari bilangan
kuantum tunggal dalam teori Bohr. Bilangan kuantum utama (n) berkaitan dengan
pemecahan bagi fungsi radial
. Bilangan kuantum ini sama dengan yang dipakai
untuk menamai tingkat-tingkat energi dalam model Bohr. Pemecahan bagi fungsi polar,
Universitas Sumatera Utara
memberikan bilangan kuantum l, dan bagi fungsi
kuantum
memberikan bilangan
(solusinya lihat pada lampiran I). (Krane Kenneth, 1992).
2.3. Definisi Hamburan
Ketika sebuah cahaya monokromatik mengenai atau menumbuk sebuah partikel, akan
terjadi interaksi tertentu antara cahaya tersebut dengan partikel yang ditumbuknya.
Cahaya akan direfleksikan (dipantulkan), diserap (dibiaskan), atau terjadi hamburan
(scattering). Sama halnya dengan elektron, ketika seberkas elektron menumbuk suatu
target maka elektron akan terjadi interaksi dengan atom target yang ditumbuknya.
Elektron akan dihamburkan oleh suatu target ke suatu arah tertentu.
Dalam fisika partikel, interaksi dan sifat-sifat partikel dapat diketahui dari
eksperimen hamburan yang meliputi hamburan dan peluruhan partikel (lihat gambar
2.2). Dalam proses hamburan yang diukur adalah penampang hamburan untuk sebuah
reaksi tertentu. Sedangkan dalam proses peluruhan yang diukur adalah waktu hidup (life
time) dari satu partikel yang meluruh menjadi dua, tiga atau lebih.
Untuk menghitung kedua besaran tersebut, penampang hamburan dan waktu
hidup mula-mula kita harus menghitung amplitudo mekanika kuantum dalam proses
yang dimaksud. Pada penelitian ini kita akan mempelajari bagaimana menghitung
penampang hamburan. Untuk itu, kita akan memahami kembali konsep-konsep dalam
mekanika kuantum. (Santoso, L.E, 2004).
2.3.1 Hamburan dua partikel
Interaksi antar partikel dapat dipahami dengan mengkaji proses hamburan. Dalam
hamburan, sebuah berkas partikel diarahkan ke sebuah material penghambur yang
dinamakan target, kemudian distribusi energi dan sudut partikel tersebut diamati. Proses
hamburan ini dapat dilakukan dengan menganggap target tidak mengalami perubahan
keadaan maka hamburan ini dinamakan hamburan elastis. Dan target mengalami
Universitas Sumatera Utara
perubahan keadaan dinamakan hamburan nonelastis (G.Aruldhas, 1984). Fenomena
hamburan ini tentu saja telah banyak dikenal, khususnya dalam fisika nuklir dalam
mengungkap karakteristik inti atau interaksi antar nukleon dalam inti. Penjelasan
tentang hamburan dalam bab ini hanya bersifat singkat sebagai dasar untuk formulasi
pada bab-bab selanjutnya.
2.3.2
Kinematika Hamburan Dua Partikel
Kerangka yang digunakan adalah kerangka laboratorium (Lab.) dan kerangka pusat
massa (P.M.). Misalkan m1 menyatakan massa partikel 1, digunakan sebagai proyektil,
dan m2 massa partikel 2 digunakan sebagai target. Di dalam kerangka Laboratorium
(Lab.) mula-mula ( sebelum mengalami hamburan )
m1 dan m2 masing-masing
mempunyai momentum k1 dan k2 dimana k2 = 0, dan pada keadaan akhir ( sesudah
mengalami hamburan ) momentum yang dimiliki m1 dan m2 adalah k ′1 dan k ′2 . Dalam
menghitung
proses hamburan sangat memudahkan jika menggunakan momentum
relatif ( p ), yang didefinisikan sebagai :
p =
m2k 1 − m1k 2
m1 + m2
(2.4)
Pada keadaan awal, partikel target berada dalam keadaan diam, k2 = 0. Maka :
p =
µk1
m1
(2.5)
Dimana µ adalah massa tereduksi.
µ =
m1m2
m1 + m2
(2.6)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Hamburan dalam kerangka laboratorium dan kerangka P.M (Sakurai J.J,
1994).
2.4. Teori Hamburan Elektron
2.4.1. Definisi Penampang Lintang Hamburan
Untuk dapat mendiskripsikan penampang lintang hamburan, maka dapat dimisalkan
kasus seperti ini. Anggap seberkas partikel bermassa m bergerak disepanjang sumbu-z
dengan kecepatan
dan dihamburkan oleh potensial pusat hamburan
(target) pada
titik asal. Partikel masuk mengalami suatu gaya ketika memasuki bola berjari-jari
,yang merupakan jarak potensial hamburan. Karena interaksi potensial hamburan,
partikel masuk dihamburkan ke semua arah. Sudut antara berkas partikel masuk dan
partikel terhambur dinamakan sudut hamburan
.
