penerapan teknik konservasi tanah dan air dalam

advertisement
PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR
DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI KELAPA SAWIT
Oleh
MARNI
A24104059
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
MARNI. Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air Dalam Meningkatkan
Produksi Kelapa Sawit. (di bawah bimbingan KUKUH MURTILAKSONO dan
SURIA DARMA TARIGAN)
Wilayah Indonesia seperti Lampung kurang sesuai untuk pertanaman kelapa
sawit, karena sering mengalami musim kering yang panjang dan curah hujan yang
rendah sehingga dapat terjadi kekeringan. Salah satu upaya mengatasi kekeringan
adalah dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air berupa guludan
bersaluran dan rorak. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efektifitas
perlakuan guludan dan rorak dilengkapi dengan lubang resapan dan mulsa vertikal
terhadap nilai kadar air tanah dan pertumbuhan serta produksi kelapa sawit, dan
mempelajari hubungan kadar air tanah dengan pertumbuhan dan produksi kelapa
sawit.
Penelitian dilaksanakan di Afdeling III, Unit Usaha Rejosari PT Perkebunan
Nusantara VII, Lampung Selatan. Daerah penelitian terdiri dari 3 blok yaitu blok
1 (375) dengan perlakuan guludan bersaluran, blok 2 (415) tanpa perlakuan, dan
blok 3 (414) dengan perlakuan rorak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan teknik konservasi dapat
meningkatkan rata-rata kadar air tanah bulanan menjadi lebih besar dan lebih
stabil dengan nilai di blok 1 , blok 3, dan blok 2 masing-masing 48,32 %; 45,21
%; dan 43,64 %. Pertambahan pelepah baru pada ketiga blok tidak berbeda jauh.
Blok 1 (guludan) dan blok 3 (rorak) memiliki produksi kelapa sawit lebih tinggi
dibandingkan blok 2 (kontrol). Besarnya produksi pada blok 1, blok 2, dan blok 3
masing-masing sebesar 25.343,18; 22.677,38; dan 24.251,97 kg/ha/th. Nilai
korelasi kadar air tanah terhadap produksi kelapa sawit sangat rendah. Korelasi
pada blok 1 sebesar 0,175; blok 2 sebesar 0,100; dan blok 3 sebesar 0,059; dan
nilai korelasi jumlah tandan matang dengan jumlah bunga betina 9 bulan
sebelumnya pada blok 1, blok 2, dan blok 3 masing-masing sebesar 0,628; 0,230;
dan 0,539.
SUMMARY
MARNI. Application of Soil and Water Conservation Technique to Increasing
Oil Palm Plantation Production. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO
and SURIA DARMA TARIGAN
Indonesia region like Lampung is less suitable for oil palm plantation,
because of long dry season and low rainfall. One of the effort to solve the drought
is application of soil and water conservation technique such a ridge terrace and silt
pit. This research was aimed to study effectiveness of ridge terrace and silt pit
treatment which were accomplished with “biopori” and vertical mulches on soil
moisture content as well as growth and production of oil palm plantation; to study
the correlation of soil moisture content and growth and production of oil palm.
The research was conducted in Afdeling III, Rejosari Management Unit PT
Perkebunan Nusantara VII, South Lampung. The area of research consisted of 3
blocks namely block 1 (375) with ridge terraces treatment, block 2 (415) with no
treatment, and block 3 (414) with silt pits treatment.
The research results show that application of conservation techniques were
able to increase monthly of average soil moisture content where in the figure in
block 1, block 3, and block 2 are 48.32%, 45.21%, and 43.64%, respectively. The
appearance of frond fracture of the three blocks is not significantly different. The
production of oil palm in block 1 (ridge terraces) and block 3 (silt pits) are higher
than block 2 (control). The production of block 1, 2, and 3 are 25 343.18, 22
677.38, and 24 251.97 kg/ha/year, respectively. Correlation value of soil moisture
content towards oil palm production are very low. The correlation of block 1 is
0.175, block 2 is 0.100, and block 3 is 0.059. Correlation value of number ripe
fresh fruit bunches and female infloresence nine months before on block 1, 2, and
3 are 0.628, 0.230, and 0.539, respectively.
PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR
DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI KELAPA SAWIT
Oleh
MARNI
A24104059
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul Skripsi
: PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN
AIR DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI KELAPA
SAWIT
Nama Mahasiswa
: Marni
Nomor Pokok
: A24104059
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS
NIP. 131 861 468
Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, MSc
NIP. 131 667 783
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tenggarong Propinsi Kalimantan Timur pada tanggal
16 Maret 1987 dari pasangan H.Nasar (Alm) dan Hj.Sjarmi. Penulis adalah anak
bungsu dari lima bersaudara.
Jenjang pendidikan ditempuh penulis dimulai dari TK Muhammadiyah
Tenggarong pada tahun 1991. Penulis melanjutkan ke jenjang sekolah dasar di SD
Negeri 002 Tenggarong pada tahun 1992. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan
pendidikan di SLTP Negeri 1 Tenggarong, dan jenjang pendidikan tingkat atas
penulis lanjutkan di SMU Negeri 1 Tenggarong di Kabupaten Kutai Kartanegara
dan lulus pada tahun 2004.
Pada tahun 2004 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor,
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas semua karunia,
rahmat dan berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul ”Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air dalam
Meningkatkan Produksi Kelapa Sawit” merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Dalam skripsi ini penulis melakukan penelitian di Perseroan Terbatas
Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Unit Usaha Rejosari, Lampung Selatan. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
mendalam kepada:
1. Direksi dan staf PPKS Medan yang telah mendanai penelitian ini.
2. Manager dan staf Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung beserta sinder dan
staf Afdeling III.
3. Bapak Kukuh Murtilaksono sebagai pembimbing akademik dan skripsi yang
telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, dan dukungan yang besar
kepada penulis.
4. Bapak Suria Darma Tarigan sebagai pembimbing kedua skripsi yang telah
banyak memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam penulisan
skripsi.
5. Bapak Yayat Hidayat yang telah meluangkan waktu, pikiran, bimbingan dan
kritik dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
6. Ibu dan ayah (alm) tercinta serta kakak-kakakku tersayang yang selalu
membantu, mendoakan, memberikan semangat dan sebagai motivator
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikannya di IPB.
7. Mas Pedro, Pak Lan, dan Mas Bekhi atas nasihat, bimbingan, dan bantuannya
selama penelitian.
8. Mbak Amel, Mas Nov dan Mas Gun serta beberapa mahasiswi Budidaya
Pertanian UNILA yang telah menemani hari-hari penulis selama penelitian.
9. Rekan-rekan seperjuangan: Matunk, Restu, Bogie, dan Anita atas kerjasama
dan dukungannya kepada penulis baik di lapang maupun di kampus.
10. Sahabat-sahabat setia ria, ndut, gita, ratna, mbe’, dhesy dan mei sekeluarga
yang telah menemani melewati hari-hari yang penuh suka dan duka,
terimakasih atas parsahabatan dan motivasinya.
11. Teman - teman SOIL ‘41 yang telah memberikan semangat selama penelitian.
12. Seluruh dosen baik dari departemen tanah maupun dari luar departemen yang
telah mencurahkan ilmunya kepada penulis selama ini, semoga ilmu yang
telah diajarkan menjadi amal ibadah dan ladang kebaikan.
13. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam kelancaran penelitian
dan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih banyak kekurangannya dan jauh
dari sempurna sehingga masukan sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat.
Bogor, Februari 2009
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
x
PENDAHULUAN .................................................................................
1
Latar Belakang .................................................................................
1
Tujuan Penelitian .............................................................................
3
Hipotesis ..........................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
4
Botani Kelapa Sawit .........................................................................
4
Perkembangan Bunga, Buah,dan Produktivitas Kelapa Sawit .... ....
6
Faktor Lingkungan Kelapa Sawit .....................................................
9
Ketersediaan Air dan Kekeringan pada Kelapa Sawit .....................
13
Teknik Konservasi Tanah dan Air ....................................................
15
BAHAN DAN METODE ......................................................................
19
Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................
19
Bahan dan Alat Penelitian ................................................................
19
Metodologi Penelitian ......................................................................
20
Perlakuan Teknik Konservasi Tanah dan Air .............................
20
Pengumpulan Data dan Pengukuran ..........................................
21
Analisis Data ...............................................................................
23
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ........................................
24
Letak Geografis.................................................................................
24
Keadaan Tanah .................................................................................
24
Keadaan Topografi ...........................................................................
25
Keadaan Iklim ..................................................................................
25
HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
26
Pengaruh Guludan dan Rorak terhadap Kadar Air Tanah ................
26
Pengaruh Guludan dan Rorak terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Sawit .................................................................................................
28
Hubungan Kadar Air Tanah dengan Pertumbuhan dan Produksi
Kelapa Sawit ....................................................................................
31
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
39
Kesimpulan ......................................................................................
39
Saran ................................................................................................
39
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
41
LAMPIRAN............................................................................................
43
vii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks
1
Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia tahun
1980 – 2007 ............................................................................
1
Pengaruh Kekeringan terhadap Pertumbuhan Vegetatif
Tanaman .................................................................................
14
Pengaruh Defisit Air terhadap Produktivitas Tanaman
Kelapa Sawit di Daerah Lampung .........................................
14
4
Rata-rata Pertambahan Pelepah Baru Bulanan ......................
29
5
Produksi Kelapa Sawit Periode Januari 2007–Agustus 2008.
30
6
Hubungan Kadar Air Tanah dan Pertambahan Pelepah Baru
Kelapa Sawit ………………………………………………..
32
2
3
7
Data Kadar Air Tanah Bulanan dan Data Produksi Kelapa
Sawit .......................................................................................
8
Hubungan Kadar Air Tanah dan Produksi Kelapa Sawit
Periode Januari 2007 – Agustus 2008 ....................................
35
Hubungan Kadar Air Tanah dan Produksi Kelapa Sawit
Periode Januari – Agustus 2008 .............................................
36
Hubungan Tandan Bunga Betina dan Tandan Matang ..........
38
9
10
34
Lampiran
1
2
3
4
Persamaan Hubungan Kadar Air Tanah dan Pertambahan
Pelepah Baru Kelapa Sawit ....................................................
44
Persamaan Hubungan Kadar Air Tanah dan Produksi
Kelapa Sawit Periode Januari 2007–Agustus 2008 ...............
44
Persamaan Hubungan Kadar Air Tanah dan Produksi
Kelapa Sawit Periode Januari–Agustus 2008 ........................
45
Persamaan Hubungan Tandan Bunga Betina dan Tandan
Matang ....................................................................................
45
5
6
7
8
Data Harian Produksi Kelapa Sawit Periode Januari –
Desember 2007 .......................................................................
46
Data Harian Produksi Kelapa Sawit Periode Januari –
Agustus 2008 ..........................................................................
49
Kebutuhan Air untuk Pertumbuhan pada Berbagai Umur
Tanaman Kelapa Sawit ..........................................................
52
Standar Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan Lahan Pada
Umur 3 s/d 25 Tahun yang Dibuat Oleh Pusat Penelitian
Kelapa Sawit ..........................................................................
ix
53
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Teks
1
Diagram Perkembangan Bunga Kelapa Sawit .......................
7
2
Guludan Bersaluran (a) dan Rorak (b) Dilengkapi dengan
Lubang Resapan dan Mulsa Vertikal .....................................
21
Penghitungan Jumlah Pelepah Baru, Bunga Betina, dan
Tandan Buah ..........................................................................
22
Penimbangan Tandan Buah Sawit (a) dan Penimbangan
Brondolan (b) .........................................................................
22
Grafik Perbandingan Kadar Air Tanah Bulanan pada Setiap
Blok ........................................................................................
26
3
4
5
Lampiran
1
Lokasi Penelitian ....................................................................
54
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan tanaman komoditi perkebunan yang sangat
penting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup
cerah. Perkebunan kelapa sawit saat ini telah berkembang tidak hanya diusahakan
oleh perusahaan negara, tetapi juga perkebunan rakyat dan swasta.
Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2008), saat ini Indonesia
merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan luas areal 6,78
juta ha dan produksi 17,37 juta ton CPO (Tabel 1). Kelapa sawit mempunyai
peranan penting dalam perekonomian nasional. Disamping sebagai bahan baku
industri dalam negeri, juga komoditas ekspor utama. Pada tahun 2007 total ekspor
CPO Indonesia dan produk turunannya sebesar 11,8 juta ton dengan nilai US $ 7,8
milyar. Mampu menyerap tenaga kerja langsung sebesar 3,3 juta KK.
Pengembangan kelapa sawit juga mendorong pengembangan wilayah. Prospek
pengembangan kelapa sawit ke depan sangat bagus, tidak saja untuk bahan baku
minyak makan, tapi juga digunakan sebagai bahan baku energi (bio-fuel).
Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1980-2007
Tahun
1980
1990
2007
Ptb%/th
Luas Areal
(000 ha)
PR
PBN
6
200
292
372
2.565
688
25,2
4,7
PBS
84
463
3.53
14,6
Produksi
(000 ton CPO)
PR
PBN
PBS
1
499
221
377
1.247
789
5.805 2.314 9.254
37,8
5,8
14,8
Total
Areal
Total
Produksi
290
1.127
6.783
12,3
721
2.413
17.373
12,5
Keterangan: PR = Perkebunan Rakyat; PBN = Perkebunan Negara; PBS = Perkebunan Swasta
Sumber: Ditjenbun, Deptan (2008)
2
Pemerintah akan terus mendorong pengembangan kelapa sawit dengan
menerapkan prinsip sustainable development, namun sebagian wilayah Indonesia
memiliki lahan yang kurang sesuai untuk pertanaman kelapa sawit, seperti di
Sumatera bagian selatan (Lampung, Jambi dan Palembang), Sumatera bagian
timur (Riau), Kalimantan (Kalimantan Timur) dan Jawa Barat (Banten),
dikarenakan sering mengalami bulan kering yang panjang dan curah hujan yang
rendah sehingga dapat terjadi kekeringan. Kekeringan menyebabkan tanaman
kekurangan air yang mengakibatkan penyerapan hara terhambat, fotosintesis dan
metabolisme terganggu, serta perkembangan jaringan tanaman terhambat
sehingga dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan serta menurunkan
produktivitas kelapa sawit.
Tingkat kerusakan tanaman kelapa sawit yang terjadi akibat kekeringan
terutama bergantung pada kondisi pertanaman kelapa sawit, tingkat dan lamanya
kekeringan, serta kondisi tanah. Untuk mengurangi kerusakan tanaman kelapa
sawit akibat kekeringan perlu adanya upaya mengantisipasi dan menanggulangi
dampak kekeringan tersebut yaitu dengan meminimalkan faktor-faktor yang dapat
mendorong terjadinya cekaman kekeringan yang berat melalui serangkaian
aplikasi kultur teknis pada saat sebelum, selama, dan setelah musim kering salah
satunya dengan menerapkan teknik konservasi tanah dan air dalam bentuk
guludan bersaluran dan rorak yang dilengkapi lubang resapan dan mulsa vertikal,
agar air hujan dapat diresapkan secara maksimal ke dalam tanah melalui infiltrasi.
Teknik konservasi tanah dan air merupakan pemanenan air untuk
menampung air permukaan sehingga ketesediaan air dapat lebih lama dan lebih
banyak dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu juga dapat menurunkan volume
3
aliran permukaan, meningkatkan cadangan air tanah dan ketersediaan air tanaman
terutama dimusim kemarau serta mampu mengurangi aliran permukaan.
Diharapkan dengan tindakan konservasi tanah dan air akan tersedia air yang
cukup di musim kering sehingga tidak mengganggu produktivitas kelapa sawit.
Tujuan
a. Mempelajari efektifitas perlakuan guludan bersaluran dan rorak dilengkapi
dengan lubang resapan dan mulsa vertikal terhadap nilai kadar air tanah dan
pertumbuhan serta produksi kelapa sawit
b. Mempelajari hubungan antara kadar air tanah dengan pertumbuhan dan
produksi tanaman kelapa sawit.
Hipotesis
Perlakuan teknik konservasi tanah dan air berupa guludan bersaluran dan
rorak dilengkapi dengan lubang resapan dan mulsa vertikal mampu meningkatkan
kadar air tanah sehingga mampu menunda kekeringan dan dapat meningkatkan
pertumbuhan serta produksi kelapa sawit.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Kelapa Sawit
Bagian Vegetatif.
a. Akar. Kecambah kelapa sawit yang baru tumbuh memiliki akar
tunggang, tetapi akar ini mudah mati dan segera diganti dengan akar serabut.
Sebagian akar serabut tumbuh lurus kebawah (vertikal) dan sebagian tumbuh
mendatar ke arah samping (horisontal) (Sastrosayono, 2006).
Menurut Setyamidjaja (1991), sistem perakaran dapat diuraikan sebagai
berikut: (i) akar primer, yaitu akar yang tumbuh vertikal (radicle) maupun
mendatar (adventitious roots), berdiameter 5-10 mm; (ii) akar sekunder, yaitu akar
yang tumbuh dari akar primer, arah tumbuhnya mendatar maupun ke bawah,
berdiameter 1-4 mm; (iii) akar tertier, yaitu akar yang tumbuh dari akar sekunder,
arah tumbuhnya mendatar, panjang mencapai 15 cm, berdiameter 0,5-1,5 mm; dan
(iv) akar kuarter, yaitu akar yang tumbuh dari akar tertier, berdiameter 0,2-0,5 mm
dan panjangnya rata-rata 3 cm. Akar kuarter berperan aktif menyerap unsur-unsur
hara, air dan kadang-kadang oksigen.
b. Batang. Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil maka batangnya
tidak mempunyai kambium dan pada umumnya tidak bercabang. Batang
berbentuk silinder dengan diameter antara 20-75 cm atau tergantung pada keadaan
lingkungan. Kelapa sawit mempunyai pertumbuhan terminal, yang mula-mula
terjadi ialah pembesaran batang tanpa diikuti pertambahan tinggi (Mansjur, 1980).
Pertumbuhan meninggi dimulai setelah tanaman berumur 4 tahun, dengan
kecepatan pertumbuhan (pertambahan tinggi) sekitar 25-40 cm per tahun
(Setyamidjaja, 1991).
5
c. Daun. Daun dibentuk di dekat titik tumbuh. Setiap bulan biasanya akan
tumbuh dua lembar daun. Pertumbuhan daun awal dan daun berikutnya akan
membentuk sudut 1350 (Sastrosayono, 2006). Daun-daun tersebut akan
membentuk suatu pelepah yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7,5–9 m.
Daun yang masih muda belum membuka dan tegak berdiri. Pada tanah-tanah yang
subur daun akan cepat membuka yang berarti makin efektif menjalankan
fungsinya sebagai pusat proses assimilasi, berlangsungnya fotosintesa dan alat
respirasi (Mansjur, 1980). Untuk tanaman yang tumbuh normal terdapat 45
sampai 55 pelepah daun. Kedudukan daun pada batang dirumuskan dengan rumus
daun (phylotaxis) 3/8, pada setiap 3 putaran terdapat 8 daun. Letak daun
kesembilan berada di garis lurus dari daun yang pertama (Sastrosayono, 2006).
Bagian Generatif.
a. Bunga. Kelapa sawit mulai berbunga pada umur sekitar 2 tahun. Bunga
kelapa sawit berumah satu, pada satu batang terdapat bunga jantan dan bunga
betina yang letaknya terpisah pada tandan bunga yang berbeda. Seringkali
terdapat pula tandan bunga betina yang mendukung tandan bunga jantan
(hermaprodit).
Bunga betina terletak dalam tandan bunga. Tiap tandan bunga mempunyai
100-200 cabang, dan setiap cabang terdapat paling banyak 30 bunga betina.
Dalam satu tandan terdapat 3000-6000 bunga betina. Bunga betina yang memiliki
tiga putik dan 6 perhiasan bunga. Di antara bakal buah hanya satu yang subur dan
jarang terdapat dua ataupun lebih. Bunga jantan maupun bunga betina biasanya
terbuka selama 2 hari, sekalipun dalam musim hujan bisa sampai 4 hari.
Tepungsari dapat menyerbuki selama 2-3 hari, tetapi makin lama daya hidupnya
6
(viabilitas) makin menurun (Setyamidjaja, 1991). Letak bunga jantan yang satu
dengan yang lainnya sangat rapat dan membentuk cabang-cabang bunga yang
panjangnya antara 10-20 cm. Pada tanaman dewasa, satu tandan mempunyai ±
200 cabang bunga. Setiap cabang mengandung 700-1200 bunga jantan. Bunga
jantan ini terdiri dari 6 helai benangsari dan 6 perhiasan bunga. Tepungsari
berwarna kuning pucat dan berbau spesifik. Satu tandan bunga jantan dapat
menghasilkan 25-50 gram tepungsari (Setyamidjaja, 1991).
b. Buah. Kira-kira lima bulan setelah terjadinya penyerbukan, buah
menjadi masak. Tiap buah panjangnya 2-5 cm dan beratnya dapat melebihi 30
gram. Bagian-bagiannya terdiri dari kulit buah (exocarp), daging buah (pulp,
mesocarp) yang banyak mengandung minyak, cangkang (tempurung, shell,
endocarp), dan inti (kernel, endosperm), mengandung minyak seperti minyak
kelapa. Exocarp dan mesocarp sering juga disebut sebagai pericarp yaitu bagian
buah yang mengandung sebagian besar minyak kelapa sawit. Rendemen minyak
dalam pericarp sekitar 24%, sedangkan dalam inti hanya sekitar 4%. Kualitas
minyak inti lebih baik daripada minyak yang terkandung dalam pericarp
(Setyamidjaja, 1991).
Perkembangan Bunga, Buah,dan Produktivitas Kelapa Sawit
Perkembangan Tandan Bunga – Buah.
Tandan bunga terletak pada ketiak daun, mulai muncul setelah tanaman
berumur satu tahun di lapangan. Karena pada setiap ketiak daun terdapat potensi
untuk menghasilkan bakal bunga, maka semua faktor yang mempengaruhi
pembentukan daun juga akan mempengaruhi potensi bakal bunga serta dapat juga
mempengaruhi perkembangan bunga. Bakal bunga terbentuk sekitar 33-34 bulan
7
sebelum bunga mekar (anthesis), sedangkan pemisahan bunga jantan dan betina
terjadi sekitar 14 bulan sebelum antesis (Breure dan Menendez, 1990 dalam
Siregar, 2003).
Bunga betina yang sudah mekar atau dalam keadaan reseptif mengalami
beberapa tingkat perkembangan yang dapat diketahui dari perbedaan warnanya.
Bunga betina mengeluarkan bau harum dan berlendir yang menarik serangga
untuk datang sehingga terjadi penyerbukan. Selain oleh serangga, penyerbukan
juga dibantu oleh angin (Tim Penulis PS, 1999).
Demikian juga halnya dengan bunga jantan, mengalami tingkat
perkembangan mulai dari terbukanya kelopak bunga sampai siap melakukan
perkawinan. Bunga jantan juga akan mengeluarkan bau yang spesifik. Hal ini
menandakan bunga jantan sedang aktif dan tepung sari dapat dipergunakan atau
dapat diambil untuk penyerbukan buatan. Banyaknya buah yang terdapat pada
satu tandan tergantung pada beberapa faktor, antara lain umur tanaman, faktor
lingkungan, faktor genetis dan juga tergantung pada teknik budidayanya (Tim
Penulis PS, 1999).
Bakal Bunga
Penentuan Kelamin
Bunga Mekar Buah Matang Panen
(Primordia)
(Sex determination)
(Anthesis)
(Ripening)
7,5–11 bulan
14,5–22 bulan
5–9 bulan
27–42 bulan
Gambar 1. Diagram Perkembangan Bunga Kelapa Sawit (diadaptasi dari Hartley,
1988 dan Ong, 1982 dalam Siregar, 2003)
Penentuan jenis kelamin ataupun pemisahan kelamin merupakan proses
yang penting dalam rasio seks kelapa sawit. Rasio seks yang dimaksud merupakan
8
perbandingan antara jumlah bunga betina dengan seluruh bunga yang diproduksi
pada suatu waktu tertentu. Semakin tinggi rasio seks maka semakin banyak bunga
betina, sehingga peluang untuk mendapatkan produktivitas tandan yang tinggi
akan menjadi besar. Rasio seks yang tinggi ternyata belum menjamin
produktivitas kelapa sawit yang tinggi, karena belum tentu semua bunga betina
yang dihasilkan akan menjadi tandan buah yang dapat dipanen. Hal ini disebabkan
kemungkinan terjadinya aborsi bunga betina dan kegagalan tandan. Penyebab
aborsi adalah karbohidrat yang kurang untuk perkembangan bunga, kurangnya
ketersediaan air, pengurangan daun yang terlalu banyak sehingga tanaman
mengalami cekaman. Kegagalan tandan merupakan tandan yang gagal
berkembang dari bunga mekar sampai tidak dapat dipanen. Hal ini disebabkan
penyerbukan tidak sempurna, kurangnya karbohidrat, variasi musim ataupun
serangan hama dan penyakit (Corley, 1973 dalam Siregar, 2003).
Produktivitas Tandan Buah.
Pada keadaan normal-optimal, tandan buah kelapa sawit dapat mencapai
matang panen untuk pertama kalinya setelah tanaman berumur 3-4 tahun di
lapangan. Produktivitas tandan kelapa sawit meningkat dengan cepat dan
mencapai maksimum pada umur tanaman 8-12 tahun, kemudian menurun secara
perlahan-lahan dengan tanaman yang makin tua hingga umur ekonomis 25 tahun
(Corley, 1976 dalam Siregar, 2003).
Peningkatan produksi sampai umur 8-12 tahun menunjukkan pola yang
sama dengan peningkatan luas dan yang mencapai luas maksimum pada umur
yang sama. Terdapat korelasi yang positif antara luas daun dan produktivitas
tandan sebelum tajuk-tajuk tanaman saling tumpang tindih sehingga terjadi
9
persaingan dalam memperoleh radiasi matahari. Penurunan produktivitas dengan
menuanya umur tanaman berhubungan dengan penggunaan asimilat hasil
fotosintesis untuk respirasi utamanya pada bagian batang yang merupakan organ
dengan biomassa terbesar, sehingga proporsi untuk organ generatif berkurang
(Corley dan Gray, 1976 dalam Siregar, 2003).
