BAB III SEKILAS KEMUNCULAN SUNAN GUNUNG JATI A. Riwayat

advertisement
BAB III
SEKILAS KEMUNCULAN SUNAN GUNUNG JATI
A. Riwayat Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah salah satu dari penyiar
agama Islam di Tanah Jawa bersama kesembilan wali yang dikenal dengan nama
Walisongo. Sunan Gunung Jati merupakan cucu dari penguasa Tanah Sunda,
Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran. Sangat unik melihat kenyataan bahwa
Sunan Gunung Jati adalah penyiar agama Islam yang terkemuka, karena
Kakeknya Prabu Siliwangi adalah Raja dari kerajaan bercorak Hindu-Budha di
Jawa Barat.
Cirebon baru menjadi kerajaan yang berdaulat dan tidak lagi berada
dibawah kekuasaan manapun, ketika Sunan Gunung Jati berkuasa dan melepaskan
diri dari kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran. 1 Setelah merdeka, Cirebon menjadi
salah satu poros penyebaran Islam di Tanah Jawa. Sunan Gunung Jati sebagai
Raja juga berperan menjadi pemuka agama Islam dan menjadi salah satu dari
Walisongo.
Menurut buku Sejarah Cirebon yang ditulis Pangeran Suleman
Sulendraningrat, Sunan Gunung Jati adalah keturunan ke-22 dari Nabi
Muhammad S.A.W. Sedangkan menurut J.L.A. Brandes yang mendasarkan
studinya pada Babad Cirebon menyatakan bahwa Sunan Gunung Jati adalah
1
Sanggupri Bochari dan Wiwi Kuswiah, Sejarah Kerajaan Tradisional
Cirebon. (Jakarta: CV. Suko Rejo Bersinar, 2001), hlm.6.
44
45
orang Indonesia asli, putra dari Lara Santang, Putri Prabu Siliwangi. 2 Tentang
siapa Sunan Gunung Jati sebenarnya masih sulit dipastikan hingga saat ini, tetapi
penulis berpendapat bahwa diantara kedua teori tersebut memiliki perbedaan dan
persamaan. Perbedaannya adalah antara buku Sejarah Cirebon disebutkan bahwa
Sunan Gunung Jati adalah bukan Fatahillah, sedangkan de Graff berpendapat
bahwa Fatahillah dan Sunan Gunung Jati adalah sosok yang sama yang memiliki
nama lain Tagaril. Persamaannya adalah bahwa Sunan Gunung Jati dikatakan
orang Indnoesia asli, yaitu merupakan putra dari Syarifah Muda’im atau Nyimas
Lara Santang yang kemudian menikah dengan penguasa Mesir keturunan ke-22
Nabi Muhammad S.A.W.
Semasa membangun Cirebon, Pangeran Cakrabuana dan Nyimas Lara
Santang
diperintahkan oleh gurunya Syekh Datuk Kahfi untuk menunaikan
ibadah haji, sedangkan Nyai Indang Geulis diperkenankan tinggal karena sedang
hamil tua. 3 Sementara Pangeran Cakrabuana dan Lara Santang menunaikan
ibadah haji, Ki Gedeng Alang-Alang menggantikan Pangeran Cakrabuana untuk
mengurus Cirebon.
Selama menunaikan ibadah haji, mereka tinggal di rumah Syekh
Bayanullah sambil mempelajari ilmu agama Islam, seorang saudara muda dari
dari Syekh Datuk Kahfi di Gunung Jati. 4 Sesampainya di Mekah, Pangeran
2
A. Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di
Indonesia. (Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm. 143.
3
4
M. Sanggupri Bochari dan Wiwi Kuswiah, op. cit., hlm. 21.
Pangeran Aria Carbon, Purwaka Caruban Nagari. terj. P. S.
Sulendraningrat, (Jakarta: Bhratara, 1972), hlm. 15.
46
Cakrabuana dan Nyimas Lara Santang berguru pula pada Guru Besar Islam,
Syekh Abdul Jadid, kemudian mendapat gelar haji pula darinya. Pada saat ibadah
haji pula Nyimas Lara Santang dipertemukan dengan jodohnya, Syarif Abdillah
Raja Mesir ayahanda Syarif Hidayatullah.
Nyimas Lara Santang mendapat jodoh Maulana Sultan Makhmud alias
Syarif Abdullah, seorang putra dari Nurul Alim, dari Bangsa Hasyim, berasal dari
Bani Ismail, yang pada masanya memerintah di Ibu Kota Ismailiyah/Negeri
Mesir. 5 Untuk lebih mudah diterima dikalangan lingkungan Arab, Syarif Abdillah
mengganti nama Nyimas Lara Santang dengan nama Syarifah Muda’im dan
Pangeran Cakrabuana menjadi Haji Abdullah Iman. Pernikahan Syarif Abdillah
dan Syarifah Muda’im dikaruniai dua anak yaitu Syarif Hidayatullah dan Syarif
Nurullah. Syarif Hidayatullah adalah nama asli dari pemuka Islam di Cirebon,
Sunan Gunung Jati yang kemudian menjadi Sultan pertama di Kesultanan
Cirebon.
