Volume 15, Nomor 2, Hal. 57- 64 Juli – Desember 2013 ISSN:0852-8349 RESPON KETAHANAN SIFAT FISIK ULTISOL TERHADAP PENGGANTIAN HUTAN SEKUNDER DENGAN TANAMAN AKASIA DAN PINUS Hasriati Nasution Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat - Jambi 36361 Abstrak Suatu penelitian di lapangan yang bertujuan untuk melihat respon ketahanan Sifat Fisik Ultisol terhadap penggantian Hutan Sekunder dengan tanaman Akasia dan Pinus. Penelitian dilaksanakan di tiga lokasi yaitu Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Muaro Jambi dan Kodya Jambi pada tanah Ultisol yaitu Hutan Sekunder, tanaman Akasia dan Pinus. Penelitian mengunakan tanah Ultisol pada hutan sekunder, di perkebunan Akasia dan pada hutan pinus. Sampel diambil pada kedalaman 0 – 30 cm. Jumlah sampel setiap pengunaan tanah diambil 4 sampel. Sifat fisik tanah yang dianalisis adalah bahan organik, tekstur, berat volume, total ruang pori, kadar air, permeabelitas, erodibilitas dan erosi tanah. Prediksi erosi dengan menggunakan formula USLE. Untuk melihat perbedaan ketahanan sifat fisik Ultisol dari Hutan Sekunder, Akasia dan Pinus di Uji dengan mengunakan Uji T Tidak Berpasangan. Hasil pengamatan menunjukan pada tanah Ultisol dengan vegetasi hutan sekunder berbeda dengan vegetasi akasia dan pinus pada parameter kandungan bahan organik, tekstur, permiabelitas, erodibilitas, erosi tanah. Sedangkan pada tanah vegetasi akasia dan pinus mempunyai ketahanan sifat fisik yang sama pada kandungan bahan organik, tekstur, berat volume, total ruang pori, dan erodibilitas tanah. Erosi yang tanah yang terbesar yang tejadi pada vegetasi Akasia, kemudian pada Pinus. Kata kunci: Hutan Sekunder, Akasia Pinus dalam ketahanan sifat fisik Ultisol PENDAHULUAN Dalam rangka memenuhi kebutuhan penduduk dan negara dalam hal hasil kayu maka banyak hutan yang telah ditebang baik secara legal maupun dengan illegal akibatnya banyak hutan yang telah rusak. Hutan sebagai salah satu sumber alam yang yang dimiliki Indonesia merupakan aset nasional dalam hal mendatangkan devisa Negara terutama dari hasil kayu. Oleh karena itu upaya pemerintah dalam mempertahankan kelestarian hutan di Indonesia yaitu menegakkan bentuk kebijaksanaan agar pemanfaatan dan pengelolaan hutansecara berkesinambunggan ada- lah dengan melaksanakan penanaman kembali dalam bentuk hutan tanaman industri ( HTI) ( Hafiansyah, 1999 ). Pembangunan HTI pada saat ini dan masa yang akan datang diarahkan pada kawasan hutan produksi yang telah gundul, pada lahan yang kosong, tanah –tanah belukar dan padang alangalang dan hutan rawang (Khairudin, 1994).Namun tidak menutup kemungkinan hutan alam dan hutan sekunder yang masih produktif dapat dikonversi menjadi HTI melalui tebang pilih atau tebang habis. Ultisol merupakan order tanah yang dominan pada lahan kering 57 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains marginal di mana luasnya mencapai luasan 51 juta ha atau 29,7 % dari daratan Indonesia (Munir , 1996). Di Propinsi Jambi luasan Ultisol mencapai 2.726633 ha atau 53% dari dataran propinsi Jambi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010). Masalah utama sifat fisik tanah Ultisol adalah stabilitas agregat yang kurang mantap, permiabelitas sedang sampai lambat, daya pegang air yang rendah (Munir, 1996 ). Disamping itu tanah mudah memadat dan mempunyai porositas rendah