Gambar 2.2. Eksperimen Hamburan partikel masuk dalam sudut
Universitas Sumatera Utara
Hasil eksperimen hamburan biasanya dinyatakan dalam bentuk tampang lintang
diferensial atau tampang lintang total. Misalkan
per satuan luas per satuan waktu dan
sudut ruang
pada arah
adalah jumlah partikel yang masuk
adalah jumlah partikel yang terhambur dalam
per satuan waktu. Maka tampang lintang diferensial
didefenisikan sebagai:
(2.7)
Dimana
adalah jumlah partikel yang terhambur per satuan sudut ruang.
Sudut ruang
dalam arah
Tampang lintang total
terhadap sudut ruang
adalah integral dari tampang lintang diferensial
.
(2.8)
Kedua besaran
dan
mempunyai dimensi luas dan oleh karena itu
dinamakan tampang lintang. Untuk suatu potensial symmetric spheris, tampang lintang
diferensial
tidak bergantung kepada
dan tampang lintang total
menjadi:
(2.9)
(Ballentine E. Leslie, 1998)
2.4.2. Hamburan Elektron Oleh Atom
Untuk dapat menjelaskan penampang lintang hamburan secara teoritis, pertama-tama
dapat diambil suatu kasus sederhana yaitu hamburan elektron oleh satu inti atom yang
berada posisi tetap. Perlu diperhatikan pada kasus ini diasumsikan bahwa inti atom
berada pada posisi yang tetap, elektron tidak dapat memberikan energi energi kepada
inti sehingga besar nilai vektor gelombang elektron datang dan terhambur adalah sama.
Dengan kata lain hamburan dalam kasus ini adalah elastik, energi elektron serta nilai
adalah tetap. Setelah menjelaskan kasus yang paling sederhana tersebut, akan dibahas
yang lebih umum, yaitu kasus hamburan oleh sekumpulan partikel. Pada kasus ini
Universitas Sumatera Utara
digunakan dua pendeketan untuk memperoleh rumusan teoritis dari penampang lintang
hamburannya yaitu:
a. Pendekatan statis
Pada pendekatan statis, dianggap perubahan energi elektron yang terjadi dapat
diabaikan (
dan
adalah besar vektor gelombang elektron setelah dan
sebelum hamburan), sehingga hamburan yang terjadi seolah-olah elastik. Namun
demikian pendekatan ini tidaklah sama persis dengan hamburan elastik. Pada
hamburan elastik, keadaan sistem hamburan sebelum dan setelah tumbukan
adalah sama, sedangkan pada pendekatan static, keadaan sistem hamburan
sebelum dan setelah tumbukan dapat berbeda, asalkan perubahan energi elektron
yang terjadi masih dapat diabaikan.
b. Hamburan hanya bergantung pada besar perubahan vektor gelombang elektron.
Untuk energi datang yang rendah konfigurasi elektron pada atom memiliki
cukup waktu untuk terpolarisasi oleh medan yang dihasilkan oleh elektron datang
tersebut. Juga untuk energi datang rendah terdapat kemungkinan bahwa elektron datang
terperangkap dalam atom dan sebagai gantinya sebuah elektron atomik terpancarkan,
yang disebut dengan pertukaran elektron.
2.5. Amplitudo hamburan
Persamaan Schrodinger untuk hamburan dua partikel dapat dituliskan sebagai berikut:
(2.10)
Pada kerangka pusat massa, hamburan ditentukan dengan Hamiltonian yang sama untuk
keadaan terikat sistem.
(2.11)
Dimana
yang masuk,
adalah massa sistem yang tereduksi. Dan
adalah massa partikel
adalah massa target.
Universitas Sumatera Utara
Dalam persoalan ini energi dari sistem adalah positif dan memiliki spektrum yang
kontinu. Oleh karena itu kita mengangapnya hamburan elastik (energinya tidak
berubah).
Dan persamaan Schrodinger untuk hamburan dua partikelnya adalah:
(2.12)
Pada jarak yang sangat jauh dari penghambur, efek potensial dapat diabaikan dan berkas
sejajar partikel yang masuk dapat dinyatakan sebagai gelombang bidang.