Setelah selesai menunaikan ibadah haji dan belajar ilmu agama di Arab,
Pangeran Cakrabuana memutuskan untuk kembali ke Cirebon. Pada saat akan
kembali ke Cirebon, Pangeran Cakrabuana mampir ke Campa dengan maksud
akan berguru pada Syekh Maulana Ibrahim Akbar yang menetap disana. 6
Pangeran Cakrabuana rupanya masih belum puas apa yang telah dia dapat selama
ini di Arab. Pangeran Cakrabuana masih ingin mempelajari ilmu agama, dan lainlain dari seorang Syekh Maulana di Campa. Campa sendiri merupakan salah satu
5
Ibid., hlm. 15.
6
M. Sanggupri Bochari dan Wiwi Kuswiah, op. cit., hlm. 22.
47
tempat berkumpulnya para orang-orang keturunan Tiongkok yang beragama
Islam.
Sekembalinya Pangeran Cakrabuana di Cirebon, beliau sangat kagum atas
kemajuan Cirebon. Ki Gedeng Alang-Alang sebagai pemimpin dukuh saat
Pangeran Cakrabuana/Ki Kuwu ibadah haji mengembalikan kekuasaan kepada
Pangeran Cakrabuana. Setelah penyerahan, Pangeran Cakrabuana meningkatkan
pedukuhan Cirebon menjadi Negeri Caruban Larang beserta pemerintahannya. 7
Kabar mengenai Negeri Caruban Larang menyebar dengan cepat kepada
Prabu Siliwangi sebagai Raja Pajajaran, karena baru pertama kali ada negeri
dengan pemerintahan berpola Islam. 8 Prabu Siliwangi yang pada awalnya gusar
akan kelahiran Negeri Caruban Larang kemudian malah merestui bahkan memberi
gelar pada Pangeran Cakrabuana dengan gelar Sri Manggana. Saat peresmian
Negeri Caruban Larang, adik Pangeran Cakrabuana, Raja Sengara/Kian Santang
yang hadir memutuskan untuk menetap di Cirebon untuk mendalami Islam. 9
Caruban Larang berkembang menjadi negeri yang ramai dikunjungi
banyak pedagang lokal maupun pedagang asing, karena kemajuan itu saranaprasarana terus ditingkatkan. Ia membangun istana negeri yaitu istana
Pakungwati, yang diambil dari nama puterinya sendiri yang lahir ketika ia masih
ditanah suci Mekah. 10 Dalem Pakungwati adalah cikal bakal berdirinya
7
Pangeran Aria Carbon, op. cit., hlm. 17.
8
M. Sanggupri Bochari dan Wiwi Kuswiah, op. cit., hlm. 22.
9
Pangeran Aria Carbon, loc. cit.
10
M. Sanggupri Bochari dan Wiwi Kuswiah, op. cit., hlm. 23.
48
Kesultanan Cirebon, kerajaan Islam pertama di Jawa Barat (lihat lampiran 2,
gambar 2.4). Sunan Gunung Jati kelak menjadi Sultan pertama di Kesultanan
Cirebon.
Jadi, Sunan Gunung Jati merupakan keturunan arab dan Indonesia Asli.
Dari garis keturunan ibunya, Sunan Gunung Jati merupakan cucu dari Prabu
Siliwangi dari Pajajaran. Sunan Gunung Jati mempunyai darah dari Nabi
Muhammad S.A.W. yang diperoleh dari ayahnya, Syarif Abdillah. Dalam buku
Sejarah Cirebon, Sunan Gunung Jati/Syarif Hidayatullah merupakan keturunan
ke-22 Rasullullah (Lihat Lampiran 1). 11
Nama Syarif Hidayatullah sendiri memiliki keunikan, dimana nama Syarif
dalam buku Sunan Gunung Jati merupakan keturunan nabi Muhammad S.A.W.
Selanjutnya dalam buku itu menjelaskan bahwa keberhasilan Islamisasi di
nusantara ternyata dilakukan oleh keturunan Muhammad S.A.W. Sayyid Syarif 12
diyakini merupakan simbol keturunan Rasullullah. 13 Oleh karena itu, selain
karena ilmu Islam yang mumpuni, Syarif Hidayatullah memiliki kharisma sebagai
seorang mubaligh besar di Nusantara untuk menarik perhatian para pribumi untuk
mengikuti ajarannya.
11
P. S. Sulendraningrat, Sejarah Cirebon. (Jakarta: Depdikbud, 1978),
hlm. 28.
12
Kata Syarif berasal dari bahasa Arab yang berarti bangsawan.kata ini
adalah sebutan diseluruh dunia untuk keturunan Muhammad S.A.W. yang sebutan
lengkapnya adalah Sayyid Syarif (Dadan Wildan, 2012: 220)
13
Dadan Wildan. Sunan Gunung Jati: Petuah, Pengaruh, dan Jejak-jejak
Sang Wali di Tanah Jawa. (Tangerang Selatan: Penerbit Salima, 2012), hlm. 220.
49
Dalam silsilah Sunan Gunung Jati menunjukkan adanya keturunan
langsung antara beliau dengan Nabi Muhammad S.AW. Selain itu, Syarif
Abdillah, ayaha dari Syarif Hidayatullah adalah penguasa Mesir, sebagai anak
sulung Syarif muda otomatis mendapat hak untuk menggantikkan ayahnya. Akan
tetapi Syarif Hidayatullah memilih jalan lain, setelah Syarif Abdillah meninggal,
Ia memilih ikut pulang ke Jawa bersama Ibundanya Syarifah Muda’im untuk
menyiarkan ajaran Islam, sedangkan kekuasaan Mesir Syarif serahkan ke adiknya,
Syarif Nurullah.