sehingga infiltrasi dan perkolasi rendah dan tanah mudah tererosi (Soepardi, 1983 ). Pada umumnya tanah ultisol berada pada daerah beriklilm tropika basah yang mempunyai curah hujan melebihi evapotranspirasi potensial hampir sepanjang tahun dan suhu tinggi dengan fluktuasi kecil antara siang dan malam. Penebangan hutan dan pembukaan lahan untuk tanaman HTI biasanya dilakukan dengan pengunaan alat berat seperti buldozer dan exavator. Keuntungannya dengan pengunaan alat-alat ini akan dapat membuka lahan akan lebih cepat dan lebih ekonomis. Namun pengunaan alat tersebut berdampak negartif terhadap sifat fisik tanah seperti : penghancuran agregat tanah dan pemadatan tanah, pengikisan lapisan atas sehingga kesuburan tanah menurun dan akibatnya akan buruk terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Menurut Purnama Widodo (1992) menjelaskan bahwa tanah padat dan lapisan olah tanah yang terganganggu dapat menghamabat perkembangan akar memperkecil porositas tanah, menghambat infiltrasi, meningkatkan laju aliran permukaan dan erosi. 6 Hutan di Indonesia sudah banyak ditebanggi dengan laju kerusakan hutan diperkirakan 3,8 juta ha pertahun diantaranya berada pada tanah Ultisol . Luas kawasan hutan di propinsi Jambi 219440 ha dan telah mengalami kerusakan hutan sebesar 161454 ha atau atau 50 % dari luas hutan yang ada ( Dinas kehutanan Propinsi Jambi ,2010 ) Pembukaan hutan secunder dengan hutan tanaman industri seperti akasia dan pinus banyak mendatangkan perubahan dalan tanah seperti perubahan terhadap sifat fisik tanah, biologi dan kimia tanah karena tanah tersentuh langsung dengan bila ada curah hujan karena tanah terbuka akibatnya air hujan langsung memukul massa tanah dan aliran permukaan menjadi besar sehingga erosi yang terjadi cukup tinggi Akasia merupakan salah satu tana-man hutan Industri yang banyak di kembangkan di Jambi pada ordo tanah Ultisol karena mempunyai pertumbuhan yang cepat dan dapat beradaptasi pada tanah yang miskin unsur hara ( Rahayu dkk, 1991). Pada PT Wira Karya Sakti ( WKS ) Jambi pada tanah Ultisol yang dikembangkan untuk tanaman HTI Akasia seluas 13.191 ha Pinus merkusi merupakan salah satu komiditi tanaman indusrti banyak digunakan dalam pertukangan dan pembuatan bubur kertas Di propinsi jambi pinus tumbuh alami di kawasan TNKS di Km 11 Kenali Asam Jambi. Pinus merkusi mempunyai sifat pioner yaitu baik tumbuh pada tanah yang kurang subur dan tahan terhadap kekeringan. Tanaman ini berdaun jarum dengan kulit batang membentuk parit (Khairudin, 1999) sehingga aliran air batang besar dan air hujan hanya sedikit yang dapat ditahan . Hasriati Nasution : Respon Ketahanan Fisik Ultisol Terhadap Pengantian Hutan Sekunder dengan Tanaman Akasia dan Pinus Pembukaan lahan hutan menjadi tanaman hutan tanaman industri pada tempat tertentu menyebabkan tanah mudah tereosi, tergenang dan penurunan produktivitas. Salah satunya adalah dengan penamanama kembali tanaman akasia dan pinus dengan berbagai pengelolaan . Adanya konversi hutan sekunder menjadi tanaman akasi dan pinus akan menyebabkan sifat tanah yang berbeda karena setiap vegetasi akan menghasilkan bahan organik, sistem kanopi dan sistem perakaran sistim pengelolaan yanag berbeda namun hendak dilihat responnya terhadap sifat fisik tanah Ultisol. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di tiga lokasi yaitu Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Muaro Jambi dan Kodya Jambi pada tanah Ultisol: Hutan Sekunder, tanaman Akasia dan Pinus. Penelitian dilaksanakan selama lebih kurang 4 bulan. Analisis tanah di laksanakan di Laboratoriun TanahFakultas Pertanian Universitas Jambi. Lokasi pengambilan sampel tanah Ultisol ditetapkan dengan mengunakan peta, jenis tanah dan pertimbangan faktor penentu sifat fisik tanah dan erosi. Pertimbangan lokasi di dasarkan pada jenis tanah Ultisol, persen lereng, jenis vegetasi, bentuk pengelolaan tanah, kedalaman efektif serta jumlah dan data curah hujan selama 10 tahun terakhir. Sampel tanah dari hutan sekunder diambil di sekitar perkebunan Pinus pada beberapa titik, untuk tanaman industri Akasia sampel tanah diambil pada umur 5 tahun siap panen. Untuk tanaman Pinus diambil pada umur 10 tahun. Sampel tanah diambil pada kedalaman 0-30 untuk contoh tanah utuh dan tanah terganggu sebanyak 10 kali dari setiap vegetasi hutan sekunder, akasia dan pinus hutan yang menjadi lokasi penelitian. Untuk kebutuhan survey dan analisis di laboratorium dibutuhkan pula bahan kimia dan alat untuk analisis sifat fisik dan erosi tanah. Parameter yang diamati adalah bahan organik tanah, berat volume, total ruang pori, kadar air, permiabelitas, erodibilitas dan erosi tanah. Prediksi erosi digunakan formula USLE dan Hammer (Utomo, 1997). Untuk melihat perbedaan ketahanan sifat fisik dari hutan secunder, Akasia dan Pinus dengan Uji Nilai Tengah Tidak Berpasangan (Steel dan Torrie, 1980) HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan Organik Tanah Bahan organik adalah sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian atau seluruhnya telah mengalami proses dekomposisi oleh jasad mikro di dalam tanah yang mempunyai peran sangat penting terutama sifat fisik (Goeswono Soepardi ,1983). Hasil analisis bahan oganik tanah pada Vegetasi Hutan Sekunder , Akasia dan Pinus adalah dapat dilihat pada Tabel 1 . Tabel 1.Nilai Rata-rata Kandungan Bahan Organik Tanah pada Vegetasi Hutan Secunder , Akasia dan Pinus Hutan Bahan organic ( %) Hutan sekunder 4,26 a Akasia 2,50 b Pinus 2,40 b Dari Tabel. 1 terlihat secara statistik bahwa kandungan bahan organik tanah dari konversi hutan 63 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains secunder menjadi tanaman Akasia dan Pinus menunjukan bahwa kadar bahan organik tanah berbeda. tetapi kadar bahan organik tanah pada tanaman akasia dan pinus sama . Berbedanya antara vegetasi hutan dengan tanaman akasia dan pinus disebabkan karena pada vegetasi hutan ditumbuhi oleh bermacam jenis tanaman yang banyak sehingga dapat menyumbangkan bahan organik pada tanah yang cukup tinggi karena berasal dari daun atau ranting baik yang gugur atau mati yang cukup tinggi hal ini sesuai dengan pendapat Sitinala Arsyad ( 2006) menyatakan bahwa vegetasi yang tumbuh berperan sebagai penambahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun yang jatuh kepermukaan tanah . Tabel 1 menujukan bahwa kandungan bahan organik tanah pada vegetasi Akasia dan Pinus tidak berbeda nyata karena karena sumber bahan organik yang dihasilkan berasal dari satu jenis tanaman yang dominan sehinga diduga kemampuan dekomposisi bahan organik tersebut relatif sama baik itu yang berasal dari sumber serasah tanaman dan perakaran yang mati. Tekstur Tanah Hasil analisis