Ketahanan SifatbFisik Ultisol Terhadap Pengantian Hutan Scunder

advertisement
Volume 15, Nomor 2, Hal. 57- 64
Juli – Desember 2013
ISSN:0852-8349
RESPON KETAHANAN SIFAT FISIK ULTISOL TERHADAP
PENGGANTIAN HUTAN SEKUNDER DENGAN TANAMAN
AKASIA DAN PINUS
Hasriati Nasution
Fakultas Pertanian Universitas Jambi
Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat - Jambi 36361
Abstrak
Suatu penelitian di lapangan yang bertujuan untuk melihat respon ketahanan Sifat
Fisik Ultisol terhadap penggantian Hutan Sekunder dengan tanaman Akasia dan
Pinus. Penelitian dilaksanakan di tiga lokasi yaitu Di Kabupaten Tanjung Jabung
Barat, Kabupaten Muaro Jambi dan Kodya Jambi pada tanah Ultisol yaitu Hutan
Sekunder, tanaman Akasia dan Pinus. Penelitian mengunakan tanah Ultisol pada
hutan sekunder, di perkebunan Akasia dan pada hutan pinus. Sampel diambil pada
kedalaman 0 – 30 cm. Jumlah sampel setiap pengunaan tanah diambil 4 sampel. Sifat
fisik tanah yang dianalisis adalah bahan organik, tekstur, berat volume, total ruang pori,
kadar air, permeabelitas, erodibilitas dan erosi tanah. Prediksi
erosi dengan
menggunakan formula USLE. Untuk melihat perbedaan ketahanan sifat fisik Ultisol
dari Hutan Sekunder, Akasia dan Pinus di Uji dengan mengunakan Uji T Tidak
Berpasangan. Hasil pengamatan menunjukan pada tanah Ultisol dengan vegetasi hutan
sekunder berbeda dengan vegetasi akasia dan pinus pada parameter kandungan bahan
organik, tekstur, permiabelitas, erodibilitas, erosi tanah. Sedangkan pada tanah
vegetasi akasia dan pinus mempunyai ketahanan sifat fisik yang sama pada
kandungan bahan organik, tekstur, berat volume, total ruang pori, dan erodibilitas
tanah. Erosi yang tanah yang terbesar yang tejadi pada vegetasi Akasia, kemudian
pada Pinus.
Kata kunci: Hutan Sekunder, Akasia Pinus dalam ketahanan sifat fisik Ultisol
PENDAHULUAN
Dalam rangka memenuhi kebutuhan
penduduk dan negara dalam hal hasil
kayu maka banyak hutan yang telah
ditebang baik secara legal maupun
dengan illegal akibatnya banyak hutan
yang telah rusak. Hutan sebagai salah
satu sumber alam yang yang dimiliki
Indonesia
merupakan aset nasional
dalam hal mendatangkan devisa Negara
terutama dari hasil kayu. Oleh karena
itu upaya pemerintah dalam mempertahankan kelestarian hutan di Indonesia
yaitu menegakkan bentuk kebijaksanaan agar pemanfaatan dan pengelolaan
hutansecara berkesinambunggan ada-
lah dengan melaksanakan penanaman
kembali dalam bentuk hutan tanaman
industri ( HTI) ( Hafiansyah, 1999 ).
Pembangunan HTI pada saat ini dan
masa yang akan datang diarahkan pada
kawasan hutan produksi yang telah
gundul, pada lahan yang kosong,
tanah –tanah belukar dan padang alangalang dan hutan rawang (Khairudin,
1994).Namun tidak menutup kemungkinan hutan alam dan hutan sekunder
yang masih produktif dapat dikonversi
menjadi HTI melalui tebang pilih atau
tebang habis.
Ultisol merupakan order tanah
yang dominan
pada lahan kering
57
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
marginal di mana luasnya mencapai
luasan 51 juta ha atau 29,7 % dari
daratan Indonesia (Munir , 1996). Di
Propinsi Jambi
luasan Ultisol
mencapai 2.726633 ha atau 53% dari
dataran propinsi Jambi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010).
Masalah utama sifat fisik tanah
Ultisol adalah stabilitas agregat yang
kurang mantap, permiabelitas sedang
sampai lambat, daya pegang air yang
rendah (Munir, 1996 ). Disamping itu
tanah
mudah
memadat
dan
mempunyai porositas rendah sehingga
infiltrasi
dan perkolasi rendah dan
tanah mudah tererosi (Soepardi, 1983 ).