Produktivitas tandan buah kelapa sawit dapat diperhitungkan dari
komponen-komponennya, yaitu jumlah tandan dan rerata berat tandan. Rerata
berat tandan akan meningkat sejalan dengan umur tanaman, sedangkan jumlah
tandan akan menurun dengan semakin bertambahnya umur tanaman (Siregar,
1998).
Faktor Lingkungan Kelapa Sawit
Faktor Cuaca dan Iklim.
Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
tandan kelapa sawit. Menurut Setyamidjaja (1991), kelapa sawit adalah tanaman
daerah tropis yang tumbuh baik antara garis lintang 13o LU dan 12o LS.
a. Curah hujan. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan dan produksi
tanaman kelapa sawit adalah di atas 2000 mm dan distribusi merata sepanjang
tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Hujan yang tidak turun selam 3
bulan menyebabkan pertumbuhan kuncup daun terhambat sampai hujan turun
(anak daun atau janur tidak dapat memecah). Hujan yang lama tidak turun juga
banyak berpengaruh terhadap produksi buah, karena buah yang sudah cukup umur
tidak mau masak sampai turun hujan (Sastrosayono, 2006). Oleh karena itu
musim kemarau yang panjang akan sangat menurunkan produksi di samping
pertumbuhan tanaman yang amat merana.
10
Sebaran curah hujan merupakan faktor yang penting untuk perkembangan
bunga. Pada umumnya sewaktu musim hujan terbentuk lebih banyak tandan
bunga betina, sedang pada musim kemarau terbentuk lebih banyak bunga jantan
dikarenakan mulai awal musim kemarau pemisahan bunga cenderung ke arah
bunga jantan (Turner, 1977 dalam Siregar, 1998). Setyamidjaja (1991)
menambahkan bahwa pembagian hujan yang merata betul dalam satu tahunnya
berakibat hasil buah kurang, karena pertumbuhan vegetatif lebih dominan
daripada pertumbuhan generatif, sehingga bunga atau buah yang terbentuk lebih
sedikit.
b. Radiasi matahari. Kelapa sawit yang tidak mendapat sinar matahari
yang cukup pertumbuhannya akan lambat dan produksi bunga betina menurun
(Setyamidjaja, 1991). Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat
(dalam proses asimilasi) juga untuk memacu pembentukan bunga dan buah.
Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang
cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis. Produksi TBS/tahun juga dipengaruhi
oleh jumlah jam efektif penyinaran matahari. Pada daerah khatulistiwa yang
menerima lebih dari 2.400 jam penyinaran efektif sepanjang tahun maka rata-rata
setiap pohon dapat menghasilkan minimal 125 kg TBS atau 18 ton/ha/tahun.
Panjang penyinaran yang diperlukan kelapa sawit yaitu 5-12 jam/hari dengan
kondisi kelembaban udara 80% (Pahan, 2007). Kekurangan atau kelebihan sinar
matahari akan berakibat buruk bagi tanaman kelapa sawit.
c. Suhu udara dan ketinggian tempat. Secara umum dapat dikatakan
bahwa kelapa sawit menghendaki suhu optimum sekitar 28oC. Adapun ketinggian
tempat yang optimal adalah 0-500 meter di atas permukaan laut (Setyamidjaja,
11
1991). Di daerah sekitar garis katulistiwa, tanaman sawit liar masih dapat
menghasilkan buah pada ketinggian 1.300 m dari permukaan laut. Produksi TBS
yang tertinggi didapatkan dari daerah yang rata-rata suhu tahunannya berkisar 2527oC (Pahan, 2007). Mansjur (1980) menambahkan bahwa suhu akan berpengaruh
terhadap masa berbunga. Kelapa sawit yang ditanam pada ketinggian 500 meter
akan terlambat berbunga satu tahun dibandingkan dengan yang ditanam di dataran
rendah. Selain mengalami kelambatan masa berbunga, buah akan terlambat
matang dan ukurannya lebih kecil.
d. Kelembaban udara dan angin. Kelembaban udara dan angin adalah
faktor yang sangat penting untuk menunjang pertumbuhan kelapa sawit.
Kelembaban udara untuk mengurangi penguapan, sedangkan angin akan
membantu penyerbukan secara alamiah. Angin yang kering menyebabkan
penguapan lebih besar, mengurangi kelembaban dan dalam waktu lama
mengakibatkan tanaman layu. Kelembaban yang optimum bagi pertumbuhan
kelapa sawit berkisar antara 80 sampai 90 persen (Tim Penulis PS, 1999).
Menurut Pahan (2007), kecepatan angin yang 5-6 km/jam sangat baik untuk
membantu penyerbukan kelapa sawit.
Faktor tanah.
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di banyak jenis tanah,
yang penting tidak kekurangan air pada musim kemarau dan tidak tergenang pada
musim hujan (drainase baik). Di lahan-lahan yang permukaan air tanahnya tinggi
atau tergenang, akar akan busuk. Selain itu, pertumbuhan batang dan daunnya
tidak mengindikasikan produksi buah yang baik (Satrosayono, 2006).
12
Menurut Setyamidjaja (1991), kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai
jenis tanah. Jenis tanah yang baik untuk kelapa sawit adalah jenis Latosol,
Podsolik Merah Kuning dan Aluvial yang kadang-kadang meliputi pula tanah
gambut, dataran pantai dan muara sungai. Meskipun demikian kemampuan
produksi kelapa sawit pada masing-masing tanah tidaklah sama. Dua sifat utama
tanah sebagai media tumbuh adalah sifat kimia dan sifat fisika tanah.
a. Sifat kimia tanah. Sifat kimia tanah mempunyai arti cukup penting
dalam menentukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah. Pemupukan
dengan dosis yang tepat sangat membantu pertumbuhan tanaman kelapa sawit
sehingga akan meningkatkan produksinya. Tanah yang mengandung unsur hara
dalam jumlah yang besar sangat baik untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman kelapa sawit. Sedangkan keasaman tanah menentukan ketersediaan dan
keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH
tanah antara 4–6,5 sedangkan pH optimumnya adalah 5–5,5 (Tim Penulis PS,
1999).
b. Sifat fisika tanah. Sifat fisika tanah yang baik lebih dikehendaki
tanaman kelapa sawit daripada sifat kimianya. Secara ideal tanaman kelapa sawit
menghendaki tanah yang gembur, subur, mempunyai solum yang dalam tanpa
lapisan padas, teksturnya mengandung liat dan debu 25–30 %, datar serta
berdrainase baik. Walaupun demikian, faktor pengelolaan budidaya atau teknis
agronomis dan sifat genetis induk tanaman kelapa sawit sangat menentukan
produksi kelapa sawit.
13
Ketersediaan Air dan Kekeringan pada Kelapa Sawit
Air merupakan salah satu kebutuhan yang sangat esensial bagi setiap
sistem produksi pertanian. Indonesia sebagai wilayah tropis dengan curah hujan
yang relatif tinggi mempunyai potensi sumberdaya air yang cukup besar.
Distribusi dan intensitas hujan yang tidak merata dan tidak menentu menyebabkan
terjadi kekurangan dan kelebihan air pada lahan kering. Dalam pertanian air tidak
hanya menentukan produktivitas tanaman, tetapi juga intensitas (tanaman
semusim) dan luas area tanam potensial setiap lahan. Potensi pasokan atau
ketersediaan air di suatu wilayah dapat diperkirakan dari besarnya curah hujan
yang terpilah menjadi air permukaan dan air bumi setelah dikurangi dengan
deplesi akibat evaporasi langsung (Balittan, 2004). Pada pertanian lahan kering,
air tanah adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi produksi tanaman.
Air harus tersedia didalam tanah untuk mengimbangi laju kehilangan air oleh
evaporasi dari tanah dan transpirasi dari tanaman (Sinukaban, 1986).
Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi
produksi kelapa sawit. Pada fase vegetatif kekeringan pada tanaman kelapa sawit
ditandai oleh kondisi daun tombak tidak membuka dan terhambatnya
pertumbuhan pelepah. Pada keadaan yang lebih parah kekurangan air
menyebabkan kerusakan jaringan tanaman yang dicerminkan oleh daun pucuk dan
pelepah yang mudah patah. Pada fase generatif kekeringan menyebabkan
terjadinya penurunan produksi tanaman akibat terhambatnya pembentukan bunga,
meningkatnya jumlah bunga jantan, pembuahan terganggu, gugur buah muda,
bentuk buah kecil dan rendemen minyak buah rendah (Balitklimat, 2007).
14
Hasil penelitian Darmosarkoro, Harahap, dan Syamsuddin (2003) di
Lampung menunjukkan bahwa setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit
memiliki respon yang berbeda terhadap kekeringan. Kelompok umur 7–12 tahun
merupakan kelompok yang paling rentan penurunan hasilnya terhadap kekeringan.
Pada kelompok tanaman yang relatif tua (>13 tahun), pertumbuhannya mulai
menurun, sehingga dampaknya relatif lebih ringan. Pada tanaman relatif muda (<7
tahun), pertumbuhan organ vegetatif lebih dominan, sehingga dampak terhadap
hasil relatif kecil. Pengaruh kekeringan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman
dapat dikelompokkan menjadi 4 stadia kekeringan (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh Kekeringan terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Stadia
I
II
III
IV
Defisit Air
mm/th
200 – 300
300 – 400
400 – 500
> 500
Jumlah Daun
Tombak*
3–4
4–5
4–5
4 – 5**
Jumlah Pelepah
Tua Patah
1–8
8 – 12
12 – 16
12 – 16
*pelepah daun muda mengumpul dan biasanya tidak membuka
**disertai dengan pucuk patah
Kondisi musim kering dan penghujan merupakan penyebab utama adanya
fluktuasi produksi bulanan kelapa sawit. Kekeringan yang panjang akan
menyebabkan terjadinya defisit air yang dapat berpengaruh terhadap produksi
kelapa sawit (Tabel 3) (Harahap, Winarna, dan Sutarta, 2003).
Tabel 3. Pengaruh Defisit Air terhadap Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit di
Daerah Lampung
Defisit Air
(mm/tahun)
0
100
200
300
400
Produktivitas
(ton TBS/ha/tahun)
22,0
20,0
17,9
15,7
13,5
Persentase Penurunan
Produksi
9,1
18,6
28,6
38,6
15
Teknik Konservasi Tanah dan Air
Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada
cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi
kerusakan tanah. Dan konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang
jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran
sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu
musim kemarau (Arsyad, 2000).
Masalah konservasi tanah adalah masalah menjaga agar struktur tanah
tidak terdispersi, dan mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan serta
mengatur hubungan antara intensitas hujan dan kapasitas infiltrasi. Berdasarkan
asas ini ada tiga cara pendekatan dalam konservasi tanah, yaitu (1) menutup tanah
dengan tumbuh-tumbuhan dan tanaman atau sisa-sisa tanaman/tetumbuhan agar
terlindung dari daya perusak buitr-butir hujan yang jatuh, (2) memperbaiki dan
menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap penghancuran agregat dan terhadap
pengangkutan, dan lebih besar dayanya untuk menyerap air di permukaan tanah,
dan (3) mengatur air aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang tidak
merusak dan memperbesar jumlah air yang terinfiltrasi kedalam tanah (Arsyad,
2000).
Metode konservasi tanah dapat dibagi dalam tiga golongan utama, yaitu
(1) metoda vegetatif, (2) metoda mekanik, dan (3) metoda kimia. Pada penelitian
ini digunakan metoda mekanik dan metoda vegetatif, yaitu dengan membuat
guludan bersaluran dan rorak dilengkapi dengan lubang resapan dan mulsa
vertikal pada masing-masing blok penelitian. Metode mekanik pada dasarnya
16
ditujukan untuk memperlambat kecepatan aliran permukaan, menampung dan
mengalirkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak agregat
tanah. Tindakan konservasi air diperlukan untuk mengelola air hujan yang jatuh
dipermukaan lahan berlereng agar air hujan dapat masuk kedalam tanah dan dapat
dimanfaatkan oleh tanaman. Agar air hujan lebih banyak masuk kedalam tanah
dan aliran permukaan lebih terkendali perlu dilakukan konservasi air seperti
pemberian mulsa, memotong panjang lereng dengan pembuatan guludan dan
rorak yang dapat menampung aliran permukaan.
Menurut Arsyad (2000), guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat
memanjang menurut arah garis kontur atau memotong arah lereng. Jarak antara
guludan tergantung pada kecuraman lereng, kepekaan erosi tanah dan erosivitas
hujan. Untuk tanah yang kepekan erosinya rendah guludan dapat diterapkan pada
tanah dengan kemiringan sampai 6 persen. Teras guludan merupakan
penyempurnaan bentuk guludan dengan dibuatnya saluran diatas guludan
sehingga dapat menyalurkan air dengan kecepatan yang relatif lambat dan tidak
merusak saluran. Guludan bersaluran dapat dibuat pada tanah dengan lereng
sampai 12 persen.