Perjalanan Syarifah Muda’im dan Syarif Hidayatullah ke Cirebon tidak
langsung, melainkan beberapa kali singgah dibeberapa tempat dengan waktu yang
tidak menentu. Tampat yang mereka singgahi antara lain di Mekkah, Gujarat, dan
Pasai. 14 Menurut Kitab Purwaka Caruban Nagari, di Mekkah Syarif Hidayatullah
berguru kepada Syekh Tajmuddin Al Kubri selama dua tahun, dan pada Syekh
Ataulahi Sadzali yang bermahzab Syafi’i selama dua tahun. Selain Mekkah, ia
juga belajar di Baghdad untuk mondok dan belajar ilmu Tasawuf 15 . Setelah
Baghdad, Syarif Hidayatullah melanjutkan perjalanan hingga sampai di Gujarat.
Beberapa saat di Gujarat kemudian Syarif Hidayatullah singgah di Pasai dan
14
15
M. Sanggupri Bochari dan Wiwi Kuswiah, op. cit., hlm. 24.
Tasawuf atau sufisme dalam atau mistisme Islam adalah kesadaran
murni yang mengarahkan Jiwa secara benar kepada amal dan ibadah yang
sungguh-sungguh, menjauhkan diri dari keduniaan, dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah untuk mendapatkan perasaan berhubungan erat dengan-Nya
(Lihat Musyrifah Sunanto, 2012: 199).
50
berguru dipondok saudaranya yaitu Syaid Ishak, yang pernah menyebarkan Islam
pulau di Jawa. 16
Perjalanan Sunan Gunung Jati sebelum sampai Caruban cukup panjang.
Diceritakan di buku Sejarah Cirebon beberapa persinggahan Sunan Gunung Jati
yang kemudian menikah dengan beberapa wanita. Pernikahan yang pertama
adalah dengan Nyai Babadan, pada tahun 1471 M yang merupakan putri Ki
Gedeng Babadan. Pada tahun 1477 M Nyai Babadan wafat tanpa putra. Kemudian
pada tahun 1484 M menikah dengan Syarifah Baghdad, adik dari Maulana
Abdurakhman Baghdadi dan dianugerahi dua putra yaitu Pangeran Jaya Kelana
pada 1486 M, dan Pangeran Brata Kelana pada tahun 1489 M.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pada tahun 1479 M, Sunan Gunung
Jati menikah dengan Nyai Ratu Pakungwati yang bersemayam di Dalem Agung
Pakung Wati. Dianugerahi dua anak yaitu Ratu Wulung Ayu dan Pangeran
Muhammad Arifin/Pangeran Pesarean. Pakungwati kemudian menjadi permaisuri
Sunan Gunung Jati di Keraton Pakungwati. Dari keraton inilah perkembangan
Cirebon dibawah Sunan Gunung Jati berlangsung. Tepatnya pengangkatan Sunan
Gunung Jati sebagai Sultan di Kesultanan Cirebon adalah pada tahun 1479 M.
Pernikahan Sunan Gunung Jati sebelumnya adalah dengan Nyai
Kawunganten pada 1475 M, seorang adik dari Bupati Banten. Dari pernikahan ini
Sunan Gunung Jati dikaruniai dua anak yaitu Ratu Winaon pada tahun 1477 M,
dan Pangeran Sebakingkin pada 1479 M. 17 Pangeran Sebakingkin diangkat
16
Pangeran Aria Carbon, op. cit., hlm. 18.
17
Ibid., hlm. 19.
51
menjadi Bupati Banten mewakili Sunan Gunung Jati pada 1526 M bergelar
Pangeran Hasanuddin, ketika Sunan Gunung Jati menguasai sebagian besar
wilayah Jawa Barat. Kemudian pada tahun 1568 M, saat Sunan Gunung Jati
wafat, Pangeran Hasanuddin menjadi Sultan pertama Banten dengan Gelar Sultan
Hasanuddin.
Pernikahan Sunan Gunung Jati terjadi pula dengan seorang berasal dari
keturunan Dinasti Ming, seorang putri Raja Yung Lo bernama Hong Gie pada
tahun 1485. Putri ini adalah penerus Kaisar Ong Tien (Li A Nyon Tin) dan orang
mengenalnya dengan nama Putri Ong Tien. Sebenarnya Putri Ong Tien adalah
Janda dari Ki Gedeng Luragung, meninggalkan seorang putra bernama Pangeran
Luragung. Pangeran Luragung kemudian diangkat anak oleh Sunan Gunung Jati. 18
Pernikahan Sunan Gunung Jati adalah salah satu bukti bahwa perkawinan
merupakan cara yang efektif untuk mengikat hubungan politik. Dalam rangka
memperkuat kekuatan politik, jalur perkawinan merupakan jalan yang lazim
dijalani para penguasa untuk memperkuat hubungan diplomatis dengan penguasa
lain, pernikahan dengan Putri Ong Tien contohnya. Dari pernikahan ini
Kesultanan Cirebon memiliki banyak peninggalan khas Negeri China. Seperti
halnya menurut Ibu Hasan, salah satu keturunan Keraton Kaprebonan Cirebon
yang berpendapat bahwa adanya pengaruh dari China dibuktikan dengan
banyaknya ornamen keramik khas China yang terdapat didinding Keraton. 19
18
19
Ibid.