Pada umumnya tanah ultisol berada
pada daerah beriklilm tropika basah
yang mempunyai curah hujan melebihi
evapotranspirasi
potensial
hampir
sepanjang tahun
dan suhu tinggi
dengan fluktuasi kecil antara siang dan
malam.
Penebangan hutan dan pembukaan
lahan
untuk tanaman HTI biasanya
dilakukan dengan pengunaan alat berat
seperti
buldozer
dan exavator.
Keuntungannya
dengan pengunaan
alat-alat ini akan dapat
membuka
lahan akan lebih cepat dan lebih
ekonomis. Namun
pengunaan alat
tersebut berdampak negartif terhadap
sifat fisik tanah seperti : penghancuran
agregat tanah dan pemadatan tanah,
pengikisan lapisan atas sehingga
kesuburan tanah menurun dan akibatnya
akan buruk terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman. Menurut Purnama
Widodo (1992) menjelaskan bahwa
tanah padat dan lapisan olah tanah
yang terganganggu dapat menghamabat
perkembangan
akar
memperkecil
porositas tanah, menghambat infiltrasi,
meningkatkan laju aliran permukaan
dan erosi.
6
Hutan di Indonesia sudah banyak
ditebanggi dengan laju kerusakan hutan
diperkirakan 3,8 juta ha pertahun diantaranya berada pada tanah Ultisol .
Luas kawasan hutan di propinsi Jambi
219440 ha dan telah mengalami
kerusakan hutan sebesar 161454 ha
atau atau 50 % dari luas hutan yang
ada ( Dinas kehutanan Propinsi Jambi
,2010 )
Pembukaan hutan secunder dengan
hutan tanaman industri seperti akasia
dan pinus banyak mendatangkan perubahan dalan tanah seperti perubahan
terhadap sifat fisik tanah, biologi dan
kimia tanah karena tanah tersentuh
langsung dengan bila ada curah hujan
karena tanah terbuka akibatnya air
hujan langsung memukul massa tanah
dan aliran permukaan menjadi besar
sehingga erosi yang terjadi cukup tinggi
Akasia merupakan salah satu tana-man
hutan Industri yang banyak di
kembangkan di Jambi pada ordo tanah
Ultisol karena mempunyai pertumbuhan yang cepat dan dapat beradaptasi
pada tanah yang miskin unsur hara (
Rahayu dkk, 1991). Pada PT Wira
Karya Sakti ( WKS ) Jambi pada tanah
Ultisol
yang dikembangkan untuk
tanaman HTI Akasia seluas 13.191 ha
Pinus merkusi merupakan salah satu
komiditi tanaman indusrti
banyak
digunakan dalam pertukangan dan
pembuatan bubur kertas Di propinsi
jambi pinus tumbuh alami di kawasan
TNKS di Km 11 Kenali Asam Jambi.
Pinus merkusi mempunyai sifat pioner
yaitu baik tumbuh pada tanah yang
kurang subur dan tahan terhadap kekeringan. Tanaman ini berdaun jarum
dengan kulit batang membentuk parit
(Khairudin, 1999) sehingga aliran air
batang besar dan air hujan hanya sedikit
yang dapat ditahan .
Hasriati Nasution : Respon Ketahanan Fisik Ultisol Terhadap Pengantian Hutan
Sekunder dengan Tanaman Akasia dan Pinus
Pembukaan lahan hutan menjadi
tanaman hutan tanaman industri pada
tempat tertentu menyebabkan tanah
mudah tereosi, tergenang
dan
penurunan produktivitas. Salah satunya
adalah dengan penamanama kembali
tanaman akasia dan pinus dengan
berbagai pengelolaan .