Rorak dibuat untuk menangkap air dan tanah tererosi, sehingga
memungkinkan air masuk ke dalam tanah dan mengurangi erosi. Rorak
merupakan lubang yang digali dengan ukuran dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan
panjang sekitar empat sampai lima meter. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau
memotong lereng. Jarak antar rorak tergantung kemiringan lahan, semakin curam
suatu hamparan lahan, semakin banyak rorak yang diperlukan. Perbaikan air
dengan cara pembuatan rorak yang diberi mulsa vertikal pada areal suatu usaha
17
tani lahan kering berlereng dapat memperbaiki beberapa sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah, serta menurunkan aliran permukaan dan meningkatkan kadar air
tanah. Pemberian mulsa pada rorak dapat menampung aliran permukaan dan
mulsa menahan partikel tanah pada dinding rorak. Pemberian mulsa dari sisa
tanaman pada permukaan tanah dapat meningkatkan laju permeabilitas 3-4 kali
terhadap permeabilitas pada tanah tanpa mulsa.
Mulsa vertikal adalah mulsa sisa tanaman yang diberikan dalam alur
lubang (Kohnke, 1956 dalam Brata, Sudarmo, dan Waluyo, 1994). Spain dan
McCune (1956 dalam Brata et al., 1994) pertama kali mengembangkan teknik
mulsa vertikal dalam upaya mempertahankan keefektifan pengolahan tanah dalam
(subsoiling) untuk peningkatan daya resap (infiltrasi) air ke dalam tanah yang
mudah memadat atau mempunyai lapisan kedap. Mulsa dapat diartikan sebagai
bahan atau material yang sengaja dihamparkan dipermukaan tanah atau lahan
pertanian. Tujuan awal pemberian mulsa adalah pencegahan erosi pada musim
penghujan dan pencegahan kekeringan pada musim kemarau.
Pemulsaan berhubungan langsung dengan iklim mikro tanah dan tanaman.
Iklim mikro tanaman dapat diartikan sebagai lingkungan tumbuh tanaman yang
identik dengan faktor luar atau faktor disekitar tanaman. Mulsa bermanfaat untuk
memantapkan agregat tanah, manfaat terhadap kimia tanah akibat adanya bahan
organik yang melapuk. Mulsa organik memiliki kelebihan antara lain: dapat
diperoleh secara bebas, memiliki efek menurunkan suhu tanah, menekan erosi,
menghambat pertumbuhan gulma, dan menambah bahan organik (Umboh, 2000).
Air hujan sebagai sumber air utama pada pertanian perlu dimanfaatkan
seefisien mungkin dengan meningkatkan daya resap (infiltrasi) tanah. Salah satu
18
teknik peningkatan daya resap tersebut yaitu dengan pembuatan lubang resapan.
Secara garis besar, lubang resapan dapat memperlambat dan menahan laju aliran
permukaan yang terlalu deras sebelum aliran permukaan tersebut menggerus tanah
pada lahan pertanaman yang menyebabkan degradasi tanah dan lahan. Penerapan
lubang resapan yang dilengkapi dengan mulsa vertikal dapat memperbesar laju
infiltrasi karena dinding permukaan yang dilindungi oleh sisa tanaman, sehingga
penyumbatan pori makro pada dinding saluran dapat terhambat. Semakin banyak
air hujan, maka dapat dimanfaatkan untuk mengimbangi kebutuhan air tanaman
dan pengisian air bawah tanah (Brata, Sudarmo, dan Djojoprawiro, 1992).
Peranan mulsa dalam konservasi tanah dan air adalah: (a) melindungi
tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan, sehingga erosi dapat dikurangi,
tanah tidak mudah menjadi padat; (b) mengurangi penguapan (evaporasi), ini
sangat bermanfaat pada musim kemarau karena pemanfaatan air (lengas tanah)
menjadi lebih efisien; (c) menciptakan kondisi lingkungan (dalam tanah) yang
baik bagi aktivitas mikroorganisme tanah; (d) setelah melapuk bahan mulsa akan
meningkatkan kandungan bahan organik tanah; dan (e) menekan pertumbuhan
gulma (Abdurachman, Sutomo, dan Sutrisno, 2005). Penggunaan mulsa vertikal
untuk mengurangi laju evaporasi, meningkatkan cadangan air tanah, dan
menghemat pemakaian air sampai 41 %.
Dalam jangka panjang mulsa dapat menurunkan laju erosi tanah hingga
dibawah ambang batas erosi yang dapat dibiarkan. Teknologi konservasi tanah
merupakan komponen teknologi yang tidak dapat ditinggalkan, sebab lahan
sebagai fungsi produksi harus dipertahankan kelestarian kesuburannya agar
produksi tidak menurun dari tahun ke tahun.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit Afdeling III Unit
Usaha Rejosari, PT Perkebunan Nusantara VII, Lampung Selatan. Penelitian
berlangsung dari bulan Januari 2008 hingga Agustus 2008. Daerah penelitian
terdiri dari 3 blok yaitu blok 1 (375), blok 2 (415), dan blok 3 (414) dengan luas
masing-masing blok 16 ha.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan selama penelitian adalah:
a. Tanaman kelapa sawit (Elais guineensis Jacq.) menghasilkan yang berumur
12 tahun (tahun tanam 1996),
b. Sisa-sisa tanaman berupa pelepah sawit yang telah kering dan sisa-sisa
dedaunan yang digunakan sebagai mulsa vertikal dan mulsa konvensional, dan
c. Data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data pertumbuhan dan
produksi kelapa sawit periode Januari hingga Agustus 2008. Adapun data
sekunder berupa data pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit pada
tahun 2007, dan data hasil perhitungan dan pengukuran kadar air tanah tahun
2006-2007 diperoleh dari penelitian sebelumnya pada lokasi yang sama.
Peralatan yang digunakan selama penelitian yaitu:
a. Timbangan, ember dan karung untuk mengukur produksi kelapa sawit,
b. Tangga, pisau, meteran, dan alat tulis digunakan untuk mengukur
pertumbuhan tanaman kelapa sawit, dan
c. Software Excel untuk analisa data.
20
Metodologi Penelitian
Perlakuan Teknik Konservasi Tanah dan Air.
Pembuatan bangunan konservasi telah dilakukan pada musim kemarau
tahun 2005. Percobaan dilaksanakan pada 3 blok dengan penerapan teknik
konservasi tanah dan air yang berbeda, yaitu:
a. Blok 1 pada blok 375 diterapkan konservasi guludan bersaluran dengan
lubang resapan dan mulsa vertikal,
b. Blok 2 pada blok 415 tanpa perlakuan (kontrol), dan
c. Blok 3 pada blok 414 diterapkan konservasi rorak dengan lubang resapan
dan mulsa vertikal.
Guludan dibangun sejajar kontur diantara tanaman pada setiap beda tinggi
80 cm. Guludan yang dibuat mempunyai ukuran tinggi, lebar dan dalam saluran
masing-masing kurang lebih 30 cm. Lubang resapan dibuat di bagian tengah
saluran dengan jarak antar lubang 2 m, diameter lubang 10 cm dan sedalam 50
cm. Sisa tanaman berupa pelepah sawit yang telah dicacah, dan daun semak
belukar diberikan dengan cara memasukkan ke dalam lubang resapan dan saluran
yang dibuat (Gambar 2a).
Rorak dibangun di antara tanaman kelapa sawit sejajar kontur dengan pola
zig-zag antar garis kontur dengan ukuran panjang 300 cm, lebar 50 cm, dan dalam
50 cm. Jarak antar rorak dalam satu garis kontur sejauh 2 meter. Pada setiap rorak
dibuat dua lubang resapan berjarak 2 m antara lubang yang satu dengan yang lain,
dan dengan diameter serta kedalaman sama seperti yang dibuat pada saluran
guludan. Ke dalam rorak dan lubang resapan juga ditambahkan sisa-sisa tanaman
dan semak belukar sebagai mulsa vertikal (Gambar 2b).
21
(a)
(b)
Gambar 2. Guludan Bersaluran (a) dan Rorak (b) Dilengkapi dengan Lubang
Resapan dan Mulsa Vertikal
Pengumpulan Data dan Pengukuran.
Pengumpulan
data
dilakukan
melalui
penelitian
lapangan
untuk
memperoleh data-data primer variabel pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa
sawit berdasarkan pengamatan lapangan dan pengukuran langsung di perkebunan.
Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan setiap dua minggu sekali
pada tanaman contoh pada setiap blok. Setiap blok terdapat 36 tanaman contoh
yang terbagi menjadi 4 baris, dimana tiap baris terdapat 9 tanaman contoh.
Tanaman contoh tersebar pada tiap-tiap lereng yang mewakili lereng atas, tengah,
dan bawah. Variabel-variabel yang diamati pada aspek pertumbuhan tanaman
kelapa sawit terutama adalah pelepah baru, bunga betina, dan tandan buah dengan
cara menghitung jumlah masing-masing variabel tersebut dan dirata-ratakan setiap
bulannnya. Nilai rata-rata jumlah bunga betina setiap bulannya dikorelasikan 6, 7,
8, dan 9 bulan berikutnya dengan jumlah tandan matang (Gambar 3).
Sedangkan pengukuran produksi tanaman kelapa sawit dilakukan setiap
satu minggu sekali, mengikuti rotasi panen perkebunan. Pada aspek produksi,
variabel yang diukur adalah berat tandan buah yang dipanen, dan berat brondol
22
yang telah dikumpulkan. Tandan buah yang dipanen umumnya telah mencapai
fraksi 2 dengan jumlah brondolan 25–50 % dari berat tandan buah kelapa sawit.
Perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan berat tandan dan jumlah
tandan buah serta rata-rata berat tandan (RBT) setiap minggunya pada tiap-tiap
bulan (Gambar 4).
Gambar 3. Penghitungan Jumlah Pelepah Baru, Bunga Betina, dan Tandan Buah
(Pertumbuhan Kelapa Sawit)
(a)
(b)
Gambar 4. Penimbangan Tandan Buah Sawit (a), dan Penimbangan Brondolan (b)
23
Analisis Data.
Untuk mengetahui pengaruh teknik peresapan air terhadap pertumbuhan
dan produksi kelapa sawit, akan dilakukan analisis dengan menggunakan
perbandingan kuantitatif logis. Hasil perhitungan dan pengukuran kadar air tanah
tahun 2006-2007 dan pertumbuhan serta produksi tanaman kelapa sawit tahun
2007-2008 akan dianalisis dan dikorelasikan satu dengan yang lain dalam bentuk
grafik sehingga mudah dipahami. Teknik peresapan air yang mampu meresapkan
air dan meningkatkan pertumbuhan serta produksi kelapa sawit tertinggi adalah
teknik peresapan air yang terbaik.
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
Letak Geografis
Secara administratif, lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa
Rejosari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi lampung. Desa
Rejosari terletak pada 105o08’ BT dan 5o17’ LS. Jarak Unit Usaha Rejosari dari
Ibukota Propinsi sejauh 12 km, 70 km dari Ibukota Kabupaten Lampung Selatan,
12 km dari Pelabuhan Panjang, dan 12 km dari kantor direksi PTPN VII.
Keadaan Tanah
Jenis tanah di lokasi penelitian menurut klasifikasi Dudal-Soepraptohardjo
(dalam Hardjowigeno, 2003) adalah Podsolik Merah Kuning, sedangkan menurut
klasifikasi USDA merupakan jenis Typic Kanhapludult untuk lereng atas dan
tengah serta Fluventic Dystropept untuk lereng bawah. Berdasarkan hasil analisis
sifat fisik tanah, daerah penelitian memiliki rataan kadar air kapasitas lapang
antara 26–36 % dengan rataan kadar air titik layu permanen antara 18–26 %, dan
didominasi oleh pori drainase sangat cepat.
Ciri-ciri tanah tersebut memiliki sistem drainase yang jelek dengan
kedalaman solum yang dangkal, struktur tanah yang kurang baik (karena terdapat
akumulasi liat hingga tekstur relatif berat), sehingga sering terjadi penggenangan
terutama di daerah lembah (Hardjowigeno, 2003). Selain ditemukan endapan liat,
pada kondisi tanah di Rejosari juga ditemukan lapisan kedap berupa batu pasir.
Batuan induk dari tanah ini adalah batuan endapan bersilika, napal, batu pasir,
batu liat, batuan volkanik masam (komplek gunung api Rajabasa) dan berasal dari
25
formasi Pulau Sebesi (Qvh) yang menghasilkan besi bertitan (Fe2O3,TiO2)
(Moedjimoeljanto, 1997 dalam Awaluddin, 2007).
Keadaan Topografi
Kondisi topografi lokasi penelitian ini terdiri dari dataran hingga
berombak dengan ketinggian antara 75–200 m diatas permukaan laut dengan
kemiringan lereng berkisar antara 3 hingga 8 % (Moedjimoeljanto, 1997 dalam
Awaluddin, 2007). Lokasi penelitian memiliki daerah pelembahan yang berbeda
pada tiap blok, dimana blok 2 memiliki pelembahan lebih luas yaitu 3,8 ha; blok 1
seluas 1,4 ha; dan blok 3 memiliki pelembahan yang paling sempit.
Keadaan Iklim
Curah hujan tahunan di lokasi penelitian berkisar 1.500–2.100 mm/tahun.
Jumlah hari hujan yang terjadi di daerah penelitian adalah 77–122 hari/tahun
dengan jumlah bulan kering 3–4 bulan/tahun. Water deficit yang terjadi mencapai
10–400 mm/tahun. Tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson termasuk Tipe C,
menurut Oldeman Tipe D3 dan menurut Koppen Tipe Ama (Siregar, 2003).
Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Raden Intan II (2006), ratarata suhu udara maksimum bulanan di daerah penelitian berkisar antara 31–36 oC,
sedangkan rata-rata suhu udara minimum bulanan berkisar antara 21–23 oC, dan
kelembaban udara rata-rata berkisar antara 69–87 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Guludan dan Rorak terhadap Kadar Air Tanah
Hasil pengamatan di lapang, penerapan teknik konservasi tanah dan air
berupa guludan bersaluran dan rorak dilengkapi dengan lubang resapan dan mulsa
vertikal mampu memberikan kadar air tanah yang lebih besar dibandingkan tanpa
perlakuan (kontrol).
Gambar 5 menunjukkan perbandingan kadar air tanah
bulanan pada kedalaman 0–100 cm pada setiap blok penelitian dari Januari 2006Desember 2007.
70
Blok 1
Blok 2
Blok 3
k adar air tanah ( % vo lume)
60
50
40
30
20
10
ar
'06
M
ei
'0
6
Ju
li
'0
Se 6
pt
' 06
N
ov
'06
Ja
n'
07
M
ar
'07
M
ei
' 07
Ju
li
'0
Se 7
pt
'0
7
N
ov
'07
M
Ja
n
'06
0
Gambar 5. Grafik Perbandingan Kadar Air Tanah Bulanan pada Setiap Blok
Penelitian
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat perbandingan kadar air tanah pada
setiap blok penelitian. Penerapan teknik konservasi guludan bersaluran dan rorak
pada perkebunan kelapa sawit dapat meningkatkan kadar air tanah dan
27
ketersediaan air di dalam tanah menjadi lebih stabil. Kadar air tanah rata-rata
bulanan di blok 3 dengan perlakuan rorak yang dilengkapi lubang resapan dan
mulsa vertikal sebesar 48,32 %, di blok 1 dengan perlakuan guludan yang
dilengkapi dengan mulsa vertikal sebesar 45,21 %, dan di blok 2 dengan tanpa
perlakuan (blok kontrol) sebesar 43,64 %. Rendahnya nilai kadar air tanah pada
blok 2 karena tidak adanya penerapan teknik konservasi sehingga menyebabkan
besarnya aliran permukaan dan air yang terinfiltrasi sangat sedikit.
Pada tahun pertama penerapan teknik konservasi pada perkebunan kelapa
sawit berupa guludan bersaluran di blok 1 memperlihatkan perubahan kadar air
tanah yang tidak berbeda jauh dibandingkan blok kontrol, tetapi pada periode
musim kering dapat memberikan kadar air tanah yang lebih besar dari blok
kontrol. Pada tahun kedua blok 1 (perlakuan guludan) memberikan kadar air tanah
yang lebih besar dari blok 2 (tanpa perlakuan), serta membuat kadar air tanah
menjadi lebih baik dan lebih stabil, dan blok 3 (perlakuan rorak) memiliki kadar
air tanah yang lebih besar dibandingkan blok 1 dan blok 2. Semakin banyak air
tersedia di dalam tanah, mengindikasikan bahwa nilai kadar air tanahnya lebih
stabil karena adanya penerapan teknik konservasi sehingga kebutuhan air oleh
tanaman lebih tercukupi. Ketersediaan air tanah di zona perakaran dipengaruhi
oleh kemampuan pengelolaan aliran permukaan sehingga sebagian besar air yang
jatuh dipermukaan lahan dapat masuk kedalam tanah.
Adanya guludan bersaluran dan rorak yang dilengkapi dengan lubang
resapan dan mulsa vertikal dapat menyebabkan daya tampung saluran terhadap air
hujan lebih besar, dan lebih efektif menghambat laju aliran permukaan. Air hujan
yang tertampung akan memperoleh kesempatan yang lebih lama untuk meresap
28
lebih dalam kedalam tanah melalui infiltrasi dan terdistribusi menjadi air perkolasi
dan aliran kesamping, serta tersimpan menjadi cadangan air tanah sehingga blok 1
(perlakuan guludan) dan blok 3 (perlakuan rorak) memiliki kadar air tanah yang
lebih besar dari blok 2 (tanpa perlakuan). Dengan demikian, diharapkan
peningkatan kadar air tanah tersebut dapat menunda kekeringan pada perkebunan
kelapa sawit agar produksi kelapa sawit pada musim kemarau menjadi lebih baik.
Pemberian mulsa dapat memperbaiki struktur dan meningkatkan bahan
organik tanah yang berperan dalam menahan air. Pemberian lubang resapan dan
mulsa vertikal dapat memperbesar laju infiltrasi dan meningkatkan kapasitas
tanah menahan air karena dinding permukaan yang dilindungi oleh sisa-sisa
tanaman, sehingga tidak terjadi penyumbatan pori makro pada dinding saluran.
Selain itu lubang resapan dan mulsa vertikal akan meningkatkan aktivitas
organisme tanah dalam membuat pori-pori di dalam tanah dan meningkatkan
peresapan air ke dalam tanah serta bermanfaat untuk memantapkan agregat tanah
akibat adanya bahan organik yang melapuk. Dengan demikian, pemberian mulsa
dapat mencegah kerusakan struktur tanah lapisan atas, memperbaiki aerasi dan
mempertahankan permeabilitas tanah agar lebih baik.
Pengaruh Guludan dan Rorak terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Kelapa Sawit
Penerapan teknik konservasi berupa guludan bersaluran dan rorak
dilengkapi dengan lubang resapan dan mulsa vertikal dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman kelapa sawit yang nantinya juga akan meningkatkan
produksi kelapa sawit. Pengaruh guludan bersaluran dan rorak terhadap
pertumbuhan tanaman kelapa sawit dapat dilihat dari jumlah pelepah baru, bunga
29
betina, dan tandan buah. Umumnya dalam satu bulan terdapat dua pelepah baru,
namun pada tanaman yang kekurangan air pembukaan pelepah muda terhambat
sehingga mengurangi jumlah pelepah baru. Jumlah pelepah akan berpengaruh
terhadap jumlah bakal bunga, karena tandan bunga terletak pada ketiak pelepah.
Setiap ketiak pelepah memiliki potensi untuk menghasilkan bakal bunga, maka
setiap faktor yang mempengaruhi pembentukan pelepah juga akan mempengaruhi
potensi bakal bunga serta juga dapat mempengaruhi perkembangan bunga. Tabel
4 menunjukkan rata-rata pertambahan pelepah baru pada setiap blok penelitian.
Rata-rata pertambahan pelepah baru setiap bulan pada setiap blok tidak
berbeda jauh. Pertumbuhan vegetatif pada blok 3 (perlakuan rorak) lebih besar
dibandingkan blok 1 (perlakuan guludan) dan blok 2 (tanpa perlakuan) dengan
rata-rata pertambahan pelepah baru 0,813 untuk blok 3; 0,777 untuk blok 1; dan
0,770 untuk blok 2. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan rorak lebih efektif
dalam meningkatkan kadar air tanah dibandingkan perlakuan guludan, karena
rorak mampu menampung air hujan yang jatuh dan aliran permukaan sehingga
dapat meningkatkan pertumbuhan kelapa sawit. Selain itu adanya perbedaan sifat
fisik lahan blok 3 dengan blok 1 dan blok 2. Blok 3 memiliki topografi yang
relatif datar (0–3 %) sedangkan blok 1 dan 2 memiliki topografi dengan
kemiringan 0–8 %, sehingga air yang terinfiltrasi pada blok 3 lebih banyak.
Tabel 4. Rata-rata Pertambahan Pelepah Baru
Blok (perlakuan)
1 (guludan)
2 (kontrol)
3 (rorak)
Rata-rata pertambahan pelepah
baru
0.777
0.770
0.813
30
Pengaruh guludan bersaluran dan rorak terhadap produksi total kelapa
sawit dapat dilihat pada Tabel 5. Besarnya produksi kelapa sawit pada setiap blok
penelitian berbeda. Blok 1 (perlakuan guludan) memiliki produksi kelapa sawit
yang lebih besar dibandingkan blok lainnya. Produksi kelapa sawit pada blok 1,
blok 2, dan blok 3 masing-masing sebesar 25.343,18; 22.677,38; dan 24.251,97
kg/ha/th. Blok 2 (tanpa perlakuan) memiliki produksi kelapa sawit yang lebih
rendah dibandingkan blok 1 (perlakuan guludan) dan blok 3 (perlakuan rorak).
Hal ini disebabkan tidak adanya penerapan teknik konservasi pada blok 2
sehingga air yang masuk ke dalam tanah dan tersimpan ke dalam tanah lebih
sedikit dibanding blok perlakuan konservasi. Kurangnya air yang masuk ke dalam
tanah menyebabkan blok 2 lebih cepat mengalami kekeringan yang berakibat pada
rendahnya produksi kelapa sawit. Ketersediaan air bagi tanaman merupakan aspek
yang sangat penting, sebab kondisi ketersediaan air yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan tanaman akan mengakibatkan produktivitas tanaman menurun.
Tabel 5. Produksi Total Kelapa Sawit Periode Januari 2007– Agustus 2008
Blok
(perlakuan)
1 (guludan)
2 (kontrol)
3 (rorak)
TBS (kg/ha/th)
∑ Tandan
RBT
25.343,18
31.723
21,30
22.677,38
24.251,97
30.091
31.404
20,10
20,60
Keterangan: TBS = Tandan Buah Segar; RBT = Rata-rata Berat Tandan
Pada blok 3 dengan perlakuan rorak yang dilengkapi dengan lubang
resapan dan mulsa vertikal dapat memberikan kadar air tanah yang lebih besar,
sehingga ketersediaan air bagi tanaman juga akan lebih besar dibandingkan blok 1
dengan perlakuan guludan dan blok 2 tanpa perlakuan. Dengan demikian,
31
penerapan teknik konservasi dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman kelapa sawit, tetapi pengamatan di lapangan menunjukkan blok dengan
perlakuan guludan memiliki hasil produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
blok 3 (perlakuan rorak). Hal ini terjadi karena di blok 3 terdapat lebih banyak
tanaman yang terserang penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit (Ganoderma
boninense), sehingga pertumbuhan tanaman tidak seperti tanaman normal lainnya.
Tanaman yang terserang penyakit ini pertumbuhannya akan terhambat karena
adanya gangguan dalam penyerapan air dan unsur hara oleh akar tanaman.
Penyakit ini mengakibatkan kematian tanaman fase produktif hingga 50% atau
lebih (Turner, 1981 dalam PPKS, 2006). Jumlah tanaman yang terserang di blok 3
sebanyak 110 pohon, sedangkan blok 1 dan blok 2 sebanyak 76 dan 75 pohon.
Pertambahan pelepah yang terlalu tinggi pada blok 3 (perlakuan rorak)
mengakibatkan kondisi tanah yang lebih lembab selain kadar air tanah yang tinggi
sehingga pertumbuhan penyakit busuk pangkal batang ini lebih banyak
berkembang di blok 3 (perlakuan rorak) dibanding blok 1 (perlakuan guludan) dan
blok 2 (tanpa perlakuan).
Hubungan Kadar Air Tanah dengan Pertumbuhan dan
Produksi Kelapa Sawit
Air termasuk faktor produksi yang sangat penting bagi tanaman, sehingga
untuk mencapai produksi tanaman yang optimal harus dijamin ketersediaan
airnya. Ketersediaan air yang kurang dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan meningkatnya kerusakan vegetatif tanaman, yaitu terhambatnya
pembukaan daun muda (terbentuk daun tombak) dan terdapat pelepah sengkleh
32
sehingga akan mengakibatkan menurunnya produksi daun dan akan berpengaruh
terhadap pembentukan bakal bunga.
Hasil analisis korelasi kadar air tanah dan pertambahan pelepah baru
tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 6 dan persamaannya dapat dilihat
pada Tabel Lampiran 1. Nilai korelasi blok 2 (tanpa perlakuan) dibandingkan blok
1 (perlakuan guludan) dan blok 3 (perlakuan rorak) dengan nilai masing-masing
sebesar 0,8601; 0,8004; dan 0,8085. Hal ini disebabkan blok 2 memiliki kadar air
tanah yang lebih rendah sehingga tanaman mengalami stress air, dimana saat
kebutuhan air oleh tanaman tercukupi yaitu kondisi kadar air tanahnya tinggi
(kondisi setelah hujan) akan mendorong pertambahan pelepah baru yang lebih
tinggi dibandingkan tanaman yang mendapat air cukup. Air tanah yang tersedia
lebih dimanfaatkan untuk pertumbuhan vegetatif sehingga pertumbuhan generatif
di blok 2 lebih rendah dibanding blok 1 dan blok 3.
Tabel 6. Hubungan Kadar Air Tanah dan Pertambahan Pelepah Baru Kelapa
Sawit
Blok (perlakuan)
1 (guludan)
2 (kontrol)
3 (rorak)
R2
0.8004
0.8601
r
0,895
0,927
0.8085
0,899
Selain itu kondisi ketersediaan air yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan tanaman juga akan mengakibatkan produktivitas tanaman kelapa sawit
menurun, dimana terjadi kematangan tandan yang kurang baik dan gugurnya
tandan bunga yang telah mekar, meningkatnya aborsi bakal bunga serta
berpengaruh terhadap penentuan jenis kelamin bunga yang nantinya akan
berakibat pada penurunan produksi kelapa sawit.