Wawancara dengan Ibu Hasan, 22 April 2014, pelataran Keraton
Kasepuhan Cirebon.
52
Berbagai hiasan keramik China di dinding keraton ini terdapat di sebagian besar
Keraton Kasepuhan Cirebon, bukti dari adanya hubungan antara Kesultanan
Caruban dengan kerajaan di China (lihat lampiran 2, gambar 2.6).
Sunan Gunung Jati selain dikenal sebagai ulama besar di tanah Sunda,
beliau juga dikenal sebagai pendiri dinasti kerajaan Islam di Jawa Barat. Dibawah
ini merupakan silsilah Sunan Gunung Jati di Keraton Kasepuhan, Keraton
Kanoman, Pangguron Kaprabonan, Keraton Kacerbonan, dan Kesultanan Banten
menurut buku Sejarah Cirebon :
1. Keraton Kasepuhan
1) Pangeran Pesarean.
2) Pangeran Dipati Carbon.
3) Panembahan Ratu.
4) Pangeran Dipati Anom Carbon.
5) Panembahan Girilaya.
6) Sultan Raja Syamsuddin.
7) Sultan Raja Tajularipin Jamaluddin.
8) Sultan Sepuh Raja Jaenuddin.
9) Sultan Sepuh Raja Sena Muhammad Jaenuddin.
10) Sultan Sepuh Safiuddin Matangaji. Setelah Sultan Raja Sepuh
Matangaji Raja diteruskan sebagai Sultan Sepuh ialah :
11) Sultan Sepuh Hasanuddin.
12) Sultan Sepuh I.
13) Sultan Sepuh Raja Syamsuddin I.
14) Sultan Sepuh Raja Syamsuddin II.
15) Sultan Sepuh Raja Ningrat.
16) Sultan Sepuh Jamaluddin Aluda.
17) Sultan Sepuh Raja Rajaningrat.
18) Pangeran Raja Adipati Maulana Pakuningrat S. H., Sultan.
2. Keraton Kanoman
1) Pangeran Pasarean.
2) Pangeran Dipati Carbon.
3) Panembahan Ratu.
4) Pangeran Dipati Anom Carbon.
5) Panembahan girilaya.
6) Sultan Muhammad Badriddin Kanoman.
7) Sultan Anom Raja Madurareja Kadiruddin.
8) Sultan Anom Alimuddin.
53
9) Sultan Anom Muhammad Kaeruddin.
10) Sultan Anom Abusolekh Imamuddin.
11) Sultan Anom Muhammad Komaruddin I.
12) Sultan Anom Muhammad Komaruddin II.
13) Sultan Anom Raja Dzulkarnaen.
14) Sultan Anom Raja Nurbuat.
15) Sultan Anom Muhammad Nurus.
3. Pangguron Kaprabonan
1) Pangeran Pasarean.
2) Pangeran Dipati Carbon.
3) Panembahan Ratu.
4) Pangeran Dipati Anom Carbon.
5) Panembahan girilaya.
6) Sultan Muhammad Badriddin Kanoman.
7) Pangeran Raja Adipati Kaprabon Kaprabonan.
8) Pangeran Kusuma Waningyun.
9) Pangeran Brataningrat.
10) Pangeran Raja Sulaeman Sulendraningrat.
11) Pangeran Aripuddin Kusumabratawirja.
12) Pangeran Adikusuma (menurunkan dua putra 13 A dan 13 B).
13) A. Pangeran Angka Wijaya.
14) a. P. A. Raja Kaprabon (alm.)
13) B. Pangeran Mokh. Apiah Adikusuma.
14) a. P. K. Adikusuma (alm.)
b. Pangeran M. Sulendrakusuma.
c. Pangeran R. A. Purbaningrat.
d. Pangeran S. Sulendraningrat.
4. Keraton Kacerbonan
1) Pangeran Pasarean.
2) Pangeran Dipati Carbon.
3) Panembahan Ratu.
4) Pangeran Dipati Anom Carbon.
5) Panembahan Girilaya.
6) Sultan Mokh. Badriddin Kanoman.
7) Sultan Anom Raja Mandurareja Kadiruddin.
8) Sultan anom Alimuddin.
9) Sultan Anom Mokh. Kaeruddin.
10) Sultan Carbon Kacrebonan.
11) Pangeran Raja Madenda.
12) Pangeran Raja Dendawijaya.
13) Pangeran Raharja Madenda.
14) Pangeran Raja Madenda.
15) Pangeran Sidik Arjaningrat.
54
16) Pangeran Harkat Natadinigrat.
17) Pangeran Mokh. Mulyono Amir Natadiningrat.
5. Kesultanan Banten
1) Sultan Banten Maulana Hasanuddin.
2) Sultan Banten Maulana Jusuf.
3) Sultan Mokh. Sebakingkin.
4) Sultan Abumapakir Abdul Kodir.
5) Sultan Abumaali Akhmad.
6) Sultan Abdul Patah.
7) Sultan Abunasir Abdul Kohar.
8) Sultan Abumaksum Jaenalabiddin.
9) Sultan Abdul Patah Mokh. Syapah.
10) Sultan Abdul Patah Mokh. Mukhyiddin.
