BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Seorang auditor profesional dituntut memiliki skeptisisme profesional
(professional skepticism) untuk menentukan sejauh mana tingkat keakuratan dan
kebenaran atas bukti dan informasi yang diberikan oleh klien. SPAP (Standar
Profesi Akuntan Publik, 2011), menyatakan skeptisisme profesional auditor
sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan
melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Profesi auditor menjadi salah
satu profesi yang perlu diperhitungkan di era globalisasi saat ini. Semakin banyak
perusahaan yang membutuhkan jasa akuntan terutama akuntan publik. Tidak hanya
klien yang membutuhkan jasa audit, namun ada pihak-pihak lain yang
berkepentingan atas laporan keuangan auditan. Auditor dituntut secara profesional
agar dapat menghasilkan laporan audit berkualitas yang nantinya dapat digunakan
sebagai acuan dalam pengambilan keputusan. AICPA (American Institute of
Certified Public Accountant, 2002) mendefinisikan skeptisisme profesional sebagai
suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu bertanya-tanya dan penilaian kritis
atas bukti audit. Begitu pula dengan IAASB (2009), dalam International Standards
on Auditing 200, skeptisisme profesional sangat diutamakan dalam pelaksanaan
audit. Dijelaskan bahwa auditor harus merencanakan dan melaksanakan proses
audit berdasarkan skeptisisme
profesional guna mendeteksi kecurangan dan kemungkinan salah saji material yang
ada pada laporan keuangan.
Seorang auditor yang skeptis tidak akan menerima begitu saja informasi
dari klien. Mereka akan meminta penjelasan dan konfirmasi lebih lanjut atas
permasalahan yang ada. Kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan dapat
dilihat dari banyaknya skandal keuangan yang melibatkan akuntan publik seperti
kasus Enron, Worldcom, Xerox dan Tyco. Salah satu penyebab utama kegagalan
auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah rendahnya tingkat skeptisisme
profesional auditor (Beasley et al. 2001; Louwers et al. 2008). Pernyataan tersebut
didukung oleh Accounting dan Auditing Enforcement Releases (AAERs) dari
Securities dan Exchange Commission (SEC) selama 11 periode (Januari 1987Desember 1997). Untuk kasus di Indonesia sendiri dapat dilihat dari kegagalan
auditor dalam mendeteksi mark up yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma Tbk.
Tidak berhenti disitu, pada akhir tahun 2002 muncul 3(tiga) versi laporan keuangan
PT. Bank Lippo, Tbk per 30 September 2002 yang menyeret KAP Prasetio,
Sarwoko dan Sdanjaja yang berafiliasi dengan Ernst & Young (BAPEPAM, 2003).
Partner KAP Prasetio, Sarwoko dan Sdanjaja dianggap terlambat menyampaikan
informasi penting dan tidak dapat mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh
pihak manajemen. Hal ini menjadikan cerminan bahwa masih kurangnya
skeptisisme profesional auditor di Indonesia.
Pada kenyataannya skeptisisme merupakan keadaan sementara yang dapat
dipengaruhi oleh aspek situasional sehingga perusahaan tidak memiliki kesempatan
untuk meningkatkan skeptisisme profesional auditor melalui pelatihan maupun
metode pembelajaran lainnya (Robinson, 2011). Dengan kata lain skeptisisme
profesional dapat dipengaruhi oleh faktor pribadi, tugas, dan keadaan.
Skeptisisme profesional yang dimiliki setiap auditor berbeda-beda. Hal
tersebut dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat dasar skeptisisme yang ada dalam diri
masing-masing auditor (trait skepticism). Sifat-sifat skeptisisme tersebut
menjelaskan mengapa auditor tidak secara konsisten berperilaku skeptis, atau
mereka
bervariasi
secara
substansial
dalam
menunjukkan
skeptisisme
profesionalnya (Hurtt et al., 2008). Hal ini menjadikan isu skeptisisme profesional
menarik untuk diperhatikan lebih lanjut.
Pemahaman dasar akuntansi dan audit diduga juga memiliki pengaruh
terhadap skeptisisme profesional auditor. Seorang auditor dituntut untuk dapat
melaksanakan skeptisisme profesional dengan memahami implikasi direksional
bukti terhadap resiko audit, dan juga harus mampu menerapkan pengetahuan
mereka tentang pola bukti dan frekuensi kecurangan atau non kecurangan (Nelson,
2009). Auditor dengan jam terbang tinggi memiliki kemampuan lebih dalam
mendeteksi kesalahan dan kecurangan selama proses audit.
Auditor sering menghadapi tekanan waktu dalam melaksanakan audit suatu
perusahaan. Kontrak kerja yang terlalu ketat dapat mempengaruhi kinerja auditor.
Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik pun tidak dapat terelakkan, mereka
harus pandai-pandai mengatur waktu pengerjaan audit dengan waktu yang singkat
namun dapat menghasilkan laporan audit yang berkualitas dan dapat
dipertanggungjawabkan. Meskipun skeptisisme dipengaruhi oleh sifat-sifat
individu, faktor-faktor situasional seperti insentif, cukup berpengaruh dalam
menentukan penilaian auditor (Beeler dan Hunton 2002; Gramblin 1999; Houston
1999; Hackenbrack dan Nelson 1996; Trompeter 1994 dalam Robinson 2011).
Akibatnya hal tersebut melibatkan penilaian skeptisisme profesional auditor
(Nelson 2009). Oleh karena itu, auditor dengan tingkat skeptisisme yang sama
dapat menunjukkan penilaian dan perilaku yang berbeda dalam konteks yang
berbeda. Salah satu faktor kontekstual tersebut adalah tekanan waktu.
Adanya anggaran waktu yang terbatas seharusnya tidak menghalangi
prosedur audit yang akan dilakukan. Auditor harus tetap kompeten dalam
mengaudit laporan keuangan yang disajikan, memiliki sikap skeptisisme yang
tinggi, mempertanyakan, dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit.
SPAP 2011; SA seksi 230, standar umum ketiga berbunyi:
“Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.”
Auditor dituntut untuk menggunakan kecermatan dan keseksamaan dalam proses
audit dilapangan. Sementara auditor menganggap pengumpulan bukti tambahan
yang diperlukan untuk efektivitas pemeriksaan, mereka dapat mengorbankan
pengujian lebih lanjut untuk memenuhi target anggaran, sehingga berperilaku lebih
efisien daripada efektif (Robinson, 2010). Standar auditing menunjukkan bahwa
salah satu aspek dari skeptisisme profesional adalah "penilaian kritis bukti audit"
(AICPA 2002), dengan demikian dapat dikatakan perilaku skeptis berkurang pada
saat penekanan efisiensi lebih besar daripada efektivitas.
Seringnya kendala waktu yang hadir dalam pengaturan audit (Cook dan
Kelley 1988; Waggoner dan Cashell 1991), memunculkan pertanyaan apakah ada
langkah-langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan skeptisisme profesional
auditor, ketika tingkat skeptisisme yang tinggi dibenarkan. Penelitian sebelumnya
dalam psikologi sosial telah menemukan bahwa kesediaan individu untuk terlibat
dalam perilaku tertentu sangat dipengaruhi oleh jenis pembingkaian (framing) yang
mereka terima (Robinson 2011). Frame yang diadopsi oleh pembuat keputusan
tergantung pada formulasi masalah yang dihadapi, norma, kebiasaan, dan
karakteristik pembuat keputusan itu sendiri (Kahneman dan Tversky, 1981). Frame
tertentu yang disebutkan di atas paling erat terkait dengan "goal framing" (Levin,
Schneider dan Gaeth 1998).
Berdasarkan penelitian dalam psikologi sosial, kesehatan, dan komunikasi,
Robinson (2011) memprediksi bahwa auditor mungkin menunjukkan tingkat yang
berbeda-beda dari perilaku profesional skeptis tergantung pada jenis frame yang
diberikan. Auditor yang disajikan dengan frame negatif akan menunjukkan
skeptisisme profesional lebih besar dari auditor yang disajikan dengan frame
positif. Memotivasi perilaku profesional skeptis ini sangat penting mengingat
besarnya konsekuensi potensial yang dapat timbul dari kegagalan auditor untuk
menerapkan tingkat yang tepat dari skeptisisme profesional. Beberapa konsekuensi
tersebut adalah kegagalan audit, litigasi KAP, hilangnya reputasi perusahaan, dan
kerugian finansial bagi pemangku kepentingan perusahaan. Pada penelitian kali ini
akan diuji keadaan skeptis sebagai mediator antara sifat skeptis dan perilaku
skeptis, selanjutnya akan dicermati mengenai goal framing dan tekanan waktu yang
dapat mempengaruhi keadaan skeptis.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka topik pengaruh goal framing dan
tekanan waktu dalam skeptisisme profesional auditor menarik untuk diteliti lebih
lanjut. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor, sehingga dapat diketahui
apakah hasil yang diperoleh dari penelitian sebelumnya konsisten dan dapat
dilakukan di Indonesia. Beberapa acuan yang digunakan dalam penelitian kali ini
yaitu, working paper Hurtt et al. (2008) yang berjudul An Experimental
Examination of Professional Skepticism, disertasi Robinson (2011) yang berjudul
An Experimental Examination of The Effects of Goal Framing and Time Pressure
on Auditor’s Professional Skepticism, dan A Person-Situation Approach to the
Examination of Professional Skepticism: Consideration of Time Pressure and Goal
Framing (Robinson et al., 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Robinson et al., 2013, memiliki kelemahan
pada responden yang digunakan. Pemilihan auditor senior pada Kantor Akuntan
Big4 dirasa kurang tepat, karena semakin tinggi jam terbang seorang auditor maka
semakin tinggi level skeptisisme profesional yang dimiliki dan bersifat homogen.