33
Wahid et al. (1985 dalam Siregar, 1998) menyatakan bahwa cekaman
yang mempengaruhi hasil seperti kekeringan berkisar antara 10–12 bulan sebelum
panen, sedangkan menurut Broekmans et al. (1957 dalam Siregar, 1998), bahwa
bulan-bulan dengan cekaman air (kekeringan) pada pertanaman kelapa sawit akan
menurunkan produksi tandan 24 bulan berikutnya. Pada penelitian ini akan
dilakukan pengujian hubungan kadar air tanah dengan produksi kelapa sawit pada
10-12 bulan sebelum panen dan 20-24 bulan sebelum panen. Data kadar air tanah
bulanan dan produksi kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 7, dan hasil korelasi
kadar air tanah bulanan dengan produksi kelapa sawit periode Januari 2007–
Agustus 2008 dapat dilihat pada Tabel 8, sedangkan persamaannya dapat dilihat
pada Tabel Lampiran 2.
Berdasarkan Tabel 8 tersebut bahwa kadar air tanah pada 12 bulan
sebelum panen lebih mempengaruhi produksi kelapa sawit dibandingkan 10 dan
11 bulan sebelum panen. Hal ini dilihat dari nilai korelasi kadar air tanah dengan
produksi kelapa sawit 12 bulan sebelum panen yang lebih baik dibandingkan
korelasi 10 dan 11 bulan sebelum panen walaupun nilai korelasinya sangat
rendah. Hubungan kadar air tanah dan produksi kelapa sawit dapat dikatakan baik
jika nilai korelasinya lebih dari 0,500. Menurut Riduwan (2003), nilai korelasi 0–
0,199 sangat rendah; 0,20–0,399 rendah; 0,40–0,599 cukup; 0,60–0,799 kuat; dan
0,80–1,00 sangat kuat. Dari ketiga blok penelitian nilai korelasi yang tinggi pada
blok 1 (perlakuan guludan) sebesar 0,175, kemudian blok 2 (tanpa perlakuan)
sebesar 0,100, dan blok 3 (perlakuan rorak) sebesar 0,059.
Pratiwi (2008) menyatakan bahwa produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh
cadangan air tanah 12 bulan sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai korelasi
34
cadangan air tanah 12 bulan sebelumnya paling besar dibandingkan cadangan air
tanah 11 dan 13 bulan sebelumnya.
Tabel 7. Data Kadar Air Tanah Bulanan dan Data Produksi Kelapa Sawit
Kelembaban Tanah
Bulan
Blok 1 Blok 2 Blok 3
……….…. % ………….
Jan '06
50,05
49,78
57,06
Jan '07
Produksi (TBS)
Blok 1
Blok 2
Blok 3
.…..………. Kg …..….…....
24.370
25.470
24.380
Feb '06
59,25
58,66
57,11
Feb '07
29.290
29.440
29.760
Mar '06
61,12
60,45
57,47
Mar '07
28.870
25.110
28.830
Apr '06
52,21
53,94
55,10
Apr '07
26.860
22.030
26.040
Mei '06
48,70
50,06
52,80
Mei '07
33.720
31.260
44.340
Juni '06
48,97
48,87
53,31
Juni '07
32.812
32.649
35.376
Juli '06
44,52
44,45
50,72
Juli '07
35.465
33.576
30.594
Agust '06
43,14
43,06
46,35
Agust '07
15.840
17.048
16.802
Sept '06
38,51
37,03
41,59
Sept '07
17.880
16.033
20.339
Okt '06
36,21
35,25
39,95
Okt '07
75.160
43.786
46.849
Nov '06
35,80
35,24
41,42
Nov '07
48.300
47.360
52.094
Des '06
41,79
42,96
47,98
Des '07
34.770
42.730
29.800
Jan '07
46,44
43,41
49,23
Jan '08
38.931
30.820
35.135
Feb '07
46,74
44,35
49,44
Feb '08
29.645
25.650
24.026
Mar '07
46,62
44,62
49,47
Mar '08
24.290
23.820
22.221
Apr '07
46,29
44,58
49,70
Apr '08
26.790
29.230
21.350
Mei '07
45,69
43,51
48,56
Mei '08
27.530
29.200
21.810
Juni '07
46,57
43,90
49,37
Juni '08
42.598
41.190
40.736
Juli '07
43,80
43,45
49,28
Juli '08
23.860
39.250
38.206
Agust '07
43,83
41,65
46,55
Agust '08
34.281
19.078
23.941
Sept '07
40,79
36,48
43,08
Okt '07
38,41
33,00
40,65
Nov '07
38,64
33,17
40,50
Des '07
41,00
35,44
43,03
Rata-rata
45,21
43,64
48,32
Total
651.262
604.730
612.629
Bulan
Total produksi dengan jumlah pokok sama (kg)
Produksi (kg/ha/th)
675.818
604.730
646.719
25.343,18 22.677,38 24.251,97
35
Tabel 8. Hubungan Kadar Air Tanah dan Produksi Kelapa Sawit Periode Januari
2007 – Agustus 2008
Periode pengujian
Blok
R2
r
10 bulan
1
2
3
0,000
0,012
0,019
0,000
0,110
0,138
11 bulan
1
2
3
0,091
0,000
0,005
0,302
0,000
0,071
12 bulan
1
2
3
0,175
0,100
0,059
0,418
0,316
0,243
Semakin meningkatnya kadar air tanah pada 12 bulan sebelumnya akan
meningkatkan produksi kelapa sawit dan sebaliknya, sebab air yang berada dalam
tanah dapat mencukupi kebutuhan air yang diperlukan tanaman. Hubungan kadar
air tanah dan produksi kelapa sawit 20–24 bulan berikutnya dapat dilihat pada
Tabel 9, dan Tabel Lampiran 3 menyajikan persamaan kadar air tanah dengan
produksi kelapa sawit periode Januari-Agustus 2008.
Hubungan kadar air tanah dengan produksi kelapa sawit pada ketiga blok
penelitian bervariasi. Blok 1 (perlakuan guludan) dipengaruhi kadar air tanah 24
bulan sebelumnya, blok 2 (tanpa perlakuan) dipengaruhi oleh kadar air tanah 20
bulan sebelumnya, dan blok 3 (perlakuan rorak) dipengaruhi oleh kadar air tanah
21 bulan sebelumnya. Dengan demikian, produksi kelapa sawit pada ketiga blok
penelitian lebih dipengaruhi oleh kadar air tanah 12 bulan sebelumnya.
36
Tabel 9. Hubungan Kadar Air Tanah dan Produksi Kelapa Sawit Periode Januari
– Agustus 2008
Periode pengujian
Blok
R2
r
20 bulan
1
2
3
0,001
0,407
0,166
0,032
0,638
0,407
21 bulan
1
2
3
0,002
0,092
0,188
0,045
0,303
0,434
22 bulan
1
2
3
0,025
0,008
0,077
0158
0,089
0,277
23 bulan
1
2
3
0,001
0,005
0,019
0,032
0,071
0,138
1
0,068
0,261
2
0,066
0,257
3
0,007
0,084
24 bulan
Kadar air tanah selain mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kelapa
sawit juga berpengaruh terhadap perkembangan tandan bunga. Dalam kondisi
kekeringan dapat mengakibatkan produksi tanaman menurun yang disebabkan
kegagalan tandan. Kegagalan tandan yaitu gagalnya perkembangan tandan bunga
mekar sampai tidak dapat dipanen, dan umumnya terjadi 5–6 bulan sebelum
panen kerena penyerbukan yang tidak sempurna dan kurangnya jumlah
karbohidrat.
Corley (1973 dalam Siregar, 1998) menyatakan bahwa perkembangan
tandan bunga hingga tandan buah dapat dipanen membutuhkan waktu 6 bulan.
Berdasarkan pengamatan dilapangan, munculnya tandan bakal bunga dari ketiak
pelepah terjadi 8–9 bulan sebelum panen. Waktu yang dibutuhkan bunga betina
37
hingga tandan matang sekitar 6–7 bulan. Pada penelitian ini lakukan pengujian
hubungan jumlah tandan bunga betina dengan jumlah tandan matang pada 6, 7, 8,
dan 9 bulan sebelum panen. Tabel 10 menunjukkan korelasi hubungan tandan
bunga betina dan tandan matang.
Berdasarkan tabel tersebut, korelasi jumlah tandan bunga betina 9 bulan
sebelumnya mempengaruhi jumlah tandan matang. Nilai korelasi pada periode 9
bulan sebelumnya lebih tinggi dibandingkan dengan periode bulan lainnya. Blok 1
(perlakuan guludan) memiliki korelasi yang paling tinggi sebesar 0,628, diikuti
blok 3 (perlakuan rorak) sebesar 0,539, dan paling rendah pada blok 2 (tanpa
perlakuan) sebesar 0,230. Pada blok 2 memiliki nilai korelasi yang paling rendah,
karena kurangnya ketersediaan air pada saat perkembangan bunga sehingga bunga
mengalami aborsi sebelum menjadi tandan. Jumlah tandan bunga betina yang
dihasilkan belum menjamin akan menjadi tandan buah yang dapat dipanen. Hal
ini dapat disebabkan terjadinya aborsi bunga betina dan kegagalan tandan karena
kondisi kurangnya ketersediaan air sehingga perkembangan bunga terhambat.
Menurut Corley (1973 dalam Siregar, 1998), penyebab terjadinya aborsi
adalah
kurangnya
karbohidrat
untuk
perkembangan
bunga,
kurangnya
ketersediaan air, dan pengurangan daun yang terlalu banyak sehingga tanaman
mengalami cekaman, dan kegagalan tandan merupakan tandan yang gagal
berkembang dari bunga mekar sampai tidak dapat dipanen.
38
Tabel 10. Hubungan Tandan Bunga Betina dan Tandan Matang
Periode pengujian
Blok
R2
r
6 bulan
1
2
3
0,321
0,093
0,011
0,567
0,305
0,105
7 bulan
1
2
3
0,354
0,043
0,005
0,595
0,207
0,071
8 bulan
1
2
3
0,446
0,101
0,219
0,668
0,318
0,468
9 bulan
1
2
3
0,629
0,231
0,540
0,793
0,481
0,735
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
a. Perlakuan teknik konservasi tanah dan air yang diterapkan dapat
meningkatkan kadar air tanah menjadi lebih baik dan lebih stabil. Blok 3
dengan perlakuan rorak dan blok 1 dengan perlakuan guludan bersaluran
memiliki kadar air tanah bulanan yang lebih besar dari blok 2 sebagai blok
kontrol yaitu masing-masing sebesar 48,32 %, 45,21 %, dan 43,64 %.
b. Pertumbuhan pelepah baru pada setiap blok tidak berbeda jauh. Besarnya
pertumbuhan pada blok 1, blok 2, dan blok 3 masing-masing sebesar 0,777;
0,770; dan 0,813.
c. Produksi tandan kelapa sawit pada blok perlakuan konservasi lebih tinggi
dibandingkan blok kontrol. Produksi TBS pada blok 1, blok 2, dan blok 3
masing-masing sebesar 25.343,18; 22.677,38; dan 24.251,97 kg/ha/th.
d. Kadar air tanah memiliki korelasi dengan pertambahan pelepah baru dan
produksi kelapa sawit pada ketiga blok penelitian.
e. Jumlah tandan matang memiliki korelasi dengan jumlah bunga betina 9 bulan
sebelumnya.
Saran
Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk melihat pengaruh guludan
dan rorak terhadap kadar air tanah, pertumbuhan dan produksi kelapa sawit.
Selain itu juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kadar
air tanah terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit, salah satunya dengan
cara mengkorelasikan nilai kadar air tanah yang tinggi dengan produksi kelapa
40
sawit yang juga tinggi dan nilai kadar air tanah yang rendah dengan produksi
kelapa sawit yang juga rendah sehingga dapat melihat keeratan hubungan kadar
air tanah dengan produksi kelaapa sawit.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., S. Sutomo, dan N. Sutrisno. 2005. Teknologi Pengendalian
Erosi Lahan Berlereng dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering
Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Puslitbangtanak.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Awaluddin. 2007. Pengaruh Teknik Konservasi Tanah dan Air terhadap
Perubahan Cadangan Air Tanah pada Perkebunan Kelapa Sawit. Skripsi.
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Institut Pertanian Bogor.
[Balitbang]Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Prospek dan
Arah Pengembangan Agribisnis: Kelapa Sawit.
http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b4sawit (04/01/2008)
[Balitklimat]Badan Penelitian Klimatologi Departemen Pertanian. 2007.
Pengelolaan Air untuk Peningkatan Ketersediaan Air Tanaman Kelapa
Sawit di PTPN VIII Cimulang.
http://balitklimat.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&tas
k=view&id=117&Itemid=9 (04/01/2008)
[BMG]Badan Meteorologi dan Geofisika Raden Inten II. 2006. Data Iklim 20002005. Lampung Selatan.
[Balittan]Balai Penelitian Tanah. 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman
Semusim Lahan Kering.
http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/p3234043.pdf (04/01/2008)
Brata, K. R., Sudarmo, dan D. Waluyo. 1992. Pemanfatan Sisa Tanaman sebagai
Mulsa Vertikal dalam Usaha Konservasi Tanah dan Air pada Pertanian
Lahan Kering di Tanah Latosol Dramaga. Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian IPB. Bogor.
________. 1994. Penggunaan Cacing Tanah untuk Meningkatkan Efektivitas
Mulsa Vertikal sebagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air. Fakultas
Pertanian IPB. Bogor.