Adanya konversi hutan sekunder
menjadi tanaman akasi dan pinus akan
menyebabkan sifat tanah yang berbeda
karena
setiap
vegetasi
akan
menghasilkan bahan organik, sistem
kanopi dan sistem perakaran sistim
pengelolaan yanag berbeda
namun
hendak dilihat responnya terhadap sifat
fisik tanah Ultisol.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di tiga
lokasi yaitu Di Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Kabupaten Muaro Jambi
dan Kodya Jambi pada tanah Ultisol:
Hutan Sekunder, tanaman Akasia dan
Pinus. Penelitian dilaksanakan selama
lebih kurang 4 bulan. Analisis tanah di
laksanakan
di
Laboratoriun
TanahFakultas Pertanian Universitas
Jambi. Lokasi pengambilan sampel
tanah Ultisol ditetapkan
dengan
mengunakan peta, jenis tanah
dan
pertimbangan faktor penentu sifat
fisik tanah dan erosi. Pertimbangan
lokasi di dasarkan pada jenis tanah
Ultisol, persen lereng, jenis vegetasi,
bentuk pengelolaan tanah, kedalaman
efektif serta jumlah dan data curah
hujan
selama 10 tahun terakhir.
Sampel tanah dari hutan sekunder
diambil di sekitar perkebunan Pinus
pada beberapa titik, untuk tanaman
industri Akasia sampel tanah diambil
pada umur 5 tahun siap panen. Untuk
tanaman Pinus diambil pada umur 10
tahun.
Sampel tanah diambil pada kedalaman 0-30 untuk contoh tanah utuh
dan tanah terganggu sebanyak 10 kali
dari setiap vegetasi hutan sekunder,
akasia dan pinus hutan yang menjadi
lokasi penelitian. Untuk kebutuhan
survey dan analisis di laboratorium
dibutuhkan pula bahan kimia dan alat
untuk analisis sifat fisik dan erosi
tanah. Parameter yang diamati adalah
bahan organik tanah, berat volume,
total
ruang
pori,
kadar
air,
permiabelitas, erodibilitas dan erosi
tanah.
Prediksi erosi digunakan formula
USLE dan Hammer (Utomo, 1997).
Untuk melihat perbedaan
ketahanan
sifat fisik dari hutan secunder, Akasia
dan Pinus dengan Uji Nilai Tengah
Tidak Berpasangan (Steel dan Torrie,
1980)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan Organik Tanah
Bahan organik adalah sisa tumbuhan
dan binatang yang sebagian atau
seluruhnya telah mengalami proses
dekomposisi oleh jasad mikro di dalam
tanah yang mempunyai peran sangat
penting terutama sifat fisik
(Goeswono Soepardi ,1983). Hasil analisis
bahan oganik tanah
pada Vegetasi
Hutan Sekunder , Akasia dan Pinus
adalah dapat dilihat pada Tabel 1 .
Tabel 1.Nilai Rata-rata Kandungan
Bahan Organik Tanah pada
Vegetasi Hutan Secunder ,
Akasia dan Pinus
Hutan
Bahan organic
( %)
Hutan sekunder
4,26 a
Akasia
2,50 b
Pinus
2,40 b
Dari Tabel. 1
terlihat
secara
statistik bahwa kandungan bahan
organik tanah dari konversi hutan
63
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
secunder menjadi tanaman Akasia dan
Pinus menunjukan bahwa kadar bahan
organik tanah berbeda. tetapi kadar
bahan organik tanah pada tanaman
akasia dan pinus sama .
Berbedanya antara vegetasi hutan
dengan tanaman akasia dan pinus
disebabkan karena
pada vegetasi
hutan ditumbuhi oleh bermacam jenis
tanaman yang banyak sehingga dapat
menyumbangkan bahan organik pada
tanah yang cukup tinggi karena berasal
dari daun atau ranting baik yang gugur
atau mati yang cukup tinggi hal ini
sesuai dengan
pendapat Sitinala
Arsyad ( 2006)
menyatakan bahwa
vegetasi yang tumbuh
berperan
sebagai penambahan organik tanah
melalui batang, ranting dan daun yang
jatuh kepermukaan tanah .
Tabel
1 menujukan
bahwa
kandungan bahan organik tanah pada
vegetasi
Akasia dan Pinus tidak
berbeda nyata karena karena sumber
bahan organik yang dihasilkan berasal
dari satu jenis tanaman yang dominan
sehinga
diduga
kemampuan
dekomposisi bahan organik tersebut
relatif sama baik itu yang berasal dari
sumber serasah tanaman dan perakaran
yang mati.