11) Sultan Mokh. Rapiuddin (diasingkan ke Surabaya oleh Belanda). 20
Sebelum sampai di Cirebon, Syarif Hidayatullah singgah di Banten yang
sebagian besar masyarakatnya telah memeluk Islam. Sunan Ampel atau Sayid
Rahmat ternyata telah mengislamkan daerah ini. Disini Syarif Hidayatullah
menyadari tugas para Wali menyebarkan Islam di daerahnya masing-masing, dan
Syarif Hidayatullah mendapat tempat di Cirebon (Pesambangan) bersama
Pangeran Cakrabuana/Walangsungsang. Hubungan keluarga antara Syarif
Hidayatullah dan beberapa anggota Walisongo mempermudah Syarif Hidayatullah
dalam memulai Islamisasi di Cirebon.
Sesampainya di tanah Cirebon, Syarif Hidayatullah berkembang menjadi
sosok besar, mubaligh Islam di Cirebon yang juga dijuluki Sunan Gunung Jati.
Syarif Hidayatullah juga mendirikan Kesultanan Cirebon dan menjadi Sultan
pertama sebagai pendiri dinasti dan melepaskan diri dari pengaruh Pajajaran.
Dibawah kekuasaannya, Cirebon menjelma menjadi kerajaan Islam yang besar,
pengaruh Islam bisa berkembang hingga hampir keseluruh Jawa Barat dan Sunda
20
P. S. Sulendraningrat, op. cit., hlm. 55-57.
55
Kelapa. Perannya sebagai salah satu dari Walisongo juga mempermudah
sosialisasi Islam di seluruh Jawa bersama para Wali Lainnya. 21
B. Sunan Gunung Jati Sebagai Sultan Pertama di Cirebon
Sebagaimana diketahui bahwa perkawinan Nyi Ratu Lara Santang atau
Syarifah Muda’im dengan Syarif Abdillah penguasa Kota Isma’illiyah telah
dikaruniai dua orang putra yaitu Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. 22 Sejak
usia Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah masih belia, ayahandanya telah
menekankan agar menimba ilmu dari siapa saja ulama yang mereka gurui dengan
sungguh-sungguh. Kemungkinan diantara keduanya berlainan dalam memilih
guru, ulama yang diketahui menjadi guru Syarif Hidayatullah adalah Syekh
Tajmuddin Al Kubro dan Syekh Ataillah Sadzali. Bidang ilmu yang dipelajari pun
tidak berkisar tentang ilmu-ilmu agama dan ilmu sosial saja, ia juga mempelajari
ilmu tasawuf dari ulama-ulama Baghdad.
Sementara itu, Abdullah Iman/Walangsungsang menyiarkan agama Islam
di Caruban dan lambat laun banyak orang memeluk Islam hingga Abdullah
mendirikan Masjid Jelagrahan dan rumah besar. 23 Masjid Jelagrahan ini adalah
masjid pertama di Cirebon dan masih ada hingga saat ini. Hingga saat ini
perkembangan Caruban masih signifikan didalam wilayah Caruban dengan makin
banyaknya pemeluk Islam.
21
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia. (Jakarta:
Rajawali Press, 2012), hlm. 114.
22
Ibid., hlm. 23.
23
Pangeran Aria Carbon, op. cit., hlm. 16.
56
Perkawinan Walangsungsang dengan Nyai Indang Geulis dikaruniai
seorang putri yang kemudian diberi nama Nyai Pakungwati. Nama Pakungwati
pulalah yang dijadikan nama keraton pertama yang dibangun Walangsungsang.
Keraton Pakungwati ini adalah cikal bakal berdirinya Keraton Kasepuhan yang
dipimpin oleh Syarif Hidayatullah/Sunan Gunung Jati. Hal ini terjadi karena
sesampainya Syarif Hidayatullah di Caruban ia dijodohkan dengan Nyai
Pakungwati dan mendirikan Keraton Kasepuhan sebagai keraton utama, Keraton
Pakungwati kemudian berada di sebelah barat Keraton Kasepuhan sekarang yang
selanjutnya pemerintahan Cirebon diteruskan oleh keturunan Sunan Gunung Jati
secara turun-temurun. 24 Seperti kutipan dari buku Babad Tanah Sunda Babad
Cirebon dibawah ini :
Syahdan pada suatu hari para murid pada berkumpul. Ki Kuwu sudah
menghadap. Pangeran Panjunan, Pangeran Kejaksan, Syekh Datuk Kahfi,
Syekh Majagung, Syekh Lemah Abang, Syekh Bentong, Syekh Magrib dan
para Gegedeng sudah pada datang. Ki Kuwu berkata,”Sekarang Rama
memasrahkan putri saya nama Ratna Pakung Wati dan keratonnya berikut
seluruh wilayah Cirebon yang dapat Babakyaksa/membangun si Rama
pribadi, terimalah semuanya, semoga putra menjabat sebagai Nata/Raja
Cirebon memangku Keraton Pakung Wati.” Jeng Maulana menerimanya
menurut kehendak Rama Uwa/Pak dhe. Berkata Pangeran Panjunan,”Pla si
Raka (Kakak) menyerahkan adik Siti Baghdad serombongannya berikut
Dukuh Panjunan serakyatnya, hanya semoga rakyat Panjunan diberi tanah
untuk penghidupannya (tanah liat untuk membuat keramik) seturunannya,
oleh karena si Raka mau pergi bertapa.” Syekh Datuk Kahfi dan Pangeran
Kejaksan pula menyerahkan penganut-penganutnya, Jeng Maulana
menerimanya.