tekstur tanah Ultisol pada vegetasi hutan Sekunder, Akasia dan Pinus di kecamatanDapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Kandungan Pasir, Debu dan Liat dan Klas tekstur tanah pada Hutan Sekunder Akasia dan an Pinus Penggunaan Tanah Hutan Sekunder 6 Pasir (%) Debu (%) Liat ( %) Klas Tekstur 15,34 a 42,38 a 37,8 7a Liat Berpasir Akasia Pinus 50,82 b 48,60 b 28,40 b 2 7,84 b 20,7 8b 23,5 6b Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Tabel 2. menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara fraksi pasir pada tanah Hutan Sekunder dengan tanaman Akasia dan Pinus, sedangkan fraksi pasir antara Pinus dan Akasia sama . Pada fraksi debu antara vegetasi Hutan Sekunder dengan tanaman Akasia dan Pinus berbeda begitu juga antara tanaman Akasia dan Pinus berbeda. Sedangkan pada fraksi liat antara hutan Sekunder dengan tanaman Pinus berbeda nyata tetapi fraksi liatnya sama dengan fraksi liat pada tanaman Pinus. Fraksi pasir pada vegetasi Hutan berbeda dengan tanaman Akasia dan Pinus diduga bahwa pada tanah hutan air hujan jang jatuh tidak langsung memukul massa tanah karena banyak macam tanaman pada vegetasi hutan menutupi permukaan tanah sehingga air jatuh berkesempatan lebih menyerap kedalam tanah. Dari Tabel 2 .pada tanah yang ditanami akasia dan pinus fraksi pasirnya berbeda dengan tanah hutan di duga karena Akasia mempunyai tajuk yang kurang rapat. Pada tanaman Pinus yang mempunyai tajuk yang tegak dan berdaun jarum sehingga butiran air hujan jatuh langsung kepermukaan tanah akibatnya liat dan debu ikut terbawa air aliran permukaan sehingga pasir yang banyak tertinggal di permukaan tanah. Ini penyebabnya pada vegetasi tanaman akasia adanya di lakukan pengolahan tanah dan tanah banyak terbuka sehingga mengakibatkan energi kinetkc butir – butir hujan langsung memukul massa tanah sehingga dapat merubah atau Hasriati Nasution : Respon Ketahanan Fisik Ultisol Terhadap Pengantian Hutan Sekunder dengan Tanaman Akasia dan Pinus merusak struktur tanah dan partikel halus di bawa oleh air aliran permukaan tanah melalui proses erosi tanah ( Utomo, 1997). Perubahan sifat fisik yang terjadi setelah dilakukan alih fungsi dari vegetasi Hutan Sekunder menjadi tanaman Akasia dan Pinus, Sehingga di dapat berdasarkan klasifikasi tanah pada ketiga vegetasi yang diteliti tanahnya setelah diproyeksikan pada segi tiga tekstur pada tanah Hutan Sekunder adalah kelas liat berpasir, pada tanah Akasia dan Pinus adalah termasuk kelas lempung liat berpasir. Berat Volume dan Total Ruang Pori Tanah Hasil analisis berat volume dan total ruang pori tanah Ultisol pada vegetasi Hutan Secunder, tanaman Akasia dan Pinus disajikan pada Tabel 3. Tabel 3, Nilai Rata-rata Berat Volume dan Total Ruang Pori Tanah Ultisol pada Hutan Secunder, Akasia dan Pinus Penggunaan Tanah Hutan Sekunder Akasia Pinus BV 1.09 a 1,28 a 1,25 a TRP 56,14 a 52,63 ab 47,99 b Setelah dianalisis pada Tabel 3, menunjukan bahwa BV pada vegetasi hutan Secunder, Akasia dan Pinus tidak berbeda nyata karena di duga bentuk struktur yang relatif sama sehingga bobot volume yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata Hal ini sesuai dengan pendapat Rahim ( 2000) bahwa tanah Ultisol umumnya memiliki struktur remah di lapisan atas . Dari Tabel 3 juga terlihat bahwa TRP pada vegetasi Hutan Sekunder relaif sama dengan tanaman