Tekstur Tanah
Hasil analisis tekstur tanah Ultisol
pada vegetasi hutan Sekunder, Akasia
dan Pinus di kecamatanDapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Kandungan Pasir,
Debu dan Liat dan Klas
tekstur tanah pada Hutan
Sekunder
Akasia dan an
Pinus
Penggunaan Tanah
Hutan
Sekunder
6
Pasir
(%)
Debu
(%)
Liat
( %)
Klas
Tekstur
15,34
a
42,38
a
37,8
7a
Liat
Berpasir
Akasia
Pinus
50,82
b
48,60
b
28,40
b
2
7,84
b
20,7
8b
23,5
6b
Lempung
Liat
Berpasir
Lempung
Liat
Berpasir
Tabel 2.
menunjukan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata antara
fraksi pasir
pada tanah
Hutan
Sekunder dengan tanaman Akasia dan
Pinus, sedangkan fraksi pasir antara
Pinus dan Akasia sama . Pada fraksi
debu antara vegetasi Hutan Sekunder
dengan
tanaman Akasia dan Pinus
berbeda begitu juga antara tanaman
Akasia dan Pinus berbeda. Sedangkan
pada fraksi liat antara hutan Sekunder
dengan tanaman Pinus berbeda nyata
tetapi fraksi liatnya sama dengan fraksi
liat pada tanaman Pinus.
Fraksi pasir pada vegetasi Hutan
berbeda dengan tanaman Akasia dan
Pinus diduga bahwa pada tanah hutan
air hujan jang jatuh tidak langsung
memukul massa tanah karena banyak
macam tanaman pada vegetasi hutan
menutupi permukaan tanah sehingga
air jatuh
berkesempatan
lebih
menyerap kedalam tanah.
Dari Tabel 2 .pada tanah yang
ditanami akasia dan pinus fraksi
pasirnya berbeda dengan tanah hutan
di duga karena Akasia mempunyai
tajuk yang kurang rapat. Pada tanaman
Pinus
yang mempunyai tajuk yang
tegak dan berdaun jarum sehingga
butiran air hujan jatuh
langsung
kepermukaan tanah akibatnya liat dan
debu ikut terbawa air aliran permukaan
sehingga pasir yang banyak tertinggal
di permukaan tanah. Ini penyebabnya
pada vegetasi tanaman akasia adanya di
lakukan pengolahan tanah dan tanah
banyak
terbuka
sehingga
mengakibatkan energi kinetkc butir –
butir hujan langsung memukul massa
tanah sehingga dapat merubah atau
Hasriati Nasution : Respon Ketahanan Fisik Ultisol Terhadap Pengantian Hutan
Sekunder dengan Tanaman Akasia dan Pinus
merusak struktur tanah dan partikel
halus
di bawa
oleh air aliran
permukaan tanah melalui proses erosi
tanah ( Utomo, 1997).
Perubahan sifat fisik yang terjadi
setelah dilakukan alih fungsi
dari
vegetasi Hutan Sekunder menjadi
tanaman Akasia dan Pinus, Sehingga di
dapat berdasarkan klasifikasi tanah
pada ketiga vegetasi yang diteliti
tanahnya setelah diproyeksikan pada
segi tiga tekstur
pada tanah Hutan
Sekunder adalah kelas liat berpasir,
pada tanah Akasia dan Pinus adalah
termasuk kelas lempung liat berpasir.
Berat Volume dan Total Ruang Pori
Tanah
Hasil analisis berat volume dan
total ruang pori tanah Ultisol
pada
vegetasi Hutan Secunder, tanaman
Akasia dan Pinus
disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3, Nilai Rata-rata Berat Volume
dan Total Ruang Pori Tanah
Ultisol pada Hutan Secunder,
Akasia dan Pinus
Penggunaan
Tanah
Hutan Sekunder
Akasia
Pinus
BV
1.09 a
1,28 a
1,25 a
TRP
56,14 a
52,63 ab
47,99 b
Setelah dianalisis
pada Tabel 3,
menunjukan bahwa BV pada vegetasi
hutan Secunder, Akasia dan Pinus tidak
berbeda nyata karena di duga bentuk
struktur yang relatif sama sehingga
bobot volume yang dihasilkan
juga
tidak berbeda nyata Hal ini sesuai
dengan pendapat Rahim ( 2000) bahwa
tanah Ultisol umumnya
memiliki
struktur remah di lapisan atas .
Dari Tabel 3 juga terlihat bahwa
TRP pada vegetasi Hutan Sekunder
relaif sama dengan tanaman Akasia
tetapi TRP nya berbeda dengan
tanaman Pinus, sedangkan TRP pada
tanaman Akasia sama dengan TRP
pada tanaman Pinus yang
tidak
menunjukan perbedaan yang nyata .