Berbeda pula dengan pengujian yang dilakukan oleh Robinson (2011), responden
menggunakan sampel mahasiswa yang baru saja memperoleh mata kuliah
pengauditan. Pengujian eksperimen ini menggunakan sampel mahasiswa Program
Magister Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada
(FEB, UGM) di Yogyakarta yang dianalogikan sebagai novice auditor (auditor
pemula) yang memiliki level sifat skepisisme profesional tinggi dan rendah.
Perbedaan lainnya adalah 4(empat) kriteria khusus yang harus dipenuhi sebelum
partisipan dapat mengikuti eksperimen. Pengujian pemahaman dasar akuntansi dan
audit diberikan untuk menyeleksi partisipan yang benar-benar sesuai dan
diharapkan mampu berpartisipasi pada eksperimen ini. Jenjang yang lebih tinggi
dan pemilihan yang selektif terhadap calon responden dirasa mampu memberikan
kontribusi pada penelitian kali ini. Instrumen yang digunakan dalam penelitian
adalah kuesioner. Rancangan eksperimen akan menggunakan 2x2 factorial design.
1.2. Pertanyaan Riset
Berdasarkan masalah banyaknya kegagalan auditor dalam mendeteksi
kecurangan dalam proses audit laporan keuangan yang telah diuraikan pada latar
belakang, dapat dilihat perlunya meneliti mengenai pengaruh goal framing dan
tekanan waktu dalam skeptisisme profesional auditor. Penelitian terdahulu
mengungkapkan goal framing dan tekanan waktu memberikan pengaruh yang
cukup besar dalam skeptisisme profesional auditor. Masalah yang akan diteliti
selanjutnya dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan riset sebagai berikut:
1. Apakah individu dengan level sifat skeptisisme profesional yang tinggi
akan menunjukkan perilaku lebih skeptis daripada individu dengan level
sifat skeptisisme profesional yang rendah?
2. Apakah individu dengan level keadaan skeptisisme profesional yang
tinggi akan menunjukkan perilaku lebih skeptis daripada individu
dengan level keadaan skeptisisme profesional yang rendah?
3. Apakah keadaan skeptisisme profesional bertindak sebagai perantara
hubungan antara sifat skeptisisme profesional dan perilaku skeptis?
4. Apakah individu di bawah tekanan waktu tinggi akan menujukkan level
keadaan skeptisisme profesional yang rendah daripada di bawah
tekanan waktu sedang?
5. Apakah individu yang diberikan dengan frame negatif dalam
skeptisisme profesional akan menunjukkan level yang lebih tinggi pada
keadaan skeptisisme profesional daripada individu yang diberikan
dengan frame positif?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai:
1. Individu dengan level sifat skeptisisme profesional yang tinggi akan
menunjukkan perilaku lebih skeptis daripada individu dengan level sifat
skeptisisme profesional yang rendah.
2. Individu dengan level keadaan skeptisisme profesional yang tinggi akan
menunjukkan perilaku lebih skeptis daripada individu dengan level keadaan
skeptisisme profesional yang rendah.
3. Keadaan skeptisisme profesional bertindak sebagai perantara hubungan
antara sifat skeptisisme profesional dan perilaku skeptis.
4. Individu di bawah tekanan waktu tinggi akan menujukkan level keadaan
skeptisisme profesional yang rendah daripada di bawah tekanan waktu
sedang.
5. Individu yang diberikan frame negatif akan menunjukkan keadaan
skeptisisme profesional yang lebih tinggi daripada individu yang diberikan
frame positif.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yaitu:
1. Memberikan masukan pada Kantor Akuntan Publik (KAP) mengenai
pemahaman karakteristik tipe kepribadian dan skeptisisme profesional
auditor. Mendorong KAP untuk meberikan supervisi maupun pelatihan
kepada stafnya dalam rangka meningkatkan skeptisisme profesional
auditor.
2. Bagi auditor, menjadikan bahan evaluasi kemahiran profesional auditor
dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan audit.
3. Bermanfaat bagi pengembangan literatur dan memberi masukan untuk
penelitian berikutnya yang berkaitan dengan skeptisisme profesional
auditor.
Download