Akasia tetapi TRP nya berbeda dengan tanaman Pinus, sedangkan TRP pada tanaman Akasia sama dengan TRP pada tanaman Pinus yang tidak menunjukan perbedaan yang nyata . Sama nilai TRP pada tanaman Akasia dan Pinus di duga sewaktu membuka lahan dilakukan dengan mengunakan excavator dan pengolahan tanah dilakukan dengan traktor sehingga mempengaruhi kepadatan tanah . Menurut Goeswono Soepardi (1983) menyimpulkan bobot volume tanah ditentukan oleh jumlah ruang pori dan padatan tanah . Kadar Air Tanah dan Permiabelitas Tanah Rata-rata kadar air tanah dan permiabelitas tanah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Rata-rata Kadar Air Tanah dan Permebialitas pada Hutan Secunder, Akasia dan Pinus Penggunaan Tanah Hutan Sekunder Akasia Pinus KA ( % ) 44,27 a 33,57 a 19,02 a Pemiabelitas (cm/ jam) 10,09 a 4,32 b 7,20 c Pada Tabel 4 menujukan bahwa kaar air tanah pada lahan hutan sekunder tidak berbeda nyata dengan lahan aksia dan pinus tidak berbedanya, sedangkan bahwa permebelitas tanah pada lahan hutan sekunder berbeda nyata dengan tanaman akasia dan pinus begitu juga permebilitaa antara lahan akasia dan pinus berbeda . Berbedanya permiabelitas tanah pada talah hutan sekunder karena terdapat kandungan bahan organik yang tinggi dimana bahan organik mempunyai kemanpuan yang tinggi dalam menyerap dan memegang air. Menurut Saifuddin Syarif ( 1989) bahwa tanah –tanah yang mengandung bahan organik tinggi mempunyai kemampuan menghisap air sampai 2-3 63 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains kali beratnya. Disamping itu hutan juga mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi karena terdiri dari bermacam vegetasi sehingga banyak menyerap air. Erodibilitas Tanah Kepekaan tanah terhadap proses erosi disebut dengan erodibilitas tanah. Hasil perhitungan erodibilitas tanah Ultisol pada vegetasi hutan sekunder, akasia dan pinus dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Rata-rata Erodibilitas Tanah Ultisol pada Hutan Sekunder , Akasia dan Pinus Penggunaan Tanah Hutan sekunder Akasia Pinus Erodibilitas tanah 0,23 a 0,39 b 0,34 b Klas Erodibilitas Sedang Agak Tinggi Agak Tinggi Tabel 5. menunjukan bahwa erodibilitas tanah pada vegetasi hutan sekunder berbeda nyata dengan tanaman Akasi dan pinus, tetapi erodibilitas tanah pada vegetasi akasia sama dengan pinus. Berbedanya erodibilitas tanah hutan sekunder dengan akasia dan pinus dan termasuk dengan erodibilitas tanah sedang diduga pada lahan hutan memeliki bahan organik dan permebelitas yang tinggi dibandingkan dengan pengunaan lahan lainnya. Menurut Utomo ( 1987 ), erodibilitas tanah sangat dipengaruhi oleh bentuk struktur dan permeabelitas tanah. Sedangkan menurut Purwowidodo ( 1983 ) struktur tanah dan stabilitas agregat akan menentukan kepekaan tanah terhadap erosi. Samanya nilai erodibilitas tanah akasia dan hutan pinus diduga karena keadaan keduanya mempunyai bahan 6 organik yang lebih rendah dari pada tanah hutan. dimana bahan organic sangat berperan dalam meningkaktkan kepekaan tanah terhadap erosi . menurut Sarwono Hardjowigeno (2003) bahwa kandungan bahan organik sangat menentukan kepekaan tanah karena bahan organik mempengaruhi kemantapan agregat tanah. Nilai erodibilitas tanah pada akasia dan pinus termasuk kelas agak tinggi di duga pada waktu penanaman dilakukan pengolahan tanah dengan mengunakan