Sama nilai TRP pada
tanaman
Akasia dan Pinus di duga sewaktu
membuka lahan
dilakukan dengan
mengunakan
excavator
dan
pengolahan tanah dilakukan dengan
traktor
sehingga
mempengaruhi
kepadatan tanah . Menurut Goeswono
Soepardi (1983) menyimpulkan bobot
volume tanah ditentukan oleh jumlah
ruang pori dan padatan tanah .
Kadar Air Tanah dan Permiabelitas
Tanah
Rata-rata kadar air tanah dan permiabelitas tanah dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Rata-rata Kadar Air
Tanah dan Permebialitas
pada Hutan Secunder, Akasia dan Pinus
Penggunaan
Tanah
Hutan
Sekunder
Akasia
Pinus
KA ( % )
44,27 a
33,57 a
19,02 a
Pemiabelitas
(cm/ jam)
10,09 a
4,32 b
7,20 c
Pada Tabel 4 menujukan bahwa
kaar air tanah
pada lahan hutan
sekunder tidak berbeda nyata dengan
lahan aksia dan pinus tidak berbedanya,
sedangkan bahwa permebelitas tanah
pada lahan
hutan sekunder berbeda
nyata dengan tanaman akasia dan pinus
begitu juga permebilitaa antara lahan
akasia dan pinus berbeda .
Berbedanya
permiabelitas tanah
pada talah hutan sekunder karena
terdapat
kandungan bahan organik
yang tinggi
dimana bahan organik
mempunyai kemanpuan yang tinggi
dalam menyerap dan memegang air.
Menurut Saifuddin Syarif ( 1989)
bahwa tanah –tanah yang mengandung
bahan organik tinggi
mempunyai
kemampuan menghisap air sampai 2-3
63
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
kali beratnya. Disamping itu hutan
juga mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi karena terdiri
dari bermacam vegetasi sehingga
banyak menyerap air.
Erodibilitas Tanah
Kepekaan tanah terhadap proses
erosi disebut dengan erodibilitas tanah.
Hasil perhitungan erodibilitas tanah
Ultisol pada vegetasi hutan sekunder,
akasia dan pinus dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Rata-rata Erodibilitas
Tanah Ultisol pada Hutan
Sekunder , Akasia
dan
Pinus
Penggunaan
Tanah
Hutan
sekunder
Akasia
Pinus
Erodibilitas
tanah
0,23 a
0,39 b
0,34 b
Klas
Erodibilitas
Sedang
Agak
Tinggi
Agak
Tinggi
Tabel 5. menunjukan
bahwa
erodibilitas tanah pada vegetasi hutan
sekunder berbeda
nyata dengan
tanaman Akasi
dan pinus, tetapi
erodibilitas tanah pada vegetasi akasia
sama dengan pinus.
Berbedanya erodibilitas tanah hutan
sekunder dengan akasia dan pinus dan
termasuk dengan erodibilitas tanah
sedang diduga pada lahan hutan
memeliki
bahan
organik
dan
permebelitas yang tinggi dibandingkan
dengan
pengunaan lahan lainnya.
Menurut Utomo ( 1987 ), erodibilitas
tanah sangat dipengaruhi oleh bentuk
struktur dan
permeabelitas tanah.
Sedangkan menurut
Purwowidodo
( 1983 ) struktur tanah dan stabilitas
agregat akan menentukan kepekaan
tanah terhadap erosi.
Samanya nilai erodibilitas tanah
akasia dan hutan pinus diduga karena
keadaan keduanya mempunyai bahan
6
organik yang lebih rendah dari pada
tanah hutan. dimana bahan organic
sangat berperan dalam meningkaktkan
kepekaan tanah terhadap erosi . menurut
Sarwono Hardjowigeno (2003) bahwa
kandungan
bahan organik sangat
menentukan kepekaan tanah karena
bahan organik mempengaruhi kemantapan agregat tanah. Nilai erodibilitas
tanah pada akasia dan pinus termasuk
kelas agak tinggi di duga
pada
waktu penanaman dilakukan pengolahan tanah
dengan
mengunakan
traktor dan dilakukan pula pembersihan
setiap 6 bulan sekali
akibatnya
tanahnya sering dilalui dan dipijak,
akibatnya struktur tanah mudah hancur
sehingga menyumbat pori tanah, tanah
menjadi padat akibatnya erodibilitas
tanah yang terjdi agak tinggi.