(solusinya lihat pada lampiran G)
(2.13)
Dimana vektor gelombang
Karena berkas partikel masuk bergerak di sepanjang sumbu-z
(2.14)
Detektor sangat jauh dari penghambur maka bentuk asimtot dari gelombang yang
terhambur dapat dinyatakan sebagai gelombang spheris
(2.15)
Dengan
dinamakan amplitudo hamburan. Untuk potensial symmetrik spheris,
amplitudo hamburan hanya bergantung pada
(2.16)
Secara umum solusi asimtot gelombang dapat ditulis sebagai berikut:
(2.17)
Fungsi gelombang diatas memiliki dua suku. Suku pertama ialah fungsi gelombang
datang, yang merupakan fungsi gelombang bidang. Sedangkan suku kedua merupakan
fungsi gelombang yang terhambur.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya kita akan melihat hubungan antara amplitudo hamburan
lintang diferensial
. Probabilitas rapat arus
dan tampang
ditulis sebagai berikut:
(2.18)
Flux gelombang partikel yang masuk didefinisikan sebagai
(2.19.a)
(2.19.b)
Dan, flux gelombang partikel yang terhambur didefinisikan sebagai
(2.19.c)
Dengan menggunakan koordinat spheris, maka komponen radial dari flux gelombang
terhambur menjadi:
(2.19.d)
Atau
(2.19.e)
Persamaan(2.19.e) menunjukkan probabilitas partikel hamburan yang melewati area
bola berjari-jari (pada limit
(2.19.f)
Dimana
adalah sudut ruang yang disubstansi pada titik asal oleh elemen luas.
Dari persamaan (2.19.b ) dan (2.19.f ) kita melihat bahwa tampang lintang diferensial
ditulis sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
(lihat lampiran H)
(2.20)
Jadi, secara eksperimen amplitudo hamburan dihubungkan dengan observable tampang
lintang diferensial.
(G.Aruldhas, 1984)
2.6. Solusi partikel bebas dalam koordinat bola
Kebanyakan fenomena hamburan memiliki potensial yang invarian secara rotasional.
Jadi fungsi gelombang total dapat kita tulis ke dalam eigenstate momentum sudut
seperti berikut:
(2.21)
Dengan
Substitusi ke persamaan (2.21) menghasilkan:
(2.22)
Dimana,
adalah fungsi gelombang angular yang bergantung sudut. Ini cukup
diselesaikan dengan menggunakan fungsi associated Legendre.
(2.23)
Dimana
untuk
dan 1 untuk yang lainnya. Selanjutnya jika fungsi
dihubungkan ke persamaan partikel bebas seperti berikut:
(2.24)
Dan fungsi radialnya:
Universitas Sumatera Utara
(2.25)
Dengan syarat batas
karena
Untuk menyelesaikan persamaan (2.25) perlu dilakukan penyederhanaan, dengan
mendefenisikan suatu variabel baru:
(2.26)
Maka persamaan (2.25) menjadi:
(2.27)
Solusi persamaan ini dihubungkan ke fungsi spheris Bessel
dan
sebagai
berikut:
atau
(2.28)
Maka solusi umumnya adalah:
(2.29)
Dari bentuk fungsi limit
Dengan syarat batas:
Maka solusi persamaan radialnya menjadi:
(2.30)
Oleh karena solusi partikel bebas dalam koordinat spheris maka persamaannya menjadi:
(2.31)
Universitas Sumatera Utara
(2.32)
Konstanta normalisasi
diperoleh dari hubungan ortonormalitas
(2.33)
(2.34)
Konstansta normalisasi adalah:
(2.35)
Dalam hal ini phasenya adalah real. Oleh karena itu solusi partikel bebas
dinormalisasikan dalam koordinat spheris:
(2.36)
(Ashok Das,1994).
2.7. Perluasan gelombang bidang ke dalam gelombang spheris
Secara khusus,perluasan gelombang bidang yang masuk dalam komponen momentum
sudut dinyatakan sebagai berikut:
(2.37)
Hal ini tidak bergantung kepada sudut azimut
, karena partikel yang masuk bergerak
di sepanjang sumbu-z. Oleh karena itu, perluasannya dalam gelombang spheris
dinyatakan sebagai berikut:
(2.38)
adalah fungsi Bessel spheris dalam orde-l dan
adalah polinomial Legendre.
Bentuk pada ruas kanan menyatakan gelombang spheris. Gelombang bidang ekuivalen
dengan superposisi dari sejumlah gelombang spheris dan gelombang itu sendiri
dinamakan gelombang parsial. Secara asimtot,
(2.39)
Universitas Sumatera Utara
dapat kita tulis dalam bentuk eksponensial dan kita substitusikan ke
persamaan (2.38) maka diperoleh:
(2.40)
(lihat lampiran H).
Persamaan ini menunjukkan setiap gelombang parsial dapat dinyatakan sebagai jumlah
gelombang yang masuk dan gelombang yang keluar.
(G.Aruldhas, 1984)
Universitas Sumatera Utara
Download