traktor dan dilakukan pula pembersihan setiap 6 bulan sekali akibatnya tanahnya sering dilalui dan dipijak, akibatnya struktur tanah mudah hancur sehingga menyumbat pori tanah, tanah menjadi padat akibatnya erodibilitas tanah yang terjdi agak tinggi. Erosi Tanah Hasil prediksi erosi pada vehgetasi hutan sekunder, akasia dan pinus dapat dilihat pada Tabel 5. berikut ini : Tabel 5, Nilai rata Erosi Tanah Ultisol pada Hutan Sekunder, Akasia dan Pinus Hutan Hutan sekunder Akasia Pinus Erosi ( ton/ ha ) 0,72 a rendah 34,63 b sangat tinggi 4,56 c agak tinggi Dari Tabel 5 bahwa erosi yang terjadi pada hutan sekunder berbeda dengan akasia dan pinus begitu juga erosi yag terjadi antara akasia dan pinus berbeda juga. Rendahnya erosi tanah yang terjadi pada tanah hutan diduga karena vegetasi hutan sangat beragam dengan bentuk tajuk yang bertingkat dan rapat sehingga butir hujan tidak langsung memukul masa tanah. Menurut Utomo ( 1994) , bahwa tanaman yang rapat tidak saja memperlambat limpasan permukaan tetapi juga menghambat pengankutan partikel tanah. Penyebab Hasriati Nasution : Respon Ketahanan Fisik Ultisol Terhadap Pengantian Hutan Sekunder dengan Tanaman Akasia dan Pinus lain adalah lebih tinggi kandungan bahan oragnik pada vegetasi hutan dari vegetasi lain sehingga banyak disumbangkan serasah rating dan akar yang mati ke dalam tanah . Menurut Arsyad ( 1989) , bahan organic yang terdekomposisi oleh mikroorganisme pada tanah akan meningkatkan kemantapa agregat dan permebelitas tanah sehingga lebih tahan terhadap kerusakan pukulan butir hujan dan bahan orranik akan lebih banyak menyerap air sehingga erosi tanah lebih kecil. 1. 2. 3. 1. 2. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kandungan bahan organik, , Testur dan Erodibilitas tanah pada vegetasi akasia dan pinus sama tetapi berbeda nyata dengan tanah pada vegetasi hutan . Kadar air pada ketiga vegetasi sama tidak berbeda nyata Erosi yang terbesar terjadi pada tanah vegetasii akasia dan diikuti dengan pada vegetasi pinus. Saran Untuk tanah yang di tanaman akasia perlu dilakuan perbaikan terhadap sifat fisik tanah dengan penambahan bahan organik Agar erosi dapat diperkecil pada tanah yang ditanami tanaman akasia perlu dilakukan tindakan pengawetan tanah dan air . DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air .. Penerbit IPB. Bogor . Dinas Kehutanan 2010. Laporan Tahunan Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I Jambi. Hafiziansyah . 1999. Evaluasi Kesesuaian Tanaman Acacia mangyum dan Eucapytus degupta di Areal Hutan Tanaman Industri . Surya Hutami Jaya Kalimantan Timur Harjowigeno , S. 1992. Ilmu Tanah . PT Mediyatama Sarana Perkasa . Jakarta Soepardi. G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian . Bogor. Mangundikoro. 1984 . Kini Menanam Besok Memanen. Proseding lokakarya Pembangunan Timber Estates. Fakultas Kehutanan IPB dan Departemen Sarief, S. 1985 . Konservasi tanah dan Air . Penerbit Pustaka Buana . Bandung Soepardi. G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian . Bogor. Utomo, W H. . 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Penerbit IKIP Malang. Widodo,P. . 1992. Pengaruh Berbagai Bahan Hijau Tanaman Kacangkacangan Terhadap Produktivitas Tanah Rusak . Pembinaan Tanah dan Pupuk No.10 Bogor Hal : 61 -65. 63 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains 6