Erosi Tanah
Hasil prediksi erosi pada vehgetasi
hutan sekunder, akasia dan pinus dapat
dilihat pada Tabel 5. berikut ini :
Tabel 5, Nilai rata Erosi Tanah Ultisol
pada Hutan Sekunder, Akasia
dan Pinus
Hutan
Hutan sekunder
Akasia
Pinus
Erosi ( ton/ ha )
0,72 a rendah
34,63 b sangat tinggi
4,56 c agak tinggi
Dari Tabel 5 bahwa erosi yang
terjadi pada hutan sekunder berbeda
dengan akasia dan pinus begitu juga
erosi yag terjadi antara
akasia dan
pinus berbeda juga.
Rendahnya erosi tanah yang terjadi
pada tanah hutan
diduga
karena
vegetasi hutan sangat beragam dengan
bentuk tajuk yang bertingkat dan rapat
sehingga butir hujan tidak langsung
memukul masa tanah. Menurut Utomo
( 1994) , bahwa tanaman yang rapat
tidak saja memperlambat
limpasan
permukaan
tetapi juga menghambat
pengankutan partikel tanah. Penyebab
Hasriati Nasution : Respon Ketahanan Fisik Ultisol Terhadap Pengantian Hutan
Sekunder dengan Tanaman Akasia dan Pinus
lain adalah lebih tinggi kandungan
bahan oragnik pada vegetasi hutan
dari vegetasi lain sehingga banyak
disumbangkan serasah rating dan akar
yang mati ke dalam tanah . Menurut
Arsyad ( 1989) , bahan organic yang
terdekomposisi oleh mikroorganisme
pada tanah
akan
meningkatkan
kemantapa agregat dan permebelitas
tanah sehingga lebih tahan terhadap
kerusakan pukulan butir hujan dan
bahan orranik akan
lebih banyak
menyerap air sehingga erosi tanah
lebih kecil.
1.
2.
3.
1.
2.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kandungan bahan organik, , Testur
dan
Erodibilitas tanah
pada
vegetasi akasia dan pinus sama
tetapi berbeda nyata dengan tanah
pada vegetasi hutan .
Kadar air pada ketiga vegetasi
sama tidak berbeda nyata
Erosi yang terbesar terjadi pada
tanah vegetasii akasia dan diikuti
dengan pada vegetasi pinus.
Saran
Untuk tanah yang di tanaman
akasia perlu dilakuan perbaikan
terhadap sifat fisik tanah dengan
penambahan bahan organik
Agar erosi dapat diperkecil pada
tanah yang ditanami tanaman
akasia perlu dilakukan tindakan
pengawetan tanah dan air .
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan
Air .. Penerbit IPB. Bogor .
Dinas Kehutanan
2010. Laporan
Tahunan
Dinas
Kehutanan
Daerah Tingkat I Jambi.
Hafiziansyah
.
1999.
Evaluasi
Kesesuaian Tanaman Acacia
mangyum
dan Eucapytus
degupta
di Areal Hutan
Tanaman Industri . Surya
Hutami Jaya Kalimantan Timur
Harjowigeno , S. 1992. Ilmu Tanah . PT
Mediyatama Sarana Perkasa .
Jakarta
Soepardi. G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah
Departemen
Ilmu
Tanah
Fakultas Pertanian . Bogor.
Mangundikoro. 1984 . Kini Menanam
Besok Memanen. Proseding
lokakarya Pembangunan Timber
Estates. Fakultas Kehutanan IPB
dan Departemen
Sarief, S. 1985 . Konservasi tanah dan
Air . Penerbit Pustaka Buana .
Bandung
Soepardi. G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah
Departemen
Ilmu
Tanah
Fakultas Pertanian . Bogor.
Utomo, W H. . 1994. Erosi dan
Konservasi Tanah.
Penerbit
IKIP Malang.
Widodo,P. . 1992. Pengaruh Berbagai
Bahan Hijau Tanaman Kacangkacangan Terhadap Produktivitas Tanah Rusak . Pembinaan
Tanah dan Pupuk No.10 Bogor
Hal : 61 -65.
63
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
6
Download