Ki Kuwu berkata, ”Putra semoga memasuki Keraton Pakung Wati dan hari
besok dinobatkan.” Jeng Maulana menyetujuinya. Segera dari Gunung Jati
Jeng Maulana diiring oleh rombongan segenap para murid, para Syekh, para
Pangeran, para Gegedeng, bertolak ke Keraton Pakung Wati, datang sudah
didalam Keraton. Ki Kuwu bergembira sekali menyelenggarakan hidangan
24
Cirebon.
Wawancara dengan Elang Haryanto, 23 April 2014, Keraton Kasepuhan
57
kehormatan, dan malam jumat Jeng Maulana lalu menikah dengan Putri Sri
Mangana yang bernama Pakung Wati. Jeng Maulana Insan Kamil atau
Sunan Gunung Jati seba’danya nikah pada waktu tengah malam pergi ke
Gunung Jati shalat hajat empat rokaat, semoga keridhoan Allah menjadi
Nata/Raja mohon terus langsung seketurunannya dan ridha-Nya bumi suka
Negara … 25
Kutipan di atas menceritakan tentang pernikahan Syarif Hidayatullah yang
kemudian dijuluki Sunan Gunung Jati dengan putri dari Kuwu Cerbon/Pangeran
Walangsungsang/Pangeran Cakrabuana, Nyai Pakungwati. Pernikahan ini
dilangsungkan dihadapan para penguasa Caruban sekaligus penyerahan Keraton
Pakungwati dan wilayah disekitar Caruban untuk kemudian menjadi dibawah
kekuasaan Syarif Hidayatullah sebagai pemimpin Cirebon selanjutnya. Para
penguasa ini memiliki nama julukan sesuai dengan nama daerah tempat
bersemayamnya, seperti Panjunan, Kejaksan, dsb. Selain para penguasa Caruban,
pernikahan ini disaksikan juga oleh para Wali.
Kutipan diatas juga memberi beberapa fakta tentang beberapa nama tokoh
yang terlibat dalam pernikahan Syarif Hidayatullah dengan Nyai Pakungwati.
Fakta yang pertama adalah nama lain dari Pangeran Walangsungsang adalah Sri
Mangana, Ki Kuwu, Pangeran Cakrabuana, dan Haji Abdullah Iman. Terakhir
adalah nama lain dari Syarif Hidayatullah adalah Sunan Gunung Jati, dan
Maulana Insan Kamil. Penyebutan nama ini sering berubah-ubah sesuai dengan
kondisi tertentu, dimana orang yang dimaksud tetap orang yang sama. 26
25
P. S. Sulendraningrat, Babad Tanah Sunda, Babad Cirebon. (Cirebon:
Pustaka Cirebon, 1984), hlm. 34.
26
Penamaan wali seringkali menggunakan nama daerah tugasnya di
emban, seperti Sunan Gresik, Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati (lihat Musyrifah
Sunanto, 2012: 114).
58
Kutipan selanjutnya dari Babad Tanah Sunda Babad Cirebon yang
menceritakan tentang berdirinya Keraton Kasepuhan adalah sebagai berikut :
… Jeng Maulana sudah dikabul hajatnya oleh Allah keridhoannya jadi
Nata/Raja, lalu pulang ke Keraton Pakung Wati terus shalat subuh dalam
Masjid Jelagrahan. Seluruh para Wali dan Wadya Cirebon sudah berkumpul,
para Pangeran, para Gegedeng, dan Ki Kuwu Sri Mangana, setelah Jeng
Maulana/Syarif Hidayatullah dinobatkan oleh Wali Sang Jawa Dwipa
sebagai Kepala Negara Cirebon, antara ba’da Jum’at mengumumkan kepada
khalayak ramai, bahwasannya Jeng Maulana Insan Kamil menjabat sebagai
Yang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panata Agama Aulya
Allah Kutubijaman Kolifaturrasulullah s.a.w., pada tahun 1479 M. Patih
Keling diangkat menjadai patihnya disebut Dipati Suranenggala, Pepatih
Dalem Kanjeng Sinuhun Susuhunan Cirebon. Jeng Maulana sesudah
dinobatkan sebagai Yang Sinuhun. Kanjeng susuhunan Cirebon yang
bersemayam di Keraton Pakung Wati Cirebon. Antara hari kemudian
membangun tembok keliling keraton. Susuhunan Cirebon diakui pula oleh
Wali Sanga Jawa Dwipa sebagai Panetep Panata Agama seluruh Sunda.
Sejak tahun ini pula Cirebon memberhentikan upeti tahunannya kepada
Pajajaran dan Rajagaluh. Pada tahun ini pula Wali Sanga Jawa Dwipa
mengakui Raden Patah sebagai Sultan Demak. Namun, Brawijaya
Majapahit masih mengakui Negara Demak sebagai Negara bagian
Majapahit, hanya Majapahit tidak mengadakan tindakan apa-apa. 27
Pengangkatan Syarif Hidayatullah menjadi Sultan di Cirebon disaksikan
para anggota Walisongo menandakan bahwa Cirebon sudah memiliki hubungan
dengan kekuatan Islam lainnya disepanjang Jawa. selain itu, gelar yang didapat
Sunan Gunung Jati sebagai Penata Agama wilayah Sunda menandakan bahwa
kekuatan Islam yang disimbolkan dengan berdirinya Kesultanan Cirebon adalah
bentuk nyata proses pengislaman yang dilakukan ditanah Jawa umumnya, tanah
sunda khususnya. Selain berperan sebagai mubaligh di wilayah Cirebon untuk
mengembangkan Islam ke seluruh Jawa Barat, Sunan Gunung Jati juga berperan
memegang kekuasaan Cirebon diistana Pakungwati, Negara Caruban. Sunan
27
Ibid., hlm. 35.