Darmosarkoro, W., I.Y. Harahap, E. Syamsuddin. 2003. Kultur Teknis pada
Kelapa Sawit pada Kondisi Kekeringan dan Upaya Penanggulangannya
dalam Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit, Medan.
[Ditjenbun]Direktorat Jenderal Perkebunan. 2008. Komitmen Pemerintah
Membangun Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.
http://ditjenbun.deptan.go.id//index.php?option=com_content&task=view
&id=263&Itemid=62 (04/01/2008)
42
Harahap, I.Y., Winarna, dan E.S. Sutarta. 2003. Produktivitas Tanaman Kelapa
Sawit: Tinjauan dari Aspek Tanah dan Iklim dalam Lahan dan Pemupukan
Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Hazriani, R. 2004. Hubungan antara Ketersediaan Air Tanah dengan Produksi
Tandan Buah Kelapa Sawit di Area PT.Sinar Dinamika Kapuas I
Kabupaten Sintang. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Karama, A. S. 2004. Kekeringan dan Banjir, Bom Besar bagi Pertanian Indonesia.
http://suarapembaruan.com/News/2004/9/16
Mansjur, H. A. 1980. Budidaya Tanaman Panili dan Kelapa Sawit. Institut
Pertanian Bogor.
Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pratiwi, I. 2008. Pengaruh Guludan dan Rorak Terhadap Produksi Kelapa Sawit di
Unit Usaha rejosari PTPN VII Lampung selatan. Skripsi. Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Institut Pertanian Bogor.
Riduwan. 2003. Dasar-dasar Statistika. Alfabeta. Bandung.
Sastrosayono, S. 2006. Budi daya Kelapa Sawit. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Setyamidjaja, D. 1991. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta.
Sinukaban, N. 1986. Dasar-dasar Konservasi Tanah dan Perencanaan Pertanian
Konservasi. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Siregar, H. H. 1998. Model Simulasi Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan
Karakteristik Kekeringan Kasus Kebun Kelapa Sawit di Lampung. Tesis.
Program Pascasarjana IPB. Bogor.
____________. 2003. Rancang Bangun Model Penilaian Kesesuaian dan
Dinamika Iklim untuk Perkebunan Kelapa Sawit. Disertasi. Program
Pascasarjana IPB. Bogor.
Tim Penulis PS. 1999. Kelapa Sawit: Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil, dan
Aspek Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta.
Umboh, A. H. 2000. Petunjuk Penggunaan Mulsa. Penebar Swadaya. Jakarta.
LAMPIRAN 44
Tabel Lampiran 1. Persamaan Hubungan Kadar Air Tanah dan Pertambahan
Pelepah Baru Kelapa Sawit
Blok
Persamaan
R2
1 (guludan)
y = 24,6604ln(x) – 16,85
0,8004
2 (kontrol)
y = 2,4654ln(x) – 8,3519
0,8601
3 (rorak)
y = 3,6498ln(x) – 13,238
0,8085
Keterangan: y = produksi kelapa sawit (TBS dalam Kg)
x = kadar air tanah (% volume)
Tabel Lampiran 2. Persamaan Hubungan Kadar Air Tanah dan Produksi Kelapa
Sawit Periode Januari 2007–Agustus 2008
Periode
Blok
Persamaan
R2
1
2
3
1
2
3
1
2
3
y = 1.523,5ln(x) + 26.782
y = 6.690,2ln(x) + 5.063,5
y = 12.988ln(x) – 19.614
y = -28.165ln(x) + 140.055
y = -1.189,9ln(x) + 34.748
y = 6.444,1ln(x) + 5.593,2
y = -39.256ln(x) +182.782
y = -19.769ln(x) + 105.496
y = -22.946ln(x) + 120.109
0,000
0,012
0,019
0,091
0,000
0,005
0,175
0,100
0,059
pengujian
10 bulan
11 bulan
12 bulan
Keterangan: y = produksi kelapa sawit (TBS dalam Kg)
x = kadar air tanah (% volume)
45
Tabel Lampiran 3. Persamaan Hubungan Kadar Air Tanah dan Produksi Kelapa
Sawit Periode Januari–Desember 2008
Periode
pengujian
20 bulan
21 bulan
22 bulan
23 bulan
24 bulan
Blok
Persamaan
R2
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
y = 1.586,1ln(x) + 25.065
y = -34.205ln(x) + 157.435
y = -28.914ln(x) + 139.441
y = -2.135,4ln(x) + 39.028
y = -13.614ln(x) + 80.974
y = -27.197ln(x) + 133.318
y = 6.514,8ln(x) + 6.034,3
y = -3.629ln(x) + 43.672
y = -16.937ln(x) + 94.441
y = -1.069,6ln(x) + 35.154
y = -3.143,6ln(x) + 42.013
y = -10.157ln(x) + 68.470
y = -14.664ln(x) + 8.854
y = -15.863ln(x) + 92.101
y = -9.068,1ln(x) + 64.536
0,001
0,407
0,166
0,002
0,092
0,188
0,025
0,008
0,077
0,001
0,005
0,019
0,068
0,066
0,007
Keterangan: y = produksi kelapa sawit (TBS dalam Kg)
x = kadar air tanah (% volume)
Tabel Lampiran 4. Persamaan Hubungan Tandan Bunga Betina dan Tandan
Matang
Periode
pengujian
6 bulan
7 bulan
8 bulan
9 bulan
Blok
Persamaan
R2
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
y = -3,73ln(x) – 1,124
y = -0,77ln(x) + 2,446
y = 0,283ln(x) + 3,568
y = -1,74ln(x) + 1,266
y = -0,37ln(x) + 2,842
y = 0,13ln(x) + 3,333
y = -1,32ln(x) + 1,898
y = -0,501ln(x) + 2,825
y = -0,80ln(x) + 3,051
y = -1,57ln(x) + 1,965
y = -0,75ln(x) + 2,747
y = -1,26ln(x) + 2,865
0321
0,093
0,011
0,354
0,042
0,005
0,446
0,101
0,219
0,628
0,230
0,539
Keterangan: y = produksi kelapa sawit (TBS dalam Kg)
x = kadar air tanah (% volume)
Tabel Lampiran 5. Data Harian Produksi Kelapa Sawit Periode Januari – Desember 2007
Tanggal
03/01/2007
10/01/2007
16/01/2007
24/01/2007
31/01/2007
Januari
Total
(kg)
5.470
2.670
2.960
1.950
11.320
24.370
07/02/2007
14/02/2007
22/02/2007
29/02/2007
Februari
s/d BI
Blok I (375)
Tandan
RBT
23,58
17,01
16,91
7,25
39,58
21,78
1.510
7.680
11.320
8.780
29.290
53.660
150
308
511
392
1.361
2.480
10,07
24,94
22,15
22,40
21,52
21,64
680
922
1.450
1.150
4.202
7.414
06/03/2007
15/03/2007
21/03/2007
28/03/2007
Maret
s/d BI
4.760
9.000
7.060
8.050
28.870
82.530
222
449
334
388
1.393
3.873
21,44
20,04
21,14
20,75
20,73
21,31
04/04/2007
11/04/2007
18/04/2007
24/04/2007
April
s/d BI
7.080
8.210
5.980
5.590
26.860
109.390
346
435
777
312
1.870
5.743
20,46
18,87
7,70
17,92
14,36
19,05
Total
(kg)
7.520
2.760
3.710
3.210
8.270
25.470
Blok II (415)
Tandan
RBT
337
167
243
276
253
1.276
22,31
16,53
15,27
11,63
32,69
19,96
Brondol
(kg)
810
331
445
385
992
2.963
4.780
8.240
7.170
9.250
29.440
54.910
236
302
375
1.260
2.173
3.449
20,25
27,28
19,12
7,34
13,55
15,92
310
989
1.050
1.200
3.549
6.512
600
1.300
840
1.050
3.790
11.204
6.400
6.000
2.100
10.610
25.110
80.020
308
281
273
528
1.390
4.839
20,78
21,35
7,69
20,09
18,06
16,54
950
1.200
2.222
800
5.172
16.376
4.970
6.050
4.750
6.260
22.030
102.050
247
269
617
330
1.463
6.302
20,12
22,49
7,70
18,97
15,06
16,19
Total
(kg)
4.030
3.490
2.950
2.960
10.950
24.380
Blok III (414)
Tandan
RBT
173
159
134
273
290
1.029
23,29
21,95
22,01
10,84
37,76
23,69
Brondol
(kg)
450
419
350
355
1.314
2.888
3.410
9.220
9.920
7.210
29.760
54.140
141
220
411
938
1.710
2.739
24,18
41,91
24,14
7,69
17,40
19,77
200
1.106
1.150
2.194
4.650
7.538
900
500
638
1.450
3.488
10.000
5.830
3.280
3.010
16.710
28.830
82.970
256
167
541
677
1.641
4.380
22,77
19,64
5,56
24,68
17,57
18,94
750
600
1.266
1.840
4.456
11.994
650
750
1.764
900
4.064
14.064
8.940
6.920
3.550
6.630
26.040
109.010
443
347
209
306
1.305
5.685
20,18
19,94
16,99
21,67
19,95
19,18
1.250
950
597
800
3.597
15.591
46
232
157
175
269
286
1.119
Brondol
(kg)
700
320
600
234
1.358
3.212
Tabel Lampiran 5 Lanjutan.
Tanggal
02/05/2007
08/05/2007
15/05/2007
25/05/2007
29/05/2007
Mei
s/d BI
Total
(kg)
6.960
3.950
8.260
6.930
7.620
33.720
143.110
08/06/2007
14/06/2007
20/06/2007
28/06/2007
Juni
s/d BI
Blok I (375)
Tandan
RBT
21,75
16,81
18,65
23,10
18,81
19,80
19,22
10.660
6.360
6.330
9.462
32.812
175.922
537
328
339
436
1.640
9.086
19,85
19,39
18,67
21,70
20,01
19,36
800
1.000
840
1.325
3.965
25.081
04/07/2007
11/07/2007
18/07/2007
23/07/2007
30/07/2007
Juli
s/d BI
6.988
8.750
7.560
8.217
3.950
35.465
211.387
342
412
219
396
184
1.553
10.639
20,43
21,24
34,52
20,75
21,47
22,84
19,87
08/08/2007
15/08/2007
22/08/2007
29/08/2007
Agustus
s/d BI
2.940
4.260
5.070
3.570
15.840
227.227
152
220
253
192
817
11.456
19,34
19,36
20,04
18,59
19,39
19,83
Total
(kg)
5.300
6.860
7.990
7.920
3.190
31.260
133.310
Blok II (415)
Tandan
RBT
299
397
440
481
206
1.823
8.125
17,73
17,28
18,16
16,47
15,49
17,15
16,41
Brondol
(kg)
800
1.050
1.160
1.165
500
4.675
18.739
10.430
5.310
7.020
9.889
32.649
165.959
532
268
357
468
1.625
9.750
19,61
19,81
19,66
21,13
20,09
17,02
810
900
1.260
1.520
4.490
23.229
950
1.050
700
1.200
600
4.500
29.581
6.642
8.706
5.670
8.638
3.920
33.576
199.535
341
408
288
419
174
1.630
11.380
19,48
21,34
19,69
20,62
22,53
20,60
17,53
550
700
810
600
2.660
32.241
4.928
3.400
4.280
4.440
17.048
216.583
246
160
234
241
881
12.261
20,03
21,25
18,29
18,42
19,35
17,66
Total
(kg)
16.400
1.420
13.250
7.690
5.580
44.340
153.350
Blok III (414)
Tandan
RBT
561
150
1.269
440
290
2.710
8.395
29,23
9,47
10,44
17,48
19,24
16,36
18,27
Brondol
(kg)
2.000
700
1.600
1.000
800
6.100
21.691
11.266
4.780
7.400
11.930
35.376
188.726
564
260
341
526
1.691
10.086
19,98
18,38
21,70
22,68
20,92
18,71
1.393
850
1.050
1.725
5.018
26.709
1.150
1.200
925
1.300
600
5.175
28.404
6.630
8.724
3.310
7.330
4.600
30.594
219.320
311
451
189
376
232
1.559
11.645
21,32
19,34
17,51
19,49
19,83
19,62
18,83
1.000
1.280
600
1.275
800
4.955
31.664
750
500
700
750
2.700
31.104
3.992
3.900
4.530
4.380
16.802
236.122
186
218
231
256
891
12.536
21,46
17,89
19,61
17,11
18,86
18,84
460
700
700
750
2.610
34.274
47
320
235
443
300
405
1.703
7.446
Brondol
(kg)
1.000
550
1.100
1.000
1.090
4.740
21.116
Tabel Lampiran 5 Lanjutan.