59
Gunung Jati juga mendapat gelar sebagai Wali Kutub 28 setelah ada kesepakatan
diantara dewan Walisongo. 29
Penobatan wali kutub Sunan Gunung Jati ini merupakan hal yang sudah
lama direncanakan para mubaligh Islam. Strategi perluasan Islam oleh para
mubaligh yang kebanyakan keturunan nabi Muhammad S.A.W. ini termasuk di
wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, para tokoh penyebar
Islam ini menghendaki pengangkatan Sunan Gunung Jati sebagai wali kutub dari
daerah masrik/timur yang berkedudukan di Cirebon. Pengangkatan Sunan Gunung
Jati dilakukan setelah wafatnya wali kutub dari daerah magrib/barat Syekh Abdul
Qadir Jaelani. 30
Pernikahan Sunan Gunung Jati yang disertai penyerahan kekuasaan
Pangeran Cakrabuana ke Sunan Gunung Jati juga menjadi penanda bahwa pada
sekitaran tahun 1479 Negara Cirebon telah merdeka. Langkah besar yang diambil
Sunan Gunung Jati adalah pada tahun 1483 menghentikan pengiriman
bulubekti/upeti berupa garam dan terasi pada Kerajaan Pakuan Pajajaran. 31 Hal ini
direstui oleh Pangeran Cakrabuana dan mendapat dukungan para walisongo.
Dengan pemberhentian upeti Cirebon pada Pajajaran maka Kesultanan Cirebon
28
Wali Kutub berarti pemimpin para wali, setelah Sunan Ampel Denta
Wafat, Dewan Walisongo sepakat mengangkat Sunan Gunung Jati sebagai
pemimpin, dank arena letak Cirebon berada ditengah-tengah pulau Jawa, maka
Cirebon dijadikan Negara Puser Bumi berarti pusat negeri. (lihat P. S.
Sulendraningrat, 1978: 31).
29
P. S. Sulendraningrat, op. cit., hlm. 31.
30
Ibid., hlm. 19.
31
Zaenal Masduqi, Cirebon Dari Kota Tradisonal Ke Kota Kolonial.
(Cirebon: Nurjati Press, 2011), hlm. 13.
60
dibawah kepemimpinan Sunan Gunung Jati merdeka dan tidak berada dibawah
pengaruh Kerajaan Pajajaran yang Hindu.
Pada tahun 1478 M pula Walisongo mengakui Raden Patah sebagai Sultan
Demak, akhirnya Kesultanan Demak berdiri pada 1478 menjadi kerajaan Islam
pertama di Jawa. Hal ini menandakan pengaruh Walisongo sangat besar dalam
perkembangan agama Islam di Jawa. Baik di Demak maupun di Cirebon,
Walisongo hadir dalam upacara-upacara penting. Penghentian upeti Cirebon pun
merupakan salah satu buah pikiran para Walisongo untuk menandakan berdirinya
panji-panji Islam di Tanah Jawa umumnya, di Cirebon Khususnya.32
Menurut Kitab Purwaka Caruban Nagari dua tahun setelah Syarif
Hidayatullah lahir, Syarifah Muda’im kembali melahirkan Syarif Nurullah. Tidak
lama kemudian ayahandanya, Syarif Abdillah meninggal dunia. Sepeninggal
Syarif Abdillah, Kesultanan Mesir untuk sementara dilimpahkan kepada
saudaranya Mahapatih Unkha Djutra dengan gelar Raja Onkah. Kedua pangeran
ini belum cukup umur untuk memimpin Kesultanan Mesir.33
Sedangkan menurut buku Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon Syarif
Abdillah meninggal saat usia Syarif Hidayatullah menginjak usia dua puluh tujuh
tahun. Sebagai putra tertua, Syarif Hidayatullah ditunjuk untuk menggantikan
ayahandanya memerintah dikota Isma’illiyah, 34 akan tetapi Syarif Hidayatullah
telah bertekad untuk melaksanakan harapan ibundanya Syarifah Muda’im/Lara
32
33
34
P. S. Sulendraningrat, op. cit.,hlm. 15.
Ibid., hlm. 16.