Tanggal
06/09/2007
11/09/2007
20/09/2007
26/09/2007
September
s/d BI
Total
(kg)
3.560
3.810
4.890
5.620
17.880
245.107
02/10/2007
08/10/2007
21/10/2007
31/10/2007
Oktober
s/d BI
Blok I (375)
Tandan
RBT
207
229
279
305
1.020
12.476
17,20
16,64
17,53
18,43
17,53
19,65
Brondol
(kg)
600
625
760
850
2.835
35.076
5.950
8.220
30.780
30.210
75.160
320.267
309
465
1.529
1.450
3.753
16.229
19,26
17,68
20,13
20,83
20,03
19,73
900
1.100
6.000
3.200
11.200
46.276
08/11/2007
14/11/2007
28/11/2007
November
s/d BI
16.460
15.740
16.100
48.300
368.567
839
712
806
2.357
18.586
19,62
22,11
19,98
20,49
19,83
05/12/2007
17/12/2007
18/12/2007
19/12/2007
Desember
s/d BI
Σ pkk sama
15.970
7.540
11.260
0
34.770
403.337
419.791
729
325
484
0
1.538
20.124
20.945
21,91
23,20
23,26
22,61
20,04
20,04
Total
(kg)
1.633
4.040
6.180
4.180
16.033
232.616
Blok II (415)
Tandan
RBT
99
253
359
235
946
13.207
16,49
15,97
17,21
17,79
16,95
17,61
Brondol
(kg)
332
700
1.000
650
2.682
33.786
7.340
0
23.866
12.580
43.786
276.402
403
0
1.305
608
2.316
15.523
18,21
975
18,29
20,69
18,91
17,81
2.600
1.200
2.000
5.800
52.076
0
25.270
22.090
47.360
323.762
0
1.228
1.005
2.233
17.756
2.500
1.000
1.800
0
5.300
57.376
59.717
19.120
15.790
7.820
42.730
366.492
366.492
Total
(kg)
2.594
4.770
7.585
5.390
20.339
256.461
Blok III (414)
Tandan
RBT
158
283
415
305
1.161
13.697
16,42
16,86
18,28
17,67
17,52
18,72
489
0
1.394
568
2.451
16.148
21,22
3.600
1.600
6.175
39.961
10.379
0
24.700
11.770
46.849
303.310
20,58
21,98
21,21
18,23
0
4.900
4.500
9.400
49.361
0
24.374
27.720
52.094
355.404
920
20,78
3.000
730
366
2.016
19.772
19.772
21,63
21,37
21,20
18,54
18,54
2.800
1.300
7.100
56.461
56.461
Brondol
(kg)
352
775
1.100
900
3.127
37.401
17,72
20,72
19,11
18,78
1.000
0
3.800
1.800
6.600
44.001
0
1.223
1.209
2.432
18.580
19,93
22,93
21,42
19,13
0
4.800
5.000
9.800
53.801
13.750
670
20,52
2.400
16.050
29.800
385.204
407.093
764
1.434
20.014
21.151
21,01
20,78
19,25
19,25
3.000
5.400
59.201
62.565
48
Tabel Lampiran 6. Data Harian Produksi Kelapa Sawit Periode Januari – Agustus 2008
Tanggal
Blok I (375)
Tandan
RBT
05/02/2008
18/02/2008
27/02/2008
Februari
s/d BI
16.545
13.100
0
29.645
68.576
610
539
0
1.149
2.809
27,1
24,3
04/03/2008
12/03/2008
18/03/2008
28/03/2008
Maret
s/d BI
13.530
0
10.760
0
24.290
92.866
560
0
463
0
1.023
3.832
24,2
02/04/2008
09/04/2008
17/04/2008
28/04/2008
April
s/d BI
11.520
0
15.270
0
26.790
119.656
486
0
649
0
1.135
4.967
648
0
756
256
1.660
24,0
Brondol
(kg)
3.000
0
2.800
800
6.600
Total
(kg)
Blok II (415)
Tandan
RBT
0
7.180
12.130
11.510
30.820
0
324
558
498
1.380
2.500
1.900
0
4.400
11.000
14.500
11.150
0
25.650
56.470
596
507
0
1.103
2.483
24,3
22,0
14.080
0
9.740
0
23.820
80.290
573
0
425
0
998
3.481
24,6
23,7
24,2
2.000
0
1.600
0
3.600
14.600
23,7
0,0
23,5
0,0
23,6
24,1
1.800
0
2.250
0
4.050
18.650
13.070
0
16.160
0
29.230
109.520
555
0
517
0
1.072
4.553
23,1
23,0
23,5
25,8
24,4
23,2
Brondol
(kg)
Total
(kg)
Blok III (414)
Tandan
RBT
Brondol
(kg)
0
1.200
2.000
1.800
5.000
0
13.250
14.585
7.300
35.135
0
608
681
328
1.617
21,8
21,4
22,3
21,7
0
2.000
2.000
1.250
5.250
2.000
1.500
0
3.500
8.500
10.579
12.320
1.127
24.026
59.161
452
437
49
938
2.555
23,4
28,2
23,0
25,6
23,2
1.580
1.500
500
3.580
8.830
23,9
23,1
2.050
0
1.150
0
3.200
11.700
9.210
2.350
9.800
861
22.221
81.382
400
104
416
41
961
3.516
23,0
22,6
23,6
21,0
23,1
23,1
1.150
350
1.950
129
3.579
12.409
23,5
0,0
31,3
0,0
27,3
24,1
1.950
0
1.800
0
3.750
15.450
5.720
1.320
8.100
6.210
21.350
102.732
200
60
363
251
874
4.390
28,6
22,0
22,3
24,7
24,4
23,4
700
185
1.000
1.300
3.185
15.594
22,2
21,7
23,1
22,3
23,3
22,7
22,9
49
31/12/2007
01/01/2008
16/01/2008
24/01/2008
Januari
Total
(kg)
15.550
0
17.491
5.890
38.931
Tabel Lampiran 6 Lanjutan.
02/05/2008
08/05/2008
15/05/2008
24/05/2008
Mei
s/d BI
Total
(kg)
12.770
0
14.760
0
27.530
147.186
03/06/2008
19/06/2008
25/06/2008
Juni
s/d BI
03/07/2008
04/07/2008
08/07/2008
14/07/2008
15/07/2008
17/07/2008
29/07/2008
31/07/2008
Juli
s/d BI
Tanggal
Blok I (375)
Tandan
RBT
590
0
540
0
1.130
6.097
21,6
0,0
27,33
0,00
24,4
24,1
Brondol
(kg)
1.700
0
1.775
0
3.475
22.125
24.148
18.450
0
42.598
189.784
1.032
761
0
1.793
7.890
23,40
24,24
0,00
23,8
24,1
3.500
3.200
0
6.700
28.825
0
12.110
0
0
0
11.750
0
0
23.860
213.644
0
498
0
0
0
552
0
0
1.050
8.940
0,0
24,3
0,0
0,0
0,0
21,3
0,0
0,0
22,7
23,9
0
2.050
0
0
0
2.275
0
0
4.325
33.150
Total
(kg)
14.660
0
14.540
0
29.200
138.720
Blok II (415)
Tandan
RBT
623
0
618
0
1.241
5.794
23,5
0,0
23,53
0,00
23,5
23,9
Brondol
(kg)
2.200
0
2.200
0
4.400
19.850
23.720
17.470
0
41.190
179.910
1.026
837
0
1.863
7.657
23,12
20,87
0,00
22,1
23,5
4.175
3.400
0
7.575
27.425
13.610
0
0
11.830
0
0
13.810
0
39.250
219.160
610
0
0
500
0
0
645
0
1.755
9.412
22,3
0,0
0,0
23,7
0,0
0,0
21,4
0,0
22,4
23,3
2.475
0
0
1.950
0
0
2.400
0
6.825
34.250
Total
(kg)
11.270
2.610
6.840
1.090
21.810
124.542
Blok III (414)
Tandan
RBT
483
116
320
51
970
5.360
23,3
22,5
21,38
21,37
22,5
23,2
Brondol
(kg)
1.800
420
1.100
163
3.483
19.077
22.290
12.886
5.560
40.736
165.278
888
483
209
1.580
6.940
25,10
26,68
26,60
25,8
23,8
3.200
2.000
825
6.025
25.102
10.830
0
1.716
10.370
2.380
0
8.950
3.960
38.206
203.484
406
0
66
460
110
0
431
195
1.668
8.608
26,7
0,0
26,0
22,5
21,6
0,0
20,8
20,3
22,9
23,6
1.675
0
600
1.750
425
0
1.720
554
6.724
31.826
50
Tabel Lampiran 6 Lanjutan.
Tanggal
8/1/2008
8/2/2008
8/4/2008
8/5/2008
8/12/2008
8/20/2008
8/26/2008
8/31/2008
blm panen
Agustus
s/d BI
∑ pokok sama
Blok I (375)
Total
Tandan
(kg)
4260
140
1765
58
5460
229
6160
282
5200
254
2060
99
6370
312
1640
72
1366
60
34281
1506
247925
10446
257273
10840
RBT
30.43
30.43
23.84
21.84
20.47
20.81
20.42
22.78
Brondol
(kg)
596
247
1100
1000
900
350
1125
275
22.76
23.73
23.73
5593
38743
40204
Blok II (415)
Total
Tandan
(kg)
0
0
0
0
0
0
0
0
9301
448
0
0
6530
305
493
23
2754
131
19078
907
238238
10319
238238
10319
RBT
0.00
0.00
0.00
0.00
20.76
0.00
21.41
21.43
Brondol
(kg)
0
0
0
0
1581
0
1050
70
21.03
23.09
23.09
2701
36951
36951
Blok III (414)
Total
Tandan
(kg)
0
0
0
0
0
0
0
0
11660
543
1518
70
5673
276
5090
238
23941
227425
240080
1127
9735
10277
RBT
0.00
0.00
0.00
0.00
21.47
21.69
20.55
21.39
Brondol
(kg)
0
0
0
0
1924
225
908
925
21.24
23.36
23.36
3982
35808
37801
51
52
Tabel Lampiran 7. Kebutuhan Air untuk Pertumbuhan pada Berbagai Umur
Tanaman Kelapa Sawit
Umur
(tahun)
<2
2 - 2.9
3 - 4.9
5 - 6.9
7 - 8.9
≥9
Indeks Luas
Daun (LAI)
1.8
3.1
4.0
4.9
5.1
6.4
Koefisien
Tanaman (Kc)
0.82
0.83
0.86
0.92
0.93
0.93
ETo
(mm/hari)
Kebutuhan Air
(ETc)
5
5
5
5
5
5
mm/hari mm/bulan
4.10
123.0
4.15
124.5
4.30
129.0
4.60
138.0
4.65
139.5
4.65
139.5
Keterangan: ETo, Nilai rerata harian evapotranspirasi selama setahun, yang dihitung
menggunakan metode Penman
Sumber: Jurnal Penelitian Kelapa Sawit, 1999
Tabel Lampiran 8. Standar Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan Lahan Pada Umur 3 s/d 25 Tahun yang Dibuat Oleh Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS, 2003)
Umur
(tahun)
Klasifikasi Lahan dan Produksi
III
JTP
15,9
17,4
16,6
15,4
15,7
14,8
12,9
12,5
11,5
10,8
10,3
9,6
9,1
8,3
7,4
6,7
6,0
5,5
5,1
4,6
4,2
3,8
3,6
9,9
RBT
3,0
5,3
6,7
8,5
10,8
12,7
15,5
16,0
17,4
18,5
19,5
20,0
20,6
21,8
23,0
24,2
25,5
26,6
27,4
28,4
29,4
30,4
31,2
19,2
53
I
II
TBS
JTP
RBT
TBS
JTP
RBT
TBS
3
9,0
21,6
3,2
7,3
18,1
3,1
6,2
4
15,0
19,2
6.0
13,5
17,6
5,9
12,0
5
08,0
18,5
7,5
16,0
17,3
7,1
14,5
6
21,1
16,2
10.0
18,5
15,1
9,4
17,0
7
26,0
16,0
12,5
23,0
15,0
11,8
22,0
8
30,0
15,3
15,1
25,5
14,9
13,2
24,5
9
31,0
14,0
17.0
28,0
13,1
16,5
26,0
10
31,0
12,9
18,5
28,0
12,3
17,5
26,0
11
31,0
12,2
19,6
28,0
11,6
18,5
26,0
12
31,0
11,6
20,5
28,0
11,0
19,5
26,0
13
31,0
11,3
21,1
28,0
10,8
20,0
26,0
14
30,0
10,3
22,5
27,0
10,1
20,5
25,0
15
27,9
9,3
23.0
26,0
9,2
21,8
24,5
16
27,1
8,5
24,5
25,5
8,5
23,1
23,5
17
26,0
8,0
25.0
24,5
7,8
24,1
22,0
18
24,9
7,4
26.0
23,5
7,2
25,2
21,0
19
24,1
6,7
27,5
22,5
6,6
26,4
20,0
20
23,1
6,2
28,5
21,5
5,9
27,8
19,0
21
21,9
5,8
29.0
21,0
5,6
28,6
18,0
22
19,8
5,1
30.0
19,0
5,0
29,4
17,0
23
18,9
4,8
30,5
18,0
4,6
30,1
16,0
24
18,1
4,4
31,9
17,0
4,2
31,0
15,0
25
17,1
4,1
32,4
16,0
3,8
32,0
14,0
rata-rata
24,0
10,8
20,9
22,0
10,2
20,1
20,0
Keterangan: JTP = Jumlah tandan/pokok/tahun; RBT = Rata-rata bobot satu tandan; TBS = Tandan buah segar (ton/ha/tahun)
Gambar Lampiran 1. Lokasi Penelitian
U
Blok 1 (375)
Guludan
….. Rorak
Througfall
AWLR
dan
sekat ukur
Panci Kelas A
Penakar hujan
Kantor
Sungai
54
Blok 3 (414)
Blok 2 (415)
Download