M. Sanggupri Bochari dan Wiwi Kuswiah, op. cit., hlm. 23.
61
Santang untuk menjadi mubaligh di tanah Jawa, di Caruban khususnya, akhirnya
kekuasaan Kesultanan Mesir dilimpahkan ke adiknya, Syarif Nurullah. 35
Antara kedua buku diatas ada perbedaan tentang usia Syarif Hidayatullah
dan kematian Syarif Abdillah beserta pelimpahan kekuasaannya. Usia Syarif
Hidayatullah saat kematian Syarif Abdillah masih harus dikaji lebih mendalam
karena belum ada kejelasan. Tentang pelimpahan kekuasaannya juga bisa jadi dari
Syarif Abdillah turun ke Raja Onkah (Maha Patih Kesultanan Mesir) lalu setelah
usianya mencukupi baru dilimpahkan kembali kepada Syarif Nurullah. Sedangkan
Syarif Hidayatullah kembali ke Caruban bersama Syarifah Muda’im/Lara
Santang. Syarif Hidayatullah dan Syarifah Muda’im kembali ke Caruban beberapa
bulan setelah pengangkatan Syarif Nurullah sebagai Sultan Mesir. Seperti dikutip
dalam kitab Purwaka Caruban Nagari berikut ini :
… kemudian Ki Syarif kembali pulang kembali ke negerinya (Mesir). Sang
Mahapatih Unkha Jutra yang menjabat sebagai kedudukan ayahandanya
almarhum –Syarif Hidayatullah- menyerahkan kepadanya pemerintahan dan
kepemimpinan agama Islam di seluruh Kerajaan Mesir. Sedangkan untuk
kepemimpinan agama Ki Syarif diberi nama Ibrahim. Beliau (Unkha Jutra)
berkata pada Ki Syarif, “putraku, terimalah kedudukan ayahmu sebagai
Sultan Mesir dan uruslah rakyat sebaik-baiknya.”
Dibalas oleh Syarif Hidayatullah dengan hormat, “betul paman, akan tetapi
maafkanlah saya, seyogyanya adik saya Nurullah yang menjadi Sultan
Mesir, kesukaanku adalah mengabdi kepada Ilahiku, saya berkehendak
menyiarkan Agama Islam di Jawa Dwipa.”
Menuruti kehendak Syarif Hidayatullah, maka adiknya dinobatkan menjadi
Raja Mesir bergelar Sultan Syarif Nurullah.kemudian Syarif Hidayatullah
yang telah diberi nama Sayid al Kamil oleh gurunya di Mekah bertolak
menuju Jawa. 36
35
Pangeran Aria Carbon, op. cit., hlm. 17.
36
Ibid., hlm. 17-18.
62
Menurut data yang diuraikan diatas, Syarif Hidayatullah lahir pada tahun
1448 M dan wafat pada tahun 1568 M dalam usia 120 tahun. Data sejarah lain
dibuku Babad Tanah Sunda Babad Cirebon menyatakan bahwa berdirinya
Kesultanan Cirebon yang bersemayam di Keraton Kasepuhan adalah seiring
pengangkatan Sunan Gunung Jati sebagai Sultan pertama menggantikan Pangeran
Cakrabuana/Kuwu Cerbon yaitu pada tahun 1479 M. Maka dari itu, berarti usia
Syarif Hidayatullah ketika diangkat menjadi Sultan Cirebon adalah kurang lebih
saat beliau menginjak umur 31 tahun. Saat pengangkatan, Syarif Hidayatullah pun
mulai dikenal dengan julukan Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati adalah
Sultan pertama di Negeri Caruban karena penguasa sebelumnya Pangeran
Cakrabuana hanya menjadi penguasa daerah bergelar Kuwu Cerbon. 37
Pengangkatan Sunan Gunung Jati menjadi Sultan Cirebon adalah momen
titik balik berkembangnya Islam di Cirebon. Karena kedudukannya sebagai Raja
dan ulama, maka Sunan Gunung Jati diberi gelar Raja Pandita 38 . Sunan Gunung
Jati didaulat menjadi Panata Agama Islam yang bertugas menyebar luaskan Islam
di seluruh Tanah Sunda dibantu para walisongo dalam pengislaman seluruh Jawa.
Sunan Gunung Jati adalah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan juga kemudian
Banten.
Kedaulatan Kesultanan Cirebon mencapai puncaknya ketika dibawah
kepemimpinan Sunan Gunung Jati merata keseluruh daerah bawahan Pajajaran.
37
38
Dadan Wildan, op. cit., Hlm. 210.
Raja Pandita memiliki persamaan dengan Pandita Ratu, artinya Raja
Ulama. Sunan Gunung Jati selain berperan sebagai Raja, Ia juga berperan
menyebarkan Islam di Cirebon. (Musyrifah, 2012: 111)
63
Pada tahun 1482 M Pangeran Cakrabuana mendapat warisan Kerajaan Pajajaran
setelah prabu Siliwangi wafat, setelah itu Pangeran Cakrabuana memberikan tahta
kerajaan pada Sunan Gunung Jati. Oleh karena itu, daerah kekuasaan Pajajaran
kemudian berada dibawah Cirebon dan membuat kedaulatan Cirebon sebagai
kerajaan Islam di Jawa Barat semakin kuat. 39
Meskipun sebagian besar wilayah bawahan Pajajaran telah berada di
bawah Cirebon, tetapi Raja Galuh merupakan kerajaan yang masih merdeka. Raja
Galuh merupakan daerah disebelah barat Cirebon yang masih memegang ajaran
Hindu. Akan tetapi pada tahun 1528 M, Kesultanan Cirebon berhasil
memenangkan peperangan dengan Raja Galuh yang kemudian makin memperkuat
kedaulatan Cirebon. 40 Seperti telah dijelaskan sebelumnya, Sunan Gunung Jati
merupakan pendiri dinasti di Kesultanan Cirebon setelah pengangkatannya pada
tahun 1479 M. Pengangkatan beliau sebagai Sultan juga berperan sebagai ulama
yang bergelar Sunan Gunung Jati berkedudukan di Cirebon.
39
P. S. Sulendraningrat, op. cit.,hlm. 19.
40
Ibid.
Download